Professional Documents
Culture Documents
Dewasa ini jasa pendidikan memegang peranan vital dalam mengembangkan
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, akan tetapi minat dan perhatian pada
aspek kualitas jasa pendidikan bisa dikatakan baru berkembang dalam satu dekade
pendidikan, terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian jasa pendidikan dari
beberapa ahli sehingga kualitas jasa pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual
(Fandy Tjiptono, 1996:6). Dalam hal ini jasa berupa suatu kegiatan yang bermanfaat
performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does
not result in the ownership of anytihing. Its production may or may not tied to a
physical product (Kotler, 2003:444). Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud,
yang melibatkan hubungan antara penyaji jasa dengan konsumen pemakai dan tidak
Sedangkan Berry seperti dikutip Zeithaml and Bitner mengemukakan: Service
are deeds, process and performance (Zeithaml and Berry, 1996 : 5). Jasa dapat diartikan
sebagai unjuk kerja (performance) ataupun prosedur kerja, tindakan dan aktivitas
(deeds), maupun proses yang dilakukan oleh seseorang atau institusi yang dapat
beberapa definisi jasa yang telah dikemukakan sebelumnya dan dirangkum. Zeithaml
dan Berry mengekukakan bahwa jasa adalah include all economic activites whose outout
and provides added value in forms (such as convenience, amusement, timelines, comfort
and health) that are essentially intangibles, concern of it first purchaser (Adapted from
Jasa adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang mengasilkan output
(keluaran) berupa produk atau konstruksi (hasil karya) non fisik, yang lazimnya
dikonsumsi pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti
menerik citra jasa pada pembeli pertama. Sementara itu, jasa pendidikan merupakan
jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya
dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan
dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap dan
http://harisetiyanto.wordpress.com/2009/01/31/pengertian-jasa-pendidikan/
Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan
permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder
dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan,
masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan,
pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya.
Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan.
Pengertian stakeholder Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai
oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya
manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-
lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke
dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana,
stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang
terkait dengan suatu issu atau suatu rencana. Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes
mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang
penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan
stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada
permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu
sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan
relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting
dan pengaruh yang dimiliki mereka.
Kategori Stakeholder
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995)
mengelompkkan stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder
kunci . Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program,
dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :
1.lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab
langsung.
2.lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
3.Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern”
(termasuk organisasi massa yang terkait).
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam
hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif
sesuai levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan
untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Pendidikan adalah proses kehidupan yang masalahnya sangat kompleks dan tetap
ada sepanjang manusia membentuk peradabannya di muka bumi ini. Namun dalam
prosesnya pendidikan tetap memerlukan pembenahan sesuai masalah yang dihadapi pada
zamannya. Dari beberapa masalah yang ada setidaknya terdapat tiga persoalan
pendidikan nasional yang dapat dipelajari dalam sebuah konsep pemikiran atau
setidaknya menjadi acuan dalam mengatasi berbagai anomali dalam bidang pendidikan,
antara lain : 1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing; 3. Penguatan tatakelola, akuntabilitas dan pencitraan publik
sebagaimana dibahas berikut ini :
Salah satu perluasan akses pendidikan baik formal maupun informal yang
telah dilakukan pemerintah adalah digulirkannya kebijakan penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh melalui kerjasama beberapa universitas, dimana
pengelolaannya oleh Dirjen Dikti. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemampuan guru sehingga memiliki jenjang pendidikan setara S1. Dalam bidang
pendidikan informal pemerintah juga telah membuat kelompok kejar paket dan
membina pendidikan swakelola yang dilakukan oleh masyarakat. Kebijakan
pendidikan tersebut patut didukung semua lapisan masyarakat, meskipun dalam
perakteknya masih mengalami berbagai kendala, karena sebagian besar
masyarakat kita tinggal di daerah pedesaan dan belum tentu semua pedesaan
memiliki jaringan telepon untuk akses internet serta memiliki jaringan listrik,
akibatnya kalaupun pemerintah menyediakan komputer, maka sarana tersebut
terkesan mubazir. Padahal memasuki era globalisasi menurut Alfin Tofler sarana
informasi merupakan faktor pengendali pada abad ke 21 ini.
Dunia pendidikan adalah industri yang harus dikelola secara efisien dan
profesional, agar bermutu serta kompetitif di era pasar bebas. Kita tidak bisa lagi
menjalankan pendidikan hanya berdasar pada kemampuan administrasi dan
birokratis. Tantangan profesionalisme pendidikan dari semua jenjang (SD,SMP,
SMU bahkan Perguruan Tinggi) memerlukan penataan pengajar atau guru secara
profesional dalam memperkuat penguasan ilmu (kompetensi) masing-masing
sesuai yang diamanatkan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Untuk
selanjutnya semua hasil pendidikan didasarkan pada PP No.19 tahun 2005 tentang
Standarisasi Pendidikan Nasional, dimana bentuk konkretnya diuji lewat Ujian
Nasional (UN) sayangnya UN kurang memperhatikan aspek perbedaan daerah
secara demografi dan pemerataan pendidikan yang belum proporsional di seluruh
Indonesia. Pemerintah pusat terkesan memaksakan keseragaman pendidikan
secara nasional (sentralistik pendidikan). Munculnya pro dan kontra terhadap
pelaksanaan UN dalam kacamata pedagogik (Tilaar), kurang menghargai,
mengembangkan kebhinekaan, pluralisme. jika perkembangan intelektual
diseragamkan, bukankah itu akan membuat benturan budaya pada masa
mendatang bagi anak didik, karena seharusnya pendidikan tidak dilihat sebagai
evaluasi bejalar secara birokratis melainkan harus dilihat utuh untuk kemajuan
pendidikan secara psikis dan pisik dengan dimbangi tingkat kesejahteraan.
