You are on page 1of 44

DEGENERASI DAN PENUAAN

LAPORAN TUTORIAL
diajukan untuk memenuhi tugas tutorial Blok DMF II
yang dibina oleh drg. Supriyadi, M. Kes.

Oleh
Kelompok Tutorial 5

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2010
Anggota Kelompok Tutorial 5 :

1. Avira Rizqiana (09-005)


2. Armada Eka Fredian (09-013)
3. Iga Tri Budiarti (09-017)
4. Putu PG Ari Merdana Putra (09-028)
5. Luthfiya Nur I. (09-041)
6. Eva Latifah (09-056)
7. Karina Anggi Hardiani (09-062)
8. Yunia Alfi Nurdina (09-066)
9. Iriana Fitiariski (09-067)
10. Sekti Anggara (09-079)
11. Gracecia Wongso P. (09-080)
12. Dimas Ananta (09-091)
13. Dita Nur Ekasari (09-094)

Tutorial Minggu ke-3


Ketua : Armada Eka Fredian
Scriber Papan : Gracecia Wongso P.
Scriber Meja : Yunia Alfi Nurdina
Pembimbing : drg. Supriyadi, M. Kes.
KATA PENGANTAR

Pertama,Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa , karena
atas segala bimbingan dan petunjuk-Nya , serta berkat rahmat, nikmat, dan karunia-
Nya sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan tutorial yang
berjudul “Degenerasi dan Penuaan”. Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai
salah satu sarana untuk lebih mendalami materi tentang penyakit degeneratif yang ada
pada manusia . Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drg. Supriyadi, M. Kes. yang telah memberi kami kesempatan dan bimbingan
untuk lebih mendalami materi dengan pembuatan laporan tutorial ini.
2. Teman-teman kelompok tutorial 5 yang telah berperan aktif dalam pembuatan
laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak
kekurangan,baik dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon maaf
jika ada kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami juga
berharap laporan tutorial ini yang telah kami buat ini dapat bermanfaat untuk
pendalaman pada blok ini.

Jember, 23 Oktober 2010

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penuaan merupakan kejadian yang alamiah, adalah proses degenerasi yang


berlangsung pada setiap orang. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang
berarti terjadi perubahan struktur anatomik dan fungsi sel maupun jaringan
disebabkan oleh penyimpangan didalam sel/jaringan dan bukan oleh faktor luar
(penyakit). Menghambat penuaan berarti mempertahankan struktur anatomi pada
suatu tahapan kehidupan tertentu sepanjang mungkin maka untuk ini diperlukan
penguasaan ilmu anatomi. Terjadinya perubahan anatomik pada sel maupun jaringan
tiap saat dalam tahapan kehidupan menunjukan bahwa anatomi adalah ilmu yang
dinamis.

Banyak sekali keluhan-keluhan yang dialami oleh para manula yang


mengalami degenerasi. Diantaranya masalah musculoskeletal (misalnya
osteoporosis), pada wanita periode haid yang tidak teratur, sensasi semburan panas
(Hot Flashes), masalah seksual, rasa lesu dan gangguan tidur, perubahan perasaan,
perubahan bentuk tubuh, dan keluhan lain seperti nyeri kepala, gangguan daya ingat
(pelupa), nyeri persendian dan kaku otot, serta gangguan konsentrasi dalam berpikir.

Untuk lebih jelasnya mengenai degenerasi dan mengetahui mengenai


penyebab, tanda-tanda, pemeriksaan, dll, dibahas secara lengkap pada makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana klasifikasi dan HPA dari degenerasi ?

1.2.2 Bagaimana etiologi, patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan radologis,

klinis, dan HPA dari :

a. tulang e. lidah

b. TMJ f. mukosa

c. gigi (pulpa) g. Jaringan periodontal

d. salivary gland

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui klasifikasi dan HPA dari degenerasi

1.3.2 Mengetahui etiologi, patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan

radologis, klinis, dan HPA dari :

a. tulang e. lidah

b. TMJ f. mukosa

c. gigi (pulpa) g. Jaringan periodontal


d. salivary gland

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Degenerasi

Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan


sel dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat
mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam
sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan
dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolism lemak seperti sel hepatosit dan
sel miokard. (Janti Sudiono, 2003 : 13)

1. Degenerasi Hidrofik
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan
intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin. Etiologinya sama
dengan pembengkakan sel hanya intensitas rangsangan patologik lebih berat dan
jangka waktu terpapar rangsangan patologik lebih lama.

Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi


lebih besar dan lebih berat daripada normal dsan juga nampak lebih pucat. Nampak
juga vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma

2. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change)
menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim.
Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ utama
dalam metabolism lemak selain organ jantung, otot dan ginjal.

Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes


mellitus, obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses metabolism
lemak, akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan
perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu banyak
timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak
berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang menyebabkan nekrosis.

3. Degenerasi Hyalin
Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan
sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyaline merupakan perubahan
dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogeny, cerah
dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Kedaan ini
terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk
penimbunan yang spesifik.

4. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami
nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominis dan
diafragma.

5. Degenerasi Mukoid
Mucus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan
komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel
serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster
yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak
inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dinamakan Signet Ring Cell. Musin di
jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan
adanya musin di daerah interselular dan memisahkan sel-sel Stelata (Stellate Cell/
Star Cell). (Janti Sudiono, 2003 : 14-20)

2.2 DEGENRASI PADA JARINGAN KERAS

1. Degenerasi pada tulang (Osteoporosis)


Osteoporosis merupakan penipisan tulang yang abnormal, mungkin idiopatik
atau sekunder terhadap penyakit lain. Yang ditandai oleh berkurangnya massa dan
mineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh, keropos dan
mudah patah.

Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism, dimana tubuh tidak


mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secara
normal, seperti zat kapur = Kalsium, phospat, dan bahan-bahan lainnya.

Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa/ jaringan tulang dibandingkan


dengan keadaan normal. Atau dengan bahasa awam, tulang lebih ringan dan lebih
rapuh. Meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pemebentuk tulang di dalam
darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh
tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.

2. Degenerasi pada TMJ


Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan
degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif, artritis
degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah
kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang
usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering
mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih
dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan
sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai
kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat
deformitas dan ketidakstabilan sendi.

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan


menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru
pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi
sendi (osteofit).

3. Degenerasi pada gigi (Pulpa)


Degenerasi pulpa merupakan kemunduran jaringan pulpa yang bukan
diakibatkan karena suatu keradangan. Degenerasi umumnya dijumpai pada gigi orang
tua, degenerasi juga dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten pada gigi
orang muda, seperti pada degenerasi kalsifik pulpa. Degenerasi tidak berhubungan
dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai
pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa biasnya tidak
menyebabkan gejala klinis nyata. Gigi tidak berubah warna , dan pulpa bereaksi
secara normal terhadap tes listrik dan tes termal. Bila degenerasi pulpa berkembang
gigi mungkin berubah warna dan pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi.

