You are on page 1of 16

Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No.

1 April 2002: 89-104

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII)


DALAM MENINGKATKAN NILAI KANDUNGAN SERAT DAN
YODIUM TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN MI BASAH

Bambang Wirjatmadi, Merryana Adriani, Sri Purwanti*

ABSTRACT
THE USE OF SEA WEED (EUCHEUMA COTTONII) IN ENHANCING THE
CONTENT OF FIBER AND IODINE OF FLOUR IN WET NOODLE

Goitre is one of major health problems in Indonesia. Eventhough, prevention program have
been done, such as iodine capsule supplementation and iodine salt fortification. But, the results
of those programs are still not optimal. Wet noodle (that is consumed by mostly peoples) which
is complemented with sea weed (Eucheuma Cottonii) can be used as one alternative food for
supporting iodine consumption among peoples who suffer goitre (which may be caused by
poor iodine consumption).

The obyective of the study is to analyze iodine, fiber, carbohydrate and protein content in wet
noodle which consists of flour and sea weed (Eucheuma Cottonii) in various composition.
Organoleptic test which is used for determining the best taste, smell, color and texture, and
economic analyzis are also carried out.

Wet sea weed noodle was made in Nutrition Laboratory, School of Public Health, Airlangga
University, Surabaya. It was made from flour (“Kereta Kencana”), sea weed (Eucheuma Cotonii),
eggs, tapioca flour, salt, coconut oil and water. This study was factorial design with four
treatment (0%, 10%, 20% and 30% of Eucheuma Cottonii proportion in wet noodle) and six
replication. Iodine content in wet sea weed noodle was analyzed in Health Laboratory
Department, Surabaya, while fiber, carbohydrate and protein content were measured in
Laboratory Animal Food, Veterinary Faculty, Airlangga University, Surabaya. And
organoleptic test was conducted by 50 participants in Nutrition Laboratory, School of Public
Health, Airlangga University, Surabaya. The different content of iodine, fiber, cabohydrate and
protein in various treatment were analyzed by using anova one way test, while the different of
taste, smell, color and texture in various treatment (organoleptic test) were tested by using
Friedman two way anova test.

The results of the study showed that there were significantly difference of iodine, fiber,
carbohydrate and protein content of wet sea weed noodle among treatment groups. The iodine
and fiber content increased significantly as a result of the increase percentage of proportion sea
weed in wet noodle. The highest iodine and fiber content were found in 30% proportion sea
weed in wet noodle (156,89 µgram and 1,599% per 100 gram foodstuff respectively). On the
other hand, the carbohydrate and protein decreased significantly as a result of the increase
percentage of proportion sea weed in wet noodle. The lowest carbohydrate and protein content
were found in 30% proportion sea weed in wet noodle (36,574% and 7,616% per 100 gram

* Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga

89
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
foodstuff respectively). The best taste, smell, color and texture were found on 10% proportion
of Eucheuma Cottonii in wet noodle.

Keywords: Sea weed (Eucheuma Cottonii), noodle, iodine, fiber, carbohydrate,


protein

PENDAHULUAN

Potensi produksi rumput laut cukup melimpah dan meningkat dari tahun ke tahun,
dan berdasarkan data Departemen Pertanian (1988), lokasi pengembangan budidaya
rumput laut di Indonesia seluas 25.700 Ha, akan tetapi tingkat konsumsi bagi
masyarakat Indonesia yang menggunakannya sebagai bahan pangan sumber serat
dan yodium masih rendah. Oleh karena itu hal tersebut merupakan peluang yang
sangat potensial bagi pengembangan teknologi pangan yang memanfaatkan rumput
laut untuk menghasilkan produk olahan yang berkualitas cukup tinggi bagi jenis-
jenis makanan yang banyak digemari oleh masyarakat luas.

Salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat adalah mi. Mi
dikonsumsi dalam berbagai bentuk, seperti mi goreng, mi bakso, dll. Meningkatnya
konsumsi mi sebagai alternatif penambah kalori selain nasi pada saat tertentu,
menyebabkan mi sering diperhitungkan dalam susunan menu makanan rumah
tangga, restoran maupun pedagang makanan kaki lima. Kecenderungan ini dapat
menjadi peluang bagi usaha-usaha perbaikan gizi masyarakat (melalui
komplementasi gizi) terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang pola
makannya sering monoton dan kurang variasi. Dimana hal tersebut kemungkinan
lebih disebabkan oleh daya beli masyarakat yang sangat terbatas.

Komposisi utama dari rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan
adalah karbohidrat, tetapi karena kandungan karbohidrat sebagian besar terdiri dari
senyawa gumi yakni polimer polisakarida yang berbentuk serat, dikenal sebagai
dietary fiber, maka hanya sebagian kecil saja dari kandungan karbohidrat yang dapat
diserap dalam sistem pencernaan manusia. Kandungan gizi rumput laut terpenting
justru pada trace element, khususnya yodium yang berkisar 0,1- 0,15% dari berat
keringnya. Karena masyarakat Jepang dan China banyak memanfaatkan rumput
laut dalam konsumsi makanan sehari-harinya, maka alasan inilah yang dapat
menerangkan mengapa penyakit gondok atau penyakit kekurangan yodium jarang
dijumpai di kedua negara tersebut (Winarno, F.G. 1996).

