You are on page 1of 64

Pengantar Nomor: 10 - Oktober 2008

Sejumlah tulisan yang ditampilkan pada Jurnal Pendidikan Dasar edisi Oktober 2008 ini, berupa hasil
penelitian lapangan maupun kepustakaan yang difokuskan kepada konteks pendidikan, khususnya pendidikan
dasar. Tulian dan hasil pikiran yang kesemuanya menunjukkan kepedulian terhadap perkembangan pendidikan
dasar, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas dalam pelaksanaan teaching
learning, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak terhadap kualitas proses dan hasil pendidikan.
Lely Halimah, menampilkan hasil penelitiannya berjudul Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber
Belajar dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 Laboratorium UPI
Kampus Cibiru dalam kesimpulannya antara lain menyebutkan bahwa perkembangan kosa kata mempunyai
epranan yang sangat penting bagi perkembangan kemampuan berbahasa pada siswa sekolah dasar. Nina
Sundari, menampilkan tulisan hasil penelitian berjudul Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya Meningkatkan
Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan media secara
efektif dapat meningkatkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Tini Rustini,
menampilkan hasil penelitian berjudul Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Pengembangan
Potensi Berfikir Siswa dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
Tatat Hartati, hasil penelitiannya berjudul Peranan Bahasa dalam Penelitian di Perguruan Tinggi,
menyimpulkan bahwa kedudukan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia akan kekal dan kokoh jika ditunjang
dengan penelitian-penelitian yang berkualitas secara bersama-sama. Rustono, dkk, menuliskan hasil penelitian
berjudul Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Menerapkan Strategi Strategi Pembelajaran Melalui Lesson
Study di Sekolah Dasar.
Dadan Djuanda, menuliskan hasil penelitian tentang Penerapan Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan
Terpadu dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, mendeskripsikan bagaimana pendekatan komunikatif dan
pendekatan terpadu dilaksanakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VI SD Sukamaju Sumedang.
Nurdina Hanafiah menampilkan hasil penelitiannya berjudul Pengembangan Decision Making Model dalam
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, menyimpulkan bahwa model ini mempunyai potensi yang cukup baik
untuk diterapkan sebagai alternative pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Maulana, menuliskan hasil penelitian
berjudul Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika untuk meningkatkan kemampuan
berfikir kritis mahasiswa PGSD, menyimpulkan bahwa proses ini mempunyai kelemahan berkaitan dengan
waktu pelaksanaan dan kemampuan guru untuk lebih menggali informasi yang actual karena decision making
process model intinya pembelajaran yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kreativitas dan berfikir
kritis siswa.
Beberapa tulisan yang tampil untuk memperkaya jurnal edisi kali ini adalah; Dindin Abdul Muiz Lidinillah,
Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di Sekolah Dasar, Supriadi, Penggunaan Kartun Matematika dalam
Pembelajaran Matematika, dan Yahya Sudarya, Project Based Learning dalam pembelajaran Evaluasi Belajar
mahasiswa PGSD.

Oktober 2008

REDAKSI

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Jurnal Pendidikan Dasar Nomor: 10 - Oktober 2008

Halaman

Daftar Isi (2)


Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi (3 - 9)
Berbahasa Indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru
Lely Halimah

Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran Pengetahuan Sosial (10 - 13)
di Sekolah Dasar
Nina Sundari

Penerapan Model Problem Solving untuk Meningkatkan Pengembangan Potensi Berpikir Siswa (14 - 17)
Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Tin Rustini

Peranan Bahasa dalam Penelitian di Perguruan Tinggi (18 - 20)


Tatat Hartati

Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Menerapkan Strategi Pembelajaran Melalui Lesson Study di (21 - 27)
Sekolah Dasar
Rustono W.S.

Studi Tentang Penerapan Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran (28 - 32)
Bahasa Indonesia di Kelas VI SD Negeri Sukamaju
Kabupaten Sumedang
Dadan Djuanda

Pengembangan Decision Making Model (Model Pembuatan Keputusan) dalam Pembelajaran IPS di (33 - 38)
SD Kelas 6
Nurdinah Hanifah

Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan (39 - 45)
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD
Maulana

Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di Sekolah Dasar (46 - 51)


Dindin Abdul Muiz Lidinillah

Penggunaan Kartun Matematika dalam Pembelajaran Matematika (52 - 57)


Supriadi

Pengembangan Project-Based Learning dalam (58 - 61)


Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran di PGSD Bumi Siliwangi UPI
Yahya Sudarya

Konstruktivisme, Konsepsi Alternatif dan Perubahan Konseptual dalam Pendidikan IPA (62 - 64)
Tatang Suratno

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Berbahasa
Indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI
Kampus Cibiru
Lely Halimah

Abstract
Based on the preliminary study, it is shown that the teaching and learning process of Bahasa Indonesia in the
4th grade of SD Laboratorium UPI Kampus Cibiru is not yet conducive to develop the Indonesian language skill of the
students. One of the sources of the problem is that the teaching and learning process of bahasa Indonesia applied
by the teacher refers to only one source for one semester, which is the text book. Consequently, the students seems
unenthusiastic in attending to the teaching and learning process, and don’t have a chance to actively participate and to
communicatively use Indonesian language, so that the language skills of the students are not well developed. In such
condition, some efforts are required to improve the quality of the teaching and learning process, in order to increase the
quality of the result.
To overcome this condition, a classroom activity/treatment research is conducted --a kind of reflexive research
performed by giving certain treatments to improve or and to increase the class activities in a more professional way.
In general, the objectives of this research is to increase/enhance the quality of the process and the result of teaching
Bahasa Indonesia by way of developing creativity of the teachers’ in exploiting the students’ surroundings as learning
sources.
To achieve the objectives of the research, the procedures are generally referred to the classroom research
activity, as in Lewin’s Model (Elliot, 1991), and in particular develop the procedure of PTK adaptation of Hopkins, 1993),
which includes planning, performing, observation, and reflection. In accordance with the procedures, this research is
developed into three cycles, of which each cycle develops different themes. For instance, cycle 1 develops the theme
of Newspaper, which is then developed/extended into three actions. Cycle 2 develops the theme of Houseplants, which
is then developed/extended into three actions. Cycle 3 develops the theme of School Library, which is then developed/
extended into two actions. The focus of each action of utilizing the environment as learning source is giving the students
a chance to actively participate by using the language in a communicative way.
The conclusions of the research are as follows: (1) the utilization of the environment as an effective learning
source, by giving the students a chance to interact/get involved with various learning sources, the people, the materials,
the equipments, the techniques, as well as the environment itself, (2) the conducive activities of the students, by giving
the students the assignments that encourage them to use the language in a communicative way, such as interviewing,
descriptive writing on their object of observation, and (3) the impact of utilizing the environment as learning source,
which is shown by the gradual improvement of the students’ language skills, which include listening, speaking, reading,
and writing. As shown by the statistic, out of 16 respondents of this research, in cycle 1 action 1, there are only 6
students (37,5%) with good listening skill. But in cycle 3 action 2, there are 12 students (75%). And in cycle 1 action
1, there are only 4 students (25%) with good speaking skill. But in cycle 3 action 2, there are 10 students (62,5%).
Similarly, in cycle 1 action 1, there are only 9 students (56,25%) with good reading skill. But in cycle 3 action 2, there
are 11 students (68,75%). And finally, in cycle 1 action 1, there are only 5 students (31,25%) with good writing skill. But
in cycle 3 action 2, there are 10 students (62,5%).
Suggestion for future researchers is that the utilization of the environment as an effective learning source for the
development of the students’ language skills requires good and constructive planning in preparing and providing the
materials, media, methods, and other sources existing in the surroundings, as well as the evaluation.

Keywords: learning source and language competence

PENDAHULUAN bahasa. Begitu pentingnya kemampuan berbahasa,

P
endidikan bahasa Indonesia di sekolah dasar sehingga masalah kemampuan berbahasa khususnya
bertujuan mengembangkan kemampuan kemampuan baca-tulis atau literasi (melek huruf)
berbahasa Indonesia siswa sesuai dengan menurut Azies dan Alwasilah (1997: 12) dan Akhadiah
fungsi bahasa sebagai wahana berpikir dan wahana (1992: 18) di seluruh dunia masalah literasi atau melek
berkomunikasi untuk mengembangkan potensi intelektual, huruf ini merupakan persoalan manusiawi sepenting dan
emosional, dan sosial. Bahasa sangat fungsional dalam semendasar persoalan pangan dan papan. Untuk itu,
kehidupan manusia, karena selain merupakan alat maka menurut Gani (1995: 1) proses pendidikan bahasa
komunikasi yang paling efektif, berpikir pun menggunakan sejak di sekolah dasar harus mampu mewujudkan lulusan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


yang melek huruf dalam arti yang lebih luas yaitu melek 1. Bagaimana cara yang efektif pemberdayaan lingkungan
teknologi dan melek pikir yang keseluruhannya juga sebagai sumber belajar dalam pembelajaran bahasa
mengarah pada melek kebudayaan. Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
Dari berbagai hasil temuan masih banyak diungkapkan peserta didik dalam berbahasa Indonesia?
bahwa proses pembelajaran bahasa Indonesia serta
hasilnya belum sebagaimana yang diharapkan. 2. Bagaimana aktivitas peserta didik yang kondusif, dalam
Penyebabnya pada umumnya mengungkapkan bahwa meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia
kegagalan itu bersumber pada guru dan metodologi melalui pemberdayaan lingkungan sebagai sumber
pembelajaran serta sumber daya pendidikan yang belajar selama pembelajaran bahasa Indonesia?
kurang menunjang. Rofi’uddin dan Zuhdi (1999: 37)
mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan lulusan 3. Bagaimana dampak pemberdayaan lingkungan
sekolah dasar dalam hal baca-tulis terus dikumandangkan, sebagai sumber belajar dalam pembelajaran bahasa
bahkan hasil penelitian kemampuan membaca tingkat Indonesia terhadap kemampuan peserta didik dalam
sekolah dasar yang dilaksanakan oleh The International berbahasa Indonesia?
Association for the Evaluation of Educational Achievement
(IEA, 1992) menunjukkan bahwa kemampuan membaca Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, dan dari
peserta didik sekolah dasar Indonesia berada pada hasil diagnosis secara kolaboratif antara peneliti, kepala
urutan ke 26 dari 27 negara yang menjadi sampel sekolah, dan guru kelas 4 SD Laboratorium UPI Kampus
penelitian. Tepatnya kemampuan membaca peserta didik
sekolah dasar di Indonesia terendah di kawasan ASEAN. Cibiru, maka ditetapkan alternatif tindakan yang dapat
Lebih parah lagi Ismail (Jalal dan Supriadi, 2001: xxxi) memecahkan masalah yang bersifat praktis dan inovatif,
mengemukakan hasil observasinya di beberapa negara yaitu melalui penerapan metode penelitian tindakan kelas
bahwa anak-anak Indonesia “rabun membaca dan lumpuh dalam pemberdayaan lingkungan di sekitar peserta didik
menulis. sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran
Seiring dengan adanya berbagai temuan di atas, bahasa Indonesia.
maka peneliti melakukan studi pendahuluan yaitu dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap proses
pembelajaran bahasa Indonesia yang dikembangkan oleh Tujuan dan Manfaat
guru-guru SD laboratorium UPI Kampus Cibiru. Dari hasil
pengamatan tersebut diperoleh gambaran pada umumnya Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
pembelajaran bahasa Indonesia yang dikembangkan oleh meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
guru-guru tersebut belum kondusif terhadap peningkatan bahasa Indonesia di SD Laboratorium UPI Kampus
kemampuan berbahasa peserta didik. Setelah diadakan Cibiru, melalui pengembangan kreativitas guru dalam
refleksi secara kolaboratif dengan guru-guru tersebut
ditemukan berbagai faktor penyebabnya, yang salah pemberdayaan berbagai sumber belajar yang ada di
satunya adalah guru terlalu terikat dengan buku paket lingkungan sekitar kehidupan peserta didik. Adapun
bahasa Indonesia dalam melaksanakan pembelajaran tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
bahasa Indonesia Dengan kata lain, peserta didik 1. Mengidentifikasi cara-cara yang efektif
belajar berkomunikasi baik lisan maupun tulisan hanya
mengandalkan dari satu sumber yaitu buku paket. pemberdayaan lingkungan sebagai sumber belajar
Berdasarkan temuan empirik terhadap kondisi dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang dapat
pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana meningkatkan kompetensi berbahasa Indonesia
dikemukakan di atas, maka peneliti bersama kepala peserta didik.
sekolah dan guru kelas 4 SD Laboratorium UPI Kampus 2. Mengidentifikasi aktivitas belajar berbahasa Indonesia
Cibiru merasa perlu adanya upaya-upaya perbaikan
baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaanya yang kondusif dalam menumbuhkembangkan
agar kompetensi berbahasa peserta didik dapat kompetensi berbahasa peserta didik selama
ditingkatkan secara optimal. Dari hasil analisis terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan
kondisi pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana pemberdayaan lingkungan sebagai sumber belajar.
dikemukakan di atas, maka melalui penelitian ini, peneliti
dan guru berkolaborasi secara inkuiri reflektif untuk 3. Mengidentifikasi dampak pemberdayaan lingkungan
memperbaiki proses pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sumber belajar selama proses pembelajaran
melalui pemanfaatan berbagai sumber belajar yang ada bahasa Indonesia terhadap peningkatan kompetensi
di sekitar peserta didik. berbahasa peserta didik.
Beberapa manfaat yang dapat dipetik dari
Rumusan Masalah pelaksanaan penelitian ini, terutama bagi peserta didik
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka di antaranya (1) menumbuhkan antusias, minat dan
yang menjadi fokus masalah penelitian ini adalah sebagai motivasi belajar yang tinggi terhadap peserta didik, (2)
berikut. Bagaimana meningkatkan kompetensi berbahasa memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
Indonesia peserta didik melalui pemberdayaan lingkungan penggunaan bahasa Indonesia secara komunikatif dengan
sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran berbagai nara sumber, (3) memberikan kesempatan
bahasa Indonesia? Untuk memecahkan masalah tersebut, untuk menggali informasi dari berbagai sumber belajar
maka peneliti menjabarkan ke dalam sub-sub masalah dan mengkomunikasikan baik lisan maupun tulis,
yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini. (4) memberikan pengalaman yang bermakna dalam
melakukan berbagai aktivitas berkomunikasi baik lisan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


maupun tulisan, dan (5) meningkatkan kompetensi bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya
dan kreativitas berbahasa Indonesia baik lisan maupun konkrit, serta memberikan pengetahuan yang sifatnya
tulisan. langsung, (6) memungkinkan penyajian pendidikan yang
lebih luas, terutama dengan adanya media massa.
TINJAUAN PUSTAKA Sejalan dengan pendapat di atas, Djahiri (1992)
Standar kompetensi yang harus dicapai melalui mengemukakan pula fungsi sumber belajar, yaitu sebagai
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah meningkatkan sumber kajian yang secara lengkap dan lebih jauh, juga
kemampuan peserta didik untuk berkomununikasi dalam berperan sebagai media pengembangan kepenasaranan
Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan serta (curiousity) pembakuan proses dan kemampuan serta
menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia kegemaran membaca (reading, reading ability and culture),
Indonesia. Standar kompetensi tersebut dimaksudkan serta latihan pengembangan kemampuan belajar (learning
agar peserta didik siap mengakses situasi multiglobal lokal skill) khususnya kemampuan akademik, pembentukan
yang berorientasi pada keterbukaan dan kemasadepanan. sikap (concept formation = self concept) dan daya pikir
Untuk itu, maka guru harus dapat membantu mereka yang nalar (thinking/critical/analysing/evaluate skill).
membangun berbagai strategi komunikasi yang membuat Dengan kata lain, sumber belajar berfungsi memperkuat
mereka dapat menghadapi situasi kritis yang akan mereka upaya men-CBSA-kan peserta didik dengan kadar yang
hadapi. Salah satu upaya yang dapat membantu peserta lebih tinggi, di samping memperluas dan meningkatkan
didik memiliki strategi komunikatif tersebut, yaitu dengan hasil belajar secara kuantitatif maupun kualitatif.
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dalam Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi
pembelajaran bahasa Indonesia. antara individu dengan lingkungan. Lingkungan
Lingkungan atau environment adalah mencakup menyediakan rangsangan (stimuli) terhadap individu,
segala hal yang ada di sekitar kita. Lingkungan adalah dan sebaliknya individu memberikan respon terhadap
sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna lingkungan. Lingkungan merupakan dasar pendidikan
dan/atau pengaruh tertentu kepada individu. Sumaatmadja dan pembelajaran yang sangat penting. Sebagaimana
(1996: 30) memaknai lingkungan sebagai ”segala sesuatu dikemukakan Mangieri, dkk., (1984: 1) bahwa “Education
yang ada di sekitar manusia yang berpengaruh terhadap is a lifelong process in which people learn to negotiate
sifat-sifat pertumbuhan manusia yang bersangkutan.” with their world. Although others play significant role in
Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Solchan this process, education is essentially something people
(1994) dilihat dari ragamnya, sumber belajar dapat must do for themselves. Language is central to the
dibedakan menurut sifat dan pengembangannya. Menurut individual’s process of self-discovery and self-definition. It
sifat dasarnya, sumber belajar dapat dibagi dua, yakni (a) is the means by which people explore and structure their
sumber belajar insani, dan (b) sumber belajar non insani. worlds”. Lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak
Sedangkan dilihat dari sifat pengembangannya, sumber habis-habisnya dalam memberikan pengetahuan kepada
belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) learning peserta didik. Semakin kita gali semakin banyak yang
resources by design, yaitu sumber belajar yang dirancang didapatkan oleh peserta didik. Selain itu lingkungan sebagai
dengan sengaja dipergunakan untuk kepentingan sumber belajar yang ilmiah menyediakan bahan-bahan
pembelajaran yang telah diseleksi, dan (b) learning yang tidak usah dibeli, misalnya udara, cahaya, matahari,
resources by utilitarian, yaitu sumber belajar (lingkungan) pepohonan, air sungai, rerumputan, dan sebagainya.
yang ada di sekeliling sekolah yang dimanfaatkan untuk Dengan demikian, lingkungan sebagai sumber belajar
memudahkan peserta didik yang sedang belajar dan bagi peserta didik memiliki nilai ekonomis.
sifatnya insidental.
Depdikbud (Soschan, 1994) mengemukakan bahwa PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
penggunaan sumber belajar dalam pembelajaran pada 1. Desain Penelitian
umumnya mempunyai berbagai fungsi, di antaranya Penelitian ini menggunakan metode penelitian
(1) untuk meningkatkan produktivitas pendidikan, (2) tindakan kelas (classroom action research). Esensi
memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya dari penelitian tindakan kelas ini merupakan kajian
lebih individual dengan jalan mengurangi kontrol yang terhadap konteks situasi sosial yang dicirikan adanya
kaku dan tradisional, serta memberikan kesempatan unsur tempat, pelaku dan kegiatan dalam waktu tertentu
bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya.
kemampuannya, (3) memberikan dasar yang lebih Menurut Soedarsono (1996) penelitian tindakan kelas
ilmiah terhadap pembelajaran, (4) lebih memantapkan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
pembelajaran, dengan jalan meningkatkan kemampuan dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
peserta didik dengan berbagai media komunikasi serta memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik
penyajian informasi dan data secara lebih konkrit, (5) pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Adapun
memungkinkan belajar secara seketika, karena dapat langkah-langkah penelitian yang ditempuh adalah sebagai
mengurangi jurang pemisah antara pengajaran yang berikut ini.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


a. Perencanaan b) Tindakan kedua, guru melaksanakan pembelajaran
Pada tahap perencanaan ini ditempuh langkah- bahasa Indonesia dengan memanfaatkan salah satu jenis
langkah sebagai berikut : (1) analisis kebutuhan tanaman hias, sebagai sumber belajar peserta didik.
perkembangan peserta didik, analisis kurikulum bahasa c) Tindakan ketiga, guru mengajak peserta didik
Indonesia, dan analisis kondisi lingkungan sekolah, (2) mengunjungi tempat penjualan tanaman hias, untuk
mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan mengamati berbagai jenis tanaman hias dan dan
pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sebagai melakukan wawancara dengan penjual tanaman hias.
sumer belajar, yang disesuaikan dengan tuntutan 3) Siklus ketiga tema “Perpustakaan Sekolah”
karakteristik mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu
a) Tindakan kesatu, guru mengajak peserta didik
tematik, memadukan empat keterampilan berbahasa, dan
mengunjungi perpustakaan sekolah, untuk membaca
komunikatif, (3) menyusun instrumen untuk pelaksanaan
buku cerita yang diminatinya dan kemudian menceritakan
observasi dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
kembali isi buku tersebut. Melalui tindakan ini peserta
didik, dan (4) membuat kesepakatan bersama guru
didik belajar berkomunikasi dengan memanfaatkan buku-
dalam pemanfaatan waktu pelaksanaan pembelajaran,
buku yang ada di perpustakaan.
dan prosedur pelaksanaan penelitian, serta konfirmasi
berkaitan dengan tugas guru dan peneliti dalam b) Tindakan kedua, guru mengajak peserta didik ke
pelaksanaan pembelajaran. perpustakaan sekolah untuk mencatat judul-judul buku
dan pengarangnya serta melakukan wawancara dengan
b. Pelaksanaan
petugas perpustakaan.
Pada tahap ini sesuai dengan prosedur
c. Observasi
pengembangan program tindakan dilakukan sebanyak
tiga siklus. Setiap siklusnya terdiri dari perencanaan (plan), Observasi yang dimaksud dalam hal ini adalah
pelaksanaan (act), pengewasan (observer), dan refleksi kegiatan pengamatan terhadap seluruh aktivitas
(reflect) (Kemmis & Tagart, 1981 dalam Hopkins, 1993; pembelajaran. Observer mencatat kejadian-kejadian
McNift, 1992; waseso, 1994). Pelaksanaan tindakan ini penting untuk kemudian dihimpun sebagai catatan
dibagi menjadi tiga siklus, setiap siklusnya ditetapkan lapangan selama proses berlangsungnya pembelajaran.
satu tema. Setiap siklus jumlah tindakannya berbeda, Observasi ini dilakukan terutama untuk melihat proses
seperti siklus satu terdiri dari tiga tindakan, siklus dua tiga dan dampak dari tindakan guru terhadap aktivitas dan
tindakan, dan siklus dua terdiri dari dua tindakan. Jadi hasil belajar peserta didik.
secara keseluruhan terdiri dari tiga siklus dan delapan d. Refleksi
tindakan. Untuk lebih jelasnya gambaran setiap siklusnya Refleksi adalah tahap di mana antara guru dan peneliti
adalah sebagai berikut ini. duduk bersama untuk merenungkan kembali tindakan
1) Siklus kesatu tema “Surat Kabar” yang telah dilakukan oleh guru. Dari hasil perenungan ini
a) Tindakan kesatu, guru melaksanakan pembelajaran akan diperoleh berbagai temuan menyangkut tindakan-
bahasa Indonesia dengan membawa surat kabar sebagai tindakan guru yang sudah efektif dan yang belum efektif
sumber belajar peserta didik dalam belajar keterampilan serta dampaknya terhadap proses belajar peserta didik.
berbahasa. Melalui tindakan ini, peserta didik mengamati Temuan-temuan ini menjadi bahan diskusi antara guru
surat kabar untuk mendeskripsikan tentang surat kabar. dan peneliti untuk merancang perbaikan pada tindakan
b) Tindakan kedua, guru melaksanakan pembelajaran
bahasa Indonesia dengan memanfaatkan informasi yang
terdapat pada surat kabar, dan peserta didik belajar
berkomunikai melalui berbagai informasi yang terdapat
pada surat kabar.
c) Tindakan ketiga, guru mengundang penjual surat
kabar ke sekolah. Melalui tindakan ketiga ini, peserta
didik mengamati berbagai surat kabar yang dibawa oleh
penjual surat kabar dan melakukan wawancara langsung
dengan penjual surat kabar.
2) Siklus kedua tema “Tanaman Hias”
a) Tindakan kesatu, guru melaksanakan pembelajaran
bahasa Indonesia dengan memanfaatkan berbagai
tanaman hias yang ada di lingkungan sekolah. Melalui
tindakan kesatu ini, sumber belajar berkomunikasi adalah
macam-macam tanaman hias yang terdapat di halaman
sekolah.
Gambar 1: Alur Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas
(Adaptasi dari Hopkins,1993)

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


selanjunya. Dari keseluruhan tahapan di atas, dapat menulis pada siklus kesatu juga mengalami peningkatan,
digambarkan alurnya sebagaimana dikemukakan pada seperti pada tindakan kesatu jumlah peserta didik yang
Gambar 1. kemampuan menulisnya baik 31,25%, dan pada siklus
2. Instrumen Penelitian ketiga tindakan kedua menjadi 62, 5%. Semuanya itu dari
jumlah peserta didik 16 orang yang menjadi responden
Sesuai dengan tahapan penelitian, sebagaimana
penelitian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik
dikemukakan di atas, maka digunakan instrumen
berikut ini.
penelitian, di antaranya adalah pedoman wawancara,
pedoman observasi dan catatan lapangan, analisis
dokumen, alat perekam elektronik, dan tes (pretest dan
posttest)
3. Analisis Data
Pada dasarnya analisis data dilakukan sepanjang
penelitian secara berkelanjutan dari hasil stusi
pendahuluan, pelaksanaan, dan akhir pelaksanaan
program tindakan. Data yang dihimpun itu, meliputi
data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk mengetahui Gambar 2: Kemampuan Menyimak
makna dari penelitian ini, maka analisis data dilakukan
pada setiap tahap pengumpulan data, dengan mengikuti
langkah-langkah sebagaimana dianjurkan oleh Nasution
(1988), yaitu (1) reduksi data, (2) display data, dan (3)
membuat kesimpulan dan verivikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dilihat dari proses belajar peserta didik, pemanfaatan Gambar 3: Kemampuan Berbicara
lingkungan sebagai sumber belajar selama proses
pembelajaran bahasa Indonesia telah terbukti kondusif
dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk berpartisipasi secara aktif menggunakan bahasa
Indonesia secara komunikatif dalam berbagai aktivitas.
Berbagai aktivitas penggunaan bahasa secara komunikatif
yang dilakukan peserta didik, di antaranya peserta didik
mengamati suatu objek kajian dan melaporkan hasil
pengamatannya, membuat pertanyaan untuk melakukan
wawancara dengan nara sumber, melakukan wawancara Gambar 4: Kemampuan Membaca
langsung dengan nara sumber, membaca berbagai buku
bacaan yang ada di perpustakaan, menceritakan kembali
isi teks yang telah dibacanya, menulis deskripsi sesuai
hasil pengamatannya.
Dilihat dari kemampuan berbahasa Indonesia, yang
meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
untuk setiap siklusnya mengalami peningkatan. Untuk
siklus pertama, tindakan ke 1 jumlah peserta didik yang
kemampuan menyimaknya baik adalah 37,5%, dan Gambar 5: Kemampuan Menulis
pada siklus ketiga yang kemampuan menyimaknya
baik menjadi 75%. Kemampuan berbicara pada siklus Peningkatan kemampuan berbahasa sebagaimana
pertama juga mengalami peningkatan, seperti pada dikemukakan di atas, ternyata sangat ditunjang oleh kondisi
tindakan ke satu jumlah peserta didik yang kemampuan meluasnya cakrawala sosial peserta didik, seperti mereka
berbicaranya baik 25%, dan siklus ketiga tindakan kedua membaca surat kabar secara langsung, mewawancarai
jumlah peserta didik yang kemampuan berbicaranya baik tukang koran, mengamati langsung tanaman hias dan
menjadi 62,5%. Kemampuan membaca juga mengalami mewawancari langsung penjualnya, membaca berbagai
peningkatan pada siklus kesatu jumlah peserta didik yang judul buku dan pengarang, mewawancarai petugas
kemampuan membacanya baik 56,25%, dan pada siklus perpustakaan dan sebagainya yang semuanya itu ternyata
ketiga tindakan kedua peserta didik yang kemampuan efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa
membacanya baik menjadi 68,75%. Kemampuan peserta didik. Berbagai aktivitas yang dilakukan secara

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


langsung oleh peserta didik sangat menunjang terhadap 3. Pemberdayaan lingkungan sebagai sumber belajar
perkembangan pembendaharaan kata mereka. dalam pembelajaran bahasa Indonesia memberikan
Perkembangan kosakata mempunyai peranan dampak yang positif, terutama terhadap peningkatan
yang sangat penting bagi perkembangan kemampuan kemampuan berbahasa Indonesia. Hal ini dapat
berbahasa. Semakin kaya kosakata yang dimiliki peserta dilihat dari jumlah peserta didik yang mengalami
didik, maka semakin besar pula kemungkinan terampil peningkatan secara bertahap baik kemampuan
berbahasa. bahkan kualitas keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
seseorang sangat bergantung kepada kualitas dan Saran-saran
kuantitas kosakata yang dimilikinya (Suhendar dan 1. Bagi Guru, hendaknya lebih kreatif lagi dalam memilih
Supinah, 1992: 103). Untuk itu, agar pembelajaran sumber-sumber belajar yang berasal dari lingkungan
bahasa berkualitas dalam mengembangkan kompetensi peserta didik. Selain kreatif dalam memilih sumber
komunikatif peserta didik, Logan, dkk. (1972: 18) belajar tersebut, juga kreatif dalam menciptakan proses
memberikan arahan bagaimana guru harus menciptakan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan
pembelajaran bahasa, di antaranya guru harus kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa
memberikan kurikulum bahasa yang berorientasi pada secara komunikatif baik lisan maupun tulis.
terciptanya kesadaran yang penuh akan kebutuhan
2. Bagi Peneliti Lebih Lanjut, kondisi yang harus dipenuhi
peserta didik untuk penemuan, penjelajahan, berimajinasi,
(suport system) dalam pemanfaatan lingkungan
menciptakan dan berkomunikasi dalam lingkungan
sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran
komunikasi yang bermakna. Dalam seting belajar, guru
bahasa di antaranya perencanaan yang matang dan
akan mengembangkan kurikulum yang mengutamakan
konstruktif baik dalam mengkonstruk bahan belajar,
situasi yang alamiah sebagaimana anak secara alamiah
media, metode, dan sumber-sumber belajar yang
belajar dan menggunakan bahasa. Dengan kata lain,
berada di lingkungan sekitar, serta penilaiannya.
guru akan memberikan seting pembelajaran di mana
peserta didik dilibatkan dalam menyimak, berbicara,
untuk mengkomunikasikan ide-idenya dan perasaannya DAFTAR PUSTAKA
sebagai dasar pengembangan kemampuan berbahasa
tulis. Azies, Furqonul dan Alwasilah, A. Chaedar (1996)
Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek.
KESIMPULAN DAN SARAN Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kesimpulan Elliott, John. (1991) Action Research for Education
Change. Philadelphia: Open University Press.
1. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar Fisher, Carol J. & Terry C. Ann (1982) Children’s Language
dapat meningkatkan motivasi belajar, kreativitas and the Language Arts. New York: McGraw-Hill Book
berbahasa, dan juga dapat meningkatkan kompetensi Company.
komunikatif peserta didik. Adapun cara yang efektif Kennnedy, Barbara L. (1994). The Role of Topic and the
dalam pemanfaatan lingkungan sebagai sumber Reading/Writing Connection. (Online):.http://www.
belajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu writing.berkeley.Edu/TESL-EJ/ejo1/a.3.html. (1 April
dengan cara menghadapkan peserta didik secara 1994).
langsung dengan sumber belajar yang berasal dari Logan, Lillian M., Logan, Virgil G. and Paterson, Leona.
lingkungan sekitarnya. (1972). Creative Communication:Teaching the
2. Aktivitas peserta didik yang kondusif dalam Language Arts. Toronto: Mcgraw-Hill Ryeerson
meningkatkan kompetensi komunikatif melalui Limited.
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar Mangieri, John N. Staley, Nancy K., dan Wilhide, James
yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada A. (1984). Teaching Language Arts: Classroom
peserta didik untuk berpartisipasi dalam penggunaan Applications. New York: McGraw-Hill Book
bahasa Indonesia secara komunikatif dalam berbagai Company.
macam aktivitas seperti menyimak, berbicara, Muchlisoh, dkk. (1992). Materi Pokkok Pendidikan Bahasa
membaca, dan menulis. Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud; Proyek Pusat
Pengembangan Penataran Guru Tertulis.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Muktiono, Joko D. (2003). Aku Cinta Buku: Menumbuhkan Staley, Amy. (1991). Reading Aloud: Bringing Whole
Minat Baca pada Anak. Jakarta: Elex Media Language into the ESL Writing Classroom. (Online):
Komputindo Kelompok Gramedia. http://langue.hyper.chubu.ac.jp/jalt/pub/tlt/97/mar/
Nurgiantoro, Burhan. (1988). Penilaian dalam aloud.html (19 Maret 1997).
Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Y o g y a k a r t a : Sumardi .(2002). Peningkatan Mutu Pendidikan Lewat
BPFE. Bahasa Indonesia. (Online). Tersedia: http://@www.
Nurchasanah, (1994). “Model Pengembangan Kompetensi goodle/search. (28 Maret 2002).
Komunikatif Melalui Pengajaran Menulis Terpadu”. Swarbrick, Ann. (1994). Teaching Modern Languages.
Vokal Telaah Bahasa dan Sastra. (No. 1 Th V), New York: Routledge.
31-37. Tarigan, Djago. (1995). Penerapan Pembelajaran Bahasa
Pappas, Christine c., Kiefer, Barbara Z., Levstik, Linda S. Indonesia di SD, SLTP dan SMU Berdasarkan
(1995). An Integratif Language Perspective: in the Kurikulum 1994. Bandung: Theme 76.
Ellementary School. USA: Longman. Tarigan, Djago. (2002). Pendidikan Bahasa dan Sastra
Richards, Jack C. (2001) Curriculum Development in Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta:Universitas
Language Teaching. United States of America: terbuka, Departemen Pendidikan Nasional.
University Press Combridge Tarigan, Djago. (2002). Pendidikan Keterampilan
Rofi’uddin, Ahmad. (1994). Evaluasi Pengajaran Bahasa Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka,
Indonesia dalam Kurikulum 1994. Malang: Vokal No. Departemen Pendidikan Nasional.
1 tahun V. Tarigan, Hanry Guntur. (1979). Membaca: Sebagai Suatu
Rofi’uddin, Ahmad dan Zuhdi, Darmiyati. (1999). keterampilan berbahasa. Bandung: Aksara.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tarigan, Henry Guntur. (1989). Metodologi Pengejaran
Tinggi. Jakarta: Depdikbud. Bahasa: Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Suparno, Suhaenah A. (1999). Pemanfaatan dan Depdikbud.
Pengembangan Sumber Belajar Pendidikan Dasar. Tarigan, Djago dan Tarigan, H. G. (1988). Teknik
Jakarta: Depdikbud. Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Semiawan, Conny., Dkk. (1986) Pendekatan Keterampilan Angkasa.
Proses: Bagaimana Mengaktifkan Peserta didik Weaver, C. (1996). What about Whole Language? (Online).
dalam Belajar. Jakarta: Gramedia Tersedia: http://www.ashay. Com/mpe. (Juli 1996).
Santosa, Puji.,dkk., (2003) Materi dan Pembelajaran Williams, Marion & Burden, Robert L. (1997) Psychology
Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka. for Language Teachers: a Social Constructivist
Approach. United Kingdom: University Prees
Cambridge.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya
Meningkatkan Pembelajaran Pengetahuan Sosial
di Sekolah Dasar
Nina Sundari

