Professional Documents
Culture Documents
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah
Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal
yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat
(yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal
yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja,
maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, ”Firman Allah (yang artinya)
‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan
mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat
kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak
boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan
syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-
laki lain dengan tanpa syahwat.”
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30
(yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan
pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman.
Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat
ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama
kita selalu terjaga kesuciannya-
2-Halal dan Haram dalam Islam
BAB KETIGA. GHARIZAH, PERNIKAHAN DAN KELUARGA
ALLAH menjadikan manusia supaya menjadi khalifah di permukaan bumi dan mengatur
kesejahteraan bumi itu. Tujuan ini tidak akan bisa tercapai, melainkan apabila jenis manusia ini
terus berkembang. Hidupnya berlangsung terus di permukaan bumi ini baik dengan bercocok-
tanam, mendirikan perusahaan, pertukangan atau membuat bangunan-bangunan serta
melaksanakan hak-hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan supaya kesemuanya itu dapat
tercapai juga, maka Allah melengkapi tubuh manusia ini dengan gharizah (instink) dan rangsangan-
rangsangan yang dapat membawa manusia ini dengan seluruh daya kemampuannya untuk
kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kelangsungan jenis.
Di antara sekian banyak gharizah itu ialah makan, dengan adanya makan ada kenyang, pribadi
manusia itu bisa terus hidup. Dan ada pula gharizah seksual, dimana dengan tersalurnya gharizah
ini jenis manusia itu dapat berlangsung.
Gharizah kedua ini sangat kuat sekali pada tubuh manusia. Oleh karena itu dia selalu minta tempat
penyaluran untuk memenuhi fungsinya dan memuaskan keinginannya. Untuk itu manusia pasti
berhadapan dengan salah sate posisi sebagai berikut:
1. Mungkin manusia akan melepaskan kendali seksualnya, sehingga akan pergi ke mana saja dan
berbuat apa saja tanpa batas perisai yang membendungnya berupa agama, budi ataupun adat.
Situasi ini terjadi di kalangan aliran-aliran yang bebas (free thinker) yang tidak beriman kepada
Allah dan nilai-nilai yang luhur. Situasi seperti ini cukup dapat menjatuhkan derajat manusia
kepada derajat binatang dan menghancurkan pribadi dan rumahtangga serta masyarakat secara
keseluruhan.
2. Mungkin juga manusia akan menentang gharizah seksualnya itu, seperti halnya yang terjadi di
kalangan aliran-aliran yang menganggap hubungan seksual itu suatu perbuatan yang kotor
(cemar), melarang perkawinan dan menganggap celaka kalau kawin, seperti aliran Mano,
kependetaan dan sebagainya.
Pendirian ini berarti suatu penguburan terhadap gharizah dan menghilangkan fungsi gharizah
seksual serta meniadakan kebijaksanaan dzat yang menciptakannya serta melawan aturan hidup
yang mengatur gharizah ini supaya tersalur sesuai dengan fungsinya.
3. Mungkin juga manusia akan membuat pembatas yang beroperasi ke dalam, tanpa menjatuhkan
derajat manusia dan tanpa memberikan kebebasan yang kegila-gilaan itu.
Pendirian ini berlaku di kalangan pemeluk-pemeluk agama Samawi (agama-agama yang datangnya
dari Tuhan) yaitu dengan diharamkannya pembunuhan dan dianjurkannya kawin. Pendirian ini
lebih menonjol lagi terdapat di dalam ajaran Islam yang mengakui gharizah seksual ini. Untuk itu
maka dipermudah jalan-jalan penyalurannya; di samping Islam melarang hidup membujang dan
menjauhi perempuan. Kemudian dibuatlah aturan-aturan yang melarang perbuatan zina dengan
segala macam manifestasi dan pendahuluannya.
Pendirian inilah yang kiranya sangat adil dan bijaksana. Sebab andaikata tidak ada anjuran untuk
kawin, niscaya gharizah seksual ini tidak akan dapat memenuhi fungsinya dalam rangka
kelangsungan manusia.
Begitu juga andaikata pembunuhan itu tidak dilarang dan tidak diharuskannya seorang laki-laki
mengadakan hubungan dengan perempuan, niscaya rumahtangga yang dibina di bawah naungan
kehalusan budi yang tumbuh dari rasa cinta kasih (mawaddah warahmah) itu tidak akan ada. Dan
jika rumahtangga tidak ada, masyarakat pun tidak akan ada; dan niscaya masyarakat tidak akan
menemukan jalan untuk menuju kemajuan dan kesempurnaannya.
Tidak mengherankan kalau seluruh agama Samawi mengharamkan dan memberantas perzinaan.
Terakhir ialah Islam yang dengan keras melarang perzinaan serta memberikan ultimatum yang
sangat tajam. Karena perzinaan itu dapat mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan,
menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan
nafsu dan merosotnya akhlak. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikatakan Allah:
"Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, karena sesungguhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara
yang sangat tidak baik." (al-Isra': 32)
Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan
yang akan membawa kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja serta seluruh
pendahuluannya yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu.
Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan seks dan membuka pintu fitnah baik oleh
laki-laki atau perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau paling tidak
mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji,
maka Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan menjaga daripada
perbuatan yang merusak.
Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan seorang perempuan lain.
Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin
untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti akan kami
bicarakan selanjutnya.
Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi
menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam
hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya.
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan
seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (Riwayat
Ahmad)
"Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali
bersama mahramnya."
Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu
yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: "Apabila kamu minta sesuatu (makanan)
kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih
dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu," mengatakan: maksudnya perasaan-
perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan
perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-
perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif
untuk melindungi keluarga.
Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan
masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu
menjauhi hal tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna
penjagaannya.
Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang laki-laki yang bersendirian dengan ipar.
Sebab sering terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan
keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan
keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab
memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda
sekali dengan orang lain.
Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya
baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini. Rasulullah s.a.w.
pernah bersabda sebagai berikut:
"Hindarilah keluar-masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar
bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian dengan
ipar itu sama dengan menjumpai mati." (Riwayat Bukhari)
Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian)
dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena terjadinya
perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila
sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu
keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.
Bahayanya ini bukan hanya sekedar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang
ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri serta
rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk
merusak rumahtangga orang.
Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu
mengatakan sebagai berikut: Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti
mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan
raja sama dengan bertemu mati dan api.
Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab
kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya
memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau
lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-
masuk rumah ipar tersebut.
Di antara sesuatu yang diharamkan Islam dalam hubungannya dengan masalah gharizah, yaitu
pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang,perempuan memandang laki-laki.
Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada
perbuatan zina. Seperti kata seorang syair kuna:
Oleh karena itulah Allah menjuruskan perintahnya kepada orang-orang mu'min laki-laki dan
perempuan supaya menundukkan pandangannya, diiringi dengan perintah untuk memelihara
kemaluannya.
Firman Allah:
"Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih bersih bagi mereka.
Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-
orang mu'min perempuan: hendaknya mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga
kemaluannya, dan jangan menampak-nampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak
daripadanya, dan hendaknya mereka itu melabuhkan tudung sampai ke dadanya, dan jangan
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau
kepada anak-anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak
saudara laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada sesama perempuan
atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang) yang tidak mempunyai keinginan,
yaitu orang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-
mukulkan kakinya supaya diketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya." (an-Nur: 30-31)
Dalam dua ayat ini ada beberapa pengarahan. Dua diantaranya berlaku untuk laki-laki dan
perempuan, yaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedang yang lain khusus untuk
perempuan.