Bukankah pendidikan tujuannya untuk meningkatkan potensi sesuai kemampuan
anak, maka kalau pengujian pendidikan diseragamkan sudahkah kita membuat
pemerataan pendidikan secara proporsional, hanya waktu yang akan menguji.
o Negara (dari segi material bahwa negara belum menempatkan pos khusus
untuk pendidikan, dan kesannya dana pendidikan disediakan secara tambal
sulam, jelas kita akan mengetahui apa hasil pendidikan dengan dana
terbatas – bukankah dalam pendidikan perlu perbaikan berkelanjutan
dan dukungan dana untuk riset dan pengembangan?). Siap atau tidak siap,
pendidikan di daerah memerlukan perhatian serius terutama dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia di
daerah. Selanjutnya dana pendidikan 20% yang dianggarkan dalam
APBN/APBD masih sebatas wacana, kalaupun ada biaya murah atau
gratis biaya pendidikan di daerah-daerah tertentu, kesannya dipaksakan
untuk populis saja bahkan untuk menarik simpati partai politik pendukung
saja bukan sebagai bentuk perencanaan pendidikan yang matang.
http://bangun.sitohang.com/02/07/2008/manajemen-pendidikan.html
Menurut Payne, "Jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur
ketakberwujudan (intangible) yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau
dengan properti kepemilikiannnya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan."
Menurut Zeithmal dan Bitner, "Jasa adalah seluruh kegiatan yang meliputi aktifitas
ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk fisik atau konstruksi, umumnya
dikonsumsi sekaligus pada saat diproduksi dan memberikan nilai tambah dalam berbagai
bentuk (seperti : kenyamanan, hiburan, ketepatan waktu, kemudahan dan kesehatan) yang
pada dasarnya tidak berwujud."
Menurut Lovelock dan Wright, bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem terdiri dari
sistem operasi jasa (service operation system) dan sistem penyampaian jasa (service
delivery system). Sistem operasi jasa (service operation system), merupakan komponen
yang terdapat dalam sistem bisnis jasa secara keseluruhan, dimana input diproses dan
elemen-elemen produk jasa diciptakan melalui komponen sumber daya manusia dan
komponen fisik. Pada sistem penyampaian jasa (service delivery system), berhubungan
dengan kapan, dimana, dan bagaimana jasa disampaikan kepada pelanggan, meliputi
unsur-unsur sistem dalam operasi jasa dan hal-hal lain yang disajikan kepada konsumen
lain.
Pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia atau suatu proses yang harus
dilakukan baik yang terlembaga maupun tidak terlembaga yang menyangkut fisik dan
non fisik dan membutuhkan infrastruktur dan skil ataupun keterampilan.
Dengan demikian Jasa Pendidikan adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
pendidikan yang mengutamakan pelayanan dalam prosesnya.
DINAMIKA LEMBAGA PENDIDIKAN SWASTA DI INDONESIA –
Bagian 2
Berbeda dengan produk fisik, suatu jasa pelayanan pendidikan tidak bisa disimpan. Ia
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Dampaknya terjadi pada sistem pemasaran
terutama pada sisi permintaan. Jika permintaan stabil akan memudahkan penyedia jasa
pendidikan untuk melakukan persiapan, baik dari sarana-prasarana maupun peralatan
teknologi pendidikan lainnya. Tetapi jika permintaan fluktuatif, lebih sulit bagi penyedia
jasa pendidikan untuk melakukan strategi pemasaran.
Jasa pendidikan tidak bisa dilihat dan dirasakan oleh konsumen sebelum konsumen
membeli atau mendapatkan penyedia jasa pendidikan secara langsung. Konsumen juga
tidak bisa memprediksikan apa hasil yang akan diperoleh dengan mengkonsumsi jasa
pendidikan tersebut, kecuali setelah membelinya. Seorang pasien tidak akan tahu apakah
nasihat dokter itu berhasil atau tidak, kecuali setelah ia melakukan konsultasi dan
mengikuti apa yang dinasehatkan. Kemudian, kita juga mengenal beberapa karakter dari
intangibility ini, antara lain : Suatu jasa pendidikan baru bisa dirasakan ketika jasa
tersebut disampaikan kepada konsumen; Suatu jasa kadang sulit untuk dijelaskan kepada
konsumen; Penilaian akan kualitas sulit ditentukan oleh konsumen; dan Harga pun sulit
untuk ditentukan.
Karena tidak berwujud, konsumen biasanya melihat tanda-tanda dari sesuatu yang bisa
dilihat atau dirasakan untuk bisa menilai kualitas suatu jasa pendidikan. Mereka akan
melihat kualitas dari para Gurunya, Tata usaha & karyawannya (modal manusianya),
Sarana-prasaranya, Peralatan Pendidikannya, Simbol-simbol yang digunakannya, dan
juga harga yang bisa mereka bayar.
Produk jasa pendidikan hanya bisa dikonsumsi oleh konsumen, pada saat proses produksi
berlangsung. Sementara produk barang dan jasa lain, selain pendidikan, yang terlihat
secara fisik biasanya diproduksi di pabrik atau di tempat-tempat tertentu, kemudian
didistribusikan oleh distributor ke toko dan baru bisa dikonsumsi oleh konsumen. Pada
bidang jasa pendidikan, faktor penyedia jasa pendidikan (orang) langsung berperan dalam
proses produksi jasa tersebut.