Abstrak
Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Media Peta dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran Pengetahuan Sosial
di Sekolah Dasar”, merupakan Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Cibiru X kelas IV Kecamatan Cileunyi Kabupaten
Bandung. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran dan
meningkatkan aktivitas data kreativitas siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kebermaknaan menerapkan proses pembelajaran dengan
menggunakan media peta. Manfaat proses penelitian ini, dapat meningkatkan kinerja guru dalam melakukan perubahan
untuk perbaikan guna meningkatkan kualitas pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Metode penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Proses penelitian dilakukan secara kolaboratif
antara guru dan peneliti sebagai mitra penelitian. Bentuk penelitian ini adalah model siklus yang dilakukan sebanyak
lima kali pengamatan dan tindakan, yang terdiri dari beberapa fase pengamatan kegiatan pembelajaran. Prosedur
pelaksanaannya mengacu kepada model yang dikembangkan oleh Kemmis, Mc. Taggart, dan Hopkin’s, setiap siklusnya
terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah sebagai salah satu mata pelajaran yang bertujuan meningkatkan
dan menumbuhkan pengetahuan, kesadaran dan sikap sebagai warga negara yang bertanggung jawab,menuntut
pengelolaan pembelajaran secara dinamis dengan mendekatkan siswa kepada realitas objektif kehidupan.
Proses penelitian dengan menggunakan media peta, berhasil dilakukan guru yang ditunjukkan dengan
meningkatnya kualitas pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Beberapa perubahan dan peningkatan
kualitas pembelajaran dapat ditunjukkan oleh guru dalam pengembangan strategi, meliputi pengorganisasian materi,
pemilihan metode dan media, serta evaluasi di dalam proses maupun terhadap hasilnya. Keberhasilan pembelajaran,
secara nyata dapat dilihat dari pola interaksi guru dan siswa yang menunjukkan meningkatnya minat, partisifatif aktif
siswa selama mengikuti pembelajaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) pembelajaran dengan menggunakan media peta, guru telah meniciptakan
lingkungan belajar dan strategi yang membangkitkan keterlibatan siswa secara fisik, mental dan emosional, 2)
pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dengan menggunakan media peta, peran serta siswa menjadi lebih
meningkat, 3) penggunaan media peta secara efektif dapat meningkatkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran
Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Proses dan hasil studi ini dapat direkomendasikan kepada berbagai pihak yang terkait, khususnya bagi guru
sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi modal pengembangan untuk meningkatkan mutu unjuk-kerja profesional guru
di lapangan. Bagi sekolah, proses dan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengelolaan dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran Pengetahuan Sosial

Kata Kunci: media peta, pembelajaran pengetahuan sosial

PENDAHULUAN Rumusan fungsi dan tujuan nasional, jika dikaitkan

D
alam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 dengan tujuan Pendidikan IPS mempunyai arah yang
tentang sistem Pendidikan Nasional sama, yaitu pembentukan warga negara yang mampu
(SISDIKNAS) pasal 3 dirumuskan bahwa hidup secara demokratis (citizenship education).
tujuan Pendidikan Nasional berfungsi: Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak yang dapat memberikan wawasan pengetahuan yang
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka luas mengenai masyarakat lokal maupun global sehingga
mencerdaskan kehidupan bangsa, betujuan untuk mampu hidup bersama-sama dengan masyarakat lainnya.
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah dasar sebagai
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang lembaga formal dapat mengembangkan dan melatih
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, potensi diri siswa yang mampu melahirkan manusia
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta yang handal, baik dalam bidang akademik maupun
bertanggungjawab.
dalam aspek moralnya. Demikian pula dengan Kurikulum

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Berbasis Kompetensi yang mulai diberlakukan tahun 2004 menggunakan serta mengusahakan memilih media yang
bahwa dalam ”Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial, siswa tepat, kalau memungkinkan guru memiliki kemampuan
diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga untuk merancang dan membuat media sendiri. Memilih
negara Indonesia dan warga dunia yang efektif”. dan menggunakan media, perlu memperhatikan aspek
Salah satu indikator keberhasilan mutu proses dalam tujuan, materi, metode dan evaluasi. Pengguanaan media
hasil belajar siswa, selain guru dapat mengembangkan bukan semata-mata melaksanakan salah satu komponen
materi, sumber pembelajaran, metode, strategi, evaluasi pengajaran, tetapi dengan media benar-benar berguna
dan penggunaan media. Media pembelajaran merupakan untuk memudahkan penguasaan siswa dalam belajar.
bagian yang penting dalam menunjang pembelajaran. Upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran
Menurut Samaatmadja (1984 : 116), media merupakan Pendidikan IPS, sangat terkait dengan kemampuan
alat ari segala benda yang digunakan untuk membantu guru dalam memanfaatkan media yang tersedia untuk
proses belajar mengajar. Dilihat darimacamnya, media kebutuhan siswanya, siswa dilatih menjadi terampil dan
pembelajaran terdiri dari : gambar-gambar, foto, grafik, penuh pengalaman dalam menggunakan media. Proses
poster, papan planel, visual hingga benda asli seperti pembelajaran yang didukung oleh media secara lengkap
laboratorium, nara sumber, dsb. Demikian pula dengan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar.
media peta. Peta merupakan hasil potretan dari berbagai Mengenai tujuan belajar dapat diwujudkan dalam bentuk:
peristiwa/kejadian, objek yang dituangkan dalam bentuk 1. menjadikan anak-anak senang, bergembira dan riang
gambar, garis, simbol-simbol, maupun gambaran dari dalam belajar;
objek tertentu. Peta dalam pembelajaran Pengetahuan
2. memperbaiki berpiki kreatif anak-anak, sifat
Sosial berfungsi untuk penyampaian materi agar lebih
keingintahuan, kerjasama, harga diri dan rasa percaya
mudah diterima siswa, sehingga dapat membantu
pada diri sendiri, khususnya dalam menghadapi
kelancaran aktivitas dan efesiensi dalam mencapai tujuan
kehidupan akademik;
materi pembelajaran.
3. mengembangkan sikap positif anak-anak dalam
Menurut Suharyono peta adalah gambaran
belajar;
permukaan bumi alam satu bidang datar, (Afrid, 2002 :
32). Dilihat dari keunggulan menggunakan peta dalam 4. mengembangkan afeksi dan kepekaan terhadap
pembelajaran Pengetahuan Sosial khususnya pada topik peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungannya,
lingkungan sekitar di sekolah dasar, memberi pengetahuan khususnya perubahan yang terjadi dalam lingkungan
dan pengalaman kepada siswa baik dalam posisi geografis, sosial dan teknologi. (Sumantri, Permana : 1999 :
keadaan alam serta persebaran penduduk di daerah/ 21).
lokasi tertentu. Demikian pula dilihat dari keefektifan bagi Selanjutnya, Sumantri & Permana (1999 : 181)
guru dengan menggunakan media peta dapat membantu mengemukakan prinsif-prinsif dalam memilih media
yaitu:
dalam menyampaikan pesan materi secara lebih mudah
1. memilih media harus berdasarkan tujuan pengajaran
kepada siswa. dan bahan pengajaran yang akan disampaikan;
2. memilih media harus disesuaikan dengan
LANDASAN TEORITIS kemampuan guru, baik dalam penggunaannya dan
1. Pengertian Media Peta pengadaannya;
3. memilih media harus disesuaikan dengan tingkat
Media berasal dari bahasa Latin merupakan bentuk perkembangan peserta didik;
jamak dari medium, yang berarti perantara yang dipakai
4. memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan
untuk menunjukkan alat komunikasi. Secara harfiah kondisi atau pada waktu, tempat dan situasinya yang
media diartikan sebagai pelantara atau pengantar pesan tepat;
dari pengirim penerima pesan. Sumaatmadja (1980 : 117), 5. memilih media harus memahami karakteristik ari
mengemukakan media pengajaran secara keseluruhan media itu sendiri;
adalah segala benda, dan alat yang digunakan untuk Sedangkan manfaat media bagi siswa memungkinkan
membantu pelaksanaan PBM IPS. Seperti : slide, dapat mencapai peristiwa yang langka dan sukar dicapai.
epidiaskup, proyektor, peta, globe, grafik, diagram, potret, Misalnya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik
gambar, maket, diorama, film, tape recorder, vide tape Indonesia pada tahun 1945 akan sulit disaksikan. Tetapi
recorder, radio dll, termasuk media pengajaran yang dengan adanya foto-foto peristiwa berlangsung dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar IPS. Untuk merasa lebih dekat, seolah-olah menyaksikan sendiri.
memperjelas pemahaman siswa terhadap materi yang Dengan lebih mudah melakukan pengamatan. Contohnya
sedang dipelajari, sebaiknya alat-alat tersebut dapat pengamatan suatu wilayah sukar memberikan gambaran
digunakan guru dan siswa. yang menyeluruh. Karena wilayah tersebut terlalu luas
2. Manfaat Media Peta untuk diamati secara langsung. Dengan menggunakan
Media sebagai sumber pembelajaran erat kaitannya media peta dapat memperoleh gambaran keseluruhan
dengan peran guru. Guru tidak cukup memiliki pengetahuan tentang wilayah yang diteliti.
tentang media tetapi dituntut untul terampil memilih,

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian dikembangkan dengan menggunakan
metode Penelitian Tindakan Kelas (action research). Ebbut
melihat proses dan penelitian tindakan sebagai suatu
rangkaian siklus yang berkelanjutan. Penelitian tindakan
dapat digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis
diantara keempat aspek, yaitu , perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi (Kemmis & Taggart, 1992).
Pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas
permasalahan yang dihadapi guru dalam mengajar di
kelas, khususnya dalam memanfaatkan media peta
hingga guru maupun siswa dapat menggunakannya.
Melalui penelitian tindakan kelas adalah satu
cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan dan
atau memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam
konteks pembelajaran di kelas. Bahkan Mc. Niff (1992),
menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya
pelaksanaan tindakan kelas adalah untuk perbaikan.
.... a form of self-reflective inquiry undertaken by participant Gambar 1: alur kegiatan penelitian tindakan kelas
in a social (including educational situation) in order to berdasarkan spiral (Adaptasi dari Hopkins, 1993, 48)
improve the rationality and justice of (a) their own social
or educational practice. (b) their understanding of these yang dapat membatu guru dan siswa memudahkan
practice, and (c) the situation are carried out (Hopkins, pembelajaran yang abstrak menjadi konrit.
1993 : 44).
Temuan ini sesuai kajian kepustakaan bahwa
Kata perbaikan disini terkait dan memiliki konteks pemilihan suatu strategi dan metode mengajar dalam
dengan proses pembelajaran. Tujuan ini dapat dicapai pembelajaran Pengenalan Lingkungan Sekitar dengan
dengan melakukan berbagai tindakan alternative dan menggunakan media peta, guru dituntut untuk mempunyai
memecahkan berbagai persoalan pembelajaran di kelas. kemampuan yang memadai. Tipe pembelajaran yang
ditampilkan guru berupa ceramah (lecture) dalam suatu
PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS kegiatan pembelajaran, berdampak pada hasil sehingga
Model penelitian tindakan kelas, merupakan tradisi yang diperoleh siswa hanyalah pada aspek pengetahuan,
kualitatif yang didasarkan pada prinsip natural setting, tetapi juga kemampuan dalam analisis dan sintetis.
situasional, kontekstual, adaptif, dan bergayut dengan Dalam pembahasan materi, tidak lagi menggunakan
realitas lapangan (Hopkins, 1993 : 43). Dimaksudkan buku paket sebagai sumber belajar yang utama, tetapi
bahwa dalam pelaksanaan penelitian bersandar pada guru bersifat pragmatis-praktis yaitu mengangkat
pengamatan setting kelas secara obyektif tanpa rekayasa bahan IPS berdasarkan pada kehidupan riil siswa. Pola
peneliti. Rencana penelitian dilakukan dengan langkah- tersebut sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang
langkah yang dirancang berdasarkan 5 tahap : orientasi, dikembangkan di sekolah dasar yang mengacu pada asa
perencanaan, tindakan, observasi, refleksi dan mengacu DAP (Developmentaly Appropriate Practice).
pada model Elliot’s (Hopkins, 1993).
Penelitian tindakan kelas, dilihat secara procedural KESIMPULAN KHUSUS
berserta langkah-langkah proses Penelitian Tindakan Kesimpulan penting proses dan hasil studi ini dapat
Kelas, dilaksanakan berupa proses pengkajian
dikemukakan sebagai berikut :
berdaur (ciclycal) yang terdiri dari empat tahap, yaitu:
merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, a. Melalui pengorganisasian dan pengkajian yang
merefleksi. keempat pase dari siklus dapat digambarkan bervariasi mengenai pengmatan lingkungan sekitar,
dengan sebuah spiral Penelitian Tindakan Kelas, seperti guru dapat mendorong siswa sekolah dasar melakukan
tampak pada Gambar 1.
pengamatan lingkungan fisik dan sosial;
b. Strategi yang dikembangkan guru dengan
HASIL PENELITIAN
Beradasarkan hasil penelitian diatas, temuan mengembangkan peta sebagai media, memungkinkann
penelitian menunjukkan bahwa pemnfaatan media kepada siswa meningkatkan pengetahuan,
peta dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial, sangan keterampilan dan sikapnya tidak verbalisme;
efektif diterapkan di sekolah dasar. Pembelajaran lebih c. Pembelajaran dengan memanfaatkan media peta,
bermakna, karena siswa secara aktif terlibat dalam proses
dapat memunculkan variasi metode, seperti ceramah
pembelajaran. Media peta sebagai alat pembelajaran

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


bervariasi, tanya jawab, pengamatan/observasi, Jaromilek, J. dan Parker, ( 1993). Social Studien
diskusi kelompok sehingga proses pembelajaran Elementary Education 9th Ed. New York: mac Millan
benar-benar menjadi menarik, menyenangkan dan Publishing Co.
efektif dalam pencapaian tujuan; Kasbolah, E.S (1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Depdikbud. Dirjen Dikti. PPGSD. IBRD: Loan-Ind.
d. Pembelajaran dengan menggunakan media
Kurikulum (2004). Standar Kompetensi Mata Pelajaran
peta, dapat menciptakan suasana belajar yang Pengetahuan Sosial SD dan MI. Depdiknas.
membangkitkan semangat dan gairah belajar
Lueck, W.R. et Al., (1967). Effektive Secondary Education.
sehingga dapat mendorong siswa berpikir kritis, Minneapolis. Minn.: Burges Mc. Niff, J (1991).
kreatif dan inovatif; Action Resarch. Principles and Practice London:
e. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber Routledge.
belajar yang ditunjang oleh penggunaan media peta, Moleong. Lexy. J. (1988). Metode Penelitian Kualitatif.
memberi peluang kepada siswa melakukan berbagai Bandung: PT Remaja.
keterampilan seperti mengamati dan memprediksi Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Sitompul, Marlinang. (1994). Penggunaan Peta Oleh Guru
dalam Proses Belajar Mengajar Geografi Bidang
Studi IPS Sekolah Dasar. Tesis. PPS IKIP Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Sumaatmadja, N. (1984). Metodologi Pengajaran IPS.
Bandung. Penerbit Alumni.
Afrida (2003). Pengembangan Pembelajaran Konsep
--------------------. (1999). Studi Geografi. Suatu Pendekatan
Letak, Arah dan Jarak dalam Bidang Studi IPS di SD.
dan Analisis Keruangan.
Tesis. IKIP Bandung Tidak diterbitkan.
Sumantri, Permana. (1999). Strategi Belajar Mengajar.
Banks, J.A dan Clegg, AA.Jr., (1985). Teaching Strategis
Depdikbud. Dirjen Dikti. PPGSD, IBRD: Loan 4394-
for the Social Studies. New York: Longham et.al.
IND.
Barr. R., Shermis, s dan Barth, J,L. (1978). Hakekat
Somantri, N. (1996). Menggagas Pembaharuan
Dasar Studi Sosial. (Disadur oleh : Buchari Alma dan
Pendidikan IPS. PPS dan FPIPS UPI Bandung :
Harlasgunawan Ap. dari Buku Asli: The Nature of
Remaja Rosakarya.
Social Studies. Bandung, Penerbit: Sinar Baru.
Surya, Muhamad. (2003). Psikologi Pembelajaran
Bredkamp, Sue. (1992). Developmentary Appropiate
dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bina Bhakti
Practice in Early Chilhod; Program Serving Children
Winaya.
From Brith Trought Age 8; National Assocation of
Yong Children: Washington DC. Suyanto. (1977). Pedoman Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas. Dirjen Dikti. Depdikbud. PPTA.
Bruner, Jerome. (1966). Toward a Theory of Instruction.
BP3GSD. IKIP Yogyakarta. IBRD: Loan3496-Ind.
New York: Norton.
Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan
Dahar, Willis. (1996). Teori-teori Belajar. Erlangga.
Kelas (Classroom Action Research). Dep. P & K.
Jakarta.
Dirjen Dikti. PPGSM. IBRD Loan No. 3979-Ind.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum
T. Raka Joni. (1985). Strategi Belajar Mengajar. Suatu
2004 (Standar Kompetensi) Mata Pengetahuan
Tinjauan Pengantar. Depdikbud. Dirjen Dikti. Proyek
Sosial untuk sekolah Dasar dan Madrasah ibtidaiyah.
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Jakarta: Depdiknas.
Kependidikan. Jakarta.
Hopkins, David. (1993). A. Teacher Guide to Classroom
Usman, M.U. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Research. Philadephia: Open Univercity Press.
PT Remaja Rosdakarya.
Huberman Michael A, (1992). Analisis Data Kualitatif.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
Buku Sumber Tentang Metode Baru. (Terjemahan
Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Tjetjep Rohendi). U-I Press. Jakarta.
Citra Umbara Bandung. Pembelajaran dengan
memanfaatkan media peta.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Penerapan Model Problem Solving untuk
Meningkatkan Pengembangan Potensi Berpikir
Siswa Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Tin Rustini

Abstrak
Penerapan model problem solving untuk meningkatkan pengembangan potensi berpikir siswa dalam Pembelajaran
IPS Di Sekolah Dasar ini dilakukan di SD Negeri Marga Endah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi dengan tujuan
yang akan dicapai dalam kegiatan ini adalah agar guru bisa meningkatkan kemampuannya dalam menerapkan model
problem solving untuk meningkatkan pengembangan potensi berpikir siswa pada pembelajaran IPS di sekolah dasar.
Manfaat penelitian lainnya adalah dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan perubahan pembelajaran
Pendidikan IPS di kelasnya, sehingga dapat menumbuhkan motivasi, dan partisipasi siswa terhadap pembelajaran
IPS.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang bersifat partisipatorik dan kolaboratif
antara guru dan mitra penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran, Proses penelitian berlangsung
empat siklus, dengan kegiatan pokok perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan refleksi. Dalam proses penelitian
berlangsung telah terjadi perubahan meningkatnya kemampuan kerja guru dalam mengelola pembelajaran menjadi
lebih effektif. Pembelajaran yang dikembangkan guru dengan menggunakan variasi strategi, metode, media serta
evaluasi pembelajaran benar-benar bermakna. Manfaat untuk siswa dapat dilihat dari meningkatnya aktifitas dan
kreatifitas siswa selama mengikuti pelajaran.
Kesimpulan hasil penelitian tindakan ini adalah 1) penerapan model problem solving dengan strategi yang
dikembangkan guru secara bervariasi melalui pembelajaran IPS dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa
secara kreatif dan menyeluruh; 2) penerapan model problem solving melalui pembelajaran IPS yang dikembangkan
guru, mampu meningkatkan proses belajar siswa kelas V melalui aktivitas, motivasi dan kreativitas hingga berimplikasi
pada hasil belajar yang lebih baik

Kata Kunci: Pendidikan IPS, Tujuan Pendidikan IPS, Potensi Berpikir & Pemecahan Masalah, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kemampuan Berpikir, Pengertian Problem Solving; Proses Belajar Mengajar Pendidikan IPS dan
Penerapan Model Problem Solving

PENDAHULUAN ini sesuai dengan pendapat Raka Joni (1992: 1) bahwa

P
endidikan Dasar merupakan cikal bakal dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih
pendidikan yang akan banyak menentukan mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar
kualitas pendidikan pada jenjang berikutnya, dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Keberhasilan dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
menangani masalah pendidikan dasar merupakan langkah terdapat disekitarnya. Selain itu siswa diharapkan dapat
strategis untuk membenahi sistem pendidikan pada level terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis,
diatasnya dan pada gilirannya akan menyentuh sistem tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari,
pendidikan nasional. Suwarma (1999:43). serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari
dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS di Sekolah
Dasar hendaknya dikembangkan proses pembelajaran Sebagaimana tersirat pada fungsi dan tujuan
yang mengacu pada proses pencapaian tujuan tersebut. pendidikan IPS di SD, guru dituntut membawa siswa
Pada rambu-rambu GBPP IPS SD dikemukakan oleh kepada kenyataan hidup sebenarnya yang dapat dihayati,
Depdikbud (1994-1995) bahwa dalam pelaksanaan ditanggapi, dianalisa dan akhirnya dapat membina
pembelajaran, guru hendaknya menerapkan prinsip kepekaan sikap mental, keterampilan-keterampilan dalam
belajar aktif, yaitu yang melibatkan siswa aktif baik fisik, menghadapi kehidupan nyata. Dengan begitu semua
mental (pemikiran dan perasaan) sosial serta sesuai potensi siswa dapat dikembangkan. Pengembangan
dengan tingkat perkembangan dan lingkungan anak. Hal potensi siswa melalui pengajaran IPS dapat dioptimalkan.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal yang dibutuhkan dalam menghadapi kenyataan-kenyataan
dengan membelajarkan siswa melalui pengoptimalan tetapi juga masalah-masalah diberbagai gatra atau situasi
pengembangan kemampuan berpikir siswa, mental dan kondisi ekonomi politik sosial, budaya pertahanan
emosional, sosial dan motorik yang disesuaikan dengan keamanan dan agama dalam lingkup manusia sebagai
perkembangan dan lingkungan anak, sehingga benar- insan mandiri, keluarga serta masyarakat, bangsa
benar pembelajaran menjadi bermakna membuat anak dan negara juga dibelajarkan sesuai dengan tingkat
memiliki minat yang besar untuk mempelajari pendidikan perkembangan dan lingkungan sekitar anak, baik masa
IPS. Dalam hal ini guru memberikan kesempatan kepada lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
siswa untuk merefleksikan kemampuan berpikirnya Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat
untuk memecahkan berbagai persoalan yang timbul di mengkondisikan siswa agar berpikir reflektif yang
lingkungannya. menimbulkan siswa menjadi aktif, kreatif dan peka terhadap
Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS secara berbagai permasalahan yang ada dilingkungannya dan
efektif, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang kemudian berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya
bersifat “Generic essential” yaitu kemampuan memuat siswa diajak untuk mencarikan solusinya baik secara
perencanaan pengajaran, kemampuan melakukan kelompok maupun secara individu. Dalam hal ini siswa
prosedur pengajaran dan kemampuan melakukan diberi kesempatan merefleksikan buah pikirannya untuk
hubungan pribadi (UT. APKG, 1987). Ketiga kemampuan memecahkan masalah yang muncul di dalam kelas
tersebut hendaknya dimiliki oleh setiap guru, dan akan sebagai hasil pengamatan yang diperoleh di sekitarnya.
terwujud dalam proses belajar mengajar. Pada saat terjadinya kegiatan pembelajaran tersebut,
Berdasarkan kenyataan kiranya sulit dibantah bahwa dengan begitu siswa termotivasi untuk aktif dan kreatifitas
penelitian selama ini menunjukkan guru sangat berperan dalam kegiatan pembelajaran sebagai bentuk kemampuan
sentral dalam proses pembelajaran, baik sebagai proses yang dilatihkan. Dengan mengangkat isu-isu yang
pengembangan dan implementasi kurikulum. Orientasi terjadi didalam masyarakat, keingintahuan seorang siswa
guru menjadi kuat terhadap proses pemberian materi akan tergerak apabila dihadapkan dengan permasalahan-
pembelajaran. Tujuan mengembangkan kemampuan permasalahan yang timbul dilingkungannya yang
berpikir dan bersikap sebagai bekal menjadi warga dialami didalam kehidupan sehari-hari. Dengan terbiasa
negara yang baik tidak banyak diperhatikan (Suwarma: siswa memecahkan masalah-masalah yang timbul di
1991). Penelitian secara umum mengungkapkan bahwa lingkungannya, diharapkan siswa akan sukses dalam
kelemahan pendidikan IPS selama ini terletak pada proses hidupnya.
belajar, proses belajar masih lemah dan terperangkap Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut sangat perlu
kepada proses menghapal “menyentuh pengembangan diupayakan pola-pola pembelajaran yang dapat membantu
tingkat” rendah. Proses belajar belum mengembangkan meningkatkan aktivitas belajar siswa di dalam proses
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Suwarma: 1990, Ary pembelajaran di kelas. Adapun pola-pola pembelajaran
S, 1997). Kualitas partisipasi siswa dalam belajar masih yang melatihkan bentuk kemampuan proses yang dapat
rendah mereka belum diperankan sebagai pembelajar mengembangkan kemampuan berpikir mulai dari tingkat
yang secara mandiri melakukan kegiatan belajar. rendah sampai tingkat tinggi salah satunya adalah Model
Sedangkan hasil observasi awal yang penulis temui Problem Solving.
di SD Marga Endah guru masih berperan sebagai pemberi Model Problem Solving (pemecahan masalah)
informasi dengan kata lain guru lebih mendominasi adalah salah satu model mengajar yang mengandung
kegiatan pembelajaran, siswa lebih banyak pasif. Tanya aktivitas belajar siswa cukup tinggi dan termasuk model
jawab dilakukan sekitar apa siapa dan dimana belum yang disarankan dalam GBPP 1994. Pendekatan model
sampai kepada mengapa dan bagaimana. Dengan begitu ini termasuk kepada pendekatan interaksi sosial yang
pengembangan potensi berpikir secara optimal belum menitik beratkan kepada aktivitas memecahkan masalah
dikembangkan “Hal ini terjadi karena masih banyak baik individu maupun kelompok.
kegiatan pembelajaran tersebut didominasi oleh guru. Dalam pembelajaran Pendidikan IPS, berdasarkan
Siswa dipandang sebagai obyek yang menerima apa GBPP1994, diharapkan dapat menciptakan suasana
yang diberikan guru” (Sudjana, 1989:153). pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk
Berdasarkan uraian diatas guru pendidikan IPS berpikir. Sejalan dengan itu Hamid Hasan (1996:17)
belum secara optimal mengembangkan kemampuan mengemukakan bahwa tuntutan untuk mengembangkan
seluruh potensi siswa termasuk potensi berpikir siswa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu
guru kurang keberanian untuk berusaha mengembangkan tuntutan yang harus dijawab dan diemban oleh pendidikan
potensi siswa berdasarkan prinsip-prinsip CBSA kadar ilmu-ilmu sosial di masa mendatang. Mungkin dengan cara
tinggi khususnya mengembangkan kemampuan berpikir demikian keluhan para siswa bahwa belajar pendidikan
tinggi seperti yang dijelaskan diatas. sosial hanya akan ditandai dengan kebosanan dalam
Padahal sifat dari pembelajaran IPS seyogyanya lebih belajar akan dapat dihapuskan.
menitikberatkan kepada selain pemberian pengetahuan, Kebiasaan-kebiasaan guru sebagai pengajar yang
sikap dan keterampilan-keterampilan tentang kehidupan lebih aktif dari para siswa dengan menggunakan metode

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


ceramah, sebagai pemberi informasi yang mengembangkan dengan sebutan Penelitian Naturalistik (Naturalistik
kemampuan berpikir tingkat rendah seperti hapalan, dan Inquiry) (Nasution: 1989, Maleong: 1989). Penelitian
satu-satunya buku paket sebagai sumber belajar harus kelas ini dirancang dengan menggunakan penelitian
ditingkatkan. Guru hendaknya selalu sadar bahwa siswa tindakan yang didasari oleh paradigma penelitian kualitatif,
memiliki potensi yang harus dikembangkan baik fisik, didukung oleh prinsip seting alamiah, situasional, refleksi
mental, emosional dan sosialnya secara mandiri. Dalam diri serta kolaboratif partisipatif antara guru dan peneliti.
proses pembelajaran hendaknya tidak hanya guru yang Kegiatan penelitian diawali dengan melakukan
aktif akan tetapi siswa dilibatkan secara optimal sesuai penelitian pendahuluan yang merupakan langkah
dengan potensinya untuk mengembangkan pengetahuan pertama. Temuan dari hasil studi pendahuluan ini
dan keterampilan dasarnya yang mereka miliki sesuai kemudian dilakukan refleksi bersama guru dan peneliti
dengan yang diamanatkan oleh tujuan dari pendidikan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan selanjutnya
Sekolah Dasar. hingga tujuan penelitian tercapai.
Berdasarkan analisis konseptual dan kondisi realita
yang terjadi tentang pendidikan IPS di Sekolah Dasar Deskripsi Hasil Penelitian
ternyata masih banyak guru yang belum melaksanakan Dari seluruh rangkaian pembelajaran mulai dari pra
pendekatan atau model problem solving sebagai salah tindakan dan setelah melakukan tindakan menunjukkan
satu pendekatan yang dianggap tepat digunakan dalam peningkatan kearah pembelajaran yang lebih baik,
pembelajaran Pendidikan IPS untuk meningkatkan sebagaimana tuntutan model problem solving, adalah
pengembangan potensi berpikir siswa secara optimal. pendekatan yang menuntut siswa proses cara-cara
Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian pemecahan masalah hingga mampu mengambil keputusan,
tindakan yang dapat digunakan sebagai upaya mencapai melaui problem solving inilah yang menempatkan posisi
tujuan secara optimal, dan efektif dalam pembelajaran guru tidak sebagai penyampai pengetahuan tentang teori
IPS. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa IPS Sekolah atau ilmu-ilmu sosial, tetapi bagaimana menciptakan
Dasar dihadapkan pada tantangan untuk berperan dalam proses pembelajaran yang menuntut siswa pada proses
meningkatkan kemampuan optimalisasi potensi berpikir, berpikir reflektif, kritis analitis.
untuk itu perlu ditransformasikan dari pelajaran yang
Guru sudah mulai menggunakan strategi metode
hanya dipandang sebagai hapalan kepada pelajaran yang
pengajaran ceramah variasi, tanya jawab, penugasan
mampu mempertajam potensi berpikir dan memperluas
dan diskusi membuat siswa lebih mudah merumuskan
cakrawala peserta didik” (Suwarma, 1998:37)
masalah, membuat hipotesa mengumpulkan fakta-
fakta mencari bukti-bukti hingga mampu menyimpulkan
PERTANYAAN PENELITIAN permasalahan yang ada. Walaupun masih perlu adanya
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan pembiasaan guru untuk lebih terampil dalam menerapkan
permasalahan yang akan dicari jawabannya dengan problem solving di kelasnya tanpa harus ada bantuan dari
penelitian kelas ini adalah: peneliti.
Bagaimanakah kemampuan guru menerapkan model
Kesimpulan
problem solving untuk meningkatkan pengembangan
potensi berpikir siswa pada pembelajaran pendidikan IPS Penerapan model problem solving sebagai suatu
di sekolah dasar? strategi yang sangat efektif dalam mengembangkan
siswa untuk berpikir secara ilmiah dan mengembangkan
Masalah pokok penelitian diatas, dikembangkan
daya nalar mereka dalam menghadapi berbagai masalah
dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
kehidupan.
1. Bagaimanakah cara guru menerapkan model problem
Tahapan-tahapan model ini diimplementasikan
solving untuk meningkatkan pengembangan potensi
secara sistematis diharapkan siswa terbiasa berpikir
berpikir siswa pada pembelajaran IPS di Sekolah
kritis, logis, ilmiah serta peka terhadap permasalahan
Dasar mulai dari merencanakan, melaksanakan dan
yang mungkin muncul dalam kehidupan sehari-hari.
mengevaluasi?
Kualitas pembelajaran IPS berhasil dengan baik
2. Kendala apakah yang timbul dalam pelaksanaan bilamana guru berupaya mengkondisikan pembelajaran
pembelajaran IPS model problem solving untuk dengan menyajikan secara menarik dan menyenangkan
meningkatkan pengembangan potensi berpikir serta menciptakan iklim yang terbuka dan demokratis,
siswa? sedangkan variasi metode, media dan sumber belajar
3. Bagaimanakah hasil yang dicapai dalam menerapkan yang beragam menjadikan suatu tuntutan yang tidak bisa
pembelajaran model pemecahan masalah? diabaikan.
Dan berdasarkan keseluruhan temuan penelitian
Metode Penelitian tindakan, dapat disimpulkan bahwa :
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian 1. Penerapan strategi pembelajaran model problem
ini adalah Metode Penelitian Kualitatif yang lebih dikenal solving melalui pembelajaran IPS mampu melatih

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


siswa mengembangkan kemampuan berpikir reflektif, Banks, J A With ClIGG (1975). Teaching Strategy For
kritis dan kreatif. Social Studies Inquiry, Valuing and Decision Making,
2. Model Problem Solving berhasil dengan baik bila New York: With Plane.
menggunakan strategi yang bervariatif Barr, r.d. Et.al., (1977). Defining the Social Studies.
3. Model problem solving dapat memberikan kemudahan Arlington: VA: NCCS.
kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran ______________, & R Taylor. ( 1992). Pengantar Metode
4. Model pembelajaran dengan menerapkan problem Penelitian Kualitatif. Alih bahasa olrh Ary Penehan.
solving dapat meningkatkan kualitas proses maupun Surabaya: Usaha Nasional.
hasil belajar siswa. Bloom, Benyamin (1956). Taxonomy of Education
Objective. Jakarta: David Mackay C.
Saran Djahiri K. (1995/1996). Dasar-dasar Metodologi dan
Pengajaran Nilai Moral PVct. Pengajaran PMP IKIP
Atas dasar temuan dan kesimpulan yang telah
Bandung.
dikemukakan diatas, dapat disarankan sebagai berikut :
Hasan, Hamid (1996). Pendidikan IPS Buku 1 dan 2,
1. Bagi peneliti khususnya, penerapan model problem
Bandung Jurusan Sejarah FPIPS IKIP Bandung.
solving dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar dapat
melakukan penelitian lebih lanjut dan dikembangkan Hopkin, David (1985). A Teacher Guide to Classroom
dalam topic yang berbeda, Research, Resiladelphila Open University Press.
2. Bagi sejawat pengembang pendidikan IPS, proses Jarolimek, J dan Skill (1993). Social Studi In Elementary
dan studi ini menjadi bahan diskusi untuk memperluas School New York, Macmilan Publishing Company.
wacana model pembelajaran yang sesuai dengan ___________, ( 1977). Social Studies Competency Skill.
tuntutan dan karakteristik siswa sekolah dasar Mew Mac Millan Joice Bruce and Weil Marsha (1972).
3. Bagi peminat / pemerhati profesi pendidikan dan Model of Teaching. New Jersey Prentice Hall.
tenaga kependidikan di sekolah dasar, proses dan Mulyono ( 1980). Pengertian dan Karakteristik IPS Jakarta
hasil studi ini dapat menjadi model pengembang P3D Depdikbud.
untuk meningkatkan mutu unjuk kerja professional Maleong Lexy (1993). Metodologi Penelitian Kualitatif
guru sekolah dasar. Bandung, Remaja Rosda Karya.
4. Bagi para guru sekolah dasar, proses dan hasil studi Nasution. S ( 1987). Berbagai Pendekatan dalam Proses
tentang penerapan model problem solving di dalam Belajar Mengajar, Jakarta. Bina Aksara.
pembelajaran pendidikan IPS dapat mengembangkan
___________, ( 1996). Metode Penelitian Naturalistik.
kemampuan meneliti dan melakukan tindakan
Bandung. Edisi Kedua. Bandung, Tarsito.
perbaikan dalam meningkatkan proses dan hasil
belajar siswa Sudjana, Nana & Ibrahim (1989). Penelitian dan Penilaian
Pendidikan. Bandung Sinar Baru.
___________, (1989). CBSA dan Proses Belajar Mengajar,
Bandung. Sinar Baru
DAFTAR PUSTAKA Sumantri Mulyani & P. Johar. (1999). Strategi Belajar
Mengajar, Dep. P dan K. Dirjen DIKTI PPGSD IBRD
LOAN 3496 – IND.
Al Muchtar, Suwarma ( 1996). Pengembangan
Pendidikan IPS di SD, (Thesis) Prodi PIPSPPS IKIP
Kemampuan berpikir dan Nilai dalam Pendidikan
Bandung.
IPS. FPS IKIP Bandung.
Sumaatmaja, N. (1986). Metodologi IPS, Bandung
_________________, (1999). Peningkatan Kualitas
Alumni.
Pembelajaran IPS: Bandung LP Universitas
Pendidikan Indonesia. ___________, (2000). Konsep Dasar IPS, Materi Pokok
PGSD. Jakarta. UT.
_________________, (2000). Epistimologi Pendidikan
IPS Bandung:Pustaka Mandiri.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Peranan Bahasa dalam Penelitian
di Perguruan Tinggi
Tatat Hartati

Abstrak
Dalam perspektif pengembangan suatu perguruan tinggi, riset merupakan elemen strategis yang memberikan
dukungan besar bagi pengembangan universitas itu sendiri maupun bagi pengembangan kemajuan suatu bangsa
secara keseluruhan. Bagi universitas maju, riset merupakan pilar utama untuk peningkatan kualitas institusi dan citra
sebagai universitas maju dan terkemuka di dunia. Dengan demikian universitas tak ragu-ragu menginvestasikan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) untuk kajian berbagai bidang ilmu dengan mendirikan
Pusat-pusat Kajian seperti: Pusat Kajian Pendidikan, Pusat Kajian Sains, Pusat Kajian Bahasa dan sebagainya. Pusat-
pusat kajian tersebut pada beberapa negara terbukti telah memberikan keutungan besar bagi universitas di samping
dapat mengangkat peringkat suatu perguruan tinggi minimal masuk dalam urutan daftar 500 kampus berkualitas di
dunia.
Ada 4 indikator utama pemeringkatan 500 kampus terbaik tersebut, yang salah satunya adalah frekuensi publisitas
penelitian secara internasional. Indikator lainnya adalah: penilaian sejawat, jumlah mahasiswa dan dosen asing, rasio
dosen dan mahasiswa. Dengan demikian kualitas penelitian merupakan “benchmaking” maju mundurnya sebuah
institusi bernama perguruan tinggi.
Salah satu sarana untuk pengembangan penelitian adalah bahasa. Tanpa penggunaan bahasa yang baik, benar
dan komunikatif; sebaik apapun penelitian tidak akan mencapai sasaran.Demikian pula pengembangan bahasa yang
baik akan kukuh jika disokong oleh peneliti an yang baik. Untuk menghasilkan kinerja penelitian yang baik, maka
data, logika dan bahasa yang digunakan seharusnya selaras antara peneliti dan pengguna hasil penelitian/pembaca.
Penggunaan bahasa yang baik dalam penelitian secara langsung akan turut meningkatkan kedudukan bahasa Indonesia
di era global terutama di lingkungan pengguna bahasa serumpun, yaitu beberapa negara Asean.

