Professional Documents
Culture Documents
DAN
RANCANGAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN 1985/1986
REPUBLIK INDONESIA
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB I
UMUM
Telah merupakan suatu kenyataan sejarah bahwa perkembangan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat yang mengarah kepada kemajuan suatu bangsa, senantiasa mensyaratkan
adanya perjuangan dan membawa serta perubahan-perubahan dalam berbagai segi dan dimensi
kehidupan. Sebagai suatu rangkaian pembaharuan pada berbagai tingkat perimbangannya,
perjuangan yang merupakan pengejawantahan ideologi negara dan pandangan hidup bangsa
selalu menuju ke suatu bentuk, dan tatanan kehidupan masyarakat yang dinamis dan lebih baik.
Sejarah telah mengajarkan bahwa perjuangan untuk mencapai kehidupan berbangsa dan
bernegara yang makmur dan sejahtera, bukanlah suatu perjuangan tanpa pengorbanan.
Mengikuti liku-liku perjalanan sejarah Indonesia akan terlihat betapa generasi demi
generasi telah menyemarakkan persada nusantara dengan berbagai pengorbanan, mulai dari
perjuangan untuk menghimpun rakyat Indonesia menjadi satu bangsa, bersatu padu dalam
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjamin kelestarian eksistensinya,
sampai kepada usaha besar bangsa Indonesia untuk membangun suatu masyarakat sejahtera
yang berkeadilan, masyarakat Pancasila.
Limabelas tahun yang lalu, bangsa Indonesia telah memancangkan tonggak sejarah
bagi dimulainya suatu babak baru dalam kelanjutan perjuangannya. Bagi bangsa Indonesia,
babak itu merupakan garis pemisah antara kecenderungan yang serba sepihak, liberal ataupun
terpimpin, dengan sikap yang mengacu kepada keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang
bersumber pada pemahaman Pancasila secara utuh dan menyeluruh. Alur perjalanan sejarah
yang demikian itulah yang terus diusahakan agar menjelma menjadi kenyataan tahap demi
tahap sesuai dengan rencana, dan pengutamaan yang selaras dengan perkembangan
kesanggupan bangsa.
Kini bangsa Indonesia tengah berada diambang pintu tahun kedua Repelita IV, suatu
tahap pembangunan yang telah semakin mendekatkan rakyat Indonesia kepada cita-cita
perjuangan. Repelita IV bukanlah semata merupakan kelanjutan dan peningkatan dari Pelita-
Pelita sebelumnya, melainkan juga mempunyai posisi yang penting dan menentukan bagi
terciptanya kerangka landasan pembangunan nasional. Keberhasilan Repelita IV akan
memungkinkan terlaksananya tahap pemantapan kerangka landasan dalam Repelita V dan tahap
tinggal landas dal3:m Repelita VI, untuk memacu pembangunan menuju masyarakat adil dan
Departemen Keuangan RI 2
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Prioritas pembangunan dalam Repelita IV, sesuai dengan Pola Umum Pembangunan
Jangka Panjang, tetap menempatkan sektor pertanian sebagai sektor yang akan terus dikem-
bangkan dan ditingkatkan menuju swasembada pangan, serta pengembangan sektor industri,
balk industri berat maupun industri ringan. Dalam hubungan ini, apabila dikaji dan ditelusuri
kembali rangkaian kebijaksanaan ekonomi yang telah ditempuh Pemerintah selama ini hingga
tahun kedua Repelita IV, maka tampak jelas kesinambungan usaha menuju kepada memperluas,
meningkatkan dan sekaligus memperkuat landasan kegiatan ekonomi melalui pengembangan
industri di atas sektor pertanian yang mandiri. Kebijaksanaan juga ditujukan kepada perluasan
kesempatan kerja, mengutamakan penggunaan hasil produksi dalam negeri, dan peningkatan
ekspor. Kesemuanya itu ditunjang oleh kebijaksanaan di bidang fiskal yang lebih mengarah
pada asas keadilan, dan kebijaksanaan moneter yang diupayakan untuk merangsang kegiatan
dunia usaha, dan memantapkan kestabilan. Tujuan tersebut dan kebijaksanaan penunjangnya
mengisi dan menyatu secara terpadu dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
memadai, pemerataan pembangunan dan hasilnya, dan pemeliharaan kestabilan. Diharapkan
pada akhimya tercipta strnktur perekonomian yang lebih seimbang dan mantap, dengan tingkat
kelenturan produksi yang tinggi yang dalam batasbatas tertentu, mampu meredam setiap
kegoncangan ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Dengan perkembangan yang mengarah
kepada terciptanya keadaan tersebut, perekonomian Indonesia yang modern, tangguh dan
demokratis berdasarkan Pancasila akan menopang terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
Departemen Keuangan RI 3
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Agar supaya pengerahan dana pembangunan, baik yang bersumber dari dalam negeri
maupun dari luar negeri, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan, usaha
pengendalian dan penghematan penggunaan dana harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu
penge1uaran rutin diusahakan dapat ditekan, dan dikendalikan tanpa mengurangi fungsi
pe1ayanan kepada masyarakat, serta pemeliharaan terhadap hasil pembangunan yang telah
dicapai. Namun demikian, mengingat pentingnya peningkatan pendayagunaan aparatur negara,
maka dalam tahun 1985/1986 direncanakan suatu kenaikan gaji bersih pegawai negeri sebesar
20 persen dan pensiun antara 27 - 59 persen. Di lain pihak prioritas pembangunan dipertajam
agar penge1uaran pembangunan dapat memberikan hasil guna dan daya guna yang lebih besar,
disertai dengan pengurangan, atau penghapusan terhadap berbagai subsidi sejauh yang dapat
dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan stabilisasi, serta kebutuhan masyarakat banyak.
Pemberian subsidi ditata sedemikian rupa agar terdapat alokasi sumber ekonomi secara lebih
efisien, dan terhindar dari adanya distorsi harga-harga yang tidak wajar. Sejalan dengan hal
tersebut, maka pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak dalam tahun 1985/1986 te1ah
Departemen Keuangan RI 4
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dapat ditekan lebih lanjut, yang terutama disebabkan karena adanya peningkatan efisiensi dalam
pengolahan bahan bakar tersebut. Di lain pihak subsidi untuk pupuk diperkirakan akan
meningkat lebih besar, yang berkaitan erat dengan semakin intensifnya penggunaan pupuk
dalam rangka mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan yang te1ah dicapai di bidang
pengadaan pangan, dan produksi komoditi pertanian lainnya.
Adapun penjadwalan kembali beberapa proyek renting dan pengendalian impor secara
se1ektif, te1ah dilaksanakan dalam rangka penghematan di bidang devisa, dan upaya untuk
mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran. Sedangkan di bidang moneter, kebijaksanaan
moneter dan perkreditan tetap ditujukan kepada penggunaan dana yang terarah dan produktif.
Perimbangan yang belum memadai antar berbagai sektor kegiatan dalam pereko-
Damian, serta sifat perekonomian terbuka yang sangat dipengaruhi oleh hambatan dalam
kegiatan ekspor, dan resesi perekonomian dunia yang be1um sepenuhnya pulih, menimbulkan
akibat yang tak terhindarkan terhadap perekonomian Indonesia dalam tahun-tahun terakhir
Pelita III, yang masih berasa pengaruhnya hingga diambang tahun kedua Repelita IV. Agar
perkembangan pembangunan waktu lalu lebih dapat dipahami dalam ruang lingkup keadaan
yang melatarbelakanginya, dan terlebih renting dadpada itu, agar supaya permasalahan yang
dihadapi dalam masa pembangunan yang akan datang dapat ditanggulangi dengan tanggap,
serta dapat memanfaatkan peluang yang mungkin tercipta, maka keadaan ekonomi dunia perlu
dan senantiasa secara cermat terus diikuti perkembangannya.
Tanda-tanda perbaikan ekonomi dunia yang mulai tampak pada tahun akhir Pelita III
belum sepenuhnya menunjukkan perkembangan yang diharapkan. Bahkan akhir-akhir ini
diperkirakan terdapat kecenderungan gejala perlambatan kembali dari kegiatan ekonomi negara
industri utama, yaitu Amerika Serikat, yang dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami
kenaikan pertumbuhan ekonomi tertinggi diantara negara-negara industri lainnya, yakni sebesar
7,3 persen. Perekonomian dunia yang belum sepenuhnya bangkit ke arab pemulihan
sebagaimana yang diharapkan, hanya memberikan pengaruh yang terbatas manfaatnya bagi
perkembangan ekonomi negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi negara-negara
industri secara. keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata
sebesar 4,9 persen, atau 2,3 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan tahun lalu, dimana
Jepang dan Kanada diperkirakan mengalami kenaikan tertinggi setelah Amerika Serikat, yakni
sebesar 5,0 persen dan 4,6 persen, sedangkan negara-negara industri lainnya dalam kelompok
tujuh negara industri besar diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata sekitar 2,5 persen.
Departemen Keuangan RI 5
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Departemen Keuangan RI 6
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Setetah mengalami defisit dalam neraca pembayaran yang cukup besar dalam tahun
1982/1983, dengan latar belakang perkembangan keadaan perekonomian dunia yang
menunjukkan adanya sedikit perbaikan, dalam tahun 1983/1984 neraca pembayaran Indonesia
menunjukkan keadaan yang lebih baik yaitu surplus sebesar US $ 2.070 juta, meskipun
transaksi berjalan masih mengalami defisit sebesar US $ 4.151 juta. Namun demikian, defisit
tersebut apabila dibandingkan dengan defisit tahun 1982/1983, memperlihatkan adanya
perbaikan yang berarti. Kemajuan di bidang neraca pembayaran tersebut tidak terlepos dari
perkembangan ekspor bukan minyak yang menunjukkan kenaikan sebesar 36,6 persen, dimana
dalam tahun sebelumnya mengalami penurunan. Oleh karena penerimaan ekspor minyak
mengalami penurunan, walaupun penurunan tersebut jauh lebih rendah dari tahun 1982/1983,
kenaikan penerimaan ekspor keseluruhan dalam tahun 1983/1984 hanya sebesar 6,1 persen.
Dalam tahun 1984/1985 perkembangan neraca pembayaran diperkirakan masih akan
mengalami surplus sungguhpun tidak sebesar dalam tahun 1983/1984.
Departemen Keuangan RI 7
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pelaksanaan berbagai kebijaksanaan di bidang ekspor tersebut tertuang antara lain dalam
Peraturan Pemerintah No.1 bulan Januari 1982 yang menyangkut pengaturan jual beli devisa,
tata cara ekspor dan sebagainya.
Memantapkan ekspor, dan memperluas posarannya, memerlukan kerja keras baik dari
Pemerintah maupun masyarakat, khususnya dunia usaha. Pemerintah telah berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk meniadakan berbagai hambatan yang dapat mengurangi daya saing
komoditi ekspor Indonesia di posaran internasional.
Departemen Keuangan RI 8
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pungutan MPO atas barang-barang impor dihapuskan, sedangkan pungutan baru dikenakan
terhadap impor barang yang dilakukan oleh importir yang menggunakan API, APIS atau APIT
yaitu sebesar 2,5 persen dari nilai dasar impor (cif). Terhadap impor barang yang dilakukan
oleh importir yang tidak menggunakan sistem perijinan impor, dikenakan pungutan sebesar 7,5
persen dari nilai dasar impor (cif).
Apabila dalam Pelita I dan II sektor industri telah tumbuh rata-rata sebesar 13,0 persen
dan 13,7 persen, maka dalam Pelita III turun menjadi 8,9 persen setahun. Pertumbuhan sektor
industri pengolahan, dilihat sebagai komponen produk domestik bruto, dalam tahun 1983 secara
riil menunjukkan kenaikan sebesar 2,2 persen, setelah mengalami titik kenaikan yang terendah
dalam tahun 1982. Sejak awal Pelita I, sektor tersebut hingga tahun-tahun pertama Pelita III
telah berkembang tidak kurang dari 9 persen. Kelambanan yang terjadi dalam pertumbuhan
sektor industri dipenghujung tahun Pelita III, tidak terlepos dari adanya pengaruh resesi
ekonomi dunia, serta adanya kekurangserasian pertumbuhan antarsektor industri. Industri hilir,
yang pada umumnya merupakan industri substitusi impor, telah berkembang relatif lebih pesat
dibanding industri hulu, sehingga menyebabkan lemahnya kaitan antarindustri, baik vertikal
maupun horizontal, dan belum dapat memberikan kemantapan pada struktur industri yang ada.
Sehubungan dengan hat tersebut, untuk memantapkan dan memperkokoh struktur industri
nasional, telah ditempuh kebijaksanaan program terpadu, yaitu dengan mengembangkan
industri yang saling menunjang dengan sektor lainnya. Program tersebut terdiri dari rangkaian
usaha berupa peningkatan keterkaitan antara berbagai jenis industri secara vertikal dan
horizontal, pembinaan industri kecil, peningkatan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam
Departemen Keuangan RI 9
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembangunan industri, serta peningkatan ekspor hasil produksinya. Dengan berbagai usaha
tersebut akan tercipta keserasian yang memberi kekuatan pada keseluruhan pertumbuhan
industri.
Kemajuan yang dapat dicapai oleh sektor industri pada tingkat akhir berkaitan erat
dengan kemantapan pertumbuhan, dan perkembangan produktivitas sektor pertanian, dimana
peningkatan daya beli sebagian besar masyarakat beserta pemerataan pendapatan yang
berlangsung di sektor ini, merupakan faktor yang sangat menunjang tegak tahannya sektor
industri.
Didukung oleh besarnya peranan nilai tambah yang diciptakan oleh sektor
perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya, serta sektor-sektor lainnya, produk domestik
Departemen Keuangan RI 10
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bruto riil secara keseluruhan dalam tahun 1983 diperkirakan menunjukkan adanya kemajuan
yang cukup berarti, yakni kenaikan sebesar 4,2 persen. Sungguhpun kenaikan tersebut masih
lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan per tahun dalam periode 1970 - 1982, akan tetapi masih
lebih tinggi dari yang dicapai dalam tahun 1982. Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari
perkembangan produk domestik bruto sangat dipengaruhi, dan ditentukan oleh perimbangan-
perimbangan yang terjadi di dalam tingkat pembentukan modal, serta tingkat produktivitas
modal, dan tenaga kerja yang .ada. Produk domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun
1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 telah meningkat rata-rata sebesar 7,2 persen
pertahun. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pembentukan modal domestik
bruto rata-rata sebesar 15,2 persen pertahun dalam periode tersebut. Pembentukan modal
domestik bruto yang dalam tahun 1969, alas dasar harga konstan 1973, baru berjumlah 11,2
persen dari produk domestik brutonya, dalam tahun 1983 diperkirakan telah meningkat menjadi
30,5 persen. Hal ini tiada lain menunjukkan adanya kemajuan di dalam pembentukan atau
penanaman modal, baik yang dilakukan oleh masyarakat, dunia usaha, maupun Pemerintah.
Kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh dunia usaha, sejalan dengan terpeliharanya
kestabilan, dan prospek yang baik dari perkembangan pembangunan, terus menunjukkan
peningkatan. Penanaman modal yang dilakukan melalui fasilitas penanaman modal dalam
negeri (PMDN) sampai dengan bulan Agustus 1984 telah disetujui sebesar Rp 20.632,4 milyar,
sedangkan penanaman modal asing (PMA) dalam periode yang sama, rencana investasinya
mencapai nilai sebesar US $ 14.915,2 juta. Dalam rangka meningkatkan penanaman modal,
oleh Pemerintah telah diberikan berbagai rangsangan antara lain dalam bentuk penyederhanaan
prosedur penanaman modal, fasilitas pengampunan pajak, penetapan tarip penyusutan yang
lebih tinggi, serta ketentuan bahwa perorangan dapat melaksanakan penanaman modal melalui
fasilitas PMDN tanpa harus berbentuk badan hukum. Berbagai fasilitas tersebut diberikan agar
tercipta iklim penanaman modal yang menarik, meskipun fasilitas bebas pajak, dan pemutihan
modal bagi penanam modal di Indonesia dihapuskan. Sebagai kompensasi, semacam pemutihan
modal masih dimungkinkan, yakni segala dana yang ditabung dalam deposito tidakakan diusut
asal usulnya.
Sumber pembentukan modal yang terpenting adalah dana-dana yang dapat dikerahkan
dan disalurkan melalui APBN. Sebagai piranti anggaran dalam melaksanakan Repelita demi
Repelita, sejak Pelita I, volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah
berhasil ditingkatkan terus dalam jumlah yang cukup besar. Volume APBN pada awal Pelita I
yang berjumlah Rp 334,7 milyar, telah berkembang menjadi hampir lima puluh lima kali dalam
Departemen Keuangan RI 11
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tahun terakhir Pelita III. Perkembangan APBN terus diusahakan agar tetap berimbang dan
dinamis, sehingga peranannya sebagai stabilisator, dan akselerator pembangunan tetap dapat
dipertahankan. Resesi ekonomi dunia yang telah mempengaruhi perekoDamian Il}donesia pada
gilirannya telah mempengaruhi penyusunan RAPBN 1985/1986. Dengan latar belakang
kebijaksanaan dan perkembangan perekonomian baik nasional maupun internasional, serta
usaha untuk tetap terpeliharanya kesinambungan pembangunan, maka volume RAPBN tahun
anggaran 1985/1986 direncanakan berimbang pada tingkat sebesar Rp 23.046,0 milyar. Di sisi
penerimaan negara, rencana tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 18.677,9
milyar, dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 4.368,1 milyar, sedangkan di sisi
pengeluaran negara rencana tersebut terdiri dari pengeluaran rutin sebesar Rp 12.399,0 milyar,
dan pengeluaran pembangunan sebesar Rp 10.647,0 milyar. Pengeluaran pembangunan selain
dialokasikan untuk berbagai sektor, juga diserasikan dengan pembiayaan pembangunan
regional dan perluasan kesempatan kerja melalui berbagai program Inpres, dalam rangka
pemerataan pembangunan dan hasilnya. Dengan demikian pemerataan, pertumbuhan dan
stabilitas memperoleh gambaran yang lebih nyata, utuh dan menyeluruh melalui peranan ganda
dari pengeluaran pembangunan.
Dalam tahun 1985/1986 bantuan pembangunan Dati I adalah sebesar Rp 280,0 milyar.
Bantuan tersebut dimaksudkan untuk pemeliharaan jembatan dan jalan propinsi, perbaikan dan
penyempumaan irigasi, eksploitasi dan pemeliharaan pengairan, pembangunan daerah minus
serta pengembangan perkotaan. Sedangkan bantuan pembangunan bagi Dati II antara lain
adalah untuk proyek-proyek prasarana dan produksi yang dapat memperluas lapangan kerja dan
proyek padat karya. Untuk mempedancar distribusi hasil-hasil produksi, kepada Dati II juga
diberikan bantuan pembangunan prasarana jalan. Gambaran perkembangan volume APBN yang
terus meningkat, memberikan harapan yang besar untuk tetap berlangsungnya pembangunan
nasional guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Namun
demikian, di balik kemajuan tersebut berbagai tantangan dan hambatan, serta upaya
pemecahannya telah pula menjadi bahagian dari pelaksanaan APBN, khususnya dalam
beberapa tahun terakhir ini.
Seperti yang telah dikemukakan perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan
berlangsung berkepanjangan telah memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap
perekonomian Indonesia. Dalam usaha untuk memperkecil pengaruh yang ditimbulkan resesi
duma tersebut, terutama dalam mengamankan penerimaan negara melalui APBN, oleh
Pemerintah telah diambil berbagai langkah kebijaksanaan untuk meningkatkan ketahanan
Departemen Keuangan RI 12
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekonomi nasional, serta menciptakan landasan yang kuat guna berlangsungnya kelancaran
proses pembangunan. Salah satu kebijaksanaan yangtelah diambil adalah dengan disahkannya
beberapa undang-undang perpajakan yang baru, yang merupakan perbaikan secara mendasar
terhadap undang-undang perpajakan yang lama. Dengan kebijaksanaan tersebut Pemerintah
bukan saja berupaya untuk lebih menyeimbangkan struktur penerimaan negara, yang sebagian
besar masih bergantung pada penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, akan tetapi juga
berusaha untuk meningkatkan rasa keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam memberikan
andil dan peranannya di dalam pembangunan melalui bidang perpajakan. Langkah-Iangkah
untuk menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, khususnya melalui usaha
peningkatan penerimaan dalam negeri di luar minyak, telah dilaksanakan ketika memasuki
tahun pertama Repelita IV, yakni dengan diberlakukannya UndangUndang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan sejak
tanggal 1 Januari 1984. Sedangkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sedianya berlaku pada tanggal 1 Juli
1984, dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1984 telah ditangguhkan berlakunya sampai
selambat-Iambatnya tanggal 1 J anuari 1986. Namun demikian mengingat pentingnya peranan
pajak tersebut, Pemerintah bertekad untuk melaksanakannya pada 1 April 1985. Dalam rangka
pelaksanaan undang-undang ini, maka mulai tahun anggaran 1985/ 1986 dalam penerimaan
pajak pertambahan nilai, termasuk di dalamnya pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan
bakar minyak (BBM) sebesar 10 persen. Berlainan dengan undang-undang perpajakan yang
lama yang mempunyai sistem, prosedur dan pentaripan yang rumit, undang-undang perpajakan
yang baru tersebut lebih mencerminkan kesederhanaan, serta lebih mendorong pemerataan, dan
memberikan kepostian hukum. Di samping Undang-Undang Perpajakan tersebut, Pemerintah
kini tengah mempersiapkan perundang-undangan mengenai pabean, pajak kekayaan, dan iuran
pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan penerimaan dalam negeri. Untuk
mewujudkan kebijaksanaan yang lebih realistis dengan keadaan perekonomian nasional, serta
guna meningkatkan kesadaran para wajib pajak dalam menaati pembayaran pajaknya, maka
sejak 1 Januari 1985 tarip pajak kekayaan telah diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen,
sedangkan batas kekayaan yang tidak kena pajak telah dinaikkan dari Rp 14 juta menjadi Rp 80
juta.
Sumber penting lainnya dari penanaman modal adalah tabungan masyarakat yang antara
lain terkumpul melalui sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sejak dilaksanakannya
kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983, dana-dana yang berasal dari masyarakat yang dapat
Departemen Keuangan RI 13
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dihimpun oleh sektor perbankan menunjukkan kenaikan yang mengesankan. Sampai dengan
bulan September 1984, dana perbankan telah mencapai jumlah sebesar Rp 14.705,8 milyar,
diantaranya sebesar Rp 7.905,2 milyar atau 53,8 persen merupakan dana deposito dan tabungan
yang merupakan sumber dana yang renting bagi pembentukan modal untuk disalurkan berupa
kredit bagi kegiatan usaha. Sementara itu dalam periode Juni 1983 - Juni 1984, volume deposito
berjangka telah menunjukkan kenaikan sebesar Rp 2.787;2 milyar. Meningkatnya dana-dana
masyarakat yang terhimpun oleh sektor perbankan menunjukkan adanya kestabilan ekonomi,
dan iklim terse but harus dipertahankan agar upaya pembangunan dengan kekuatan sendiri
secara bertahap dapat terwujud menjadi kenyataan. Terpeliharanya kestabilan ekonomi
mencerminkan terselenggaranya pengendalian jumlah uang beredar yang sesuai dengan
kebutuhan perekonomian. Sungguhpun jumlah uang beredar terus meningkat, diusahakan agar
pengaruhnya terhadap tingkat harga senantiasa dalam batas-batas yang aman, namun
mendorong kegiatan pembangunan. Dalam tahun 1984, laju inflasi menunjukkan peningkatan
sebesar 8,8 persen, sedangkan pada tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan sebesar 11,5
persen.
Departemen Keuangan RI 14
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
belajar, serta penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap generasi muda
dalam tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa, dan pembangunan nasional, serta
pengelolaan pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Guna meningkatkan mutu
pendidikan, telah dilaksanakan penataran guru/pembina pada berbagai tingkat pendidikan, yang
meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di
daerah, sementara kesejahteraan para guru dan dosen tetap menjadi perhatian Pemerintah.
Untuk itu Pemerintah dalam tahun 1985/1986, merencanakan untuk memberikan tunjangan
jabatan fungsional kepada guru sekolah tingkat dasar dan menengah.
Pembangunan juga mengusahakan agar setiap warga negara dapat memperoleh derajat
kesehatan yang tinggi menuju terbentuknya keluarga yang sehat dan sejahtera. Oleh karena
manusia merupakan modal terpenting dan menentukan dalam pembangunan nasional, serta agar
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan baik, maka perlu
terus ditingkatkan pembangunan kesehatan dan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk.
Untuk itu sejak Pelita I telah dan terus dilaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, antara
lain berupa pembangunan Puskesmas dan rumah sakit, pengadaan tenaga dokter dan tenaga
medis, penyuluhan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, peningkatan gizi masyarakat,
dan alih teknologi di bidang kesehatan dan peralatan kesehatan. Bersamaan dengan itu terus
diusahakan pula peningkatan program keluarga berencana (KB) nasional yang pelaksanaannya
ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun informal, dan
mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah kepada masyarakat.
Di samping itu juga dilaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS)
melalui program lintas sektoral agar terwujud keluarga yang sehat, makmur dan sejahtera.
Terciptanya kerangka landasan seperti yang diamanatkan oleh GBHN harus benar-
benar dapat diwujudkan, agar tempat beranjak pembangunan bertambah kuat sehingga bangsa
Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang. Dengan penuh kepercayaan pada kemampuan
sendiri, dan hanya dengan persatuan yang makin kukuh segala rintangan dan tantangan yang
berat dalam tahun-tahun mendatang akan teratasi, serta cita dan harapan dapat menjadi
kenyataan. Maka teramat penting bagi segenap aparatur negara, dan masyarakat untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila, agar arah dan pelaksanaan pembangunan tetap benar,
dan tujuannya tidak tersimpangkan.
Departemen Keuangan RI 15
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB II
2.1. Pendahuluan
Kemajuan pembangunan nasional yang dilaksanakan sejak tahun 1969 itu tercermin
tidak hanya dari terus meningkatnya volume APBN. Beberapa indikator seperti bertambah
luasnya prasarana dan sarana seperti perhubungan, pendidikan, kesehatan serta penciptaan
lapangan kerja diseluruh pelosok tanah air telah ikut mendorong laju pertumbuhan, dan
memperluas usaha pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, sehingga menambah
kemantapan iklim perekonomian nasional secara menyeluruh dan terpadu. Hal demikian
sangatlah diperlukan untuk menjamin terus berlangsungnya pembangunan nasional secara
berkesinambungan. Meningkatnya taraf hidup, kecerdasan serta kesejahteraan seluruh rakyat,
sebagai tujuan utama dari pembangunan merupakan babagian yang tak dapat dipisahkan dari
ukuran keberhasilan pembangunan secara menyeluruh.
Departemen Keuangan RI 16
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Perkembangan volume APBN, hila dalam tabun pertama Pelita I jumlah penerimaan
baru sebesar Rp 334,7 milyar, maka dalam tabun terakhir Pelita III realisasinya telah meningkat
menjadi Rp 18.315,1 milyar, yang berarti meningkat sebesar hampir 55 kali lipat dalam jangka
waktu lima betas tahun. Bila dibandingkan dengan rencana anggaran penerimaan dalam
Repelita, maka realisasinya selalu melampaui rencana dalam setiap Repelita. Dalam Repelita I
dan II anggaran penerimaan yang direncanakan berjumlah Rp 2.463,0 milyar dan Rp 12.467,6
milyar, dalam realisasinya masing-masing mencapai jumlah sebesar Rp 3.283,2 milyar dan
Rp18.019,4 milyar, sehingga dengan demikian masing-masing melampaui rencananya sebesar
Rp 820,2 milyar dan Rp 5.551,8 milyar. Demikian pula rencana anggaran penerimaan dalam
Repelita III sebesar Rp 43.510,6 milyar ternyata dalam pelaksanaannya telah dilampaui sebesar
Rp 22.883,1 milyar, yaitu dengan realisasi penerimaannya sebesar Rp 66.393,7 milyar.
Dalam Repelita III anggaran yang direncanakan berimbang pada jumlah sebesar
Rp43.510,6 milyar, yang terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 34.273,1 milyar, dan
penerimaan pembangunansebesar Rp 9.237,5 milyar, sedangkan pengeluaran negara terdiri dari
pengeluaran rutin sebesar Rp 21.661,2 milyar, dan pengeluaran pembangunan sebesar
Rp21.849,4 milyar. Di dalam pelaksanaannya selama lima tahun Pelita III, yakni dari tahun
1979/1980 sampai dengan tahun 1983/1984, realisasi penerimaan negara telah dapatn mencapai
Rp 66.393,7 milyar, terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 55.987,4 milyar, dan
penerimaan pembangunan sebesar Rp 10.406,3 milyar. Dengan demikian dibandingkan dengan
rencananya, masing-masing lebih besar dengan Rp 21.714,3 milyar dan Rp 1.168,8 milyar.
Adapun pengeluaran rurin dan pengeluaran pembangunan dalam lima tahun pelaksanaan Pelita
III terse but dicapaijumlah sebesar Rp 32.247,5 milyar dan Rp 34.129,2 milyar, sehingga
masing-masing mengalami kenaikan sebesar Rp 10.586,3 milyar dan Rp 12.279,8 milyar dari
yang direncanakan.
Dibalik kemajuan tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai tantangan dan
hambatan, telah mempengaruhi perkembangan APBN, khususnya di bidang penerimaan negara.
Perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan berlangsung berkepanjangan telah memberikan
dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Adapun usaha untuk
memperkecil pengaruh yang di timbulkan resesi dunia tersebut, terutama untuk mengamankan
penerimaan negara melalui APBN, Pemerintah telah mengambil berbagai kebijaksanaan antara
lain berupa pembaharuan di bidang perpajakan, penyesuaian nilai tukar dollar Ametika terhadap
rupiah, penjadwalan kembali proyek-proyek, dan kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983.
Oleh sebab itu upaya peningkatan penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas
Departemen Keuangan RI 17
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
alam, seperti penerimaan dari sumber-sumber perpajakan, bea dan cukai, serta penerimaan
bukan pajak, telah dan akan terus dilaksanakan. Adanya potensi perpajakan yang masih besar
dalam masyarakat, yang berkembang sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi,
memerlukan penanganan dan pendayagunaan yang cermat dan secara berencana terus
dikembangkan agar tujuan mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan secara
bertahap dapat menjadi kenyataan. Untuk itu mulai akhir tahun anggaran 1983/1984 telah
diberlakukan beberapa undang-undang perpajakan yang baru dengan perbaikan secara
mendasar terhadap sistem perpajakan lama yang antara lain meliputi dasar pengenaan pajak,
tarip pajak serta tata cara pembayaran pajaknya. Dalam undang-undang perpajakan rang baru
tersebut, unsur-unsur kesederhanaan, pemerataan atau keadilan dan kepostian mendapat
pengaturan yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan. Sebagai peralatan fiskal,
kebijaksanaan perpajakan diarahkan bukan saja untuk meningkatkan penerimaan negara, akan
tetapi juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang memungkinkan terwujudnya beberapa
sasaran pembangunan nasional, seperti pemerataan pendapatan dan beban pembangunan,
perluasan kesempatan kerja, serta membantu terciptanya suasana yang lebih sesuai dengan pola
hidup sederhana. Iklim tersebut selanjutnya akan mendorong pertumbuhan industri dalam
negeri, perdagangan, kestabilan barga, serta menunjang upaya stabilisasi ekonomi nasional.
Dalam melaksanakan undang-undang perpajakan yang baru, diperlukan disiplin dari berbagai
pihak, baik dari pengelola pajak maupun dari masyarakat wajib pajak. Dalam hubungan ini
pembenahan aparatur perpajakan, baik yang menyangkut prosedur dan tata kerja administrasi
perpajakan, maupun peningkatan disiplin dan pembinaan mental aparat pemungut pajak, terus-
menerus dilaksanakan. Agar pelaksanaan undang-undang pajak dapat berjalan lancar telah dan
terus diadakan penyuluhan terhadap pengusaha, badan-badan usaha, asosiasi-asosiasi, serta para
wajib pajak pada umumnya. Selanjutnya agar penerimaan dan pengeluaran negara dapat diurus
secara efisien dan efektif, maka perlu ditingkatkan pengawasan, dan terus disempurnakan baik
tata cara pengelolaannya, maupun ketrampilan petugas yang bersangkutan. Kebijaksanaan yang
ditempuh untuk melaksanakan hal tersebut antara lain dengan meningkatkan efisiensi
penggunaan dana., serta mengarahkan kegiatan pembangunan pada proyek-proyek yang
berprioritas tinggi. Di sektor pengeluaran rutin, pengendalian dan penghematan dalam
menyelenggarakan kegiatan Pemerintah terus dilakukan. Pengurangan dan penghapusan
berbagai subsidi, sedikit demi sedikit telah dilaksanakan seiring dengan meningkatnya
perekonomian pada umumnya, tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan dari
sebagian besar masyarakat, dan agar terdapat alokasi sumber-sumber ekonomi yang sehat.
Sementara itu pengeluaran pembangunan tetap diarahkan untuk membiayai proyek-proyek yang
Departemen Keuangan RI 18
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, baik sarana maupun prasarana, guna
menumbuhkan seluruh sektor perekonomian masyarakat.
2.2.1. Ringkasan
Departemen Keuangan RI 19
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dan meluas,
baik segi perencanaan maupun pelaksanaan operasionalnya, maka diperlukan tersedianya dana
pembangunan yang semakin meningkat pula. Sejalan dengan semakin ineningkatnya kebutuhan
dana pembangunan yang hams disediakan, upaya penyediaannya haruslah selalu diusahakan
terutama dari sumber dalam negeri. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan untuk
se1anjutnya akan dapat lebih tumbuh dan berkembang di atas kemampuan sendiri. Sehubungan
dengan itu, upaya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dalam tahun 1984/1985 terus
dilakukan seraya diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan investasi, memperluas
kesempatan kerja, serta lebih mengusahakan pemerataan pembangunan dan pemeliharaan
kestabilan.
Dengan berbagai kebijaksanaan dan usaha yang te1ah dijalankan, maka dalam semester
Departemen Keuangan RI 20
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
I tahun anggaran 1984/1985 realisasi penerimaan dalam negeri mencapai jumlah sebesar
Rp7.390,6 milyar. Jumlah realisasi penerimaan dalam negeri semester I 1984/1985 tersebut
terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 4.971,8 milyar dan penerimaan
di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar. Realisasi penerimaan minyak
bumi dan gas alam dalam semester I 1984/1985 sebesar Rp 4.971,8 milyar tersebut adalah 48,0
persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan realisasi
penerimaan dalam semester I tahun sebe1umnya yang sebesar Rp 4.206,7 milyar, berarti
mengalami kenaikan sebesar Rp 765,1 milyar atau 18,2 persen. Peningkatan penerimaan ini
antara lain disebabkan oleh adanya penyesuaian nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah,
serta meningkatnya volume ekspor dari gas alam. Realisasi penerimaan di luar minyak bumi
dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar tersebut berarti telah mencapai 41,8 persen dari jumlah
seluruhnya yang direncanakan dalam APBN. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam
tersebut telah meningkat sebesar Rp 252,8 milyar atau 11,7 persen hila dibandingkan dengan
realisasinya dalam semester I tahun 1983/1984 sebesar Rp 2.166,0 milyar. Adapun penerimaan
di luar minyak bumi dan gas alam terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp 875,0
milyar, pajak penjualan sebesar Rp 272,2 miyar, pajak penjualan impor sebesar Rp 125,9
milyar, bea masuk sebesar Rp 276,5 milyar, cukai sebesar Rp 375,5 milyar, pajak ekspor
sebesar Rp 38,8 milyar, penerimaan Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar, penerimaan pajak lainnya
sebesar Rp 33,5 milyar, dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 353,2 milyar. Langkah-
langkah kebijaksanaan yang diambil dalam rangka meningkatkan penerimaan negara di luar
minyak bumi dan gas alam antara lain berupa pelaksanaan undang-undang perpajakan yang
baru.
Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 yang sudah berlaku sejak bulan Januari
1984 mengandung berbagai kebijaksanaan yang pada prinsipnya mendorong kegiatan dunia
usaha dan pembangunan nasional, dengan senantiasa berusaha untuk menciptakan iklim
perpajakan yang menjamin keadilan, pemerataan dan kepostian hukum. Upaya ke arah
pemungutan pajak yang lebih adil dan merata tercermin dengan semakin ringannya beban pajak
bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah melalui peningkatan penghasilan tidak kena
pajak (PTKP). PTKP yang sebelumnya dikenal dengan istilah BPBP (batas pendapatan bebas
pajak), yang semula untuk satu keluarga terdiri dari suami, isteri, serta tiga orang anak adalah
sebesar Rp 1.050.000,- kini telah ditingkatkan menjadi Rp 2.880.000,-. Sedangkan lapisan kena
pajak, dan penggolongan tarip lebih sederhana, dan terdiri dari tiga lapisan tarip, yaitu 15
persen untuk penghasilan sampai dengan Rp 10 juta, 25 persen untuk penghasilan di atas Rp 10
Departemen Keuangan RI 21
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
juta sampai dengan Rp 50 juta, dan 35 persen untuk penghasilan di atas Rp 50 juta. Adapun
pengampunan pajak yang ditentukan sejak 18 April 1984 akan memberikan pengaruh positif
terhadap kejujutan dan keterbukaan wajib pajak, sehingga dengan pengampunan pajak terse but
diharapkan akan dapat memperluas jumlah wajib pajak. Pengampunan pajak diberikan atas
pendapatan yang diperoleh dalam tahun 1983, dan sebelumnya yang belum pernah, atau belum
sepenuhnya dikenakan atau dipungut pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan
berbagai kebijaksanaan dan usaha-usaha tersebut di atas, dalam semester I tahun anggaran
1984/1985 realisasi penerimaan pajak penghasilan telah mencapai Rp 875,0 milyar. Jumlah
terse but adalah 35,7 persen dari yang direncanakan dalam APBN.
Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 sebenarnya tidak berlaku lagi setelah disah-
kannya Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang semula direncanakan untuk diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1984. Tetapi
sehubungan dengan penundaan pelaksanaan Undang-Undang PPN 1984 tersebut hingga
selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1986, maka Undang-Undang Pajak Penjualan 1951
masih berlaku hingga tanggal berlakunya undang-undang baru tersebut.
Dalam semester I 1984/1985, penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor
adalah sebesar Rp 272,2 milyar, dan Rp 125,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan realisasi
penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor dalam semester I 1983/1984 yaitu
masing-masing sebesar Rp 252,7 milyar dan Rp 122,5 milyar, terlihat adanya.kenaikan sebesar
7,7 persen dan 2,8 persen.
Departemen Keuangan RI 22
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar, yang berarti mencapai 51,6 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila
dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun anggaran sebelumnya yang
besamya Rp 334,4 milyar, berarti mengalami kenaikan sebesar 12,3 persen. Kenaikan ini
terutama berasal dari kenaikan penerimaan cukai tembakau dengan meningkatnya produksi
rokok.
Keadaan perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih dari resesi, membawa
pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan harga barang-barang ekspor
non migas di posaran dunia. Di samping itu timbul pula hambatan yang dikenakan negara-
negara maju terhadap barang-barang ekspor negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, berupa
pembatasan (kuota) impor terbadap berbagaijenis komodiri. Hal tersebut telab berpengaruh
kepada volume maupun nilai ekspor Indonesia dalam semester I 1984/1985. Untuk me-
ningkatkan ekspor non migas di tengah perkembangan perekonomian dunia yang masih
lamban, Pemerintah telah menurunkan tarip pajak ekspor terhadap beberapa komoditi tertentu,
antara lain bauksit dan pekatannya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, realisasi
penerimaan pajak ekspor untuk semester I 1984/1985 hanya mencapai sebesar Rp 38,8 milyar
atau 31,4 persen dari rencananya dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan penerimaan yang
sarna dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp50,6 milyar, berarti terdapat penurunan
sebesar 23,3 persen.
Penerimaan Ipeda dalam semester I tahun 1984/1985 adalah sebesar Rp 68,2 milyar,
yang berarti mengalami kenaikan sebesar 28,2 persen bila dibandingkan dengan penerimaan
dalam semester I tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 53,2 milyar. Upaya peningkatan
penerimaan jenis ini selalu diusahakan dengan lebih meningkatkan kualitas petugas pelaksana
melalui pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kepada masyarakat luas, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar iuran tersebut.
Realisasi penerimaan pajak lainnya yang terdiri dari pajak kekayaan, bea meterai, dan
bea lelang, dalam semester I 1984/1985 mencapai Rp 33,5 milyar. Jumlah tersebut berarti 44,4
persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan dengan
realisasinya dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp 23,6 milyar, berarti mengalami
kenaikan sebesar 41,9 persen.
Departemen Keuangan RI 23
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berbagai jenis penerimaan negara, antara lain berupa bagian Pemerintah atas laba perusahaan
negara, dan bank negara, serta berbagai jenis penerimaan departemen dan lembaga Pemerintah
lainnya, seperti iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), uang pendidikan, bea nikah dan akte
kelahiran pada catatan sipil, hasil penjualan barang milik negara, sewa rumah dinas, dan
sebagainya. Perbandingan penerimaan dalam negeri, semester I 1983/1984 dan 1984/1985
dapat dilihat dalam Tabel II.2
Tabel II.2
PENERIMAAN DALAM NEGERI, SEMESTER 1 1983/1984 DAN 1984/1985
(dalam milyar rupiah)
.Semester I Semester 11) Kenaikan /
1983/1984 1984/1985 Penurunan
Jems penerimaan (%)
Penerimaan minyak bumi dan
A. gas alam 4.206,70 4.971,80 18,2
Penerimaan di luar minyak
B. bumi dan gas alam 2.166,00 2.418,80 11,7
1. Pajak penghasilan 856,2 875 2,2
2. Pajak penjualan 252,7 272,2 7,7
3. Pajak penjualan impor 122,5 125,9 2,8
4. Bea masuk 267,3 276,5 3,4
5. Cukai 334,4 375,5 12,3
6. Pajak ekspor 50,6 38,8 -23,3
7. Ipeda 53,2 68,2 28,2
8. Pajak lainnya 23,6 33,5 41,9
9. Penerimaan bukan pajak 205,5 353,2 71,9
Jumlah 6.372,70 7.390,60 6,0
Untuk memungkinkan ekonomi nasional dapat tumbuh dan berkembang di atas kemampuannya
sendiri, penerimaan dalam negeri senantiasa diusahakan peningkatan dan peranannya di dalam
penyediaan dana pembangunan yang diperlukan. Namun upaya memobilisasikan dana
pembangunan tersebut harus diusahakan tidak melampaui kekuatan ekonomi yang ada. Oleh
karena itu dana yang berasal dari luar negeri masih diperlukan sebagai pelengkap untuk
membiayai berbagai kegiatan pembangunan. Penerimaan pembangunan, yaitu dalam bentuk
bantuan program dan bantuan proyek, dalam semester I 1984/1985 realisasinya masing-masing
sebesar Rp 23,2 milyar dan Rp 1.132,8 milyar. Pengelolaan sumber dana yang berasal dari luar
negeri tersebut senantiasa diarahkan seefisien mungkin untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan yang produktif dan berprioritas tinggi.
Kebijaksanaan Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tidak terlepos dari upaya untuk
Departemen Keuangan RI 24
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Departemen Keuangan RI 25
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Hal ini terutama disebabkan perhitungan harga beras untuk pegawai Degen, yang
semula Rp 327,-/kg dinaikkan menjadi Rp 366,-/kg sejak 1 April 1984. Se1anjutnya,
penyesuaian harga beras ini mempengaruhi pula pembayaran uang makan/lauk pauk. Agar
pe1aksanaan penge1uaran rutin dapat berjalan secara hemat dan efisien, penge1uaran untuk
belanja barang harus dilakukan secara selektif dan terkendali. Dengan berpedoman kepada
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1984,
pe1aksanaan be1anja barang dalam semester I 1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 406,9
milyar, yang berarti suatu kenaikan sebesar 10 persen dan realisasi dalam periode yang sama
tahun sebelumnya. Pengeluaran rutin untuk subsidi daerah otonom dalam semester I 1984/1985
mencapai jumlah sebesar Rp 913,0 milyar, yang berarti meningkat sebesar 26,3 persen
dibandingkan dengan semester I tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi subsidi daerah otonom
ini disebabkan adanya kenaikan gaji pegawai daerah otonom sebesar 15 persen dari gaji yang
dibayarkan tahun sebe1umnya. Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam semester
I 1984/1985 sebesar Rp 1.238,1 milyar terdiri dari pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam
negeri sebesar Rp 0,4 milyar, dan untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri
sebesar Rp 1.237,7 milyar. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984
terdapat kenaikan sebesar Rp 615,1 milyar. Lain-lain pengeluaran rutin, yang antara lain
menampung pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak, penggantian biaya pengiriman
surat dinas bebas porto, biaya giro pos dan lain-lain, se1ama semester I 1984/1985 mencapai
realisasi sebesar Rp 135,6 milyar, yang berarti 72,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan
realisasi dalam semester I 1983/1984. Hal ini disebabkan terutama oleh lebih rendahnya
realisasi subsidi bahan bakar minyak.
Departemen Keuangan RI 26
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Usaha untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, yang merupakan sumber utarna bagi
pembiayaan pembangunan, dilakukan dengan meningkatkan jumlah penerimaan dalam negeri
bersamaaan dengan penghematan dalam pengeluaran rutin. Upaya peningkatan penerimaan
dalarn negeri ditempuh antara lain dengan penyempurnaan perundang-undangan pajak,
intensifikasi dan extensifikasi pungutan pajak, penyempurnaan administrasi serta pembenahan
aparatur perpajakan, sedang di bidang penge1uaran rutin antara lain dengan jalan
menyempurnakan pedoman pe1aksanaan APBN di samping peningkatan mutu aparat
pe1aksanaannya. Selama semester I 1984/1985 te1ah berhasil dihimpun tabungan Pemerintah
sebesar Rp 3.094,7 milyar, yang berarti telah mencapai 51,2 persen dan yang direncanakan
dalam APBN 1984/1985. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984,
jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp 330,4 milyar atau 11,9 persen.
Departemen Keuangan RI 27
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp844,1 milyar, yang berarti telah menyerap sebesar 55,7 persen dari dana yang direncanakan
dalam tahun 1984/1985. Jumlah tersebut meliputi pembiayaan bagi program bantuan
pembangunan desa sebesar Rp 92,8 milyar, bantuan pembangunan kabupaten sebesar Rp 194,2
milyar, dan bantu.an pembangunan Dati I sebesar Rp 57,7 milyar. Di samping itu jumlah
tersebut juga meliputi program bantuan pembangunan sekolah dasar sebesar Rp 311,1 milyar,
sarana kesehatan/Puskesmas sebesar Rp 21,5 milyar, bantuan pembangunan posar sebesar
Rp8,4 milyar, bantuan penghijauan dan reboisasi sebesar Rp 32,2 milyar, serta bantuan bagi
prasarana jalan sebesar Rp 57,1 milyar. Selebihnya adalah realisasi program bantuan
pembangunan Timor Timur sebesar Rp 0,9 milyar, dan program pembangunan dengan dana
Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar.
Departemen Keuangan RI 28
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Berbagai program dan proyek pembangunan yang disusun dalam reneana APBN
1985/1986 merupakan pelaksanaan operasional tahun kedua Reneana Pembangunan Lima
Tahun keempat (Repelita IV). Seperti halnya pada tahun-tahun yang lampau, landasan
kebijaksanaan raneangan APBN 1985/1986 tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yakni
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat, pertumbuhan ekonomi yang eukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis. Demikian pula prinsip-prinsip anggaran berimbang yang dinamis tetap pula
dipertahankan dalam penyusunan rancangan APBN 1985/1986.
Situasi perekonomian intemasional yang belum sepenuhnya pulih dari resesi, malah
ditandai dengan mulai melambannya kembali pertumbuhan ekonomi negara-negara industri,
rendahnya permintaan akan komoditi-komoditi ekspor dari negara-negara sedang berkembang,
serta meningkatnya langkah-langkah proteksionisme dari negara-negara maju, telah
mempengaruhi perkembangan perekonomian negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.
Demikian pula posaran dan harga minyak bumi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan
keadaan labil, yaitu sejak diberlakukannya kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel pada bulan
April 1982, dan penurunan harga minyak dari US $ 34,00 menjadi US $ 29,00 pada tanggal14
Maret 1983. Dari keadaan tersebut diperkirakan masa-masa sulit sebagai akibat dari resesi
ekonomi dunia dan perkembangan harga minyak bumi masih akan dirasakan dalam tahun
anggaran 1985/1986. Di bidang keuangan negara, akan tetap dilaksanakan berbagai langkah
kebijaksanaan untuk meningkatkan efisiensi dan penghematan, serta mengarahkan penggunaan
Departemen Keuangan RI 29
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
keuangan negara untuk bidang-bidang yang mempunyai prioritas yang tinggi. Di samping itu,
dengan pembaharuan-pembaharuan di bidang perpajakan, diharapkan penerimaan dalam negeri
di luar minyak bumi dan gas alam akan dapat lebih ditingkatkan.
Departemen Keuangan RI 30
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
perpajakan baru sebagai penggami dari undang-undang perpajakan lama warisan kolonial yang
dirasakan telah tidak sesuai lagi dengan alam dan gerak pembangunan sekarang ini. Undang-
Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang temang
Pajak penghasilan telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1984, sedangkan Undang-Undang
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah
direncanakan akan berlaku pada tanggal 1 April 1985. Berlainan dengan undang-undang
perpajakan yang lama yang mempunyai sistem, prosedur dan penaripan yang rumit, undang-
undang perpajakan yang baru lebih mencerminkan kesederhanaan serta lebih mendorong
pemerataan dan memberikan kepostian hukum. Di samping undang-undang perpajakan
tersebut, kini tengah dipersiapkan beberapa rancangan undang-undang, antara lain mengenai
pabean, pajak kekayaan, dan iuran pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan
penerimaan di dalam negeri.
Departemen Keuangan RI 31
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabe1 II. 6
PENERIMAAN DALAM NEGERI, 1969/1970 -1985/1986
( dalam milyar rupiah)
Kenaikan
Tahun anggaran Jumlah Jumlah Persentase
PELITA I
1969/1970 243,7
1970/1971 344,6 100,9 41,4
1971/1972 428 83,4 24,2
1972/1973 590,6 162,6 38
1973/1974 967,7 377,1 63,9
PELITA II
1974/1975 1.753,70 786 81,2
1975/1976 2.241,90 488,2 27,8
1976/1977 2.906,00 664,1 29,6
1977/1978 3.535,40 629,4 21,7
1978/1979 4.266,10 730,7 20,7
PELITA III
1979/1980 6.696,80 2.430,70 57
1980/1981 10.227,00 3.530,20 52,7
1981/1982 12.212,60 1.985,60 19,4
1982/1983 12.418,30 205,7 1,7
1983/1984 14.432,70 2.014,40 16,2
PELITA IV
1984/19851) 16.149,40 1.716,70 11,9
1985/19862) 18.677,90 2.528,50 15,7
1) APBN
2) RAPBN
Dari keseluruhan penerirnaan negara yang bersurnber dari dalam negeri, penerimaan
yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas alam masih tetap merupakan sumber penerimaan
yang penting dalam tahun 1985/1986. Namun demikian, melihat perkembangan harga dan
permintaan minyak mentah di posaran dunia yang masih diliputi kelesuan akibat keadaan
perekonomian negara-negara industri yang belum sepenuhnya bangkit dari kemelut resesi,
penerimaan dari sektor ini tidak dapat diharapkan akan mengalami lonjakan yang besar seperti
yang terjadi dalam Pelita II dan permulaan Pelita III. Adapun penerimaan dari sektor gas alam
(LNG) diperkirakan mengalami kenaikan. Gas alam yang rnerupakan salah satu sumber energi
alternatip bagi industri-industri besar sebagai pengganti minyak bumi, dalam masa.masa
terakhir ini menghadapi permintaan yang meningkat dengan cukup berarti. Pembatasan
produksi yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota OPEC baru-baru ini diharapkan
akan membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan tingkat harga minyak mentah di
posaran dunia. Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1985/1986
penerimaan rninyak bumi dan gas alarn direncanakan sebesar Rp 11.159,7 milyar. Apabila
Departemen Keuangan RI 32
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
penerimaan minyak bumi dan gas alam tersebut dibandingkan dengan rencana dalam APBN
tahun 1984/1985 yang berjumlah Rp 10.366,6 milyar, berarti terdapat peningkatan sebesar
Rp793,1 rnilyar atau 7,7 persen. Penerimaan rninyak bumi dan gas alam tersebut terdiri dari
penerimaan minyak bumi yang direncanakan sebesar Rp 9.479,6 milyar, dan penerirnaan gas
alam sebesar Rp 1.680,1 milyar. Perkembangan penerimaan pajak penghasilan rninyak bumi
dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai dengan tahun 1985/1986 dapat dilihat dalam Tabel
II.7.
Tabel II. 7
PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM, 1969/1970 -1985/1986
( dalam milyar rupiah )
Departemen Keuangan RI 33
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Upaya yang dilakukan Pemerintah di bidang penerimaan negara di luar minyak bumi
dan gas alam tersebut di samping diarahkan bagi peningkatan pendapatan negara juga
diusahakan agar lebih dapat menciptakan iklim dan gairah usaha dalam negeri, melancarkan
perdagangan dalam dan luar negeri, melindungi barang-barang yang sudah dapat diproduksi di
dalam negeri, meningkatkan diversifikasi ekspor, melindungi golongan ekonomi lemah,
menciptakan suasana pola hidup sederhana, sehingga dapat lebih menjamin pemerataan
pendapatan. Selanjutnya untuk lebih mendorong tumbuhnya industri dalam negeri, serta untuk
lebih meningkatkan dampak positif di bidang ekonomi dari sistem perpajakan nasional, maka
Departemen Keuangan RI 34
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sejak 9 Agustus 1984 telah ditetapkan tarip penyusutan baru yang lebih tinggi. Penyusutan yang
lebih tinggi tersebut diberikan antara lain kepada mesin-mesin pertanian, mesin-mesin yang
mengolah produk asal binatang atau nabati, mesin-mesin tekstil dan lainnya. Tarip penyusutan
yang dipercepat tersebut diharapkan akan merangsang tumbuhnya investasi baru yang
selanjutnya akan memperkokoh kemandirian perekonomian nasional. Di dalam RAPBN tahun
1985/1986, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam terbagi atas penerimaan pajak
penghasilan, penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah, penerimaan bea masuk, penerimaan cukai, penerimaan pajak ekspor,
penerimaan Ipeda, penerimaan pajak lainnya, dan penerimaan bukan pajak.
Di dalam perkembangannya, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas :rlam
senantiasa menunjukkan adanya peningkatan sejalan dengansemakin baiknya pengelolaan
keuangan negara, serta semakin meningkatnya partisiposi masyarakat di dalam pembangunan.
Apabila dalam tahun 1969/1970, yaitu tahun pertama Pelita I, besarnya penerimaan ini baru
mencapai Rp 177,9 milyar: maka dalam tahun terakhir Pelita III, yaitu tahun 1983/1984, jumlah
tersebut telah meningkat menjadi Rp 4.912,5 milyar, atau suatu kenaikan lebih dari 27 kali.
Mengingat perkembangan perekonomian, serta dengan memperhitungkan pengelolaan sistem
perpajakan yang semakin baik, atas dasar undang-undang perpajakan yang bam beserta
kelengkapannya, maka penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam untuk tahun
1985/1986 direncanakan sebesar Rp 7.518,2 milyar. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan
pajak penghasilan sebesar Rp 3.074,0 milyar, yakni pajak penghasilan perseorangan sebesar
Rp797,3 milyar dan pajak penghasilan badan sebesar Rp 2.276,7 milyar, penerimaan pajak
pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp 1.666,4
milyar, bea masuk sebesar Rp 717,1 milyar, cukai sebesar Rp 963,3 milyar, pajak ekspor
sebesar Rp 101,7 milyar, Ipeda sebesar Rp 167,4 milyar, pajak lainnya sebesar Rp 96,4 milyar,
dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 731,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan
penerimaan tahun sebelumnya, yaitu tahun 1984/ 1985, penerimaan di luar minyak bumi dan
gas alam tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp 1.735,4 milyar atau 30,0 persen.
Perkembangan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai
tahun 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.8.
Departemen Keuangan RI 35
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel II. 8
PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM 1969/1970 -
1985/1986
(dalam milyar rupiah)
Kenaikan
Tahun anggaran Jumlah Jumlah Persentase
PELITA I
1969/1970 177,9
1970/1971 245,4 67,5 37,9
1971/1972 287,3 41,9 17,1
1972/1973 360,1 72,8 25,3
1973/1974 585,5 225,4 62,6
PELITA II
1974/1975 796,5 211 36
1975/1976 993,9 197,4 24,8
1976/1977 1.270,70 276,8 27,8
1977/1978 1.586,70 316 24,9
1978/1979 1.957,40 370,7 23,4
PELITA III
1979/1980 2.437,20 479,8 24,5
1980/1981 3.207,40 770,2 31,6
1981/1982 3.584,80 t377,4 11,8
1982/1983 4.247,90 663,1 18,5
1983/1984 4.912,50 664,6 15,6
PELITA IV
1984/1985 1) 5.782,80 870,3 17,7
1985/1986 2) 7.518,20 1.735,40 30
1) APBN
2) RAPBN
Departemen Keuangan RI 36
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan, serta dihapuskannya segala bentuk fasilitas dan
pembebasan pajak, diharapkan akan semakin memperluas potensi penerimaan pajak ini.
Sebagai perwujudan dari pemerataan pendapatan dan beban pembangunan, agar perkembangan
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama ini dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat, walaupun tarip pajak lebih rendah serta lebih sederhana, unsur
progresivitas tidaklah diabaikan akan tetapi sekaligus dilaksanakan untuk pengumpulan dana
bagi pembangunan. Tarip pajak tersebut adalah sebesar 15 persen, 25 persen dan 35 persen,
masing-masing untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 10 juta, antara Rp 10 juta
sampai Rp 50 juta, dan lebih dari Rp 50 juta. Di samping itu lebih tingginya batas pendapatan
tidak kena pajak (PTKP) dari batas pendapatan bebas pajak (BPBP) yang dulu terdapat dalam
sistem perpajakan yang lama, diharapkan dapat lebih melindungi golongan ekonomi lemah dan
masyarakat yang berpendapatan rendah .
Departemen Keuangan RI 37
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dasar pengenaan pajak tersebut bagi peningkatan penerimaan pajak penghasilan, Pemerintah
melalui kebijaksanaan di bidang perpajakan telah memberikan kesempatan kepada para
penanam modal untuk menggunakan fasilitas pengampunan pajak. Di samping itu apabila
penanam modal lebih dulu menyimpan dananya melalui deposito berjangka sekurang-
kurangnya selama tiga bulan, maka penanam modal tersebut akan dibebaskan dari kemungkin-
an pengusutan perpajakannya. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, telah dilakukan
penyesuaian atas tarip penyusutan yang ditetapkan lebih tinggi sehingga penyusutan dapat lebih
dipercepat. Kebijaksanaan ini diharapkan akan lebih meringankan beban pajak penghasilan
yang harus dibayar oleh pengusaha, yang selanjutnya akan mendorong investasi baru dan pada
gilirannya akan meningkatkan jumlah dan potensi wajib pajak. Sehubungan dengan semakin
pentingnya mobilisasi sumber dana dari dalam negeri, Pemerintah berupaya dengan sungguh-
sungguh melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan negara. Pengawasan ini dilakukan
untuk lebih meningkatkan produktivitas dan efisiensinya sehingga akan meningkatkan
penghasilan perusahaan negara tersebut, untuk selanjutnya diharapkan akan meningkatkan
penerimaan pajak serta ketertiban pembayaran pajaknya. Di dalam perkembangannya,
penerimaan pajak penghasilan badan ini terus mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.
Dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan pajak penghasilan badan direncanakan sebesar
Rp2.276,7 milyar. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 1.873,5
milyar, maka berarti meningkat sebesar Rp 403,2 milyar atau 21,5 persen.
Departemen Keuangan RI 38
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekspor, terutama komoditi non migas, serta untuk lebih menunjang upaya diversifikasi ekspor,
dalam undang-undang yang baru ini tarip pajak penjualan atas barang-barang ekspor adalah 0
persen. Kesederhanaan dalam tarip pajak pertambahan nilai akan lebih dapat dirasakan bila
dibandingkan dengan sistem yang lama dengan tarip yang bervariasi antara delapan jenis tarip.
Jumlah tarip tersebut diperbanyak lagi dengan diberikannya berbagai pembebasan sebagian atas
produk-produk tertentu. Tarip yang lebih sederhana yang diterapkan dalam sistem baru ini akan
sangat membantu pe1aksanaannya karena akan mudah dipahami baik oleh pemungut maupun
pembayar pajaknya. Untuk lebih mendorong kepatuhan membayar pajak dengan jalan
memberikan rasa aman bagi para wajib pajak, terutama mereka yang merasa telah membayar
pajak lebih daripada yang seharusnya, maka dalam sistem baru ini diatur dengan je1as
ketentuan mengenai pembayaran kembali daripada ke1ebihan dalam pembayaran pajak.
Sedangkan sebagai upaya untuk menghilangkan pengarub pajak berganda yang terdapat Facia
sistem yang lama, dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 ditentukan
adanya sistem kredit. Sistem kredit ini menetapkan, bahwa beban pajak yang telah ada Facia
bahan baku yang dipakai perusahaan dapat diperhitungkan/dikurangkan dari pajak pertambahan
nilai yang terhutang alas hasil produksi perusahaan itu. Di samping itu dapat dihilangkan pula
kemungkinan adanya usaha-usaha untuk me1akukan integrasi vertikal antara dua perusahaan
alan lebih, yang semata-mata untuk menghindari pajak dengan mengorbankan efisiensi. Dalam
hubungannya dengan perdagangan luar negeri, sistem baru ini mengintegrasikan bea masuk
yang dikenakan atas barang-barang impor dengan pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas
barang-barang perdagangan dalam negeri. Sedangkan bagi pajak pertambahan nilai yang
dikenakan atas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor secara
periodik dapat dimintakan pengembaliannya. Kebijaksanaan ini bersama-sama dengan
kebijaksanaan lamnya, terutama kebijaksanaan pajak pertambahan nilai sebesar 0 persen atas
barang-barang ekspor, diharapkan akan semakin mendorong ekspor, khususnya komoditi non
migas baik dalam hal kualitas, volume maupun pengembangan diversifikasinya. Di samping itu
sistem baru ini juga menciptakan ik!im usaha yang lebih menarik bagi golongan ekonomi
lemah. Hal ini disebabkan karena adanya batasan yang jelas mengenai jenis perusahaan yang
dapat digolongkan sebagai perusahaan kecil, sehingga akan menciptakan kepostian bagi upaya
penyeragaman beban pajaknya. Dalam pada itu mulai tahun anggaran 1985/1986 di dalam
penerimaan pajak pertambahan nilai termasilk didalamnya pajak pertambahan nilai atas
penjualan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.
Departemen Keuangan RI 39
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Nilai tahun 1984 yang ditunda sampai selambat-lambatnya 1 Januari 1986 dapat dilaksanakan
pada awal tahun anggaran 1985/1986, maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dalam RAPBN tahun 1985/1986 direncanakan
sebesar Rp 1.666,4 milyar.
Departemen Keuangan RI 40
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
persiapan kearah penerapan sistem komputer di bidang operasional pabean dari pengumpulan
data.
Departemen Keuangan RI 41
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pemungutan cukai gula, yaitu untuk jenis SHS I, SHS II, dan HS I, masing-masing sebesar
Rp40.000,- per kuintal, Rp 39.850,- per kuintal, dan Rp 39.700,- per kuintal. Di samping itu
telah pula diadakan penertiban penanaman tebu, baik tebu rakyat bebas.(TRB) maupun tebu
rakyat intensifikasi (TRI). Sehubungan dengan perlunya pengawasan terhadap minuman keras,
produksi bir diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Demikian juga terhadap
alkohol sulingan, diperkirakan produksinya akan sedikit mengalami penurunan. Berdasarkan
pertimbangan atas langkah-langkah yang sedang, dan akan dilaksanakan terutama dengan
semakin efektifnya pemungutan cukai, prospek produksi, dan penyesuaian tarip cukai terutama
untuk tembakau dan gula, maka dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan cukai
direncanakan sebesar Rp 963,3 milyar. Apabila rencana penerimaan cukai tersebut
dibandingkan dengan yang direncanakan dalam tahun anggaran sebelumnya, berarti meningkat
dengan Rp 235,8 milyar.
Adapun penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, akhir-akhir ini
mengalami sedikit penurunan di dalam realisasinya. Penurunan tersebut bukan saja disebabkan
karena menurunnya nilai maupun volume ekspor beberapa komoditi tertentu, melainkan
diakibatkan pula oleh adanya penurunan dan pembebasan pajak ekspor, serta pajak ekspor
tambahan terhadap berbagai barang-barang ekspor dalam rangka mendorong ekspor yang
selama ini terus diusahakan peningkatannya. Untuk itu, kebijaksanaan di bidang pajak ekspor
dalam tahun anggaran 1985/1986 akan tetap diarahkan agar selalu menunjang berbagai usaha
dan kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing komoditi ekspor
Indonesia di posaran intemasional. Segi lain dari kebijaksanaan tersebut adalah, bahwa barang-
barang yang dianggap penting bagi konsumsi dalam negeri, serta untuk menjaga kelestarian
lingkungan alam, seperti minyak kelapa sawit dan hasil-hasilnya, serta beberapa jenis kayu
gergajian mewah, sejak Januari 1984 telah diadakan pengenaan kembali tarip pajak ekspor
tambahannya. Di samping itu sebagai upaya penyediaan bahan bagi industri pengolahan kayu
dalam negeri, sejak Mei 1980 telah diadakan pembatasan ekspor terhadap kayu gelondongan.
Departemen Keuangan RI 42
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Kebijaksanaan di bidang Ipeda pada dasamya tetap diarahkan bagi terciptanya sasaran
pertumbuhan, dan gerak pembangunan ekonomi daerah yang lebih merata me1alui upaya
peningkatan penerimaannya. Dalam rangka meningkatkan potensi penerimaan Ipeda, terus
dibina kerjasama yang lebih baik dengan Pemerintah Daerah, di samping secara terus menerus
diadakan pembinaan terhadap administrasi pendataannya, penetapan dan penagihannya, serta
penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam membayar Ipeda.
Dalam RAPBN 1985/1986, penerimaan Ipeda direncanakan sebesar Rp 167,4 milyar yang
berarti meningkat sebesar Rp 16,8 milyar dari yang direncanakan dalam APBN 1984/1985.
Kebijaksanaan Pemerintah di bidang penerimaan pajak lainnya untuk tahun 1985/ 1986
masih merupakan kelanjutan dan peningkatan dari kebijaksanaan yang sudah diambil pada
masa sebelumnya. Kebijaksanaan tersebut di samping ditujukan untuk menghimpun dana
pembangunan yang bersumber dari dalam negeri, juga diarahkan untuk menciptakan iklim
dunia usaha yang lebih sehat, serta untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan guna
lebih memantapkan stabilitas perekonomian nasional. Penerimaan negara yang berasal dari
penerimaan pajak lainnya, yaitu pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang, menunjukkan
perkembangan yang memadai. Hal ini menunjukkan semakin membaiknya kesadaran
masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban pajaknya, terutama terhadap kekayaan yang
dimilikinya, serta transaksi perekonomian yang lebih bertanggung jawab. Untuk mendorong
perkembangan yang lebih realistis seirama dengan keadaan perekonomian nasional, dewasa ini
sedang dibahas Rancangan Undang-Undang Pajak Kekayaan dan Ipeda.
Batas kekayaan yang tidak terkena pajak mulai 1 Januari 1985 dinaikkan dari Rp 14
juta menjadi Rp 80 juta, sedang taripnya diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Dengan
kebijaksanaan tersebut diharapkan kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban
pajaknya akan meningkat. Tarip bea meterai yang berlaku sekarang dirasakan sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan. Untuk itu mulai 1 Maret 1985 terhadap tarip bea meterai juga
diadakan beberapa penyesuaian, antara lain atas kuitansi atau tanda penerimaan uang,
konosemen-konosemen, dan polis asuransi jiwa, yang saat ini adalah Rp 10,-, akan dinaikkan
menjadi Rp 100,-. Sedangkan untuk promes, aksep, dan surat-surat berharga lainnya tarip
meterainya juga diadakan penyesuaian dari Rp 25,- menjadi Rp 500,-. Kuitansi yang memuat
angka penjualan di atas Rp 50.000,- baru dikenakan bea meterai, sedangkan sebelumnya
kuitansi yang bernilai di atas Rp 5.000,- sudah dikenakan bea meterai. Sehubungan dengan
semakin banyaknya kegiatan le1ang, dan semakin meningkatnya mutu para juru lelang,
penerimaan di bidang ini untuk masa-masa mendatang diharapkan akan mengalami
Departemen Keuangan RI 43
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Departemen Keuangan RI 44
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabe1 II. 9
BANTUAN LUAR NEGERI, 1969/1970 - 1985/1986
(dalam milyar rupiah)
Departemen Keuangan RI 45
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dalam tahun anggaran 1985/1986, yang merupakan tahun kedua pelaksanaan Repelita
IV, sasaran utama kebijaksanaan pengeluaran rutin adalah peningkatan dana tabungan
Pemerintah, di samping usaha-usaha untuk mengurangi secara bertahap pemberian subsidi
dalam berbagai bentuknya. Selanjutnya juga diusahakan peningkatan peranan golongan
ekonomi lemah, produksi dalam negeri, serta perluasan kesempatan kerja seperti yang telah
dijalankan dalam tahun-tahun sebelumnya. Usaha-usaha tersebut diwujudkan antara lain dengan
diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 yang merupakan penyempurnaan
lebih lanjut daripada Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 dan Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29
tersebut, golongan ekonomi lemah diberi kesempatan berusaha yang lebih luas lagi, yaitu dalam
rangka membantu dan membimbing pertumbuhan, serta meningkatkan kemampuan yang lebih
besar bagi mereka untuk berperanserta dalam proses pembangunan. Demikian pula penggunaan
barang dan jasa produksi dalam negeri makin digalakkan, dan ditingkatkan untuk lebih
mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Rangkaian kebijaksanaan yang telah dijalankan
Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tersebut frat kaitannya dengan usaha-usaha peningkatan
Departemen Keuangan RI 46
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kegiatan pembangunan dan pelayanan Pemerintah kepada masyarakat, serta dalam rangka
mengamankan dan memelihara kekayaan negara yang diperoleh sebagai hasil kegiatan
pembangunan.
Perkembangan realisasi be1anja pegawai sejak Pe1ita I menunjukkan, bahwa pada awal
Pe1ita I realisasinya baru mencapai jumlah sebesar Rp 103,8 milyar, sedangkan pada akhir
Pe1ita II mencapai jumlah sebesar Rp 1.001,6 milyar. Pada akhir Pe1ita III jumlah realisasi
belanja pegawai mencapai jumlah sebesar Rp 2.757,0 milyar, yang berarti meningkat 2,75 kali
hila dibandingkan dengan realisasi pada akhir Pe1ita II. Kenaikan ini adalah karena se1ama
Pelita III te1ah beberapa kali dilakukan perbaikan penghasilan pegawai negeri/ ABRI dan
pensiunan, antara lain dalam bentuk pemberian gaji bulan ke 13 dan 14 dalam tahun 1979/1980,
pemberian tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) dalam tahun 1.980/ 1981 dan 1981/1982,
dan berupa pemberian gaji bulan ke 13 dalam tahun 1983/1984. Usaha perbaikan penghasilan
pegawai negeri/ ABRI se1alu dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara
setiap tahunnya, dan pada awal Pe1ita IV usaha perbaikan tersebut diwujudkan dengan
diberikannya kenaikan sebesar 15 persen dari gaji yang dibayarkan. Dalam tahun 1985/1986
be1anja pegawai direncanakan meningkat sebesar Rp 927,8 milyar karena ditetapkannya
kebijaksanaan untuk meningkatkan penghasilan pegawai negeri/ABRI sebesar 20 persen, dan
Departemen Keuangan RI 47
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pensiunan sebesar 27 - 59 persen. Dalam tahun anggaran 1985/1986, anggaran untuk be1anja
pegawai direncanakan sebesar Rp 4.117,3 milyar, yang terdiri dari tunjangan beras sebesar Rp
482,5 milyar, gaji dan pensiun sebesar Rp 3.115,8 milyar, uang makan/lauk pauk sebesar
Rp313,3 milyar, lain-lain be1anja pegawai dalam negeri sebesar Rp 116,6 milyar, dan be1anja
pegawai luar negeri sebesar Rp 89,1 milyar. Perkembangan realisasi be1anja pegawai dapat
dilihat pada Tabel II.11.
Dalam rangka menunjang kegiatan usaha golongan ekonomi lemah serta menunjang
perluasan kesempatan kerja, maka kebijaksanaan 'be1anja barang dalam tahun anggaran
1985/1986 akan lebih diarahkan pada pembe1ian barang-barang dan jasa produksi dalam negeri
yang kebanyakan dihasilkan oleh golongan tersebut. Untuk menjamin lebih terlaksananya
kebijaksanaan dimaksud, dalam tahun 1984 telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden Nomor
30 Tahun 1984 tentang Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah di
Departemen/Lembaga, di samping Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 tentang
Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 dinyatakan bahwa
untuk pembelian/pemborongan barang dan jasa Pemerintah dengan nilai kontrak sebesar Rp200
juta ke atas harus me1alui Tim Pengendali dan Pengadaan. Penurunan batas nilai kontrak dari
Rp 500 juta dalam Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 menjadi Rp 200 juta tersebut
adalah dalam rangka penghematan dan rasionalisasi dunia usaha. Selanjutnya dengan
dike1uarkannya Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1984, ke1ancaran dan kehasilgunaan
dalam pengadaan barang/peralatan dan jasa di lingkungan departemen/lembaga diharapkan
dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam melaksanakan tugasnya, kepada Tim pengendali dan
Pengadaan ditekankan agar memperhatikan harga dan kualitas yang paling menguntungkan
negara, di samping pengutamaan penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri. Dengan
diberlakukannya kedua Keputusan Presiden tersebut, pengadaan atau pembelian barang dan
jasa yang diperlukan akan sesuai dengan prioritas, dan anggaran yang disediakan, sehingga
dengan demikian dapat lebih terkendali dan terarah, serta dicapai penghematan dalam
pelaksanaan anggaran belanja barang.
Pengeluaran rutin melalui belanja barang yang pada awal Pelita I baru mencapi sebesar
Rp 50,3 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 419,5 milyar, dan pada akhir Pelita
III mencapai jumlah sebesar Rp 1.057,1 milyar. Dalam RAPBN 1985/1986, anggaran untuk
belanja barang direncanakan sebesar Rp 1.529,9 milyar, yang terdiri dari belanja barang dalam
Departemen Keuangan RI 48
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
negeri sebesar Rp 1.451,8 milyar dan belanja barang luar negeri sebesar Rp 78,1 milyar.
Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom erat kaitannya dengan kebijaksanaan belanja
pegawai, oleh karena pemberian subsidi daerah otonom sebagian besar digunakan untuk
pembayaran gaji pegawai negeri sipil dalam lingkungan daerah otonom. Di samping itu makin.
meningkatnya kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan SD Inpres dan Puskesmas, ikut
mempengaruhi besarnya subsidi daerah otonom, karena didalamnya ditampung pula
pembiayaan untuk tambahan guru-guru SD Inpres dan tenaga medis. Selanjutnya dalam subsidi
daerah otonom ditampung pula penggantian biaya akibat dihapuskannya sumbangan pembinaan
pendidikan (SPP) sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas enam, pembayaran gaji lurah
dan perangkatnya, serta tunjangan pamong desa. Dalam rangka pemerataan memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan, maka dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan pula
untuk menambah jumlah guru sekolah dasar Inpres, tenaga paramedis dan tenaga medis
Puskesmas di daerah-daerah. Pengeluaran subsidi daerah otonom dalam tahun anggaran
1985/1986 direncanakan sebesar Rp 2.590,4 milyar, untuk belanja pegawai sebesar Rp 2.349,0
milyar, dan belanja non pegawai sebesar Rp 241,4 milyar. Dengan demikian hila dibandingkan
dengan APBN 1984/1985, rencana pembiayaan subsidi daerah otonom sebesar Rp 2.590,4
milyar tersebut berarti meningkat sebesar Rp 805,8 milyar atau 45,2 persen, oleh karena
ditetapkannya kebijaksanaan meningkatkan penghasilan pegawai negeri dan pensiunan.
Departemen Keuangan RI 49
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sehingga tidak sangat memberatkan beban keuangan negara. Di samping untuk pembayaran
bunga dan cicilan hutang luar negeri, terdapat pula pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam
negeri, yaitu untuk pembayaran tagihan jasa umum seperti bunga atas uang muka Bank
Indonesia kepada Pemerintah.
Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang pada permulaan Pelita I baru mencapai
Rp 14,4 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 534,5 milyar, dan meningkat lagi
menjadi sebesar Rp 2.102,6 milyar pada akhir Pelita III. Dalam APBN 1984/1985, untuk
pembayaran bunga dan cicilan hutang direncanakan sebesar Rp 2.686,1 milyar, sedangkan
dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 3.559,1 milyar, yang terdiri dari
pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sebesar Rp 3.529,1 milyar, dan pembayaran
bunga dan cicilan hutang dalam negeri sebesar Rp 30,0 milyar. Dengan demikian bila
dibandingkan dengan APBN 1984/1985, rencana pembayaran tersebut mengalami kenaikan
sebesar Rp 873,0 milyar atau 32,5 persen.
pembiayaan rutin yang ditampung dalam lain-lain pengeluaran rutin antara lain terdiri
dari pengeluaran untuk subsidi pangan, subsidi bahan bakar minyak dan Pemilu. Di samping
itu, melalui lain-lain pengeluaran rutin dibebankan pula pembiayaan yang bersifat non
departemental seperti biaya sural menyurat melalui pos dan giro pos. Dalam perkembangannya,
realisasi lain-lain pengeluaran rutin selama Pelita III menunjukkan peningkatan yang sangat
besar dibandingkan dengan Pelita I dan II. Hal ini terutama disebabkan meningkatnya
pengeluaran subsidi bahan bakar minyak sehubungan dengan kenaikan-kenaikan harga minyak
mentah di posaran internasional, di samping juga. disebabkan pengeluaran untuk subsidi impor
pangan terutama beras, gandum, dan gula dalam rangka kebijaksanaan stabilisasi harga pangan
di dalam negeri. Dalam APBN 1984/1985, lain-lain pengeluaran rutin dianggarkan sebesar
Rp1.177,0 milyar, sedangkan dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 602,3
milyar, yang berarti lebih rendah hila dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya.
Rencana anggaran sebesar Rp 602,3 milyar tersebut disediakan untuk subsidi bahan bakar
minyak sebesar Rp 532,3 milyar, dan penge1uaran rutin lainnya antara lain untuk biaya sural
menyurat me1alui pos, giro pos dan bebas porto sebesar Rp 30,0 milyar, dan persiapan Pemilu
sebesar Rp 40,0 milyar.
Departemen Keuangan RI 50
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.3.4.Tabungan Pemerintah
Departemen Keuangan RI 51
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Ditinjau secara sektoral, pengeluaran pembangunan selama Pelita III digunakan antara
lain untuk membiayai program-program pembangunan bidang ekonomi, terutama di sektor
pertambangan dan energi, sektor perhubungan dan pariwisata serta sektor pertanian dan
pengairan, dengan jumlah pengeluaran masing-masing sebesar Rp 5.175,0 milyar, Rp 4.457,0
milyar dan Rp 4.235,2 milyar. Hal ini berarti bahwa tiap sektor pembangunan tersebut telah
menyerap dana masing-masing sebesar 15,2 persen, 13,1 persen dan 12,4 persen dari seluruh
jumlah pengeluaran pembangunan dalam Pelita III. Pengeluaran pembangunan lainnya yang
Departemen Keuangan RI 52
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menyerap dana cukup besar dalam Pelita III adalah sektor pendidikan, generasi muda,
kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sektor pembangunan
daerah, desa, dan kota, serta sektor tenaga kerja dan transmigrasi, dengan alokasi dana masing-
masing sebesar Rp 3.397,1 milyar, Rp 2.894,2 milyar dan Rp 1.797,5 milyar, atau masing-
masing telah menyerap dana sebesar 9,9 persen, 8,5 persen dan 5,3 persen dari seluruh jumlah
pengeluaran pembangunan selama Pelita III. Dengan demikian keenam sektor pembangunan
bidang ekonomi yang sebagian besar dananya dikelola departemen/lembaga itu telah menyerap
dana sebesar Rp 21.956,0 milyar atau 64,3 persen dari seluruh /pengeluaran pembangunan
selama Pelita III. Sesuai dengan arab dan kebijaksanaan Pelita III, penggunaan dana di keenam
sektor .pembangunan bidang ekonomi tersebut ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan yang
makin merata bagi seluruh rakyat, yang berarti pula makin memperkokoh ketahanan nasional.
Melalui pembangunan sektor pertambangan dan energi, telah dilaksanakan inventarisasi dan
pemetaan, serta ditingkatkap eksplorasi dan exploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral
dan energi, sehingga penerimaan negara dari produksi ekspor pertambangan dapat bertambah.
