Professional Documents
Culture Documents
TERHADAP PESTISIDA
OLEH :
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau
menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian
Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau
membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa
hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
Telah disadari bahwa pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan
hidup. Namun demikian, pestisida juga memberikan manfaat, sehingga pestisida banyak
digunakan dalam pembangunan di berbagai sektor, termasuk pertanian. Memperhatikan
manfaat dan dampak negatifnya, maka pestisida harus dikelola dengan cara sebaik-baiknya
sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang
sekecil-kecilnya.
II. PEMBAHASAN
Dalam pengendalian hama tanaman secara terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif
terakhir. Dan belajar dari pengalaman, Pemerintah saat ini tidak lagi memberi subsidi
terhadap pestisida . Namun kenyataannya di lapangan petani masih banyak menggunakannya.
Menyikapi hal ini, yang terpenting adalah baik pemerintah maupun swasta terus menerus
memberi penyuluhan tentang bagaimana penggunaan pestisida secara aman dan benar.
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini
belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan
penggunaanya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan
pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi
masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama. Hingga
meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.
o Keracunan dan kematian pada manusia, ternak dan hewan piaraan, satwa liar,
ikan dan biota air lainnya, biota tanah, tanaman
o Terjadinya resistensi, resurjensi, dan perubahan status OPT
o Pencemaran lingkungan hidup
o Residu pestisida yang berdampak negatif terhadap konsumen
o Terhambatnya hasil pertanian (terutama perdagangan dalam ekspor)
Dari kekurangan yang telah disebutkan di atas, tentunya sudah dapat dilihat bahwa
pestisida merupakan zat kimia yang berbahaya dan dapat menimbulkan dampak buruk
yang dapat merugikan manusia maupun lingkungan. Penyuluhan untuk menggunakan
pestisida dengan aman dan benar sangatlah diperlukan. Sebelum menggunakan
pestisida dalam pengendalian OPT akan lebih baik bila pengguna mengenal seluk
beluk mengenai pestisida dan cara penggunaannya sesuai fungsinya agar dapat
mengaplikasikan pengendalian dengan aman dan benar. Aman terhadap diri dan
lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu:
Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak
menggunakan akhiran sida:
o Butiran (granulars)
o Debu (dust)
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan
zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu
ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40
persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai
sasaran (tanaman).
o Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif
dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen).
Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama
dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble
powder).
o Oli (oil)
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble
concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen,
karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra
low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan
pada tanaman kapas.
o Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap
yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang
penyimpanan.
Pestisida tersusun dan unsur kimia yang jumlahnya tidak kurang dari 105 unsur.
Namun yang sering digunakan sebagai unsur pestisida adalah 21 unsur. Unsur atau
atom yang lebih sering dipakai adalah carbon, hydrogen, oxigen, nitrogen, phosphor,
chlorine dan sulfur. Sedangkan yang berasal dari logam atau semi logam adalah
ferum, cuprum, mercury, zinc dan arsenic.
o Sifat pestisida
Setiap pestisida mempunyai sifat yang berbeda. Sifat pestisida yang sering
ditemukan adalah daya, toksisitas, rumus empiris, rumus bangun, formulasi,
berat molekul dan titik didih.
Pengetahuan pestisida juga meliputi struktur dan cara pemberian nama atau
dikenal dengan tata nama.
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena
penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu
udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi
pelayangan partikel pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida
akan naik bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah
terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun. Sedang
curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida
berkurang.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan
penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di
samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak
mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1. Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk
mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan
dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah
pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk
menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan
aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume
larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida.
2. Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida,
o Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam
larutan yang sudah dicampur dengan air.
o Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap
liter air.
o Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan
pestisida dalam suatu larutan jadi.
3. Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer
(high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist
blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter.
Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.
4. Ukuran droplet
5. Ukuran partikel
1. Memilih pestisida
Di pasaran banyak dijual formulasi pestisida yang satu sama lain dapat berbeda nama
dagangnya, walaupun mempunyai bahan aktif yang sama. Untuk memilih pestisida,
pertama yang harus diingat adalah jenis jasad pengganggu yang akan dikendahikan.
Hal tersebut penting karena masing-masing formulasi pestisida hanya manjur untuk
jenis jasad pengganggu tertentu. Maka formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai
dengan jasad pengganggu yang akan dikendalikan. Untuk mempermudah dalam
memilih pestisida dapat dibaca pada masing-masing label yang tercantum dalam
setiap pestisida. Dalam label tersebut tercantum jenis-jenis jasad pengganggu yang
dapat dikendalikan. Juga tercantum cara penggunaan dan bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan.
Untuk menjaga kemanjuran pestisida, maka sebaiknya belilah pestisida yang telah
terdaftar dan diizinkan oleb Departemen Pertanian yang dilengkapi dengan wadah
atau pembungkus asli dan label resmi. Pestisida yang tidak diwadah dan tidak berlabel
tidak dijamin kemanjurannya.