Kata Kunci: bahasa, bahasa serumpun, penelitian, perguruan tinggi

Pendahuluan a. Mendukung pengembangan kapasitas (capacity

P
ada umumnya bidang penelitian merupakan salah building) perguruan tinggi dalam melaksanakan
satu misi dari berbagai misi sebuah perguruan penelitian dan pengembangan universitas, termasuk
tinggi di samping menyelenggarakan pengajaran pengabdian kepada masyarakat dan kreativitas
dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-undang mahasiswa guna peningkatan kualitas perguruan
Sistem Pendidikan Nasional, 2003). Fungsi perguruan tinggi.
tinggi pada hakikatnya adalah, menghimpun,memelihara b. Memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengabdian
dan mentrasfer budaya, nilai-nilai dan pengetahuan umat kepada masyarakat dan kreativitas mahasiswa
manusia dari generasi ke generasi. Dengan perkataan perguruan tinggi secara proporsional dan kompetitif.
lain perguruan tinggi tidak saja dituntut untuk mentrasfer c. Mendorong berkembangnya kerja sama antara
pengetahuan melalui proses pengajaran, tetapi juga perguruan tinggi dengan perguruan tinggi nasional
dituntut untuk mampu menghimpun dan menggali maupun internasional juga dengan pihak industri dan
pengetahuan baru melalui penelitian dan pengembangan masyarakat dalam pengembangan dan penerapan
(research and development). Iptek (ilmu pengetahuan &teknologi), termasuk
Dalam dekade 20 terakhir, perguruan tinggi telah bidang usaha (entrepreneurship) dan kreativitas
merumuskan paradigm baru dalam mencapai kualitas mahasiswa.
pendidikan bertaraf dunia yaitu dengan menjadikan d. Mendukung penyebarluasan (diseminasi) hasil-hasil
universitas sebagai universitas riset yang lazimnya penelitian dan pengembangan serta perlindungan
memiliki research center dan research institute. Tujuan Hak Kekayaan Intelektual.
dari pusat-pusat riset tersebut antara lain:

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


e. Mengembangkan jejaring (network) informasi dan kepakaran penelitian dalam satu atau antarsekolah.
institusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan pada • Rantai penelitian dalam konteks program strata untuk
peringkat nasional, regional maupun internasional. pengembangan profesional (seperti:dosen, doktor,
pengacara, manajer).
Hal di atas sejalan dengan pengembangan perguruan • Lingkungan pembelajaran yang mendukung fokus
tinggi jangka panjang, yang terdiri dari 5 isu strategis yang penelitian terbimbing, contoh; akses yang baik ke
harus diantisipasi dan diimplementasikan oleh perguruan sumber utama di perpustakaan, dukungan informasi
tinggi di Indonesia,yaitu: daya saing bangsa, kualitas & teknologi yang baik, laboratorium yang didanai
relevansi, kesehatan institusi, akuntabilitas dan otonomi dengan baik.
(Direktorat Pembinaan dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Sydney di Australia, sebagimana dikutip
2002) oleh Skelton (2005), mengambil definisi yang lebih luas,
merujuk dimensi berikut untuk memperoleh isi dengan
Penelitian di Perguruan Tinggi dilakukannya penelitian terbimbing:
Dalam konteks pendidikan tinggi, peranan dosen • Staf pengajar penelitian dilakukan oleh peneliti
sebagai peneliti dalam pendidikan semakin penting. berkelas dunia yang aktif meneliti dan menulis.
Kepentingan penelitian semakin disadari dan diakui dapat • Pengajaran berdasarkan bukti-pengajaran dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembangunan pembelajaran sebagai kesatuan dirancang dalam
insan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan berakhlak mulia. sorotan literatur pedagogik dan bukti pengalaman
Sudah tiba waktunya bagi dosen untuk meningkatkan pelajar.
aktivitas penelitian sebagai satu elemen penting ke arah • Kurikulum berbasis penelitian dari kurikulum yang ada
pendidikan seumur hidup, kecemerlangan pendidikan, yang mencerminkan kegiatan dan proses penelitian
dan pendidikan unggul serta bertaraf dunia. Oleh karena (seperti kerja tim, menyampaikan presentasi dan
itu kegiatan penelitian perlu diberi keutamaan dan makalah/artikel).
dilaksanakan dalam semua jenjang pendidikan.
• Budaya pemerolehan, maknanya terdapat debat dan
Melalui hasil penelitian, perumusan pembelajaran pembahasan pada disiplin subjek tentang masalah
serta strategi dan kebijakan mengajar, suatu institusi akan pedagogik.
bergerak mengembangkan ‘budaya kualitas mengajar”.
Ada harapan yang berkembang agar semua institusi • Komunitas mahasiswa dilibatkan ke dalam budaya
pengajian tinggi akan berusaha meningkatkan suatu dan komunitas peneliti dalam disiplin ilmu tersebut.
budaya mengajar yang berkualitas sebagai ‘inti’ kegiatan. • Pengajaran disejajarkan dengan penelitian,
Di tingkat kebijakan pemimpin, kualitas mengajar dan pengajaran dikelola oleh dorongan penelitian tertentu
belajar kini dihubungkan dengan baik pada kemampuan dan minat staf peneliti.
ekonomi nasional untuk bersaing serta mempromosikan • Pengajaran penelitian terbimbing, akan memacu
institusi perguruan tinggi di pasar global. Institusi akan penelitian disiplin ilmu sebagai ide, teori dan konsep
mencari hubungan penelitian dengan mengajar untuk yang dihubungkan secara kritis oleh mahasiswa
mendukung kualitas mengajar. Pengajaran “penelitian
terbimbing” telah menjadi cara yang populer untuk Peran Bahasa dalam Penelitian
mengekspresikan hubungan ini (Alwasilah, 2007).
Seluruh proses penelitian mulai judul, proposal,
Di bawah ini merupakan batasan-batasan dari pelaksanaan sehingga laporan penelitian menggunakan
pengajaran penelitian terbimbing: bahasa. Hal ini bermakna proses dan strategi penulisan
• Pengajaran tentang topik penelitian tertentu yang dari yang sederhana sehingga yang kompleks akan
sedang dipelajari oleh akademisi di waktu tertentu. bertumpu pada satu hal utama, yaitu bahasa. Bahasa
• Pengajaran yang menekankan pada perkembangan berperan sebagai perantara utama antara ide atau
atau arah penelitian mutakhir dalam wilayah pandangan penulis sehingga tulisan difahami dan enak
kepakarang sendiri. dibaca. Dengan bahasa yang baik, tuturan-tuturan dalam
• Pengajaran lebih umum pada wilayah pendanaan artikel atau penelitian akan menjadi sesuatu yang layak
(scholarship) sendiri, pengajaran dengan penekanan dinikmati. Penulis dengan penguasaan bahasa dan ejaan
pada metode-metode penelitian atau cara-cara untuk yang baik pada umumnya akan selalu diingat oleh para
mengakumulasi pengetahuan dalam disiplin ilmu pembaca.
tertentu. Dalam pandangan yang lebih luas, bahasa senantiasa
• Pengajaran sebagai pembelajaran “berbasis dikaitkan dengan identitas suatu bangsa. Melalui bahasa
pemerolehan” vs. pendekatan yang lebih mendidik seseorang dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat,
terhadap pengajaran. bahkan dapat mengenali tingkah laku dan kepribadian
masyarakat penuturnya. Oleh karena itu, masalah
• Mahasiswa sebagai peneliti
kebahasaan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat
• Merancang program strata yang mengunggulkan penuturnya. Dalam perkembangan kehidupan masyarakat

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


serantau yang bahasa nasionalnya berasaskan bahasa Penutup
Melayu (Indonesia, Malaysia, Brunai dan Singapura) Penelitian dengan menggunakan media bahasa
telah terjadi berbagai perubahan berkaitan dengan Indonesia diperingkat antarbangsa perlu terus dibudayakan
perkembangan ilmu, teknologi, khususnya teknologi dan ditingkatkan di antara bangsa serumpun/serantau.
informasi sebagai tuntutan dunia global, dengan Perlu dilakukan penelitian kolaboratif antara peneliti
demikian diperlukan kajian-kajian atau penyelidikan untuk bahasa serantau. Hambatan-hambatan bahasa dalam
meningkatkan bahasa Melayu agar dapat bertahan dan penyelidikan bersama dapat diatasi dengan dilakukannya
menjadi bahasa dunia. Menurut Collins (2005) bahasa studi bandingan bahasa serantau di kawasan Asean, baik
Melayu telah mempertahankan kedudukannya sebagai bidang linguistik maupun bidang pengajarannya. Berbagai
bahasa yang paling berpengaruh di Asia Tenggara dan bidang ilmu dapat dikaji dengan bahasa Indonesia dan
merupakan salah satu dari lima bahasa dunia yang bahasa serantau sehingga dapat meningkatkan peranan
mempunyai jumlah penutur terbesar. Di samping itu pusat- bahasa tersebut di era global.
pusat kajian bahasa Melayu yang didirikan diberbagai
negara di Eropa, Amerika, Australia dan komunitas bahasa
Melayu tersebar di kota-kota besar di dunia. Kedudukan
bahasa Melayu seperti ini tentu sangat bermakna bagi
perkembangan bahasa Melayu pada umumnya dan DAFTAR PUSTAKA
perkembangan bahasa Indonesia di tataran global pada
khususnya. Alwasilah, C.A. Quality Teaching at a Leading and
Kedudukan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia Outstanding University: A Conceptual Framework for
akan kekal dan kokoh jika ditunjang penelitian-penelitian Action and Development. Bandung: UPI Press.
berkenaan yang berkualitas. Penelitian berkualitas Alwright,D. (1997). Qualiti and Sustainability in Teacher-
dapat dilakukan bersama negara-negara serumpun/ research. TESOL Quarterly 31/2.
serantau yang berkaitan dengan pengajaran bahasa, Collins, J.T. (2005). Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Sejarah
studi banding kebahasaan atau penulisan bersama Singkat (Terj.Alma EvitaAlmanar).Jakarta:Pusat
buku ilmiah berbahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Bahasa dan Yayasan Obor Indonesia.
Akhir-akhir ini banyak universitas di negara serumpun
ini melakukan kerja sama,baik dalam bidang pendidikan, Direktorat Pembinaan dan Pengabdian Masyarakat.
bahasa, sosial maupun sains; dan salah satu rintangan (2002).Panduan Pelaksanaan Penelitian dan
yang sering ditemukan yaitu pemakaian bahasa ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. Jakarta: Dikti.
dalam penelitian karena terdapat perbedaan makna kata Nunan, D. (1992).Research Method in Language Learning.
atau istilah-istilah dalam bahasa serumpun tersebut. Cambridge: Cambridge University Press.
Hal ini sudah sering dibahas antara peneliti bahasa Skelton, A (2005).Understanding Teaching Excellence
Indonesia dan bahasa Melayu pada seminar-seminar in Higher Education: Towards a Critical Approach.
antarbangsa. Pada masa yang akan datang diharapkan London: Routledge.
semakin banyak penelitian kolaboratif antarnegara Asean .
untuk memperkuat peranan bahasa serumpun di negara
masing-masing dan di peringkat antarbangsa

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa
Menerapkan Strategi Pembelajaran Melalui Lesson
Study Di Sekolah Dasar
Rustono W.S.

Abstrak
Artikel ini didasarkan pada hasil penelitian tentang penerapan Lesson Study untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa menerapkan strategi pembelajaran di sekolah dasar. Lesson Study ini dilaksanakan untuk mahasiswa
karyawan semester VII kelas interes matematika program studi S-1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya di SDN I
Pengadilan Kota Tasikmalaya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemikiran dan pengalaman bahwa bimbingan
mengajar bagi mahasiswa S-1 karyawan belum berjalan dengan baik padahal sebagai mahasiswa yang telah menjadi
guru memerlukan pengetahuan dan pengalaman baru dalam mengembangkan pembelajaran yang inovatif. Oleh
karena itu, perlu program bimbingan bagi mahasiswa yang secara khusus meningkatkan keterampilan melakukan
pembelajaran yang inovatif. Salah satu model bimbingannya adalah Lesson Study. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimana merancang dan melaksanakan Lesson Study di sekolah dasar sebagai model bimbingan untuk
meningkatkan kemampuan mahasiswa menerapkan strategi pembelajaran. Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk memperoleh data tentang usaha meningkatkan kemampuan mahasiswa menerapkan strategi pembelajaran
dengan Lesson Study di sekolah dasar. Penelitan ini menggunakan model penelitian tindakan dalam bentuk Lesson
Study itu sendiri dengan subjek penelitian 7 orang mahasiswa, 5 orang guru dan tim peneliti sendiri. Pengumpulan data
menggunakan teknik observasi dan pengisian angket. Teknik pengolahan data menggunakan teknik deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian antara lain adanya peningkatan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan strategi pembelajaran
juga respon yang baik dari mahasiswa dan guru mengenai pelaksanaan Lesson Study di sekolah dasar.

Kata Kunci: lesson study, bimbingan mengajar, strategi pembelajaran

PENDAHULUAN belajar” (Hendayana dkk, 2006 : 10). Dalam pelaksanaan

D
alam rangka meningkatkan mutu pendidikan di program pembelajaran di Lembaga Pendidikan Tinggi
Indonesia diperlukan upaya yang serius untuk Keguruan (LPTK), Lesson Study dapat digunakan sebagai
meningkatkan kualitas guru. Seorang guru model bimbingan mengajar bagi mahasiswa. Di sisi lain,
memiliki peran yang paling besar dalam upaya inovasi Lesson Study dipandang dapat menggairahkan inovasi
serta peningkatan mutu pendidikan melalui inovasi dalam pembelajaran di sekolah karena semua pihak terlibat dan
proses pembelajaran. Peningkatan mutu pendidikan berkonsentrasi ke arah perbaikan.
dapat dimulai dengan meningkatkan mutu guru dalam Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas
mengajar dan berprilaku profesional. Berbagai penataran pelaksanaan Lesson Study, maka kami melakukan
dan pelatihan guru menjadi salah satu bentuk dari upaya sebuah penelitian dengan metode Penelitian Tindakan
tersebut walaupun kurang membekas dalam keseharian (Action Research) yang dilakukan terhadap mahasiswa
aktivitas guru. Hal inilah yang mendasari perlunya PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. Pada dasarnya, Lesson
perbaikan yang menitikberatkan kepada kondisi riil di Study dapat dikategorikan sebagai kegiatan penelitian
lapangan, mulai dari kondisi di kelas, sekolah, dan guru. tindakan, sehingga Lesson Study dilakukan sekaligus
Pelaksanaan sertifikasi guru sebagai amanat dari Undang- untuk mengidentifikasi, menganalisis, memecahkan dan
undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan mendeskripsikan masalah-masalah yang terjadi selama
Dosen diharapkan berperan dalam peningkatan kualitas kegiatan Lesson Study serta pengaruhnaya terhadap
pendidikan. kualitas bimbingan kemampuan mengajar mahasiswa.
Suatu model pembinaan guru untuk mencapai Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
kualitas pembelajaran di sekolah adalah Lesson Study. “Bagaimana merancang dan melaksanakan Lesson
Lesson Study adalah ”model pembinaan profesi pendidik Study di sekolah dasar sebagai model bimbingan untuk
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan meningkatkan kemampuan mahasiswa menerapkan
berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas strategi pembelajaran?”
dan mutual learning untuk membangun komunitas

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


TINJAUAN PUSTAKA model pembelajaran yang dipilih; (6) melaksanakan
Lesson Study pembelajaran; (7) mengobservasi proses pembelajaran;
(8) mengidentifikasi hal penting yang terjadi pada aktivitas
Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi
belajar siswa di kelas; (9) melakukan refleksi secara
pendidikan melalui pengkajian pembelajaran secara
bersama-sama atas hasil observasi kelas; serta (10)
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pronsip-
mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang
pronsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas proses
komunitas belajar. (Hendayana dkk., 2006 : 10). Lesson
dan hasil pembelajaran lainnya.
Study dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu merencanakan
(plan), melaksanakan (do), dan merefleksi (see) yang Model kedua dari Lesson Study adalah Lesson
berupa kegiatan yang berkelanjutan. Study Berbasis Kelompok Guru. Kelompok guru biasanya
berdasarkan bidang studi pada wilayah kerja tertentu,
Ada dua model Lesson Satudy, yaitu : Lesson Study
misalnya MGMP atau KKG. Kegiatan Lesson Study
Berbasis Sekolah yang dilakukan di sekolah oleh guru
biasanya dikoordinir oleh kelompok guru tersebut dan
dari berbagai bidang studi serta kepala sekolah. Pada
dibina oleh dinas pendidikan yang terkait. Beberapa tim
pelaksanaannya, sekolah mungkin saja melibatkan pihak
ahli dari dosen juga dilibatkan beserta para mahasiswa
luar sebagai tenaga ahli seperti dosen dari perguruan
dengan bidang yang sama. Hal ini bertujuan agar terjadi
tinggi atau undangan lain. Lesson Study berbasis sekolah
kerjasama ilmiah di antara praktisi pendidikan.
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
setiap bidang studi. Di sekolah dasar, yang menggunakan Sebagai model pembinaan guru, Lewis, Perry, dan
sistem guru kelas, Lesson Study dilaksanakan untuk Hurd (2003, Hendayana, dkk., 2006:38) mengemukakan
meningkatkan kulitas guru kelas serta berbagi pengalaman keunggulan atau kelebihan Lesson Study seperti dalam
mengajar di setiap kelas. Gambar 1.
Dalam Hendayana dkk. (2006 : 10) ditegaskan bahwa Saat ini, Lesson Study sudah menjadi salah satu
setiap guru berkesempatan untuk melakukan hal-hal model pembinaan guru di Jepang dan berdampak
berikut ini, yaitu : (1) identifiaksi masalah pembelajaran; positif terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
(2) mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa pembelajaran. Karena itulah, beberapa negara maju
dilakukan; (3) memilih alternatif model pembelajaran seperti Amerika dan beberapa negara eropa mengadopsi
yang digunakan; (4) merancang rencana pembelajaran; model pembinaan seperti ini. Mulai tahun 1998, Indonesian
(5) mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif Mathematics and Science Teacher Education Project

Gambar 1: Keunggulan dan Kelebihan Lesson Study


Sumber : Hendayana dkk.(2006 : 39)

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


(IMSTEP) bekerjasama dengan IKIP Bandung (UPI), IKIP dosen sangatlah penting untuk meningkatkan kemampuan
Yogyakarta (UNY), dan IKIP Malang (UNM) melaksanakan profesional mahasiswa calon guru. Lesson Study bisa
Lesson Study di beberapa wilayah di Indonesia. diterapkan sebagai model bimbingan mengajar mahasiswa
Dalam Lesson Study, peran guru dapat berubah- sebelum dan pada pelaksanaan PPL blok waktu.
ubah : dapat berperan sebagai guru pengajar dalam
satu waktu dan menjadi guru pengamat di lain waktu. METODOLOGI PENELITIAN
Pergantian peran ini menciptakan rasa saling mengerti Penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji subtansi
serta mendukung di antara guru dan secara efektif pengDalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah
meningkatkan mutu proses belajar-mengajar. Bermacam- Lesson Study yang dapat dikategorikan sebagai penelitian
macam istilah yang digunakan untuk metode sejenis ini di tindakan. Dalam Hendayana dkk. (2006 : 20) dijelaskan
berbagai sumber pustaka, misalnya : ”action research”, bahwa Lesson Study merupakan terjemahan langsung
“coaching”, dan “clinical supervision”. Dalam hal ini, dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang berasal dari dua
Lesson Study dapat juga digunakan sebagai istilah umum kata yugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan
untuk kegiatan yang berusaha untuk mengembangkan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian.
profesi guru. Dengan demikian Lesson Study merupakan study atau
penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran.
Bimbingan Mengajar Pada Mahasiswa Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) sebagai (merencanakan), Do (melakukan), dan See (merefleksi)
muara program pendidikan merupakan program khusus yang berkelanjutan. Skema kegiatan Lesson Study
dalam pendidikan profesional guru. PPL mencakup empat diperlihatkan pada Gambar 2.
tahap latihan secara utuh, mulai dari pengenalan lapangan, Pelaksanaan Lesson Study dilakukan secara
latihan keterampilan terbatas, latihan terbimbing, dan partisipatif, kolaboratif dan kolegatif antara dosen dan
latihan mandiri. Pengenalan lapangan dapat diagendakan mahasiswa, serta guru sekolah dasar. Dosen yang
sejak semester awal melalui penugasan yang terkait terlibat pada Lesson Study ini adalah tim peneliti sendiri.
dengan mata kuliah yang relevan, seperti pengenalan Sementara mahasiswa yang telibat dalam Lesson Study
peserta didik, strategi belajar-mengajar, pembelajaran adalah mahasiswa S-1 PGSD UPI Kampus Tasikmalaya.
bidang studi, atau perspektif pendidikan di SD. Jumlah mahasiswa yang dilibatkan adalah 7 orang
Melalui kegiatan seperti ini, penguasaan kompetensi mahasiswa yang semuanya mahasiswa karyawan atau
akademik calon guru akan menjadi semakin mantap mahasiswa lanjutan dari D-2 PGSD. Oleh karena itu,
karena mereka tidak hanya belajar dari teori, tetapi mahasiswa ini telah memiliki pengalaman sebagai guru
mencoba melihat aplikasinya di dalam praktek. Kegiatan sekolah dasar paling sedikit 3 tahun. Sebagian besar
selanjutnya adalah latihan keterampilan terbatas, yang telah menjadi PNS dan terdapat 2 orang yang menjabat
juga memungkinkan calon guru berkunjung ke SD kepala sekolah sehingga menambah keragaman dalam
untuk mengamati guru yang sedang mengajar. Kegiatan diskusi pada proses kegiatan Lesson Study. Adapun guru
pengenalan lapangan dilakukan dalam bentuk observasi, yang terlibat dalam kegiatan Lesson Study adalah guru
partisipasi, yang kemudian latihan terbimbing. SDN Pengadilan I Kota Tasikmalaya sejumlah 5 orang
termasuk kepala sekolahnya sendiri.
Pada kegiatan latihan terbimbing mulai ditanamkan
dasar-dasar peningkatan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 5 bulan
Kemampuan ini dimantapkan kembali dalam latihan mulai 12 Juni 2007 sampai 16 November 2007. Sekolah
mengajar mandiri. Semester terakhir, PPL diadakan dasar yang menjadi tempat kegiatan Lesson Study
secara blok waktu sampai menjelang ujian PPL. Setelah adalah UPI Kampus Taskmalaya dan SDN Pengadilan I
menjalani semua tahap PPL dengan rekomendasi yang Kota Tasikmalaya dengan kelas yang digunakan dalam
memuaskan, para calon guru dapat menempuh ujian PPL kegiatan penelitian ini adalah kelas V dan kelas VI.
yang merupakan bagian dari uji kompetensi. Waktu pelaksanaan Lesson Study sendiri adalah mulai
26 Oktober – 16 November 2007 dengan rincian sebagai
Karena pentingnya PPL dalam program kependidikan berikut.
dan pembinaan mahasiswa, maka proses bimbingan dari
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan model
Penelitian Tindakan sekaligus dalam bentuk Lesson
Study. Jumlah siklus tindakan atau siklus Lesson Study
direncanakan sebanyak 2 siklus. Alur penelitian secara
umum adalah : (1) pra tindakan, (2) perencanaan, (3)
pelaksanaan, (4) refleksi, dan tahap akhir penelitian.
Kegiatan perencanaan (plan), pelaksanaan (Do) dan
refleksi (See).
Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : teknik observasi, teknik
Gambar 2: Alur Kegiatan Lesson Study

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


wawancara, teknik catatan lapangan dan teknik audio dan guru (mahasiswa praktikan/model) memperkenalkan
video. Data tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. para observer secara umum dan menjelaskan tujuan
hadir di kelas agar siswa tidak merasa canggung. Proses
pembelajaran yang berlangsung adalah sebagai berikut :
Hasil Penelitian dan Pembahasan
• Guru melakukan apersepsi melalui pengajuan
Pelaksanaan Lesson Study Siklus 1
pertanyaan-pertanyaan sebagai upaya pemusatan
Perencanaan konsntrasi.
Tahap perencanaan Lesson Study Siklus 1 ini • Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada
dilaksanakan tanggal 25 – 26 November 2007 di siswa. Saat itu siswa sudah terbagi menjadi 6
UPI Kampus Tasikmalaya. Pada tanggal 25 diskusi kelompok. Guru memberikan penjelasan bagaimana
dilaksanakan dengan melibatkan tim peneliti dengan aturan main kelompok serta hal-hal yang sebaiknya
mahasiswa yang telah bersedia mengikuti kegiatan dilakukan dalam kelompok seperti bekerja sama dan
Lesson Study. Diskusi itu bertujuan untuk mengungkap pembagian tugas serta tugas ketua kelompok.
berbagai permasalahan dalam pembelajaran matematika
• Guru menjelaskan isi dari LKS secara bertahap dimulai
di SD.
dari penyajian ilustrasi masalah sampai dengan tugas
Salah satu masalah yang terungkap adalah yang harus dikerjakan oleh siswa.
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
• Guru membagikan LKS, kertas karton dengan ukuran
cerita pada konsep FPB. Kemudian guru kurang terampil
48 cm x 30 cm, gunting, penggaris dan lem (alat
dalam melaksanakan pembelajaran yang aktif dan
lainnya dimiliki siswa seperti pensil dan ballpoint)
menyenangkan. Setelah dianalisis dan dipertimbangkan
sambil memancing siwa dengan pertanyaan.
relevansinya dengan kurikulum, maka ditentukan fokus
pembelajaran, yaitu pembelajaran akan dilakukan di kelas • Guru menjelaskan kembali tugas yang harus
V materi materi FPB. Metode yang digunakan adalah dikerjakan siswa.
metode pemecahan masalah dengan menggunakan • Guru memantau aktifitas kelompok dan merespon
strategi eksplorasi yaitu siswa melakukan proses dan membimbing aktivitas siswa.
penyelesaian melalui pencarian dan manipulasi alat • Guru memberikan arahan kepada siswa bahwa jika
peraga atau media yang disediakan oleh guru. Strategi ada kelompok yang sudah selesai diminta maju ke
eksplorasi dapat berupa aktivitas siswa dengan mencatat depan untuk mempresentasikan hasilnya.
dan membuat coretan dalam menyelesaikan masalah
• Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang
meliputi rangkaian menduga, mencoba dan memperbaiki
maju ke depan tentang hasil pekerjaannya dan
perkerjaan sampai ditemukan solusi.
memberikan alasan.
Soal cerita yang disajikan kepada siswa adalah
• Guru menyimpulkan proses dan hasil pembelajaran
bahwa siswa secara berkelompok diminta untuk membuat
sebelum akhirnya menutup kegiatan pembelajaran.
persegi-persegi dari kertas karton berbentuk persegi
panjang ukuran 30 cm x 48 cm dengan ukuran perseginya Refleksi
sama dan yang paling besar. Untuk melakukannya, siswa Guru dan para observer yang terdiri dari tim peneliti,
menggunakan alat dan bahan seperti kertas karton, kepala sekolah, guru SD serta mahasiswa duduk bersama
penggaris, gunting (disediakan oleh guru) dan alat tulis di kelas untuk mengadakan refleksi dari semua rangkaian
lainnya. kegiatan Lesson Study sebelumnya yaitu tahapan
Setelah menentukan fokus pembelajaran, maka perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
selanjutnya disusun langkah-langkah pembelajaran Berikut ini adalah intisari dari beberapa hasil refleksi
yang dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan dan rekomendasinya.
Perbaikan (RPP), membuat media, LKS, alat evaluasi, • Guru belum memahami kemampuan dan karakter
serta memilih seorang mahasiswa sebagai guru model. siswa karena baru pertama kali berhadapan dengan
Pada tanggal 1 November 2007, satu jam sebelum siswa di sekolah tersebut
pelaksanaan pembelajaran peneliti menjelasakan • Keterampilan mengajar guru sudah cukup baik, akan
pedoman observasi dan aturan observasi kepada para tetapi pada beberapa langkah pembelajaran kurang
pengamat yang terdiri dari tim peneliti sendiri, mahasiswa, menguasai teknik khusus seperti apersepsi untuk
kepala sekolah dan guru. Selain itu dijelaskan kembali menarik perhatian siswa.
tentang langkah-langkah pembelajaran agar partisipan • Siswa pertama kali mengalami proses belajar
memiliki kesamaan pemahaman. seperti itu sementara guru kurang maksimal dalam
Pelaksanaan membimbing siswa
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada tanggal • Guru kurang aktif dalam melakukan bimbingan
1 November 2007 mulai jam 09.45WIB selama 2 jam terhadap siswa
pelajaran. Para observer duduk di bagian belakang kelas • Gaya guru belum mencerminkan karakter guru SD
serta sebagiannya berdiri. Setelah memperkenalkan diri, yang antusias dan aktif.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