Dengan mengetahui potensi gizi kedua bahan yang akan dikomplementasikan,


maka pemanfaatan rumput laut dalam pembuatan mi akan membantu

90
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

meningkatkan konsumsi gizi yang lebih variatif bagi masyarakat luas, sekaligus
mendorong usaha-usaha diversifikasi pangan masyarakat dan pemenuhan
kebutuhan gizi terutama zat gizi mikro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental


laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan
(t = 4) dengan simbol : M0, M1, M2, M3 dan dilakukan 6 kali ulangan (r = 1,2,3,4,5,6).
Adapun ke 4 perlakuan meliputi 1) mi tanpa penambahan rumput laut (komposisi
100:0), 2) mi dengan konsentrasi penambahan rumput laut 10% (komposisi 90:10), 3)
mi dengan konsentrasi penambahan rumput laut 20% (komposisi 80:20), dan 4) mi
dengan konsentrasi penambahan rumput laut 30% (komposisi 70 : 30).

Pengambilan sampel penelitian untuk analisis zat gizi dilakukan secara sengaja pada
semua unit percobaan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan uji
laboratorium. Obyek penelitian adalah mi rumput laut yang dilakukan analisis
kandungan zat gizinya, meliputi yodium, dan karbohidrat (termasuk karbohidrat
non pati atau serat), dan proteinnya. Untuk mengetahui perbedaan antara masing-
masing perlakuan dilakukan uji Friedman Two way Anova dan bila terdapat
perbedaan bermakna dilanjutkan dengan uji beda jenjang Friedman (multiple
comparation).

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis
Eucheuma Cottonii yang diproduksi oleh GAPP Yogyakarta-Indonesia dan tepung
terigu jenis hard wheat dengan merk “Kereta Kencana” yang diproduksi oleh P.T.
Bogasari- Indonesia. Bahan-bahan penunjang lainnya meliputi : telur, tepung tapioka
(kanji), garam NaCl, minyak kelapa dan air, serta bahan-bahan yang dibutuhkan
dalam uji laboratorium. Dan untuk mengetahui daya terima mi rumput laut ini juga
dilakukan uji organoleptik. Untuk itu mi rumput laut ini akan diujikan pada 50
panelis.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi instrumen untuk analisis
laboratorium dan instrumen pengumpul data. Instrumen laboratorium terdiri dari
timbangan, alat-alat kayu, alat-alat gelas, panci, ember plastik, roll press, wajan,
kompor gas, alat analisis karbohidrat, protein, serat dan yodium serta timbangan
analitis. sedang instrumen pengumpul data adalah score sheet yang digunakan untuk
menjaring data dari sejumlah panelis yang telah memenuhi syarat kesehatan, seperti
tidak mengalami gangguan telinga, hidung tenggorokan, tidak buta warna dan tidak
alergi terhadap makanan yang akan diuji.

91
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
HASIL DAN PEMBAHASAAN
Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diperoleh berdasarkan uji laboratorium terhadap mi


rumput laut yang meliputi kandungan karbohidrat (dan karbohidrat non pati atau
serat), kandungan protein dan kandungan yodium.

1. Kandungan Karbohidrat

Tabel 1. Rata-rata dan Standard Deviasi Kandungan Karbohidrat Mi Rumput Laut


pada Berbagai Jenis Perlakuan
Kandungan Karbohidrat (%) per 100 gram Bahan
No. Jenis Perlakuan
Rata-rata SD
1. M0 (0%RL) 44,399 0,987
2. M1 (10%RL) 44,055 2,284
3. M2 (20%RL) 42,317 3,943
4. M3 (30%RL) 36,574 2,499

Pada Tabel 1 tersebut di atas dapat dilihat bahwa kandungan karbohidrat tertinggi
terdapat pada perlakuan M0 (penambahan 0% rumput laut) yaitu sebanyak 44,399%
per 100 gram bahan dan terendah pada perlakuan M3 (30% RL) sebanyak 36,574%
per 100 gram bahan. Hal ini berarti bahwa kandungan karbohidrat semakin
menurun seiring dengan penambahan konsentrasi rumput laut.

2. Kandungan Serat

Tabel 2. Rata-rata dan Standard Deviasi Kandungan Serat Kasar Mi Rumput Laut
pada Berbagai Jenis Perlakuan
Kandungan Serat Kasar (%) per 100 gram bahan
No. Jenis Perlakuan
Rata-rata SD
1. M0 (0%RL) 0,949 0,366
2. M1 (10%RL) 1,345 0,356
3. M2 (20%RL) 1,446 0,248
4. M3 (30%RL) 1,599 0,345

Pada Tabel 2 tersebut di atas dapat dilihat bahwa kandungan serat kasar tertinggi
terdapat pada perlakuan M3 (penambahan 30% rumput laut) yaitu sebanyak 1,599%
per 100 gram bahan dan terendah pada perlakuan M0 (0% RL) sebanyak 0,949% per
100 gram bahan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan serat kasar semakin
meningkat seiring dengan penambahan proporsi rumput laut.

92
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

3. Kandungan Protein

Tabel 3. Rata-rata dan Standard Deviasi Kandungan Protein Mi Rumput Laut pada
Berbagai Jenis Perlakuan
Kandungan Protein (%) per 100 gram bahan
No. Jenis Perlakuan
Rata-rata SD
1. M0 (0%RL) 9,066 0,290
2. M1 (10%RL) 8,940 0,755
3. M2 (20%RL) 8,155 0,568
4. M3 (30%RL) 7,616 0,537

Pada Tabel 3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa kandungan protein tertinggi
terdapat pada perlakuan M0 (penambahan 0% rumput laut) yaitu sebanyak 9,066%
per 100 gram bahan dan terendah pada perlakuan M3 (30%RL) sebanyak 7,616% per
100 gram bahan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein semakin menurun
seiring dengan penambahan proporsi rumput laut.

