You are on page 1of 5

KOTA JEPARA

Oleh : Frengky Widias Sandy*

Sejarah Singkat
Pada masa lampau, oleh para pakar dikemukakan, Jepara dikenal sebagai kota penting di tanah Jawa.
Dalam berita-berita Cina zaman dinasti T’ang disebutkan bahwa pada tahun 674 Masehi, Jawa dipimpin
oleh seorang ratu bernama Shima. Kerajaannya bernama Kalingga (abad ke-7 sampai abad 10), yakni
berada di Jawa Tengah bagian utara, tepatnya di Jepara. Ia dikenal memimpin kerajaan dengan sangat
keras dan tegas, sehingga apabila terdapat barang yang tercecer di tengah jalan tidak seorangpun berani
memungutnya kecuali pemiliknya sendiri. Beliau juga dikenal memerintah rakyat dan kerajaannya
dengan arif, adil dan bijaksana. Keadilan dan kearifan itu terlihat pada kepatuhannya menegakkan hukum
dan peraturan yang telah ditetapkan oleh kerajaan, sehingga keputusan-keputusan yang diambil tidak
menimbulkan keraguan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan pemerintahan yang kuat seperti itu
menjadikan dirinya sangat disegani, tidak hanya oleh rakyatnya sendiri tetapi juga oleh bangsa-bangsa
lain. Dalam suatu riwayat dijelaskan, ketika raja Ta-Che di Arab mendengar kearifan dan keadilan Ratu
Shima, ia mengutus seorang hulubalang meletakkan pundi-pundi berisi dinar di tengah jalan.
Dikemukakan, bahwa selama tiga tahun, orang-orang yang lewat tidak seorang pun yang berani
memungut pundi-pundi tersebut. Ketika Putra Mahkota berjalan-jalan, secara tidak sengaja kakinya
menyentuh pundi-pundi itu. Oleh karena kesalahannya itu, Ratu Shima memerintahkan agar putra
mahkota dihukum penggal. Berdasarkan pertimbangan ahli hukum dan para pembesar kerajaan, akhirnya
kaki Putra Mahkota diamputasi sebagai hukuman atas kesalahannya, sebab kakinyalah yang bersalah.
Setelah mendengar hal itu, raja Ta-Che merasa segan dan tidak berani menyerang Ratu Shima.

Jauh sesudah masa pemerintahan Ratu Shima berlalu, tenggang 9 abad, yakni
pada abad ke-16, di Jepara terdapat pula seorang tokoh wanita yang sangat
terkenal yaitu Ratu Kalinyamat. Beliau adalah putra ketiga dari enam
bersaudara keturunan Sultan Trenggana dari Demak. Ratu Kalinyamat menikah
dengan Sunan Hadirin, yakni seorang keturunan Cina bernama Wintang yang
telah menjadi Islam berkat bimbingan Sunan Kudus. Perkawinan antara
petualang-petualang asing dengan gadis-gadis kalangan bangsawan tinggi
seperti itu merupakan peristiwa yang dianggap biasa, tetapi dengan syarat
kedua belah pihak telah memeluk agama Islam sebagai pedoman hidup
mereka. Pada zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara telah berkembang
menjadi kota pelabuhan yang penting bagi dunia pelayaran, karena mampu
menampung kapal besar bermuatan 200 ton atau lebih.

