You are on page 1of 15

BAB I

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem


politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa
akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum,
biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan
pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian,
pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik
tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-
aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika
secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang
peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat
dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar
warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal),
telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan
tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu,
seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan
sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri
yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan
kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai
politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang
memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut
pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
1
B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK

1. Pengertian Umum Budaya Politik


Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti
antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia,
menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi
secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi
yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan
sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain,
bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara
masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara
senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga
kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula
mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem
politik.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
a. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas
pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh
sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk
menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang
pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau
nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-
ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai
adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang
berhubungan dengan masalah tujuan.
d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan
tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan
masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif
kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong
mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu
pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan
individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam
memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak
ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat
aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya
fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari
orientasi individual.

2
C. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik,
sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila
diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu
besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini
merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif
dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
d. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan
pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi
terhadap objek-objek politik.
e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi
seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu dari populasi.

D. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan


Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks,
menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa
kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini
budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat
”tolerasi”.
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif
yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi
kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh
peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan
membakar emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus
dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka
pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan
curiga terhadap orang.

3
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan,
maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik.
Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan
jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap
tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai
dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi.
Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola
pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan
mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan
(bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi,
jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara
kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan
dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak
memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima
apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis
terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan
perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu
yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan
yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim-
pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah
satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan
pemecahan yang lebih sempurna.

politik dalam beberapa aspek defenisi inti sebagai berikut :


Pertama : ia mencakup kegiatan-kegiatan (perilaku politik yang nyata) akan tetapi tidak
sikap sikap.
Kedua : yang menjadi perhatian adalah kegiatan politik warga negara preman, atau
lebih tepat lagi, perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga
negara preman. Dengan demikian terdapat garis antara partisipasi-partisipasi
politik dan orang-orang profesional dibidang politik (pejabat-pejabat
pemerintahan, pejabat-pejabat partai politik, calon-calon politik, dan lobbyist
profesional yang bertindak dalam peranan-peranan tersebut).
Ketiga : yang menjadi pokok perhatian hanyalah kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan yang
demikian difokuskan terhadap pejabat-pejabat umum, mereka yang pada
umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan dan
yang final mengenai pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif didalam
masyarakat.

4
Keempat : defenisi kami mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi pemerintah, tak peduli apakah kegiatan itu benar-benar
mempunyai efek itu. (tidak tergantung dari berhasil atau tidaknya kegiatan
partisipasi politik).
Kelima : kami mendefenisikan partisipasi politik sebagai mencakup tidak hanya
kegiatan yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang
lain diluar di pelaku dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. Yang pertama dapat dinamakan partisipasi otonom,
yang terakhir partisipasi yang dimobilisasikan.
Ramlan Surbakti mengemukakan rambu-rambu konsep partisipasi politik sebagai
berikut :
Pertama : partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar
individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang
berupa sikap dan orientasi.
Kedua : kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan
pelaksana keputusan politik. Termasuk ke dalam pengertian ini, seperti
kegiatanmengajukan altenatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan
pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun menentang
keputusan politik yang dibuat pemerintah.
Ketiga : kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah
termasuk dalam konsep partisipasi politik.
Keempat : kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan secara langsung ataupun
secara tidak langsung.
Kelima : kegiatan mempengaruh pemerintah bisa dilakukan melalui prosedur yang wajar
(konvensional) dan tak berupa kekerasan (nonviolence) seperti ikut memilih
dalam pemilihan umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka,
dan menulis surat, maupun dengan cara-cara diluar prosedur yang wajar (tak
konvensional) dan berupa kekerasan (violence), seperti demonstrasi (unjuk-
rasa) pembangkangan halus (seperti lebih memilih kotak kosong dari pada
memilih calon yang disodorkan pemerintah), huru-hara, mogok,
pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti
kudeta dan revolusi.
Berdasarkan beberapa batasan ini, tampaknya kita akan lebih jelas lagi berbicara
konsep partisipasi politik. Hal ini perlu dikemukakan karena dalam praktik terkadang
muncul penggunaan konsep ini yang disamakan dengan konsep perilaku politik, padahal
keduanya memiliki pemahaman yang berbeda.