4. Kandungan Yodium

Tabel 4. Rata-rata dan Standard Deviasi Kandungan Yodium Mi Rumput Laut pada
Berbagai Jenis Perlakuan (µg/100 gram bahan)
Mi RL Belum Diolah
No. Jenis Perlakuan
Rata-rata SD
1. M0 (0%RL) 0,000 0,000
2. M1 (10%RL) 98,273 23,623
3. M2 (20%RL) 130,822 33,542
4. M3 (30%RL) 156,890 50,046
Keterangan: RL = Rumput Laut

Pada Tabel 4 tersebut di atas dapat dilihat bahwa kandungan yodium tertinggi pada
mi rumput laut terdapat pada perlakuan M3 (30%RL) yaitu sebesar 156,890 µg per
100 gram bahan, sedang terendah pada perlakuan M0 (0%RL) yaitu sebanyak 0,000
µg. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan yodium semakin meningkat seiring
dengan penambahan konsentrasi rumput laut dalam pembuatan mi basah.

93
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
5. Uji Rasa

Tabel 5. Kisaran dan Nilai Modus Terhadap Uji Rasa Mi Rumput Laut pada
Berbagai Perlakuan

Respon Panelis Terhadap Uji Rasa Mi RL


No. Jenis Perlakuan
Kisaran Nilai Modus
1. M0 ( 0%RL) 2–8 5
2. M1 (10%RL) 3–9 7
3. M2 (20%RL) 1–8 3
4. M3 (30%RL) 2-7 3

Berdasarkan Tabel 5 di atas, bahwa nilai modus tertinggi dicapai perlakuan M1


(10%RL) yaitu sebesar 7 (suka) dengan kisaran nilai 3 – 9 dan terendah pada
perlakuan M2 (20%RL) dan M3 (30%RL) masing-masing sebesar 3 (tidak suka).

6. Uji Aroma
Tabel 6. Kisaran dan Nilai Modus Terhadap Uji Aroma Mi Rumput Laut pada
Berbagai Perlakuan

Respon Panelis Terhadap Uji Aroma Mi RL


No. Jenis Perlakuan
Kisaran Nilai Modus
1. M0 ( 0%RL) 1-9 5 dan 7
2. M1 (10%RL) 2-9 7
3. M2 (20%RL) 2-8 5
4. M3 (30%RL) 2-9 5
Keterangan: RL : Rumput Laut

Berdasarkan Tabel 6 di atas, bahwa nilai modus tertinggi dicapai perlakuan M1 (10%
RL) yaitu sebesar 7 (suka) dan terendah pada perlakuan M2 (20% RL) dan M3 (30%
RL) masing-masing sebesar 5 (biasa).

7. Uji Warna
Tabel 7. Kisaran dan Nilai Modus Terhadap Uji Warna Mi Rumput Laut pada
Berbagai Perlakuan
Respon Panelis Terhadap Uji Warna Mi RL
No. Jenis Perlakuan
Kisaran Nilai Modus
1. M0 ( 0%RL) 1-9 7
2. M1 (10%RL) 3-9 7
3. M2 (20%RL) 2-9 7
4. M3 (30%RL) 2-9 5
Keterangan : RL : Rumput Laut

94
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

Berdasarkan Tabel 7 di atas, bahwa nilai modus tertinggi dicapai oleh tiga perlakuan
masing-masing sebesar 7 (suka) yaitu perlakuan M1 (10%RL) dengan kisaran nilai 3 -
9, perlakuan M0 (0%RL) dengan kisaran nilai 1 - 9, dan perlakuan M2 (20%RL)
dengan kisaran nilai 2 – 9.

8. Uji Kekenyalan

Tabel 8. Kisaran dan Nilai Modus Terhadap Uji Kekenyalan Mi Rumput Laut pada
Berbagai Perlakuan

Respon Panelis Terhadap Uji Warna Mi RL


No. Jenis Perlakuan
Kisaran Nilai Modus
1. M0 ( 0%RL) 2-8 7
2. M1 (10%RL) 3-9 7
3. M2 (20%RL) 3-8 5 dan 7
4. M3 (30%RL) 1-8 6
Keterangan: RL : Rumput Laut

Berdasarkan Tabel 8 di atas, bahwa nilai modus tertinggi dicapai oleh dua perlakuan
masing-masing sebesar 7 (suka) yaitu perlakuan M1 (10%RL) dengan kisaran nilai 3 -
9, perlakuan M0 (0%RL) dengan kisaran nilai 2 – 8.

Hasil Penelitian

Analisis data sebagai hasil penelitian dilakukan berdasarkan skala data yang
digunakan yaitu data ratio, meliputi: kandungan karbohidrat, serat, protein dan
yodium. Sedangkan hasil uji organoleptik berupa skala data ordinal yakni hasil
respon panelis terhadap aspek rasa, aroma, warna dan kekenyalan mi rumput laut
digunakan analisis Friedman Two-Way Anova dan jika terdapat perbedaan (p < α
0,05), maka dilanjutkan dengan uji beda Friedman (Multiple Comparison).

