Professional Documents
Culture Documents
MODUL
KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN MATERI
PEMBELAJARAN
Oleh:
Drs. Suparlan, M.Ed
1
Daftar Isi
1 Pengantar............................................................................................................................3
2 Kompetensi.........................................................................................................................3
3 Tujuan Pembelajaran..........................................................................................................3
4 Kegiatan Pembelajaran.......................................................................................................4
4.1 Rincian Materi Pembelajaran......................................................................................4
4.2 Uraian Singkat Materi Pembelajaran dan Contoh.......................................................4
4.3 Tes Formatif Untuk Masing-masing Pertemuan.......................................................20
4.4 Umpan Balik..............................................................................................................24
5 Referensi...........................................................................................................................24
6 Lampiran...........................................................................................................................24
2
1 Pengantar
Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, calon guru harus
memiliki empat standar kompetensi guru, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2)
kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogis adalah kompetensi yanga terkait dengan penguasaan guru
tentang teori belajar mengajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik,
termasuk di dalamnya penguasaan terhadap hal-hal yang terkait dengan kurikulum.
Mata kuliah Kurikulum dan Pengembangan Materi Pembelajaran ini mencakup dua
hal penting: (1) hal-hal yang terkait dengan kurikulum, dan (2) pengembangan
materi pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum.
2 Kompetensi
3 Tujuan Pembelajaran
3
4 Kegiatan Pembelajaran
4.1 Rincian Materi Pembelajaran
Mata kuliah ini disampaikan kepada mahasiswa dalam 12 kali pertemuan dengan
rindian materi pembelajaran sebagai berikut:
Pengertian kurikulum:
4
encompasses the entire scope of formative deed and experience occurring
in and out of school, and not experiences occurring in school; experiences
that are unplanned and undirected, and experiences intentionally directed
for the purposeful formation of adult members of society
(www.wikipedia.com).
• Secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan dalam dunia
pendidikan dengan pengertian sebagai sejumlah pengetahuan atau mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai
satu tujuan pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan. Sebagai tanda
atau bukti bahwa seseorang peserta didik telah mencapai standar
kompetensi yang telah ditetapkan adalah dengan sebuah ijazah atau
sertifikat.
• Pengertian kurikulum mengalami perkembangan selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Prof. Dr. H. Engkoswara,
M.Ed, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia telah merumuskan
perkembangan pengertian kurikulum tersebut dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
• K = -------------, artinya kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh
oleh pelari.
• K = Σ MP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik.
• K = Σ MP + KK, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran
dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sekolah yang harus
ditempuh oleh peserta didik.
• K = Σ MP + K + SS + TP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran dan kegiatan-kegiatan dan segala sesuatu yang yang
berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau sekolah.
Para pakar kurikulum telah mencoba untuk mendefinisikan kurikulum. Dari sekian
banyak definisi tersebut dalam modul ini akan dikemukakan beberapa definisi.
5
that forms human beings in to persons. Personal formation via curricula is
studied at the personal level and at the group level, i.e. cultures and
societies (e.g. professional formation, academic discipline via historical
experience). The formation of a group is reciprocal, with the formation of
its individual participants.
• Although it formally appeared in Bobbitt's definition, curriculum as a
course of formative experience also pervades John Dewey's work (who
disagreed with Bobbitt on important matters). Although Bobbitt's and
Dewey's idealistic understanding of "curriculum" is different from current,
restricted uses of the word, curriculum writers and researchers generally
share it as common, substantive understanding of curriculum.
• In formal education or schooling (cf. education), a curriculum is the set of
courses, course work, and content offered at a school or university. A
curriculum may be partly or entirely determined by an external,
authoritative body (i.e. the National Curriculum for England in English
schools). In the U.S., each state, with the individual school districts,
establishes the curricula taught. Each state, however, builds its curriculum
with great participation of national academic subject groups selected by
the United States Department of Education, e.g. National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM) for mathematical instruction. In
Australia each state's Education Department establishes curricula.
UNESCO's International Bureau of Education has the primary mission of
studying curricula and their implementation worldwide.
• Curriculum means two things: (i) the range of courses from which students
choose what subject matters to study, and (ii) a specific learning program.
In the latter case, the curriculum collectively describes the teaching,
learning, and assessment materials available for a given course of study.