Dan kalau diperhatikan pula, bahwa dua ayat tersebut memerintahkan menundukkan sebagian
pandangan dengan menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah tidak mengatakan
wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga sebagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan
pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim. Ini berarti kemaluan itu harus
dijaga seluruhnya tidak ada apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan masalah
pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan
dan melindungi kemasalahatan, sebagaimana yang akan kita ketahui nanti. Dan apa yang dimaksud
menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah.
Bukan ini yang dimaksud dan ini satu hal yang tidak mungkin. Hal ini sama dengan menundukkan
suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19).
Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara.
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan
begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang
beraksi.
Pandangan yang terpelihara, apabila memandang kepada jenis lain tidak mengamat-amati
kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada
yang dilihatnya itu.
"Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada
pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Rasulullah s.a.w. menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu
perbuatan zina mata.
Sabda beliau:
"Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat." (Riwayat Bukhari)
Dinamakannya berzina, karena memandang itu salah satu bentuk bersenang-senang dan
memuaskan gharizah seksual dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syara'. Penegasan Rasulullah
ini ada persamaannya dengan apa yang tersebut dalam Injil, dimana al-Masih pernah mengatakan
sebagai berikut: Orang-orang sebelummu berkata: "Jangan berzinal" Tetapi aku berkata:
"Barangsiapa melihat dengan dua matanya, maka ia berzina."
Pandangan yang menggiurkan ini bukan saja membahayakan kemurnian budi, bahkan akan
merusak kestabilan berfikir dan ketenteraman hati.
"Apabila engkau melepaskan pandanganmu untuk mencari kepuasan hati. Pada satu saat pandangan-
pandangan itu akan menyusahkanmu jua. Engkau tidak mampu melihat semua yang kau lihat. Tetapi untuk
sebagainya maka engkau tidak bisa tahan."
Halal dan Haram dalam Islam,Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993
Maka, gunakanlah mata untuk membaca al-Quran, menangis karena takut kepada Allah, dan
memalingkan hati dari pikiran, godaan, dan gangguan tersebut.
Sejauh mata memandang bisa saja kita terjatuh pada maksiat pandangan ini. Karena fitnah an-
nazhar tidak terbatas pada kondisi dadakan saja --misalnya seseorang berlalu di hadapan kita,
secara tidak sengaja kita melihat aurat orang tersebut—boleh jadi lingkungan kita memang
dipenuhi orang-orang yang secara sadar mempertontonkan auratnya. Kalau sudah begini maka
naluri ke-dai-an kita harus bangkit untuk menyadarkan mereka yang terlanjur jatuh pada
mepertontonkan aurat.
Bagi mereka yang keluar rumah, Islam memberikan sebuah ajaran indah untuk menundukkan
pandangan. Bukan hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi
pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang berdampak buruk.
Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi ternyata tidak. Di balik itu
tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut
kebersihan dan kekotorannya. Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di
sini.
HUKUM MELIHAT AURAT
Bagi mereka yang keluar rumah, Islam memberikan sebuah ajaran bagus untuk menundukkan
pandangan. Bukan hanya bagi muslimah, tetapi juga bagi kaum lelaki. Maksudnya, melindungi
pandangan mata agar terhindar dari obyek maksiyat dan segala sesuatu yang berdampak buruk.
Sepintas ajaran ini nampak remeh, sepele, dan gampang. Tetapi ternyata tidak. Di balik itu
tersimpan begitu besar hikmah, misalnya bisa menjadi barometer kondisi hati --yakni menyangkut
kebersihan dan kekotorannya. Lebih jauh tentang manfaat menundukkan pandangan diuraikan di
sini.
Di antara yang harus ditundukkannya pandangan, ialah kepada aurat. Karena Rasulullah s.a.w.
telah melarangnya sekalipun antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan
perempuan baik dengan syahwat ataupun tidak.
Sabda Rasulullah s.a.w.: "Seseorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu
juga perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang laki-laki
bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan
perempuan lain bercampur dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan
Tarmizi)
Aurat laki-laki yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki lain atau aurat perempuan yang tidak boleh
dilihat oleh perempuan lain, yaitu antara pusar dan lutut, sebagaimana yang diterangkan dalam
Hadis Nabi. Tetapi sementara ulama, seperti Ibnu Hazm dan sebagian ulama Maliki berpendapat,
bahwa paha itu bukan aurat.
Sedang aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain ialah seluruh badannya kecuali
muka dan dua tapak tangan. Adapun yang dalam hubungannya dengan mahramnya seperti ayah
dan saudara, maka seperti apa yang akan diterangkan dalam Hadis yang membicarakan masalah
menampakkan perhiasan. Ada yang tidak boleh dilihat, tidak juga boleh disentuh, baik dengan
anggota-anggota badan yang lain.
Semua aurat yang haram dilihat seperti yang kami sebutkan di atas, baik dilihat ataupun disentuh,
adalah dengan syarat dalam keadaan normal (tidak terpaksa dan tidak memerlukan). Tetapi jika
dalam keadaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut bisa hilang. Tetapi
bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan fitnah dan tidak ada syahwat. Kalau
ada fitnah atau syahwat, maka kebolehan tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu
bahaya.
Yang seperti ini ialah seorang laki-laki melihat perempuan tidak kepada auratnya, yaitu di bagian
muka dan dua tapak tangan, hukumnya mubah selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak
dikawatirkan menimbulkan fitnah.
Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma' binti Abubakar pernah masuk di rumah
Nabi dengan berpakaian jarang sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan
mengatakan: "Hai Asma'! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh,
tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini -- sambil ia menunjuk muka dan dua
tapak tangannya." (Riwayat Abu Daud)
Dalam hadis ini ada kelemahan, tetapi diperkuat dengan hadis-hadis lain yang membolehkan
melihat muka dan dua tapak tangan ketika diyakinkan tidak akan membawa fitnah. Ringkasnya,
bahwa melihat biasa bukan kepada aurat baik terhadap laki-laki atau perempuan, selama tidak
berulang dan menjurus yang pada umumnya untuk kemesraan dan tidak membawa fitnah,
hukumnya tetap halal.
Salah satu kelapangan Islam, yaitu: Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada
bagian yang seharusnya tidak boleh, seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini: "Dari Jarir bin
Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah s.a. w. tentang melihat dengan mendadak.
Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!" (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud dan
Tarmizi) -- yakni: Jangan kamu ulangi melihat untuk kedua kalinya.
PERHIASAN PEREMPUAN YANG BOLEH TAMPAK DAN YANG TIDAK BOLEH
Ini ada hubungannya dengan masalah menundukkan pandangan yang oleh dua ayat di surah an-
Nur 30-31, Allah perintahkan kepada laki-laki dan perempuan. Adapun yang khusus buat orang
perempuan dalam ayat kedua (ayat 31) yaitu:
a. Firman Allah: "Janganlah orang-orang perempuan menampakkan perhiasannya, melainkan
apa yang biasa tampak daripadanya."
Yang dimaksud perhiasan perempuan, yaitu apa saja yang dipakai berhias dan untuk
mempercantik tubuh, baik berbentuk ciptaan asli seperti wajah, rambut dan potongan tubuh,
ataupun buatan seperti pakaian, perhiasan, make-up dan sebagainya.
