You are on page 1of 19

empirisme dan interaksionisme

EMPIRISME

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme
adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca
indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

Aliran empirisme menegaskan bahwa pengetahuan manusia berdasakan pengalaman. Atau


meminjam kata-kata John Locke, salah satu tokohnya, ”Manusia itu ibarat tabula rasa yang
nantinya akan diwarnai oleh keadaan eksternalnya…”.
Awal muasal dari timbulnya aliran ini bermula dari penolakan mereka atas dominasi logika
Cartesian di daratan Eropa saat itu. Di samping itu, gelora Renaissance di daratan Eropa
menginspirasi Dataran Britania Raya sampai ada istilah sendiri yaitu Enlightment. Beberapa
tokoh yang cukup dikenal antara lain John Locke, David Hume, dan George Berkeley, Francis
Bacon.

Metode Empirisme

Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan
dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih lanjut ia berpendapat
bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi.
Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah, Locke mempergunakannya sebagai titik
tolak dalam ia menjelaskan perkembangan pikiran manusia.

Selain John Locke, Bacon juga berkesimpulan bahwa penalaran hanya berupa putusan-putusan
yang terdiri dari kata-kata yang menyatakan pengertian tertentu. Sehingga bilamana pengertian
itu kurang jelas maka hanyalah dihasilkan suatu abstraksi yang tidak mungkin bagi kita untuk
membangun pengetahuan di atasnya. Bacon beranggapan bahwa untuk mendapatkan kebenaran
maka akal budi bertitik pangkal pada pengamatan inderawi yang khusus lalu berkembang kepada
kesimpulan umum. Pemikiran Bacon yang demikian ini, kemudian melahirkan metode berpikir
induksi.

Dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun
yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi
merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume,
yaitu substansi dan kausalitas.

Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa
ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan
langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan:
putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada
substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada
realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan
bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of
perceptions (= kesadaran tertentu)”.
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang disinari matahari
menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita
urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Yang disebut
kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari
“probable” (berpeluang) sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada
hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita
bicara tentang “hukum alam” atau “sebab-akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan
kita saja.

Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:

1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.

2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.

3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.

4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data
inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).

5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.

6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya


sumber pengetahuan.

Tokoh-Tokoh Empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679),
namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

a. John Locke (1632-1704)

Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik,
ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay
concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-
1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi
terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka
menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai
kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.
Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan
pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).

Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke
dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang
digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan.
Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya).
Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan
anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab
pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan
sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat
diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu
tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan
hasilnya tidak optimal.

Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu
dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern.
Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar
yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lingkungan tidak mendukung.

b. David Hume (1711-1776).

David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama.
Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an
encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of
moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self
at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya).
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari
rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan
bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam
diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan.
Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di
rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan
“(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian
pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di
gambarkan sebagai berikut:

Beberapa Jenis Empirisme

1. Empirio-kritisisme

Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini
didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian
apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-
elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut
oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

2. Empirisme Logis

Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan
ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :

a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif
tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.

b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi


mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika

c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak


mengandung makna.

3. Empiris Radikal

Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada
pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan
pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan
kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat
menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu
pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan
empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut
dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya
berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab
bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi
untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

Kesimpulan tentang aliran empirisme:


Penalaran yang dilakukan dengan mengkaji teori-teori dalam memahami permasalahan fakta
hanya bisa sampai pada perumusan hipotesis. Penalaran hanya memberi jawaban sementara,
bukan kesimpulan akhir. Oleh sebab itu agar sampai kepada kesimpulan akhir, empirisme
diperlukan untuk menguji berbagai kemungkinan jawaban dalam hipotesis. Untuk menguji
jawaban-jawaban yang ada, ilmuwan harus masuk ke alam nyata. Fakta-fakta atau bukti-bukti
yang relevan dengan obyek permasalahan harus dikumpulkan, disusun dan dianalisis.
Namun demikian peranan empirisme bukan saja hanya berkaitan dengan tugas pencarian bukti-
bukti atau yang lebih dikenal dengan pengumpulan data. Tetapi, sejak awal pengkajian masalah
sebenarnya kerja empirisme sudah terlibat. Pengalaman-pengalaman ilmuwan yang berkaitan
dengan obyek permasalahan sudah diperlukan dalam memberi analisis terhadap fakta
permasalahan. Mekanisme ini merupakan sisi lain dari empirisme dalam metode ilmiah. Jadi
empirisme tidak saja hanya diperlukan dalam pengumpulan data, tetapi sudah dimulai sejak awal
perumusan masalah

