You are on page 1of 12

BATAK

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat
Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun
yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo
aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok
orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota
secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya
berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk
bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat
tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki
senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur
(sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang
merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan sehingga
jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain marganya. Apabila yang
menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga
Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja
karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta
menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok
kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut
terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal
yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup
tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga
yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat
prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat
keaslian dan (d) status kawin.
E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari
pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya.
Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi,
kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada
kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk
sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali
masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak.
Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi
Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan
kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta;
Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh
dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan
yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan
kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik
tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu
ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta
warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem
keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

1. Rumah Tradisional
            Suku bangsa Batak memiliki beberapa tipe rumah tradisional dengan perbedaan yang
cukup jelas, di antaranya tipe rumah Batak toba, Batak Karo, dan Batak Simalungun.
a.       Batak Toba
Rumah Batak Toba memberikan kesan kokoh karena konstruksi tiang-tiangnya
terbuat dari kayu gelondongan. Dulu ketika sering terjadi pertikaian antarsuku,
rumah-rumah selalu dikelompokkan sebagai benteng di atas bukit. Lingkungannya
dikelilingi pohon sebagai pagar yang cukup rapat.
b.      Batak Karo
Rumah Batak Karo merupakan tipe rumah pegunugan. Pintu depannya dihadapkan ke
arah hulu dan pintu belakangnya ke arah muara. Bentuk atap rumah kepala marga
berbeda dengan bentuk rumah-rumah lainnya. Umumnya, denah rumah Batak Karo
direncanakan untuk keluarga jamak yang dihuni rata-rata delapan keluarga batih.
c.       Batak Simalungun
Bentuk atap rumah Batak Simalungun kadang-kadang tidak simetris.Makhota atapnya
menghadap ke empat arah mata angin dan ujung atapnya dihiasi dengan hiasan yang
berbentuk kepala kerbau.
2. Pakaian Adat
            Pelengkap pakaian adat suku Bangsa Batak yang khas adalah ulos. Pembuatanya ditenun
tangan yang umumnya dikerjakan oleh wanita. Suku bangsa Batak juga memiliki banyak ragam
pakaian pengantin yang cukup indah dan menarik. Pada suku bangsa Batak Mandailing,
pengantin prianya memaakai baju teluk belanga dan kain saring disuji, penutup kepalanya
memakai semacam sangkok. Pakaian pengantin ini terpengaruh oleh daerah Minangkabau.
Pakaian pengantin wanitanya ialah baju kurung dan berkain suji. Pada bahunya tersandang ulos
bintang maratur, ulos ragi hotang, ulios bolean, ulos namarjungkit, dan masih banyak lagi.
Penutup kepalanya memakai mahkota yang disebut bulang dengan dihias kembang goyang yang
disebut jagar-jagar. Perhiasan yang dipakai berupa kalung susun yang disebut gajah meong dan
seperangkat gelang di tangan.
3. Seni Tari dan Alat Musik Tradisional
            Tarian Batak yang dikenal dengan tor-tor sangat banyak ragam dan variasinya. Tarian ini
dibawakan baik oleh pria maupun wanita dan diiringi oleh seperngkat alat musik. Alat musik
yang mengiringi tarian tersebut adalah agung, taganing, sarune, dab hesek.
4. Senjata Tradisional
            Tunggal Panaluan adalah senjata tradisional bagi suku bangsa Batak Toba. Senjata ini
sebenarnya adalah wujud tongkat berukir dan pangkalnya berwujud kepala manusia lengkap
dengan rambutnya yang terbuat dari bulu kuda.
Solu adalah alat transportasi pertama yang digunakan Suku Batak yang berada di kawasan
Danau Toba dan sampai saat ini masih tetap digunakan sebagai alat transportasi untuk
menangkap ikan (Mardaton).

Suku minangkabau

Adat dan budaya


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Adat Minangkabau dan Budaya Minangkabau

Sebuah pertunjukan randai

Adat dan budaya Minangkabau bercorakkan keibuan (matrilineal), dimana pihak perempuan
bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Menurut tambo, sistem adat
Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang
dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang
demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang
aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi
mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya
serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal
dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam
posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter,
semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat[17].