2.3 DEGENERASI PADA JARINGAN LUNAK

1. Degenerasi pada kelenjar saliva (Xerostomia)


Xerostomia : mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang. Gangguan
produksi kelenjar ludah tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan / penyakit pada
pusat ludah, syaraf pembawa rangsang ludah ataupun oleh perubahan komposisi faali
elektrolit ludah. Gangguan tersebut diatas dapat terjadi oleh karena rasa takut / cemas,
depresi, tumor otak, obat-obatan tertentu, penyakit kencing manis, penyakit ginjal dan
penyakit radang selaput otak.Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis,
sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna. Dalam bentuk apa keluhan
mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya. Mulut kering juga dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga,
berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan
mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada
kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi
pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain.

2. Degenerasi pada lidah (Taste Disorder)


Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun
indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur
makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan
keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf
nyeri, juga berperan pada pengecap.

Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat
disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat
berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap
juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa,
perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat
makan (Papas AS et al., 1991).

3. Degenerasi pada mukosa


• Secara klinis terlihat atrofi mukosa dan warna yang lebih pucat pada lapisan
epitel, kemampuan mitosis berkurang disertai pergantian epitel yang lambat
• Proses keratinisasi berlangsung lambat dan lapisan epitel terlihat tipis pada
lamina propria dan submukosa terjadi perubahan yang mirip dengan lapisan
dermis
• Sel-sel mengalami perubahan terutama sel fibroblas
• Serat elastin dan kolagen bertambah tebal dan memadat
Patogenesis : Penurunan proloferasi epitel , menyebabkan penipisan
mukosa, pengasaran serabut kolagen

Pemeriksaan HPA : Pada lamina Propria dan lapisan submukosa trjadi perubahan
yang mirip dengan lapisan dermis.

4. Degenerasi jaringan periodontal


Selama proses me-nua, kelenjar lemak meningkat dan permukaan
mukosa tampak halus serta pembuluh darah lingual menonjol; ini mungkin
ber-hubungan dengan menipisnya epitel mukosa karena menurunnya
proliferasi sel. Selain itu, mukosa mengalami pengasaran serabut kolagen
dan kemunduran elastisitas. Mukosa menjadi peka akibat penurunan drastis
produksi saliva (hiposaliva).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi degenerasi

Degenerasi merupakan kemunduran sel oleh karena padanya terjadi gangguan


metabolisme sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit, yang normal
tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel menjadi bengkak dan sakit.
Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan sel dan
perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel timbul jika sel tidak dapat
mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam
sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan
dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolisme lemak seperti sel hepatosit dan
selmiokard.

Macam-macam degenerasi:
1. Degenerasi lemak
Ialah timbunan lemak yang abnormal dalam sel yang sakit, dapat terjadi pada
hepar, jantung, ginjal, dan pulpa.
Etiologi :
• Anoxia
• Infeksi
• Intoksikasi zat kimia (chlour, phospor, bishmath, arsen)
• Mal nutrisi
• Diabetes melitus
Infiltrasi lemak/jaringan lemak ialah timbunan lemak diantara jaringan ikat
(jantung, pankreas), pada obesitas, tidak menyebabkan gangguan fungsi.
2. Degenerasi lendir
Bahan lendir tubuh :
• Diproduksi oleh jaringan ikat oleh fibroblast mucopoliy sacharida/myxoid
• Myxoid adalah zat perekat antar sel jaringan ikat yang berfungsi sebagai
shock absorber dan sebagai pertahanan jaringan ikat (menstion serangan
kuman).
• Degenerasi lendir dibagi dua, yaitu :
• Degenerasi mukoid
Musin dapat dijumpai pada sel dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-
sel gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin
tersebut akan mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dan
damakan signet ring sel.
• Degenerasi miksomatik
Pada degenerasi miksomatik, musin tertimbun di jaringan ikat. Keadaan
ini menunjukkan adanya musin di daerah interseluler dan memisahkan
sel-sel stelata.
3. Degenerasi hyaline
Umumnya perubahan hialin merupakan perubahan dalam sel atau rongga
ekstraselular yang memberikan gambaran homogen, cerah, dan berwarna merah
muda dengan pewarnaan HE. Keadaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan
dan tidak menunukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik.
4. Degenerasi hidrofik
Degenerasi hidropik merupakan jejas yang reversible dengan penimbuna
intraselular yang lebih parah jika dibandingkan degenerasi albumin. Etiologinya
dianggap sama dengan pembengkakan sel, hanya intensitas rangsang patologik
lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik tersebut lebih lama.
Krakteristik dengan penumpukan air lanjut dalam sel. Hal ini dapat disebabkan
oleh kerusakan mitokondria yang nyata, terhentinya produksi ATP dan
kegagalan dari “pompa natrium”, yang menyebabkan peningkatan tekanan
osmotic dalam sel. Perubahan dalam permeabilitas membran sel terhadap zat
lain dapat ditimbulkan oleh bahan-bahantoksik.
Selain itu dapat disebkan oleh gangguan air dan elektrolit yang berat,
khususnya kehilangan kalium. Bahan-bahan fisiko-kimiawi, contohnya luka
baker, terseduh, kloroform dan karbon tetraklorida. Keadaaan efektif dan
setelah cloudy swelling,jika berlangsung lama.
Degenerasi hidropik ini biasanya terdapat pada sel hepar dan tubulus kontortus
ginjal.
Gambaran makroskopis organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi
lebih besar dan lebih berat daripada normal dan juga tampak lebih pucat.
Gambaran mikroskopik menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan
pada kapiler-kapiler organ seperti kapiler pada sinusoid hati. Bila pada
penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas terhadap sel semakin berat,
akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasmik.
Sehingga nampak vakuola-vakuola kecil sampai besar pada sitoplasma.

5. Degenerasi zenker
Degenerasi zenker dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang
mengalami nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rectus
abdominis dan diafragma. Degenerasi ini ditemukan pada pneunomia dan tifus
abdominalis stadium terminal.
6. Degenerasi Amiloid
Degenerasi amiloid ini memiliki kesamaan dengan degenerasi hyaline.
Degenerasi amiloid memiliki sifat diantaranya memberikan reaksi khusus pada
pengecatan, selektif dalam deposisinta (ada dua bagian tubuh yang terpilih/
tidak seluruhnya/selektif), ada hubungan dengan penyakit tertentu, dan
ditemukan pada organ-organ yang termasuk RES.

