You are on page 1of 10

DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................................. 1


Pendahuluan ........................................................................................................................ 2
Teori-teori sebab dari munculnya sebuah perang dan konflik ....................................... 2
1. Teori Ketimpangan Kekuasaan ......................................................................... 3
2. Teori Transisi Kekuasaan .................................................................................. 4
3. Teori Nasionalisme, Separatisme dan Iredentisme .......................................... 4
4. Teori Darwinisme Sosial Internasional ............................................................. 5
5. Teori Kegagalan Komunikasi Akibat Kekeliruan Persepsi ............................ 5
6. Teori Perlombaan Senjata Dan Dilema Keamanan ......................................... 6
7. Teori Kekompakan Internal Melalui Konflik Eksternal ................................. 6
8. Teori Konflik Internasional Akibat Perselisihan Internal .............................. 7
9. Teori Kerugian Relatif ........................................................................................ 7
10. Teori Naluri Agresi ........................................................................................... 7
11. Teori Rangsangan Ekonomi dan Rangsangan Ilmiah ................................... 7
12. Teori Kompleks Industri Militer ..................................................................... 8
13. Teori Pembatasan Penduduk ........................................................................... 8
14. Teori Penyelesaian Konflik Melalui Kekerasan ............................................. 8
Kesimpulan .......................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 10

1
Pendahuluan.
Salah satu masalah yang paling mendesak dalam bidang hubungan internasional
adalah masalah sebab-sebab terjadinya perang. Mengapa suatu perang / konflik sangat
sering terjadi dalam dunia internasional? Apakah perang merupakan suatu penyakit dalam
sistem sosial manusia, suatu kegilaan kolektif, atau sekedar kecelakaan seperti halnya
seseorang jatuh dari tangga?
Perang merupakan salah satu kegiatan manusia yang dipelajari secara hati-hati. Puluhan
ribu buku mengenai perang telah banyak ditulis. Ada pula beberapa jurnal yang khusus
dibuat dengan fokus analisis mengenai perang, seperti Journal of Conflict Resolution di
Amerika Serikat, Journal of Peace Research di Norwegia, dan Peace Research Reviews di
Kanada. Penelitian tentang perdamaian banyak melahirkan temuan ilmiah dan
menumbuhkan beberapa aliran pemikiran yang berbeda. Teori-teori mengenai sebab-
sebab perang dan konflik akan dicoba dikupas dalam makalah ini dan sebagian usul dan
temuan yang paling penting dari para penstudi konflik.

Teori-teori sebab dari munculnya sebuah perang dan konflik.


Penelitian ilmiah mengenai perang didasarkan pada sebuah asumsi pokok, yakni
bahwa pola baku dan keteraturan dalam tingkah laku konflik dapat diidentifikasi secara
sistematis. Bila asumsi ini salah / tidak benar dalam artian tingkah laku perang ternyata
brsifat acak, luar biasa, atau unik, maka penelitian seperti ini tidak akan produktif. Namun
para peneliti konflik beserta sejarawan dan para diplomat telah sepakat bahwa memang ada
prinsip-prinsip baku yang mendasari berbagai macam tingkah laku konflik. Dalam
mengungkap 15 belas penyebab terjadinya perang, sebelumnya kita dapat mengasumsikan
bahwa perang atau konflik merupakan suatu pelaksanaan terorganisir atas perselisihan
bersenjata antar kelompok sosial dan antar negara. Definisi ini juga bisa diterapkan dalam
suatu fenomena konflik internasional.1

1
Teori-teori kunci dalam buku Kenneth Waltz, Man, the State, and War (New York: Columbia
University Press, 1965); Quincy Wright, The Study of War, edisi kedua (Chicago: University of Chicago
Press, 1965); Karl von Clausewitz, On War (Washington, DC: Infantry Journal Press, 1950), cetak ulang.

