You are on page 1of 8

Doa Masuk dan Keluar Kamar Kecil

A.    Doa masuk kamar kecil(toilet)

ِ ُ‫اللَّ ُه َّم إنِّي أَعُو ُذ بِك ِمنْ ا ْل ُخب‬


ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬
‫ث‬

Allaahumma Innii A'udzu Bika Minal Khubutsi wal Khabaaitsi

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan
perempuan.

Atau:

ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬


‫ث‬ ُ ‫س ِم هَّللا ِ اللَّ ُه َّم إنِّي أَع‬
ِ ُ‫ُوذ بِك ِمنْ ا ْل ُخب‬ ْ ِ‫ب‬

Bismillaahi Allaahumma Innii A'udzu Bika Minal Khubutsi wal Khabaaitsi

Artinya: Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
syetan laki-laki dan syetan perempuan.

*****

Doa pertama didasarkan pada hadits Anas bin Malik radliyallah 'anhu, beliau berkata:

ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬


‫ث‬ ُ ‫سلَّ َم إِ َذا د ََخ َل ا ْل َخاَل َء قَا َل اللَّ ُه َّم إِنِّي أَع‬
ِ ُ‫ُوذ بِ َك ِمنْ ا ْل ُخب‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila masuk ke kamar kecil berdoa: Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan.”
(Muttafaq 'alaih)

Sedangkan doa ke dua di samping hadits Anas di atas juga didasarkan pada hadits Ali bin Abi
Thalib radliyallah 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Penghalang
pandangan jin terhadap aurat manusia adalah apabila dia masuk ke kamar kecil ia mengucapkan
Bismillah." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syekh al-Albani dalam
Shahih al-Jami' al-Shaghir no. 3611)

Kapan dibacanya?

Maksud apabila masuk ke kamar kecil dalam kedua riwayat di atas adalah sebelum masuk ke
kamar kecil, bukan ketika sudah berada di dalamnya. Hal ini berdasarkan riwayat al-Bukhari
dalam al-Adab al-Mufrad dari hadits Anas, beliau berkata:

‫ اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث‬: ‫سلَّ َم إ َذا أَ َرا َد أَنْ يَد ُْخ َل ا ْل َخاَل َء قال‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫َكانَ َر‬
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila hendak masuk ke kamar kecil beliau
membaca: Allaahumma Innii A'udzu Bika Minal Khubutsi wal Khabaaitsi."

Lajnah Daimah dalam fatawanya, no. 1607, mengatakan:

"Di antara adab Islam, seseorang berdzikir kepada Tuhannya ketika hendak masuk ke kamar
kecil atau kamar mandi. Yaitu dengan membaca sebelum masuk: Allaahumma Innii A'udzu
Bika Minal Khubutsi wal Khabaaitsi. Dan hendaknya tidak menyebut nama Allah setelah
masuk di dalamnya, tapi harus diam dari menyebut nama Allah ketika sudah masuk."

Sementara apabila di tempat yang terbuka yang tidak dikhususkan untuk buang hajat, seperti
padang pasir dan hutan, maka doa ini dibaca tatkala hendak ditunaikannya hajat seperti ketika
seseorang menyingkap pakaiannya. (Syarh Shahih Muslim: 2/92. Subul al Salam: 1/222 dari
Maktabah Syamilah).

Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama dan mereka mengatakan kalau seseorang lupa
membaca doa ini maka ia membacanya dalam hati. (Fathul Bari, 1/307).

Cara membacanya

Doa ketika akan masuk ke kamar kecil dibaca dengan keras (sampai terdengar suaranya oleh
orang lain). Hal ini didasarkan pada dzahir hadits Anas bin Malik di atas. (Fiqih Sunnah, bab
Qadlaul Haajah: 1/33)
Imam al Shan'ani berkata: dan dzahir hadits Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengeraskan dzikir ini, maka begusnya membacanya dengan keras." (Subulus Salam: 1/222)

Kenapa harus berdoa dengan doa di atas?