Dalam kegiatan ini pula peranserta swasta nasional lebih ditingkatkan, terutama dalam
pertambangan rakyat. Selanjutnya melalui pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata,
pembangunan prasarana angkutan dan perhubungan lebih ditingkatkan, sehingga dapat
memperlancar arus barang/jasa dan manusia ke seluruh daerah, terutama daerah pedesaan dan
daerah terpencil, serta dalam kota, dan dengan demikian merangsang dan menunjang
pencapaian sasaransasaran pembangunan. Melalui pembangunan sektor perhubungan dan
pariwisata ini pula telah ditingkatkan, dan diperluas kepariwisataan dalam rangka
meningkatkan penerimaan devisa, perluasan lapangan kerja, di samping untuk memperkenalkan
kebudayaan bangsa. Pemhangunan sektor pertanian dan pengairan yang telah dilaksanakan
selama Pelita III, merupakan kelanjutan dalam rangka meningkatkan produksi pangan yang
diarahkan untuk memperbaiki tingkat hidup petani, memperluas kesempatan kerja, dan
menjamin penyediaan panganuntuk masyarakat pada tingkat harga yang layak. Di samping itu
juga te1ah diarahkan agar dapat menunjang pembangunan industri pertanian, serta dapat
meningkatkan ekspor non migas. Pembiayaan pembangunan sektor pendidikan, generasi muda,
kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelita III
diarahkan kepada usaha-usaha peningkatan kecerdasan bangsa. Rangkaian kebijaksanaan pokok
yang telah dirumuskan dalam Repelita III adalah dalam rangka tercapainya tujuan
pembangunan di bidang pendidikan dan pengembangan generasi muda. Kegiatan-kegiatan
tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, kesempatan belajar yang dikaitkan
dengan aspek pemerataan, peranan pendidikan dalam pembangunan, serta mempersiapkan
Departemen Keuangan RI 53
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
generasi muda sebagai penerus perjuangan dan pembangunan nasional. Pembangunan regional
dalam Pelita III yang dilaksanakan melalui sektor pembangunan daerah, desa dan kota
merupakan kelanjutan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Pelita II. Peranan pembangunan
daerah dalam Pelita III semakin bertambah besar karena dalam melanjutkan pelaksanaan
Trilogi Pembangunan, tekanan lebih diberikan kepada usaha pemerataan khususnya pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Masalah-masalah yang menonjol dalam sektor
tenaga kerja dan transmigrasi selama Pelita III di bidang ketenagakerjaan adalah pertambahan
penduduk yang tinggi sehingga menimbulkan kelebihan tenaga kerja, kekurangseimbangan
dalam susunan unsur tenaga kerja dan penyebaran tenaga kerja, serta adanya
kekurangseimbangan antara tenaga kerja terdidik dan tak terdidik, di samping juga belum
tersedianya posar tenaga kerja yang menyalurkan tenaga kerja secara efektif dan efisien. Untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, selama Pelita III telah ditempuh berbagai
langkah dan kebijaksanaan di bidang tenaga kerja yang bersifat menyeluruh, dan terpadu,
dengan sasaran perluasan serta pemerataan kesempatan kerja produktif dan numeratif, sehingga
dengan demikian dapat meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan.
Dengan memperhatikan hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama Pelita III maka
dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan pelaksanaan tahun kedua Pelita IV, arah dan
kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pelita III terus dilanjutkan dan ditingkatkan
agar peningkatan tarat hidup, kecerdasan dan kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi
seluruh rakyat dapat tereapai, dan pada gilirannya dapat merupakan landasan yang kuat untuk
tahap pembangunan berikutnya. Sementara itu makin meningkatnya program-program
pembangunan yang akan dijalankan hams diimbangi pula dengan pengerahan dana
pembangunan yang lebih besar. Seperti halnya dengan Repelita-repelita sebelumnya,
pengerahan dan penggunaan dana pembangunan dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan
reneana operasional tahunan daripada Repelita IV tetap berlandaskan pada Trilogi
Pembangunan. Dengan demikian di dalam pengerahan dan penggunaan dana tersebut,
keserasian antara pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi serta
stabilitas nasional akan tetap menjadi pertimbangan pokok.
Dengan berlandaskan pada arah dan sasaran serta berpedoman kepada kebijaksanaan
yang telah ditetapkan, pengeluaran pembangunan dalam tahun anggaran 1985/1986
direncanakan sebesar Rp 10.647,0 milyar, yang terdiri dari pembiayaan rupiah sebesar Rp
6.349,8 milyar dan bantuan proyek sebesar Rp 4.297,2 milyar. Bila dibandingkan dengan
APBN 1984/1985, pembiayaan rupiah sebesar Rp 6.349,8 milyar tersebut menunjukkan
Departemen Keuangan RI 54
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp262,0 milyar alan 4,3 persen lebih besar. Perkembangan pengeluaran pembangunan di luar
bantuan proyek sejak pelaksanaan Repelita I hingga sekarang dapat diikuti pada Tabel II.14
Tabel II.14
PENGELUARAN PEMBANGUNAN, 1969/1970 -1985/1986 1)
( dalam milyar rupiah)
Kenaikan
Tahun anggaran Jumlah Jumlah Persentase
PELITA I:
1969/1970 92,9 -
1970/1971 128,1 35,2 37,9
1971/1972 150,9 22,8 17,8
1972/1973 235,9 85 56,3
1973/1974 336,8 100,9 42,8
PELITA II
1974/1975 765,9 429,1 127,4
1975/1976 926,3 100,4 20,9
1976/1977 1.280,90 354,6 38,3
1977/1978 1.419,20 138,3 10,8
1978/1979 1.568,30 149,1 10,5
PELITA III :
1979/1980 2.697,90 1.129,60 72
1980/1981 4.486,40 1.788,50 66,3
1981/1982 5.276,20 789,8 17,6
1982/1983 5.434,70 158,5 3
1983/1984 6.031,70 597 11
REPELITA IV
1984/1985 2) 6.087,80 56,1 0,9
1985/19863) 6.349,80 262 4,3
1) Di luar bantuan proyek
2) Angka APBN
3) Angka RAPBN
Departemen Keuangan RI 55
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Departemen Keuangan RI 56
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pada khususnya, serta untuk kepentingan pembangunan di berbagai sektor. Demikian juga
pembangunan pariwisata terus ditingkatkan melalui kebijaksanaan terpadu, antara lain berupa
peningkatan kegiatan promosi dan pendidikan kepariwisataan, penyediaan sarana dan
prasarana, serta peningkatan mutu dan kelancaran pelayanan.
Kegiatan pembangunan dalam sektor pembangunan daerah, desa dan kota tetap
diarahkan kepada perluasan kesempatan kerja, pembinaan dan pengembangan lingkungan
pemukiman pedesaan dan perkotaan yang sehat, serta peningkatan kemampuan penduduk untuk
memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam. Untuk terlaksananya sasaran ini, bantuan
pembangunan yang diberikan kepada daerah berupa program-program Inpres dan bantuan
pembangunan lainnya makin ditingkatkan dan disempurnakan. Diberikannya berbagai program
bantuan pembangunan kepada daerah selama ini, telah memberikan kesempatan kepada daerah
untuk merencanakan dan )11elaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
masing-masing daerah.
Departemen Keuangan RI 57
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Departemen Keuangan RI 58
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
JUMLAH 10.647.000.000
Pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan rupiah diperinci atas tiga bagian
besar, yaitu pengeluaran pembangunan departemen/lembaga termasuk di dalamnya departemen
Hankam, bantuan pembangunan bagi daerah, dan lain-lain pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran pembangunan melalui departemen/lembaga merupakan pembiayaan yang
disediakan untuk pembangunan sektoral dan dikelola oleh departemen/lembaga, sedangkan
Departemen Keuangan RI 59
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pengeluaran pembangunan berupa bantuan pembangunan bagi daerah merupakan bantuan yang
diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan
sesuai dengan potensi dan prioritas daerah masing-masing dalam bentuk program Inpres,
bantuan Ipeda dan bantuan pembangunan Timor Timur. Dalam perkembangannya, program-
program Inpres yang terdiri dari bantuan pemb:mgunan desa, bantuan pembangunan kabupaten,
bantuan pembangunan Dati I, bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan
sarana kesehatan, bantuan pembangunan/pemugaran posar, bantuan penghijauan/rebuisasi, dan
bantuan pembangunan prasarana jalan, menunjukkan hasil-hasil yang nyata.
Bantuan pembangunan desa, yang diberikan untuk mendorong dan mengarahkan usaha-
usaha swadaya gotongroyong masyarakat dalam membangun desanya, pada awal Pelita I baru
diberikan kepada 44.478 desa dengan jumlah bantuan sebesar Rp 2,6 milyar. Pada akhir Pelita
II telah meningkat menjadi Rp 24,0 milyar dengan jumlah desa sebanyak 60.645 buah, dan
pada akhir Pelita III meningkat lagi menjadi Rp 91,6 milyar dengan jumlah desa sebanyak
66.437 buah. Dalam APBN 1984/1985, jumlah bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 92,8
milyar untuk 67.448 desa, sedang dalam RAPBN 1985/1986 bantuan terse but ditingkatkan
menjadi Rp 98,6 milyar, berhubung dengan bertambahnya jumlah bantuan menjadi Rp 1.350
ribu tiap desa.
Sementara itu bantuan pembangunan kabupaten yang besarnya didasarkan atas jumlah
penduduk, dimaksudkan untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta
meningkatkan partisiposi penduduk dalam pembangunan. Oleh sebab itu selain bantuan berupa
uang, kepada seBap kabupaten diberikan juga bantuan peralatan berupa satu buah mesin gilas
jalan. Adapun proyek-proyek yang dapat dibiayai oleh dana bantuan pembangunan kabupaten
meliputi proyek/kegiatan yang bersifat pemeliharaan jalan dan jembatan yang sudah ada, serta
proyek peningkatan dan pembangunan jalan yang dapat membuka daerah terisolasi sehingga
dapat mengembangkan perekonomian daerah dan memperluas kesempatan berusaha. Di
samping itu dapat juga dipergunakan untuk membiayai proyekproyek yang bersifat
meningkatkan ketrampilan penduduk pedesaan, dalam rangka memanfaatkan dan memelihara
sumber alam, dan pemeliharaan prasarana pedesaan. Dengan makin bertambahnya jumlah
penduduk dan kemampuan keuangan negara, bantuan yang diberikan terus meningkat pula
setiap tahunnya. Dalam tahun 1970/1971, bantuan yang diberikan baru mencapai jumlah
sebesar Rp 5,6 milyar, kemudian menjadi Rp 42,5 milyar dan Rp 87,1 milyar masing-masing
pada awal Pelita II dan Pelita III. Dalam RAPBN 1985/1986 yang merupakan tahun kedua
Pelita IV bantuan yang diberikan direncanakan sebesar Rp 215,9 milyar alas dasar perhitungan
Departemen Keuangan RI 60
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp 1.250,- bantuan per jiwa dan bantuan minimum yang diberikan adalah sebesar Rp 170,0 juta
untuk kabupaten.
Departemen Keuangan RI 61
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bentuk paket.
Sebagaimana halnya dalam Pelita III, sasaran peningkatan pelayanan kesehatan dan
perbaikan gizi dalam Pelita IV tetap diutamakan kepada golongan masyarakat yang ber-
penghasilan rendah, baik di desa maupun di kota. Untuk keperluan itu dalam tahun 1985/ 1986
bantuan pembangunan yang diberikan melalui Inpres Sarana Kesehatan lebih ditingkatkan lagi
jumlahnya. Bila dalam APBN 1984/1985 jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp 98,4
milyar maka dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp 114,5 milyar yang direncanakan
dipergunakan antara lain untuk pembangunan puskesmas baru, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, dan pernmahan untuk dokter dan paramedis.
Untuk membantu para pedagang kecil golongan ekonomi lemah, yang sebagian besar
berpenghasilan rendah, melalui bantuan pembangunan dan pemugaran posar diberikan
kesempatan kepada Pemerintah daerah untuk menyediakan tempat berjualan/posar dengan sewa
semurah mungkin. Dalam tahun 1978/1979, bantuan yang diberikan baru sebesar Rp 1,2 milyar,
sedangkan dalam APBN 1984/1985 disediakan sebesar Rp 10,6 milyar. Untuk tahun 1985/1986
anggaran yang direncanakan untuk program Inpres ini adalah sebesar Rp 11,5 milyar.
Kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup tetap mendapat perhatian yang besar
dalam Repelita IV. Sehubungan dengan itu anggaran bagi bantuan penghijauan dan reboisasi,
yang bertujuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber-sumber alam, tanah hutan, dan air,
lebih ditingkatkan lagi. Kegiatan penghijauan meliputi penanaman tanaman tahunan,
pembuatan hutan rakyat, pembuatan bangunan pencegah erosi, percontohan pertanian terpadu,
dalam pelaksanaannya banyak melibatkan aparatur Pemerintah desa serta berbagai lembaga
yang ada di desa. Pada awal pelaksanaannya tahun 1976/1977, anggaran yang diberikan untuk
program Inpres ini baru sebesar Rp 16,0 milyar. Dalam tahun 1984/ 1985 disediakan anggaran
sebesar Rp 39,8 milyar, dan dalam tahun 1985/1986 anggaran untuk program Inpres ini
direncanakan sebesar Rp 42,3 milyar.
Departemen Keuangan RI 62
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Bantuan pembangunan kepada daerah Timor Timur diberikan sejak tahun 1977/1978.
Bantuan yang diberikan dalam rangka memberi kesempatan kepada propinsi termuda ini agar
dapat sejajar dengan tingkat kemajuan daerah-daerah lainnya di Indonesia, digunakan untuk
membiayai berbagai kegiatan pembangunan, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, dan
sektor pemerintahan. Dalam tahun 1977/1978, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 3,5
milyar, kemudian Rp 4,5 milyar dalam tahun 1978/1979, dan se1ama Pelita III telah diberikan
bantuan sebesar Rp 30,7 milyar. Dalam APBN 1984/1985, bantuan pembangunan untuk daerah
Timor Timur adalah sebesar Rp 8,5 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 disediakan
bantuan sebesar Rp 8,8 milyar.
Departemen Keuangan RI 63
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
II.16.
Tabel II. 15
RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, 1985/1986
( dalam milyar rupiah)
Tabel II. 16
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN, 1985/1986
(dalam milyar rupiah)
Departemen Keuangan RI 64
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Fungsi pengawasan keuangan negara memegang peranan yang makin penting, terutama
dengan makin meningkatnya volume anggaran yang dikelola sebagai konsekuensi dari makin
meluasnya kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama Pelita I, II dan III. Dalam Pelita
IV, fungsi pengawasan makin ditingkatkan dan disempumakan lagi, serta disesuaikan dengan
sasaran-sasaran pembangunan yang hendak dicapai. Peningkatan pengawasan pertama-tama
mempunyai arti peningkatan aparatur pengawasan, baik organisasi maupun kegiatannya.
Peningkatan organisasi tersebut meliputi peningkatan kedudukan, penyesuaian besarnya
organisasi dan personil, peningkatan tatakerja keterampilan serta keahlian, sedangkan
peningkatan kegiatan berarti perluasan ruang lingkup dan luasnya jangkauan pengawasan.
Selanjutnya peningkatan pengawasan adalah juga menggerakkan seluruh aparatur pelaksana
untuk secara aktif melaksanakan pengawasan terhadap bawahannya, yang biasa disebut
pengawasan atasan langsung. Akibat dari peningkatan pengawasan atasan langsung maka
timbul kebutuhan akan peningkatan media yang akan dipergunakan dalam pengawasan
tersebut. Oleh karenanya perlu diciptakan dan ditingkatkan mutu sistem pengendalian
manajemen dalam tiap aparatur Pemerintah. Peningkatan penggunaan hasilhasil pengawasan
oleh seluruh aparatur yang berwenang, yaitu peningkatan pelaksanaan tindak lanjut, baik itu
berupa tinda._an terhadap para pelaku, maupun berupa tindakan penyempumaan kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan, juga merupakan salah satu aspek dari peningkatan
pengawasan. Langkah-langkah yang diambil dalam usaha peningkatan pengawasan serta
peningkatan penggunaan hasil-hasil pengawasan oleh seluruh aparatur yang berwenang itu
hams diikuti pula dengan usaha peningk::ttan pengertian dan kesadaran akan pengawasan dari
seluruh masyarakat, baik aparatur Pemerintah maupun masyarakat umum, atau dengan kala lain
peningkatan pemasyarakatan pengawasan.
Pada akhir tahun Pelita III telah ditempuh kebijaksanaan untuk melaksanaka_ sistim
pengawasan terpadu secara struktural. Untuk mewujudkan integrasi secara struktural di bidang
pengawasan seperti dim aksu d, telah diterbitkan Keputusan PresideD Nomor 31 tahun 1983
tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Keputusan Presiden Nomor
32 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas pokok, Fungsi dan Tatakerja, serta Struktur
Organisasi Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, dan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, yang berlaku sebagai landasan operasional pengawasan.
Departemen Keuangan RI 65
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
rutin, dan pemeriksaan secara serentak pada akhir tahun anggaran terhadap proyekproyek Pelita
dan proyek-proyek pembangunan daerah. Adapun jumlah laporan pemeriksaan terhadap
realisasi APBN/APBD selama tahun keempat Pelita III adalah sebanyak 11.590 laporan, yang
meliputi laporan hasil pemeriksaan penerimaan, pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan. Sedangkan pemeriksaan serentak terhadap proyek-proyek Pelita, yang pada
akhir tahun Pelita I baru mencapai 1.956 proyek, pada akhir Pelita II telah mencakup 3.178
proyek dan selanjutnya pada tahun keempat Pelita III bertambah lagi menjadi 5.211 proyek.
Hasil pemeriksaan tersebut menggambarkan kemajuan di dalam disiplin administrasi para
pelaksana proyek, yang tercermin dari perkembangan jumlah berita acara yang tidak benar dan
realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP. Berita acara yang tidak benar pada periode tersebut
masing-masing adalah 0,20 persen, 0,14 persen dan 0,03 persen dari nilai yang diperiksa.
Sedangkan jumlah kejadian realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP pada akhir Pelita I,
Pelita II, dan pada tahun keempat Pelita III masing-masing adalah sebanyak 0,19, 0,04 dan 0,08
kejadian per proyek. Perkembangan hasil pemeriksaan khusus proyekproyek Pelita dapat diikuti
pada Tabel II.17. Mulai tahun terakhir Pelita III, pemeriksaan serentak atas proyek-proyek
Repelita tidak lagi dilaksanakan tiap tahun tetapi akan dilakukan sewaktu-waktu bilamana
dianggap perlu. Hal ini adalah karena berdasarkan hasil-hasil pengawasan sejak Pelita I sampai
dengan akhir tahun keempat Pelita III, disiplin administrasi proyek-proyek Pelita secara
keseiuruhan bertambah baik.
Tabel II.17
HASIL PEMERIKSAAN KHUSUS PROYEK.PROYEK PELlTA, 1969/1970 - 1982/1983
PEL1TA I PEL ITA II PEL ITA III
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983
1. Jumlah Proyek Pelita 759 992 1.483 1.791 1.956 2.100 2.512 2.783 2.940 3.178 4.024 4.262 4.821 5.211
Yang dipcriksa -20,18% -42,26% -71,60% -80,89% -80% -79,06% -81,21% -88,74% -89,66% -90,10% -96,45% -88,39% -90,88% -93,33%
2. Nilai DIP yang diperiksa data-data tak 58.475 87.756 138.784 146.851 222.104 355.103 507.867 647.025 846.773 1.687.5402) 1.912.8172) 3.246.9192) 4.116.729
( jutaan rupiah) dijumpai ka-
rena sasaran
pemeriksaan
ada1ah Kas
Opname
3. Nilai SKO yang diperiksa s.d.a 51.599 85.639 137.410 145.703 213.694 350.173 501.445 632.544 834.956 - - 3) - 3) - 3)
4. Fenerbitan SPMU oleh KPN:
(Murni) (jutaan Rp)
- beban tetap s.d... 18.514 48.408 70.057 80.157 97.038 154.759 207.011 226.171 246.333 362.421 676.024 857.295 1.054.011
- beban sementara s.d... 20.276 16.089 27.620 30.782 44.634 66.740 97.140 129.233 159.682 261.639 491.214 616.065 718.567
- jumlah s.d... 38.790 64.497 97.677 110.939 141.672 221.499 304.151 355.404 406.015 624.060 I.l67.238 1.473.360 1.772.578
5. Penerbitan SPMU oleh KPN :
(dalam pcrsentase)
- beban tetap s.d... 47 % 75% 72 % 72% 68,49% 69,86% 68,06% 63,63% 60,67% 58,07% 57,92% 58,19% 59,46%
- bcban sementara s.d... 53% 25% 28% 28% 31,51% 30,14% 31,94% 36,37% 39,33% 41,93% 2,08% 41,81% 40,54%
6. Berita acorn yang tidak
benar (jutaan RP)I) 1.151 248 111 108 306 368 273 260 979 1.214 3.398 828 3.123 1.098
- jumlab kejadian - 106 52 78 144 78 95 66 173 122 157 - 268 366
7. Realisasi pisik yang tak
sesuai dengan DIP
(jumlah kejadian) - 129 201 88 354 215 234 224 277 126 282 364 361 410
8. Nilai SlAP yang dipcriksa
per 1 April tahun berikutnya
(jutaan Rp) 12-375 23.221 27.324 38.370 41.142 86.683 160.789 251.326 369.361 566.015 704.540 969.814 1.180.162 1.647.101
1) Daiam Pelita I terdiri atas pcnerbitan SPMU murni SlAP: dalam Pelita II khusus penerbitan SPMU murni saja
2) Jumlab anggaran yang diperiksa
3) Mulai tabun anggaran 1979/1980 DIP berfungsi sebagai SKO
Departemen Keuangan RI 66
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kepegawaian maupun hal-hal yang merugikan negara, diantaranya ialah pembayaran gaji
pegawai fiktif, pembayaran gaji kepada pegawai yang belum/tidak berhak, pembayaran rangkap
kepada pegawai berupa pembayaran dari perusahaan dan dari Pemerintah daerah, pembayaran
rangkap kepada pegawai berupa pembayaran dari dua instansi Pemerintah, kelebihan
pembayaran tunjangan keluarga, kelebihan pembayaran kepada pegawai yang tidak patuh
kepada disiplin kepegawaian (meninggalkan tugas lebih dari 2 bulan tanpa alasan), kesalahan
perhitungan yang mengakibatkan pembayaran gaji lebih besar dari seharnsnya, kesalahan
perhitungan yang mengakibatkan pembayaran pensiunan lebih besar dari yang seharnsnya, dan
sebagainya.
Pemeriksaan secara rutin juga dilakukan terhadap Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan, dan perusahaan-perusahaan
negara yang didirikan dengan undang-undang tersendiri, seperti Pertamina dan bank-bank milik
negara. Terhadap BUMN ini pada umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan
perkiraan rugi laba, yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk
menilai kemajuan dan ketertiban perianggungjawaban keuangan. Pernyataan akuntan
"menyetujui tanpa syarat" (yaitu pernyataan terhadap laporan keuangan BUMN jang disajikan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi) dari tahun ke tahun terus meningkat jumlahnya. Hal ini
menunjukkan bahwa administrasi pertanggungjawaban keuangan perusahaan semakin
bertambah baik. Pada akhir Pelita II, dari selurnh BUMN yang diperiksa terdapat 79 perusahaan
yang memperoleh pernyataan "menyetujui tanpa syarat", sedang dalam tahun terakhir Pelita III
terdapat kenaikan jumlah pernsahaan yang mendapat pernyataan "menyetujui tanpa syarat
menjadi 230 perusahaan.
Departemen Keuangan RI 67
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan pula pemeriksaan khusus terhadap kasuskasus
penyimpangan, dan pengawasan terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan. Dari hasil
pemeriksaan khusus tersebut ditemukan 147 kasus yang diduga mengandung unsur tindak
pidana, terdiri dari 106 kasus yang menyangkut APBN/APBD, dan 41 kasus yang menyangkut
BUMN/BUMD. Selanjutnya sebanyak 28 kasus yang menyangkut APBN/ APBD, dan
sebanyak 8 kasus yang menyangkut BUMN/BUMD telah disampaikan kepada Kejaksaan
Agung. Dalam triwulan I tahun 1984/1985, dari hasil pemeriksaan khusus ditemukan 47 kasus
yang mengandung unsur tindak pidana, terdiri dari 43 kasus yang menyangkut APBN/ APBD,
Departemen Keuangan RI 68
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dan 4 kasus yang menyangkut BUMN. Dari kasus yang menyangkut APBN/APBD, sebanyak
14 kasus telah diteruskan ke Kejaksaan Agung, sedangkan terhadap 2 kasus yang menyangkut
BUMN telah dilakukan tindak lanjutnya berupa tindakan administratif dan tuntutan ganti rugi
kepada yang bersangkutan. Semua kasus yang disampaikan kepada Kejaksaan Agung telah
diteruskan pula kepada Kejaksaan Tinggi di masing-masing daerah.
Departemen Keuangan RI 69
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
fungsional diharapkan akan menjadi bagian dari informasi untuk pengambilan keputusan dan
perumusan kebijaksanaan. Sejalan dengan itu pendidikan dan latihan tenaga pengawas, serta
pengembangan petunjukpetunjuk tatacara pelaksanaan pemeriksaan terus dilanjutkan untuk
lebih meningkatkan mutu aparat pengawasan fungsional. Seluruh kebijaksanaan dan langkah-
Iangkah di bidang pengawasan tersebut diarahkan agar pada akhir Repelita IV terbentuk sistem
pengendalian manajemen yang mampu mencegah secara dini terjadinya pemborosan,
kebocoran, dan penyimpangan. Sistem pengendalian manajemen tersebut akan ikut
mewujudkan aparatur Pemerintah yang berdayaguna dan berhasilguna, karena berkembangnya
standar dan norma untuk mengukur efisiensi, di samping pelaksanaan rencana memiliki
pengendalian yang menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam rencana.
Departemen Keuangan RI 70
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB III
3.1. Pendahuluan
Stabilitas ekonomi yang cukup mantap merupakan landasan yang menjamin lancarnya
pembangunan tahap berikutnya. Oleh karena itu senantiasa diusahakan tercapainya kestabilan
harga di dalam negeri melalui penyediaan bahan kebutuhan pokok yang cukup, dan penyaluran
yang cepat bagi masyarakat. Melalui program stabilisasi senantiasa diusahakan agar laju inflasi
dapat dikendalikan, sehingga dapat memperkuat landasan bagi pelaksanaan Repelita
selanjutnya. Dari perkembangan laju inflasi selama Pelita I sampai dengan Pelita III, terlihat
bahwa rata-rata laju inflasi dalam Pelita I (1969/1970-1973/1974) adalah sebesar 17,48 persen
setahun, sedang dalam Pelita II (1974/1975-1978/1979) dan Pelita III (1979/1980-1983/1984)
laju inflasi menurun masing-masing menjadi rata-rata sebesar 14,77 persen dan sebesar 13,16
persen per taboo. Selanjutnya selama sembilan bulan dalam tahun pertama pelaksanaan
Repelita IV atau tepatnya sampai dengan bulan Desember 1984, laju inflasi adalah sebesar 3,46
persen atau rata-rata 0,38 persen sebulan. Untuk periode yang sarna tahun sebelumnya, laju
inflasi adalah sebesar 7,33 persen atau rata-rata 0,81 persen per bulan. Apabila diteliti barang
dan jasa yang mempengaruhi tingkat kenaikan barga-barga, bahan pangan merupakan salah
sarti kelompok barang yang terrenting. Oleh karena itu Pemerintah senantiasa menjaga
stabilitas harganya agar tetap dalam jangkauan daya beli masyarakat. Dengan produksi beras
dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih tinggidari tahun sebelumnya, secara umum harga
beras di beberapa kota selama bulan April-Oktober 1984 telah mengalami penurunan.
Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata tertinggi di beberapa kota adalah sekitar
2,8 persen. Harga-harga di dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga-harga di luar negeri,
seperti misalnya dengan emas, komoditi ekspor dan lain-lain., Dalam bulan-bulan terakhir
tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga emas di bursa internasional cenderung
mengalami penurunan, dan hal itu telah mengakibatkan harga emas di pasar Jakarta mengalami
penurunan pula. Dilain pihak menguatnya nilai dollar Amerika telah menyebabkan kurs
matauang terse but terus meningkat di posaran. Namun matauang lainnya secara umum tidak
mengalami gejolak harga yang cukup besar. Sementara itu perkembangan harga komoditi
ekspor di pasar internasional selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan
Nopember menunjukkan perkembangan yang agak baik, khususnya dalam hal lada putih, lada
Departemen Keuangan RI 71
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hitam, kopi robusta eks Lampung dan timah putih. Sebaliknya penurunan harga telah terjadi
pada karet jenis RSS III, dan perkembangan harga yang tak menentu telah terjadi pada kopra
serta minyak sawit. Perkembangan indeks harga perdagangan besar Indonesia dalam tahun
1984 sampai dengan bulan Agustus telah meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai akibat
meningkatnya indeks harga pada sektor-sektor pertanian sebesar 12,0 persen, pertambangan dan
penggalian sebesar 8,6 persen, industri sebesar 12,3 persen, serta sektor impor dan ekspor
masingmasing sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Dalam periode yang sarna, indeks harga
sektor perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi telah meningkat pula sebesar 7,2
persen.
Tabe1 III. 1
PERSENTASE KENAlKAN INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA DAN
INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA 1969/1970 - 1984/1985
Tahun Persentase
kenaikan
REPELITA I 1)
1969/1970 + 10,65 %
1970/1971 + 7,78 %
1971/1972 + 0,81 %
1972/1973 + 20,79 %
1973/1974 + 47,35 %
REPELITA II 1)
1974/1975 + 20,10 %
1975/1976 + 19,77 %
1976/1977 + 12,12 %
1977/1978 + 10,08 %
1978/1979 + 11,79 %
REPELITA III 2)
1979/1980 + 19,13 %
1980/1981 + 15,85 %
1981/1982 + 9,80 %
1982/1983 + 8,40 %
1983/1984 + 12,63 %
REPELITA IV
1984/1985 (sampai dengan bulan Desember) + 3,46 %
Berdasarkan perkembangan indeks harga 150 macam barang dan jasa di 17 kala
propinsi, yang digunakan sebagai pengukur perkembangan laju inflasi, terlihat bahwa laju
Departemen Keuangan RI 72
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
inflasi selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Desember, adalah sebesar 3,46
persen atau rata-rata 0,38 persen per bulan. Pada periode yang sarna tahun sebelumnya, laju
inflasi adalah sebesar 7,33 persen, atau rata-rata 0,81 persen. perkembangan yang lebih
terperinci menunjukkan bahwa dalam bulan Agustus dan September 1984 telah terjadi deflasi
masing-masing sebesar 0,15 persen dan 0,10 persen, sedang dalam bulan-bulan April, Mei,
Juni, Juli dan Desember 1984 laju inflasi masing-masing sebesar 1,31 persen, 0,65 persen, 0,28
persen, 0,37 persen dan 1,04 persen, serta dalam bulan Oktober dan Nopember 1984laju inflasi
adalah sarna, yaitu sebesar 0,03 persen.
Bila dilihat faktor penyebab laju inflasi selama periode April-Desember 1984 berdasarkan
kelompok maupun sub kelompok barang dan jasa, terlihat bahwa laju inflasi sebesar 3,46
persen tersebut disebabkan oleh meningkatnya indeks harga kelompok makanan dan kelompok
perumahan, masing-masing sebesar 2,64 persen dan 2,30 persen, indeks harga kelompok
sandang dan kelompok aneka barang dan jasa masing-masing sebesar 2,49 persen dan 7,16
persen. Kenaikan indeks harga kelompok makanan sebesar 2,64 persen antara lain disebabkan
naiknya indeks harga sub kelompok daging dan hasil-hasilnya sebesar 7,45 persen, indeks harga
sub kelompok ikan segar sebesar 7,71 persen, indeks harga sub kelompok kacang-kacangan
sebesar 6,97 persen dan indeks harga sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar
6,38 persen. Sementara itu penurunan indeks harga sub kelompok lainnya dalam kelompok
makanan terjadi pada indeks harga sub kelompok lemak dan minyak yaitu sebesar 3,98 persen
dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 5,17 persen. Bila diteliti lebih
lanjut,kenaikan yang cukup besar pada kelompok makanan terjadi pada bulan Desember 1984
yaitu sebesar 2,47 persen yang disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok padi-padian,
ubi-ubian dan hasil-hasilnya sebesar 4,03 persen, indek harga sub kelompok telur, susu dan
hasil-hasilnya sebesar 5,79 persen dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar
9,76 persen. Dalam indeks harga kelompok perumahan, peningkatan sebesar 2,30 persen yang
terjadi selama periode April-Desember 1984 adalah akibat meningkatnya indeks harga sub
kelompok biaya tempat tinggal, dan indeks harga sub kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga,
masing-masing sebesar 2,43 persen dan 5,74 persen. Kenaikan yang cukup besar pada indeks harga sub
kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga pada bulan April dan Nopember 1984 masing_masing
sebesar 1,88 persen dan 1,33 persen adalah sebagai akibat meningkatnya upah pembantu di 10
dari 17 .kota propinsi di Indonesia.
Departemen Keuangan RI 73
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel III. 2
INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA, 1979/1980 - 1984/1985
( 1977/1978 = 100)
Tahun anggaran/
rata-rata bulan Makanan Perumahan Sandang Umum
1979/1980 Maret 144,82 146,70 173,82 139,58 147,14
1980/1981 Maret 172,60 171,83 192,82 161,88 172,14
1981/1982 Juni 174,35 176,86 194,43 163,47 174,73
September 177,38 178,32 197,28 166,70 177,40
Desember 179,34 182,26 198,19 168,76 179,82
Maret 183,38 200,12 200,27 183,90 189,63
1982/1983 Juni 183,42 202,01 202,03 184,93 190,49
September 186,29 204,96 204,48 187,73 193,41
Desember 192,72 209,76 205,02 189,32 197,85
Maret 189,70 228,76 204,60 210,57 205,99
1983/1984 Juni 205,23 234,86 210,18 217,18 216,19
September 210,48 236,45 212,96 219,51 219,61
Desember 212,70 238,08 214,04 221,54 221,53
Maret 220,54 263,88 215,14 229,77 233,42
198411985 April 221,16 265,64 215,72 240,34 236,48
Mei 224,27 265,88 216,03 240,87 238,02
Juni 225,29 266,14 217,50 240,93 238,69
Juli 225,93 267,34 218,77 241,68 239,58
Agustus 223,20 267,94 219,68 244,14 239,22
September 222,45 267,95 219,77 244,57 238,98
Oktober 221,52 268,53 220,34 246,03 239,06
Nopember 220,90 269,46 220,46 246,35 239,14
Desember 226,35 269,99 220,58 246,54 241,63
Tabel III. 3
INDEKS UMUM HARGA KONSUMEN DI 17 KOTA DI INDONESIA, 1979/1980 -1984/1985
( 1977/1978 = 100 )
Tahun anggaran/
rata-rata bulan Medan Padang Palembang Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar
1979/1980 Maret 149,51 148,09 156,98 143,02 147,,21 149,10 152,82 148,73 147,57
1980/1981 Maret 171,33 177,61 188,24 160,77 175,19 179,89 183,09 185,29 177,62
1981/1982 Maret 183,30 191,30 204,08 175,99 194,21 197,24 203,58 206,45 208,57
1982/1983 Maret 199,93 210,58 223,02 189,84 214,79 218,28 220,98 223,79 239,33
1983/1984 Juni 211,37 214,69 237,59 197,40 227,93 224,46 236,02 237,43 245,14
September 213,27 221,68 242,29 200,11 233,21 231,53 237,77 241,52 240,40
Desember 214,89 226,33 243,75 200,65 234,70 233,51 242,56 245,34 242,12
Maret 227,01 238,88 257,37 215,22 243,86 239,78 255,48 255,28 262,82
1984/1985 April 230,64 238,52 255,12 219,48 244,05 243,17 255,67 259,72 272,00
Mei 232,45 238,11 256,52 220,39 246,25 244,48 258,H 261,47 275,91
Juni 231,33 240,46 258,46 220,89 246,72 245,18 257,08 262,93 275,07
Juli 234,08 240,48 257,55 221,73 247,57 246,40 258,82 263,62 276,91
Agustus 233,18 240,08 258,03 221,67 247,09 245,43 258,08 263,08 276,97
September 233,19 238,55 259,55 221,34 246,29 245,73 258,12 263,43 273,51
Oktober 232,90 238,11 258,60 221,59 247,36 245,65 258,08 263,02 273,45
Nopember 233,03 238,78 257,49 221,61 247,90 245,78 257,40 263,36 274,69
Desember 236,52 239,65 259,20 224,25 252,34 247,31 262,13 265,16 274,56
Departemen Keuangan RI 74
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Indeks harga kelompok sandang selama bulan April-Desember 1984 telah meningkat sebesar
2,49 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh naiknya indeks harga sub kelompok san dang laki-
Iaki, sub kelompok sandang anak-anak, dari sub kelompok sandang wanita masing-masing sebesar 3,62
reIsen, 3,52 persen dan 1,97 persen, serta kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi, dan
sandang lainnya sebesar 1,49 persen. Bila dilihat perkembangan per bulannya, peningkatan yang cukup
besar dari indeks harga ketiga jenis sandang yaitu sandang laki-Iaki, sandang wanita, dan sandang anak-
anak telah terjadi dalam bulan Juni dan Juli 1984, yaitu pada saat-saat menjelang Idul Fitri, sedapg
dalam bulan-bulan lainnya hanya mengalami peningkatan yang relatif rendah. Indeks harga kelornpok
aneka barung dan jasa yang meningkat sebesar 7,16 persen, antara lain disebabkan naiknya indeks harga
sub kelompok transpor sebesar 10,13 persen, indeks harga sub kelompok pendidikall sebesar 8,61
persen, dan indeks harga sub kelompok kesehatan sebesar 5,35 persen. Kenaikan yang cukup besar dari
biaya angkutan umum dalam bulan April 1984, kenaikan harga alar-alar tulis dan buku tulis, yang
termasuk pada indeks harga sub kelompok pendidikan, dalam bulan Juli dan Nopember 1934, serta
meningkatnya harga obat tanpa resep adalah merupakan faktor penyebab meningkatnya beberapa
indeks harga tersebut di atas. Perkembangan indeks harga konsumen beserta komponennya dapat
dilihat dalam Tabel III.1
Laju inflasi di 17 kota selama sembilan bulan tahun anggaran 1984/1985 telah menunjukkan
perkembangan yang relatif besar untuk kota Jayapura, Denpasar, Medan, dan DKI Jakarta yaitu masing-
masing sebesar 4,57 persen, 4,45 persen, 4,15 persen dan 4,13 persen, sedangkan laju penurunan harga
terjadi di kota Ambon sebesar 1,35 persen . Laju inflasi di kota-kota lainnya hanya berkisar antara 0,33
persen sampai 3,44 persen. Perkembangan indeks harga konsumen di setiap kala dapat dilihat dalam
Tabel III. 3.
Departemen Keuangan RI 75
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Perkembangan harga beras di beberapa kala di Indonesia selama periode April sampai dengan
Oktcber 1984 secara umum relatif stabil. Produksi beras dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta penyaluran yang cukup lancar ke pasaran telah
menyebabkan stabilnya harga beras dalam periode tersebut. perkembangan harga beras yang
relatif stabil antara lain terjadi di kola Semarang, Medan dan Banjarmasin, masing-masing pada
tingkat harga Rp 291,67, Rp 348,02 dan Rp 333,46 per kilogram. Sedangkan harga yang
bervariasi antara Rp 263,36 sampai Rp 425,- per kilogram terjadi di kola Bandung, Yogyakarta,
Surabaya, Ujungpandang dan Denposar. Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata
tertinggi di beberapa kola adalah sebesar 2,8 persen. Harga tepung terigu di beberapa kola di
Indonesia dalam periode April-Oktober 1984 berkisar antara Rp 275,- sampai Rp 395,- per
kilogram. Peningkatan yang cukup tinggi telah terjadi hampir di semua kola dalam bulan
Agustus 1984, dengan peningkatan terbesar terjadi di kola Ujungpandang yaitu sebesar 13,8
persen. Sedangkan dalam bulan-bulan lainnya harga tepung terigu tidak mengalami
peningkatan yang berarti, bahkan di kota Banjarmasin selama periode April-Oktober 1984
mengalami kestabilan, yaitu tetap pada tingkat harga Rp 275,- per kilogram
Tabel III.4
HARGA RATA-RATA BERAS MUTU MENENGAH, TEPUNG TERIGU, GULA PASIR DAN
TEKSTIL DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA, 1973/1974 - 1984/1985
Departemen Keuangan RI 76
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel 111.4
(lanjutan)
1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/19851)
K o t a / Jenis barang Maret Maret Maret Maret Maret s/d Oktober
Bandung Beras ( Rp/kg) 219,94 252,97 281,88 319,22 272,16 315,63
Tepung terigu (Rp/kg ) 193,74 226,46 250,-- 275,67 330,83 375,33
Gula pasir ( Rp/kg) 287,92 481,63 527,87 540,-- 564,17 626,67
Tekstil (Rp/m) 571,67 600,- 590,8 541,67 649,75 714,--
Y ogyakarta Beras ( Rp/kg ) 183,07 196,3 208,55 271,99 221,33 269,35
Tepung terigu ( Rp/kg ) 178,34 225,-- 252,75 273,83 321,67 373,39
Gula pasir (Rp/kg ) 272,5 511,-- 514,-- 527,33 542,42 599,56
Tekstil (Rp/m) 437,5 500,- 500,-- 500,-- 500 633,33
Semarang Beras ( Rp/kg ) 206,71 226,38 239,89 288,36 236,08 291,67
Tepung terigu ( Rp/kg ) 188,54 225,33 260,-- 265,33 323,17 386,33
Gula pasir ( Rp/kg ) 278,12 473,97 503,8 518,83 542,25 621,67
Tekstil (Rp/m) 326,46 351,67 400,-- 400,-- 567,58 762,5
Surabaya Beras ( Rp /kg ) 214,68 205,51 206,34 274,21 217,25 275,;n
Tepung terigu ( Rp/kg ) 175,19 216,82 250,-- 261,84 319,08 377,--
Cula posir ( Rp/kg ) 269,34 486,83 516,4 528,48 550,25 610,72
Tekstil (Rp/m) 400,-- 450,- 415,2 423,04 461,25 702,52
Medan Beras ( Rp /kg ) 206,5 236,16 246,25 315,-- 289,75 349,43
Tepung terigu ( Rp/kg ) 195,5 250,-- 275,-- 275,-- 342,58 395,--
Gula pasir ( Rp/kg ) 290,75 503,-- 510,-- 550,-- 576,25 625,--
Tekstil (Rp/m) 400,-- 425,-- 425,-- 425,-- 430,42 900.--
Banjarmasin Beras ( Rp/kg) 219,38 210,41 242,91 268,65 260,5 332,55
Tepung terigu ( Rp/kg) 176,11 224,22 265,-- 272,-- 275,-- 275,-
Gula pasir ( Rp/kg ) 281,57 529,57 550,-- 563,-- 575,33 635,--
Tekstil (Rp/m) 400,-- 475,-- 500,-- 525,-- 525,-- 740,--
Ujungpandang Beras ( Rp/kg) 200,-- 222,-- 230,-- 385,-- 322,92 280,6
Tepung terigu ( Rp/kg ) 178,75 228,34 250,-- 267,-- 327,42 393,34
Gula pasir ( Rp/kg ) 278,75 510,-- 550,- 550,-- 584,92 650,--
Tekstil (Rp/m) 400,-- 600,-- 600,-- 700,-- 500,-- 650,--
Denposar Beras ( Rp/kg) 245,-- 285,-- 315,-- 381,-- 267,5 425,--
Tepung terigu ( Rp/kg) 190,-- 255,-- 255,-- . 271,- 327,75 375,--
Gula pasir ( Rp/kg) 273,75 555,-- 525,-- 536,-- 559,67 615,--
Tekstil (Rp/m) 300,-- 350,-- 350,-- 350,-- 407,08 500,--
1) Sampai dengan Oktober 198
Kebijaksanaan Pemerintah dalam usaha meningkatkan produksi gula pasir antara lain
dilaksanakan melalui rehabilitasi pabrik-pabrik gula, pembangunan pabrik-pabrik baru, dan
penyesuaian harga provenue gula pasir. Di sam ping itu dalam rangka menunjang program tebu
rakyat intensifikasi, mulai bulan Oktober 1980'Pemerintah menjamin pemasaran seluruh gula
rani baik yang merupakan bagian petani, maupun yang merupakan bagian pabrik. Dengan
demikian petani dapat menerima harga yang ditetapkan, dan konsumen terhindar dari gejolak
kenaikan harga. Berdasarkan perkembangan harga gula posir di beberapa kota selama periode
April-Oktober 1984 sebagaimana terlihat dalam Tabel III.4, kenaikan harga yang cukup tinggi
terjadi dalam bulan Mei dan Agustus 1984 yang berkisar antara 0,3 persen sampai 6,3 persen.
Kenaikan harga tepung terigu yang terjadi pada bulan Agustus 1984 telah pula mempengaruhi
perkembangan harga gula pasir, sehingga dalam bulan tersebut terjadi peningkatan di kota
Ujungpandang, Semarang dan Surabaya, masing-masing sebesar 4,0 persen, 2,6 persen dan 2,3
persen.
Departemen Keuangan RI 77
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
beberapa kota relatif stabil. Dalam bulan-bulan menjelang Idul Fitri, yaitu bulan Juni dan Juli
1984, harga tekstil tidak mengalami kenaikan yang berarti, bahkan di kota Semarang dalam
bulan Juli 1984 harga menurun sebesar 0,3 persen. Selama periode April-Oktober 1984, harga
tekstil di beberapa kota berkisar antara Rp 500,- sampai Rp 900,- per meter. Harga terendah
terjadi di kola Denpasar dengan tingkat harga Rp 500,- per meter, sedang harga tertinggi terjadi
di kota Medan dengan harga Rp 900,- per meter. perkembangan harga barang-barang konsumsi
Utama dapat dilihat dalam Tabel IlI.4.
Tabel III.5
HARGA BEBERAPA VALUTA ASING DI JAKARTA, 1969/1970 -1984/1985
(hargajual/dalam rupiah per satuan)
Tahun anggaran/
rata-rata bulan US $ Yen £ HK$ Sing $ DM Swiss F NFL
1969/1970 Maret 379,-- - 858,5 63,- 123,-
1970/1971 Maret 378,- - 882,- 62,- 123,-
1971/1972 Maret 413,-- - 1.035,- 72,5 146,- 127,- - 125,--
1972/1973 Maret 414,-- - 980,-- 80,- 162,- 140,- - 140,--
1973/1974 Maret 415,-- 1,25 920,-- 81,- 166,- 153,- 110,-- 143,-
1974/1975 Maret 416,- 1,25 950,- 83,-- 173,-- 160,- 125,- 153,-
1975/1976 Maret 415,-- 1,25 830,- 82,- 165,- 153,- 130,- 147,--
1976/1977 Maret 415,- 1,25 690,- 88,- 167,- 167,-- 145,- 157,--
1977/1978 Maret 412,- 1,6 780,- 89,-- 179,- 196,- 205,- 184,--
1978/1979 Maret 627,8 3,15 1.302,40 134,- 291,8 341,6 376,-- 323,2
1979/1980 Maret 632,5 2,57 1.422,50 129,75 289,75 347,25 365,25 314,5
1980/1981 Maret 632,- 3,09 1.431,25 123,5 304,75 302,75 335,25 274,--
1981/1982 Maret 653,75 2,81 1.197,50 115,5 312,- 276,5 348,75 251,25
1982/1983 Maret 761,8 3,25 1.151 ,-- 11 7,40 366,8 318,4 370,-- 284,8
1983/1984 Juni 979,2 4,16 1.527,- 139,- 461,6 383,4 463,4 341,6
September 989,8 4,12 1.488,- 130,6 461,21 370,6 455,2 329,8
Desember 996,6 4,31 1.443,- 131,4 469,6 365,8 456,2 324,--
Maret 1.020,- 4,47 1.465,- 131,2 478,2 386,- 465,2 341,--
1984/1985 April 1.006,-- 4,52 1.443,75 131,75 483,75 383,-- 461,25 338,5
Mei 1.011,60 4,46 1.418,- 132,4 482,6 370,2 448,-- 328,8
Juni 1.015,-- 4,4 1.408,75 133,- 481,75 372,-- 444,75 330,25
Juli 1.024,- 4,28 1.373,75 133,75 478,- 362,75 427,5 322,-
Agustus 1.041,20 4,33 1.390,- 13 5 ,80 486,6 363,6 432,-- 322,2
September 1.062,50 4,39 1.365,- 139,- 492,25 354,75 426,25 312,5
Oktober 1.064,- 4,36 1.326,25 139,25 491,5 349,25 422,5 308,-
Nopember 1.067,20 4,41 1.345,-- 138,8 496,- 357,- 433,2 316,4
Departemen Keuangan RI 78
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
emas tersebut juga merupakan akibat bertambahnya permintaan terhadap matauang dollar
Arnerika. Bila dilihat perkembangannya setiap bulan, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22
karat selama tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember 1984 umumnya mengalami
penurunan. Khususnya dalam bulan Juli 1984, masing-masing mengalami penurunan sebesar
4,6 persen, 4,5 persen dan 4,1 persen. Sedangkan selama empat bulan terakhir yaitu bulan
Agustus, September, Oktober dan Nopember 1984, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat
relatif stabil yaitu tetap raJa harga Rp 11.500,-, Rp 11.000,- dan Rp 10.500,- per gram.
perkembangan harga emas dapat dilihat dalam Tabel III.6.
Tabel III. 6
HARGA EMAS DI PASAR JAKARTA DAN
DI PASAR LONDON, 1969/1970 - 1984/1985
( dalam rupiah per gram)
Tahun anggaran / Jakarta London
rata-rata bulan 24' 23 ' 22' US $/ 1 fine oz
1969/1970 Maret 490,-- 470,-- 450,-- 35.32
1970/1971 Maret 510,- 480,- 450,-- 37.38
1971/1972 Maret 620,-- 580,- 450,-- 48.40
1972 / Maret 1.050,- 1.000,- 950,-- 90.00
1973/1974 Maret 1.775,-- 1.675,- 1.575,-- 111.75
1974/1975 Maret 2.312,50 2.212,50 2.100,-- 177.50
1975 / Maret 1.837,50 1.737,50 1.637,50 129.55
1976/1977 Maret 2.050,- 1. 950,-- 1.850,- 149.13
1977/ 1978 Maret 2.350,-- 2.260,-- 2.150,-- 179.75
1978/1979 Maret 5.080,-- 4.880,- 4.680,- 239.75
1979/1980 Maret 10.750,- 9.750,-- 9.000,- 547.25
1980/ 1981 Maret 10.100,- 9.593,75 9.100,-- 576.75
1981 / Maret 7.150,-- 6.725,-- 6.375,- 316.25
1982/1983 Maret 9.980,- 9.534,- 9.048,- 413.00
1983/1984 Juni 12.580,- 11.940,-- 11.320,-- 415.00
September 12.800,-- 12.000,-- 11.500,-- 385.00
Desember 12.340,-- 11.690,-- 11.090,- 375.00
Maret 12.390,- 11.890,-- 11.140,- 393.00
1984/1985 April 12.237,50 11.662,50 11.025,-- 383.75
Mei 12.080,- 11.480,- 11.860,- 384.70
Juni 12.300,- 11.750,- 11.000,- 371.50
Juli 11.737,50 11.225,- 10.550,- 336.10
Agustus 11.500,-- d.OOO..- 10.500,- 347.11
September 11.500,-- 11.000,-- 10.500,-- 346.68
Oktober 11.500.- 11.000,- 10.500,- 336.00
Nopember 11.500,-- 11.000,- 10.500,- 330.80
Meningkatnya kurs matauang dollar Amerika sejak awal tahun anggaran 1984/1985
masih terus berlangsung sampai dengan bulan Nopember 1984. Selama periode April-
Nopember 1984, kurs matauang tersebut meningkat sebesar 4,6 persen yaitU dari Rp 1.020,-
menjadi Rp 1.067,20 per dollarnya. Dari perkembangan kurs dollar setiap bulannya terlihat
bahwa kurs dollar Amerika telah mengalami peningkatan tertinggi dalam bulan September
1984 yaitu sebesar 2,1 persen, sedangkan dalam bulan-bulan lainnya selama periode tersebUt
Departemen Keuangan RI 79
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hanya meningkat antara 0,1 sampai 1,7 persen. Kurs dollar Hongkong terus meningkat dengan
peningkatan terbesar terjadi dalam bulan September 1984, yaitu sebesar 2,4 persen. Secara urn
urn dapat dikatakan bahwa peningkatan yang cukup besar raJa kurs dollar Amerika, maupun
pada kurs dollar Hongkong dalam bulan tersebut disebabkan permintaan dalam jumlah yang
relatif besar di posaran. Keadaan sebaliknya telah terjadi pada harga matauang Asia yaitu Yen,
dollar Singapura dan beberapa matauang Eropa Barat, yang permintaannya tidak menentu
sehingga berakibat tidak stabilnya kurs matauang tersebut di pasaran. Bila dilihat
perkembangan kurs Yen setiap bulan, maka selama delapan bulan dalam tahun anggaran
1984/1985 atau dalam periode April-Nopember 1984, telah terjadi penurunan dalam bulan-
bulan Mei, Juni, Juli dan Oktober 1984, sedangkan sebaliknya dalam bulan-bulan lainnya
terjadi peningkatan antara 1,1 sampai 1,5 persen. Pola yang hampir sarna terjadi raJa kurs dollar
Singapura yang mengalami kenaikan kurs tertinggi dalam bulan Agustus 1984 yaitU sebesar
1,8 persen, sedangkan dalam bulan Juli 1984 mengalami penurunan sebesar 0,8 persen. Secara
keseluruhan selama periode April-Nopember 1984, kurs Yen menurun sebesar 1,3 persen,
sedang kurs dollar Singapura meningkat dengan 3,7 persen. Perkembangan beberapa matauang
Eropa Barat yaitu Poundsterling Inggris, Mark Jerman, Franc Swiss dan Guilder Belanda dalam periode
yang sarna secara umum menunjukkan penurunan masingmasing sebesar 8,2 peTscH, 7,5 persen, 6,9
per:sen dan 7,2 persen. Penurunan kurs matauang Poundsterling Inggris dalam bulan Oktober 1984
sebesar 2,8 persen merupakan penurunan yang terbesar diantara penurunan yang terjadi selama kurun
waktu April-Nopember 1984. Sedangkan kurs matauang Mark Jerman dan Franc Swiss mengalami
penurunan terbesar dalam bulan Juli 1984 masing-masing sebesar 2,5 persen dan 3,9 persen, demikian
pula kurs Guilder Belanda mengalami penurunan terbesar dalam bulan September 1984 sebesar 3,0
persen. Perkembangan kurs beberapa valuta asing di pasar Jakarta dapat dilihat dalam Tabel III.8
Memasuki tahun pertama Repelita IV, atau tepatnya pada tahun anggaran 1984/1985
sampai dengan bulan Nopember, harga komoditi ekspor di posar lokal Jakarta yaitu lada putih
dan kopi robusta telah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,6 persen dan 2,0
persen, sedangkan komoditi karet dan kopra selama periode terse bUt telah menurun sebesar
23,8 persen dan 16,7 persen. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan dan penurunan
harga yang terjadi di posaran lokal adalah akibat perkembangan harga yang terjadi di pasaran
internasional.
Departemen Keuangan RI 80
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekspor beberapa komoditi Indonesia, terlihat bahwa beberapa komoditi mempunyai prospek
yang baik sekali dalam usaha pengembangan ekspor. Hal ini tercermin pada Tabel 111.8,
dimana komoditi lada putih, lad a hiram, kopi robusta eks Lampung, dan timah putih selama
tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Nopember 1984 mengalami pemasaran yang
makin baik. Selama periode April-Nopember 1984, harga lada putih di posar London, dan lada
biram di posar New York telah meningkat masing-masing sebesar 21,9 persen dan 21,0 persen.
Menguatnya harga lada putih dan lada biram tersebut adalah akibat menurunnya persediaan,
karena memburuknya panen lada dunia dalam tahun 1983/1984 yang diperkirakan masih terus
berkelanjutan dalam tahun pallen 1984/1985. Harga kopi robusta eks Lamrung di posar
Singapura dalam periode yang sarna naik sebesar 14,1 persen, walaupun di pasar New York
sebagai pusat pemasaran kopi dunia dalam periode terse but mengalami penurunan sebesar 5,3
persen. perkembangan harga timah putih di posar London selama periode April-Nopember
1984 menunjukkan kenaikan sebesar 13,5 persen. Peningkatan tersebut bukan merupakan
akibat dari meningkatnya permintaan, akan tetapi akibat menurunnya nilai Pound sterling
Inggris di pasaran moneter internasional. Perkembangan yang sebaliknya telah terjadi pada
harga kopra di posar Manila, dan di posar London serta minyak sawit eks Malaysia di pasar
London, yang selama periode April-Nopember 1984 mengalami penurunan masing-masing
sebesar 17,0 persen, 17,8 persen dan 15,7 persen. Demikian pula halnya dengan harga karet
RSS III di posar New York, London dan Singapura, selama periode tersebut telah mengalami
penurunan masing-masing sebesar 27,7 persen, 17,2 persen dan 28,2 persen. Penurunan harga
karet sintetis, sehubungan dengan menurunnya harga minyak bumi, merupakan salah sarli
sebab menurunnya harga karet tersebut. perkembangan harga komoditi di posar lokal, dan di
posar internasional dapat dilihat pada Tabel III.7, Tabel III.8
Departemen Keuangan RI 81
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel III. 7
HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR DI JAKARTA, 1969/1970 - 1984/1985
( dalam rupiah per kilogram)
Tahun anggaran/ Kopra
rata-rata bulan RSS I (Sulawesi) Lada putih Kopi robusta
1969/1970 Maret 125,66 50,18 295,-- 126,57
1970/1971 Maret 106,1 65,4 199,25 156,-
1971 /1972 Maret 103,12 58,2 257,6 120,62
1972/1973 Maret 199,77 79,7 431,4 293,09
1973/1974 Maret 305,56 192,43 752,19 360,46
1974/1975 Maret 178,35 94,51 526,25 245,82
1975/1976 Maret 243,59 89,18 455,37 507,-
1976/1977 Maret 278,29 215,5 1.100,- 2.090,-
1977/1978 Maret 306,47 233,33 917,5 862,5
1978/1979 Maret 626,66 256,67 1.276,25 1.169,-
1979/1980 Maret 777,94 242,26 1.162,50 1.225,-
1980/1981 Maret 690,21 263,4 822,5 968,75
1981/1982 Maret 508,48 243,8 880,-- 783,6
1982/1983 Maret 701,09 219,8 956,-- 1.025,-
1983/1984 Juni 1.041,64 313,26 1.270,- 1.200,--
September 992,74 363,78 1.450,- 1.150,-
Desember 1.103,43 467,32 2.510,- 1.250,-
Maret 1.006,25 535,07 2.665,- 1.275,-
1984/1985 April 939,44 560,38 2.540,- 1.300,-
Mei 889,84 540,65 2.660,- 1.325,--
Juni 791,42 577,25 2.670,- 1.300,-
Juli 795,54 543,48 2.440,- 1.300,-
Agustus 820,36 493,15 2.600,- 1.325,-
September 853,37 432,74 2.925,- 1.350,-
Oktober 797,9 445,77 2.850,- 1.235,-
Nopember 766,78 445,77 2.815,- 1. 300,-
Tabel III..8
HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR UTAMA DI PASAR INTERNASIONAL, 1969/1970 - 1984/1985
Tahun anggaran/ RSS III Kopra Kopi robusta Lada putih Lada hitam Timah putih Minyak
rata-rata bulan -
US $ ct/lb Brp I kg Str $ ct/kg US $/lt US $flt Str $1 pic us $ ct/lb Br tIlt US $ ct/!b Br £ I mt Br tIlt
York) (London) (Singapnra) (Manila) (London) Lampung eks Palembang (London) (New York) (London) Malaysia
(Singapura) (New York) (London)
1969/1970 Maret 20,88 20,65 59,35 205,-- 240,53 82,38 33,65 49,77 57,72 1.578,54 109,58
1970/1971 Maret 17,08 14,6 98,83 176,28 208,55 117,13 39,28 42,73 55,6 1.472,20 117,6
1971/1972 Maret 16,01 12,6 83,2 115,92 141,84 95,5 36,43 47,4 45,- 1.477,60 81,35
1972/1973 Maret 26,4 24,59 137,45 201,5 221,21 90,-- 42,28 60,5 52,25 1.736,50 115,--
1973/1974 Maret 42,43 39,98 203,96 767,67 899,6 165,93 62,31 98,93 79,92 3.524,-- 276,87
1974/1975 Maret 27,83 24,89 117,8 258,93 304,6 118,53 42,86 88,3 90,-- 3.043,26 197,85
1975/1976 Maret 35,88 41,22 179,05 178,46 192,5 215,38 78,15 102,55 79,14 3.594,05
1976/1977 Maret 39,67 38,86 186,44 456,76 551,5 815,23 294,56 164,6 117,31 6.155,94 591,74
1977/1978 Maret 43,52 48,34 196,43 437,06 280,-- 188,75 116,67 5.917,50 319,5
1978/1979 Maret 51,7 59,87 247,44 664,5 796,45 285,-- 120,67 150,62 86,52 7.328,- 679,61
1979/1980 Maret 69,43 66,35 300,91 520,76 516,75 395,-- 154,75 139,-- 95,67 7.906,83 612,-
1980/1981 Maret 65,06 57,25 240,63 406,25 389,43 399,-- 104,52 100,-- 83,-- 6.084,13 602,33
1981/1982 Maret 43,24 48,24 163,5 327,05 330,25 356,94 114,48 128,88 73,-- 7.070,78 505,17
1982/1983 Maret 54,36 73,58 200,56 329,58 321,69 292,5 114,69 132,-- 64,"- 8.957,10 376,5
1983/1984 Juni 53,29 71,81 219,33 479,01 472,92 332,5 117,49 126,56 71,63 8.581,41 400,66
September 58,11 75,48 221,23 645,-- 638,01 362,5 117,42 135,-- 66,84 8.506,16 648,85
Oesember 57,2 81,21 228,53 655,33 653,4 480,5 126,04 243,-- 98,7 8.616,20 705,79
Maret 56,84 80,2 225,31 747,- 744,15 487,5 128,15 244,8 90,07 8.523,48 739,5
1984/1985 April 54,54 77,64 215,08 726,83 735,75 487,5 127,45 245,-- 92,45 8.762,42 767,23
Mei 50,7 73,41 198,55 800,17 487,5 133,5 245,- 96,8 9.055,25 905,63
Juni 47,01 68,01 182,17 845,-- 829,4 551,37 132,75 245,-- 97,6 9.170,38 817,33
Jull 45,47 70,07 179,2 723,25 728,- 551,-- 127,66 245,- 92,5 9.412,60 590,28
Agustus 45,59 70,3 180,04 658,5 682,6 551,-- 127,2 241,01 91,88 9.352,08 566,6
September 45,58 71,38 179,78 648,54 642,13 562,25 128,2 274,5 105,1 9.594,25 616,--
Oktober 42,33 68,59 167,30' 703,13 747,63 566,- 122,26 317,5 114,8 9.596,50 631,75
Nopember 41,1 66,41 161,87 620,- 611,54 556,-- 121,42 298,5 108,94 9.676,94 623,39
Departemen Keuangan RI 82
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dalam tahun 1983, indeks harga perdagangan besar meningkat sebesar 18,2 persen, atau
dari indeks 302 dalam tahun 1982 menjadi 357 dalam tahun 1983. Kenaikan tersebut
disebabkan oleh meningkatnya indeks harga sektor pertanian sebesar 13,7 persen, sektor per-
tambangan dan penggalian sebesar 9,0 persen, sektor industri sebesar 17,1 persen, sektor impor
sebesar 20,9 persen, dan sektor ekspor sebesar 19,5 persen. Dalam perkembangannya yang
terakhir, yaitu dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus, indeks harga perdagangan
besar terse but meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai hasil dari kenaikan indeks harga sektor
pertanian sebesar 12,0 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 8,6 persen, sektor
industri sebesar 12,3 persen, serta indeks sektor impor dan sektor ekspor masing-masing
sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Peningkatan indeks harga sektor pertanian terjadi pada
indeks harga masing-masing sub sektor tanaman perdagangan, bahan makanan, peternakan,
perikanan, serta sub sektor perkayuan dan hasil-hasil hutan. Indeks harga sektor pertambangan
dan penggalian meningkat karena peningkatan yang terjadi antara lain pada indeks harga sub
sektor batubara, sub sektor penggalian, dan sub sektor garam. Pada indeks harga sektor industri,
peningkatan telah terjadi pada indeks harga semua sub sektornya, yaitu antara lain sub sektor
industri minyak nabati dan lemak, serta sub sektor industri pengilangan minyak dan hasil-
hasilnya. Di sektor impor, kenaikan terjadi pada indeks harga sub sektor hasil industri
pemintalan, perajutan, tekstil dan lainnya, sub sektor hasil industri kertas dan hasil-hasilnya,
serta sub sektor hasil industri pengilangan minyak. Demikian pula halnya dengan indeks harga
perdagangan besar bahan ekspor, peningkatan terjadi pada indeks harga masing-masing sub
sektor bahan makanan dan sejenisnya, biji logam bukan besi, serta sub sektor hasil-hasil
tanaman perdagangan dan ternak. Perkembangan Indeks harga perdagangan besar Indonesia
dapat dilihat dalam Tabel III.9.
Tabel III. 9
ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR INDONESIA,
1977 -1984 ( 1975 = 100 )
Departemen Keuangan RI 83
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Perkembangan indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi
dalam tahun 1983 telah menunjukkan peningkatan sebesar 11,8 persen. Kenaikan tersebut
tercermin dati kenaikan yang terjadi pada masing-masing indeks harga jenis bangunan tempat
tinggal sebesar 11,0 persen, jenis bangunan bukan tempat tinggal sebesar 12,3 persen, jenis
pekerjaan umum untuk pertanian sebesar 13,0 persen, jenis pekerjaan umum untuk jalan dan
jembatan sebesar 11,5 persen, jenis bangunan listrik dan transmisinya sebesar 12,2 persen,
bangunan dan konstruksi lainnya sebesar 11,9 persen, sella indeks harga untuk jenis perbaikan
bangunan sebesar 12,5 persen. Pada perkembangannya yang terakhir yaitu pada tahun 1984
sampai dengan bulan Agustus, indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan
konstruksi telah meningkat sebesar 7,2 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh
peningkatan masing-masing pada indeks harga jenis bangunan pekerjaan umum untuk pertanian
sebesar 8,9 persen, jenis bangunan pekerjaan uIhum untuk jalan dan jembatan sebesar 7,5
persen, serta indeks harga jenis bangunan lainnya yang berkisar antara 5,9 persen dan 7,4
persen. perkembangan angka indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi dapat
dilihat pada Tabel III.10.
Tabel III. 10
ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BAHAN BANGUNAN/KONSTRUKSI
DI INDONESIA MENURUT lENIS, 1977 -1984
( 1975 = 100 )
1. Bangunan tempat tinggal 114 123 149 175 191 209 232 248
2. Bangunan bukan temp at tinggal 113 124 152 177 193 211 237 254
3. Pekerjaan umum untuk pertanian 109 120 146 192 213 239 270 194
4. Pekerjaan umum untuk jalan dan jembatan 112 123 151 183 205 226 252 271
5. Bangunan listrik dan transmisinya 106 116 142 160 170 181 203 215
6. Bangunan dan konstruksi lainnya 111 123 154 182 200 219 245 261
7. Perbaikan bangunan 113 122 151 179 196 216 243 261
Umum 112 122 150 177 194 212 237 254
Persentase perubahan 8,93 22,95 18 9,6 9,28 11,79 7,17
1) Sampai dengan bulan Agustus
Departemen Keuangan RI 84
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
buah peraturan pengupahan secara sub sektoral. Pada Tabel III.11 dapat dilihat bahwa dalam
tahun 1983 upah minimum di semua sektor telah meningkat antara 4,5 sampai 18,6 persen.
Demikian pula halnya dengan upah maksimum dalam tahun 1983 meningkat antara 3,0 sampai
32,4 persen, kecuali pada sektor pegawai negeri yang tidak mengalami perubahan dalam upah
minimum maupun upah maksimum. Sampai dengan semester I tahun 1984, upah minimum di
semua sektor mengalami peningkatan yaitu pada sektor bangunan, sektor listrik, dan sektor
perkebllnan masing-masing sebesar 36,7 persen, 19,7 persen dan 17,5 persen. Sedangkan
peningkatan upah maksimum terjadi disektor perhubungan, sektor bangunan, dan sektor
perdagangan/bank/asuransi masing-masing sebesar 24,3 persen, 23,1 persen dan 18,9 persen.
Bila perkembangan upah selama periode Januari-Juni 1984 dibandingkan dengan periode
Januari-Juni 1983, kenaikan upah minimum terjadi terutama pada sektor bangunan dan sektor
perkebunan yaitu masing-masing sebesar 38,5 persen dan 22,6 persen, sedangkan sektor-sektor
lainnya hanya meningkat antara 2,0 persen sampai 12,2 persen. Dalam hal upah maksimum,
kenaikan terjadi pada sektor perdagangan/bank/asuransi sebesar 43,5 persen, sektor
perhubungan sebesar 28,4 persen dan sektor bangunan sebesar 24,1 persen, sedangkan sektor
perkebunan, sektor industri, sektor jasa dan sektor lainnya meningkat sekitar 4,5 persen sampai
18,2 persen. Dilain pihak penurunan terjadi pada sektor pertambangan sebesar 0,6 persen,
sedangkan sektor listrik tidak mengalami perubahan.
Tabel III. 11
UPAH MINIMUM DAN MAKSIMUM DI BERBAGAI SEKTOR, 1975 -1984
( rupiah per bulan)
Sektor 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 19841)
( Rata-rata upah minimum)
1. Perkebunan 8.429 9.101 10.932 12.993 14.919 17.606 21.877 25.485 27.207 31.974
2. Pertambangan 32.452 37.187 41.061 44.118 46.826 60.069 64.510 69.423 72.540 73.362
3. Industri 25.099 28.589 29.178 34.720 36.255 42.137 46.299 57.278 65.570 72.235
4. Bangunan 17.742 20.665 24.498 25.881 26.381 29.105 29.893 35.025 36.718 50.209
5. Listrik 14.262 14.262 14.262 17.318 20.494 21.050 27.279 33.843 40.121 48.039
6. Perdaganganlbank/asuransi 19.182 25.782 29.754 32.914 34.681 42.112 53.245 63.009 67.283 70.185
7. Perhubungan 22.606 23.114 27.051 35.128 36.116 41.972 50.517 60.662 69.475 72.056
8. Jasa-jasa 27.837 29.158 29.158 29.158 30.977 33.270 39.391 50.927 56.491 58.193
9. Lain-lain/pegawai negeri 13.300 14.300 16.280 16.280 16.280 26.500 32.400 32.400 32.400 35.760
( Rata-rata upah maksimum )
1. Perkebunan 118.314 138.214 150.211 172.530 176.036 191.411 262.721 277.328 289.408 295.745
2. Pertambangan 158.178 209.827 269.179 280.337 309.528 448.725 550.025 554.975 620.200 712.650
3. Industri 251.242 297.238 333.647 409.246 442.956 496.738 556.348 672.658 712.165 834.889
4. Bangunan 117.039 173.590 205.778 287.166 294.840 370.994 455.424 509.021 524.395 645.606
5 Listrik 89.595 89.595 135.046 150.196 219.832 231.719 320.299 351.723 465.520 465.520
6. Perdaganganlbank/asuransi 174.181 189.030 250.416 297.695 320.799 361.254 440.503 532.146 656.676 780.928
7. Perhubungan 171.991 172.419 205.527 248.405 268.536 382.665 492.624 527.361 554.632 689.618
8. Jasa-jasa 125.287 227.235 228.752 228.752 275.233 322.339 359.035 381.078 393.412 415.078
9. Lain-Iain/pegawal negeri 83.500 84.700 241.200 241.200 241.200 291.500 307.400 307.400 307.400 342.550
Departemen Keuangan RI 85
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB IV
4.1. Pendahuluan
Kebijaksanaan moneter dalam Repelita IV, yang mempunyai kaitan erat dengan
kebijaksanaan fiskal dan perkembangan neraca pembayaran, bertujuan untuk meneruskan usaha
kearah tercapainya sa saran pembangunan sesuai dengan trilogi pembangunan. Beberapa tujuan
pokok yang akan dicapai adalah peningkatan usaha mobilisasi tabungan masyarakat melalui
bank dan lembaga keuangan bukan bank, meningkatkan usaha pemerataan pembangunan
dengan meningkatkan golongan ekonomi lemah, memelihara kestabilan perekonomian dengan
menjaga kestabilan harga, serta meningkatkan efisiensi dan peranan lembaga-lembaga
keuangan. Dalam tahun pertama Rep.dita IV, kebijaksanaan moneter telah memasuki tahun
kedua penataan kembali sistem perbankan Indonesia, yang pada dasarnya bertujuan untuk
ineningkatkan pengerahan dana masyarakat melalui pemberian tanggung jawab yang lebih
besar kepada bank-bank untuk menetapkan sendiri persyaratan-persyaratan penghimpunan dana
dari dan pemberian kredit kepada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pagu kredit
perbankan dihapuskan, dan kredit likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank untuk sektor
ekonomi yang bukan prioritas dihentikan.
Transaksi di pasar uang antar bank melalui kliring di Jakarta, senantiasa disempurnakan
dengan ikut sertanya Bank Indonesia untuk menjaga perkembangan suku bunga antar bank.
Sedangkan untuk mengembangkan jual beli surat berharga di posar modal, tatacara
penyelesaian transaksi effek di bursa telah disederhanakan, dan keringanan pajak atas pen-
dapatan bunga dividen dan royalty (PBDR) juga berlaku bagi pembelian obligasi. Selanjutnya
dalam rangka meningkatkan usaha pemerataan pembangunan, Pemerintah senantiasa
mendorong peningkatan produksi barang-barang kebutuhan rakyat, serta pengembangan usaha
golongan ekonomi lemah. Untuk itu fasilitas kredit likuiditas tetap disediakan untuk pinjaman
yang berprioritas tinggi, dengan beberapa penyesuaian dalam ketentuan dan persyaratan.
Departemen Keuangan RI 86
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Jumlah uang beredar selama 6 bulan pertama tahun anggaran 1984/1985 telah
mengalami peningkatan sebesar Rp 38,3 milyar (0,5 persen), yaitu dari posisinya sebesar
Rp8.054,7 milyar pada akhir bulan Maret 1984, menjadi Rp 8.093,0 milyar pada akhir bulan
September 1984. Peningkatan tersebut terdiri dari peningkatan uang kartal sebesar Rp 10,4
milyar, dan uang giral sebesar Rp 27,9 milyar. Dengan demikian secara keseluruhan sampai
dengan bulan September 1984, posisi uang kanal adalah sebesar Rp 3.563,9 milyar atau 44
persen dari jumlah uang beredar, dan uang giral sebesar Rp 4.529,1 milyar atau 56 persen dari
jumlah uang beredar. Peranan uang giral yang cukup tinggi di dalam komponen uang beredar
tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat di dalam menggunakan jasa-jasa
perbankan.
Departemen Keuangan RI 87
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 1
JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985
( dalam milyar rupiah)
Uang Uang Persentase
Akhir Waktu kartal % giral % Jumlah Perubahan Perubahan
1969/1970 Maret 126,3 60 84,4 40 210,7 79,9 61,1
1970/1971 Maret 166,8 62 103,4 38 270,2 59,5 28,2
1971/1972 Maret 210,3 58 150 42 360,3 90,1 33,3
1972/1973 Maret 291,1 55 239,2 45 530,3 170 47,2
1973/1974 Maret 421,1 54 363,2 46 784,3 254 47,9
1974/1975 Maret 538,5 52 488,6 48 1.027,10 242,8 31
1975/1976 Maret 659,3 46 768,6 54 1.427,90 400,8 39
1976/1977 Maret 853,4 47 962 53 1.815,40 387,5 27,1
1977/1978 Maret 1.035,80 49 1.075,10 51 2.110,90 295,5 16,3
1978/1979 Maret 1.368,70 49 1.431,20 51 2.799,90 689 32,6
1979/1980 Maret 1.773,90 47 2.023,20 53 3.797,10 997,2 35,6
1980/1981 Maret 2.228,70 43 2.985,50 57 5.214,20 1.417,10 37,3
1981/1982 Maret 2.541,30 38 4.233,40 62 6.774,70 1.560,50 29,9
1982/1983 Maret 3.000,70 41 4.378,70 59 7.379,40 604,7 8,9
1983/1984 Joni 3.283,80 44 4.221,60 56 7.505,40 126 1,7
September 3.306,50 43 4.409,40 57 7.715,90 210,5 2,8
Desember 3.333,30 44 4.235,90 56 7.569,20 -146,7 -1,9
Maret 3.553,50 44 4.501,20 56 8.054,70 485,5 6,4
Kumulatif - - - - - 675,3 9,2
1984/1985 April 3.508,90 43 4.563,70 57 8.072,60 17,9 0,2
Mei 3.572,70 45 4.410,30 55 7.983,00 -89,6 -1,1
Juni 4.046,70 49 4.136,20 51 8.182,90 199,9 2,5
Juli I) 3.615,20 45 4.420,90 55 8.036,10 -146,8 -1,8
Agustus 1) 3.631,60 46 4.302,70 54 7.934,30 -101,8 -1,3
September 1) 3.563,90 44 4.529,10 56 8.093,00 158,7 2
I) Angka sementara
Tabel IV. 2
SEBAB - SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985
(dalam milyar rupiah)
Departemen Keuangan RI 88
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Jika dilihat dari sektor-sektor yang mempengaruhi jumlah uang beredar, dalam periode
April-September 1984, sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan memberikan pengaruh
menambah yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 1.965,4 milyar. Di samping itu sektor aktiva luar
negeri bersih, dan sektor lainnya bersih juga memberikan pengaruh menambah pada jumlah
uang beredar, masing-masing sebesar Rp 244,9 milyar dan Rp 238,4 milyar. Pengaruh
menambah sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan tersebut menunjukkan suatu
perkembangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sarna tahun lalu, yaitu
sebesar Rp 970,2 milyar. Peningkatan yang cukup besar pada sektor tagihan pada perusahaan
dan perorangan ini, satu dan lain adalah karena peningkatan kredit untuk pembiayaan di bidang
perindustrian dan jasa-jasa. Sektor Pemerintah pusat selama semester pertama tahun anggaran
1984/1985 menunjukkan pengaruh mengurang, pada jumlah uang beredar sebesar Rp 1.390,4
milyar, sedangkan dalam periode yang sama tahun yang lalu, sektor Pemerintah pusat tersebut
memberikan pengaruh mengurang sebesar Rp 1.218,9 milyar. Usaha untuk meningkatkan
tabungan masyarakat yang terus dilakukan Pemerintah tercermin dari besarnya pengaruh
mengurang pada jumlah uang beredar yang ditimbulkan oleh sektor simpanan berjangka dan
tabungan. Dalam periode April-September 1984, sektor tersebut memberikan pengaruh
mengurang sebesar Rp 1.020,0 milyar. 'Perkembangan jumlah uang beredar, dan sebab-sebab
perubahannya secara lengkap dapat diikuti pada Tabel lV.l dan Tabel IV.2.
Departemen Keuangan RI 89
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
swasta nasional adalah sebesar Rp 1.252,6 milyar, dan dana giro cabang bank-bank asing
adalah sebesar Rp 513,4 milyar. Dari dana yang dihimpun dalam bentuk deposito sebesar
Rp7.266,9 milyar, Rp 4.122,1 milyar merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank-bank
Pemerintah, Rp 1.908,2 milyar oleh bank-bank swasta nasional, dan Rp 1.236,6 milyaroleh
cabang bank-bank asing. Sedangkan dana tabungan yang berhasil dihimpun oleh bank-bank
Pemerintah adalah berjumlah Rp 531,3 milyar, oleh bank-bank swasta nasional sebesar
Rp106,8 milyar dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 0,2 milyar, sehingga secara
keseluruhan jumlah dana tabungan mencapai Rp 638,3 milyar.