2
No. Teori Penyebab Perang dan Konflik
1 Ketimpangan Kekuasaan
2 Transisi Kekuasaan
3 Nasionalisme, Separatisme, dan Iredentisme*
4 Darwinisme Sosial Internasional
5 Kegagalan komunikasi akibat kekeliruan persepsi dan dilema keamanan
6 Kegagalan komunikasi akibat ironi atau kesalahan teknis
7 Perlombaan senjata
8 Kekompakan internal melalui konflik eksternal
9 Konflik internasional akibat perselisihan internal
10 Kerugian relatif
11 Naluri agresi
12 Rangsangan ekonomis dan ilmiah
13 Kompleks industri militer
14 Pembatasan penduduk
15 Penyelesaian konflik melalui kekerasan
*Iredentisme : motif untuk menguasai suatu wilayah secara sepihak.
1. Ketimpangan Kekuasaan.
Merupakan kondisi yang paling ditakuti oleh banyak pemerintahan. Yakni suatu
kondisi yang tidak disukai berupa distribusi kekuasaan yang tidak merata. Secara umum
diyakini bahwa apapun pangkal tolaknya, perang cenderung bisa dicegah bila kekuasaan
antara kedua belah pihak yang saling berhadapan cukup seimbang. Sebaliknya, bila terjadi
ketidakseimbangan, maka akan cenderung terjadi agresi. Pemeliharaan perdamaian
internasional mengharuskan kemajuan teknologis dan kemajuan lainnya dari kedua belah
pihak tetap sepadan dan merata. Para penganut Real Politics yakin bahwa peristiwa dan
masalah yang mengarah ke arah konflik selalu ada dan bahwa penyebab langsung pecahnya
perang biasanya karena gagalnya penyeimbangan kekuasaan secara simetris. Prinsip dasar
doktrin ini adalah : Bila anda ingin damai, bersiaplah untuk berperang.
Namun dalam konflik antara pihak yang berusaha menciptakan redidtribusi nilai-
nilai utama dan pihak yang ingin mempertahankan status qou, ketimpangan kekuasaan
justru dapat melindungi perdamaian (antara yang ofensif dan defensif dapat dibedakan
secara jelas). Bila pihak defensif lebih unggul, maka agresi akan teredam dan kerusakan
keseimbangan akan tercegah. Namun bila pihak yang ofensif yang lebih unggul, maka akan
lebih besar kemungkinan pecahnya suatu perang.
Jadi pada intinya, jika pihak ofensif dan defensif terlihat jelas, perdamaian akan lebih
terjamin bila yang nonrevolusioner lebih unggul.2

2. Transisi Kekuasaan.

2
Walter S.Jones, Logika Hubungan Internasional (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993)
hlm.178-180

3
Salah satu adaptasi istimewa dari teori ketimpangan kekuasaan sebagai penyebab
konflik internasional adalah teori transisi kekuasaan. Unsur unik teori ini terletak pada
fokusnya. Teori ini tidak memusatkan perhatiannya atas ketimpangan yang ada, melainkan
pada perkembangan ketimpangan itu dalam menggoyahkan perimbangan internasional.
Proses penggoyahan itu bertumpu pada pertumbuhan kilat kekuatan negara-negara yang
ingin merombak status-quo internasional yang diciptakan dan dilindungi oleh negara
dominan. Teori ini berpendapat bahwa negara-negara dibedakan oleh kapabilitas kekuasaan
relatif dan kepuasan atau ketidakpuasan mereka terhadap sistem internasional yang berlaku.
Transisi kekuasaan ditandai dengan tantangan mendadak dan kuat terhadap status-quo yang
bersumber dari kemajuan internal yang cepat dalam kapabilitas kekuasaan. Jika hal ini
terjadi di negara yang puas akan sistem internasional yang ada, maka kemungkinan terjadi
suatu transisi akan kecil, lain halnya dengan jika situasi ketidakpuasan terjadi pada negara
yang tidak diikutsertakan dalam proses pembuatan norma yang kini berlaku dalam sistem
internasional, maka hal itu akan menjadikan negara yang bersangkutan akan dipandang
sebagai tantangan oleh negara-negara dominan.3
Kerawanan akan mereda jika negara yang bersangkutan tidak merasakan adanya
perubahan.4