• Suara dan intonasi bicara guru kurang lantang materi tentang pembuktian rumus luas lingkaran dengan
sehingga tidak dapat mengontrol kegiatan pendekatan luas persegi panjang melalui metode metode
pembelajaran dengan baik. penemuan terbimbing. Metode penemuan terbimbing
• Penjelasan guru terutama dalam menanggapi diterapkan kepada siswa agar siswa dapat terlatih untuk
pertanyaan hanya secara kelompok tetapi tidak melakukan aktivitas ilmiah yaitu penemuan. Penemuan
secara klasikal. siswa dibimbing oleg guru agar lebih terarah tetapi tanpa
mendikte aktivitas belajar atau berfikir siswa.
• Guru tidak mengontrol waktu sehingga melebihi
rencana pembelajaran. Mahasiswa yang dipilih untuk tampil berbeda
dengan pembelajaran siklus 1. Karena waktu yang tidak
• Presentasi yang dilaksanakan oleh kelompok
memungkinkan, simulasi pembelajaran tidak dilakukan
seharusnya dilakukan di depan kelas dan dilihat oleh
di depan partisipan. Tetapi pemahaman terhadap proses
kelompok yang lainnya
pembelajaran dilakukan melalui diskusi lebih dalam.
• Tahap penarikan kesimpulan tidak berjalan dengan
Pelaksanaan
baik karena siswa tidak dikondisikan terlebih dahulu.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada tanggal
• Beberapa observer melakukan interaksi dengan siswa
10 November 2007 mulai jam 09.00 WIB selama 2 jam
sehingga mempengaruhi proses pembelajaran.
pelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung adalah
Berdasarkan hasil refleksi di atas maka melalui diskusi sebagai berikut :
dihasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
• Guru melakukan apersepsi tentang konsep bangun
• Agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai datar lingkaran dengan menggunakan model
dengan rencana maka perlu dilakukan simulasi lingkaran.
terlebih dahulu.
• Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
• Penjelasan kepada siswa tentang tugas yang harus
• Guru membagi siswa ke dalam 5 kelompok yang
dikerjakan dilakukan berulangkali sampai siswa
terdiri dari 5-6 orang. Serta menyampaikan cara kerja
paham dan jika penjelasan itu ada dalam LKS maka
dalam kelompok.
guru memandu siswa untuk memahmi LKS.
• Guru membagikan alat peraga atau media yang
• Guru harus lebih sering memberikan penguatan
terdiri dari model lingkaran dari karton, gunting, busur,
dalam pembelajaran.
benang tali, dan lem. Kemudian guru membagikan
• Guru harus lebih banyak membimbing siswa LKS kepada masing-masing kelompok.
melalui pertanyaan menuntun. Intonasi guru dalam
• Saat siswa mulai bekerja, guru memantau aktifitas
pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi
kelompok dan merespon dan membimbing aktivitas
kelas sehingga penjelasan guru dapat dengan baik
siswa.
dimengerti oleh siswa.
• Setelah siswa selesai bekerja, perwakilan masing-
• Kerjasama dalam kelompok harus lebih ditingkatkan
masing kelompok maju ke depan untuk menyajikan
melalui bimbingan guru.
hasil pekerjaannya di depan.
• Guru harus selalu mengontrol waktu pembelajaran
• Guru menilai satu persatu pekerjaan siswa dan
• Guru harus menjelaskan beberapa jawaban kemudian menunjukkan kekuarang-kekurangan dari
pertanyaan secara klasikal agar informasi bisa pekerjaan siswa mulai dari cara mengkur keliling,
merata. menempelkan bagian-bagian lingkaran sampai
• Presentasi hasil kerja kelompok dilakukan secara menghitung luas persegi panjang.
klasikal dan diperhatikan oleh siswa yang lainnya. • Guru mendemonstrasikan langkah-langkah
• Kegiatan observer jangan memengaruhi dan pembuktian rumus luas lingkaran kepada siswa.
mengganggu proses pembelajaran. Sementara siswa memperhatikan penjelasan guru
Pelaksanaan Lesson Study Siklus 2 serta merespon pertanyaan-pertanyaan guru yang
mengarahkannya pada kesimpulan.
Perencanaan
• Guru menyampaikan kesimpulan tentang pembuktian
Kegiatan Lesson Study selanjutnya dilakukan pada
rumus lingkaran dan memberi kesempatan siswa.
hari sabtu tanggal 10 November 2007 sesuai dengan
kesiapan semua pihak. Waktu ini ditentukan saat refleksi • Guru menutup pembelajaran.
siklus 1. Pada saat refleksi siklus 1 juga dilakukan Refleksi
perencanaan pelaksanaan siklus 2 termasuk inventarisasi Guru terlebih dahulu mengungkapkan kesannya
masalah serta penentuan alternatif masalah. Akhirnya, setelah menjalani proses pembelajaran. Ia mengungkapkan
dari masalah-masalah yang telah diungkap kemudian rasa senang dapat melakukan pembelajaran dengan
dianalisis untuk menentukan fokus pembelajaran. Setelah metode seperti walapun ia mengakui sangat lelah karena
mempertimbangkan relevansinya dengan kurikulum, proses pembelajaran menuntut ia untuk lebih aktif.
maka pembelajaran akan dilakukan di kelas VI dengan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Berikut ini adalah intisari dari beberapa hasil refleksi. memahami.
• Guru sangat baik dalam menghidupkan suasan dan • Guru sebaiknya memperhatikan waktu yang telah
aktifitas siswa di kelas. direncakan dan selalu menyampaikan target waktu
• Guru tidak mengoreksi kesalahan yang dilakukan terhadap siswa agar siswa bekerja dengan efektif.
ketika tahap apersepsi yaitu tentang ungkapan siswa • Observer sebaiknya mengamati di luar kelas karena
yang menyebutkan istilah “volume lingkaran” bahkan sering berpengaruh terhadap pembelajaran.
guru menuliskannya tanpa ada koreksi lebih lanjut. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Lesson Syudy
Hal ini dikhawatirkan akan terjadi miskonsepsi.
Bagi guru model, skenario yang diterapkan benar-
• Guru kurang memberikan penjelasan kepada siswa benar pengalaman baru karena biasanya guru melakukan
tentang arah kegiatan pembelajaran sehingga siswa pembelajaran konvensional. Pembelajaran pada siklus
langsung saja bekerja dengan LKS. 1 lebih menekankan kepada kemampuan eksplorasi
• LKS tidak banyak berfungsi bagi siswa karena siswa matematika siswa dalam menyelesaikan masalah.
bekerja mengalir saja dan berdasarkan arahan dari Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan bantuan alat-alat
guru. dan media untuk menumbuhkan kemampuan kerja ilmiah
• Guru kurang menjelaskan cara-cara pengukuran siswa. Sementara pada siklus 2, pembelajaran diarahkan
keliling lingkaran dengan alat bantu tali karena siswa kepada kemampuan siswa untuk menemukan rumus luas
terlihat kebingungan. lingkaran dengan bimbingan guru, atau disebut penemuan
terbimbing. Metode pembelajaran seperti ini adalah hal
• Guru tidak memperlihatkan hasil kerja siswa
bagi mahasiswa maupun guru di sekolah.
seluruhnya di depan kelas
Keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran
• Terdapat kesalahan guru dalam menggunakan simbol-
dengan metode pemecahan masalah dan penemuan
simbol matematika.
mengharuskan siswa memiliki kemampuan membimbing
• Guru terlambat untuk mendorong siswa untuk bekerja kerja siswa selama siswa aktif dalam pembelajaran. Hal
sama dalam kelompok sehingga siswa tampak tidak ini termasuk kemampuan bertanya menuntun (probing),
kompak pada awalnya. merespon pertanyaan siswa dan menjawab dengan
• Siswa kurang memberikan perhargaan kepada siswa jawaban yang membantu siswa untuk menggunakan
yang aktif dalam bertanya dan kepada kelompok yang kemampuan berfikirnya, serta mengelola aktivitas siswa
berhasil. dalam kelompok.
• Pada tahap pembuatan kesimpulan, guru kurang Guru sudah menjalankan proses pembelajaran
rapih dalam menuliskan langkah-langkah pembuktian berdasarkan skenario yang telah dibuat. Pada dasarnya
sehingga siswa terlihat kebingungan. langkah-langkah pembelajaran sudah sesuai dengan
• Guru pun kurang melibatkan siswa dalam pembuatan rencana tetapi mengenai hal-hal spesifik seperti
kesimpulan sehingga pada tahap ini siswa terlihat membimbing kerja dalam kelompok; mengontrol kegiatan
tidak bersemangat, padahal tahap ini sangat penting siswa; serta demonstrasi kemampuan guru belum optimal.
dalam pembentukan pengetahuan bagi siswa. Keterampilan ini memang memerlukan latihan yang lebih
spesifik.
Berdasarkan hasil refleksi di atas maka melalui diskusi
dihasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut. Pada pembelajaran pertama guru terlihat kurang
energik atau gaya mengajar yang kurang antusias, ini
• Persiapan harus lebih matang terutama mengenai
memang gaya yang bersifat pribadi tetapi jika berlanjut
gambaran proses pembelajaran, hal ini dapat
akan berpengaruh keaktifan siswa. Berbeda dengan
dilakukan melalui simulasi terlebih dahulu.
pembelajaran kedua, guru yang tampil lebih energik dan
• Koordinasi dan peran guru sekolah dasar harus adapat menguasai kelas dengan baik.
ditingkatkan.
Pembelajaran matematika dengan metode penemuan
• Tujuan pembelajaran harus disampaikan terlebih dan ekplorasi masalah matematika membutuhkan waktu
dahulu dengan jelas dan diulang-ulang dalam proses yang lebih banyak dari biasanya karena guru harus
pembelajaran. berpatokan juga kepada kinerja guru. Hal ini tampak
• Guru harus memberikan penguatan kepada siswa pada dua kali pembelajaran dimana waktu kurang
yang menjawab pertanyaan dan mengajukan terkontrol dengan baik. Sebenarnya dengan latihan dan
pertanyaan. pembiasaan, waktu dapat dikendalikan, hanya memang
• LKS sebaiknya dibagikan terlebih dahulu kemudian metode pembelajaran seperti itu jarang dilakukan di
guru memberi penjelasan sekolah dasar termasuk oleh kedua guru yang tampil.
• Alat peraga sebaiknya digambar ulang pada Tahap yang penting dalam pembelajaran seperti
papan tulis ketika guru melakukan apersepsi dan ini adalah kemampuan guru dalam menuntun siswa
pengambilan kesimpulan. membuat kesimpulan. Karena waktu pembelajaran tersita
• Guru harus mengulang-ulang penjelasan terutama untuk aktivitas siswa, guru kurang memiliki waktu untuk
pada pengambilan kesimpulan agar siswa lebih melakukan kesimpulan, hal ini kurang optimal dalam
pembentukan pengetahuan siswa.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pelaksanaan observasi pada kegiatan pembelajaran • Penetapan kerja sama dengan pihak sekolah.
berjalan dengan baik, hal ini karena para observer • Mengadakan workshop di sekolah untuk
telah memiliki pemahaman bersama tentang tugasnya. mensosialisasikan program kegiatan yang dihadiri
Observer berpedoman kepada lembar observasi yang dosen, mahasiswa dan pihak sekolah.
telah disiapkan untuk kemudian menjadi acuan dalam
• Penetapan jadwal kegiatan.
kegiatan refleksi. Akan tetapi, karena belum terbiasa
bertugas sebagai pengamat yang diharapkan independen Pada pelaksanaannya, dosen, mahasiswa, dan
dari proses pembelajaran, beberapa observer berinteraksi guru berkolaborasi dalam perencanan, pelaksanaan dan
dengan siswa bahkan ada yang memberikan masukan rekleksi pembelajaran sehingga muncul sikap kolegalitas
kepada siswa. Hal ini tentunya sedikit mengganggu untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah
kepada kegiatan siswa dan guru setidaknya mengganggu dasar.
konsentrasi siswa. Faktor pendukung dalam kegiatan Lesson Study ini
Setelah semua kegiatan Lesson Study dalam 2 siklus adalah: pertama, mahasiswa yang terlibat dalam Lesson
selesai dilaksakan. Peneliti mewawancara kepala sekolah, Study adalah mahasiswa semester VII interes matematika
guru, dan mahasiswa berkaitan dengan pelaksanaan yang semuanya sudah mengajar di SD sehingga mudah
Lesson Study. Guru dan kepala sekolah berpendapat dalam menganalisis permasalahan di SD; kedua,
bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat bagi guru untuk pemilihan pokok bahasan dan strategi pembelajaran
meningkatkan pengetahuan tentang strategi-stretegi berdasarkan situasi di sekolah serta pengetahuan
pembelajaran matematika khususnya dan bidang studi mahasiswa; serta ketiga, pihak sekolah mendukung
yang lainnya. Sementara bagi mahasiswa Lesson Study sekali dalam pelaksanaan kegiatan Lesson Study dan
dianggap sebagai latihan dan bimbingan yang baik untuk merasakan manfaatnya. Sementar Faktor penghambatnya
meningkatkan kemampuan mengajar sebagai bekal nanti adalah : pertama, penetapan waktu pelaksanaan Lesson
sebagai guru. Mereka berharap kegiatan Lesson Study Study yang tidak leluasa menurut pertimbangan semua
sering dilaksanakan oleh UPI Kampus Tasikmalaya dalam partisipan sehingga persiapan belum melibatkan guru
rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di SD. secara optimal tetapi hanya sebatas koordinasi saja; dan
kedua, persiapan untuk pelaksanaan di sekolah kurang
matang sehingga berpengaruh terhadap penentuan waktu
KESIMPULAN pembelajaran
Lesson Study sebagai model pembinaan guru yang
bersifat kolaboratif dan kolegaliatif dapat dimanfaatkan
DAFTAR PUSTAKA
sebagai model bimbingan mengajar dosen terhadap
mahasiswa. Untuk menjadi seorang guru yang profesional,
tidak hanya berbekal terhadap pemahaman mengajar Hendayana, S., dkk. (2006). Lesson Study : suatu Strategi
secara akadenik saja tetapi membutuhkan pengalaman untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidikan
berupa kegiatan praktek terbimbing. (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung : UPI Press
Melalui kegiatan Lesson Study, mahasiswa melakukan Lewis, Catherina C.(2002). Lesson Study: A Handbook for
praktek pembelajaran yang tidak hanya melibatkan dosen Teacher-Led Improvement of Instruction. Oakland
tetapi pihak sekolah dasar. Mahasiswa mendapatkan CA : Education Department, Mills College [online].
pengetahuan dan pengalaman tentang perencanaan dan http://www.lessonresearch.net. [17-05-2007].
pelaksanaan pembelajaran yang inovatif. Mahasiswa Ling Mun, LO.(2003). Lesson Study and Its Impact on
juga mendapatkan feed back langsung dalam kegiatan Teacher Depelovment. Hongkong : The University
refleksi. of Hongkong. [online]. http://www.ied.edu.hk. [17-05-
Untuk melaksanakan kegiatan Lesson Study 2007]
di sekolah dalam rangka bimbingan mengajar bagi Pusat Perkembangan Kurikulum.(2001). Belajar Cara
mahasiswa memerlukan persiapan-persiapan, yaitu : Belajar. Kuala Lumpur : Kementrian Pendidikan
• Penetapan program bimbingan oleh dosen yang Malaysia.
terintegrasi dalam mata kuliah tertentu dan diikuti oleh Sukmadinata, N.S.(2005).Metode Penelitian Pendidikan.
mahasiswa yang mengambil matakuliah tersebut. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Studi Tentang Penerapan Pendekatan Komunikatif
dan Pendekatan Terpadu dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia di Kelas VI SD Negeri Sukamaju
Kabupaten Sumedang
Dadan Djuanda

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan pendekatan komunikatif dan pendekatan
terpadu dilaksanakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia (BI) di kelas VI SD Sukamaju Sumedang.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus kualitatif. Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan
karakteristik penelitian, yaitu kasus pembelajaran BI di kelas VI SD Sukamaju Sumedang yang dilakukan oleh seorang
guru pengajar BI dalam menerapkan Pendekatan Komunikatif dan Pendekatan Terpadu. Penelitian ini mempunyai ciri
latar yang alami sebagai sumber langsung data penelitian karena pengajaran BI berlangsung secara alamiah di dalam
kelas.
Data penelitian ini diambil dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan
penilaian hasil belajar yang dilaksanakan oleh guru pengajar BI kelas VI di SD Sukamaju Sumedang. Data dikumpulkan
dengan (1) Angket, (2) Wawancara, (3) Catatan Lapangan,(4) Studi Dokumentasi, dan (5) Observasi. Dari komponen
RPP yang dijadikan data menunjukkan bahwa penerapan pendekatan komunikatif telah dilaksanakan dengan kategori
baik. Demikian juga dengan penerapan pembelajaran terpadu dapat dikatakan telah dilaksanakan dengan kategori
baik.
Data dari komponen pelaksanaan pembelajaran menunjukkan data sebagai berikut. Semua bentuk interaksi PBM
yang dilaksanakan guru telah menerapkan PK. Interaksi PBM didominasi oleh siswa dan semua kegiatan komunikasi
ada di pihak siswa. Interaksi yang terjadi adalah interaksi dua arah dan interaksi multiarah dan kebanyakan interaksi
yang ditemukan adalah interasksi dua arah. Dalam PBM ini guru hanya berfungsi sebagai komonikator, motivator, dan
fasilitator. Dalam interaksi PBM 8 kali tatap muka hanya dalam 4 kali tatap muka guru telah menerapkan PT. Sisanya,
yaitu 4 kali tatap muka guru belum menerapkan PT.
Teknik penyajian materi yang digunakan oleh guru telah menerapkan PK. Guru telah memilik teknik penyajian
materi yang menggiring siswa agar aktif berkomunikasi. Di samping itu, guru telah menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, menyiapkan materi yang bervariasi, sehingga medorong siswa belajar dan menggunakan BI secara
nyata. Dari 8 kali tatap muka , hanya 3 kali tatap muka guru menggunakan teknik penyajian materi dengan menerapkan
PT. Dalam 5 kali tatap muka lainnya guru tidak menggunakan teknik penyajian materi yang menerapkan PT. Ada 30
kegiatan evaluasi (KE) pengajaran BI yang dilakukan guru selama 8 kali tatap muka. Dari ke-30 KE tersebut, dalam
25 KE guru telah menerapkan PK dan 5 KE belum menerapkan KE. Selama 8 kali tatap muka, hanya dalam 3 kali
tatap muka guru menyajikan KE dengan menerapkan PT. Selanjutnya, yaitu dalam 5 kali tatap muka lainnya guru tidak
menyajikan KE yang menerapkan PT.

Kata Kunci: Pendekatan Komunikatif (PK), Pendekatan Terpadu (PT), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pendahuluan Pembelajaran bahasa yang bertujuan agar siswa

S
aat ini, pembelajaran Bahasa Indonesia pada mampu berkomunikasi menggunakan bahasa target
lembaga pendidikan formal mulai dari SD memiliki faktor-faktor penentu komunikasi yang perlu
sampai dengan SLTA. tidak lagi bertujuan diperhatikan. Faktor-faktor tersebut meliputi siapa
mengajarkan bahasa secara teoretis, yaitu mengetahui berbicara dengan siapa, tujuan, tempat, waktu, konteks
tentang bahasa tetapi mengembalikan pembelajaran kebudayaan dan suasana, jalur dan media, peristiwa
bahasa kepada fungsi bahasa yang sebenarnya yaitu bebahasa (Utari,1988:93). Di samping itu, Kurikulum
untuk berkomunikasi. KTSP mempertegas bahwa dalam penyajian materi
bahasa , aspek-apek kebahasaan harus diajarkan secara

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


terpadu dengan keterampilan berbahasa yang dikaitkan di samping variasi baku/ formal, untuk memungkinkan
dengan suatu tema tertentu. siswa dapat berbahasa sesuai konteks, (d) sistem bahasa
Fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk (struktur, kosa kata, fonem, ejaan, intonasi, dan lafal), (e)
berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksud ialah suatu sastra, tidak dijadikan bahasan yang berdiri sendiri, tetapi
proses penyampaian maksud kepada orang lain dengan diintegrasikan dengan keterampilan berbahasa.
menggunakan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat Sumber materi yang diutamakan dalam pendekatan
berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, komunikatif ialah materi yang otentik, berupa bahasa
persetujuan, keinginan penyampaian informasi suatu otentik, yaitu bahasa sebagaimana digunakan dalam
peristiwa. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan konteks nyata. Dengan demikian, siswa akan dihadapkan
berupa kata, kalimat, paragraf (komunikasi tulis) atau pada bahasa nyata yang ditemui dalam masyarakat
paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca dalam bahasanya.
bahasa tulis, serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, Selain harus mengacu pada pendekatan komunikatif,
irama, tekanan, dan tempo) dalam bahasa lisan. pembelajaran bahasa Indonesia di SD juga harus mengacu
Dalam berkomunikasi tentu ada pihak yang berperan pada pendekatan terpadu (PT). Baik keterpaduan dalam
sebagai penyampai maksud dan penerima maksud . Agar internal Bahasa Indonesia maupun keterpaduan lintas
komunikasi terjalin dengan baik, maka kedua belah pihak kurikulum.
juga harus bisa bekerja sama dengan baik. Kerjasama Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa
yang baik itu bisa diciptakan dengan memperhatikan Indonesia mengacu pada pernyataan Goodman
beberapa faktor, antara lain memperhatikan siapa yang (1986) tentang kurikulum bahwa pengajaran bahasa
diajak berkomunikasi, situasi, tempat, isi pembicaraan, dan pengajaran bidang studi lain (yang dilaksanakan
dan media yang digunakan. dengan menggunakan bahasa sebagai media penyajian)
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan merupakan kurikulum yang bersifat ganda (dual
yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan curriculum). Artinya, pengajaran bahasa dan isi dari bidang
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan studi lain bersama-sama menjadi bagian dari kurikulum
tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. secara utuh.
Bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat Demikian pula keterpaduan dalam bidang studi
kaidah, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana untuk bahasa Indonesia, Goodman dalam pandangannya
berkomunikasi. Bahasa ditempatkan sesuai dengan tentang pengajaran bahasa menyatakan bahwa
fungsinya, yaitu fungsi komunikatif. keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak
Pembelajaran bahasa yang komunikatif nampak lebih tidak dipandang sebagai komponen yang terpisah-pisah
humanistik, yaitu sentralitas kegiatan lebih banyak berada untuk diajarkan sendiri-sendiri. Kenyataan menunjukkan
pada siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, siswa diberi keempat keterampilan berbahasa tersebut, digunakan
kebebasan, otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang siswa dalam berbagai kegiatan pengajaran baik dalam
lebih besar dalam proses belajar (Stevik, dalam Sumardi, belajar bahasa maupun bidang studi lain.
1992). Sebagai fasilitator guru mengkoordinasikan Dengan demikian, pembelajaran bahasa menyangkut
kegiatan siswa yang harus bisa menjamin kegiatan kelas keterampilan bahasa diajarkan secara terpadu. Hal ini
berjalan dengan baik. Dalam kegiatan komunikatif, guru diisaratkan baik dalam rambu-rambu Kurikulum SD 2006.
berperan sebagai individu yang diharapkan memberi “Kompetensi dasar mencakup aspek mendengarkan,
nasihat, memantau kegiatan siswa, menentukan latihan, berbicara, membaca, menulis, sastra, dan kebahasaan
dan memberikan bimbingan (Littlewood, dalam Sumardi, dan dilaksanakan secara terpadu.” (Depdiknas, 2006:
1992). 14).
Tujuan pembelajaran bahasa menurut pendekatan Pendekatan terpadu adalah ancangan kebijaksanaan
komunikatif ialah untuk : (a) mengembangkan kompetensi pembelajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan
komunikatif siswa, yaitu kemampuan menggunakan pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan,
bahasa yang dipelajarinya itu untuk berkomunikasi menghubungkan, atau mengaitkan bahan pelajaran
dalam berbagai situasi dan konteks, (b) meningkatkan sehingga tidak berdiri sendiri atau terpisah-pisah.
penguasaan keempat keterampilan berbahasa yang
Arah dan tujuan pendekatan terpadu menurut Frazee
diperlukan dalam berkomunikasi.
dan Rosse (1995) mengarah pada pembentukan pemikiran
Adapun materi pelajaran utamanya ialah : (a) empat siswa secara utuh, karena secara kodrati siswa usia SD
keterampilan berbahasa, (b) fungsi-fungsi bahasa yang memandang sesuatu selalu dengan pandangan yang
diperlukan siswa, seperti fungsi bertanya, menjawab, utuh dan menyeluruh (holistik). Alasan lain, karena dalam
menyapa, menyangkal, mengajukan pendapat, dan kehidupan sehari-hari siswa menggunakan pengetahuan
lain-lain. Siswa dilatih menggunakan bahasa untuk tidak secara per bagian, tetapi secara utuh. Oleh karena
berbagai fungsi tersebut sebagai alat komunikasi, itu, akan lebih baik bila pembelajaran di sekolah diarahkan
bahasa digunakan untuk berbagai fungsi yang wujud untuk menuju pemikiran secara utuh tersebut.
penampilannya berbeda-beda, (c) variasi-variasi bahasa,

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Metode Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru yang mengajarkan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan BI dan siswa Kelas VI pada SD Sukamaju. Dipilihnya SD
bagaimana penerapan pendekatan komunikatif Sukamaju sebagai tempat penelitian karena pertimbangan
dan pendekatan terpadu yang dilaksanakan dalam sebagai berikut.
pembelajaran BI di SD Sukamaju Sumedang. SD Sukamaju milik pemerintah. Sebab itu, SD ini
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi mendapat binaan langsung dari induknya. Setiap ada
kasus kualitatif, sesuai dengan yang dikemukakan oleh pembaharuan dalam bidang pendidikan (perubahan
Bogdan dan Biklen (1992:60). Rancangan ini dipilih kurikulum) SD Sukamaju mendapat informasi langsung
karena sesuai dengan karakteristik penelitian, yaitu dari atasan terdekat. Demikan pula bila ada ceramah
kasus pengajaran BI di kelas VI SD Sukamaju Sumedang atau kegiatan yang berkaitan dengan pembaharuan
yang dilakukan oleh seorang guru pengajar BI dalam (simulasi atau seminar) dalam bidang pendidikan yang
menerapkan pendekatan komunikatif dan pendekatan diselenggarakan oleh PGSD, SD Sukamaju selalu
integratif. Penelitian ini mempunyai ciri latar yang diikutsertakan dalam kegiatan tersebut.
alami sebagai sumber langsung data penelitian karena Data dikumpulkan dengan (1) Angket, Peneliti
pengajaran BI berlangsung secara alamiah di dalam memberikan angket kepada guru pengajar BI di kelas
kelas. VI. Angket ini digunakan untuk mendapatkan data
Secara lebih khusus penelitian ini tergolong ke dalam mengenai identitas guru serta tugas yang dikerjakannya.
penelitian studi kasus pengamatan (observarvastional (2) Wawancara, Peneliti mewawancari guru BI di
case study) nonpartisipan. Fokus utama penelitian ini kelas VI. Wawancara digunakan untuk memperoleh data
adalah sekelompok individu yang berinteraksi dalam tentang RPP, apakah setiap mengajar harus menyusun
periode waktu tertentu (Borg dan Gall, 1983:489). Dalam RPP? Apakah RPP dibuat sendiri atau dikirim dari
penelitian ini fokus observasi adalah pengajaran BI di pusat atau dibuat oleh KKG? Apakah RPP diperiksa
kelas VI SD yang dilaksanakan oleh seorang guru dengan oleh kepala sekolah sebelum disajikan?, (3) Catatan
menerapkan pendekatan komunikatif. lapangan, Peneliti mencatat kejadian selama dilakukan
pengamatan di lapangan. Hal ini dilakukan terutama
Untuk melaksanakan penelitian yang dirancang
ketika guru melaksanakan pengajaran di dalam kelas
dengan prosedur deskriptif maka penelitian harus
yang berkaitan dengan interaksi guru- sisiwa, teknik
mengikuti presedur (1) kegiatan pralapangan, (2)
penyampaian materi, serta evaluasi yang dilaksankan
pekerjaan di lapangan, dan (3) analisis data penelitian
oleh guru.(4) Studi Dokumentasi, Peneliti melakukan
(Bogdan dalam Moleong, 2000:72 – 94).
studi dokumentasi terhadap kurikulum dan rencana
Data penelitian ini diambil dari penyusunan pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Studi dokumentasi
rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), terhadap kurikulum dilakukan untuk memperoleh
pelaksanaan pengajaran, dan penilaian hasil belajar penjelasan tentang pendekatan komunikatif dan
yang dilaksankan oleh guru pengajar BI kelas VI di SD pendekatan terpadu yang dikaitkan dengan perumusan
Sukamaju Sumedang. tujuan dan pengembangan materi pembelajaran BI.
Data yang diambil hanya dari 8 RP yang disusun dan Sedangkan studi dokumentasi terhadap RPP
disajikan secara berturut-turut untuk 8 kali tatap muka. dilakukan untuk mendapat gambaran secara jelas
Artinya kedelapan RP tersebut disusun secara berurutan mengenai perencanaan yang berhubungan dengan
dan diterapkan secara berturut-turut pula oleh guru di penerapan kedua pendekatan tersebut di atas dalam
depan kelas. perumusan TPK, penysusunan KBM, pemilihan materi
Secara rinci yang diteliti pada RP terebut adalah pelajaran, pemilihan media, dan penyusunan alat
(1) perumusan TPK, (2) penyusunan kegiatan belajar evalusi.
mengajar, (3) materi dan sumber pelajaran, (4) pemilihan (5) Observasi, Observasi dilakukan pada saat PBM
media pembelajaran BI, dan (5) penyusunan alat berlangsung. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengamati
evaluasi. (1) aktivitas guru serta aktivitas siswa, (2) langkah-
Untuk pelaksanaan pengajaran di kelas yang diteliti langkah penyampaian materi, (3) dan sistem penilaian
adalah (1) bentuk interaksi proses belajar-mengajar dan yang dilaksanakan oleh guru.
(2) teknik penyajian materi. Selanjutnya untuk pelaksaan Agar kegiatan selama PBM dapat diamati dengan
kegiatan evaluasi, yang diteliti adalah pertanyaan dan cermat digunakan bantuan tape recorder dan catatan
semua tugas yang harus dikerjakan sisiwa selama PBM. penelitian. Selanjutnya hasil observasi ini dideskripsikan
dalam laporan hasil penelitian.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Data dianalisis selama pengumpulan dan setelah hanya buku teks, sedangkan penggunaan media lainnya
pengumpulan data. Maksudnya selama pengumpulan data, sangat terbatas. Ini berarti bahwa media yang digunakan
data ditranskripsikan (dari pita rekaman ke data tulisan) guru kurang bervariasi. Selanjutnya kedelapan RP yang
dan disesuaikan dengan catatan penelitian. Seandainya direncanakan guru dalam mempersiapkan media tersebut
terdapat penyimpangan maka pada observasi berikutnya telah menerapkan PT dengan sangat baik.
dapat dilakukan perekaman atau pencatatan data dengan Penyusunan alat evaluasi yang direncanakan guru
lebih cermat sehingga tidak terjadi kesalahan data yang dalam RP berjumlah 22 butir. Dari jumlah tersebut 16
fatal. butir alat evaluasi telah menerapkan PK dan 6 butir belum
menerapkannya. Untuk mengukur kopetensi komunikatif
Hasil Penelitian siswa, digunakan tes esei sehingga siswa dapat bernalar
Hasil penelitian berkenaan dengan penerapan dan mengorganisasikan jawabannya secara kreatif.
pendekatan komunikatif dan penerapan pendekatan Selanjutnya alat evaluasi yang direncanakan pada
terpadu dalam pengajaran BI yang meliputi: (1) perumusan 8 RP hanya 3 RP yang telah menerapkan PT. Sisanya,
TPK, (2) penyusunan KBM, (3) pemilihan materi pelajaran, yaitu alat evaluasi yang direncankan pada 5 RP belum
(4) pemilihan media pelajaran, (5) penyusunan alat menyajikan penerapan PT.
evaluasi, (6) bentuk interaksi PBM, (7) teknik penyajian Semua bentuk interaksi PBM yang dilaksanakan
materi , dan (8) kegiatan evaluasi pengajaran BI. guru telah menerapkan PK. Interaksi PBM didominasi
TPK yang direncanakan guru jumlahnya sangat oleh siswa dan semua kegiatan komunikasi ada di pihak
terbatas, yaitu hanya ada 25 butir rumusan TPK untuk 8 RP. siswa. Interaksi yang terjadi adalah interaksi dua arah
Dari ke 25 rumusan TPK tersebut hanya 20 rumusan TPK dan interaksi multiarah dan kebanyakan interaksi yang
yang telah menerapkan Pendekatan Komunikatif (PK), ditemukan adalah interasksi dua arah. Dalam PBM ini
sedangkan 5 rumusan TPK lainnya belum menerapkan guru hanya berfungsi sebagai komonikator, motivator, dan
PK. Selanjutnya dari 8 RP yang direncanakan guru, 6 RP fasilitator.
telah menerapkan Pendekatan Terpadu (PT) sedangkan Dalam interaksi PBM 8 kali tatap muka hanya dalam
2 RP lainnya belum menerapkan PT. 4 kali tatap muka guru telah menerapkan PT. Sisanya,
Penyusunan rencana KBM pada RP yang terdiri yaitu 4 kali tatap muka guru belum menerapkan PT.
dari 45 KBM, 37 KBM telah menerapkan PK, dan 8 RP Teknik penyajian materi yang digunakan oleh guru telah
KBM belum menerapkan PT. Selanjutnya dari 8 RP menerapkan PK. Guru telah memilik teknik penyajian
yang disusun guru, 5 RP telah menerapkan PT dan 3 materi yang menggiring siswa agar aktif berkomunikasi.
RP belum menerapkannya, Pada KBM yang disusun, Di samping itu, guru telah menciptakan suasana belajar
guru tetap merencanakn agar siswa berperan aktif. Guru yang menyenangkan, menyiapkan materi yang bervariasi,
tetap menekankan penggunaan BI secara riil dan bukan sehingga medorong siswa belajar dan menggunakan BI
menghafalkan pengetahuan tentang bahasa. Di samping secara nyata.
itu latihan-latihan yang diberikan dapat mengembangkan Dari 8 kali tatap muka, hanya 3 kali tatap muka
kemampuan siswa berkomunikasi secara langsung. guru menggunakan teknik penyajian materi dengan
Materi yang direncanakan untuk siswa berjumlah 36 menerapkan PT. Dalam 5 kali tatap muka lainnya guru tidak
butir. Dari jumlah tersebut 28 butir materi telah menerapkan menggunakan teknik penyajian materi yang menerapkan
PK dan 8 butir belum menerapkannya. Berdasarkan hasil PT. Ada 30 kegiatan evaluasi (KE) pengajaran BI yang
pengamatan, diketahui bahwa materi tersebut adalah dilakukan guru selama 8 kali tatap muka. Dari ke-30 KE
materi yang otentik, bermakna bagi siswa dan bersumber tersebut, dalam 25 KE guru telah menerapkan PK dan 5
dari lingkungan di sekitar siswa dan bersumber dari KE belum menerapkan KE.
lingkungan siswa. Selanjutnya bila ditinjau dari penerapan Selama 8 kali tatap muka, hanya dalam 3 kali tatap
PT semua materi yang direncanakan telah menerapkan muka guru menyajikan KE dengan menerapkan PT.
PT dengan sangat baik. Selanjutnya, yaitu dalam 5 kali tatap muka lainnya guru
Media pengajaran yang direnacanakan guru pada RP tidak menyajikan KE yang menerapkan PT.
berjumlah 36 butir. Dari jumlah tersebut 28 butir media telah
menerapkan PK sedangkan 8 butir belum menerapkannya.
Pada umumnya media pengajaran yang digunakan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


DAFTAR PUSTAKA Mulyasa. E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Azies, F. dan Alwasilah, Ch. 2000. Pengajaran Bahasa
Komunikatif Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Nangoy, I.M.M. 2004. 45 Kegiatan untuk Meningkatkan
Rosda Karya. Kemampuan Berkomunikasi. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Bogdan, R.C. dan S.K.Biklen. 1992. Qualitative Research
for Education: An Introduction to Theory and Methods. Pappas, CC, B.Kiefer, dan L.S.Levstik. 1995. An Integrated
Boston: Allyn and Bacon. Language Perspective in the Elementary School.
NewYork: Longman.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan Jakarta:
Depdiknas. Parera, Daniel J. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar
Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Rasindo.
Djuanda, Dadan. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia
yang Komunikatif dan Menyenangkan. Jakarta: Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah
Dikti. Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Djuanda, Dadan. dan Novi Resmini 2006. Pembelajaran Rofiudin, A. dan Zuhdi, D. 1998. Pendidikan Bahasa
Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi SD. Bandung: UPI dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta:
PRESS. Depdikbud.
Djuanda, Dadan. dan Prana D. 2006. Apresiasi Sastra di Sadiman, Arief. Dkk. 2005. Media Pendidikan. Jakarta:
SD. Bandung: UPI PRESS. Rajawali Pers.
Djuanda, Dadan. 2008. Pembelajaran Keterampilan Sapani, S. Dkk. 1998. Teori Pembelajaran Bahasa.
Berbahasa di SD. Bandung: Kaifa. Jakarta: Depdikbud.
Frazee, B.M dan Rosse, A.R. 1995. Integrated Teaching Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad. 2003. Teknologi
Methods : Theory, Clasroom Aplication, and Field Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Based Connections. New York: Delmar Publisher. Sukardi.2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:
Goodman, Ken. 1986. What’s Whole in Whole Language? Bumi Aksara.
Portsmouth: Heinemann. Sumardi, Mulyanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam
Hastuti. 1997. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Sinar
Jakarta: Depdikbud. Harapan.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran Syafi’ie, Imam. 1995. “Pendekatan Whole Language
Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. dalam Pembelajaran Bahasa.” Dalam Bahasa dan
Bandung: Rosda Karya. Seni. Tahun 23. No. 2 Agustus 1995.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Tarigan, H.G. 1989. Metodologi Pengajaran Bahasa.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Jakarta: Depdikbud

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pengembangan Decision Making Model (Model
Pembuatan Keputusan) dalam Pembelajaran IPS di
SD Kelas 6
Nurdinah Hanifah