INTERAKSIONISME

Aliran interaksionisme ialah suatu modifikasi yang terkenal yang sering dianggap sebagai
perkembangan lebih jauh konsepsi konvergensi yang berpandangan dinamis yang menyatakan
bahwa interaksi antara dasar (bawaan) dan lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, keluarga
ataupun masyarakat, dapat menentukan pertumbuhan individu. Nampak lain dengan konsepsi
konvergensi yang berpandangan oleh dasar (bakat) dan lingkungan.

Aliran Interaksionisme Dimulakan oleh Rene Descartes(1595- 1650). Ahli falsafah dan pakar
matematik Perancis yg memperkatakan tentang manusia terdiri dari ‘gabungan pemikiran dan
badan’ atau ‘jasad dan roh’. Menentang pendapat dualisme yg menyatakan manusia terdiri dari
jasad yang terpisah dari roh.

Contoh aplikasi / penerapan dari aliran interaksionisme ini dalam kehidupan sehari-heri adalah
misalnya seorang anak yang ketika masih kecil tidak nakal tapi waktu remaja menjadi nakal
(pengaruh interaksi dengan teman sebaya), dan waktu berkeluarga menjadi baik (pengaruh
intraksi dengan keluarga dan istri).

Para interaksionis menganggap bahwa roh adalah sesuatu yang immaterial dan menjembatani
tubuh dan jiwa. Roh yang berpindah dan bereinkarnasi menjadi sebab bagi ingatan dan perasaan.
Tetapi di abad ke-17, diketahui bahwa ingatan, perasaan dan emosi berasal dari hubungan paralel
otak. Interaksionis (seperti Descartes) menganggap bahwa pikiran dan otak sebagai kesatuan
esensial. Maksudnya, ada kemungkinan menyatukan yang material (otak) dengan yang
immaterial (pikiran). Itulah mengapa kejadian mental dapat bersamaan dengan kejadian material,
bahwa karena keduanya identik dan punya kesamaan.
RASIONALISME
Telaah Pemikiran Imre Lakatos
M. Syamsul Huda

Pendahuluan

Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan dasar teori rasional dalam wacana filsafat
Modern, terutama pada kesadaran budi (akal/rasio) sebagai upaya pencapaian kebenaran
(antoposentris). Menurutnya, rasio menjadi sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi
memegang pimpinan dalam segala pengertian.

Berpangkal pada sumber rasio, aliran ini berpangaruh besar terhadap perkembangan pemikiran tokoh-
tokoh filsafat sesudahnya, diantaranya di Prancis Blaisc Pascal (1623-1662M), Baruch Spinoza di
Netherland (1632- 1677M), dan Libnis (1646-1716) di Jerman. Walaupun corak pemikirannya berbeda
menurut sudut pandang masing-masing, akan tetapi substansi teorinya yang digunakan sebagai
landasan hipotesisnya tetap tunggal yakni rasio.

Tahap awal rasionalisme yang ditandai oleh empat tokoh besar di atas, lebih menfokuskan pada sikap
mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Baru pada
abad Ke- 20-an cara kerja maupun dasar teoritis ilmu-ilmu di soroti lebih tajam dalam lingkup filsafat.
Sebelumnya ilmu pengetahuan didekati dengan hukum dan aturan-aturan yang ketat dan harus
dirumuskan dalam suatu teori dari hasil observasi. Dengan kata lain, mereka lebih memusatkan
perhatiannya pada hubungan antara teori dengan keterangan observasi, tanpa memperhatikan asal
mula dan pertumbuhan teori yang kompleks dalam kajian ilmiah.