• Edward A. Krug mendefinisikan kurikulum sebagai berikut. “A curriculum
consists of the means used to achieve or carry out given purposes of
schooling”.
6
3. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang
terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum
faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah,
tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri.
Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai
contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh
kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
• Berdasarkan struktur dan materi mata pelajaran yang diajarkan, kita dapat
membedakan:
1. Kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum), kurikulum yang
mata pelajarannya dirancang untuk diberikan secara terpisah-pisah.
Misalnya, mata pelajaran sejarah diberikan terpisah dengan mata
pelajaran geografi, dan seterusnya.
2. Kurikulum terpadu (integrated curriculum), kurikulum yang bahan
ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan fusi dari beberapa mata pelajaran sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran
dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah
Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia,
dan beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu.
3. Kurikulum terkorelasi (corelated curriculum), kurikulum yang bahan
ajarnya dirancang dan disajikan secara terkorelasi dengan bahan ajar
yang lain.
7
Dalam pertemuan V ini, mahasiswa akan menjawab menjawab soal-soal berbentuk
Benar – Salah sebagai berikut:
8
disebut Sains.
1975 Kurikulum 1975 • Kurikulum ini disusun dengan kolom-
kolom yang sangat rinci.
1984 Kurikulum 1984 • Kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 1975
1994 Kurikulum 1994 • Kurikulum ini merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 1984
2004 Kurikulum Berbasis • Kurikulum ini belum diterapkan di
Kompetensi (KBK) seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa
sekolah telah dijadikan uji coba dalam
rangka proses pengembangan kurikulum
ini
2008 Kurikulum Tingkat • KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP,
Satuan Pendidikan karena KTSP sesungguhnya telah
(KTSP) mengadopsi KBK. Kurikukulum ini
dikembangkan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu
ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi
dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Konsep dasar KTSP meliputi 3 (tiga) aspek yang saling terkait, yaitu (a) kegiatan
pembelajaran, (b) penilaian, dan (c) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
9
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4. Kontekstual
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam
6. Belajar melalui berbuat
10
Foto:
Para guru sedang mengikuti diklat tentang penyusunan KTSP (Australia
Indonesia Basic Education Program - IBEP)
11
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
12
1. Bab I Pendahuluan, meliputi subbab (A) Latar Belakang, (B) Tujuan, dan (C)
Prinsip Pengembangan KTSP.
2. Bab II Tujuan Pendidikan, meliputi subbab (A) Visi, (B) Misi, (C) Tujuan
Sekolah.
3. Bab III Struktur dan Muatan Kurikulum, meliputi (A) mata pelajaran, (B)
muatan lokal, (C) kegiatan pengembangan diri, (D) pengaturan beban belajar,
(E) ketuntasan belajar, (F) kenaikan kelas dan kelulusan, (G) pendidikan
kecakapan hidup, dan (H) pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
Pengaturan beban belajar mengacu pada bab III Standar Isi. Beban belajar
dalam bentuk tatap muka dirancang bersama oleh satuan pendidikan.
Rancangan beban belajar dalam bentuk penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur dirancang oleh guru mata pelajaran.
Ketuntasan belajar adalah target minimal yang akan dicapai oleh satuan
pendidikan. Kriteria Ketuntasan minimal (KKM) merupakan hasil analisis
atas kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa terhadap kompetensi dasar,
standar kompetensi, dan mata pelajaran yang dibelajarkan. Agar hasil belajar
peserta didik dapat mencapai, bahkan melebihi KKM, satuan pendidikan
merancang program remedial dan pengayaan.
13
4. Baba IV Kalender pendidikan berisi rancangan kalender sekolah yang
mengacu pada kalender dinas pendidikan terkait dan pedoman penyusunan
kalender yang terdapat dalam bab IV standar isi.
Dokumen KTSP:
• KTSP terdiri atas dua dokumen, yaitu (1) dokumen I yang berisi tentang (a)
landasan, (b) program, dan (c) pengembangan kurikulum.
• Dokumen I (pertama) disusun oleh tim handal yang dibentuk oleh sekolah
dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan
tersebut adalah (1) kepala sekolah, (2) guru, (3) tenaga administrasi, (4)
pengawas sekolah, dan (5) komite sekolah dan orangtua siswa, serta (6) dinas
pendidikan.