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan kepada para perempuan supaya menyembunyikan
perhiasan tersebut dan melarang untuk dinampak-nampakkan. Allah tidak memberikan
pengecualian, melainkan apa yang bisa tampak. Oleh karena itu para ulama kemudian berbeda
pendapat tentang arti apa yang biasa tampak itu dan ukurannya. Apakah artinya: apa yang tampak
karena terpaksa tanpa disengaja, misalnya terbuka karena ditiup angin; ataukah apa yang biasa
tampak dan memang dia itu asalnya tampak?
Kebanyakan ulama salaf berpendapat menurut arti kedua, Misalnya Ibnu Abbas, ia berkata dalam
menafsirkan apa yang tampak itu ialah: celak dan cincin. Yang berpendapat seperti ini ialah
sahabat Anas. Sedang bolehnya dilihat celak dan cincin, berarti boleh dilihatnya kedua tempatnya,
yaitu muka dan kedua tapak tangan. Demikianlah apa yang ditegaskan oleh Said bin Jubair, 'Atha',
Auza'i dan lain-lain. Sedang Aisyah, Qatadah dan lain-lain menisbatkan dua gelang termasuk
perhiasan yang boleh dilihat. Dengan demikian, maka sebagian lengan ada yang dikecualikan.
Tetapi tentang batasnya dari pergelangan sampai siku, masih diperselisihkan.
Di samping satu kelonggaran ini, ada juga yang mempersempit, misalnya: Abdullah bin Mas'ud
dan Nakha'i. Kedua beliau ini menafsirkan perhiasan yang boleh tampak, yaitu selendang dan
pakaian yang biasa tampak, yang tidak mungkin disembunyikan. Tetapi pendapat yang kami
anggap lebih kuat (rajih), yaitu dibatasinya pengertian apa yang tampak itu pada wajah dan dua
tapak tangan serta perhiasan yang biasa tampak dengan tidak ada maksud kesombongan dan
berlebih-lebihan, seperti celak di mata dan cincin pada tangan. Begitulah seperti apa yang
ditegaskan oleh sekelompok sahabat dan tabi'in.
Ini tidak sama dengan make-up dan cat-cat yang biasa dipakai oleh perempuan-perempuan zaman
sekarang untuk mengecat pipi dan bibir serta kuku. Make-up ini semua termasuk berlebih-lebihan
yang sangat tidak baik, yang tidak boleh dipakai kecuali di dalam rumah. Sebab perempuan-
perempuan sekarang memakai itu semua di luar rumah, adalah untuk menarik perhatian laki-laki.
Jadi jelas hukumnya adalah haram.
Sedang penafsiran apa yang tampak dengan pakaian dan selendang yang biasa di luar, tidak dapat
diterima. Sebab itu termasuk hal yang lumrah (tabi'i) yang tidak bisa dibayangkan untuk
dilarangnya sehingga perlu dikecualikan. Termasuk juga terbukanya perhiasan karena angin dan
sebagainya yang boleh dianggap darurat. Sebab dalam keadaan darurat, bukan suatu yang dibuat-
buat. Jadi baik dikecualikan ataupun tidak, sama saja. Sedang yang cepat diterima akal apa yang
dimaksud istimewa (pengecualian) adalah suatu rukhsah (keringanan) dan justru untuk
mengentengkan kepada perempuan dalam menampakkan sesuatu yang mungkin disembunyikan;
dan ma'qul sekali (bisa diterima akal) kalau dia itu adalah muka dan dua tapak tangan.
Adanya kelonggaran pada muka dan dua taak tangan, adalah justru menutupi kedua anggota badan
tersebut termasuk suatu hal yang cukup memberatkan perempuan, lebih-lebih kalau mereka perlu
bepergian atau keluar yang sangat menghajatkan, misalnya dia orang yang tidak mampu. Dia perlu
usaha untuk mencari nafkah buat anak anaknya, atau dia harus membantu suaminya.
Mengharuskan perempuan supaya memakai cadar dan menutup kedua tangannya adalah termasuk
menyakitkan dan menyusahkan perempuan.
Imam Qurthubi berkata: "Kalau menurut ghalibnya muka dan dua tapak tangan itu dinampakkan,
baik menurut adat ataupun dalam ibadat, seperti waktu sembahyang dan haji, maka layak kiranya
kalau pengecualian itu kembalinya kepada kedua anggota tersebut. Dalil yang kuat untuk
pentafsiran ini ialah hadis riwayat Abu Daud dari jalan Aisyah r.a., bahwa Asma' binti Abubakar
pernah masuk ke rumah Nabi s.a.w. dengan berpakaian tipis, kemudian Nabi memalingkan
mukanya sambil ia berkata: "Hai Asma'! Sesungguhnya perempuan apabila sudah datang waktu
haidhnya (sudah baligh) tidak patut dinampakkan badannya, kecuali ini dan ini -- sambil ia
menunjuk muka dan dua tapak tangannya."
Sedang firman Allah yang mengatakan: "Katakanlah kepada orang-orang mu'min laki-laki supaya
menundukkan pandangan" itu memberikan suatu isyarat, bahwa muka perempuan itu tidak
tertutup. Seandainya seluruh tubuh perempuan itu tertutup termasuk mukanya, niscaya tidak ada
perintah menundukkan sebagian pandangan, sebab di situ tidak ada yang perlu dilihat sehingga
memerlukan menundukkan pandangan. Namun, kiranya sesempurna mungkin seorang muslimah
harus bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan perhiasannya, termasuk wajahnya itu sendiri
kalau mungkin, demi menjaga meluasnya kerusakan dan banyaknya kefasikan di zaman kita
sekarang ini. Lebih-lebih kalau perempuan tersebut mempunyai paras yang cantik yang sangat
dikawatirkan akan menimbulkan fitnah.
b. Firman Allah: "Hendaknya mereka itu melabuhkan kudungnya sampai ke dadanya." (an-Nur:
31)
Pengertian khumur (kudung), yaitu semua alat yang dapat dipakai untuk menutup kepala. Sedang
apa yang disebut juyub kata jama' (bentuk plural) dari kata jaibun, yaitu belahan dada yang
terbuka, tidak tertutup oleh pakaian/baju. Setiap perempuan muslimah harus menutup kepalanya
dengan kudung dan menutup belahan dadanya itu dengan apapun yang memungkinkan, termasuk
juga lehernya, sehingga sedikitpun tempat-tempat yang membawa fitnah ini tidak terbuka yang
memungkinkan dilihat oleh orang-orang yang suka beraksi dan iseng.
c. Firman Allah: "Dan hendaknya mereka itu tidak menampak-nampakkan perhiasannya
terhadap suami atau ayahnya." (an-Nur: 31)
Pengarahan ini tertuju kepada perempuan-perempuan mu'minah, dimana mereka dilarang keras
membuka atau menampakkan perhiasannya yang seharusnya disembunyikan, misalnya: perhiasan
telinga (anting-anting), perhiasan rambut (tusuk); perhiasan leher (kalung), perhiasan dada
(belahan dadanya) dan perhiasan kaki (betis dan gelang kaki). Semuanya ini tidak boleh
dinampakkan kepada laki-laki lain. Mereka hanya boleh melihat muka dan kedua tapak tangan
yang memang ada rukhsah untuk dinampakkan.