Atas dasar ini, Imre Lakatos mencoba memberikan tawaran metode/teori alternatif di dalam usaha
menggarahkan teori sebagai struktur dan program riset dan menentukan kriteria tentang rasionalitas.
Tulisan ini mencoba menyoroti beberapa aspek yang berpengaruh dalam pemikiran Lakatos, ragam
temuannya serta cara kerja pemikirannya.

Meretas Pemikiran Imre Lakatos


Corak Rasionalisme Imre

Istilah rasionalisme di ambil dari kata dasar "ratio" (Latin) atau "ratiolism "(Inggris) yang berarti akal
budi. Sedangkan rasionalisme berarti suatu pandangan filosofis yang menekankan penalaran atau
refleksi sebagai dasar untuk mencari kebenaran.

Loren Bagus mengartikannya sebagai suatu pendekatan filosofis yang menekankan akal budi sebagai
sumber utama pengetahuan. Dari pengertian di atas, menulis dapat memberikan rumusan rasionalisme
sebagai sebuah pendekatan sebagai usaha penilaian terhadap objek, terutama pada temuan Imre
Lakatos. Hemat Penulis Lakatos dipandang sebagai kaum rasionalis, bukan karena pembelaanya
terhadap kaum rasionalis dari serangan kaum relativisme, atau karena menggagumi hasil pemikiran
kaum rasionalis, akan tetapi lebih didasari atas karyanya yang ikut mewarnai khasanah pemikiran kaum
rasionalisme, terutama konsep program risetnya.

Sebagai seorang ilmuan yang berpaham rasionalisme, ia mempunyai karakteristik atau ciri tersendiri di
dalam mengembangkan pemikirannya, di antara ciri tersebut ialah :
Teori sebagai struktur koheren.

Di dalam mengungkap teori sebagai satu struktur Imre manampilkan dua argumen dasarnya:

Pertama : Teori sebagai sumber sejarah ilmu.

Menurutnya teori merupakan gerak maju (linier) yang saling menyempurnakan tanpa berkeputusan
(Historical Circumstangs) yang sebelumnya di pandang sebagai (a History) terputus, sebagaimana dianut
oleh Kaum falsifikasi dan relativis. Yang memandang sejarah sebagai pengganggu metodologi para
ilmuan, teori yang pada umumnya dianggap sebagai teladan terbaik, jika telah di falsifikasi (disalahkan)
maka teori tersebut tidak layak untuk dikembangkan.

Lakatos justru berasumsi lain, bahwa sebuah teori yang ditolak (difalsifikasi) bukan berarti harus dibuang
dan tidak berguna, selanjutnya diganti dengan teori baru yang terputus dengan teori lama (ide dasar).
Akan tetapi teori baru menurutnya harus tetap berpegang pada substansi teori yang menjadikan
intelektual sejarah, walaupun mengalami proses penyempurnaan. Seharusnya heuristik negatif tetap
harus di lindungi dari falsifikasi, dengan cara memperkuat hepotesis-hepotesis yang disesuaikan dengan
pengembangan ilmu baru.

Selanjutnya hepotesis-hepotesis baru yang masuk dalam Heuristik Positif, jika setelah di uji dari
keterangan-keterangan observasi tidak benar (error), maka hepotesis tersebut boleh di tolak dan diganti
dengan hepotesis lain yang posisinya tetap memperkokoh inti pokok (Heuristik Negatif). Pembuktian
koherensi teori di sini nampak jelas, karena pertalian asumsi- asumsi dasar (inti pokok) yang digunakan
landasan teori dengan hepotesis-hepotesis sebagai pelindung tetap melekat.

Sebagai gambaran dari cara kerja teori tersebut Imre menampilkan teori gerak aristoteles dan
Copernikus yang tercermin dalam sistem astronomi.

Kedua : Observasi sebagai konsepsi teori.