5
BAB II
BUDAYA DEMOKRASI MENUJU
MASYARAKAT MADANI

A. PENDAHULUAN

Perkembangan istilah ”demokrasi” sebagai sistem politik negara, merupakan suatu


bentuk tandingan bagi bentuk pemerintahan lama yang bersifat totaliter atau otokratis dan
yang otoriter. Sebagaimana kita ketahui, bahwa pemerintahan demokrasi dihasilkan oleh
ahli-ahli politik/ketatanegaraan sebagai jawaban atau jalan keluar untuk mengatasi
kemelut yang dialami oleh masyarakat selama ini telah ”dipaksa” menerima nilai-nilai
dan sikap dan perilaku budaya yang otoriter (monarkhi/feodalis). Dalam banyak
pengalaman negara yang menerapkan sistem politik otoriter, rakyat hanya dijadikan
obyek pelaksanaan kekuasaan yang pada akhirnya mendatangkan penderitaan dan
kesengsaraan bagi rakyat banyak.
Dewasa ini, hampir semua negara-negara di dunia menamakan sistem politiknya
dengan “negara demokrasi”. Namun demikian tidak semua negara mampu
menterjemahkan kata demokrasi yang sejalan dengan kata perlindungan terhadap hak
asasi manusia, menjunjung tinggi hukum, tunduk terhadap kemauan orang banyak tanpa
mengabaikan hak golongan kecil, agar tidak timbul diktatur mayoritas. Demokrasi
sebagai bagian budaya dari sistem politik suatu negara akan menjadi kuat, jika bersumber
pada “kehendak rakyat” dan bertujuan untuk mencapai kebaikan atau kemaslahatan
bersama.
Kata demokrasi akan selalu berkaitan dengan persoalan perwakilan kehendak rakyat.
Sehingga dalam perkembangannya, ada yang menggantikan istilah demokrasi dengan
republiken atau partisipatori untuk menekankan peranan warga negara dalam proses
pembuatan keputusan dan untuk menyarankan agar peranan tersebut diperkuat. Dan
dalam perkembangannya, untuk lebih memperkuat peranan warga negara dalam proses
pengambilan keputusan dalam bidang lain, maka timbul istilah : demokrasi ekonomi,
demokrasi kebudayaan dan bahkan demokrasi menjadi sikap hidup, sehingga akan
mencakup segala bidang kehidupan.
Paham demokrasi yang menekankan pada pemerintahan rakyat, mengandung arti
bahwa kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Dengan demikian, perlu kita pahami
bahwa istilah demokrasi bertolak dari suatu pola pikir bahwa manusia diperlakukan dan
ditempatkan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan. Keinginan,
aspirasi, dan pendapat individu dihargai, dan mereka diberikan hak untuk menyampaikan
keinginan, aspirasi, harapan dan pendapatnya. Salah satu hak asasi manusia adalah
kebebasan untuk mengejar kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan. Kebebasan dan
keadilan ini melandasi keinginan ide atau gagasan dalam budaya demokrasi suatu bangsa.