Tabel IV. 3
DANA PERBANKAN RUPIAH DAN V ALUTA ASING, 1972 - 1984
( dalam milyar rupiah )
1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981
Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember,
I. Bank-bank Pemerintah 381,8 !i31,7 890,1 1.181,10 1.618,30 1.853,40 2.254,40 3.180,40 4.927,00 6.033,10
Giro 186,2 255 363 464,4 680,7 804,7 1.034,80 1.888,10 3.449,00 4.266,70
Deposito 168,9 244 482,3 645,4 831,2 901,9 1.035,20 1.086,60 1.196,70 1.399,60
c Tabllngan 26,7 32,7 44,8 71,3 106,4 146,8 184,4 205,7 281,3 366,8
II. Bank-bank swasta nasional 50,1 79,6 112,3 159,3 238,7 303,8 436,3 604,6 930,2 1.210,80
Giro 29,9 55,9 80,1 110,1 164,7 20'\,2 302,6 431,7 666,6 740,8,
Deposito 18,5 21,1 28,9 44,3 66 89 117,7 153,1 231,3 417,4
Tabungan 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16 19,8 32,3 '52,6
III. Cahang bank-bank asing 90,7 145,2 187,1 203,3 224 255,6 333,1 458,6 553,7 765;2
Giro 44,7 71,4 117,1 132,8 141 142,6 198;5 240 330,8 372,2
Deposito 46 73,8 70 70,5 83 113 134;5 218,5 222,8 392,9
Tabungan - - - - - - 0,1 0,1 0,1 0,1
IV. Sub total (II + III) 140,8 224,8 299,4 362,6 462,9 559,4 769,4 1.063,20 1.483,90 1.976,00
Giro 74,6 127,3 197,2 242,9 305,7 345,8 501,1 671,7 997,4 1.113,00
Deposito 64,5 94,9 98,9 114,8 149,2 202 252,2 371,6 454,1 810,3
Tabungan 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16,1 19,9 32,4 52,7
V. Jumlah besar (I + IV ) 1) 522,6 756,5 1.189,50 1.543,70 2.081,20 2.412,80 3.023,80 4.243,60 6.410,90 8.009,10
Giro 260,8 382,3 560,2 703,3 986,4 1.150,50 1.535,90 2.559,80 4.446,40 5.379,70
Deposito 2) 233,4 338,9 581,2 760,2 980,4 1.103,90 1.287,40 1.458,20 1.650,80 2.209,90
Tabungan 3) 28,4 35,3 48,1 76,2 114,4 158,4 200,5 225,6 313,7 419,5
1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan termasuk dana milik pemerintah pusat dan bukan penduduk.
2) Termasuk sertifikat deposito.
3) Termasuk tabungan pegawai dan setoran ongkos naik hajj.
Departemen Keuangan RI 90
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV.4
DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH DAN VALUTA ASING SELURUH BANK,
TABANAS DAN TASKA, 1972 - 1984
( dalam milyar rupiah, kecuali dalam juta rupiah untuk Taska)
1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981
Desember Desember Desember Deserrtber Desember Desember Desember Desember Desember
Deposito berjangka 233,4 338,9 581,2 760,2 980,4 1.103,90 1.287,40 1.458,20 1.650,80 2.209,90
24 bulan 94,1 136,6 234,2 306,4 522,8 605,5 612,2 612,2 679,5 833,7
12 bulan 32,8 47,6 81,7 106,8 117,6 90,7 111,4 127,4 141,4 244,7
6 bulan 61,1 88,7 152,1 199 234,8 264,5 359,5 471,9 476,3 537
3 bulan 22,1 32,1 55,1 72 53,4 59,2 80,1 74,3 136,4 191,8
1 bulan 1) 11,5 16,8 28,8 37,6 47,1 81,2 122,2 152,9 195,5 361,6
Lainnya 2) 11,8 17,1 29,3 38,4 4,7 2,8 2 19,5 21,7 41,1
TABANAS 25,6 32,5 43,9 70 109,1 153,6 191,5 212,6 291,7 384,3
TASKA 99 84 74 115 158 138 120 112 122 168
Dengan demikian bila pada akhir tahun 1983/1984 jumlah dana perbankan secara
keseluruhan baru sebesar Rp 13.33 7,1 milyar, maka raJa akhir September 1984 dana ter-
tersebut terdiri dari deposito berjangka waktu 1 bulan sebesar Rp 1.668,8 milyar (23,0 persen),
berjangka waktu 3 bulan sebesar Rp 990,3 milyar (13,6 persen), berjangka waktu 6 bulan
sebesar Rp 1.723,3 milyar (23,7 persen), berjangka waktu 12 bulan sebesar Rp 2.357,0 milyar
(32,4 persen), berjangka waktu 24 bulan sebesar Rp 407,8 milyar (5,6 persen), dan deposito
lainnya sebesar Rp 119,7 milyar (1,7 persen). Perkembangan deposito berjangka dapat diikuti
pada Tabel IV.4.
Departemen Keuangan RI 91
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bunga 15 persen setahun hanyalah sampai dengan jumlah maksimum Rp 200.000, sedang
selebihnya diberikan bunga 6 persen setahun, maka dalam kebijaksanaan yang bam saldo ini
telah ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000, dan selebihnya bersuku bunga 12 persen setahun.
Sedangkan suku bunga Taska tidak mengalami perubahan, yaitu tetap 9 persen setahun. Sampai
dengan akhir September 1984, jumlah Tabanas telah mencapai sebesar Rp 585,5 milyar dengan
12.087 ribu penabung. Bila dibandingkan dengan posisinya pada akhir Maret 1984 sebesar
Rp575,7 milyar, tercatat adanya kenaikan sebesar Rp 9,8 milyar (1,7 persen). Kenaikan jumlah
penabung Tabanas pada periode April-September 1984 mencapai 613 ribu penabung,
sedangkan pada periode yang sarna tahun lalu kenaikan jumlah penabung adalah sebanyak 387
ribu penabung.
Posisi Taska sebesar Rp 413 juta pada bulan September 1984 menunjukkan adanya
peningkatan sebesar Rp 56 juta (15,7 persen) hila dibandingkan dengan posisinya pada akhir
bulan Maret 1984 sebesar Rp 357 juta. Pada periode April-September tahun sebelumnya,
kenaikan Taska mencapai Rp 63 juta (20,8 persen). Selanjutnya perkembangan Tabanas dan
Taska dapat diikuti pada Tabel IV.4.
Sertifikat deposito semula diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan nama Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), dalam rangka me intis terbentuknya pasar uang di Indonesia, di samping
sebagai wadah penghimpun dana masyarakat. Kemudian dalam tahun 1971 program SBI
tersebut diikuti oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank asing, dan selanjutnya dikenal
sebagai sertifikat deposito. Untuk lebih meningkatkan peranan sertifikat deposito diperluas lagi
dengan penerbitan sertifikat deposito atas unjuk dalam rupiah bagi bank-bank umum, dan bank-
bank pembangunan. Jangka waktu sertifikat deposito ini ditetapkan sendiri oleh bank-bank
penerbit dengan ketentuan tidak kurang dari 15 (lima belas) hari. Bank-bank penerbit adalah
bank-bank yang secara berturut-turut selama dua tahun terakhir telah memenuhi persyaratan
yang ditentukan, serta mempunyai kewajiban untuk menjamin pelunasan sertifikat deposito
yang diterbitkannya sesuai dengan jangka waktunya. Selain itu bank penerbit dapat memiliki
sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank lain dalam jumlah tidak melebihi 7,5 persen
dari jumlah pinjarnan yang diberikannya. Sampai dengan akhir September 1984, posisi
sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank-bank asing
mencapai Rp 224,0 milyar, yang terdiri atas sertifikat deposito bank-bank Pemerintah sebesar
Rp 189,1 milyar (84,4 persen), dan sertifikat deposito cabang bank-bank asing sebesar Rp 34,9
Departemen Keuangan RI 92
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar (15,6 persen). Selama periode April-September 1984, sertifikat deposito bank-bank
Pemerintah menunjukkan penurunan sebesar Rp 157,1 milyar, sedangkan sertifikat deposito
cabang bank-bank asing meningkat sebesar Rp 4,9 milyar. Dengan demikian secara
keseluruhan sertifikat deposito selama periode tersebut menurun sebesar Rp 152,2 milyar.
Penurunan tersebut pada umumnya karena setelah sertifikat deposito jatuh waktu, para
penabung kemudian memilih jenis tabungan lain yang lebih menarik. Dibandingkan dengan
periode yang sarna tahun lalu, sertifikat deposito meningkat sebesar Rp 127,4 milyar.
Perkembangan sertifikat deposito dapat diikuti pada Tabel IV.5.
Tabel IV.5
SERTIFlKAT DEPOSITO BANK-BANK, 1970/1971 - 1984/1985
( dalam milyar rupiah)
Bank-bank Bank-bank
Akhir waktu Pemerintah Asing J umlah
1970/1971 Maret - 0,3 0,3
197111972 Maret 1,3 0,8 2,1
1972/1973 Maret 6,2 1,5 7,7
1973/1974 Maret 48,6 8,1 56,7
1974/1975 Maret 70 9,5 79,5
1975/1976 Maret 70 24,4 94,4
1976/1977 Maret 14,5 32,2 46,7
1977/1978 Maret 13,7 43,9 57,6
1978/1979 Maret 15,7 14,1 29,8
1979/1980 Maret 28 18,8 46,8
1980/1981 Maret 55,9 26,6 82,5
198111982 Maret 51,2 22,8 74
1982/1983 Juni 53,4 16,6 70
September 62,4 4,1 66,5
Desember 59,3 12,3 71,6
Maret 91,2 10,9 102,1
1983/1984 April 133,1 39,7 172,8
M ei 165,2 31,3 196,5
Juni 212,1 32,4 244,5
Juli 202,6 29,9 232,5
Agustus 213,1 31,2 244,3
September 204,7 24,8 229,5
Oktober 329,2 34,7 363,9
Nopember 373,8 42,1 415,9
Desember 352,2 21,4 373,6
J anuari 358,7 26,9 385,6
Pebruari 369,5 26,9 396,4
Maret 346,2 30 376,2
1984/1985 April 390,4 35,8 426,2
Me i 294,7 37 330,7
Juni 260,4 41,4 301,8
Juli 231 28,8 259,8
Agustus 222,1 28,7 250,8
September 1) 189,1 34,9 224
1) Arigka sementara
dalam memupuk pembiayaan pembangunan, sejak 22 Oktober 1984 program tersebut
Departemen Keuangan RI 93
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Kebijaksanaan perkreditan dalam tahun 1983/1984 dan 1984/1985 adalah sejalan dengan
kebijaksanaan moneter pada umumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan kesempatan berusaha dengan tetap memelihara kestabilan. Melalui
kebijaksanaan 1 Juni 1983, bank-bank didorong untuk meningkatkan kemampuannya di dalam
melaksanakan pemberian kredit dengan dana yang berasal dari masyarakat. Dengan berlakunya
kebijaksanaan tersebut, kredit perbankan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kredit
yang berprioritas tinggi, dan kredit yang bukan prioritas. Bagi kredit bukan prioritas, sejak
Agustus 1982 tidak lagi disediakan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia, sedangkan untuk
kredit yang berprioritas tinggi, yaitu dalam rangka tetap mendorong kegiatan pengusaha
golongan ekonomi lemah, serta produksi dalam negeri, fasilitas kredit likuiditas tetap diberikan.
Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan pembebasan pagu kredit perbankan, serta untuk
menjaga likuiditas bank-bank dalam melaksanakan pemberian kredit sehari-hari, sejak Pebruari
1984 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai fasilitas diskonto. Jangka waktu
maksimal diskonto pertama adalah 15 hari, yang dapat diperpanjang maksimal 7 hari untuk
setiap kali perpanjangan, dengan jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 29 hari. Jumlah dasar
kredit yang disediakan adalah 5 persen dari jumlah dana pihak ketiga. Fasilitas diskonto kedua
disediakan untuk memudahkan bank dalam mengatasi kesulitan pendanaan hila rencana
penarikan dana tidak sesuai dengan reo ncana penarikan kredit jangka menengah, dan jangka
panjang. Jangka waktu dasar ditetapkan maksimal 60 hari, yang dapat diperpanjang maksimal
30 hari untuk setiap kali perpanjangan, sehingga jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 120
hari. Jumlah fasilitas kredit adalah maksimal sebesar 3 persen dari jumlah dana pihak ketiga.
Departemen Keuangan RI 94
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Posisi pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir September
1984 digunakan untuk membiayai kegiatan di sektor Pemerintah sebesar Rp 5.505 milyar (30,5
persen), dan di sektor swasta sebesar Rp 12.538 milyar (69,5 persen). Penyaluran kredit untuk
sektor Pemerintah dalam periode April-September 1984 meningkat sebesar Rp 117 milyar, atau
2,2 persen terhadap posisinya sebesar Rp 5.388 milyar pada akhir Maret 1984. Kenaikan terse
but berasal dari peningkatan kredit pada bank umum Pemerintah sebesar Rp 1.514 milyar,
bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 5 milyar, dan cabang bank asing sebesar Rp 3
Departemen Keuangan RI 95
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar, walaupun terdapat penurunan kredit yang disalurkan melalui kredit langsung Bank
Indonesia sebesar Rp 1.405 milyar.
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1077/1978 1978/1979
Sektor Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret
Bank Indonesia 1) 71 81 86 126 136 177 264 345 343 1.968
Sektor Pernerintah 2) 69 78 83 122 132 174 260 342 339 1.948
Sektor Swasta 2 3 3 4 4 3 4 3 4 20
Bank-bank Urnurn Pernerintah 163 253 374 470 815 1.111 1.516 1.869 2.187 2.696
Likuiditas sendiri 72 138 221 302 538 686 1.008 1.174 1.542 1.883
Sektor Pernerintah 7 21 46 11 38 71 104 119 199 207
Sektor Swasta 65 117 175 291 500 615 904 1.055 1.443 1.676
Likuiditas Bank Indonesia 91 115 153 168 277 425 508 695 545 813
Sektor Pernerintah 50 39 57 59 104 203 312 428 411 559
Sektor Swasta 41 76 96 109 173 222 196 267 134 254
Bank-bank Urnurn Swasta Nasional 22 28 35 55 72 98 149 211 286 382
Likuiditas sendiri 21 24 28 49 67 93 140 199 274 347
Sektor Pernerintah - - 2 3 3 4 4 4 5
Sektor Swasta 21 24 28 47 64 90 136 195 270 342
Likuiditas Bank Indonesia 1 4 7 6 5 5 9 12 12 35
Sektor Swasta 1 4 7 6 5 5 9 12 12 35
Cabang Bankotiank asing 3) 4 11 15 34 64 63 76 99 144 207
Sektor Pernerintah - - - 2 1 - 2
Sektor Swasta 4 11 15 34 64 63 74 98 144 205
Jurnlah kredit perbankan 4) 260 373 510 685 1.087 1.449 2.005 2.524 2.960 5.253
Sektor Pernerintah 126 138 184 194 277 451 682 894 953 2.721
Sektor Swasta 134 235 326 491 810 998 1.323 1.630 2.007 2.532
Kredit dalarn valuta aging - 6 24 85 127 305 984 1.193 1.115 387
1). Kredit langsung Bank Indonesia
2). Sejak Maret 1979 terrnasuk pinjarnan valuta aging kepada Pertarnina yang dinyatakan dalarn rupiah
3). Likuiditas sendiri
4). Kredit dalarn rupiah, terrnasuk kredit investasi, KIK dan KMKP
Menurut sektor ekonomi, pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir
September 1984 digunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 8.018 milyar (44,4
persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 6.227 milyar (34,5 persen), dan untuk kegiatan di
sektor lainnya sebesar Rp 3.798 milyar (21,1 persen). Jumlah pemberian kredit untuk kegiatan
di sektor produksi sampai dengan bulan September 1984 sebesar Rp 8.018 milyar tersebut
digunakan untuk bidang perindustrian sebesar Rp 6.293 milyar, bidang pertanian sebesar Rp
Departemen Keuangan RI 96
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1.347 milyar, dan bidang pertambangan sebesar Rp 378 milyar. Selama periode April-
September 1984 pemberian kredit untuk kegiatan produksi meningkat sebesar Rp 329 milyar
(4,3 persen) yang berasal dari kenaikan kredit di bidang perindustrian sebesar Rp579 milyar,
dan di bidang pertanian sebesar Rp 42 milyar, di samping penurunan di bidang pertambangan
sebesar Rp 292 milyar. Sementara itu posisi pemberian kredit untuk ,egiatan di sektor
perdagangan sampai dengan bulan September 1984 adalah sebesar lp 6.227 milyar, ini berarti
bahwa selama periode April-September 1984 telah meningkat sebesar Rp 930 milyar.
Sedangkan kredit untuk sektor ekonomi lainnya dalam periode yang iama telah meningkat
sebesar Rp 649 milyar. Pemberian kredit di sektor perdagangan sebagian besar digunakan untuk
pembiayaan pengadaan pangan. Di samping itu tercatat beberapa kegiatan lainnya yang dibiayai
oleh kredit di sektor perdagangan, yaitu antara lain lsaha pengumpulan barang-barang dalam
negeri, impor pupuk dan batu bara, distribusi kebutuhan pokok, dan perdagangan eceran.
Tabel IV.7
KREDIT PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1969/1970 – 1984/1985
(dalam milyar rupiah)
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
SEKTOR Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret
Bank Indonesia 1) 71 81 86 126 136 177 264 345 343 1.968
Produksi 2) - - - 18 21 17 104 206 166 1.735
Perdagangan - - - 105 112 158 149 130 165 202
Lain-lain - - - 3 3 2 11 9 12 31
Bank-bank Umum Pemerintah 163 253 374 470 815 0,11875 1.516 1.869 2.187 2.696
Produksi - - - 223 390 468 719 979 1.165 1.565
Perdagangan - - - 149 247 388 528 530 602 679
Lain-lain - - - 98 178 255 269 360 420 452
Bank-bank Umum SwastaNasional 22 28 35 55 72 98 149 211 286 382
Produksi - - - 15 21 29 45 64 82 111
Perdagangan - - - 22 23 29 62 94 130 181
Lain-lain - - - 18 28 40 42 53 74 90
Cabang Bank-bank asing 4 11 15 34 64 63 76 99 144 207
Produksi - - - 13 25 22 33 42 75 104
Perdagangan - - - 14 15 15 27 39 47 71
Lain-lain - - - 7 24 26 16 18 22 32
Jumlah kredit perbankan 3) 260 373 510 685 1.087 1.449 2.005 2.524 2.960 5.253
Produksi - - - 269 457 536 901 1.291 1.488 3.515
Perdagangan - - - 290 397 590 766 793 944 1.133
Lain-lain - - - 126 233 323 338 440 528 605
Kredit dalam valuta asing - 6 24 85 127 305 984 1.193 1.193 387
1) Kredit langsung Bank Indonesia
2) Sejak Maret 1979 termasukpinjaman valuta asing kepada Pertamina yang dinyatakan dalam rupiah
3) Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, sampai dengan akhir Maret 1980 adalah posisikredit dalam rupiah
4) Angka sementara
Departemen Keuangan RI 97
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pemerataan sarana dan hasil pembangunan juga diusahakan melalui pemberian fasilitas
kredit perbankan untuk membiayai kegiatan perekonomian di berbagai sektor yang dialokasikan
sesuai dengan kebutuhannya di masing-masing daerah tingkat I di Indonesia. Sampai dengan
akhir bulan September 1984, pemberian kredit perbankan untuk seluruh Dati I di Indonesia,
tidak termasuk kredit langsung Bank Indonesia, telah mencapai jumlah sebesar Rp 16.582,3
milyar. Kredit tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan perekonomian yang dapat diperinci
sebagai berikut. Untuk membiayai kegiatan di sektor produksi telah dipergunakan kredit
sebesar Rp 7.303,0 milyar (44,0 persen), bidang pertanian sebesar Rp 1.347,3 milyar, bidang
pertambangan sebesar Rp 104,4 milyar, dan bidang perindustrian sebesar Rp 5.851,3 milyar.
Untuk sektor perdagangan telah disalurkan sebesar Rp 6.167,6 tnilyar (37,2 persen), dan di
sektor lain-lain sebesar Rp 3.111,7 milyar (18,8 persen) termasuk kredit untuk bidang jasa-jasa
sebesar Rp 2.768,8 milyar. Secara keseluruhan, dalam periode ]anuari-September 1984 telah
terjadi peningkatan pemberian kredit di seluruh Dati I sebesar Rp 4.626,5 milyar (38,7 persen),
yang berasal dari kenaikan pemberian kredit di sektor produksi sebesar Rp 604,9 milyar (9,0
persen), sektor perdagangan sebesar Rp 2.496,8 milyar (68,0 persen), dan sektor lain-lain
sebesar Rp 1.524,8 milyar (96,1 persen).
Bila dilihat pemberian kredit di tiap-tiap Dati I, terlihat perkembangan yang cukup
menggembir_kan, karena daerah di luar pulau Jawa telah menikmati pemberian kredit yang
lebih meningkat. Di Dati I Sumatera Utara terdapat peningkatan volume kredit yang cukup
besar, yaitu sebesar Rp 165,1 milyar (20,7 persen), disusul kemudian oleh Dati I Sumatera
Selatan dengan Rp 115,6 milyar (49,4 persen), Dati I Kalimantan Barat dengan Rp 67,0 milyar
Departemen Keuangan RI 98
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
(32,6 persen), Dati I Sumatera Barat dengan Rp 51,4 milyar (26,5 persen), dan di Dati I
Kalimantan Timur meningkat dengan Rp 50,7 milyar (24,0 persen). Posisi penyaluran kredit di
Dati I DKI Jakarta raJa akhir bulan September 1984 menunjukkan jumlah sebesar Rp8.351,1
milyar. Dengan demikian selama sembilan bulan dalam tahun 1984, penggunaan kredit di DKI
Jaya telah meningkat sebesar Rp 3.183,3 milyar (61,6 persen) terhadap posisinya sebesar Rp
5.167,8 milyar raJa akhir bulan Desember 1983. Peningkatan tersebut tersalur ke sektor
produksi sebesar Rp 278,2 milyar (9,5 persen), ke sektor perdagangan sebesar Rp1.932,7 milyar
(25,8 persen), dan ke sektor lain-lain sebesar Rp 972,4 milyar (35,4 persen). Dati I Jawa Timur
telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.839,2 milyar, yang berarti meningkat sebesar Rp355,3
milyar (23,9 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 1.483,9 milyar raJa akhir bulan Desember
1983. Pertambahan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 169,8
milyar (19,2 persen), sektor peraagangan sebesar Rp 124,6 milyar (25,6 persen), dan sektor
lain-lain sebesar Rp 60,9 milyar (53,3 persen). Kenaikan kredit yang cukup tinggi di sektor
produksi terutama digunakan untuk kegiatan perindustrian. Dalam periode yang sarna, Dati I
Jawa Tengah telah menggunakan kredit scbesar Rp 978,6 milyar, yang berarti meningkat
sebesar Rp 147,4 milyar (17,7 persen) dari posisinya sebesar Rp 831,2 milyar raJa akhir bulan
Desember 1983. Jumlah pertambahan tersebut dipergunakan ulltuk membiayai usaha di sektor
produksi sebesar Rp 38,4 milyar (8,3 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 66,8 milyar
(23,2 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 42,2 milyar (50,8 persen). Dati I Jawa Barat
sampai dengan akhir bulan September 1984 telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.297 milyar,
atau selama sembilan bulan terse but telah meningkat sebesar Rp 185,5 milyar (16,7 persen).
Jumlah peningkatan terse but dipergunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 12,5
milyar (2,1 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 72,0 milyar (25,7 persen), dan di sektor
lain-lain sebesar Rp 101,0 milyar (41,0 persen). Jumlah pemberian kredit di Dati I lainnya,
sampai dengan akhir bulan September 1984 adalah sebesar Rp 4.115,9 milyar. Dengan
demikian sejak akhir bulan Desember 1983 telah meningkat sebesar Rp 755,0 milyar (22,5
persen). Seperti halnya raJa Dati I-Dati I terse but di atas, kenaikan pemberian kredit sebagian
besar berasal dari penggunaan kredit di sektor produksi sebesar Rp 106,0 milyar (5,7 persen),
perdagangan sebesar Rp 300,7 milyar (27,8 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 348,3
milyar (82,0 persen). perkembangan pemberian kredit perbankan menurut Dati I sampai dengan
akhir bulan Agustus 1984, dapat diikuti pada Tabel IV.8.
Departemen Keuangan RI 99
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 8.
KREDIT RUPIAH PERBANKAN MENURUT DATI I DAN SEKTOR EKONOMI
TIDAK TERMASUK KREDIT LANGSUNG BANK INDONESIA 1)
DESEMBER 1983 - SEPTEMBER 1984
(dalam milyar rupiah)
Produksi Perdagangan Lain-lain Jumlah
D ati I Des. Sept. Des. Sept. Des. Sept. Des. Sept. 2)
1. DKl Jaya 2.913,40 3.191,60 1.536,20 3.468,90 718,2 1.690,60 5.167,80 8.351,10
2. Jawa Timur 882,5 1.052,30 487,1 611,7 114,3 175,2 1.483,90 1.839,20
3. Jawa Barat 585,7 598,2 279,9 351,9 246,4 347,4 1.112,00 1.297,50
4. Jawa Tengah 460,5 498,9 287,6 354,4 83,1 125,3 831,2 978,6
5. Sumatera Utara 522,9 589,8 208,9 238,2 66,1 135 797,9 963
6. Sumatera Selatan 112,3 112,5 85 175,5 36,6 61,5 233,9 349,5
7. Sulawesi Selatan 117 118,6 106,9 126,9 48 69,8 271,9 315,3
8. Kalimantan Barat 203,5 44,2 40 17,6 29,1 205,6 272,6
9. Kalimantan Timur 152,7 169,8 38,2 56,5 20,3 35,6 211,2 261,9
10. Sumatera Barat 104,4 116,9 52,9 70,6 36,4 57,6 193,7 245,1
11. Lampung 82,5 83,8 81,3 113,9 18,8 34 182,6 231,7
12. Kalimantan Selatan 124,4 114,4 48,9 73,8 16,5 35 189,8 223,2
13. Maluku 86,1 101,2 48 62,1 7 20,2 141,1 183,5
14. Ria u 85,8 88 33,1" 47,3 17,3 42,5 136,2 177,8
15. B a l i 48,8 47,1 55,9 65,8 23,2 32,4 127,9 145,3
16. D.I. Yogyakarta 51,8 53,9 40,4 51 24 30,7 116,2 135,6
17. D.I. Ace h 41,2 24,5 54 59 15,9 41,8 111,1 125,3
18. Sulawesi Utara 43,5 34 53,5 53,7 13,7 26,6 110,7 114,3
19. Jam b i 29,2 36,7 21,2 25 8,6 13,7 59 75,:1-
20. Sulawesi Tengah 25 14,9 24,1 25,2 9,6 21,9 58,7 62
21. Nusa Tenggara Barat 25,2 20,6 23,2 25,7 10,1 15,1 58,5 61,4
22. Kalimantan Tengah 15,5 13,4 15,1 18,9 4,5 10,4 35,1 42,7
23. Nusa Tenggara Timur 15,1 9,2 15 18,3 8,4 12,6 38,5 40,1
24. IrianJaya 10,3 2,1 10,2 11,3 8,3 18,6 28,8 32
25. Sulawesi Tenggara 8,9 2,6 13,4 14,3 5,5 13,1 27,8 30
26. Bengkulu 8,9 4,2 5,9 6,9 7,7 14,6 22,5 25,7
27. Timor Timur 0,7 0,3 0,7 0,8 0,8 1,4 2,2 2,5
Jumlah 6.698,10 7.303,00 3.670,80 6.167,60 1.586,90 3.111,70 11.955,80 16.582,30
1) Termasuk Bapindo dan Bank Pembangunan Daerah
2) Angka sementara
swasta nasional, dan bank-bank asing diberikan kesempatan melakukan penyertaan modal
dalam perusahaan-perusahaan yang potensial, dengan jangka waktu maksimum 8 tahun.
Sampai dengan akhir bulan September 1984, pinjaman investasi perbankan dalam
rupiah dan valuta asing yang disetujui telah mencapai jumlah sebesar Rp 6.199 milyar. Jumlah
terse but telah disalurkan oleh bank-bank Pemerimah sebesar Rp 4.674 milyar, oleh Bank
Indonesia sebesar Rp 1.371 milyar, oleh bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 152
milyar, dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 2 milyar. Keseluruhan jumlah kredit
sebesar Rp 6.199 milyar tersebut dipergunakan untuk kegiatan di bidang perindustrian sebesar
Rp 2.766 milyar (44,6 persen), jasa-jasa sebesar Rp 1.004 milyar (16,2 persen), pertanian
sebesar Rp 891 milyar (14,4 persen), pertambangan sebesar Rp 734 milyar (11,8 persen),
perdagangan sebesar Rp 223 milyar (3,6 persen), dan di bidang lain-lain sebesar Rp 581,0
milyar (9,4 persen). Dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984, dalam periode
April-September 1984 telah terjadi peningkatan yang cukup berarti terutama di bidang
perindustrian, dan di bidang jasa-jasa, yaitu masing-masing meningkat dcngan Rp 193 milyar
(7,5 persen), dan Rp 114 milyar (12,8 persen). Menyusul kemudian peningkatan di bidang
pertanian st;besar Rp 99 milyar (12,5 persen), perdagangan sebesar Rp 73 milyar (48,7 persen),
dan di bidang lain-lain sebesar Rp 49 milyar (9,2 persen). Dilain pihak terdapat penurunan di
bidang pertambangan sebesar Rp 19 milyar (2,5 persen). Dengan demikian secara keseluruhan
dalam periode April-September 1984, te12h terjadi peningkatan sebesar Rp 509 milyar (8,9
persen) atau rata-rata perbulan sebesar Rp 85 milyar. Kenaikan dalam periode 1984/1985
tersebut adalah lebih baik dari yang terjadi dalam periode 1983/1984 yang mengalami
penurunan sebesar Rp 306 milyar (5,1 persen).
Ada pun posisi kredit investasi yang telah direalisasikan sampai dengan akhir bulan September
1984 adalah sebesar Rp 4.795 milyar. Dengan demikian, dalam periode AprilSeptember 1984
telah terjadi peningkatan sebesar Rp 63 milyar (1,3 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 4.732
milyar pada akhir bulan Maret 1984. Peningkatan tersebut hemal dari kenaikan kredit di
berbagai sektor ekonomi, terutama di bidang jasa-jasa, dan di bidang pertanian, yaitu masing-
masing sebesar Rp 132 milyar (17,6 persen), dan sebesar Rp 92 milyar (18,6 persen). Juga
terjadi kenaikan di bidang perdagangan sebesar Rp 61 milyar (57,5 persen), dan di bidang -lain-
lain sebesar Rp 82 milyar (19,0 persen), di samping penurunan di bidang pertambangan sebesar
Rp 292 milyar (46,2 persen), dan di. bidang perindustrian sebesar Rp 12 milyar (0,5 persen).
Tabel IV. 9
KREDIT INVESTASI PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING
MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1) 1969/1970 - 1984/1985
( dalam mityar rupiah )
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret
Yang disetujui perbankan 32 78 115 147 175 198 270 343 362 448
Pertanian 8 20 11 12 18 19 36 48 69 86
Industri 11 35 61 75 84 100 110 137 143 154
Pertambangan 1 - - 1 1 - 5 5 5 10
Jasa-jasa 2) 11 22 40 54 62 66 104 137 127 185
Lain - lain 1 1 3 5 10 13 15 16 18 13
Realisasi 17 49 77 107 119 143 196 263 288 343
Pertanian 6 13 6 8 10 13 29 41 57 71
Industri 5 20 45 58 61 73 82 97 109 118
Pertambangan 1 - - - - - 5 4 3 2
Jasa - jasa 2) 5 15 25 39 41 47 70 111 107 143
Lain -lain - 1 1 2 7 10 10 10 12 9
1) Sampai dengan Maret 1980, adalah posisi kredit investasi dalam rupiah pada bank-bank Pemerintah
2) Termasuk kredit untuk sektor perdagangan
Pemberian fasilitas kredit melalui Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP) kepada pengusaha kecil yang dilaksanakan sejak akhir tahun 1973, te1ah
mengalami beberapa penyempurnaan, baik mengenai besarnya volume kredit yang diberikan
maupun mengenai bagian pembiayaan pinjaman, suku bunga serta jangka waktu pinjamannya.
Jika pada awal dilaksanakannya, jumlah maksimum KIK adalah sebesar Rp 5 juta setiap
nasabah dengan suku bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 5 tahun, maka
dalam perkembangannya hingga bulan September 1980 jumlah maksimum KIK te1ah menjadi
Rp 10 juta, dapat diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, suku bunga 10,5 persen setahun
dengan jangka waktu maksimum menjadi 10 tahun. Sejak tanggal 1 Juni 1983, bat as tertinggi
KIK dinaikkan lagi menjadi Rp 15 juta, tanpa adanya tambahan plafon, daD dengan suku bunga
12 persen setahun. Selanjutnya pada bulan Juli 1984 diadakan penyesuaian dalam
kebijaksanaan KIK/ KMKP. Jumlah kredit likuiditas Bank Indonesia untuk program kredit ini
yang semula ditetapkan 80 persen, di tUrunkan menjadi 55 persen, sedang sisanya sebesar 25
persen akan dibiayai dengan dana yang berasal dari Bank Dunia, sedangkan bagian dana dari
bank pelaksana tetap 20 persen. Jangka waktu KIK adalah 8 tahun dengan masa tenggang 4
tahun, serta plafon kredit yang dapat disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh
nasabah. Ketentuan jumlah maksimum KMKP pada awal diselenggarakannya program ini
adalahsebesar Rp 5 juta rupiah, dengan suku bunga 15 persen setahun, danjangka waktu
maksimum 3 tahun. Selanjutnya sejak September 1980 plafon KMKP te1ah menjadi Rp 10 juta,
dan diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, sehingga jumlah maksimum kredit menjadi
Rp 15 jtita, dengan jangka waktu 3 tahun (yang setiap saat dapat diperpanjang), dan suku bunga
12 persen setahun. Mulai 1 Juni 1983 jumlah kredit tersebut ditingkatkan menjadi Rp 15 juta
tanpa tambahan plafon, dengan suku bunga tetap sebesar 12 persen setahun. Dalam bulan Juli
1984, jangka waktu KMKP ditetapkan 5 tahun dengan masa tenggang 1 tahun, dan plafon
kredit yang senantiasa disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh nasabah.
Jumlah KIK dan KMKP yang disetujui sampai dengan bulan September 1984 tercatat sebesar
Rp 2.945 milyar, dengan jumlah 1.956 ribu pemohon. Jumlah-jumlah tersebut terdiri dari KIK
yang disetujui sebesar Rp 872 milyar (29,6 persen) dengan 238 ribu pemohon, dan KMKP yang
disetujui sebesar Rp 2.073 milyar (70,4 persen) dengan 1.718 ribu pemohon. Dalam periode
April-September 1984, jumlah KIK mengalami peningkatan sebesar Rp 47 milyar (5,7 persen)
dengan pyningkatan nasabah sebesar 10 ribu pemohon (4,4 persell), sedangkan KMKP
meningkat sebesar Rp 212 milyar (11,4 persen) dengan peningkatan nasabah sebesar 97 ribu
pemohon (6,0 persen). Dengan demikian posisi KIK dan KMKP dalam 6 bulan pertama tahun
anggaran 1984/1985 (April-September 1984) menunjukkan pertambahan sebesar Rp 259 milyar
(9,6 persen), dengan peningkatan permohonan sebanyak 107 ribu pemohon, atau rata-rata setiap
bulannya meningkat sebesar Rp 43,2 milyar dengan 18 ribu pemohon.,Perkembangan KIK dan
KMKP dapat dilihat pada Tabel IV.10.
Tabel IV. 10
VESTASI KECIL DAN KREDIT MODAL KERJA P
YANG DISETUJUI 1973/1974 - 1984/1985
(dalam milyar rupiah)
Pemberian Kredit Kecil (KK) yang diselenggarakan sejak tahun 1974, senantiasa
ditingkatkan dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan. Di samping Kredit Kecil, sejak
tahun 1978 telah pula diselenggarakan program kredit Midi untuk pengusaha yang memerlukan
kredit dalam jumlah maksimum sampai dengan Rp 500 ribu. Berbeda dengan Kredit Kecil yang
sumber dananya berasal dari APBN, Kredit Midi dananya sebagian berasal dari kredit likuiditas
Bank Indonesia, dan sebagian lagi dari bank pelaksana. Selanjutnya sejak Januari 1984 telah
diselenggarakan program kredit baru yang merupakan pengganti dari program Kredit Kecil, dan
Kredit Midi. Fasilitas kredit untuk pengusaha kecil ini dikenal dengan Kredit Umum Pedesaan
(Kupedes). Kredit ini dananya berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia, dana perbankan
yang berhasil dihimpun dari masyarakat, dan dana APBN yang telah disalurkan dalam rangka
penyelenggaraan program Kredit Keci!. Sampal dengan akhir September 1984, posisi Kredit
Kecil tercatat sebesar Rp 14,4 milyar atau suatu penurunan sebesar Rp 22,1 milyar ( 60,5 persen
) terhadap posisinya pada akhir bulan Maret 1984 sebesar Rp 36,5 milyar. Penurunan tersebut
terdiri dari penurunan kredit untuk usaha investasi sebesar Rp 1,5 milyar, dan untuk usaha
eksploitasi sebesar Rp 20,6 milyar, yang disebabkan karena selain makin banyak para nasabah
mengembalikan kredit dalam periode tersebut, juga disebabkan beralihnya nasabah Kredit Kecil
ke Kredit Umum Pedesaan. Dengan dikeluarkannya fasilitas Kupedes ini, fasilitas Kredit Mini
dan Kredit Midi masih diteruskan sampai dengan jatuh tempo kredit masing-masing, sedangkan
permintaan kredit baru dialihkan ke Kupedes. Fasilitas kredit ini dimaksudkan untuk
mengembangkan, dan meningkatkan usaha-usaha kecil di pedesaan, baik usaha-usaha yang
sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas Kredit Kecil/Kredit Midi, maupun usaha calon
nasabah baru. Jumlah pinjaman yang diberikan kepada nasabah Kupedes adalah minimum
sebesar Rp 25.000,- dan maksimum sebesar Rp 1.000.000,-. Kredit tersebut dapat digunakan
untuk investasi dengan bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 3 tahun. Dalam
hal Kupedes dipergunakan untuk modal kerja dikenakan suku bunga 18 persen setahun, dan
jangka waktu maksimum 2 tahun. Bagi nasabah yang menunggak pengembalian pinjamannya,
suku bunga_ya akan dinaikkan masing-masing menjadi 18 persen setahun untuk kredit
investasi, dan 24 persen setahun untuk kredit modal kerja. Sampai dengan akhir September
1984, posisi Kupedes yang diselenggarakan sejak Januari 1984 telah mencapai Rp 88,6 milyar,
atau rata-rata Rp 9,8 milyar setiap bulan. Perkembangan Kredit Kecil dan Kupedes dapat dilihat
pada Tabel IV.11.
ribu nasabah. Menurut sektor ekonomi, dari keseluruhan jumlah pertanggungan tersebut di atas,
sebesar Rp 11,7 milyar merupakan jumlah pertanggungan yang diberikan secara masal kepada
124 ribu nasabah, dan Rp 332,6 milyar merupakan pertanggungan kredit yang diberikan secara
individual kepada 127 ribu nasabah. Secara terperinci pemberian pertanggungan secara masal
meliputi sektor pertanian sebesar Rp 8,5 milyar untuk 122 ribu nasabah, perdagangan sebesar
Rp 1,4 milyar untUk 389 nasabah, dan sektor jasa-jasa sebesar Rp 1,8 milyar untuk 1.682
nasabah. Pemberian pertanggungan secara individual terdiri dari nilai pertanggungan di sektor
pertanian sebesar Rp 10,0 milyar untuk 5 ribu nasabah, industri sebesar Rp 23,2 milyar untuk 5
ribu nasabah, perdagangan sebesar Rp 231,4 milyar untuk 68 ribu nasabah, jasa-jasa sebesar
Rp49,1 milyar untuk 9 ribu nasabah, dan di sektor ekonomi lainnya sebesar Rp 18,9 milyar
untuk 40 ribu nasabah. Di dalam keseluruhan kredit yang dijamin PT Askrindo, termasuk kredit
sebesar Rp 0,2 juta untuk satU BUUD/KUD.
Guna mendorong kegiatan para pengusaha kecil, PT Bahana sejak tahun 1974 telah
pula memberikan bantUan dalam bentuk penyertaan modal, pemberian kredit penjembatan,
maupun dalam bentuk penanaman lainnya. Sampai .dengan bulan September 1984, PT Bahana
telah melakukan penanaman dana sebesar Rp 4.285,0 juta yang terdiri dari kredit penjembatan
sebesar Rp 3.612,0 juta, penyertaan modal sebesar Rp 662,1 juta kepada 39 buah perusahaan
dan penanaman dana lainnya sebesar Rp 10,9 juta. Bantuan tersebut terutama dipergunakan
untuk usaha di sektor perdagangan dan industri.
Tabel IV. 11
KREDIT KECIL DAN KREDIT UMUM PEDESAAN, 1974/1975 -
1984/1985
Guna membantu mengatasi kebutuhan akan perumahan, Pemerintah sejak tahun 1976
menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disalurkan melalui Bank Tabungan
Negara. Sampai dengan akhir bulan September 1984, posisi pemberian KPR mencapai jumlah
sebesar Rp 721 milyar, yang digunakan untuk membangun 215.613 unit rumah yang terdiri dari
92.417 unit dibangun oleh rerum Perumnas, dan 123.196 unit dibangun oleh non Perumnas.
Bila dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984 sebesar Rp 620 milyar, selama
periode April-September 1984 pemberian KPR telah mengalami peningkatan sebesar Rp 101
milyar (16,3 persen) untuk membangun 19.778 unit rumah. Dari jumlah tersebut, sebanyak
3.882 unit dengan nilai sebesar Rp 8 milyar dibangun oleh rerum Perumnas, dan 15.896 unit
dengan nilai Rp 93 milyar dibangun oleh non Perumnas. Kredit untuk pembangunan rumah
oleh rerum Perumnas dananya berasal dari APBN, sedangkan kredit untuk pembangunan rumah
non Perumnas dananya berasal dari dana perbankan.
Demikian pula sejak Pebruari 1983 tata kerja bank-bank umum yang berbadan hukum koperasi,
disesuaikan dengan tempat dimana bank didirikan terutama mengenai besarnya modal koperasi.
Dalam rangka memperluas dan memperlancar lalu lint as uang giral, perluasan kliring
lokal di wilayah, yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia terus ditingkatkan. Dalam tahtm
terakhir ini, jumlah tempat penyelenggara kliring lokal tersebut telah bertambah dengan 3
tempat sehingga menjadi 24 tempat. Jumlah kantor cabang pembantu sebagai peserta tidak
langsung dari kliring lokal telah bertambah dengan 24 kantor, sehingga jumlahnya menjadi 80
kantor pacta akhir Juli 1984.
pendirian LKBB tetap hanya diberikan untuk kantor perwakilannya saja. Demikian pula untuk
lebih meningkatkan peranan LKBB dalam perdagangan surat-surat berharga, Bank Indonesia
telah memberikan fasilitas diskonto ulang. Surat berharga yang dapat didiskonto ulangkan
kepada Bank Indonesia telah diperluas dengan obligasi. Untuk tahap pertama, jumlah obligasi
yang dapat didiskonto ulangkan kepada Bank Indonesia ditetapkan sebesar 70 persen dari nilai
nominalnya. Dalam tahun 1983/1984, surat-surat berharga yang didiskontokan kepada Bank
Indonesia berjumlah sebesar Rp 156 milyar, dan jumlah surat berharga yang dibeli kembali oleh
LKBB adalah sebesar Rp 197 milyar. Posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Maret 1983
tercatat sebesar Rp 43 milyar. Dengan adanya pembelian kembali suqtt-surat berharga yang
lebih besar sejumlah Rp 41 milyar, berarti posisi fasilitas diskonto ulang menurun menjadi Rp 2
milyar pada akhir Maret 1984. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 (sampai dengan Juli 1984),
telah dijual surat-surat berharga kepada Bank Indonesia sebesar Rp 57 milyar, dan dibeli
kembali sebesar Rp 51 milyar. Dengan demikian posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Juli
1984 naik menjadi Rp 8 milyar.
Adapun penanaman dana dari LKBB secara keseluruhan selama periode April-
September 1984 mengalami kenaikan sebesar Rp 65.milyar (6,0 persen), sehingga posisinya
menjadi Rp 1.155 milyar. Sementara itU jumlah dananya pada periode yang sarna telah
meningkat sebesar Rp 58 milyar atau 5,2 persen, sehingga posisinya menjadi sebesar Rp 1.162
milyar. Penanaman dana dari LKBB sebesar Rp 1.155 milyar pada akhir September 1984 terse
but terdiri dari penanaman dana LKBB jebis investasi sebesar Rp 917 milyar (79,4 persen) dan
jenis pembangunan sebesar Rp 238 milyar (20,6 persen). Kedua jenis penanaman dana tersebut,
dalam periode April-September 1984 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5,2 persen,
dan 9,2 persen. Di lain pihak jumlah dana yang berhasil dihimpun oleh LKBB jenis investasi
sampai dengan September 1984 berjumlah sebesar Rp 919 milyar atau 4,2 persen lebih tinggi
dari posisinya sebesar Rp 882 milyar pada akhir Maret 1984. Sedangkan jumlah dana LKBB
jenis pembangunan berjumlah sebesar Rp 243 milyar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar
9,5 persen dalam periode yang sarna.
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersarna.
Sejak diselenggarakannya sampai dengan akhir semester I 1984, jumlah perusahaan leasing
telah mencapai 41 perusahaan yang terdiri dari 1 perusahaan milik negara, 14 perusahaan milik
swasta nasional, dan 26 perusahaan leasing patungan.Kegiatan usaha leasing antara lain dapat
dilihat dari besarnya nilai kontrak leasingnya, yang selama April-Juni 1984 mencapai sebesar
Rp 108,5 milyar. Dibandingkan dengan nilai kontrak leasing dalam periode yang sarna tahun
lalu sebesar Rp 47,2 milyar, maka dalam tahun 1984 terdapat peningkatan kegiatan leasing
yang cukup besar.
4.4.3. Perasuransian
jiwa yang ada di Indonesia, termasuk Koperasi Asuransi Indonesia (KAI), adalah sebanyak 15
perusahaan. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk men-
dirikan perusahaan asuransi jiwa baru, sedangkan pengusaha asing dapat melakukan usaha
patungan dengan perusahaan asuransi jiwa nasional yang ada. Perkembangan usaha asuransi
jiwa pada saat ini terlihat pada jumlah polis yang dalam tahun 1983 berjumlah 2.259.760 buah,
sedangkan pada tahun 1978 baru mencapai 1.817.906 buah. Dengan demikian selama 5 tahun
terse but terjadi kenaikan sebesar 24,4 persen, atau rata-rata setiap tahun sebesar 4,9 persen.
Dalam periode yang sarna, jumlah uang pertanggungan asuransi jiwa telah meningkat sebesar
Rp 1.741,8 milyar (195,3 persen), sehingga jumlahnya menjadi sebesar Rp 2.633,8 milyar
dalam tahun 1983, atau rata-rata setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar Rp 348,4
milyar (39,1 persen). Dalam tahun 1983 saja jumlah pertanggungan meningkat sebesar Rp699,0
milyar (36,1 persen).
Sementara itu jumlah dana investasi asuransi jiwa yang ditanam dalam bentuk
deposito, pinjaman polis, dan jenis-jenis investasi lainnya, sampai dengan tahun 1983 mencapai
sebesar Rp 169,9 milyar. Dari jumlah tersebut Rp 80,4 milyar diantaranya diinvestasikan dalam
deposito, dan Rp 38,0 milyar diinvestasikan dalam pinjaman polis. Kalau dibandingkan dengan
jumlah dana investasi dalam tahun 1978, investasi perusahaan asuransi jiwa telah meningkat
sebesar Rp 140,9 milyar (484,7 persen), atau rata-rata Rp 28,2 milyar (96,9 persen) setiap
tahunnya. Sedangkan dalam tahun 1983 tercatat peningkatan sebesar Rp 58,8 milyar (52,9
persen).
Tabel IV.
DANA INVESTASI DARI SEKTOR ASURANSI, 1969 - 1983
( dalam juta rupiah)
tidak dilakukan lagi penagihan pajak penjualan dan pajak perseroan yang terhutang dari hasil
penerimaan bunga dan hadiah obligasi. Di samping itu Pemerintah telah membebaskan pajak
penghasilan alas dana pensiun yang ditanam dalam bentuk saham, dan sertifikat dana yang
diperdagangkan di luar bursa, serta obligasi yang dikeluarkan oleh badan usaha milik negara.
Berbagai kegiatan promosi dan penelitian telah ditingkatkan untuk menjadikan pasar
modal sebagai sarana pembiayaan yang potensial, dan efektif. Dalam tahun 1983/1984 dan
semester I 1984/1985, telah disetujui permohonan 8 perusahaan untuk memasarkan sahamnya,
dan 1 perusahaan untuk memasarkail obligasi melalui posar modal. Dengan demikian, sejak
diaktipkannya kembali bursa efek di Indonesia pada bulan AgustUs 1977, maka sampai dengan
Agustus 1984, jumlah perusahaan yang telah terdaftar adalah sebanyak .26 buah, 23 buah
diantaranya menerbitkan saham sejumlah 57,2 juta lembar saham dengan nilai emisi
. Rp 130,8 milyar, dan 3 buah badan usaha menerbitkan obligasi sebanyak 263.230 lembar
dengan nilai Rp 154,7 milyar. Berdasarkan harga penawaran perdana, kedua puluh enam
perusahaan, dan badan usaha itu telah menyerap dana masyarakat melalui pasar modal sebesar
Rp 285,5 milyar. Perkembangan perusahaan-perusahaan/badan-badan usaha yang telah
memasyarakatkan saham dan obligasi melalui posar modal dapat diikuti dalam Tabel IV.13
dan Tabel IV.14. Dengan mulai diterbitkannya obligasi, berarti pasar modal di Indonesia mulai
memasuki tahap lanjut dalam perluasan transaksi modalnya. Adapun perusahaan/badan usaha
yang menerbitkan obligasi sampai dengan Agustus 1984 adalah PT Jasa Marga (di bidang jalan
tol), Bank Pembangunan Indonesia (di bidang perbankan), dan PT Papan Sejahtera (di bidang
perumahan).
Penerbitan berbagai jenis sertifikat saham PT Danareksa berkaitan erat dengan tujuan
menyebarluaskan pemilikan sertifikat kepada masyarakat, terutama yang berpenghasilan
rendah, dan menengah. Sampai dengan Agustus 1984, PT Danareksa telah menerbitkan dua
jenis sertifikat yaitu sertifikat saham dan sertifikat dana, yang seluruhnya berjumlah 7.420 ribu
sertifikat dengan nilai Rp 72,3 milyar. Jumlah sertifikat saham dan sertifikat dana yang berada
di masyarakat sampai dengan akhir tahun 1983/1984 adalah sebanyak 6.115 ribu lembar dengan
nilai sebesar Rp 60,5 milyar.
Tabel IV. 13
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAH MEMASYARAKATKAN SAHAM
MELALUI PASAR MODAL SAMPAI DENGAN AGUSTUS 1984
Jumlah Harga Nilai pasar
Perusahaan emisi Kumulatif penawaran Perdana Kumulatif
(lembar) (lembar) (Rp/lembar) (Juta Rp) (Juta Rp)
1. PT Semen Cibinong
- Emisi I 342.116 342.116 10.000 3.421,20 3.421,20
- Emisi II 214.980 557.096 16.750 3.600,90 7.022,10
2. PT Centex
- Emisi I 116.000 673.096 5.500 638 7.660,10
- Emisi II 584.000 1.257.096 5.000 2.920,00 10.580,10
3. PT BAT Indonesia 6.600.000 7.857.096 2.500 16.500,00 27.080,10
4. PT Tificorp 1.100.000 8.957.096 7.250 7.975,00 35.055,10
5. PT Richardson Vicks Indonesia 360.000 9.317.096 3.000 1.080,00 36.135,10
6. PT Goodyear Indonesia 6.150.000 15.467.096 1.250 7.687,50 43.822,60
7. PT Merck Indonesia 1.680.000 17.147.096 1.900 3.192,00 47.014,60
8. PT Multi Bintang Indonesia 3.520.012 20.667.108 1.570 5.526,40 52.541,00
9. PT Unilever Indonesia 9.200.000 29.867.108 3.175 29.210,00 81.751,00
10. PT Sepatu Bata Indonesia 1.200.000 31.067.108 1.275 1.530,00 83.281,00
11. PT Unitex 733.500 31.800.608 1.475 1.081,90 84.362,90
12. PT Sucaco 4.800.000 36.600.608 1.100 5.280,00 89.642,90
13. PT Bayer Indonesia 2.324.100 38.924.708 1.325 3.079,40 92.722,30
14. PT Panin Bank Indonesia
- Emisi I 1.637.500 40.562.208 3.475 5.690,30 98.412,60
- Emisi II 3.162.500 43.724.708 3.550 11.226,90 109.639,50
15. PT Squibb Indonesia 972.000 44.696.708 1.050 1.020,60 110.660,10
16. PT Asuransi Jiwa Panin Putra 1.020.000 45.716.708 2.950 3.009,00 113.669,10
17. PT Sari Husada 1.000.000 46.716.708 1.850 1.850,00 115.519,10
18. PT Panin Union Insurance Ltd 765.000 47.481.708 1.150 879,8 116.398,90
19. PT Regnis Indonesia 523.500 48.005.208 1.540 806.2 117.205,10
20. PT Pfizer Indonesia 600.000 48.605.208 1.425 855 118.060,10
21. PT Delta Jakarta 347.400 48.952.608 2.950 .1.024,8 119.084,90
22. PT Hotel Prapatan 1.665.976 50.618.584 1.050 1.749,30 120.834,20
23.
. PT Jakarta International Hotel 6.618.600 57.237.184 1.500 9.927,90 130.762,10
Tabel IV. 14
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAH
MEMASYARAKATKAN OBLIGASI MELALUI PASAR MODAL
(Januari 1983 sId Agustus 1984)
4.5. Perkiraan jumlah uang beredar dan kredit perbankan tahun 1985/1986
BAB V
5.1. Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut dapat dicapai dengan adanya perluasan kegiatan
investasi, peningkatan produksi, serta perkembangan aktivitas di bidang perdagangan
antarnegara. Peningkatan kegiatan-kegiatan tersebut se1anjutnya mendorong perluasan
kesempatan kerja, sehingga angka pengangguran dapat lebih dikendalikan selaras dengan
kemajuan ekonomi yang dicapai masing-masing negara. Dalam tahun 1984, Jepang dengan
penurunan angka pengangguran yang diperkirakan menjadi 2,6 persen, dari 2,7 persen dalam
tahun 1983, masih tetap merupakan negara dengan tingkat pengangguran terendah di antara
ke1ompok negara-negara industri utama. Penurunan yang sarna dialami pula oleh Amerika
Serikat dan Kanada masing-masing diperkirakan menjadi 7,5 persen, dan 11,3 persen dalam
tahun 1984, dari 9,6 persen, dan 11,9 persen dalam tahun sebe1umnya. Sementara itu Jerman
Barat be1um dapat menurunkan angka pengangguran dari tingkat 8,2 persen. Sebaliknya
Inggris, Italia, dan Perancis justru sedikit mengalami kenaikan dalam tingkat penganggurannya,
yaitu masing-masing menjadi 12,6 persen, 9,9 persen dan 10,0 persen. Dengan arah
perkembangan tersebut, tingkat pengangguran rata-rata di tujuh negara industri utama
diperkirakan menurun, yaitu menjadi 7,6 persen dalam tahun 1984 dibandingkan dengan 8,3
persen dalam tahun 1983.
Amerika Serikat sekalipun tingkat inflasinya masih di bawah lima persen, diperkirakan justru
mengalami sedikit kenaikan yaitu diperkirakan menjadi 3,9 persen dari 3,8 persen dalam tahun
sebe1umnya. Sepadan dengan hasil pengendalian yang dicapai oleh negara-negara industri, laju
inflasi negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin diperkirakan dapat
dikendalikan masing-masing ke tingkat sebesar 12,0 persen, 7,1 persen dan 12,0 persen.
Terkendalinya laju inflasi bagi terciptanya iklim usaha yang mendukung peningkatan
kegiatan ekonomi tersebut diusahakan dengan pengendalian jumlah uang beredar.
Kebijaksanaan ini yang dipertajam oleh upaya pemerintah negara-negara industri, terutama
Amerika Serikat, untuk menarik dana masyarakat sebagai cara menutup defisit anggaran
belanjanya telah mengakibatkan bertahannya suku bunga riil pada tingkat yang cukup tinggi.
Suku bunga nasabah utama di Amerika Serikat (US Prime Rate) mengalami peningkatan lebih
tinggi dibanding dengan kenaikan suku bunga antar bank baik di London (LIBOR) maupun di
Singapura (SIBOR). Sekalipun tidak sebesar ketika suku bunga mencapai tingkat tertinggi yaitu
sekitar 20,5 persen dalam bulan Juli 1981, US Prime Rate tetap bertahan pada tingkat yang
cukup tinggi, yaitu sebesar 13 persen jika dibanding dengan tingkat sebesar 11,5 persen, seperti
yang dicapai oleh LIBOR maupun SIBOR dalam bulan September tahun 1984. Perbedaan yang
terdapat pada perkembangan tingkat suku bunga ini mengakibatkan mengalirnya dana investasi
masuk ke Amerika Serikat, yang pada gilirannya telah mempercepat tingkat perluasan kegiatan
ekonomi negara terse but, dan mendorong timbulnya kesenjangan yang makin lebar dengan
negara-negara industri terkemuka lainnya.
Perbedaan tingkat kegiatan ekonomi di satu pihak, dan tingginya tingkat suku bunga
yang timbul sebagai akibat kebijaksanaan yang diambil dalam proses penyesuaian oleh
beberapa negara industri di lain pihak, mendorong semakin kuamya nilai tukar matauang
Amerika Serikat terhadap pelbagai macam matauang asing (currency) lainnya. Keadaan ini
menimbulkan ketidakstabilan pasar valuta internasional, baik di Eropa, Amerika Serikat,
Hongkong, maupun Singapura, dan mengakibatkan berbagai matauang kuat dunia seperti Mark
Jerman, Pound Sterling-Inggris, Yen Jepang, Franc Perancis, Guilder Belanda, Dollar
Singapura dan Dollar Kanada mengalami kemerosotan nilai (depresiasi) yang cukup besar. Di
lain pihak hal ini mengakibatkan beberapa negara yang sampai sekarang masih mendasarkan
nilai tukar tetapnya terhadap dollar Amerika Serikat, seperti Thailand, terpaksa menempuh
kebijaksanaan devaluasi sekaligus melakukan pengambangan atas dasar sekelompok matauang
asing (currency-basket) negara-negara rekan dagangnya yang utama.
Ketidakstabilan kurs dollar Amerika, tindakan penyesuaian nilai tukar matauang, makin
ketatnya pengendalian moneter, besarnya defisit anggaran belanja, dan tingginya tingkat suku
bunga, di samping mewarnai ketidakpostian situasi moneter intemasional juga telah
mengakibatkan terganggunya keseimbangan sistem moneter, dan mekanisme pembayaran
dunia. Kecenderungan tersebut menimbulkan rangkaian akibat terhadap perkembangan
perdagangan dunia dalam tahun 1984. Volume impor negara-negara industri dalam tahun 1984
diperkirakan meningkat dengan 11,9 persen, sedangkan volume ekspornya dalam periode terse
but hanya meningkat sebesar 8,6 persen, sehingga defisit neraca perdagangan mereka menjadi
semakin besar. Besamya defisit neraca perdagangan di satu pihak, serta perkembangan yang
terdapat pada lalu lintas transfer, dan jasa-jasa di lain pihak, mengakibatkan defisit transaksi
berjalan negara-negara industri secara keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami
kenaikan, yaitu menjadi US $ 52,5 milyar dari sebesar US $ 18,9 milyar dalam tahun
sebelumnya. Melihat perkembangan transaksi berjalan negara-negara industri tersebut, Amerika
Serikat diperkirakan mengalami kenaikan defisit yang cukup besar, yaitu dari US $ 41,6 milyar
dalam tahun 1983 menjadi sebesar US $ 90,0 milyar dalam tahun 1984. Sementara itu, Jepang
diperkirakan mengalami kenaikan surplus, daTi US $ 20,5 milyar dalam tahun 1983 menjadi
US $ 35,0 milyar dalam tahun 1984, sedangkan negara-negara industri lainnya seperti Jerman
Barat, Inggris dan Kanada diperkirakan mengalami penurunan surplus, masing-masing menjadi
sebesar US $ 3,7 milyar, US $ 2,2 milyar dan Dol milyar dollar Amerika, dari sebesar US $ 3,9
milyar, US $ 4,4 milyar dan US $ 1,4 milyar dalam tahun sebelumnya. Di lain pihak defisit
transaksi berjalan Perancis diperkirakan sedikit dapat diperbaiki dari US $ 3,8 milyar dalam
tahun 1983 menjadi sebesar US $ 2,4 milyar dalam tahun 1984. Usaha mencegah semakin
besarnya defisit transaksi berjalan ke arah keseimbangan neraca pembayaran, menimbulkan
kecenderungan makin meningkatnya tindakan proteksionisme yang dilakukan oleh negara-
negara industri sebagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri masing-masing terhadap
persaingan barang-barang sejenis daTi negara lain. Upaya tersebut dilakukan baik dalam bentuk
kenaikan tarif maupun dalam bentuk kebijaksanaan bukan tarif, seperti penentuan kuota impor,
persetujuan pembatasan ekspor, persyaratan mutu, peraturan kesehatan dan lain-lain.
Proteksionisme dalam segala bentuknya ini merupakan penghambat bagi dayaguna (effisiensi)
perdagangan antarnegara, dan sangat membatasi ekspor dari negara-negara berkembang, yang
selanjutnya mengakibatkan tertekannya pertumbuhan perdagangan dunia dalam tahun 1984.
Meskipun demikian, adanya sedikit peningkatan kegiatan ekonomi di pelbagai negara industri,
dan beberapa negara berkembang, telah mendorong harga beberapa barang primer non minyak
tetap ke arab yang lebih baik, walaupun tidak sebaik dalam tahun 1983, sedangkan di lain
pihak, sekalipun harga kelompok barang-barang industri mengalami perbaikan, namun masih
lebih rendah dad harga yang dicapai oleh kelompok barang primer non minyak. Perkembangan
ini menjadikan posisi perbandingan pertukaran (terms of trade) negara-negara berkembang
mengalami peningkatan dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1983 menjadi sebesar 0,1 persen
dalam tahun 1984. Sebaliknya negara-negara industri diperkirakan mengalami penurunan dari
sebesar 2,2 persen dalam tahun 1983 menjadi 0,3 persen dalam tahun 1984.
Kesenjangan yang masih terdapat antara permintaan dan penawaran minyak dunia,
dipertajam pula oleh peleposan cadangan, dan penawaran minyak hasil produksi negaranegara
di luar OPEC, serta berhasilnya penghematan (konservasi) energi minyak. Kesemuanya itu
telah menyebabkan terganggunya keseimbangan posar, dan mengakibatkan timbulnya
penurunan harga seperti yang telah dilakukan oleh Norwegia, Inggris dan Nigeria. Menghadapi
situasi demikian, dalam rangka menjaga kestabilan harga minyak, Organisasi Negara-negara
Pengekspor Minyak (OPEC) dalam sidang daruratnya yang berlangsung dalam bulan Oktober
1984 di Jenewa, memutuskan untuk tetap mempertahankan harga pada tingkat yang berlaku
sekarang, dengan jalan mengurangi produksi dari batas tertinggi 17,5 juta barrel menjadi
sebesar 16,0 juta barrel per hari, serta menetapkan ketentuan kuota baru bagi negara-negara
anggotanya. Berdasarkan perkembangan barga, dan perbandingan pertukaran serta keadaan
posaran minyak seperti yang diuraikan di atas, volume, dan nilai ekspor maupun impor negara-
negara berkembang secara keseluruhan, sekalipun diperkirakan mengalami sedikit peningkatan,
tetapi masih belum seperti yang diharapkan. Dengan perkembangan ekspor, dan impor di
negara-negara industri, dan negara-negara berkembang tersebut, maka volume perdagangan
dunia dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan.
berkembang yang meningkat secara cepat dari US $ 478,6 milyar dalam tahun 1979 menjadi
US $ 830,1 milyar dalam tahun 1984. Dari jumlah tersebut, US $ 728,9 milyar di antaranya
merupakan hutang negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak. Sementara itu
besarnya kewajiban pengembalian bunga maupun cicilan hutang di satu pihak, serta turunnya
ekspor di lain pihak telah menyebabkan debt-service-ratio (DSR) negara-negara terse but
menjadi semakin tinggi. Keadaan ini mengakibatkan beberapa negara berkembang mengalami
kesulitan dalam melunasi kembali hutang-hutangnya, yang pada gilirannya telah menimbulkan
masalah likuiditas perbankan internasional, dan membahayakan operasi bank-bank pemberi
pinjaman, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman baru.
Kecenderungan ini diperkirakan masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang,
dan akan merupakan salah satu penghambat ke arah pemulihan ekonomi dunia.
dialog, dan kerjasama internasional, belum dengan sepenuh hati diikhtiarkan oleh negara-
negara maju. Hal ini mengakibatkan kelambanan terus mewarnai berbagai negosiasi yang
sudah, dan sedang berjalan bagi terwujudnya TEDB. Dalam hubungan ini, kecuali komitmen
politik untuk memperbaharui tekad dalam usaha mempertahankan pemulihan ekonomi agar
bertambah mantap, dan bertahan lama, KTT tidak menghasilkan kesepakatan mengenai
tindakan penyelesaian terhadap masalah-masalah proteksionisme, tingkat suku bunga yang
tinggi, dan defisit anggaran belanja khususnya di Amerika Serikat, yang merupakan
penghambat usaha mempercepat dan mempertahankan pemulihan ekonomi dunia. Ini berarti
bahwa lalu lint as perdagangan internasional sebagai salah satu syarat mendasar dalam
meningkatkan, dan mempertahankan laju pemulihan ekonomi dunia akan tetap mengalami
hambatan.
Sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan kemandirian individual dan kolektif dalam KTT
terakhir di New Delhi, gerakan non blok telah menggariskan suatu pendekatan baru yang
bertujuan untuk menanggulangi krisis ekonomi dunia dengan tindakan-tindakan darurat jangka
pendek, baik di bidang keuangan dan moneter, perdagangan, dan energi maupun di bidang
pangan dan pertanian. Pendekatan ini juga dimaksudkan sebagai usaha untuk memberikan
dorongan bagi terlaksananya negosiasi global yang masih tetap mengalami kemacetan dalam
Dialog Utara-Selatan. Di samping merupakan upaya merealisasikan konsep kemandirian
kolektif, program ini juga merupakan suatu pedoman bagi pembangunan ekonomi untuk
dikembangkan pada tingkat sub-regional, regional dan global. Dalam kerangka kerjasama
ekonomi regional, usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke arah pemulihan, dan
memperkuat kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN telah menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat. Pelbagai kemajuan telah dapat dicapai dalam kerjasama ekonomi tersebut,
yang meliputi sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, keuangan dan perbankan. Di
bidang perdagangan, hasil kerjasama tersebut tercermin dalam perluasan jumlah barang yang
tercakup dalam perjanjian perdagangan preferensial. Sedangkan di bidang industri, melalui
dana pembiayaan bersama telah dibangun proyek-proyek ASEAN,dan didirikan proyek-proyek
industri komplementer.
Ikhtiar politik untuk secara aktif memantapkan pemulihan ekonomi dunia yang
menyeluruh dan merata, telah pula diupayakan oleh Bank Dunia (IBRD) dan Dana Moneter
Internasional (IMF) melalui sidang-sidangnya yang berlangsung dalam bulan September 1984.
Dalam sidang tersebut diadakan pengkajian terhadap pelbagai indikator serta masalah-masalah
mendasar yang masih mewarnai situasi ekonomi dan moneter internasianal, seperti berbagai
aspek pemulihan ekonomi dunia, kekurangan likuiditas, dan beban hutang negara-negara
berkembang, tingkat suku bunga, masalah proteksi, defisit anggaran belanja, serta gejolak kurs
matauang. Sidang berhasil mencapai kesepakatan, bahwa agar pemulihan kembali ekonomi
dunia dapat bersifat tetap dan pesat, diserukan kepada negara-negara industri untuk terus
melaksanakan strategi kebijaksanaan moneter yang tidak menimbulkan pengaruh inflatoir,
mengurangi defisit anggaran belanja, melakukan usaha-usaha untuk mengatasi masalah
struktural dengan cara mendorong mobilitas tenaga kerja, serta meniadakan indeksasi dalam
kontrak-kontrak. Sedangkan negara-negara berkembang perlu pula melaksanakan penyesuaian
yang efektif, mempertahankan stabilitas dalam negeri, melaksanakan kebijaksanaan harga yang
fleksibel dan realistis, menekan defisit anggaran belanja, serta mengawasi pengeluaran
Pemerintah ke arab penggunaan yang produktif. Untuk memungkinkan negara-negara
Dalam tahun pertama Repelita IV, kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan
luar negeri ditujukan untuk meningkatkan laju perkembangan ekspor, sehingga tersedia devisa
untuk mendukung pembiayaan impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal yang
dibutuhkan, sesuai dengan sasaran investasi dalam sektor-sektor pembangunan. Sehubungan
dengan itu untuk mengurangi ketergantungan pada hasil minyak bumi, maka peningkatan
pengembangan ekspor lebih diarahkan kepada ekspor di luar minyak dan gas alam, yang
diupayakan melalui perluasan posar dan peningkatan clara saing barang-barang ekspor
Indonesia di luar negeri. Namun demikian sebagai akibat belum mantapnya usaha pemulihan
ekonomi dunia, dan adanya berbagai hambatan dalam perdagangan internasional, maka dalam
rangka mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran telah diusahakan penghematan
dalam penggunaan devisa, pengendalian impor yang lebih diarahkan kepada pengembangan
produksi dalam negeri, serta pemanfaalan pinjaman dan penanaman modal luar negeri.
Serangkaian tindakan Pemerintah untuk meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas
diawali dengan kebijaksanaan ekspor yang tertuang dalam PP No.1 bulan Januari 1982, yang
kemudian dilanjutkan dengan tindakan devaluasi rupiah terhadap matauang dollar Amerika
pada bulan Maret 1983. Dalam tahun pertama Pelita IV ini Pemerintah tetap melanjutkan
kebijaksanaan ekspor sebagaimana yang tertuang dalam PP No.1 tahun 1982 beserta peraturan-
peraturan pelaksanaannya, seperti pemberian sertifikat ekspor, kredit ekspor, pajak ekspor dan
pajak ekspor tambahan, penyederhanaan dan penyempurnaan prosedur ekspor, serta sistem
imbal beli di mana pembelian barang-barang Pemerintah dari luar negeri yang memakai dana
APBN dikaitkan dengan ekspor di luar minyak dan gas. Dalam pemberian fasilitas sertifikat
ekspor, prosentasenya yang semula ditetapkan setiap 6 bulan, mulai tanggal 1 Juli 1984
ditetapkan setiap 12 bulan. Sampai dengan bulan November 1984, terdapat 2.144 jenis barang
yang sudah memperoleh tasilitas sertifikat ekspor, meliputi berbagai macam barang yang tidak
terbatas pada produk tekstil saja, tetapi juga produk-produk lainnya.
Mengenai prosedur ekspor, telah dilakukan penyederhanaan perizinan yang berlaku dan
penghapusan izin-izin yang dapat menghambat ekspor, di antaranya telah dicabut 16 perizinan
di bidang pengusahaan hutan, 12 perizinan di bidang pertanian, 12 perizinan di sektor perhu
bungan, dan 17 perizinan di sektor perdagangan. Demikian juga mulai 1 Oktober 1984
dihapuskan pungutan langsung dari Pemerintah Daerah terhadap beberapa komoditi ekspor
yaitu plywood, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, gaplek, dan
jagung. Sementara itu mum barang yang diekspor harus memenuhi standar mutu yang
ditetapkan dan selalu ditingkatkan. Untuk itu sampai dengan Agustus 1984 telah ditetapkan
standar mutu untuk 165 jenis barang-barang perdagangan, dan dari jumlah terse but baru 38
jenis barang yang sudah dilaksanakan. Sistem imbal beli, yang telah dilaksanakan sejak bulan
Januari 1982 sampai 3 Oktober 1984, mencakup kontrak yang sudah ditandatangani dengan 21
negara sebesar US $ 937,0 juta, sedangkan realisasinya mencapai US $ 465,6 juta. Di antara 21
negara tersebut, negara yang paling besar melaksanakannya adalah Republik Federasi Jerman,
disusul kemudian oleh Jepang.
Di bidang perpajakan, mulai t;mggal 1 Januari 1984 pungutan MPO ekspor atas
eksportir telah dihapuskan. Selanjutnya tarif pajak ekspor yang dikenakan atas beberapa
komoditi seperti bauksit dan pekatannya, serta biji nikel dan pekatannya diturunkan dari 10
persen menjadi nol persen. Begitu pula untuk refined bleached deodorized stearin dan crude
stearin, pajak ekspor tambahannya diturunkan. Sedangkan untUk mencegah penyalahgunaan
fasilitas sertifikat ekspor bagi hasil industri tekstil yang diekspor ke Hongkong, Singapura,
Malaysia dan Taiwan, para eksportir diharuskan menyertakan laporan surveyor yang
dikeluarkan oleh PT Sucofindo, sedang sistem pembayaran yang dapat digunakan hanyalah
irrevocable letter of credit, yang nilainya sarna dengan harga jual sebenamya. Dalam ekspor
produk tekstil, juga ditetapkan bahwa setiap eksportir barus menyerahkan bukti pembayaran
iuran ekspor produk tekstil untuk mendapatkan surat keterangan asal, lisensi ekspor, dan surat
persetujuan ekspor produk tekstil. Selanjutnya untuk memperluas pemasaran pakaian jadi,
terutama ke negara-negara Eropa dan Amerika, telah dilakukan beberapa pendekatan dengan
negara-negara tersebut, antara lain dengan mengirimkan misi-misi dagang agar memperoleh
kuota yang lebih besar. Sebagai hasilnya telah dicapai persetujuan bilateral dengan negara-
negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Eropa (MEE), Swedia dan Amerika Serikat,
sehingga Indonesia memperoleh kuota ekspor sebanyak 12 juta potong ke negara MEE, 3 juta
potong ke Swedia dan 11 juta potong ke Amerika Serikat. Dalam rangka memperlancar
pelaksanaan, dan mengambil manfaat sebesar-besamya dari kuota ekspor tekstil tersebut,
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai kuota ekspor produk tekstil, dan peratUran
pelaksanaannya, di mana kuota tersebut diberikan kepada eksportir terdaftar yang secara
berkala barus melaporkan kegiatan ekspomya. Eksportir yang telah menerima kuota harus
melaksanakan sendiri ekspomya, kecuali dengan persetujuan Departemen Perdagangan untuk
bisa mengalihkan sebagian atau seluruh kuotanya kepada eksportir lainnya.
Dalam rangka kerjasama regional, sidang Menteri-menteri ASEAN ke-16 bulan Mei
1984 dalam rangka ASEAN Preferential Trading Arrangement telah menyetujui pemb_rian
preferensi tarif antara 20 persen sampai maksimum 50 persen. Di antara barang-barang yang
mendapat preferensi tersebut Indonesia dapat mengekspor 8.283 jenis ke negara-negala
ASEAN lainnya. Selain kerjasama dengan negara-negara ASEAN, usaha meningkatkan
pemasaran komoditi di luar minyak juga terus dikembangkan baik melalui kerjasama bilateral,
regional maupun multilateral. Dalam hubungan ini di samping telah diadakan pernndingan
bilateral dengan negara-negara anggota MEE, Swedia, dan Amerika Serikat di bidang tekstil,
juga terus ditingkatkan kerjasama dalam Organisasi Kopi Internasional (ICO), Dewan Timah
Internasional (ITC), Perjanjian Timah Internasional (ITA), Asosiasi Negara-negara Produsen
Timah (ATPC), Perjanjian Karet Alam Internasional (INRA), dan organisasi-organisasi lainnya
yang berhubungan dengan kerjasama perdagangan barangbarang di luar minyak. Di samping itu
pada saat ini juga sedang dijajagi oleh Pemerintah kemungkinan untuk mengadakan hubungan
dagang langsung dengan RRC tanpa melalui pihak ketiga. Sedangkan untuk meningkatkan
hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara Eropa Timur, telah dikirim delegasi
ekonomi Indonesia ke negara-negara Uni Soviet, Hongaria, Cekoslowakia dan Jerman Timur,
dan sebagai kelanjutannya telah dibentuk team koordinasi dalam bidang kerja sarna ekonomi
dan perdagangan dengan Eropa Timur. Untuk mempermudah hubungan dagang ini, kedutaan
Republik Indonesia setempat diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengeluarkan visa bagi
importir-importir negara-negara tersebut yang akan melakukan penjajagan ke Indonesia. Selain
itu telah ditunjuk pula perusahaan pelayaran swasta dan Pemerintah untuk melaksanakan
keagenan umum perkapalan ke negara-negara Eropa Timur. Dalam hubungan. ASEAN dengan
negara-negara MEE, Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut memperjuangkan
kepentingan-kepentingan ASEAN dalam bentuk penyampaian beberapa masalah yang berkaitan
dengan adanya hambatan-hambatan di bidang tarif maupun non tarif. Di samping itu, MEE juga
memberikan bantuan teknis kepada negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, dengan
memberikan kursus-kursus untuk meningkatkan kemampuan ekspor negara-negara tersebut.
Selain mengadakan hubungan dengan MEE, ASEAN juga telah mengadakan hubungan
kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat, jepang, Kanada, Australia dan New Zealand,
yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan pemasaran barang-barang ASEAN ke
negara-negara tersebut, serta berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan-
hambatan yang sebelumnya terjadi.
Selanjutnya dalam rangka lebih meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas,
Pemerintah mengaktifkan fungsi dari atase-atase perdagangan Indonesia di luar negeri, antara
lain dengan mengadakan pertemuan rutin antara pengusaha/eksportir-eksportir di dalam negeri
dengan para atase perdagangan di luar negeri. Dengan pertemuan-pertemuan tersebut para
eksportir dapat menyampaikan informasi tentang produk mereka, dan sebaliknya para atase
perdagangan dapat memberikan informasi kepada eksportir tentang permintaan konsumen di
luar negeri. Dengan demikian diharapkan barang-barang produksi Indonesia akan dapat lebih
mudah masuk ke posar internasional. Selain itu Pemerintah telah memperbanyak pusat-pusat
promosi dagang di luar negeri, serta memperbanyak pengiriman misi-misi dagang ke luar
negeri yang dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan.
Sementara itu kegiatan Bursa Komoditi yang diresmikan pada bulan Desember 1982
dalam waktu dekat akan dimulai. Oleh karena sampai sekarang baru asosiasi pengusaha di
bidang karet (Gapkindo) yang telah menyatakan dukungannya terhadap pemasaran karet
melalui bursa, maka Pemerintah menetapkan bahwa karet merupakan komoditi pertama yang
diperniagakan di bursa. Untuk itu dibentuk Komite Karet yang bertugas menyusun ketentuan-
ketentuan perniagaan karet di bursa tersebut.
dalam negeri pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat, Pemerintah telah
membebaskan bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap minyak goreng segala jenis yang
diimpor dalam jumlah yang diatur oleh Menteri Perdagangan.
dengan kapositas 150.000 ton per tahun. PTA akan diproses lebih lanjut menjadi polyester oleh
industri hilir, sedangkan bahan bakunya yang berupa paraxylene masih perlu diimpor. Dengan
dilanjutkannya pembangunan proyek ini maka diharapkan akan lebih mendorong dan
memantapkan industri sandang di dalam negeri.
5.3.1.Ekspor
Realisasi nilai ekspor minyak dan gas maupun bukan minyak dan gas dalam tahun
1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 19.779 juta, dibandingkan dengan nilai ekspor
tahun 1983/1984 sebesar US $ 19.816 juta, berarti terdapat penurunan sebesar US $ 37 juta.
Dari jumlah ekspor kese1uruhan tahun 1984/1985, nilai ekspor minyak dan gas berjumlah
sebesar US $ 13.729 juta. Sedangkan ekspor bukan minyak dan gas diperkirakan mengalami
kenaikan sebesar US $ 683 juta, yaitu dari US $ 5.367 juta dalam tahun 1983/1984 menjadi US
$ 6.050 juta dalam tahun 1984/1985.
Tabel V.l
Peningkatan ini terjadi antara lain karena adanya peningkatan yang cukup besar dalarn
ekspor gas alarn cairo Nilai ekspor di luar rninyak dan gas selarna periode April-Agustus 1984
tersebut berarti rneningkat sebesar US $ 357,1 juta atau 18,1 persen dibandingkan dengan nilai
ekspornya dalarn periode yang sarna tahun 1983 sebesar US $ 1.977,8 juta. Peningkatan
tersebut tidak terlepos dari adanya perbaikan dalarn perekonornian dunia, yang pada gilirannya
Penurunan ini disebabkan oleh rnenurunnya harga kayu, rneskipun pernasanin kayu
lapis ke beberapa negara sernakin rneningkat, diantaranya ke beberapa negara Asia, Tirnur
Tengah, Eropa dan Arnerika Serikat. Ekspor karet yang dalarn periode April-Agustus 1983
realisasinya mencapai US $ 343,4 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 menunjukkan
peningkatan rnenjadi sebesar US $ 373,4 juta, Meningkatnya nilai ekspor ini disebabkan oleh
rneningkatnya perrnintaan Amerika Serikat akan karet alam untuk rnenambah cadangan
strategisnya, dan perrnintaan dari Jepang karena meningkatnya kebutuhan untuk mermnuhi
pesanan dari luar negeri, meskipun dalarn periode tersebut harga karet rnengalarni penurunan,
Sebaliknya nilai ekspor tirnah yang dalam lima bulan pertama tahun 1984/1985 berjumlah
sebesar US $ 103,9 juta, menunjukkan adanya penurunan sebesar US $ 30,8 juta bila
dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sama tahun 1983/1984 yang
berjumlah sebesar US $ 134,7 juta.