Macam Amilodosis :
a. Amilodosis primer
Ini tidak diketahui penyebabnya yang jelas (idiopatik). Organ yang
terkena antaralain jaringan otot, tract digostricus, jantung dan lidah.
Komplikasinya yaitu pada otot, serat-serat otot diganti / ditimbun bahan
amiloid.
b. Amilodosis sekunder
Terjadi secara sekunder, sebagai komplikasi penyakit lain (didahului oleh
penyakit lain). Misal oleh penyakit tuberkolusa, osteo myelitis khronis
supurativa, lepra, tumor ganas. Organ yang terkena antara lain limpa,
ginjal dan anak ginjal, hati, dan sel getah bening.
c. Amilodosis pada Multiple Myeloma (tumor pada myeloma)
Multiple myeloma adalah tumor ganas yang HPA mengandung banyak
sel plasma. Dasar etiologinya adalah reaksi imunologi. Pada umumnya
30% kasus multiple myeloma disertai amilodosis primer.
d. Amilodosis Lokal
Amilodosis local terjadi pada tempat-tempat tertentu.
Patogenesis :
• Merupakan permulaan dari amilodosis primer yang umum
(menyeluruh)
• Pada penderita dengan penyakit lain misalnya diabetes militus
(pada lympha / kelopak mata)
• Penderita yang lanjut usia (pada pancreas)
• Penyakit trachoma (timbul bintil-bintil pada kelopak mata amiloid
tumor)

3.2 Penyakit Degenerasi

1. Degenerasi pada Tulang

Klasifikasi
a. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanitapaska menopause dan juga pada
pria usia lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
b. Osteoporosis sekunder
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan :
• Cushing's disease
• Hyperthyroidism
• Hyperparathyroidism
• Hypogonadism
• Kelainan hepar
• Kegagalan ginjal kronis
• Kurang gerak
• Kebiasaan minum alkohol
• Pemakai obat-obatan/corticosteroid
• Kelebihan kafein
• Merokok

Etiologi :
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita
memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit
hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan
ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-
obatan.Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Gejala Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.
Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang
sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan
kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera
ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal
dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu,
pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.

Patogenesis
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang
normal, terdapat matrik konstan remodeling tulang; hingga 10% dari seluruh massa
tulang mungkin mengalami remodeling pada saat titik waktu tertentu. Proses
pengambilan tempat dalam satuan-satuan multiseluler tulang (bone multicellular units
(BMUs)) pertama kali dijelaskan oleh Frost tahun 1963.[1] Tulang diresorpsi oleh sel
osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh
sel osteoblas.
Osteoporosis adalah suatu penyakit kelainan pada tulang yang ditandai
dengan berkurangnya massa tulang, kerusakan tubuh atau arsitektur tulang sehingga
tulang mudah patah.
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yaitu suatu penyakit yang
berhubungan dengan usia. Tapi Osteoporosis bisa dihindari atau dicegah agar jangan
terjadi akibat yang lebih fatal yaitu patah tulang.
Secara normal di tubuh kita terjadi suatu tahapan yang disebut remodelling
tulang, yaitu suatu proses pergantian tulang yang sudah tua untuk diganti dengan
tulang yang baru. Hal ini sudah terjadi pada saat pembentukan tulang mulai
berlangsung sampai selama kita hidup.
Setiap saat terjadi remodeling tulang di tulang manusia. Proses remodeling
ini dimulai dengan terjadinya resorpsi atau penyerapan atau penarikan tulang oleh sel
tulang yaitu osteoklas, kemudian tulang yang sudah diserap itu tadi akan diisi oleh
tulang yang baru dengan bantuan sel tulang yang bernama osteoblas.
Kejadian ini adalah suatu keadaan yang normal, dimana pada saat proses
pembentukan tulang sampai umur 30 – 35 tahun, jumlah tulang yang diserap atau
diresorpsi sama dengan jumlah tulang baru yang mengisi atau menggantikan sehingga
terbentuk puncak massa tulang, tapi setelah berumur 35 tahun keadaan ini tidak
berjalan dengan seimbang lagi dimana jumlah tulang yang diserap lebih besar dari
jumlah tulang baru yang menggantikan. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis.
Macam degenerasi pada tulang :
a. Mandibula
Rahang bawah dibentuk oleh tulang mandibula yang merupakan struktur tulang
paling kokoh pada wajah. Tulang mandibula adalah tulang yang unik,
membentuk lengkung atau arkus dari kri ke kanan yang bila ditilik dari garis
tengah memiliki struktur simetris di bagian kiri dan kanan.
b. Penuaan pada mandibula
Penuaan pada mandibula terjadi karena adanya resobsi alveolar sampai setinggi
1cm, terutama pada rahang tanpa gigi atau setelah pencabutan.
c. Tulang alveolar :
Terjadi resobsi pada processus alveolaris, terutama setelah pencabutan gigi,
sehingga : tinggi wajah berkurang, pipi dan labium oris tidak terdukung, serta
wajah menjadi keriput.
Resobsi tulang alveolar menyebabkan pengurangan jumlah tulang akibat
kerusakan tulang karena adanya peningkatan osteoklas, sehingga terjadi proses
osteolisis dan peningkatan vaskularisasi. Akibat penuaan mengakibatkan
kontraksi otot bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini menyebabkan
kerja sendi lebih kompleks. Terjadi resobsi pada caput mandibula, membatasi
ruang gerak dan menutup mandibula. Penuaaan mengakibatkan kehilangan
kontak oklusal sehingga mengacaukan fungsi kunyah.
Unsur-unsur tulang mandibula berubah secara signifikan dengan bertambahnya
usia untuk kedua jenis kelamin dan bahwa perubahan ini, ditambah dengan
perubahan jaringan lunak menyebabkan tampilan pada usia yang lebih rendah
sepertiga dari wajahnya. Baik panjang maupun tinggi mandibula berkurang
secara signifikan untuk kedua jenis kelamin. Perubahan tulang ini dapat
menghasikan suatu tampilan yaitu berkurangnya proyeksi dan tinggi wajah
bagian bawah yang ditemukan seiring bertambahnya umur. Sudut rahang
meningkat dengan usia, yang mengakibatkan batas bawah wajah menjadi
kurang jelas. Hilangnya keseluruhan volume mandibula mungkin juga
berkontribusi terhadap penuruna dari lapisan lemak bukal. Hilangnya volume
mandibula juga mempengaruhi penuaan leher yang berkontribusi memberikan
kelenturan plathysma dan jaringan lunak leher. Hasil ini menunjukkan bahwa
mandibula berubah secara dramatis dengan bertambahnya usia.