• Dokumen II (kedua) merupakan penjabaran secara operasional dari dokumen
pertama, terdiri atas (a) silabus dan (b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
• Dokumen Dokumen II disusun oleh guru kelas dan guru mata pelajaran, atau
kelompok kerja guru kelas atau guru mata pelajaran dalam kegiatan organisasi
profesi seperti Kelompok Kerja Guru (untuk guru sekolah dasar),
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), atau bahkan Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI).
Pertemuan X: Silabus
Silabus menjawab tiga pertanyaan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu apa
kompetensi yang harus dikuasai siswa, bagaimana cara mencapainya, dan
bagaimana cara mengetahui pencapaiannya.
Silabus disusun oleh guru yang mengajarkan mata pelajaran. Proses penyusunan
silabus dapat saja disusun bersama oleh satu tim guru mata pelajaran, dalam satu
kegiatan guru, misalnya dalam kegiatan MGMP.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 Ayat (2), Sekolah dan komite
sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
14
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI.
MTs, MA, dan MAK.
Contoh silabus
15
Contoh Silabus
Silabus
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
My Listening-Speaking Family life Siswa terbiasa Siswa Penilaian 10 jam Contoh-contoh teks
Family Siswa dapat menyapa orang lain membiasakan otentik pelajaran yang sesuai (lisan dan
berinteraksi secara dengan ungkapan diri untuk dengan (belum tulis), termasuk yang
interpersonal sangat yang benar dalam berinteraksi unjuk kerja termasuk diucapkan oleh guru
sederhana dengan bahasa Inggris sesuai dalam hal (performan- untuk secara rutin atau yang
lingkungan terdekat, dengan waktu dan perkenalan, ce) terstruktur diambil dari buku teks
terutama dalam orang yang diajak sapaan, ucapan dan mandiri) atau seumber-sumber
- Perkenalan bicara. terima kasih dan lain.
diri/orang lain Identity Siswa dapat permintaan maaf Orang, dan alat bantu
- sapaan menyebutkan dalam konteks belajar yang sesuai
- ucapan terima anggota keluarga inti kehidupan nyata, yang terdapat di
kasih dan terdekat. terutama di lingkungan hidup
- permintaan lingkungan siswa (termasuk di
maaf sekolah, dengan rumahnya). Jika ada,
guru dan teman. tayangan atau
rekaman elektronik di
TV, kaset,
audio/visual, dsb.
15
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
Siswa dapat meminta Home Siswa dapat
dan memberi environ-ment menyebutkan nama
informasi tentang benda-benda yang
nama benda-benda di ada di rumahnya.
lingkungan sekitar,
seperti:
- Things in my
bedroom
- Things in my
kitchen
Reading Identity - Siswa dapat - -
- Siswa dapat membaca nyaring
memahami teks-teks bacaan
hubungan anggota pendek dengan
keluarga inti dan ucapan, intonasi,
terdekat yang dan tata bahasa
disebutkan dalam yang benar.
teks fungsional - Siswa dapat
pendek. menyebutkan
hubungan keluarga
orang-orang yang
disebutkan dalam
teks pendek,
dengan bantuan
family tree, seperti:
‘Rini is my ….
She’s beautiful.’, ‘I
16
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
like my uncle. His
name is ….’
- Siswa dapat - Home - Siswa dapat - -
memahami environ- membaca nyaring
benda-benda di ment teks-teks bacaan
lingkungan pendek dengan
sekitar yang ucapan, intonasi,
disebutkan dalam dan tata bahasa
teks fungsional yang benar.
pendek. - Siswa dapat
menyebutkan
benda-benda yang
disebutkan dalam
teks fungsional
pendek.
Writing - Identi - Menuliskan
- Siswa dapat ty anggota keluarga
menghasilkan teks inti dan
fungsional pendek terdekatnya,
untuk dengan tata
memperkenalkan bahasa, ejaan, dan
anggota keluarga tanda baca yang
inti terdekatnya. benar.
