You are on page 1of 4

MASA SEJAK BERDIRINYA KERAJAAN GOWA DAN

KERAJAAN TALLO 
1. Kerajaan Gowa berdiri kira-kira tahun 1300 Masehi dengan raja
yang pertama adalah seorang perempuan bernama
TUMANURUNG (1320-1345) yang kawin dengan KARAENG
BAYO berasal dari Bonthain yang menurunkan raja-raja Gowa
selanjutnya. 

2. Pusat Kerajaan Gowa ini terletak diatas bukit Takka'bassia


yang kemudian berubah namanya menjadi Tamalate, tempat ini
menjadi pusat Kerajaan Gowa sampai kepada masa
pemerintahan Raja Gowa ke-VIII I-PAKERE TAU TUNIJALLO RI
PASSUKKI (1460-1510). 

3. Dalam masa pemerintahan Raja Gowa ke-VI TUNATANGKA


LOPI 1445-1460) terjadi pembagian kerajaan, yaitu Kerajaan
Gowa dan Kerajaan Tallo, masing-masing dipegang oleh kedua
puteranya yaitu Kerajaan Gowa dipegang oleh BATARA GOWA
TUNIAWANGA RI PARALEKKANNA sebagai Raja Gowa ke-VII
(1460) dan Kerajaan Tallo dipegang oleh KARAENG LOE RI
SERO sebagai Raja Tallo Pertama. 

4. Raja Gowa ke-IX DAENG MATANRE KARAENG


MANGNGUNTUNGI yang bergelar TUMAPA'RISI KALLONA
kedua kerajaan Gowa dan Tallo disatukan kembali dan diperintah
oleh Raja Gowa, dan yang menjadi Mangkubumi adalah Raja
Tallo. Kedua kerajaan ini sering disebut Kerajaan Makassar. 

5. Pembangunan Benteng Somba Opu dari tanah liat pada tahun


1525 oleh Raja Gowa ke-IX TUMAPA'RISI KALLONNA (1510-
1546). Dalam benteng ini dibanguna istana raja Gowa. Makassar
(Kerajaan Gowa) menjadi pusat bandar niaga dengan
syahbandar adalah DAENG PAMMATE yang diangkat pada
tahun 1538. Sejak itu Makassar menjadi Ibu Negeri, dengan
bertitik pusat pada Kota Raja Somba Opu. 
6. Raja Gowa ke-X I-MANRIWAGAU DAENG BONTO KARAENG
LAKIUNG TUNIPALLANGGA ULAWENG (1546-1565) Benteng
Somba Opu disempurnakan dan dibangun dari batu bata. 

7. Benteng Jumpandang (Ujung Pandang) yang mulai didirikan


pada tahun 1545 pada masa pemerintahan TUMAPA'RISI
KALLONNA kemudian dilanjutkan oleh TUNIPALLANGGA
ULAWENG, maka oleh Raja Gowa SULTAN ALAUDDIN pada
tanggal 9 Agustus 1634 membuat dinding tembok Benteng Ujung
Pandang, dan pada tanggal 23 Juni 1635 dibuat lagi dinding
tembok kedua dekat pintu gerbang sehingga menyerupai seekor
penyu. 

8. Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA


dengan gelar SULTAN ALAUDDIN memerintah mulai tahun 1593-
1639 dengan Mangkubumi I-MAL-LING 

Penerapan Syariah
Di Kerajaan Wajo, setelah Arung Matowa (Raja) Wajo ke-XII yang
bernama La Sangkuru’ Mulajaji memeluk Islam tahun 1610, Raja
Gowa selanjutnya mengirim ulama Minangkabau, Sulaiman
Khatib Sulung, yang sudah kembali dari Luwu’. Khatib Sulung
mengajarkan keimanan kepada Allah dan segala larangan-
larangannya, seperti: 1 (1) dilarang mappinang rakka’ (memberi
sesajen pada apa saja); (2) dilarang mammanu-manu’ (bertenung
tentang alamat baik-buruk melakukan suatu pekerjaan); (3)
dilarangmappolo-bea (bertenung melihat nasib); (4)
dilarang boto’ (berjudi); (5) dilarang makan riba (bunga piutang);
(6) dilarang mappangaddi (berzina); (7) dilarang
minum pakkunesse’(minuman keras); (8) dilarang
makan cammugu-mugu (babi); dan (8)
dilarangmappakkere’ (mempercayai benda keramat).
Setelah ketentuan-ketentuan ditetapkan maka Arung Matowa
Wajo mempercayakan pengurusan dan penyusunan aparat sara’
(pejabat syariah, pen.) kepada Sulaiman Khatib Sulung.
Sebagaimana sudah kita sebutkan sebelumnya, Parewa
Sara’ inilah yang mendampingi Raja dalam menjalankan syariah
Islam. Jika terjadi pelanggaran terhadap larangan-larangan di
atas, pasti pelakunya akan dijatuhi hukuman/sanksi sesuai
syariah Islam. Hal serupa juga terjadi pada seluruh Kerajaan di
bawah kekuasaan Gowa ini. Sebabnya, secara umum berlaku
sistem Pangngadakkan/Pangngaderreng selalu terdiri dari
Pampawa Ade’ dan Parewa Sara’.

Menerapkan syariah Islam.


Setelah Islam menjadi agama resmi Kerajaan Gowa-Tallo’,
Kerajaan ini kemudian menerapkan syariah Islam melalui
lembaga Parewa Sara’ (Pejabat Syariah, pen.) yaitu
Ulama, Qadhi (Kali/Kadi), Imam, dst. Sekalipun masih tetap ada
Lembaga Pampawa Ade’ (pelaksana Adat), yaitu raja dan
pembatu-pembantunya, syariah tetap masih mengakomodasi
hukum-hukum adat yang tidak bertentangan dengan syariah
Islam. Contoh-contoh penerapannya sudah disebutkan di atas.

Kerajaan menyebarkan Islam.


Penyebaran Islam dilakukan baik melalui pendekatan struktural
maupun kultural. Pendekatan struktural dilakukan Kerajaan
Gowa-Tallo dengan menyebarkan Islam kepada rakyat Gowa-
Tallo dan juga segera menyebarkannya ke kerajaan-kerajaan
lainnya. Adapun pendekatan kultural dilakukan dengan cara
Kerajaan mengutus para mubalig ke seluruh pelosok-pelosok
daerah.
Perlu dicatat, bahwa penyebaran Islam oleh Kerajaan Gowa-Tallo
kepada rakyat ataupun raja-raja memegang teguh prinsip
mengajak dengan cara damai. Bisa kita lihat bagaimana Kerajaan
Ajatappareng (Suppak, Sawitto, Rappang dan Sidenreng)
memeluk Islam dengan cara damai setelah diajak oleh Gowa.
Berbeda halnya ketika Kerajaan yang diajak oleh Gowa memeluk
Islam, lalu menolak Islam, maka Gowa akan memeranginya,
seperti yang dilakukannya terhadap Kerajaan Tellumpoccoe
(Bone, Soppeng dan Wajo) sampai ditaklukkannya.
Ini menunjukkan bahwa Gowa sebagai institusi pemerintahan
menyadari kewajibannya untuk menyebarkan Islam kepada siapa
saja dan dimana saja.

You might also like