1. Kandungan Karbohidrat

Berdasarkan hasil analisis varians one-way (lampiran 3) terhadap kandungan


karbohidrat diperoleh nilai uji statistik sebesar 11,267 dan nilai signifikansi (p) =
0,000. Dengan α = 0,05, maka nilai signifikansi (p) < α 0,05. Hal ini berarti
kandungan karbohidrat dalam mi rumput laut berbeda nyata pada berbagai
perlakuan. Selanjutnya dengan uji-T (Independent Sample T-Test) dapat ditunjukkan
bahwa kandungan karbohidrat pada perlakuan M0 (0%RL) memberikan hasil lebih
tinggi yaitu 44,399% yang tidak berbeda nyata (p> α 0,05) dengan perlakuan M1
(10%RL) sebesar 44,055% dengan nilai (p) = 0,742 dan perlakuan M2(20%RL) sebesar
42,317% dengan nilai (p) = 0,238, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata (p<

95
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
α 0,05) dengan perlakuan M3 (30%RL) yang memberikan hasil terendah yaitu
36,574%.

2. Kandungan Serat

Berdasarkan hasil analisis varians one-way (lampiran 4) terhadap kandungan serat


(karbohidrat non pati) diperoleh nilai uji statistik sebesar 4,196 dan nilai signifikansi
(p) = 0,019. Dengan α = 0,05, maka nilai signifikansi (p) < α 0,05. Hal ini berarti
kandungan serat dalam mi rumput laut berbeda nyata pada berbagai perlakuan.
Selanjutnya dengan uji-T (Independent Sample T-Test) dapat ditunjukkan bahwa
kandungan serat pada perlakuan M3 (30%RL) memberikan hasil lebih tinggi(1,599%)
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10%RL) sebesar 1,346% dengan
nilai (p) = 0,238 dan perlakuan M2(20%RL) sebesar 1,446%, dengan nilai (p) =0,397;
tetapi kedua perlakuan tersebut yaitu perlakuan M2(20%RL) dan M3 (30%RL)
berbeda nyata (p < α 0,05) dengan perlakuan M0 (0%RL) yang memberikan hasil
terendah yaitu 0,949%, karena nilai (p) masing-masing sebesar 0,020 dan 0,010.
Sedangkan perlakuan M0 (0%RL) tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10%RL)
dengan nilai (p) =0,086.

3. Kandungan Protein

Berdasarkan hasil analisis varians one-way (lampiran 5) terhadap kandungan


protein diperoleh nilai uji statistik sebesar 8,856 dan nilai signifikansi (p) = 0,001.
Dengan α = 0,05, maka nilai signifikansi (p) < α 0,05. Hal ini berarti kandungan
protein dalam mi rumput laut berbeda nyata pada berbagai perlakuan. Selanjutnya
dengan uji-T (Independent Sample T-Test) dapat ditunjukkan bahwa kandungan
protein pada perlakuan M0 (0%RL) memberikan hasil lebih tinggi yaitu 9,066% yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10%RL) sebesar 8,940% dengan nilai (p) =
0,712, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30%RL)
yang memberikan hasil terendah sebesar 7,616% dengan nilai (p) masing-masing
sebesar 0,000 dan 0,006. Sedangkan perlakuan M2(20%RL) sebesar 8,155% tidak
berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30%RL) dengan nilai (p) = 0,122.

3. Kandungan Yodium

Berdasarkan hasil analisis varians one-way (lampiran 6) terhadap kandungan


yodium diperoleh nilai uji statistik sebesar 27,013 dan nilai signifikansi (p) = 0,000.
Dengan α = 0,05, maka nilai signifikansi (p) < α 0,05. Hal ini berarti kandungan
yodium dalam mi rumput laut berbeda nyata pada berbagai perlakuan. Selanjutnya
dengan uji-T (Independent Sample T-Test) dapat ditunjukkan bahwa kandungan
yodium pada perlakuan M3 (30%RL) memberikan hasil lebih tinggi yaitu 156,890 µg
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2 (20%RL) sebesar 130,822 µg dengan
nilai (p) = 0,314, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan M1(10%RL) sebesar 98,273

96
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

µg dengan nilai (p) = 0,035 dan perlakuan M0 (0%RL) yang memberikan hasil
terendah yaitu 0,000 µg dengan nilai (p) = 0,001. Sedangkan hasil analisis terhadap
kandungan yodium mi rumput laut yang sudah diolah lebih lanjut dalam bentuk mi
goreng (lampiran 7), diperoleh nilai uji statistik sebesar 818,255 dan nilai signifikansi
(p) = 0,000. Dengan α = 0,05, maka nilai signifikansi (p) < α 0,05. Hal ini berarti
kandungan yodium dalam mi rumput laut goreng berbeda nyata pada berbagai
perlakuan. Selanjutnya dengan uji-T (Independent Sample T-Test) dapat ditunjukkan
bahwa kandungan yodium tersebut pada masing-masing perlakuan saling berbeda
nyata satu sama lain dan perlakuan M3 (30%RL) memberikan hasil lebih tinggi yaitu
97,560 µg dibanding dengan perlakuan M2 (20%RL) sebesar 85,660 µg, perlakuan
M1(10%RL) sebesar 68,708 µg dan perlakuan M0 (0%RL) yang memberikan hasil
terendah yaitu 0,000 µg.