2. Degenerasi pada TMJ

Osteoartritis adalah proses degenerasi atau penuaan sendi. Pada proses penuaan
ini lapisan tulang rawan sendi yang terdapat pada rongga sendi menipis, sehingga
jarak antara dua tulang saling bedekatan. Hal ini terjadi dalam waktu yang lama
membuat rasa ngilu pada sendi bila digerakan. Reaksi lain yang timbul akibat dari
beradunya dua tulang tersebut membuat jaringan tulang manjadi kasar dan timbul
berduri (spur).

Osteoarthritis adalah tipe dari arthritis yang disebabkan oleh kerusakan atau
penguraian dan akhirnya kehilangan tulang muda (cartilage) dari satu atau lebih
sendi-sendi. Cartilage adalah senyawa protein yang melayani sebagai "bantal" antara
tulang-tulang dari sendi-sendi. Osteoarthritis juga dikenal sebagai degenerative
arthritis.

1. Etiologi.
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut
denganosteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat
terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan,
kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut dengan osteoartritis sekunder.
Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari
itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak,
seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara
osteoartritis primer dengan umur.

Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi


sinovial, termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium,
ligamen, kapsul sendi, dan otot – otot yang bekerja melalui sendi; tetapi
perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi, remodeling tulang
subchondral, dan pembentukan osteofit.

2. Patogenesis

tulang rawan

KONDROSIT mengalami degenerasi

tulang rawan tipis (matriks dan struktur)

retakan pada sendi


tulang rapuh

permukaan tulang rawan kasar dan berlubang

sendi tidak bisa bergerak dengan halus

semua komponen dalam sendi (tulang, kapsul sendi, jaringan


sinovial, tendon dan tulang rawan)

kekakuan sendi

Perubahan jaringan synovial

• cairan synovial akan berkurang  mempengaruhi kelancaran


pergerakan dari diskus artikularis
• akibat lebih lanjut  terjadi krepitasi pada gerak sendi
• pada keadaan lebih parah dapat merobek atau merusak diskus
artikularis
Perubahan pada ligamentum sendi
• pengurangan ketebalan kapsula sendi
• pengurangan daya tahan regangan dari serat kolagen yang
membentuk ligamentum TMJ  penurunan keleluasaan artikulasi
sendi TMJ
• Sintesa kolagen juga akan menurun  bila tjd kerusakan
ligamentum, proses reparasi juga melambat
3. Degenerasi pada Gigi (pulpa)
Degenarasi pulpa ini jarang ditemukan namun perlu diikutkan pada
suatu deskripsi penyakit pulpa. Degenerasi pulpa pada umunya ditemui pada
penderita usia lanjut yang dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten.
Kadang-kadang dapat juga ditemukan pada penderita muda seperti pengapuran.
Degenerasi pulpa ini tidak perlu berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun
suatu kavitas atau tumpatan mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat
awal degenerasi pulpa biasanya tidak menyebabkan gejala klinis yang nyata. Gigi
tidak berubah warna, dan pulpa bereaksi secara normal tehadap tes listrik dan tes
termal. Ada beberapa macam degenerasi pulpa yaitu degenerasi kalsifik, degenerasi
atrofik, degenerasi fibrous.

Perubahan pulpa

• volume ruangpulpa menyempit ok/dentin reparative


• jumlah sel berkurang, jumlah saraf bertambah
• secara histologis, jaringan pulpa terlihat lebih padat dapat
terjadi pengapuran yang tida teratur (pulp stones) tjd pengurangan
jumlah dan penurunan kualitas dinding pembuluh >reaktifitas
berkurang

Degenerasi kalsifik.

Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaingan pulpa digantikan oleh bahan


mengkapur; yaitu terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi dapat terjadi baik di
dalam kamar pulpa ataupun saluran akar, tapi umumnya dijumpai pada kamar pulpa.
Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawang, dan terletak
tidak terikat di dalam badan pulpa. Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi
cukup besar untuk memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila masa mengapur
tersebut dihilangkan. Pada jienis kalsifikasi lain, bahan mengapur terikat pada
dinding kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu
mungkin untuk membedakan satu jenis lain pada radiograf.

Diduga bahwa dentikel dijumpai pada lebih dari 60% orang dewasa. Batu pulpa
dianggap sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang,
menyebar (referred pain) pada beberapa pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini
pada pulpa.

Degenerasi Atrofik

Pada pasien degenerasi ini, yang diamati secara histologis pada pulpa orang tua,
dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat, dan cairan interseluler meningkat. Jaringan pulpa
kurang sensitif daripada normal. Yang disebut “Atrofi retikular” adalah suatu artifak
(artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa dan
hendaknya tidak dikelirukan dengan degenerasi atrofik. Tidak terdapat diagnosis
klinis.

Degenerasi Fibrous

Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen seluler oleh
jaringan penghubung fibrous. Pada pengambilan dari saluran akar, pulpa demikian
punya penampila khusus serabut keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus
untuk membantu dalam diagnosis klinis.

Artifak Pulpa

Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu jenis


degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya diisi oleh
odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang disebabkan karena fiksasi
jelek spesimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa, bersama-sama dengan atrofi
retikuler dan vakuolisasi, semuanya mungkin artifak dengan sebab sama, yaitu fiksasi
yang tidak memuaskan.

Metastasis sel-sel tumor

Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi, kecuali mungkin pada
tingkat akhir. Mekanisme terjadinya keterlibatan pulpa demikian pada kebanyakan
kasus adalah perluasan local langsung dari rahang. Satu laporan mencatat keterlibatan
pulpa gigi molar pada pasien berusia 11 tahun dengan kondromiksosarkoma rahang
bawah. Dari 39 pasien yang diperiksa dengan tumor maligna di dalam mulut, hanya
satu di mana ditemuka sel-sel tumor di dalam pulpa.

4. Degenerasi pada Kelenjar Ludah (Xerostomia)

Xerostomia merupakan istilah untuk keadaan mulut yang kering, sama seperti
xeroptalmia yang digunakan untuk mata yang kering dan xerodermia untuk kulit yang
kering. Bila mukosa pada beberapa daerah kering, seperti pada mata, mulut, hidung
dan pharynx, maka sindrom Sicca sering digunakan untuk keadaan ini. Daerah-daerah
mulut yang kering dapat disebut keratokonjungtivitis sicca, rhinitis sicca, paringitis
sicca dan bahkan laryngitis sicca. Pada tiap keadaan tersebut terlihat mukosa yang
kering, walaupun pada sebagian besar keadaan, kekeringan tersebut hanya bersifat
subyektif.
Pada mukosa mulut normalnya basah serta mengkilat. Bila dikeringkan
dengan sepotong kasa akan terlihat butiran cairan dari kelenjar local, dalam beberapa
menit saja. Kelenjar ini, mempunyai peranan penting, walaupun hanya menghasilkan
sebagian kecil dari seluruh cairan pelumas mulut, sebagian besar diantaranya
diproduksi oleh kelenjar ludah mayor. Dari kelenjar-kelenjar ludah tersebut, kelenjar
parotid merupakan yang paling penting. Kedua kelenjar submandibula dapat dipotong
tanpa kesulitan yang berarti setelah operasi, tetapi pemotongan salah satu kelenjar
parotis atau hilangnya sekresi dari kelenjar ini, dapat menyebabkan mulut terasa
kering.