Bersamaan dengan perkembangan pelabuhan itu, juga dikembangkan unit usaha industri galangan kapal.
Pada abad ke-16, industri galangan kapal di Jawa sangat terkenal di Asia Tenggara. Keahlian arsitek
kapal Jawa juga sangat terkenal. Atas keahlian mereka itu, pada tahun 1512 Albuquerque membawa 60
tukang yang cakap dari Jawa untuk memperbaiki kapal-kapal Portugis yang rusak di pantai daratan India.
Sehubungan dengan peran Jepara sebagai pelabuhan yang baik dan aman untuk berlabuhnya kapal-kapal
niaga besar, dan juga untuk menunjang aktivitas dan ekspedisi militer, maka kebutuhan kapal menjadi
meningkat. Oleh karena itu, Ratu Kalinyamat bersama suaminya membangun dan mengembangkan
industri galangan kapal besar-besaran yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Tenaga
tersebut melibatkan Arsitek, Tukang Kayu dan para Pekerja Kasar, yang dipimpin langsung oleh Sunan
Hadirin dan Ratu Kalinyamat. Berbagai peninggalannya dan makam beliau masih dapat kita lihat sampai
sekarang di Masjid dan Makam M antingan Jepara.
Tiga abad sesudah pemerintahan Ratu Kalinyamat, muncul R.A. Kartini pada abad ke-19 dan ke-20 yang
memiliki kualifikasi sebagai figur pejuang gigih dan menaruh perhatian besar di bidang sosial, politik,
ekonomi, seni, budaya dan agama. Ia lahir di Mayong pada tahun 1879, pada waktu berlangsungnya
hegemoni kolonial Belanda. Peranan R.A. Kartini sebagai pemimpin gerakan wanita menembus abad ke-
19 dan memasuki awal abad ke-20. Gaung perjuangannya terasa sampai sekarang. Ia adalah putra
keempat dari delapan bersaudara dari putra R.M.A.A. Sosroningrat, seorang Bupati Jepara yang
memerintah sejak tahun 1880 sampai tahun 1905. Gelar Adipati baru diperoleh R.M.A.A. Sosroningrat
pada tahun 1895, setelah ia menjabat sebagai Bupati Jepara selama 15 tahun. Selama R.A. Kartini masih
sekolah, ia sangat produktif menuangkan gagasan dan pemikirannya dalam berbagai bidang. Pikiran-
pikiran R.A. Kartini dikomunikasikan kepada Ny. Abendanon, orang Belanda yang diakui oleh R.A.
Kartini sebagai ibu angkat, dan kepada teman-teman sejawatnya orang-orang Belanda. Sampai sekarang,
berkas surat-suratnya masih tersimpan dengan baik di negeri Belanda. Berkat surat-suratnya yang
cemerlang dan menawan hati itu, R.A. Kartini menjadi orang terkenal di kalangan masyarakat terdidik
Eropa, khususnya di negeri Belanda. Ia dipandang sebagai seorang timur yang memiliki pemikiran
cerdas, cemerlang, dan berbobot. Berkat jasa dan perjuangan beliau, akhirnya R.A. Kartini mendapat
penghargaan Bangsa Indonesia sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
Letak Geografis
Jepara adalah sebuah kota kabupaten yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Tengah. Yakni terletak
pada posisi 110° 9’ 48.02” sampai 110° 58’ 37.40” Bujur Timur, dan 5° 43’ 20.67” sampai 6° 47’ 25.83”
Lintang Selatan, dengan Batas Wilayah : Sebelah Barat dan Utara ; Laut Jawa, Sebelah Timur ;
Kabupaten Kudus dan Pati, dan Sebelah Selatan ; Kabupaten Demak. Luas kabupaten Jepara mencapai ±
100.413,189 Ha, yakni dengan pembagian wilayah menjadi 16 Kecamatan dan 194 Desa. Berikut ini
adalah daftar 16 Kecamatan di Kabupaten Jepara, antara lain : 1) Donorojo, 2) Keling, 3) Kembang, 4)
Bangsri, 5) M longgo, 6) Pakis Aji, 7) Jepara, 8) Tahunan, 9) Batealit, 10) Nalumsari, 11) Mayong, 12)
Pecangaan, 13) Kedung, 14) Kalinyamatan, 15) Welahan, dan 16) Karimun Jawa.