Karena konsumen juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
penyediaan jasa pendidikan, maka interaksi yang baik antara penyedia jasa pendidikan
(yayasan atau sekolah) dan konsumen (peserta didik dan orang tua murid), menjadi
sangat strategis. Karena itu, terkadang kualitas sebuah jasa pendidikan tidak hanya
ditentukan oleh faktor kualitas dari penyedia jasa pendidikan itu sendiri, tetapi juga oleh
kesungguhan dan komitmen dari konsumen (orang tua murid).
Oleh karena itu, pengelolaan jasa pendidikan, berkaitan dengan Karakteristik Inserability
(ketidakterpisahan) ini, konsumen (peserta didik dan orang tua murid) harus
berpartisipasi dalam proses produksi jasa pendidikan tersebut; Jasa pendidikan yang
diberikan kepada para peserta didiknya terikat (menyatu) dengan penyedia jasa
pendidikan itu sendiri; dan jumlah (kuantitatif maupun kualitatif) jasa pendidikan yang
diberikan tergantung dari kemampuan/kualitass penyedia jasa. Dengan demikian,
kesuksesan proses belajar-mengajar tidak hanya ditentukan oleh kualitas tenaga pengajar
dan fasilitas yang baik, tetapi juga oleh kesungguhan dan komitmen dari murid untuk
belajar, dan orang tua murid atau pemerintah untuk membiayainya.
Pengelolaan jasa pendidikan, biasanya sulit dibuat standar kualitasnya, karena masing-
masing mempunyai standar proses sendiri-sendiri tergantung kualitas dari proses internal
penyedia jasa pendidikan itu sendiri. Walaupun demikian, sedapat mungkin sebuah
lembaga pendidikan seyogyanya membuat standar layanan agar kualitas jasanya bisa
lebih dikontrol, yang kemudian bisa dijadikan sebagai komoditas pemasaran (jika ingin
dipasarkan). Perkembangan standar pendidikan sekarang ini, baik standar nasional
maupun standar internasional, telah melahirkan persaingan yang tidak sehat diantara
penyedia jasa pendidikan. Hampir semua penyedia jasa pendidikan memfokuskan diri
kepada standar-standar tersebut hanya untuk meningkatkan permintaan konsumen, bukan
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Mereka berharap dengan standar-
standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut, maka lembaga
pendidikannya bisa diperjual-belikan dengan mudah dan harga mengikuti gaya hidup,
bukan harga standar operasional sekolah.
Sesuai uraian diatas, bahwa pada hakekatnya produk jasa pendidikan tidak bisa
dipasarkan, tetapi hanya bisa dipublikasikan. Kekuatan permintaan jasa pendidikan tidak
bisa serta-merta dipicu oleh tingkat promosi dan pemasaran yang tinggi. Oleh karena itu
dalam rangka ’memanajemeni’ jasa pendidikan, modal manusia (SDM) sangat penting
dari pada modal finansial. Modal manusia bisa meningkatkan modal finansial, tetapi
modal finansial belum tentu bisa meningkatkan modal manusia (SDM). Oleh karena itu,
sesuai dengan karakteristiknya, pemasaran jasa pendidikan tidak bisa disampaikan dalam
kondisi dan situasi yang sama.
Kualitas yang tidak sama dari pengelolaan jasa pendidikan ini akan menambah potensi
resiko pada konsumen, dengan demikian lembaga pendidikan yang berbayar tinggi
(mahal) memiliki tanggung jawab besar kepada konsumennya, dengan memberikan
jaminan kualitas, baik secara fisik maupun jasa tambahan lainnya dari jasa pendidikan
yang disediakan.
Tugas pemasaran jasa pendidikan tidak bisa diserahkan kepada sesorang atau tim, tetapi
diserahkan kepada seluruh sivitas akademika-nya (termasuk orang tua murid) dan
organisasi yang memayunginya. Ketika lembaga pendidikan sudah menyerahkan tugas
pemasaran kepada tim atau segelintir orang saja (sebut saja Ivent Organizer), maka justru
permintaannya menurun. Nilai-nilai strategis dalam mempublikasikan komoditas jasa
pendidikan, selain berkenaan dengan komitmen konsumen (peserta didik dan orang tua
murid) itu sendiri, juga bagaimana komitmen penyedia jasa pendidikan itu untuk bisa
mentransformasikan hal-hal yang tidak terwujud dalam jasa pendidikan, bisa ditunjukkan
dalam berbagai bentuk dan wujud yang menunjukkan kualitas jasa pendidikan itu sendiri.
Informasi dalam publikasi jasa pendidikan dan upaya mentransformasikan hal-hal yang
tidak berwujud menjadi bentuk yang bisa memperkuat persepsi kualitas jasa pendidikan
yang ditawarkan, biasanya lembaga-lembaga pendidikan yang berbayar mahal
merumuskan visualisasi yang jelas kepada komsumennya, yaitu penggambaran
bagaimana suatu jasa pendidikan diberikan kepada peserta didiknya dan pelayanan
kepada orang tua muridnya. Misalnya dengan penggambaran tentang kesenangan,
ketenangan dan kenikmatan dalam proses belajar-mengajar, konsultasi gratis kepada
orang tua murid, dan ekskul yang menunjang minat dan bakat peserta didiknya.