4. Uji Organoleptik

Berdasarkan hasil analisis Friedman Two-Way Anova, menunjukkan bahwa uji


organoleptik terhadap mi rumput laut yang meliputi aspek rasa, aroma, warna dan
kekenyalan memberikan hasil sebagai berikut:

5. Uji Rasa

Hasil analisis uji rasa mi rumput laut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)
sebesar 0,000. Dengan α = 0,05, maka nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
nyata antar perlakuan (lampiran 8). Selanjutnya dengan uji beda Friedman (multiple
comparison) sebesar 0,8262 diperoleh hasil bahwa : nilai rata-rata ranking uji rasa
tertinggi dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) yaitu 3,08 yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan M0 (0% RL) sebesar 2,74 dan perlakuan M2 (20% RL) sebesar 2,34,
tetapi perlakuan M1(10% RL) berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30% RL) yang
memiliki nilai rata-rata ranking terendah yaitu 1,84. Sedangkan perlakuan M2 (20%
RL) tidak berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30% RL).

7. Uji Aroma

Hasil analisis uji aroma mi rumput laut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)
sebesar 0,091. Dengan α = 0,05, maka nilai p > 0,05 , hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan nyata antar perlakuan M0 (0% RL), M1 (10% RL), M2 (20% RL) dan
M3(30% RL) (lampiran 9).

8. Uji Warna

Hasil analisis uji warna mi rumput laut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)
sebesar 0,000. Dengan α = 0,05, maka nilai p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
nyata antar perlakuan (lampiran 10). Selanjutnya dengan uji beda Friedman (multiple
comparison) sebesar 0,8262 diperoleh hasil bahwa : nilai rata-rata ranking uji warna

97
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
tertinggi dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) yaitu 3,13 yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan M0 (0% RL) sebesar 2,61, tetapi perlakuan M1 (10% RL) berbeda
nyata dengan perlakuan M2 (20%RL) sebesar 2,19 dan perlakuan M3 (30% RL) yang
memiliki nilai rata-rata ranking terendah sebesar 2,07.

9. Uji Kekenyalan

Hasil analisis uji kekenyalan mi rumput laut menunjukkan bahwa nilai signifikansi
(p) sebesar 0,000. Dengan α = 0,05, maka nilai p < 0,05 yang berarti terdapat
perbedaan nyata antar perlakuan (lampiran 11). Selanjutnya dengan uji beda
Friedman (multiple comparison) sebesar 0,8262 diperoleh hasil bahwa : nilai rata-rata
ranking uji kekenyalan tertinggi dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) yaitu 2,82 yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (0%RL) sebesar 2,80 dan perlakuan M2
(20%RL) sebesar 2,49, tetapi perlakuan M1 (10% RL) berbeda nyata dengan
perlakuan M3 (30%RL) dengan nilai rata-rata ranking terendah yaitu 1,89.

PEMBAHASAN
1. Kandungan Karbohidrat Mi Rumput Laut

Hasil analisis uji laboratorium terhadap kandungan karbohidrat mi rumput laut


menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan yaitu kandungan
karbohidrat tertinggi dicapai oleh perlakuan M0 (0% RL) yaitu 44,399% yang tidak
berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10% RL) sebesar 44,055% dan perlakuan
M2(20% RL) sebesar 42,317%, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata dengan
perlakuan M3 (30% RL) yang memberikan hasil terendah yaitu 36,574%. Hal ini
berarti bahwa peningkatan persentase rumput laut pada tepung terigu akan
mengakibatkan menurunnya kandungan karbohidrat. Namun demikian dari segi
aspek nilai gizi mi rumput laut yang dihasilkan pada perlakuan M1 (10% RL) sebesar
44,055% adalah yang tertinggi, karena secara uji statistik menunjukkan bahwa hasil
analisis perlakuan M1 (10% RL) sebesar 44,055% tersebut tidak berbeda nyata dengan
M0 (0%RL) sebesar 44,399% (kontrol).

Dengan hasil yang dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) sebesar 44,055%, berarti
terdapat kandungan karbohidrat dalam mi rumput laut sebesar 44,055 gram per 100
gram bahan, sehingga dapat memberi sumbangan energi dalam diet manusia
sebesar 176,22 kkalori. Menurut Almatsier, S. (2001) bahwa glukosa yang berasal
dari karbohidrat mempunyai peranan sentral dalam metabolisme, karena terdapat
jaringan tertentu seperti sel darah merah, sebagian besar sel otak dan sistem syaraf
yang hanya memperoleh energi dari karbohidrat dan tidak dapat digantikan oleh
lemak. Jadi makanan sehari-hari harus mengandung karbohidrat dan dibutuhkan 50
– 100 gram karbohidrat sehari untuk mencegah ketosis.

98
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

2. Kandungan Serat Mi Rumput Laut

Hasil analisis terdapat uji laboratorium terhadap kandungan serat mi rumput laut
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (p < 0,05) yaitu
kandungan serat tertinggi dicapai oleh perlakuan M3 (30% RL) yaitu 1,599% yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2 (20% RL) sebesar 1,446% dan perlakuan
M1(10% RL) sebesar 1,346%. Akan tetapi perlakuan M2 (20% RL) dan M3 (30% RL)
tersebut berbeda nyata dengan perlakuan M0 (0%RL) yang memberikan hasil
terendah yaitu 0,949%, dimana perlakuan M0 (0% RL) tidak berbeda nyata dengan
perlakuan M1(10% RL). Hal ini berarti bahwa peningkatan proporsi rumput laut
dalam komposisi pembuatan mi basah, menyebabkan makin meningkatnya
kandungan serat.