Karena WC dan semisalnya merupakan tempat kotor yang dihuni oleh syetan maka sepantasnya
seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ia tidak ditimpa
oleh kejelekan makhluk tersebut. (Asy Syarhul Mumti‘, 1/83)

------------

B.    Doa keluar dari Toilet

َ َ‫ُغ ْف َران‬
‫ك‬
Ghufraanaka

Artinya: Aku mohon ampunan-Mu, Ya Allah.

******

Doa ini didasarkan pada hadits Aisyah radliyallah 'anha,


‫سلَّ َم إِ َذا َخ َر َج ِمنْ ا ْل َخاَل ِء قَا َل ُغ ْف َرانَ َك‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, apabila sudah keluar dari kamar kecil beliau
membaca: Ghufraanaka." (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan dishahihkan
oleh al-Albani dalam al-Irwa, no. 52)

Hadits Aisyah radliyallah 'anha  di atas adalah riwayat yang paling shahih yang menerangkan
masalah ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hatim. (Lihat Fiqih Sunnah: ; dan Subulus
Salam: 1/254).

Ada dua lagi riwayat yang menerangkan tentang masalah ini, namun status keduanya dhaif.

Pertama, hadits Anas bin Malik, berkata: "Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika
keluar dari kamar kecil, beliau membaca:

َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي أَ ْذه‬


‫َب َعنِّي اأْل َ َذى َوعَافَانِي‬

"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan yang telah
memaafkanku." (HR. Ibnu Majah. Didhaifkan oleh Syekh al Albani dalam Shahih wa Dhaif
Sunan Ibni Majah: 1/373; didhaifkan juga dalam al Misykah no. 374 dan al Irwa' no. 53)

Kedua, hadits ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca:

َ ‫ا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي أَ َذاقَنِي لَ َّذتَهُ َوأَ ْبقَى ِفي قُ َّوتَهُ َوأَ ْذه‬
ُ‫َب َعنِّي أَ َذاه‬

"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan kepadaku, yang masih memberikan
kekuatan pada diriku, dan yang telah menghilangkan kotoran dari diriku." (HR. Ibnus Sunni.
Didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami' al Shaghir, no. 4388)

Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam menyatakan seluruh sanadnya lemah. (1/254)

Kapan membacanya?

Membaca doa di atas ketika sudah keluar dari kamar kecil (toilet). (Subulus Salam: 1/253)

Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah-nya mengatakan: "apabila keluar hendaknya mendahulukan
kaki kanan, kemudian membaca: Ghufraanaka. (1/37)

Kenapa beristighfar?

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beristighfar ketika keluar dari kamar kecil mengandung
beberapa makna:

Pertama, karena beliau tidak berdzikir kepada Allah sewaktu buang air. Padahal beliau
senantiasa berdzikir kepada Allah setiap saatnya. Beliau menganggap bahwa meninggalkan
dzikir pada waktu itu adalah kesalahan dan merasa berdosa, karenanya beliau bersegera istighfar.
Kedua, maknanya adalah beliau bertaubat dari kelemahannya dalam menyukuri nikmat Allah
yang diberikan kepadanya. Allah telah memberinya makan, lalu memudahkan beliau
mencernanya, lalu memudahkan kotoran keluar darinya. Karenanya beliau merasa syukur beliau
masih sangat sedikit dibandingkan nikmat ini, makanya beliau segera beristighfar.

Kemudian Imam al Shan'ani menyimpulkan, boleh jadi istighfarnya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dari kedua-duanya. Wallahu a'lam.

Oleh: Badrul Tamam

(PurWD/voa-islam.com)

Tuntunan Buang Air Menurut Islam


Oleh: Badrul Tamam

Islam diturunkan untuk memuliakan manusia. Semua perilaku dan tindakan manusia dalam Islam
diarahkan menuju kepada kemuliaan itu sehingga tampak beda antara dia dengan binatang. Di
antara bimbingan Islam untuk memuliakan manusia adalah adab dan aturan dalam buang hajat,
buang air besar dan air kecil.