Potensi Wisata Seni Budaya


Benteng VOC. Wisata Sejarah Benteng VOC (Vereenigde Oost-Indiche Commpagnie), benteng ini
terletak 200 meter sebelah utara alun-alun Jepara, di atas perbukitan. Benteng ini dibangun pada tahun
1678 dan digunakan untuk melindungi kepentingan perdagangan pada waktu itu. Konon Kapten Tack,
seorang perwira Belanda yang tewas melawan pasukan Untung Suropati di Kartosuro, dimakamkan di
sini. Dari tempat ini dapat disaksikan Kota Jepara, panorama pantai dan pulau Panjang.
Museum Kartini. Museum ini berada di alun-alun kota Jepara. Museum ini banyak menyimpan benda-
benda peninggalan R.A. Kartini yang kita kenal sebagai Pahlawan Nasional karena merupakan tokoh
emansipasi Indonesia yang berjuang mengangkat harkat dan martabat kaum wanita. Benda-benda
peninggalan R.A. Kartini yang ada di museum ini adalah foto-foto R.A. Kartini dan keluarganya, surat-
surat, perabotan rumah tangga, peralatan dapur, dan lain-lain. Museum ini merupakan wisata sejarah yang
sangat cocok untuk dikunjungi para Pelajar dan Mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya agar mereka lebih mengetahui dan mengenal R.A. Kartini. Di samping itu terdapat pula
barang-barang penemuan pada masa kerajaan Hindu dan Islam yang tertata rapi dalam ruang Jepara
Kuno.
Pendopo. Di tempat inilah R.A. Kartini mendapatkan ide guna memajukan wanita pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Di sanalah terdapat satu kamar gedung ini R.A. Kartini pernah dipingit
sebelum menikah dengan Bupati Rembang. Di tempat ini R.A. Kartini juga mendidik pada murid dan
pengrajin Jepara agar dapat meningkatkan penghasilannya dari ketrampilan dalam bidang ukir kayu.
Salah satu peninggalan R.A. Kartini yang masih ada adalah Bunga Kantil, tempat dimana ia sering
mempergumulkan ide-idenya.
Monumen Ari-Ari. Monumen ari-ari R.A. Kartini terletak di Mayong, 25 km arah selatan Jepara menuju
Kudus. Di tempat ini R.A. Kartini dilahirkan pada saat ayahnya menjabat sebagai Wedana di Mayong.
Benteng Portugis. Benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung sekitar abad 17 ini
terletak di Desa Banyumanis, Kecamatan Donorojo, kurang lebih 45 km sebelah utara Kota Jepara.
Lokasinya berada di atas bukit batu di tepi laut dan berhadapan langsung dengan pulau Mandalika
memberikan nilai lebih karena pengunjung tidak hanya sekedar melihat benteng tetapi pengunjung juga
dapat melihat dan menikmati keindahan laut dan pulau Mandalika. Di samping itu di sekitar benteng
banyak ditumbuhi pohon-pohon yang rindang yang sudah berusia ratusan tahun sehingga menambah
kesejukan alamnya. Untuk menuju benteng ini telah dibangun jalan menuju puncak bukit, dengan
penataan yang baik dan dilengkapi dengan gardu pandang dan jalan lingkar sehingga para wisatawan
dapat menikmati keelokan dan keindahan alamnya selama perjalanan menuju benteng. Wisata ini
mempunyai potensi dan peluang untuk dikembangkan menjadi wisata sejarah sekaligus wisata alam
sehingga kesempatan untuk berinvestasi terbuka lebar dalam bidang transportasi laut sebagai penghubung
lokasi benteng dengan pulau Mandalika, restaurant, resort, dan lain-lain.
Makam & Masjid Mantingan. Terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan dan kurang lebih 6 km
arah selatan kota Jepara. Di Desa Mantingan ini merupakan tempat di semayamkannya Sunan Mantingan
atau yang dikenal dengan Sunan Hadirin beserta istrinya yaitu Ratu Kalinyamat yang merupakan tokoh