Argumen ini menyajikan hubungan keterangan- keterangan observasi dengan teori sebagai prosedur
fundamental. Keterangan-keterangan observasi yang dimaksud akan bermakna, manakala dirumuskan
ke dalam suatu konsepsi, selanjutnya konsepsi-konsepsi akan mudah dimengerti, jika dituangkan ke
dalam bentuk definisi. Untuk menjadikan konsepsi sebagai definisi harus melalui prosedur fundamental
yang berdasarkan istilah-istilah yang maknanya sudah diketahui, agar definisi kebenaranya menjadi
kokoh, maka seyogyanya diperkuat lagi dengan observasi-observasi baru. Apabila makna dari definisi
tersebut belakangan bertentangan dengan hasil observasi baru, alternatif pemecahanya adalah dengan
melakukan gerak mundur (penelusuran kembali) tanpa batas, sampai di ketemukan kesesuaian hasilnya.

Disini menurut hemat penulis, tipical rasional Lakatos nampak di lakukan dengan mengikuti struktur
teori yang (open Ended) terhadap perkembangan dan ujian, tanpa menghilangkan ciri rasional kritis dan
ide historisnya.

Pola kerja teori Lakatos dapat dikaji dari contoh definisi gaya dan masa Newton yang ia paparkan, yang
sebelumnya telah di gagas oleh Copernicus. Copernicus mendefinisikan gaya untuk menyatakan
pengertian gaya bumi yang mengelilingi matahari, dan ini muncul sebagai sanggahan (antitesa) terhadap
teori Aristo dan Ptolemy.

Sementara Newton mendefinisikan gaya sebagai Hukum grafitasi sebagai pelengkap teori Copernicus
yang berbunyi "Hukum benda akan bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan yang sama, kecuali
benda tersebut dicampuri oleh sesuatu kekuatan lain".

Ulasan di atas secara garis besar cukup memberikan bukti bahwa teori tidak terjadi secara tiba-tiba
(bertolak dengan asumsi yang dianut oleh kaum falsifikasi dan relativisme), melainkan merupakan hasil
observasi yang dirumuskan dalam konsepsi yang belum sempurna, melalui prosedur fundamental yang
teliti sehingga menghasilkan suatu teori sempurna. Hanya saja teori hasik temuan ini, bersifat terbuka
untuk berkembang dan diuji tanpa harus menghilangkan ide pertama yang mendasarinya.
Mega Program Riset

Dalam program riset ini, Lakatos berusaha menganalisa teori sebagai struktur yang memberikan
bimbingan untuk riset di masa depan dan mengadakan perbaikan terus menerus. Secara metodologis
cara kerja bimbingan riset Lakatos menampilkan dua aturan yaitu aturan yang harus dijalankan
(Heuristik Positif) dan jalan yang harus dihindari (Heuristik Negatif).

Heuristik Negatif merupakan inti Program (Fundamental Assumption), asumsi-asumsi dasar, kaidah-
kaidah dasar yang melandasi program riset, yang tidak dapat dimodifikasi atau ditolak, serta dilindungi
dari ancaman falsifikasi oleh lingkaran pelindung yang terdiri dari hipotesis pendukung.

Inti pokok program merupakan hipotesis teoritis yang sangat umum yang akan menjadi dasar program
untuk dikembangkan. Untuk memberikan gambaran tentang cara kerja Heuristik negatif perlu penulis
tampilkan beberapa contoh :
Bidang Astronomi (Teori Copernicus): asumsi dasarnya (Inti program)" bahwa bumi dan planet-planet
mengorbit matahari dan bumi berputar pada porosnya sendiri sekali sehari".
Bidang Fisika (Newton) Asamsi dasarnya: hukum-hukum gerak ditambah hukum gravitasi.
Bidang Sosial (Teori Materialisme History Karl Marx), Asumsi dasarnya: bahwa perubahan sosial harus
diterangkan berdasarkan perjuangan [status] kelas, watak kelas dan perincian perjuangan yang pada
instansi terakhir ditentukan oleh dasar ekonomi.
Bidang Hukum,( Usul Fiqh ): Asumsi dasar, Sesuatu pekerjaan bila belum diketahui dasar hukumnya
adalah boleh dll.