Pada suatu hari kaum musyrikin berkata kepada Salman al Farisi radliyallah 'anhu perihal ajaran
yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "(Benarkan) Nabi kalian telah
mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun perkara adab buang hajat?” Salman
menjawab, "Benar (beliau mengajarkan kami adab buang hajat), beliau melarang kami
menghadap kiblat ketika berak atau kencing, bercebok dengan tangan kanan . . . ." (HR. Muslim)

Aturan atau adab buang hajat adalah bagian dari syariat Islam yang menjadi bukti syumuliyah-
nya. Maksudnya segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam. Karenanya seorang muslim
harus memperhatikan dan mempraktekkan ketika membuang hajat agar menjadi muslim yang
kaffah dalam melaksanakan ajaran agamanya. Allah berfirman:

ِ َ‫ش ْيط‬
ٌ‫ان إِنَّهُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُمبِين‬ َّ ‫ت ال‬ ِّ ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آَ َمنُوا اد ُْخلُوا فِي ال‬
ِ ‫س ْل ِم َكافَّةً َواَل تَتَّبِ ُعوا ُخطُ َوا‬
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu." (QS, al Baqarah: 208)

Segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam. . .  Hingga masalah buang hajat

Berikut ini akan kami sebutkan tiga di antara adab dan aturan buang hajat yang paling penting
dan kurang mendapat perhatian manusia secara umum.

I.    Berdoa ketika hendak masuk kamar kecil (toilet) dan ketika keluar
Hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim yang hendak masuk ke toilet adalah
membaca do'a:

ِ ُ‫اللَّ ُه َّم إنِّي أَعُو ُذ بِك ِمنْ ا ْل ُخب‬


ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬
‫ث‬

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan
perempuan”

Atau:

ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬


‫ث‬ ُ ‫س ِم هَّللا ِ اللَّ ُه َّم إنِّي أَع‬
ِ ُ‫ُوذ بِك ِمنْ ا ْل ُخب‬ ْ ِ‫ب‬

“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan
laki-laki dan syetan perempuan”.

Doa pertama didasarkan pada hadits Anas bin Malik radliyallah 'anhu, beliau berkata:

‫ث‬ ِ ُ‫سلَّ َم إِ َذا د ََخ َل ا ْل َخاَل َء قَا َل اللَّ ُه َّم إِنِّي أَعُو ُذ بِ َك ِمنْ ا ْل ُخب‬
ِ ِ‫ث َوا ْل َخبَائ‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

”Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila masuk ke kamar kecil berdoa: Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan perempuan.”
(Muttafaq 'alaih)

Sedangkan doa ke dua di samping hadits Anas di atas juga didasarkan pada hadits Ali bin Abi
Thalib radliyallah 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "penghalang
pandangan jin terhadap aurat manusia adalah apabila dia masuk ke kamar kecil ia
mengucapkan Bismillah." (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syekh al
Albani dalam Shahih al Jami' ash Shaghir no. 3611)

Maksud apabila masuk ke kamar kecil dalam kedua riwayat di atas adalah sebelum masuk ke
kamar kecil, bukan ketika sudah berada di dalamnya. Hal ini berdasarkan riwayat al Bukhari
dalam al Adab al Mufrad dari hadits Anas, beliau berkata,

‫سلَّ َم إ َذا أَ َرا َد أَنْ َيد ُْخ َل ا ْل َخاَل َء‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫َكانَ َر‬

"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila hendak masuk ke kamar kecil . . "

Sementara apabila di tempat yang terbuka yang tidak dikhususkan untuk buang hajat, seperti
padang pasir dan hutan, maka doa ini dibaca tatkala hendak ditunaikannya hajat seperti ketika
seseorang menyingkap pakaiannya. (Subul as Salam, 1/222).

Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama dan mereka mengatakan kalau seseorang lupa
membaca doa ini maka ia membacanya dalam hati. (Fathul Bari, 1/307).

Kenapa harus berdoa dengan doa di atas?


Karena WC dan semisalnya merupakan tempat kotor yang dihuni oleh syetan maka sepantasnya
seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ia tidak ditimpa
oleh kejelekan makhluk tersebut. (Asy Syarhul Mumti‘, 1/83)

Doa keluar dari Toilet

َ S َ‫ ُغ ْف َران‬  (ghufroonaka), artinya: "aku mohon


Dan ketika keluar dari toilet membaca doa:  ‫ك‬
ampunan-Mu, Ya Allah."

Hal ini didasarkan pada hadits Aisyah radliyallah 'anhu,

‫سلَّ َم إِ َذا َخ َر َج ِمنْ ا ْل َخاَل ِء قَا َل ُغ ْف َرانَ َك‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila sudah keluar dari kamar kecil beliau
membaca: Ghufraanaka." (HR. at Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh al
Albani dalam al Irwa, no. 52)

II.    Langkah kaki ketika masuk dan keluar toilet

Disunnahkan agar mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke kamar kecil dan mendahulukan kaki
kanan ketika keluar darinya. Dalilnya adalah sunnah yang memerintahkan agar mendahulukan
yang kanan untuk hal mulia dan mendahulukan yang kiri untuk hal yang tidak mulia. dan banyak
riwayat yang menunjukkan hal itu secara global. (as Sail al Jarraar: 1/64)

Sedangkan hadits riwayat al Bukhari dan Muslim yang menunjukkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyenangi mendahulukan bagian yang kanan dalam seluruh
keadaan beliau, bersifat umum. Dan menurut Ibnu Daqiq al 'Ied, dikhususkan pada keadaan-
keadaan tertentu dimulai dengan yang kiri, seperti apabila beliau masuk toilet, keluar dari masjid
dan yang lainnya. (Syarah ‘Umdatil Ahkam, 1/44)

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Merupakan kaidah yang berkesinambungan dalam syariat
sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan bagi bagian kanan seperti memakai pakaian,
celana, sandal, masuk masjid, bersiwak, bercelak, menggunting kuku, mencukur kumis, menyisir
rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, salam ketika selesai shalat, mencuci anggota
wudhu, keluar dari WC, makan, minum, berjabat tangan, menyentuh hajar aswad dan selainnya
yang maknanya dianjurkan untuk memulai dari bagian kanan. Adapun lawan dari perkara di atas
seperti masuk WC, keluar dari masjid, istinja, melepas pakaian, celana, sandal dan yang
semisalnya, dianjurkan untuk memulai dengan mendahulukan yang kiri. Semua itu dilakukan
untuk memuliakan bagian kanan.” (Syarah Shahih Muslim, 3/160)

Disunnahkan agar mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke kamar kecil dan
mendahulukan kaki kanan ketika keluar darinya.

III.    Larangan menghadap dan membelakangi Kiblat


Seorang muslim yang sedang buang air hendaknya tidak menghadap atau membelakangi kiblat.
Hal berdasarkan hadits Abu Ayyub Al Anshari radliyallah 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:

‫ستَ ْدبِ ُروهَا َولَ ِكنْ ش َِّرقُوا أَ ْو َغ ِّربُوا‬ ْ َ‫إِ َذا أَتَ ْيتُ ْم ا ْل َغائِطَ فَاَل ت‬
ْ َ‫ستَ ْقبِلُوا ا ْلقِ ْبلَةَ َواَل ت‬

"Apabila kalian mendatangi tempat buang air, baik untuk buang ari besar atau kecil,  maka
janganlah kalian menghadap ke arah kiblat dan jangan pula membelakanginya, akan tetapi
menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat (bagi mereka yang berada di daerah bagian
utara atau selatan kiblat).”