legendaris Jepara. Di desa ini juga terdapat Masjid M antingan yang letaknya bersebelahan dengan
Makam Ratu Kalinyamat. Masjid ini merupakan masjid tertua yang kedua yang ada di Pulau Jawa setelah
Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1559 M. Masjid ini selain sebagai tempat beribadah
juga memiliki keindahan arsitekturnya, karena di dalam masjid ini terdapat ornamen-ornamen ukiran
Jepara Kuno dengan motif bunga, tumbuh-tumbuhan dan pintu gerbangnya berbentuk Candi Bentar yang
diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan ukir Jepara. Obyek wisata ini mengandung
nilai sejarah karena kedua tokoh yaitu Sunan Mantingan dan Ratu Kalinyamat tersebut berkaitan erat
dengan awal mula berdirinya kota Jepara. Di sini pengunjung selain dapat berziarah juga sekaligus dapat
berwisata untuk menikmati keindahan arsitekturnya dan alam sekitarnya.
Sreni Indah. Sreni Indah terletak di lereng Gunung Muria di wilayah Kecamatan Nalumsari, 35 Km dari
Jepara. kawasan seluas 110 Ha yang dikelola Perhutani dan Jepara ini dipenuhi dengan tanaman pinus
sehingga sangat nyaman karena berhawa sejuk.
Pantai Kartini. Pantai Kartini terletak di sebelah barat Jepara yang merupakan tempat rekreasi yang telah
begitu dikenal oleh wisatawan dengan nama Taman Rekreasi Pantai Kartini. Penataan kawasan ini terus
dilakukan dengan pembuatan gardu-gardu pandang dan tempat parkir yang cukup luas. Di samping itu
telah dilengkapi pula dengan kios-kios souvenir dan perahu-perahu pesiar. Para pengunjung juga dapat
mengunjungi pulau Panjang dan bercengkerama di pantai yang berpasir putih ini.
Tirto Samudro/ Pantai Bandengan. Masih juga merupakan wisata pantai Jepara yang menawarkan
keindahan hamparan pasir putihnya. pantai ini terletak di Desa Bandengan, 8 km sebelah utara kota
Jepara. Pantai ini pada zaman R.A. Kartini dijadikan tempat bercengkrama, dan karena keindahannya
dinamakan Kartini “Klein Scheveningen”. Kondisi alam, pasir putih dan air laut yang jernih sangat cocok
untuk menyenangi olah raga diving. Alunan ombaknya yang pelan yang menghantam tepian pantai serta
pasirnya yang berwarna putih dengan kondisi air lautnya yang masih jernih sangat cocok untuk berjemur
dan berenang. Kawasan yang masih alami dan cukup luas ini dan kawasan ini sebagian besar ditumbuhi
rerimbunan pohon-pohon yang rindang dan pohon pandan sehingga tempat ini cocok untuk kegiatan
remaja seperti kamping, volley pantai, sepeda santai dan kegiatan serupa lainnya. Tempat ini mudah
dijangkau dengan mengggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dan kondisi jalan yang sudah
beraspal. Peluang investasi yang menjanjikan bagi investor adalah dalam bidang perhotelan,
pengembangan obyek wisata dengan penyediaan fasilitas yang mendukung, dan lain-lain.
Kepulauan Karimunjawa. Kawasan ini terletak di laut Jawa ± 83 km dari Kota Jepara menuju arah utara.
Obyek ini merupakan kepulauan yang ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut Karimunjawa. Luas
daratan 7.120 Ha dengan pulau berjumlah 27 buah, namun yang berpenghuni hanya 5 buah. Yaitu :
Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk dan Genting. Dengan hamparan pemandangan di sela-sela
pulau, pasir putih yang membentang di sepanjang pantai dengan pohon kelapa. Terdapat 242 jenis ikan
hias, serta 133 genera fauna akuatik. Dengan kapal motor, Karimunjawa dapat ditempuh dalam waktu