Penurunan ini terjadi karena meskipun harga naik tetapi volume ekspornya menurun
sebagai akibat pembatasan ekspor timah oleh Dewan Timah Internasional, dan adanya
penggunaan bahan-bahan lain pengganti timah, sehingga pemakaian timah berkurang.
Demikian pula nilai ekspor minyak sawit telah menurun dari sebesar US $40,2 juta dalarn
periode April-Agustus 1983, rnenjadi sebesar US $ 9,8 juta dalarn periode yang sama tahun
1984, Menurunnya ekspor minyak sawit ini disebabkan oleh karena adanya pembatasan ekspor
untuk memenuhi kebutuhan dalarn negeri, meskipun harganya di posar internasional mulai
rnembaik. Sedangkan nilai ekspor biji sawit yang mencapai sebesar US $0,8 juta untuk periode
April-Agustus 1983, dalam periode 1984 belum ada realisasinya, karena ada penundaan dalarn
pelaksanaan ekspornya, Sebaliknya .nilai ekspor kopi yang pada lima bulan pertama tahun
1983/1984 mencapai US $ 203,6 juta, dalam periode yang sama tahun 1984/1985 meningkat
menjadi US $ 233,4 juta. Kenaikan tersebut terjadi selain disebabkan oleh kenaikan harga kopi
di posar internasional, juga disebabkan oleh naiknya kuota ekspor kopi.
Kenaikan harga ini timbul karena adanya pembelian secara besar-besaran yang
berlangsung setelah tersiar kabar kemungkinan rusaknya panen kopi Brazil tahun 1985 akibat
hawa beku yang akan melanda negara tersebut, serta berkurangnya penawaran kopi robusta dari
Pantai Gading. Adapun barang lainnya seperti hewan dan hasilnya, lada, bungkil kopra, bahan
makanan, barang tambang, dan lain-Iainnya termasuk kerajinan tangan dan pakaian jadi, selama
lima bulan pertama 1984/1985 mencapai nilai ekspor sebesar US $ 1.067,5 juta atau US $ 338,0
juta lebih tinggi hila dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sarna tahun
1983/1984 sebesar US $ 729,5 juta. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor
komoditi lada, bahan makanan, barang tamba.p.g dan lain-lain, termasuk tekstil dan pakaian
jadi. Nilai ekspor lada dan bahan makanan termasuk tapioka, kalau dalam lima bulan pertama
tahun 1983/1984 masing-masing berjumlah sebesar US $ 17,4 juta dan US $ 34,2 juta, dalam
jangka waktu yang sarna tahun 1984/1985 meningkat masing-masing menjadi sebesar US $
22,7 juta dan US $ 50,2 juta. Selanjutnya barang tambang yang dalam periode April-Agustus
1983 nilai ekspornya sebesar US $ 175,6 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 meningkat
sebesar US $ 94,7 juta, sehingga menjadi sebesar US $ 270,3 juta. Meningkatnya nilai ekspor
barang tambang ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor aluminium dan tembaga. Demikian
pula nilai ekspor lain-lain meningkat dalam periode yang sarna dad sebesar US $ 378,6 juta
dalam tahun 1983, menjadi US $ 626,1 juta untuk tahun 1984, yang disebabkan an tara lain
oleh meningkatnya ekspor kerajinan tangan termasuk pakaian jadi, semen dan alat-alat listrik.
5.3.2. Impor
Rangkaian kebijaksanaan di bidang impor yang telah dan sedang dilaksanakan dalam
beberapa periode ini banyak mempengaruhi perkembangan impor dalam tahun 1984/1985.
Berkaitan dengan itu, nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan
berjumlah sebesar US $ 12.169 juta, yang berarti US$ 646 juta atau 5,0 persen lebih rendah bila
dibandingkan dengan realisasi nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1983/1984 yang
berjumlah sebesar US $ 12.815 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terutama disebabkan
karena menurunnya impor yang dilakukan dalam rangka bantuan proyek. Sementara itu nilai
impor minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.269 juta,
yang berarti mengalami penurunan sebesar US $ 220 juta bila dibandingkan dengan realisasi
nilai impor minyak dan gas pacta tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 3.489 juta.
Penurunan ini terutama disebabkan karena menurunnya impor peralatan untuk keperluan
eksplorasi minyak sejalan dengan telah dapat diproduksinya beberapa perala tan pengeboran
minyak oleh industri dalam negeri.
Dilihat dari golongan barangnya, realisasi impor bukan minyak dan gas dalam periode
April-Agustus 1984 berjumlah sebesar US $ 4.427,6 juta atau US $ 320 juta (6,7 persen) lebih
rendah hila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun 1983 yaitu
sebesar US $ 4.747,6 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terjadi alas imp or semua
golongan barang, baik barang konsumsi, bahan baku/penolong maupun barang modal.
Sementara nilai impor kelompok barang konsumsi dalam tahun 1984 berjumlah sebesar US
$314,6 juta. Hal ini berarti terdapat penurunan sebesar US $ 60,3 juta atau sebesar 16,1 persen
hila dibandingkan dengan nilai impornya dalam periode yang sarna tahun 1;183 sebesar US
$374,9 juta. Penurunan nilai impor ini terjadi alas impor hampir semua jenis barang konsumsi,
dan telah menyebabkan menurunnya peranan impor barang konsumsi terhadap nilai impor
bukan minyak dan gas secara keseluruhan dari 7,9 persen menjadi 7,1 persen. Selanjutnya
realisasi impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus 1984 juga menunjukkan
adanya penurunan bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun
sebelumnya. Apabila realisasi nilai impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus
1984 berjumlah sebesar US $ 2.168,0 juta, dalam periode yang sama tahun 1983 realisasi
impornya berjumlah sebesar US $ 2.258,5 juta. Hal ini berarti lebih rendah sebesar US $ 90,5
juta, atau sebesar 4,0 persen. Lebih rendahnya nilai impor tersebut disebabkan karena
menurunnya impor bahan kimia, bahan obat-obatan, pupuk, bahan-bahan kertas, bahan
bangunan serta semen, kapur, dan bahan bangunan buatan pabrik lainnya. Namun demikian
apabila dilihat dari peranan impor bahan baku/penolong terhadap impor bukan minyak dan gas
seC(I,ra keseluruhan, persentasenya mengalami peningkatan dari 47,6 persen dalam periode
April-Agustus 1983, menjadi sebesar 49,0 persen dalam periode yang sarna tahun 1984.
Adapun realisasi nilai impor barang modal dalam periode April-Agustus 1984 berjumlah
sebesar US $ 1.945,0 juta. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna
tahun 1983 yang berjumlah sebesar US $ 2.114,2 juta, berarti telah terjadi penurunan sebesar
US $ 169,2 juta atau 8,0 persen. Penurunan ini terjadi pacta impor mesin-mesin, generator
listrik, peralatan listrik dan lainnya. Penurunan dalam realisasi nilai impor ini telah
mengakibatkan pula menurunnya persentase impor kelompok barang modal terhadap realisasi
nilai impor bukan minyak dan gas secara keseluruhan, yaitu dari sebesar 44,5 persen dalam
periode April-Agustus 1983, menjadi sebesar 43,9 persen dalam periode yang sarna tahun 1984.
Gambaran yang terperinci mengenai impor bukan minyak dan gas dapat diikuti dalam Tabel
V.3.
Tabel V.3
NILAI IMPOR TANPA MINY AK DAN GAS MENURUT GOLONGAN BARANG, 1969/1970 - 1984/1985
(df, dalam jutaan US $)
persentase persentase persentase persentase persentase
Jenis barang 1969/1970 dari 1970/1971 dari 1971/1972 dari 1972/1973 dari 1973/1974 dari
jumlah jumlah jumlah jumlah jumlah
I. Barang konsumsi 180,7 22,1 178,1 17,7 157 13,2 293,7 16,2 544,1 18,9
1. Beras 46,9 44,1 27,3 132,6 367,8
2. Tekstil 28,3 16 11,9 23 13,2
3. Susu, makanan, minuman dan
buah - buahan 23,7 34 31,9 22,3 48,6
4. Tembakau daD olahannya 7,3 1,8 2,6 4,1 6,3
5. Sabun dan kosmetik 1 1,4 1,7 3,5 7,7
6. Alat-alat rumah tangga 10,9 12,3 15,8 6,7 24,6
7. Lainnya 62,6 68,5 65,8 101,5 75,9
ll. Bahan baku/penolong 399,7 48,8 475,6 47,3 562,3 47,3 790,4 43,7 1.257,90 43,7
1. Bahan kimia 60,3 69,6 80 115,2 171
2. Bahan obat-obatan 12,9 14,3 13,6 18,8 31,6
3. Pupuk 27,6 19,5 35,2 46,2 68,8
4. Bahan-bahan kertas 21,3 26,9 25,2 30,1 53,3
5. Benang tenun 54,3 55,3 56,5 106,2 206,5
6. Semen. kapur dan bahan
bangunan buatan pabrik 11,3 13,8 18,2 25,8 46,5
7. Besi baja dan logam 61,5 72,6 113,2 186,6 351,4
8. Bahan-bahan karet dan plastik 1,3 1,2 1,1 19 78,3
9. Bahan bangunan 6,1 10,8 16,3 25,7 56
10. Alat-alat listrlk 1 1,2 ' 0,9 5,7 23
11. Lainnya 142,1 190,4 202,1 211,1 171;5
III.Barang modal 238,7 29,1 352,6 35 470,6 39,5 724,5 40,1 1.079,00 37,4
1. Mesin-mesin 115,8 183,8 247,8 373,2 588,4
2. Generator listrik 5,3 7,6 10,9 31,9 87,1
3. Alat telekomunikasi 16,9 19,2 21 32,4 46,9
4. Peralatan listrik 7,2 11 12,3 16,4 31,3
5. Alat pengangkutan 44,7 62,9 81,4 141,2 301,3
6. Lainnya 48,8 68,1 97,2 129,4 24
Jumlah 819,1 100 1.006,30 100 1.189,90 100 1.808,60 100 2.881,00 100
industri dan sarana pariwisata dirangsang dengan memberikan keringanan bea masuk dan pajak
penjualan impor atas barang-barang tertentu yang masih dibutuhkan dan belum dihasilkan di
dalam negeri. Sementara itu kebijaksanaan pengiriman tenaga kerja Indonesiake luar negeri
(Timur Tengah) terus digalakkan, dengan harapan dapat menambah penerimaan devisa yang
berasal dari uang kiriman para tenaga kerja ke tanah air (remittance). Pengendalian tata
pelaksanaan pengerahan tenaga kerja dewasa ini mencakup juga penentuan upah terendah, dan
kewajiban mentransfer paling sedikit lima puluh persen penghasilan yang diterima. Selanjutnya
usaha penghematan penggunaan devisa di bidang jasa-jasa dilaksanakan dengan tetap
menerapkan bea fiskal perjalanan luar negeri sebesar Rp 150.000,- bagi setiap orang yang
bepergian ke luar negeri. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa setelah dikurangi dengan
penerimaan devisa dari jasa-jasa, baik minyak dan gas maupun di luar minyak dan gas, dalam
tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.587 juta. Jumlah ini berarti lebih
rendah sebesar US $ 76 juta hila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya
yang berjumlah sebesar US $ 7.663 juta. Perkiraan penge1uaran devisa untuk jasa-jasa tersebut
terdiri dari pengeluaran jasa-jasa bukan minyak dan gas sebesar US $ 4.176 juta, yang berarti
lebih tinggi sebesar US $ 102 juta atau 2,5 persen hila dibandingkan dengan realisasi tahun
sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 4.074 juta. Lebih tingginya pengeluaran jasa-jasa
tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri. Di
lain pihak pengeluaran jasa-jasa minyak (termasuk LNG) menunjukkan penurnnan sebesar US$
178 juta atau sebesar 5,0 persen, yaitu dari US $ 3.589 jut3 dalam tahun 1983/1984 menjadi US
$ 3.411 juta dalam tahun 1984/1985.
diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.191 juta. Jumlah tersebut terdiri dari pemasukan modal
Pemerintah sebesar US $ 4.359 juta, dan pemasukan modallainnya sebesar US $ 341 juta.
Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 1983/1984, masing-masing menurun sebesar US $
1.434 juta atau 24,8 persen, dan sebesar US $ 850 juta atau 71,4 persen. Sedangkan realisasi
pelunasan hutang pokok luar negeri dalam tahun 1984/1985 diperkirakan meningkat dari tahun
sebelumnya sehingga mencapai jumlah sebesar US $ 1.509 juta. Peningkatan terse but adalah
sejalan dengan semakin bertambah besarnya kewajiban penyelesaian hutang dari tahun-tahun
sebelumnya yang telah jatuh tempo.
hari, sedangkan harga patokan minyak mentah masih tetap dipertahankan sebesar US $ 29 per
barrel. Dengan adanya ketentuan kuota produksi minyak tersebut, maka kuota produksi minyak
Indonesia harns diturunkan sebanyak 111.000 barrel per hari selama bulan November dan
Desember 1984. Sementara itu dengan telah diproduksinya beberapa peralatan pengeboran
minyak oleh industri dalam negeri, maka akan mempengaruhi penghematan penggunaan devisa
untuk impor di sektor minyak. Di lain pihak devisa hasil ekspor gas alam yang dicairkan (LNG)
diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam tahun 1985/1986. Atas dasar perkiraan
realisasi penerimaan minyak bersih termasuk LNG dalam tahun 1984/1985, serta perkiraan
situasi pasaran minyak dunia yang akan terjadi, maka dalam tahun 1985/1986 penerimaan
minyak bersih (termasuk LNG) diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.299 juta.
BAB VI
PENDAPATAN NASIONAL
6.1. Pendahuluan
Sebagai suatu negara yang sedang berkembang, Indonesia sejak tahun 1969 dengan
giat melaksanakan pembangunan nasional secara berencana dan bertahap serta berpegang teguh
pada kebijaksanaan Trilogi Pembangunan. Tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan
kestabilan, pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, yang pada gilirannya memungkinkan terwujudnya peningkatan tarat hidup dan
kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam kurun waktu 14 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai
dengan tahun 1983 pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur melalui produk domestik
bruto atas dasar harga yang berlaku telah berhasil ditingkatkan dengan rata-rata sebesar 26,2
persen per tahun. Sedangkan apabila diukur atas dasar harga konstan tahun 1973, maka dalarn
periode tersebut telah terjadi kenaikan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Di samping telah
dicapainya penmgkatan produk domestik bruto dari tahun ke tahun, telah terjadi pula perubahan
struJ<:.tural yang penting; di satu pihak peranan sektor pertanian menurun sedangkan di lain
pihak peranan sektor lainnya seperti sektor industri, sektor perdagangan, lembaga keuangan dan
jasa lainnya, sektor bangunan, serta sektor listrik, gas dan air minum telah semakin meningkat.
Keadaan tersebut merupakan suatu petunjuk terjadinya suatu proses keseimbangan yang lebih
baik dalam struktur ekonomi, yaitu ke arab suatu perekonomian industri yang didukung oleh
sektor pertanian yang tangguh.
Hasil pembangunan ekonomi antara lain dicerminkan dari pendapatan nasional yang
senantiasa meningkat dalarn kurun waktu 14 tahun terakhir ini, yaitu dari periode tahun 1969
sampai dengan tahun 1983. Berdasarkan harga yang berlaku, pendapatan nasional sebagaimana
tercermin dari perkembangan nilai produk domestik bruto dari tahun 1969 sarnpai dengan tahun
1983 telah menunjukkan jumlah yang semakin besar, yakni dari sebssar Rp 2.718,0 milyar
menjadi sebesar Rp 71.214,7 milyar. Hal ini berarti bahwa selama kurun waktu tersebut, produk
domestik bruto atas dasar harga yang berlaku mengalami kenaikan rata-rata sebesar 26,2 persen
per tahun (Tabel VI.1).
Tab e 1 VI. 1
PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 - 1983 (dalam milyar rupiah atas dasar harga yang berlaku)
Lapangan usaha 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 1.339,00 1.575,00 1.646,00 1.837,00 2.710,00 4.003,40 4.003,40 4.812,00 5.905,70 6.706,00 8.995,70 11.290,30 13.642,50 15.668,30 18.771,50
a. Tanaman bahan makanan 823 962 961 1.071,00 1.573,00 2.096,00 2.554,80 3.043,90 3.659,90 3.991,40 4.892,00 6.357,60 8.101,80 9.961,00 12.380,90
b. Lainnya 516 613 685 766 1.137,00 1.401,00 1.448,60 1.768,10 2.245,80 2.714,60 4.103,7' 4.932,70 5.540,70 5.707,30 6.390,60
2. Pertambangan & penggalian 129 173 294 491 831 2.374,00 2.484,80 2.930,00 3.599,70 4.357,60 6.979,80 11.672,50 12.970,60 1l.707,8 13.823,60
3. industri pengolahan 251 293 307 448 650 890 1.123,70 1.453,30 1.816,90 2.420,40 3.310,60 5.287,90 5.821,70 7.680,70 8.918,00
4. Listrik, gas, dan air minum 13 15 18 20 30,4 52 69,8 98,1 105,6 118,3 148,8 225,1 288,2 380,3 305,2
5. Bangunan 75 100 128 174 262 406 589,6 812,6 1.023,30 1.242,10 1.789,70 2.523,80 3.117,80 3.507,20 4.433,70
6. Pengangkutan dan komunikasi 77 96 162 182 257 442 521,1 662,6 842,9 1.031,60 1.421,50 1.965,30 2.353,20 2.795,20 3.325,00
7. Perdagangan, lembaga keuangan
dan jasa lainnya 834 986 1.117,00 1.412,00 2.013,00 3.047,00 3.850,00 4.698,10 5.738,90 6.870,00 9.379,30 12.480,80 15.833,00 17.893,10 21.437,70
Dalam periode yang sama, produk domestik bruto yang dihitung atas dasar harga
konstan tahun 1973, juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp 4.820,5 milyar menjadi Rp
12.842,2 milyar, atau naik rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Dengan demikian apabila
perkembangan tersebut dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang diperkirakan sekitar
2,2 persen per tahun, maka terlihat bahwa upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
selama kurun waktu memperihatkan hasil yang nyata. Produk domestik bruto sebesar Rp
12.842,2 milyar tersebut terbentuk dari nilai tambah bruto di semua sektor, antara lain sektor
pertanian sebesar Rp 3.845,6 milyar, sektor industri pengolahan sebesar Rp 1.942,5 milyar serta
sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya sebesar Rp 4.427,8 milyar.
Perkembangan secara lebih terperinci dapat diikuti pada Tabel VI.2.
Tabel VI.2
PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -1983 (dalam milyar rupiah, atas dasar harga konstan tahun 1973)
Lapangan usaha 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2.263,00 2.356,00 2.441,00 2.479,00 2.710,00 2.811,00 2.811,20 2.943,70 2.981,30 3.134,80 3.255,60 3.424,90 3.593,50 3.669,80 3.845,60
a. Tanaman bahan makanan 1.373,00 1.402,00 1.436,00 1.415,00 1.573,00 1.681,00 1.696,10 1.755,50 1.734,20 1.835,80 1.908,80 2.073,40 2.261,20 2.294,40 2.412,30
b. Lainnya 890 954 1.005,00 1.064,00 1.137,00 1.1 30,0 1.115,10 1.1 88,2 1.247,10 1.299,00 1.346,80 1.351,50 1.332,30 1.375,40 1.433,30
2. Pertambangan & penggalian 452 522 551 674 831 859 828,1 952,3 1.070,00 1.048,80 1.046,90 1.034,60 1.069,10 939,8 956,5
3. Industri pengolahan 399 435 490 564 650 755 847,9 930 1.057,70 1.235,60 1.395,30 1.704,60 1.877,80 1.900,70 1.942,50
4. Listrik, gas, don al£ minum 19,6 22,5 24,7 26,2 30,4 37 41,2 46,3 49 56,9 68,6 77,9 89,9 105,5 112,8
5. Bangunan 114 143 171 222 262 320 364,8 384,5 463,8 528,9 562,8 639,3 720,2 757,8 804,5
6. Pengangkutan don komunikasi 158 165 210 229 257 288 302,7 342,6 438,7 514,2 559,8 609,4 676,9 716,6 752,5
7. Perdagangan, 1embaga keuangan danjasa lainnya 1.414,90 1.538,50 1.657,00 1.873,00 2.013,00 2.199,00 2.434,90 2.556,90 2.821,50 3.047,30 3.275,90 3.678,50 4.027,20 4.235,20 4.427,80
Jumlah 4.820,50 5.182,00 5.544,70 6.067,20 6.753,40 7.269,00 7.630,80 8.156,30 8.882,00 9.566,50 10.164,90 11.169,20 12.054,60 12.325,40 12842,2
Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah dalam tahun 1982 yakni
sebesar 2,2 persen, maka ekonomi mulai membaik dan dalam tahun 1983 telah mencapai
sebesar 4,2 persen, suatu pertumbuhan yang dimungkinkan di samping oleh kebijaksanaan
Pemerintah dan upaya masyarakat, juga karena adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia.
Dengan demikian selama Pelita III telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 6 persen per
tahun. Sebagaimana terlihat pada Tabel VI.3, laju pertumbuhan produk domestik bruto sebesar
7,2 persen selama kurun waktu 14 tahun tersebut terutama didukung oleh sektor bangunan yang
mempunyai tingkat pertumbuhan paling tinggi yaitu rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun.
Tabel VI.3
PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1970.1983
( persentase kenaikan )
Rata-rata 3)
Lapangan ulaha 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2) 1970 - 1973
( Atas dasar harga yang berlaku )
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 17,6 4,5 11,6 47,5 29 14,5 20,2 22,7 13,6 34,1 25,5 20,8 14,8 19,8 20,7
2. Pertambangan & penggalian 34,1 69,9 67 69,2 185,7 4,7 17,9 22,9 21,1 60,2 67,2 11,1 -9,7 18,1 39,6
3. lndustri pengolahan 16,7 4,8 45,9 45,1 36,9 26,3 29,3 25 33,2 36,8 59,7 10,1 31,9 16,1 29
4. Listrik, gas daft air minum 15,4 20 11,1 52 71,1 34,2 40,5 7,6 12 12 51,3 28 32 32,8 29,8
5. Bangunan 33,3 28 35,9 50,6 55 45,2 37,8 25,9 21,4 48,4 41 23,5 12,5 26,4 33,8
6. Pengangkutan daft komunikasi 24,7 68,8 12,3 41,2 72 17,9 27,1 27,2 22,4 37,8 38,3 19,7 18,8 19 30,8
7. Perdagangan, 1embaga keuangan
dan jasa 1ainnya 18,2 13,3 26,4 42,6 51,4 26,4 22 22,2 19,7 36,5 33,1 26,9 13 19,8 26,1
Produk Domesdk Bruto 19,1 13,4 24,3 48 58,6 18,1 22,3 23,1 19,5 40,8 41,9 18,9 10,4 19,4 26,2
( Atas dasar harga konstan 1973 )
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 4,1 3,6 1,6 9,3 3,7 0,01 4,7 1,3 5,2 3,9 5,2 4,9 2,1 4,8 3,8
2. Pertambangan & penggalian 15,5 5,6 22,3 23,3 3,4 - 3,6 15 12,4 - 2,0 -1,4 3,3 -12,1 1,8 5,5
3. lndustri pengolahan 9 12,6 15,1 15,2 16,2 12,3 9,7 13,7 16,8 12,9 22,2 10,2 1,2 2,2 11,9
4. Listrik, gas daft air minum 14,8 9,8 6,1 16 21,7 11,4 12,4 5,8 16,1 20,6 13,6 15,4 17,4 6,9 13,3
5. Bangunan 25,4 19,6 29,8 18 22,1 14 5,4 20,6 14 6,4 13,6 12,7 5,2 6,2 14,9
6. Pengangkutan dan komunikasi 4,4 27,3 9 12,2 12,1 5,1 13,2 28,1 17,2 8,9 8,9 11,1 5,9 5 11,7
7. Perdagangan, 1embaga keuangan
dan jasa lainnya 8,7 7,7 13 7,5 9,2 10,7 5 10,3 8 7,5 12,3 9,5 5,2 4,5 8,4
Produk Domestik Bruto 7,5 7 9,4 11,3 7,6 5 6,9 8,9 7,7 6,3 9,9 7,9 2,2 4,2 7,2
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Dihitung dengan compound rate
TabeI VI. 4
PERANAN MASING-MASING LAPANGAN USAHA DALAM PROD UK DOMESTIK BRUTO, 1969 - 1983 ( persentase )
Lapangan usaha 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)
Perkembangan ekonomi nasional sarnpai dengan tahun 1983 selain ditunjukkan oleh
kenaikan per sektor, dapat pula dilihat dari perkembangan masing-masing komponen
penggunaannya seperti terlihat pada Tabel VI.5 dan Tabel VI.6. Meningkatnya produk
domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun 1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun
1983 dengan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun, terutama disebabkan oleh meningkatnya
pembentukan modal domestik bruto yaitu dari sebesar Rp 537,8 milyar dalam tahun 1969
menjadi sebesar Rp 3.921,2 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan sebesar rata-rata
15,2 persen per tahun dalarn periode tersebut.
Hal ini berarti bahwa kenaikan riil sebesar 7,2 persen per tahun selama 14 tahun tersebut
terutarna berasal dari semakin tingginya kegiatan investasi, baik yang dilakukan oleh
Pemerintah maupun oleh swasta. Selanjutnya di samping meningkatnya pembentukan modal
domestik bruto, dalam periode yang sarna pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran
konsumsi rumah tangga juga telah menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing dari sebesar
Rp 414,0 milyar dan Rp 3.791,5 milyar dalam tahun 1969 menjadi sebesar Rp 1.758,9 milyar
dan Rp 11.501,1 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan rata-rata sebesar 10,9 persen
dan 8,2 persen per tahun. Terlihat bahwa peranan masing-masing jenis penggunaan produk
domestik bruto dalarn periode tahun 1969 sarnpai dengan tahun 1983 telah menunjukkan
perubahan dalam komposisi penggunaannya. Apabila dalam tahun 1969 peranan pembentukan
modal domestik bruto atas dasar harga yang berlaku terhadap produk domestik bruto baru
mencapai sebesar 11,7 persen, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 24,1 persen.
Jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973, pembentukan modal domestik bruto tetap
menunjukkan kenaikan yaitu dari sebesar 11,2 persen dalam tahun 1969 menjadi 30,5 persen
dalam tahun 1983. Demikian pula halnya untuk konsumsi pemerintah, baik alas dasar harga
yang berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 1973 dalam periode yang sarna,
peran:annya narnpak semakin meningkat, yaitu dari masing-masing sebesar 7,3 persen menjadi
sebesar 10,9 persen jika dihitung alas dasar harga yang berlaku, dan dari sebesar 8,6 persen
menjadi sebesar 13,7 persen jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973. Di lain pihak
peranan konsumsi rumah tangga mengalarni penurunan yaitu dari sebesar 84,5 persen dalam
tahun 1969 menjadi sebesar 69,1 persen dalam tahun 1983 bila dihitung atas dasar harga yang
berlaku, walaupun alas dasar harga konstan tahun 1973 peranannya menunjukkan peningkatan
dari sebesar 78,6 persen dalarn tahun 1969 menjadi sebesar 89,5 persen dalam tahun 1983.
Dalam pada itu ekspor netto juga mengalmi perubahan, yaitu apabila dihitung atas dasar
harga yang berlaku telah menurun dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 4,1
persen dalam tahun 1983, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 1973 menunjukkan suatu
penurunan dari positif 1,6 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 33,8 persen dalam tahun
1983.
Tabel VI.5
PENGGUNAAN PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -19
( daiam milyar rupiah atas dasar harga yang beriaku )
Jenis penggunaan 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 2.297,80 2.578,70 2.847,70 3.308,70 4.804,10 7.343,80 8.731,50 10.572,30 12.481,00 15.184,50 19.513,70 27.502,90 35.560,00 41.670,30 49.231,00
2. Pengeluaran konsumsi pemerintah 199 293 341 414 716 84-1,0 1.253,70 !.590, 2.077,30 2.658,90 3.733,40 4.688,20 5.787,90 6.831,70 7.791,30
3. Pembentukan modal domestik bruto 317 455 580 857 1.208,00 1.797,00 2.511,70 3.204,90 3.826,40 4.670,70 6.704,30 9.485,20 1l.553,4 13.467,10 17.187,90
4. Ekspor barang daD jasa 328,4 434 526,8 762,4 1.356,10 3.044,50 2.897,20 3.621,30 4.512,80 4.973,90 9.628,70 13.849,20 14.927,90 13.345,20 17.732,90
5". Dikurangi: Impor barons don jasa 424 522,7 623,5 778,1 1.330,80 2.318,30 2.811,60 3.522,30 3.864,50 4.742,00 7.554,70 10.079,80 13.802,20 15.681,70 20.728,20
6. Produk domestik bruto 2.118,00 3.238,00 3.672,00 4.564,00 6.753,40 10.708,00 12.642,50 15.466,70 19.033,00 22.746,00 32.025,40 45.445,70 54.027,00 59.632,60 71.214,70
7. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi - 34,9 - 48,5 - 67,9 -144,2 -254,4 -498,6 -556,8 -482,5 -677,8 -866,7 -1.484,40 -2.010,70 -1.924,90 -1.957,50 -3.035,90
8. Produk nasional bruto 2.683,10 3.189,50 3.604,10 4.419,80 6.508,10 10.209,40 12.085,70 14.984,20 18.355,20 21.879,30 30.541,00 43.435,00 52.102,10 57.675,10 68.178,80
9. Dikurangi: Pajak tak langsung nella 135 188 229 236 328 447 519,2 690,5 845,6 1.028,90 1.304,80 1.634,60 1.752,20 2.132,50 2.280,60
10. Dikurangi: Penyusutan 176 219 238,7 296,7 439 696 821 1.006,30 1.235,70 1.482,80 2.089,40 2.962,10 3.511,80 3.876,10 4.629,00
11. Produk nasional netto alas dasar biaya faktor produksi 2.372,10 2.782,50 3.136,40 3.887,10 5.741,10 9.066,40 10.745,80 13.287,40 16.273,90 19.367,60 27.146,80 38.838,30 46.838,10 51,666,5 61.269,20
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Residual
Tab e I VI. 6
( dalam milyar rupiah atas dasar harga konstan tahun 1973 )
Jenis penggunaan 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 3.791,50 3.904,60 4.088,00 4.323,50 4.804,10 5.502,10 5.699,20 6.153,50 6.399,60 6.879,50 7.865,80 8.867,70 10.349,50 10.697,50 11.501,10
2. Pengeluaran konswnsi pemerintah 414 483,9 518,3 560,9 716 641 835,5 896,7 1.044,40 1.228,20 1.345,00 1.489,60 1.641,00 1.776,10 1.758,90
3. Pembentukan modal domestik bruto 537,8 715,3 866,9 1.032,00 1.208,00 1.440,00 1.650,20 1.749,20 2.027,50 2.332,90 2.436,00 2.896,00 3.218,50 3.636,70 3.921,20
4. Ekspor barang dan jasa 746 834 942,7 1.143,40 1.356,10 1.445,00 1.410,10 1.650,20 1.805,80 1.824,30 1.822,00 1.719,30 1.678,20 1.444,30 1.535,00
5. Dikurangi: Impor barang dan jasa 668,8 755,8 871,2 992,6 1.330,80 1.759,10 1.964,20 2.293,30 2.395,30 2.698,40 3.303,90 3.803,40 4.832,60 5.229,20 5.874,00
6. Produk domestik bruto 4.820,50 5.182,00 5.544,70 6.067,20 6.753,40 7.269,00 7.630,80 8.156,30 8.882,00 9.566,50 10.164,90 11.169,20 12.054,60 12.325,40 12.842,20
7. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi - 55,0 - 70,2 - 94,8 -183,9 -245,4 -378,3 -389 -314,1 -420,1 -493,2 -649,2 -758,7 -673,7 -652,7 -835,1
8. Produk nasional bruto 4.765,50 5.111,80 5.449,90 5.883,30 6.508,00 6.890,70 7.241,80 7.842,20 8.461,90 9.073,30 9.515,70 10.410,50 11.380,90 11.672,70 12.007,10
9. Dikurangi: Pajak tak langsung netto 234,1 251,7 271,9 294,5 328 351,7 370,6 399,1 430,8 466,2 495,7 544,3 587,4 600,6 625,8
10. Dikurangi: Penyusutan 313,3 336,8 360,3 394,2 439 472,5 496 530,8 576,6 624 663,5 728,5 786,2 803,9 837,6
11. Produk nasional netto atas dasar biaya faktor produksi 4.218,10 4.523,30 4.817,70 5.194,60 5.741,00 6.066,50 6.375,20 6.912,30 7.454,50 7.983,10 8.356,50 9.137,70 10.007,30 10.268,20 10.534,70
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Residual
BAB VII
7.1. Pendahuluan
Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, berbagai kegiatan pembangunan yang telah
dilaksanakan Pemerintah bersama-sama seluruh rakyat Indonesia telah mencapai hasil-hasil
yang positif. Hal itu tercermin pada peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan
seluruh rakyat, yang pada gilirannya menjadi kerangka landasan yang kokoh untuk melanjutkan
pembangunan dalam masa-masa mendatang. Oleh karena itu dalam Repelita IV akan terus
dilakukan pembangunan ekonomi yang berlandaskan Trilogi Pembangunan, yang pelaksanaan
operasionalnya senantiasa disusun dalam kerangka kebijaksanaan ekonomi secara terpadu.
Sehubungan dengan hal itu akan terus dilakukan upaya-upaya peningkatan hasil produksi
barang dan jasa di berbagai bidang meliputi penanaman modal, pembinaan dunia usaha,
pertanian, kehutanan, pertambangan dan energi, industri, perhubungan, telekomunikasi, pos dan
pariwisata, pekerjaan umum, serta kependudukan dan transmigrasi. Adapun hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai selama ini dapat diikuti melalui uraian daripada masing-
masing bidang di bawah ini.
Dalam rangka perencanaan dan sebagai pedoman bagi penanaman modal telah
diterbitkan daftar skala prioritas (DSP) yang penyusunannya dikaitkan dengan programprogram
yang direncanakan. DSP menggambarkan suatu rencana penanaman modal yang terpadu,
dengan sasaran pokok tercapainya peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan
berusaha serta pemerataan pembangunan di daerah-daerah dalam rangka pemanfaatan sumber
kekayaan alam. Pada dasarnya kesempatan penanaman modal diberikan lebih banyak kepada
swasta nasional dengan peran yang lebih besar kepada koperasi dan golongan ekonomi lemah,
sedangkan swasta asing diarahkan kepada usaha patungan yang memerlukan modal besar,
teknologi tinggi dan belum dapat diusahakan oleh swasta nasional. Sementara itu dalam rangka
pengembangan dan pembinaan proyek prioritas sesuai dengan sasaran dalam Repelita IV,
investasi di bidang industri logam dan mesin telah digalakkan secara khusus. Investasi yang
telah disetujui di bidang tersebut antara lain meliputi bidang usaha pembuatan mesin
automotive dan non-automotive, pembuatan komponen automotive, pengilangan baja (cold
rolling mill) dan sebagainya. Untuk proyekproyek penting tersebut disusun suatu ketentuan
teknis berupa kerangka acuan yang mengikat para investor dalam pelaksanaan proyek. Adapun
guna meningkatkan pelayanan kepada investor telah pula dikembangkan berbagai pra-studi
kelayakan, dan penyiapan informasi proyek yang lebih sempurna, sehingga proyek-proyek
dapat dipromosikan secara lebih konkrit. Dalam hubungan ini kegiatan promosi penanaman
modal ditempuh melalui pendekatan yang optimal kepada para investor dengan cara promosi
investasi langsung, serta dengan cara membantu mempertemukan berbagai unsur masyarakat
yang ikut serta dalam bidang penanaman modal, baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu
telah dibuka 3 perwakilan BKPM di luar negeri, yakni di New York, Paris dan Frankfurt,
sebagai sarana memperlancar pemberian informasi penanaman modal ke negara-negara di
Amerika Serikat dan Eropa. Demikian pula telah diadakan kerjasama dengan berbagai pihak,
yang antara lain bertujuan mengidentifikasi proyek-proyek yang diperkirakan akan menarik
minat para calon investor, dan selanjutnya mempertemukan para peminat tersebut dalam suatu
temu-usaha ke arab kerjasama yang lebih konkrit.
Investasi melalui PMDN yang telah mendapat persetujuan Pemerintah sampai dengan
bulan Agustus 1984 adalah sebanyak 4.248 proyek, dengan nilai rencana investasi sebesar
Rp20.632,4 milyar. Jumlah tersebut termasuk proyek yang mengadakan perluasan/penambahan
modal, serta proyek-proyek yang beralih status dari PMA menjadi PMDN, tetapi tidak termasuk
proyek yang mengundurkan diri atau dibatalkan. Dari jumlah yang telah disetujuai tersebut
sampai dengan bulan Maret 1984 telah direalisasikan sebesar Rp 6.037,7 milyar atau 29,3
persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984. Sektor industri sebagaimana
dalam tahun-tahun sebelumnya masih tetap merupakan sektor yang paling banyak menarik
minat para investor dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.540,9 milyar, meliputi
sebanyak 2.948 proyek. Sedangkan realisasinya sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai
Rp4.078,4 milyar atau 30,1 persen dari nilai rencana investasi sampai dengan bulan Agustus
1984. Kegiatan di sektor-sektor lain yang juga cukup menonjol adalah sektor
pertanian/peternakan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.645,5 milyar dengan 215
proyek, sektor kehutanan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.564,9 milyar dengan 502
proyek, serta sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.178,3 milyar
dengan 54 proyek (Tabel VII.1).
Adapun mengenai lokasi, sampai saat ini pulau Jawa masih tetap merupakan daerah
yang paling banyak menyerap proyek-proyek PMDN sebagai lokasi usahanya. Sampai dengan
bulan Agustus 1984, dari sebanyak 4.259 proyek PMDN, 2.766 proyek (64,9 persen) di
antaranya berlokasi di pulau Jawa dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.270,2 milyar,
atau 64,3 persen dari seluruh rencananya. Perkembangan proyekproyek PMDN yang telah
disetujui Pemerintah menurut lokasi usaha dapat diikuti pada Tabel VII. 2.
Tab e I VII. 1
PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAH
MENURUT BIDANG USAHA, 1968 - 1984/1985 1)
1968 - 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1968 - Realisasi 3)
Bidang Usaha Jum1ah Modal Jumlah Modal Jum1ah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal ( Rp juta )
Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta)
1. Pertanian IPeternakan 167 580.375 13 445.732 31 460.211 4 159.148 215 1.645.466 693.413
2. Perikanan 33 48.161 - 15.147 16 208.387 2 4.383 51 276.078 33.746
3. Kehutanan 481 1.175.304 6 147.252 13 214.815 2 27.491 502 1.564.862 491.913
4. Pertarnbangan 27 145.106 8 892.317 18 139.027 1 1.800 54 1.178.250 234.289
5. Perindutrian 2.623 6.257.774 124 1.811.980 173 4.949.220 28 521.905 2.948 13.540.879 4.078.358
6. Perhubungan/Pariwisata 275 404.656 21 144.800 27 322.788 6 198.941 329 1.071.181 232.499
7. Perumahan/perkantoran 44 197.662 11 81.673 15 206.699 5 44.229 75 530.263 87.901
8. Prasarana 9 21.777 - - 16 196.385 1 31.099 26 249.261 65.262
9. Usaha-usaha lainnya 29 49.857 9 54.428 6 38.743 3 14.579 47 157.607 120.309
10. Tenaga listrik 1 418.585 - - - - - - 1 418.585
Jumlah 3.689 9.299.257 192 3.593.329 315 6.736.275 52 1.003.575 4.248 20.632.432 6.037.690
1) Sampai dengan bulan Agustus 1984
2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan.perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri
3) Sampai dengan bulan Maret 1984.
Tabel VII.2
PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH
MENURUT LOKASI USAHA, 1968 - 1984/1985 1)
Lokasi usaha 1968 - 1981/1982 1982/1983 1983/19842) 1984/1985 1) 1968 - 1984/1985' Realisasi 3)
Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal ( Rp juta)
proyek (Rpjuta) proyek (Rpjuta) proyek (Rp juta) proyek (Rp juta) proyek (Rpjuta)
1. DK1Jaya 781 1.350.692 18 296.068 36 885.908 3 730.512 838 2.863.180 718.260
2. Jawa Barat 829 3.179.665 43 655.098 97 1.846.847 16 154.990 985 5.836.600 1.492.651
3. Jawa Tengah 316 362.622 17 151.1 00 29 1.347.807 6 118.634 368 1.980.163 345.993
4. D1 Yogyakarta 54 49.922 3.792 4 26.541 58 80.255 47.959
5. Jawa Timur 446 952.802 29 594.736 35 869.626 7 92.790 517 2.509.954 692.733
6. D1 Aeeh 38 82.149 3 14.746 6 303.944 1 11.152 48 411.991 49.236
7. Sumatera Vtara 202 343.776 6 88.950 15 336.719 63.153 223 769.445 412.523
8. Sumalera Barat 52 168.053 7 53.099 7 33.434 1 8.899 67 263.435 92.709
9. Ri au 82 234.042 6 464.809 11 79.728 3 73.996 102 852.575 122.362
10. Jam b i 46 59.868 4 21.042 3 27.035 - 6.202 53 114.147 118.394
11. Sumatera Selatan 68 307.828 7 466.995 3 79.663 - 716 78 855.202 314.968
12. Bengkulu 14 18.512 1 5.679 3 48.814 1 8.795 19 81.800 8.274
13. Lampung 63 161.891 1 65.988 10 121.645 5 43.517 79 393.041 93.008
14. Kalimantan Barat 95" 128.919 9 144.124 10 141.395 - 19.017 114 433.455 420.334
15. Kalimantan Timur 196 854.026 13 159.471 11 159.212 3 31.087 223 1.203.796 481.666
16. Kalimantan Tengah 104 157.715 3 32.435 4 40.077 1 1.800 112 232.027 123.953
17. Kalimantan Selatan 60 180.342 6 22.742 - 10.119 66 213.203 93.622
18. Sulawesi Vtara 27 40.984 1 5.090 9 145.585 1 2.673 38 194.332 20.273
19. Sulawesi Tenggara 8 46.296 2 6.947 4 23.684 1 1.190 15 78.117 8.337
20. Sulawesi Tengah 24 67.623 4.263 2 43.791 - -2.352 26 113.325 46.752
21. Sulawesi Selatan 77 112.797 10 218.460 4 34.101 3 44.347 94 409.705 89.831
22. M a I u k u 45 113.923 6 85.346 6 48.024 3.370 57 250.663 107.994
23. B a Ii 31 70.320 254 5 78.303 4 11.590 40 160.467 31.326
24. Nusa Tenggara Barat 6 44.522 2 6.954 2 3.661 1 1.767 11 56.904 7.699
25. Nusa Tenggara Timur 7 15.932 2 26.140 - 279 1 1.794 10 44.145 7.724
26. lrianJaya 18 194.036 -1 -1.000 2 333 -1 -26.064 18 167.305 89.109
JUMLAH 3.689 9.299.257 195 3.593.329 318 6.736.275 57 1.003.575 4.259 20.632.432 6.037.690
Keterangan: 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984
2) Jumlah proyek don investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih status
daD yang dibatalkan/mengundurkan diri
3) Sampai dengan bulan Maret 1984
Keikutsertaan pihak swasta asing dalam kegiatan investasi di Indonesia diatur dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967. PMA yang telah disetujui Pemerintah sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah mencapai sebanyak 795 buah proyek dengan nilai rencana investasi sebesar
US $ 14.915,2 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk proyek yang mengadakan
perluasan/penambahan modal, setelah diperhitungkan dengan proyek yang mengundurkan diri
atau dibatalkan dan yang melakukan pengalihan status dari proyek PMA menjadi proyek
PMDN. Realisasi penanaman modal asing sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai US $
6.472,5 juta atau 43,4 persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984.
Sebagaimana dapat diikuti pada Tabel VII.3, sektor perindustrian merupakan sektor yang
paling banyak menarik minat para investor, baik dalam hal jumlah proyek maupun nilai rencana
investasinya hila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Realisasi PMA yang terbesar
sampai dengan bulan Maret 1984 adalah sektor perindustrian, yaitu berjumlah US $ 3.845,0 juta
atau 59,4 persen dari seluruh nilai realisasinya. Adapun sektor-sektor lain yang juga cukup
dominan adalah sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.451,4 juta
meliputi 9 proyek, sektor jasa, perumahan/perkantoran sebesar US $ 659,3 juta dengan 54
proyek, dan sektor perhubungan/pariwisata sebesar US $ 421,4 juta dengan 28 proyek.
Tabel VII.3
PROYEK - PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAH
MENURUT BIDANG USAHA, 1967 -1984 / 19851)
1967 - 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1967 - 1984/1985 ReaJisasi
Bidang usaha JumIah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Modal
Proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) (US $ juta)
1. Perindustrian 477 7.135.373 15 2.192.932 1.289.899 765.045 497 11.383.249 3.845,00
2. Pertanian 59 239.215 -1 8.026 -3 -2.224 -2 -10.000 53 235.017 237,4
3. Kehutanan 69 582.731 -8 -74.944 -1 -87.691 -3 -24.848 57 395.248 504,1
4. Peri k a n a n 24 147.970 3.737 -1 5.449 - 4.874 24 162.030 340,7
5. Pertambangan 10 1.444.983 -1 6.422 - - - - 9 1.451.405 969,9
6. Perhubungan/Pariwisata 31 352.172 - -3 67.771 - 1.500 28 421.443 160,5
7. Perdagangan 3 11.672 - - - - - - 3 11.672 -
8. Konstruksi 63 93.924 29.950 57.715 14.276 70 195.865 120,6
9. Jasa lainnya *) 51 362.430 247.613 63.519 -4 -14.250 54 659.312 294,3
Jumlab 787 10.370.470 12 2.413.736 1.394.438 -4 736.597 795 14.915.241 6.472,50
*) Jasa.jasa lain + Perumahan/Perkantoran
1) Sampai dengan bulan Agustus 1984
2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, aIih status PMA ke PMDN dan yang dibatalkan/mengundurkan diri
3) Sampai d..ngan bulan Maret 1984
Tabel VII.4
PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH
MENURUT LOKASI USAHA, 1967 - 1984/1985 1)
1967 - 1981/1982 1982/1983 1983/1984 2) 1984/1985 1) 1967 - 1984/1985 Realisasi 3)
Lokasi Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Modal
proyek (US S ribu) proyek proyek (US S ribu) proyek (US S proyek (US S ribu) (US S juta)
JAW A
1. DKIJakarta 282 1.829.936 18 997.934 -1 656.627 -5 294 3.554.136 869,2
2. Jawa Barat 159 2.112.983 6 9 239.279 4 652.543 178 4.359.086 1.664,70
3. Jawa Tengah 21 233.010 1 9.496 - - 22 250.182 333,9
4. D.L Yogyakarta 3 8.385 - 120 -1 -4.850 - 2 3.655 7,4
5. Jawa Timur 70 520.577 -1 38.646 -2 - 67 665.932 359,8
LUARJAWA
6. D.L Aceh 6 435.910 - - 1 420.392 -2 -12.479 5 843.823 125,7
7. Sumatera Utara 46 1.939.404 - -1 - 45 1.937.773 524,2
8. Sumatera Barat 4 55.393 - - - - -13.693 4 41.700 40,9
9. Ria u 23 320.227 - 123.740 -4 1 20 491.535 100,3
10. Jam b i 5 28.405 - - - 1 6 32.656 5,4
11. Bengkulu - - - - - - - - -
12. Lampung 8 85.551 -1 5.641 -2 -5.550 -2 -10.000 3 64.360 54,2
13. Sumatera Selatan 14 73.490 -1 2.346 - - - 13 74.855 134,6
14. Kalimantan Barat 7 15.053 - - -2 -5.052 - 5 10.001 24,5
15. Kalimantan Timur 22 235.497 -5 -3 -57.917 - 14 130.317 331,3
16. Kalimantan Tengah 17 125.956 -1 - - 16 96.383 85,6
17. Kalimantan Selatan 7 66.654 -1 3.500 -1 -9.810 - - 5 52.100 57,2
18. Sulawesi Utara 3 77.893 - - - - 3 77.893 11,7
19. Sulawesi Tengah 6 78.937 -1 -2 -27.433 -1 -6.630 2 30.593 228,5
20. Sulawesi Tenggara 3 29.655 - - - - 3 29.655 6,7
21. Sulawesi Selatan 6 28.086 -1 8.307 - - 5 20.199 381,6
22. Mal u k u 7 46.916 -1 - - 6 36.916 25,7
23. B a 1 i 5 47.440 - 1.463 1 - 6 78.977 65,8
24. Nusa Tenggara Barat 1 3.499 - - - -1 -3.499 - - 3,5
25. Nusa Tenggara Timur 2 3.828 - - 1 - 3 5.518 0,4
26. IrianJaya 15 309.625 2 34.483 -2 1 16 368.836 253,1
27. Beberapa Daerah Lainnya 45 1.658.160 - - - - 45 1.658.160 776,6
JUMLAH 787 10.370.470 14 -9 1.394.438 -4 736.597 788 14.915.241 6.472,50
1) Sampai dengan bulan Agustus 1984
2) Jumlah proyek daD investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, a1ih status daD yang dibatalkan/mengundurkan diri
3) SampaidenganimlanMaret 1984
Tabel VII.5
PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUjUl PEMERINTAH
MENURUT NEGARA ASAL, 1967 - 1984/1985 1)
1967-1981/1982 1982/1983 1983/19842) 1) 1984/1985 Realisasi
Negara Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Modal
proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) ( US $ juta)
I. Amerika Serikat 72 456.958 - 62.364 -3 484.392 2 17.679 71 1.021.393 582,2
2. Canada 3 10.733 - - - - - 3 10.733 5,5
3. Jepang 205 3.746.945 10 667.611 -1 442.599 -4 62.602 210 4.919.757 2.160,80
4. Korea Se1atan 18 143.006 2 45.047 -1 12.954 -1 -2.244 18 172.855 93,5
5. Hongkong 127 1.178.297 - 31.962 -5 58.269 -1 614.507 121 1.883.035 677,6
6. Taiwan 5 146.230 - -1 7.052 - 4 139.178 219,6
7. Singapore 34 167.698 -2 3.105 -1 5.569 -2 -1.653 29 174.719 102,5
8. Malaysia 14 19.384 -1 -3.000 -2 -908 -1 -2.016 10 13.460 22
9. Philipina 8 45.646 -1 -12.066 -1 9.810 - - 6 23.770 30,1
10. India 7 112.612 7.353 16.593 - - 7 136.558 3,2
11. Australia 36 283.241 -1 -776 - -12.810 - 2.652 35 272.307 205,8
12. New Zealand 2 900 - - - - 2 900 0,3
13. Be1gia 16 123.635 - 802.876 - - - 16 926.511 166,5
14. Denmark 4 33.351 - 897 1 38.276 5 72.524 14,4
15. Perancis 9 48.576 - - 47.977 - 7.079 9 103.632 35,8
16. Italia 1 4.552 1 12.240 -2 -16.792 - - - 4,3
17. Netherland 44 482.760 -3 13.900 -1 79.892 2 17.263 42 593.815 196,3
18. Jerman Barat 24 266.244 - 139.963 3 7.807 - - 27 414.014 172,4
19. Inggris 44 130.840 2 165.550 5 71.272 - -15.190 51 352.472 107,8
20. Switzerland 15 76.727 1 96.710 762 2 28.978 18 201.653 107
21. Swedia - - 1 2.073 - - - 1 2.073 -
22. Panama 6 29.095 - 15.777 1 61.795 -1 -5.492 6 101.175 21,2
23. Brunei 3 15.800 - -1 -500 - - 2 15.300 2,4
24. Spanyol - - - - 1 25.000 - - 1 25.000 -
25. Lichentein 4 12.694 - - -1 -2.000 - - 3 10.694 4,7
26. Norwegia 2 16.675 - - 1 5.686 - - 3 22.361 8,7
27. Gabungan Negara 76 2.780.197 3 362.150 - 111.895 - 12.432 79 3.266.674 1.507,40
28. Negara Lainnya 8 37.674 - - - 1.004 - - 8 38.678 20,5
JUMLAH 787 10.370.470 12 2.413.736 -8 1.455.594 -4 736.597 787 14.915.241 6472,5
1) Sampai dengan bulan Agustus 1984
2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri
3) Sampai dengan bulan Maret 1984
Seperti halnya dengan PMDN, maka jumlah investasi PMA yang terbanyak juga
berlokasi di pulau Jawa. Sebagaimana terlihat pada Tabel VII. 4, maka sejumlah 563 proyek
atau 71,4 persen daTi 788 buah proyek PMA, dengan nilai rencana investasi sebesar US $
8.832,9 juta atau 59,2 persen dari jumlah keseluruhan. rencana investasi berlokasi di pulau
Jawa. Selanjutnya bila ditinjau dari segi besarnya nilai rencana investasi untuk tiap-tiap
propinsi, maka Jawa Barat, DKI Jakarta dan Sumatera Utara merupakan daerah yang cukup
menonjol. Nilai rencana investasi untuk ketiga wilayah tersebut masing-masing adalah sebesar
US $ 4.359,1 juta meliputi sebanyak 178 proyek, US $ 3.554,1 juta dengan 294 proyek, dan US
$ 1.937,8 juta dengan 45 proyek. Demikian pula dari segi negara asal investor, Jepang
merupakan negara yang paling besar melakukan investasi di Indonesia. Sampai dengan bulan
Agustus 1984, Jepang telah membangun 210 proyek dengan nilai rencana investasi sebesar US
$ 4.919,8 juta, yang berarti 26,7 persen daTi jumlah proyek yang ada, dan 33,0 persen dari
seluruh rencana investasi PMA. Selain itu beberapa negara lain yang juga cukup menonjol
adalah Hongkong dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.883,0 juta dan meliputi 121
proyek, Amerika Serikat dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.021,4 juta meliputi 71
proyek, dan Belgia dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 926,5 juta meliputi 16 proyek
(Tabel VII. 5).
Dalam Pelita III peningkatan dan pengembangan dunia usaha pada umumnya dan
koperasi khususnya, antara lain diarahkan untuk meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi
primer dalam berprakarsa dan berswakarya. Dewasa ini KUD dan koperasi primer antara lain
telah mampu melayani kepentingan anggota, sekaligus memajukan usaha anggotanya di
berbagai sektor, seperti sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor
industri, sektor perlistrikan desa, sektor perkreditan dan sektor pengangkutan. Untuk lebih
memperkok6h kemampuan KUD dan koperasi primer maka dilakukan suatu kerjasama yang
lebih erat, baik dengan koperasi primer lainnya maupun dengan usaha-usaha bukan koperasi di
wilayah atau di daerahnya masing-masing. Sementara itu agar koperasi-koperasi primer dapat
memainkan peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya yang
berpendapatan rendah, maka selama Pelita III telah dltingkatkan pembinaan kelembagaan
koperasi yang mencakup organisasi, tatalaksana dan pengawasan. Sehubungan dengan itu maka
pembinaan kelembagaan koperasi diarahkan untuk meningkatkan penghayatan terhadap fungsi
koperasi bagi setiap anggota, serta mempertinggi kemampuan para anggota dan petugas
koperasi dalam berkoperasi. Hal ini diharapkan akan meningkatkan partisiposi dan kesediaan
anggota antara lain untuk mengikuti rapat tahunan para anggota, rapat pengurus dan badan
pemeriksa, yang pada gilirannya akan mempertinggi kemampuan para anggota, pengurus,
pemeriksa, manajer dan pembantu manajer dalam mengelola koperasi sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Di samping itu juga dilakukan penyempurnaan organisasi dan tatalaksana
koperasi, mendorong pembentukan dan pengembangan unit-unit organisasi, serta meningkatkan
usaha di masing-masing wilayah koperasi sesuai dengan kebutuhan para anggotanya. Sejalan
dengan itu maka dilakukan pula penyempurnaan iklim perkoperasian melalui peningkatan
kesadaran masyarakat, mengenai besarnya peranan koperasi bagi para anggota khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Sementara itu guna meningkatkan kelancaran usaha koperasi unit desa (KUD), serta
untuk memantapkan pertumbuhan dan pengembangannya, maka melalui Keppres Nomor 4
Tahun 1984 di setiap KUD dibentuk Badan Pembimbing dan Pelindung Koperasi Unit Desa
(BPP-KUD), yang beranggotakan tokoh-tokoh yang berada di pedesaan dan atas usul camat
setempat. Tugas daripada BPP KUD tersebut adalah memberikan bimbingan, ballman, saran
dan nasehat kepada pengurus KUD, serta melindungi KUD daTi hal-hal yang dapat merusak
citra dan kelangsungan hidupnya. Namun BPP KUD tersebut tidak boleh mencampuri kegiatan
usaha KUD, tidak boleh melakukan usaha sendiri, serta tidak boleh melakukan kegiatan yang
dapat membebani atau menyaingi kegiatan KUD yang bersangkutan. Sedangkan biaya
pembinaan yang dilakukan oleh BPP KUD dibebankan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II
yang bersangkutan.
Jumlah simpanan anggota koperasi juga mengalami peningkatan yaitu dan Rp 103,1
milyar dalam tahun 1982 menjadi Rp 125,0 milyar dalam tahun 1983. Demikian pula halnya
jumlah usaha koperasi telah bertambah dari Rp 2.322,1 milyar menjadi Rp 2.714,4 milyar.
Kenaikan jumlah simpanan anggota dan jumlah nilai usaha koperasi tersebut menunjukkan
meningkatnya partisiposi masyarakat terhadap kegiatan dan kelangsungan hidup wadah
koperasi, yang sekaligus berarti pula bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada
koperasiJKUD dalam menyimpan dan mengelola uang anggotanya. Perkembangan jumlah dan
simpanan koperasi dapat dilihat pada Tabel VII.7.
Tabel VIl.6
JUMLAH BUUD DAN KUD SELURUH INDONESIA MENURUT PROPINSI. 1974 - 1984
1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1)
No. Propinsi BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD
1. D.L Aceh 27 22 31 48 27 57 7 83 12 103 12 103 12 103 12 103 - 843 48 296 15 298
2. Sumatera Utara - 205 - 261 - 284 - 288 - 297 - 307 7 311 5 342 - 350 133 413 114 428
3. Sumatera Barat 57 100 53 133 7 185 21 185 7 232 7 232 7 232 4 235 4 234 233 276 274 281
4. Riau 9 11 12 11 11 22 5 57 7 47 7 47 7 48 7 47 7 47 33 170 113 178
5. Jambi 6 40 10 50 5 57 9 24 - 99 - 99 - 99 - 99 - 118 34 148 155 163
6. Sumatera Selatan 12 15 13 20 33 53 48 38 78 36 37 81 21 108 16 144 16 177 16 295 47 310
7. Bengkulu 1 15 - 25 1 43 - 49 - 56 - 57 - 66 6 68 - 103 500 154 115 156
8. Lampung 20 52 5 83 5 101 - 112 - 118 - 118 - 118 1 156 - 147 51 199 87 209
9. Jawa Barat 250 342 261 530 267 629 226 682 195 731 195 731 195 731 196 750 132 871 872 994 1.019 993
10. Jawa Tengah 206 282 118 402 93 437 88 454 80 471 86 492 86 492 67 522 67 521 584 586 588 599
11. D1 Yogyakarta 45 10 3 54 - 57 - 57 - 57 - 62 - 62 - 62 - 61 61 62 61 62
12. Jawa Timur 634 13 572 91 570 113 577 116 526 189 526 189 486 231 199 538 48 695 490 731 672 736
13. B a Ii 5 46 8 52 5 55 - 61 - 63 - 67 2 69 - 72 - 72 72 84 81 84
14. Nusa Tenggara Barat 9 5 9 5 2 12 24 16 25 16 25 16 25 16 9 92 57 66 115 145 144 147
15. Nusa Tenggara Timur 23 45 23 51 25 55 15 71 8 84 8 84 9 92 57 66 8 116 8 101 50 110
16. Timor Timur - - - - - - - - - - - - - 1 - 1 10 18 - 61 14 67
17. Kalimantan Barat 2 32 4 44 - 52 - 78 - 80 - 80 - 154 - 154 1 26 1 203 92 204
18. Kalimantan Tengah 7 4 7 19 11 19 11 19 10 39 10 39 4 64 4 64 4 64 8 133 - 139
19. Kalimantan Selatan 11 47 7 79 5 99 3 106 2 116 2 115 1 117 3 119 - 130 66 160 110 164
20. Kalimantan Timur - 2 - 2 6 4 4 6 4 10 1 26 1 26 1 27 - 153 158 43 206
21. Sulawesi Utara 26 4 19 12 20 14 28 15 6 83 1 90 1 90 1 90 - 105 122 123 32 123
22. Sulawesi Tengah 6 7 12 15 9 20 18 17 69 17 69 17 - 91 92 - 90 19 126 83 127
23. Sulawesi Selatan 228 69 141 172 106 229 68 288 71 302 71 302 71 302 71 302 71 301 71 399 316 417
24. Sulawesi Tenggara - 34 - 40 1 56 1 63 3 73 11 75 11 77 15 79 14 79 37 120 65 140
25. Maluku 2 - - 2 - 2 - - 4 - 4 - 24 - 26 - 70 - 120 31 123
26. IrianJaya 5 - 5 - 4 2 6 3 10 8 18 8 27 15 27 15 47 30 47 69 78
JUMLAH 1.591 1.402 1.313 2.201 1.213 2.657 1.159 2.888 1.113 3.331 1.086 3.441 973 3.739 701 4.265 486 5.487 3.621 6.326 4.321 6.542
1) Angka sementara
Tabel VII.7
JUMLAH DAN SIMP ANAN KOPERASI, 1969 - 1984
Jumlah koperasi (buah ) Simpanan koperasi ( Rp juta)
Tahun Primer Pusat Gabungan Induk Jumlah Primer Pusat Gabungan Induk Jumlah
1969 13.315 548 78 8 13.949 940,5 215,4 71,8 522,8 1.750,50
1970 15.445 698 105 15 16.263 1.521,60 331,3 185,3 1.237,90 3.276,10
1971 15.941 675 124 15 16.775 2.344,50 445,7 357,7 1.531,00 4.678,90
1912 17.261 659 119 15 18.054 3.344,90 291,6 222,8 1.118,10 4.977,40
1973 18.970 683 127 15 19.795 4.516,90 284,7 189 1. 797,5 6.788,10
1974 22.404 655 126 15 23.200 6.282,30 333,5 353,2 1.797,50 8.766,50
1975 22.864 666 137 12 23.679 9.683,10 513,8 345 2.844,80 13.386,70
1976 22.394 678 130 12 23.214 12.741,80 519,4 365,4 1.139,80 14.766,40
1977 18.652 638 128 12 19.430 14.060,70 624,8 156,2 781,9 15.623,60
1978 16.693 593 113 31 17.430 18.067,20 802,8 200,7 1.003,50 20.074,20
1979 16.933 543 118 31 17.625 19.873,60 883,2 220,8 1.104,00 22.081,60
1980 18.450 548 99 39 19.136 51.097,90 1628,7 273,1 1.639,20 54.638,90
1981 20.456 571 113 44 21.184 74.191,00 2831,2 634,4 3.235,60 80.892,20
1982 22.714 532 60 19 23.325 2) 2) 2) 2) 103.071,00
1983 24.180 532 60 19 24.791 2) - 2) - 2) - 2) 124.991.0
1984 1) 25.323 533 60 19 25.935 - 2) - 2) - 2) - 2) - 2)
1) Angka sementara
Bidang perkreditan juga mengalami perkembangan, yaitu hila dalam tahun 19811 1982
jumlah KUD penerima kredit yang dijamin oleh Perum PKK (Perusahaan Umum
pengembangan Keuangan Koperasi) baru sebanyak 7.435 buah KUD dengan kredit sebesar
Rp209,5 milyar, maka dalam tahun 1982/1983 telah meningkat menjadi sebanyak 11.334 buah
KUD dengan kredit senilai Rp 270,9 milyar. Jumlah kredit candak kulak (KCK) melalui
koperasi selama pelaksanaan Repelita III menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, yakni
apabila dalam tahun 1982 jumlah koperasi yang ikut menyelenggarakan KCK baru sebanyak
3.621 buah KUD denganjumlah perputaran kredit senilai Rp 113,7 milyar, maka dalam tahun
1983 telah meningkat menjadi 4.286 buah KUD dengan perputaran kredit sebesar Rp 145,7
milyar. Dalam tahun 1984 sampai derigan bulan April 1984, jumlah koperasi yang ikut
menyelenggarakan KCK adalah sebanyak 4.131 buah KUD, dengan perputaran kredit senilai
Rp 12,5 milyar. Adapun jumlah KUD yang ikut serta dalam pengadaan beras untuk stok
nasional dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak 3.191 buah, dengan jumlah beras yang
disediakan sebanyak 1.932,7 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 jumlah KUD adalah
sebanyak 3.391 buah dengan beras sebanyak 851,7 ribu ton. Selanjutnya dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Mei 1984 jumlah KUD adalah sebanyak 2.054 buah dengan
jumlah beras yang tersedia sebanyak 1.036,6 ribu ton. Dalam rangka melaksanakan tugasnya,
setiap KUD wajib membeli gabah/beras dari para petani dengan harga dasar yang berlaku.
Beras/gabah yang telah dibelinya kemudian dijual kepada Sub Dolog setempat dengan harga
yang telah ditetapkan, sedangkan sisanya dijual ke posaran umum. Sehubungan dengan itu
dalam tahun 1982/ 1983 sebanyak 1.107 buah KUD telah menyiapkan pengadaan beras untuk
posaran umum sebanyak 64,5 ribu ton, yang meningkat dalam tahun 1983/1984 masing-masing
menjadi 1.519 buah KUD dan 69,4 ribu ton beras. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai
dengan bulan Mei 1984 masing-masing telah mencapai sebanyak 2.054 buah KUD dan 7,6 ribu
ton beras.
Di bidang tataniaga cengkeh, hasil usaha yang dilakukan oleh KUD sampai dengan
akhir Pelita III telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1982 telah
terbentuk koperasi pengelola cengkeh sebanyak 138 buah, dan jumlah cengkeh yang dapat
dibeli seluruhnya sebanyak 24.609,9 ton seharga Rp 84,6 milyar. Dalam tahun 1983 jumlah
koperasi telah bertambah menjadi sebanyak 264 buah KUD, dengan pembelian cengkeh
seluruhnya sebanyak 20.380,5 ton seharga Rp 152,9 milyar. Dari cengkeh yang tdah dibeli
tersebut, yang terjual dalam tahun 1982 berjumlah sebanyak 18.788,1 ton seharga Rp 150,3
milyar, sedangkan yang terjual dalam tahun 1983 mencapai sebanyak 19.130,4 ton seharga
Rp157,4 milyar.
Pemberian kesempatan kepada KUD untuk mengelola tebu rakyat intensifikasi (TRI)
dimaksudkan untuk melayani para petani tebu, terutama dalam hal perkreditan dan pemasaran
gula tebu yang dihasilkannya. Kredit yang disalurkan KUD merupakan kredit yang diperlukan
oleh petani tebu untuk penggarapan tanah, pembibitan, penebangan, dan biaya angkut dari areal
penebangan ke pabrik gula. Dalam tahun 1983 jumlah kredit mencapai sebesar Rp 211,5 milyar
yang disalurkan oleh 675 buah KUD, sedangkan dalam tahun 1984 sampai dengan bulan April
1984 jumlah kredit telah mencapai sebesar Rp 199,7 milyar yang disalurkan oleh 714 buah
KUD.
Jumlah gula tani yang dapat ditampung KUD dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak
556.900 ton, koperasi yang menampung sebanyak 651 buah, dan kredit yang disalurkan kepada
petani sebesar Rp 241,2 milyar. Dalam tahun 1983/1984 jumlah gula telah mencapai sebanyak
652.200 ton, ditampung oleh 621 buah KUD, dengan kredit yang disalurkan kepada petani
sebesar Rp 179,7 milyar.
Penggabungan industri kecil yang memproduksi tahu dan tempe ke dalam wadah
koperasi tabu dan tempe Indonesia (KOPTI) telah menjadi kenyataan. Dalam tahun 1982
jumlah KOPTI baru mencapai sebanyak 36 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 12.277
orang, modal sebesar Rp 743,9 juta, dan jumlah kedelai yang dapat disalurkan sebanyak
26.292,2 ton, dalam tahun 1983 jumlahnya telah meningkat masing-masing menjadi sebanyak
67 buah, 18.286 orang, Rp 1,6 milyar, dan 53.175,6 ton kedelai.
Perkembangan usaha koperasi di bidang perikanan rakyat selama Pelita III telah dapat
menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi perikanan baru
sebanyak 585 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 120.414 orang dan modal senilai Rp 71,4
milyar, sedangkan dalam tahun 1983 masing-masing telah mencapai 615 buah, 133.802 orang
dan modal senilai Rp 70,0 milyar.
Kegiatan koperasi di bidang peternakan meliputi pengadaan bibit sapi unggul impor,
penyediaan makanan ternak, penyediaan obat-obatan ternak, serta pemasaran hasil temak.
Dalam tahun 1982, jumlah koperasi petemakan baru sebanyak 469 buah, dengan jumlah
anggota sebanyak 45.281 orang dan nilai usaha sebesar Rp 40.969,8 juta. Sedangkan dalam
tahun 1983 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 491 buah, dengan anggota sebanyak
48.383 orang, dan nilai usaha sebesar Rp 61.046 juta. Demikian juga jumlah koperasi susu yang
dalam tahun 1982 baru mencapai 162 buah dengan anggota sebanyak 38.630 peternak, dalam
tahun 1983 telah meningkat menjadi 173 buah dengan jumlah anggota sebanyak 41.732 orang.
Adapun jumlah sapi betina yang dimiliki oleh anggota koperasi yang dalam tahun 1982 baru
sebanyak 140.000 ekor, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 161.000 ekor. Adapun
jumlah susu yang dapat ditampung dan dipasarkan oleh koperasi dalam tahun 1982 adalah
sebanyak 108,1 juta liter atau 92,6 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang
berjumlah 116,7 juta liter. Dalam tahun 1983 jumlah susu yang ditampung oleh koperasi telah
meningkat menjadi 130 juta liter atau 89,9 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang
berjumlah 144,6 juta liter.
Pembinaan koperasi yang menangani jasa angkutan juga terus digalakkan sejak awal
Pelita III, yakni mencakup koperasi angkutan darat, koperasi angkutan sungai dan
penyeberangan serta koperasi angkutan laut. Dalam tahun terakhir Pelita III, jumlah koperasi
jasa angkutan adalah sebanyak 165 buah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dengan
jumlah anggota sebanyak 29.362 orang, dan memiliki kendaraan sebanyak 7.352 buah, yang
terdiri dari 5.550 buah kendaraan angkutan darat dan sungai, serta 1.802 buah kendaraan
angkutan laut.
Sampai dengan bulan Maret 1984 jumlah koperasi perlistrikan desa telah mencapai 313 buah,
melayani pelanggan sebanyak 202.208 kepala keluarga pada 1.504 desa. Selain itu sejumlah 38
buah koperasi di bidang perlistrikan desa telah mampu untuk berswadaya melayani para
anggotanya, hal ini berarti bahwa koperasi tersebut selain dapat membantu perekonomian
masyarakat kecil di pedesaan, telah pula bermanfaat bagi sektor-sektor sosiallainnya.
7.4. Pertanian
Dalam kurun waktu antara tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 pembangunan di bidang
pertanian yang diarahkan dan dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Pertanian, telah
menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari meningkatnya produksi bahan
makanan sehingga memantapkan usaha swasembada pangan, meningkatnya tarat hidup petani,
meluasnya kesempatan kerja yang mendorong tumbuhnya kesempatan untuk berusaha di
bidang pertanian, meningkatnya produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan industri dalam
negeri, serta meningkatnya ekspor dan berkurangnya impor produksi pertanian. Perkembangan
terse but juga tercermin dari adanya proyek-proyek besar di bidang pertanian yang membantu
usaha pertanian rakyat dengan sistem perusahaan inti rakyat (PIR), serta adanya dukungan
untuk pembangunan daerah yang tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam.
T abel VII.8
PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING, 1969 - 1984
(dalam ribu ton, kecuali dalam juta liter untuk susu)
Jenis hasil 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2) 1984 2)
1. Bera. 12.249 13.140 13.724 13.183 14.607 15.276 15.185 15.845 15.876 17.525 17.872 20.163 22.286 22.837 23.961 24.701
2. Jagung 2.292 2.825 2.606 2.254 3.690 3.011 2.903 2.572 3.143 4.029 3.606 3.991 4.509 3.235 5.095 5.412
3. Ubi kayu 10.917 10.478 10.690 10.385 11.186 13.031 12.546 12.191 12.488 12.902 13.751 13.726 13.301 12.988 11.651 14.702
4. Ubi ja1ar 2.260 2.175 2.211 2.066 2.387 2.469 2.433 2.381 2.460 2.083 2.194 2.079 2.094 1.676 2.044 2.257
5. Kede1ai 389 498 516 518 541 589 590 522 523 617 680 653 704 521 568 783
6. Kacang tORah 267 281 284 282 290 307 380 341 409 446 424 470 475 437 469 535
7. Ikan lout 785 808 820 836 889 949 997 1.082 1.158 1.227 1.318 1.395 1.408 1.491 1.600 1.670
8. Ikan darat 429 421 424 433 389 388 393 401 414 420 430 455 506 507 520 549
9. Daging 309 314 332 366 379 403 435 449 468 475 486 571 596 629 671 694
10. Telur 58 59 68 78 81 98 112 116 131 151 164 259 275 297 316 329
11. Susu 29 29 36 38 35 57 51 58 61 62 72 78 86 117 143 170
12. Karet 778 802 804 808 845 817 782 856 838 844 898 1.020 963 899 1.230 1.107
13. Minyak sawit 189 217 249 270 289 348 397 431 483 532 642 701 748 884 907 1.038
14. Inti ,awit - - - -- 94 108 126 135 157 161 141
15. Kelapa/kopra 1.221 1.200 1.149 1.311 1.237 1.341 1.375 1.532 1.518 1.575 1.582 1.759 1.812 1. 723 1.607 2.015
16. K 0 P i 175 185 196 214 150 149 160 194 197 223 228 285 295 281 302 309
17. T e h 62 64 71 51 67 65 70 73 76 91 125 106 110 93 113 116
18. Cengkeh 12 15 14 13 22 15 15 20 39 21 35 39 40 33 45 56
19. Lad a 17 17 24 18 29 27 23 37 43 46 47 37 39 34 40 41
20. Tembakau 84 78 76 79 80 77 82 89 84 81 87 116 118 106 120 121
21. Gula tebu 922 873 1.041 1.133 1.010 1.237 1.227 1.319 1.438 1.516 1.601 1.831 1.700 1.618 1.693 1.769
22. K a pos 3 3 2 1,5 1,1 2,9 2,4 0,9 0,9 0,5 0,6 6 10 14,7 7,7 40
1) Angka diperbaiki
2) Angka semen tara
Bila dikaji kembali hasil pembangunan di bidang pertanian, maka akan tampak
peranan cukup besar dari sektor negara dalam menggerakkan dan mendorong kegiatan yang
bersifat produktif di bidang pertanian. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih
banyak masalah yang dihadapi serta diperlukan hasil-hasil yang lebih mantap dan merata.
Sehubungan dengan itu Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan dasar pembangunan di
bidang pertanian yaitu berdasarkan Trimatra Pembangunan Pertanian. Kebijaksanaan tersebut
meliputi kebijaksanaan usaha tani terpadu, komoditi terpadu dan wilayah terpadu, sedangkan
upaya-upaya yang dilaksanakan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan tersebut ditempuh
melalui empat usaha pokok yaitu intensifikasi, perluasan areal, diversifikasi dan rehabilitasi.
Tataurut kebijaksanaan dan upaya-upaya tersebut semata-mata dimaksudkan untuk tercapainya
komoditi pertanian yang tangguh sesuai dengan kadar dan perimbangan yang wajar dalam
struktur perekonomian nasional. Pertanian yang tangguh adalah pertanian yang dinamis dan
kokoh, optimal dalam memanfaatkan sumberdaya alam, tenaga, modal dan teknologi serta
sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Di dalam pengertian tersebut
terkandung makna masyarakat petani yang mampu mengatasi tantangan, ancaman, hambatan
dan gangguan terhadap eksistensi serta kelestarian sumberdaya alamnya. Di samping itu juga
tercermin pengertian rota dan struktur produksi pertanian yang mampu mengikuti dinamika
perubahan permintaan industri hilir dan konsumsi akhir, yang dapat memberikan umpan batik
bagi pengembangan industri dan jasa, serta dapat berperan dalam pembangunan regional dan
nasional yang serasi dan seimbang. Gambaran daripada hasil-hasil pembangunan di bidang
pertanian sampai dengan tahun pertama Repelita IV dapat diikuti melalui Tabel VII.8.
Produksi beras selama Pelita I, Pelita II dan Pelita III menunjukkan kenaikan yang
mantap. Apabila selama Pelita I dan Pelita II pertumbuhan produksinya masing-masing
mencapai 4,7 persen dan 3,8 persen per tahun, maka selama Pelita III telah meningkat menjadi
6,5 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,5 persen per tahun tersebut
dimungkinkan karena didukung oleh produksi beras per hektar dalam tahun 1983 yang
mencapai rata-rata sebesar 2,6 ton, yang dalam tahun sebelumnya baru mencapai rata-rata
sebesar 2,5 ton per hektar. Atas dasar itu maka produksi beras dalam tahun 1983 telah mencapai
23,9 juta ton, atau mengalami kenaikan sekitar 4,9 persen di atas produksi tahun 1982 yang
baru berjumlah 22,8 juta ton (Tabel VII.9). Selanjutnya produksi beras sampai dengan bulan
September 1984 telah meningkat lagi menjadi sekitar 24,7 juta ton atau sebesar 3,3 persen lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun 1983. Hasil dari kenaikan produksi beras tersebut selain
disebabkan oleh adanya peningkatan luasareal pallen dalam tahun 1984, juga karena tetap
dilakukannya penggunaan pupuk, insektisida dan bibit unggul secara efektif, serta keberhasilan
dalam mengatasi serangan hama/penyakit. Peningkatan tersebut juga ditunjang oleh keadaan
iklim dan curah hujan yang normal serta adanya perbaikan irigasi, baik perbaikan terhadap
saluran tersier, maupun dalam penggunaannya melalui organisasi pemakai air yang semakin
efisien. Apabila dalam tahun 1982 luas areal panen yang dapat dicapai baru seluas 8.988 ribu
hektar, maka dalam tahun 1983 telah bertambah menjadi seluas 9.102 ribu hektar, suatu
kenaikan sebesar 1,3 persen. Luas areal panen yang dapat dicapai sampai dengan bulan
September 1984 telah meningkat lagi menjadi 9.179 ribu hektar, atau meningkat dengan 77 ribu
hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Pertambahan luas areal panen tersebut terutama
disebabkan meningkatnya luas areal panen intensifikasi sebesar 4,4 persen terhadap tahun
sebelumnya, yaitu dad 6.343 ribu hektar dalam ta:.;un 1982 menjadi 6.623 ribu hektar dalam
tahun 1983. Sedangkan pertambahan luas areal panen intensifikasi tersebut terutama
disebabkan oleh meningkatnya luas areal panen Inmas seluas 175 ribu hektar atau sebesar 3,5
persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 5.047 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 5.222
ribu hektar dalam tahun 1983 (Tabel VII.I0). Selanjutnya luas areal panen Bimas yang sebagian
besar bergeser ke areal Inmas, dalam tahun 1983 meningkat sebesar 8,1 persen atau seluas 105
ribu hektar, yaitu dari seluas 1.296 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 1.401 ribu hektar
dalam tahun 1983.
Sementara itu dalam rangka meningkatkan mutu intensifikasi, maka sejak tahun 1979
Pemerintah telah mengadakan pola kegiatan baru yang telah dikenal dengan intensifikasi
khusus (Insus). lusus adalah suatu bentuk intensifikasi yang dilaksanakan oleh petani secara
berkelompok sehamparan, yang bertujuan memanfaatkan potensi setiap lahan yang
memungkinkan. Kerjasama kelompok petani tersebut diarahkan pada terwujudnya partisipasi
dari semua petani untuk menerapkan sepenuhnya Panca Usaha Tani. Sedangkan sebagai
pendorong agar sebanyak mungkin kelompok tani dapat lebih berpartisiposi dan ikut serta
dalam intensifikasi khusus, maka diadakan perangsang, yaitu denl!an menyelenggarakan
perlombaan antarkelompok intensifikasi khusus. Di samping lusus, Pemerintah juga
melaksanakan operasi khusus (Opsus) yang merupakan penerapan intensifikasi khusus untuk
daerah/lahan tadah hujan yang potensial dan dilakukan dengan lebih menggiatkan baik para
petani maupun para petugas penyuluh yang ditunjang dengan penyediaan sarana produksi yang
memadai.