2. Menyimpan pestisida
Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau
pembungkus asli, tertutup rapat, tidak bocor atau rusak. Sertakan pula label asli
beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat disimpan dalam tempat yang khusus
yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya, demikian
pula hewan piaraan atau temak. Jauhkan dari tempat minuman, makanan dan sumber
api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi yang baik. Tidak terkena
langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air hujan. Hal tersebut
kesemuanya dapat menyebabkan penurunan kemanjuran pestisida.
3. Menggunakan pestisida
Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang harus diperhatikan:
Dari penelahaan sifat sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi
untuk menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan
tersebut bervariasi, dipengaruhi oleh jenis pestisida yang diberikan, intensitas
pemberian pestisida dan factor factor lingkungan lainnya.
Oleh karena sifat resistensi dikendalikan oleh factor genetis, maka fenomena
resistensi adalah permanen dan tidak dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis serangga
telah menunjukan sifat ketahanan dalam waktu yang cukup lama serangga tersebut
tidak akan pernah berubah kembali lagi menjadi serangga yang peka terhadap
pestisida.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui, pestisida merupakan zat kimia berbahaya. Residunya dapat
merusak lingkungan, ekosistem bahkan bisa membahayakan manusia itu sendiri.
Penggunaan pestisida haruslah diaplikasikan dengan cara aman dan benar. Aman
terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu: tepat jenis pestisida,
tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
STUDI KASUS
Data tentang residu pestisida dalam sayuran di indonesia masih terbatasnya fasiltas untuk
pemantauan residu pestisida.
Residu yang terdapat dalam tanaman dapat berasal dari pestisida yang langsung diaplikasikan
pada tanaman, atau yang diaplikasikan melalui tanah dan air. Selain daripada itu residu dapat
berasal dari kontaminasi melalui hembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah
penyemprotan yang lain, dan juga penanaman pada tanah yang mengandung pestisida
persisten.
Tinggi rendahnya residu pestisida pada tanaan ditentukan oleh jenis pestisida, dosis dan
frekuensi aplikasi, serta waktu aplikasi. Pengaruh jenis pestisida terhadap tingkat residu
tergantung pada sifat-sifat fisika dan kimiawinya.
Insektisida organokhlor pada umumnya tidak mudah menguap, praktis tidak larut dalam air
kecuali lindane, serta mudah larut dalam pelarut organik. Dalam ekosistem kelompok
insektisida ini bersifat persisten karena sifatnya yang lipofilik. Insektisida ini tidak bersifat
sistemik, meskipun demikian dapat diserap ke dalam jaringan tanaman dalam jumlah rendah.
Sedangkan distribusi insektisida organokhlor dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis
tanaman dan struktur jaringan organokhlor dari dalam tanah, tetapi pada varietas tertentu
residu organokhlor terdapat pada lapisan luar umbi, sedang pada varietas yang lain residu
terdapat juga di dalam jaringan-jaringan tanaman lainnya (Brooks, 1974).
Dazinon Diazinon
Tamaron Metamidofos
Takution Protiofos
Karbamat Bassa, Baycarb BPMC
Curater Furadan
Di dalam jaringan tanaman insektisida organokhlr mengalami biotransformasi menjadi
metabolit yang lebih mudah larut dalam air. Hasil metabolit tersebut dapat bersifat lebih
beracun seperti Aldrin yang mengalami epoksidasi menjadi Dieldrin yang lebih persisten dan
beracun.
Insektisida organofosfat lebih mudah larut dalam air apabila dibandingkan dengan insektisida
organokhlor, lebih mudah terhidrolisa menjadi senyawa yang tidak beracun dan mudah larut
dalam air. Di dalam jaringan tanaman insektisida organofosfat termetabolisasi dengan pola
yang sama dengan metabolismenya dalam tubuh hewan, hanya hasil metabilisme dalam
tanaman cenderung disimpan sedangkan pada hewan hasil tersebut segera dikeluarkan.
Aktivasi organofosfat dalam tanaman tidak menimbulkan masalah persistensi, tetapi sebagai
akibatnya untuk memperoleh kadar yang efektif frekuensi penyemprotan harus ditingkatkan
(Eto, 1974).Ada beberapa jenis organofosfat yang bersifat sistemik dan menjadi senyawa
yang lebih aktif dan beracun bagi serangga.
Senyawa karbamat pada umumnya bersifat sistemik, di alam tanaman karbamat tidak begitu
stabil dan cepat termetabilisasi dengan cara teroksidasi dan terkonjugasi menjadi senyawa
yang tidak beracun (Chou dan Afghan, 1977).
Kecuali jenis insektisida waktu aplikasi sangat menentukan residu pada tanaman terutama
waktu aplikasi pestisida terakhir sebelum panen, karena sangat menentukan.
Toksisitas akut suatu senyawa digambarkan oleh harga LD 50-nya. Dalam Tabel l terlihat
bahwa senyawa organofosfat dan karbamat pada umumnya mempunai harga LD 50 lebih
tinggi dari seyawa organohlor. Kasus keracunan akut jarang dijumpai di masyarakat,
sedangkan kasus keracunan kronis pada umumnya dijumpai pada pelaksana pengendalian
hama dan mereka yang bekerja pada industri pestisda. Pada pestisida yang bersifat persisten,
seperti insektisida organokhlor, kemungkinan terjadi kasus keracunan kronis lebih besar dari
pada pestisda yang tidak persisten. Hal ini terjadi karena adanya bioakumulasi, yaitu proses
dinamika yang terjadi bila pemasukan (intake) lebih besar dari pengeluarannya (excretion).