My … - My … 3
School Classroom
- My
17
Standar
Pengalaman Alokasi
Tema Kompetensi/ Subtema Indikator Penilaian Sumber/Bahan/Alat
Belajar waktu
Kompetensi Dasar
teachers
- The
Canteen
- Break time
18
Pertemuan XI: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Format RPP
Mata Pelajaran :…
Kelas/Semester :…
Pertemuan Ke- :…
Alokasi Waktu :…
Standar Kompetensi :…
Kompetensi Dasar :…
Indikator :…
I. Tujuan Pembelajaran :…
II. Materi Ajar :…
III. Metode Pembelajaran : ....
IV Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan pertama
1. Kegiatan Awal :…
2. Kegiatan Inti :…
3. Kegiatan Akhir : ....
Pertemuan kedua
19
Pertemuan XII: UAS dan Tugas Mandiri
Tugas Mandiri:
Tes esai:
2 K = Σ MP
3 K = Σ MP + KK
4 K = Σ MP + K + SS +
TP
20
Tes formatif dalam bentuk esai:
Tes tertulis dalam bentuk esai. Materi tes ini dirangkum dari tes formatif 2 sampai
ke lima.
21
10. Rencana Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum
sekolah (B/S)
11. Rencana Pelajaran 1947 sampai dengan Kurikulum 2004 termasuk kurikulum
ideal (ideal curriculum) (B/S)
12. Rencana Pelajaran merupakan istilah lama untuk kurikulum (B/S)
13. Sebelum tahun 1968 dunia pendidikan di Indonesia telah mengenal istilah
kurikulum (B/S)
14. Secara etimologis, kurikulum berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari
(B/S)
15. Semua kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam pengertian
kurikulum (B/S)
22
2. Apakah RPP sama dengan lesson plan, atau Rencana Pengajaran, atau Satuan
Pelajaran?
3. Bagaimana format RPP, dan jelaskan secara singkat!
4. Apakah itu PAKEM?
UAS menggunakan tes tertulis dalam bentuk soal Betul/Salah sebagai berikut:
23
24. Semua kegiatan yang dirancang oleh sekolah juga termasuk dalam pengertian
kurikulum (B/S)
25. Setiap guru harus membuat silabus dan RPP (B/S)
1. Tugas mandiri dan tes yang akan dinilai adalah: (A) tugas mandiri, (B) tes
formatif, (C) UTS (ujian tengah semester), dan (D) UAS (ujian akhir
semester).
2. Bobot A = 1, B = 2, C = 3, dan D = 4
3. Nilai Akhir Semester adalah (AX1) + (BX2) + (CX3) + (DX4) : 4.
4. Dengan skala 4, nilai tersebut dapat dipadankan sebagai berikut:
Baik Sekali = 80 – 100
Baik = 70 – 79
Sedang = 60 – 69
Kurang = < 60
5 Referensi
6 Lampiran
6.1. Lampiran 1: Artikel Pilihan
Oleh Suparlan *)
24
Innovation is change that creates a new dimension of performance
(Peter Drucker: Hesselbein, 2003)
Innovation is the creation of the new or the re-arranging of the old in a new way (Michael
Vance)
Kita sekarang akan mencoba menjadi orang yang berfikiran hebat. Siapa takut? Kita
sedang membicarakan ide-ide atau gagasan-gagasan, bukan membicarakan fakta-fakta
saja, apalagi membicarakan orang lain. Gagasan apa saja itu? Tentang program inovatif
sekolah.
Benar sekali. Tapi, gagasan-gagasan yang akan ditulis ini mungkin saja memang bukan
benar-benar baru bagi sekolah tertentu. Namun sekolah yang lain mungkin dapat menjadi
sesuatu yang sangat berharga. Memang, gagasan baru juga harus semua komponennya
harus baru. Gagasan baru itu bisa jadi dari gagasan yang sudah lama, yang kemudian
diperbaiki, disempurnakan dengan memperbaiki satu atau beberapa elemennya, sehingga
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Itu pun sudah dapat disebut sebagai apa yang dikenal
dengan inovasi. Innovation is the creation of the new or the re-arranging of the old in a
new way (Michael Vance)
Tulisan ini akan mencoba membahas tentang program sekolah yang dapat dinilai inovatif.
Peter Drucker menjelaskan kepada kita bahwa inovasi sesungguhnya adalah perubahan
yang menciptakan satu dimensi baru kinerja organisasi. Dalam hal ini, kinerja lembaga
pendidikan sekolah.
Sungguh, kita harus malu dengan peringkat ke empat di Pesta Olahraga Asia Tenggara.
Kita telah jauh ketinggalan dari negara Thailand. Bahkan juga ketinggalan dari Vietnam.