Informasi dalam publikasi jasa pendidikan, selain visualisasi juga asosiasi, dimana
lembaga pendidikan tersebut mengaitkan jasa pendidikan yang ditawarkan dengan profil
seseorang, objek, ataupun tempat, yang bisa membagun persepsi kualitas konsumennya.
Pada umumnya informasi yang disampaikan kepada konsumen adalah memperlihatkan
gedung, fasilitas, dan berbagai hal yang mendukung jasa yang disampaikan, namun hal
ini perlu ditunjang dengan dokumentasi kegiatan jasa pendidikan yang dilaksanakan.
Lembaga tersebut perlu menginformasikan berbagai penghargaan dan catatan kepuasan
pelanggan, sehingga bisa menumbuhkan kepercayaan pembeli (konsumennya) –
Bersambung.
Manajemen Profesi Pendidik
Salah satu budaya manusia adalah bekerja. Dari bekerja yang dilakukan dimanapun
dalam bidang apapun akan diperoleh hasil. Tulisan ini ingin mendiskusikan produk
manusia dalam bidang pendidikan khususnya persekolahan. Dengan kata lain ingin
menyoroti produk atau hasil kerja guru dari segi karakteristik jasa..
Secara umum produk hasil kerja manusia akan dapat diklasifikasikan kedalam 2
golongan, yaitu produk dalam bentuk :
Barang (goods) seperti misalnya : tv, kipas angin, sepedamotor, kosmetk, obat dll.
Jasa (service) yang dapat ditemui di : hotel, sekolah, salon, kesehatan dll.
Jika dilihat dari sisi manajemen dan jasa maka kinerja guru dalam bidang Pendidikan
merupakan mata rantai dari aktivitas, sampai manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual.
Untuk bahan perbandingan kualitas produk jasa pendidikan dimata pelanggan, dapat
dikemukakan sebagai contoh bagaimana masyarakat di Jepang dan Amerika didalam
menilai produk jasa sbb.:
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
Nama yang terkenal
Kinerja
Kemudahan unttuk menggunakan
Dayatahan
Harga
- Inseparability
Produk barang dibeli lalu dikonsumsi. Sedang produk jasa dibelu dulu baru digunakan.
Untuk itu interaksi antara penjual dan pembeli harus selalu dibangun dengan baik. Beri
perhatian khusus dalam membangun komunikasi ini.
- Variability
Jasa sangat bervariasi. Dalam jasa pendidikan kemampuan manusia terlibat lebih banyak
daripada peralatan. Hal ini menjadikan hasilnya kurang atau sulit distandarisasi, oleh
karenanya perlu ditandai 3 pendekatan kualitas pengendaliannya :
a. Seleksi personal dan pelatihan personal yang baik
b. Melakukan standarisasi proses
c. Memantau kepuasan pelanggan
- Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama tak dapat disimpan. Kursi siswa yang kosong
tetap menanggung beban biaya.oleh karenanya harus diupayakan agar pemakai konstan.
Dimensi kualitas
o Kinerja
o Cara-cara istimewa
o Kehandalan
o Sesuai spesifikasi
o Daya tahan
o Pelayanan
o Estetika
o Citra produk
http://www.purwalodra.com/2009/10/dinamika-lembaga-pendidikan-swasta-di_28.html
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan secara sadar atau tidak kini tengah bergerak menjadi satu pasar
dunia, suatu pasar yang efisien dan transparan, yang mencakup daerah-daerah yang tak
terbatas. Globalisasi mau tidak mau akan menjadi trend dari setiap organisasi baik
organisasi usaha, sosial maupun organisasi pendidikan. Negara yang tidak mau dalam
pengefisienan dan pentransparanan tersebut akan ketinggalan karena dinamisnya
perubahan.
Keberadaan lembaga pendidikan sebagai salah satu pranata sosial budaya saat ini
dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks. Lembaga pendidikan kini
berhadapan dengan derasnya arus perubahan akibat globalisasi yang memunculkan
persaingan dalam pengelolaan lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Globalisasi menuntut perlunya relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat
dan dunia kerja/industri terhadap mutu lulusan (out-put) serta munculnya globalisasi
pendidikan dengan bermunculannya lembaga pendidikan yang bertaraf internasional.
Perubahan yang merupakan perbedaan yang terjadi dalam urutan waktu, tentu saja tidak
mudah diterjemahkan secara singkat dan eksplisit. Perubahan dalam pengertian hakiki
sesungguhnya mengandung konotasi majemuk yang telah tergambar, lintas ruang dan
lintas waktu dengan demikian warna-warni kehidupan masyarakat, warna warni yang
dikenal sebagai ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dengan adanya perubahan
tersebut, lingkungan pendidikan juga mengalami perubahan yang luar biasa. Dan kalau
kita mau merunut pangkalnya, semua ini tentu saja tak terlepas dari menggejalanya
revolusi informasi dan globalisasi yang melanda dunia saat ini.
Akibat adanya revolusi dan globalisasi sebagaimana disebutkan di atas, persaingan kini
telah menjadi semakin sengit karena tidak lagi terbatas pada persaingan antar sesama
perusahaan domestik, tetapi juga dengan perusahaan multinasional dari manapun juga. Ini
terjadi pada hampir semua bidang usaha, bukan hanya pada bidang bisnis saja, tetapi
persaingan tersebut juga telah merambah ke dunia pendidikan kita, mulai dari Play group,
SD, SLTP, SLTA, Universitas, bahkan ke institusi-institusi pendidikan lainnya.