Etiologi dan patogenesis Xerostomia


1. Fisiologi :
Sensasi mulut kering yang subjektif terjadi setelah bicara yang berlebihan
dan selama berolahraga. Pada keadaan ini ada dua faktor yang ikut berperan.
Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olah raga, berbicara atau menyanyi,
juga dapat member efek kering pada mulut. Selain itu, juga ada komponen
emosional, yang merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom
dan menghalangi sistem parasimpatik, sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran ludah dan mulut menjadi kering. Sebagian besar orang mengalami sensasi
mulut kering sebelum melakukan Tanya jawab yang penting atau sebelum pidato.
2. Agenesis dari kelenjar ludah :
Sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang pasien memang mempunyai
keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialografi menunjukkan cacat yang
besar dari kelenjar ludah. Selain itu, terdapat berbagai macam keadaan yang ikut
berpengaruh disini. Gejala ringan yang timbul meliputi sulit mengunyah makanan
yang kering, serta rasa kering pada mulut yang terus menerus. Pada keadaan lebih
lanjut, mukosa terlihat kering, dengan lidah yang merah, meradang tapi kering.
Kecepatan pembentukan karies sangat meningkat. Usaha mempertahankan gigi-
gigi, berperan penting, karena pasien biasanya sukar menerima penggunaan gigi
tiruan.
3. Karena penyumbatan hidung :
Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering
terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal (adenoid). Pada orang dewasa
terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan keadaan hidung, polip
hidung atau hipertropi rhinitis. Semua keadaan tersebut menyebabkan pasien
bernafas dari mulut, tanpa penyumbatan hidung. Atau mungkin juga berupa
maloklusi gigi-gigi seri, biasanya gigi seri yang protrusi (maloklusi Angle klas III
divisi 1) atau bibir yang lemah serta kurang berfungsi. Kadua faktor tersebut
dapat terlihat bersamaan.
Apapun penyebabnya, akibatnya sama yaitu rasa kering yang bersifat
subjektif pada mulut dan hyperplasia dari jaringan gingiva yang kering di sekitar
gigi-gigi seri atas pada permukaan labial. Gingival dapat menjadi merah,
mengkilat, dan sering mudah berdarah.
4. Faktor penuaan dan psikologi :
normalnya, mulut menjadi kering dengan bertambahnya umur, terbukti
bahwa banyak orang lanjut usia yang menemukan bahwa mulutnya bereaksi
dengan cara yang sama. Keadaan mulut yang kering dapat terlihat berupa
kesulitan mengunyah dan menelan, atau kesulitan dalam menggunakan gigi
tiruan. Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi tiruan tidak
menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis mucous untuk tempat
gigi tiruan melayang pada permukaannya, dan dengan tegangan permukaan yang
berkurang untuk retensi gigi tiruan dalam menahan tekanan kunyah. Bila daerah
pendukung gigi tiruan telah terasa nyeri, trauma dapat berlangsung terus.
Seringkali wanita menopause terserang xerostomia, tetapi pria pada
kelompok umur yang sama juga tidak jarang terserang, yang mengeluh tentang
berbagai sensasi pada mulutnya, salah satunya rasa kering pada mulut. Pada
pemeriksaan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda mulut kering yang
objektif. Sangat mengherankan bahwa banyak obat yang kurang bermanfaat untuk
keadaan tersebut. Tipe pasien lain mempunyai tanda-tanda psikiatrik yang rumit
dari depresi ringan maupun kecemasan. Perawatan untuk pasien ini dengan
antidepresan atau obat penenang.
5. Xerostomia pada keadaan demam serta infeksi pernafasan :
Kadang-kadang demam dapat menimbulkan keadaan mulut yang kering,
biasanya keadaan tersebut kurang tidak begitu mengganggu pasien dan dapat
diperingan dengan beberapa teguk air. Pada pasien yang tidak sehat, mulut kering
mudah terserang infeksi sekunder dengan candida albicans, serta kemungkinan
terjadinya infeksi kelenjar parotis, yang menyebabkan terjadinya akut supuratif
parotitis.
Infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada
infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung menyebabkan pasien
bernafas melalui mulut. Bronchitis, asma dan pneumonia dapat meningkatkan
kecepatan pernafasan, dan karena usaha pasien untuk menghirup nafas sebesar-
besarnya, ia menghirup udara dengan mulut. Terutama pada pasien asma, mulut
menjadi sangat kering dengan deposit mucous di sekitar gigi-giginya.
Kebrsihan mulut sanagt penting peranannya dalam mencegah infeksi
sekunder. Kebersihan mulut dapat ditingkatkan dengan menjaga mulut selalu
dalam keadaan basah.
6. Penyakit kelenjar ludah menimbulkan xerostomia :
Selain syndrome Sjogren, penyakit-penyakit kelenjar ludah jarang
menimbulkan xerostomia. Penyakit harus mengenai kedua kelenjar parotis secara
bergantian untuk dapat menimbulkan kerusakan yang menyeluruh. Infeksi paroris
juga dapat menimbulkan xerostomia.
7. Sindron Sicca (Sindron Sjogren) :
Merupakan penyebab xerostomia yang paling penting dan tanda-tandanya
telah dibahas sebelumnya. Biasanya penderita seorang wanita, dalam periode
menopause serta menderita penyakit auto-imun, terutama rheumatoid artritis.
Mukosa-mukosa selain mukosa mulut dapat terserang. Mukosa mulut terlihat
keriput, atau mengkilat dengan lidah berlobus yang khas.
8. Setelah Radioterapi :
Dengan teknik radioterapi yang baru dan lebih baik, bahkan untuk radiasi
mulut, kelenjar ludah tetap dapat dilindungi untuk menghalangi terjadinya
kerusakan. Radiasi parotis jarang diperlukan. Bahkan setelah dilakukan radiasi
kelenjar parotis unilateral, akan terlihat adanya perubahan besar. Pada pasien
yang lebih muda, insiden karies gigi meningkat cepat. Biasanya karies tersebut
terletak di servikal dan dapat mengenai semua gigi.
9. Keadaan-keadaan lain yang menimbulkan xerostomia :
Diabetes mellitus yang sering tidak terkontrol serta berhubungan dengan
polidipsia dan poliuria, dapat menyebabkan mulut kering. Diabetes inspidus
karena sifat dehidrasi yang dimilikinya, dapat menyebabkan xerostomia.
Dehidrasi medis atau operasi dari penyebab apapun dapat member efek serupa,
keadaan-keadaan tersebut dapat bervariasi, dari perdarahan sampai
hiperparatiroidism. Uremia tidak hanya menimbulkan mulut berbau tetapi juga
menimbulkan xerostomia. Perokok juga mula-mula mengalami ptialism, yang
setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi mulut yang kering.
10. Obat yang merangsang xerostomia :
Ada sejumlah obat yang salah satu efek sampingnya, berupa xerostomia.
Untuk menyebutkan semua obat yang menimbulkan rasa kering pada mulut, kita
perlu menyebutkan hampir semua obat yang terdapat pada farmakope. Ada
beberapa obat dari tiap kelompok, yang dibicarakan disini dalam hubungannya
dengan xerostomia.
a. Obat yang bekerja pada daerah otak yang tinggi.
Semua obat yang menghalangi aktivitas pusat otak yang tinggi juga
dapat menghalangi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Efek anti-
sialogogik sama dengan berkurangnya aliran ludah selama pasien tidur. Yang
termasuk kelompok tersebut adalah semua obat yang termasuk kategori obat
penenang, hipnotik, narkotik, dan penghilang rasa sakit.
b. Obat yang bekerja pada ganglia autonomic
Aksi obat ini berjalan melalui ganglia parasimpatik, yang mempunyai
pola perpindahan neurohumoral yang sama dengan ganglia simpatik. Nikotin
dapat menyebabkan rangsang permulaan pada penggunaan dosis tinggi,
diikuti dengan efek penyumbatan. Jadi secara teoritis dapat dikatakan bahwa
perokok berat selalu mengalami xerostomia. Anggapan tersebut memang
selalu didukung bukti-klinis, tapi berapa besar
c. Obat yang bekerja pada pertemuan parasimpatik neuro-efektor
Sebagian besar obat yang menimbulkan xerostomia bekerja pada
daerah ini dengan cara memblokir efek muskarinik dari asetilkolin. Atropine,
suatu alkaloid beladona, bersama dengan substansi lain yang berhubungan
dengannya, seperti hemotropin, hiosin dan produk-produk ammonium
quartenari lainnya, juga dapat menyebabkan mulut terasa kering bila diberikan
secara sistemis. Ada sejumlah obat yang digunakan sebagai spasmolitik, dan
untuk mengurangi sekresi gastric, seperti propantelin (probanten) dan poldin
(nakton), mempunyai efek sama.
Semua antihistamin mempunyai efek samping kolinergiok serta dapat
mengurangi aliran ludah. Derivate penotiasin juga mempunyai efek yang
sama. Bahkan pada dasarnya, bebrapa antihistamin merupakan derivate
penotiasin. Keadaan yang serupa berlaku juga untuk beberapa obat yang
digunakan untuk perawatan Parkisonism, seperti benzhexol, benztropin, dan
orphenadrin.
Obat trisilik anti depresi seperti imipramin, amitriptylin, dan
komponen yang berhubungan dengannya, dapat menyebabkan mulut terasa
kering. Kerena depresi endogenus sendiri dapat menyebabkan xerostomia,
sulit untuk menentukan apakah penyakit atau cara perawatannya yang
menimbulkan mulut kering.
d. Obat yang bekerja pada daerah pertemuan adrenergic neuro-efektor
Ampetamin dan derivatnya yang digunakan sebagai obat perangsang
atau obat penurun nafsu makan dapat mengurangi aliran ludah. Epedrin, yang
masih sering digunakan untuk perawatan asma, bertujuan untuk mengurangi
ketegangan bronkus, juga mempunyai efek serupa. Untungnya pembesaran
bronkus terjadi dengan efek yang lebih khusus dan aksi yang lebih kecil
terhadap kelenjar ludah.
Patogenesis Xerostomia
a. Secara umum (Hubungan sekresi saliva dengan xerostomia)
Pada lidah terdapat nervus-nervus penghantar yakni nervus glossofaringeus
yang bercabang menuju traktus solitarius. Saat lidah menerima rangsangan
taktil dan pengecapan, di lanjutkan oleh nervus glossofaringeus & nervus
fasialis. Nervus glossofaringeus membawa rangsangan menuju traktus
solitaries yang di dalamnya terdapat nervus solitarius superior dan inferior.
Oleh nervus glossofaringeus yang bercabang pada ganglion otikum dan di
lanjutkan menuju kelenjar parotis. Sedangkan nervus facialis bercabang pada
traktus solitaries menbawa rangsangn tersebut ke ganglion submandibularis
menuju ke kelenjar submandibularis. Jika lidah mengalami atrofi pada
papillanya, maka lidah tidak mampu menghantarkan simpul-simpul
rangsangannya, sehingga rangsangan tersebut tidak sampai pada glandula
saliva yang berfungsi untuk memproduksi saliva sebagai respon atas
rangsangan yang di hantarkan. Akibatnya, sekresi dari saliva menurun
sehingga rongga mulut menjadi kering.
b. Bertambahnya usia → terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar
saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak
dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan
ini mengakibatkan pengurangan