.Tabel VII. 9
AREAL PANEN DAN PRODUKSI BERAS, 1969 - 1984
Tahun Areal panen Produksi Rata-rata
(ribu ha) ( ribu ton) ( ton/ha )
Tabel VII. 10
LUAS PAN EN BIMAS DAN INMAS PADI, 1969 -19831)
( dalam ribu hektar )
Usaha ekstensifikasi dilakukan melalui perluasan areal tanam yaitu berupa pembukaan
persawahan pasang surut atau pencetakan sawah baru,di samping pengkaitannya dengan usaha
transmigrasi. Selama Pelita III, sawah yang sudah selesai dicetak meliputi 178.719 hektar dan
areal yang sudah ditanami mencapai 153.934 hektar. Di samping itu penambahan areal
pertanian di daerah transmigrasi mencapai 551.801 hektar, yang terdiri dari lahan pekarangan
seluas 98.814 hektar, lahan usaha seluas 377.605 hektar dan lahan yang. dibuka dengan cara
swadaya transmigrasi sendiri seluas 75.382 hektar. Dari luas lahan yang telah dibuka tersebut,
lahan yang sudah diusahakan penggunaannya mencapai seluas 366.779 hektar, atau 66,4 persen
dari luas seluruh lahan yang sudah dibuka. Oleh karena peningkatan produksi pangan sangat
ditentukan oleh kegiatan para petani, maka Pemerintah terus memberikan penyuluhan pertanian
agar mereka mampu menggunakan teknologi baru. Di samping itu Pemerintah juga
memberikan pelayanan kepada petani secara kontinyu dengan berbagai sarana produksi dan
kredit, sehingga petani dapat meningkatkan produksi pangallo Demikian pula terus ditingkatkan
kegiatan kursus tani, peragaan, informasi pertanian, pembinaan kelompok dan himpunan petani,
serta penyelenggaraan perlombaan antarhimpunan petani. Untuk menunjang usaha tersebut,
sampai dengan tahun 1983 telah terdapat 14.044 orang tenaga penyuluh pertanian lapangan
(PPL), 3.071 orang penyuluh pertanian madya (PPM) dan 606 orang tenaga penyuluh pertanian
spesialis (PPS) yang tersebar di wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) di 26 propinsi.
Sementara itu produksi palawija sampai dengan bulan September tahun 1984, seperti halnya
dengan produksi padi, juga mengalami peningkatan yang mantap apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan adanya pengembangan produksi
palawija melalui pusat pengembangan pertanian palawija, di samping adanya pembinaan bagi
daerah yang telah melaksanakan Bimas palawija serta adanya penyebaran bibit unggul. Untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan Bimas palawija, sebagaimana halnya dengan Bimas padi,
Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk pengadaan sarana produksi. Sehubungan
dengan itu dari Tabel VII.12 dapat dilihat bahwa produksi jagung meningkat sebesar 57,5
persen, yaitu dari 3.235 ribu ton dalan tahun 1982 menjadi 5.095 ribu ton dalam tahun 1983.
Produksi ubi jalar meningkat dengan 21,9 persen, yaitu dari 1.676 ribu ton dalam tahun 1982
menjadi 2.044 ribu ton dalam tahun 1983. Produksi kacang tanah dan. kedelai juga meningkat,
yaitu masing-masing dari 437 ribu ton dan 606 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 469 ribu ton
dan 633 ribu ton dalam tahun 1983, atau masing-masing mengalami kenaikan sebesar 7,3
persen dan 9,0 persen. Selanjutnya Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk
pengadaan sarana produksinya. Oalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan September 1984,
realisasi penyaluran kredit telah mencapai sekitar Rp 0,4 milyar, dengan jumlah petani peserta
sebanyak 8.600 orang. Perkembangan mengenai penyaluran kredit Bimas palawija dapat diikuti
dalam Tabel VII.13.
Tabel VII. 11
PENYALURAN KREDIT BlMAS DAN INMAS PADI, 1971/1972 - 1984/1985
(dalam jutarupiah dan ribu orang)
Realisasi Pengembalian
Tanun kredit kredit Jumlah petani
1971/1972 9.815,10 9.458,90 1.538,40
1972/1973 15.330,80 14.557,10 2.071,40
1973/1974 36.492,30 33.584,30 3.106,90
1974/1975 53.096,50 48.301,60 3.603,20
1975/1976 72.288,50 64.573,40 3.581,90
1976/1977 71.314,30 60.682,40 3.004,10
1977/1978 62.515,10 51.173,50 2.470,50
1978/1979 60.282,90 49.548,30 2.151,10
1979/1980 49.503,90 41.846,10 1.605,50
1980/1981 50.115,20 39.633,70 1.519,80
1981/1982 62.501,80 42.794,60 1.740,20
1982/1983 59.353,70 29.353,70 1.391,90
1983/1984 23.493,20 11.011,90 563
1984/1985 1) 1.417;4 158,1 43,9
1) Posisi 30 September 1984
Kredit lomas padi mulai berIangsung MT 1977/1978
Tabel VII. 12
LUAS PANEN DAN PRODUKSI PALAWI]A, 1969 - 1984
( dalam ribu hektar untuk luas panen, dan ribu ton untuk produksi )
Tabel VII.13
PENYALURAN KREDIT BIMAS PALAWIjA, 1973/1974 - 1984/1985
(dalamjuta rupiah dan ribu orang)
Realisasi Pengembalian
Ta h u n kredit kredit Jumlah petani
1973/1974 1.277,30 1.191,90 143,8
1974/1975 5.393,70 4.356;6 360,7
1975/1976 9.073,80 7.325,70 442,5
1976/1977 8.917,30 7.048,10 348,7
1977/1978 6.893,10 5.445,80 235,7
1978/1979 6.480,50 5.007,90 195
1979/1980 5.226,80 4.215,20 159,7
1980/1981 6.215,30 4.058,40 146,7
1981/1982 9.204,00 4.788,60 261,6
1982/1983 11.306,10 5.361,70 245,8
1983/1984 4.007,40 1.204,40 77,6
1984/1985 1) 390 15,9 8,6
1) Posisi 30 September 1984
Sejak MT 1978/1979 termasuk Bimas Palawija tumpangsari
Tabel VII. 14
LUAS PANEN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA, 1969 - 1984
(dalam ribu hektar dan ribu ton)
Sayuran Buah-buahan
Tahun Luas panen Produksi Luas panen Produksi
1969 600 1.791 488 2.272
1970 641 1.832 533 3.332
1971 715 2.067 554 3.435
1972 694 2.120 666 3.906
1973 676 2.295 696 4.249
1974 647 2.293 614 4.731
1975 531 1.889 623 3.743
1976 459 1.641 528 2.725
1977 558 1.833 445 3.624
1978 642 1.927 436 2.709
1979 660 1.861 529 3.512
1980 673 2.127 541 4.206
1981 921 2.068 561 4.336
19821) 632 2.038 560 4.226
1983 2) 787 3.117 618 5.348
1984 2) - 5.517 - 8.030
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 15
PENGGUNAAN PUPUK UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 -1983
( dalam ribu ton kadar pupuk )
Tabel VII. 16
PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 - 1983
( dalam ton)
dalam intensitas penggunaan tanah dan tenaga kerja. Sehubungan dengan itu maka
pengembangan produksi hortikultura ditekankan pada pengembangan sayur-sayuran dan buah-
buahan di sekitar kota yang pemasarannya dapat lebih cepat. Sebagaimana terlihat dalam Tabel
VII.14, hasil produksi hortikultura secara keseluruhan sampai dengan tahun 1983 telah
mengalami peningkatan sebesar 35,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal
tersebut terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan produksi sayur-sayuran sebesar
52,9 persen, yaitu dari 2.038 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 3.117 ribu ton dalam tahun
1983.
Sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, perkebunan rakyat telah
mendapat prioritas utama dalam pengembangan usaha perkebunan. Hal tersebut berdasarkan
kenyataan bahwa sebagian besar areal dan hasil perkebunan yang ada selama ini adalah milik
dan hasil produksi perkebunan rakyat, yang mutu dan produktivitasnya relatif masih rendah.
Oleh karena itu penyuluhan bagi perkebunan rakyat ditujukan untuk meningkatkan pendapatan
petani melalui modernisasi usaha perkebunan, pengorganisasian usahapemasaran serta
pengelolaannya melalui wadah KUD. Sedangkan pengembangan dan pembinaannya tidak lagi
dilakukan secara partial, akan tetapi melalui pola pembinaan terpadu. Pola pembinaan terpadu
tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, baik secara vertikal yaitu berupa kegiatan
penyuluhan, penyediaan sarana produksi dan kredit, maupun secara horisontal yang dilakukan
sejak mulai penanaman, pemeliharaan tan am an, pengolahan hasil produksi dan pemasaran
hingga pengembangan manajemen. Realisasi daripada pembinaan terpadu diwujudkan dalam
bentuk unit pelaksana proyek (UPP), yang meliputi pembinaan untuk berbagai
komoditi/budidaya perkebunan, terutama tanaman karet, kelapa, kopi, cengkeh, lada, kelapa
sawit dan teh.
Selama Pelita III areal tanaman Y.lng telah berhasil diremajakan adalah tanaman karet,
kelapa, kopi, teh, lada dan coklat yang telah mencapai areal seluas 306.626 hektar, sedangkan
untuk tanaman cengkeh mencapai areal seluas 3.000 hektar. Adapun perkehunan rakyat yang
telah dibina melalui UPP meliputi 880 unit dengan areal tanam seluas 2.482 ribu hektar.
Sementara itu upaya lainnya untuk lebih mengembangkan perkebunan rakyat adalah dengan
menerapkan pola perkebunan inti. Dalam pola tersebut perkebunan besar milik Pemerintah,
yakni Perusahaan Negara Perkebunan/PT Perkebunan (PNP/PTP), berfungsi sebagai inti atau
pusat pengembangan perkebunan rakyat sekitarnya. Pada gilirannya perkebunan rakyat tersebut
diharapkan dapat berkembang menjadi koperasi perkebunan rakyat. Pengembangan pola
perkebunan inti tersebut, yang disebut proyek NES (nucleus estate smallholders) atau proyek
perkebunan inti rakyat (PIR) meliputi budidaya karet, kelapa hibrida, kelapa sawit dan tebu.
Perkebunan besar dalam NES/PIR tersebut berfungsi sebagai penyuluh, penyalur sarana
produksi kepada perkebunan rakyat, pengolah hasil yang berasal dari rakyat/petani dan sebagai
pemasar hasil produksinya. Sedangkan perkebunan rakyat hams menyediakan tanah dan tenaga
kerja. Sampai dengan tahun 1983, realisasi luas areal hasil pembinaan pola NES/PIR adalah
seluas 188.067 hektar untuk jenis tanaman kafer, kelapa sawit dan kelapa. Dari Tabel VII.17
dapat dilihat bahwa berhasilnya usaha pembina an perkebunan rakyat sampai dengan tahun
1983 tersebut ditandai dengan meningkatnya hasil kafer, teh dan cengkeh, masing-masing
sebesar 55,6 persen, 47,1 persen dan 37,5 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1982.
Dalam waktu yang sarna hasil produksi perkebunan rakyat lainnya seperti lada, tembakau, kopi
dan gula tebu juga mengalami peningkatan produksi, yaitu masing-masing sebesar 17,6 persen,
14,4 persen, 8,8 persen dan 2,1 persen.
Sejalan dengan usaha dan kegiatan dalam bidang perkebunan rakyat, maka pembinaan
dan pengembangan perkebunan besar swasta juga terus ditingkatkan. Hasil produksi usaha
perkebunan besar swasta selama ini, khususnya sampai dengan tahun 1983, belum
menunjukkan peningkatan seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain karena berbagai jenis
tanam_n seperti kafer, kelapa dan coklat yang telah diremajakan belum menunjukkan
produktivitasnya, di samping masih adanya gangguan hama terhadap tanaman-tanaman terse
but. Dalam tahun 1983, produksi kopi mengalami kenaikan sebesar 26,3 persen dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, yakni dari 5,7 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 7,2 ribu ton dalam
tahun 1983. Sedangkan untuk produksi cengkeh dan teh, dalam tahun 1983 masing-masing
telah meningkat sebesar 50,0 persen dan 5,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Perkembangan selanjutnya daripada hasil produksi perkebunan besar swasta dapat diikuti dalam
Tabel VII.18.
Sementara itu perkebunan besar negara (PNP/PTP) dalam Pelita III juga telah banyak
mendapat perhatian dari Pemerintah. Hal ini dimasudkan agar perkebunan besar negara dapat
mengimbangi tuntutan perkembangan dan kemajuan teknologi moderen serta permintaan
posaran intemasional. Untuk itu ditempuh serangkaian kebijaksanaan yang ditujukan terutama
untuk meningkatkan budidaya pengusahaan tanaman dan bentuk usahanya. Di samping
menyangkut segi pengelolaan perkebunan/perusahaan, maka aspek sosial ekonomi khususnya
pemberian imbalan kepada tenaga kerja juga diperhatikan sebaik-baiknya. Berbagai kegiatan
yang dilakukan di bidang perkebunan negara tersebut ditandai dengan meningkatnya produksi
beberapa hasil perkebunan negara dalam tahun 1983, seperti antara lain terlihat dan
meningkatnya produksi kafer, minyak sawit dan teh, masing-masing sebesar 4,2 persen, 3,7
persen dan 18,0 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hasil-hasil yang dicapai di
bidang perkebunan negara dapat diikuti melalui Tabel VII.19. Dari Tabel VII.20 dapat dilihat
bahwa dengan berhasil ditingkatkannya produksi perkebunan dalam tahun 1983, baik
perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara, serta ditunjang pula
oleh adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia, maka volume ekspor hasil perkebunan telah
meningkat pula. Apabila dalam tahun 1982 volume ekspor hasil utama perkebunan secara
keseluruhan adalah sebesar 1.763,6 ribu ton, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi
1.990,5 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 12,8 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Kenaikan tersebut terutama didukung oleh meningkatnya volume ekspor minyak
sawit, lada dan karet, masing-masing sebesar 33,3 persen, 23,9 persen dan 20,2 persen. Oi
samping itu juga disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor tembakau, teh dan kopi,
masing-masing sebesar 18,3 persen, 7,7 persen dan 6,3 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Tabel VII. 17
PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN RAKYAT, 1969 - 1983
( dalam ribu ton)
Kelapa/ Gula Temba-
Tahun Karet kopra Kopi Cengkeh Teh Tebu kau Lada Kapas
1969 558 220 162 11 22 220 75 17 2,4
1970 571 1.198 170 15 21 196' 69 17 2,6
1971 572 1.147 178 14 24 221 69 24 1,3
1972 559 1.308 196 13 7 247 74 18 1,5
1973 599 1.233 140 22 14 199 69 29 1,1
1974 571 1.335 132 15 14 250 69 27 2,9
1975 536 1.370 144 15 14 223 74 23 2,4
1976 610 1.527 178 17 13 267 78 37 0,9
1977 584 1.513 181 37 14 352 72 43 0,9
1978 612 1.554 206 21 17 485 68 46 0,5
1979 616 1.561 209 35 17 498 73 47 0,6
1980 1) 715 1.630 276 34 21 1.203 69 37 3
1981 1) 642 1.765 290 29 24 1.364 100 40 11
1982 1) 585 1.707 262 32 17 1.352 97 34 17,7
1983 2) 910 1.592 285 44 25 1.380 111 40 6,1
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 18
PRODUKSI BEBERAP A HASIL PERKEBUNAN BESAR SWASTA, 1969 - 1983
( dalam ribu ton)
Ke1apa/ Gula Minyak Inti
Tahun Karet kopra Kopi Teh Tebu sawit sawit
1969 110 1 5 9 72 60 13
1970 113 2 6 9 74 70 15
1971 114 2 7 10 122 79 18
1972 128 3 6 7 130 81 17
1973 109 4 4 10 118 82 18
1974 108 6 7 11 127 104 21
1975 109 5 6 10 126 126 24
1976 104 5 6 11 152 145 27
1977 107 5 6 11 162 147 29
1978 110 21 7 15 71 165 22
1979 112 21 8 16 73 168 23
19801) 120 33 6 18 84 221 38
1981 1) 127 25 9 14 116 266 41
1982 1) 125 11 6 16 72 285 47
19832) 124 11 7 16 72 286 47
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 19
PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN NEGARA, 1969 - 1983
( dalam ribu ton)
Tahun Karet Minyak sawit Inti sawit Teh Kopi Tembakau Gula tebu
1969 110 129 28 31 8 9 630
1970 118 147 33 34 9 9 603
1971 118 170 39 37 11 7 708
1972 121 189 42 37 12 5 756
1973 137 207 46 43 6 11 293
1974 138 244 52 40 10 8 860
1975 137 271 57 46 10 8 878
1976 142 286 56 49 10 11 902
1977 147 338 64 51 ]0 12 924
1978 162 367 72 59 10 13 960
1979 170 474 85 92 11 14 1.030
19801) 186 499 90 68 13 15 273
1981 1) 193 533 100 72 16 9 220
19821) 189 599 110 61 13 9 195
19832) 197 621 115 72 10 8 191
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 20
VOLUME EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983
( dalam ribu ton)
Minyak Kopra dan
Tahun Karet sawit Inti sawit Teh Kopi Tembakau Lada bungkil
1969 857,5 179,1 42,7 36,1 127,1 5,7 16,7 349,1
1970 790,2 159,2 42,4 41,1 104,3 11 2,6 393,1
1971 789,3 209 48,6 44,8 74,3 18,3 24,2 322,5'
1972 774,6 236,5 51,4 44 107 26,2 25,7 327,1
1973 890,2 262,7 39,2 39,6 100,8 33,3 25,6 282
1974 840,4 281,2 28,5 55,7 111,8 33,6 15,7 252,6 2)
1975 788,3 386,2 21 45,9 128,4 19,6 15,2 329,1
1976 811,5 405,6 25,6 47,5 136,4 20,5 28,8 396,7
1977 800,2 404,6 25,2 51,3 160,4 25,9 30,9 335,9
1978 918,2 412,3 7,3 61,6 222,8 27,3 38 324,4 2)
1979 967,3 437,8 33,1 65,9 230,7 24,9 25,7 381,4 2)
1980 I)' 981 502,9 42,9 74,2 238,7 28,3 29,7 430,1
19811) 812,8 196,4 22,7 71,3 210,6 25,3 34 321,8
19821) 797,6 259,5 6,9 63,7 227 20,2 36,3 352,4
19833) 958,9 345,8 2,2 68,6 241,2 23,9 45 304,9
1) Angka diperbaiki
2) Hanya bungkil kopra
3) Angka sementara
Tabel VII. 21
NILAI EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983
( dalam US $ juta )
Jenis komoditi 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)
Kare t 220,7 260,9 222.2 195,9 395 487,3 365,U 535,1 593,8 720,5 1.002,40 1.174,20 835,8 602,1 802,3
Kopra dan bungkil kopra 20,6 35,1 26,2 17,6 23.6 23,2 28,9 31.2 38.1 35 41,3 52,1 32,4 38 46,4
Ko p i 51,3 65,8 55.4 72.4 77,4 1UI,3 101.1 250 634.0 509,7 655.4 656 345,9 341,7 427,3
Tcmbakau 13,8 11,5 19,9 30.0 44.9 35,5 37,8 39,2 61,1 59,3 60,3 58,b 53,1 38,9 47,6
Minyak sawit 22,2 36,5 46.3 42.0 72,5 Ibb,U 158,1 142 192,8 208,3 253,7 254,7 106,9 64,4 111,5
Inti sawlt 4 5.U 5,5 3,7 4.8 8.4 5.1 3,7 5.8 1,5 7.2 8.1 4,4 2,2 0,4
Lada 10,4 2.9 24.7 20.5 28.0 24.6 22.8 46,2 65,6 69,8 47,3 58,1 47,2 44,9 52
Teh 9,7 17,3 28,7 31.4 30,2 43,6 53,1 55 121.0 92,3 91,7 112,7 100.8 89,5 120,4
Bunga, biji pala dan ccngkch 1.6 2.1 1.8 2.1 1.7 2,5 5.0 9,7 10,9 11.2 10,9 27,9 80,3 0,33) 0,43)
Rcmpah-rcmpah lainnya 4) 3,5 4,3\ 4.4 3.4 6.5 6,1 3,7 5,6 7,8 9.0 0.3
Jumlah 357,8 441.4 435.1 419.0 684.6 898,5 78U,6 1.117,70 1.730,90 1.716,60 2.170,50 2.402,40 1.606,80 1.222,00 L608,3
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
3) Hanya cengkeh
4) Scjak tahun 1980 tidak ada nilai ckspor
Meningkatnya volume ekspor beberapa hasil perkebunan tersebut disertai pula dengan
kenaikan nilai ekspor hasil perkebunan dalam tahun 1983. Nilai ekspor keseluruhan dari
beherapa komoditi perkehunan dalam tahun 1983, yang terdiri atas jenis komoditi karet, kelapa
sawit, kopi, teh, lada dan tembakau, telah mencapai US $ 1.608,3 juta. Apabila dibandingkan
dengan tahun 1982 dengan nilai sebesar US $ 1.222,0 juta, maka terdapat kenaikan sebesar 31,6
persen. Gambaran selanjutnya mengenai nilai ekspor beberapa hasil utama perkebunan dapat
diikuti melalui Tabel VII.21.
7.4.3. Peternakan
Salah satu masalah yang dihadapi di bidang peternakan sebelum Pelita berlangsung
adalah rendahnya tingkat populasi ternak dengan perkembangan yang tidak merata. Hal ini
antara lain disebabkan karena hampir 60 persen dari seluruh jenis ternak terkonsentrasi di pulau
J awa yang justru luasnya hanya sebesar 7 persen dari luas seluruh daratan Indonesia, kecuali
untuk jenis ternak babi yang sebagian besar dipelihara secara tradisional di Sumatela Utara,
Sulawesi Utara, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu sejak dilaksanakannya
pembangunan nasional, kegiatan di bidang peternakan diarahkan kepada peningkatan dan
penyebaran populasi ternak, dan sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan para peternak
dan memperluas kesempatan berusaha. Sehubungan dengan itu langkah-Iangkah telah dan terus
dilakukan terutama dengan penyebaran bibit unggul ke daerah-daerah dalam usaha untuk
mengatasi masalah kelahiran dan produktivitas ternak yang rendah, serta peningkatan
pemotongan ternak jenis betina. Bibit unggul ternak tersebut disebarkan dari wilayah/propinsi
sumber-sumber bibit ternak sapi seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ke wilayah/ propinsi lainnya yang potensial. Sedangkan
untuk meningkatkan kualitas bibit-bibit sapi lokal, telah dikembangkan usaha pembinaan
sumber bibitnya, misainya sapi Bali dikembangkan di pulau Bali, Sumbawa, dan beberapa
lokasi di Sulawesi Selatan. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap para peternak
sapi Ongole di pulau Sumba dengan jalan mendatangkan sapi jenis unggul dari luar negeri,
antara lain seperti sapi jenis Brahman. Sedangkan dalam rangka meningkatkan mutu bibit sapi,
maka dalarn tahun 19831 1984 te1ah disebar sebanyak 28.129 ekor bibit sapi. Demikian pula
untuk bibit ternak kerb au , karnbingldomba dan kuda, dalarn waktu yang sarna te1ah disebar
masing-masing sebanyak 6.452 ekor, 12.910 ekor dan 2.633 ekor. Berkaitan dengan usaha
Pemerintah di bidang transmigrasi, bidang peternakan telah ditingkatkan peranannya untuk
mendukung usaha pengembangan lokasi baru tersebut. Dalarn rangka menunjang program
tersebut, sampai dengan Pelita III telah disebarkan sekitar 4.000 ekor dari berbagai jenis ternak,
terutarna sapi dan kerbau, melalui dana transmigrasi. Di samping itu melalui dana bantuan
Presiden juga telah diimpor berbagai jenis temak unggul seperti sapi jenis Brahman, Santa,
Gertrudis dan Bilmon Red yang selanjutnya disebar ke daerah-daerah. Sedangkan untuk
penyebaran bibit ternak jenis lainnya yaitu seperti bibit ayam DOC (day old chick) dari Pusat
Pembibitan Cisarua juga terus dilaksanakan dan selanjutnya disalurkan ke seluruh propinsi
Indonesia. Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah dengan teknik inseminasi buatan (IB),
yaitu suatu cara perkawinan pada hewan betina dengan alat berupa split pipet (insemination
gun) yang telah diisi dengan semen dari pejantan. IB merupakan sarana untuk
mengembangbiakkan ternak dengan cepat, teratur dan murah yang dapat memperkecil
kemajiran serta tidak perlu memelihara pejantan, sehingga dengan demikian dapat dicegah
adanya penyebaran penyakit dari satu hewan ke hewan lainnya sebagai akibat daripada
perkawinan. Teknik IB di Indonesia telah dipergunakan sejak tahun 1970, namun baru dalam
tahun 1973 dipergunakan semen beku, serta dalarn tahun 1975 dibangun laboratorium yang
dapat memproduksi semen beku tersebut di Lembang dan Bandung. Sehubungan dengan ire
dapat dikemukakan bahwa apabila se1arna Pelita II baru disalurkan sebanyak 67.000 dosis
semen beku kepada 18 propinsi, maka pada akhir Pelita III telah berhasil disalurkan sebanyak
396.817 dosis semen beku untuk keperluan IB ke seluruh propinsi di Indonesia. Tenaga-tenaga
untuk menangani pelaksanaan IB tersebut juga telah ditingkatkan, dan dalam rangka
meningkatkan keterampilannya sudah banyak yang dikirim ke luar negeri antara lain ke New
Zealand. Sebagai hasilnya, jumlah tenaga khusus untuk IB yang selama Pelita II baru berjumlah
295 orang telah berhasil ditingkatkan menjadi sebanyak 595 orang pada akhir Pelita III.
Sedangkan dalam hal makanan temak jenis konsentrat, penyediaannya dilakukan oleh
pihak swasta dengan pengawasan mutu oleh Pemerintah. Sementara itu di kebun-kebun bibit
pusat di Cisarua dan Cisereuh, yang dilengkapi dengan laboratorium pemeriksaan bibit rumput
dan bahan rerumputan. telah berhasil dikembangbiakkan jenis rerumputan atau makanan
hijauan temak baru serta memperbaiki jenis yang ada untuk disebarkan ke kebun-kebun bibit di
berbagai propinsi. Di kebun bibit ditingkat propinsi tersebut, bibit-bibit diperbanyak, diamati
daya adaptasi dan daya tumbuhnya untuk kemudian disebarkan ke tiap kabupaten. Selanjutnya
dari kebun-kebun bibit tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan disalurkan kepada peternak di
kecamatan, desa dan kampung sampai ke padang penggembalaan. Dengan demikian akan
tercapai upaya dalam mendapatkan rumput alam yang bermutu tinggi di samping usaha
budidaya rumput.
Walaupun selama sepuluh tahun terakhir ini serangan penyakit pada temak pada umumnya
dapat diatasi dan dikendalikan, namun tidak dapat diabaikan adanya beberapa penyakit yang
berasal dari virus seperti penyakit tetelo, penyakit mulut dan kuku pada sapi, penyakit jembrana
di Bali dan penyakit zoonosa rabies. Di samping itu juga telah dapat ,ditanggulangi penyakit
asal bakteri antara lain seperti penyakit ngorok, penyakit antrax, radang paba dan keluron
menular (brucellosis), -parasit darah (surra, bebesiosis), dan penyakit kulit menular (scabies).
Selama lima tahun pelaksanaan Repelita III telah dilakukan kegiatan pengamanan ternak
dengan mengaktitkan fungsi penyidikan, penolakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Dalam hubungan ini telah selesai dibangun dan berfungsi 5 buah Balai Penyidikan Hewan, 2 di
antaranya berada di Denposar dan Ujungpandang yang dibangun alas ban_an FAa (Food
Agriculture Organisation) dan TJNDP (United Nation Development Program). Sebuah balai
dibangun di Bukittinggi dengan bantuan dari pemerintah j erman Barat, sedangkan 2 buah lagi
berada di Medan dan Tanjung Karang yang dibangun alas bantuan dari pemerintah jepang. Di
samping itu juga telah dibangun 3 buah Laboratorium Penyidikan Penyakit Hewan jenis A di
tingkat pusat, dan laboratorium jenis B di setiap propinsi serta laboratoriumjenis C di setiap
kabupaten. Selanjutnya dalam rangka pencegahan penyakit ternak, dewasa ini juga telah
direhabilitir beberapa karantina hewan serta vaksinasi massal yang\ditangani secara khusus.
Dalam tahun 1983/1984 telah dapat disediakan dan disebarkan vaksin dan obat- obatan
darijenis ND Kumarov, Fowl Pox F, SE, Anthrax, Brucella dan Rabies, masing-masing
sebanyak 50.000 ribu dosis, 13.500 ribu dosis, 4.000 ribu dosis, 1.550 ribu dosis, 20 ribu dosis
dan 522 ribu dosis. Guna menanggulangi wahab yang tidak dapat diduga baik mengenai keja-
dian maupun waktunya, maka Pemerintah telah mempersiapkan baik alat-alat ataupun
tenaganya. Sehubungan dengan itu, penyediaan tenaga penyuluh, kader peternak, petugas
laboratorium diagnostik dan tenaga vaksinator terus ditingkatkan. Apabila dalam tahun
1982/1983 jumlah tenaga penyuluh petemakan spesialis (PPS) dan tenaga penyuluh peternakan
lapangan/demonstrator masing-masing baru berjumlah 368 orang dan 936 orang, dalam tahun
1983/1984 telah meningkat masing-masing menjadi 428 orang dan 1.407 orang. Selanjutnya
jumlah petugas laboratorium diagnostik dan petugas vaksinator yang dalam tahun 1982/1983
masing-masing baru sebanyak 312 orang dan 1.130 orang, dalam tahun 1983/1984 juga telah
meningkat masing-masing menjadi 313 orang dan 5.436 orang.
Tabel VII. 22
POPULASI TERNAK, 1969 - 1984
( dalam ribu ekor)
Sapi
Tahun Sapi perahan Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Ayam Itik
1969 6.447 52 2.976 7.544 2.998 2.878 642 62.476 7.269
1970 6.130 59 2.976 6.336 3.362 3.169 692 63.438 7.370
1971 6.245 66 2.976 6.943 3.146 3.382 665 75.640 10.416
1972 6.286 68 2.822 7.189 2.996 3.350 693 82.627 12.404
1973 6.637 78 2.489 6.793 3.457 2.768 645 84.380 11.124
1974 6.380 86 2.415 6.517 3.403 2.906 600 93.100 13.620
1975 6.242 90 2.432 6.315 3.374 2.707 627 98.475 14.125
1976 6.237 87 2.284 6.906 3.603 2.947 631 102.382 15.182
1977 6.217 91 2.292 7.232 3.804 2.979 659 107.493 16.032
1978 6.330 93 2.312 8.051 3.611 2.902 615 114.987 17.541
1979 6.362 94 2.432 7.659 4.071 3.183 596 121.357 18.089
1980 6.440 103 2.457 7.691 4.124 3.155 616 21.078
1981 6.516 113 2.488 7.790 4.177 3.364 637 184.556 22.426
1982 6.594 140 2.513 7.891 4.231 3.587 658 197.132 23.861
1983 1) 6.660 162 2.538 8.049 4.316 3.677 665 211.302 25.436
19841) 6.751 169 2.533 8.098 4.343 4.079 704 232.687 27.014
1) Angka sementara
Tabel VII. 24
VOLUME EKSPOR TERNAK DAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983
( dalam ribu ekor untuk temak, dalam ribu ton untuk kulit dan tulang )
Ternak Kulit
Tahun Sapi Kerbau S api Kerbau Kambing Domba Tulang
1969 38,2 18,7 3,4 0,6 1,8 1 10,6
1970 59,4 29,1 2,8 0,7 1,5 0,6 8,1
1971 50,6 22,4 2,4 0,5 1,3 0,7 8,1
1972 54,2 28 3,3 0,6 1,4 0,8 9,5
1973 51,1 11,5 2,6 0,5 1.1 0,7 5,6
1974 45 13,2 1,5 0,4 0,8 0,9 9,2
1975 31,9 4,2 0,4 0,1 1,5 0,9 7,2
1976 24,5 2,1 1,4 0,1 2,3 0,8 9,4
1977 9 0,2 1,1 0,2 2,1 0,9 8
1978 0,4 0 1,4 0,1 2,3 1 7,9
1979 0 0 2,1 0,1 2,6 0,9 9,2
1980 0 0 0,4 193 1) 2,3 0,5 5,2
1981 0 0 0,6 28 1) 3,6 0,7 4,4
1982 0 0 0,7 187 1) 3 0,9 2,5
19832) 0 0 1,2 97 1) 3,4 0,8
Tabel VII.25
NILAI EKSPOR TERNAKDAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983
(dalam US $ ribu)
T ernak Kulit
Tahun Sapi Kerbau Sapi Kerbau Kambing Domba Tulang JumJah
1969 596 251 1.134,40 170,3 1.985,60 693,6 52,5 4.883,40
1970 1.391,00 698,3 1.560,60 385,5 2.412,50 652 172,5 7.272,40
1971 1.262,50 485,8 1.691,20 237,1 2.243,70 1.046,70 255,6 7.222,60
1972 2.315,10 1.226,80 3.193,00 398 3.196,90 1.401,20 169 11.900,00
1973 3.636,20 813,6 3.341,70 398,1 4.704,00 2.308,40 105,8 15.307,80
1974 7.471,30 1.658,30 1.790,30 395,1 3.010,30 2.248,30 195,9 16.769,50
1975 5.824,90 712,9 425,9 109,2 5.433,90 3.087,40 164,5 15.758,70
1976 3.949,30 299,1 1.922,20 147 11.421,30 4.423,00 590,5 22.752,40
1977 1.582,90 26 1.672,90 157,4 9.926,70 6.083,80 393,9 19.843,60
1978 70,3 0 2.516,80 139 11.810,20 7.677,80 524,1 22.738,20
1979 0 0 5.368,40 299,7 24.843,30 10.843,90 626,6 41.981,90
1980 0 0 990,4 69 18.026,50 6.822,60 615,3 26.523,80
1981 0 0 1.800,00 30 14.974,50 7.792,80 535,2 25.132,50
1982 0 0 2.246,30 154,6 14.694,70 7.966,10 124,6 25.186,30
19831) 0 0 3.662,80 83,2 13.007,10 7.245,30 0 23.998,40
1) Angka sementara
Sementara itu sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.24 dan Tabel VII.25, volume dan
nilai ekspor ternak dan hasil-hasilnya tidak lagi mengalami kenaikan bahkan kegiatan ekspor
ternak sapi dan kerbau telah dihentikan sejak tahun 1979, meskipun jumlah populasi ternak
secara keseluruhan meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian dalam tahun 1983 sebagian
besar ekspor hasil ternak adalah berupa kulit sapi, kerbau, kambing dan domba dengan nilai
ekspor sebesar US $ 23,9 juta. Apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 1982 yang
berjumlah US $ 25,1 juta, maka nilai ekspor hasil ternak turun sebesar 4,4 persen. Penurunan
tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan daging dan protein hewani, serta kulit
dan tulang di dalam negeri sebagai akibat dari berkembangnya sektor industri.
7.4.4. Perikanan
Indonesia dikenal sebagai suatu negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dengan
perairan yang me1iputi tiga perempat bagian dari se1uruh wilayah negara. Dengan letak
geografis yang ada sella ditunjang oleh iklim tropis sepanjang tahun, keadaan tersebut sangat
menguntungkan produktivitas dan pengembangan budidaya ikan di Indonesia. Namun
mengingat bahwa penangkapan ikan memerlukan tatacara yang benar agar pelaksanaannya
dapat produktif dan efisien, maka selama Pelita III telah ditempuh usaha-usaha intensifikasi
penangkapan sekaligus pengembangbiakan daTi berbagai jenis ikan dan udang di samping juga
dilakukan usaha pengembangan perikanan darat. Titik berat pembangunan di bidang perikanan
dalam Repelita IV ditujukan pada pembinaan dan pengembangan perikanan rakyat. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, memperluas kesempatan berusaha,
mempertinggi produksi, meningkatkan mutu gizi pangan dan sekaligus untuk meningkatkan
ekspor. Sementara itu hasil-hasil yang telah dicapai di bidang perikanan dalam tahun 1983
antara lain tercermin pada produksi ikan yang telah mencapai 2.120 ribu ton, atau 6,1 persen
lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya yakni sebanyak 1.998 ribu ton.
Hasil produksi ikan dalam tahun 1983 tersebut sebagian besar merupakan produksi ikan lalit,
yaitu sebanyak 1.600 ribu ton atau 75,5 persen dari hasil keseluruhan, sedangkan sisanya
sebanyak 520 ribu ton adalah ikan darat. Produksi ikan sampai dengan tahun 1983 telah
meningkat menjadi sekitar 2.120 ribu ton atau sebesar 6,7 persen lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 1982. Kenaikan produksi ikan tersebut selain disebabkan peningkatan produksi
ikan taut sebesar 7,3 persen, juga karena meningkatnya produksi ikan darat sebesar 2,6 persen
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dapat diketengahkan bahwa besarnya peningkatan
produksi ikan taut tersebut terutama karena bertambahnya kapal-kapal perikanan bermotor dan
meningkatnya penggunaan alat-alat penangkap ikan moderen seperti jaring jenis gill net,
purseseine, pole and line, dan long line. Di lain pihak, penggunaan perahu tanpa motor dan alat-
alat penangkap ikan tradisional te1ah menurun yang menunjukkan te1ah terjadinya pergeseran
dan pergantian dari alat-alat penangkapan tradisional ke alat-alat penangkapan yang lebih
produktif. Sementara itu walaupun pertumbuhan produksi ikan darat tidak secepat produksi
ikan laut, namun produksi ikan darat juga menunjukkan jumlah yang terus meningkat, terutama
yang terdiri dari hasil tambak, kolam dan sawah. Dalam tahun 1983, produksi budidaya
perikanan darat mengalami kenaikan sebesar 5,4 persen dibandingkan dengan tahun
sebe1umnya, yaitu dari 241 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 254 ribu ton dalam tahun 1983.
Sampai dengan bulan September tahun 1984, produksinya te1ah meningkat lagi sehingga
mencapai 279 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 9,8 persen bila dibandingkan dengan tahun
sebe1umnya. Meningkatnya produksi budidaya perikanan darat tersebut terutama disebabkan
intensifikasi budidaya tambak di samping adanya perluasan arealnya. Apabila luas areal
budidaya tambak dalam tahun 1982 baru mencapai 400,5 ribu hektar, maka dalam tahun 1983
telah mencapai 405,6 ribu hektar atau suatu kenaikan 1,3 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Tersedianya benih dan induk ikan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat
menentukan berhasilnya usaha perikanan budidaya. Untuk mengatasi hal tersebut, selain
mengandalkan benih dari sumber alam, ditingkatkan pula peranan yang lebih aktif dari balai
benih ikan (BBl). Sampai dengan tahun 1983/1984 telah direhabilitasi dan dibangun BBI
sebanyak 43 unit. Dalam waktu yang sarna telah dibangun sebanyak 3 unit balai benih udang
(BBU) dan 3 unit balai benih udang galah (BBUG).
Pemasaran ikan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, sampai dengan tahun
1983 telah menunjukkan peningkatan yang mantap. Dilihat dari segi konsumsinya, rata-rata
konsumsi ikan segar per kapita per tahun dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun
1983 terus menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun 1978 konsumsi ikan baru mencapai
11,4 kg per kapita, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 13,1 kg per kapita, atau
mengalami kenaikan rata-rata 2,8 persen per tahun. Dalam waktu yang sama, ekspor hasil-hasil
perikanan juga menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan.
Tabel VII.28
VOLUME DAN NILAI EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN, 1969 - 1983
(Volume dalam ton, nilai dalam US $ ribu)
Udang 1) Ikan segar Katak Ikan hias Lain-lain Jumlah
Tahun Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai
1969 5.637 878 2.332 326 28 9 42 20 13.387 1.111 21.426 2.444
1970 7.333 4.278 1.247 169 652 286 104 38 12.724 2.188 22.060 6.959
1971 15.319 14.697 4.118 892 568 384 103 29 10.648 2.992 30.756 18.994
1972 23.411 29.809 3.865 471 867 749 190 37 12.823 3.875 41.156 34.941
1973 28.787 57.562 5.868 678 2.867 3.774 286 56 14.370 6.115 52.178 68.185
1974 32.721 84.571 7.106 1.145 1.182 1.258 305 54 13.639 5.316 54.953 92.344
1975 25.121 78.431 4.693 1.505 1.553 2.768 321 92 9.050 5.395 40.738 88.191
1976 31.463 116.991 7.041 2.378 3.160 3.924 350 61 12.375 8.026 54.389 131.380
1977 31.627 140.233 11.049 5.154 1.980 5.355 358 65 12.496 12.211 57.510 163.018
1978 32.620 161.955 13.907 7.851 2.325 6.236 359 96 14.274 17.286 63.486 193.424
1979 34.943 200.483 16.810 10.334 2.657 7.184 399 114 13.655 18.712 68.464 236.827
1980 31.934 180.904 31.308 19.373 1.612 4.754 473 136 13.378 21.187 7S.705 226.354
1981 24.971 162.827 29.540 21.163 2.778 9.431 364 114 1 i .625 31.852 75.178 225.387
1982 2) 25.575 181.640 45.114 29.838 1.517 3.585 217 98 17.195 34.255 89.618 249.416
19833) 26.170 194.450 33.910 19.820 3.300 8.750 200 170 24.720 32.410 88.300 255.600
I) Segar dan awetan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
Ekspor ikan selama Pelita III, baik volume maupun nilainya telah mengalami kenaikan, yakni
masing-masing dengan rata-rata sebesar 6,8 persen dan 5,7 persen per tahun. Selanjutnya untuk
tahun 1983, sebagaimana terlihat pada Tabel VII.28, pemasaran hasil ikan ke luar negeri telah
mencapai 83.550 ton dengan nilai sebesar US $ 247.420 ribu. Apabila dibandingkan dengan
tahun 1982 dengan volume ekspor sebesar 61.805 ton senilai US $ 244.959 ribu, maka berarti
volume dan nilai ekspornya telah meningkat masing-masing sebesar 35,2 persen dan 1,0 persen.
Volume dan nilai ekspor hasil ikan dalam tahun 1983 tersebut belum termasuk ekspor uhlir-
uhlir yang berjumlah 4.750 ton senilai US $ 8.180 ribu. Ekspor hasil-hasil perikanan dalam
tahun 1983 sebagian besar adalah berupa udang segar dan awetan, yang mencapai 29,6 persen
dari seluruh volume, dan 76,1 persen dari seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Pada urutan
kedua adalah ekspor ikan segar yang mencapai 38,4 persen dari volume atau 7,7 persen dari
seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Sedangkan negara-negara tujuan utama ekspor hasil
perikanan adalah ]epang, Singapura, Hongkong, Negeri Belanda, Amerika Serikat, Belgia dan
Luxemburg.
Pembangunan di bidang pangan dan gizi sampai dengan akhir Pelita III dititikberatkan
pada peningkatan penyediaan pangan secara merata, di samping tercukupinya kebutuhan gizi
yang sesuai dengan daya beli masyarakat banyak. Di samping itu, maka juga ditujukan untuk
meningkatkan gizi masyarakat melalui penganekaragaman pola konsumsi pangan masyarakat,
sehingga konsumsi bahan pangan bukan beras terus meningkat. Dalam menunjang usaha
tersebut, Pemerintah melakukan kebijaksanaan barga, peningkatan jumlah sarana penyangga,
melancarkan penyaluran bahan pangan, serta pembangunan gudanggudang pangan di seluruh
pelosok tanah air. Sehubungan dengan kegiatan tersebut, telah dilakukan peningkatan produksi,
memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran, memantapkan harga serta memperbaiki
pengolahan dan penyimpanan hasil produksi pangan.
1984 harga dasar gabah/beras telah ditingkatkan lagi menjadi Rp 165,- per kilogram (Tabel
VII.29). Demikian pula untuk tahun 1985, terhitung mulai tanggal1 Pebruari 1985 te1ah
diputuskan untuk menaikkan lagi harga dasar gabahlberas giling di tingkat BUUD/KUD
menjadi Rp 175,- per kilogram.
Untuk menjamin agar para petani produsen benar-benar dapat menerima harga penjualan hasil
produksinya sesuai dengan harga dasar yang telah ditetapkan, maka pembelian gabah dan hasil
palawija dari petani dilaksanakan terutama melalui koperasi unit desa (KUD). Untuk lebih
meningkatkan keterkaitan kebijaksanaan pangan dengan koperasi baik di bidang pengadaan
maupun penyalurannya, maka sejak tanggal 1 Juni 1983 kepada koperasi diberikan kredit
dengan suku bunga rendah, yakni sebesar 12 persen per tahun., dan diikutsertakan dalam
penyediaan sarana lepas panen: Di samping itu untuk memperkuat daya saing dan membantu
pemupukan modal bagi KUD, maka dalam pengadaan gabah/beras te1ah diberikan pula margin
tataniaga yang lebih besar dari yang diberikan kepada pihak swasta non KUD. Sebagai
perbandingan dapat dikemukakan bahwa pengadaan gabahlberas yang berasal dari kUD dalam
tahun 1983/1984, te1ah mencapai sebanyak 1.037,6 ribu ton alan sebesar 89 persen dari
se1uruh pengadaan gabahlberas dalam negeri, sedangkan sisanya sebanyak 137,0 ribu ton atau
sebesar 11 persen berasal dari non KUD. Selain mendorong perkembangan KUD, Pemerintah
juga terus memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran serta pengolahan dan penyimpanan
hasil pertanian pangan. Hal ini antara lain terlihat dari pembangunan gudang-gudang pangan
Pemerintah di se1uruh pe1osok tanah air. Sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah gudang
Pemerintah yang te1ah selesai dibangun dan dapat berfungsi mencapai 1.118 buah dengan
kapasitas tampung se1uruhnya sebesar 2.467,2 ribu ton. Jumlah gudang tersebut terdiri atas
gudang Bulog baru sebanyak 599 buah dengan kapositas tampung sebanyak 1.901,8 ribu ton,
gudang semi permanen sebanyak 430 buah dengan kapositas tampung sebanyak 397,0 ribu ton,
dan gudang Bulog lama sebanyak 89 buah dengan kapositas tampung sebanyak 168,4 ribu ton.
Dengan tersedianya gudanggudang penyimpanan tersebut diharapkan pengadaan pangan untuk
sarana penyangga dapat berjalan lancar. Dalam tahun 1983/1984 pembelian beras (berupa
gabah setara beras) yang berasal dari dalam negeri adalah sebanyak 1.210,8 ribu ton, sedangkan
dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus jumlah terse but telah meningkat menjadi
sekitar 2.250,0 ribu ton, atau 85,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1983/1984.
Agar persediaan beras berada dalam jumlah yang cukup, maka dalam tahun 1983/1984 telah
dilakukan impor beras sebanyak 1.109,6 ribu ton. Dari jumlah impor beras dalam tahun
1983/1984 tersebut, sebanyak 81,5 persen dilakukan melalui impor komersial, sedangkan
sisanya dalam rangka bantuan pangallo Pengadaan beras dalam negeri dan impor dapat diikuti
melalui Tabel VII.30. Dengan adanya beras dalam jumlah yang cukup, maka perkembangan
harga beras di posaran umum dapat dikendalikan dalam batas-batas yang wajar. Pengendalian
harga tersebut antara lain dilakukan melalui penyaluran beras ke seluruh pelosok tanah air, baik
untuk memenuhi kebutuhan pegawai dan karyawan tertentu maupun untuk umum melalui
operasi posar. Secara keseluruhan, beras yang disalurkan dalam tahun 1983/1984 adalah 1.866
ribu ton atau 36,6 persen lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran beras dalam tahun se-
belumnya yang mencapai jumlah 2.944 ribu ton. Gambaran dari perkembangan harga beras di
beberapa kola besar dari tahun 1974/1975 sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui
Tabel VII.31.
Tabel VII. 29
HARGA DASAR PADI DAN GABAH, 1974/1975 - 1985/1986
( dalam rupiah per kilogram )
Tahun Padai kering Padi kering Gabah kering Gabah kering Gabah kering
Lumbung giling lumbung giling giling
di desa di desa di desa di desa di BUUD/KUD
Tabel VII.31
HARGA BERAS KUALITAS MENENGAH DI BEBERAPA KOTA BESAR, 1974/1975 - 1983/1984
( dalam rupiah per kilogram)
Bulan
Kota Tahun April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret
1974/1975 84,63 77,94 76,59 76,88 76,74 76,76 75,88 82,12 90,/6 93,1 95,58 99,53
1975/1976 96,52 91,87 91,98 96,52 101,34 108,83 110,25 120,07 126,87 126,87 125,21 120,35
1976/1977 119,22 111,28 115,14 11 7,80 121,19 121,91 121,49 121,85 123,31 126,13 125,93 126,02
1977/1978 125,41 125,66 125,93 126,32 125,24 125 125,74 132,69 133,54 134,91 135,01 137,08
1978/1979 128,9 128,55 128,35 129,72 129,15 128,36 135,55 140,29 140,32 140,56 144,58 152,1
JAKARTA 1979/1980 151),36 159,99 178,64 185,78 185,1 183,6 187,43 187,55 187,27 140,56 188,28 184,02
1980/1981 128,17 185,34 184,46 184,14 183,82 186,6 208,22 212,03 213,41 213,94 214,74 215,42
1981/1982 215,88 213,88 213,28 213,28 213,56 213,56 215,5 225 224,43 228,28 234,36 232,5
1982/1983 230,36 230,36 230,36 230,36 230,36 232,99 233,42 242,53 253,62 270,69 268,6 261,73
1983/1984 259,04 285,87 285,87 285,87 286,45 288,39 ,288,39 292,01 300,16 321,35 322,19 318,81
1974{1975 80,46 77,99 75,32 75,4 76,75 75,37 75 79,77 88,42 87,22 90,46 93,99
1975{1976 86,69 80,22 85,3 93,98 95,79 102,72 107,31 127,68 127,68 125,18 124,33 120,03
1976{1977 109,25 109,08 117,8 123,57 124,56 125,18 125 125 125 125 125 124,42
1977{1978 118,03 124 126,34 127,02 126,82 125 127,11 132,64 134,11 134,79 132,5 131,79
BANDUNG 1978{1979 122,15 124,6 124,42 129,48 133,88 127,72 136,53 141,84 141,6 140,79 146,41 146,92
1979{1980 140,21 153,46 171,7 180,53 179,33 175 179,33 180 180 182,26 180,66 180,66
1980{1981 172,98 177,71 179,77 186,68 180,01 181,39 203,02 221,03 221,03 216,42 215,37 203,73
1981{1982 200 198,75 202,87 202,04 209,13 202,37 224,56 228,76 231,17 230,83 228,15 221,19
1982{1983 210,38 207,62 206,48 211,96 212,13 236,53 252 263,65 260 261 255,83 243,7
1983{1984 230,1 223,04 220,83 232,81 285,03 313,53 318,17 317,08 325,98 313,77 334,22 310,47
1974{1975 75,06 74,78 75,08 77,32 75,05 76,51 77,97 84,75 88,27 90,55 85,15 90
1975{1976 85,69 86,59 92,31 97,67 101,39 111,86 119,45 120,07 122,18 125,71 124,61 123,09
1976{1977 111,97 111,63 119,34 120 128,53 128,43 124,12 124 124 124,79 123,7 116,63
1977{1978 111,72 118,5 120,0(1 120 126,48 128,02 129,5 132,48 132,14 131,01 130,92 124,69
1978{1979 120,3 123,91 125,1:3 127,53 129,48 132,25 138,9 140,91 139,88 139,69 144,58 148,93
1979{1980 153,61 159,25 171,06 172,7 174,27 178,72 180,51 183,3 186,91 189,85 184,63 175,82
SEMARANG 1980{1981 175,43 179,91 180,9'! 180,34 179,95 185,56 208,46 216,59 217,78 218,49 215,71 199,52
1981{1982 195,52 194,17 193,68 194,85 196,81 201,64 224,18 231,7 236,56 243,94 244,16 225,59
1982{1983 207,46 196,22 99,OO 206,04 211,93 241,63 256,96 259,86 264,96 275 271,29 267,29
1983{19H 243,41 234,54 235,33 295,6 254,42 286,86 285,32 299,78 301,66 324,04 313,05 283,79
1) Angka sementara
Tabel VII.31
( lanjutan)
Bulan
Kota Tahun April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Dcsember Januari Pebruari Maret
1974/1975 66,09 66,8 66,92 69,18 68,37 67,65 68,64 77,74 85,65 84,48 79,64 80,69
1975/1976 73,37 77,12 84,81 91,16 96,02 103,44 107,48 120,15 123,19 123,68 120,58 117,2
1976/1977 107,36 108,16 115,3 117,8 124,15 125 122,78 122,5 123,64 125,OG 123,66 114,6
1977/1978 113,98 114,36 115,15 119,06 125,59 127,42 125 125 125 125 125 125
YOGYAK 1978/1979 120 120,12 121,92 125,4 124,61 127,08 133,46 135 133,95 134,52 146,41 145
1979/1980 145 157,31 178,97 167,5 167,5 167,5 169,1 172,4 172,5 172,5 172,5 172,5
1980/1981 172,57 176,37 178,81 180 178,3 181,31 212,96 226 227,5 229,9 226,67 199,04
1981/1982 190,38 195,6 200 199,4 197,41 200,38 217,78 225,59 233,19 245,28 233,53 209,19
1982/1983 183,31 189,48 191,46 197,6 202,29 247,15 217,06 279,96 281,83 291,25 289,62 274,92
1983/1984 245,96 241,88 239,88 247,15 257,94 283,53 296,21 297,13 304,68 312,76 334,9 319,9
1974/1975 69 71,46 72,35 74,32 74,03 74,58 73,73 85,58 89,19 90,62 90,37 88,65
1975/1976 83,65 81,85 86,9 90,19 96,48 109,17 109,99 112,9 124,88 126,28 125,96 117,81
1976/1977 109,18 109,18 111,71 112,05 122,12 125,25 126,55 128,43 128,9 127,97 125,86 121,13
1977/1978 114,72 118,75 122,71 125,84 128,42 131,2 132,59 136,59 132,53 128,78 128,56 130.00
SURABAY 1978/1979 122,52 121,43 128,25 133,3 134,81 136,78 139,57 142,46 139,39 141,41 144,63 148,22
1979/1980 145,61 156,24 164,56 167,6 165,96 165,26 169,2 172,87 178,67 184,66 186,2 181,77
1980/1981 180 184,23 185 179,83 178 182,15 204,11 212,1 212,9 212,68 212,84 206,51
1981/1982 194,76 195,8 195,23 198,13 199,46 199,19 205,2 212,72 221,48 230,72 229,34 207,71
1982/1983 200,28 201,57 208,96 209,99 211,12 247,06 253,91 257,5 283,23 292,36 280,98 273,1
1983/1984 257,07 252,36 252,11 255,29 262,46 268,52 274,28 277,5 279,42 320,5 290,36 283,98
1974/1975 101,55 97,88 97,76 93,6 90,6 85,18 85,6 102,17 108,07 110,17 107,55 104,25
1975/1976 141,03 115,71 114,54 116,83 125,4 128,71 133,84 132,87 133,47 129,66 199,88 116,75
1976/1977 118,2 126,58 128,25 130 125,9 125 129,19 137,77 135,2 133,12 130,42 127,28
1977/1978 135,16 138,76 135 137,72 139,12 139,23 140,18 144,42 144,5 143,94 134,41 133
MEDAN 1978/1979 128,26 130,73 134,27 146,1 144,65 144,66 145,15 154,54 161,17 162,9 156,33 150
1979/1980 150 162,5 169,08 183 181,25 184,6 185,15 189,32 190,6 190 189,64 185,31
1980/1981 185 197,1 198,81 198,81 205,41 202,69 206,31 223,64 225 222,53 218,15 216,58
1981/1982 213,02 212,8 212,8 211,87 210 208,98 211,38 231,57 245,5 252,54 250,63 234,51
1982'/1983 232,69 234,32 234,62 225 222,6 220 226,1 235,16 269,35 280 280 280
1983/1984 288,4 297,83 302,31 304,59 315 363,85 338,2 315 315 310,77 303,4 300
1) Angka sementara
seperti Lombok Tengah di NTB, Karang Asem di Bali dan Boyolali di Jawa Tengah. Dalam
tahun 1983/1984, kegiatan SKPG telah dikembangkan lagi ke daerah Lombok Timur,
pekalongan, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
7.5. Kehutanan
Hutan sebagai sumber kekayaan alam dan merupakan salah satu unsur pertahanan
nasional, harus dilindungi kelestariannya, daD dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara optimal. Dalam Repelita IV pembangunan di bidang kehutanan ditujukan dan
dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Kehutanan, yang ditempuh melalui berbagai
kegiatan antara lain meliputi pelestarian, perlindungan, serta pengawetan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan
kelestariannya, sehingga akan tetap bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Selain itu juga
ditujukan pada pengusahaan sumberdaya bulan, yang meliputi peningkatan produksi hutan
berupa kayu dan hasil hutan ikutan. Untuk itu terus dilakukan kegiatan rehabilitasi sumberdaya
alam, melalui pemulihan kemampuan dan produktivitas sumberdaya bulan, tanah dan air yang
kritis sehingga dapat memenuhi fungsinya secara maksimal sebagai produsen, pengatur tata air,
pencegah erosi, pelindung, pengawet dan pelestari alam, serta sebagai penunjang peningkatan
so sial. Sasaran pembangunan di bidang kehutanan diharapkan dapat terwujud melalui
peningkatan inventarisasi dan tataguna bulan, perlindungan dan pelestarian alam, reboisasi,
penghijauan dan rehabilitasi lahan serta pengusahaan hutan. Di samping itu juga dilakukan
peningkatan bidang-bidang lain seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,
pengawasan dan pendayagunaan aparatur, serta sarana penunjang.
Kegiatan di bidang inventarisasi hutan yang telah dicapai selama Pelita III dan tahun
pertama Repelita IV, antara lain meliputi survai udara, lapangan dan penggunaan jasa satelit,
masing-masing meliputi areal kawasan hutan seluas 5.029 ribu hektar, 1.977,5 ribu hektar dan
36.060 ribu hektar. Dari hasil survai tersebut telah diperoleh potret kawasan hutan sebanyak
22.726 lembar dengan skala 1:100.000. Sementara itu dalam rangka penataan batas kawasan
hutan yang terdiri alas hutan lindung, hutan pendidikan dan hutan penelitian, maka sejak Pelita
I sampai dengan Pelita III telah berhasil dibuat tatabatas kawasan hutan sepanjang 31.400
kilometer. Hasil kegiatan tersebut baru sebesar 21,3 persen dari seluruh panjang batas kawasan
hutan yang diperkirakan sepanjang 147.000 kilometer. Sejalan dengan kegiatan tersebut, sejak
tahun 1981 sampai dengan bulan Juni 1984 telah dilaksanakan tatabatas dalam rangka
pengukuhan areal reboisasi pada bekas tanah negara bebas, yang mencakup areal seluas 260,4
ribu hektar. Dalam waktu yang sarna, juga telah berhasil dicapai pengukuhan dan penatagunaan
hutan lindung seluas 24.569,5 ribu hektar, hutan suaka alam dan hutan wisata seluas 15.891,0
ribu hektar, hutan produksi terbatas seluas 22.939,2 ribu hektar, hutan produksi bebas seluas
25.905,8 ribu hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 24.317,4 ribu hektar.
Dalam rangka pengelolaan hutan yang meliputi peningkatan pembinaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup, maka diperlukan adanya tataguna hutan. Sampai dengan bulan Juni
1984 telah dapat disusun dan diselesaikan pola tataguna hutan kesepakatan (TGHK) di 19
propinsi di luar pulau Jawa. Dari hasil TGHK tersebut telah dapat diidentifikasikan luas areal
hutan di Indonesia sekitar 147 juta hektar. Sementara itu pemetaan yang mempunyai peranan
penting di bidang kehutanan, sampai dengan bulan Juni 1984 telah dapat memenuhi semua
kebutuhan peta dasarnya. Jenis peta dasar yang telah selesai dibuat antara lain berupa peta
topografi, peta TPC (Tactical Pilotage Chart), peta JOG Qoint Operation Graffic Ground), peta
lalit, peta geologi, peta land-use, peta tanah, peta daerah aliran sungai (DAS) di 27 propinsi,
peta ketinggian dan peta thematic. Sedangkan untuk kegiatan pendataan kehutanan yang
meliputi pengumpulan data dan pengolahannya, maka dalam tahun pertama Repelita IV telah
dapat diwujudkan suatu sistem informasi yang dipusatkan pada suatu basis data dan sistem
informasi, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan, pengolahan,
pengamanan dan penyimpanan data, di samping juga akan memudahkan pelayanan, informasi
dan menjaga konsistensi data.
Pada hakekatnya perlindungan hutan dan pelestarian alam dalam rangka konservasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ditujukan untuk menjaga keberadaan plasma nutfah
dan kelestarian potensi sumberdaya alam beserta ekosistemnya dari kemungkinan bahaya
kerusakan dan penurunan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Usaha perlindungan hutan dan
pelestarian alam dilaksanakan melalui beberapa kelompok kegiatan, antara lain meliputi
pengembangan taman nasional, pengelolaan hutan lindung, pembinaan wisata alam, pembinaan
pencinta alam, monitoring dampak lingkungan serta kegiatan pengamanan hutan. Konservasi
kawasan hutan antara lain ditempuh melalui kegiatan pengalokasian, pengelolaan dan
pembinaan hutan suaka alam, hutan wisata dan taman nasional sebagai model ekosistem, gejala
alam, sumber plasma nutfah, keanekaragaman dan keunikan jenis flora dan fauna, serta
keindahan alam, baik di daratan maupun di perairan. Guna menunjang berbagai kegiatan
tersebut, maka selama Pelita III telah dilakukan penunjukan atau penetapan suaka alam dan
hutan wisata yang mencapai 12.076,2 ribu hektar dan tersebar pada 306 lokasi diseluruh
Indonesia. Suaka alam dan hutan wisata tersebut terdiri atas hutan cagar alam seluas 6.784,3
hektar, suaka margasatwa seluas 4.784,4 ribu hektar, taman wisata seluas 172,8 ribu hektar,
taman baru seluas 326,4 ribu hektar, dan taman laut seluas 8,4 ribu hektar, yang tersebar di 5
lokasi. Sedangkan konservasi di luar kawasan bulan, antara lain ditempuh melalui inventarisasi
dan identifikasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar yang populasinya diancam kepunahan,
di samping juga melalui kegiatan yang berorientasi pada masalah botani, serta pengamanan
terhadap daerah pengungsian dan daerah perlindungan satwa baik di darat maupun di laut.
Selama Pelita III, antara lain telah dilakukan studi dan inventarisasi flora dan fauna di 20 lokasi
yang mencakup kawasan seluas 2,1 juta hektar, penetapan sebanyak 521 jenis satwa dan 36
jenis flora yang dilindungi peraturan perundang-undangan, serta inventarisasi sebanyak 20 jenis
kekayaan laut. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap populasi jenis satwa langka,
antara lain berupa rehabilitasi orang hutan di Tanjung Puting (Kalimantan Tengah) dan
Bahorok (Sumatera Utara), gajah di pinggiran Air Sugihan (Sumatera Selatan), Riau dan
Sumatera Utara, burung muho di Sulawesi Utara, burung jalak di Bali Barat, dan rusa di pulau
Bawean. Sejalan dengan kegiatan tersebut, ditingkatkan pula pembinaan dan pengembangan
kebun binatang dan oceanorium di 21 lokasi, dengan jumlah koleksi sebanyak 500 jenis satwa,
di mana 50 jenis di antaranya termasuk jenis satwa yang dilindungi.
Dalam rangka menunjang pelestarian jenis-jenis satwa yang tidak dilindungi, maka telah
ditingkatkan penertiban perburuan, selain sebagai obyek olah raga dan wisata, melalui
penetapan 11 lokasi taman baru. Sedangkan upaya konservasinya dilakukan melalui pembinaan
dan pengembangan taman nasional, yang selama Pelita III telah berhasil mencapai 16 lokasi
dengan luas areal seluruhnya 4.626,5 ribu hektar. Dari 16lokasi tersebut, 5 lokasi di antaranya
telah ditetapkan pada tanggal16 Maret 1980 bertepatan dengan dicanangkannya World
Conservation Strategy, yaitu di gunung Leuser, Ujung Kulon, gunung Gede-Pangrango, gunung
Baluran dan pulau Komodo. Sedangkan 11 lokasi lainnya, yaitu di gunung Kerinci, gunung
Seblat, Bukit Barisan Selatan, Kepulauan Seribu, gunung Tengger-Semeru, gunung Meru-
Betiri, Bali Barat, daerah Kutai, Tanjung Puling, Dumoga Bone, serta Lore Lindu-Manusela
telah ditetapkan pada tanggal14 Oktober 1982, bertepatan dengan Kongres Taman Nasional
Sedunia ke III di Bali.
Dalam rangka pembinaan populasi satwa liar, selain dilakukan usaha pemanfaatan juga
tetap diperhatikan kelestariannya melalui pengurangan populasi yang telah melampaui
keseimbangan ekosistemnya, baik untuk kepentingan konsumsi dalam negeri maupun untuk
ekspor. Sumbangan devisa dari ekspor satwa liar dalam tahun 1983/1984 mencapai US
$5.934,3 ribu, yang berasal dari berbagai jenis satwa liar sebanyak 1.688,1 ribu ekor. Bila
dibandingkan dengan tahun 1982/1983 dengan nilai ekspor sebesar US $ 4.884,3 ribu yang
berasal dari 1.234,2 ribu ekor, berarti masing-masing telah meningkat sebesar 21,5 persen dan
36,8 persen. Dalam pada itu sejalan dengan upaya-upaya dalam bidang perlindungan hutan dan
pelestarian alam, pembinaan terhadap pencinta alam juga dilaksanakan dan ditingkatkan. Untuk
itu selama Pelita III telah diadakan penyuluhan, bimbingan dan pendidikan yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap wisata alam.
Dalam rangka pelaksanaan program penyelamatan hutan, tanah dan air, maka setiap
tahunnya terus ditingkatkan kegiatan di bidang reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi kerusakan kawasan hutan sebagai akibat dari
perladangan berpindah, penggarapan lahan yang keliru, kebakaran hutan dan penggembalaan
ternak secara liar. Oleh karena itu dalam tahun 1983/1984 berbagai usaha penunjang telah
dilaksanakan, antara lain dengan dipekerjakannya sebanyak 7.432 orang petugas lapangan
penghijauan dan reboisasi, serta 169 orang petugas khusus penghijauan. Dan kegiatan yang
telah dilakukan tersebut, hasil reboisasi dalam tahun 1983/1984 telah meningkat sebesar 57,3
persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 118.400 hektar menjadi 186.300
hektar (Tabel VII.32). Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984
realisasinya telah mencapai 75.434 hektar. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, maka dalam
rangka reboisasi lahan kritis juga telah dilakukan persiapan-persiapan kearah pembangunan
hutan jenis kayu indah dan langka, antara lain berupa studi-studi dan penyiapan rencana
pengembangannya pada areal seluas 720.000 hektar, yang tersebar di 15 propinsi. Sedangkan
dalam rangka pengembangan dan pembenihan, antara lain telah dilakukan pengembangan
teknologi benih dan pemulihan jenis pohon. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah
dibangun somber benih seluas 4.600 hektar, dan untuk menunjang kegiatan tersebut telah
dibangun Pusat Teknologi Benih di Bogor, Pusat Pemulihan Pohon di Yogyakarta dan Unit
Pengembangan Teknologi Persemaian di Benahat, Sumatera Selatan.
Tabel VII. 32
AREAL PENGHIJAUAN DAN REBOISASI, 1969 - 1984
( dalam hektar )
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 33
PENGUSAHAAN HUTAN SAMPAI DENGAN MARET 1984 1)
1) Angka sementara
unit perusahaan yang telah memperoleh HPH tersebut, sebanyak 457 unit di antaranya adalah
perusahaan nasional dengan areal pengusahaan seluas 45,0 juta hektar dan investasi senilai US
$ 1.971,1 juta. Sedangkan selebihnya sebanyak 61 unit merupakan perusahaan patungan dan 2
unit lagi berupa penisahaan asing dalam rangka PMA. Luas areal hutan dan besarnya investasi
yang ditanam oleh kedua jenis perusahaan tersebut masingmasing adalah 7,8 juta hektar dan US
$ 240,3 juta, serta 0,1 juta hektar dan US $ 8,1 juta.
Sejalan dengan pengaturan melalui HPH, hasil produksi kayu dalam tahun 1983 berjumlah
sebesar 9.702 ribu meterkubik yang terdiri atas 8.986 ribu meter kubik kayu rimba, dan 716
ribu meterkubik kayu jati. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan tahun 1982 yang telah
mencapai sebesar 13.015 ribu meter kubik, berarti mengalami penurunan sebesar 3.313 ribu
meterkubik atau sebesar 25,4 persen. Hal tersebut disebabkan terutama karena adanya
kebijaksanaan untuk mengurangi secara bertahap ekspor kayu bulat guna lebih mendorong
industri pengolahan kayu dalam negeri. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan
bulan Maret 1984, produksinya telah mencapai sebesar 1.204 meterkubik, yang terdiri atas 754
ribu meterkubik kayu rimba dan 450 ribu meterkubik kayu jati. Walaupun produksi kayu da\am
tahun 1983 telah menurun, namun hasil volume dan nilai ekspornya telah meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam tahun 1982 volume dan nilai ekspor kayu yang
terdiri atas kayu rimba dan kayu jati baru sebanyak 5.980 ribu meterkubik senilai US $ 849,6
juta, sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 6.613 ribu meterkubik senilai US $
891,3 juta.
Tabel VII. 34
PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU, 1969 - 1984
Produksi (ribu m3) Ekspor
Kayu Kayu Volume % Nilai
Tahun jati rimba J umIah (ribu m3 produksi (US$juta)
1969 520 7.587 8.107 3.596 44,3 26
1970 568 11.856 12.424 7.412 59,6 100,6
1971 770 12.968 13.738 10.760 78,3 168,6
1972 597 17.120 17.717 13.981 78,4 230,7
1973 676 25.124 25.800 19.488 75,5 583,9
1974 620 22.660 23.280 18.448 79,2 725,7
1975 595 15.701 16.296 13.921 85,4 501,6
1976 480 20.947 21.427 18.521 86,4 783,8
1977 573 22.366 22.939 19.806 86,3 961,4
1978 475 25.781 26.256 20.262 65,2 1.008,70
1979 575 24.490 25.065 19.610 74,2 1.786,60
1980 500 21.240 21.740 14.327 65,9 1.805,70
1981 578 15.376 15.954 8.425 52,8 1.035,40
1982 692 12.323 13.015 5.980 45,9 849,6
1983 1) 716 8.986 9.702 6.613 68,2 891,3
1984 2) 450 754 1.204 2.123 76,3 385
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 35
JENIS-JENIS KAYU DALAM PERSENTASE DARIPADA VOLUME EKSPOR KAYU,
1970 - 1983
Kapur/
Tahun Meranti Ramin Aglutis Jati Pulai keruing Lain-lain Jumlah
1970 68,5 9,3 5,8 0,6 1,6 1,1 13,1 100
1971 62,7 10,4 2,9 0,3 0,2 0,1 22,6 100
1972 62,7 11,9 2,5 0,4 0,4 1,1 21 100
1973 58 8,8 3,9 0,8 1,7 6,9 19,9 100
1974 64,3 5 6 0,2 2,2 8,9 13,4 100
1975 68 6 3 0,3 1 10 11,7 100
1976 64,5 6,9 2,2 0,3 2,9 10,2 13 100
1977 63,4 5,s 1,9 0,4 4 10,1 14,4 100
1978 66 5,5 1,8 0,2 2,3 10,6 13,6 100
1979 58,9 3,9 1,9 0,2 1,8 11,7 21,6 100
1980 57,8 3,8 1,7 0,1 2,7 10,7 23,2 100
1981 54,1 3,2 2 0,2 2,9 10,8 26,8 100
1982 56,7 14,6 1,2 0,7 0,7 14,4 11,7 100
19831) 70,2 14,6 2,7 0,8 1,7 4,5 5,5 100
1) Angka sementara
Hal ini berarti telah terjadi peningkatan volume dan nilai ekspor masing-masing sebesar
10,6 persen dan 4,9 persen. perkembangan volume dan nilai ekspor kayu dapat diikuti melalui
Tabel VII.34. Dilihat dari sudut permintaan, beberapa jenis kayu dari Indonesia cukup dikenal
dan mempunyai posaran yang mantap di luar negeri. Jenis kayu tersebut antara lain adalah kayu
meranti, ramin, kruing, agatbis, pulai dan jati. Sebagaimana terlihat Facia Tabel VII. 35, sejak
lima tahun terakhir jenis kayu meranti merupakan bagian terbesar dalam komposisi ekspor kayu
Indonesia, yaitu dari 58,9 persen dalam tahun 1979 meningkat menjadi 70,2 persen dalam tahun
1983. Demikian pula jenis kayu ramin, agatbis dan jati peranannya telah meningkat masing-
masing dari 3,9 persen, 1,9 persen dan 0,2 persen menjadi 14,6 persen, 2,7 persen dan 0,8
persen. Walaupun jenis-jenis kayu tersebut pemasarannya ke luar negeri telah mantap, namun
beberapa jenis kayu lainnya masih harus dikembangkan dan dipromosikan agar dapat
memasuki posaran dunia. Oleh karena itu guna mencegah kemungkinan melemahnya ekspor
kayu di posaran internasional, antara lain telah dilakukan diversifikasi komoditi dan
pemasarannya melalui pengembangan pemasaran ekspor hasil olahan/industri dan perluasan
negara tujuan ekspor. Akibat positif daripada kebijaksanaan tersebut ditandai dengan
berkembangnya industri kayu gergajian dan kayu lapis di dalam negeri, yang sampai dengan
bulan Maret 1984 jumlahnya telah mencapai 412 unit dengan kapositas produksi sebanyak 11,9
juta meterkubik. Sedangkan jumlah industri kayu lapis, dalam waktu yang sarna telah
berjumiah sebanyak 162 unit dengan kapositas produksi sebanyak 8,0 juta meterkubik.
Selama Pelita III, peranan bidang pertambangan dan energi masih tetap besar dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia, walaupun dalam kurun waktu tersebut hampir
seluruh komoditi tambang yang diekspor mengalami kesulitan pemasaran. Namun demikian
produksi beberapa bahan tambang masih menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan
dengan tahun terakhir Pelita II, khususnya di sektor minyak dan gas bumi. Perekonomian dunia
yang tidak menentu bagi Indonesia merupakan hambatan utama dalam mencapai peningkatan
produksi bahan-bahan tambang utama, yang tercermin dari pembatasan produksi minyak bumi
sebagaimana telah disepakati oleh negara-negara penghasil minyak OPEC dan pernbatasan
ekspor timah dari Dewan Timah Internasional terhadap anggota-anggotanya. Sehubungan
dengan itu telah dilakukan upaya-upaya antara lain berupa pengembangan inventarisasi dan
eksploitasi berbagai sumberdaya mineral dan energi, serta pengembangan teknologi
pertambangan yang mencakup pula pengolahannya. Upaya-upaya tersebut selain dimaksudkan
untuk menjamin kelangsungan dan peningkatan produksi, juga ditujukan untuk
penganekaragaman hasil-hasil pertambangan, baik untuk keperluan ekspor maupun guna
memenuhi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri. Sampai dengan tahun terakhir Pelita
III telah dapat diselesaikan perluasan kilang minyak Cilacap serta pembangunan unit hydro
cracker di Dumai dan di Balikpapan dalam rangka pemehuhan BBM dalam negeri, di sam ping
perluasan kilang LNG (liquified natural gas) Arun dan kilang LNG Badak. Dengan hasil-hasil
terse but Indonesia telah dapat mengurangi ketergantungannya terhaclap impor bahan bakar
minyak (BBM), LNG dan LPG (liquified petroleum gas). Selama Pelita III, perkembangan
yang paling menonjol di sektor pertambangan antara lain ditandai oleh keberhasilan dalam
meningkatkan produksi batu bara, sebagai langkah persiapan menuju pengembangan dan
pemanfaatan batU bara secara besar-besaran di masa datang.
Hasil produksi minyak bumi dalam tahun kelima Pelita III mencapai 517,6 juta barrel,
yang terdiri dari 477,9 juta barrel minyak mentah, dan selebihnya sebanyak 39,7 juta barrel
berupa kondensat. Jumlah terse but menunjukkan peningkatan sebesar 12,7 persen apabila
dibandingkan dengan produksi tahun keempat Pelita III yang berjumlah 459,0 juta barrel.
Dengan melemahnya posaran minyak dunia akhir-akhir ini dan pembatasan produksi yang
disepakati oleh para anggota OPEC sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan tingkat
harga yang kini berlaku, maka perkembangan produksi minyak bumi menjadi kurang
Sementara itu meningkatnya kebutUhan terhadap BBM dalam negeri telah diimbangi
dengan pengadaan dan peningkatan produksi BBM yang berasal dari kilang minyak dalam
negeri. Dalam hubungan ini selama Pelita III khususnya dalam tahun 1983/1984 telah
ditingkatkan kapositas pengilangan minyak di kilang Balikpapan dan Cilacap, masing-masing
sebanyak 200 ribu barrel per hari. Di samping itu juga dilakukan pembangunan unit hydro-
cracker kilang Dumai, yang dapat mengolah bahan residu berkadar belerang rendah, dengan
kapositas 85 ribu barrel per hari. Dengan ditingkatkannya kapositas pengilangan di dalam
negeri tersebUt, maka produksi minyak bumi yang telah dapat diolah dalam tahun 1983/1984
mencapai 99 juta barrel atau 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan demikian secara keseluruhan produksi pengilangan minyak bumi dalam tahun terakhir
Pelita III telah mencapai 198 juta barrel, yang terdiri atas 99 iuta barrel hasil kilang dalam
negeri dan sebanyak 99 juta barrel dari hasil kilang luar negeri (Tabel VII.37). Selanjutnya dari
jumlah BBM hasil kilang dalam negeri terse but telah diposarkan untuk keperluan di dalam
negeri sebanyak 161 juta barrel, atau 2 juta barrel lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Berbeda dengan minyak bumi, gas bumi tetap dapat ditingkatkan produksinya selama
Pelita III. Produksi gas bumi dalam tahun 1983/1984 mencapai sebanyak 1.278 milyar
kakikubik, dan yang telah dimanfaatkan adalah sebanyak 1.123 milyar kakikubik atau 87,9
persen. Apabila dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan dalam tahun 1982/1983 yang
masing-masing berjumlah 1.100 milyar kakikubik dan 932 milyar kakikubik, maka berarti telah
terjadi peningkatan masing-masing sebesar 16,2 persen dan 20,5 persen. Sedangkan apabila
dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan gas bumi dalam tahun terakhir Pelita II yang
masing-masing baru mencapai 868,2 milyar 'kakikubik dan 650,6 milyar kakikubik, maka
terdapat kenaikan sebesar 47,2 persen dan 76,6 persen. Peningkatan pemanfaatan gas bumi
tersebut antara lain disebabkan karena adanya peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk LNG,
pembuatan pupuk urea, energi pengganti BBM bagi kilang minyak dan pabrik semen Cibinong,
serta bagi perusahaan gas negara (PGN) di kota Jakarta dan Bogor. Perkembangan produksi dan
pemanfaatan gas bumi sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui Tabel VII.38.
Tabel VII. 37
VOLUME PENGILANGAN MINYAKMENTAH, 1969/1970 -1983/1984
( dalam juta barrel )
1969/1970 75,8
1970/1971 86,0 – 13,5
1971/1972 93,1 8,3
1972/1973 103,0 10,6
1973/1974 128,9 25,1
1) Angka sementara
Tabel VII. 38
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1974/1975 - 1983/1984
( milyar kaki kubik )
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabe1 VII. 39
PRODUKSI DAN EKSPOR TIMAH, 1969/1970 -1983/1984
(dalam ribu ton)
,
Produksi
Tahun Bijih Logam timah Ekspor
Produksi LNG di Indonesia baru mulai dilakukan sejak Pelita II, yakni di LNG Plant
Badak dan LNG Plant Arun. Dalam tahun 1983/1984, jumlah produksi LNG telah mencapai
11,0 juta ton sarna dengan sebanyak 569,3 juta MMBTU, yang berarti mengalami kenaikan
sebesar 17,2 persen dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah 9,4 juta ton sarna
dengan 485,1 juta MMBTU. Sejalan dengan meningkatnya produksi LNG tersebut, maka
ekspor LNG yang telah dimulai sejak tahun 1977 juga terus menunjukkan peningkatan. Apabila
dalam tahun 1982/1983 baru diekspor sebanyak 477,8 juta MMBTU, maka dalam tahun
1983/1984 telah meneapai sebanyak 555,5 juta MMBTU yang berarti terjadi peningkatan
sebesar 16,3 persen.