[sunting] Bahasa

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada
perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang
menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena
banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru
beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga
yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu.[18][19]

Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai
macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.[20][21]

[sunting] Kesenian

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian
yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Diantara tari-tarian tersebut
misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat
datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya
tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang
piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh
talempong dan saluang.

Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah
berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut
dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang[22],
dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario[23].

Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni
berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata
atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan
aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan
harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.[24].

[sunting] Rumah adat

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rumah Gadang


Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya dibangun di atas
sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara turun temurun[25]. Rumah
Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan
belakang.[26] Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung
dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong[27] dan
dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.

Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni rumah
gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika
laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau.

Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut, selain berfungsi
sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum
menikah

Pakaian perempuan Minang dalam pesta adat atau perkawinan

[sunting] Perkawinan

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam
siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk
kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi
proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga
pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang
mereka.

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa
tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai
(menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang
dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian
dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua
pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu
atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama
kecilnya.[28] Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar
panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di kawasan pesisir pantai.
Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.

Mata pencaharian hidup mereka adalah bertani, perikanan, perkebunan, industri semen, kayu dan
karet.

Suku bali

Transportasi
Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan yang sangat baik tersedia
khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan
pribadi dan memilih menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan
baik, kecuali taksi.

Jenis kendaraan umum di Bali antara lain:

 Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik


 Ojek, taksi sepeda motor
 Bemo, melayani dalam dan antarkota
 Taksi
 Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.

Bali terhubung dengan Pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan
Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi yang lama tempuhnya sekitar
30 hingga 45 menit. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padang Bay menuju
Pelabuhan Lembar yang memakan waktu sekitar empat jam.

Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai dengan destinasi ke sejumlah
kota besar di Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand serta Jepang. Landas pacu dan
pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.

Musik

Seperangkat gamelan Bali.

Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di
Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya.
Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya
dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula
beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya Gamelan Jegog, Gamelan
Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding dan Gamelan Semar Pegulingan. Ada pula
musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam
berbagai upacara lainnya.

Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang
merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged
Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan
kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon).
Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan
gaya Bali memberikan pengaruh atau saling mempengaruhi daerah budaya di sekitarnya,
misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat
Lombok.

 Gamelan
 Jegog
 Genggong
 Silat Bali

[sunting] Tari

Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni
tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk
pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[7]

Pakar seni tari Bali I Made Bandem[8] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-
tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang
Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang
Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta
berbagai koreografi tari modern lainnya.

Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-
an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini
berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak
memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.

Pertunjukan Tari Kecak.

[sunting] Tarian wali

 Sang Hyang Dedari


 Sang Hyang Jaran
 Tari Rejang
 Tari Baris
 Tari Janger

[sunting] Tarian bebali

 Tari Topeng
 Gambuh
[sunting] Tarian balih-balihan

 Tari Legong
 Arja
 Joged Bumbung
 Drama Gong
 Barong
 Tari Pendet
 Tari Kecak
 Calon Arang

[sunting] Pakaian daerah

Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya
sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan
kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang
dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.

Senjata
 Keris
 Tombak
 Tiuk
 Taji
 Kandik
 Caluk
 Arit
 Udud
 Gelewang
 Trisula
 Panah
 Penampad
 Garot
 Tulud
 Kis-Kis
 Anggapan
 Berang
 Blakas
 Pengiris

Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata
letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya
hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu
pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri
Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada
hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.

Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa
ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai
ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias
dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

UNSUR – UNSUR BUDAYA

A. BAHASA
Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat Bali
adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi
masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2
yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit.yaitu
bahasa yang pengucapannya lebih halus.

B. PENGETAHUAN
Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social yang didasarkan
atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan.
Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan
kehidupan sosial dan keagamaan,tetapi sering kali juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup
hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.

C. TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur
pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur
tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan
ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah
satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air
putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.

D. ORGANISASI SOSIAL
a). Perkawinan
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal. System kasta
sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya
lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu
penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak
wanita.
Di beberapa daerah Bali ( tidak semua daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh),
tetapi sekarang ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
b). Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat.
Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang
membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat
neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di
Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu :
kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat
dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya
dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan
desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada
bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.

E. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang
curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam
masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian
sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran,
percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan
pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha
perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.

F. RELIGI
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk
Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu.
Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan
batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang
pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat
beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India.

Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat
penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya
menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu
adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10
(kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan
siwa ratri.

Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara
(yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa
kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur.
(3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam
rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar
manusia yang mengganggu manusia.

G. KESENIAN
Kebudayaan kesenian di bali di golongkan 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni
patung, seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan seni
audiovisual misalnya seni video dan film.

Suku asmat

mata pencariannya

Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya
di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku
mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan
separti, ular, kasuari< burung< babi hitan< komodo dll. mereka juga selalu meramuh / menokok
sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupan
dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.

Lebih lanjut tentang: Suku asmat

Walaupun nampak primitif karena penampilannya yang sederhana, namun ternyata Suku Asmat
adalah suku yang memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai kesopanan. Hal itu juga termasuk
dalam cara mereka membangun rumah adat Suku Asmat tanpa adanya campur tangan jasa
arsitek di dalamnya

 Jew

Rumah adat Suku Asmat yang dikenal dengan nama Jew, adalah rumah yang khusus
diperuntukkan bagi pelaksanaan segala kegiatan yang sifatnya tradisi. Misalnya untuk rapat adat,
melakukan pekerjaan membuat noken (tas tradisional Suku Asmat), mengukir kayu, dan juga
tempat tinggal para bujang. Oleh karena itu, rumah Jew juga disebut sebagai Rumah
Bujang.Rumah ini unik karena dibangun sangat panjang, bahkan hingga mencapai 50 meter.
Karena masyarakat Asmat kuno belum mengenal paku, maka pembuatan rumah Jew sampai saat
ini tidak menggunakan paku.

 Rumah Tysem

Ada satu lagi rumah adat Suku Asmat yaitu, Tysem. Rumah ini bisa juga disebut sebagai rumah
keluarga, karena yang menghuni adalah mereka yang telah berkeluarga. Biasanya, ada 2 sampai
3 pasang keluarga yang mendiami Tysem.Ukurannya lebih kecil dari pada rumah Jew. Letak
rumah Tysem biasanya di sekeliling rumah Jew. Sebuah rumah Jew dapat dikelilingi oleh sekitar
15 sampai 20 rumah Tysem.

Bahan membangun rumah Tysem hampir sama dengan bahan pembuat rumah Jew. Semua dari
bahan alami yang terdapat di hutan sekitar lokasi Suku Asmat berada.

Pakaian Suku Asmat


Suku Asmat mempunyai pakaian adat, yakni koteka. Koteka biasa digunakan oleh kaum lelaki
yang tinggal di daerah Wamena. Koteka sendiri terbuat dari kulit labu yang panjang dan sempit.

Fungsi koteka untuk menutupi bagian alat reproduksi kaum lelaki, sedangkan bagian badan
mereka tidak menggunakan apa-apa. Cara penggunaan koteka yakni dengan cara diikatkan pada
tali yang melingkar di pinggang.

Wanita pun, umumnya, menggunakan pakaian yang hampir sama digunakan para lelaki. Mereka
hanya menutupi tubuh di sekitar alat reproduksinya. Pakaian yang digunakan, yakni seperti rok
yang terbuat dari bahan akar tanaman kering yang dirajut seperti benang-benang kasar.

Untuk bagian atas badan, biasanya, wanita suku Asmat tidak menggunakan apa-apa atau
bertelanjang dada. Ini merupakan kebiasaan dan budaya yang mereka miliki.

Suku bugis

Mata Pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan
dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati
orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan
dan menekuni bidang pendidikan.

You might also like