sekitar 5 jam dari dermaga Jepara. Di kawasan Taman Nasional Laut ini juga telah dibangun “Kura-Kura
Resort” yang merupakan kawasan peristirahatan dengan fasilitas mewah, yang merupakan milik investor
asing. Secara garis besar fauna yang ada di Kepulauan Karimunjawa terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu :
1) Daratan : Rusa, Trenggiling, Landak, Ular, Bangau Tong-tong, Bangau Abu-abu, Elang Laut dan
Wedi-wedi. Burung Elang Laut merupakan satwa langka yang dapat dijumpai di kepulauan ini. 2)
Perairan : Terumbu Karang, Spons, Karang Lunak, Akar Bahar, Kerang Merah, Penyu dan Ikan Hias.
Selain itu, pantai-pantai di Karimunjawa sebagian besar berpasir putih, sehingga cocok untuk kegiatan
berjemur, menyelam dan memancing. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan antara lain : 1) Olah raga
selam : di Tanjung Gelam (di Karimunjawa), Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Cemara Kecil, dan 2)
Mandi di pantai dan berjemur, cocok dilakukan di Pulau Menjangan Besar yang berpasir putih dan Pulau
Cemara Kecil.
Pesta Lomban. Pesta ini merupakan acara sesajian ritual yang dilakukan oleh para nelayan Jepara. Pesta
lomban dimulai dengan upacara persiapan di pinggir pantai dan kemudian sesaji yang berupa kepala
kerbau dilepas di tengah laut. Setelah sesaji dilepas, beberapa perahu nelayan berebut mendapatkan air
dari sesaji itu yang kemudian disiramkan ke kapal mereka dengan keyakinan kapal tersebut akan
mendapatkan banyak berkah dalam mencari ikan. Ketika berebut sesaji ini juga dimeriahkan dengan
tradisi perang ketupat di mana antar perahu yang berebut saling melempar dengan menggunakan ketupat.
Malam hari sebelum acara ini berlangsung, biasanya diadakan pegelaran wayang kulit semalam suntuk.
Obor-Oboran. Perang obor merupakan tradisi yang dilakukan pada puncak panen di Desa Tegal Sambi
Kecamatan Tahunan yang letaknya ± 3 km arah selatan kota Jepara. Perang obor ini merupakan atraksi
perang menggunakan pelepah daun kelapa yang dibakar dan dihantamkan kepada peserta lainnya dengan
dibekali kepercayaan dari sesepuh desa sehingga seluruh peserta dapat menyelesaikan perang obor
tersebut dengan selamat, tanpa menderita luka bakar sedikitpun. Perang obor ini merupakan atraksi
budaya yang sudah turun temurun yang harus dilestarikan karena selain merupakan tradisi budaya daerah
sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan anugrah panen kepada
masyarakat setempat juga sangat menarik untuk dinikmati oleh wisatawan, sehingga hal ini berpotensi
untuk dikembangkan dan dikemas menjadi wisata budaya yang sangat menarik.
Jembul Tulakan. Suatu kegiatan sedekah bumi dari Desa Tulakan Kecamatan Donorojo yang
menampilkan sesajian yang berbentuk gunungan sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rejeki dari
Tuhan Yang Maha Esa, sehingga mereka berhasil mendapatkan panen pertanian dengan cukup melimpah.
dengan sajian tersebut juga diharapkan pada masa mendatang dapat berhasil mendapatkan panen yang
bagus. Kegiatan ini begitu ramai sehingga tidak saja diikuti oleh warga desa setempat, namun juga dari
berbagai warga desa lain.

Sumber Referensi :
1. Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, “Kajian Estetik Melalui Pe ndekatan Multidisiplin”,
Karya : Prof. Drs. SP. Gustami, S.U.
2. Atlas Kabupaten Jepara, Edisi 2, Pemerintah Kabupaten Jepara.
3. E-BOOK Informasi Pariwisata Nusa ntara (Jawa Tengah).

You might also like