Berkaitan dengan meningkatnya persaingan dalam bidang pendidikan ini, terjadi pula
perubahan pada perilaku konsumen, dalam hal ini yang dimaksud adalah masyarakat
(orangtua dan siswa), maupun dunia usaha. Karena banyaknya pilihan, konsumen kini
menjadi semakin banyak tuntutan, baik mengenai kualitas lulusan dan biaya pendidikan
maupun pasilitas pendidikan. Bargaining power masyarakat meningkat sedemikian rupa
sehingga industri atau dunia pendidikan terpaksa harus melayaninya kalau tidak mau
akan tersingkir dari kancah persaingan yang makin berat.
Dalam situasi lingkungan yang penuh dengan dinamika ini, manajemen pendidikan harus
dapat menciptakan organisasi yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
kepada dan masyarakat pada umumnya dan objek pendidikan (Siswa dan orangtua) pada
khususnya. Saat yang bersamaan dapat pula bersaing secara efektif dalam konteks lokal,
nasional bahkan dalam konteks global.
Makalah ini secara sederhana akan menjelaskan tentang konsep dasar manajemen strategi
dan operasi dalam upaya meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan supaya dapat
bersaing dalam perkembangan global.
1. Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani stratogos yang artinya ilmu para jenderal untuk
memenangkan suatu pertempuran dengan menggunakan sumber daya yang terbatas
(Sihombing,2000). Pengertian atau defenisi Manajemen strategi dalam khasanah literatur
ilmu manajemen memiliki cakupan yang luas, dan tidak ada suatu pengertian yang
dianggap baku. Itulah sebabnya defenisi manajemen strategi berkembang luas tergantung
pemahaman ataupun penafsiran seseorang.
Meskipun demikian dari berbagai pengertian atau defenisi yang diberikan oleh para pakar
manajemen dapat ditemukan suatu kesamaan pola pikir, bahwa manajemen strategi
merupakan ilmu yang menggabungkan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka
pembuatan keputusan-keputusan organisasi secara strategis, guna mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Dari berbagai pengertian atau defenisi yang ada
dapat disimpulkan bahwa manajemen strategi adalah suatu seni dan ilmu dari suatu
pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-
keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai
tujuan-tujuan masa datang (Dwiningsih,2001)
2. Manajemen Operasi
Manajemen Operasional (MO) merupakan suatu ilmu yang dapat diterapkan pada
berbagai jenis bidang usaha seperti rumah sakit, perguruan tinggi, pabrik garmen, dan lain-
lain, mengapa demikian? Karena jenis usaha seperti yang disebutkan diatas menghasilkan
produk yang bisa berupa barang maupun jasa, yang mana untuk kegiatan proses produksinya
yang efektif dan efisien memerlukan berbagai konsep, peralatan serta berbagai cara
mengelola operasinya
Ada berbagai hal yang bisa dikemukakan dan menjadikan alasan pentingnya
mempelajari Manajemen Operasi diantaranya adalah:
1. Manajemen Operasi merupakan salah satu fungsi utama yang harus ada di
semua jenis organisasi sehingga apabila akan mengelola organisasi maka
mau tidak mau harus mempelajari konsep Manajemen Operasi.
Di dalam dunia usaha, tantangan terberat bagi seorang usahawan adalah bagaimana ia
dapat membawa usaha yang dirintisnya itu menjadi sebuah usaha besar dan bisa
memimpin pasar. Ini bukan pekerjaan mudah sebab ketika anda memutuskan terjun ke
dunia usaha, anda harus siap menghadapi kerasnya persaingan usaha dan pesaing-pesaing
anda. Bagaimanapun, usaha yang anda geluti itu juga turut diminati oleh pihak lain.
Begitu juga halnya dalam bidang pendidikan, harus siap menghadapi kerasnya persaingan
sehingga pendidikan kita bisa kompetitif di kancah globalisasi saat ini dan diminati oleh
pihak lain.
Dalam dunia pendidikan, persaingan adalah hal yang wajar. Munculnya persaingan itu
adalah untuk mendapatkan objek pendidikan (siswa/ mahasiswa) sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu, bisanya hanya pimpinan institusi pendidikan bermental gigih dan kuatlah
yang mampu menghadapi kerasnya persaingan ataupun krisis yang terjadi didalam
perjalanan sekolah atau universitas.
1. Analisis kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh para pesaing, anda bisa belajar
dari kehebatan atau kelebihan yang mereka miliki.
2. analisis juga kelemahan-kelemahan yang ada pada usaha mereka. Hal ini berguna
bagi anada untuk memanfaatkan kelenahan pesaing sebagai peluang baru yang
dapat anda tawarkan kepada pelanggan atau konsumen anda.
Richard Vancil (dari Harvard University) merumuskan konsep strategi sebagai berikut :
”Strategi sebuah organisasi atau sub unit sebuah organisasi lebih besar, yaitu sebuah
konseptualisasi yang dinyatakan atau diimplikasi oleh pemimpin oragnisasi yang
brsangkutan, berupa :
Tujuan suatu strategi adalah untuk mempertahankan atau mencapai suatu posisi
keunggulan dibandingkan dengan pihak pesaing. Organisasi tersebut masih harus meraih
keunggulan apabila ia dapat memanfaatkan peluang-peluang di dalam lingkungan,yang
memungkinkan menarik keuntungan-keuntungan dari bidang-bidang kekuatannya.
Bagaimana dengan konsep manajemen operasional?