Gambaran Klinis Xerostomia


1. Mukosa mulut kering, mudah teriritasi
2. Sukar berbicara
3. Sukar mengunyah dan menelan
4. Persoalan dengan protesa
5. Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar
6. Gangguan pengecapan
7. Perubahan jaringan lunak
8. Pergeseran dalam mikroflora mulut
9. Karies gigi meningkat
10. Radang periodonsium
11. Halitosis
12. Kepekaan terhadap rasa berkurang,
13. Kesukaran dalam memakai gigi palsu,
14. Mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya.
Gambaran HPA
Secara histologis,kelenjar liur major dan minor menunjukkan atropi dan
infiltrasi oleh limfosit dan sel-sel plasma. Biasanya pada penderita stomatitis
nikotina, pada mukosa palatal terdapat papula-papula merah, kecil, terdapat keratosis
putih karena tembakau.

Pemeriksaan
Penting untuk membuktikan secara objektif jumlah saliva yang dihasilkan.
Pembuktian ini dapat dilakukan tes curry. Mulut kering selanjutnya dapat dibedakan
apakah sejati atau palsu. Tes Curry tersebut merupakan studi terhadap aliran parotis
dan dapat menunjukkan jumlah produksi saliva yang normal.
Ada beberapa alat untuk mengumpulkan saliva dan dapat membantu dalam
menegakkan diagnose terhadap pasien xerostomia , diantaranya : Proflow sialometer,
salivette, lashley cup, dan slurp collection cuip. Alat pengumpul saliva tersebut harus
sesui dengan standard an dapat dipercaya.
Selain dengan penggunaan alat tersebut , kondisi mulut pasien dapat dinilai
dengan menggunakan kaca mulut yang ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca
menempel dapat di pastikan pasien menderita xerostomia. Saliva yang kental yang
menempel pada kaca mulut jika ditarik juga menandakan keadaan xerostomia pada
pasien. Cara lain untuk memeriksa yaitu pada penderita tampak bibir pecah-pecah
atau kering, dan halitosis. Kesulitan bicara, sulit makan dan menelan. Bibir lekat pada
gigi (Lip Stick and Tongue Blade Signs) karena sel-sel epitelnya melekat pada email
yang kering sehingga menyebabkan erosi dan karies pada permukaan akar dan ujung
cusp. Pada kasus ini, karies akan terus meningkat meskipun OH baik.