Produksi LPG yang berasal dari kilang minyak Plaju, Sungai Gerong, LPG Plant
Rantau di Sumatera Utara, Mundu di Cirebon, Lex Plant Union Oil Samail di Kalimantan
Timur dan LPG Plant Areo di J awa Barat, sampai dengan tahun terakhir Pelita III terus
mengalami peningkatan. Produksi LPG dalam tahun 1983/1984 meneapai sebanyak 514.198
metrik ton atau 5,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah
486.834 metrik ton. Dalam waktu yang sarna, volume ekspor LPG telah menurun sebesar 1,0
p_rsen, yaitu dari sebesar 461.559 metrik ton dalarn tahun 1982/1983 menjadi sebesar 456.952
metrik ton dalam tahun 1983/1984. Di lain pihak nilai ekspornya telah menunjukkan
peningkatan, yaitu dari US $ 86,4 juta dalam tahun 1982/1983 menjadi US $ 108,1 juta dalarn
tahun 1983/1984, atau suatu peningkatan sebesar 25,1 persen.
7.6.2. Timah
Hasil produksi timah dalam tahun 1982/1983 meneapai sebanyak 33,0 ribu ton bijih
timah dan 30,2 ribu ton logam timah. Dalam tahun 1983/1984 terjadi penurunan produksi
menjadi sebanyak 25,4 ribu ton bijih .timah dan 25,8 ribu ton logam timah. Adapun volume
ekspor tin:ah dalam 2 tahun yang sarna juga mengalami penurunan, yaitu jika dalam tahun
1982/1983 meneapai sebanyak 27,7 ribu ton senilai US $ 351.997 juta, maka dalam tahun
1983/1984 menjadi sebanyak 25,0 ribu ton senilai US $ 309.505 juta. Penumoan tersebut antara
lain disebabkan oleh adanya kemerosotan harga timah di posaran internasional, kesulitan
pemasaran di luar negeri, serta pembatasan kuota ekspor yang dikenakan oleh Dewan Timah
Internasional kepada negara-negara pengekspor timah. Sedangkan penjualan logam timah di
dalam negeri dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/ 1984 masing-masing meneapai sebanyak
464,2 ton dan 406,1 ton. Perkembangan produksi dan ekspor logam timah dapat dilihat pada
Tabel VII.39.
7.6.3. Nikel
Jumlah ekspor hasil tambang nikel selama 2 tahun terakhir Pelita III berturut-turut mengalami
penurunan, yaitu apabila dalam tahun 1982/1983 berjumlah sebanyak 897,5 ribu ton senilai US
$ 19.566 juta, maka dalam tahun 1983/1984 telah turun menjadi 810,7 ribu ton senilai US $
15.870 juta. Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya jumlah permintaan nikel di
posaran dunia.
Tabel VII. 40
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1969/1970 -1983/1984
(dalam ribu ton)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII. 41
PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1972/1973 - .1983/1984
(dalam ribu ton kering)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
1) Angka sementara
Jumlah feronikel yang diekspor dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 masingmasing
mencapai sebanyak 4.923,1 ton senilai US $ 21.274 juta dan 4.935,1 ton senilai US $ 23.001
juta. Dalam tahun 1982/1983 telah di ekspor nikel matte sebanyak 15.876 ton senilai US
$100.624,4 ribu, dan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 22.443 ton senilai US $
42.248,5 ribu. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor bijih nikel dapat dilihat dalam Tabel
VII.40.
7.6.4. Tembaga
Produksi tembaga dalam tahun 1981/1982 telah mencapai 197,5 ribu ton, dari dalam
tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 225,4 ribu ton. Sedangkan dalam tahun
1983/1984 jumlahnya mengalami penurunan menjadi sebanyak 199,7 ribu ton. Adapun jumlah
ekspornya dalam tahun 1981/1982 telah mencapai sebanyak 209,7 ribu ton senilai US $130.536
juta, dan kemudian dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 211,6 ribu ton senilai
US $ 114.130 juta. Namun dalam tahun 1983/1984 menurun menjadi sebanyak 202,8 ribu ton
senilai US $ 130.469 juta. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor konsentrat tembaga dapat
dilihat pada Tabel VII.41.
Penambangan pasir besi sejak 1 Maret 1982 hanya dilakukan di daerah Cilacap, karena
daerah penambangan di daerah Pelabuhan Ratu telah habis cadangannya. Sedangkan
pengembangan cadangan pasir besi di daerah pantai selatan Yogyakarta masih terbatas dalam
studi kelayakan, dan sedang dilakukan penelitian lanjutan guna mencari metode pemrosesan
lainnya dalam rangka pemanfaatan pasir besi Yogyakarta menjadi bahan baku bagi pabrik besi
baja PT Krakatau Steel. Hasil produksi pasir besi yang dalam tahun 1981/1982 sebanyak 105,6
ribu ton, dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi 129,9 ribu ton, sedangkan dalam tahun
1983/1984 mengalami penurunan menjadi 122,1 ribu ton. Dalam tahun 1982/1983 dan
1983/1984 telah diekspor masing-masing sebanyak 10,3 ribu ton senilai US $ 123,1 ribu dan
12,0 ribu ton senilai US $ 119,9 ribu. Perkembanganjumlah produksi dan ekspor pasir besi
dapat dilihat pada Tabel VII.42.
Tabel VII. 44 T a bel VII. 45
PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN EKSPOR
1969/1970 - 1983/1984 LOGAM PERAK, 1969/1970 - 1983/1984
(dalam kilogram) (dalam ton)
Tahun Produksi Penjualan Tahun Produksi Penjualan Ekspor
1969/1970 261 - 1969/1970 10,5
1970/1971 255,4 - 1970/1971 9,2
1971/U)72 343,4 - 1971/1972 8,1
1972/1973 332,3 288,4 1972/1973 9,2 2,6 6,7
1973/1974 327,3 324 1973/1974 8,4 3,8 7,3
1974/1975 260 262,5 1974/1975 6,1 2,1 4
1975/1976 321,5 290 1975/1976 4,2 0,3 1
1976/1977 349,2 398 1976/1977 3,1 3,9
1977/19'18 252,3 269 1977/1978 2,8 3,1
1978/1979 220,3 250,9 1978/1979 2,2 2,4
1979/1980 197,4 186,2 1979/1980 1,8 1,8
1980/1981 224,7 246,1 1980/1981 2,3 2,41)
1981/1982 172,6 170,7 1981/1982 1,9 1,9
1982/1983 262,4 251,2 1982/1983 3,1 2,9 I)
1983/1984 1) 265,1 261 1983/1984 1,7 1,7
1) Angka diperbaiki
I) Angka sementara 2) Angka sementara
Dalam tahun 1983/1984 produksi batu bara berjumlah 614,7 ribu ton, yang berarti
peningkatan sebanyak 158,2 ribu ton atau 34,7 persen dibandingkan dengan produksi tahun
1982/1983 yang baru mencapai 456,5 ribu ton. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakar di dalam negeri, maka sebagian daripada produksi batu bara tersebut telah pula
diekspor. Dalam tahun 1983, jumlah ekspor batu bara Indonesia mencapai sebanyak 283,8 ribu
ton, yang berarti suatu kenaikan sebanyak 162,5 ribu ton atau 133,9 persen bila dibandingkan
dengan tahun 1982 yang baru mencapai 121,3 ribu ton. Perkembangan produksi batu bara dapat
dilihat pada Tabel VII.43.
7.6.8. Bauksit
7.6.9. Granit
Dewasa ini penambangan batu granit dilaksanakan di pulau Karimun, Riau. Dalam
pada itu penjualan batu granit dilaksanakan baik untuk keperluan ekspor khususnya ke
Singapura dan Malaysia, maupun untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam tahun
1982/1983, jumlah produksi dan ekspor granit mencapai 2.307,0 ribu ton dan 713,6 ribu ton,
sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah terjadi penurunan masing-masing menjadi 2.190,7 ribu
ton dan 1.390,4 ribu ton. Hal ini berarti produksi granit mengalami penurunan sebanyak 116,3
ribu ton atau 5 persen, sedangkan ekspornya telah meningkat sebanyak 676,80 ribu ton atau
sebesar 95 persen. Perkembangan produksi dan ekspor granit dapat dilihat pada Tabel VII.47.
Bahan-bahan tambang lainnya, yang termasuk dalam bahan galian industri atau bahan
galian golongan C, terdiri alas kaolin, mangaan, aspal, yodium, belerang, fosfat, ashes, posir
kuarsa, marmer, gamping lempung, peldspar, bentonit, yarosit dan kalsit. Kegiatan
penambangan bahan-bahan tambang tersebut dilakukan oleh badan usaha milik negara
(BUMN) dan perusahaan swasta nasional. Pada umumnya bahan tambang ini diperuntukkan
bagi konsumsi dalam negeri, walaupun di antaranya telah ada yang diekspor dalam jumlah
relatif kecil dan secara tidak teratur. Perkembangan produksi tambang lainnya dapat dilihat
pada Tabel VII.48.
Tabel VII.48
PRODUK BAHAN GALIAN 1), 1972 - 1983
( dalam ton kecuali marmer dalam m2 slabs)
Jenis 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19834)
1. Bahan - bahan semen
a. Gamping 411.976 995.767 1.114.079 1.374.433 2.120.909 3.724.575 1.657.528 2.690.439 7.605.644 3.360.484 9.753.942 6.865.621
b. Lempung 76.610 164.287 219.066 '270.893 379.569 653.782 332.152 583.522 1. 716.811 524.643 1.266.078 907.771
2. Marmer 9.717 12.232 13.520 19.828 25.944 35.216 33.496 25.216 25.315 28.842 1.603 220
3. Aspal 115.580 95.149 75.170 115..697 104.990 138.739 161.817 80.601 173.018 276.626 192.563 725.752
4. Yodium 9,6 19,4 25,9 33,1 27 11,9 7,3 25,3 29,3 25,3 28,9 25,2
5. Mangaan 7.522 15.965 18.228 14.192 8.780 6.847 5.889 6.909 4.196 2.639 17.894 7.783
6. BeIerang 900 1.951 2.349 3.944 3.483 1.697 1.7633) 1803) 1973) 4973) 1.144 3.639
7. Fosfat 1.320 819 5.563 7.902 7.465 3.598 6.071 5.323 11.111 7.295 5.631 2.949
8. As b e s 223 283 92 - 50 31 - 15 103) 253) 74
9. K a 0 1 i n 12.906 29.609 25.971 30.528 29.323 38.006 37.115 58.529 75.647 80.904 75.870 _2)
10. Posir kwarsa 44.148 64.161 62.688 85.979 110.809 221.441 310.051 106.244 260.074 155.730 938.618 _2)
11. Feldspar 2.756 1.648 6.616 13.721 12.266 16.750 13.345 11.939
12. K a Is it - 3.485 2.764 1.704 784 1.241 _2)
13. Yarosit - - 274 341 1.196 148 147 _2)
14. Bentonit - - 4.191 2.847 6.396 3.973 7.597 _2)
15. G ips - - - 290 453 855 570 _2)
1) Mcrupakan hasil usaha swasta nasional, pcrusahaan daerah dan lain-lain
2) Data tidak terscdia
3) Angka diperbaiki
4) Angka scmcntara
7.6.11. Listrik
merangsang kegiatan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat di
segala bidang, maka peranan listrik semakin mempunyai arti penting, baik sebagai sarana
kehidupan sehari-hari maupun sebagai sarana produksi. Hal ini terlihat antara lain dari
permintaan tenaga listrik yang semakin meningkat yang diakibatkan oleh terus bertambahnya
tingkat kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan di bidang kelistrikan terus
dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik
tersebut didasarkan pada kebijaksanaan yang menyatukan seluruh sektor tenaga listrik dalam
satu kesatuan perencanaan yang menyeluruh, serta diarahkan pada pendekatan secara regional,
dengan maksud agar tercapai suatu sistem interkoneksi regional, lengkap dengan pembarigkit
transmisi dan distribusi. Selanjutnya dalam rangka diversifikasi penggunaan sumber energi dan
penghematan bahan bakar minyak, rencana dan pembangunan tenaga listrik dikaitkan dengan
kebijaksanaan umum bidang energi, yaitu sejauh mungkin memanfaatkan potensi sumber
energi non minyak dan penghematan bahan bakar minyak. Selama Pelita III, pembangunan dan
rehabilitasi tenaga listrik secara bertahap telah dapat meningkatkan baik clara terposang
pembangkit tenaga listrik maupun jaringan listriknya. Dalam tahun 1982/1983, rehabilitasi dan
pembangunan yang dilakukan pada pusat pembangkit tenaga listrik mencakup kapositas sebesar
355,720 MW, sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi sebesar 501,800
MW, atau suatu peningkatan sebesar 41 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga
telah dilakukan rehabilitasi dan pembangunan jaringan transmisi, gardu induk dan jaringan
distribusi.
TABELVII.50
PRODUKSI, PENjUALAN, DAY A TERSAMBUNG
DAN DAYA TERPOSANG TENAGA LISTRIK, 1972/1973 -1983/1984
Uraian 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984
Produksi tenaga listrik (MWH) 2.494.477 3.006.669 3.345.241 3.770.294 4.127.390 4.740.660 5.722.816 7.004.288 8.420.386 10.137.910 11.846.151 13.296.410
Penjualan tenaga listrik (MWH) 1.892.609 2.214.950 2.444.107 2.803.613 3.081.817 3.532.027 4.286.921 5.343.406 6.473.026 1) 7.845.466 9.072.596 10.023.619
Daya tersambung (KVA) 934.617 1.076.264 1.261.&15 1.426.376 1.594.482 1.933.511 2.459.052 3.063.354 1) 3.744.236 4.502.788 5.269.251 6.126.669
Daya terposang (MW) 850,16 970,77 1.116,84 1.129,40 1.376,50 2.862,74 2.413,38 2.535,92 1) 2.554,801) 3.032,49 3.405,98 3.924,41
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Sejalan dengan peningkatan permjntaaan tenaga listrik yang terus berkembang, telah
ditingkatkan pula pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan tetap didasarkan
pada diverifikasi energi. Selama Pelita III telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pusat
pembangkit tenaga listrik di beberapa lokasi, antara lain pusat listrik tenaga air (PLTA)
Maninjau, PLTA Wonogiri, PLTA Lodoyo, pusat listrik tenaga uap (PLTU) Semarang Unit III,
pusat listrik tenaga' gas (PLTG) Semarang Unit IV, PLTG Padang Unit III, PLTG Palembang
Unit III, PLTG Para Posir (Medan) Unit V, dan PLTG Ujungpandang unit II. Oemikian juga
beberapa pusat listrik tenaga disel (PLTD) yang tersebar di kala-kola dan di daerah pedesaan.
Selanjutnya kini juga sedang diselesaikan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga
listrik, antara lain meliputi PLTU Suralaya Unit I, PLTU Belawan Unit I dan II, PLTG
Ujungpandang, PLTG Gresik Unit III, PLTG Denpasar, PLTD Bukit Asam, PLTD Tarakan,
PLTD Pontianak dan PLTD Ujungpandang. Dalam rangka pemerataan pembangunan, program
kelistrikan desa telah ditingkatkan melalui partisiposi masyarakat setempat dan pihak Pemda.
Adapun jumlah desa yang mendapat aliran listrik telah meningkat dari sebanyak 2.244 desa
pada akhir Pelita II menjadi sebanyak 8.051 desa pada akhir Pelita III. Di samping itu sekitar
2.000 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.340 ibukota kecamatan yang ada juga telah mendapat
aliran listrik.
7.7. Industri
Pertumbuhan sektor industri yang telah dicapai selama ini adalah cukup tinggi, yaitu
mencapai rata-rata 13,0 persen per tahun dalam Pelita I, 13,7 persen per tahun dalam Pelita II
dan 8,9 persen per tahun dalam Pelita III. Sejalan dengan pembangunan yang dilakukan di
sektor industri, maka terus ditingkatkan pula keterpaduan antarsektor sehingga lebih
memantapkan proses industrialisasi. Dalam pada itu pemanfaatan kekayaan alam yang
merupakan potensi u'tama bidang industri, dalam Pelita III telah banyak menunjukkan
peningkatan. Hal ini terlihat dari perkembangan industri LNG, meningkatnya penggunaan dan
pengolahan gas alam untuk industri baja, pupuk urea dan petro kimia, pengolahan kapur dan
tanah liat untuk industri semen, serta penggunaan kayu gelondongan untuk industri kayu
gergajian dan kayu lapis. Oleh karena pembangunan sektor industri memerlukan mobilitas yang
tinggi, maka selama Repelita IV akan terus dilakukan pengamanan terhadap penyediaan sarana
angkutan, baik di dalam negeri maupun untuk angkutan komoditi ekspor, seperti angkutan
semen, pupuk, baja, kertas, dan kayu lapis. Dalam hubungan ini akan terus dilakukan
peningkatan penyediaan prasarana, terutama di wilayah pengembangan industri seperti zona
industri Cikampek, Cibinong, Gresik, Cilacap, Cilegon, Lhok Seumawe dan Indarung.
TabeI VII.51
BEBERAPA HASIL INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985
Persentase perubahan
Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/853) 1983/84 terbadap 3)
1969/70 1982/83
1. Tekstil (juta meter) 449,8 598,3 732 852 926,7 974 1.017,10 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 1.027,30 2.094,00 1. 708,9 1.995,10 737,3 343,5 16,8
2. Benang tenun (ribu ball 182,1 217 239 262 316,2 364 445,4 662,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.223,00 1.370,00 1.662,00 663 813,2 21,3
3. Assembling mobil (ribu buah) 5 2,9 16,9 23 36,7 65,6 78,9 75,3 83,9 108,7 102,5 172,51) 209,9 188,4 155,8 39,8 3.016,00 -17,5
4. Assembling sepeda motor
(ribu buah) 21,4 31,1 50 100 150 251 300 167,6 271,8 330,5 221,6 410 503,3 377,4 379,3 193,4 1.672,40 -34,3
5. Pup uk
- Urea (ribu ton) 85,4 102,9 108,4 120,0 115,7 209,1 387,4 406,0 990,0 1.437,2 1.827,0 1.985,1 2.006,7 1.944,1 2,204,8 - 2) 2.481,70 13,4
- Z A (ribu ton) - - - 49,7 122,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141,0 147,8 180,8 195,2 209,6 208,0 - 2) - -0,5
6. Semen (ribu ton) 542 568,4 530,4 722,3 819 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10 - 2) 1.390,40 -5,6
7. Ban kendaraan
bermotor (ribu buah) 366,4 401,5 507,7 857,6 1.351,5 1.704,0 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30 - 2) 902,5 -5,4
8. Gelas/botol (ribu ton) 12,2 11 7,4 16,6 37,2 34,8 32,3 36,4 59,9 63,7 68,4 77,3 84,8 93,1 102 - 2) 736,1 9,6
9. Kaca polos (ribu ton) - - - - 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9 - 2) - 10,1
10. Aluminium sulfat (ribu ton) - 3 7,2 11,6 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,8 - 2) - 52,9
11. Asam sulfat (ribu ton) - 3,6 8,6 11,2 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,9 - 2) - 37,5
12. Kertas (ribu ton) 17 22,2 30,1 39,6 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2 - 2) 2.071,70 24,6
13. Minyak kelapa (ribu ton) 263 258,2 260,7 264,5 264,5 265 268,4 276,2 276,3 319,1 452 610 480,01) 442,1 381,7 127,3 45,1 -13,8
14. Minyak goreng (ribu ton) 27 26 27,2 28,8 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326.21) 342 114 1.166,60 4,9
15. Sabun cuci (ribu ton) 133 132,2 132,4 132 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213,01) 199 100,8 49,6 -6,5
16. Rokok kretek (milyar batang) 19 20,5 21,4 23,7 30,2 30,6 . 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,11) 68,2 23,8 258,9 11,6
17. Rokokputih (milyarbatang) 11 13,7 14,7 16,8 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28,01) 9,9 144,5 -0,7
18. Korek api (juta kotak) 269 322 348 475,3 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817 272,3 203,7 19,9
1) Angka diperbaiki
2) Data tidak tersedia
3) Angka sementara
( j )
Presentase perobahan
Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/852) 1983/84 tedtadap 2)
1969/70 1982/83
19. Tapal gigi (juta tube) 15 25 26 30 32 46 108 104 104 109 114 123 138 145 165 55 1.001 14
20. Deterjen (ribu ton) - 4 6 5 7 7 35 34 39 44 47 54 64 67 75;5 39 13
21. Accu (ribubuab) 32 56 262 130 140 180 220 480 575 690 1.747 3.320 3.651,6 3.521,0 4.080 2.135 12.400 16
22. Radio (ribubuah) 364 393 416 700 900 1.000 1.000 1.100 1.000 1.536 1.019 1.111 1.155 1.590 1.503 529 314 - 5,4
23. Televisi (ribu buah) 5 5 65 60 70 135 166 210 460 733 660 730 847 654 623 264 13.740 -4,7
24. Assembling mesin jabit
(ribu buab) 14 14 262 340 800 400 520 400 484 600 478 525 552 394 290 97 1.971 -26,2
25. Baterai keriog (juta buah) 54 55 72 72 132 144 240 420 442 420 462 527 554 577 634 287 1.873 10
26. Plat song (ribu ton) 9 34 67 70 70 70 145 156 185 185 250 294 302 317 419 175 4.829 33
27. Kawat baja (ribu ton) - - 15 30 30 43 85 98 100 108 143 160 126 147 62 - 15
28. Besi spons (n"bu ton) - - - - - 100 282 385 391 800 350 - 105
29. Lampu pijarJTL (juta buah) 4 6 6 12 18 19 21 26 25 30 30 34 37 36 55 27 - 54
30. Besi beton (ribu ton) 5 10 74 75 120 115 202 296 240 300 500 641 672 744 1.026 500 22.700 38
31. Air conditioner (ribu buah) 5 5 32 20 20 24 23 30 29 26 47 74 54 55 69 26 1.431 25
32. Kabellistrik/telekom (ribu ton) 1 4 6 7 9 9 9 13 16 17 19 19 47 50 26 4.900 6
33. Kapal baja baru (ribu BRT) 1) 7 15 15 15 23 25 22 27 19 17 35 40 41 32 12 6 70 -62,6
34. Sprayer (ribubuah) - - - - 40 20 15 20 15 37 78 134 154 160 170 67 - 6
35. Vet sin (ribu ton) - - - 7 7 8 8 10 22 20 26 34 33,41) 36 12 - 6
36. Mesin dise1 (ribu boob) - 2 8 8 24 25 30 25 34 69 65 59 26 - 9
37. Susu kental manis (juta peti) - - 2 2 2,21) 3 4 4 4 5 6 5 93,8 *) 101,3 *) 37,9 *) - 8
*) Da1am ribu ton
1) Angka dipedtaiki
2) Angka smentara
maupun kegiatan ekonomi lainnya. Namun mengingat bahwa industri dasar/hulu mempunyai
ciri padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi tinggi, serta berlokasi di daerah yang
berdekatan dengan sumberdaya alam dan energi yang pada umumnya belum berkembang, maka
timbul masalah regional baru yang memerlukan pemecahan secara konsepsional dan terpadu.
Permasalahan tersebut antara lain berupa pengaturan tataruang pemukiman, lingkungan hidup,
penyediaan sarana dan prasarana, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja siap pakai, serta
pengembangan kehidupan perekonomian daerah. Perkembangan sektor industri yang cukup
pesat selama Pelita III selain karena adanya peranserta masyarakat, juga disebabkan oleh
dorongan sektor-sektor lainnya di samping juga melalui pembinaan terhadap industri itu sendiri
(Tabel VII. 51). Gambaran yang lebih terperinci tentang berbagai aspek perkembangan
kegiatan industri beserta hasil-hasilnya dapat diikuti melalui uraian berikut ini.
Kelompok industri mesin dan logam dasar meliputi industri logam dan produk dasar,
industri mesin, industri motor dan perlengkapan pabrik, industri peralatan listrik dan
elektronika profesional, serta industri alat angkut. Hasil produksi kelompok industri tersebut
sebagian besar merupakan barang modal yang sangat diperlukan dalam kegiatan di berbagai
sektor ekonomi. Oleh karena itu laju pertumbuhan kelompok industri mesin dan logam dasar
senantiasa sejalan dengan perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama yang menjadi
konsumen dari kelompok industri tersebut. Dalam Pelita III pengembangannya mulai bergeser
ke arah hulu, yaitu industri yang menghasilkan bahan baku, komponen dan peralatan mesin.
Sedangkan dalam Repelita IV pengembangannya ditekankan pada industri yang dapat
menghasilkan mesin-mesin industri, baik industri berat maupun ringan.
Tab e I VII. 52
BEBERAPA HASIL INDUSTRI LOGAM DASAR, 1969/1970 - 1984/1985
Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/78 1978/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 3)
1. Assembling mobil (ribu buah) 5 2,9 16,9 28 36,7 65,6 78,9 75,8 83,9 108,7 102,5 172,51) 209,9 188,4 155,8 39,8
2. Plat seng (ribu ton) 8,5 84,4 66,6 69,6 70 70 145 156 185 185 250 294,2 301,5 816,7 419 174,6
8. Besi spons (ribu ton) - - - - - - - - - - 99,6 281,9 884,5 891 800 850
4. Besi beton (ribu ton) 4,5 10 74 75 120 115 202 296,3 240 300 500 640,5 671,8 748,8 1.026,00 500
5. Kapal baja ba:ru (ribu BRT) 1) 7,1 15 15 15 22,9 25,4 22 27,2 19,4 16,9 85,2 40,4 41,3 82,4 12,1 6,1
6. Mesin penggilas jalan (buah) 200 200 200 200.0 860 575 475 546 400 120 450 816 431 404 423 177
7. Huller (ribu buah) 2,2 - - 2,5 3,5 3,5 4 1 0,8 2,2 2,5 1,8 1,1 1,7 0,5 0,7
8. Kawat baja (ribu ton) - - - 15 80 80 48,4 84,6 98 100 108 148,2 159,7 128,8 147,3 62
9. ,Mesin disel (ribu buah) - - - - 2 8 8 24 25,8 80,4 25 84,1 69,4 64,6 58,6 26,2
10. Ekstrusi aluminium (ribu ton) - ,.- - - - 4 2,4 2,4 2,6 2,8 6,1 8,2 10,7 12,8 16 7
11. Aluminium sheet (ribu ton) - - - - - 8 5,2 6,5 9,7 9,7 9,5 11,8 18,7 15,1 8 8,4
12. Pesawat terbang (buah) - - - - - - 2 8 7 16 16 12 17 21 15 4
18. Pesawat helikopter (buah) - - - - - - - 18 6 16 16 12 12 21,01) 18 6
14. Ingot baja (ribu ton) - - - - - - 116 186 67,2 80 122,4 897,1 486 698 762 888,8
15. Pipa air/gaJI/minyak (ribu ton) - - - - - - 85 88 45 47,8 47,8 68,1 102 122,2 178,4 75
16. Pipa listrik . (ribu ton) - - - - - - 50 55 60 66 75,8 60,2 109,6 114,1 1) 166,6 69,4
17. Pipa bajaspiral (ribu ton) - - - - - - 12 18,5 15 5 7 80,5 81,4 46,2 50 25
18. Radiator (ribu bush) - - - - - - 15 17,8 27 52 100 160,4 178,1 170,7 41,8 17,5
19. Piston (ribubuah) - .- - - - - 50 57,5 180 185 135 140 81,1 125 60 30
20. Tabung gambar (ribu buah) - - - - - - - 12,5 26,7 55 25 59,8 73,2 - 2) - 2) - 2)
21. Transformator (ribu bush) - - - - - - 0,8 1,2 1,2 1,4 1,4 2,8 3,9 4,7 9,8 4,8
22. Traktor tangan (buah) - - - - - - 30 80 44 280 550 877 1.074,00 1.271,00 1.065,00 625
23. Traktor mini (buah) - - - - - - - - - 25 150 192 65 116 68 48
24. Generator set (unit) - - - - - - - - - - 8.279,00 8.820,00 16.875,00 20.859,00 45.215,00 18.850,00
1) Angka diperbaiki
2) Data tidak tersedia
3) Angka sementara
Perkembangan yang telah dicapai di bidang industri logam dasar dalam pelaksanaan
Repelita III pada umumnya cukup menggembirakan. Sebagai hasilnya, saat ini industri mesin
dan peralatan pabrik sudah mampu membuat komponen-komponen mesin/peralatan untuk
pabrik gula, kelapa sawit, kafer, semen, kopi, teh, mesin tenun, mesin plastik dan komponen-
komponen pabrik lainnya. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan motor disel sebanyak 58,6
ribu unit, sedangkan dalam tahun 1978/1979 baru berjumlah 30,4 ribu unit. Hal ini berarti
bahwa selama periode tersebut telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 18,6 persen per tahun.
Sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan lagi sebanyak 26,2 ribu unit. Adapun
produksi ingot baja/billet yang dalam tahun 1978/1979 mencapai sebanyak 80 ribu ton, dalam
tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 762 ribu ton, suatu kenaikan rata-rata sebesar 56,9
persen per tahun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat
diproduksi sebanyak 333,3 ribu ton. Adapun produksi besi heron dalam waktu yang sarna telah
meningkat dari 300 ribu ton menjadi 1.026 ribu ton, yang berarti telah terjadi peningkatan rata-
rata sebesar 27,9 persen setahun, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah dapat dihasilkan sebanyak 500,0 ribu ton. Produksi industri transformator,
yang dalam tahun 1982/1983 baru mencapai 4,7 ribu buah, dalam tahun 1983/1984 telah
meningkat menjadi 9,8 ribu buah, atau suatu kenaikan sebesar 108,5 persen. Untuk tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi sebanyak 4,3 ribu buah.
Namun untuk produksi aluminium sheet, yang dalam tahun 1978/1979 berjumlah 9,7 ribu ton
dan kemudian terus meningkat menjadi sebanyak 15,1 ribu ton dalam tahun 1982/1983, dalam
tahun 1983/ 1984 telah menurun menjadi sebanyak 8,0 ribu ton. Adapun dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah diproduksi sebanyak 3,4 ribu ton.
Walaupun perkembangan beberapa hasil industri logam dasar cukup baik sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel VII.52, namun masih banyak dihadapi hambatan-hambatan. Hal tersebut
antara lain menyangkut masalah ketergantungan akan bahan baku yang sampai saar ini masih
harus diimpor, belum cukup berkembangnya industri hulu atau industri barang antara, resesi
dunia yang belum sepenuhnya pulih, serta masih lemahnya keterkaitan industri baik secara
horizontal maupun vertikal.
Dalam Pelita III telah diusahakan tercapainya sa saran di bidang industri kimia dasar,
yang meliputi penguatan struktur industri dan peningkatan pertumbuhan industri nasional. Hal
ini antara lain ditandai oleh tumbuhnya wilayah-wilayah/zona industri yang tersebar di
beberapa wilayah seperti di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera bagian selatan, pulau Jawa,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Hasil pengembangan tersebut
telah terlihat pada peningkatan kegiatan sektor-sektor ekonomi ,lainnya yang berkaitan dengan
kelompok industri kimia dasar. Hal ini telah menimbulkan dampak yang positif berupa
pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan lalu lintas ekonomi antarwilayah,
pemerataan pembangunan, serta peningkatan kemampuan teknologi industri. Dalam Repelita
IV akan terus ditingkatkan upaya pengembangan industri-industri yang mempunyai dampak
pengembangan wilayah.
Kelompok industri kimia dasar, yang antara lain menghasilkan pupuk, kertas, semen,
ban kendaraan bermotor, pestisida, kaca palos, asam sulfat, dan serat sintetis, dalam tahun
terakhir Pelita III secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Jika
dalam tahun 1982/1983 produksi pupuk urea mengalami sedikit penurunan hila dibandingkan
dengan tahun 1981/1982, maka dalam tahun 1983/1984 telah dapat meningkat menjadi
sebanyak 2.204,8 ribu ton yang berarti sebesar 13,4 persen di alas tahun sebelumnya. Hal ini
antara lain disebabkan karena makin meningkatnya permintaan masyarakat akan pupuk.
Demikian pula halnya dengan pupuk TSP, dalam tahun 1983/1984 produksinya telah mencapai
sebanyak 783,0 ribu ton, atau 35,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983
yang baru berjumlah 577,4 ribu ton. Di lain pihak terjacli sedikit penurunan produksi pupuk
ZA, dari 209,6 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjacli 208,0 ribu ton dalam tahun 1983/1984.
Walaupun demikian hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kapositas produksi petani pemakai
pupuk. Dengan meningkatnya produksi dan kebutuhan pupuk, maka terus dilaksanakan usaha-
usaha untuk menunjang kelancaran distribusinya. Proyek sarana distribusi pupuk Pusri IV (PSD
IV), yang l?erupakan lanjutan daripada PSD III, merupakan salah satu langkah yang ditempuh
Pemerintah dalam memperlancar distribusi pupuk. Adapun kegiatannya mencakup pengadaan
kapal curah dan suku cadang, pembangunan unit pengantongan pupuk di Ujungpandang, serta
pengadaan gerbong kereta api dan pembangunan gudang-gudang pupuk. Sementara itu jumlah
produksi berbagai jenis kertas dalam tahun 1983/1984 juga telah mengalami peningkatan. Jika
dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 296,6 ribu ton kertas, maka dalam tahun
1983/1984 produksinya meningkat menjadi 369,2 ribu ton, atau kenaikan sebesar 24,5 persen.
Di lain pihak produksi berbagai jenis ban luar kendaraan bermotor dan ban luar sepeda motor
telah mengalami sedikit penurunan. Dalam tahun 1982/1983 produksinya masing-masing
berjumlah 3.885,6 ribu buah dan 2.567,1 ribu buah, namun dalam tahun 1983/1984 hanya
mencapai sebanyak 3.673,3 ribu buah ban kendaraan bermotor dan 2.438,5 ribu ban sepeda
motor, suatu penurunan masing-masing sebesar 5,5 persen dan 5,0 persen.
Cabang industri anorganik dan industri bahan-bahan kimia organik dasar, yang antara
lain menghasilkan semen, kaca palos, asam sulfat dan zink oksida, dalam tahun terakhir Pelita
III telah berkembang dengan baik. Apabila dalam tahun 1982/1983 produksi semen baru
berjumlah 7.650,0 ribu ton, maka dalam tahun 1983/1984 telah mencapai sebanyak 8.078,1 ribu
ton, yang berarti telah terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen di bandingkan dengan tahun
sebelumnya. Demikian pula halnya dengan produksi kaca palos, dalam waktu yang sama telah
meningkat dari 100,7 ribu ton menjadi 110,9 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 10,1 persen.
Perkembangan beberapa hasil industri kimia dasar dapat diikuti pada Tabel VII. 53.
Tab e I VII. 53
BEBERAPA HASIL INDUSTRI KIMIA DASAR, 1969/1970 - 1983/1984
Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 3)
1. a. Urea (ribu ton) 85,4 102,9 108,4 120 115,7 209,1 387,4 406 990 1.437,20 1.827,0 1.985,1 2.006,71) 1.994,1 2.204,80
b. ZA (ribu ton) - - - 49,7 122,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141 147,8 180,8 195,2 209,6 208
c. TSP (ribu ton) - - - - - - 114,4 465 559,3 577,4 783
2. K e r t a s (ribu ton) 17 22,2 30,1 39,6 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2
3.Semen(ributon) 542 568,4 530,4 722,3 819 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10
4. Ban kendaraan bermotor (ribu ton) 366,4 401,5 507,7 857,6 1.351,50 1.704,00 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30
5. Ban sepeda motor (ribu ton) - - - - - 792 1.432,80 1.200,00 1.520,00 1.658,20 2.070,50 2.319,70 2.801,30 2.567,10 2.438,50
6. Kaca palos (ribu ton) - - 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9
7. Aluminium sulfat (ribu ton) - 3 7,2 11,6 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,8
8. Asam sulfat (ribu ton) 3,6 8,6 11,2 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,9
9.Soda(ributon) 0,4 0,9 1,8 2,8 2,9 4,2 8,8 8,8 9,5 8,5 17,6 18,8 15.6 29 _2)
10. Zat asam (iuta M3) 2,2 2,8 3,5 3,7 4,6 4,8 4,9 6,3 6,8 7,2 8,21) 8,1 9,5 9,5 9,8
11. Asam arang (ribu ton) 0,5 - - 2,1 0,8 2,5 2,3 2,8 3,5 2,2 4,7 4,9 4,6 3,9
12.Acety1ene (ribu M3) - - - 99,2 123,8 241,2 289,1 305 335 246,7 511,6 534,5 600 244,2
13. Pestisida (ribu ton) - - - - 0,4 1 2,3 2,5 10,2 9,1 20,8 25,7 33,6 48 36,6
14. Synthetic resin (ribu ton) - 0,5 1,9 3,2 31,3 14 31 51,2 57,2 81 _2)
15. Bahan kimia tekstil (ton) - - - - 509,5 532,2 527 627 4.460,00 6,557,5 11.800,00 25.392,0 45069,0 1) 43.898,00
16. Zink oksida (ton) - - - - 0,1 471,4 801,7 810 1.127.0 1.329,0 7:)1,0 970 980
17. Bahan peledak (ribu ton) - - - - 1.150,00 1.284,0 1.250,0 1.189,00 1.154,00 1.550,00 1.870,00 718 480 614 541
18. Asam chlorida (ribu ton) 0,4 0,9 1,2 3,7 4,5 2.2 3,9 4 4,3 5,3 11 10,9 9,6 10,5 10,7
19. Serat sintetis (ribu ton) - - - - - 72,9 89 112 113,7 118,3
1)Angka diperbaiki 2) Data tidal tersedia 3) Angka sementara
Kelompok aneka industri (industri hilir) mempunyai peranan yang cukup besar dalam
pembangunan industri secara keseluruhan. Hal ini antara lain karena aneka industri dapat
merupakan jembatan antara kelompok industri hulu (dasar) dengan ke1ompok industri kecil,
dan sekaligus mempererat keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil, sehingga
dapat memperkokoh struktur industri nasional. Di samping itu dalam menyerap tenaga kerja,
ke1ompok aneka industri ini lebih besar peranannya apabila dibandingkan dengan kelompok
industri hulu yang re1atif lebih padat modal. Aneka industri yang meliputi industri pangan,
tekstil, kimia, alar listrik dan logam serta bahan bangunan dan umum, dalam tahun terakhir
Pelita III menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1983/1984
produksi margarine te1ah mencapai 85,5 ton, sedangkan dalam tahun 1982/1983 baru
berjumlah 30,1 ton, atau suatu kenaikan sebesar 184,0 persen. Selanjutnya dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dihasilkan sebanyak 28,3 ton. Demikian
pula halnya dengan produksi susu kental manis, te1ah terjadi kenaikan sebesar 8,0 persen, yaitu
dari 93,8 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 101,3 ribu ton dalam tahun 1983/1984.
Kemudian dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi
sebanyak 37,9 ribu ton. Produksi rokok kretek dan susu cair te1ah meningkat masing-masing
sebesar 11,6 persen dan 67,9 persen, yakni dari 61,1 milyar batang dan 11,1 juta ]iter dalam
tahun 198211983, menjadi 68,2 milyar batang dan 18,6 juta liter dalam tahun 1983/1984.
Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah
dihasilkan masing-masing sebanyak 23,8 milyar batang dan 6,6 juta liter. Dalam periode yang
sarna produksi minyak ke1apa mengalami penurunan sebesar 13,7 persen, yakni dari 442,1 ribu
ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 381,7 ribu ton dalam tahun 1983/1984. Produksi industri
tekstil seperti benang tenun, tekstil dan pakaian jadi telah menunjukkan peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun sebe1umnya. Produksi tekstil, meningkat sebesar 16,8 persen,
yakni dari 1.708,9 juta meter dalam tahun 19821 1983 menjadi 1.995,1 juta meter dalam tahun
1983/1984, sedangkan dalam tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984
telah dapat dihasilkan sebanyak 737,3 juta meter. Bersamaan dengan itu produksi benang tenun
dan pakaian jadi juga te1ah menunjukkan suatu peningkatan, yakni dari 1.551,0 ribu bal dalam
tahun 1982/1983 menjadi 1.662,0 ribu bal dalam tahun 1983/1984, yang berarti meningkat
sebesar 7,2 persen.
Adapun industri kimia seperti tapal gigi dan diterjen juga mengalamj peningkatan
produksi yang cukup besar. Jika dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 145,0 juta
tube tapal gigi dan 66,8 ribu ton diterjen, maka dalam tahun 1983/1984 telah meningkat
menjadi 165,1 juta tube dan 75,5 ribu ton, suatu peningkatan sebesar 13,9 persen dan 13,0
persen. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 masing-masing
telah berjumlah 55,0 juta tube dan 39,2 ribu ton. Industri alat listrik dan logam, yang antara lain
menghasilkan televisi, radio, sepeda motor, dan baterai kering, secara keseluruhan me-
nunjukkan sedikit penurunan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun khusus
untuk baterai kering telah terjadi peningkatan sebesar 9,9 persen, yakni dari 576,6 juta buah
dalam tahun 1982/1983 menjadi 633,6 juta buah dalam tahun 1983/1984, dan dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan sebanyak 287,2 juta buah.
Perkembangan beberapa hasil aneka industri dapat diikuti melalui Tabel VII.54.
Tabel VII.54
BEBERAPA HASIL ANEKA INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985
Jenis produksi 1969/70 19670/197 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985
1. Tekstil (juta meter) 449,8 598,3 732 852 926,7 974 1.017,00 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 2.027,30 2.094,00 1.708,90 1.995,10 737,3
2. Benang tenon (ribu ba1) 182,1 217 239 262 316,2 364 445,4 622,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.233,00 1.551,00 1.662,00 633
3. Margarine (ton) 7,5 7 7,5 7,3 8,1 10,7 10,7 13,1 15,3 17,7 18,5 19,3 19,6 30,1 85,5 28,3
4. Minyak kelapa (ribu ton) 263 258,2 260,7 264,5 264,5 265 268,4 276,3 319,1 319,1 452 610 480,0 1) 442,1 381,7 127,3
5. Minyak goreng (ribu ton) 27 26 27,2 28,8 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326,21) 342 114
6. Sabun cuei (ribu ton) 133 132,2 132,4 132 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213 199 100,8
7. DeteIjen (ribu ton) - 4 5,6 5,2 6,6 7 34,9 33,4 38,5 44,2 46,5 54,4 63,9 66,8 75,5 39,2
8. Rokok kretek (milyar batang) 19 20,5 21,4 23,7 30,2 30,6 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,1 68,2 23,8
9. Rokok putih (milyar batang) 11 13,7 14,7 16,8 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28 9,9
10. Korek api (juta kotak) 269 322 348 475,3 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817 272,3
11. Tapal gigi (juta tube) 15 25 26 30 32 46 107,8 103,6 104,4 108,5 113,9 123 137,5 145 165,1 55
12. Assembling sepeda motor (ribu buah) 21,4 31,1 50 100 150 261 300 267,6 271,8 330,5 221,6 410 503,3 577,4 379,3 193,4
13. A c c u (ribu buah) 32 56,2 262 130 140 180 220 480 575 690 1.747,20 3.319,70 3.651,60 3.521,00 4.080,00 2.135,00
14. Radio (ribubuah) 363,5 393,3 416 700 900 1.000,00 1.000,00 1.100,00 1.000,00 1.536,00 1.018,80 1.110,50 1.154,90 1.589,90 1.503,10 529
15. Televisi (ribu buah) 2) 4,5 4,7 65 60 70 135 166 210 260 733,2 659,8 730,1 846,9 653,5 622,8 263,7
16. Assembling mesin jahit (ribu bubo) 14 13,5 262 340 800 400 520 400 484 600 477,6 525,4 531,6 393,5 290,2 96,7
17. Baterai kering (juta buah) 54 55,2 72 72 132 144 240 420 442 420 462 526,7 553,6 576,6 633,6 287,'2
18. Lampu pijar/TL (juta buah) 3,5 5,5 6 12,3 18 18,9 21 26 24,8 30,4 29,9 33,8 36,5 35,7 55,1 27,1
19. Air Conditioner (ribu buah) 4,5 4,7 31,8 20 20 24 23 30 29,3 26,4 47,4 73,5 53,6 55 68,9 26,4
20. Kabellistrik/telekom (ribu.ton) 1 4 6 9 9 9 9 12,5 15,7 17,4 19,1 18,7 47 50 26,3
21. Susu bubuk (ribu ton) - - - - - 1,7 3,8 9,6 13,5 16,8 26,5 28,3 27,6 27,9 9,8
22. Susu kenta! manis (juta peti) - - 1,5 2,4 2,2 2,5 3,5 4,4 4,1 4,8 5,5 5,2 93,8*) 101,3*) 37,9*)
23. Susu cair (juta liter) - - - - - 2,5 4 3,9 3,6 5,9 8,5 9,2 11,1 18,6 6,6
*) Dalam ribu ton
1 ) Angka diperbaiki
2) Mu1ai tahun 1978/1979, terdiri dari TV hitam putih dan TV berwarna
3) Angka sementara
Semarang, Bandung, Tegal, Sidoarjo, Tasikmalaya dan Sukabumi. Di samping itu juga telah
dilaksanakan pembangunan 6 buah perkampungan industri kecil (PIK) masing-masing di
Jakarta yang meliputi Pulogadung, Tebet dan Tangerang, di Sukabumi (Jawa Barat), di Gunung
Sempu (Yogyakarta), serta di Pare-Pare (Sulawesi Selatan). Sejalan dengan itU telah dibangun
pula saran a usaha industri kedl (SUlK) yang terletak di dalam kawasan-kawasan industri
Pulogadung (Jakarta), Medan, Cilacap dan Surabaya.
Tenaga penyuluh lapangan (TPL) terus pula ditingkatkan, baik jumlah maupun
mutunya. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah TPL yang berhasil dididik baru sebanyak 93
orang, maka dalam tahun 1983/1984 telah bertambah menjadi 2.151 orang. Sedangkan jumlah
tenaga penyuluh lapangan spesialis (TPLS), yang merupakan peningkatan dari TPL, dalam
tahun 1982/1983 telah berjumlah 438 orang. Dengan bertambahnya sarana pembina tersebut
maka kemampuan pembinaan juga telah meningkat, yakni apabila dalam tahun 1979/1980
jumlah sentra industri kecil yang dibina baru sebanyak 281 buah, maka dalam tahun 1983/1984
telah meningkat menjadi 690 buah, yang tersebar di hampir seluruh propmsl.
perhubungan secara menyeluruh, baik secara nasional maupun regional, sehingga semakin
memantapkan perwujudan stabilitas nasional dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan
ketahanan nasional.
Dalam rangka mengatasi kebutuhan angkutan umum dalam kola, serta guna me-
ngurangi kepadatan lalu lintas dalam kola, maka jumlah angkutan armada bis bertingkat dan
tidak bertingkat terus ditambah. Jika dalam tahun 1982 jumlah armada bis kota di beberapa kota
besar di luar Jakarta baru sebanyak 604 buah, yang terdiri alas 85 bis bertingkat dan 519 buah
bis tidak bertingkat, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 680 buah bis,
yang terdiri alas 105 buah bis bertingkat dan 575 buah bis tidak bertingkat. Dalam hal ini
Surabaya mempunyai bis kota sebanyak 208 buah, Medan 117 buah, Semarang 134 buah, Solo
15 buah, Tanjung Karang 42 buah, Bandung 144 buah, dan Ujungpandang 20 buah. Adapun
jumlah armada bis kota yang ada di Jakarta dalam tahun 1983 adalah sebanyak 1.609 buah.
Tab e I VII. 55
ARMADA ANGKUTAN JALAN RAY A, 1969 -1983
(dalam satuan)
Tab e I VII. 56
PEMAKAIAN JASA KERETA API, 1969 - 1983
Tahun Penumpang Barang
J umlah km J umlah Ian
Outa orang) (orang) Outa ton) (ton)
1969 55,4 3.422 4 859
1970 52,4 3.466 3,9 855
1971 50,9 3.623 4,2 949
1972 40,1 3.352 4,6 1.038
1973 29,4 2.727 5 1.069
1974 25,4 3.466 4,5 1.116
1975 23,8 3.534 3,9 959
1976 20,1 3.371 3,3 701
1977 21 3.082 3,3 814
1978 29,2 4.751 4,2 1.022
1979 37,7 5.981 4,2 1.016
1980 40,7 6.229 4,3 980
1981 39,9 6.080 4,8 1.016
19821) 43,2 6.271 5,3 1.063
19832) 47,4 6.313 5,4 951,2
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Untuk menjaga kelancaran , ketertiban dan keselamatan lalu lintas angkutan jalan raya
telah dikembangkan pula fasilitas pengaturan dan pengawasan, yang antara lain meliputi
pembangunan alat pengujian, rambu jalan, tanda jalan, pagar pengaman jalan, lampulampu
pengatur lalu lintas dan kendaraan patroli. Dalam waktu yang sama telah dibangun pula pusat
pengujian kendaraan bermotor di Bekasi, Jawa Barat yang bertujuan untuk menguji kendaraan
laik darat. Dalam rangka mengembangkan armada angkutan kota telah ditingkatkan pula sistem
dan fasilitas angkutan dalam kota, antara lain berupa terminal dan shelter. Sedangkan guna
memperlancar angkutan kota, khususnya angkutan umum di kota-kota besar, sistem angkutan
disusun secara terpadu antara angkutan bis dengan angkutan kereta api kota.
Angkutan kereta api mempunyai peranan semakin penting, baik kini maupun di masa
mendatang, dalam menunjang laju pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena jenis
angkutan ini selain lebih hemal dalam pemakaian bahan bakar, juga lebih kecil tingkat
pencemarannya dibandingkan dengan angkutan jalan raya lainnya. Angkutan kereta api juga
sangat efektif dan efisien dalam memperlancar distribusi beberapa hasil produksi, seperti
minyak, batu bara, besi beton, semen, pupuk dan kelapa sawit, serta untuk pengangkutan
transmigrasi dan pariwisata. Demikian pula bagi kota-kota besar yang telah mendesak
keperluan jasa angkutan masalnya, telah dilakukan peningkatan penggunaan jasa kereta api
kala, sehingga arus penumpang akan lebih lancar, lebih cepat dan lebih teratur di samping juga
dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, peranan
angkutan kereta api terus meningkat dalam melayani angkutan penumpang dan barang.
peningkatan tersebut disebabkan oleh bertambahnya permintaan untuk jasa angkutan hasil-hasil
industri, pertambangan, perkebunan dan pertanian, di samping juga melayani angkutan
pariwisata, transmigrasi dan angkutan kala. Untuk dapat meningkatkan kapositas angkutan dan
mutu pelayanan kereta api tersebut, antara lain telah dilakukan peningkatan jalan kereta api
serta rehabilitasi dan penambahan lok uap, lok disel, lok listrik, kereta penumpang dan gerbong
barang. Sebagian daripada kebutuhan prasarana dan sarana kereta api tersebut telah pula
diproduksi di dalam negeri, yang menunjukkan peningkatan operasianal perusahaan sehingga
mampu beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam tahun 1982, jumlah angkutan penumpang
kereta api adalah sebanyak 43,2 juta orang atau 6,2 juta penumpang per kilometer, sedangkan
dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 47,4 juta orang atau 6,3 juta orang per kilometer.
Demikian pula angkutan barang dalam waktu yang sarna telah mengalami peningkatan dari 5,3
juta ton dalam tahun 1982 menjadi 5,4 juta ton dalam tahun 1983. Sedangkan angkutan barang
dalam ton per kilometer mengalami penurunan hila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
yaitu dari 1.063,0 ton per kilometer dalam tahun 1982 menjadi sebesar 951,2 ton per kilometer
dalam tahun 1983. Perkembangan jumlah angkutan penumpang dan barang dapat diikuti
melalui Tabel VII.56.
Sementara itu pembuatan sarana dan suku cadang kereta api terus dikembangl)an
sehingga kebutuhan sarana dan prasarana kereta api dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam
negeri. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1983, PT Inka (Industri Kereta Api) teiah
merakit 400 gerbong dari bahan complete manufacturing (CM) keluaran Sumitomo Jepang.
Hasil yang teiah dicapai di bidang saran a dan prasarana kereta api selama 5 tahun pelaksanaan
Pelita III antara lain meliputi rehabilitasi lok uap sebanyak 38 buah, lok disel sebanyak 590
buah, kereta penumpang sebanyak 1.623 buah, gerbong sebanyak 10.070 buah, serta
rehabilitasi/peningkatan jalan kereta api sepanjang 2.329 kilometer. Selain itu telah pula
dilakukan penambahan lok disel sebanyak 75 buah, kereta rei listrik (KRL) sebanyak 60 buah,
kereta rei disel (KRD) sebanyak 112 buah, kereta penumpang sebanyak 360 buah dan gerbong
sebanyak 400 buah. Hasil rehabilitasi di bidang perkeretaapian dapat diikuti pada Tabel VII.57.
Dalam pada itu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) juga mempunyai proyek-
proyek pembangunan kereta api yang cukup besar, antara lain proyek pengembangan
pengangkutan batu bara Bukit Asam dengan kereta api (P3Baka) dari Tanjung Enim ke
Tarahan, yang bertujuan untuk mengangkut batu bara sebanyak 3 ton setahun sebagai sumber
energi bagi PLTU di Suralaya. Di samping itu juga telah dilakukan pembangunan lintas kereta
api antara Meneng-Kabat di Jawa Timur yang ditujukan untuk memperlancar distribusi pupuk
di wilayah tersebut. Dalam rangka mengatasi masalah angkutan masal di wilayah Jabotabek,
teiah dilakukan peningkatan kapositas dan mutu pelayanan angkutan kereta api kala melalui
penambahan sarana angkutan dan peningkatan prasarananya. Adapun tujuan proyek kereta api
Jabotabek tersebut antara lain untuk mengurangi beban jalan raya, penghematan energi bahan
bakar minyak melalui sistem propulsi kereta api dengan listrik dari PLN, penghematan waktu,
meningkatkan kapasitas angkut serta menciptakan sistem transportasi yang terpadu antara
kereta api dan jalan raya. Selanjutnya juga telah dilakukan penelitian terhadap penggunaan
angkutan kereta api untuk angkutan petikemas serta penelitian pembangunan lintasan baru bagi
pengembangan industri semen di pulau Jawa dan Sumatera.
TabelVII. 57
REHABILITASI DI BIDANG PERKERETAAPIAN, 1969/1970 - 1983/1984
Uraian 1969/70 1970/71 1971/12 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84
1. Penggantian rei (km) 94,6 126,1 150,3 124,6 272 513,7 578,8 620 968 164 732,7 565,3 326,4 349,7 354,9
2. Penggantian bantalan(ribu bt) 40,2 188,4 218,4 280,3 180,9 - 232,2 298,7 294,2 296,2 351,2 397,2 207 164,5 295,7
3. Perbaikan pilar jembatan(m 3) 5.243 3.359 2.474 7.943 14.385,50 191 1.606 81 301 2) 190 140 42 2) 55 4) 99 79
(ton) - - - - 973 - - 1.382,40 - 422 762 ,3 - - -
4. Bangunan operasional (m2) 1.376,60 4.038,30 3.371 7.701 3.469 38 1) 58 1) 39 I) 15 1) 67 1) 115 1) 2.906 3.675 11.514 15.055
5. Lok uap (buah) 15 - 10 23 69 68 48 31 28 7 3 - -
6. Lok disel (buah) 13 16 15 40 91 103 111 111 107 118 163 128 387
7. Lok listrik (buah) - - - 2 - - - 2 - 8 - - -
8. Kereta (buah) 20 92 52 65 58 62 176 390 444 635 406 256 246 328 387
9. Rehabilitasi gerbong (buah) 25 301 236 680 455 714 2.772 2.960 3.120 2.253 2.272 1.825 1.583 2.223 2.112
10. Assembling gerbong (buah) 135 15 - 15 - - - 130 - 42 20
I 1. a. beton (buah) - - 69 34 196 111 93 259 34 22 42
b. baja(buah) - - - 56 - - - - 83 38 - 21 389 3) 1.136,5 5) 1.341 5)
Perkembangan di bidang angkutan sungai dan danau sampai dengan tahun pertama
Repelita IV sangat dirasakan manfaatnya dalam memperlancar angkutan daerah pedalaman dan
daerah terpencil, terutama bagi penduduk di tepi sungai dan danau yang belum dilayani oleh
jenis angkutan lain. Di samping itu pembangunan angkutan penyeberangan juga telah dapat
meningkatkan hubungan penyeberangan sungai dan selat, serta beberapa lokasi sarana angkutan
jalan. Dengan demikian, baik pelayanan angkutan jalan raya maupun angkutan sungai, danau
dan penyeberangan telah dapat ditingkatkan menjadi satu kesatuan hubungan yang terpadu.
Pelaksanaan pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, sampai dengan tahun
pertama Repelita IV telah ditempuh beberapa kebijaksanaan antara lain mengutamakan proyek
lanjutan agar segera dapat terwujud dan langsung dapat beroperasi, serta penyediaan jasa
angkutan sepanjang tahun secara tetap dan teratur. Dalam hubungan ini, penyediaan jasa
angkutan diarahkan agar pihak swasta dan koperasi khususnya golongan ekonomi lemah dapat
turut berperanserta, di samping dimaksudkan juga untuk memekarkan bidang usaha pelayanan
tradisional.
Hasil-hasil yang dicapai selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III antara lain meliputi
pembangunan 25 buah dermaga sungai, danau dan penyeberangan, 5 buah terminal, 11 buah
gedung kantor, pengadaan 15 buah kapal dan 4.379 buah rambu-rambu, pembersihan alur
sepanjang 1.096 kilometer dan pengerukan sekitar 300.000 meterkubik. Di samping itu
angkutan penyeberangan juga telah dapat beroperasi di 19 lintasan yang dilayari oleh 62 kapal,
di mana setiap lintasan dilayari oleh lebih dari 2 kapal penyeberangan baik milik swasta,
koperasi maupun Pemerintah. Sedangkan dalam tahun pertama Repelita IV telah dilakukan
peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai, danau dan
penyeberangan berupa rehabilitasi dan penambahan kapal, pembangunan dermaga dan terminal,
penambahan fasilitas keselamatan pelayaran serta pembersihan dan pengerukan alur pelayaran.
Selain itu juga telah dilakukan peningkatan pelayaran operasional, penyempurnaan
kelembagaan serta pembinaan \ terhadap usaha masyarakat di bidang angkutan sungai, danau
dan penyeberangan. Hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni
tahun 1984 adalah meliputi pembangunan 9 buah dermaga penyeberangan, 2 buah dermaga
sungai, 4 buah terminal penyeberangan, 2 buah terminal sungai dan 291 buah rambu sungai.
Selanjutnya telah pula dilakukan penambahan 2 buah sarana angkutan sungai dan danau, 11
buah kapal inspeksi serta pengerukan sebanyak 113.211
meterkubik. Sementara itu akan terus ditingkatkan pembangunan lintas dari Sabang sampai ke
Los Palos, lintas angkutan sungai, danau dan penyeberangan di Sulawesi dan pulau-pulau di
sekitarnya, lintas-lintas di kepulauan Maluku dan Irian Jaya, serta lintas-lintas perairan
dipedalaman Kalimantan, di samping juga sedang diselesaikan sebanyak 8 buah lintasan baru.
yang ditujukan untuk merangsang pihak swasta dalam menunjang pengembangan armada
nasional. Peranan perhubungan laut secara keseluruhan terus ditingkatkan untuk mencapai
keterpaduan berbagai jenis pelayaran, sehingga dapat meningkatkan pelayaran antarpulau yang
lebih efektif, efisien, teratur, dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat
meningkatkan kegiatan ekspor. Selain itu juga dilakukan pembinaan pelayaran rakyat sebagai
modal angkutan tradisional yang potensial, dan diarahkan pada usaha wiraswasta bahari
nasional dengan mendorong perusahaan-perusahaan kecil untuk bergabung dalam bentuk
koperasi, serta pembinaan sistem organisasi, manajemen dan diversifikasi usaha. penyediaan
jasa perintis diselenggarakan oleh Pemerintah, sedangkan pelaksanaan angkutan transmigrasi
diselenggarakan oleh Pemerintah dan swasta.
Armada pelayaran Nusantara dan pelayaran lokal sebagai jaringan utama angkutan taut
dalam negeri telah dan terus ditingkatkan melalui penambahan kapositas armada pelayaran,
penyempurnaan sistem trayek pelayaran,. serta pembinaan perusahaan-perusahaan pelayaran.
Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar sistem angkutan taut dapat meningkatkan
kegiatan pemasaran, pengembangan daerah terutama di Indonesia bagian timur, serta
memperlancar arus barang dan penumpang, termasuk transmigrasi. Selanjutnya pola jaringan
pelayaran Nusantara telah dipadukan dengan jaringan yang dilayani kapal pelayaran lokal,
sehingga terwujud suatu sistem pelayaran terpadu yang menunjang kelancaran arus barang dan
penumpang dengan aman, cepat dan teratur, serta tarip jasa yang terjangkau. Dalam tahun
1982/1983, jumlah muatan yang diangkut oleh armada pelayaran Nusantara meliputi barang
sebanyak 7.457.610 ton dan 4.376 unit petikemas penumpang sebanyak 475.896 orang, dengan
memakai karat sebanyak 397 buah dengan kapositas seluruhnya 503.375 DWT. Sedangkan
dalam tahun 1983/1984 jumlah muatan yang diangkut telah meningkat menjadi 8.423.463 ton
barang dan 1_.927 unit petikemas, 495.245 penumpang, dengan memakai karat sebanyak 387
buah dengan kapositas 486.824 DWT. Dalam periode tersebut telah terjadi peningkatan muatan
barang dan petikemas sebesar 13 persen dan 218 persen, serta penumpang sebesar 4 persen.
Sebaliknya jumlah dan kapositas armada mengalami penurunan, karena pada akhir Pelita III
sebanyak 62 karat dengan clara muat 60'.690 DWT telah berusia di alas 30 rabun, sehingga
tidak dapat lagi beroperasi sepenuhnya. Namun .untuk lebih meningkatkan lagi produktivitas
angkman lalit, maka karat-karat tersebut secara bertahap sampai dengan bulan Agustus 1984
diganti dengan karat-karat produk,si dalam negeri. Perkembangan armada niaga Nusantara
dapat dilihat pada Tabel VII.58. Sejalan dengan meningkatnya angkutan transmigrasi dari
tempat asal ke tempat tujuan, armada pelayaran Nusantara telah memanfaatkan prasarana dan
sarana perhubungan taut yang ada tanpa mengganggu fungsi mama kegiatan pelayarannya.
Dalam kaitan ini juga telah dilaksanakan peningkatan fasilitas pelabuhan, baik di daerah asal
transmigrasi maupun di pelabuhan kecil yang melayani daerah-daerah pemukiman transmigrasi.
Selama ini armada pelayaran Nusantara telah melaksanakan pengangkutan transmigrasi dari
beberapa pelabuhan asal yaitu Tanjung Priok, Semarang, Surabaya, Benoa dan Lembar ke
berbagai daerah tujuan pemukiman transmigrasi di Sumatera, Riau, Jambi, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.
Pelayaran lokal sebagai unsur penunjang pelayaran Nusantara Regular Liner Service
(RLS), telah berkembang adalah seperti yang diharapkan terutama dalam mengumpulkan
barang-barang ke pelabuhan pengumpul. Untuk menunjang perkembangan armada pelayaran
lokal tersebut, terus dilakukan peningkatan dan pembangunan beberapa prasarana dan sarana
pelabuhan perahu layar, antara lain di Sibolga, Palembang, Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal,
Semarang, Gresik, Kendari, Bitung, Paotere, Donggala, Idi dan Ternate. Dalam tahun
1982/1983, jumlah armada pelayaran lokal baru sebanyak 1.049 buah karat dengan kapasitas
129.400 DWT, serta mengangkut barang dan penumpang masing-masing seberat 2.444.677 ton
dan sebanyak 610.747 orang. Walaupun dalam tahun 1983/1984 jumlah karat telah menurun
menjadi 1.025 buah, namun kapasitasnya telah meningkat menjadi 133.138 DWT, serta
mengangkut 2.481.347 ton barang dan 653.496 orang. Perkembangan jumlah armada pelayaran
lokal dapat dilihat pada Tabel VII.59.
Bidang pelayaran rakyat selain merupakan jenis angkutan laut penunjang pelayaran
Nusantara yang melayari daerah-daerah terpencil, juga merupakan pelayaran yang sesuai
dengan potensi angkutan laut tradisional sehingga terus dikembangkan dan dibina. Pem binaan
pelayaran rakyat dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kehidupan so sial ekonomi
masyarakat dan sekaligus memberikan kesempatan untuk berkembang bagi golongan ekonomi
lemah. Untuk menunjang pelayaran terse but, terus dilakukan pembinaan melalui usaha
koperasi dan motorisasi perahu layar dengan mengutamakan golongan ekonomi lemah. Dalam
tahun 1982/1983, kapositas armada pelayaran rakyat baru sebesar 180.477 DWT dengan jumlah
muatan sebanyak 2.155.600 ton, sedangkan dalam tahun 1983/ 1984 masing-masing telah
meningkat menjadi 195.460 DWT dan 2.294.436 ton, atau suatu kenaikan masing-masing
sebesar 8,3 persen dan 6 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga telah
dimotorisasikan sebanyak 1.390 kapal melalui dana Bantuan Presiden, usaha koperasi serta
usaha swadaya masyarakat.
Tab e 1 VII. 58
ARMADA PELAYARAN NIAGA NUSANTARA, 1969 - 1983
Kapal-k.apal yang
Jumlah kapal beroperasi
Tahun
Kapal DWT Kapal DWT
1969 182 184.350 130 138.004
1970 273 267.759 232 234.685
1971 282 321.669 215 238.535
1972 282 321.669 282 321.669
1973 267 284.931 267 284.931
1974 300 272.411 300 272.411
1975 305 311.950 305 311.950
1976 340 330.419 340 330.419
1977 316 310.570 316 310.570
1978 322 312.000 322 312.000
1979 373 386.954 373 386.954
1980 390 406.378 390 406.378
1981 361 425.428 361 425.428
1982i) 397 503.375 397 503.375
1983 387 486.824 387 4.824
1) Angka sementara
T abel VII. 59
ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN LOKAL, 1969 -1983
Pembangunan di bidang pelayaran perintis juga terus ditingkatkan, antara lain melalui
perluasan hubungan angkutan laut ke daerah-daerah terpencil dan terisolir, penambahan
pe!abuhan yang disinggahi, pengaturan pelayaran serta penambahan frekuensi. Di samping itu
terus dilakukan pula pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya, dengan sejauh
mungkin memanfaatkan usaha pelayaran swasta setempat terutama pengusaha golongan
ekonomi lemah. Demikian pula pembinaan pelayaran diarahkan pad a sistem angkutan laut
yang teratur, tetap, cepat, murah dan aman. Dalam tahun 1982/1983, jumlah armada pelayaran
perintis yang telah dioperasikan adalah sebanyak 36 kapal, yang melayari 35 trayek dan
menyinggahi sebanyak 214 pelabuhan, dengan muatan yang diangkut seberat 53.166 ton barang
dan 161.387 orang. Sedangkan dalam tahun 1983/1984, telah terjadi penurunan yaitu jumlah
armada yang dioperasikan menjadi 31 kapal, melayari 29 trayek, menyinggahi 177 pelabuhan
dengan muatan seberat 31.200 ton barang dan 127.848 penumpang. Berkurangnya jumlah kapal
yang digunakan dan trayek yang dilayari terse but adalah karena telah banyaknya trayek-trayek
ekonomi yang dapat dilayari pelayaran lokal dan pelayaran rakyat, antara lain di pantai barat
Aceh, pantai barat Sumatera, Riau dan Banjarmasin.
Pelayaran khusus, yang antara lain mengangkut minyak bumi, minyak kelapa sawit,
kayu, nikel, bauksit, posir besi, pupuk, aspal, dan semen, sampai dengan akhir Pelita III telah
meningkat, baik jumlah armada maupun daya angkutnya. Dalam tahun 1982/1983, jumlah
armada pelayaran khusus baru mencapai 2.501 buah kapal dengan kapositas seluruhnya
2.267.740 DWT, 649.489 BRT dan 361.408 HP, serta mengangkut muatan non migas dan
migas masing-masing seberat 14.772.041 ton/meterkubik dan 39.682.628 liter/ton. Sedangkan
dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 2.542 buah kapal, dengan kapositas 2.240.215
DWT, 606.489 BRT dan 425.587 HP, serta mengangkut muatan nonmigas dan migas sebanyak
36.981.535 ton/meterkubik dan 95. 784.541 liter/ton. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan
masing-masing sebesar 1,6 persen, 17,7 persen, 150 persen dan 141 persen. Kenaikan muatan
tersebut antara lain disebabkan karena meningkatnya produksi di bidang industri semen, pupuk,
minyak kelapa sawit, kayu olahan, bijih tambang serta minyak dan gas bumi. Adanya
peningkatan pelayaran khusus dalam negeri tersebut juga telah memperlancar distribusi bahan
pangan serta bahan 'bakar minyak (BBM) ke seluruh pelosok tanah air.
Untuk memelihara dan meningkatkan kelancaran lalu lintas kolam pelabuhan dan alur
pelayaran!- pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran telah dan terus ditingkatkan.
Dalam tahun 1983/1984 telah berhasil dilakukan pengerukan lumpur sebanyak 15,71juta
meterkubik, yang dilakukan di pelabuhan-pelabuhan dan alur pelayaran Belawan, Bengkulu,
Pulau Batam, Jambi, Palembang, Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Tegal,
Gresik, Probolinggo, Panarukan, Tanjung Petak, Sei Barito, Sei Kahayan, Sei Mahakam,
Ujungpandang, Kendari, Manado dan Bitung. Pengerukan tersebut dilakukan oleh 39 buah
kapal keruk dengan kapositas 39 juta meterkubik. Hasil-hasil pengerukan pelabuhan dapat
dilihat pada Tabel VII.61.
dengan lebih. baik. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun 1983/1984, antara lain meliputi
rehabilitasi dan peningkatan dermaga seluas 5.917 meter persegi, pembangunan dermaga baru
seluas 54.026 meterpersegi, pembangunan penahan gelombang seluas 8.186 meter persegi serta
pembangunan lapangan penumpukan seluas 41.145 meter persegi. Dengan pembangunan
tersebut, produktivitas rata-rata dermaga pelabuhan telah mencapai 700-800 ton/meter per
tahun. Perkembangan fasilitas pelabuhan dapat diikuti melalui Tabel VII.62.
Tabel VII. 60
ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN SAMUDERA, 1969 -1983
Tab e I VII. 61
HASIL PENGERUKAN PELABUHAN, 1969/1970 - 1983/1984
( dalam juta m3 )
1) Angka sementara
Ketelangan : JumIah lumpur yang dikeruk dinyatakan dalam juta m 3 hopper (
lumpur bercampur air )
Tabel VII.62
REALISASI FISIK PEMBANGUNAN FASILITAS PELABUHAN, 1969/1970 -1984/1985
PELITA I 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Fisik Fisik Fisik Fisik Fisik Fisik Fisik
pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan
1. Kade / dennaga
- Rehabilitasi (m2) 29.764 27 2.310 2 21.190 4 2.550 4 9.257 10 14.473 6 11.690
- Penambahan (m2) 18.921 17 22.680 15 22.750 18 33.878 17 23.206 17 14.455 15 15.942 15
2. Penahan gelombang
- Rehabilitasi (m2) 6.455 6 - - 2.190 1 2.732 4 1.521 3 515 3 2.700
- Penambahan (m2) 135 1 1.500 2 1.800 5 230 8 1.075 4 - 3 3.253
3. G u d a n g
- Rehabilitasi (m2) 48.334 15 3.720 1 53.281 2 5.928 1 10.725 6 7.175 5 12.425
- Penambahan (m2) 11.700 9 11.946 4 11.650 6 1.960 1 8.007 11 2.242 6 3.804 3
4. Lis t ri k
- Rehabilitasi (kva) 299 6 - - - - - - - 800 5 -
- Penambahan (kva) 60 3 1 2 2 55 6 5 320 5 300
5. Fasilitas air
- Rehabilitasi (ton/hari) 3.399 16 - - - - 360 1 - - - - -
- Penambahan (ton/h..n) 2.035 4 150 - 1.700 4 500 4 400 6 2.025 8 155.340 3
6. AJat bongkar moat
- Rehabilitasi (ton) 6 2 - - - - - - 5 unit - - - - -
- Penambahan (ton) 25 1 900! 4 2 unit 3 3 unit 2 40 unit 10 756 7 31.218 m2 -
(hp) 1.000
T abe I VII. 63
REHABILITASIIPEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN PELAY ARAN, 1972/1973 - 1984/1985
( dalam satuan )
Jenis sarana 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1) 1984/85 2)
L Pcrambuan daft pencrangan pantai :
1. Elektrifikasi menara suar 10 4 12 7 9 11 10 12 12 26 11 6
2. Rambu suax 13 11 9 17 5 13 25 11 18 38 39 23 25
3. Pelampung suar 8 13 6 - - - 20 1 7 - 2 -
4. ADak pelampung - 26 - - 10 7 - 6 15 7 27 23
5. Lampu peIabuhan 1 - 2 5 - 5 14 7 10 12 5 3 4
6. Buoy tender - 2 - 2 1 2
7. Supply Vessel - - 1 1 2
8. Kapal rambu (watch boat) 2 2
9. Pangkalan bantu sarana navigasi 1 1
10. Ben g k e I 2 - - 1 4 - 5
11. Dermaga - - 800 m2 1) 700 m2 1) - - 2 - - 1.100 m2
. IL Telekomunikasi:
1. Stasiun radio kelas I - - - - - - - 4
2. Stasiun radio kelas II - - - - - - - - -
3. Stasiun radio kelas III 1 7 1 - - - - - 6
4. Stasiun radio kelas IV - - 5 23 - - 1 26 8 11 6
1) Masing-masing adalah merupakan bagian dari
2) Angka sementara
Di bidang jasa maritim, dewasa ini telah dapat ditingkatkan kemampuan perawatan,
perbaikan dan pembangunan kapal- kapal serta pembersihan alur dan daerah perairan dari
kerangka- kerangka kapal, karang dan ranjau. Dalam hubungan ini terus ditingkatkan perawatan
dan perbaikan kapal nasional, di samping juga kemampuan dan fasilitas galangan kapal dalam
negeri. Dalam tahun 1983/1984, jumlah kapositas galangan kapal telah mencapai 163.700 DWT
dengan produksi doking sekitar 127 juta DWT. Sampai dengan bulan Agustus tahun 1984,
sebanyak 60 persen dari armada pelayaran nasional yang berukuran di bawah 10.000 DWT
telah dapat diperbaiki oleh galangan kapal dalam negeri. Di samping itu juga telah dilakukan
pembersihan alur-alur pelayaran dan daerah pelabuhan dari kerangka kapal dan ranjau, terutama
di pelabuhan Sunda Kelapa dan Cilacap. Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri, dilakukan pembinaan di bidang manajemen
keuangan serta pembentukan usaha patungan perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri
dengan perusahaan dok/galangan kapalluar negeri. Demikian pula dalam rangka keselamatan
dan keamanan pelayaran, dalam waktu yang sama telah dapat ditingkatkan kemampuan dan
modernisasi sarana keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia, antara lain
berupa pembangunan fasilitas navigasi, menara suar, rambu suar, radio pantai, peningkatan
kesyahbandaran, pcnjagaan laut dan pantai serta jasa klasifikasi. Sedangkan guna meningkatkan
pengawasan teknis pembangunan reparasi kapal, terus dilakukan pembinaan klasifikasi
Indonesia dan penambahan sarana laboratorium. Hasil rehabilitasi fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dapat diikuti melalui Tabel VII.63.
Kegiatan pembangunan sektor perhubungan udara sampai dengan tahun pertama Pelita
IV ditandai antara lain oleh usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang jasa angkutan
udara yang semakin meningkat. Selain itu juga oleh adanya peningkatan frekuensi
penerbangan, perluasan jaringan penerbangan, penambahan jumlah dan komposisi armada,
peningkatan kemampuan landasan udara serta penambahan peralatan keselamatan penerbangan.
Sejalan dengan itu ditempuh usaha-usaha untuk menciptakan kemudahan-kemudahan bagi lalu
lintas penumpang, barang, hewan, tanaman dan pos melalui udara, serta dapat menjangkau ke
se1uruh tanah air. Se1ain diusahakan pertumbuhan angkutan komersial dalam dan luar negeri,
te1ah pula dilakukan peningkatan pe1ayanan angkutan perintis di daerah-daerah terpencil, serta
peningkatan pe1ayanan angkutan transmigrasi dan pelayanan angkutan haji.
Selama Pelita III, pertumbuhan prasarana, sarana dan angkutan udara mengalami
kenaikan, walaupun pada tahun terakhir Pelita III tingkat pertumbuhannya tidak setinggi awal
Pelita III. Sehubungan dengan itu terus dilaksanakan proyek-proyek lanjutan dalam masa Pelita
IV, termasuk di dalamnya pembangunan dan peningkatan beberapa pe1abuhan udara dan
lapangan terbang, serta peningkatan kemampuan pegawai melalui pendidikan dan latihan.
Sampai dengan tahun pertama Repe1ita IV, telah dapat dikembangkan sebanyak 5 buah
pe1abuhan udara, yaitu di Medan, Surabaya, Denpasar, Ujungpandang, dan Biak guna
menampung pesawat berbadan lebar tipe B-747, A-300 dan DC-lO. Di samping itu juga te1ah
dilaksanakan pembangunan landasan udara baru sesuai dengan pertumbuhan lalu lintas udara,
antara lain di Meulaboh, Pulau Batam, Pangkalan Bun, Kota Baru, Samarinda, Timika, Nabire,
Poso, Waingapu, Ampenan, Bima, Ruteng, Waikabubak dan Baucau. Dalam pada itu telah pula
dibangun dan ditingkatkan pe1abuhan udara perintis di 75 lokasi yang tersebar di 27 propinsi di
Indonesia. Sehubungan dengan akan diproduksinya pesawat CN-235, maka pelabuhan udara
yang semula direncanakan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan dengan pesawat
Fokker 27 (F-27), disesuaikan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan untuk pesawat
CN-235.
Hasil pembangunan yang telah dicapai dalam tahun pertama Repelita IV antara lain
te1ah terdapatnya 9 landasan yang dapat didarati oleh pesawat tipe C-l60 dan CN-235, 3
landasan oleh pesawat Hercules tipe L-I00-300, 20 landasan oleh F-28, 7 landasan oleh DC-9, 2
landasan oleh DC-lO dan A-300 serta 2 landasan yang dapat didarati oleh B-747. Adapun
pelabuhan udara internasional di Cengkareng sedang dalam taraf penyelesaian, dan sesuai
dengan jadwal akan beroperasi penuh dalam bulan April 1985. Uji coba pendaratan dan lepas
landas telah dilakukan, sedangkan penyelesaian pekerjaan akan dilanjutkan dengan
penyempurnaan gedung terminal dan fasilitas peralatan kese1amatan penerbangan.
beberapa pelabuhan udara bagi penerbangan malam, dengan mengusahakan agar perusahaan-
perusahaan penerbangan memanfaatkan fasilitas tersebut. Dalam hubungan ini baru sepuluh
buah pelabuhan udara (Pelud) yang dioperasikan secara penuh melalui perpanjangan jam
operasi dan dilengkapi dengan fasilitas penerbangan malam, yaitu Medan, Palembang,
Kemayoran Jakarta, Halim Perdanakusumah Jakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Banjarmasin,
Ujungpandang dan Biak. Selanjutnya telah direncanakan pula sebanyak 42 Pelud untuk
melayani penerbangan malam, dimana 30 buah di antaranya telah siap dengan fasilitas
penerbangan malam.
Adapun dalam menunjang program transmigrasi dan pelaksanaan angkutan haji, telah
dapat ditingkatkan baik kapositas angkutan maupun mutu pelayanannya. Untuk melaksanakan
angkutan transmigrasi, Pelita Air Service sebagai pengelolanya telah memiliki 6 buah pesawat
udara tipe Hercules (L-I00-300) dan 3 buah pesawat udara tipe Transall (C-I00). Dalam tahun
1983/1984, angkutan transmigrasi udara telah diangkut melalui udara adalah sebanyak 28.921
kepala keluarga (KK), sedangkan dalam waktu yang sarna jemaah haji udara telah dapat
diangkut sebanyak 49.943 orang dari 4lokasi penerbangan. Di samping itu, usaha untuk
menunjang keberhasilan program pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain
dilakukan melalui reduksi harga tiket untuk wisata remaja dan paket wisata (package tour),
serta meningkatkan penerbangan borongan dari luar negeri langsung ke tempat-tempat obyek
pariwisata tanpa mengganggu penerbangan berjadwal. Sejalan dengan itu telah pula dilakukan
peningkatan fasilitas terminal di beberapa pelabuhan udara guna melayani arus wisatawan yang
langsung ke tempat-tempat obyek wisata. Apabila pada akhir Pelita II jumlah penumpang
dalam negeri yang diangkut baru sebanyak 4.711.000 orang dan 45.884 ton barang/pos, maka
pada akhir Pelita III telah meningkat menjadi 5.292.000 orang dan 49.790 ton barang/ pos, atau
masing-masing telah mengalami kenaikan sebesar 12 persen dan 9 persen. Angkutan
penerbangan sipil ke luar negeri juga mengalami peningkatan, yaitu dari sebanyak 733.839
penumpang dan 9.884 ton barang/pos menjadi 1.047.113 penumpang dan 28.366 ton
barang/pos, yang berarti masing-masing mengalami kenaikan sebesar 43 persen dan 187 persen.
Perkembangan penerbangan sipil di dalam negeri dan ke luar negeri dapat diikuti melalui Tabel
VII.64 dan Tabel VII.65.