Kondisi ini juga tampak dari Human Development Index (HDI) Indonesia yang berada di
bawah Vietnam. Padalah dahulu, dalam acara olahraga yang bergengsi ini kita selalu
unggul. Boleh dikatakan bahwa negara yang lain berebut pada urutan kedua. Boleh jadi
semua itu terjadi memang karena dampak negatif dari krisis multidimensional yang masih
belum sepenuhnya usai. Namun, banyak orang yang meneropongnya dari faktor
kemunduran dunia pendidikan kita. Dengan demikian, maka sumber masalahnya adalah
lembaga pendidikan sekolah. Program peningkatan kompetensi SDM secara terencana dan
berkelanjutan memang harus dimulai di lembaga pendidikan sekolah. Setelah lembaga
pendidikan keluarga, maka lembaga pendidikan sekolah harus menjadi tempat yang
strategis untuk dapat meningkatkan kompetensi SDM yang handal. Untuk dapat
membangun SDM yang handal, kita tidak bisa hanya melakukan yang biasa-biasa saja.
Juga tidak hanya dengan program-program yang biasa. Kita harus melakukan hal yang
luar biasa. Dengan kata lain, kita harus melakukan hal-hal yang inovatif. Lembaga
pendidikan sekolah harus merancang berbagai program yang inovatif. Pemberdayaan
KKG dan MGMP harus dapat digunakan sebagai wahana yang efektif untuk dapat
meningkatkan kompetensi guru di sekolah.
25
Di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai ilustrasi, sebagaimana juga di
sekolah-sekolah lain di tanah air, para siswa harus mengikuti upacara bendera di sekolah.
Dalam beberapa kali upacara bendera, ketika pembina upacara menyampaikan pidatonya,
atau ketika bendera merah putih dinaikkan beberapa anak jatuh pingsan. Selidik punya
selidik, masalah ini terjadi karena banyak anak-anak yang tidak sarapan pagi. Bukan
hanya itu, ada kemungkinan mereka juga mengalami kekurangan gizi dan dehidrasi.
Penemuan tentang rendahnya kebugaran jasmani, kesehatan, dan gizi anak-anak kita perlu
mendapatkan perhatian kita semua. Hal ini sama sekali berbanding terbalik dengan
keadaan peserta didik di Negeri Cina. Para siswa di sekolah yang cukup luas di negeri tirai
bambu itu diwajibkan selalu melakukan olahraga dalam cabang olahraga yang mereka
suka. Semua fasilitas olahraga telah disediakan, dan setiap harinya mereka harus
melakukan olahraga sesuai dengan hobinya. Hasilnya? Stamina olahragawan dari negeri
tirai bambu itu sangat luar biasa. Mereka yang suka berolahraga memiliki kecerdasan
fisikal atau kecerdasan ragawi atau kecerdasan yang dikenal dengan bodily kinestetics
yang tinggi. Termasuk di dalamnya adalah senam dan menari dengan olah tubuh yang
penuh dengan rima dan irama itu.
Kalau pun negeri kita pada saaat ini masih mengalami kesulitan untuk mencari sebelas
pemain sebak bola, karena selalu keok dalam arena pertandingan olah raga yang bergengsi
ini, maka masalahnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena kecerdasan fisikal generasi
muda kita yang masih rendah. Selain itu, asupan gizi generasi muda kita masih di bawah
rata-rata anak-anak di dunia. Jika negeri ini masih juga mengalami masalah mahalnya susu
untuk tumbuh kembang anak-anak kita, negeri adidaya Amerika Serikat telah jauh
memikirkan pentingnya makan siang anak-anak sekolah melalui program makan siang
anak-anak usia sekolah melalui National School Lunch Program Act yang telah
ditandatangani oleh Presiden Truman pada tahun 1946. Bahkan pada tanggal 14 Oktober
1940, pemerintah Amerika Serikat juga telah mengeluarkan program susu sekolah (school
milk program). Rupanya, DPR kita masih sibuk dengan urusan politik ketimbang dengan
urusan makan siang anak-anak.
Nah apa yang harus diprogramkan oleh sekolah untuk mengatasi itu semua? Pemberian
bubur kacang hijau, susu, dan makanan bergizi lainnya secara rutin sudah tentu menjadi
kegiatan yang sangat berguna bagi anak-anak kita. Jangan biarkan anak-anak kita
membiasakan jajan di tepi-tepi pagar sekolah, yang dari aspek kesehatan dan gizinya tidak
dapat kita pertanggungjawabkan.