5. Degenerasi pada Lidah (Taste Disorder)


Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini akan
mengalami proses menua. Pada manusia proses menua itu sebenarnya telah terjadi
sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Proses menua dapat
menimbulkan keluhan atau kelainan, baik itu pada jaringan keras ataupun jaringan
lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua, dengan menurunnya nafsu makan, dapat
dipahami bahwa golongan usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap
penyakit dan cacat karena perubahan organobiologik tubuh akibat proses degeneratif
alamiah. Menurunnya fungsi faali serta parameter metabolisme seiring dengan
meningkatnya usia akan mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992; Murjiah dan
Dinarto. 2002).
Proses menua merupakan proses yang terjadi di dalam tubuh yang berjalan
perlahan-lahan tapi pasti, pada proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh secara
berangsur-angsur dan akhirnya menjadi manusia dengan usia lanjut (Wasjudi, 2000)
Proses menua dapat menimbulkan keluhan atau kelainan, baik pada jaringan keras
ataupun jaringan lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua, di tambah dengan
menurunnya nafsu makan, maka dapat dipahami bahwa golongan usia lanjut
merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit dan cacat karena terjadinya
perubahan organobiologik tubuh akibat proses degeneratif alamiah. Menurunnya
fungsi faali serta parameter metabolisme seiring dengan meningkatnya usia akan
mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992; Murjiah dan Dinarto. 2002).
Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini dapat
disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat
berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor pengecap
juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya sensasi rasa,
perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya kenikmatan pada saat
makan (Papas AS et al., 1991).
Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun
indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur
makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan
keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf
nyeri, juga berperan pada pengecap.
Indera pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi,
beberapa di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap. Sel
pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel disekitarnya,
sehingga beberapa diantaranya adalah sel muda dan lainnya adalah sel matang yang
terletakke arah bagian tengah indera dan akan segera terurai dan larut (Guyton, 1997).
Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan
permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla,
pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada
bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa
(Lynch et al., 1994; Ganong, 1998; Budi, . 2004).
Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan
permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap untuk
meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma
mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat
kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur
yang dapat berikatan dengan sel reseptor (Amerongen, 1991).
Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di
ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum molle.
Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi
(Budi, . 2004; Boron , . 2005).
Sel pengecap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi.
Proses ini bergantung dari pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong
maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Taste buds yang dilayani oleh serat
saraf sensoris adalah taste buds pada 2/3 lidah bagian anterior (papilla filiformis dan
sebagian papilla fungiformis) dilayani oleh chorda tympani cabang dari N. Facialis

(N.VII) (Ganong, 1998; Boron, 2005).

Gambar Lidah dan Pembagian Papilla


Keterangan papilla pada lidah:
1. Pp. fungiformis : 2/3 anterior lidah
2. Pp. circumvalata : post.lidah, depan sulkus terminalis
3. Pp. foliata : post-lateral lidah
Masing-masing papilla pengecap dipersarafi 50 serat saraf dan setiap serat
saraf menerima masukan dari rata-rata 5 papilla pengecap. Papilla circumvalata yang
lebih besar masing-masing mengandung sampai 100 papilla pengecap, biasanya
terletak di sisi papilla, tetapi karena terbatasnya data maka disebutkan ada sekitar
200-250 taste buds per papilla circumvalata pada setiap individu dibawah usia 20
tahun, dan menurun hingga 200 taste buds atau kurang menjelang maturitas, dan
kurang lebih 100 taste buds menjelang usia 75 tahun. Penelitian dengan
mikroelektroda pada satu taste buds memperlihatkan bahwa setiap taste buds
biasanya hanya merespon terhadap satu dari empat rangsang kecap primer, bila
substansi pengecap berada dalam konsentrasi rendah. Pada konsentrasi tinggi,
sebagian besar taste buds dapat dirangsang oleh dua, tiga atau bahkan empat rangsang
pengecap primer dan juga oleh beberapa rangsang pengecap yang lain yang tidak
termasuk dalam kategori primer (Diah Savitri,1997; Ganong, 1998).
Pada orang usia lanjut, permukaan dorsal lidah cenderung menjadi lebih licin
karena atrofi papilla lidah. Perubahan histopatologi pada lidah menunjukkan adanya
atrofi papilla yang sering dimulai dari ujung lidah dan sisi lateral. Beberapa peneliti
melaporkan jumlah taste buds yang terdapat pada papilla circumvalata berkurang
yang menyebabkan menurunnya sensitivitas rasa (Sayuti, 1998).
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk mendeteksi gangguan
pengecapan ialah:
1. The Drop Technique
Digunakan 4 macam rasa manis (gula pasir), pahit (kinin),
kecut/asam (lar. Asam cuka) dan asin (larutan garam). Penderita
diminta utk mengidentifikasi rasa dari bahan tes yang diletakkan
diatas lidah sambil menutup hidung.
2. Elektrogustometri
Tes pengecapan secara kuantitatif.

Mineral Zn
Salah satu perubahan yang terjadi pada air ludah penderita dengan gangguan
pengecapan adalah berkurangnya kadar Zn di dalam air ludah. Kadar Zn pada air
ludah orang dewasa berkisar 90-120 ìg/100 ml. Mineral Zn berperanan di dalam
fungsi berbagai indera seperti melihat, mencium bau dan mengecap.

Kadar Zn di dalam air ludah ditentukan oleh diet/ makanan yang dikonsumsi,
misalnya makanan yang berasal dari protein hewani mengandung banyak mineral Zn,
sedangkan sebaliknya makanan yang berasal dari protein tumbuh-tumbuhan
mengandung sedikit Zn.

Pada mereka yang menjadi vegetarian (mengkonsumsi makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan) dan padamereka yang tidak nafsu makan karena gangguan
kejiwaan (anoreksia nervosa) dapat mengakibatkan kurangnya mineral Zn sehingga
hal ini perlu mendapat perhatian jika mengalami gangguan pengecapan.