Hasil pembangunan yang telah dicapai di bidang meteorologi dan geofisika selama
Pelita III antara lain ditandai dengan bertambahnya jaring-jaring stasiun, dan digantinya hampir
semua peralatan lama dengan yang baru sesuai dengan kemajuan teknologi. Di samping itu
sebagian besar stasiun yang ada juga sudah mampu beroperasi selama 24 jam sehari. Jumlah
stasiun-stasiun meteorologi, geofisika, klimatologi dan iklim serta stasiun penguapan dan hujan,
sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1984 selalu mengalami kenaikan, yaitu masing-masing
dari sebanyak 56 buah menjadi 107 buah, dari 6 buah menjadi 27 buah, dari 92 buah menjadi
324 buah dan dari 2.320 buah menjadi 4.024 buah yang berani masing-masing mengalami
peningkatan sebesar 91,1 persen, 350 persen, 252 persen dan 74 persen. Dalam periode yang
sama data meteorologi dan geofisika yang dihasilkan meningkat dengan sekitar 90 persen per
tahun, sedangkan pelayanan jasanya rata-rata naik sebesar 30 persen per tahun. Sampai dengan
bulan Juni tahun 1984, telah selesai dibangun dan dioperasikan stasiun geofisika Tanjung
Pandan di Sumatera Selatan, stasiun geofisika Saumlaki di Maluku, serta stasiun Klimatologi
Sicincin, Pulau Baai dan Lasiana Kupang, masing-masing di Sumatera Barat, Bengkulu dan
Nusa Tenggara Timur. Adapun hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam publikasi, antara
lain meliputi penelitian mengenai standardisasi pengumpulan dan penyebaran data/informasi,
penelitian kartografi normal yang bertipe hujan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah
ramalan cuaca, serta penelitian sistematika gempa dan polusi udara. Kenyataan bahwa sebagian
besar areal pertanian masih merupakan daerah tadah hujan, menunjukkan bahwa keadaan iklim
yang tidak menentu pada suatu periode dapat memberikan pengaruh yang besar pada produksi
pertanian, yaitu berupa banjir atau merajalelanya hama tanaman. Oleh karenanya informasi dari
meteorologi dan geofisika bagi sektor pertanian harus dapat dipercaya dan tepat pada waktunya.
Hal ini akan terpenuhi apabila data hujan yang dikumpulkan dari 4.204lokasi dapat diterima
tepat pada waktunya. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar data hujan masih meng-
alami keterlambatan yang disebabkan karena banyak lokasi renakar hujan yang letaknya sangat
terpencil dan jauh dari sarana komunikasi. Untuk itu ditempuh kebijaksanaan dengan
mendirikan lebih kurang 750 stasiun hujan utama sistem telemetry di seluruh wilayah
Indonesia. Stasiun hujan utama ini dilengkapi pula dengan sensor lain seperti suhu, ke-
lembaban, radiasi matahari dan arab angin. Di samping itu untuk setiap balai penyuluhan
pertanian juga dibangun stasiun meteorologi pertanian khusus, lengkap dengan sarana tele-
komunikasinya.
Tabel VII 64
PENERBANGAN SIPIL DALAM NEGERI, 1969 - 1983
Tahun Km pesawat Penumpang Barang Jam terbang Tonjkm TonJkm
(ribu) (ribu) (ton) (ribu) (ribu) (ribu)
1969 12.162 499 4.129 52.506 34.920
1970 16.480 770 4.940 80.185 51.045
1971 20.458 993 7.015 102.494 68.501
1972 26.942 1.235 11.094 125.502 82.209
1973 33.194 1.649 13.790 213.925 115.062
1974 42.448 2.126 19.252 106 264.461 114.401
1975 46.972 2.323 22.619 116 302.570 164.955
1976 55.377 2.782 28.781 137 378.925 196.602
1977 59.142 3.373 32.908 151 396.519 1) 233.290
19781) 85.578 4.711 45.884 196 950.167 457.459
19791) 70.150 4.246 39.560 176 463.918 279.250
19801) 78.439 4.664 45.268 190 521.483 321.233
1981 87.546 5.5881) 50.459 212 616.433 373.166
1982 1) 87.626 5.538 56.834 223 800.589 387.597
19832) 89.180 5.292 49.790 227 809.023 374.671
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Tabel VII.65
PENERBANGAN SIPIL KE LUAR NEGERI, 1969 -1983
Tahun Km pesaat Penumpang Barang TonJkm TonJkm
(ribu) (orang) (ton) Jam terbang (ribu) (ribu)
1969 5.385 98.937 3.326 46.302 31.451
1970 6.883 79.287 4.019 84.549 40.831
1971 6.555 80.651 7.354 102.815 47.151
1972 7.237 85.963 2.304 10.451 122.427 56.073
1973 7.340 97.098 3.125 10.340 127.384 62.674
1974 7.506 109.840 3.574 10.429 180.340 80.620
1975 8.779 134.675 3.635 11.791 216.824 87.914
1976 10.696 169.985 3.318 14.377 291.371 97.412
1977 14.115 245.217 3.953 17.016 369.607 146.353
1978 1) 19.424 733.839 9.884 29.480 526.918 193.543
1979 1) 22.136 748.378 10.042 34.101 653.135 240.804
1980 1) 24.341 923.057 17.791 37.624 731.272 335.510
1981 1) 24.240 1.158.743 20.562 34.741 1.166.893 449.329
1982 1) 26.302 1.083.269 22.718 34.499 1.348.512 531.404
1983 2) 23.991 1.047.113 28.366 36.758 1.175.027 545.760
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
TabeI VII. 66
JUMLAH SENTRAL DAN KAPASITAS TELEPON, 1969 -1984
( sentral dalam buah, kapositas dalam satuan sambungan )
dilakukan peningkatan sistem telegrap teleprinter sebagai pengganti sistem morse dan di-
gunakan untuk menghubungkan telegrap pada 400 lokasi di kota-kota besar, ibukota kabupaten
dan beberapa kota kecamatan. Adapun lalu lintas telepon internasional telah pula meningkat
dari sebanyak 2.622,3 ribu permintaan dalam tahun 1982 menjadi 3.120,1 ribu dalam tahun
1983. Hal ini berarti bahwa dalam periode tersebut telah terjadi suatu kenaikan sebesar 19
persen. perkembangan jasa telekomunikasi dapat diikuti melalui Tabel VII.67.
TabeI VII.67
PEMAKAIAN ]ASA TELEKOMUNIKASI, 1969 - 1984
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19831) 19842)
.. Lalu lintas telepon international:
- Banyak pennintaan (ribu) 62,4 151,3 202,3 208,8 257,8 331,1 414,3 629,3 772,0 964,5 1.094,4 1.396,0 2.376,7 2.622,2 3.120,1 1.775,3
#NAME? 277,0 1.190,8 1.249,1 1.364,8 1.219,1 2.302,1 3.196,2 4.431,1 5.426,8 6.619,9 7.446,1 8.864,4 12.480,1 16.849,5 18.793,1 9.988,0
b. Lalu lintas telepon dalam negeri:
- Lokal (jumlahpulsa) 1) 176.513,9 157,463,7 182.426,7 217.776,1 240.865,3 758.760,2 796.918,5 1.136.158,0 1.543.184,7 2.169.647,9 2.524.807,4 3.353.442,0 4.297.047,0 4.949.036,0 2.527,8,.
- Sambungan langsung jarak jaub: -
Jumlah paisa (ribu ) 5.877,0 6.419,1 7.558,1 7.916,6 9.427,9 10.096,9 10.013,2 11.011,9 13.741,0 14.830,4 12.114,8 10.868,5 10.212,6 10.632,3 10.038,2 5.027,8
Jumlah call (ribu) 30.532,5 30.579,6 . 30.233,3 39.332,5 50.889,2 51.430,9 48.950,1 58.718,8 72.083,1 75.753,3 70.315,2 63.158,8 64.174,5 67.621,5 53.551,8 26.631,0
Co Telegrap dalam negeri:
- Jumlah telegrap (ribu) 2.084,8 2.133,0 2.389,9 2.696,5 3.459,0 3.776,1 3.574,1 4.070,4 4.403,6 4.905,4 5.503,5 6.452,4 6.920,6 7.141,8 7.958,94 4.064,5
. - Jumlahkata (ribu) 55.817,0 60.059,0 62.827,0 74.576,0 105.247,0 113.527,5 106.345,6 124.244,1 134.402,2 150.103,1 167.885,3 191.073,1 205.372,51) 240.073,6 122.156,5
d. Telegrap luar negeri:
- Jumlah telegrap (ribu) 389,4 391,0 379,2 411,4 488,3 493,7 470,1 400,3 351,3 307,6 267,7 231,6 205,9 140,7 104,6 40,2
- Jumlah kata (ribu) 12.663,6 11.990,3 11.381,3 11.961,1 15.023,1 15.419,7 14.730,8 13.239,2 11.529,4 9.682,4 7.930,3 6.790,4 7.271,6 4.548,1 3.327,5 1.263,9
e. Telex dalam negeri :
- Jumlah pulsa (ribu) 3.701,1 4.934,0 6.786,7 7.876,2 9.925.3 12.684,7 17.164,9 23.321,9 27.926,3 35.894,3 43.297,1 56.903,7 82.479,7 271.864,0 336.399,6 181.237,6
f.Telex luar negeri :
- Jumlah call (ribu) 25.7 68,3 124,8 185,7 - 276,4 368,8 563,4 663,0 992,2 1.284,0 1.673,1 2.190,5 2.735,7 3.294,51) 3.656,9 2.103,3
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Sementara itu telah dilakukan pula penambahan jaringan transmisi, yang merupakan
salah satu unsur renting dalam peningkatan jasa telekomunikasi baik di dalam maupun di luar
negeri, dengan kabel kawat masa ganda (multi-pairs wire), kabel koaksial dan kabel optek. Di
samping itu telah dipakai pula sistem gelombang mikro (GM) teresterial, yang meliputi GM
Lintas-Sumatera dengan 693 aluran, GM Jawa-Bali dengan 2.206 saluran yang dirangkaikan
dengan sistem transmisi hambur-tropo (tropos catter), GM SurabayaBanjarmasin dengan 48
aluran dan GM Indonesia Timur dengan 196 aluran. Sedangkan perluasan sistem gelombang
radio frekuensi tinggi HF, VHF, dan UHF telah mencapai sebanyak 197 stasiun. Penggantian
Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa Al yang dalam operasi pertama baru
mempunyai 12 transponder telah diganti, dengan satelit Palapa generasi kedua Bl dan B2 yang
mempunyai 24 transponder. Peningkatan hubungan internasional dilaksanakan melalui sistem
komunikasi intelsat yang mencakup dua kawasan, yaitu kawasan Samudera Hindia (Indian
Ocean Region) dengan kemampuan up-link 6 aluran dan down-link 14 aluran, serta kawasan
Samudera Posifik (Posific Ocean Region) dengan kemampuan up-link 5 aluran dan-down link
14 aluran. Dalam rangka peningkatan sarana telekomunikasi internasional, sampai dengan
bulan Agustus 1984 telah dapat diselesaikan pembangunan sistim komunikasi kabel laut
(SKKL) Asean antara Indonesia-Singapura sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Penang dan
stasiun kabel sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Singapura 1.260 kallal, sentral telepon di_ital
di Medan sebanyak 2.100 kallal, stasiun referensi time division multiple accses (TDMA) dan
terminal TDMA di Jatiluhur sebanyak 240 kanal, mikrowave link Jakarta-Jatiluhur sebanyak
572 kanal, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) 200 KVA dan 1 unit antena track
telemetry command and monitoring (TTCM) di Jatiluhur, pengadaan peralatan VFT-MUX
sebanyak 48 terminal, penambahan trafo tegangan tinggi 3x250 KVA, sirkit sewa telegrap
sebanyak 120 kanal, sirkit sewa suara/data sebanyak 20 kallal, serta 4.096 trunks telepon
internasional dan nasional. Demikian pula industri telekomunikasi PT Inti, telah berkembang
dalam meningkatkan kemampuannya di bidang usaha telekomunikasi dan elektronika.
Selanjutnya guna menertibkan penggunaan frekuensi radio serta persiapan keanggotaan
Indonesia dalam sistem monitoring radio internasional, kini te1ah dioperasikan 1 buah stasiun
monitor bergerak, 3 buah stasiun tetap yakni di Cakung, Ulan Kayu dan Samarinda, serta telah
siap untuk dioperasikan sebanyak 18 buah stasiun monitoring bergerak.
Pembangunan di bidang pos dan giro sampai dengan tahun 1984/1985 dimaksudkan
untuk memperluas fasilitas pos dan giro dan meningkatkan jasa pelayanannya, sehingga dapat
menjangkau kecamatan-kecamatan di wilayah Nusantara termasuk daerah-daerah pemukiman
transmigrasi. Untuk menunjang hal tersebut, telah dilakukan pembangunan kantor pos dan
kantor pos pembantu di kecamatan-kecamatan, serta kantor pus tambahan, kantor pos besar dan
kantor pos ke1as I di ibukota propinsi dan kala-kala lainnya. Di samping itu juga te1ah
dilakukan penambahan, dan perluasan jasa pos ke1iling kala dan jasa pos ke1iling desa,
sehingga pe1ayanan pos dapat menunjang kegiatan so sial ekonomi masyarakat. Di samping itu,
dari segi operasi te1ah pula berhasil ditingkatkan mutu pe1ayanan pos dan giro, antara lain
dengan memperpendek waktu tempuh surat, penambahan jaringan dan perluasan pe1ayanan.
Selain itu te1ah berhasil pula ditetapkan sistem kode pos untuk se1uruh Indonesia guna
mendukung kelancaran operasi. Hasil-hasil yang te1ah dicapai sampai dengan bulan Mei 1984
meliputi pembangunan kantor pos pembantu/kantor pos tambahan sebanyak 485 buah, kantor
pos sebanyak 30 buah, kantor pos besar/ kantor pos ke1as I sebanyak 21 buah, kantor kepala
daerah pos sebanyak 3 buah, kendaraan bermotor roda 4 sebanyak 48 buah serta bis sural
sebanyak 1.214 buah. Dengan peningkatan fasilitas pos dan giro tersebut, kini pelayanannya
te1ah mampu menjangkau 3.103 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.488 ibukota kecamatan
yang ada, sebagai sentral pos desa sekitarnya. Jangkauan pelayanan pos dan giro ke desa-desa
te1ah mencapai 60.232 desa dari sejumlah 66.159 desa yang ada di Indonesia. Hal ini berarti
pelayanan pos dan giro telah dapat melayani 91,3 persen dari seluruh ibukota kecamatan yang
ada dan 91,0 persen dari selruh desa di Indonesia. Se1ama Pelita III hingga tahun pertama
Repelita IV, te1ah banyak kemajuan yang dapat dicapai, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya. Dari segi kuantitas, telah berhasil diletakkan dasardasar kebijaksanaan untuk
Demikian pula angkutan pos udara semakin lancar, dengan lebih seringnya frekuensi
penerbangan dan adanya tambahan trayek baru sehingga hampir menjangkau seluruh pelosok
Nusantara. Di samping itu dalam kedudukannya sebagai anggota UPU (United Post Union) dan
APPU (Asia Posific Post Union), Indonesia telah banyak memperoleh manfaat dari kedua
organisasi tersebut dalam mencapai kemajuan di bidang pos dan giro. Dalam pada itu telah
dilakukan pula pemasyarakatan kode pos, yang untuk tahap pertamanya dimulai di wilayah
DKI Jakarta dan kemudian disusul oleh propinsi-propinsi lairmya. Pelayanan pos dan giro
selain berpedoman kepada volume lalu lintas pos dan perhitungan biaya, juga ditujukan untuk
meningkatkan jangkauan pelayanan ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah transmigrasi.
Dalam tahun 1983 telah disampaikan surat pos sebanyak 348 juta buah, weselpos senilai Rp
445,80 milyar, peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 2.569,41 milyar serta jumlah tabungan
pada BTN sebesar Rp 81.063,60 juta. Sedangkan sampai dengan bulan Mei 1984, surat pos
yang disampaikan berjumlah sebanyak 27,74 juta buah, weselpos senilai Rp 163,70 milyar,
peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 967,50 milyar, serta jumlah tabungan BTN sebesar Rp
23.795,90 juta. Perkembangan arus lalu lintas pos dan giro dapat diikuti melalui Tabel VIII.68.
Tabel VII.68
ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO, 1969 -1984
Peredaran Tabungan
Tahun Surat pos Weselpos dan cekpos Bank
(juta ) ( mityar ( mityar ( juta
1969 147 14,9 97,63 59,37
1970 159 20,81 106,65 146,05
1971 181,9 26,48 124,3 317,65
1972 196 32,53 157,26 499,52
1973 176,5 45,65 204,19 1.414,98
1974 187,23 63,3 325,61 2.325,82
1975 199,84 81,29 426,43 4.358,18
1976 200,56 99,48 471,45 7.042,17
1977 236,7 121,71 660,59 10.908,80
1978 252,29 138,81 840,34 15.526,00
1979 265,86 174,56 1.113,16 20.705,801
1980 276,2 126,94 1.558,70 32.338,06
1981 1) 272,75 152,08 1.933,42 42.850,29
1982 299,23 183,771) 2.208,42 58.064,31
1983 348 445,8 2.569,41 81.063,60
1984 2) 27,74 163,7 967,5 23.795,90
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
7.8.5. Kepariwisataan
Pembinaan dan pengembangan obyek wisata sejak Pelita III hingga tahun pertama
Repelita IV terutama ditujukan pada 10 daerah tujuan wisata (DTW) yaitu propinsi Sumatera
Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Dalam upaya mengembangkan obyek
wisata yang tersebar di 10 DTW dan beberapa propinsi lainnya tersebut, dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Agus.tus tahun 1984 telah dilaksanakan studi perencanaan
pengembangan, baik yang berupa rencana induk perencanaan, tapak kawasan dan detil desain
maupun lanjutan pembangunan fasilitas obyek-obyek wisata di DTW yang te1ah mantap
pengembangannya. Dalam rangka perintisan pengembangan obyek-obyek wisata di luar 10
DTW, dalam tahun pertama Repe1ita IV te1ah dipersiapkan pengembangan pariwisata di tiga
propinsi yaitu Riau, Bengkulu dan Kalimantan Tengah. Sed:mgkan guna menunjang
ke1ancaran arus wisatawan sampai ke DTW, diusahakan peningkatan prasarana, sarana dan
penunjang lainnya seperti tempat penginapan, jasa biro perjalanan, penerbangan borongan yang
langsung ke tempat obyek wisata, serta pemandu wisata. Kegiatan di DTW tersebut telah
menghasilkan peningkatan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Dalam tahun
1982, jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia baru sebanyak 592.046 orang,
sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 638.855 orang, yang berarti mengalami
kenaikan sebesar 7,9 persen. Sedangkan lama tinggal di Indonesia ratarata bagi wisatawan asing
dalam tahun 1983 adalah 11,7 malam per kunjungan, dengan pengeluaran rata-rata sebesar US
$ 58,8 per malam sehingga jumlah seluruh pengeluaran wisatawan asing mencapai sekitar US $
439,5 juta. Perkembangan bidang kepariwisataan dapat diikuti melalui Tabe1 VII.69.
Tabel VII.69
PERKEMBANGAN DI BIDANG PARIWISATA, 1969 - 1983
Wisatawan Kamar hotel Biro Penerimaan Tenaga kerja
Tahun (orang) (kamar) (buah ) (juta US $) (orang)
1969 86.100 2) 2.972 297 10,8 7.233
1970 129.319 3.390 359 16,2 8.278
1971 178.781 2) 3.671 545 22,6 10.048
1972 221.179 4.850 242 27,6 - 1)
1973 270.303 2) 5.510 253 40,9 - 1)
1974 313.452 11.000 414 54,4 48.300
1975 366.293 12.766 437 62,3 53.960
1976 401.237 21.925 453 70,6 - 1)
1977 433.393 2) 42.356 464 81,3 - 1)
1978 468.614 42.575 2) 467 94,3 - 1)
1979 501.430 31.406 2) 295 250,7 2) 86.398
1980 561.178 3) 34.300 2) 330 289,0 2 94.360
1981 600.151 3) 38.308 2) 409 309,1 112.156 )
1982 3) 592.046 38.627 426 358,8 1.139.282
1983 638.855 38.621 436 439,5 113.928
Untuk meningkatkan arus wisatawan baik asing maupun domestik, dalam tahun 1983
telah dilakukan usaha-usaha dan kegiatan pemasaran melalui koordinasi dan kerjasama terpadu
guna menghadapi persaingan yang cukup ketat di pasaran pariwisata internasional. Kegiatan
dan upaya tersebut antara lain meliputi pemasangan iklan pada media internasional, untuk
mempromosikan dan menjual produk wisata Indonesia. Selain itu juga dilakukan pembuatan
bahan promosi/cetakan yang bertemakan "Indonesia destination of endless diversity" (Indonesia
adalah tempat tujuan yang beraneka ragam tanpa putus-putusnya), yaitu meliputi sejarah,
budaya dan alam serta wisata marina. Sementara itu untuk memperkenalkan secara lebih
mendalam mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia, telah diselenggarakan widya wisata.
Melalui kerjasama dengan KBRI di luar negeri, Garuda Indonesian Airways, hotel-hotel dan
biro perjalanan di dalam negeri. Program tersebut ditujukan antara lain bagi kalangan
pengusaha/pedagang dan wartawan dengan cara peninjauan langsung ke obyek-obyek wisata,
untuk mengetahui fasilitas, pelayanan, prosedur dan unsur-unsur lainnya yang berkaitan dengan
kedatangan wisatawan asing di Indonesia. Di samping itu perwakilan Pusat Promosi Pariwisata
Indonesia (P3I) di luar negeri juga telah berperanserta, secara aktif, dalam setiap kesempatan
untuk memperkenalkan Indonesia sebagai negara tujuan wisata. Hal itu sekaligus merupakan
kesempatan bagi industri dan perusahaanperusahaan untuk melakukan kontak dagang dengan
industri pariwisata dari berbagai negara yang ikut serta.
Dalam tahun 1983, jumlah tempat menginap yang telah mendapatkan klasifikasi hotel
mencapai sebanyak 283 buah hotel berbintang dengan kamar sebanyak 20.090 buah, sedangkan
yang belum diklasifikasikan berjumlah sebanyak 792 buah dengan kamar sebanyak 18.537
buah. Posisi ini tidak berbeda dengan keadaan tahun 1982, oleh karena dalam tahun 1983
pelaksanaan klasifikasi hotel terpaksa ditunda yang disebabkan adanya resesi dunia. Demikian
pula dengan biro perjalanan, yang memperoleh ijin usaha dalam tahun 1983 tercatat sebanyak
436 perusahaan, yang terdiri atas biro perjalanan umum (BPU) sebanyak 185 buah perusahaan,
cabang biro perjalanan umum (CBPU) 108 buah perusahaan, dan agen perjalanan (AP)
sebanyak 143 buah perusahaan. Bila dibandingkan dengan tahun 1982 yang baru mencapai 426
buah perusahaan, maka berarti terdapat peningkatan usaha baru sebanyak 10 buah perusahaan
atau sebesar 2,3 persen.
Pariwisata dalam negeri pada tahun pertama Repelita IV mengalami peningkatan yang
cukup tinggi, yang antara lain disebabkan adanya kebijaksanaan Pemerintah untuk
meningkatkan biaya fiskal perjalanan ke luar negeri. Di lain pihak, kebijaksanaan tersebut telah
menurunkan jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Singapura sebesar 38 persen
dalam tahun 1983, bila dibandingkan dengan tahun 1982. Selanjutnya kegiatan pemasaran dan
promosi baik di dalam maupun ke luar negeri semakin ditingkatkan melalui pemasangan iklan
dan penyebaran informasi mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia. Sementara itu guna
membantu kelancaran arus wisatawan asing clari luar negeri, dilakukan peningkatan pemasaran
dan promosi yang terpadu dan agresif berdasarkan penelitian yang menyeluruh, antara lain
berupa penambahan pintu masuk penerbangan dan pintu masuk pelabuhan laut, serta pelayanan
telekomunikasi di tempat menginap. Selain itu telah pula disempurnakan koordinasi
pemanfaatan obyek wisata, dan peningkatan atraksi wisata yang akan dapat meningkatkan clara
saing produk wisatawan Indonesia. Berbagai kebijaksanaan tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan arus wisatawan pada waktu yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan
pariwisata, kini sedang dipersiapkan Rancangan Undang-undang Kepariwisataan Nasional.
Pembangunan di bidang pekerjaan umum yang meliputi bidang pengairan, cipta karya
dan bina marga telah menunjukkan hasil yang semakin nyata di dalam menunjang dan
mendukung keberhasilan pembangunan sektor-sektor lain. Hal tersebut tercermin antara lain
dari tercapainya sasaran fisik sejak tahun pertama Pelita I sampai dengan Pelita III. Pelaksanaan
pembangunan yang dilakukan dalam tahun pertama Repelita IV merupakan kesinambungan
dari tahap-tahap Repelita sebelumnya, dan sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh
kerangka landasan dalam pencapaian sasaran Repelita IV.
7.9.1. Pengairan
pembangunan areal pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan penyediaan air
industri. Sedangkan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat, telah disediakan
air baku yang memenuhi syarat-syarat kesehatan bagi daerah pemukiman. Program
pembangunan di bidang pengairan yang dilaksanakan dalam Pelita III mencakup masalah
perbaikan dan peningkatan irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru, pengembangan daerah
rawa, serta penyelamatan hutan, tanah dan air. Untuk menunjang kegiatan tersebut, dilakukan
pula penelitian, survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air, guna
mempercepat jangkauan fungsional pelayanan produksi dalam kawasan yang telah
dikembangkan. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan pelayanan produksi, sehingga mampu
memberikan pelayanan yang le.bih cepat dan tepat melalui pemanfaatan sumber-sumber clara
alam yang ada. Selain itu guna melindungi kawasan pemukiman masyarakat pedesaan dan
masyarakat lainnya, telah dilakukan pengamanan terhadap daerah yang peka terhadap bencana
banjir.
Dalam tahun 1982/1983 telah dilakukan perbaikan dan peningkatan areal irigasi seluas
72.468 hektar, dan kemudian dalam tahun 1983/1984 telah mencapai seluas 88.561 hektar.
Adapun hasil-hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan Pelita III meliputi perbaikan dan
peningkatan irigasi seluas 386.651 hektar, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 437.271
hektar, pengembangan daerah rawa seluas 437.271 hektar, serta penyelamatan hutan, tanah dan
air seluas 587.100 hektar. Sedangkan proyek-proyek yang sampai dengan akhir Pelita III sudah
atau hampir terselesaikan antara lain berupa rehabilitasi jaringan irigasi utama Cisadane seluas
40.600 hektar, Ciujung seluas 24.300 hektar, Sedeku seluas 30.000 hektar, Gambarsari seluas
20.000 hektar, Pamali Carnal seluas 30.000 hektar, Pekalen Sampean seluas 229.000 hektar,
Delta Brantas seluas 32.000 hektar dan Tabo-tabo seluas 11.500 hektar. Sementara itu dalam
tahun pertama Repelita IV te1ah dimulai pembangunan irigasi tersier dan drainase di daerah
irigasi Cirebon, Madiun, Serayu, Jawa Timur, serta Lombok Se1atan. Se1ain itu secara intensif
juga mulai dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah Semarang Barat dan Simalungun,
yang masing-masing mencakup wilayah se1uas 19.400 hektar dan 45.000 hektar. Dalam waktu
yang sarna, pembangunan jaringan irigasi baru dititikberatkan pada pembangunan irigasi
sedang dan kecil, dengan prioritas utama pada lokasi-lokasi yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Persyaratan dimaksud adalah se1ain lokasi yang bersangkutan sangat memerlukan
pembangunan irigasi guna menunjang peningkatan produksi pertanian, para pemilik tanahnya
juga harus menunjukkan partisiposi yang tinggi dalam program irigasi dan pencetakan sawah
baru. Hal ini terutama diterapkan pada areal transmigrasi, sehingga program pembangunan
jaringan irigasi terse but sekaligus dapat menunjang keberhasilan program transmigrasi.
Se1ain dilakukan pengembangan irigasi sedang, kecil dan sederhana, juga dilanjutkan
pembangunan prasarana irigasi baru yang lebih besar. Selama masa Pelita III te1ah dibangun
jaringan irigasi baru pada areal se1uas 437.271 hektar antara lain me1iputi proyek irigasi
Krueng Jrue Kiri se1uas 2.500 hektar, Gumbasa seluas 7.200 hektar, Cidurian se1uas 9.900
hektar, Lodoyo se1uas 12.400 hektar, Be1itang se1uas 19.500 hektar, Way Jepara se1uas 6.600
hektar dan Way Pangubuan seluas 5.000 hektar. Untuk seluruh proyek terse but sudah dapat
dise1esaikan jaringan irigasi utamanya, sedangkan jaringan tersier dan drainasenya sedang
dalam tarat penyelesaian. Adapun proyek-proyek yang masih terus ditingkatkan
pembangunannya me1iputi proyek irigasi Krueng Baro, Jambu Aye, Batang Gadis, Way
Rarem, Teluk Lada, Ciletuh, Pada Waras, Kedu Selatan, Bali, Wawotobi, Sungai Dareh Sitiung,
dan Dumoga. Kegiatan lain daripada program ini adalah pengembangan air tanah bagi daerah-
daerah pertanian yang berlahan kering dan rawan yang langka air permukaan, seperti daerah
Yogyakarta Se1atan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Timor. Hasil-hasil yang
te1ah dicapai di bidang pembangunan irigasi baru se1ama dua tahun terakhir pe1aksanaan
Pe1ita III, yaitu dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984, masing-masing adalah se1uas 108.607
hektar dan 39.680 hektar.
daerah produksi pertanian, daerah pemukiman penduduk, dan daerah industri terhadap
gangguan bencana banjir. Di samping itu juga ditujukan untuk mengembangkan pemanfaatan
sumber-sumber air sungai yang memiliki potensi tinggi dalam memenuhi keperluan sektor
pertanian, kebutuhan air bersih untuk pemukiman penduduk, keperluan air industri untuk
pembangkit tenaga listrik serta kebutuhan air di pelabuhan. Untuk menanggulangi bencana
banjir lahar sebagai akibat dari meletusnya gunung-gunung berapi seperti di sekitar daerah-
daerah gunung Merapi, gunung Kelud, gunung Semeru, gunung Agung dan gunung Ga-
lunggung, maka dilakukan pembangunan dan pengendalian kantong posir (check dam) serta
tanggul. Selain itu program ini juga dimaksudkan untuk mengamankan sungai-sungai yang
merupakan sumber-sumber air bagi jaringan irigasi yang telah ada. Kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi pengaturan dan pengamanan sungai, yaitu berupa pengerukan dasar sungai, perluasan
aliran, pembuatan sudetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan
saluran banjir, pembuatan pintu-pintu banjir, serta latihan penanggulangan banjir, baik bagi
para petugas maupun bagi penduduk setempat. Selama 5 tahun Pelita III telah berhasil
dilakukan penyelamatan hutan, tanah dan air seluas 587.100 hektar, di antaranya yang
dilakukan dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masing-masing seluas 248.601 hektar
dan 63.698 hektar, yang dilaksanakan secara khusus melalui proyekproyek pengaturan dan
pengamanan sungai besar. Proyek-proyek terse but terdiri atas proyek Bengawan Solo,
Citanduy, Cisanggarung, sungai Arakundo, sungai Ular, sungai Brantas dan pengendalian banjir
Jakarta. Selain untuk pengendalian banjir, proyek itu juga dimaksudkan untuk menunjang
sektor industri, seperti pembangunan pembangkit tenaga listrik dan penyediaan air, baik untuk
keperluan industri maupun rumah tangga. Dalam hubungan ini, telah dilaksanakan pula
pembangunan waduk-waduk besar, seperti waduk Wonogiri yang sudah berfungsi dan Wadas
Lintang yang sedang dalam tahap penyelesaian.
Pengutamaan kegiatan pada program jaringan tersier, dalam Pelita III telah me-
perlihatkan hasil yang cukup menggembirakan, yaitu tercapainya areal seluas 1.680.573 hektar.
Pembangunan jaringan tersier dilaksanakan melalui pemanfaatan jaringan-jaringan irigasi yang
telah dibangun, dan dewasa ini secara langsung telah dapat menunjang program intensifikasi
produksi pertanian.
itu, pembangunan perumahan rakyat dan pengembangan pemukiman penduduk diarahkan untuk
dapat tersebar ke berbagai lokasi pemukiman yang meliputi sekitar 6.000 desa pada 200 kota.
Pembangunan perumahan rakyat dan pemukiman tersebut pada dasarnya merupakan tanggung
jawab masyarakat itu sendiri dengan mendapatkan bantuan dan pembinaan dari Pemerintah,
terutama yang menyangkut peningkatan mutu kehidupan masyarakat banyak yang
berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan itu kini sedang dikembangkan suatu sistem yang
lebih terarah dan terpadu, terutama yang berkaitan dengan masalah pembiayaan, perluasan
kesempatan kerja, kesehatan lingkungan, produksi bahan bangunan lokal, keserasian
pembangunan daerah, pemukiman serta tataguna tanah perkotaan dan pedesaan.
Hal ini berarti bahwa selama periode tersebut pelaksanaan program perbaikan kampung telah
dapat melampaui target yang direncanakan dalam Repelita III seluas 15.000 hektar.
Pengadaan perumahan rakyat bagi masyarakat berpenghasilan rendah selama ini telah
dilaksanakan melalui Perum Perumnas yakni berupa pemberian fasilitas KPR dari Bank
Tabungan Negara (BTN). Selain dengan Perum Perumnas, BTN juga mengadakan kerjasama
dengan perusahaan pembangunan perumahan swasta, yang bertujuan untuk membangun
perumahan rakyat bagi mereka yang berpenghasilan menengah dan tinggi. Dalam tahun
1983/1984, Perum Perumnas telah membangun sebanyak 12.963 rumah siap huni yang terdiri
atas 3.680 unit rumah sederhana, 8.523 unit rumah inti dan 760 unit rumah susun. Adapun
selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III, jumlah keseluruhan rumah siap huni yang telah selesai
dibangun mencapai 81.323 unit, terdiri atas 28.030 unit rumah sederhana, 50.269 unit rumah
inti dan 3.024 unit rumah susun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 juga
telah seksai dibangun sebanyak 1.537 unit, terdiri atas 787 unit rumah inti, 110 unit rumah
sederhana, dan 640 unit rumah susun. Perkembangan jumlah perumahan yang dibangun oleh
Perum Perumnas dapat dilihat pada Tabel VII.71.
Tab eI VII. 71
PEMBANGUNAN PERUMAHAN RAY AT OLEH PERUMNAS, 1978/1979 - 1983/1984
( dalam unit rumah )
1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1)
Propinsi Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah3) Rumah Rumah 3) Rumah Rumahh3) Rumah Rumah 4) Rumah
sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah
I. D.l. Ace h - - - - - - 388 - 388 388 388 388 - 388
2. Sumatern Utara 3.948 898 4.846 1.412 2.479 3.891 2.342 1.252 3.594 1.734 1.742 7.552 5.457 13.009 - 606 606
3. Sumatern Barat 368 - 368 500 500 1.192 - 1.192 - 1.764 - 1.764
4. Ria u - - - - 400 600 1.000 612 600 1.212 612 600 1.212
5. J ambi - - - - - - - 500 200 700 - - - 1'49 638 787
6. Swnatern Selatan - - - 90 450 540 306 680 986 148 452 600 406 1.094 1.500
7. Bengkulu - - - - - - 158 286 444 - 286 158 444
8. Lampung - - - - - 522 300 822 522 510 1.032 140 58 198
9. DK1Jakarta 11.216 12.018 23.234 2.186 7.200 9.386 1.8642) 522 2.386 - 12.212 9.087 21.299 935 - 935
10. Jawa Barat 5.250 4.230 9.480 1.020 3.576 4.596 1.190 1.666 2.856 746 882 1.628 9.606 15.098 24.704 1.620 706 2.326
11. Jawa Tengah 1.946 1.230 3.176 8 2.500 2.508 830 - 830 4.400 2.500 6.900 4.584 3.730 8.314 333 727 1.060
12. D.l. Yogyakarta 1.166 - 1.166 34 34 64 - 64 - - - 1.230 - 1.230 200 1.518 1.718
13. Jawa TImur 3.046 1.222 4.268 400 3.500 3.900 194 1.542 1.736 1.200 1.300 2.500 4.872 6.264 11.136 478 2.988 3.466
14. BaIi - - - - - 240 1.774 2.014 - - - - 10 148 158
15. Nusa Tenggara Barut - - - - 100 100 508 354 862 514 500 1.014 500 764 1.264
16. Nusa Tenggara Timur - - - 140 140 324 - 324 534 - 534 534 - 534
17. Kalimantan Barat 1.078 - 1.078 1.078 - 1.078 - 200 300 500 - - -
18. Kalimantan Tengah - - - - - - - 216 216 216 216
19. Kalimantan Belatan - - - - - - 216 - 216 - 500 500 300 - 300 502 304 806
20. Kalimantan Timur 200 - 200 - - 502 304 806 - 200 - 200 - 432 482
21. Sulawesi Utara - - - 120 120 656 - 656 32 32 688 - 688 43 238 281
22. Sulawesi Tengah - 340 340 400 - 400 - - 400 - 400 - -
23. Sulawesi Selatan 1.070 768 1.838 134 134 480 - 480 - 2.504 - 2.504 171 218 389
24. Sulawesi Tenggara - - - 250 250 282 - 282 4 - 278 - 278
25. Maluku - - - 300 200 500 300 200 500 300 200 500
26. Irian Jaya - - - 200 - 200
27. Timor Timor - - - 356 216 572
Jumlah 29.288 20.366 49.654 7.712 19.805 27.517 13.914 9.696 23.610 12.050 7.953 20.003 49.580 42.510 92.090 4.441 8.523 12.964
I) Angkadiperbaiki
2) Termasuk Tangerang dan Depok
3) Sejak tahun 1980/1981 pada rumah sederhana termasuk rumah susun
4) Sejak tahun 1983/1984 rumah sederhana terma,uk rumah susun don RKTM
Pembangunan rumah dengan dukungan KPR dari BTN telah pula ditingkatkan dan
dikembangkan hampir di seluruh ibukota propinsi dan ibukota kecamatan. Selama Pelita III,
hasil yang telah dicapai oleh Perum Perumnas dan non Perumnas yang mendapat dukungan
KPR masing-masing sebanyak 88.289 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga seluruhnya
berjumlah 192.852 unit rumah. Sedangkan yang dibangun tanpa dukungan KPR masing-masing
telah mencapai sebanyak 81.323 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga keseluruhannya
berjumlah 185.886 unit rumah. Di samping itu terdapat pula perumahan yang dibangun oleh PT
Papan Sejahtera atas dukungan KPR, yang selama Pelita III telah mencapai sebanyak 1.243 unit
rumah. Adapun perusahaan-perusahaan pembangunan perumahan swasta yang tergabung dalam
perusahaan Real Estate Indonesia (REI), juga telah banyak memberikan sumbangannya dalam
pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas.
tanah gambut sebagai bahan pengolahannya, telah dibangun di propinsi Kalimantan Selatan.
Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan air bersih, terus dilakukan upaya
pengadaan dan penyediaan air bersih yang dapat menjangkau baik kota-kota-besar, rnaupun
kota-kota kecil, termasuk ibukota kecamatan (IKK) yang terdapat di seluruh propinsi. Dalam
tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, telah dapat dilakukan penambahan kapositas produksi air
bersih sebesar 5.082,5 liter per detik untuk kota. Sedangkan selama 5 tahun pelaksanaan Pelita
III kapositas produksi air bersih, telah mencapai 18.254 liter per detik, tersebar di 710 kota
besar, sedang dan kecil termasuk IKK. Di samping itU selama periode tersebut juga telah
berhasil dilakukan pengadaan air di 627 IKK, 390 di antaranya ditangani dengan sistem IKK
sepenuhnya, 139 dengan sistem BNA (basic need approach), dan 98 sisanya melalui Inpres
kesehatan. Sejalan dengan itu, dalam Pelita III telah dilakukan peningkatan dan pemerataan
pelayanan air bersih, khususnya bagi penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal itu
dilaksanakan melalui peningkatan penyediaan dan pemasangan hidran umum, serta sambungan
ke rumah-rumah guna mencapai tingkat pelayanan penduduk semaksimal mungkin. Dalam
tahun 1983/1984 telah dapat diposang sambungan rumah sebanyak 69.146 buah dan 2.651
hidran umum yang mampu melayani 1.221.660 jiwa penduduk di 357 kota. Dengan demikian,
selama lima tahun pelaksanaan Repelita III jumlah sambungan rumah yang telah dipasang
mencapai 227.309 buah, dan hidran umum sebanyak 9.322 buah, yang dapat melayani
penduduk sebanyak 4.137.520 jiwa di 25 propinsi kecuali Sumatera Barat dan Jawa Barat.
Kegiatan program penunjang air bersih dilakukan untuk mempersiapkan, mengendalikan dan
mengawasi pelaksanaan proyek air bersih di berbagai kala di seluruh propinsi, sehingga dapat
melayani penduduk dengan baik terutama berdasarkan kemampuannya sendiri. Sehubungan
dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dibentuk 28 badan pengelola air minum (BPAM),
sedangkan sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III jumlah seluruh BPAM telah
mencapai 150 buah. Peningkatan status BPAM menjadi Perusahaan Daerah Air Minum
(POAM), terus diusahakan, dan sejalan dengan itu dilakukan pula usaha peningkatan
keterampilan tenaga-tenaga teknisi air bersih.
jaringan pipanya di Tangerang. Selain itu kini sedang dilakukan juga pembangunan sarana
pembuangan air kotor di kota Bandung, Jakarta dan Medan. Sampai dengan tahun 1983/1984
telah dibangun saluran pembuangan air hujan di 25 kala yang tersebar di berbagai daerah.
Pelaksanaan pembangunan jalan selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jaringan jalan yang tersebar di seluruh
Indonesia agar dapat melayani lalu lintas yang semakin berkembang, terutama arus-arus jalan
yang mempunyai nilai sosial dan ekonomi yang tinggi. Di sam ping itu pembinaan jaringan
jalan ditujukan untuk meningkatkan pengangkutan barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke
daerah-daerah pedesaan, serta untuk mendorong mobilitas manusia sekaligus mengembangkan
dan meratakan pembangunan beserta hasil-hasilnya di seluruh nusantara. Dengan demikian
prioritas utama kegiatannya diberikan kepada perbaikan dan peningkatan jalan yang
menghubungkan antara pusat-pusat produksi dengan daerah-daerah pemasaran dan pelabuhan,
serta jalan-jalan yang membuka daerah-daerah yang potensial tetapi masih terisolir. Di daerah-
daerah yang telah menunjukkan perkembangan yang relatif tinggi, masyarakat pemakai jalan
ikut membiayai jalan-jalan baru melalui sistem tol. Kegiatan yang telah dilakukan sampai
dengan tahun pertama Repelita IV meliputi programprogram rehabilitasi dan pemeliharaan
jalan dan jembatan, penunjangan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian
jembatan, serta program pembangunan jalan dan jembatao baru. Bidang rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat pacta
ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang telah mempunyai kondisi fisik yang mantap, sehingga
jalan terse but tetap terpelihara. Hasil yang dicapai dalam program tersebut selama Pelita III
meliputi jalan sepanjang 31.971 km, termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun
1982/1983 sepanjang 9.414 km dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 4.841 km. Sedangkan
kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jembatan selama Pelita III telah mencapai 41.059 meter,
termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masing-
masing sepanjang 8.212 meter dan 10.749 meter. Kegiatan yang dilakukan di bidang
penunjangan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kondisi jalan yang tidak mantap dan
kritis menjadi baik, sehingga dapat melayani pertumbuhan lalu lintas dalam jangka pendek
sebelum jalan tersebut ditingkatkan luasnya. Hasil yang telah dicapai selama Pelita III meliputi
peningkatan jalan sepanjang 90.547 km, di antaranya dalam tahun 1982/1983 sepanjang 18.381
km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 15.943 km, sedangkan beberapa ruas jalan telah
beberapa kali mengalami perbaikan. Adapun di bidang penunjangan jembatan, selama 5 tahun
pelaksanaan Pelita III telah mencapai 141.308 meter, di antaranya dalam tahun 1982/1983 dan
tahun 1983/1984, masing-masing mencapai 36.488 meter dan 24.0'55 meter. Sementara itu
program peningkatan jalan dan penggantian jembatan telah dapat meningkatkan jumlah
jaringan jalan arteri dan jalan kolektor ke dalam kondisi mantap, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan pertumbuhan lalu lintas yang terus meningkat pada arus-arus jalan tersebut. Selama
Pelita III telah dapat ditingkatkan jalan sepanjang 10.708 km, diantaranya dalam tahun
1982/1983 telah dilaksanakan sepanjang 3.272 km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang
2.448 km. Sedangkan peningkatan jembatan selama Pelita III telah mencapai sepanjang 14.412
meter, yaitu sepanjang 4.393 meter telah dilaksanakan dalam tahun 1982/1983 dan 3.887 meter
daiam tahun 1983/1984. Dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 telah dilakukan
penggantian jembatan sepanjang 8.768 meter dan 7.527 meter, sedangkan secara keseluruhan
selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III mencapai 42.848 meter.
Pembangunari jalan baru ditujukan untuk dapat melayani pertumbuhan lalu lintas baik
di daerah perkotaan, maupun dalam rangka pembukaan hubungan lalu lintas ke daerah yang
terpencil, terisolir dan daerah pemukiman transmigrasi. Hasil yang telah dicapai selama Pelita
III adalah meliputi pembangunan sepanjang 1.384 km jalan dan 6.868 meter jembatan. Hasil
yang cukup baik tersebut tampak pada kenyataan bahwa jalan kritis yang pada akhir Pelita II
masih sekitar 22 persen, maka pada akhir Pelita III telah dapat diatasi seluruhnya. Di lain pihak
jalan mantap dan tidak mantap yang pada akhir Pelita II masing-masing adalah sebesar 13
persen dan 65 persen, maka pada akhir Petitt III jalan mantap telah meningkat menjadi sebesar
36 persen dan jalan tidak mantap berkurang menjadi 64 persen. Apabila dalam tahun 1982/1983
jumlah jalan mantap mencapai 12.392 km, maka dalam tahun 1983/1984 telah ditingkatkan
menjadi 13.956 km. Di lain pihak, dalam periode yang sarna jumlah jalan tidak mantap telah
diturunkan dari sepanjang 25.208 km dalam tahun 1982/1983 menjadi sepanjang 25.044 km
dalam tahun 1983/1984. Sedangkan jumlah jalan kritis yang dalam tahun 1982/1983 mencapai
sepanjang 900 km, dalam tahun 1983/1984 telah dapat diperbaiki seluruhnya.
Sementara itu guna memperlancar pemasaran hasil produksi pertanian, perkebunan dan
industri kecil di pedesaan, telah dilakukan bantuan penunjangan jalan kabupaten. Selama 5
tahun pelaksanaan Pelita III telah berhasil ditingkatkan penunjangan jalan kabupaten sepanjang
40.326 km, dan penunjangan jembatan sepanjang 51.781 meter. Hasil yang dicapai dalam tahun
1983/1984 di bidang penunjangan jalan kabupaten meliputi sepanjang 7.418 km, penunjangan
jembatan sepanjang 19.396 meter dan penggantian gorong-gorong sepanjang 59.568 meter.
Kegiatan tersebut ditingkatkan melalui penyediaan peralatan jalan dan peningkatan kemampuan
teknis di lapangan. Berhasilnya pembangunan jalan dan jembatan terse but pada gilirannya
telah dapat meningkatkan kelancaran mobilitas antardaerah, baik yang menyangkut kegiatan
perdagangan dan produksi, maupun dalam rangka penyebaran penduduk dan penghapusan
isolasi daerah-daerah terpencil. Pembangunan di bidang jalan dan jembatan dapat dilihat pada
Tabel VII. 72.
T abe I VII.72
PEMBANGUNAN DI BIDANG PRASARANA jALAN DAN jEMBATAN, 1969/1970 - 1984/1985
1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85
J a I a n (km)
1. Pemeliharaan 1) - 10.482 30.034 23.745 18.730 10.419 8.887 8.982 9.956 8.858 4.889 5.673 7.154 9.414 4.841 157
2. Rehabilitasi 920 1.387 1.544 1.605 994 1.779 829 1.294 1.356 2.226 - - - - -
3. Peningkatan 746 735 507 920 684 546 757 916 1.165 1.262 936 1.685 2.367 3.272 2.448 3.502
4. Pembangunan baru 27 47 - 111 51 230 145 148 110 60 68 221 521 400 174 331
5. Penunjangan 2) - - - - - - - 21.074 18.583 16.566 18.381 15.943 1.128
Jembatan (m)
1. Pemeliharaan 1) - - - - - 2.464 2.390 2.782 5.526 12.602 6.075 8.013 8.010 8.212 10.749 775
2. Rehabilitas! 4.825 6.399 2.482 3.894 4.029 3.502 3.515 6.789 5.317 - - - -
3. Peningkatan 1.580 1.579 4.928 3.700 2.916 2.132 3.502 4.787 4.224 4.560 2.610 3.397 125 4.393 3.887 1.834
4. Pembangunan baru 1.500 1.579 4.928 3.700 688 1.305 840 1.514 1.199 913 375 1.454 2.105 2.108 826 115
5. Penunjangan 2) - - - - - - - - - 28.011 27.651 25.103 36.488 24.055 26.301
1) Dalam Pelita llI, pemeliharaan menjadi satu dengan rehabilitasi
2) Dalarn Pelita I dan ll, penunjangan menjadi satu dengan peningkatan
3) Angka sementara
7.10.1. Kependudukan
Sementara itu dengan adanya penyebaran penduduk yang kurang merata, sebanyak
98,7 juta orang, atau 61,1 persen dari sebanyak 161,6 juta penduduk dalam tahun 1984, berada
di pulau Jawa yang luas wilayahnya hanya sekitar 7 persen dari seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai akibatnya, di samping dialaminya tekanan penduduk yang mencapai kepadatan 747
orang per kilometer persegi, diperkirakan sebanyak 41,2 juta jiwa atau 62,9 persen dari seluruh
angkatan kerja juga berada di pulau Jawa. Di lain pihak, di wilayah Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi, yang masing-masing luasnya sekitar 26,6 persen, 27,8 persen, dan 9,7 persen dari
seluruh wilayah Indonesia, jumlah penduduknya hanya sebanyak 31,9 juta, 7,6 juta dan 11,3
juta. Dengan demikian kepadatan penduduknya hanya mencapai 67 orang, 14 orang dan 60
orang per kilometer persegi. Dengan adanya ketimpangan penyebaran penduduk tersebut, maka
di satu pihak sumber daya alam di daerah padat penduduk mengalami tekanan eksploitasi yang
berlebihan, di lain pihak di daerah yang jarang penduduknya, sumber daya alam tidak dapat
dikelola secara efektif. Oleh karena itu guna memungkinkan pendayagunaan sumber daya alam
secara optimal, penyebaran penduduk terutama ditujukan pada tercapainya perimbangan yang
lebih serasi antara sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu dalam rangka
meningkatkan kesadaran serta pengetahuan di bidang kependudukan, dikembangkan pula
penelitian di bidang kependudukan yang sekaligus dimaksudkan untuk memanfaatkan sumber
daya manusia melalui berbagai kegiatan pembangunan. Perkembangan penduduk Indonesia,
kepadatan serta proyeksinya sampai dengan tahun 1984 dapat dilihat pada Tabel VII.73.
maupun secara absolut. Apabila dalam tahun 1983 jumlah angkatan kerja dalam kelompok
umur 10-14 tahun mencapai 2,0 juta orang, dalam tahun 1988 diperkirakan akan menurun
menjadi 1,6 juta orang. Namun sebaliknya untuk angkatan kerja muda dalam kelompok umur
15-24 tahun, dalam periode yang sarna jumlahnya diperkrakan masih cukup besar, yaitu dari
sebanyak 16,8 juta orang meningkat menjadi 17,9 juta orang. Selanjutnya apabila dilihat dari
tingkat pendidikannya, dalam tahun 1983 diperkirakan 41,2 juta orang atau 64,5 persen dari
seluruh angkatan kerja yang ada masih belum tamat SD, sedangkan yang telah menamatkan
perguruan tinggi hanya mencapai 657.200 orang atau 1,0 persen. Dalam tahun 1985, per-
kembangan angkatan kerja yang belum tamat SD diperkirakan masih cukup besar, yaitu akan
meningkat menjadi 42,5 juta orang, sedangkan yang tamat perguruan tinggi hanya sebanyak
754.000 orang.
prasarana desa lainnya, yang terse bar di 1.096 buah kecamatan miskin dan padat penduduk.
Kemudian dalam tahun 1983/1984, melalui pembangunan/rehabilitasi jalan desa sepanjang
3.693 kilometer dan saluran tersier sepanjang 3.940,7 kilometer yang tersebar pada 1.084
kecamatan miskin dan padat penduduk, tenaga kerja yang diserap telah meningkat menjadi
sebanyak 26.720.721 hari kerja. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli
1984, dari pembangunan/rehabilitasi prasarana dan sarana yang tersebar di 96 kecamatan
miskin dan padat penduduknya telah dapat diserap tenaga kerja sebanyak 342.892 hari kerja.
Sementara itu pelaksanaan pogram penyebaran tenaga kerja terutama ditujukan untuk
menyebarkan dan memanfaatkan tenaga kerja terdidik ke daerah pedesaan, baik tenaga kerja
sarjana maupun sarjana muda. Melalui proyek pengerahan tenaga kerja sukarela, mereka
diaktifkan sebagai pelopor pembaharuan dan pembangunan di daerah pedesaan yang tersebar di
seluruh propinsi. Dalam lokasi baru tersebut, para tenaga kerja sukarelalbadan usaha tenaga
sarjana Indonesia (TKS/BUTSI) bertugas di berbagai bidang pembangunan, antara lain sebagai
tenaga penyempurna administrasi desa, pelaksana program kejar paket A, penyuluh di bidang
kesehatan, gizi dan keluarga berencana, serta kegiatan lain yang menunjang pembangunan, di
samping juga ikut membantu menyebarkan teknologi tepat guna dan sistem padat karya.
Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 jumlah TKS/ BUTSI yang dikerahkan ke
daerah-daerah pedesaan di seluruh Indonesia telah mencapai 5.480 orang, yang berarti telah
meningkat dengan 82,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang baru mencapai
3.010 orang. Di samping melalui program TKS/BUTSI, program penyebaran tenaga kerja juga
dilaksanakan melalui kegiatan antarkerja yang ditunjang oleh informasi posar kerja yang akurat.
Dengan demikian mobilitas tenaga kerja baik antar jabatan maupun antarlokasi dapat
ditingkatkan. Melalui informasi pasar kerja, .antara lain dapat diketahui jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan, keterampilan dan imbalan jasa yang, diberikan.
Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 dengan jumlah pencari kerja yang terdaftar
sebanyak 498.302 orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia seb:inyak 112.815
orang, telah dapat ditempatkan sebanyak 84.836 tenaga kerja. Sedangkan daJam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, dengan jumlah pencari kerja sebanyak 104.941
orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia sebanyak 23.221 orang, telah dapat
ditempatkan sebanyak 15.635 orang. Di samping itu usaha penyebaran tenaga kerja juga
dilaksanakan melalui program antarkerja antar lokal (AKAL), antarkerja antardaerah (AKAD)
dan antarkerja antarnegara (AKAN). Dengan semakin meningkatnya pembangunan,
pelaksanaan program AKAD diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang semakin
meningkat di luar Jawa. Sedangkan guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri,
terutama dengan terbukanya kesempatan kerja di Timur Tengah, pengelolaannya dilaksanakan
melalui program AKAN. Melalui program antarkerja tersebut, dalam tahun 1983/1984 telah
dapat disalurkan tenaga kerja sebanyak 135.209 orang, dengan perincian sebanyak 84.836
orang disalurkan melalui AKAL, 19.583 orang melalui AKAD dan sebanyak 30.790 orang
melalui AKAN. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, penyaluran tenaga
kerja melalui AKAL mencapai sebanyak 15.635 orang, sedangkan melalui AKAD dan AKAN
masing-masing mencapai 9.427 orang dan 11.346 orang.
Tabel VII. 73
PENDUDUK INDONESIA DAN KEPADATANNYA PADA TAHUN 1971
SERTA PROYEKSINYA SAMPAI DENGAN TAHUN 1984
( dalam ribu jiwa)
Pulau J awa Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya Indonesia
Jumlah penduduk
19711) 76.086 20.808 5.155 8.527 8.632 119.209
1976 85.289 24.282 5.924 9.812 9.888 135.190
1977 87.076 24.989 6.079 10.070 10.128 138.342
1978 88.904 25.724 6.240 10.334 10.377 141.579
19801) 91.269 28.016 6.723 10.410 11.072 147.490
1981 93.340 29.028 6.942 10.665 11.340 151.315
1982 95.103 29.962 7.143 10.887 11.567 154.662
1983 96.893 30.929 7.350 11.112 11.799 158.083
1984 98.700 31.927 7.563 11.341 12.048 161.579
Kepadatan / Km 2
19711) 576 44 10 45 15 62
1976 633 45 11 43 17 67
1977 650 46 11 44 18 68
1978 663 47 11 46 18 70
1980 1) 690 59 12 55 19 77
1981 706 61 12 56 19 79
1982 719 63 13 58 20 81
1983 733 65 13 59 20 83
1984 747 67 14 60 20 84
Perkembangan
rata - rata per
tahun 1971 - 1984 2,13% 3,48% 3,34% 2,70% 2,28% 2,78%
1) Angka sensus
7.10.2. Transmigrasi
dalam bidang transmigrasi. Oleh karena itu penentuan daerah asal bagi para calon transmigran
terutama diprioritaskan pada daerah yang terlalu padat, dae(ah aliran sungai (DAS) yang akan
dihijaukan, daerah yang terkena proyek-proyek pembangunan serta daerah yang perlu
dilestarikan.
Selama Pelita III pelaksanaan transmigrasi dari tahun ke tahun selalu menunjukkan
peningkatan. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah transmigran yang ditempatkan baru
mencapai sebanyak 51.985 kepala keluarga (KK), dalam tahun 1980/1981 telah meningkat
menjadi 78.359 KK. Kemudian dalam tiga tahun terakhir Pelita III masing-masing telah
meningkat menjadi 100.552 KK, 127.970 KK dan 169.010 KK. Dengan demikian selama 5
tahun pelaksanaan Repelita III telah dapat ditempatkan transmigran sebanyak 527.876 KK,
yang terdiri atas 367.127 KK transmigran umum dan 160.749 KK transmigran swakarsa.
Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984 telah dapat ditemp
atkan sebanyak 48.055 KK, yang terdiri atas 29.263 KK transmigran umum, 736 KK
transmigran swakarsa berbantuan dan sebanyak 18.056 KK transmigran swakarsa murni.
Perkembangan hasil penempatan transmigran dapat diikuti dalam Tabel VII.74.
TabeI VII. 74
HASIL PENEMPATAN TRANSMIGRAN, 1969/1970 - 1984/1985
( kepala keluarga )
Persentase
Tahun Target Realisasi realisasi
Pelita I 46.566 46.268 99,4
1969/1970 4.489 3.933 87,6
1970/1971 3.865 4.338 112,2
1971/1972 4.600 4.171 90,7
1972/1973 11.200 11.414 101,9
1973/1974 22.412 22.412 100
Pelita II 82.959 82.959 100
1974/1975 11.000 11.000 100
1975/1976 8.100 8.100 100
1976/1977 13.910 13.910 100
1977/1978 22.949 22.949 100
1978/1979 27.000 27.000 100
Pelita III 1) 500.000 527.876 105,6
1979/1980 50.000 51.985 104
1980/1981 75.000 78359 104,5
1981/1982 100.000 100.552 100,6
1982/1983 125.000 127.970 102,4
1983/1984 150.000 159.010 106
Pelita IV
1984/1985 2) 125.000 48.055 38,4
Jumlah 754.425 705.158 93,5
1) Angka diperbaiki, termasuk transmigran swakarsa 2) Angka sementara
Sejalan dengan telah berhasilnya pelaksanaan program transmigrasi dalam Pelita III,
maka dalam Pelita IV pelaksanaan program transmigrasi akan lebih dipadukan dengan
pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, perindustrian, pendidikan dan kesehatan. Di sektor pertanian, pelaksanaan
transmigrasi ditujukan untuk memperluas areal pertanian baru, serta meningkatkan produksi
dari berbagai komoditi pertanian. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan ini langsung dikaitkan
dengan pemindahan penduduk dan tenaga kerja dari daerah yang radar ke daerah yang jarang
penduduknya. Dengan demikian diharapkan penyebaran potensi sumber daya manusia akan
lebih seimbang dengan penyebaran potensi sumber alam, terutama untuk lahan pertanian. Bagi
sektor industri, usaha di bidang transmigrasi akan lebih menjamin tersedianya tenaga kerja dan
bahan baku, sehingga membuka kemungkinan yang lebih luas bagi pengolahan hasil-hasil
pertanian di daerah transmigrasi. Sedangkan untuk sektor perdagangan, kegiatan transmigrasi
akan memberikan kesempatan yang luas pada usaha-usaha penyalur hasil produksi dari daerah
transmigrasi ke pasaran, baik di pasaran lokal maupun nasional. Sebaliknya pembangunan yang
dilakukan di daerah transmigrasi akan memberikan peluang bagi usaha penyalur barang dan
jasa yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri.
sempurna, maka di beberapa lokasi dan daerah asal telah diadakan dapur lapangan yang mobil.
Sementara itu guna meningkatkan pengelolaan dan pemasaran hasil-hasil produksi dari daerah
transmigrasi, telah ditingkatkan pula peranan koperasi dan usaha swasta. Khusus kepada
daerah-daerah yang terkena musim kering dan beberapa daerah yang memerlukan perawatan
kesehatan, telah diberikan bantuan bibit tanaman dan bantuan pangan. Demikian pula bagi
lokasi-lokasi yang kurang subur telah dilaksanakan upaya penanggulangan, yaitu dengan
memberikan pengapuran, mengadakan konservasi laban, serta intensifikasi dan diversifikasi
usaha tani.
BAB VIII
8.1. Pendahuluan
Laju pembangunan yang telah dicapai sekarang ini tidak terlepas dari peranan manusia
yang berfungsi sebagai pelaksana pembangunan. Oleh karena itu walaupun prioritas
pembangunan masih ditekankan pada sektor ekonomi, namun unsur manusia dan unsur-unsur
lainnya tetap mendapat perhatian yang seimbang. Oengan demikian dalam proses'pembangunan
selanjutnya diharapkan akan dapat tercipta suatu strata masyarakat Indonesia yang
berkepribadian kokoh, dan mempunyai etik moral yang kuat. Selaras dengan itu, pembangunan
di bidang agama antara lain bertujuan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia
'yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mampu menciptakan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, maupun
dalam hubungannya dengan masyarakat dan alam sekitarnya. Pembinaan di bidang agama, baik
melalui pendidikan formal maupun non formal, terus pula dikembangkan seiring dengan
bidang-bidang lainnya. Dalam kaitannya dengan pembangunan di bidang pendidikan,
jangkauannya tidak hanya terbatas pada pendidikan formal melainkan meliputi pula pendidikan
luar sekolah yang menuntut peran serta aktif pihak swasta. Sasaran yang ingin dicapai di bidang
ini antara lain adalah meningkatkan kecerdasan serta menumbuhkan semangat kebangsaan yang
tinggi, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan manusia Indonesia yang mampu
membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Untuk itu berbagai sarana dan fasilitas pendidikan secara bertahap dan pasti terus ditingkatkan.
Tersedianya gedung-gedung sekolah terutama di tingkat dasar yang menyebar di seluruh
pelosok tanah air, serta semakin meningkatnya kesejahteraan dan mutu para pendidik,
sebagaimana telah dapat dirasakan dewasa ini, merupakan wujud nyata dari upaya tersebut.
Sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia tersebut, pembangunan bidang
kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia terus pula dilaksanakan.
Hal ini ditandai dengan makin berkembangnya berbagai fasilitas dan saran a kesehatan, yang
berarti pula makin banyak anggota masyarakat yang mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan. Di samping itu, keberhasilan upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas pula dari kemampuan dan kesadaran
masyarakat itu sendiri. Untuk itu berbagai upaya dan penyuluhan, yang bertujuan
membangkitkan motivasi serta kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan dan
keluarga berencana (KB), terus digalakkan. Norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera
sudah dapat dirasakan oleh sebagian anggota masyarakat, terutama para peserta KB. Dalam
rangka memantapkan usaha tersebut, pelayanan kepada para akseptor KB terus ditingkatkan, di
samping penyediaan sarana dan fasilitas yang memadai.
8.2. Agama
Memasuki tahun pertarna Pelita IV, pembangunan di bidang agama terutama ditandai
dengan semakin terbinanya hidup rukun di antara sesama umat beragama. Dengan demikian
kesatuan dan persatuan bangsa dapat diperkokoh dan peranserta umat beragama dalam
pembangunan dapat ditingkatkan pula. Untuk itu telah dikembangkan kehidupan keagamaan,
khususnya di bidang pendidikan, yang dilakukan dengan cara memasukkan pendidikan agama
ke dalam kurikulum, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas. Usaha tersebut
terutama ditujukan untuk meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan antara pendidikan dan
perguruan agarna dengan pendidikan umurn, serta menciptakan suasana yang mendorong ke
arah berkembangnya pola berpikir secara ilmiah, agar tercapai tujuan pendidikan nasional yang
berlandaskan Pancasila. Adapun pembinaan yang dilakukan terhadap para penganut
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selain ditujukan agar dalam pengembangannya
tidak mengarah kepada adanya pembentukan agama baru, juga dimaksudkan agar pelaksanaan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa benar-benar sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Guna mendorong para pemeluk agarna untuk mempelajari dan mendalami agamanya,
maka terus ditingkatkan usaha penerbitan kitab suci dari berbagai agama. Jika dalam tahun
1983/1984 telah diterbitkan sebanyak 1.183.000 buah kitab suci dari berbagai agama, dalam
tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah diterbitkan sebanyak 1.228.800
buah, yang terdiri atas 844.000 buah kitab suci agama Islam, 148.500 buah kitab suci agama
Protestan, 132.000 buah kitab .suci agarna Katolik, 89.300 buah kitab suci agama Hindu dan
15.000 buah kitab suci agama Budha.
dan 22.000 buah, serta paket penyuluhan masing-masing sebanyak 4.200 buah dan 22.000
buah. Sedangkan untuk agama Hindu dan Budha telah diberikan penyuluhan kepada 25
kelompok transmigran dan suku berasing dengan disertai 32.000 buah brosur agama.
Usaha peningkatan kerukunan hidup beragama dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, seperti musyawarah intern umat
beragama, antarumat beragama, pekan orientasi kerjasama antarumat beragama dengan
Pemerintah, dan pengadaan buku pedoman kerukunan hidup beragama. Musyawarah intern
umat beragamatelah dilaksanakan pada 13 lokasi dengan peserta sebanyak 1.300 orang,
sedangkan musyawarah antarumat beragama telah diikuti oleh 540 orang dan dilaksanakan
pada 6 lokasi. Dalam periode yang sama telah dilaksanakan pekan orientasi kerjasama
antarumat beragama dengan Pemerintah pada 3 lokasi dengan peserta sebanyak 360 orang, di
samping telah diberikan pula buku pedoman kerukunan hidup beragama sebanyak 17.200 buah.
Tab e I VIII. 1
JUMLAH JEMAAH HAJI, 1969/1970 -1984/1985
(orang)
Haji Haji
Tahun melalui laut melalui udara Jumlah
1969/1970 8.681 611 9.292
1970/1971 12.845 1.227 14.072
1971/1972 19.781 2.511 22.292
1972/1973 16.039 6.305 22.344
1973/1974 17.071 23.449 40.520
1974/1975 15.575 53 .828 69.403
1975/1976 9.612 45.366 54.978
1976/1977 7.351 18.238 25.589
1977/1978 12.124 23.146 35.270
1978/1979 - 73.035 73.035
197971980 - 41.697 41.697
1980/1981 - 74.897 74.897
1981/1982 - 66.961 66.961
1982/1983 - 55.246 55.246
1983/1984 - 48.317 48.317
1984/19851) - 38.126 38.126
Jumlah 119.079 572.960 692.039
1) Angka sementara
Sejalan dengan pembinaan MIN, telah dilakukan pula pembinaan terhadap madrasah
ibtidaiyah swasta (MIS). Apabila dalam tahun 1983/1984 dilaksanakan pembangun-
an/rehabilitasi terhadap 6.000 MIS, maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus
telah meningkat menjadi 10.760 MIS. Sedangkan guna meningkatkan mutu pendidikan agama
pada sekolah dasar, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah
dilaksanakan penataran terhadap 1.280 orang guru agama, pengadaan buku sebanyak 3,2 juta
buah dan pengadaan alat peraga sebanyak 2.000 set.
(PGA), serta peningkatan mutu pendidikan agarna pada sekolah menengah tingkat atas
(SMTA). Dalam tahun 1983/1984, kepada MAN telah dilakukan pengadaan buku sebanyak
462.850 buah, penataran 7.500 guru dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak 45
buah. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan
pengadaan buku sebanyak 358.000 buah, dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak
67 buah. Dalam periode yang sama telah ditingkatkan pula mutu madrasah aliyah swasta
(MAS), yaitu dengan memberikan bantuan rehabilitasi terhadap 50 buah gedung MAS, dan
pengadaan buku pelajaran sebanyak 239.800 buah. Adapun pembinaan terhadap PGAN
terutama ditujukan agar lulusan PGAN benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai tenaga guru
yang baik dan mampu. Untuk itu dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan penataran terhadap
7.500 guru agama, pengadaan buku pelajaran dan pedoman bagi guru sebanyak 650.000 buah
serta pembangunan/perluasan 35 buah gedung PGAN Islam, Protestan, Katolik dan Hindu.
Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan penataran
kepada 355 guru serta penyediaan buku pelajaran dan buku pedoman guru sebanyak 270.000
buah. Dalam periode yang sarna juga telah dilaksanakan pembinaan pendidikan agama pada
SMTA yang meliputi penataran guru agama dan pengadaan buku, masing-masing sebanyak 160
orang dan 358.000 buah.
Salah satu tujuan dari kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang perumusannya dilakukan melalui serangkaian kebijaksanaan pokok pembangunan
di bidang pendidikan. Dalam tahun pertama Repelita IV kebijaksanaan di bidang pendidikan
terutama ditekankan dan diarahkan pada peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
peningkatan dan pemerataan kesempatan belajar dalam rangka pelaksanaan wajib belajar, serta
penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Di samping'itu juga dilakukan persiapan terhadap generasi muda dalam
tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional, serta pengelolaan
pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Sejak Pelita III sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah dan sedang dilaksanakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
yang antara lain dilakukan melalui penataran guru/ pembina, pengadaan buku pelajaran, buku
bacaan dan buku perpustakaan, pengadaan laboratorium dan peralatan belajar, peningkatan
keterampilan serta penyempumaan kurikulum. Penataran guru/pembina dilaksanakan pada
berbagai tingkat pendidikan, yang meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang
dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984,
telah dan sedang ditatar sebanyak 2.291.039 orang untuk pendidikan dasar, 74.250 orang untuk
pendidikan menengah umum, 20.706 orang untuk pendidikan menengah kejuruan dan
teknologi, serta 20.509 orang untuk pendidikan guru termasuk penataran dosen. Buku pelajaran
yang disediakan untuk tingkat pendidikan dasar adalah sebanyak 260.195.917 eksemplar, untuk
sekolah menengah umum sebanyak 82.699.700 eksemplar, untuk sekolah menengah tingkat
pertania (SMTP) kejuruan dan teknologi sebanyak 96.000 eksemplar, untuk sekolah menengah
tingkat atas (SMTA) kejuruan dan teknologi sebanyak 6.671.945 eksemplar, serta untuk
sekolah pendidikan guru/sekolah guru olah raga (SPG/SGO) sebanyak 7.350.963 eksemplar. Di
samping buku pelajaran, telah disediakan pula buku perpustakaan untuk tingkat pendidikan
dasar sebanyak 119.700.000 eksemplar, untuk SMP dan SMA sebanyak 14.048.235 eksemplar,
untuk SPG/SGO sebanyak 1.367.240 eksemplar serta untuk pendidikan tinggi sebanyak
333.292 eksemplar.
Sejalan dengan pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan, maka telah dibangun pula
sebanyak 1.782 ruang perpustakaan dan 1.816 ruang laboratorium untuk tingkat SMP, yang
disertai dengan penerbitan 3.892.500 eksemplar buku Sistem Pengajaran Modul untuk SMP
terbuka. Di samping itu untuk tingkat SMA juga dibangun 317 ruang perpustakaan, dan 367
ruang laboratorium serta 25 ruang laboratorium bahasa. Sedangkan untuk perguruan tinggi telah
dibangun )7.467 meter persegi ruang perpustakaan dan 237.163 meterpersegi ruang
laboratorium yang masing-masing dilengkapi dengan 305.611 eksemplar buku-buku
perpustakaan dan 1.810 perangkat alat laboratorium. Selain itu juga telah dibangun sebanyak
1.310 buah perumahan dosen, dilakukan penelitian sebanyak 7.793 judul, dan diberikan
bantuan kepada perguruan tinggi swasta .
baru sebanyak 129.800 buah, serta rehabilitasi sebanyak 134.500 sekolah termasuk SD swasta
dan madrasah ibtidaiyah. Dalam waktu yang sarna telah dilaksanakan pengangkatan 439.580
guru, termasuk guru agarna dan tenaga teknis. Seperti diketahui, Pemerintah juga telah
menghapuskan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) untuk SD dan sebagai gantinya
diberikan subsidi/bantuan pembiayaan penyeleng. garaan untuk SD negeri. Perkembangan
pendidikan dasar telah menunjukkan hasil yang nyata seperti tercermin pada kenaikan angka
partisiposi pendidikan. Dalam tahun 1979/ 1980 baru mencapai 83,8 persen sedangkan pada
awal Repelita IV sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah meningkat menjadi 97,2 persen.
Sebagai kelanjutannya, pada Hari Pendidikan Nasional (Harpenas) tanggal2 Mei 1984, Presiden
telah mencanangkan gerakan wajib belajar untuk seluruh Indonesia.
Adapun pendidikan bagi anak-anak yang mengalami cacat fisik, mental dan sosial,
dilakukan melalui lembaga pendidikan khusus, yaitu sekolah luar biasa (SLB). Sejak tahun
1979/1980 sampai dengim bulan Agustus 1984, selain disediakan buku, alat peraga dan
penataran guru/pembina, juga dibangun sejumlah gedung SLB baru dengan asramanya, serta
dila:kukan rehabilitasi terhadap sejumlah SLB yang telah ada. Sedangkan pengembangan
pembinaan taman kanak-kanak (TKK) dalam Pelita III, dan tahun pertama Pelita IV telah
ditingkatkan dengan membangun TKK pembina, baik di tingkat nasional, tingkat propinsi
maupun tingkat kabupaten/kotamadya, sebagai TKK percontohan.
perkembangan kegiatan belajar pada tingkat SMTP, maka dalarn waktu yang sarna juga telah
dilakukan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA. Untuk itu telah
dibangun sebanyak 517 unit gedung SMA baru, 5.085 ruang kelas baru, dan dilakukan
rehabilitasi terhadap 460 sekolah yang telah ada. Bersamaan dengan itu pada SMTA kejuruan
telah direhabilitasi/dikembangkan pula sebanyak 145 buah STM 3 tahun, serta dilakukan
pembangunan/pembinaan terhadap 8 STM Pembangunan, 289 buah STM 3 tahun, 44 buah
SMT pertanian/khusus, SMEA, sekolah menengah tehnologi kerumahtanggaan (SMTK),
sekolah menengah kesejahteraan keluarga (SMKK), sekolah menengah pekerjaan sosial
(SMPS), sekolah menengah industri kerajinan (SMIK), sekolah menengah seni rupa (SMSR),
sekolah menengah karawitan indonesia (SMKI), dan sekolah menengah musik (SMM).
Sedangkan untuk pendidikan guru, telah dilakukan pembangunan gedung baru, serta
pembangunan ruang kelas dan rehabilitasi sejumlah SPG, SGO dan SGPLB. Kegiatan
perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA telah menunjukkan hasil
yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari meningkatnya daya tampung SMTA yang
dalam tahun 1979/1980 baru berjumlah 1.574.000 orang, dalam tahun 1984/1985 sampai
dengan bulan Agustus 1984 telah mencapai 2.733.200 orang. Hal ini berarti suatu peningkatan
sebesar 70,6 persen selama periode tersebut atau rata-rata sebesar 14,7 persen per tahun.
Pembinaan perguruan tinggi swasta juga terus ditingkatkan, antara lain me1alui
penataan dan pemberian bantuan prasarana serta sarana. Untuk memperlrias kesempatan belajar
kepada siswa dan mahasiswa yang berbakat dan berprestasi, juga telah diberikan sejumlah bea
siswa. Se1ama Pe1ita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diberikan bea siswa kepada
63.400 siswa SD, 39.927 siswa SLTP, 37.373 siswa SMTA, 22.424 mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi, 160 putra Nusa Tenggara Timur, 130 putra Irian Jaya dan 320 putra Timor
Timur. Perkembangan kesempatan belajar diberbagai tingkat pendidikan formal dapat dilihat
pada Tabel VIII.3. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat te1ah pula
ditingkatkan kegiatan pendidikan di luar sekolah. Usaha ini dilakukan melalui Kejar pendidikan
dasar (Paket A), yang telah diikuti oleh 7.404.547 warga pe1ajar selama Pelita III dan tahun
pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984. Adapun lembaga pendidikan luar
sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (PLSM), jumlahnya te1ah mencapai 8.000 buah,
dan menampung sebanyak 1.338.000 orang.
T abel VIII. 3
PENYEDIAAN SARAN A GEDUNG DAN GURU BAGI PENDIDIKAN FORMAL, 1973/1974 -1984/1985
o Kegiatan 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 4)
1. Pembangunan gedung (unit)
- Pendidikan dasar (a 3
ruang kelas) 6.000 6.000 10.000 10.000 15.000 15.000 10.000 14.000 15.000 22.600 13.140 2.200
- Pendidikan menengah - - - 125 135 155 162 246 390 1.150 878 610
- Pendidikan tinggi - - - - - 6 10 11 11 11 11
2. Pembangunan ruang kelas baru
- Pendidikan dasar (ruang) - - 15.000 15.000 15.000 20.000 25.000 35.000 15.700 19.100
- Pendidikan menengah (ruang) 1) - - 1.200 1.300 1.205 1. 725 1.900 2.202 1.614 6.000 6.003 5.420
- Pendidikan tinggi (m 2) 23.261 14.051 16.192 30.000 37.207 52.334 54.500 89.750 103.500 175.347 218.683 123.767
3. Rehabilitasi/pengembangan (sekolah)
- Pendidikan dasar 2) - - 10.000 16.000 15.000 15.000 15.000 20.000 25.000 25.000 21.000 28.500
- Pendidikan menengah - 1.219 703 179 103 92 286 608 923 1.154 1.202 784
- Pendidikan tinggi (m 2) 4.610 7.151 8.105 9.194 27.225 24.380 24.435 29.629 67.080 48.020 50.184 14.085
4. Pengangkatan/penempatan guru (orang)
- Pendidikan dasar 3) 18.000 18.000 50.000 60.000 60.000 75.000 50.000 50.000 103.350 121.100 91.830 23.300
- Pendidikan menengah - - - 4.075 36(SPG) 8.460 7.390 5.320 10.480 12.600 19.672 28.488
- Pendidikan tinggi (dosen) - - - - - 10.500 21.000 32.946 33.790 36.144 36.845
1. Terdiri dari SMP & SMA, tennasuk ruang laboratorium, ruang ketrampilan dan ruang perpustakaan
2. Meliputi SD Negeri, SD Swasta, MI Swasta
3. Termasuk guru agama daD tenaga teknis lainnya
4. Angka sementara.
kepribadian dan budi pekerti luhur, serta partisipasi generasi muda dalam pembangunan.
Sehubungan dengan itu, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah dilaksanakan penataran P4, penataran pemuda tingkat perintis, penataran
pengelola gelanggang, dan penataran tenaga teknis penilik generasi muda, yang masing-masing
diikuti oleh 2.799 orang, 22.556 orang, 325 orang dan 2.192 orang. Selain itu juga telah
dilakukan latihan pemuda tingkat pemuka yang diikuti oleh 6.480 orang dan latihan
pendamping pembina pemuda yang diikuti oleh 210 orang. Sementara itu dalam rangka
pembinaan serta pengembangan keterampilan dan daya kreasi generasi muda antara lain
dilakukan pertukaran pemuda dengan luar negeri dan antarpropinsi, yang masing-masing diikuti
3.576 orang dan 4.855 orang, pembinaan terhadap 8.970 anggota Pasukan Pengibar Bendera
Pusaka (Poskibraka) dan Caraka Muda tingkat propinsi, penyelenggaraan festival pemuda yang
mengikutsertakan 44.270 orang, perkemahan kerja pemuda yang diikuti oleh 3.057 orang,
pembinaan unit kerja produktif terhadap 1.204 orang serta pembinaan terhadap 5.400 orang
satuan tugas sukarela pemuda. Selain itu bantuan kepada KNPI juga telah dimanfaatkan guna
meningkatkan aktivitas, fungsi, mutu, pemantapan organisasi, serta pengadaan prasarana dan
sarana. Untuk itu telah dilakukan pengembangan desa pemuda di beberapa daerah/propinsi,
lomba kreativitas pemuda, latihan instruktur terhadap 3.280 orang, serta latihan kepemimpinan
manajemen yang mengikutsertakan 1.330 orang. Bantuan kepada pramuka dilakukan dengan
menyelenggarakan latihan terhadap 30.955 orang, pembangunan gedung Cadika seluas 16.718
meterpersegi serta pengadaan buku pramuka sebanyak 310.185 eksemplar. Selanjutnya dalam
rangka peningkatan/pengembangan wanita telah dilakukan latihan pengembangan belajar
wanita yang diikuti 24.795 orang, serta lomba desa binaan keluarga sehat dan sejahtera di 26
propinsi.