6
B. PENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI

1. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “demokratia” terdiri
dari dua kata, demos = rakyat dan kratos/kratein = kekuatan/pemerintahan. Secara
harafiah, demokrasi berarti kekuatan rakyat atau suatu bentuk pemerintahan negara
dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatannya. Dalam konteks budaya demokrasi, maka
rakyat berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi anutan atau dipedomani
akan mampu diterapkan dalam praktik-praktik kehidupan demokratis yang tidak hanya
dalam pengertian politik saja, akan tetapi mampu diterjemahkan dalam berbagai bidang
kehidupan. Menurut Wakil Presiden RI yang pertama Mohammad Hatta disebutnya
sebagai sebuah pergeseran dan penggantian dari kedaulatan raja menjadi kedaulatan
rakyat.
Pandangam-pandangan tentang pengertian demokrasi telah banyak dikaji oleh para
ahli meskipun terdapat perbedaan, namun pada dasarnya mempunyai kesamaan prinsip
yaitu sebagai berikut :
a. Abraham Lincoln (Presiden Amerika ke-16)
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
b. Giovanni Sartori
Memandang demokrasi sebagai suatu sistem di mana tak seorangpun dapat memilih
dirinya sendiri, tak seorangpun dapat menginvestasikan dia dengan kekuasaannya,
kemudian tidak dapat juga untuk merebut dari kekuasaan lain dengan cara-cara tak
terbatas dan tanpa syarat.
c. Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila
Demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk memerintah
berasal dari mereka yang diperintah. Atau : Demokrasi adalah pola pemerintahan
yang mengikutertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang
diambil oleh mereka yang berwenang. Maka legitimasi pemerintah adalah kemauan
rakyat yang memilih dan mengontrolnya. Rakyat memilih wakil-wakilnya dengan
bebas dan melalui mereka ini pemerintahannya. Di samping itu, dalam negara dengan
penduduk jutaan, para warga negara mengambil bagian juga dalam pemerintahan
melalui persetujuan dan kritik yang dapat diutarakan dengan bebas khususnya dalam
media massa.
d. International Commision of Jurist (ICJ)
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-
keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih
oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan
yang bebas.
e. Diamond dan Lipset
Mendefiniskan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga
syarat pokok, yaitu :
 Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas diantara individu-individu dan
kelompok-kelompok organisasi (terutama partai politik) untuk memperebutkan
jabatan-jabatan pemetintahan yang memiliki kekuasaan efektif, pada jangka waktu
yang reguler dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa;
 Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam
pemilihan pemimpin atau kebijakan, paling tidak melalui pemilihan umum yang

7
diselenggarakan secara reguler dan adil, sedemikian rupa sehingga tidak satupun
kelompok sosial (warga negara dewasa) yang dikecualikan;
2. Pemikiran Tentang Demokrasi
Paham demokrasi yang menekankan pada pemerintahan rakyat, mengandung arti
bahwa kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Dengan demikian, perlu kita pahami
bahwa istilah demokrasi bertolak dari suatu pola pikir bahwa :
a. Manusia diperlakukan dan ditempatkan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
mahluk Tuhan. Keinginan, aspirasi, dan pendapat individu dihargai, dan mereka
diberikan hak untuk menyampaikan keinginan, aspirasi, harapan dan pendapatnya.
b. Salah satu hak asasi manusia adalah kebebasan untuk mengejar kebenaran, keadilan,
dan kebahagiaan. Kebebasan dan keadilan ini melandasi keinginan ide atau gagasan
demokrasi.
c. Sesuatu yang diputuskan bersama akan memiliki kadar ketepatan dan kebenaran yang
lebih menjamin, karena keputusan yang dihasilkan akan berakibat terhadap dirinya,
maka masing-masing berusaha untuk menghasilkan keputusan yang terbaik.
d. Didalam kehidupan masyarakat pasti akan timbul selisih paham dan kepentingan antar
individu, sehingga perlu suatu cara untuk mengatur bagaimana mengatasinya. Cara ini
sangat ditentukan oleh paham yang dianut masyarakat yang dianut masyarakat yang
bersangkutan. Bagaimana paham ini memandang hubungan antar individu dan
masyarakat, akan menentukan pula cara untuk mengatasi selisih paham, pendapat dan
kepentingan.

3. Macam-macam Demokrasi
Terdapat bermacam-macam demokrasi yang sudah menjadi bagian dari pemerintahan
negara-negara di seluruh dunia. Keanekaragaman ini dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang dan yang pada umumnya berlaku.
 Atas Dasar Penyaluran Kehendak Rakyat
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat demokrasi dibedakan atas :
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung berarti paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap
warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan
umum negara.
b. Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan. Penerapan demokrasi ini berkaitan dengan kenyataan suatu negara
yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas, dan
permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan kompleks.
 Atas Dasar Prinsip Ideologi
Berdasarkan paham ini ada dua bentuk demokrasi, yakni:
a. Demokrasi Konstitusional (demokrasi liberal)
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau
individualisme. Ciri khas demokrasi konstitusional adalah kekuasaan
pemerintahnya terbatas dan tidak diperkenankan banyak campur tangan dan