Program ini sangat terkait dengan program sebelumnya. Pertama, program yang harus
dibenahi adalah kantin sekolah. Ciptakan kantin sekolah yang hiegenis dengan jenis
makanan yang bergizi. Kedua, citakan lingkungan sekolah yang bersih, rindang, dan
indah. Program 7K perlu digalakkan lagi, bukan hanya secara seremonial belaka, tetapi
harus menyentuh perubahan kebiasaan para penghuninya. Memasang papan bertuliskan
”LINGKUNGAN BEBAS ROKOK” merupakan satu gebrakan yang dapat dilakukan.
Tulisan-tulisan lain, seperti ”TARUH SAMPAH PADA TEMPATNYA”, atau ”CUCI
TANGAN SEBELUM MAKAN”, atau ”KESEHATAN SEBAGIAN DARI IMAN” dapat
diharapkan dapat mengisi nurani anak-anak kita yang masih putih itu. Lomba kebersihan
26
dan keindahan kelas dapat diadakan pada saat momen-momen tertentu, misalnya
peringatan hari besar nasional dan agama, atau peringatan hari lahir sekolah.
Pembinaan olahraga memang menjadi tugas utama guru olahraga dan keshatan. Tetapi,
program pembinaan olahraga secara teroganisasi di sekolah sudah barang tentu menjadi
tanggung jawab semua komponen sekolah. Di samping olahgara rekreasi, pencatatan
secara rutin rekor olahraga prestasi harus tersedia di sekolah. Sekolah harus memiliki
catatan, nama-nama siswa dengan rekor tertingginya dalam cabang olahraga tertentu.
Dengan catatan ini, jika ada kegiatan pertandingan olahraga, maka sekolah tinggal
memilih mereka untuk dapat mengikuti ajang pertandingan olahraga yang akan diikuti.
Pencatatan prestasi olahraga ini dapat dilakukan pada awal tahun pelajaran atau pada saat
usai ulangan semester pertama menjelang libur sekolah. Dengan demikian, sekolah dapat
menjadi tempat pembibitan olahraga dan seni yang pertama dan utama.
Science-Tech Club
Sama dengan talent scouting dalam bidang olahraga, sekolah juga harus melakukannya
untuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebenarnya para guru telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan praktis dalam penelitian sederhana. Namun banyak di
antaranya kurang begitu yakin bahwa anak-anak mampu melakukannya. Padahal obyek
penelitian sederhana bagi anak-anak terbentang luas di sekolah dan lingkungannya. Sayur
apakah yang menjadi kegemaran siswa, sebagai contoh, adalah pertanyaan penelitian
sederhara yang dapat dilakukan bukan di SMP, tetapi sudah bisa dilakukan di SD. Topik-
topik lainnya misalnya: (1) rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga, (2) rata-rata tinggi
dan berat badan anak-anak kelas 5 SD, (3) jarak tempuh anak-anak ke sekolah, dan masih
banyak yang lain.
Jika secara internasional isu pemanasan global telah melahirkan Bali Roadmap untuk
memecahkan isu tersebut, maka apa yang dapat dilakukan di tingkat sekolah? Tentu saja
pendidikan lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab sekolah. Untuk sekolah yang
tidak memiliki lahan yang luas, setiap kelas dapat diminta untuk membikin taman di depan
kelasnya masing-masing. Atau dapat meminta kepada para siswa untuk masing-masing
dapat memiliki tanaman kesayangan yang harus dipelihara setiap hari dengan sepenuh
hati. Disiram, dipupuk, dan disiangi kalau ada rumput yang menggangunya. Jika ada
sedikit lahan di depan sekolah, maka sekolah juga dapat membuat taman sederhana untuk
menanam tanaman hias atau tanaman bunga, agar sekolah tidak terasa gersang. Jika di
lingkungan sekolah ada lahan tidur yang tidak dimanfaatkan oleh yang empunya, sekolah
dapat meminjamnya untuk dijadikan kebun sekolah tempat praktik anak-anak menanam
berbagai jenis tanaman. Selain itu, sekolah juga dapat membantu pemerintah daerah dalam
melaksanakan program penanaman satu juta pohon.