6. Degenerasi pada mukosa rongga mulut

Pada mukosa rongga mulut terjadi atrofi, berkurangnya kelenturan dan


berkurangnya tunika propia. Mukosa tampak seperti lilin atau satin, atau kelihatan
sembab. Lapisan sel berkeratin yang biasanya melindungi mukosa tidak ada lagi
sehingga lebih mudah terjadi cedera bila ada iritasi mekanis, kimiawi, atau iritasi
kuman. Jaringan penyambung lebih sukar menutup bila terjadi luka.
Aliran saliva biasanya sangat berkurang sehingga mukosa menjadi kering dan
tidak lentur. Sering terdapat perasaan terbakar dan fungsi indera pengecap sangat
menurun.

7. Degenerasi pada Jaringan Periodontal


Prevalensi penyakit periodontal, kerusakan jaringan dan kehilangan gigi lebih
banyak diakibatkan oleh bertambahnya usia. Beberapa jaringan mengalami
perubahankarena penuaan dan hal itu mungkin karena efek dari penyakit periodontal.
Sebagian besar penyakit periodontal bersifat inflamasi dengan penyebab utamanya
adalah plak dan bakteri yang didukung oleh beberapa faktor lokal dan sistemik dan
sangat sulit membedakan antara kerusakan patologi dengan kerusakan fisiologis suatu
jaringan pada manula. Perubahan jaringan periodontal yang berhubungan dengan usia
lanjut meliuti gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum.
Beberapa perubahan jaringan periodontal pada manula yaitu
a. Pada jaringan gingiva
Terjadi resesi, atropi sel epitel, hilangnya retepeg, berkurangnya jaringan ikat,
turunnya metabolisme dan oksidasi jaringan
b. Pada ligamen periodontal
Pada ligamen periodontal dapat timbul penambahan serat elastis. Penurunan
vaskularisasi, penurunan mitosis, bertambahnya serat kolagen.
c. Pada tulang alveolar
Pada tulang alveolar terjadi atropi, osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi,
menurunnya kemampuan metabolisme serta kapasitas penyembuhan dan
meningkatnya daya resorpsi.
d. Pada sementum
Pada sementum terjadi deposisi terus menerus sesuai dengan bertambahnya usia
Tanda-tanda klinis yang berhubungan dengan jaringan periodontal pada manula
adalah atrisi, resesi, gigi yang mengalami migrasi, kegoyangan gigi dan tanggalnya
gigi.
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Pada skenario didapatka adanya 2 degenerasi yaitu degenerasi jaringan lunak


dan degenerasi jaringan keras.
- Degenerasi jaringan lunak misalnya degenerasi pulpa
- Degenerasi jaringan keras misalnya degenerasi sendi
Faktor etiologi dari degeneras: usia, kapasitas kekuatan jaringan tersebut,
penurunan kekuatan jaringan. Pada umumnya pathogenesis degenerasi lunak
maupun keras merupakan akibat dari penurunan usia dan ini mengakibatkan
penimbunan sel dan lipid sehingga terjadi secara bertahap.
2. Osteoporosis merupakan suatu penyakit dimana massa tulang menjadi rapuh
dan berkurang (matriks penyusunnya).
Etiologi : usia dan penyakit sistemik dll
Pathogenesis terjadi osteoporosis ada 4 tahap :
a. Kadar Ca dan P, serta laju endap darah masih dalam batas normal.
b. Kadar alkalin phosphate darah masih normal kecuali bila sudah terjadi patah
tulang
c. Alkalin phosphate lebih tinggi dari kadar normal
d. Kadar zat kapur (Ca) dan pospat, serta PTH (para thyroid hormone) dalam
darah biasanya normal.
Pemeriksaan bisa dilakukan dengan rontgenologis maupun laboratorium
Gejala klinis: sering capek dan daya tahan tubuh berkurang, dan nyeri pada tulang
Klasifikasi osteoporosis:
a. Osteoporosis primer
b. Osteoporosis sekunder
c. Osteoporosis pada usia anak anak
d. Osteoporosis pada usia muda

3. Xerostomia merupakan suatu penyakit dimana terdapat kekeringan saliva


dalam rongga mulut.
Etiologi xerostomia : usia, sinar radiasi (pada kepala dan leher), obat obatan,
stress dll
Pathogenesis dari xerostomia dijelaskan sesuai dengan etiologi xerostomia
misalnya saja pada usia semakin tua usia seseorang maka daya tahan aliran saliva
yang berasal dari kelenjar saliva dan duktusnya mengalami kemunduruan, obat
obatan juga merangsang saraf otonom yang dapat menyebabkan aliran saliva
berkurang.
Gejala klinis : terdapat karies, ada sensasi terbakar, terdapat manifestasi oral
candida, taste disosder dll.
Pemerikasaannya bisa menggunakan sialograf dan pemeriksaan palpasi dan
penentuan vsikositas komposisi dari saliva.
4. Taste disosder : Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh
resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan
lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada
pertumbuhan, mati dan regenerasi.
5. Menopause disebut juga sebagai “syndrom menghilangnya estrogen”.
Estrogen merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh oleh kelenjar
gonadotropin pada wanita. Pada keadaan menopause produksi estrogen berkurang
drastis dan pada akhirnya akan terhenti sama sekali.Pada dasarnya menopause
juga terjadi pada laki-laki tetapi hanya berbeda istilah yang biasanya disebut
dengan andropause hanya saja datangnya lebih lambat dibandingkan dengan
wanita. Kedua keadaan ini biasa disebut sebagai gonadopause.

DAFTAR PUSTAKA

Fawcet, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed. 12. Alih bahasa; Jan Tambayong.
Jakarta: EGC

Gayford, J. J. 1990. Penyakit Mulut. Alih bahasa; Lilian Yuwono. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Editor; Irawati
Setiawan. Jakarta: EGC

Herbert. 1982. Outlines of Patology. America: C.V. Mosby Company

Junqueira, luiz. 1997, 2007. Histologi Dasar; Teks dan Atlas. Alih bahasa; Jan
Tambayong, editor; Frans Dany. Jakarta: EGC

Leeson, C Roland. 1996. Buku Teks Histologi. Ed 5. Alih bahasa; Jan Tambayong,
dkk. Jakarta: EGC

Pedersen, Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa; Purwanto
Basoeseno, editor; Lilian Yuwono. Jakarta: EGC

Walton, Richard E. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Ed.2. Alih bahasa;
Narland Sumawinata, editor; Narland Sumawinata. Jakarta: EGC

W.H., Ny. Itjiningsih. 1991. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC

Yatim, Faisal. 2000. Osteoporosis (Penyakit Kerapuhan Tulang) pada Manula. Ed. 1.
Jakarta: Pustaka Populer Obor

Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi. Ed. 4. Alih bahasa; Staf Pengajar Laboratorium
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Editor; Jonatan Oswari. Jakarta: EGC

You might also like