Dalam ayat ini tidak disebut-sebut masalah paman, baik dari pihak ayah ('aam) atau dari pihak ibu
(khal), karena mereka ini sekedudukan dengan ayah, seperti yang diterangkan dalam hadis Nabi:
"Pamannya seseorang adalah seperti ayahnya sendiri." (Riwayat Muslim)
Mata sangatlah berperan penting untuk membentuk diri seorang manusia, sama
seperti halnya hati yang mengatur aktivitas akal dan jasad. Mata yang sehat akan
membawa manusia kepada dzikrullah, melihat sesuatu yang akan selalu mengingatkan
kita pada kebesaran Allah. Sedangkan mata yang sakit adalah mata yang setiap
pandangannya hanya mengalir hawa nafsu. Membuat otak selalu berfikiran ngeres
saat memandang sesuatu. Dan yang paling sering menjadi masalah adalah memandang
lawan jenis. Astagfirullahal adzim
Apalagi ditambah dengan adanya pemandangan yang tidak sopan dalam film-film
maupun acara lainnya di TV yang hanya mengajarkan nilai-nilai jelek saja.
Menonjolkan perempuan dengan gaya seronok dan pesan-pesan implisit yang
merangsang terutama bagi kalangan usia anak-anak dan remaja yang pikirannya
sangat imajinatif dan suka coba-coba.
Maka tidaklah salah kalau akhirnya Rasulullah saw pernah memutar kepala Fudhail
yang saat itu sampai bengong melihat seorang perempuan yang ditemuinya.
Menjaga hati tidaklah mudah. Karena itulah kita harus mulai mewaspadai hal-hal
sekecil apapun yang beresiko pada terkotorinya hati kita. Mengingat banyaknya
pemandangan mengenaskan yang tersedia gratis setiap saat dan membuat kita sakit
perut. Yah, senantiasa menundukkan pandangan dari lawan jenis adalah kewajiban.
Kalaupun dengan tidak sengaja melihat mereka, maka segera beristighfar dan tentu
saja tidak melanjutkan lagi dengan pandangan kedua, ketiga, keempat, dan
seterusnya. Bukan berarti pula memandang sekali tapi dengan tenggang waktu
bermenit-menit, karena seringkali kita memudahkan aturan-aturan dengan
mengenyampingkan rasa malu demi untuk kepentingan nafsu kita.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan."(Al Hasyr 18).
"Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya."(QS At Talaq 4)
Sekadar satu muhasabah diri menjelang peperiksaan.. Hati yang bersih itu memudahkan untuk
ilmu duduk di dalamnya...
Hukum dasar syariat dalam memandang sesuatu atau seseorang yang dapat menimbulkan syahwat
adalah haram. Kecuali jika hal itu dilakukan untuk suatu keperluan darurat yang dibenarkan
syariat.
Allah berfirman :
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman,
'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya". (Q.S. An Nuur : 30-
31).
Ini adalah perintah dari Allah bagi hamba-hamba yang beriman. Yaitu agar mereka menundukkan
pandangan mereka dari melihat yang diharamkan. Jika kebetulan pandangan matanya melihat
kepada yang diharamkan, maka hendaknya ia segera mengalihkan pandangannya.
Pandangan mata bisa memberi pengaruh ke dalam hati. Jika pemilik mata segera bertindak tegas
setelah pandangan yang pertama dengan tidak mengulanginya, maka mudah baginya untuk
mengekang hatinya. Sedangkan jika ia mengulangi pandangannya, sehingga ia menangkap
gambaran yang indah dan melukiskannya dalam hatinya yang kosong serta tercetak disitu, maka
terbentuklah rasa cinta. Setiap kali pandangan itu diulang-ulang, maka ia menjadi seperti air yang
mengairi pohon. Sehingga pohon cinta itu terus berkembang dan membesar, yang akhirnya
merusak hati dan melalaikannya dari memikirkan tugas-tugas yang seharusnya ia jalankan. Lalu
mengantarkan pemilik hati yang seperti itu kepada kesulitan dan bencana, dan menjerumuskannya
untuk melakukan perbuatan perbuatan terlarang dan tercela. Juga akan membinasakan hatinya.
Penyebab hal itu adalah karena orang yang melihat itu matanya merasa nikmat memandang pada
pertama kalinya, sehingga ia menuntut untuk melihat lagi. Seandainya ia menundukkan
pandangannya pada kali pertama, niscaya hatinya tak akan terganggu dan menjadi aman.
Hikmah pengharaman memandang adalah karena perbuatan itu mendorong kepada rusaknya hati.
Juga mendorong orang untuk memikirkan dan mengangankannya. Angan-angan itu dapat
mendorong seseorang untuk mengambil langkah ke jalan yang haram. Karena itu Allah
memerintahkan untuk menjaga kemaluan, juga memerintahkan untuk menjaga pandangan mata
yang merupakan faktor pendorong ke arah itu.
Maka pengharaman memandang itu adalah sebagai salah satu langkah sebagai 'tindakan
pencegahan atas perbuatan dosa'.
Manis dan lezatnya keimanan yang diperoleh itu lebih nikmat dan lebih baik dari obyek
pandangan mata yang dihindari untuk dilihat, yang dilakukan demi mencapai keridhaan Allah.
Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikannya ganti
yang lebih baik.
Melihat hal-hal yang diharamkan oleh agama merupakan cobaan yang sangat besar dan sangat
berbahaya bagi iman kita. Bahkan ia merupakan sumber malapetaka. Melihat hal-hal tersebut
merupakan indikasi keinginan gejolak nafsu birahi. Kebanyakan kasus perzinaan yang terjadi
diawali dengan pandangan yang diharamkan ini. memandang barang haram, lama kelamaan akan
menyebabkan munculnya anggapan bahwa hal itu adalah biasa saja. Di samping itu, menimbulkan
khayalan dan keinginan terlarang dalam pikiran dan hati. Ia juga merupakan salah satu pintu
tempat masuknya setan sehingga banyak manusia tergelincir karenanya.
Ibnu Qayyim menjelaskan, pandangan mata merupakan penunjuk jalan bagi hawa nafsu dan
sekaligus utusannya. Menjaga pandangan mata berarti menjaga kemaluan dari melakukan
perbuatan nista. Barangsiapa mengumbar pandangan matanya, maka ia telah menggiring dirinya
sendiri menuju jurang kehancuran. Pandangan mata merupakan sumber utama terjadinya kasus-
kasus keji yang dilakukan oleh manusia. Pandangan mata melahirkan perkataan hati. Kemudian
diikuti oleh pikiran, syahwat, dan keinginan. Apabila keinginan ini menjadi kuat, maka berubah
menjadi tekad dan diakhiri dengan perbuatan dan tindakan. Rentetan proses ini pasti terjadi apabila
tidak ada hal-hal yang menghentikannya. Oleh karena itu dikatakan bahwa "sabar dalam
menundukkan pandangan mata sebenarnya lebih mudah dan lebih ringan dibanding sabar
merasakan pesakitan setelahnya".
Sumber :
Abdul Aziz Al-Ghazuli, "Ghadhdhul Bashar", Daarul Manaar il-Haditsiyyah. Terjemahan bahasa Indonesia oleh
Abdul Hayyie al-Kattani, Arif Chasanul Muna, (2003) "Menahan Pandangan Menjaga Hati", Gema Insani Press.