Ide ini diusulkan oleh seorang guru di suatu sekolah di Amerika Serikat. Pada waktu itu,
pelibatan peran serta orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan masih menjadi sesuatu
27
yang langka. Setelah program ini dilaksanakan, antusiasme orangtua dan masyarakat tiba-
tiba meningkat secara drastis. Sejak adanya festival hari pertama sekolah itu, orangtua
siswa dan masyarakat merasakan adanya peningkatan keakraban dan kekeluargaan antara
sekolah dan orangtua siswa secara luar biasa. Orangtua dan masyarakat tidak lagi merasa
sebagai klien, tetapi sebagai pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab yang
sama besar dengan pihak kepala sekolah dan para guru di sekolah. Program seperti ini
dapat berupa program lain yang tidak kalah inovatifnya. Acara tutup tahun sekolah,
sebagai contoh, dapat menjadi media untuk menyatupadukan sekolah dengan orangtua dan
masyarakat. Dalam acara tersebut, para siswa dapat menunjukkan kebolehannya, baik
dalam bidang akademis maupun nonakademis, di hadapan orangtua dan masyarakat.
Dampaknya, orangtua dan masyarakat menjadi lebih memiliki kepercayaan yang tinggi
terhadap upaya sekolah dalam meningkatkan kompetensi siswa. Dampak pengiringnya,
orangtua dan masyarakat menjadi lebih antusias dalam ikut serta memberikan dukungan
dan bantuan terhadap pelaksanaan program-program inovatif sekolah.
Akhir Kata
Masih sangat banyak program inovatif lain yang dapat dilaksanakan oleh sekolah. Tentu
saja berdasarkan kondisi sekolahnya masing-masing. Sebagai contoh, program sekolah
berwawasan imtaq, program sekolah yang aman dan nyaman, program sekolah ramah
anak, kegiatan outbond, dan masih banyak yang lainnya. Penerapan pembelajaran aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) dan contextual teaching and learning (CTL)
kini menjadi program inovatif di sekolah yang menjadi primadona.
Pendek kata, dengan program inovatif, semua warga sekolah dan pemangku kepentingan
ingin mencoba sesuatu yang tidak biasa. Ingin mencoba sesuatu yang baru, yang kalau
bisa yang luar biasa. Itu semua dapat dimulai dengan program inovatif yang sederhana,
dan sudah barang tentu yang tidak memberatkan keuangan orangtua siswa. Yang penting,
semua warga sekolah ingin melakukan sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya
kurang mendapatkan perhatian. Tentu saja, semua itu harus dirancang adalam rencana
yang matang, yang dikenal dengan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), yang disusun
oleh sekolah bersama dengan pemangku kepentingan. Dengan kata lain, RPS yang disusun
hendaknya memuat program-program inovatif, baik yang terkait dengan aspek akademis
maupun nonakademis di sekolah.
Sulitkah semua itu kita lakukan? Semua itu memang sulit untuk pertama kalinya. All
beginning is difficult. Semua permulaan itu memang sulit. Tetapi, yakinlah bahwa semua
itu dapat dilakukan jika kita memiliki kemauan. Dimana ada kemauan di situ ada jalan.
Mudah-mudahan.
28
Memberantas Korupsi Melalui Kurikulum
Oleh icwweb
Minggu, 17 September 2006 12:28:40 Klik: 1981
Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan
nilai-nilai antikorupsi. Murid atau mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung bangsa
di masa mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenci serta menjauhi
praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif memeranginya.
Untuk itu, strategi yang umumnya dipilih dengan mengintervensi secara tidak langsung
proses belajar-mengajar melalui penerapan kurikulum antikorupsi. Setidaknya ada tiga
perguruan tinggi yang sedang mengembangkan kurikulum tersebut, di antaranya
Universitas Islam Negeri, Ciputat; Universitas Katolik Soegipranata, Semarang; serta IAIN
Arraniry, Banda Aceh.
Pertama, dari aspek teknis. Berkenaan dengan kejelasan implementasi kurikulum, apakah
akan memunculkan mata pelajaran khusus atau diintegrasikan dengan mata pelajaran yang
memiliki korelasi, seperti pendidikan agama atau kewarganegaraan. Sebab, pilihan tersebut
menimbulkan beberapa konsekuensi lanjutan, seperti penentuan buku teks.
Apabila pilihannya dibuat khusus, akan muncul buku teks pelajaran baru mengenai
antikorupsi. Tapi, jika memilih diintegrasikan, buku teks mata pelajaran yang dianggap
relevan otomatis ditambah atau diubah dengan muatan baru mengenai antikorupsi. Tapi
apa pun pilihannya, dibutuhkan biaya besar untuk pengadaan buku-buku tersebut.