Sedangkan Heuristik Positif (teori tentang mencari penemuan baru), yang berupa sebagian dari sesarana
atau isyarat, tentang bagaimana mengubah, mengembangkan variasi-variasi yang dapat dibantah dari
suatu program riset, sebagaimana memodifikasi dan meningkatkan lingkaran pelindung yang dapat
dibantah.

Sedangkan fungsi Heuristik positif ini adalah :


Memberikan bimbingan garis besar yang menunjukkan bagaimana program riset ini dapat
dikembangkan.
Menunjukkan pada para ilmuan apa yang harus di lakukan dan apa yang harus dihindari.
Melindungi inti program dari ancaman falsifikasi dan modivikasi dengan jalan menambah hipotesis-
hepotesis baru yang telah di uji.

Lebih konkritnya perhatikan contoh dari Heuristik Positif di bawah ini:


Asumsi dasar Copernicus (tentang rotasi bumi), diperluas dengan nenambah banyak epicycles kepada
orbit planet-planet yang semula berbentuk lingkaran dan diubah taksiran jarak bintang-bintang dari
bumi yang sudah diterima selama itu.
Asumsi dasar ( gravitasi Newton) dengan menunjukkan pengembangan dan kemajuan baru di antaranya:
pertama, memperhitungkan kenyataan bahwa matahari maupun planet bergerak di bawah pengaruh
gaya tarik menarik antara mereka, kedua, memperhitungkan ukuran terbatas planet dan
memperlakukan sebagai bola. Ketiga, memecahkan problema matematis tindakan dan terakhir.
membuat alat-alat yang cukup peka untuk mendeteksi gaya gravitasi dalam skala laboratorium.
Asumsi dasar (hukum) dengan mengerahkan daya ijtihad untuk mengistinbatkan hukum, sehingga dapat
memberikan keputusan yang pasti terhadap suatu status hukum tanpa membimbangkan para
pemakainya.( Studi kasus hukum bayi tabung, makanan kaleng, sembelihan binatang dengan mesin
hukum kloning ,hukum tayamum pakai tisu dll.)
FILSAFAT MODERN; EMPIRISME (Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke dan David
Hume)

I. PENDAHULUAN

Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes.
Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan
peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin,
empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat
dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai
empirisme.

Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes (1588-
1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran.
Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia
bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat
matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme
dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun
mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

Francis Bacon, Viscount St Alban pertama (lahir 22 Januari 1561, wafat 9 April 1626) adalah seorang
filsuf, negarawan dan penulis Inggris. Ia juga dikenal sebagai pendukung Revolusi Sains. Bahkan, menurut John
Aubrey, dedikasinya menggabungkannya ke dalam sebuah kelompok ilmuwan yang bersejarah yang meninggal
dunia akibat eksperimen mereka sendiri.

Francis Bacon dianugerahi gelar ksatria (Sir) pada tahun 1603, diangkat menjadi Baron Verulam di
tahun 1618, dan menjadi Viscount St. Alban di tahun 1621. Tanpa keturunan, kedua gelar kebangsawanan
tersebut hilang pada saat kematiannya. Ia menerima julukan sebagai pencipta esai Inggris.

Meskipun bukan seorang ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan
modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi
ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Banyak kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton
menerima "filsafat baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa pengetahuan
hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi. Setelah menampik ketergantungannya
pada pendapat para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke
permukaan dan memunculkan banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun
"filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu
pengetahuan modern" ini adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin
Kristen sebagai dasar pemikirannya.

John Henry, profesor ilmu sejarah dari Universitas Edinburg menulis biografi Bacon yang berjudul
"Knowledge is Power: How Magic, the Government and an Apocalyptic Vision Inspired Francis Bacon to Create
Modern Science." (2002) Henry menyatakan bahwa Sir Francis Bacon "menemukan ilmu pengetahuan
modern" karena terinspirasi oleh ketiga hal ini: "magis" (baca: iman Kristen), "penguasa" (baca: pengetahuan
untuk kebaikan manusia), dan "visi apokaliptik" (artinya, kepercayaan harfiah akan nubuatan Daniel dalam
Daniel 12:4, "Banyak orang akan menyelidikinya, dan pengetahuan akan bertambah"). Buku ini memperjelas
hubungan Bacon dan Alkitab.