Pendahuluan pendidikan di sekolah-sekolah kita ini masih merupakan

U
ndang-undang No. 20 tahun 2003 tentang pembelajaran yang berfokus pada pengajar (Instructur-
Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan Centered Learning) Aris Pongluturan (1999:157). Hal
bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar ini disebabkan guru tidak lain dalam proses belajar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan mengajar itu hanya menyajikan pengetahuan yang
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif ada yang harus dihafalkan dan diketahui peserta didik
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan (Ansyar dalam Laode 1999:4). Fenomena ini sudah
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, berkembang dipersekolahan sejak lama khususnya
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dalam pembelajaran IPS dimana pembelajaran IPS lebih
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara cenderung transfer materi saja sehingga memunculkan
(UUSPN : Pasal 3 ayat 1). Maka dapat kita katakan bahwa anggapan dibenak masyarakat khususnya peserta didik
melalui usaha pendidikan, dapat menghasilkan manusia bahwa pelajaran IPS kurang menantang, bidang studi
paripurna yaitu mengembangkan manusia seutuhnya, yang menjemukan, sehingga menurunkan minat anak
yang berkembang baik pisik, mental intelektual maupun untuk lebih memperdalam mempelajari pelajaran IPS.
semangatnya dimana ketika peserta didik menyelesaikan Kejadian tersebut tidak lepas dari kemampuan guru
setiap satu jenjang pendidikan tertentu dinyatakan yang belum mengembangkan kemampuan berpikir siswa
telah memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan kearah materi yang sifatnya problematic yang memerlukan
masalah – masalah yang dihadapi secara mandiri serta siswa berpikir kritis dalam melihat fenomena-fenomena
mampu berdiri sendiri tanpa mengantungkan hidupnya yang terjadi di lingkungan sekitarnya untuk kemudian
pada orang lain. Mengingat dengan pengetahuan dan memutuskan sesuatu dalam rangka memecahkan
keterampilan yang dimilikinya, peserta didik diharapkan masalah.
dapat menghadapi berbagai tantangan yang semakin Seperti kita pahami, pelajaran IPS, dipersekolahan
besar, seiring dengan perkembangan jaman. seharusnya lebih menekankan pada pengembangan
Mendidik adalah menciptakan sistem lingkungan potensi siswa dalam berbagai gatra yang bersifat
yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar. pragmatis-praktis yang menyangkut diri dan
Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen kehidupannya, mengingat tujuan IPS untuk setiap jenjang
yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional adalah mengembangkan kecerdasan warganegara yang
yang ingin dicapai, materi yang diajarkan guru dan disini diwujudkan melalui pemahaman, dan keterampilan sosial
siswa harus didorong ikut memainkan peran serta aktifnya dan intelektual serta partisipasi dalam memecahkan
dalam proses belajar mengajar. permasalahan lingkungan IPS merupakan perwujudan
Dari hasil penelitian yang dilakukan Lippit dan dari satu pendekatan interdisipliner dari pelajaran Ilmu-
K. Whitedan Richard Anderson (dalam Idochi Anwar, ilmu sosial. Pelajaran IPS merupakan, studi mengenai
1996:93) disimpulkan bahwa pada saat mengajar akan pelajaran yang berhubungan dengan pengaturan dan
dijumpai betapa kompleksnya fungsi mengajar itu kita akan pengembangan, masyarakat dan manusia yang menjadi
menghadapi beberapa variable yang kompleks karena anggota masyarakat, Studi mengenai manusia di
itu kita perlu mengatur strategi dalam mengajar. Adapun masyarakat dimasa kini, sekarang dan akan datang, Studi
variabel yang dimaksud adalah : 1) Tujuan ; 2) siswa dan yang mempelajari interaksi manusia untuk membantu
latar belakangnya, 3) isi serta struktur pelajaran, 4) biaya siswa memahami diri mereka dan yang lainnya dalam
mengajar, 5) persyaratan dan set –up lembaga. suatu masyarakat yang berbeda tempat dan waktu,
sebagai individu dan kelompok.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu
kenyataan dalam pendidikan dewasa ini adalah semakin Seringnya terdengar ungkapan bahwa pelajaran IPS
menurunnya peran guru dalam proses pengembangan merupakan pelajaran yang tidak lebih dari menyampaikan
potensi peserta didiknya karena berbagai alasan, informasi saja tidak menantang dan menjemukan,

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


mengharuskan guru yang menjadi ujung tombak dalam Decision Making Process (proses pembuatan keputusan)
proses belajar mengajar untuk lebih kreatif menciptakan diasumsikan dapat digunakan dalam pembelajaran IPS,
kelas yang kondusif sehingga nantinya dapat menghasilkan karena sesuai dengan apa yang menjadi fungsi dan peran
pembelajaran IPS yang lebih bermakna. yang diemban oleh mata pelajaran IPS yaitu sebagai
Untuk bisa dicapainya kondisi tersebut di atas, upaya sarana utama untuk mendidik warganegara dalam upaya
yang dilakukan adalah menggunakan pola pembelajaran mewujudkan masyarakat madani Indonesia, “Decision
yang dapat menciptakan aktivitas proses belajar mengajar making process are developed as student clarify value,
yang mengarah pada pemupukan potensi siswa untuk analizy and evaluate proposal, consider alternatives and
aktif ikut serta dalam memutuskan suatu permasalahan weigh the consequences of different course of action”.
dan mengasah keterampilan berpikir siswa dimana Melalui model pembuatan keputusan dan ini siswa dilatih
“Thinking skill are among the most important skill to learn” untuk berpikir kritis dan analitis guna membuat suatu
(Naylor,1987:275). Banyak metode yang digunakan keputusan yang berkaitan dengan permasalahan yang
untuk dapat menciptakan proses belajar mengajar yang ada.
mengarah pada pemupukan potensi siswa untuk aktif Dari latar belakang permasalah dan temuan teori di
ikut serta dalam memutuskan suatu permasalahan dan atas, memperlihatkan bahwa, Decision Making Process
mengasah keterampilan berpikir siswa (Naylor 1987 : Model (model pembuatan keputusan), dapat dijadikan
247). Satu diantaranya adalah metode decision making sebagai model pembelajaran yang dapat menjawab
process. Seperti yang diungkap oleh Maxim (1987:240) diskursus yang berkaitan dengan pengajaran IPS yang
“One of the most effective program for encouraging selama ini dipandang belum optimal. Persoalannya adalah
decision making in development of value is….The bagaimana pengembangan Decision Making Process
program making political decision”. Pengembangan model Model (model pembuatan keputusan ) digunakan dalam

Gambar 1: Decision Making tree Ouline


Diadaptasi dari R. La Raus and R.C.Remy dalam Naylor (1987:267)

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Gambar 2: Paradigma Penelitian

proses belajar mengajar IPS maka penelitian ini dibatasi perkiraan bagi informasi yang diperoleh dengan
pada “bagaimana pengembangan Decision Making eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak
Process Model (model pembuatan keputusan) dapat memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi
meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPS kelas semua variable yang relevan. Berdasarkan metodologi
6”. penelitian maka diperoleh hasil:
Masalah pokok makalah di atas, dikembangkan
dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : Proses pembelajaran IPS yang dilaksanakan oleh
1. Bagaimana proses pembelajaran IPS yang guru dalam rangka mengembangkan Decision Making
dilaksanakan oleh guru dalam rangka mengembangkan Process Model (model Pembuatan Keputusan)
Decision making Process Model (model Pembuatan Setelah mengikuti pembelajaran Decision Making
Keputusan) ? Process Model selama empat kali pertemuan, ditemukan
2. Seberapa besar peningkatan kompetensi siswa bahwa, pembelajaran Decision Making Process
setelah dilaksanakan pembelajaran dengan Model adalah kegiatan pembelajaran yang sangat
menggunakan Decision making Process Model dalam menyenangkan, karena kegiatan tersebut diindikasikan
pembelajaran IPS? melibatkan peserta didik yang terlihat dari pembelajaran
3. Bagaimana respon siswa terhadap penggunaan yang tidak ceramah terus, tetapi juga melakukan suatu
Decision making Process Model dalam pembelajaran diskusi berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang
IPS ? ada di masyarakat, dalam pembelajaran materi tidak
4. Kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran hanya terpaku pada buku teks tapi lebih mengkontekstual,
IPS yang mengembangkan Decision making Process karena guru mengaitkan konsep-konsep yang ada dalam
Model (model Pembuatan Keputusan) pembelajaran dengan kondisi riil siswa dan masalah
sosial. Pembelajaran ini dapat menumbuhkembangkan
keterampilan sosial peserta didik yaitu berkerjasama,
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat saling toleransi, berkomunikasi dan juga menghargai
pada gambar 2: pendapat sesama kawan. Berdasarkan hasil pengamatan
maupun wawancara dengan guru, penulis akan mencoba
Hasil dan Pembahasan menganalisis kinerja guru maupun tanggapan guru
terhadap penerapan pembelajaran dengan menggunakan
Penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
Decision Making Process Model temuan penelitian
eksperimental) yaitu suatu penelitian eksperimen yang
menunjukkan bahwa kinerja guru sejak menyusun
bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan
tencana sampai penerapan pembelajaran nampak

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


mengalami perubahan dan peningkatan kearah lebih baik, Tabel 1: Raihan Nilai Setelah Menggunakan Decision Making
baik dalam menampilkan materi, maupun memotivasi Process Model
siswa untuk meningkatkan aktivitas maupun kreativitas
pembelajarannya dalam kaitannya dengan pemecahan Nilai Pertemuan Ke:
masalah dengan menggunakan media pembelajaran No
short story. Menurut pendapat guru Decision Making 1 2 3 4
Process Model ini merupakan inovasi pembelajaran, 1 7 6.5 9 10
sehingga perlu dipersiapkan rencana pembelajaran 2 6 6 6.5 7
secara terencana. Disamping itu dengan menerapkan
pembelajaran Decision Making Process Model, dapat 3 8 9.5 8 9.5
menumbuhkan suasana belajar yang kondusif. Temuan ini 4 5 7.5 8 10
mengindikasikan bahwa dengan penerapan pembelajaran
5 7 6 6 7
Decision Making Process Model akan memberi warna baru
dalam proses pembelajaran yang biasa dilaksanakan. 6 7.5 8 8.5 10
Menurut pendapat guru pada saat mengembangkan 7 7.5 9 8 10
pembelajaran di kelas, perlu keterampilan yang cukup 8 7.5 7.5 9.5 10
tinggi agar Decision Making Process Model dapat
dilaksanakan secara optimal, baik keterampilan dalam 9 9 7.5 9 10
menyusun rencana pembelajaran, pelaksanaan, maupun 10 6.5 8.5 9 10
dalam mengevaluasi pembelajaran, pendapat ini dapat 11 5 6 6 9
mengindikasikan bahwa pengembangan pembelajaran
Decision Making Process Model membutuhkan kemauan 12 6.5 8 9 10
maupun keterampilan yag tinggi agar pembelajaran ini 13 8 9.5 8.5 10
dapat dilaksanakan dengan optimal.
14 9 9 9 10
Selain itu hal-hal tersebut di atas guru juga
berpendapat bahwa dengan penerapan pendekatan ini 15 8 8.5 9.5 9
dapat meningkatkan aktivitas maupun kreativitas peserta 16 9 6 9 6.5
didik hal ini nampak terlihat dari proses pembelajaran 17 6 7 7.5 8
berlangsung, baik dalam kegiatan tanya jawab, diskusi,
maupun dalam mengerjakan tugas dari guru, selain itu 18 8 8 9 10
dengan penerapan Decision Making Process Model ini 19 8.5 9.5 9 10
peserta didik memiliki pengetahuan dan penghayatan 20 8.5 9 8.5 10
secara menyeluruh dan terfokus pada suatu aspek karena
dalam proses pembelajaran selalu mengembangkan 21 6.5 6.5 7.5 10
konsep-konsep terkunci secara terus menerus. Guru juga 22 7.5 9 9 10
mengemukakan bahwa pembelajaran dengan Decision
23 8 9 9 9
Making Process Model ini dapat dijadikan alternatif
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan 24 7 6.5 9 10
kreativitas peserta didik sehingga akan terwujud kondisi 25 8.5 7.5 7.5 10
pembelajaran yang efektif.
26 9.5 9 9 10
27 9 9.5 9 9.5
28 7 9.5 7.5 10
29 7.5 9.5 9.5 10
30 8 8.5 8.5 9
31 8 9 8 9
32 8 8 9 9.5
33 5 5 6 7.5
34 7.5 6.5 8.5 9
35 7.5 8 9.6 9.5
Rata2 7.5143 7.9857 8.46 9.486

Gambar 3: Grafik Perolehan Hasil Belajar

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Peningkatan kompetensi siswa setelah dilaksanakan Namun ketika menemukan hal yang tidak biasanya atau
pembelajaran dengan menggunakan Decision Making baru mereka merasakan sesuatu yang lain dan respon
Process Model dalam pembelajaran IPS mereka ditunjukkan bisa positif dan negatif.
Pada penelitian ini kegiatan evaluasi dilakukan Temuan lain dari hasil wawancara ditemukan bahwa
guru untuk mengukur penguasaan konsep pada ada beberapa yang lebih menyukai cara belajar biasa
diri siswa, dan juga sikap siswa, dari hasil evaluasi dengan dasar alasannya adalah karena informasi yang
ditemukan adanya peningkatan pencapaian hasil disampaikan oleh guru lebih banyak dibandingkan dengan
belajar yang berkenaan dengan penguasaan kosep, menggunakan Decision Making Process Model .
juga meningkatkan keterampilan dengan merumuskan
pertanyaan, mengeluarkan argumentasi, membuat
Kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran
laporan menyelesaikan tugas, selain itu adanya perubahan
IPS yang mengembangkan Decision Making Process
sikap, misalnya mau mendengarkan pendapat orang lain,
Model (model Pembuatan Keputusan)
menghargai hasil kerja orang lain, berperan aktif dalam
proses belajar mengajar. Beberapa kendala yang dialami oleh guru ketika
pelaksanaan pembelajaran Decision Making Process
Berdasarkan temuan selama mengadakan penelitian
Model, pertama berhubungan dengan kebiasaan guru itu
menunjukkan bahwa penerapan Decision Making Process
sendiri yang terbiasa menggunakan pembelajaran yang
Model ini telah memberikan kontribusi yang positif
sifatnya tradisional, sehingga ketika pelaksanaan pada
terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Hasil belajar
prosesnya guru cenderung terlalu cepat mengambil alih
siswa dalam penerapan pembelajaran ini mengalami
kendali pembelajaran dan dominasi selama pelaksanaan,
peningkatan yang berarti. Perningkatan perkembangan
untuk merubah kebiasaan yang telah tertanam pada diri
ini dapat dilihal dari Tabel 1 dan Gambar 3.
guru secara keseluruhan sangat sulit dilakukan.
Penerapan model belajar Decision Making Process
Menggunakan Decision Making Process Model ini
Model, salah satu implikasi produk yang menjadi ukuran
memerlukan waktu yang cukup lama kedua penggunaan
keberhasilannya adalah peningkatan prestasi belajar
pola pembelajaran ini menuntut guru untuk lebih kreatif
yang dicapai siswa. Setelah dilakukan evaluasi dengan
dibandingkan dengan pendekatan yang konvensional.
materi IPS yang berbeda, dalam hubungannya dengan
Kendala yang dialami dalam pelaksaan pembelajaran
peningkatan prestasi belajar siswa secara keseluruhan
dengan menggunakan adalah guru kurang berupaya
maka hasilnya menunjukkan adanya peningkatan.
menciptakan disequlibrium atau desonanti, resonansi
melalui konlik-konflik nilai dalam dialog, (2) guru hanya
Respon siswa terhadap penggunaan Decision Making terpadu pada cerita yang dipersiapkan padahal masih
Process Model dalam pembelajaran IPS banyak cerita lain yang bisa dikembangkan sesuai dengan
Dari hasil wawancara dengan siswa dapat topik bahasan. Keterampilan seperti ini tampaknya perlu
disimpulkan bahwa : dilatih dan ditingkatkan untuk lebih mengoptimalkan
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
Decision Making Process Model dapat menciptakan
Decision Making Process Model.
suasana anak menjadi kondusif, peserta didik merasa
lebih banyak tugas yang harus dikerjakan sehinga peserta Kendalan lain yang dirasakan adalah kurang
didik aktif dan antusias dalam mengerjakan tugas, materi seimbangnya waktu belajar (durasi jam pelajaran)
pelajaran yang disampaikan lebih mudah dipahami, dengan proses pembelajaran. Kendala ini dirasakan
sehingga peserta didik lebih mudah dalam mengungkapkan dalam pembelajaran IPS dengan model tradisional.
dan menemukan konsep-konsep dalam belajar, selain itu Banyaknya materi yang harus disampaikan dengan
hampir semua siswa senang dan menyukai pembelajaran jumlah jam pelajaran, mencari isu dan masalah tidak
dengan menggunakan Decision Making Process Model mudah, penyusunan perangkat evaluasi yang tidak umum
dengan alasan cara pembelajaran seperti itu membuat dilakukan sebelumnya, guru harus menguasai materi yang
siswa lebih leluasa untuk mengemukakan pendapatnya lebih luas terkait dengan konsep
tanpa ada perasaan takut salah.
Temuan lain menunjukkan bahwa siswa umumnya Kesimpulan
suka dengan Decision Making Process Model namun Pertama pembelajaran dengan menggunakan
mereka tidak mengharapkan metode tersebut digunakan model ini mempunyai potensi yang cukup baik untuk
untuk seluruh pokok bahasan dan tiap pertemuan. diterapkan sebagai alternatif pembelajaran IPS di sekolah
Decision Making Process Model adalah merupakan hal dasar dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran,
yang baru. Sesuatu yang baru diperkenalkan dan dialami dikarenakan pelaksanaan model ini dapat menciptakan
adalah variasi dari suatu rutinitas, umumnya manusia iklim pembelajaran yang transaksional, yaitu berpusat
merasakan suatu runtinitas sebagai hal yang biasa. pada peserta didik, baik secara individu, maupun kelompok

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


dan juga bersifat multi arah. Ari Sutisyana (1997) Pengembangan Berfikir Kritis Anak
Decision Making Process Model ini memiliki dalam Pembelajaran Pendidikan IPS di Sekolah
kekuatan karena peserta didik dibantu untuk memahami Dasar. Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan Bandung.
konsep-konsep IPS yang abstrak dengan enactive, PPS IKIP Bandung.
iconic dan symbolic. Selain itu juga dapat meningkatkan Barry K. Beyer (1991) Teaching Thinking Skills :A
pengetahuan dan penghayatan peserta didik secara Handbook for Elementary School Teacher. USA.
menyeluruh dan terfokus pada suatu aspek karena dalam Allyn and Bacon
proses pembelajarannya selalu mengembangkan konsep- Coensuello G. Seville, Jesus A. O (1993) Pengantar
konsep kunci pendidikan IPS. Metode Penelitian. Diterjemahkan oleh Alimuddin
Decision Making Process Model ini mempunyai Tumu.jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
kelemahan berkaitan dengan waktu pelaksanaan David T. Naylor (1987) Elementary and Middle School
dan kemampuan guru untuk lebih menggali informasi Social Studies. New York. Random House Inc.
yang actual karena Decision Making Process Model
Departemen Pendidikan Nasional (2000) Pendidikan
intinya pembelajaran yang diarahkan untuk menumbuh
Kewarganegaraan. Untuk Pendidikan Dasar dan
kembanggkan kreativitas dan critical thinking siswa.
Menengah. Jakarta.
Selain itu juga guru dituntut untuk menguasai banyak
disiplin ilmu untuk pengajarannya. George W. Maxim (1987) Social Studies and Elementary
School Child. Third Edition. Ohio. Merril Publishing
Kedua masalah yang dihadapi guru dalam
Company.
mengembangkan pembelajaran ini terkait dengan kesiapan
guru dalam merencanakan dan mengembangkannya di Hamid Hasan (1995) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta.
kelas, terutama dalam upaya mengkonkretkan konsep- P2LPTK.
konsep abstrak maupun perannya sebagai fasilitator Hansiswani kamarga (1994) Konsep IPS dalam Kurikulum
dalam proses pembelajaran. Sekolah Dasar dan Implementasinya di Sekolah.
Ketiga penerapan pembelajaran ini dapat Tesis. Tidak Diterbitkan. PPS. IKIP Bandung.
meningkatkan hasil pembelajaran, dimana guru berusaha Isaac, Stephen dan William B. Michell. (1982). Handbook in
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dengan selalu Research and Evaluation. (2 nd . edition). California:
mempertimbangkan aspek peserta didik, dalam membuat Edits
rancangan pembelajaran, juga dalam mewujudkan iklim J.J. Hasibuan (1986) Proses Belajar Mengajar. Bandung.
belajar yang transaksional dengan interaksi multi arah Remaja Roakarya.
dan berpusat pada peserta didik. John Jarolimek(1993) Social Studies In Elementari
Keempat penerapan pembelajaran ini menurut guru Education. Ninth Edition. New York. Mac Millan
merupakan inovasi yang bisa menumbuhkan suasana Publishing Company.
belajar yang kondusif, sehingga tercipta suasana belajar John U. Michaelis (1976) Social Studies for Children in a
yang menyenangkan, Decision Making Process Model Democracy, Recent, Trends and Development. New
ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang dapat Jersey. Prentice-Hall Inc. Engle wood cliffs.
meningkatkan aktivitas dan keterampilan siswa dalam
memahami masalah, sehingga akan terwujud kondisi M. Numan Somantri (1993) Masalah Pengembangan
pembelajaran yang efektif. Ilmu Kewarganegaraan (IKN) dan Pendidikan
Kewarganegaraan (PKN) dalam lingkungan
FPIPS-IKIP dan FKIP-Universitas. Makalah. Tidak
Diterbitkan. FPIPS IKIP Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Moch Idochi Anwar (1990) Kepemimpinan dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung.Angkasa.
A.Kosasih Djahiri (1996) Teori Keterampilan Belajar dan Nana Sudjana & R. Ibrahim (1989) Penelitian dan penilaian
Mengajar Menuju Inquiry yang Reaktif. Bandung. Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.
Lab. Pengajaran IKIP Bandung.
Paulina Panen, dkk (1999) Cakrawala pendidikan.Jakarta.
----------------- (1996) Teknik Pengembangan Program Universitas Jakarta.
Pengajaran Pendidikan Nilai-Moral. Bandung. LAB
William A. Gray III (1977). Learning by Doing Developing
Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Teaching skill. Canada. Adision Wesley Publishing
Abdul Azis Wahab (1996) Politik Pendidikan dan Pendidikan Company. Reading Massachusetts.
Politik : Model Kependidikan Kewarganegaraan
Indonesia Menuju Warganegara Global. Pidato
Pengukuhan jawaban Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif
Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD
Maulana

Abstract
This study is focused at revealing some efforts in improving students’ critical thinking skill through metacognitive
approach in mathematics learning. The research is urged to conduct with consideration that critical thinking skill is a
must for students in tertiary level; nonetheless, reality shows that critical thinking skill among students in tertiary level can
be considered as low. This is an experimental study with randomize pretest-posttest control group design. The subjects
of the research are students of PGSD Kampus Sumedang West Java province as the experiment group and students
of PGSD Kampus Serang Banten province as the control group. In teaching and learning process, experimental group
was treated with metacognitive approach meanwhile control group was treated conventionally. The instruments involved
to obtain the data are critical thinking skill test, students’ attitude scale-questionnaire, interview guidance, observation
sheet, and fill-in list for lecturers. Data analysis were performed both quantitatively and qualitatively. Quantitative analysis
was applied to the test result to display the difference of means between two sample groups. Qualitative analysis was
applied to explain teaching and learning activity, students’ attitude and lecturers’ attitude toward the process of teaching
and learning. The result has shown that: (1) students’ critical thinking skill is improved better among them who were
taught by metacognitive approach comparing to those who were taught by conventional approach; (2) Metacognitive
approach is effective in improving the critical thinking skill of high-achiever, middle-achiever as well as low-achiever
students in experiment group; (3) Students’ activities were also improved in quality; (4) Both students and lecturers have
positive and strong-supported attitude toward the learning.

Kata Kunci: critical thinking skill, metacognitive approach

Pendahuluan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis

B
erpikir merupakan satu keaktifan pribadi dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika di
manusia yang mengakibatkan penemuan sekolah ataupun perguruan tinggi, yang menitikberatkan
yang terarah kepada suatu tujuan. Berpikir pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang
juga merupakan suatu kegiatan mental untuk membangun ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya. Matematika
dan memperoleh pengetahuan. Dalam suatu proses dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan
pembelajaran, kemampuan berpikir peserta didik dapat sistematis, sebagai suatu kegiatan manusia melalui
dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang proses yang aktif, dinamis, dan generatif, serta sebagai
bermakna melalui persoalan pemecahan masalah. ilmu yang mengembangkan sikap berpikir kritis, objektif,
Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang dan terbuka, menjadi sangat penting dikuasai oleh peserta
dikemukakan oleh Tyler (Mayadiana, 2005) mengenai didik dalam menghadapi laju perubahan ilmu pengetahuan
pengalaman atau pembelajaran yang memberikan dan teknologi yang begitu pesat.
kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh Kenyataannya, seperti yang diungkapkan oleh Begle
keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah, (Darhim, 2004), Maier (1985) dan Ruseffendi (1991),
sehingga kemampuan berpikirnya dapat dikembangkan. tidak dapat dipungkiri bahwa anggapan yang saat ini
Betapa pentingnya pengalaman ini agar peserta didik berkembang pada sebagian besar peserta didik adalah
mempunyai struktur konsep yang dapat berguna dalam matematika bidang studi yang sulit dan tidak disenangi.
menganalisis serta mengevaluasi suatu permasalahan. Hanya sedikit yang mampu menyelami dan memahami
Salah satu kemampuan berpikir yang termasuk matematika sebagai ilmu yang dapat melatih kemampuan
ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Bersandar pada alasan yang dikemukakan di atas, Penulis memandang bahwa pendekatan metakognitif
jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik memiliki banyak kelebihan jika digunakan sebagai alternatif
sangat penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu, guru pembelajaran matematika untuk mengembangkan
atau dosen hendaknya mengkaji dan memperbaiki kembali kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Pandangan ini
praktik-praktik pengajaran yang selama ini dilaksanakan, tentu saja berdasar, yakni dengan mengembangkan
yang mungkin hanya sekadar rutinitas belaka. kesadaran metakognisinya, mahasiswa terlatih untuk
Ironisnya, kemampuan berpikir kritis peserta selalu merancang strategi terbaik dalam memilih,
didik di satu sisi memang sangat penting untuk dimiliki mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi
dan dikembangkan, akan tetapi di sisi lain ternyata yang dihadapinya, serta dalam menyelesaikan masalah.
kemampuan berpikir kritis peserta didik tersebut masih Melalui pengembangan kesadaran metakognisi,
kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi pendahuluan mahasiswa diharapkan akan terbiasa untuk selalu
yang dilakukan oleh Maulana (2005) selama beberapa memonitor, mengontrol dan mengevaluasi apa yang telah
semester terhadap mahasiswa program D-2 PGSD yang dilakukannya.
berasal dari SMA, SMK, MA, dan SPG (khusus pada kelas Dari uraian di atas, sangat menarik dan perlu
karyawan), dengan program studi IPA dan NON-IPA. Hasil dilakukan suatu studi mengenai alternatif pembelajaran
yang diperoleh dari studi tersebut, baik untuk mahasiswa matematika dengan pendekatan metakognitif untuk
yang berlatar belakang IPA maupun NON-IPA, ternyata meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa
kurang memuaskan. Tampak dari nilai mereka dengan PGSD, sikap mahasiswa dan tanggapan dosen terhadap
rata-rata kurang dari 50% dari skor maksimal untuk pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan
kedua kelompok tersebut. Tinjauan yang lebih mendalam metakognitif, serta faktor-faktor apa saja yang dapat
pada studi pendahuluan tersebut memberikan gambaran mendukung atau menghambat pembelajaran matematika
bahwa kebanyakan mahasiswa masih terlihat kesulitan yang menggunakan pendekatan metakognitif.
dalam memahami konsep matematika maupun dalam
pemahaman prosedural. Indikasi lainnya, mahasiswa Rumusan dan Batasan Masalah
juga cenderung takut memberikan gagasan, komentar,
Bertolak dari pemikiran di atas, maka permasalahan
juga kurang percaya diri dalam melakukan komunikasi
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
matematik (Maulana, 2005).
1. Apakah kemampuan berpikir kritis mahasiswa
Fakta yang mendukung studi pendahuluan tersebut
yang mendapat pembelajaran matematika dengan
adalah laporan penelitian Mayadiana (2005), bahwa
menggunakan pendekatan metakognitif lebih baik
kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih
daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran
rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa
konvensional?
berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar
belakang non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
mahasiswa. Semua informasi yang ditemukan di lapangan berpikir kritis antara subkelompok rendah,
tersebut—mengenai rendahnya kemampuan berpikir subkelompok sedang, dan subkelompok tinggi pada
kritis mahasiswa PGSD—tidak selayaknya dibiarkan kelompok mahasiswa yang mendapat pembelajaran
begitu saja. Akan tetapi, perlu kiranya dilakukan sebuah matematika dengan menggunakan pendekatan
upaya untuk menindaklanjutinya dalam rangka perbaikan, metakognitif?
salah satu alternatifnya adalah dengan menerapkan 3. Bagaimanakah sikap mahasiswa terhadap
suatu strategi dan pendekatan pembelajaran yang lebih pembelajaran matematika yang menggunakan
inovatif. pendekatan metakognitif?
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan 4. Bagaimanakah tanggapan dosen terhadap
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pembelajaran matematika yang menggunakan
berpikir mahasiswa, maka mutlak diperlukan adanya pendekatan metakognitif?
pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan 5. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung
mahasiswa secara aktif dalam proses pembelajaran atau menghambat pembelajaran matematika yang
itu sendiri. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk menggunakan pendekatan metakognitif?
pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa
sehingga mencerminkan keterlibatan mahasiswa secara
aktif yang menanamkan kesadaran metakognisi.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Hipotesis Penelitian DePorter dan Hernacki (1999: 296) mengelompokkan
Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah cara berpikir manusia ke dalam beberapa bagian, yaitu:
sebagai berikut: berpikir vertikal, berpikir lateral, berpikir kritis, berpikir
analitis, berpikir strategis, berpikir tentang hasil, dan
1. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang
berpikir kreatif. Menurut keduanya, berpikir kritis adalah
mendapat pembelajaran matematika dengan
berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang
menggunakan pendekatan metakognitif lebih baik
cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau
daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran
produk.
konvensional.
Sementara itu, Presseisen (Angeli, 1997; Liliasari,
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
1996) membedakan kemampuan berpikir menjadi
kritis antara subkelompok rendah, subkelompok
dua bagian, yakni kemampuan berpikir dasar dan
sedang, dan subkelompok tinggi pada kelompok
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang merupakan
mahasiswa yang mendapat pembelajaran matematika
perpaduan antara beberapa kemampuan berpikir dasar.
dengan menggunakan pendekatan metakognitif.
Presseisen (Liliasari, 1996: 31) menyebutkan bahwa
yang termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
Studi Literatur kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
1. Berpikir Kritis pengambilan keputusan (decision making), berpikir kreatif
Kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan (creative thinking), dan berpikir kritis (critical thinking).
lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan Masing-masing tipe berpikir tersebut dapat dibedakan
hidupnya sangat bergantung pada kemampuan berdasarkan tujuannya, dan dalam hal ini berpikir kritis
berpikirnya. Hal inilah yang disebutkan oleh Purwanto bertujuan untuk memberi pertimbangan atau keputusan
(1998) bahwa berpikir merupakan daya saing yang paling mengenai sesuatu.
utama. Semua kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
Proses berpikir juga merupakan suatu kegiatan diungkapkan di atas dapat dikembangkan melalui
mental yang disadari dan diarahkan untuk maksud pembelajaran, dan salah satu dari kemampuan tersebut
tertentu. Maksud yang mungkin dicapai dari berpikir selain adalah kemampuan berpikir kritis. Penulis merangkum
untuk membangun dan memperoleh pengetahuan, juga beberapa definisi berpikir kritis yang dikemukakan oleh
untuk mengambil keputusan, membuat perencanaan, Norris (Fowler, 1996), Paul dan Scriven (1996), Ennis
memecahkan masalah, serta untuk menilai tindakan (2000), Quina (Syukur, 2004), Swartz dan Perkins
(Liputo, 1996). (Hassoubah, 2004), Gerhand (Mayadiana, 2005), dan
Splitter (Mayadiana, 2005), yaitu bahwa berpikir kritis:
Berpikir merupakan suatu proses yang mempengaruhi
(1) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
penafsiran terhadap rangsangan-rangsangan yang
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang
melibatkan proses sensasi, persepsi, dan memori (Sobur,
harus dipercayai atau dilakukan; (2) merupakan proses
2003). Pada saat seseorang menghadapi persoalan,
kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan
pertama-tama ia melibatkan proses sensasi, yaitu
data, analisis data, evaluasi, serta membuat seleksi; (3)
menangkap tulisan, gambar, ataupun suara. Selanjutnya ia
bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap
mengalami proses persepsi, yaitu membaca, mendengar,
apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan
dan memahami apa yang diminta dalam persoalan
dengan alasan yang logis; (4) memakai standar penilaian
tersebut. Pada saat itu pun, sebenarnya ia melibatkan
sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan;
proses memorinya untuk memahami istilah-istilah baru
(5) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan
yang ada pada persoalan tersebut, ataupun melakukan
memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan
recall dan recognition ketika yang dihadapinya adalah
standar tersebut; dan (6) mencari dan menghimpun
persoalan yang sama pada waktu lalu (Matlin, 1994).
informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai
Dalam proses berpikir, termuat juga kegiatan bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.
meragukan dan memastikan, merancang, menghitung,
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang
mengukur, mengevaluasi, membandingkan,
untuk menyikapi permasalahan dalam realita kehidupan
menggolongkan, memilah-milah atau membedakan,
yang tak bisa dihindari. Dengan berpikir kritis, seseorang
menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-
dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah, atau
kemungkinan yang ada, menganalisis, sintesis, menalar
memperbaiki pikirannya, sehingga ia dapat mengambil
atau menarik kesimpulan dari premis yang ada,
keputusan untuk bertindak lebih tepat. Ungkapan sejalan
menimbang, dan memutuskan (Sobur, 2003).
mengenai orang yang berpikir kritis dikemukakan oleh