3. Nasionalisme, Separatisme dan Iredentisme.


Nasionalisme merupakan suatu identitas kelompok kolektif secara emosional
mengikat banyak orang menjadi satu bangsa. Bangsa menjadi sumber rujukan dan ketaatan
tertinggi bagi setiap individu, sekaligus identitas nasional. Identitas kelompok yang aneh
dan bersifat memaksa ini cenderung menghasilkan konflik satu sama lain. Nasionalisme
merupakan faktor penyebab utama dalam terjadinya sebuah perang dan paling banyak
menimbulkan pertempuran berdarah.5
Dewasa ini, mata rantai utama antara nasionalisme dan perang adalah bangkitnya identitas
berbagai penduduk yang pembagian geografisnya menyimpang dari garis batas
internasional. Mereka yang merasa tidak menjadi bagian dari suatu negara cenderung
merasa sistem negara-bangsa menindas hak asasinya.

3
A.F.K Organski, World Politics 2nd Edition (New York: Knopf, 1968) Bab 7 dan 8.
4
Charles F. Douran, War and Power Dynamics, International Studies Quarterly, Desember 1983,
hlm.419.
5
Steven Rosen, A Survey of World Conflict (Pittsburgh: University of Pittsburgh Center of International
Studies Preliminary Paper, Maret 1969).

4
Dua bentuk kunci militansi nasionalis merupakan wujud utama perang modern. Yakni
bentuk separatis dimana satu kelompok nasionalis berusaha mencoba melepaskan diri dari
suatu negara untuk membentuk suatu negara baru. Adapun bentuk iredentis, yaitu suatu
negara menuntut diserahkannya suatu wilayah beserta penduduknya yang masih dijadikan
bagian dari negara lain.

4. Darwinisme Sosial Internasional.


Darwinisme sosial internasional adalah keyakinan bahwa masyarakat seperti halnya
spesies biologi yang berkembang dan maju melalui suatu tahap persaingan. Yang kuat yang
akan bertahan, sedangkan yang lemah akan disingkirkan. Para Darwinis memandang
sebuah perang sebagai sebuah keharusan yang keji demi kemajuan peradaban. Hubungan
internasional dalam hal ini dijadikan sebagai arena perjuangan segala bangsa untuk
menentukan nasib global umat manusia. Peranan perang adalah melepaskan kendali
keuasaan dari pihak yang lemah dan sekarat ke pihak yang kuat dan dinamis. Dewasa ini,
filosofi tersebut sering dikaitkan dengan fasisme. Dalam menonjolkan perang sebagai aspek
positif dari fasisme, Benito Mussolini menyatakan : “Fasisme bertolak dari semangat
imperialis – yakni kecenderungan berekspansi – yang merupakan wujud vitalitasnya.
Adapun kecenderungan sebaliknya, yang akan menjadikannya sebagai negara jinak,
fasisme memandangnya sebagai gejala kemerosotan.”6

5. Kegagalan Komunikasi Akibat Kekeliruan Persepsi.


Seperti yang telah kita ketahui, para pemimpin nasional dan setiap bangsa melihat
satu sama lain melalui kacamata ideologi, dan disertai gambaran-gambaran stereotipe,
sehingga mengaburkan komunikasi di antara mereka, baik formal maupun informal. 7
Kekeliruan perseptual dari gejala ini mengacaukan penerimaan pesan dan tanda sehingga
mengakibatkan kesalahan persepsi dari kedua belah pihak.8
Pihak pemerintah segera kehilangan peluang berkomunikasi secara efektif dengan pihak
lawan, kecuali ia bersedia memberi kepercayaan strategis terhadap pesan-pesan dari
lawannya tersebut9.