Dalam sebuah ulasan buku ini yang ditulis 22 Agustus 2002 pada majalah Nature, Alan Stewart
berkata, "Bacon begitu yakin bahwa dia hidup pada suatu masa saat pengetahuan semakin bertambah seperti
yang dikatakan dalam Alkitab". Stewart melanjutkan, "Mungkin bagian yang paling menarik dari buku ini
adalah bagian yang membahas tentang istilah 'magis' Bacon, yang diartikan Henry sebagai agama. Dalam buku
ini dia membuat lebih banyak alasan yang meyakinkan ketimbang menelisik fondasi filsafat Bacon secara
mendalam." Perlu diperhatikan, baik Stewart maupun Henry bukanlah ahli apologetika Kristen, namun
keduanya mengakui bahwa Alkitab memiliki dampak langsung terhadap revolusi ilmu pengetahuan. Ibarat
percikan api dalam sekring, Alkitab mengobarkan impian akan sebuah peralatan baru dalam benak Bacon,
sebuah "Novum Organum", yang bisa menuntun kepada peningkatan pengetahuan, persis seperti yang
disebutkan Alkitab tentang akhir zaman.

Inti filsafat Bacon adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami sifat
alam semesta seperti yang dilakukan para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles dan Galen, ilmuwan harus
membangun teori dari nol, mengumpulkan fakta-fakta, mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun
bukti-bukti pengamatan, kemudian membuat hipotesa untuk menjelaskannya.

Lalu, apakah itu otoritas Alkitab? Bagi Francis Bacon, Alkitab menunjukkan cara pandang terhadap
Allah, dunia, dan manusia yang menerima ilmu pengetahuan sebagai mandat yang terhormat. Alam ini adalah
mesin canggih yang dibuat oleh Allah, dan Allah memberi manusia kecerdasan dan tugas untuk menemukan
kegunaannya. Akal manusia saja tidak cukup; akal perlu dipandu oleh doktrin Alkitab tentang natur Allah dan
dunia, dan dengan penyelidikan hukum-hukum sang Pencipta. Keyakinan akan hukum-hukum alam adalah
warisan Alkitab. Sir Francis percaya bahwa dalam penggenapan nubuatan Daniel, pada akhir zaman
pengetahuan manusia akan bertambah-tambah dengan menggulingkan para ahli yang tidak alkitabiah seperti
Aristoteles dan dengan menyelidiki penyataan umum Allah (penciptaan) dengan pikiran-pikiran yang telah
diciptakan seturut gambar-Nya.

Coba perhatikan kembali dasar alkitabiah dari ketiga filsafat Bacon yang digambarkan dalam judul
buku biografi Henry:

"magis" (pilihan kata yang disayangkan), maksudnya kepercayaan beragama yang Stewart sebut "fondasi
terdalam" filsafat Bacon,

"penguasa", yaitu tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada pemerintah untuk bertindak bagi kebaikan
manusia, dan

"visi apokaliptik," keyakinan bahwa nubuatan Daniel dapat menginspirasi kita untuk mengembangkan
pengetahuan untuk kebaikan umat manusia.

Walaupun Alkitab tidak memberikan sebuah metode ilmiah, Alkitab memberikan pandangan dasar
tentang Allah, manusia, dan dunia yang memungkinkan adanya perkembangan ilmiah. "Besar perbuatan-
perbuatan TUHAN," kata penulis Mazmur 111:2, "layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya."