Abu Ayyub berkata, "kami pernah datang ke Syam dan kami dapati di sana toilet-toilet dibangun
menghadap ke arah kiblat, maka kami ubah arahnya dan kami pun beristighfar kepada Allah
Ta'ala." (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Abu Ayyub meriwayatkan hadits di atas dengan lafadz umum. Karenanya, larangan menghadap
dan membelakangi kiblat ketika buang air menurut hadits ini adalah bersifat umum, baik di toilet
yang tertutup maupun di tempat terbuka. Inilah kesimpulan yang diambil oleh sebagian ulama,
sehingga larangan dalam hadits ini bersifat mutlak. (Lihat: Tamamul Minnah oleh al Albani
rahimahullah)

Sebagian ulama lainnya berpendapat larangan menghadap kiblat atau membelakanginya berlaku
saat buang hajat di tempat terbuka. Ini berdasarkan hadits riwayat Abdullah bin Umar
radliyallah 'anhuma yang berkata: "aku pernah naik ke atap rumah saudariku –Hafshah- (untuk
keperluan. Secara tidak sengaja) aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang
jongkok buang air (di toilet di dalam rumah) dengan menghadap ke arah Syam dan
membelakangi kiblat." (HR. al Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama lainnya berpendapat larangan menghadap kiblat atau


membelakanginya berlaku saat buang hajat di tempat terbuka. (pendapat yang lebih
rajih)

Kesimpulan yang kedua ini berdasarkan kaidah, "apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
melarang sesuatu tetapi beliau sendiri melakukannya maka larangan tersebut tidak
menunjukkan haram, melainkan hanya sebatas makruh." Dan hadits yang diriwayatkan Abu
Ayyub adalah 'Amm (bentuknya umum) sedangkan hadits Ibnu Umar bentuknya Khass
(Khusus), maka yang dipakai adalah riwayat Ibnu Umar berdasarkan kaidah ushul al Fiqh, "dalil
khusus harus lebih didahulukan dari dalil umum." Ini adalah pendapat yang lebih rajib (kuat)
dan merupakan pendapat Imam Malik, Asy Syafi‘i, Ahmad, Ishaq, Asy Sya‘bi dan ini
merupakan pendapat jumhur ahli ilmu. (Syarah Shahih Muslim 3/154, Syarah Sunan An Nasa’i
lis Suyuthi 1/26)

Pendapat ini juga dikuatkan dengan hadits Jabir bin Abdillah Al Anshari radliallahu anhu,
“Sungguh beliau melarang kami untuk membelakangi dan menghadap kiblat dengan kemaluan-
kemaluan kami apabila kami buang air. Kemudian aku melihat beliau kencing menghadap kiblat
setahun sebelum meninggalnya.” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh Asy Syaikh Muqbil dalam
Al Jami`ush Shahih, 1/493)

Akan tetapi yang afdhal bagi seorang muslim adalah tidak menghadap dan membelakangi kiblat
ketika buang air, baik di tempat tertutup maupun di tempat terbuka sebagai sikap berhati-hati
dari hadits-hadits yang menunjukkan larangan akan hal ini. Demikianlah karena hadits ibnu
Umar, boleh jadi, muncul sebelum adanya larangan menghadap atau membelakangi kiblat saat
buang air. Dan bisa juga bolehnya menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air hanya
khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saja, karena beliau melakukannya di tempat
tersembunyi dan tidak berusaha memperlihatkan dan memberitahkan kepada orang lain. (Inilah
pendapat Syaikh Bin Bazz dalam Syarh-nya terhadap Bulugh al Maram).

. . . yang afdhal bagi seorang muslim adalah tidak menghadap dan membelakangi
kiblat ketika buang air, baik di tempat tertutup maupun di tempat terbuka sebagai
sikap berhati-hati . . .

(PurWD/voa-islam.com)

You might also like