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan secara sadar atau tidak kini tengah bergerak menjadi satu pasar
dunia, suatu pasar yang efisien dan transparan, yang mencakup daerah-daerah yang tak
terbatas. Globalisasi mau tidak mau akan menjadi trend dari setiap organisasi baik
organisasi usaha, sosial maupun organisasi pendidikan. Negara yang tidak mau dalam
pengefisienan dan pentransparanan tersebut akan ketinggalan karena dinamisnya
perubahan.
Keberadaan lembaga pendidikan sebagai salah satu pranata sosial budaya saat ini
dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks. Lembaga pendidikan kini
berhadapan dengan derasnya arus perubahan akibat globalisasi yang memunculkan
persaingan dalam pengelolaan lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Globalisasi menuntut perlunya relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat
dan dunia kerja/industri terhadap mutu lulusan (out-put) serta munculnya globalisasi
pendidikan dengan bermunculannya lembaga pendidikan yang bertaraf internasional.
Perubahan yang merupakan perbedaan yang terjadi dalam urutan waktu, tentu saja tidak
mudah diterjemahkan secara singkat dan eksplisit. Perubahan dalam pengertian hakiki
sesungguhnya mengandung konotasi majemuk yang telah tergambar, lintas ruang dan
lintas waktu dengan demikian warna-warni kehidupan masyarakat, warna warni yang
dikenal sebagai ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dengan adanya perubahan
tersebut, lingkungan pendidikan juga mengalami perubahan yang luar biasa. Dan kalau
kita mau merunut pangkalnya, semua ini tentu saja tak terlepas dari menggejalanya
revolusi informasi dan globalisasi yang melanda dunia saat ini.
Akibat adanya revolusi dan globalisasi sebagaimana disebutkan di atas, persaingan kini
telah menjadi semakin sengit karena tidak lagi terbatas pada persaingan antar sesama
perusahaan domestik, tetapi juga dengan perusahaan multinasional dari manapun juga. Ini
terjadi pada hampir semua bidang usaha, bukan hanya pada bidang bisnis saja, tetapi
persaingan tersebut juga telah merambah ke dunia pendidikan kita, mulai dari Play group,
SD, SLTP, SLTA, Universitas, bahkan ke institusi-institusi pendidikan lainnya.
Berkaitan dengan meningkatnya persaingan dalam bidang pendidikan ini, terjadi pula
perubahan pada perilaku konsumen, dalam hal ini yang dimaksud adalah masyarakat
(orangtua dan siswa), maupun dunia usaha. Karena banyaknya pilihan, konsumen kini
menjadi semakin banyak tuntutan, baik mengenai kualitas lulusan dan biaya pendidikan
maupun pasilitas pendidikan. Bargaining power masyarakat meningkat sedemikian rupa
sehingga industri atau dunia pendidikan terpaksa harus melayaninya kalau tidak mau
akan tersingkir dari kancah persaingan yang makin berat.
Dalam situasi lingkungan yang penuh dengan dinamika ini, manajemen pendidikan harus
dapat menciptakan organisasi yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
kepada dan masyarakat pada umumnya dan objek pendidikan (Siswa dan orangtua) pada
khususnya. Saat yang bersamaan dapat pula bersaing secara efektif dalam konteks lokal,
nasional bahkan dalam konteks global.
Makalah ini secara sederhana akan menjelaskan tentang konsep dasar manajemen strategi
dan operasi dalam upaya meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan supaya dapat
bersaing dalam perkembangan global.
1. Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani stratogos yang artinya ilmu para jenderal untuk
memenangkan suatu pertempuran dengan menggunakan sumber daya yang terbatas
(Sihombing,2000). Pengertian atau defenisi Manajemen strategi dalam khasanah literatur
ilmu manajemen memiliki cakupan yang luas, dan tidak ada suatu pengertian yang
dianggap baku. Itulah sebabnya defenisi manajemen strategi berkembang luas tergantung
pemahaman ataupun penafsiran seseorang.
Meskipun demikian dari berbagai pengertian atau defenisi yang diberikan oleh para pakar
manajemen dapat ditemukan suatu kesamaan pola pikir, bahwa manajemen strategi
merupakan ilmu yang menggabungkan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka
pembuatan keputusan-keputusan organisasi secara strategis, guna mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Dari berbagai pengertian atau defenisi yang ada
dapat disimpulkan bahwa manajemen strategi adalah suatu seni dan ilmu dari suatu
pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-
keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai
tujuan-tujuan masa datang (Dwiningsih,2001)
2. Manajemen Operasi
Manajemen Operasional (MO) merupakan suatu ilmu yang dapat diterapkan pada
berbagai jenis bidang usaha seperti rumah sakit, perguruan tinggi, pabrik garmen, dan lain-
lain, mengapa demikian? Karena jenis usaha seperti yang disebutkan diatas menghasilkan
produk yang bisa berupa barang maupun jasa, yang mana untuk kegiatan proses produksinya
yang efektif dan efisien memerlukan berbagai konsep, peralatan serta berbagai cara
mengelola operasinya
Ada berbagai hal yang bisa dikemukakan dan menjadikan alasan pentingnya
mempelajari Manajemen Operasi diantaranya adalah:
1. Manajemen Operasi merupakan salah satu fungsi utama yang harus ada di
semua jenis organisasi sehingga apabila akan mengelola organisasi maka
mau tidak mau harus mempelajari konsep Manajemen Operasi.