Francis Bacon bukanlah seorang skeptis sembunyi-sembunyi; baginya Alkitab merupakan kunci untuk
membebaskan manusia dari pemikiran para ahli yang salah dan kitab Kejadian mendorong kita untuk
melakukan tugas kita dengan sungguh-sungguh sebagai pengurus ciptaan-Nya. Termasuk mempelajari ilmu
pengetahuan. Dia menganggap paham ateis sebagai paham kaum tidak terpelajar: "Filsafat yang dangkal
menarik pikiran manusia ke arah ateisme," ejeknya, "namun filsafat yang dalam membawa pikiran manusia ke
arah kepercayaan." (Bagi orang yang hidup pada zaman Ratu Elizabeth, agama sama artinya dengan
kekristenan.) Senada dengan itu, katanya "Filsafat, jika tidak dipelajari dengan sungguh-sungguh,
membangkitkan keraguan; tapi jika didalami dengan sungguh-sungguh, akan menghilangkan keraguan." Bagi
Bacon, ilmu pengetahuan merupakan suatu tindakan penyembahan [kepada Allah] dan perisai terhadap
kekeliruan. Dia berkata, "Ada dua kitab yang diletakkan di hadapan kita untuk dipelajari agar kita terhindar
dari kesalahan: pertama, Alkitab yang menyingkapkan kehendak Allah; yang kedua adalah kitab tentang
ciptaan-Nya yang menyatakan kuasa-Nya."

Orang lebih mengingat Sir Francis Bacon karena gagasan-gagasannya. Dia lahir di London tahun 1561
setelah Elizabeth I naik tahta, ketika masyarakat Inggris mengalami kemajuan yang drastis. Ia hidup sezaman
dengan Galileo, Shakespeare, Sir Walter Raleigh, dan Sir Francis Drake. Bacon tidak bekerja sebagai ilmuwan
tapi sebagai pengacara dan politisi, menjadi pengacara tahun 1582 dan anggota DPR Inggris tahun 1584. Dia
diberi gelar ksatria [Sir] pada masa pemerintahan raja baru, James I, tahun 1603 dan kemudian menjadi Wakil
Jaksa Agung, Jaksa Agung, dan menjelang 1618 menjadi Hakim Agung. Sayangnya, tahun 1621 reputasinya
rusak karena kasus suap. Meskipun dia harus berjuang di hadapan raja dan parlemen, dia mengakui
kesalahannya dan harus mengundurkan diri dengan rasa malu. Dia lahir ke dunia tanpa membawa apa-apa;
masa mudanya sangat miskin, dan pada hari tuanya kehilangan keberuntungan dan reputasi. Dia meninggal
tahun 1626 ketika melakukan percobaan pembuktian. Secara keseluruhan, hidup dan karier Bacon hampir
tidak menonjol; karakter pribadinya "sama sekali tidak mengagumkan," menurut Frederic R. White. Dia tidak
membuat penemuan yang signifikan dan tidak menciptakan hukum ilmiah. Akan tetapi gagasannya yang
mendalam mencerminkan kedalaman dan kejeniusan pikiran.

Bacon adalah seorang filsuf urutan pertama yang memengaruhi peradaban Barat selama berabad-
abad meskipun selama hidupnya ia dikritik terus-menerus oleh para filsuf lain. Dia menganggap orang-orang
yang mengkritiknya itu "Orang-orang cerdas yang terkurung oleh beberapa penulis, khususnya Aristoteles,
sang Diktator mereka." Daripada mengulangi ide-ide lama dengan metode deduktif, Bacon lebih mengusulkan
"penyelidikan baru," misalnya, mengumpulkan bukti melalui percobaan kemudian membuat interpretasi
daripada membuat deduksi natur (sifat) suatu hal dari bentuk dan prinsip universal. Ensiklopedia Britannica
menjelaskan bahwa dia bukan sembarang penganut empirisme; dia percaya pada perumusan hukum dan
penyamarataan; "Akan tetapi tempat abadinya dalam sejarah filsafat dunia terletak pada kebulatan tekadnya
bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan dan semangatnya yang besar demi
sempurnanya ilmu pengetahuan alam”.

Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah
suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang
kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau
asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya
adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di
dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam
kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan
gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada
benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-
benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada
si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan
ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.

Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman.


Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh
dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya,
pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau
totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa
depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak
benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak
kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya.
Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.

Untuk mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal kecuali
nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata. Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide
tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan
benar atau tidak benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri
atau identitas-identitas di dalam pikiran orang.

Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali
menerapkan metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke,
yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan teori-teori
empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk
memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas
pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman
dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal
tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis
buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman
inderawi. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana.

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun
mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

John Locke (1632-1704)

Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik,
ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning
human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two
treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran
rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris,
dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat
Locke :

Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai
kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi atau yang kita kenal dengan istilah
Tabula Rasa.

Tabula Rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa
seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh sumber
pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap
dunia di luar dirinya.

Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John Locke di abad 17. Dalam
filosofi Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong"
tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya
dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean.
Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu "kosong" saat lahir, dan juga ditekankan
tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari
karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang
jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin
Lockean tentang apa yang disebut alami.

Menurut Locke, pikiran bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari
luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah
dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang
dinamakannya dengan perenungan.

Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan
sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu
penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu
berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita
akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian disebut
Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat
mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui
penginderaan.

Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai
kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-
atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali
seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-
hal yang faktual.

Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme Descartes
mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut
Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun demikian, empirisme
dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan
oleh filsafat. Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.

David Hume (1711-1776).

David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama.
Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry
concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang
terbit tahun 1751.

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my
self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari
ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-
rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana
sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia
(impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu
pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam
pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba
(eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya
pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

Beberapa Jenis Empirisme:

Empirio-kritisisme

Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini
didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian
apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-
elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut
oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

Empirisme Logis

Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis


dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :

Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan
induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.

Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi


mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika.

Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak


mengandung makna.

Empiris Radikal

Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada
pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan
pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan
kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat
menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu
pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan
empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut
dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya
berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab
bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data
inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang
menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data
yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan
“aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.

Empirisme adalah aliran ilmu pengetahuan dan filsafat yang berdasarkan metode empiris, yaitu bahwa
semua pengetahuan didapat dengan pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, dan
dijadikan sebagai sumber pengetahuan karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia
fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak
berarti atau tanpa arti. Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman, dengan demikian kebenaran yang diperoleh
bersifat aposteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).

Filsuf empirisme David Hume (1711-1776), melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan
merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan.
Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat
diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung
kepada aktivitas inderanya. Hume seperti layaknya filsuf Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang
berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran
yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”.

Tokoh-tokoh empirisme lainnya antara lain Francis Bacon (1561-1626), dan Thomas Hobbes (1588-1679).
Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan
dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta
menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen. Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik, karena merupakan
bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang
menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia
berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan
homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Sedikit banyak semoga bisa menambah wawasan keilmuan kita.
Kurang lebihnya mohon maaf, kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan makalah
kami.

Wallahulmuwaffiq ila aqwamitthoriq

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Prenada Media, 2003

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1993

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998

http://id.wikipedia.org/wiki/Francis_Bacon, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul 15.10 wib

http://biokristi.sabda.org/sir_francis_bacon, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul 01.20 wib

http://id.wikipedia.org/wiki/Tabula_rasa, dikitup pada hari sabtu 15 Mey 2010 pukul 14.40 wib
http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul
01.10 wib

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm 31
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm 173
http://id.wikipedia.org/wiki/Francis_Bacon, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul 15.10 wib
http://biokristi.sabda.org/sir_francis_bacon, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul 01.20 wib

Harun Hadiwijono, op. cit., hlm 32.

Harun Hadiwijono, op. cit., hlm 36

http://id.wikipedia.org/wiki/Tabula_rasa, dikitup pada hari sabtu 15 Mey 2010 pukul 14.40 wib
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Prenada
Media, 2003), hlm 334
Bambang, op. cit., hlm 335
http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme, dikutip pada hari sabtu, 12 Mei 2010 pukul 01.10 wib

You might also like