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Splitter (Mayadiana, 2005: 9), bahwa orang yang berpikir simbol tersebut; (4) Kemampuan mendeduksi dengan
kritis adalah individu yang berpikir, bertindak secara menggunakan prinsip, yaitu kemampuan untuk menarik
normatif, dan siap bernalar tentang kualitas dari apa yang kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang disajikan
mereka lihat, dengar, atau yang mereka pikirkan. dengan menggunakan aturan inferensi; (5) Kemampuan
Sebagai pendidik, dosen memiliki kewajiban untuk memberikan contoh inferensi, yaitu kemampuan
membantu mahasiswa mengembangkan kemampuan menuliskan contoh soal yang memuat aturan inferensi; (6)
berpikir kritisnya. Karena bagaimanapun, berpikir kritis Kemampuan merekonstruksi argumen, yaitu kemampuan
dalam pembelajaran matematika merupakan tujuan menyatakan argumen dalam bentuk lain dengan makna
yang dikelompokkan secara holistik berdasarkan apa yang sama.
arti mengajar, mengerjakan, dan memahami matematika
(Appellbaum, 2003). Sementara itu Cabrera (1992) 3. Pendekatan Metakognitif
mengungkapkan bahwa berpikir kritis merupakan proses
Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa
dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan
metakognisi adalah second-order cognition yang
mahasiswa untuk menanggulangi dan mereduksi
memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan
ketidaktentuan masa mendatang, oleh karena itu sungguh
tentang pengetahuan, atau refleksi tentang tindakan-
sangat naif apabila mengajarkan berpikir kritis diabaikan
tindakan. Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya
oleh dosen.
terdapat dua komponen terpisah yang terkandung dalam
metakognisi, yaitu pengetahuan deklaratif dan prosedural
2. Berpikir Kritis dalam Matematika tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang
Domain khusus definisi berpikir kritis harus diperlukan untuk melakukan suatu tugas. Mengetahui apa
didiskusikan dalam rangka menarik hubungan yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui
antara penelitian dan implikasinya dalam pendidikan prasyarat untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut,
matematika. Karena berpikir kritis dalam matematika dan mengetahui kapan melakukannya.
secara epistemologi berbeda dengan berpikir kritis Lebih jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987)
dalam domain lainnya (Glazer, 2004). Ennis (Glazer, mengemukakan bahwa proses atau keterampilan
2004) mengklaim bahwa matematika merupakan domain metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang
yang memiliki kriteria berbeda untuk menyusun alasan dengannya seseorang dapat memeriksa, merencanakan,
yang tepat daripada kebanyakan bidang lainnya, karena mengatur, memantau, memprediksi, dan mengevaluasi
matematika hanya menerima pembuktian deduktif, di proses berpikir mereka sendiri. Menurut Flavell (Weinert
mana kebanyakan bidang tidak memerlukannya untuk dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self
membangun kesimpulan akhir. monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognisi.
Perlulah kiranya diungkap dengan lebih jelas Dalam sudut pandang yang lain, Tim MKPBM (2001)
beberapa deskripsi yang berhubungan dengan berpikir memandang metakognitif sebagai suatu bentuk
kritis dalam matematika, dan mengumpulkan informasi kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga
untuk membangun definisi operasionalnya. Berdasarkan apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
apa yang telah dikemukakan oleh Krutetski (Mayadiana, Para peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya
2005), Pascarella dan Terenzini (Mayadiana, 2005), Resnick sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar.
(Mayadiana, 2005), Paul (Mayadiana, 2005), Fawcett Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya, mereka
(Glazer, 2004), penulis merumuskan beberapa indikator sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha
berpikir kritis yang akan digunakan dalam penelitian ini, untuk memperbaikinya.
antara lain meliputi kemampuan: (1) Kemampuan membuat Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran
generalisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi, dengan pendekatan keterampilan metakognitif sebagai
yaitu kemampuan menentukan aturan umum dari data pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana
yang tersaji dan kemampuan menentukan kebenaran merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang
hasil generalisasi beserta alasannya; (2) Kemampuan mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan
mengidentifikasi relevansi, yaitu kemampuan menuliskan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan
konsep-konsep yang termuat dalam pernyataan yang pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas
diberikan dan menuliskan bagian-bagian dari pernyataan- belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada
pernyataan yang menggambarkan konsep bersangkutan; kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan
(3) Kemampuan merumuskan masalah ke dalam model konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika.
matematika, yaitu kemampuan menyatakan persoalan ke Sejalan dengan itu pula, Nindiasari (2004) menyatakan
dalam simbol matematika dan memberikan arti dari setiap bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


metakognitif sangat penting untuk mengembangkan untuk merancang, memonitor, dan merevisi kerja mereka
kemampuan siswa dalam mempelajari strategi kognitif. sendiri mencakup tidak hanya membuat mahasiswa sadar
Contoh dari strategi kognitif ini antara lain: bertanya pada tentang apa yang mereka perlukan untuk mengerjakan
diri sendiri, memperluas aplikasi-aplikasi tersebut, dan apabila mereka gagal untuk memahami.
mendapatkan pengendalian kesadaran atas diri mereka. Bagaimana siswa secara berangsur-angsur
Ada dua konteks yang mesti dipahami agar siswa menguasai keterampilan metakognisi ini mungkin
mampu belajar secara baik dalam proses pembelajaran memerlukan suatu proses yang cukup lama. Namun
dengan menggunakan pendekatan keterampilan demikian, pendidik (dosen/guru) dapat memulai lebih
metakognitif, yaitu siswa dapat memahami dan awal di sekolah atau perguruan tinggi, dengan model
menggunakan strategi kognitif dan strategi kognitif keterampilan ini, dengan secara spesifik melatih
metakognitif selama proses pembelajaran berlangsung. siswa dalam keterampilan dan strategi khusus (seperti
Menurut Hartono (Nindiasari, 2004), pengertian perencanaan atau evaluasi, analisis masalah), dan
strategi kognitif adalah, “Penggunaan keterampilan- dengan struktur mengajar mereka sedemikian sehingga
keterampilan intelektual secara tepat oleh seseorang para siswa terfokus pada bagaimana mereka belajar dan
dalam mengorganisasi aturan-aturan ketika menanggapi juga pada apa yang mereka pelajari (Jacob, 2000: 444)
dan menyelesaikan soal”, sedangkan strategi kognitif
metakognitif adalah mengontrol seluruh aktivitas Penelitian
belajarnya, bila perlu memodifikasi strategi yang biasa
Penelitian digolongkan kepada penelitian
digunakan untuk mencapai tujuan. Bila diterapkan dalam
eksperimen, yang didilaksanakan dengan menggunakan
belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji
dua perlakuan. Pada kelas eksperimen dilaksanakan
pemahamannya tentang materi yang dipelajari.
suatu pembelajaran matematika dengan menggunakan
Selain dengan latihan, belajar juga merupakan pendekatan metakognitif, sedangkan pada kelas kontrol
metakognisi melalui aktivitas yang digunakan yaitu dilaksanakan suatu pembelajaran matematika dengan
mengatur dan memantau proses belajar. Adapun menggunakan pendekatan konvensional. Kelompok
kegiatannya menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987) eksperimen dan kelompok kontrol keduanya dipilih secara
mencakup perencanaan, monitoring, dan memeriksa acak menurut kelas. Terhadap kedua kelompok tersebut
hasil. Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul melalui diberikan pretes sebelum eksperimen dan postes setelah
empat situasi, yaitu: (1) peserta didik diminta untuk eksperimen.
menjustifikasi suatu kesimpulan atau mempertahankan
Desain penelitian yang digunakan adalah desain
sanggahan, (2) situasi kognitif dalam mengahadapi
kelompok kontrol pretes-postes (Ruseffendi, 1998).
suatu masalah membuka peluang untuk merumuskan
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa PGSD Universitas
pertanyaan, (3) peserta didik diminta untuk membuat
Pendidikan Indonesia yang terdiri dari kampus pusat dan
kesimpulan, pertimbangan, dan keputusan yang benar
beberapa kampus daerah yang tersebar di dua provinsi,
sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memantau dan
yakni di Jawa Barat dan Banten. Untuk memperoleh
mengatur proses kognitifnya, dan (4) situasi peserta didik
data dalam penelitian ini, penulis menggunakan
dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan, misalnya
instrumen berupa tes kemampuan berpikir kritis,
dalam pemecahan masalah.
angket skala sikap mahasiswa, pedoman wawancara,
Aspek metakognitif sebagai bagian terkait dari lembar observasi, jurnal, dan daftar isian untuk dosen.
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat Analisis kuantitatif dilakukan terhadap hasil tes untuk
dikembangkan agar mahasiswa mampu memahami melihat perbedaan rerata antara dua kelompok sampel.
dan mengontrol pengetahuan yang telah didapatnya Sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk menelaah
dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek aktivitas aktivitas pembelajaran, sikap mahasiswa dan pandangan
metakognitif yang dikemukakan oleh Flavell (Suzana, dosen terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk
2004: B4-4) adalah: (1) kesadaran mengenal informasi, data kuantitatif, analisis dilakukan dengan uji normalitas,
(2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana uji homogenitas, dan uji hipotesis (uji-t dan Anova satu-
mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri jalur). Sedangkan untuk data kualitatif, setiap butir skala
dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi sikap yang terkumpul kemudian dihitung menggunakan
mengerti, (3) regulasi, membandingkan dan membedakan cara aposteriori. Dengan demikian, selain dapat diketahui
solusi yang lebih memungkinkan. Dengan demikian, skor untuk setiap butir skala sikap, juga dapat diketahui
seperti yang diungkapkan oleh Borkwoski; Borkwoski, skor setiap mahasiswa
Johnson, & Reid; Pressley et al., 1987; Torgosen; Wong
(Jacob, 2003: 17-18), bahwa dosen mengajar mahasiswa

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Hasil Penelitian dan Pembahasan maupun teman-temannya melalui kegiatan diskusi. Sikap
Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh positif mahasiswa terhadap pembelajaran matematika
beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif tercermin
matematika dengan menggunakan pendekatan dari sebanyak 89% dari 45 mahasiswa menyatakan
metakognitif sebagai berikut ini. Kemampuan berpikir kritis persetujuannya bahwa pendekatan matekognitif dapat
mahasiswa yang mengikuti pembelajaran matematika meningkatkan kepercayaan diri dalam belajar matematika.
dengan menggunakan pendekatan metakognitif lebih baik Kemudian diketahui pula sebanyak 74,5% mahasiswa
secara signifikan dibandingkan dengan mahasiswa yang merasa bahwa pendekatan metakognitif yang mereka ikuti
belajar secara konvensional. Kemampuan berpikir kritis dapat mengurangi kecemasan belajar matematika, 80%
mahasiswa yang belajar dengan pendekatan metakognitif mahasiswa menyatakan bahwa pembelajaran matematika
berada dalam kategori baik, sedangkan mahasiswa yang dengan pendekatan metakognitif membuat mereka lebih
belajar secara konvensional memiliki kemampuan berpikir berani dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
kritis yang tergolong sedang. Mahasiswa pada kelompok Dari keseluruhan mahasiswa, sebanyak 94,7%
eksperimen yang memiliki kemampuan akhir berpikir kritis menyukai dan merasa tertantang dalam menyelesaikan
matematik pada kategori cukup adalah 49%, kategori baik soal-soal metakognitif yang diberikan, sebanyak 84,5%
sebanyak 47%, dan 4% dengan kategori sangat baik. menyenangi kegiatan diskusi, dan sebanyak 88,3%
Berdasarkan perhitungan gain normal (Meltzer, mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika
2002), diketahui bahwa peningkatan kemampuan dengan pendekatan metakognitif sangat membantu
berpikir kritis untuk subkelompok tinggi adalah 65,41%, mereka dalam memamahi konsep yang sedang mereka
subkelompok sedang 59,82%, dan subkelompok rendah pelajari. Mengenai pembelajaran suasana pembelajaran
mengalami peningkatan sebesar 56,05% terhadap di kelas dengan menggunakan pendekatan metakognitif,
skor pretesnya. Dengan kata lain, setiap subkelompok terdapat 98% mahasiswa yang menyatakan senang
mengalami peningkatan kemampuan berpikir kritis yang terhadap hal tersebut.
tergolong sedang. Dari hasil perhitungan statistik diperoleh Faktor-faktor yang sangat mendukung terlaksananya
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan pembelajaran matematika dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis antara subkelompok rendah, pendekatan metakognitif antara lain: (1) kerja sama dan
subkelompok sedang, dan subkelompok tinggi pada bantuan dari dosen pengampu matakuliah yang bertindak
kelompok mahasiswa yang mendapat pembelajaran sebagai observer dan teman diskusi dalam menyelesaikan
matematika dengan menggunakan pendekatan setiap kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran;
metakognitif. Dengan kata lain, pendekatan metakognitif (2) keterlibatan mahasiswa secara aktif untuk dapat
secara signifikan memiliki efektivitas yang sama dalam mengikuti pembelajaran dengan baik.
meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa Adapun beberapa hambatan yang dihadapi dalam
subkelompok manapun. pembelajaran matematika dengan menggunakan
Secara lebih khusus, peningkatan kemampuan pendekatan metakognitif adalah: (1) waktu yang
berpikir kritis dalam aspek menggeneralisasi dan tersedia relatif sedikit untuk melakukan pengembangan-
mempertimbangkan hasil generalisasi termasuk dalam pengembangan dalam pembelajaran; (2) kesulitan dalam
kategori tinggi. Begitu pula dalam aspek mengidentifikasi membuat soal-soal latihan pada lembar kerja mahasiswa
relevansi, peningkatan kemampuan berpikir kritis yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan mahasiswa secara baik; (3) kesulitan dalam membuat
peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa kelompok diskusi dengan anggota kelompok yang beragam
dalam aspek merumuskan masalah ke dalam model tingkat kemampuan matematiknya, sehingga diharapkan
matematika, membuat deduksi dengan menggunakan dalam masing-masing kelompok terjadi kegiatan diskusi
prinsip, memberikan contoh inferensi, dan merekonstruksi kelompok yang produktif.
argumen, mengalami peningkatan yang tergolong ke Dosen memiliki tanggapan positif terhadap
dalam kategori sedang. pelaksanaan pembelajaran matematika dengan
Secara umum pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan metakognitif. Mereka
menggunakan pendekatan metakognitif membuat menyatakan persetujuannya bahwa pembelajaran
mahasiswa lebih aktif selama kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
berlangsung, mahasiswa mendapat kesempatan yang metakognitif sangat baik dan berpeluang besar untuk
lebih banyak dalam mengeksplorasi materi bersama dosen diterapkan sebagai salah satu alternatif pembelajaran di

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


perguruan tinggi, khususnya di Pendidikan Guru Sekolah karena itu, kepada mahasiswa PGSD (khususnya
Dasar (PGSD). Akan tetapi menurut pendapat mereka, yang sudah menjadi guru SD) yang telah mengikuti
dalam praktiknya diperlukan persiapan yang matang dan memperoleh bekal pengetahuan mengenai
terutama dalam merancang bahan ajar berupa LKM. pendekatan metakognitif, sebaiknya mencoba untuk
mengimplementasikan pendekatan metakognitif ini di
Rekomendasi sekolah tempat ia mengajar, namun tentu saja dengan
metode yang tidak harus sama
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka
penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
metakognitif dapat dijadikan sebagai alternatif DAFTAR PUSTAKA
pembelajaran matematika untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD, Angeli, C.M. (1997). Examining the Effects of Context-
khususnya pada aspek-aspek: membuat generalisasi Free and Context-Situated Instructional Strategies
dan mempertimbangkan hasil generalisasi, on Learner’s Critical Thinking [Online]. Tersedia:
mengidentifikasi relevansi, merumuskan masalah ke http://www.indiana.edu/~educr795/prop5.html. [25
dalam model matematika, membuat deduksi dengan Januari 2005]
menggunakan prinsip, memberikan contoh inferensi,
Appellbaum, P. (2003). Mathematics Education Excerpt
dan merekonstruksi argumen
from The International Encyclopedia of Critical
2. Sikap positif mahasiswa terhadap model pembelajaran Thinking. Arcadia University [Online]. Tersedia: http://
matematika dengan pendekatan metakognitif www.Gargoyle.arcadia.edu/appellbaum/8points.htm.
menggambarkan bahwa pembelajaran ini dapat
Cabrera, G.A. (1992). A Framework for Evaluating the
dijadikan model yang disukai mahasiswa, sehingga
Teaching of Critical Thinking. Dalam R.N. Cassel
dosen memiliki modal yang berharga karena model
(ed). Education. 113 (1). 59-63.
belajar seperi ini telah menciptakan lingkungan belajar
yang efektif. Costa, A.L., (1985). Development Mind: A Resource Book
for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.
3. Pembelajaran matematika dengan pendekatan
metakognitif menekankan pada aktivitas mahasiswa Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika
dalam proses belajar dengan mengoptimalkan Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa
keterlibatan mahasiswa, dan ternyata memberikan Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.
hasil yang cukup efektif. Untuk menciptakan suasana Disertasi pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia.
belajar seperti ini diperlukan keterampilan seorang Bandung: Tidak diterbitkan.
pengajar dalam hal materi matematika maupun DePorter, B., dan Hernacki, M. (1999). Quantum Learning:
metodologi pembelajaran. Oleh karena itu para Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan.
dosen atau pengajar diharapkan selalu berusaha Bandung: Kaifa.
meningkatkan kemampuan mengajar dan kemampuan Ennis, R.H. (2000). A Super-Streamlined Conception
matematiknya melalui berbagai sumber, misalnya of Critical Thinking [Online]. Tersedia: http://www.
hsil-hasil penelitian atau jurnal. criticalthinking.net/SSConcCTApr3.html. [22 Agustus
4. Karena pembelajaran dengan pendekatan metakognitif 2005].
ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis Facione, P.A., Giancarlo, C.A., Facione, N.C., dan Gainen,
mahasiswa yang merupakan kemampuan matematik J. (1995). The Disposition toward Critical Thinking
tingkat tinggi, maka hendaknya peneliti lain [Online]. Tersedia: http://www. insightassessment.
mencoba menerapkan pendekatan ini dalam upaya com/pdf_files?Disposition_to_CT_1995_JGE.pdf.
meningkatkan kemampuan matematik tingkat tinggi [25 Januari 2006].
lainnya seperti kemampuan berpikir kreatif. Fowler, B. (1996). Critical Thinking Accros the Curriculum
5. Melihat hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa Project [Online]. Tersedia: http://www.kcmetro.
selain dapat memberikan hasil belajar yang lebih cc.mo.us/longview/ctac/definitions.htm. [25 Januari
baik, pendekatan metakognitif ini juga telah mampu 2006].
memacu antusiasme dalam belajar matematika. Oleh

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Glazer, E. (2004). Technology Enhanced Learning Meyers, C.L. (1986). Teaching Student to Think Critically.
Environtments that are Conductive to Critical Thinking San Francisco: Jassey-Blass Publishers.
in Mathematics: Implication for Research about Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk
Critical Thinking on the World Wide Web [Online]. Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik
Tersedia: http://www.lonestar.texas.net~mseifert/ Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif
crit2.html. [22 Agustus 2005]. Siswa. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan
Hassoubah, Z.I. (2004). Developing Creative & Critical Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Thinking Skills. Bandung: Nuansa. Paul, R., dan Scriven, M. (1996). Defining Critical
Jacob, C. (2000). Belajar Bagaimana untuk Belajar Thinking: A Draft Statement for the National Council
Matematika: Suatu Telaah Strategi Belajar Efektif. for Excellece in Critical Thinking [Online]. Tersedia:
Prosiding Seminar Nasional Matematika: Peran http://www.criticalthinking.org/University/univlibrary/
Matematika Memasuki Millenium III. ISBN: 979- library.nclk. [22 Agustus 2005].
96152-0-8; 443-447. Jurusan Matematika FMIPA Purwanto, N. (1998). Psikologi Pendidikan. Bandung:
ITS. Surabaya, 2 November 2000. Rosda Karya.
Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu
dalam Rangka Upaya Memperbaiki dan Meningkatkan Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Aplikasi dan Pembelajarannya, 2 (1), 17-18. Jurusan Bandung: Tarsito.
Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan
Liliasari (1996). Beberapa Pola Berpikir dalam dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP
Pembentukan Pengetahuan Kimia oleh Siswa SMA. Semarang Press.
Disertasi Doktor pada PPs IKIP Bandung. Bandung:
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka
Tidak diterbitkan.
Setia.
Liputo, Y. (1996). Kamus Filsafat. Bandung: Rosda
Suzana, Y. (2004). Pembelajaran dengan Pendekatan
Karya.
Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan
Maier, H. (1985). Kompedium Didaktik Matematika. Pemahaman Matematik Siswa SMU. Disajikan pada
Bandung: CV. Remaja Karya. Seminar Nasional Matematika: Matematika dan
Matlin, M.W. (1994). Cognition. New York: Hardcourt Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas SDM
Brace Publishers. dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi,
Maulana (2005). Penggunaan Metafora dalam Perkuliahan Bandung, 15 Mei 2004.
Matematika (The Application of Metaphor in Syukur, M. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir
Mathematics Course). Makalah pada Seminar Kritis Siswa SMU melalui Pembelajaran Matematika
Matematika Tingkat Nasional UPI, Bandung, 20 dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis pada PPS
Agustus 2005. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak
Mayadiana, D. (2005). Pembelajaran dengan Pendekatan diterbitkan.
Diskursif untuk Mengembangkan Kemampuan Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika
Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru SD. Tesis pada Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
PPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Weinert, F.E. dan Kluwe, R.H. (1987). Metacognition,
Tidak diterbitkan. Motivation, and Understanding. Hillsdale, New
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Mathematics Preparation and Conceptual Learning Woolfolk, A.E. (1995). Educational Phsycology. USA: Allyn
Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in and Bacon.
Diagnostics Pretest Scores. American Journal of
Physics [Online]. Tersedia: http://www.physics.
iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-
1268.pdf. [Agustus 2006].

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah
di Sekolah Dasar
Dindin Abdul Muiz Lidinillah

Abstrak
Pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat dikembangkan melalui
pembelajaran matematika di sekolah dasar. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dikuasai oleh siswa
sekolah dasar tidak hanya dalam kemampuan pemecahan masalah matematika, tetapi agar siswa mampu memecahkan
masalah dalam bidang lain melalui cara berpikir matematis. Guru perlu memperhatikan berbagai aspek pembelajaran:
perencanaan, proses pembelajaran, penilaian, pemilihan media atau alat peraga dalam pembelajaran pemecahan
masalah sehingga siswa memiki kemampuan memecahkan masalah yang baik.

Kata Kunci: pemecahan masalah, pembelajaran matematika, sekolah dasar

Pendahuluan guru saja, tetapi faktor tuntunan kurikulum yang membuat

P
embelajaran matematika di sekolah dasar guru terdesak dengan waktu terbatas sehingga tidak fokus
tidak hanya diarahkan pada peningkatan terhadap kemampuan pemecahan masalah.
kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga
diarahkan kepada peningkatan kemampuan siswa dalam Tulisan ini berusaha untuk menggali tentang
pemecahan masalah (Problem Solving), baik masalah pemecahan masalah dan pembelajarannya di sekolah
matematika maupun masalah lain yang secara kontekstual dasar. Oleh karena itu, topik-topik permsalahan dalam
menggunakan matematika untuk memecahkannya. Hal tulisan ini adalah : masalah dan pemecahan masalah
ini didorong oleh perkembangan arah pembelajaran matematika; pembelajaran pemecahan masalah
matematika yang digagas oleh National Council of
Teacher of Mathematics di Amerika pada tahun 1989 yang matematika di sekolah dasar; dan problematika
mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards pembelajaran pemecahan masalah di sekolah dasar
for School Mathematics, dimana pemecahan masalah
dan penalaran menjadi tujuan utama dalam program
pembelajaran matematika di sekolah dasar. Perubahan MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH
paradigma pembelajaran matematika ini kemudian MATEMATIKA
diadaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai Masalah Matematika
dalam Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006.
Mata pelajaran matematika diantaranya bertujuan agar Suatu masalah biasanya memuat situasi yang
peserta didik memiliki kemampuan pemahaman konsep, mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan
penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus
gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan dikerjakan untuk menyelesaiknnya. Jika suatu masalah
matematika dalam kehidupan (BSNP, 2006). diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut dapat
mengetahui cara penyelesainnya dengan benar, maka
Dari tujuan pembelajaran matematika di sekolah soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah.
dasar tersebut, nampak bahwa pemecahan masalah Sesuatu dianggap masalah bergantung kepada orang
menjadi fokus penting dalam pembelajaran matamatika yang menghadapi masalah tersebut disamping secara
impilisit suatu soal bisa memiliki karakteristik sebagai
sehingga secara jelas terdapat pada kurikulum mata masalah.
pelajaran matematika mulai jenjang sekolah dasar sampai
Moursund (2005:29) mengatakan bahwa seseorang
sekolah menengah. Dalam setiap standar kompetensi, ada dianggap memiliki dan menghadapi masalah bila
salah satu kompetensi dasar yang mengarahkan siswa menghadapi 4 kondisi berikut ini:
untuk mampu menggunakan konsep-konsep matematika 1. Memahami dengan jelas kondisi atau situasi yang
dalam menyelesaikan masalah. sedang terjadi.
Pelaksanaan pembelajaran masalah di sekolah 2. Memahami dengan jelas tujuan yang diharapkan.
dasar tidaklah semudah yang diperkirakan. Ada banyak Memiliki berbagai tujuan untuk menyelesaikan
masalah dan dapat mengarahkan menjadi satu tujuan
faktor yang menghambat terlaksananya pembelajaran penyelesaian.
pemecahan masalah secara optimal, tidak hanya faktor

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


3. Memahami sekumpulan sumber daya yang dapat itu berkenaan dengan pembicaraan tentang berbagai
dimafaatkan untuk mengatasi situasi yang terjadi cara untuk menyelesaikan masalah, harus memiliki sikap
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal ini meliputi yang baik dalam menghadapi masalah dan mampu
waktu, pengetahuan, keterampilan, teknologi atau mengatasi berbagai jenis masalah, tidak hanya masalah
barag tertentu. yang sederhana yang bisa diselesaikan hanya dengan
4. Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai keterampilan setingkat sekolah dasar, tetapi dapat
sumber daya untuk mencapai tujuan. menyelesaikan masalah yang lebih komplek pada bidang
Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat teknik, fisika dan sebagainya, yang akan dikembangkan
disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal pada sekolah tinggi. Tetapi dasar-dasarnya harus dimulai
cerita, penggambaran penomena atau kejadian, ilustrasi di sekolah dasar. Dan juga saya berfikir bahwa hal yang
gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian penting di sekolah dasar adalah mengenalkan kepada
disebut masalah matematika karena mengandung konsep siswa cara-cara menyelesaikan masalah. Tidak hanya
matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika,
walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi perlu dipahami untuk memecahkan berbagai bentuk masalah saja
oleh guru matematika ketika akan menyajikan jenis soal dan tidak hanya dapat berbuat sesuatu, tetapi untuk
matematika. Menurut Hudoyo dan Sutawijaya (1997:191), mengembangkan sikap umum dalam menghadapi masalah
masalah matematika dapat berupa (1) masalah transalasi, dan menyelesaikannya.(terjemahan).
(2) masalah aplikasi, (3) masalah proses, dan (4) masalah Polya (dalam Sonnabend, 1993:56) juga mengatakan
teka-teki. bahwa :
Pemecahan Masalah Matematika Pemecahan masalah adalah aspek penting dalam
Soedjadi (1994, dalam Abbas, 2000 : 2) menyatakan intelegensi dan intelegensi adalah anugrah khusus buat
bahwa melalui pelajaran Matematika diharapkan dan manusia : pemecahan masalah dapat dipahami sebagai
dapat ditumbuhkan kemampuan-kemampuan yang lebih karakteristik utama/penting dari kegiatan manusia ... kamu
bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat mempelajarinya dengan melakukan peniruan dan
diperkirakan akan dihadapi peserta didik di masa depan. mencobanya langsung.
Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan
memecahkan masalah. Lebih lanjut Ruseffendi (1991, Buku Polya yang pertama yaitu How To Solve It (1945)
dalam Abbas, 2000 : 2) menyatakan bahwa kemampuan menjadi rujukan utama dan pertama tentang berbagai
memecahkan masalah amatlah penting, bukan saja pengembangan pembelajaran pemecahan masalah
bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami terutama masalah matematika. Menurut Polya (Suherman
Matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan et.al., 2001 : 84), solusi soal pemecahan masalah memuat
menerapkannya, baik dalam bidang studi lain maupun empat langkah penyelesaian, yaitu : (1) pemahaman
dalam kehidupan sehari-hari. terhadap permasalahan; (2) Perencanaan penyelesaian
masalah; (3) Melaksanakan perencanaan penyelesaian
Menurut Goos et.al. (2000 : 2), seseorang dianggap masalah; dan (4) Melihat kembali penyelesaian.
sebagai pemecah masalah yang baik jika ia mampu
memperlihatkan kemampuan memecahkan masalah yang Sedangkan menurut Schoenfeld (Goos et.al., 2000 :
dihadapi dengan memilih dan menggunakan berbagai 2) terdapat 5 tahapan dalam memecahkan masalah, yaitu
alternatif strategi sehingga mampu mengatasi masalah Reading, Analisys, Exploration, Planning/Implementation,
tersebut. Menurut Goos et.al. (2000 : 2), cara berpikir dan Verification. Artzt & Armour-Thomas (Goos et.al,
secara matematis yang efektif dalam memecahkan 2000 : 2) telah mengembangkan langkah-langkah
masalah meliputi tidak saja aktivitas kognitif, seperti pemecahan masalah dari Schoenfeld, yaitu menjadi
menyajikan dan menyelesaikan tugas serta menerapkan Reading, Understanding, Analisys, Exploration, Planning,
strategi untuk menemukan solusi, tetapi juga meliputi Implementation, dan Verification. Langkah-langkah
pengamatan metakognisi yang digunakan untuk mengatur penyelesaian masalah tersebut sebenarnya merupakan
berbagai aktivitas serta untuk membuat keputusan pengembangan dari 4 langkah Polya.
sesuai dengan kemampuan kognitif yang dimiliki. Dalam Sementara itu, Krulik dan Rudnik ( 1995) mengenalkan
Suherman et.al. (2001 : 95) dinyatakan bahwa menurut lima tahapan pemecahan masalah yang mereka sebut
berbagai penelitian dilaporkan bahwa anak yang diberi sebagai heuristik. Heuristik adalah langkah-langkah dalam
banyak latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih menyelesaikan sesuatu tanpa harus berurutan. Dalam
tinggi dalam dalam tes pemecahan masalah dibandingkan bukunya, ”Teaching Reasoning and Problem Solving in
dengan anak yang latihannya sedikit. Elementary School”, mereka mengkhususkan langkah ini
Sukmadinata dan As’ari (2006 : 24) menempatkan dapat diajarkan di sekolah dasar. Lima langkah tersebut
pemecahan masalah pada tahapan berpikir tingkat tinggi adalah :
setelah evaluasi dan sebelum kerativitas yang menjadi 1. Read and Think (Membaca dan Berpikir), yang meliputi
tambahan pada tahapan berpikir yang dikembangkan kegiatan mengidentifikasi fakta, mengidentifikasi
oleh Anderson dan Krathwohl (dalam Sukmadinata dan pertanyaan, memvisualisasikan situasi, menjelaskan
As’ari, 2006 : 24).
setting, dan menentukan tindakan selanjutya.
Menurut Polya seperti yang dikutip oleh Moursund
(2005:30) dari bukunya yang berjudul The Goals of 2. Explore and Plan (Ekplorasi dan Merencanakan),
Mathematical Education (Polya, 1969) : yang meliputi kegiatan: mengorganisasikan informasi,
Memahami matematika berarti mampu untuk bekerja mencari apakah ada informasi yang sesuai/diperlukan,
secara matematik. Dan bagaimana kita bisa bekerja mencari apakah ada informasi yang tidak diperlukan,
secara matematik? Yang paling utama adalah dapat mengambar/mengilustrasikan model masalah, dan
menyelesaikan masalah-masalah matematika. Lebih dari membuat diagram, tabel, atau gambar

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


3. Select a Strategy (Memilih Strategi), yang meliputi Dari paparan di atas, paling tidak ada tiga makna dari
kegiatan : menemukan/membuat pola, bekerja pemecahan masalah, yaitu : pemecahan masalah sebagai
mundur, coba dan kerjakan, simulasi atau eksperimen, tujuan pembelajaran, proses, serta sebagai kemampuan
Penyederhanaan atau ekspansi, membuat daftar dasar.
berurutan, deduksi logis, dan membagi atau Dalam perkembangan teori-teori pembelajaran,
mengkategorikan permasalahan menjadi masalah pembelajaran pemecahan masalah ini dapat dipraktekkan
sederhana. seperti dalam pendekatan pembelajaran open ended,
4. Find an Answer (Mencari Jawaban), yang meliputi problem based learning (PBL), atau metode pembelajaran
kegiatan: memprediksi, menggunakan kemampuan yang secara khusus mengajarkan strategi-strategi
berhitung, menggunakan kemampuan aljabar, pemecahan masalah. Khususnya di SD, masalah
menggunakan kemampuan geometris, dan matematika sering disajikan dalam bentuk soal cerita,
menggunakan kalkulator jika diperlukan. soal tidak rutin, teka-teki, atau pola bilangan. Tetapi dalam
5. Reflect and Extend (Refleksi dan Mengembangkan), buku-buku teks pembelajaran yang sering digunakan
memeriksa kembali jawaban, menentukan solusi adalah soal cerita dan ilustrasi gambar.
alternatif, mengembangkan jawaban pada situasi Pembelajaran Pemecahan Masalah yang Efektif
lain, mengembangkan jawaban (generalisasi atau Karena pemecahan masalah dianggap sulit untuk
konseptualisasi), mendiskusikan jawaban, dan diajarkan dan dipelajari, maka berbagai penelitian banyak
menciptakan variasi masalah dari masalah yang mengkaji hal ini. Fokus penelitiannya adalah tentang :
asal. karakteristik masalah; karakteristik siswa yang mampu
dan tidak mampu menyelesaikan masalah; serta strategi-
PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH stratagi pembelajaran pemecahan masalah. Berikut ini
MATEMATIKA DI SD adalah beberapa hasil penelitian tersebut yang dirangkum
Konsep Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Reys et.al.(1989).
Sanjaya (2006:15) membedakan antara mengajar 1. Strategi pemecahan masalah secara khusus harus
memecahkan masalah dengan pemecahan masalah diajarkan sampai siswa dapat memecahkan masalah
sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar dengan benar.
memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa 2. Tidak ada strategi yang optimal untuk memecahkan
memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan seluruh masalah (soal). Beberapa strategi sering
soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran digunakan daripada yang lainnya dalam setiap
pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu tahapan pemecahan masalah.
siswa agar memahami dan menguasi materi pembelajaran 3. Guru harus mengajarkan berbagai strategi kepada
dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. siswa untuk dapat menyelesaikan berbagai bentuk
Perbedaannya terdapat pada kedudukan pemecahan masalah. Siswa harus dilatih menggunakan suatu
masalah apakah sebagai konten atau isi pelajaran atau strategi untuk berbagai jenis soal, atau menggunakan
sebagai strategi. beberapa strategi untuk suatu soal.
Strategi pembelajaran pemecahan masalah bisa 4. Siswa perlu dihadapkan pada masalah dengan cara
dalam hal pendekatan pembelajaran atau metode pemecahan yang belum dikuasainya (tidak biasa),
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah cara dan mereka harus didorong untuk mencoba berbagai
yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran alternatif pendekatan pemecahan.
agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan 5. Prestasi atau kemampuan siswa dalam memecahkan
siswa. Ada dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yang masalah berhubungan dengan tahap perkembangan
bersifat metodologi dan yang bersifat materi. Metode siswa. Oleh karena itu, tingkat kesukaran masalah
pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih yang diberikan harus sesuai/patut dengan siswa.
bersifat umum.
Menurut Reys, et.al. (1989), agar mengajar
Dalam pembelajaran matematika, pembelajaran pemecahan masalah lebih efektif, maka guru perlu
dengan pendekatan pemecahan masalah berarti guru memahami faktor-faktornyanya, yaitu: waktu, perencanaan,
menyajikan materi pelajaran dengan mengarahkan sumber belajar-media, teknologi, serta pengelolaan kelas.
siswa kepada pemanfaatan strategi pemecahan Waktu yang direncanakan harus efektif dan sesuai dengan
masalah dalam memahami materi pelajaran dan dalam kemampuan serta proses berpikir siswa. Sebaiknya guru
menyelesaikan soal-soalnya. Materi pelajaran dipandang mampu memperkirakan waktu yang diperlukan oleh siswa
sebagai sekumpulan masalah yang harus dipahami dan dalam menyelesaikan suatu soal maupun beberapa soal.
diselesaiakan. Sedangkan metode pemecahan masalah
lebih sempit lagi, yaitu bagaimana guru menyajikan soal- Seluruh tahapan pembelajaran harus dipersiapkan
soal sebagai masalah yang harus dipecahkan dengan dengan baik meliputi : strategi guru, sumber belajar : alat
strategi pemecahan masalah. peraga atau media, serta teknologi. Berdasarkan teori