Suatu kali, masih dalam suasana lebaran, Hamid dan istrinya diundang Rozi datang ke rumahnya.
Setelah disepakati, akhirnya mereka datang pada hari Kamis setelah ashar. Rozi tinggal di kawasan
Hay Tsamin, sedangkan Hamid tinggal di bilangan Hay `Asyir. Perjalanan dari Hay `Asyir ke Hay
Tsamin hanya memakan waktu lebih kurang seperempat jam dengan mengendarai mobil.
Rozi dikenal sebagai seorang aktifis. Ia baru menyempurnakan setengah agamanya beberapa
waktu yang lalu. Istrinya adalah rekan kerjanya disebuah organisasi yang pernah ia geluti. Rozi
termasuk salah seorang figur yang dikenal luas dikalangan mahasiswa. Walau selalu menjadi Top
Leaders dibeberapa organisasi yang pernah ia terjuni, ia juga termasuk mahasiswa yang berprestasi
dibangku kuliah.
Tak heran banyak mahasiswi yang melirik padanya. Tapi Rozi bukan tipe cowok matre, ia punya
prinsip dalam menentukan pilihan hidup. Baginya kecantikan bukanlah prioritas, yang paling
utama adalah akhlak dan agama.
Sedangkan Hamid tak jauh berbeda dengan Rozi, ia juga seorang aktifis. Aktifitas Hamid lebih
banyak dalam pergerakan dakwah. Ia juga termasuk figur dikalangan mahasiswa. Namanya sering
tampil pada deretan teratas dalam setiap organisasi yang ia geluti. Hamid adalah seorang pribadi
yang penuh hati-hati. Sebelum melangkah ia akan berpikir dua kali.
Hamid dan Rozi telah lama menjalin persahabatan sejak di Indonesia. Namun belakangan sejak
mereka tiba di Mesir, mereka memilih aktifitas yang berbeda sehingga diantara mereka pun timbul
perbedaan manhaj berfikir. Walau demikian, mereka tetap akur dan saling menghargai pandangan
masing-masing. Persahabatan mereka tetap terjaga.
Rozi dan istrinya punya pikiran yang seirama. Dan karenanya mereka pun memadu cinta yang
terbina dalam bingkai pernikahan. Risa, istri Rozi dikenal seorang akfitis di Kairo. Tulisan-
tulisannya menyebar di buletin mahasiswa. Ide-idenya yang segar selalu mendapat respon positif
dari pembaca. Selain cerdas, Risa juga seorang yang jelita. Ia bahkan jadi rebutan para mahasiswa,
tapi sayang, cinta mereka tidak bersambut, buah cinta Risa jatuh pada Rozi. Rozi dan Risa
memang pasangan yang serasi, sama-sama pintar, sama-sama gagah dan cantik dan sama-sama
jadi rebutan.
Rima istrinya Hamid, juga dikenal seorang aktifis dikalangan mahasiswi. Dalam beberapa
kesempatan ia sering diminta tampil memberikan materi dalam acara bedah buku, dialog, diskusi,
kajian, seminar dan lain-lainnya.
Hamid dan Rima adalah pasangan yang serasi, sama-sama aktifis pergerakan dakwah dan punya
komitmen yang sama. Mereka juga sama-sama punya daya tarik bagi lawan jenis. Hamid dengan
perawakan tenang dan air muka yang selalu berseri, enak di pandang mata, cerdas dan taat.
Sedangkan Rima, adalah wanita anggun dengan sikap penuh keibuan dan kasih sayang.
Kita kembali ke cerita awal, sesampai di depan pintu rumah Rozi, Hamid dan istrinya
dipersilahkan masuk menuju ruang tamu. Di ruang tamu Risa telah menunggu kedatangan mereka.
Hamid dan Rima agak berat kaki melangkah menuju ruang tamu, mereka masih berdiri di depan
pintu.
Hamid menjawab, "Nanti akan saya jelaskan pada Akhi, saya minta istri kita di ruang dalam dan
kita berdua di ruang tamu".
Rozi pun menyetujui dan ia tidak merasa keberatan. Mereka berdua duduk diruang tamu. Saling
berbagi cerita dan pengalaman sambil menikmati makanan dan minuman yang telah dihidangkan
Rozi.
Akhirnya rasa penasaran yang bergejolak dalam hati Rozi ingin segera ditumpahkan, ia bertanya
pada Hamid, "Akhi, apa yang menjadi alasan Akhi sehingga antara kita dengan istri kita berpisah
ruangan? Coba Akhi jelaskan alasan yang Akhi miliki"
Hamid hanya tersenyum, kemudian berkata, "Hanya ingin jaga mata dan hati kita".
Hamid melanjutkan, "Akhi, kita sudah sama-sama pernah belajar, sudah sama-sama tahu bahwa
Allah telah perintahkan laki-laki yang beriman dan wanita-wanita yang beriman untuk selalu
menjaga, menahan dan menundukkan pandangan mereka dari melihat segala sesuatu yang
diharamkan Allah dan dari segala sesuatu yang akan dapat membangkitkan syahwat, karena itu
lebih menyucikan hati.
Pandangan adalah umpama anak panah beracun dari syetan yang akan mengotori dan meracuni
hati kita. Semakin sering mata melihat pada sesuatu yang akan mengotori hati, maka akan
berkurang dan hilanglah lezatnya iman dalam hati dan nikmatnya beribadah.
Apa yang akan terjadi, kalau kita sama-sama duduk diruangan ini dengan istri-istri kita?
Kita tetap berbaik sangka, kita mungkin bisa saling menjaga, namun kita tidak tahu apa yang
terjadi dalam hati. Dan mencegah lebih baik dari mengobati. Sebelum syetan lebih dulu menjerat
kita dengan tipuannya, seorang mukmin harus lebih dahulu tahu akan hal itu.
Kalau kita duduk saling berhadapan, saya duduk dengan istri saya dan akhi duduk dengan istri
akhi. Kemudian kita saling mengobrol, saling memandang, saling tertawa dan tersenyum. Bisa jadi
terbersit dalam hati istri akhi ketika melihat saya rasa tertarik pada paras saya, senyum saya,
mendengar suara saya dan seterusnya. Kemudian ia coba bandingkan antara saya dengan diri akhi
yang telah ia kenal luar-dalam segala kekurangan dan kelemahan akhi. Dan ia menemukan ada
daya tarik dari diri saya yang ia sukai tapi tidak ia temukan dalam diri akhi. Mungkin akan timbul
sedikit penyesalan dalam hatinya, kenapa ia dahulu cepat-cepat menikah, sedangkan pria
dihadapannya, lebih ganteng, lebih sopan, lebih manis senyumnya, lebih indah suaranya, lebih
kekar tubuhnya, lebih pintar dan segalanya.
Apakah akhi ingin keadaan tersebut menimpa istri akhi? Tentu tidak bukan?! Begitu juga dengan
saya, saya juga sangat cemburu bila istri saya punya perhatian dan daya tarik pada lelaki lain, saya
ingin istri saya hanya milik saya seutuhnya.