Karena sifatnya yang lipofilik senyawa organokhlor yang mask ke dalam tubuh akan segera
terdistribusi ke dalam jaringan-jaringan dengan kandungan lemak yang tinggi dan tersimpan
di dalam lemaknya. Senyawa organokhlor tersebut dapat diekskresikan bersama dengan
lemak melalui air susu, sehingga terjadi transfer residu insektisida yang telah terakumulasi
dalam tubuh Ibu kepada anak yang disusuinya. Hal ini perlu mendapat perhatian karena anak
jauh lebih peka daripada orang dewasa.
Rendahnya kadar residu pestisida dalam makanan,jelas tidak akan menimbulkan gejala
keracunan kronis mapun aukt,tetapi dapat menimbulan efek subtil (subtle effect) yaitu efek
lanjut jangka pajang yang terjadi pada dosis rendah yang berkali-kali. Penelitian mengenai
efek subtil pada manusia tidak mungkin diakukan, sehingga pengamatan pada hewan
percobaan merupakan indikasi utama pada manusia. Efek subtil dapat berupa perubahan
histolgis dan patologis, efek karsinogenik, tumorigenik, mutagenik dan teratogenik.
Perubahan sitolgis dapat terjadi pada pemberian 5 – 15 ppm DDT pada ransum makanan
tikus jantan. Perubahan ini bersifat reversibel, hal ini menunjukkan adanya ”induksi”
terhadap enzim dalam hati (Ortega, 1962). Insektisida organofosfat dan karbamat dapat
menimbulkan efek neuropatologi karena demielinasi pada jaringan pelindung syaraf.
Untuk mengetahui efek karsinogenik dan tumorigenik suatu pestisida, diperlukan penelitan
mult generasi. Pembeian pp’ DDT 0,4 – 0,7 mg/kg/hari dalam ramsum makanan tikus,
menngkatkan terjadinya leukimia dan tumor pada generasi kedua dan ketiga, sedang
padagenerasi kelima, terjadinya kanker paru-paru meningkat sampai 25 kali (Kemeny dan
Tarjan, 1966,1969). Kepustakaan mengenai efek karsinogenik insekstisida organofosfat dan
karbamat sangat jarang, sehingga belum dapat dipastikan bahwa senyawa-senyawa tersebut
tidak menimbulkan kanker atau tumor.
Usaha mengurangi residu di lapangan dapat dilakuan dengan beberapa cara yaitu:
1. Pemilihan jenis insektisda yang efektif terhadap hama, aman bagi manusia dan
lngkungan, serta memilki persistensi yang rendah, sehingga meninggalkan residu
yang serendah mungkin.
2. Penggunaan dan pengembangan jenis-jenis insektisida yang baru, yang lebih spesifik
dan aman seperti insektisida biolgis, insect Growh Regulator, atrakan dan lain-lain.
3. Penggunaan dosis dan cara aplikasi yang tepat sesuai dengan rekomendasi.
4. Frekuensi penyemprotan pestisida dikurangi, hanya apabila perlu, yaitu sewaktu aras
populasi hama melebihi tingkatan yang merugikan secara ekonomis.
Penanganan pasca panen yang dapat dilakukan untuk mengurangi residu pestisida, antara
lain:
1. Pencucian: cara ini dapat mengurangi sebagian kandungan residu pestisida. Pncucian
bayam yang disemprot dengan karbaril, DDT dan paration, menunjukkan penurunan
residu 66 – 87 % untuk karbaril, 17 – 48 % untuk DDT dan 0 – 9 % untuk paration.
Penambahan detergent pada pencucian akan memperbesar penurunan tingkat residu.
2. Pengupasan: apabila pestisida yang digunakan bersifat non-sistemik dan struktur
jaringan yang dikenai pestisida, menghambat translokasi residu ke jaringan lainnya,
pengupasan sangat membantu dalam saha menurunkan tingkat residu pestisida.
3. Perendaman dalam air panas (blanching): penurunan kandungan residu dengan cara
ini cukup besar. Pada bayam dapat terjadi penurunan sebesar 38 – 60 % untuk DDT,
49 – 71 % untuk paration, dan 96 – 97 % untuk karbail (Lamb et al., 1968).
4. Pemasakan: kandungan residu DDT dalam makanan yang telah dimasak jauh lebih
renah dari bahan mentahnya, terutama pada buah-buahan, biji-bijian, sayuran
(Duggan dan Lipscomb, 1971).
Pegolahan dalam industri, seperti pengalengan, juga menurunkan kandungan residu pestisida.
Efek dari perlakuan-perlakuan tersebut di atas tergantung pada sifat-sifat residu pestisida dan
sifat-sifat bahan makanan tersebut.