Dengan hasil yang dicapai oleh ketiga perlakuan yaitu perlakuan M1 (10%RL)
sebesar 1,346%, perlakuan M2 (20% RL) sebesar 1,446% perlakuan M3 (30%RL)
sebesar 1,599%; berarti masing-masing terdapat kandungan serat dalam mi rumput
laut sebesar 1,346 gram, 1,446 gram dan 1,599 gram per 100 gram bahan, sehingga
dapat memberi sumbangan kebutuhan serat dalam diet manusia. Menurut Garrow,
J.S., et al. (1993), disebutkan bahwa kebutuhan serat untuk tubuh manusia sangatlah
bervariasi menurut pola makanan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara
khusus untuk serat makanan. Konsumsi serat rata-rata sebesar 25 gram/hari dapat
dianggap cukup untuk memelihara kesehatan tubuh. Selanjutnya oleh Sediaoetama,
A.D. (1999), ditambahkan bahwa serat bahan makanan dapat berperan terhadap
pengikatan asam empedu yang diduga sebagai promotor terbentuknya proses
(kimiawi) karsinogenesis. Sehingga apabila proses pengikatan itu terjadi dapat
menurunkan risiko terjadinya kanker usus besar, dan juga dapat menurunkan kadar
kolesterol darah.

3. Kandungan Protein Mi Rumput Laut

Hasil analisis uji laboratorium terhadap kandungan protein mi rumput laut


menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan (p < 0,05) yaitu
kandungan protein tertinggi dicapai oleh perlakuan M0 (0% RL) yaitu 9,066% yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10% RL) sebesar 8,940%, tetapi kedua
perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30% RL) yang memberikan
hasil terendah sebesar 7,616%. Sedangkan perlakuan M2(20% RL) sebesar 8,155%
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30%RL). Hal ini berarti bahwa
peningkatan proporsi rumput laut mengakibatkan penurunan proporsi tepung
terigu dalam pembuatan mi basah, sehingga menyebabkan makin menurunnya
kandungan protein. Namun demikian dari segi aspek nilai gizi mi rumput laut yang
dihasilkan pada perlakuan M1 (10% RL) sebesar 8,940% adalah yang tertinggi,

99
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
karena secara uji statistik menunjukkan bahwa hasil analisis perlakuan M1 (10%RL)
sebesar 8,940% tersebut tidak berbeda nyata dengan M0 (0% RL) sebesar 9,066%.

Dengan hasil yang dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) sebesar 8,940%, berarti
terdapat kandungan protein dalam mi rumput laut sebesar 8,940 gram per 100 gram
bahan, sehingga dapat memberi sumbangan energi dalam diet manusia sebesar 35,76
kalori per 100 gram bahan. Berdasarkan Standar Industri Indonesia tentang
persyaratan mutu mi basah (SII.2046-90) dinyatakan bahwa kandungan protein
sebaiknya minimal sebesar 8%, jadi berarti kandungan protein dalam mi rumput
laut sebesar 8,940% yang dicapai oleh perlakuan M1 (10% RL) masih memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.

4. Kandungan Yodium Mi Rumput Laut

Hasil analisis uji laboratorium terhadap kandungan yodium mi rumput laut


menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar perlakuan (p < 0,05) yaitu
kandungan yodium per 100 gram bahan pada perlakuan M3 (30% RL) memberikan
hasil lebih tinggi yaitu 156,890 µg yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2
(20%RL) sebesar 130,822 µg, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan
perlakuan M1(10% RL) sebesar 98,273 µg dan perlakuan M0 (0% RL) yang
memberikan hasil terendah yaitu 0,000 µg makin meningkatnya kandungan yodium.

Dengan hasil yang dicapai oleh ketiga perlakuan yaitu perlakuan M3 (30%RL) yaitu
156,890 µg, perlakuan M2 (20%RL) sebesar 130,822 µg, dan perlakuan M1(10%RL)
sebesar 98,273 µg per 100 gram bahan, akan dapat memberi sumbangan kebutuhan
yodium dalam diet manusia. Menurut Almatsier, S. (2001), bahwa konsumsi normal
yodium adalah 100-150 µg sehari atau sekitar 1-2 µg per kg berat badan dan
berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1998) dinyatakan bahwa
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk yodium sebagai berikut : bayi sebesar 50-70 µg,
balita dan anak sekolah sebesar 70-120 µg, remaja dan dewasa sebesar 150 µg, ibu
hamil ditambah 25 µg dan ibu menyusui ditambah 50 µg per hari.

5. Nilai Organoleptik Mi Rumput Laut

Berdasarkan Tabel 6, tentang kisaran dan nilai modus terhadap uji rasa mi rumput
laut secara organoleptik sebagai hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa nilai
modus tertinggi dicapai perlakuan M1 (10%RL) yaitu sebesar 7 (suka) dengan
kisaran nilai 3 - 9, kemudian disusul perlakuan M0 (0% RL) yaitu 5 (biasa), lalu
perlakuan M2 (20%RL) dan M3 (30%RL) masing-masing sebesar 3 (tidak suka). Hal
ini menunjukkan adanya kecenderungan yang positif terhadap mi rumput laut
sebagai hasil perlakuan M1 (10% RL) yang hasil respon panelis menyatakan suka
terhadap produk makanan tersebut.Hal ini menunjukkan tingginya respon yang

100
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

positip pada perlakuan M1 (10% RL), berarti mi rumput laut hasil perlakuan M1 (10%
RL) tersebut sangat berpeluang diterima oleh masyarakat konsumen.