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Piaget (Reys, et.al., 1989), karakteristik siswa sekolah kinerja ini, untuk penilaiannya dapat menggunakan rubrik
dasar masih berpikir operasional konkrit atau menurut baik rubrik holistik maupun rubrik analitik.
Bruner (Reys, et.al., 1989), masih dalam tahap enaktif Problematika Pembelajaran Pemecahan Masalah di SD
dan ikonik. Oleh karena itu, guru perlu menyiapkan alat-
Pelaksanaan pembelajaran pemecahan masalah
alat peraga manipulatif bagi siswa untuk digunakan dalam
terutama di sekolah dasar tidaklah mudah. Perubahan
membantu memahami dan memecahkan masalah.
paradigma dalam kurikulum matematika memang belum
Yang tidak kalah penting juga adalah kemampuan sepenuhnya berimbas pada praktik pembelajaran di
guru dalam mengelola kelas termasuk mengelola aktivitas sekolah dasar. Guru masih fokus kepada pencapaian
siswa. Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran kemampuan siswa dalam berhitung dan mengunakan
pemecahan masalah baik secara individu, klasikal rumus matematika, sementara kemampuan pemecahan
ataupun kelompok. Kegiatan pemecahan masalah lebih masalah siswa masih dianggap sebagai kemampuan
cocok dengan seting kerja kelompok dimana siswa ekstra atau tambahan untuk siswa-siswa berprestasi
saling bertukar pengetahuan dan kemampuan dalam tinggi. Berikut ini adalah berbagai problematika yang
memecahkan masalah. Hal ini tidak hanya dimaksudkan sering terjadi di lapangan pada pembelajaran pemecahan
untuk efektivitas pembelajaran, tetapi juga agar siswa masalah yang secara umum disarikan sebagai berikut.
terbiasa bekerja sama dalam menyelesaikan suatu
Persepsi Guru
permasalahan.
Persepsi guru terhadap pemecahan masalah
Peran Metakognisi dalam Pemecahan Masalah
memang sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh
Kesuksesan seseorang dalam memecahkan masalah pengalaman dan pengetahuan guru tentang konsep
begantung kepada bagaimana ia mampu mengendalikan pemecahan masalah dan pembelajarannya. Guru kadang
kemampuan berpikirnya dalam menyelesaikan masalah. memandang bahwa kemampuan memecahkan masalah
Kemampuan tersebut adalah Metakognisi. Metakognisi dapat diberikan jika siswa sudah mengasai seluruh
adalah istilah yang berkaitan dengan pengetahuan konsep matematika, sehingga kadang-kadang diberikan
dan keyakinan seseorang sebagai pembelajar serta di akhir pembahasan suatu topik sebagai pelengkap topik
bagaimana ia mengontrol dan menyesuaikan pengetahuan tersebut. Pembelajaran pemecahan masalah kadang-
dan keyakinannya. Dalam istilah lain metakognisi adalah kadang tidak diberikan jika waktu tidak memungkinkan.
kemampuan seseorang dalam mengontrol kemampuan Guru merasa cukup dengan pembelajaran perhitungan.
berpikirnya atau ”thinking about thinking”. Kemampuan Guru juga beranggapan bahwa masalah yang disajikan
metakognisi dapat diajarkan di kelas melalui pernyataan oleh guru hanya dalam bentuk soal cerita, padahal
menuntun seperti : ”apa yang kamu kerjakan ketika masalah dapat disajikan dalam berbagai bentuk model
memecahkan masalah?”; ”apa yang kamu pikirkan jika soal. Guru menganggap bahwa pembelajaran pemecahan
kamu merasa kesulitan atau tidak memahami soal ?”. masalah menyita waktu yang sangat banyak sehingga
Penilaian dalam Pembelajaran Pemecahan Masalah sering mengganggu program pembelajaran.
Penilaian untuk pemecahan masalah dianggap Perencanaan Pembelajaran
lebih sulit daripada penilaian untuk kemampuan kognitif Guru membuat perencanaan berdasarkan kurikulum
lainnya karena harus mampu menilai keseluruhan proses sekolah (KTSP) secara konvensional. Guru kurang
pemecahan masalah disamping hasilnya. Penilaian untuk memersiapkan pembelajaran untuk pemecahan masalah
pemecahan masalah harus berdasarkan tujuan. Jika soal sehingga pada pelaksanaannya penyelesaian soal-soal
disajikan dalam bentuk masalah rutin dan non rutin, maka pemecahan masalah hanya sekedar latihan soal-soal
penilaian yang dilakukan berkaitan dengan keduanya. cerita.
Menurut Reys, et.al. (1989), beberapa metode Pelaksanaan Pembelajaran
penilaian yang dapat dilakukan adalah: (1) observasi, (2)
Guru melaksanakan pembelajaran pemecahan
inventori dan ceklis, dan (3) paper and pencil test. Ketiga
masalah di akhir proses pembelajaran sebagai latihan soal
alat penilaian ini dapat digunakan bersama-sama atau
cerita, belum dianggap sebagai suatu tujuan pembelajaran
salah satunya bergantung kepada tujuan penilaiannya.
secara khusus berupa pendekatan pembelajaran. Guru
Hal senada juga diutarakan oleh Krulik dan Rudnik (1995)
biasanya mengajarkan tiga tahap penyelesaian soal
berkaitan dengan metode penilaian untuk pemecahan
cerita, yaitu : menentukan apa yang diketahui, ditanyakan
masalah. Beberapa metode penilaian yang dapat
dan jawaban. Hal ini tampak dari hasil pekerjaan siswa,
digunakan adalah : (1) observasi, (2) jurnal metakognitif,
walapun dari hasil uji coba soal cerita, siswa-siswa
(3) paragraf kesimpulan (Summary paragraph), test,
langsung menjawab soal tanpa mengikuti langkah-langkah
portofolio. Tes yang dilakukan dapat berbentuk pilihan
yang ditentukan. Hal ini memang bergantung kepada
ganda, masalah masalah terbuka (open ended), dan
cara guru mengajarkan strategi-strategi pemecahan soal
pertanyaan kinerja untuk mengetahui apakah siswa dapat
cerita. Keadaan ini menyebabkan siswa tidak kretaif dalam
menyelesaikan masalah dengan lengkap atau tidak. Tes
menyelesaikan soal cerita. Siswa sering mengajukan

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


pertanyaan berkaitan dengan suatu soal cerita, seperti pemecahan masalah untuk menjembatani kemampuan
”Pak, soal ini dikerjakan pake rumus apa?”. pemecahan masalah sebagai kemampuan kognitif tingkat
Semenetara itu, dalam kondisi kelas dengan tinggi dengan kemampuan berpikir siswa sekolah dasar
jumlah siswa yang banyak, guru sulit untuk merancang yang masih konkrit.
pembelajaran secara berkelompok, padahal salah
satu aspek kemampuan pemecahan masalah adalah DAFTAR PUSTAKA
kemampuan bertukar pikiran dan informasi selama proses
pemecahan masalah. Abbas, N.(------).Penerapan Model Pembelajaran
Penilaian Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Intruction)
Menilai kemampuan pemecahan masalah tidak dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Gorontalo
hanya dari hasilnya saja tetapi yang lebih penting adalah : Universitas Negeri Gorontalo
kemampuan proses siswa dalam memecahkan masalah. Ashton, S.C. (------).Teaching Mathematic Problem Solving
Oleh karena itu, metode atau teknik penilain harus mampu with a Workshop Approach and Literature. Virginia :
menilai kemampuan proses siswa seperti yang telah College of William and Mary Williamsburg. [online]
dipaparkan pada bagian sebelumnya. Akan tetapi, guru http://www.wm.edu/... /Ashton.pdf
jarang menggunakan teknik-teknik penilaian yang seperti BSNP (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
itu. Penilaian hanya dilakukan seperti pada tes uraian dan Menengah. Jakarta : BSNP.
biasa sehingga kurang mendeskripsikan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah. Goos, et.al.(2000). A Money Problem : A Source of Insight
Into Problem Solving Actioan. Queensland : The
Media atau Alat Peraga University of Queensland [online] http://www.cimt.
Walaupun pemecahan masalah adalah aktivitas kognitif, plymouth.ac.uk/jornal/pgmoney.pdf
tetapi siswa sekolah dasar masih membutuhkan media Hudoyo dan Sutawijaya. (1998). Pendidikan Matematika
atau alat peraga selama aktivitas pemecahan masalah. I. Jakarta. Dirjen Dikti Depdiknas
Media yang sangat menentukan adalah LKS yang dibuat
oleh guru untuk memandu atau melatih siswa dalam Jonassen, D.(2000). Toward a Design Theory of Problem
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah. Solving To Appear in Educational Technologi :
Sementara alat peraga yang dapat digunakan adalah alat- Research and Depelopement. [online] http://www.
alat manipulatif untuk di eksplorasi siswa dalam kegiatan coe.missouri.edu/~jonassen/PSPaper%20 final.pdf
pemecahan masalah. Krulik, Sthepen dan Rudnick, Jesse A. (1995). The New
Akan tetapi, kenyataannya, guru hanya menggunakan Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem
sajian soal dari buku yang kurang memberikan ruang Solving in Elementary School. Temple University :
kreativitas siswa dalam memecahkan masalah. Sehingga Boston.
LKS yang tersedia hanya berupa langkah-langkah, seperti: Marsound, D. (2005). Improving Math Education in
”Diketahui”; ”Ditanyakan”; dan ”Dijawab”. Sementara alat Elementary School : A Short Book for Teachers.
peraga manipulatif jarang digunakan. Oregon : University of Oregon. [online]. http://
darkwing.uoregon.edu/.../ElMath.pdf
PENUTUP Reys, Robert E., et. al. (1998). Helping Children Learn
Mathematic (5th ed). Needham Hwight : Allyn &
Guru sebagai pihak yang paling berperan dalam
Bacon
pembelajaran, perlu mengusai tidak hanya pemecahan
masalah secara konseptual tetapi juga secara praktiknya. Sanjaya, Wina. (2007). Kajian Kurikulum dan Pembelajaran.
Perubahan paradigma pembelajaran matemtika Bandung : SPs UPI.
ini membutuhkan kemampuan guru baik dalam Sonnaben A. Thomas. (1993). Matematic for elementary
merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran Teacher : An Interactive Approach. New York.
pemecahan masalah. Berbagai masalah yang muncul Sounder Collage Publising.
dapat disebabkan oleh persepsi guru yang belum benar Suherman dkk .(2001). Strategi Pembelajaran Matematika
tentang pemecahan masalah dan pembelajarannya Kontemporer. Jurusan Pendidikan Matematika UPI.
sehingga berimplikasi terhadap pembelajarannya. Bandung
Sebab lain dapat didorong oleh beban pembelajaran
Sukmadinata & As’ari.(2006).Pengembangan Kurikulum
yang padat berdasarkan kurikulum sehingga tidap punya
Berbasis Kompetensi di PT. Universitas Pendidikan
waktu banyak untuk melaksanakan aktivitas pemecahan
Indonesia. Tidak diterbitkan.
masalah. Padahal aktivitas pemecahan masalah
membutuhkan waktu yang lebih banyak apalagi dalam Wortham, Sue C. (2005). Assessment in Early Chilhood
model pembelajaran kelompok. Ketersediaan media Education. Pearson Education : New Jersey.
dan alat peraga sangat menunjang bagi pembelajaran

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Penggunaan Kartun Matematika dalam
Pembelajaran Matematika
Supriadi

Abstrak
The study concerns focus to problem: How far influence application of cartoonn mathematic in learning mathematics
for develop to produce learn student in school? The goal study concerns for know influence application of cartoon
mathematic learning matematics in school for develop produce learn student with for able image about respons student
at application of cartoon mathematic.
The general hypothesis in study concerns is student learn with cartoon mathematic best increase produce learn
than student with conventional learn. The study concerns use experimental method, instrument a test, question,
interview, journal and observation.
The result calculation are mean experiment student high than control student.This Mean experiment is 49,45 and
control student is 34,42. At significant level 0,01 experiment student produce learn increase than control student. The
conclusion of study concerns are (1) Application cartoon mathematics in learning mathematic have influence to produce
learn.(2) For Student,Iearn with cartoon mathematic increase effective than conventional learn (3) Student give good
respons to cartoon mathematic because new in learning mathematic and their became happy in learn mathematic.
The result of study concerns, I suggestion so that cartoon mathematic can use by teacher for chosen tools in learn
mathematic,because all topic mathematic can explain with cartoon mathematic.Teacher can join with cartoonist for
make cartoon mathematic.

Kata Kunci: kartun matematika, pembelajaran matematika

Pendahuluan bahwa pengajaran matematika perlu diperbaiki. Dalam

P
embaharuan dalam pengertian kependidikan data Internasional Achievement Education (IEA), yang
merupakan suatu upaya lembaga untuk menyebutkan bahwa siswa SD di Indonesia menempati
menjembatani masa sekarang dan masa yang peringkat ke-¬38 dari 39 negara peserta; kemampuan
akan datang dengan jalan memperkenalkan program siswa SMP dalam matematika menempati peringkat ke-
kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru sebagai 39 dari 42 negara peserta. Data dari Third International
jawaban atas perkembangan internal dan eksternal dalam Mathematics and Science Study¬ Repeat(TIMSS-R) juga
dunia pendidikan yang cenderung mengejar efisiensi dan mengungkapkan bahwa kemampuan matematika siswa
efektivitas(Wijaya,19998:2). SMP di negara kita berada pada peringkat ke-34 dari
keseluruhan 38 negra peserta (Mullis,1999,2004).
Pembaharuan di bidang pendidikan harus terus-
menerus dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu Selain itu pelajaran matematika masih dianggap
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian menuntut sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit dan pada
para pendidik untuk menyesuaikan pengajarannya pada umumnya siswa mempunyai anggapan bahwa matematika
perkembangan tersebut. Hal ini sejalan dengan apa merupakan pelajaran yang tidak disenangi. Seperti yang
yang dikatakan Riseffendi(1991:21),”Kehidupan di dunia dikemukakan Ruseffendi (1984:15),”Matematika (ilmu
ini berubah, teknologi berubah, masyarakat berubah, pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata
pengajaran berubah, semuanya berubah. Untuk dapat pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran
menyesuaikan pengajarannya dengan peruhahan itu, yang paling dibenci.”
guru harus dapat mengikuti perkembangan itu”. Hasil belajar sangat ditentukan sekali oleh
Matematika merupakan salah satu bidang keberhasilan siswa dalam belajar. Namun keberhasilan
pengajaran yang harus mengalami pembaharuan tersebut tidak hanya ditentukan oleh faktor siswa saja,
menuju perbaikan. Dalam pengajaran matematika di tetapi juga oleh faktor di luar siswa, antara lain adalah
sekolah-sekolah terdapat masalah-masalah yang perlu faktor guru. Dalam hal yang sama Ruseffendi(1991:8)
diperbaiki. Kenyataan-kenyataan berikut menunjukkan mengemukakan bahwa keberhasilan siswa dalam

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor dari c. Model proyeksi, seperti slide, film penggunaan OHP
dalam diri siswa itu meliputi kecerdasan anak, kesiapan dan lain-lain.
anak, kenyamanan belajar dan minat anak belajar, adapun d. Penggunaan dan pemanfaatan media pembelajaran
faktor dari luar diri siswa adalah metode penyajian materi yang berupa lingkungan.
pelajaran, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran,
Khusus mengenai media kartun, Haron (2001)
kompetensi guru dan kondisi masyarakat luar.
mengemukakan bahwa kartun merupakan suatu bahan
Salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan siswa yang sangat popular dan digemari oleh segenap lapisan
dalam belajar adalah metode penyajian materi pelajran. pembaca atau penonton. Malah kartun dianggap sebagai
Apakah materi yang disajikan membuat siswa tertarik, satu wahana yang menghibur dan bisa meredakan
termotivasi, kemudian timbul perasaan pada diri siswa ketegangan emosi manusia. Menyadari betapa populernya
untuk menyenangi materi, dan adanya kebutuhan terhadap kartun di kalangan audiens, maka kartun sesuai untuk
materi tersebut? Ataukah justru cara penyajian materi diterapkan dalam arena pendidikan. Kebanyakan
hanya akan membuat siswa jenuh terhadap matematika? kartun yang dimuatkan dalam suratkabar atau majalah
Bagaimanapun kekurangan atas ketiadaan motivasi akan memperlihatkan berbagai tema dan subjek yang disulami
menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam pula warna-warna humor. Disamping berfungsi sebagai
melakukan proses pembelajaran baik di sekolah maupun di hiburan, kartun data membawa pembaca berfikir sejenak
rumah (Sah,1995:136).Salah satu cara menyajikan adalah untuk menjadi lebih peka terhadap perkembangan
dengan menggunakan media pembelajaran. Sadiman semasa.
dkk(2002:6) mengemukakan,”Media adalah segala
Di Malaysia, pengajaran dengan menggunakan
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
pelbagai alat visual semakin popular. Salah satu yang
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
dapat digunakan ialah kartun. Kartun-kartun yang popular
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
seperti Din Teksi oleh Nan dan Epit oleh Lat dapat
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
merangsang minat pelajar. Kartun menurut Sudjana dan
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar
Rivai (1991:58) adalah pengggambaran dalam bentuk
dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat
lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi
mempertinggi hasil belajar yang dicapainnya (Sudjana
yang didesain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
dan Rivai,1991:2).
Kartun sebagi alat Bantu mempunyai manfaat penting
Penggunaan media dalam proses pembelajaran dalam pengajaran terutama dalam menjelaskan rangkaian
dapat menarik minat dan memotivasi siswa. Hal ini sejalan isi bahan dalam satu urutan logis atau mengandung
dengan pendapat Arsyad(2002:26) bahwa: makna.
1. Media pengajaran dapat memperjelas penyajian Sedangkan menurut Sadiman dkk (2002:46), bahwa
pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar kartun sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis
dan meningkatkan proses dan hasil belajar. adalah suatu gambar interpretatif yang menggunakan
2. Media dapat meningkatkan dan mengarahkan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan-pesan secara
perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang,
belajar, interaksi yang lebih langsung. situasi, atau kejadian-kejadian tertentu. Kemampuannya
3. Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan besar sekali untuk menarik perhatian, mempengaruhi
indera, ruang dan waktu. sikap maupun tingkah laku. Kartun biasanya hanya
menangkap esensi pesan yang harus disampaikan dan
4. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan
menuangkannya ke dalam gambar sederhana tanpa
pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa
detail dengan menggunakan simbol-simbol serta karakter
di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya
yang mudah dikenal dan dimengerti dengan cepat. Kalau
interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan
kartun mengena, pesan yang besar bisa disajikan secara
lingkungannya, misal melalui karyawisata, kunjungan-
ringkas dan kesannya akan tahan lama di ingatan.
kunjungan ke museum atau kebun binatang.
Penggunaan kartun sebagai media pembelajaran
Ada beberapa jenis media yang digunakan dalam
memiliki peranan penting karena dalam tahap ini siswa
proses pembelajaran. Menurut Sudjana dan Rivai
sangat tanggap terhadap stimulus visual yang lucu,
(1991:3), jenis media terbagi menjadi empat yaitu:
menarik dan praktis (Bundhowi 2002:1). Menurut
a. Media gratis, seperti gambar, foto, grafik, bagan, Dawyer dalam Maizuriah (2000), Visual-visual konkret
diagram, poster, kartun, serta komik. Media grafis yang menggambarkan keadaan dunia sebenar boleh
sering juga disebut dua dimensi yang mempunyai memberi pengalaman konkret bagi memudahkan proses
ukuran panjang dan lebar. pembelajaran. Kartun juga merupakan satu bentuk
b. Media tiga dimensi, yaitu media dalam bentuk model visual dengan minat kanak-kanak boleh digunakan oleh
padat, model penampang, model susun, model kerja, guru dalam pengajaran. Penggunaan visual telah lama
diorama dan lain-lain. diketahui berkeupayaan merangsang pembelajaran.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Hal senada dikatakan Sudjana dan Rivai (1991:61) A 0 X1 0
bahwa sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan A 0 X2 0
menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajr
Keterangan:
siswa. Hal ini menunjukkan bahan-bahan kartun bisa
menjadi alat memotivasi yang berguna di kelas. Beberapa A = randomisasi/acak
kartun dengan topik yang sedang “hangat”, bilamana 0 = tes awal = tes akhir
cocok dengan tujuan-tujuan pengajaran merupakan X1 = perlakuan (pembelajaran dengan kartun matematika)
pembuka diskusi yang efektif. Penggunaan kartun-kartun X2 = perlakuan biasa(pembelajaran konvensional)
dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran sains
dan dapat digunakan sebagai ilustrasi dalam kegiatan Sebagaimana telah diungkapkan di atas, penelitian
pengajaran. Pemakaian kartun mempunyai dua macam ini adalah untuk melihat sejauh mana pengaruh media
keuntungan berharga, yaitu gambar-gambarnya dapat kartun trhadap belajar siswa. Untuk dapat mendapatkan
menarik perhatian sehingga pelajaran lebih berarti data tersebut diperlukan instrumen pengumpul data
dan sebagian serta variasi dalam mengajar. Penelitian yang berupa tes awal dan tes akhir. Tes awal diberikan
Schaffera (Sudjana dan Rivai, 1991:59), “Pada umumnya untuk mengukur kemampuan awal kelompok eksperimen
anak-anak mulai menafsirkan kartun-kartun semacam ini dan kelompok kontrol. Sedangkan tes akhir diberikan
pada usia 13 tahun. untuk melihat kemajuan atau peningkatan belajar kcdua
kelompok.
Pembelajaran dengan kartun akan menciptakan
belajar yang efektif karena dapat membawa siswa ke Tipe tes yang digunakan adalah tipe tes uraian
dalam suasana yang menyenangkan (Gordon Dryden, Alasanya dengan tipe uraian maka proses berpikir,
2001:22), selain itu pembelajaran dengan kartun dapat ketelitian, dan sistematika penyusunan dapat dievaluasi.
menciptakan suasana gembira, sehingga menciptakan Terjadinya bias hasil evaluasi dapat dihindarkan
kegembiraan pula dalam belajar (DePorter, Reardon karena tidak ada sistem tebakan atau untung-untungan
dan Nourie, 2000:14), penelitian menyampaikan kepada (Suherman,1990:95) dilihat melalui langkah-langkah
kita bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf penyelesaian soal, serta alat evaluasi berupa tes ini terlebih
otak itu kurang dari yang dibutuhkan untuk merekatkan dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan
pelajaran dalam ingatan”. Apalagi pada saat usia guru pembimbing di sekolah untuk dapat mendapatkan
sekolah kebanyakan siswa masih memiliki gaya belajar justifikasi, putusan dan pertimbangan agar data yang
visual yang lebih cenderung mengaktifkan ingatannya terkumpul sesuai yang kita harapkan.
melalui gambar yang ditangkap oleh mata (DePorter dan Instrumen lain sebagai pendukung penelitian ini, yaitu
Hernacki,1991:120). untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan
Latar belakang di atas mendorong penulis mencoba media kartun matematika, maka diperlukan angket dan
melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kartun wawancara yang cukup diperuntukan bagi kelompok
yang digunakan sebagai media pembelajaran terhadap eksperimen saja.
peningkatan kualitas sehingga minat dan prestasi belajar Populasi penelitian ini adalah siswa SMK dan
siswa meningkat. sampelnya siswa SMK Negeri 2 Bandung kelas 2 yang
dipilih secara acak.
METODE PENELITIAN
Karena penelitian yang dilakukan adalah melihat HASIL DAN PEMBAHASAN
hubungan sebab akibat yang di dalamnya ada unsur Analisis daa hasil tes dilakukan uji normalitas,
yang dimanipulasi, maka metode yang digunakan dalam uji homogenitas dan uji perbedaan rata-rata. Hasil Uji
penelitian ini adalah metode eksperimen (Ruseffendi, normalitas, homogenitas dan ukuran statistik skor pretes
1998:32). dan postes disajikan dalam tabel berikut:
Peneliti mengambil dua kelas dari seluruh kelas Tabel 1: Uji Normalitas
populasi. Kemudian dipilih secara acak satu kelas sebagai
Data Hasil
kelompok eksperimen dan satu kelas lainnya sebagai No χ2 hitung dk χ2 tabel Kesimpulan
Belajar
kelompok kontrol.
1 Pretes Kelas 25,98 30 50,9 Normal
Untuk mengetahui pertambahan kemampuan baik Eksperimen
sebelum maupun sesudah percobaan dilakukan, maka 2 Pretes Kelas 24,6 30 50,9 Normal
siswa yang menjadi sampel diberikan tes awal dan akhir. kontrol
Berdasarkan uraian di atas, maka desain penelitian ini 3 Postes Kelas 5,07 3 11,3 Normal
adalah sebagai berikut: Eksperimen
4 Postes Kelas 10,52 3 11,3 Normal
kontrol

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Untuk data pretes data tidak disajikan dalam Hasil Angket Pembelajaran Kartun
distribusi kelompok, sehingga dk=30, sedangkan postes Matematika
data disajikan dalam distribusi kelompok sehingga dk=3. Hasil yang diperoleh hampir seluruhnya menyatakan
Kriteria pengujian jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel maka menarik (61,24%) dan (16,13%) sangat menarik terhadap
distribusi populasi data normal, dan jika χ2 hitung > χ2 pembelajaran kartun matematika. Mereka memberi
tabel maka distribusi populasi tidak normal. alasan, bahwa pesan-pesan yang diberikan memotivasi
semangat belajar, gambar-gambar yang diberikan dapat
Tabel 2: Uji Homogenitas Data Hasil Belajar menghilangkan ketegangan dan sangat menyenangkan,
pembelajaran lebih menarik dan penyampaiannya lebih
No Hasil Belajar Fhitung dkl dk2 Ftabel Kesimpulan
mudah dimengerti. Meskipun demikian, harus diperhatikan
1 Pretes Kelas 1,12 30 30 2,38 Homogen
Eksperimen dan
pula sebagian kecil siswa (22,58%) menyatakan biasa
kontrol saja dengan memberi alasan bahwa isi materi sama
dengan buku paket dan tokoh kartunnya kurang cocok.
2 Postes Kelas 1,19 30 30 2,38 Homogen
eksperimen dan Sebagian besar siswa (6,45% dan 64,52%) siswa
kontrol mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan media kartun
matematika terus dipertahankan. Mereka beranggapan
pembelajaran dengan media kartun membuat belajar
H0 : σ = σ tidak membosankan, sedikit menghibur/menimbulkan
Hipotesis : rasa senang dalam belajar. Meskipun demikian hampir
Ha: σ ≠ σ setengahnya siswa(29,03 %) menyatakan ragu-ragu,
karena beranggapan bahwa meskipun materinya tetap
Tabel 3: Ukuran Statistika Skor Pretes saja ada yang sulit.
Sebagian besar siswa (12,90% dan 35,485)
No Ukuran Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
menyatakan bahwa pembelajaran dengan media kartun
1 Rerata 1,45 1,42 menyenangkan dan lebih cepat memahami materi,
2 Simpangan Baku 1,12 1,06 meskipun demikian hampir setengahnya (41,93%)
3 Varians 1,25 1,12 menyatakan biasa saja. Selain itu sebagian kecil (6,45%
4 Jumlah Data 31 31 dan 3,25%) menyatakan tidak senang dengan alasan
proses belajarnya kurang bisa dimengerti.
Uji perbedaan dua rata-rata tes awal diperoleh thitung = Hampir setengahnya (48,38%) menyatakan
0,325 puas terhadap hasil belajar yang diperoleh dengan
Pada taraf signifikansi 0,01 dan dk = 60 diketahui ttabel = t pembelajaran kartun matematika, karena pembelajaran
0,99(60) = 2,46 dengan kartun matematika sangat mudah dan cepat
dimengerti dan berbeda dengan belajar biasa. Hampir
Ternyata –t 0,99(60) < thitung, t 0,99 (60)
setengahnya siswa (29,03%) menyatakan biasa saja dan
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sebagian kecil (22,58) menyatakan kurang puas karena
rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok penjelasan di buku kartun kurang dimengerti.
kontrol.
Hampir setengahnya siswa (35,48%) menyatakan
Tabel 4: Ukuran Statistika Skor Postes konsep-konsep yang ada di buku kartun mudah karena
konsep disajikan dalam bentuk resume, intisari, cara
No Ukuran Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
penyelesaian singkat, penjelasannya simpel, pembacaan
1 Rerata 49,95 34,42 rumusnya mudah dipahami dan dimengerti. Namun
2 Simpangan Baku 19,28 17,68 sebagian besar (61,29%) menyatakan sedang karena
3 Varians 371,7 312,58 konsep matematika di buku kartun ada yang tidak
4 Jumlah Data 31 31 dimengerti dan tergantung minat. Sebagian kecil (3,23%)
menyatakan sukar karena isi dan tulisan yang ditampilkan
Uji perbedaan dua rata-rata tes akhir diperoleh thitung = 3,3 terlalu rumit dan kurang jelas.
Pada taraf signifikansi 0,01 dan dk=60 diketahui ttabel = t Hampir seluruhnya siswa (19,25% dan 64,52%)
0,99(60) = 2,46 menyatakan setuju untuk terus mempertahankan
pembelajaran kartun matematika. Sebagian kecil (16,13%)
Ternyata thitung tidak terletak di –t 0,99(60) < thitung,< t 0,99
ragu-ragu karena pembelajaran buku kartun sama dengan
(60)
buku paket.
Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Hampir setengahnya (35,48%) menyatakan menarik Hampir setengahnya (3,33% dan 46,6%) menyatakan
mengenai tokoh-tokoh kartun matematika karena lucu- semangat belajar tinggi dalam belajar kartun matematik.
lucu dan dapat memotivasi kepada siswa. Setengahnya Hampir setengahnya (43,3% dan 6,63%) menyatakan
siswa (38,7%) biasa saja dan hampir setengahnya ragu-ragu semangat tinggi jika soal matematika terjawab,
(25,8%) menyatakan kurang menarik, karena mereka malas belajar.
menginginkan tokoh kartunnya yang dikenal seperti yang Hampir seluruhnya siswa (19,35% dan 61,29%)
ada di televisi. menyatakan tidak cepat jenuh belajar matematika dengan
Sebagian besar siswa (3,22% dan 51,61%) kartun matematika karena merasa terhibur, menarik,
menyatakan termotivasi dalam belajar dengan kartun tidak bosan dan pesan-pesan kartun bermanfaat. Hampir
matematika, karena belajar jadi tidak jenuh, pesan–pesan seluruhnya siswa (9,63% dan 70,97%) menyatakan
yang disampaikan memotivasi untuk giat belajar, lebih senang dengan alasan lebih menarik, belajar tidak
semangat dan tidak membosankan. Hampir setengahnya tegang, terhibur, suasana cukup dan lucu. Sebagian kecil
(41,93%) biasa saja dan sebagian kecil (3,23%) (19,35%) ragu-ragu karena merasa media kartun biasa
menyatakan tidak termotivasi karena tergantung pada saja.
pembacanya. Sebagian besar (12,9% dan 48,39%) menyatakan
Sebagian besar siswa (12,9% dan 41,93%) siswa berkeinginan untuk berhasil dalam belajar melalui
menyatakan bahwa minat dalam belajar matematika pembelajaran kartun matematika karena isi kartun
dengan menggunakan media kartun matematika tinggi, memotivasinya. Hampir setengahnya (38,7%) ragu-ragu
karena lebih mudah dimengerti, memberikan dorongan karena tidak mudah bersemangat dan tergantung siswa.
untuk mendapatkan nilai tinggi dan penyampaian dalam Hampir seluruhnya (25,81% dan 61,29%) menyatakan
buku kartun matematika menyenangkan dan menarik. setuju pembelajaran dengan pesan-pesan dalam kartun
Hampir setengahnya (45,16%) biasa saja karena tidak karena memotivasi, mempermudah memahami konsep
terlalu suka terhadap pelajaran matematika. matematika dan siswa terdorong untuk mengaplikasikannya
Sebagian besar siswa (3,33% dan 50%) menyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian kecil (9,67%)
aktif bahwa pembelajaran dengan kartun matematika ragu-ragu dan (3,23%) kurang setuju.
karena mudah dimengerti, sehingga memicu kita untuk Seluruhnya siswa (67,74% dan 32,23%) menyatakan
aktif dalam belajar, lebih menarik, tokoh kartunnya setuju jika buku kartun matematika disajikan dengan warna
memotivasi belajar, lebih semangar belajar dan cara sehingga belajar matematika semakin menyenangkan.
belajarnya tidak membosankan. Hampir setengahnya Dari hasil wawancara dan jurnal bahwa matematika
(33,3%) biasa saja dan sebagian kecil (10% dan 3,3%) yang sebelumnya dianggap kurang menarik, menakutkan
menyatakan tidak aktif mereka beranggapan belajarnya bagi siswa dengan pembelajaran kartun matematika
kurang dimengerti dan siswa lebih suka melihat kartun menjadi lebih menarik dan menyenangkan siswa. Siswa
daripada mendengarkan pembahasan. menjadi aktif, semangat dan termotivasi dalam belajar.
Hampir setengahnya (34,3%) suka terhadap
pembelajaran kartun matematika karena menarik
KESIMPULAN
perhatian, lebih menarik dan menyenangkan sehingga
belajar semakin efektif dann mudah memahami konsep Pembelajaran matematika dengan kartun matematika
matematika yang dipelajari. Sebagian besar (56,6%) biasa secara umum lebih menyenangkan daripada pembelajaran
saja karena pembelajaran dengan kartun matematika biasa sehingga belajar lebih efektif dan siswa termotivasi
sama dengan buku paket. untuk meningkatkan prestasi dalam belajar matematika.
Sebagian besar siswa (3,33% dan 53,3%) Secara khusus dapat disimpulkan:
menyatakan mudah penyampaian konsep matematika 1. Penggunaan media kartu matematika dapat
yang disampiakan gambar kartun. Hampir setengahnya memotivasi siswa dalam belajar matematika.
(43,3%) ragu-ragu karena tergantung siswa itu sendiri, 2. Penggunaan media kartun matematika dalam
cara penyampaian guru diperbaiki. Tokoh kartun pembelajaran matematika berpengaruh terhadap
yang disenangi siwa ialah tokoh kartun lucu, sesuai prestasi.
perkembangan psikologi siswa, tokoh kartun yang 3. Siswa memberikan respon baik terhadap kartun
menyampaikan nasihat-nasihat yang bermanfaat dan matematika karena dapat memotivasi siswa.
sesuai perkembangan zaman dengan karakter siswa.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


DAFTAR PUSTAKA Ruseffendi, E.T (1984). Dasar-dasar Matematika Modern
untuk Guru. Bandung: Tarsito
Arifin,Zaenal (1988). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. ..........................(1991). Pengantar kepada Guru
Bandung: PT. Angkasa Membantu Mengembangkan Potensinya Dalam
Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA.
Arsyad,Azhar (2002). Media Pembelajaran. Jakarta: PT
Bandung: Tarsito
Raja Grafindo Persada
..................(1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan
Bundowi (2002). Teknik yang Menarik, Lucu,dan Praktis
dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP
untuk Mengajar Bahasa dan Kepekaan Budaya yang
Semarang Press
Tinggi: Makalah
Rusyan, A. Tabrani, dkk(1989). Pendekatan dalam Proses
Wijaya, Cece (1998). Upaya Pembaharuan dalam
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja
Karya Sadiman, Arief S. (2002). Media Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Dahar, Ratna Willis (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta:
Erlangga Slamento (1992). Belajar: Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Bandung: Rineka Cipta
De Porter, Bobbi, Hernacki, Mike (1999). Quanium
Learning: Membiasakan Nyaman dan Menyenangkan. Sudjana (1992). Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Bandung: Kaifa Sudjana (1996). Metode Statisika. Bandung: Tarsito
De Porter, Bobbi,Reardon, Mark dan Nouri, Sarah Sudjana, Nana (1989). Dasar-dasar Proses Belajar
Siregar (2000). Quantum Teaching: Mempraktekkan Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru
Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad(1991). Media
Kai fa Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru
Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990) Jakarta:PT Cipta Suherwan (2001). Transport Sebagai Media Pengajaran
Adi Pustaka Fisika pada pokok Bahasan Rangkaian Listrik
Frandsen, Arden N. (1957). How Children Learn. New Searah. Skripsi: UPI Bandung
York: McGraw Hill Book Suprian AS. (1995). Penelitian Pendidikan. FPTK IKIP
Coy, Gordon Dryden, Jeannete Vos (2001). Revolusi Cara Bandung
Belajar. Bandung: Kaifa Surya, Mohammad (1981). Psikologi Pendidikan.
Hadimiarso, Yusuf (1984). Teknologi Komunikasi Bandung: FIP IKIP
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Syah, Muhibbin (1995). Psikologi Pendidikan: Suatu
Hamalik, Oemar (1984). Pendekatan Baru Strategi Belajar Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mengajar CBSA. Bandung: CV Sinar Baru Utami, Prini (2001). Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Haron, Mohammed (2001). Kartun sebagai Bahan Motivasi Alam pada Siswa SD Melalui Fiksi Ilmiah. Skripsi:
dalam Pengajaran Karangan. Malaysia: Makalah UPI
Maizuriah dan Madya (2001). Penggunaan Televisi dalam Wasliman (2002). Portofolio dalam Pembelajaran IPS.
pengajaran. Bilik Darjah. Malaysia: Makalah Jakarta: Rosda Karya
Maizuriah (2001). Kartun Bantu Pengajaran. Bilik Darjah. Windayana, Husen (2002). Perbandingan Kemampuan
Malaysia: Makalah Siswa SD dalam Memberi Alasan Logis antara
Nasution (2000). Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Teknik
Bumi Aksara Probbing dengan Cara biasa. Tesis. UPI
Permana, Yanto (2001). Analisis Tingkat Penguasaan Wragg, EO. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah
Siswa dalam Menyelesaikan Persolan Kontekstual Dasar. Jakarta: Grasindo
Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi Yousda dan Ariffin (1993). Penelitian dan Satistika
Purwanto, Ngalim (1987). Prinsip-prinsip dan Teknik Pendekatan. Jakarta: Bumi Aksara.
Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda
Karya

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Pengembangan Project-Based Learning dalam
Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran di PGSD Bumi
Siliwangi UPI
Yahya Sudarya

Abstrak
Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran untuk mahasiswa-guru (studying while teaching) memerlukan pendekatan
yang dapat mengintegrasikan antara aspek teoritis dan praktis. Pendekatan Project-based Learning dikembangkan
untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa-guru untuk menentukan permasalahan evaluasi pembelajaran,
mengeksplorasi khazanah teoretis, mengindentifikasi ragam praktik evaluasi serta merefleksikannya. Untuk
mendukung aktivitas tersebut maka desain perkuliahan Evaluasi Pembelajaran dibagi ke dalam empat fase (persiapan;
implementasi; seminar; dan penutup) beserta desain evaluasi perkuliahan. Penelitian ini mencoba menggali aspek dari
pengembangan perkuliahan Evaluasi Pembelajaran dengan pendekatan Project-based Learning beserta efektivitas
dan pengaruhnya terhadap capaian mahasiswa-guru.