Masalahnya, siapa yang akan membiayai. Sebab, bila dibebankan kepada orang tua murid,
malah menambah masalah. Selama ini mereka sudah direpotkan dengan pembelian
berbagai jenis buku teks yang mahal. Tapi, kalaupun kemudian ditanggung pemerintah,
jika pengaturannya tidak jelas, bukan mustahil buku teks mengenai antikorupsi justru
menjadi lahan baru untuk korupsi.
Selain itu, kurikulum tidak akan ada artinya tanpa guru. Sudah tentu, agar bisa
diimplementasikan, terlebih dulu mereka yang akan mengajarkan pelajaran antikorupsi
mesti mengetahui dan memahami apa yang akan diajarkan. Untuk itu, setidaknya
dibutuhkan pendidikan atau pelatihan. Belajar dari penerapan kurikulum berbasis
kompetensi, hanya untuk sosialisasi, waktu dan biaya yang dihabiskan tidak sedikit.
Catatan kedua berkaitan dengan proses penerapan dan evaluasi. Harus ada kejelasan
apakah pelajaran antikorupsi nantinya akan ditekankan pada sisi pengetahuan (kognitif)
atau praktek (psikomotorik). Jika penekanannya hanya pada sisi pengetahuan, proses
pengajaran dan evaluasi tidak terlalu sulit. Tapi masalahnya, pelajaran antikorupsi akan
mengulangi kegagalan pelajaran pendidikan moral Pancasila beberapa waktu lalu. Murid
29
mampu dengan baik menjawab nilai-nilai luhur pancasila, tapi tingkah laku jauh dari nilai-
nilai tersebut.
Selain itu, proses pengajaran antikorupsi tidak bisa dilakukan dengan cara konvensional:
guru memberi ceramah di dalam ruang kelas dan sesekali memberi tes. Batasan ruang kelas
harus dihilangkan. Pengelola sekolah mulai guru hingga kepala sekolah mesti menjadi
model bagi murid.
Namun sayang, kenyataannya tidak demikian. Institusi pendidikan seperti sekolah justru
menjadi salah satu tempat tumbuh subur praktek korupsi. Setidaknya tergambar dari
maraknya pungutan yang dibebankan kepada orang tua murid. Mulai guru, kepala sekolah,
pegawai tata usaha, malah pengawas hingga pegawai dinas pendidikan, dengan latar
belakang penyebab serta modus yang berbeda, secara kolektif ataupun perseorangan turut
menjadi pelaku.
Karena itu, kurikulum antikorupsi tidak akan berarti apa-apa, jika institusi pendidikan
seperti sekolah yang akan mengimplementasikan masih belum bersih dari praktek korupsi.
Upaya untuk membersihkannya jauh lebih berat dibanding menyusun kurikulum
antikorupsi. Sebab, korupsi sudah sangat sistemik, dengan beragam faktor penyebab, dari
minimnya kesejahteraan hingga ketimpangan kekuasaan.
Berharap banyak pada peranan birokrasi pendidikan pun tidak mungkin. Bukan rahasia
lagi, jika praktek korupsi di sekolah juga memiliki korelasi dengan lembaga di atasnya,
seperti dinas pendidikan. Mereka menikmati keuntungan melalui setoran-setoran atau jasa
tanda terima kasih, malah tidak sedikit yang aktif menjadi bagian dari rantai korupsi di
sekolah.
Dengan demikian, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum
kurikulum antikorupsi diterapkan. Mulai mereformasi institusi pendidikan, sehingga tidak
lagi terjadi ketimpangan kekuasaan antara kepala sekolah, guru, dan orang tua murid.
Selain itu, terus mendorong upaya peningkatan kesejahteraan guru atau dosen.
Tentu saja, akan ada perlawanan dari orang-orang yang selama ini menikmati keuntungan
dari praktek korupsi di institusi pendidikan. Tapi tidak ada pilihan lain, institusi pendidikan
sebagai benteng terakhir tempat menyebarkan nilai-nilai antikorupsi sudah menjadi tempat
mempromosikan korupsi, karena itu harus direbut. Kalau itu semua sudah dilakukan, tanpa
menggunakan kurikulum antikorupsi pun dengan sendirinya sekolah akan menjadi tempat
30
mempromosikan nilai-nilai antikorupsi, karena memang itu khitahnya.
31