Hasil analisis uji rasa mi rumput laut menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata
antar perlakuan (p < 0,05) . Selanjutnya dengan uji beda Friedman (multiple
comparison) diperoleh hasil bahwa: nilai rata-rata ranking uji rasa tertinggi dicapai
oleh perlakuan M1 (10% RL) yaitu 3,08 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
M0 (0% RL) sebesar 2,74 dan perlakuan M2 (20% RL) sebesar 2,34, tetapi perlakuan
M1(10% RL) berbeda nyata dengan perlakuan M3 (30% RL) yang memiliki nilai rata-
rata ranking terendah yaitu 1,84. Sedangkan perlakuan M2 (20% RL) tidak berbeda
nyata dengan perlakuan M3 (30% RL). Hasil ini semakin memperkuat peluang
bahwa mi rumput laut pada perlakuan M1(10% RL) dapat diterima oleh masyarakat
konsumen. Menurut Soekarto (1985), bahwa uji rasa lebih banyak melibatkan indra
lidah yang dapat diketahui melalui kelarutan bahan makanan tersebut dalam saliva
dan kontak dengan syaraf perasa. Peramuan rasa merupakan suatu sugesti kejiwaan
seseorang terhadap makanan serta menentukan nilai kepuasan orang yang
memakannya. Jadi dengan demikian perlakuan M1 (10% RL) dapat dikatakan paling
dapat diterima oleh indera lidah masyarakat konsumen.

Berdasarkan tabel 7, tentang kisaran dan nilai modus terhadap uji aroma mi rumput
laut secara organoleptik sebagai hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa nilai
modus tertinggi dicapai perlakuan M1 (10%RL) yaitu sebesar 7 (suka) dengan
kisaran nilai 2 - 9, kemudian disusul perlakuan M0 (0%RL) yaitu 5 (biasa) hingga 7
(suka), lalu perlakuan M2 (20% RL) dan M3 (30% RL) masing-masing sebesar 5
(biasa). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang positif terhadap mi
rumput laut sebagai hasil perlakuan M1 (10%RL) yang hasil respon panelis
menyatakan suka terhadap produk makanan tersebut. Hal ini menunjukkan
tingginya respon yang positif pada perlakuan M1 (10%RL), berarti mi rumput laut
hasil perlakuan M1 (10% RL) tersebut sangat berpeluang diterima oleh masyarakat
konsumen.

Hasil analisis uji aroma mi rumput laut (Friedman Two-Way Anova) menunjukkan
bahwa tidak adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p > 0,05) , maka hal ini
berarti produk mi rumput laut dari segi aroma tidak menyimpang atau tidak
berbeda dengan mi tanpa rumput laut. Menurut Winarno F.G. (1992), bahwa uji
aroma lebih banyak melibatkan indra penciuman, karena kelezatan suatu makanan
sangat ditentukan oleh aroma makanan tersebut dan dapat merupakan salah satu
indikator penting dalam menentukan kualitas bahan pangan. Umumnya konsumen
akan menyukai bahan pangan jika mempunyai aroma khas yang tidak menyimpang
dari aroma normal. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari segi
penciuman perlakuan M1 (10% RL) dapat memberikan bau yang paling sedap.

101
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
Berdasarkan Tabel 8, tentang kisaran dan nilai modus terhadap uji warna mi rumput
laut secara organoleptik sebagai hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa nilai
modus tertinggi dicapai oleh tiga perlakuan masing-masing sebesar 7 (suka) yaitu
perlakuan M1 (10% RL) dengan kisaran nilai 3 - 9, perlakuan M0 (0% RL) dengan
kisaran nilai 1 - 9, dan perlakuan M2 (20% RL) dengan kisaran nilai 2 – 9 dan
perlakuan M3 (30%RL) nilai modus sebesar 5 (biasa). Sedang hasil analisis uji warna
mi rumput laut menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p <
α 0,05) . Selanjutnya dengan uji beda Friedman (multiple comparison) diperoleh hasil
bahwa : nilai rata-rata ranking uji warna tertinggi dicapai oleh perlakuan M1 (10%
RL) yaitu 3,13 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (0% RL) sebesar 2,61,
tetapi perlakuan M1 (10% RL) berbeda nyata dengan perlakuan M2 (20% RL) sebesar
2,19 dan perlakuan M3 (30%RL) yang memiliki nilai rata-rata ranking terendah
sebesar 2,07. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang positip terhadap mi
rumput laut sebagai hasil perlakuan M1 (10%RL) yang hasil respon panelis
menyatakan suka terhadap warna produk makanan tersebut. Hal ini menunjukkan
tingginya respon yang positip pada perlakuan M1 (10% RL), berarti mi rumput laut
hasil perlakuan M1 (10% RL) tersebut sangat berpeluang diterima oleh masyarakat
konsumen. Menurut Winarno, F.G. (1992), bahwa uji warna lebih banyak melibatkan
indra penglihatan dan merupakan salah satu indikator juga untuk menentukan
apakah suatu bahan pangan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen, karena
makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi dan bertekstur baik) belum tentu
akan disukai oleh konsumen bilamana bahan pangan tersebut memiliki warna yang
tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna aslinya. Jadi dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perlakuan M1 (10% RL) paling dapat diterima pula oleh
masyarakat konsumen.