Untuk peningkatan pengelolaan pendidikan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna,
selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah
dilaksanakan kegiatan-kegiatan, yang antara lain meliputi penataran tenaga nonedukatif,
pembinaan dan peningkatan perencanaan serta penyempurnaan pengawasan. Penataran tenaga
non edukatif telah dilakukan melalui sekolah star dan pimpinan administrasi (Sespa), sekolah
pimpinan administrasi tingkat madya (Sepadya) dan sekolah pimpinan administrasi tingkat
lanjutan (Sepala), yang masing-masing diikuti 300 orang, 260 orang, 150 orang, dan 805 orang,
penataran tingkat menengah nasional dan regional terhadap 600 orang, penataran tingkat
pelaksana terhadap 1.360 orang, pendidikan dan latihan kegrafikaan yang diikuti 6.519 orang
serta penataran tenaga teknis kebudayaan yang diikuti 2.825 orang. Adapun pembinaan dan
dalam 5 aspek dengan ps:nerbitan sebanyak 372 judul, serta pembinaan bimbingan teknis
operasional penelitian yang mengikutsertakan 457 orang. Selain itu juga telah diselenggarakan
penataran tenaga teknis dokumentasi dan informasi kebudayaan yang diikuti 130 orang, dan
penyusunan naskah dad 117 penelitian. Sejalan dengan usaha inventarisasi dan dokumentasi
sejarah nasional, maka dilakukan penelitian, penulisan, dan penyusunan naskah biografi
pahlawan nasional yang meliputi caton pahlawan sebanyak 36 judul, tokoh nasional sebanyak
120 judul, sejarah pahlawan sebanyak 26 judul serta biografi nasional sebanyak 17 judul. Usaha
lain yang dilakukan adalah meliputi penelitian bahasa dan sastra Indonesia dan daerah sebanyak
665 naskah, penelitian purbakala sebanyak 5 aspek serta penerbitan majalah arkeologi.
1984/855) 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85
1. Puskesmas 2.343 3.113 3.443 3.893 4.053 4.353 4.553 4.753 4.953 5.153 5.353 5.453
2. Puskesmas Pembantu 2) - - - - - - 7.342 8.342 10.342 12.342 13.6364) 15.136
3. Puskesmas Ke1iling - - - - - 604 729 979 1.479 1.979 2.479 2.979
4. BaJai Pengobatan 3) 7.124 7.124 4.602 4.180 4.180 4.180
5. B K I A 3) 6.801 6.928 2.744 2.412 2.412 2.412
Sampai dengan bulan Agustus 1984, pengobatan mala telah dikembangkan di 250
puskesmas yang tersebar di 24 propinsi, dan diperlengkapi dengan 167 set peralatan kesehatan
mata dan obat-obatan mata. Di samping itu telah diselenggarakan pula latihan kesehatan mala
bagi 221 paramedis dan 1.670 kader/pemuka masyarakat. Selanjutnya di bidang kesehatan olah
raga telah dikembangkan pusat kesehatan olah raga di 8 propinsi. Dalam rangka pencegahan
dan pengobatan penyakit pada anak-anak sekolah, telah dilakukan usaha kesehatan sekolah
(UKS) melalui kunjungan berkala petugas puskesmas ke sekolah-sekolah. Selain dilakukan
pemeriksaan guna menemukan kelainan-kelainan kesehatan yang ada sedini mungkin, dan
pengobatan pertama bagi yang memerlukan, juga diberikan penyuluhan kesehatan kepada anak-
anak sekolah, imunisasi, serta pembinaan kesehatan lingkungan. Selama Pelita III telah dapat
dicakup sebanyak 95.404 SD, 9.280 SLP dan 3891 SLA. Di samping itu dalam rangka UKS
juga telah dilakukan penataran terhadap105.191 guru yang terdiri dati 97.620 guru SD, 5.224
guru SLTP dan 2.347 guru SLTA.
Program perawatan kesehatan masyarakat sampai dengan bulan Agustus tahun 1984,
telah dilaksanakan di 2.254 puskesmas dengan membina 82.426 keluarga, di samping juga
terhadap golongan khusus yang berada di 52 panti dan tersebar di 24 propinsi. Bersamaan
dengan itu, ditingkatkan pula pelayanan kesehatan gigi kepadamasyarakat. Dalam Pelita III,
melalui usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) telah dilaksanakan pemanduan UKGS selektif
bagi 108 SD, dan pengembangan pelayanan kesehatan gigi integrasi terhadap 258 SD di 139
daerah tingkat II. Sedangkan dalam rangka kesehatan gigi masyarakat desa, telah ditempatkan
sebanyak 1.250 orang tenaga perawat gigi di 402 puskesmas. Selanjutnya dalam upaya
kesehatan gigi sekolah telah dilakukan penempatan sebanyak 62 set klinik gigi lapangan
(KGL), serta peningkatan pelayanan gigi di 104 RSU kelas D yang dilengkapi dengan 104 unit
klinik gigi basis, di 40 RSU kelas C yang dilengkapi dengan peralatan bedah mulut
sederhana,dan di 30 rumah sakit yang dilengkapi dengan peralatan rehabilitasi gigi (unit teknik
gigi). Di samping itu juga dilakukan survai epidemiologi terhadap 11.500 orang, survai
pengumpulan data kadar flour dalam posta gigi, standarisasil metodologi terhadap' 10 daerah
pelayanan, dan UKGS di puskesmas-puskesmas, serta pemantapan standarisasi pelayanan di
rumah sakit.
Dalam Pelita III, telah dilakukan juga pelayanan kesehatan jiwa yang dititikberatkan
pada upaya pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi mental, serta penanggulangan penderita
mental khususnya psikotik, gelandangan dan posung. Adapun pelaksanaannya dilakukan
melalui rumah soot jiwa (RS jiwa), serta integrasi kesehatan jiwa ke puskesmas dan rumah sakit
umum (RS umum). Untuk itu fungsi rumah sakit jiwa sebagai pusat rujukan pelayanan
kesehatan jiwa semakin ditingkatkan. Selama Pelita III telah dilakukan integrasi kesehatan jiwa
ke 560 puskesmas, dengan jumlah kunjungan posien mental sekitar 40.000 per tahun.
Sedangkan melalui RSU, sejak tahun 1980/1981 sampai dengan akhir Pelita III, telah
diintegrasikan kesehatan jiwa ke 90 RSU.
dengan meningkatnya sarana fisik tersebut, diberikan pula bantuan berupa peralatan medis dan
non medis kepada 135 RSU propinsi/kabupaten, dan 5 RS khusus vertikal. Peningkatan
pembangunan sarana pelayanan kesehatan tersebut telah diikuti pula dengan peningkat an
jumlah tenaga kesehatan. Untuk itu selama Pelita III telah ditempatkan di 133 RS sebanyak 263
tenaga dokter, yang memiliki keahlian dasar bedah, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan
serta penyakit dalam. Perkembangan tenaga kesehatan dapat diikuti pada Tabel VIII.5.
Tabel VIII. 5
JUMLAH BEBERAPAjENIS TENAGA KESEHATAN, 1973/1974 -1983/1984
J enis Tenaga 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 2) 1983/84 3)
1. D okter 6.221 7.644 8.279 8.977 9.805 10.456 11.681 12.931 15.400 16.000 17.647
2. Per a w a t 1) 7.736 8.066 9.856 ) 28.926 27.711 31.061 32.854 35.520 37.693 40.000 44.113
3. Bid ani) 8.323 9.160 10.720 )
4. Penjenang kesehatan 24.248 26.262 28.707 30.972 33.237 35.577 35.361 35.698 35.678 35.679 35.679
1) Sejak tahun 1976/1977 perawat dan bidan ditetapkan menjadi tenaga perawat kesehatan.
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
Sementara itu guna memenuhi kebutuhan obat dalam masyarakat, selama Pelita III
telah disediakan obat-obatan dan bahan-bahan obat antara lain untuk RSU khusus pusat,
penanggulangan bencana alam, AMD (ABRI Masuk Desa) serta kegiatan sosial lainnya.
Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diberikan bantuan obat-
obatan kepada 40 RS propinsi. Adapun untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam
peningkatan derajat kesehatannya, dibentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD), melalui latihan dan bimbingan tenaga sukarelawan kesehatan desa, yang disebut
promotor kesehatan desa (Prokesa). Sampai dengan akhir Pelita III, PKMD tersebut telah
dikembangkan di 7.693 desa meliputi sebanyak 1.678 kecamatan, dan 269 Dati II yang tersebar
di seluruh propinsi. Dari jumlah tersebut, yang dikembangkan melalui bantuan Pemerintah
meliputi sebanyak 1.698 desa, di 410 kecamatan dan 101 Dati II, sedangkan sisanya. sebanyak
5.985 desa, di 1.268 kecamatan, dan 168 Dati II merupakan hasil swadaya masyarakat.
prioritas jenis penyakit yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan itu, pemberantasannya
diprioritaskan pada penyakit malaria melalui penurunan jumlah penderita, dan penanggulangan
wabah yang terjadi di Jawa dan Bali, melindungi penduduk yang telah kebal dan berpindah dari
Jawa dan Bali, serta menurunkan jumlah penderita di daerah yang keadaan sosial ekonominya
rendah termasuk pemukiman transmigran dan pemukiman baru. Dalam tahun 1984/1985
sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap
sekitar 749 ribu sediaan darah penderita, pemberian obat kepada sekitar 798 ribu orang
penderita, dan penyemprotan terhadap sekitar 75 ribu buah rumah. Dengan demikian sejak
Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan
terhadap 48,3 juta sediaan darah, pengobatan alas 45 juta orang dan penyemprotan 17 juta buah
rumah. Pemberantasan penyakit demam berdarah (arbovirosis) dalam tahun pertama Repelita
IV sampai dengan bulan Agustus 1984, dilakukan melalui pemberantasan jentik nyamuk pada
sekitar 200 ribu rumah dan penanggulangan fokus pada 800 lokasi. Dengan demikian selama
Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemberantasan jentik nyamuk
terhadap 528.516 buah rumah dan penanggulangan 11.632 fokus. Pemberantasan penyakit kaki
gajah (filariasis) dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap 146.778 sediaan darah malam dan pengobatan terhadap 200.557 orang
penderita. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diperiksa
sebanyak 737.702 sediaan darah malam, dan diobati sebanyak 1.136.573 orang penderita.
Dalam waktu yang sama untuk pemberantasan penyakit rabies dan pes telah dilakukan
pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 200 sediaan darah tersangka rabies dan pengobatan
terhadap 1.700 orang yang digigit oleh hewan tersangka rabies. Sejak Pelita III sampai dengan
bulan Agustus tahun 1984, telah dikumpulkan dan diperiksa sebanyak 8.970 sediaan darah
tersangka rabies, dan diobati sebanyak 66.408 orang penderita gigitan hewan tersangka rabies.
Adapun dalam rangka pemberantasan penyakit pes, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan
bulan Agustus 1984 telah diobati sebanyak 70 orang tersangka pes, sehingga sejak tahun
1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diobati sebanyak 1.424 orang
tersangka penderita pes. Pemberantasan penyakit demam keong (scbistosomiasis) dilakukan
melalui survai terhadap tikus, keong dan specimen tinja, sella pengobatan selektif terhadap
penderita di daerah endemis, yaitu di sekitar danau Lindu (Sulawesi Tengah). Selama Pelita III
telah dilaksanakan survai di 15 lokasi dan pengobatan terbatas terhadap 12.799 orang penderita.
Di samping itu dilakukan juga pemberantasan terhadap penyakit anthrax, yakni penyakit
menularyang bersumberdari binatang. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan buIan
Agustus 1984 tdah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 10 sediaan dan
Selain pemberantasan terhadap penyakit menular yang bersumber dari binatang, telah
dilakukan pula pemberantasan penyakit yang menular secara langsung. Dalam tahun 1984/1985
sampai dengan bulan Agustus 1984, pemberantasan terhadap TBC paru dilakukan melalui
pemeriksaan dahak dari 19.000 orang penduduk dan pengobatan kepada 2.000 orang penderita,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan
bulan Agustus 1984 telah. diadakan pemeriksaan dahak terhadap 1.255.846 orang tersangka
TBC, dan diobati sebanyak 141. 300 orang penderita, baik dengan streptomycin maupun
rifampisin. Jumlah penderita yang diobati tersebut belum termasuk penderita yang diobati oleh
BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru) dan dirumah-rumah sakit. Untuk pemberantasan
penyakit frambosia juga te1ah dilakukan pemeriksaan terhadap sekitar 231.000
orangpendudukdan pengobatan terhadap 4.500 orang penderita, sehingga sejak Pelita III sampai
dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diperiksa sebanyak 37.268.231 orang penduduk dan
diobati sebanyak 534.903 orang..penderita. Untuk pemberantasan penyakit ke1amin, dalam
tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan
darah terhadap sekitar 20.500 orang, pemeriksaan gonorhoe terhadap 800 orang, dan
pengobatan terhadap 17.500 orang penderita. Secara keseluruhan, sejak Pe1ita III sampai
dengan bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan pemeriksaan darah terhadap 916.940 orang,
pemeriksaan gonorhoe terhadap 271.079 orang, dan pengobatan terhadap 287.893 orang
penderita. Se1anjutnya untuk pemberantasan penyakit kusta yang mempunyai angka kesakitan
tinggi, antara lain di daerah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, dalam tahun 1984 te1ah diperiksa
sekitar 25 ribu anak sekolah, dan 24.900 orang kontak (orang yang mempunyai hubungan
dengan penderita). Dari hasil pemeriksaan tersebut, te1ah diobati secara teratur sebanyak
15.200 orang penderita, sehingga dengan demikian secara kese1uruhan sejak Pelita III sampai
dengan bulan Agustus tahun 1984 te1ah diperiksa sebanyak 20.608.702 anak sekolah dan
2.134.183 orang kontak, serta pengobatan terhadap 467.510 orang penderita. Dalam tahun yang
sarna juga te1ah dilakukan pemberantasan terhadap penyakit cacing tambang dan parasit
lainnya, melalui pemeriksaan sediaan darah dan sediaan tinja dari 105.153 orang, serta
pengobatan terhadap sekitar 5.200 orang penduduk. Dengan demikian sejak tahun 1979/1980
sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan tinja
terhadap 105.153 orang, dan pengobatan terhadap 646.722 orang penduduk, Berkaitan dengan
pemberantasan penyakit kholera, te1ah dikembangkan 482 puskesmas menjadi pusat rehidrasi,
serta te1ah ditemukan dan diobati sebanyak 246.000 orang penderita diare dan 4.100 orang
penderita tersangka kholera. Sehubungan dengan itu, sejak awal Pelita III sampai dengan bulan
Agustus tahun 1984 te1ah dikembangkan sebanyak 811 puskesmas menjadi pusat rehidrasi,
serta telah diobati penderita diare dan kholera masing-masing sebanyak 4.006.583 orang dan
1.205.192 orang.
kejadian luar biasa (KLB), survai penyakit-penyakit tertentu di 255 rumah sakit, pengambilan
900 sampel, penyebaran data dalam bentuk bulletin epidemologi sebanyak 4.400 eksemplar,
serta pelaksanaan survai entomologis serangga penular penyakit pada 200 lokasi. Sejak Pelita
III dan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, secara keseluruhan telah
dilaksanakan penyelidikan terhadap 21.520 KLB, survai beberapa penyakit menular di 2.418
rumah sakit, pengambilan 741.495 sampel, dan penyebaran data dalam bentuk bulletin
epidemiologi sebanyak 217.214 eksemplar.
Untuk menunjang penurunan angka kematian anak balita dan peningkatan kemampuan
masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, terutama bagi golongan rawan
dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota, telah dilaksanakan
usaha perbaikan gizi. Kegiatan ini diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan status gizi
masyarakat, serta pencegahan dan penanggulangan masalah gizi khususnya terhadap penderita
kurang kalori protein (KKP), kurang vitamin A, anemia gizi besi serta gondok endemik melalui
peranserta aktif masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan KKP terutama ditujukan pada
anak pra-sekolah, wan ita hamil, wanita menyusui serta penduduk di daerah rawan pangan dan
bencana alam. Untuk menurunkan jumlah anak yang menderita KKP, baik dalam tingkat ringan
maupun sedang, telah dilakukan peningkatan dan perluasan usaha perbaikan gizi keluarga
(UPGK). Sehubungan dengan usaha peningkatan pelayanan kesehatan bagi anak-anak penderita
gizi buruk, kaitan antara UPGK dengan puskesmas juga semakin ditingkatkan. Kegiatan UPGK
yang dilaksanakan secara terpadu di sektor kesehatan, pertanian, agama dan keluarga
berencana, serta swadaya masyarakat tersebut antara lain mencakup penimbangan anak balita,
penyuluhan gizi, pemberian paket pertolongan gizi, pemanfaatan tanaman pekarangan dan
pemberian makanan tambahan. Dalam tahun pertama Repelita IV selain dilanjutkan pembinaan
pada desa UPGK lama, juga te1ah dikembangkan UPGK pada 3.000 desa baru, sehingga sejak
tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 kegiatan tersebut te1ah
mencakup sebanyak 43.085 desa. Penanggulangan dan pencegahan kekurangan vitamin A pada
aDak balita dalam tahun 1984/1985 sampai dengan Agustus 1984, telah dilaksanakan khusus
untuk 15 propinsi rawan vitamin A yang desa-desanya belum terjangkau oleh UPGK melalui
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terhadap 1.550 orang anak balita. Dengan demikian
sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 melalui kegiatan tersebut telah dicapai
sebanyak 15.017.061 orang anak balita. Se1anjutnya guna menanggulangi dan mencegah
gondok endemik, dalam waktu yang sarna telah dilakukan penyuntikan larutan radium dalam
minyak terhadap daerah endemik berat meliputi 1.663.000 orang, sehingga dengan demikian
sejak Pelita III hingga bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan penyuntikan terhadap 6.279.815
orang penduduk yang tinggal di daerah-daerah pegunungan. Sedangkan untuk menanggulangi
dan mencegah anemia gizi besi telah dilakukan pemberian pil zat besi, penyuluhan gizi dan
pemanfaatan tanaman pekarangan, yang pelaksanaannya diintegrasikan ke dalam UPGK,
sehingga me1alui paket tersebut se1ama Pelita III telah dicukupi kebutuhan zat besi terhadap
1.790.650 orang ibu hamil Adapun sistem kewaspadaan pangan dan gizi yang se1ama Pelita III
baru dilaksanakan di beberapa daerah pemanduan di 5 propinsi, dalam tahun 1984/1985 sampai
dengan bulan Agustus 1984 telah diperluas ke 2 propinsi baru yaitu Jawa Barat dan Jawa
Timur.
Salah satu syarat penting untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam
masyarakat adalah tersedianya air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, terutama
bagi penduduk yang berpenghasilan rendah baik di daerah pedesaan maupun di daerah
perkotaan. Untuk itu se1ain disediakan sarana dan teknologi sederhana, terus dilakukan pula
penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
memelihara sarana air bersih, serta pengawasan kualitas air minum dan pencemaran
lingkungan. Adapun penentuan lokasi sarana air tersebut diprioritaskan pada daerah-daerah
yang sulit memperoleh air bersih dan daerah yang tinggi angka kesakitan terhadap penyakit
kholera dan penyakit perut lainnya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1984/1985 sampai
dengan bulan Agustus 1984 te1ah dibangun berbagai jenis sarana air minum meliputi 3 buah
penampungan mata air dengan perpipaan (PP), 7 buah sumur artesis (SA), 16 buah sumur gali
(SGL), 1.277 buah sumur pompa tangan dangkal (SPT DK) dan 431 buah sumur pompa tangan
dalam (SPT DL). Selanjutnya dalam waktu yang sama telah dibangun pula saringan pasir
sederhana sebanyak 3 buah, sarana pengolahan Fe dan Mn sebanyak 7 buah dan kran umum
sebanyak 40 buah. Selain telah dibangun berbagai sarana fisik tersebut, dilakukan pula
pelaksanaan survai di 146 lokasi. Dengan demikian sejak Pelita III sarnpai dengan bulan
Agustus tahun 1984 telah dibangun sebanyak 628 buah PP, 250 buah SA, 13.741 buah SGL,
244.411 buah SPT DK dan 27.160 buah SPT DL. Sejalan dengan itu, telah dibangun pula
saringan posir sederhana, sarana pengolahan Fe dan Mn serta kran umum, masing-masing
sebanyak 3 buah, 26 buah dan 40 buah, dan juga dilakukan survai di 800 lokasi.
Untuk menciptakan lingkungan pemukiman yang sehat terutama bagi masyarakat kota
dan masyarakat desa yang berpenghasilan rendah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan
Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum di 129lokasi, pembangunan multiple latrine
sebanyak 10 buah, peningkatan sanitasi perumahan dan lingkungan di 93 lokasi, pengamatan
pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida di 1.660 lokasi, serta grading tempat
pembuatan dan penyimpanan makanan (TP2M) sebanyak 1.180 buah. Dengan demikian sejak
Pelita III sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum, peningkatan
sanitasi perumahan dan lingkungan, serta pengarnatan pencemaran lingkungan akibat
penggunaan pestisida, masing-masing di 77.271lokasi, 413 lokasi dan 1.660 lokasi, di samping
juga pembangunan multiple latrine dan grading TP2M, masing-masing sebanyak 428 buah dan
5.977 buah.
kegunaan, standar mutu dan persyaratan lain yang telah ditetapkan, kegiatan pendaftaran obat,
makanan, alat kesehatan dan sebagainya semakin ditingkatkan. Berkaitan dengan itu selama
Pelita III telah terdaftar produksi obat dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 4.516
macam dan 48 macam, serta produksi makanan dalam dan luar negeri sebanyak 8.467 macam
dan 1.054 macam. Selain itu telah dilakukan pula pendaftaran terhadap produk kosmetika
dalam dan luar negeri sebanyak 3.195 macam dan 3.146 macam, serta alat-alat kesehatan
produksi dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 1.425 macam dan 2.256 macam.
Dalam hal narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya, pengawasannya dilakukan melalui
pengaturan izin impor bagi apotik atau badan usaha yang akan mengimpor dan
mengedarkannya, di samping melalui wajib daftar dan pemeriksaan laboratorium terhadap
sampel narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya yang telah beredar. Sementara itu untuk
mendukung kegiatan pengujian obat dan makanan, sampai dengan akhir Pelita III telah
dilakukan perluasan dan pembangunan gedung laboratorium pengujian obat dan makanan di 26
propinsi, yang terdiri dari laboratorium tipe B di 8 propinsi dan laboratorium tipe C di 18
propinsi. Sedangkan untuk menjamin keselamatan pemakaian obat, makanan dan lainnya,
selama Pelita III antara lain telah diterbitkan dan diundangkan peraturan tentang bahan
berbahaya, penandaan obat, kriteria obat jadi, serta kadaluwarsa makanan yang berasal dari
susu dan makanan-makanan bayi.
Faktor penduduk merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus sebagai faktor
dominan dalam pembangunan nasional. Namun demikian, agar pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, maka perlu adanya pengaturan
pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk itu sejak Pelita I sampai dengan Pelita III telah
dilaksanakan program keluarga berencana (KB) nasional, yang ditempuh atas dasar sukarela.
Sejalan dengan perkembangan waktu dan pertimbangan hasil-hasil yang telah dicapai selama
ini, tujuan secara kuantitatif demografis semakin dipercepat. Penurunan fertilitas sebesar 50
persen dari keadaan tahun 1971, yang semula direncanakan dapat dicapai dalam tahun 2000,
dipercepat untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 10 tahun lebih awal yaitu dalam tahun
1990. Oleh karena itu dalam memasuki tahun kedua Repelita IV ini, usaha percepatan program
KB nasional ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun
informal, dan mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah
kepada masyarakat. Selain itu guna melaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan
Penggunaan alat kontrasepsi diarahkan pada alat kontrasepsi yang selain lebih murah
juga mempunyai clara lindung yang efektif, seperti spiral atau IUD. Untuk itu telah dilakukan
berbagai kegiatan program KB, antara lain Safari Spiral, Safari Catur Warga dan terakhir
dikenal pula Safari KB Senyum (sungguh enak dan nyaman untuk masyarakat) Terpadu.
Pelaksanaan program KB ini apabila dilihat dari dimensi perluasan jangkauan kuantitatifnya
yaitu jumlah peserta KB baru, telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam
tahun terakhir Pelita III telah diperoleh peserta KB baru sebanyak 5,2 juta, sehingga jumlah
seluruhnya dari awal Pelita III sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai sebanyak 18,4
juta peserta KB baru. Jika dalam tahun-tahun sebelumnya lebih dari 50 persen peserta KB baru
menggunakan kontrasepsi pil, pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV telah menurun sampai di
bawah 50 persen. Di lain pihak, jumlah peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi IUD
memperlihatkan kecenderungan meningkat yaitu dari sekitar 16 persen dalam tahun 1980/1981
menjadi sekitar 27 persen pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV. Demikian pula halnya
dengan peserta KB baru yang menggunakan metode suntikan telah meningkat dari sekitar 3
persen pada awal Pelita III menjadi sekitar 28 persen pada awal Pelita IV. Di samping terjadi
peningkatan dalam jumlah peserta KB baru, dari segi kualitas pun menunjukkan kenaikan, yaitu
sebagian besar peserta KB baru tersebut berumur di bawah 30 tahun dan berasal dari keluarga
petani. Hal ini berarti bahwa penggarapan program KB telah dapat diarahkan kepada sasaran
yang mempunyai potensi melahirkan yang tinggi, dan merupakan mayoritas daripada
masyarakat yang berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Perkembangan jumlah peserta
dan metode kontrasepsi yang digunakan dapat diikuti pada Tabel VIII.6.
Tabel VIII. 6
JUMLAH AKSEPTOR BARU Y Al'TG DICAPAI MENURUT METODE
KONTRASEPSI, 1969/1970 - 1984/1985 ( ribu orang)
Tahun Pil IUD Lain -lain Jumlah
1969/1970 14,6 29 9,5 53,1
1970/1971 79,8 76,4 24,9 181,1
1971/1972 281,8 212,7 24,9 519,4
1972/1973 607 380,3 91,6 1.078,90
1973/1974 857,7 293,2 218,2 1.369,10
1974/1975 1.087,80 187,2 317,9 1.592,90
1975/1976 1.330,30 252 384,3 1.966,60
1976/1977 1.481,70 400,2 330,9 2.212,80
1977/1978 1.593,90 366,5 286;1 2.246,50
1978/1979 1.524,50 405,7 285,7 2.215,90
1979/1980 1.550,90 398,2 280,5 2.229,70
1980/1981 2.120,80 496,8 433,5 3.051,10
1981/1982 1.908,60 596,8 461,4 2.966,80
1982/1983 2.055,20 892,4 937,6 3.885,20
1983/1984 2.316,20 1.424,50 1.505,40 5.246,10
1984/1985 1) 382,6 265,9 335 983,5
1) Angka sementara sampai dengan bulan Juli 1984
Keberhasilan pelaksanaan program KB nasior.al ini selain didukung oleh kegiatan para
petugas KB dan kesadaran masyarakat, ditunjang pula oleh penyediaan sarana pelayanan yang
memadai, baik berupa klinik KB maupun tenaga medis dan administrasinya. Sejalan dengan
meningkatnya kegiatan KB, jumlah klinik KB selama ini juga terus bertambah, sehingga
sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai 7.220 buah klinik yang tersebar sampai ke
kecamatan-kecamatan dan desa-desa. Menurut statusnya, klinik tersebut terdiri dari 5.911 buah
klinik milik Departemen Kesehatan, 480 buah klinik milik ABRI, 246 buah klinik milik instansi
lainnya dan 583 buah klinik milik swasta. Selain melalui klinik KB, untuk menjangkau
pelayanan KB yang lebih luas kepada masyarakat dikembangkan juga kegiatan pelayanan KB
melalui till KB keliling. Di daerah perkotaan, pelayanan KB kepada masyarakat didukung oleh
meningkatnya partisiposi para dokter dan bidan praktek swasta, selain juga dari dukungan
pelayanan dan penanggulangan efek sampingan yang dilakukan di klinik dan di rumah sakit
yang menjadi pusat rujukan. Sedangkan untuk daerah pedesaan, pelayanan kegiatan KB ini
dilakukan melalui pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan sub-PPKBD.
Sedangkan jumlah tenaga medis yang mendukung pelayanan KB sampai dengan bulan Juni
1984 telah mencapai sebanyak 16.435 orang, yang terdiri dari 4.653 orang dokter, 6.584 orang
bidan dan 5.198 orang pembantu bidan. Adapun jumlah tenaga administrasi klinik dan petugas
lapangan masing-masing adalah sebanyak 4.722 orang dan 12.041 orang. Perkembangan KB
dan tenaga pendukungnya dapat diikuti pada Tabel VIII.7.
Tab el VIII. 7
JUMLAH KLINIK, PERSONALIA DAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA, 1969/1970 - 1984/1985
( dalam jumlah orang, kecuali untuk klinik KB dalam satuan )
Tenaga
Tahun Jumlah Dokter Bidan Pembantu administtasi Petugas
klinik bidan klinik lapangao
1969/1970 727 421 855 75 - 1) - 2)
1970/1971 1.465 556 1.678 580 322 - 2)
1971/1972 1.861 791 1.758 605 1.275 1.930
1972/1973 2.137 883 1. 776 1.143 1.646 3.774
1973/1974 2.235 1.186 2.241 1.959 1.970 q.9Q.9
1974/1975 3.018 1.956 3.421 2.657 2.609 6.639
1975/1976 3.343 2.316 3.919 3.098 2.995 6.578
1976/1977 3.620 2.569 4.213 3.349 3.232 6.445
1977/1978 3.791 2.750 4.436 3.532 3.392 6.682
1978/1979 4.134 2.882 4.568 3.715 3.504 6.999
1979/1980 5.118 3.594 5.476 4.319 3.927 7.000
1980/1981 5.609 3.808 5.707 4525 4.096 7.000
1981/1982 6.129 3.975 5.974 4.661 4.242 9.964
1982/1983 6.586 4.303 6.239 4.920 3) 4.478 11.425
1983/1984 7.064 4.601 6.544 5.141 4.667 12.041
1984/19854) 7.220 4.653 6.584 5.198 4.722 12.041
Selain itu, dengan mengikuti program KB, maka peranan dan status wan ita akan lebih potensial
baik sosial maupun ekonomis. Maka dari itu dikembangkan suatu usaha bersama dalam
program peningkatan pendapatan yang dilakukan melalui kelompok-kelompok peserta KB.
secara adil dan merata, terutama bagi para penyandang permasalahan sosial. Sejak tahun
pertama Repelita IV, pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di samping diarahkan pada
kelanjutan perbaikan dan perluasan segala kegiatan yang berfungsi pelayanan, juga lebih
diutamakan pada kegiatan yang berfungsi pencegahan dan pengembangan. Sehubungan dengan
itu, partisipasi sosial masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial semakin
dikembangkan.
Pelita III sampai dengan akhir 1983/1984, melalui stimulan sarana produksi telah berhasil
dibina dan ditingkatkan taraf hidup para keluarga yang berpenghasilan rendah sebanyak
242.709 keluarga bina swadaya. Di samping itu dalam waktu yang sama te1ah diberikan pula
7.908 unit stimulan dana kesejahteraan sosial yang te1ah melibatkan 79.080 kepala keluarga
(KK).
arah kehidupan sosial yang selaras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu
diberikan pula bimbingan mental, sosial dan berbagai keterampilan dalam bidang-bidang usaha
kesejahteraan sosial. Sarana lain untuk membina masyarakat berasing adalah melalui
pemukiman di suatu lokasi yang terletak pada jalur komunikasi dan ekonomi, yang dilengkapi
dengan sarana umum seperti tempat ibadah, balai sosial dan sekolah sederhana. Sejalan dengan
itu, kepada setiap keluarga diberikan bantuan rumah sederhana, dan tanah seluas 2 hektar
sehingga diharapkan taraf hidup mereka akan dapat lebih ditingkatkan. Sampai dengan akhir
bulan Oktober 1984 melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 13.449 KK.
melalui kegiatan ini sampai dengan akhir tahun 1983/1984 telah dibina sebanyak 8.833 KK dan
14.822 remaja putus sekolah.
Untuk memulihkan kembali rasa harga diri, serta membangkitkan minat dan kecintaan
bekerja bagi para gelandangan dan pengemis, kepada mereka telah diberikan bimbingan sosial,
mental dan agama. Selain itu kepada mereka diberikan pula keterampilan yang bersifat
ekonomis produktif, sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Setelah
mendapatkan bimbingan dan keterampilan tersebut, para gelandangan dan pengemis itu
disalurkan melalui kegiatan transmigrasi sosial, pemukiman lokal, pola swakarya dan pola
pondok so sial. Sampai dengan akhir 1983/1984, melalui kegiatan ini telah dapat dibina
sebanyak 13.745 KK, yaitu melalui swakarya sebanyak 4.835 KK, melalui transmigrasi sosial
sebanyak 5.765 KK, melalui pemukiman lokal sebanyak 2.545 KK serta melalui pondok sosial
sebanyak 600 KK. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984,
telah diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan kepada 561 orang dan 41 KK fakir
miskin.
dilakukan pemeliharaan dan pemugaran makarn perintis kemerdekaan, makam pahlawan dan
taman makam pahlawan (TMP), serta pembangunan monumen kepahlawanan. Selama Pelita III
telah dibangun dan dipugar sebanyak 157 buah TMP dan 9 buah makam pahlawan nasional
serta penulisan buku perjuangan sebanyak 10.000 eksemplar. Selain itu juga telah diberikan
bantuan dan penyantunan perintis/pejuang kemerdekaan, antara lain berupa bantuan usaha
produktif kepada 1.165 orang, bantuan perbaikan rumah kepada 165 orang, dan bantuan
pemugaran makam sebanyak 280 buah. Sampai kini jumlah perintis/pejuang kemerdekaan yang
masih hidup dan yang jandanya telah mendapat pengakuan, masing-masing adalah sebanyak
2.525 orang dan 4.292 orang.
Usaha yang berkaitan dengan pemberian bantuan dan penyantunan kepada para korban
bencana alam pada dasarnya bersifat darurat, dan merupakan rehabilitasi agar kondisi sosial
ekonomi para korban dapat menjadi lebih baik. Kegiatan ini antara lain dilakukan melalui
pengadaan panti persinggahan pada daerah-daerah rawan bencana, seperti propinsi Aceh, Riau,
Sulawesi Utara, Maluku dan Bali, di samping juga dilaksanakan melalui pemberian bantuan
berupa beras, obat-obatan dan pakaian. Bersamaan dengan itu diusahakan pula peningkatan
tarat hidup melalui bimbingan, motivasi dan berbagai .macam latihan keterampilan yang
ekonomis produktif. Selain itu melalui pemukiman lokal dan transmigrasi sosial, para korban
telah dipindahkan pula ke temp at lain. Sejak awal Pelita III sampai dengan bulan Oktober
1984, telah dilakukan rehabilitasi sosial korban bencana alam sebanyak 35.606 KK. Sedangkan
selama Pelita III telah dilakukan pemberian bantuan bahan bangunan rumah kepada 2.075 KK,
latihan pembimbing dan petugas lapangan sebanyak 540 orang, serta penyediaan panti
persinggahan sebanyak 28 buah. Adapun jumlah para korban bencana alam yang
ditransmigrasikan ke luar pulau Jawa dan Bali mencapai 3.840 KK dan yang ditempatkan pada
pemukiman lokal di luar pulau Jawa dan Bali adalah sebanyak 3.388 KK.
Pembinaan hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan
yang tengah berlangsung. Sehubungan dengan itu, kebijaksanaan pokok dalam pembangunan
dan pembinaan hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan
tingkat dan perkembangan pembangunan di berbagai bidang. Dengan demikian dapat
diciptakan ketertiban dan kepostian hukum yang pada gilirannya dapat memperlancar
pembangunan. Untuk itu telah dilaksanakan pembaharuan dan pembentukan perangkat hukum
nasional. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan 7 buah undang-undang, yang terdiri dari
Undang-Undang tentang Tambahan dan Perubahan Atas Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 1982/1983, Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara
Tahun 1979/1980, Undang-Undang ten tang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Un dang-Un
dang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak
Penghasilan, Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah, serta Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun 1984/1985. Sementara itu dalam waktu yang sarna juga telah disahkan sebanyak 44 buah
peraturan Pemerintah, antara lain Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Pajak Penghasilan 1984, Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai 1984, Pendaftaran, Pemberian
Nomor Wajib Pajak, Penyampaian Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Pengajuan Keberatan,
serta Peraturan Pemerintah tentang Pajak Atas Bunga Deposito Berjangka dan Tabungan-
tabungan lainnya. Selain itu juga telah dihasilkan Peraturan Pemerintah ten tang Dewan Pers,
Pelaksanaan KUHP, Asuransi Sosial Tenaga Kerja, Badan Administrasi Kepegawaian Negara,
Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pensiun Bagi Penerima Pensiun/Tunjangan Yang
Bersifat Pensiun, serta Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Masyarakat. Sementara itu
telah pula dihasilkan sejumlah Keputusan Presiden antara lain Keppres tentang Rencana
pembangilnan Lima Tahun Keempat (Repelita IV) tahun 1984/1985-1988/1989, Jam Krida
Olah Raga, Penangguhan Pajak Penghasilan Atas Bunga Pinjaman Yang Diterima Pemerintah
Dalam Rangka Pinjaman Luar Negeri, Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal
Tahun 1983/ 1984, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Koordinasi Usaha
Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat, Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan
Pengemis, serta Keppres ten tang Dewan Standardisasi Nasional. Sedangkan yang berupa
Instruksi Presiden, antara lain Inpres tentang Pelaksanaan Penjadwalan Kembali Proyek-proyek
di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi, Penjadwalan Kembali Proyek-proyek
Pembangunan yang Pembiayaannya Menggunakan Devisa Negara atau Kredit Komersial Luar
Negeri, serta Inpres tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Selanjutnya dalam tahun
1983/1984 telah dibahas pula sejumlah rancangan undang-undang, antara lain meliputi
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Pidana, Perbendaharaan Negara, Grasi,
Hukum Perdata Internasional, serta RUU tentang Pelimpahan Teknologi.
berbentuk kegiatan ilmiah, antara lain berupa penelitian hukum, pertemuan ilmiah dalam
bentuk lokakarya, seminar dan simposium serta penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang
hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dilaksanakan berbagai penelitian
antara lain atas pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (KUHAP), aspek
hukum perlindungan berkenaan dengan perluasan lokasi industri, masalah yang timbul
sehubungan dengan pelaksanaan RUU Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perlindungan
hukum terhadap konsumen jasa angkutan, aspek hukum dalam praktek pertanggungan
perbankan umuk usaha pemborongan bangunan, serta kejahatan akibat teknologi modem.
Sedangkan pertemuan ilmiah yang diselenggarakan antara lain meliputi evaluasi terhadap
pembangunan hukum Pelita III menjelang Pelita IV, harmonisasi hukum di negaranegara
ASEAN, penanggulangan kejahatan dan pembinaan narapidana, serta hukum kedokreran. Di
samping itu dalam waktu yang sarna juga telah dihasilkan penulisan karya ilmiah dengan judul
Perlindungan hak-hak azasi manusia dalam KUHAP serta Politik hukum baru mengenai
kedudukan dan Peranan hukum adat dan hukum Islam dalam pembinaan hukum.
Kegiatan yang dilakukan dalam penegakan hukum pada dasarnya diarahkan untuk
meningkatkan ketertiban dan kepostian hukum dalam masyarakat. Untuk itu telah dilakukan
pemantapan kedudukan dan wewenang badan-badan penegakan hukum, pemantapan sikap,
perilaku dan kemampuan para penegak hukum, peningkatan operasi yustisi untuk pengamanan
hasil-hasil dan pelaksanaan pembangunan yang sedang berjalan, serta penyempurnaan
koordinasi dan kerjasama fungsional, baik antarsesama aparatur penegak hukum maupun
dengan instansi-instansi lain. Selanjutnya untuk menunjang peningkatan dan penyempurnaan
penegakan hukum, khususnya dalam' pembinaan peradilan, terus diusahakan agar proses
peradilan lebih sederhana, cepat, jujur dan dengan biaya yang terjangkau oleh pencari keadilan
dalam berbagai lapisan masyarakat. Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 telah
dibentuk 7 pengadilan negeri yang terletak di Garut, Pacitan, Kotacane, Sungai Liat, Putusibau,
Gorontalo dan Watampone. Dengan demikian sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985
telah dibangun 291 pengadilan negeri yang tersebar di hampir setiap kabupaten/kotamadya, dan
26 pengadilan tinggi yang terdapat pacta setiap propinsi kecuali Propinsi Timor Timur. Selain
itu guna meningkatkan pemerataan kesempatan dalam memperoleh keadilan, di daerah-daerah
yang wilayah pengadilan negerinya sangat luas dan sulit komunikasinya, telah diadakan tempat-
tempat sidang pengadilan sehingga pelaksanaan tugas hakim keliling dapat berjalan lancar, di
pengadilan negeri, telah dapat diselesaikan 747.705 perkara atau sekitar 97 persen. Sedangkan
dari 7.297 perkara yang ada pada pengadilan tinggi, telah dapat diselesaikan 5.184 perkara atau
sekitar 71 persen. Selain itu dari 14.746 perkara yang ada di mahkamah agung, telah dapat
diselesaikan sebanyak 7.729 perkara at au sekitar 52 persen, dan dari 703.042 perkara yang ada
di kejaksaan telah dapat diselesaikan 698.336 perkara atau sekitar 99 persen. Selanjutnya dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilanaparat penegak hukum, serta guna
pemantapan sikap dan kepekaannya terhadap perkembangan kesadaran hukum dan rasa
keadilan masyarakat, telah diselenggarakan berbagai kegiatan pendidikan, latihan dan
penataran. Kegiatan ini dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diikuti oleh
3.816 orang, yang meliputi penataran administrasi kepegawaian, keuangan dan perlengkapan
sebanyak 570 orang, penataran panitera/panitera pengganti sebanyak 150 orang, pendidikan
calon hakim sebanyak 210 orang, pendidikan tenaga peneliti hukum sebanyak 30 orang, serta
pendidikan perancang perundang-undangan sebanyak 70 orang.
dibangun 38 gedung Bispa dan renovasi LP menjadi Rutan sebanyak 152 gedung.
8.6.3. Keimigrasian
Dalam tahun 1983/1984, orang yang masuk ke Indonesia adalah sebanyak 1.011.379
orang, terdiri 286.030 orang Indonesia dan 725.349 orang asing. Sedangkan yang berangkat ke
luar negeri berjumlah sebanyak 1.034.713 orang, terdiri dari 323.666 orang Indonesia dan
711.047 orang asing.
ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Dwi fungsi ABRI harus dilaksanakan sebaik-baiknya,
agar ABRI dapat terus memikul tugas sejarahnya sebagai stabilisator dan dinamisator, termasuk
di dalamnya sebagai kekuatan yang menjaga dan sekaligus menyegarkan demokrasi Pancasila.
Selama Pelita III telah berhasil dicapai tonggak baru dalam sejarah perkembangan
ABRI, yaitu dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang memberikan
landasan hukum yang bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya undang-
undang tersebut, ABRI menjadi seinakin mantap dalam mengemban tugas pokoknya, yaitu
menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 dalam
bidang organisasi telah dilaksanakan melalui Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1983
tentang Pokok-Pokok dan Susunan Organisasi Departemen Pertahanan dan Keputusan Presiden
Nomor 60 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia. Dalam hubungan ini masalah utama yang telah mendapat perhatian semua
pihak adalah pendayagunaan sumber daya nasional bagi upaya pertahanan keamanan negara,
yang memerlukan koordinasi yang terus menerus antara semua pihak yang berkepentingan.
Selama dua Pelita yang lalu, pembangunan ABRI masih dipusatkan pada
pembangunan personalnya, yakni mencakup usaha untuk mendapatkan prajurit ABRI yang
mewarisi jiwa dan semangat pejuang.Angkatan 1945, dan yang memiliki kemampuan
profesional yang cukup tinggi dalam bidangnya. Hal tersebut dimaksudkan agar mampu
mengemban tugas pokok ABRI dalam lingkungan yang terus bergerak dinamis guna mengikuti
gerak pertumbuhan pembangunan nasional. Untuk menunjang usaha tersebut telah dilakukan
kegiatan-kegiatan pokok, yang antara lain meliputi penyempurnaan sistem penerimaan anggota
baru ABRI, agar mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air. Selanjutnya dilakukan juga
penyempurnaan sistem pendidikan dan latihan ABRI, mulai dari pendidikan tamtama hingga
pendidikan tinggi perwira, serta penyempurnaan fasilitas perawatan personal melalui
pembangunan sistem pangkalan. Adapun kekuatan personal militer yang telah dimiliki sampai
dengan triwulan IV tahun 1983/1984 adalah sebanyak 411.833 orang, yang terdiri dari 216.003
orang TNI-AD , 36.944 orang TNI-AL, 25.098 orang TNI-AU, dan 133.838 orang Polri.
Pembangunan kekuatan ABRI tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan ABRI sebagai
kekuatan yang kecil tetapi efektif, yaitu kecil dalam jumlah dan sederhana dalam organisasi,
namun mampu melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya. Hal ini memerlukan
daya pukul dan kecepatan bergerak yang tinggi, sehingga tingkat teknologi maju yang terus
berkembang hams dapat dikuasai. Untuk menunjang usaha tersebut, maka secara bertahap
beberapa peralatan utama ABRI telah mulai diganti dengan yang lebih maju tingkat
teknologinya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah dilakukan peningkatan kekuatan
operasi untuk masing-masing angkatan dan Polri. Adapun kekuatan operasi tersebut meliputi 2
Brigif Linud, 82 Yonif, 53 Yonban, 2 Grup Sandha, 2 Grup Parako, 16 Kodam, 41 Korem, 292
Kodim dan 3215 Koramil untuk TN I-AD , 58 kapal, 25 pesawat udara (Pesud), 14 Heli, 6
Yonif Mar dan 10 Yonban Mar untuk TNI-AL, serta 102 Pesud, 47 Heli, dan 1 Yon Posgat
untuk TNI-AU. Sedangkan untuk Polri adalah mencakup 17 Kodak, 33 Kowil, 281 Kores,
3.233 Kosek dan 56 Sat Brimob.
Untuk mengurangi ketergantungan peralatan ABRI pada luar negeri, maka telah
digalakkan industri nasional dalam pembuatan komponen atau suku cadang peralatan utama
ABRI, sehingga pada akhirnya mampu berswasembada secara keseluruhan. Usaha-usaha
tersebut meliputi pengembangan Unit Industri Bahan Peledak TNI-AU menjadi Perum Dahana,
Unit Survai dan Pemetaan TNI-AU menjadi Perum Penas, Lembaga Industri Penerbangan
Nurtanio TNI-AU menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, Penataran TNI-AL Surabaya
menjadi PT Pabrik Kapal Indonesia, Perindustrian TNI-AD (Pindad) menjadi PT Pindad, serta
Pabrik Roket Menang TNI-AU menjadi bagian dari divisi senjata PT Industri Pesawat Terbang
Nurtanio. Di samping itu koordinasi antardepartemen, yang sangat penting bagi pengembangan
industri pertahanan keamanan, juga telah dimantapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 59
Tahun 1983 tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelola Industri-industri Strategis
dan Industri Pertahanan Keamanan.
8.8. Penerangan
menunjang usaha tersebut, dalam pembangunan gedung Puspenmas selalu dilengkapi dengan
ruang aula, ruang perpustakaan, alat-alat duplikasi dan sarana mobilitas penerangan.
Sehubungan dengan itu apabila dalam tahun 1983/1984 pembangunan gedung Puspenmas baru
mencapai sebanyak 11 buah, dalarn tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah
menjadi sebanyak 25 buah yang tersebar pada 11 ibukota propinsi meliputi propinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Timor Timur, Nusa Tenggara Barat, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bali dan Sulawesi Utara. Dengan demikian sampai dengan tahun
pertama repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 pembangunan gedung Puspenmas telah
mencapai 275 buah yang mencakup 27 ibu kota propinsi.
Sebagaimana halnya dengan Puspenmas, dalam meningkatkan mutu dan peranan juru
penerang (Jupen) yang bertugas di kecamatan, juga dilengkapi dengan berbagai sarana
penerangan antara lain berupa radio kaset. Hal ini dimaksudkan agar para Jupen tersebut dapat
memonitor siaran-siaran Pemerintah, yang untuk selanjutnya dapat menyebarluaskan materi
siaran tersebut kepada masyarakat sebelum diterima dokumen lengkapnya. Di samping itu guna
menunjang kelancaran pelaksanaan penerangan sampai ke desa-desa, telah ditingkatkan pula
penyediaan sarana mobilitas bagi para Jupen, yaitu meliputi mobil unit penerangan, mobil unit
suara, mobil unit panggung, serta mobil unit visual mini yang terdiri alas muviani darat dan
muviani air. Sampai dengan bulan Agustus 1984 tahun pertama Repelita IV, penyediaan
muviani darat dan muviani air masing-masing telah berjumlah sebanyak 3.135 unit dan 300
unit. Dalam waktu yang sama juga telah dilaksanakan usaha peningkatan mutu dan peranan
daripada Jupen wanita, terutarna dalam rangka meningkatkan peranserta wanita dalam
pembangunan. Sarnpai dengan akhir Pelita III, jumlah Jupen wanita yang secara aktif ikut
memberikan penerangan kepada kaum wanita di daerah-daerah pedesaan mencapai 380 orang,
sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 sebanyak 110 orang.
Salah satu kegiatan penerangan yang dilaksanakan secara langsung adalah pameran
pembangunan, yang antara lain meliputi peragaan visual, hiburan dan sarasehan/pentaloka. Hal
ini merupakan suatu kegiatan terpadu antara Pemerintah dengan unsur-unsur swasta, yang
dalarn penyelenggaraannya terutarna disesuaikan dengan momentum hari-hari bersejarah.
Selain itu kegiatan tersebut juga berfungsi sebagai salah satu promosi hasil-hasil industri,
terutama industri kecil, baik melalui pameran di tingkat pusat, maupun di daerah-daerah sampai
dengan tingkat kecarnatan yang dilaksanakan dengan pameran keliling. Pameran pembangunan
di tingkat pusat dilakukan pada setiap tanggal 20 Mei, yaitu bertepatan dengan hari
Kebangkitan Nasional, dan pada periode antara tanggal 21 Juni sarnpai dengan tanggal 21 Juli
berupa Pekan Raya Jakarta. Sedangkan untuk tingkat propinsi, pameran pembangunan
dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Agustus, bersamaan dengan peringatan hari Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya pada setiap tanggal 1 Oktober, yang bersamaan
dengan dilakukannya peringatan hari Kesaktian Pancasila, dilakukan pula pameran
pembangunan untuk tingkat kabupaten/kotamadya.
8.8.2.1. Radio
Dalarn rangka meningkatkan frekuensi dan mutu siaran RRI, dalam tahun pertama
Pelita IV antara lain telah dilaksanakan peningkatan sarana penyiaran, yang meliputi alat-alat
studio/pemancar, OB Van dan gedung studio/pemancar. Di sarnping itu juga telah diadakan
kompetisi siaran pedesaan, perekaman, penyebaran kaset penerangan dan penyuluhan ke
daerah-daerah, perlombaan bintang radio dan televisi, serta penyelenggaraan siaran wanita
dalam pembangunan. Selanjutnya guna meningkatkan kekuatan pemancar RRI, terutama yang
ditujukan ke daerah-daerah Indonesia bagian timur dan Posifik Selatan, dewasa ini telah
dilaksanakan pengudaraan pemancar gelombang pendek dengan kekuatan 250 kilowatt. Dengan
demikian sampai dengan bulan Agustus 1984, RRI telah memiliki 301 buah pemancar yang
tersebar pada 49 stasiun di seluruh Indonesia dengan kekuatan terpasang sekitar 2.997 kilowatt.
8.8.2.2. Televisi
534.808 kilometer. Demikian pula jumlah penduduk yang telah terjangkau oleh siaran TVRI,
dalam periode yang sama telah meningkat dari 95,5 juta orang menjadi 115,2 juta orang.
Sedangkan jumlah pesawat televisi yang terdaftar pada kantor pos dan giro dalam tahun yang
sama telah mencapai 5.433.740 buah, yang berarti telah meningkat dengan 90.432 buah atau
sebesar 1,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan sarana dan jumlah
jam siaran TVRI menurut jenis siaran dapat diikuti pada Tabel VIII.8 dan Tabel VIII.9.
TabeI VIII. 8
JUMLAH JAM SIARAN TELEVESI MENU RUT JENIS SIARAN, 1969/1970 - 1984/1985
Jam siaran 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 1)
Hiburan 680 800 900 930 2.610 3.020 1.740 4.420 3.439 5.508 5.915 5.519 6.944 6.906 7.011 7.011
Berita/penerangan/ 800 800 800 800 1.700 2.410 4.680 7.030 11.461 17.026 17.232 17.232 18.261 18.160 18.435 18.435
pendidikan /kebudayaan
Lain - lain 260 300 270 270 470 600 560 650 731 2.504 2.572 2.572 514 512 519 519
Jumlah 1.740 1.900 1.970 2.000 4.780 6.030 6.980 12.100 15.631 25.038 25.719 25.323 25.719 25.578 25.965 25.965
1) Angka sementara
Tabel VIII. 9
JUMLAH STUDIO, STASI_N PEMANCAR, PESAWAT TELEVISI, LUAS DAERAH DAN JUML_H PENDUDUK DALAM DAERAHPANCARAN TVRI, 1969/1970 - 1984/1985
Uraian 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 2)
1. Studio (buah) 2 3 4 4 6 6 6 6 9 9 9 9 9 9 9 9
2. Stasion pemancar (buah) 4 4 8 10 22 23 26 34 70 82 89 107 124 186 189 199
3. Pesawat televisi (buah) 80.000 135.000 190.000 220.000 351.470 410.000 542.430 632.940 895.180 1.100.000 1.405.000 2.126.000 2.599.827 2.971.890 5.343.308 5.433.740
4. Luas dalam jangkauan (Km2) 18.500 24.500 34.500 36.500 72.100 72.900 75.600 174.100 229.000 400.000 406.000 419.000 427.500 495.600 495.600 534.808
5. Penduduk dalam daerah pancaran (juta orang) 22,5 26,5 36,5 40 40,5 42 73 80,9 82 82 85 87 90 95,5 95,5 115,2
1 ) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
Kamp Tawanan Wanita, Kereta Api Terakhir dan Sejarah Orde Baru. Adapun film Sejarah
Orde Baru dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap bahaya laten PKI,
di samping juga sebagai film pendidikan bagi generasi muda. Selanjutnya agar film tersebut
dapat mencapai peredaran di dalam negeri selama dua tahun, disediakan 30 copy dengan
perincian 27 copy untuk Daerah Tingkat I dan 3 copy untuk arsip nasional. Sedangkan untuk
peredaran di luar negeri me1alui 59 kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) telah
disediakan 60 copy. Dengan te1ah dilaksanakannya peningkatan di bidang pertunjukan, sejak
tahun 1983/1984 PPFN telah diperkenalkan film Cinerama, yaitu suatu film yang dalam
penyajiannya menggunakan layar lebar dan membentuk 180?, sehingga dapat menampung
penonton sebanyak 3 kali lebih besar dibandingkan dengan pertunjukan film yang dalam
penyajiannya menggunakan teknik biasa. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan mutu
penyajian film, sejak tahun 1984/1985 diproduksikan fIlm dengan menggunakan sistem Imax
yaitu suatu teknologi perfilman yang menggunakan sistem proyektor 70 mm/6 sound track.
Selama Pelita III, te1ah diproduksi film ceritera nasional sebanyak 337 judul yang
berarti rata-rata dapat diproduksi sebanyak 67 judul per tahun. Sedangkan dalam tahun
1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah dihasilkan 46 judul, di sampingjuga telah
diproduksi film iklan, film dokumenter nasional dan film dokumenter/iklan yang dibuat orang
asing, masing-masing sebanyak 16 judul, 76 judul dan 40 judul. Sementara itu guna
meningkatkan usaha promosi dan pemasaran film Indonesia ke luar negeri, film-film Indonesia
telah diikutsertakan dalam festival dan pekan film internasional, di samping setiap tahun juga
diikutsertakan dalam Festival Film Asia dan Festival Film ASEAN secara rutin. Dalam
hubungan ini, selama Pelita III telah diikuti festival dan pekan film internasional di Manila,
Hongkong, Berlin, Cannes, London, Los Angeles dan Milano. Sedangkan dalam tahun 1984
antara lain telah diselenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) di Yogyakarta dan Festival Film
ASEAN XIV di Jakarta. Selanjutnya untuk lebih memperkenalkan budaya bangsa Indonesia di
luar negeri, terus ditingkatkan usaha menghidupkan film produksi nasional. Selama Pelita III,
jumlah ekspor film Indonesia ke luar negeri telah mencapai sebanyak 22 judul, yaitu ke
Malaysia, Singapura dan Brunai.
8.8.2.4. Pers
Kebijaksanaan yang ditempuh di bidang pembangunan daerah dalam tahun 1983/ 1984
merupakan kelanjutan dan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Sejalan dengan Trilogi
Pembangunan, kegiatan tersebut antara lain ditujukan pada pemerataan penyebaran
pembangunan di seluruh tanah air, serta peningkatan laju pertumbuhan setiap daerah, di
samping itu juga untuk mempertebal semangat dan gairah partisiposi masyarakat dalam
meningkatkan hasil guna dan clara guna kegiatan pembangunan di daerah. Sesuai dengan arab
pembangunan daerah tersebut, maka dalam Pdita IV pembangunan pedesaan ditujukan untuk
mempercepat pertumbuhan desa, yang merupakan satu sistem terkecil dalam administrasi
pemerintahan dan ekonomi, menjadi desa swasembada. Dengan demikian kedudukan desa
sebagai obyek pembangunan berubah menjadi subyek pembangunan yang berketahanan di
semua bidang, yang pada gilirannya akan dapat memantapkan ketahanan nasional. Untuk itu
telah dilakukan evaluasi terhadap tingkat perkembangan desa, karena dalam jangka panjang
desa-desa di seluruh Indonesia akan dikembangkan menjadi desa swasembada. Hasil evaluasi
dan monitoring di bidang perkembangan desa sampai dengan tahun 1984/1985 menunjukkan
adanya 16.385 desa yang telah menjadi desa swasembada, atau suatu peningkatan rata-rata
sebesar 3,5 persen per tahun. Sedangkan untuk mendorong desa-desa agar lebih giat
melaksanakan pembangunan desanya, telah diselenggarakan perlombaan desa. Kepada desa-
desa yang mencapai prestasi tinggi dan menjadi pemenang perlombaan diberikan penghargaan
dan hadiah dalam bentuk proyek. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan yang
positif bagi desa-desa lainnya agar lebih giat melaksanakan pembangunan. Sebagai hasilnya,
desa-desa di 27 propinsi yang telah menjadi pemenang perlombaan desa kini dapat
mengembangkan desanya secara lebih cepat dan baik. Sampai dengan tahun 1983/1984, jumlah
desa yang telah menjadi pemenang perlombaan desa, baik di tingkat kabupaten/kotamadya
daerah tingkat II maupun di tingkat propinsi daerah tingkat I, berjumlah 11.757 desa.
Sejalan dengan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah tanah air, dilakukan juga
pembangunan desa melalui sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Usaha ini
merupakan penerapan sistem penyusunan rencana daTi bawah, yang disesuaikan dengan
kebutuhan dasar masyarakat desa yang berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.
pembangunan di wilayah kecamatan melalui sistem UDKP tersebut diutamakan pada
kecamatan yang tergolong miskin, rawan, minus, terbelakang, serta berada di wilayah
perbatasan/kepulauan dan radar penduduk, agar kecamalan-kecamatan tersebut dapat
berkembang sesuai dengan kecamatan lainnya. Sampai dengan tahun 1983/1984, sistem UDKP
ini telah dilaksanakan pada 2.045 kecamatan yang tersebar di 27 propinsi daerah tingkat I.
Selain itu di wilayah kecarnatan UDKP telah dilaksanakan pula berbagai kegiatan, antara lain
penataran terhadap 1.093 orang camat UDKP, serta kursus bagi 3.429 kepala urusan
pembangunan. desa tingkat kecamatan dari 27 propinsi. Sejalan dengan itu telah dilaksanakan
pula penempatan 1.183 TKS-BUTSI, musyawarah LKMD, diskusi UDKP dan temu karya
LKMD di tingkat ke carnatan , serta rapat koordinasi pembangunan, baik di tingkat
kabupaten/kotamadya maupun di tingkat propinsi. Melalui sistem UDKP, jumlah desa
swasembada pada. kecamatan UDKP rata-rata meningkat 6,7 persen per tahun, sedangkan pada
kecamatan non UDKP rata-rata hanya b.ertambah dengan sebesar 3,2 persen per tahun. Dalam
pada itu peningkatan jumlah proyek/program sektoral, regional, Inpres, dan swadaya
masyarakat yang mengisi kecarnatan dengan sistem UDFY terse but rata-rata adalah sebanyak
25 proyek. Melalui inpres bantuan pembangunan desa, sampai dengan tahun 1983/1984 telah
diberikan dana paket UDKP kepada 1.876 kecamatan. Dalam sistem UDKP tersebut, juga
terkait kegiatan penerapan pola tatadesa dan pengembangan teknologi pedesaan. Berkaitan
dengan itu telah dilakukan survai pendahuluan tatadesa pada 1.040 kecamatan, penerapan pola
tatadesa di 672 desa, survai/pengkajian identifikasi masalah tatadesa di 6 kecarnatan yang
meliputi 90 desa dan penyuluhan mengenai teknis pola tatadesa terhadap 216 tokoh masyarakat
desa. Sedangkan guna penerapan dan pengembangan teknologi pedesaan telah dilakukan
identifikasi spesifik terhadap 46 jenis teknologi pedesaan yang telah berhasil diterapkan dan
dikembangkan, yakni meliputi bidang energi, pangan, pertanian, konstruksi dan material, di
samping juga penetapan dan pemilihan 63 orang perugas teknologi pedesaan (PL TP) dan 345
orang kader teknologi pedesaan.
rendah. Dalam tahun 1983/1984 telah dibangun prasarana perhubungan meliputi jalan
sepanjang 17.393,3 kilometer, dan jembatan sepanjang 27.227 meter, serta prasarana pengairan
bernpa bendungan sejumlah 121.487 meterkubik, saluran pembawa sepanjang 13.741,9
kilometer dan bangunan pengairan lainnya sebanyak 664 buah yang dapat mengairi areal seluas
44.928 hektar. Selain itu juga telah dibangun pasar seluas 77.315 meterpersegi, riol sepanjang
434.415 kilometer, stasiun bus dan pelabuhan sungai, masing-masing sebanyak 23 buah dan 11
buah, serta penghijauan dan pencegahan banjir, masing-masing seluas 38.174 hektar dan
6.916,4 hektar.
Sejalan dengan proses pembangunan yang terus berlangsung, peranan kota sebagai
pusat pemukiman, kegiatan ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, administrasi, jasa dan pusat
pemerintahan juga semakin besar. Oleh schab itu, telah dilakukan usaha pembinaan dan
pengembangan perkotaan yang bertujuan, selain untuk pembangunan dan pengembangan
terhadap kota tersebut, juga dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan umum dan perbaikan
kondisi lingkunganpemukiman yang aman, tertib da sehat bagi seluruh warganya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, ditempuh kebijaksanaan yang antara lain meliputi pembinaan reneana
kota, pembinaan pengelolaan air minum dan pembinaan pemerim:ahan kota. Dalam rangka
pembinaan pengelolaan air minum, telah dilaksanakan pengumpulan data/bahan-bahan yang
meneakup masalah air minum di seluruh Indonesia. Atas dasar hasil pengumpulan data tersebut,
dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah terdapat sebanyak 136 buah
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), 75 buah Badan Pengelola Air Minum (BPAM), 30
buah Dinas Air Minum dan 27 buah Seksi Air Minum. Sementara itu dalam pembinaan reneana
kota telah dilakukan kegiatan pengembangan kota Metropolitan Jakarta yang meliputi
penyusunan rencana induk kota DKI Jakarta tahun 1985 - 2.005, serta rencana induk kota
Tangerang, Cibinong, dan Bekasi, yang pengembangannya disesuaikan dengan pokok-pokok
kebijaksanaan pengembangan wilayah Jabotabek. Selain itu juga telah disusun kerangka acuan
kerja bantuan teknik bagi kota Semarang (Semarang Raya), Ujungpandang (Mamimasa Ora)
dan Denpasar. Sejalan dengan itu dilakukan pula persiapan penyusunan rencana kota yang
dikaitkan dengan program bantuan bagi 57 kota, pemberian bantuan teknis dan biaya dalam
jumlah terbatas kepada daerah tingkat II yang akan melakukan reneana induk kotanya. Di
samping itu juga dilakukan peningkatan kemampuan di bidang perencanaan kota melalui kursus
yang diselenggarakan oleh Badan kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI).
Berkaitan dengan pembinaan pemerintahan kota, telah dilakukan pula pembentukan kota
administratif sebanyak 28 buah di seluruh Indonesia, penyusunan raneangan peraturan
Pemerintah mengenai pembentukan kota administratif Kota Bumi, Metro, Lahat, Palopo,
Watampone, Bima, Lhokseumawe dan Pariaman. Selain itu telah dilakukan penelitian tentang
reneana pembentukan kota administratif Sarong, Kuala Kapuas, Sampit, Pangkalan Brandan,
Kota Banjar, Curup, Langsa, Bontang, Rantau Prapat, Kota Baru dan Amuntai. Selanjutnya
dalam rangka pengembangan perkotaan telah dilakukan pula pembinaan kerjasama antara kota-
kota di dalam negeri, baik dengan kota-kota di luar negeri maupun dengan organisasillembaga
intemasional perkotaan di luar negeri.
Kegiatan program tataagraria seiring dengan program tataguna tanah ditujukan untuk
meneiptakan tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah,
serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan. Untuk itu telah dilakukan penertiban dan
peningkatan pengurusan hak-hak atas tanah, pendaftaran tanah, pengembangan landreform serta
proyek operasi nasional agraria (Prona). Adapun dari hasil penertiban dan peningkatan
pengurusan hak-hak atas tanah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah
diselesaikan sebanyak 34.302 surat keputusan hak tanah, dengan jumlah pemasukan uang
kepada negara sebesar Rp 1.833.281.652,-. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan
bulan Juli 1984 telah diselesaikan sebanyak 171.053 sural keputusan hak tanah dengan
penerimaan negara sebesar Rp 6.512.716.611,-. Sedangkan hasil-hasil yang telah dicapai dalam
kegiatan pengembangan land reform sampai dengan akhir Pelita III antara lain meliputi
identifikasi penguasaan pemilikan tanah pertanian pedesaan di 21 desa, pelaksanaan redistribusi
tanah seluas 665.094 hektar, penertiban perjanjian bagi hasil pada 52 kabupaten, penyelesaian
sengketa sebanyak 114 kasus, serta peningkatan tertib administrasi landreform terhadap 80.078
KK.
Lampiran 1
1. Pajak penghasilan
1.1. Pajak penghasilan perseorangan Faktor-faktor umum yang diperhitungkan :
- perluasan dasar pengenaan pajak,
- penertiban dan perluasan wajib pajak,
- peningkatan penghasilan masyarakat,
- timbulnya perusahaan-perusahaan baru dan perluasan perusahaan yang
ada sehingga memperluas lapangan kerja,
- berkembangnya kegiatan usaha produksi dan perdagangan,
- peningkatan mutu aparat pajak.
1.1.1. Pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan
Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi
penerimaan :
- perluasan dasar pengenaan pajak,
- penertiban dan perluasan wajib pajak,
- peningkatan verifikasi sehingga dapat ditagih pajak yang
seharusnya dipungut,
- penagihan yang lebih intensif atas tunggakan-tunggakan
pajak,
- peningkatan kesadaran dari para wajib pajak,
- batas pendapatan tidak kena pajak sesuai dengan Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan hal-hat tersebut, maka diperkirakan penerimaan
yang berasal dari pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan
dapat mencapai Rp 570,7 milyar.
1.1.2. Pajak penghasilan usaha dan pekerjaan
Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi
penerimaan :
- perluasan dasar pengenaan pajak,
- peningkatan penghasilan dan kegiatan usaha perseorangan,
- penertiban dan perluasan jumlah wajib pajak dengan
intensifikasi pemungutan melalui verifikasi yang mendalam,
- peningkatan kegiatan penagihan atas tunggakan-tunggakan
pajakpenghasilan,
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang
Mewah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah :
- perkembangan perekonomian khususnya pacta sektor pertanian, industri,
perdagangan dan jasa,
- perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutan melalui
verifikasi yang lebih ketat atas penyerahan barang-barang dan jasa,
- pengenaan pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan bakar minyak
(BBM), - perkembangan tata niaga impor.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang
dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah diperkirakan mencapai Rp
1.666,4 milyar
3.2. Cukai
3.2.1. Cukai tembakau
4. Pajak Ekspor
Dasar perhitungan pajak ekspor adalah sebagai berikut :
- ekspor di luar minyak diperkirakan sebesar US $ 7,0 milyar.
Dengan dasar perhitungan tersebut, maka penerimaan pajak ekspor diperkirakan
sebesar Rp 101,7 milyar.
6. Pajak Lainnya
Jenis penerimaan ini meliputi pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang.
Perkiraan penerimaannya didasarkan atas hal-hal sebagai berikut :
- naiknya nilai kekayaan sejalan dengan naiknya penghasilan,
- berkembangnya kegiatan ekonomi,
- perluasan wajib pajak dan intensifikasi pemungutan pajak,
- peningkatan batas kekayaan yang tidak kena pajak,
- penyesuaian tarip pajak kekayaan dan bea meterai,
- peningkatan kegiatan dan transaksi ekonomi yang dapat dikenakan bea
meterai,
- pengawasan yang lebih ketat atas pemakaian bea meterai,
- penyempurnaan dan peningkatan efektivitas dalam penggunaan kantor
lelang.
Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak lainnya
diperkirakan mencapai jumlah sebesar Rp 96,4milyar.
B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN
Perkiraan penerimaan bantuan program dan bantuan proyek adalah sebagai berikut :
Lampiran 2
Nomor
Sektor/Sub Sektor Jumlah
Kode
7.1 Kota 2.636.464.408,00
8 SEKTOR AGAMA 34.662.521,00
8.1 Sub Sektor Agama 34.662.521,00
SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA,
KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN
9 TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA 665.470.295,00
9.1 Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda 642.453.941,00
9.2 Sub Sektor Pendidikan Kedlinasan 16.331.196,00
9.3 Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 6.685.158,00
SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN
SOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN
10 DAN KELUARGA BERENCANA 116.074.269,00
10.1 Sub Sektor Kesehatan 74.778.604,00
10.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita 17.848.155,00
10.3 Sub Sektor Kepencluclukan dan Keluarga Berencana 23.447.510,00
11 SEKTOR PERUMAHAN RAKY AT DAN PEMUKIMAN 4.596.316,00
11.1 Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman 4.596.316,00
12 SEKTOR HUKUM 129.928.154,00
12.1 Sub Sektor Hukum 129.928.154,00
SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN
13 NASIONAL 1.600.392.500,00
13.1 Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional 1.600.392.500,00
SEKTOR PENERANGAN, PERS DAN
14 KOMUNlKASI SOSIAL 50.803.850,00
14.1 Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial 50.803.850,00
15 PENELITIAN 46.943.618,00
15.1 Sub Sektor Penelitian 46.943.618,00
16 SEKTOR APARATUR PEMERINTAH 6.889.649.187,00
16.1 Sub Sektor Aparatur Pemerintah 618.500.453,00
16.2 Sub Sektor Lembaga Tertinggi Tinggi Negara 9.930.100,00
16.3 Sub Sektor Keuangan Negara 6.261.218.634,00
JUMLAH 12.399.000.000,00
Lampiran 3
Nilai Rupiah
Nomor Proyek/
Kode Sektor/Sub Sektor Teknis, Kredit
Ekspor dan
Rupiah obligasi Jumlah
7 SEKTORPEMBANGUNAN
DAERAH, DESA DAN KOTA 842.334.000 25.885.000 868.219.000
7.1 Sub Sektor Pembangunan Daerah,
Desa dan Kota 842.334.000 25.885.000 868.219.000
8 SEKTOR AGAMA 63.595.000 63.595.000
8.1 Sub Sektor Agama 63.595.000 63.595.000
9 SEKTOR PENDlDlKAN, GENERASI
MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL
DAN KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA 1.273.001.000 237.845.000 1.510.846.000
9.1 Sub Sektor Pendidikan Umum dan
Generasi Muda 1.158.006.000 203.120.000 1.361.126.000
9.2 Sub Sektor Pendidikan Kedinasan 83.860.000 18.232.000 102.092.000
9.3 Sub Sektor Kebudayaan Nasional
dan Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa 31.135.000 16.493.000 47.628.000
10 SEKTOR KESEHATAN, KESEJAH-
TERAAN SOSIAL, PERANAN WA-
NITA, KEPENDUDUKAN DAN
KELUARGABERENCANA 303.540.000 109.822.000 413.362.000
10.1 Sub Sektor Kesehatan 189.553.000 65.409.000 254.962.000
10.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial
dan Peranan Wanita 55.987.000 2.321.000 58.308.000
10.3 Sub Sektor Kependudukan dan
Keluarga Berencana 58.000.000 42.092.000 100.092.000
11 SEKTORPERUMAHAN RAKYAT
DAN PEMUKIMAN 273.867.000 163.774.000 437.641.000
11.1 Sub Sektor Perumahan Rakyat
dan Pemukiman 273.867.000 163.774.000 437.641.000
12 SEKTOR HUKUM 79.903.000 817.000 80.720.000
12.1 Sub Sektor Hukum 79.903.000 817.000 80.720.000
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN
1985/1986
Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/
1986 pada dasarnya merupakan rencana kerja Pemerintah dalam rangka
pelaksanaan tahun kedua rencana tahunan Pembangunan Lima Tahun IV
dan di samping itu dimaksudkan pula untuk memelihara dan meneruskan
hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan sejak
Pembangunan Lima Tahun I sampai dengan tahun pertama Pembangunan
Lima Tahun IV, dan sekaligus untuk meletakkan landasan bagi usaha-
usaha pembangunan selanjutnya;
b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk Tahun Anggaran
1985/1986 sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
kedua dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun
IV, tetap disusun dengan mengikuti prioritas nasional sebagaimana
ditetapkan di dalam Pola Umum Pembangunan Lima Tahun IV yang
tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
c. bahwa sehubungan dengan itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 1985/1986 perlu diatur dengan Undang-undang, dan
untuk lebih menjaga kelangsungan jalannya pembangunan maka dalam
Undang-undang tersebut diatur pula ten tang saldo-anggaran-Iebih dan
sisa kredit anggaran proyek-proyek pada anggaran pembangunan Tahun
Anggaran 1985/1986;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad tahun 1925 Nomor 448) se-
bagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Posal 7 Indische Comptabili-
teitswet (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Pasal l
(2) Pendapatan Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menurut perkiraan
berjumlah Rp 18.677.900.000.000,00.
(3) Pendapatan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b menurut
perkiraan berjumlah Rp 4.368.100.000.000,00.
(4) Jumlah seluruh pendapatan Negara Tahun Anggaran 1985/1986 menurut perkiraan
berjumlah Rp 23.046.000.000:000,00.
(5) Perincian pendapatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) berturut-turut
dimuat dalam Lampiran I dan Lampiran II.
Pasal 2
(7) Perincian dalam Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) memuat sektor dan
sub sektor, sedangkan perincian lebih lanjut sampai pada proyek-proyek ditentukan
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 3
(3) Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun prognosa
untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dibahas bersama oleh
Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 4
(1) Kredit anggaran proyek-proyek pada Anggaran Belanja Pembangunan Tahun Anggaran
1985/1986 yang pada akhir Tahun Anggaran menunjukkan sisa, dengan Peraturan
Pemerintah dipindahkan kepada Tahun Anggaran 1986/1987 dengan menambahkannya
kepada kredit anggaran Tahun Anggaran 1986/1987.
(2) Saldo-anggaran-Iebih Tahun Anggaran 1985/1986 ditambahkan kepada anggaran Tahun
Anggaran 1986/1987 dan dipergunakan untuk membiayai Anggaran Belanja
Pembangunan Tahun Anggaran 1986/1987.
(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyatakan pula, bahwa sisa
kredit anggaran yang ditambahkan itu dikurangkan dari kredit anggaran Tahun Anggaran
1985/1986.
(4) Sisa kredit anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum ditambahkan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1986/1987 terlebih dahulu
diperiksa dan dinyatakan kebenarannya oleh Menteri Keuangan.
(5) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-Iambatnya pada akhir
triwulan I Tahun Anggaran 1986/1987.
Pasal 5
Pasal 6
(1) Setelah Tahun Anggaran 1985/1986 berakhir dibuat perhitungan anggaran mengenai
pelaksanaan anggaran yang bersangkutan.
(2) Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dim.aksud dalam ayat (1) setelah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Tahun Anggaran yang bersangkutan
berakhir.
Pasal 7
Pasal 8
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI/SEKRET ARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, SR.
RANCANGAN PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN
TEN TANG
UMUM
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, khususnya Pola Umum Pelita
Keempat, kebijaksanaan dalam pelaksanaan pembangunan didasarkan kepada Trilogi Pem-
bangunan, yakni pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup ringgi, dan stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis. Keriga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling kait-
mengkait, dan perlu tetap dikembangkan secara serasi agar saling memperkuat.
Anggaran berimbang yang dinamis perlu disertai penyempurnaan pengelolaan
anggaran pendapatan dan belanja negara agar penerimaan negara makin meningkat, sedangkan
pengeluaran negara makin terkendali dan terarah, sehingga peranan Tabungan Pemerintab di
dalam anggaran pembangunan dapat lebih ditingkatkan lagi. Peningkatan penerimaan negara
diutamakan dari sumber-sumber di luar miIiyak bumi dan gas alam, antara lain melalui
penyempurnaan sistem perpajakan, yang disertai dengan pemungutan pajak yang lebih intensif,
dan ap;1fat yang makin mampu dan bersih.
Di bidang pengeluaran, maka pengeluaran terutama ditujukan untuk menyelesaikan
proyek-proyek, dan tahun berjalan, maupun dari tahun-tahun sebelumnya, di samping
memelihara hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya diperlukan pula pengeluaran untuk tugas
umum Pemerintahan, antara lain untuk terus mendayagunakan aparatur negara agar lebih
mampu melaksanakan tugas yang kian meningkat sesuai dengan perkembangan pelaksanaan
pembangunan.
Adapun bantuan pembangunan kepada Desa, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat I,
serta bantuan pembangunan lainnya, seperti pengembangan sarana kesehatan, prasarana jalan,
dan penghutanan kembali tanah kritis, dilanjutkan sehingga secara keseluruhan dapat terus
menggerakkan dan meratakan pembangunan daerah, serta mengurangi tekanan pengangguran.
Di samping itu, terus pula dilaksanakan pembangunan di bidang pendidikan, serta bidang-
bidang lainnya, agar tercapai keserasian dan keselarasan pertumbuhan ekonomi nasional dan
daerah, yang diharapkan dapat menambah penyediaan dan perluasan lapangan kerja.
Selanjutnya, agar biaya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai
dengan kebijaksanaan anggaran, maka penggeseran antar program dan antar kegiatan dalam
anggaran belanja rutin, serta antar program dan antar proyek dalam anggaran belanja pem-
bangunan, dilakukan dengan persetujuan Presiden, sedangkan penggeseran antar sektor dan
antar sub sektor, baik dalam anggaran belanja rutin, maupun dalam anggaran belanja pem-
bangunan, dilakukan dengan Undang-undang.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Masalah kebijaksanaan kredit dan lalu lintas pembayaran luar negeri sebagian besar berada di
sektor bukan Pemerintah. Oleh sebab itu penyusunan kebijaksanaan kredit dan devisa dalam
benruk dan ani seperti anggaran rutin dan anggaran pembangunan sukar untuk dilaksanakan,
sehingga untuk itu dibuat dalam bentuk prognosa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Pasal ini menentukan bahwa jika diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tambahan dan Peru bahan, maka pengajuannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dilakukan selambat-lambatnya pada akhir Tahun Anggaran 1985/1986.
Pasal 6
Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dimaksud dalam Posal ini disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dalam benruk dan susunan yang ditetapkan oleh Pemerintah
dengan persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.