Kata Kunci: project-based learning, evaluasi pembelajaran

LATAR BELAKANG perkuliahan Evaluasi Pembelajaran (cf. Bhattacharya et al.

P
erkuliahan Evaluasi Pembelajaran tahun 2006) yang sesuai dengan karakteristik dari mahasiswa-
akademik 2008/2009 melayani mahasiswa-guru guru tersebut.
PGSD –yaitu mahasiswa yang sudah mengajar
atau guru yang sedang melanjutkan studi (studying Pengembangan pendekatan perkuliahan Evaluasi
while teaching). Karakteristik dari mahasiswa pada Pembelajaran menekankan pada penyediaan kesempatan
program multimoda pendidikan guru seperti itu adalah kepada mahasiswa yang sudah mengajar untuk
para mahasiswa -yang notabene adalah guru- pada mengeksplorasi aspek teoretis sekaligus merefleksikan
tataran tertentu telah memahami dasar teoritis dan telah praksis yang selama ini mereka lakukan. Dari berbagai
melakukan praktis evaluasi pembelajaran (Jyrhama et al.,
2008). Hal ini berarti para mahasiswa tidak terlalu asing kajian tentang strategi perkuliahan maupun pelatihan
lagi dengan materi perkuliahan Evaluasi Pembelajaran untuk para praktisi, salah satu pendekatan yang mendekati
yang akan diberikan. konsepsi tersebut adalah pendekatan projek atau dikenal
Mempertimbangkan karakteristik mahasiswa tersebut sebagai Project-based Learning (Bhattacharya et al.
maka sifat dari perkuliahan Evaluasi Pembelajaran adalah 2006). Suratno et al. (2007) menyatakan bahwa Project
dapat mengungkapkan permasalahan dan kesenjangan based Learning merupakan suatu pendekatan pengajaran
dari integrasi teori dengan praktik evaluasi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip konstruktivisme,
(Brattacharya et al., 2006; Beveridge & Archer, 2006). problem solving, inquiry-riset, integrated studies dan
Pemikiran ini dipandang dapat memberikan ruang kepada refleksi yang menekankan pada aspek kajian teoretis dan
mahasiswa untuk melakukan perbandingan antara aplikasinya. Dalam pendekatan Project-based Learning,
teori yang didapat diperkuliahan dengan praksis yang mahasiswa mengembangkan suatu projek baik secara
sering guru –mereka dan teman sejawatnya- lakukan individu maupun berkelompok untuk menghasilkan suatu
di lapangan (Jyrhama et al., 2008). Namun demikian, produk –misalnya portofolio (Azam & Iqbal, 2006) atau
berdasarkan pengamatan dan pengalaman terdahulu, jurnal (Clarke, 2003) yang hasilnya kemudian disajikan
beberapa dosen belum banyak yang mengoptimalkan dan direvieu. Untuk menunjang kegiatan Project-
potensi dari mahasiswa-guru tersebut. Dalam pandangan based Learning perkuliahan maupun pelatihan dapat
mahasiswa-guru, dosen cenderung menekankan aspek menggunakan berbagai sumber/resources termasuk
teoretis sehingga kurang mengeksplorasi aspek praksis diantaranya adalah pengamatan lapangan (Suratno
secara seimbang (c.f Azam & Iqbal, 2006). Oleh karena et al., 2008) maupun refleksi kegiatan (Clarke, 2003).
itu, tantangannya adalah mengembangkan pendekatan Penerapan Project-based Learning dapat memfasilitasi
perkuliahan yang dapat menyeimbangkan antara aspek tingkat kemandirian partisipan (Suratno et al., 2007) serta
teori dengan praktik serta mengintegrasikan cakupan dari menumbuhkan tingkat pencapaian dan kinerja mahasiswa
(Beveridge & Archer, 2006). Informasi tersebut mendasari

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


pengembangan desain perkuliahan Project-based Learning prototip komunitas belajar praktisi guru yang melakukan
dimana mahasiswa-guru tersebut mengidentifikasi projek kajian ilmiah tentang apa yang mereka lakukan terutama
tentang Evaluasi Pembelajaran dan hasil pengembangan dalam hal evaluasi pembelajaran.
ini diukur untuk melihat efektivitas serta pengaruhnya 1. Pengembangan Pendekatan Problem-based
terhadap capaian perkuliahan mahasiswa. Learning
Berdasarkan deskripsi di atas, penelitian ini berusaha
menjawab pertanyaan berikut terkait dengan implementasi a. Fase persiapan:
pengembangan PBL: 1. Mahasiswa
1. Bagaimanakah efektivitas Project based Learning a. Mahasiswa dikelompokan ke dalam lima kelompok;
dalam perkuliahan Evaluasi Pembelajaran?
b. Tiap kelompok mengidentifikasi permasalahan yang
2. Bagaimanakah tingkat kemampuan mengidentifikasi akan menjadi projek mereka;
masalah mahasiswa terkait dengan Evaluasi
Pembelajaran? c. Fokus permasalahan berkaitan dengan kegiatan
evaluasi pembelajaran di sekolah (SD) (teori dan
3. Bagaimanakah tingkat kemampuan mahasiswa praktik).
dalam merencanakan proyek terkait dengan Evaluasi
Pembelajaran? 2. Dosen
4. Bagaimanakah tingkat kemampuan mahasiswa dalam a. Mengembangkan strategi perkuliahan Evaluasi
menganalisis dan merefleksikan keterkaitan antara Pembelajaran (Project-based Learning);
teori dengan praktik Evaluasi Pembelajaran? b. Mengembangkan instrumen uji pengembangan
5. Bagaimanakah persepsi mahasiswa terhadap pendekatan Project-based Learning;
penerapan PBL dalam perkuliahan Evaluasi c. Melibatkan satu anggota kelompok mahasiswa untuk
Pembelajaran? terlibat dalam penelitian.

TUJUAN KEGIATAN b. Fase Implementasi:


Tujuan utama dari kegiatan ini adalah 1. Mahasiswa
mengembangkan pendekatan Project-based Learning a. Mengembangkan perencanaan projek, dimulai
pada mata kuliah Evaluasi Pembelajaran. Dari tujuan ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: dari identifikasi permasalahan, strategi riset dan
pemecahan masalah serta pengembangan laporan;
1. Melalui pendekatan ini keterkaitan antara teori dari
buku teks dengan praktek di lapangan dari evaluasi b. Melakukan riset untuk memecahkan permasalahan;
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa melakukan studi lapangan dan
mahasiswa (sebagai guru) dapat terwadahi; mengkomparasikan dengan hasil studi teoritis
sehingga mahasiswa dapat menjelaskan ragam
2. Memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk
praksis yang terjadi serta kaitannya dengan rujukan
mengembangkan, menganalisis, serta merefleksikan
teoretis tertentu.
teori dan praktik evaluasi pembelajaran;
c. Dalam melakukan riset, mahasiswa dapat
3. Memfasilitasi mahasiswa memahami ragam teori dan
menggunakana pendekatan The Big 6 in Research
praktik evaluasi pembelajaran;
dan Inquiry Cycles (Suratno et al., 2008)
4. Meningkatan kualitas perkuliahan Evaluasi
d. Dalam melakukan pemecahan masalah, mahasiswa
Pembelajaran yang tercermin baik dari segi
dapat menggunakan model pemecahan masalah
penyelenggaraan maupun pencapaian nilai
(Bhattacharya et al., 2006)
mahasiswa.
e. Dalam perkembangan risetnya, mahasiswa
melakukan bimbingan terprogram untuk penyusunan
DESAIN PROGRAM PEMBELAJARAN laporan kegiatan projek.
Desain program perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
untuk mahasiswa PGSD Bumi Siliwangi UPI tahun 2. Dosen
akademik 2008/2009 dikembangkan berdasarkan a. Memberikan perkuliahan tentang teori dan praktik
prinsip Project-based Learning. Kegiatan perkuliahan evaluasi pembelajaran
dibagi ke dalam beberapa fase yang ditujukan agar
mahasiswa memiliki kesempatan untuk merencanakan, b. Memberikan penjelasan tentang The Big 6 in Research
mengimplementasi dan mendiseminasikan projek yang dan Inquiry Cycles (Suratno et al., 2008) untuk
mereka kembangkan. Dari fase-fase tersebut diharapkan membantu aktivitas eksplorasi projek mahasiswa.
mahasiswa dapat memperkaya wawasan teoretis dan
empiris berdasarkan hasil pengembangan diri –misalnya c. Memberikan penjelasan tentang model pemecahan
melalui refleksi terhadap praktik (Blaise et al., 2006) dan masalah.
pengembangan sejawatnya (Beveridge & Archer, 2006). d. Memberikan bimbingan kepada mahasiswa dalam
Melalui strategi ini juga diharapkan dapat terbentuk penyusunan laporan riset projek

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


c. Fase Seminar: 2. Desain Evaluasi Program
1. Mahasiswa a. Persiapan
a. Sekelompok mahasiswa mempresentasikan temuan • Pengembangan instrument (tes, observasi,
dari projeknya dan kelompok lain menanggapi. wawancara)
b. Mahasiswa saling mendiskusikan temuan mereka • Perekrutan tim penelitian (mahasiswa)
serta merefleksikan terhadap praksis yang mereka • Pembinaan tim peneliti
lakukan sehari-hari (Blaise et al., 2006).
b. Pelaksanaan
2. Dosen
• Monitoring tiap fase
a. Memandu dan memfasilitasi kegiatan presentasi dan
• Penilaian Diri
diskusi
c. Pelaporan
b. Memberikan umpan balik, input, saran dan
rekomendasi
HASIL PENELITIAN
Hasil dan analisis data yang terkumpul berdasar
d. Fase Penutup kepada catatan dari kegiatan yang dilakukan oleh
1. Mahasiswa mahasiswa di dalam kelas maupun di lapangan
diorganisir secara cermat untuk menjawab persoalan
Memberikan umpan balik dan masukan terhadap yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu: (1)
jalannya perkuliahan serta pendekatan Project-based Bagaimanakah efektivitas Project based Learning dalam
Learning yang digunakan. perkuliahan Evaluasi Pembelajaran? (2) Bagaimanakah
2. Dosen tingkat kemampuan mengidentifikasi masalah mahasiswa
terkait dengan Evaluasi Pembelajaran? (3) Bagaimanakah
Memberikan review terhadap materi perkuliahan tingkat kemampuan mahasiswa dalam merencanakan
Evaluasi Pembelajaran. proyek terkait dengan Evaluasi Pembelajaran? (4)
Bagaimanakah tingkat kemampuan mahasiswa dalam
Tabel 1: Overview Desain Problem-based Learning menganalisis dan merefleksikan keterkaitan antara teori
dengan praktik Evaluasi Pembelajaran? (5) Bagaimanakah
Mahasiswa Dosen persepsi mahasiswa terhadap penerapan PBL dalam
perkuliahan Evaluasi Pembelajaran?
Fase I: Persiapan Projek Fase I: Persiapan Projek
Identifikasi projek – a. Pengembangan strategi
mahasiswa melakukan perkuliahan (Problem- 1. Efektivitas PBL dalam perkuliahan Evaluasi Hasil
identifikasi permasalahan based Learning) Belajar
yang berkaitan dengan b. Informasi tentang Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, penulis
kegiatan evaluasi perkuliahan menganalisisnya untuk mengetahui besaran perbandingan
pembelajaran di sekolah (SD) c. Pengembangan antara nilai pretest dan posttest, sebagai berikut:
instrument ( tes,
wawancara, observasi) S k o r Skor rata- Skor rata-
Komponen gain
Fase II: Implementasi Projek Fase II: Implementasi ideal rata pre test rata postest
a. Perencanaan projek - Projek Pemahaman 63,00 33,45 51,55 18,10
Mahasiswa melakukan a. Perkuliahan teori
penyusunan rencana b. pembimbingan
projek
b. Riset projek – mahasiswa Atas dasar tersebut menunjukkan bahwa terjadi
melakukan kajian peningkatan pencapaian prestasi belajar mahasiswa
teoretis dan empiris dari yang selanjutnya diartikan bahwa PBL terlaksana secara
kegiatan perkuliahan dan efektif, hal tersebut ditunjang oleh indicator-indikator yang
fenomena di lapangan menunjukkan meningkatnya pemahaman teori tentang :
c. Bimbingan dan laporan – (1) menyusun lay out (2) menulis soal, (3) menata soal,
mahasiwa progress riset (4) menetapkan skor, ( 5) reproduksi tes dan (6) analisa
kepada dosen empiris terhadap suatu tes hasil belajar.
Fase III: Seminar Projek Fase III: Seminar Projek
a. presentasi projek - a. fasilitasi-moderasi 2. Tingkat Kemampuan Mahasiswa dalam
Mahasiswa menyajikan presentasi dan diskusi Mengidentifikasi Permasalahan Evaluasi.
temuan penelitian b. menyampaikan saran Berdasarkan hasil pengolahan data penulis menganalisis
b. diskusi – mahasiswa dan rekomendasi untuk mengetahui besaran perbandingan antara nilai
mendiskusikan hasil pretest dengan nilai yang dicapai dalam posttest.
projek penelitian
Atas dasar tersebut menunjukkan bahwa terjadi
Fase IV Penutup Fase IV: Penutup peningkatan pencapaian prestasi belajar mahasiswa yang
Feedback perkuliahan Review perkuliahan selanjutnya diartikan bahwa PBL terlaksana secara efektif.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


S k o r Skor rata- Skor rata- Atas dasar tersebut penulis memaknai bahwa
Komponen gain peningkatan capaian prestasi menunjukkan bahwa PBL
ideal rata pre test rata postest
terlaksana secara efektif.
Identifikasi 75,00 47,50 54,60 7,10
masalah
5. Persepsi mahasiswa terhadap PBL
Yang ditunjang dengan indicator tentang meningkatnya Berdasarkan pengolahan data penulis menganalisis
kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi dan memaknai bahwa terjadi perubahan kea rah positif
permasalahan evaluasi hasil belajar. dalam hal persepsi mahasiswa terhadap PBL sebelum
dan sesuadah melaksanakan kegiatan di lapangan.
3. Tingkat Kemampuan Mahasiswa dalam Hal tersebut menunjukkan bahwa PBL efektif untuk
Merencanakan Proyek Evaluasi Hasil Belajar dilaksanakan dalam meningkatkan prestasi mahasiswa
dalam mata kuliah Evaluasi Hasil Belajar.
Berdasarkan hasil pengolahan data penulis menganalisis
dan memaknai bahwa tingkat kemampuan mahasiswa
dalam merencanakan proyek evaluasi, sebelum dan DAFTAR PUSTAKA
sesudah melaksanakan PBL ternyata mengalami
peningkatan. Azam, S. Iqbal, M. H. 2006. Use of portfolios for assessing
practice teaching of prospective science teachers.
S k o r Skor rata- Skor rata- Paper presented at the annual meeting of the
Komponen gain Australian Association for Research in Education.
ideal rata pre test rata postest Adelaide, November 27-30, 2006.
Merencanakan 65 44,30 60,15 5,85 Beveridge, A. Archer, J. 2006. Motivational implications of
proyek project-based learning for the preparation of social
workers. Paper presented at the annual meeting of
the Australian Association for Research in Education.
Adelaide, November 27-30, 2006.
Atas dasar tersebut penulis memaknai bahwa Blaise, M. Dole, S. Latham, G. Malone, K. Faulkner, J.
peningkatan capaian prestasi menunjukkan bahwa PBL & Lang, J. 2006. Rethinking reflective journals in
terlaksana secara efektif. teacher education. Paper presented at the annual
meeting of the Australian Association for Research
in Education. Adelaide, November 27-30, 2006.
4. Tingkat Kemampuan Mahasiswa dalam Bhattacharya, M. MacIntyre, B. Ryan, S. & Brears, L. 2006.
Menganalisis dan Merefleksikan Keterkaitan antara PBL Approach: A model for integrated curriculum.
Teori dengan Praktik Evaluasi Paper presented at the annual meeting of the
Australian Association for Research in Education.
Berdasarkan hasil pengolahan data penulis menganalisis Adelaide, November 27-30, 2006.
dan memaknai bahwa tingkat kemampuan mahasiswa Clarke, M. 2003. Reflection: Journal and reflective
dalam merencanakan proyek evaluasi, sebelum dan questions –A strategy for professional learning.
sesudah melaksanakan PBL ternyata mengalami Paper presented at NZAARE/AARE Conference,
Auckland, Nov 29-Dec 3, 2003.
peningkatan.
Rahmat, Cece, dkk, 2006. Pengukuran dan Penilaian
Hasil Belajar, Andira, Bandung
Skor Skor rata- Skor rata- Sapriya, dkk, 2006, Pembelajaran dan Evaluasi Hasil
Komponen gain
ideal rata pre test rata postest Belajar IPS, UPI Pres, Bandung
Merencanakan 60 45,30 58,15 12,85 Suratno, T., Dharma, A., & Desiree. 2007. Project-based
Learning. Makalah disajikan pada kegiatan Semiloka
proyek Program Adopt A Teacher, Teacher Institute
Sampoerna Foundationa Jakarta, 2 Februari 2008

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


Konstruktivisme, Konsepsi Alternatif dan
Perubahan Konseptual dalam Pendidikan IPA
Tatang Suratno

Abstrak
Konstruktivisme memandang bahwa pembelajaran merupakan proses membangun pengetahuan yang dilakukan
individu. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara apa yang sedang diajarkan dengan apa yang sudah diketahui.
Konstruktivisme memandang penting faktor pengalaman siswa yang berupa pengetahuan dan keyakinan yang dibawa
siswa ke dalam pembelajaran yang cenderung membentuk miskonsepsi/alternative conception. Oleh karena itu, guru
berperan dalam menghubungkan (linking), memonitor (monitoring) dan mengarahkan (directing) proses membangun
pengetahuan, sementara siswa mengenali (recognise), memadukan (integrate), memperluas (extend), mengevaluasi
(evaluate) dan merekonstruksi konsepsinya. Dalam hal ini, pembelajaran dipandang sebagai proses perubahan
konseptual. Tulisan ini membahas implikasi perspektif konstruktivisme dan fenomena riset alternative conception
movement (ACM) yang mendasari pandangan pembelajaran sebagai membangun pengetahuan melalui proses
perubahan konseptual.

Kata Kunci: konstuktivisme, konsepsi alternatif, perubahan konseptual

Konstruktivisme dan Fenomena Riset pendidikan sains adalah merebaknya penelitian mengenai
Alternative Conception Movement alternative conception atau lazim dikenal sebagai

K
onstruktivisme memandang bahwa alternative conception movement (ACM).
pengetahuan individu merupakan hasil dari Fenomena penelitian ACM sebenarnya diilhami
proses membangun pengetahuan berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Piaget (1920-an)
pengalaman dalam sistem kognisi individu. Dalam berkenaan dengan pemahaman anak mengenai dunia/
pembelajaran, konstruktivisme memandangnya sebagai alam di sekitarnya melalui metode wawancara klinis serta
suatu proses sosial [wacana] membangun pengetahuan disertasi Driver yang mencoba memasukannya ke dalam
[yang ilmiah] yang dipengaruhi oleh pengetahuan awal, konteks kelas (Gunstone, 2002b). Driver & Easley (1978,
pandangan dan keyakinan peserta didik serta pengaruh Wandersee, 1994) membagi dua macam penelitian
pendidik (Tobin et al., 1994; Gunstone, 2002a). Akan mengenai konsepsi alternatif yaitu kajian nomothetic
tetapi, seringkali pengetahuan awal dan pandangan siswa (penyimpangan dari konsep standar) dan kajian idiographic
bersifat miskonsepsi/salah pengertian ataupun berupa (pemahaman mengenai obyek maupun peristiwa). Kajian
alternative conception/pengertian alternatif. Penggunaan nomothetic memunculkan beragam istilah seperti naïve
istilah alternative conception ketimbang miskonsepsi conception ataupun istilah yang lazim dikenal sebagai
pada tema penelitian konseptual (conceptual research) miskonsepsi. Biasanya kajian nomothetic menggunakan
ini dilandasi keluasan istilah tersebut ketimbang istilah tes tertulis, bersifat kuantitatif dan menggunakan
miskonsepsi (bisa disimak pada bagian kajian nomothetic inferensi statistik. Kajian idiographic memunculkan istilah
dan idiographic). Sumber alternative conception bisa pupil’s ideas, children’ science/view/understanding,
berasal dari diri siswa, masyarakat, sumber bacaan dan commonsense theories ataupun yang dikenal sebagai
guru. Alternative conception dipandang sebagai faktor alternative conception. Biasanya mengkaji pandangan
penting - penghambat bagi pembelajar dan rujukan bagi siswa tentang obyek dan fenomena serta dianalisis
guru, dalam pembelajaran dan pengajaran sains (Osborne berdasarkan terminologi yang siswa gunakan. Metode
& Freyberg, 1985). yang diadopsi adalah metode yang biasa digunakan oleh
Constructivism deals with questions of knowledge-what
antropolog, bersifat naturalistik serta subyeknya sedikit
knowledge is and where it comes from…I prefer to call it a
tetapi mendalam.
theory of knowing rather than a theory of knowledge. Mengapa konstruktivisme memandang penting
(von Glasersfeld, 1992).
alternative conception dan mengapa ACM begitu
mendunia terutama dalam periode 1980-1990an?
Konstruktivisme memandang penting alternative Setidaknya terdapat tujuh klaim utama yang mendasari
conception yang dimiliki dan diyakini siswa, dikarenakan: ACM (Wandersee et al., 1994) meliputi:
(1) konsepsinya berbeda dengan konsep ilmiah; (2)
sifatnya laten, terus dipergunakan siswa dan cenderung 1. Siswa membawa berbagai konsepsi mengenai obyek
sukar diubah; dan (3) sukar dideteksi oleh guru (Osborne dan fenomena alam dan seringkali tidak sesuai dengan
& Freyberg, 1985). Dalam merespon pandangan ini, konsep ilmiah. Guru sebaiknya memiliki pengetahuan
implikasi perspektif konstruktivisme dalam penelitian mengenai konsepsi siswa.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


2. Siswa, berdasarkan gender, usia, kemampuan konsisten dengan teori atau pengetahuan yang sudah
dan latar belakang budaya, cenderung membawa ada sebelumnya.
alternative conception yang berasal dari pengalaman 4. Konsep yang baru harus berdaya guna atau
pribadi maupun hasil interaksi sosial. bermanfaat (fruitful) dalam pengembangan penelitian
3. Alternative conception sangat sulit di’berantas’ dan atau penemuan yang baru.
sifatnya beragam. Diperlukan strategi perubahan
konseptual.
Menurut perspektif konstruktivisme sosio-
4. Terdapat kesamaan antara penjelasan saintis yang kultural, Vygotsky menekankan faktor bahasa dan
tergugurkan teorinya dengan alternative conception interaksi kelompok mempengaruhi proses membangun
siswa. Diperlukan kajian sejarah sains bagi siswa. pengetahuan individu. Negosiasi pemahaman sangat
5. Melacak dari mana asalnya alternative conception mempengaruhi zona proksimal individu; suatu rentang
sangatlah sulit, terutama secara empiris. Namun pemahaman dalam sistem kognisi individu. Oleh karena
gejala alternative conception yang terjadi di berbagai itu, kegiatan diskusi kelompok dapat membantu seseorang
populasi dan budaya mencerminkan adanya kesamaan untuk memahami dan mendalami suatu prinsip/konsep
pengalaman budaya siswa dalam hal observasi alam, yang diperoleh orang tersebut dari interaksinya dengan
penggunaan bahasa sehari-hari, pengaruh media sejawatnya.
massa serta pengalaman belajar di kelas. Gunstone (1994) mendefinisikan perubahan
6. Guru pun memiliki alternative conception sehingga konseptual”…the abandonment of one conception and
terjadi salah tafsir dalam memahami konsep sains. the acceptance of another”. Kemudian, istilah perubahan
7. Pendekatan perubahan konseptual melalui strategi konseptual penulis definisikan sebagai suatu kondisi
konflik kognitif, penggunaan analogi serta strategi dimana siswa memegang konsepsi serta keyakinan yang
metakognisi sepertinya sangat menjanjikan. siswa miliki dimana keduanya [konsepsi dan keyakinan]
bertentangan dengan apa yang sedang dipelajari
Namun demikian, beberapa hal perlu dikaji lebih sehingga siswa memutuskan untuk merubahnya. Dalam
lanjut terutama berkenaan dengan strategi siswa merubah proses perubahan konseptual, apakah seluruh konsepsi
konsep yang sebenarnya maupun strategi metakognisi. Ini awal siswa dirubah secara keseluruhan? Mungkin saja,
memerlukan kajian mengenai bagaimana siswa berpikir, akan tetapi pada dasarnya terdapat dua kondisi umum
faktor-faktor apa yang mendasarinya dan bagaimana dari perubahan konsep yaitu mengganti [bersifat radikal/
kaitannya dengan proses belajar di kelas. revolusioner] ataupun menambah [bisa juga mengurangi]
dengan konsepsi lain yang dianggap tepat konteksnya
[evolusioner]. Akan tetapi, pada umumnya proses
Hakikat Proses Perubahan Konseptual perubahan konseptual cenderung evolusi ketimbang
Inti pembelajaran dalam perpektif konstruktivisme revolusi (Gunstone, 1997).
melibatkan proses perubahan konseptual, terutama Dalam proses perubahan konseptual terdapat
bila terjadi alternative conception. Bila mengacu pada beberapa proses meliputi proses mengenali (recognizing),
pandangan konstruktivisme psikologi personal, terdapat mengevaluasi (evaluating) konsepsi dan keyakinan,
tiga proses kunci yang dilakukan individu dalam kemudian memutuskan (deciding) apakah perlu
membangun pengetahuan yaitu, asimilasi akomodasi membangun ulang (reconstructing) atau tidak konsepsi
dan ekuilibrium (Piaget, Wadsworth, 1984). Sementera dan keyakinan tersebut dengan yang baru (Gunstone,
itu, Posner et al. (1982) memandang proses perubahan 1994). Rumusan yang dikemukakan oleh Gunstone (1994)
konseptual diawali oleh proses asimilasi kemudian sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Postner et
akomodasi. Piaget dan Posner et al. (1982) memiliki al. (1982): ketidakpuasan terhadap konsepsi yang ada,
konsepsi yang agak berbeda terutama dalam konsepsi intelligible, plausible dan fruitful, dimana ketidakpuasan
akomodasi. Menurut Piaget dan Posner et al., (1982) dan fruitful merupakan faktor penting dalam proses
pada intinya, asimilasi terjadi karena pengetahuan awal perubahan konseptual. Ketidakpuasan dan fruitful pada
siswa sejalan/berhubungan dengan fenomena dan belum dasarnya secara psikologis sangatlah sulit dan bergantung
terjadi perubahan skema/konflik kognitif (Piaget) ataupun kognisi individu, terutama metakognisi.
perubahan konseptual (Posner et al., 1982). Melalui
asimilasi, siswa menggunakan konsepsinya yang telah Faktor lain yang mempengaruhi proses perubahan
ada untuk merespon fenomena yang baru. Akomodasi konseptual adalah faktor kontekstual. Artinya, siswa
merupakan proses konflik kognitif karena skema dengan bisa saja menerima dan memahami konsep ilmiah pada
fenomenanya berbeda (Piaget). Sementara Posner et konteks tertentu, tetapi bisa saja tetap menggunakan
al., (1982) berpandangan lebih luas dimana akomodasi konsepsi awalnya [bersifat miskonsepsi] pada konteks
merupakan proses perubahan konseptual dikarenakan lain. Makna dari suatu konteks di sini adalah dari segi
konsepsi siswa tidak sesuai dengan fenomena yang penerapan konsep, konsepnya sama tetapi contoh
baru; konteksnya berbeda. Terdapat empat syarat yang kasusnya berbeda. Oleh karena itu, karakteristik dari
menjembatani proses akomodasi, yaitu: perubahan konsep adalah bersifat kontekstual dan tidak
stabil (Gunstone, 1997). Perubahan konsep yang bersifat
1. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsepsi yang jangka panjang dan stabil baru bisa tercapai bila siswa
telah ada. Siswa akan mengubah konsepsinya mengenali hal-hal yang relevan dan sifat umum dari
bila siswa merasa konsepsi yang lama tidak dapat konsep ilmiah secara kontekstual.
digunakan lagi untuk merespon fenomena atau
pengalaman baru.
2. Konsepsi yang baru harus dapat dimengerti Implikasi Dalam Strategi Pengajaran Sains
(intelligible), rasional dan dapat memecahkan Inti dari implikasi hakikat perubahan konseptual
permasalahan atau fenomena yang baru. terhadap strategi pengajaran sains adalah membantu
3. Konsepsi yang baru harus masuk akal (plausible), siswa memahami konsep sains. Banyak strategi maupun
dapat memecahkan permasalahan terdahulu serta model pengajaran yang telah dirancang oleh para pakar

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008


pendidikan sains. Namun, pada dasarnya, sintaktikal DAFTAR PUSTAKA
dari strategi ini meliputi tiga tahapan utama (Anderson,
1987) yaitu tahap persiapan perubahan konseptual, tahap
penyajian konsep dan tahap penerapan dan integrasi Gunstone, Richard F., (1994), The Importance of Specific
Content in the Enhancement of Metacognition. In
(Tabel 1). Pada tahap persiapan, siswa mulai diajak Peter Fensham, Richard Gunstone, Richard White
untuk memikirkan fenomena yang akan diajarkan dalam, (Ed), The Content of Science: A Constructivist
mendiskusikan penjelasan tiap siswa serta diarahkan Approach to its Teaching and Learning. London: The
untuk menyadari keterbatasan alternative conception yang Falmer Press.
mereka miliki. Pada tahap penyajian, guru menjelaskan
konsep-konsep dasar. Pada tahap penerapan dan Gunstone, Richard F. and Mitchell, Ian J., (1997),
Metacognition and Conceptual Change, Faculty of
integrasi, siswa menerapkan konsep ke dalam konteks Science Education, Monash University. Book Chapter
yang berbeda serta mengintegrasikan konsep yang telah sent by Richard Gunstone [Dick¬_Gunstone@
mereka pahami. Education.monash.edu.au] to Tatang Suratno
Dalam menerapkan strategi perubahan konseptual, [suratno169@hotmail.com].
guru sebaiknya memandang kelas sebagai suatu learning Gunstone, Richard F., (2002a), Constructivist Learning
community (Anderson, 1987). Di kelas, tidak hanya aktif and the Teaching of Science. Faculty of Science
dalam hal mempelajari fakta, tetapi juga aktif dalam melatih Education, Monash University. Book Chapter sent
keterampilan inkuiri seperti mengemukakan penjelasan, by Richard Gunstone [Dick-_Gunstone@Education.
deskripsi, prediksi dan mengontrol obyek dan peristiwa monash.edu.au] to Tatang Suratno [suratno169@
alamiah. Dalam suatu learning community yang ideal, hotmail.com].
siswa belajar dari berbagai sumber termasuk buku teks Gunstone, Richard F., (2002b), Constructivism and Learning
maupun guru, dari berbagai bukti dari praktikum dan dari Research in Science Education. Faculty of Science
hasil komunikasi dengan sesama siswa maupun guru. Education, Monash University. Book Chapter sent
by Richard Gunstone [Dick_Gunstone@Education.
monash.edu.au] to Tatang Suratno [suratno169@
hotmail.com].
Tabel 1: Planning Guide for Teaching fir Conceptual Change. Osborne, Roger., and Freyberg, Peter., (1985), Learning
(Diadopsi dari Anderson, 1987)
in Science: The Implication of Children’s Science.
Auckland: Heinemann.
Antisipasi Proses Berpikir
Strategi Pengajaran von Glasersfeld, Ernst (1992), Questions and Answers
Siswa
about Radical Constructivism. In Marcia K. Pearsall
Persiapan Scope, Sequence, and Coordination of Secondary
Siswa mengantisipasi dan Menyediakan advance School Science: Relevan Research Volume 2. The
mempersiapkan diri terhadap organizers, memfasilitasi
National Teacher Association.
proses pembelajaran, observasi, diskusi, menuliskan Posner, George J., Strike, Kenneth A., Hewson, Peter W.,
memikirkan fenomena alam peristiwa dan objek sehari-hari,
and Gertzog, William A., (1982), Accomodation of a
Scientific Conception: Toward a Theory of Conceptual
dan penjelasannya dengan mengajukan pertanyaan dan Change. Science Education Vol. 88. No. 2, 211-227.
menggunakan bahasa sendiri, merangsang penjelasan anak. John Wiley and Sons.
menampakkan kesadaran dan Wadsworh, Barry J., (1984), Piaget’s Cognitive and
motivasi untuk belajar. Affective Development,
Pengenalan Konsep IPA Tobin, Kenneth., Tippins, Deborah J., and Gallard,
Berupaya mencapai pemahaman Menekankan prinsip dan Alejandro Jose., (1994), Research on Instructional
Strategies for Teaching Science. In Dorothy L. Gabel
awal tentang konsep ilmiah, teori kunci, membandingkan (Ed.) Handbook of Research on Science Teaching
penalaran kreatif, mencoba miskonsepsi dan konsepsi and Learning: A Project of the National Science
menangani kesulitan belajar, ilmiah, mengenalkan konsepsi Teacher Education. New York: MacMillan.
dan mencoba menginternalisasi melalui struktur tugas dan Wandersee, James H., Mintzes, Joel J., and Novak Joseph
konsep inti yang tidak terlalu aktivitas yang bermakna. D., (1994), Research on Alternative Conception
sulit. in Science. In Dorothy L. Gabel (Ed.) Handbook
Aplikasi dan Integrasi of Research on Science Teaching and Learning: A
Project of the National Science Teacher Education.
Memahami prinsip dan teori Secara eksplisit menjelaskan New York: MacMillan.
ilmiah, dan memahami antar keterkaitan hubungan antar Anderson, Charles W., (1987), Strategic Teaching in
hubungan antara konsep konsep dan mengaitkannya Science. In B. F. Jones, A. S. Palinscar, D. S.
ilmiah dengan konsepsi yang dengan konteks kehidupan Ogle, and E. G. Carr (Ed.) Strategic Teaching and
dimilikinya. sehari-hari. Learning: Cognitive Instruction in the Content Areas,
Alexandria VA: Oak Brook.

“JURNAL, Pendidikan Dasar “ Nomor: 10 - Oktober 2008

You might also like