Berdasarkan Tabel 9, tentang kisaran dan nilai modus terhadap uji kekenyalan mi
rumput laut secara organoleptik sebagai hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa
nilai modus tertinggi dicapai oleh dua perlakuan masing-masing sebesar 7 (suka)
yaitu perlakuan M1 (10%RL) dengan kisaran nilai 3 - 9, dan perlakuan M0 (0%RL)
dengan kisaran nilai 2 - 8, sedang perlakuan M2 (20%RL) memiliki nilai modus yaitu
5 dan 7 dengan kisaran nilai 3 – 8, sehingga persentase frekuensi panelis menurun
dengan meningkatnya proporsi rumput laut. Pada perlakuan M3 (30%RL) nilai
modus sebesar 6 (agak suka). Sedang hasil analisis uji kekenyalan mi rumput laut
menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata antar perlakuan (p < 0,05) .
Selanjutnya dengan uji beda Friedman (multiple comparison) diperoleh hasil bahwa :
nilai rata-rata ranking uji kekenyalan tertinggi dicapai oleh perlakuan M1 (10%RL)
yaitu 2,82 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (0%RL) sebesar 2,80 dan
perlakuan M2 (20%RL) sebesar 2,49, tetapi perlakuan M1 (10%RL) berbeda nyata
dengan perlakuan M3 (30%RL) dengan nilai rata-rata ranking terendah yaitu 1,89.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan proporsi rumput laut dalam komposisi

102
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104

pembuatan mi basah (perlakuan M1 (10%RL)) ada kecenderungan positif terhadap


respon panelis yang menyatakan suka terhadap produk makanan tersebut. Hal ini
menunjukkan tingginya respon yang positip pada perlakuan M1 (10%RL), berarti mi
rumput laut hasil perlakuan M1 (10%RL) tersebut sangat berpeluang diterima oleh
masyarakat konsumen.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil uji laboratorium dan analisis data hasil penelitian terhadap
kandungan serat, yodium, karbohidrat dan protein pada mi rumput laut, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kandungan serat mi rumput laut tertinggi dicapai oleh perlakuan M3 (30%RL)


sebesar 1,599 gram dan terendah pada perlakuan M0 (0%RL) sebesar 0,949 gram per
100 gram bahan. Sedangkan kandungan yodium tertinggi terhadap mi rumput laut
dicapai oleh perlakuan M3 (30%RL) sebesar 156,89 µg dan terendah pada perlakuan
M1 (10%RL) yang sebesar 98,273 µgr per 100 gram bahan. Dan untuk kandungan
karbohidrat mi rumput laut tertinggi dicapai oleh perlakuan M0 (tanpa rumput laut)
sebesar 44,399 gram dan terendah pada perlakuan M3 (30%RL) yang sebesar 36,574
gram per 100 gram bahan. Selanjutnya untuk kandungan protein mi rumput laut
tertinggi dicapai oleh perlakuan M0 (0%RL) sebesar 9,066 gram dan terendah pada
perlakuan M3 (30%RL) yang sebesar 7,616 gram per 100 gram bahan.

Secara uji statistik anova one way kandungan serat dari ketiga perlakuan dan kontrol
menunjukkan perbedaan yang significan (p < 0,05). Demikian juga untuk
kandungan yodium, secara uji statistik anova one way, juga terdapat perbedaan yang
significan (p < 0,05) dari ketiga perlakuan dan kontrol. Hasil uji statistik anova one
way yang sama (berbeda significan pada p < 0,05) juga dijumpai pada kandungan
karbohidrat dan protein dari ketiga perlakuan dan kontrol.

Hasil uji organoleptik yang meliputi aspek rasa, aroma, dan warna yang dilakukan
50 panelis terhadap mi rumput laut pada berbagai perlakuan menunjukkan adanya
kecenderungan yang kuat terhadap penerimaan mi rumput laut pada perlakuan M1
(10%RL). Meskipun hasil respon panelis dengan frekuensi tertinggi menyatakan
suka pada aspek kekenyalan dicapai oleh perlakuan M0 (0%RL), akan tetapi secara
uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 (10%RL).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Direktur PT


Indofood Sukses Makmur Tbk., Bogasari Flour Mills, Jakarta yang telah memberikan
dana demi berhasilnya penelitian ini. Terima kasih yang tak ternilai harganya juga

103
Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat
dan Yodium Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah (Bambang Wirjatmadi, Merryana
Adriani, Sri Purwanti)
kami sampaikan kepada Ketua Pelaksana Bogasari Nugraha 2001 beserta staf yang
telah membantu banyak dalam kelancaran administrasi demi suksesnya penelitian
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hal 85–87.
Garrow, J.S. and James, W.P.T. 1993. Carbohydrate. Human Nutrition and Dietetics.
Churchill Livingstone, Edinburgh London, Madrid, Melbourne, New York
and Tokyo.
LIPI. 1998. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong, Jakarta.
Sediaoetama, A.D. 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Dian
Rakyat, Jakarta.
Soekarto 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Winarno, F.G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1992. Kimia Pangan Gizi. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

104

You might also like