6
S.William Halperin, Mussolini and Italian Fascism (Princeton, N.J: Van Nostrand, 1964) hlm.152.
7
H.C.J. Duijker dan N.H.Frijda, National Character and National Stereotypes (Amsterdam: North
Holland, 1960) dan O.Klineberg, Tension Affecting International Understanding (New York: Social Science
Research Council, 1950), Bulletin 62.
8
Jack S.Levy, Misperception and The Cause of War, World Politics, Oktober 1983, hlm.76.
9
Untuk telaah umum mengenai eskalasi dan peranannya dalam komunikasi politik, lihat Herman Kahn,
On Escalation (New York: Praeger, 1965).

5
6. Perlombaan Senjata Dan Dilema Keamanan.
Teori ini berpendapat bahwa pecahnya sebuah perang diakibatkan oleh perlombaan
senjata yang secara strategis tidak stabil dan secara politis tidak terkendali. Di sini, negara-
negara yang bermusuhan terkunci dalam sebuah siklus ketakutan bersama (suatu proses
yang disebut pembentukan reaksi permusuhan). Dalam proses ini, setiap pihak sama-sama
merasa terancam. Kesiagaan defensif salah satu pihak dianggap bukti motif ofensif oleh
pihak lain, yang selanjutnya mempersenjatai diri sebagai tanggapannya. Semua pihak
berusaha saling mengungguli sehingga menumbuhkan perlombaan senjata dan pasukan,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perlombaan ini menyebabkan timbulnya dilema
keamanan. Namun ada versi lain mengenai persaingan persenjataan, yaitu bahwa
persaingan persenjataan sampai batas tertentu sebenarnya menunjang stabilitas. Kedua versi
konsep dasar dilema keamanan ini melahirkan beberapa pendekatan matematis baru bagi
studi mengenai kekuatan militer dan perang yang akhirnya sampai mengenai pada
kesimpulan bahwa persenjataan benar-benar dapat menimbulkan ketidakamanan.10

7. Kekompakan Internal Melalui Konflik Eksternal.


Teori ini memandang bahwa perang sebagai produk kebijakan yang dirancang untuk
memantapkan kekompakan kelompok internal dengan mengarahkan semua perhatian
mereka ke konflik luar. Ini merupakan proses pemupukan kebersamaan untuk menghadapi
musuh bersama. Penerapan teori ini dalam hubungan internasional berarti bahwa perang
internasional sebagai cara untuk membangun integrasi lokal dan mengatasi pertikaian
internal.11

8. Konflik Internasional Akibat Perselisihan Internal.


Berlawanan dengan teori penyebab perang sebelumnya, teori ini menyatakan bahwa
di abad ke-20 banyak pertempuran militer internasional yang disebabkan oleh perselisihan
domestik. Secara umum, sebenarnya perbedaan antara perang saudara dan perang

10
Stephen J.Majeski, Expectation and Arms Races, American Journal of Political Science, Mei 1985,
hlm.217.
11
Anthony de Reuck dan Julie Knight, Conflict in Society (Boston: Little, Brown, 1966), hlm.32.

6
internasional semakin kabur, terutama dengan seringnya terjadi intervensi eksternal.
Meskipun negara-negara adidaya berusaha mempertahankan perlombaan senjatanya yang
simetris untuk menghindari konflik militer langsung, perang-perang saudara di seluruh
penjuru dunia dapat merembet menjadi konflik internasional.

9. Kerugian Relatif.
Konsep ini sangat bermanfaat untuk menjelaskan sebab-sebab perang domestik.
Konsep ini menegaskan bahwa pemberontakan politik dan pembangkangan lainnya terjadi
bila rakyat merasa apa yang mereka terima kurang dari semestinya. Untuk mencapai
perolehan yang lebih besar dalam upaya menebus kekecewaannya, kelompok yang
bersangkutan mengambil jalan agresi dan kekerasan politik.12