Sebagaimana saya dan akhi tidak ingin hal itu terjadi pada istri-istri kita, istri-istri kitapun juga
tidak ingin dihati suaminya ada wanita-wanita lain yang lebih membuatnya tertarik. Kalau kita
saling bertemu, akhi melihat istri saya, rupanya ada sisi daya tarik yang akhi temukan pada
dirinya, akhi bandingkan dengan istri akhi, yang mungkin suaranya kurang indah, kata-katanya
kurang manis terdengar, budi bahasanya kurang elok dan lain-lainnya, singkatnya segala hal yang
akhi dambakan, tapi tidak akhi temukan hal tersebut pada diri istri akhi. Barangkali syetan akan
membisikkan dihati akhi rasa penyesalan, ah.., kenapa saya menikah terlalu cepat dahulunya,
rupanya masih banyak wanita yang lebih jelita, anggun, dan cerdas dari istri saya saat ini. Dan hal
itu juga mungkin bisa terjadi pada diri saya.
Apa yang saya utarakan hanya sebagai contoh, agar kita lebih berhati-hati dalam setiap perbuatan
kita, jangan sampai kita memberi peluang pada syetan dan hawa nafsu untuk mencelakakan diri
kita. Seorang mukmin harus cerdas.
Saya berbaik sangka, dugaan-dugaan diatas mungkin tidak akan terjadi diantara kita, tapi kita tidak
bisa menjamin seutuhnya bahwa kita bisa selamat dari keadaan itu. Mungkin hari ini kita bisa
tejaga, tapi kita tidak tahu dengan esok, lusa dan seterusnya. Jadi pada intinya mencegah lebih baik
dari pada mengobati.
Disamping itu saya ingin istri saya menjadi bidadari di dunia sebelum menjadi bidadari di sorga.
Diantara karakteristik bidadari sorga adalah 'Qashiratut tharfi', maksudnya adalah ia hanya
melihat, mamandang pada suaminya. Tidak ada pria yang ia kenal selain suaminya. Dan tidak ada
pria yang lebih gagah dan ia cintai selain suaminya. Betapa indahnya hubungan tersebut.
Apa yang saya sampaikan hanyalah pandangan saya yang mungkin salah dan mungkin juga benar.
Tapi inilah yang saya pahami selama pembelajaran saya sampai saat ini. Mungkin terkesan agak
fundamental dikalangan sebagian orang, tapi mempertahankan agama di zaman yang fitnah telah
tersebar dimana-mana ibarat memegang bara api".
Rozi tertegun mendengar penjelasan Hamid, ia manggut-manggut tanda setuju. Sejak saat itu
kehidupan Rozi mulai berubah juga keadaan istrinya. Iapun nampak lebih alim. Kalau dahulu ia
selalu gesit dalam kegiatan yang didalamnya ada ikhtilath dengan lawan jenis, sekarang semua itu
berusaha ia hindari. Ketika ditanya kenapa ia berobah, ia menjawab "Saya telah bertobat".
* * *Betapa berharganya seorang sahabat yang soleh. Sahabat yang tak ragu menyampaikan
kebenaran. Sahabat yang melandasi persahabatan atas dasar ketaatan pada Allah. Sungguh
beruntung orang-orang yang selalu mengambil manfaat dari sahabat yang soleh dan amat
merugilah mereka yang mengabaikan keberadan mereka.
marif_assalman@yahoo.com
1) Menunjukkan tanda bahawa seseorang itu tunduk kepada Allah s.w.t. dan merupakan puncak
kebahagiaan seseorang hamba di dunia dan di akhirat.
2) Dapat menangkis serangan anak-anak panah iblis yang sangat panas lagi beracun, yang mana
boleh menyebabkan kehancuran.
3) Dapat menghiasi hati dengan sinaran cahaya, melenyapkan kegelapan yang terdapat pada
wajah dan anggota badan.
4) Membersihkan hati dari akibat sedih. Orang yang tidak mahu menundukkan pandangannya
maka akan kekallah ia dalam kesusahan.
5) Mewariskan firasat yang sihat dan benar yang dapat membezakan antara yang baik dengan
yang buruk.
6) Membuka pintu pengetahuan, iman dan ma'rifat kepada Allah s.w.t. serta hokum-hakamnya.
9) Dapat menyucikan hati dan syahwat yang tersembunyi, maka itulah yang dikatakan tawanan
hawa nafsu.
10) Dapat membebaskan hati dah fikiran yang selalu merumitkan, sedangkan bagi mereka yang
tidak mahu menundukkan pandangan, fikiran mereka akan hanyut dengan angan-angan yang
tinggi.
11) Menguatkan dan meningkatkan daya fikiran.Sedangkan mereka yang tidak mahu, tidak dapat
apa-apa hasil kecuali hilang sikap waspada terhadap ahibat-akibat buruk yang akan berlaku.
12) Menundukkan pandangan dapat membebaskan hati dari gila syahwat dan menghilangkan
sifat lalai. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mahu menundukkan pandangan akan membuatkan
dia melupakan Allah dan kampung (alam) akhirat.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
Allah SWT telah menjadikan penyucian serta perkembangan rohani itu satu natijah daripada
menundukkan pandangan dan memelihara kehormatan. Oleh sebab inilah, menundukkan
pandangan daripada melihat sesuatu yang dilarang itu membawa kepada tiga kebaikan yang
mendukung nilai yang amat besar, yang utamanya: Merasai keseronokan dan kemanisan iman.
Keseronokan dan kemanisan iman adalah lebih sedap dan nikmat daripada keseronokan yang
mungkin diperoleh daripada objek yang seorang Mukmin menundukkan pandangan daripadanya
kerana Allah SWT. Benarlah sesungguhnya "barangsiapa yang meninggalkan sesuatu kerana
Allah, nescaya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung akan menggantikannya dengan
sesuatu yang lebih baik daripada itu." (HR Ahmad)
Hawa nafsu manusia itu sentiasa cinta untuk melihat perkara-perkara yang cantik. Mata itu
merupakan pemandu jalan bagi hawa nafsu. Hawa nafsu akan meminta panduan daripada mata
untuk melihat apa yang ada, dan apabila mata itu melihat sesuatu yang cantik, timbullah perasaan
suka dan keinginan terhadap sesuatu yang dilihat oleh mata itu. Biasanya, hubungan antara mata
dan hati ini akan memenatkan kedua-duanya seperti dikatakan:
Apabila pada suatu hari kamu menjadikan mata kamu sebagai pemandu jalan bagi hati, apa yang
dilihat oleh mata kamu akan memenatkan kamu kerana kamu melihat sesuatu yang kamu tiada
kuasa ke atasnya walau sebahagian pun, maka kamu perlu memaksa hati untuk bersabar.
Maka apabila pandangan mata itu dicegah daripada melihat perkara-perkara yang dilarang, hati
akan berasa lega dan tenang kerana ia tidak perlu mengalami kepayahan dalam menginginkan
sesuatu.
Barangsiapa yang membiarkan pandangannya bebas melihat ke mana sahaja, dia akan mendapati
dirinya berada dalam keadaan kehilangan dan kesengsaraan yang tiada berkesudahan. Hal ini
demikian kerana pandangan itu melahirkan rasa suka (mahabbah) yang merupakan titik tolak
ketertautan hati dengan apa yang dilihat oleh matanya. Perasaan mahabbah ini kemudiannya
bertambah kuat lalu menjadi keinginan yang meluap-luap (sababah) di mana hati tersebut menjadi
tertaut dan bergantung sepenuhnya kepada objek yang dilihatnya. Perasaan sababah ini pula akan
bertambah kuat lagi langsung menjadikannya tergila-gila (gharamah) yang mengikat hati seperti
mana penghutang mengekori pemiutang yang belum membayar hutangnya. Ini akan bertambah
kuat lagi dan menjadi cinta ghairah (ishk) yang merupakan cinta yang mengatasi segala had. Ishk
akan bertambah kuat lalu menyebabkan dia mabuk cinta (shaghafa) sejenis cinta yang menyelaputi
setiap ceruk dalam hati. Kemuncaknya ialah tatayyum, apabila cintanya menjadi cinta yang berupa
pujaan/sembahan.