2. Dengan mempelajari Manajemen Operasi, kita dapat mengetahui seluk beluk
dan berbagai hal yang berkaitan dengan cara memproduksi barang maupun
jasa
Di dalam dunia usaha, tantangan terberat bagi seorang usahawan adalah bagaimana ia
dapat membawa usaha yang dirintisnya itu menjadi sebuah usaha besar dan bisa
memimpin pasar. Ini bukan pekerjaan mudah sebab ketika anda memutuskan terjun ke
dunia usaha, anda harus siap menghadapi kerasnya persaingan usaha dan pesaing-pesaing
anda. Bagaimanapun, usaha yang anda geluti itu juga turut diminati oleh pihak lain.
Begitu juga halnya dalam bidang pendidikan, harus siap menghadapi kerasnya persaingan
sehingga pendidikan kita bisa kompetitif di kancah globalisasi saat ini dan diminati oleh
pihak lain.
Dalam dunia pendidikan, persaingan adalah hal yang wajar. Munculnya persaingan itu
adalah untuk mendapatkan objek pendidikan (siswa/ mahasiswa) sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu, bisanya hanya pimpinan institusi pendidikan bermental gigih dan kuatlah
yang mampu menghadapi kerasnya persaingan ataupun krisis yang terjadi didalam
perjalanan sekolah atau universitas.
1. Analisis kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh para pesaing, anda bisa belajar
dari kehebatan atau kelebihan yang mereka miliki.
2. analisis juga kelemahan-kelemahan yang ada pada usaha mereka. Hal ini berguna
bagi anada untuk memanfaatkan kelenahan pesaing sebagai peluang baru yang
dapat anda tawarkan kepada pelanggan atau konsumen anda.
Richard Vancil (dari Harvard University) merumuskan konsep strategi sebagai berikut :
”Strategi sebuah organisasi atau sub unit sebuah organisasi lebih besar, yaitu sebuah
konseptualisasi yang dinyatakan atau diimplikasi oleh pemimpin oragnisasi yang
brsangkutan, berupa :
Tujuan suatu strategi adalah untuk mempertahankan atau mencapai suatu posisi
keunggulan dibandingkan dengan pihak pesaing. Organisasi tersebut masih harus meraih
keunggulan apabila ia dapat memanfaatkan peluang-peluang di dalam lingkungan,yang
memungkinkan menarik keuntungan-keuntungan dari bidang-bidang kekuatannya.
Bagaimana dengan konsep manajemen operasional?
Strategic management atau manajemen strategi adalah suatu proses kombinasi tiga
kegiatan yang saling terkait yaitu analisis, perumusan dan pelaksanaan strategi. Dengan
demikian ada tiga komponen yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi yaitu
analisis, perumusan, dan pelaksanaan, yang dapat berlaku untuk organisasi baik
perusahaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial maupun lembaga pendidikan.
Analisis Lingkungan, adalah proses awal dalam manajemen strategi yang bertujuan
yntuk memantau lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan disini mencakup
semua faktor baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan yang diinginkan. Hasil dari analisis lingkungan ini
setidaknya akan memberikan gambaran tentang keadaan perusahaan yang biasanya
digunakan dengan meManajemen Operasitret SWOT (strength, weakness,
oppurtinities and threatmen) yang dimilikinya.
Implementasi strategi, masalah implementasi ini cukup rumit, oleh karena itu agar
penerapan strategi organisasi dapat berhasil dengan baik, manajer harus memiliki
gagasan yang jelas tentang isu-isu yang berkembang dan bagaimana cara
mengatasinya. Dalam tahapan ini, masalah struktur organisasi, budaya perusahaan
dan pola kepemimpinan harus dibahas secara lebih mendalam.
1. Analisis Lingkungan
3. Membentuk Strategi
Adapun tiga strategi yang masing-masing memberikan peluang bagi para manajer
operasi untuk meraih keunggulan adalah:
Bersaing pada biaya (Cost Leadership), nuntuk mencapai nilai maksimum yang
diinginkan pelanggan tetapi dengan kualitas yang memadai.
Bersaing pada respon cepat (rapid response), melalui keseluruhan nilai yang terkait
dengan pengembangan dan penghantaran barang yang tepat waktu, penjadwalan yang dapat
diandalkan serta kinerja yang fleksibel.
Strategi bisnis yang telah ditetapkan oleh perusahaan merupakan salah satu dari tiga
pilihan strategi yang tercermin dalam keputusan fungsionalnya. Adapun dalam fungsi
operasioanl sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, maka implementasi startegi
operasional terlihat dalam keputusan penting dalam manajemen operasional. Berikut
digambarkan bahwa sepuluh keputusan utama dalam manajemen operasional perusahaan
akan berbeda apabila diterapkan pada perusahaan yang bergerak dibidang barang dan jasa
serta pada perusahaan yang menetapkan strategi berbeda.
Dari dimensi strategi yang sudah dibahas diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa
dalam mengembangkan strategi yang mampu menjawab tujuan suatu organisasi, setiap
strategi perlu memahami dan menguasai seluk beluk program yang sedang dilaksanakan
atau dikembangkan. Aspek internal, mulai dari konsep , tenaga pendukung, sarana yang
dimiliki, biaya yang tersedia, struktur organisasi yang akan melaksanakan strategi, hasil
yang telah rtegi;dicapai dan hambatan-hambatan yang dilami dengan strategi lama.