10. Naluri Agresi.


Salah satu teori penyebab perang yang paling populer di kalangan awam adalah
gagasan mengenai adanya naluri agresi – sifat haus darah seperti dilukiskan di berbagai
film seram. Menurut teori ini, akar peperangan terletak pada naluri berperang atau sifat
haus perang yang bersumber dari sifat kebinatangan manusia. Banyak pengamat
menyimpulkan, manusia memang gemar berkelahi dan konflik internasional bersumber
pada adu kejantanan yang menjurus ke arah sadisme. Penyebab pecahnya perang dapat
dilacak dari kecenderungan biologis serta psikopatologis individual dan kolektif.13

11. Rangsangan Ekonomi dan Rangsangan Ilmiah.


Teori tentang perang ini memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi ekonomi.
Baik perang maupun ancaman perang merangsangan peningkatan kegiatan ilmiah, inovasi
teknik, dan kemajuan industri. Dapat dikatakan bahwa aspek ekonomi eksternal utama dari
peperangan adalah lonjakan industri tersebut. Perekonomian yang lamban dapat dirangsang
melalui penciptaan tuntutan artifisial. Dapat dikatakan pula bahwa perang atau ancaman
militer merangsang orang-orang untuk bekerja dan mengupayakan kebangkitan ekonomi.
Sekarang, karena pengelolaan ekonomi lebih banyak dilakukan pihak pemerintah, maka
pengeluaran militer menjadi faktor paling penting di sebagian besar negara industri.14

12
Ted Gurr, Why Men Rebel (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1970) dan Journal of Conflict
Resolutions, Vol.10, no.3, September 1966, hlm.249.
13
William McDougall, The Instict of Pugnacity, dalam Leon Bramson dan George Goethals, eds., War:
Studies from Psychology, Sociology, and Anthropology (New York: Basic Books, 1964) hlm.33-34.
14
Op.cit, Walter S. Jones, hlm. 211.

7
12. Kompleks Industri Militer.
Menurut teori ini, di negara-negara besar, berbagai kelompok domestik yang
berpengaruh dan berkepentingan atas pengeluaran militer serta ketegangan internasional,
menggunakan pengaruhnya untuk menciptakan pertentangan antar negara. Mereka adalah
kompleks insutri militer yang terdiri dari :
- Tentara-tentara profesional.
- Manajer, dan di negara-negara kapitalis, para pemilik industri pemasok
perlengkapan militer.
- Pejabat-pejabat tinggi pemerintah yang karir dan kepentingannya terikat pada
pembelanjaan militer, dan
- Para anggota parlemen yang daerah asalnya diuntungkan oleh proyek pertahanan.
Kompleks ini membenarkan tingginya pengeluaran militer dengan suatu ideologi konflik.

13. Pembatasan Penduduk.


Salah satu rujukan teori Lebensraum Hitler adalah teori mengenai hubungan antara
teori mengenai pertambahan penduduk dengan perang yang dirumuskan oleh Sir Thomas
Malthus. Dalam buku Essay on The Principle of Population (1798), Malthus menyatakan
bahwa penduduk terus bertambah secara geometris, sedangkan sumber-sumber makanan
hanya bertambah secara aritmatis. Jadi, “Kekuatan Penduduk Mutlak lebih besar daripada
kekuatan bumi menghasilkan makanannya.” Karena penduduk harus sesuai dengan
persediaan makanan, maka harus ada kendali pertambahan penduduk. Salah satunya adalah
perang.

14. Penyelesaian Konflik Melalui Kekerasan.


Kita sampai pada teori terakhir yang paling umum dan komprehensif. Yakni teori
yang menyatakan perang sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Menurut teori pada
umumnya, konflik muncul ketika 2 atau lebih kelompok sama-sama menyatakan
kepemilikannya atas suatu sumber daya atau posisi yang sama.
Perang adalah sarana untuk membagikan nilai-nilai yang langka itu demi terselesaikannya
konflik. Dalam pandangan ini, perang adalah sebuah keputusan yang rasional, dan
kebijakan perang ditentukan melalui perhitungan biaya dan keuntungan yang logis.