Maka hati tersebut mula memuja sesuatu yang tidak patut dipujanya - dan sebabnya tidak lain
tidak bukan adalah kerana satu pandangan yang tidak dibenarkan. Hati tersebut kini terikat dek
rantai-rantai walhal sebelum ini hatilah yang 'merantai' atau menguasai anggota tubuh yang lain.
Hati tersebut telah dikongkong oleh matanya dan apabila hati mengutarakan hal ini pada mata,
mata pun menjawab, "Saya ialah pemandu jalan juga utusan kamu. Kamulah yang menghantar
saya masa mula-mula dahulu!"
Perkara di atas berlaku pada hati yang di dalamnya tiada lagi cinta serta keikhlasan pada Allah.
Hal ini demikian kerana hati manusia itu memerlukan objek cinta yang membolehkannya
mencurahkan ketaatan dan kesetiaan. Oleh sebab itu, apabila sebuah hati itu tidak mencintai Allah
semata-mata serta tidak menjadikannya sebagai Ilah, maka hati tersebut perlu mencintai dan
menyembah objek lain. Nauzubillah min zalik.
Wallahua'lam.
10-Manisnya Menundukkan Pandangan
Dikirim oleh ummuabbas dalam Islamika. Tagged: taqwa, tunduk pandangan. 2 Komen
‘ Sedapnya makanan di sini’. Kita memuji sambil menyuapkan nasi ke mulut. Persekitaran yang bersih
dan nyaman menambahkan lagi keselesaan kita menjamu selera. Bukan itu sahaja, terdapat perkara yang
lebih utama menyebabkan kita dapat menikmati kelazatan sesuatu makanan. Iya! Badan yang sihat dan
lidah tiada masalah.
Begitulah perumpamaan kalau kita punya hati yang sihat. Bersih pula. Sudah tentu apa sahaja perintah dan
larangan Allah dapat dirasai kelazatan melaksanakannya. Hati yang sihat dapat merasakan manisnya iman.
Indahnya taqwa. Berdebar-debar hati tatkala disebut nama Allah. Itulah tanda cinta. Selagi kita tidak
merasakan demikian, percayalah bahawa jiwa kita sedang sakit. Apatah lagi apabila mendengar suruhan
dan larangan Allah, hati memberontak. “Susahlah…”. ‘Malaslah…’ Itu simpton hati kita yang sudah
dijangkiti virus.
Bila badan tidak sihat, sudah tentu kita akan mencari ubatnya. Ubatnya pula mesti sesuai dengan jenis
penyakit. Tersilap ubat, menambahkan lagi penyakit. Tak pun… terus KO!. Na’uzubillah. Begitu juga
hati kita. Kenal pasti dulu penyakitnya. Kemudian baru dapatkan kaedah rawatan dan ubat yang
sesuai. Sebagai contoh; Kita punya penyakit kedekut. Kita pun mulalah bangun tahajjud setiap malam
untuk membuang penyakit tersebut. Sedangkan kita tidak pula cuba-cuba ‘transfer’ akaun kepada individu
atau badan yang memerlukannya. Natijahnya penyakit kedekut kekal melarat pada diri kita.
Ambil cara mudah, kalau kita ternampak iklan mohon derma atau datang si fakir meminta sedekah,
hulurkan sahaja apa yang ada di tangan. Mula-mula memang kena paksa dulu. Alah bisa tegal biasa.
Penyakit Seks
Akhir-akhir ini, kita sering dihadapkan dengan masalah dan penyakit berkait zina. Dari sekecil-kecil
skandal seperti yang menimpa orang awam (kena tangkap khalwat) hinggalah sebesar-besarnya (dapat
VCD percuma aksi seks menteri). Hebat. Memang cukup hebat. Kalau dulu terpaksa cari secara
sembunyi-sembunyi pita video atau VCD lucah. Hari ini diberi percuma tanpa diminta. Kalau dulu hanya
pelacur kelas bawahan yang berlakon (?) aksi seks. Hari ini profesional bertaraf menteri pun mahu merasa
kerjaya yang jelik itu. Belum lagi dikira acara bebas melayarinya di internet.
Islam mempunyai kaedah ‘mencegah lebih baik dari berubat’. Justeru dalam merawat penyakit zina ini,
Islam menganjurkan ummatnya lelaki dan wanita supaya menundukkan pandangan. Menundukkan
pandangan bukan bererti menundukkan kepala sehingga berjalan terlanggar tiang!
‘Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka
menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara kehormatan
mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam
PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan.’
Ayat seterusnya yakni ayat 30 surah yang sama menitahkan pula kepada kaum wanita,‘
Allah perintahkan kaum lelaki dahulu supaya menjaga pandangan. Kemudian barulah diperintahkan kaum
wanita supaya memelihara pandangan mereka serta menutup aurat. Ia membuktikan bahawa lelaki
sebenarnya mampu mengawal pandangan mereka walaupun terdapat wanita yang tidak menutup aurat di
hadapannya. Allah tidak membebankan hambaNya dengan perkara yang tidak mampu dilakukan.
Selebihnya bergantung pada hati kita sendiri, mahu atau tidak.
Menundukkan pandangan ialah mengalihkan pandangan daripada melihat perkara yang diharamkan Allah.
Lagi pula, seperkara yang kita perlu sedari mata kita bukan milik kita. Pinjaman sahaja dari Allah. Ibarat
kita meminjam barang orang. Bolehkah kita menggunanya sesuka hati kita?. Selepas pinjam, kita hantar
sambil mengucapkan terima kasih. Begitu juga dengan mata. Kita guna ikut cara yang diredai Allah. Itu
tanda terima kasih kita sebagai peminjam. Sampai masanya, kita terpaksa pulangkan semula nikmat
tersebut. Sama ada di dunia lagi seperti menjadi buta (minta dijauhkan Allah) atau setelah hayat berpindah
ke alam barzakh.
Pintu masuk kepada ‘kawah api’ zina ini bermula dari pandangan. Dari mata jatuh ke hati. Sebab itu
Rasulullah menegah kita mengulangi pandangan pada tempat yang diharamkan. Haram bererti ‘penyakit’
atau dosa. Kalau pun kita merasa ‘lazat’ pandangan tersebut… hakikatnya ia adalah simpton bahawa hati
kita sedang sakit. Keseronokan syahwat bersifat sementara dan mengundang pelbagai bala. Bala pertama
ialah hilang ketenangan jiwa. Hati yang sihat secara automatik menolak perkara-perkara jelik dan hina.
Tiada rasa ‘syok’ atau ‘best’. Sebaliknya merasa benci, loya atau mual. Seperti kata Tok Guru Nik Abdul
Aziz suatu ketika dahulu (lebih kurang beginilah bunyinya),
‘ Perempuan yang keluar tidak menutup aurat dan berhias-hias tidak menurut syarak hakikatnya iblis.’