Aspek eksternal seperti dustrkungan masyarakat, perkembangan lingkungan, dan
perubahan yang disebabkan faktor keamanan, politik, hukum lain-lain dan lain-
lain.informasi tentang kedua aspek ini sangat diperlukan. Kesalahan menggunakan
informasi ini akan berakibat tidak baik terhadap hasil yang akan dicapai nantinya
(Sihombing,2000)
Pisau analisis yang biasa digunakan untuk mendiagnosis suatu kegiatan yang akan
dikembangkan kemudian diwujudkan menjadi strategi yang diperlukan agar tujuan dapat
berjalan dengan baik dan mencapai tujuan, digunakan pisau SWOT. Dalam menentukan
strategi pendidikan, tidak salah kalau kita juga memperhatikan strategi- strategi
pemasaran di lingkungan dunia bisnis yang terus di bayangi dan di intai oleh situasi
persaingan karena untuk menunjukkkan jati dirinya. Pendidikan Luar Sekolah (PLS) juga
harus siap bersaing dengan strategi yang di gunakan jalur pendidikan lain. Dalam
menentukan strategi pada umumnya di lakukan dengan :
hal ini berarti bahwa dalam mengembangkan strategi pendidikan luar sekolah
diberbagai tingkatan perlu di cermati berbagai situasi yang mungkin akan menjadi
benturan dalam gerakan pendidikan luar sekolah.
Misalnya; pendidikan luar sekolah ingin agar warga belajar setelah selesai satu
program langsung bisa bekerja maka tujuannya adalah seluruh warga belajar
memilki keterampilan yang sesuai dengan lingkungannya. Untuk itu lembaga
pendidikan luar sekolah tersebut harus tahu dimana posisinya di mata masyarakat,
baru mengadakan penyesuaian dengan strategi yang tepat.
Membuat peta situasi dimana program akan dilakukan, hal seperti ini dapat
dilakukan dengan analisis lingkungan. Apa potensi yang belum disentuh dan
mungkin untuk dimanfaatkan.
Membentuk jaringan informasi dan pemasaran, hal ini erat kaitannya dengan
penyalur hasil-hasil dari program belajar di masyarakat.
Hal ini dilakukan setelah analisis lingkungan, lembaga pendidikan diharapkan mampu
memperoleh gambaran yang cukup utuh mengenai kondisi eksternal dan kondisi
internalnya. Dengan demikian faktor-faktor yang merupakan kekuatan, kelemahan,
kesempatan dan ancaman sudah mampu terdefenisi dengan jelas. Berdasarkan hal ini,
suatu institusi pendidikan kemudian dapat menentukan dan menetapkan arah yang ingin
dituju dimasa depan.
Masa depan bagi lembaga pendidikan pada hakikatnya tidak hanya harus dibayangkan,
melainkan juga harus dibangun. Untuk itu dibutuhkan seorang seorang arsitek strategi
dan operasi yang mampu memimpikan sesuatu yang belum diciptakan. Untuk
membangun arsitektur strategi dan operasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Manajemen
puncak suatu institusi pendidikan harus mempunyai perspektif meneganai manfaat baru
tentang fungsionalitas, tentang apa yang akan ditawarkan kepada objek pendidikan dan
masyarakat dimasa depan. Perspektif mengenai apa sesungguhnya kompetensi inti baru
yang akan dibutuhkan untuk menciptakan manfaaat baru. Arsitektur strategi dan operasi
harus mampu mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan sekarang untuk memotong
masa depan, harus mengetahui kompetensi-kompetensi apa yang harus akan dibangun
sekarang, sehingga nantinya suatu institusi pendidikan bbisa meraih bagian yang cukup
besar dari masa depan di arena peluang yang sedang bermunculan.
Erat kaitannya dengan arsitektur strategi dan operasi, maka tentu saja menarik bagi kita
untuk melihat realitas yag ada dalam konteks Indonesia. Dengan kata lain sudah sejauh
manakah pengelola pendidikan kita memainkan perannya sebagai arsitektur strategi dan
operasi dalam melihat masa depan pendidikan di negara ini.
KESIMPULAN
Proses manajemen strategi yang diungkapkan dalam makalah ini secara teoritis bukanlah
hal yang mudah, akan tetapi dalam hal praktiknya (operasinya) melaksanakan proses
yang sederhana ini merupakan pekerjaan yang sangat berat. Untuk mencapai suatu tujuan
tentunya harus dibangun strategi yang matang, sehingga dalam operasi dilapangan akan
lebih terkoordinasi dengan strategi yang sudah dibangun sebelumnya. Oleh sebab itu
banyak pakar manajemen yang mengatakan bahwa manajemen strategi dan manajemen
operasi adalah dua hal yang harus berhubungan jika ingin mencapai suatu tujuan, dengan
kata lain manajemen strategi yang kurang baik tentukan akan menimbulkan dampak bagi
operasi (pelaksanaan) suatu tujuan dimasa depan, dan sebaliknya.
Manajemen strategi dalam dunia pendidikan bisa kita ibaratkan sebagai sebuah upaya
membangun input untuk menghasilkan output, input dalam dunia pendidikan adalah
berupa tenaga pengajar/ dosen yang berkualitas, ketersediaan sarana dan prasarana
pendidikan, administrasi yang baik, sedangkan outputnya adalah berupa lulusan suatu
instansi pendidikan yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Untuk
mencapai output ini, dibutuhkan suatu proses, dalam tulisan ini kita sebutkan sebagai
proses manajemen operasi.
Pembangunan dunia pendidikan saat ini membutuhkan manajer strategi dan operasi yang
mampu mengidentifikasi apa yang harus dilakukan sekarang untuk meraih masa depan
yang diharapkan, untuk itu manajer strategi dan operasi tersebut harus mengetahui
kekuatan, kelemahan, ancaman dan tantangan yang ada saat ini,dan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Nisjar,K. Dan Winardi, 1997. Manajemen Strategik. Penerbit Mandar Maju. Bandung