8
Kepentingan sekunder memang bisa dikompromikan dengan pihak lawan, namun pimpinan
wajib mempertahankan nilai-nilai utama dengan segala cara, bila perlu dengan kekerasan.
Perang adalah ultima ratio – pilihan terakhir. Dalam kalimat Walter Lippmann, perang
adalah cara dimana keputusan-keputusan besar manusia dibuat.15

Kesimpulan.
Banyak teori yang telah dibahas menyatakan bahwa penyebab perang dapat
ditemukan dalam persekongkolan, irasionalitas, maksud-maksud tersembunyi, dan
pengaruh dari elite tertentu. Kita tertarik pada kesimpulan bahwa orang-orang yang tenang
dan jernih pikirannya, yang tidak terlibat dalam industri mesiu atau komando tinggi militer,
tidak agresif, serakah atau bengis, yang tidak membenci musuh tanpa alasan atau secara
sengaja tidak mau memahaminya, serta yang menganggap gagasan perang sebagai penyia-
nyiaan hidup dan harta benda, tidak akan mengorbankan perang melainkan terseret atau
tertipu untuk terlibat di dalamnya.
Tetapi kebanyakan perang melibatkan berbagai pertentangan yang sangat nyata
antara tujuan-tujuan moral dasar kedua belah pihak. Adalah fakta sejarah, bahwasanya
penduduk kedua belah pihak secara sukarela dan tanpa suatu unsur irasionalitas,
mendukung kebijakan pimpinan yang dirumuskan secara hati-hati. Dalam upaya
menghapuskan perang, para ilmuwan politik tidak boleh mengabaikan proses-proses non-
persekongkolan dan sangat rasional dalam kehidupan sosial yang mengubah para pecinta
damai menjadi prajurit. Perilaku seperti inilah yang mendasari teori yang menyatakan
perang sebagai salah satu instrumen penyelesaian konflik yang rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku dan Jurnal Internasional :


15
Walter Lippman, The Political Equivalent of War, Atlantic Monthly, Agustus 1928, hlm.181.

9
Anthony de Reuck dan Julie Knight, Conflict in Society (Boston: Little, Brown, 1966)
Clausewitz, Karl von. On War (Washington, DC: Infantry Journal Press, 1950)
Douran, Charles F., War and Power Dynamics, International Studies Quarterly, Desember
1983.
Gurr, Ted. Why Men Rebel (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 1970)
H.C.J. Duijker dan N.H.Frijda, National Character and National Stereotypes (Amsterdam:
North Holland, 1960)
Halperin, S.William,. Mussolini and Italian Fascism (Princeton, N.J: Van Nostrand, 1964)
Jones, Walter S. Logika Hubungan Internasional (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1993)
Journal of Conflict Resolutions, Vol.10, no.3, September 1966.
Kahn, Herman. On Escalation (New York: Praeger, 1965).
Klineberg, O., Tension Affecting International Understanding (New York: Social Science
Research Council, 1950)
Levy, Jack S., Misperception and The Cause of War, World Politics, Oktober 1983.
Lippman, Walter. The Political Equivalent of War, Atlantic Monthly, Agustus 1928.
Majeski, Stephen J., Expectation and Arms Races, American Journal of Political Science,
Mei 1985.
McDougall, William. The Instict of Pugnacity, dalam Leon Bramson dan George Goethals,
eds., War: Studies from Psychology, Sociology, and Anthropology (New York:
Basic Books, 1964)
Organski, A.F.K. World Politics 2nd Edition (New York: Knopf, 1968)
Rosen, Steven. A Survey of World Conflict (Pittsburgh: University of Pittsburgh Center of
International Studies Preliminary Paper, Maret 1969).
Waltz, Kenneth. Man, the State, and War (New York: Columbia University Press, 1965)
Wright, Quincy. The Study of War, edisi kedua (Chicago: University of Chicago Press,
1965)

10

You might also like