Jangan salah sangka pula. Kata-kata di atas hanya perumpamaan Tuan Guru yang bersifat ‘mursyid’ dan
‘murabbi’ agar kita tidak merasa seronok melihat perkara yang diharamkan. Bayangkan disebalik wajah
dan bodi yang tidak menutup aurat itu, iblis sedang menjelirkan lidahnya menyorak kebodohan kita
mengenepikan larangan Allah. Manusia hanya alat iblis untuk melalaikan kita dari mengingati Allah dan
mengabdikan diri kepadaNya.
Allah yang mencipta kita mengetahui dan sangat memahami kegemaran kita. Justeru Dia menjanjikan
nikmat atau kelazatan yang jauh lebih umph! Allah menyebut dalam ayat 40 dan 41 surah al-Naa’ziaat, ‘
Sesiapa yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari menuruti hawa nafsunya. Maka
sesungguhnya syurgalah tempatnya.’
Di syurga itu ada bidadari. Kalau kita diperlihatkan dengan seorang sahaja dari bidadari itu, nescaya semua
perempuan di dunia ini kelihatan hodoh belaka. Yang cantik hanya perempuan solehah. Hanya perempuan
beriman dapat mengalahkan kecantikan bidadari syurga. Fikir-fikirkan…
1. Menunjukkan bahawa seseorang patuh pada perintah Allah. Akibatnya dia dapat merasa puncak
kebahagiaan seorang hamba di dunia dan di akhirat. Allah akan mengganti keseronokan syahwat
dengan ketenangan jiwa, kesenangan dan kegembiraan hati yang sangat lazat.
2. Dapat menangkis anak panah berapi syaitan dan sangat beracun, yang mana semuanya
mengakibatkan kemusnahan moral manusia.
3. Dapat menghiasi hati dengan cahaya serta melenyapkan kegelapan pada wajah dan anggota
badan.
4. Menyuci hati dari akibat sedih. Orang yang tidak mahu menundukkan pandangan di dunia akan
kekallah dia dalam kesedihan.
5. Mewariskan firasat yang sihat dan benar yang dapat membezakan antara yang baik dan buruk.
6. Membuka pintu pengetahuan, iman dan makrifat kepada Allah serta peraturanNya.
7. Mewariskan keteguhan hati dan keberanian.
8. Menyucikan hati dari syahwat yang tersembunyi. Seterusnya menawan nafsu untuk disalurkan
pada tempat yang betul dan diredai Allah.
11. Mengurangkan sikap lalai. Sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan Allah dan cintakan
kampung akhirat.
1047am
3 Safar 1429H/ 1o Februari 2008
Jawab:
Bukan hanya di Solo, di semua daerah di Indonesia ini bisa kita lihat para wanita pada umumnya tidak
mengenakan pakaian yang menutup aurat. Sebaliknya, orang yang memakai kerudung (pakaian yang
menutup aurat) jumlahnya lebih sedikit dibanding yang tidak menutup aurat. Hanya di daerah khusus
pesantren saja kita bisa menyaksikan setiap wanita menutup aurat. Sedanghkan di lluar wilayah itu, maka
di mana pun sama saja, yang terbanyak adalah orang-orang yang tidak menutup aurat. Atau kalaupun
menutup aurat, masih juga telanjang. Karena itu di manapun kita berada akan bertemu dengan
pemandangan seperti ini.
Dalam kaca mata syari’ah memang masalah pandangan adalah masalah yang sangat penting. Rasulullah
menyebutkan hadis qudsi yang menerangkan bahwa padangan itu seperti panah beracun
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس من تركها من خمافيت أبدلته إميانا جيد حالوته يف قلبه
Pandangan itu adalah panah beracun di antara panah iblis, siapa yang meninggalkannya karena takut
kepadaKu maka akan Aku gantikan dengan keimanan, yang ia dapatkan manisnya di dalam hatinya (HR
ath-Thabrani dan al-Hakim)
Tepat sekali Rasulullah membuat ibarat. Orang yang terkena panah beracun, kalaupun panahnya sudah
dicabut, racun panah yang masuk ke dalam tubuh akan tetap bekerja. Demikian juga pandangan mata,
kalaupun obyek yang dilihat sudah tidak tampak di mata, namun pengaruh pandangan itu akan tetap
mempengaruhi orang yang memandangnya. Di antara penguaruh pandangan itu adalah, malam menjadi
tidak bisa tidur terbayang-bayang, makan terasa tidak enak, dan muncul rasa ingin bertemu dan
seterusnya.
Di dalam pepatah arab kuno dikatakan, ”Semua peristiwa, asalnya karena pandangan. Kebanyakan orang
masuk neraka adalah karena dosa kecil. Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam,
kemudian berbicara, lalu berjanji, dan sesudah itu bertemu….
Menghadapi situasi yang seperti ini solusinya adalah menundukkan pandangan, sebagaimana firman Alah.
Dengan pengertian demikian, dalam masalah menundukkan padangan ini, tidak ada kata tidak bisa
melakukan terus menerus. Ketika kita tidak bisa menundukkan pandangan terus menerus berarti kita tidak
bisa mengendalikan pandangan kita. Berarti kita tidak sanggup menahan hawa nafsu kita
Untuk lebih memahami makna menundukkan pandangan ini mari kita simak pesan Nabi kepada Ali bin Abi
Thalib;
ِ ك ِ
ُاآلخَرة َ َت ل َ َيَا َعل ُّى الَ ُتْتبِ ِع النَّظَْر َة النَّظَْر َة فَِإ َّن ل
ْ ك األُوىَل َولَْي َس
”Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada
pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh”. (HR Ahmad, Abu Daud dan Turmidzi).
Hadis ini menunjukkan bahwa pandangan sekejap, atau penglihatan terhadap hal-hal yang haram sesaat
yang pertama adalah pandangan yang diampuni. Kewajiban kita untuk tidak memfokuskan pandangan
kepada hal yang diharamkan itu. Ketika pandangan mata kita tertumbuk pada suatu obyek yang haram,
kewajiban kita adalah menyingkirkan pandangan kita (menundukkan mata) ke objek yang lain. Jika kita
tidak mau mengalihkannya, maka pandangan tersebut dinilai sebagai bentuk zina mata sebagaimana
sabda Rasulullah
ِ ْال
عينان ِزنَامُه ا النَّظَُر
”Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.” (HR Al-Bukhari)
Meskipun di dalam hadis di atas rasulullah menyatakan pandangan pertama itu adalah hakmu,
perbanyaklah taubat dan istighfar, karena pandangan yang tidak sengaja itu.
ِِِ
وب اللَّهُ َعلَْي ِه ْم َو َكا َن َ ِيب فَأُولَئ
ُ ُك َيت ٍ السوء جِب َ َهالٍَة مُثَّ َيتُوبُو َن ِم ْن قَ ِر ِ
َ إمَّنَا الت َّْوبَةُ َعلَى اللَّه للَّذ
َ ُّ ين َي ْع َملُو َن
ِ ِ
يماً يما َحك ً اللَّهُ َعل
Sesungguhnya Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan
lantaran kejahilan, yang Kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima
Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (An-Nisa’:17)
AlhamdulillahiRobbil ‘Alamin
Astaghfirullahal ‘Adziim