8
bertindak sewenang-wenang terhadap warganya. Kekuasaan pemerintah dibatasi
oleh konstitusi.
Menurut M. Carter dan John Herz, suatu negara dinyatakan sebagai negara
demokrasi apabila ; yang memerintah dalam negara tersebut adalah rakyat dan
bentuk pemerintahannya terbatas. Bila suatu lingkungan dilindungi oleh konvensi
dari campur tangan pemerintahan atau hukum, maka rezim ini disebut liberal.
b. Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-
Komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal
kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi
tanpa ada penindasan atau paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat
tersebut dapat dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.
Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah “bentuk khusus
demokrasi yang memenuhi fungsi diktatur proletar”. Bentuk khusus ini tumbuh
dan berkembang di negara-negara Eropa Timur (sebelum runtuhnya Uni soviet
1990), seperti Cekoslovakia, Polandia, Hongaria, Rumania, Bulgaria, serta
Yugoslavia dan Tiongkok. Sistem politik demokrasi rakyat disebut juga
demokrasi “proletar” yang berhaluan Marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat
mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan
dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan.
Akan tetapi untuk mencapai masyarakat tersebut, bila perlu dapat dilakukan
dengan cara paksa atau kekerasan.
Dalam pandangan Georgi Dimitrov (Mantan Perdana Menteri Bulgaria), bahwa
demokrasi rakyat merupakan “negara dalam masa transisi yang bertugas untuk
menjamin perkembangan negara ke arah sosialisme”.
Ciri-ciri demokrasi rakyat dapat dibedakan menjadi dua :
1) Suatu wadah front persatuan (united front) yang merupakan landasan kerja
sama dari partai komunis dengan golongan-golongan lainnya dalam
masyarakat di mana partai komunis berperan sebagai penguasa.
2) Penggunaan beberapa lembaga pemerintahan dari negara yang lama.
Menurut Kranenburg demokrasi rakyat lebih mendewa-dewakan pemimpin.
Sementara menurut pandangan Prof. Miriam Budiardjo, komunis tidak hanya
merupakan sistem politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan
nilai-nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai komusime. Kekerasan
dipandang sebagai alat yang sah.

9
B. Ciri-Ciri Demokrasi
Dalam negara dengan sistem politik demokrasi, pada umumnya ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Adanya pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan
bagi individu dan kelompok, baik dalam penyelenggaraan pergantian pimpinan secara
berkala, tertib damai dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif. Pembatasan
ini tidak berarti bahwa tidak adanya campur tangan pemerintah dalam beberapa segi
kehidupan, sepanjang undang-undang memberikan wewenang untuk itu.
b. Prasarana pendapat umum baik pers, televisi, dan radio harus diberi kesempatan untuk
mencari berita secara bebas dalam merumuskan pendapat mereka. Karena kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul, merupakan hak-hak politik
dan sipil yang sangat mendasar.
c. Sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih mengutamakan
musyawarah dari pada paksaan dalam menyelesaikan perselisihan, sikap menerima
legitimasi dari sistem pemerintahan.
C. Prinsip-Prinsip Demokrasi
Untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis di dalam suatu negara, bukanlah
sesuatu yang mudah. Demokrasi tidak dirancang demi efisiensi dan pembangunan, akan
tetapi demi pertanggungjawaban sebuah pemerintahan demokrasi untuk memperoleh
dukungan publik. Untuk memperoleh dukungan publik dengan baik, maka setiap bangsa
dalam satu kesatuan sistem politik negara, harus mampu menata pemerintahan yang
berpijak pada sejarah dan kebudayaan sendiri dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip
dasar demokrasi yang diakui secara universal. Menurut Melvin I. Urofsky ada 11
(sebelas) prinsip demokrasi yang dikenali dan diyakini sebagai kunci untuk memahami
bagaimana demokrasi bertumbuh kembang sebagai berikut :
a. Prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi,
b. Pemilihan umum yang demokratis,
c. Federalisme pemerintahan negara bagian dan lokal,
d. Pembuatan undang-undang,
e. Sistem peradilan yang independen,
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan,
g. Peran media yang bebas,
h. Peran kelompok-kelompok kepentingan,
i. Hak masyarakat untuk tahu,
j. Melindungu hak-hak minoritas, dan
k. Kontrol sipil atas militer.
Prinsip-prinsip dasar demokrasi secara univerasal, memberi ketegasan bahwa yang
disebut pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang menempatkan
kewenangan tertinggi berada di tangan rakyat, kekuasaan pemerintah harus dibatasi, dan
hak-hak individu harus dilindungi. Namun demikian, dalam praktiknya di banyak negara
masih banyak kelemahan dan ketidaksesuain dengan prinsip-prinsip demokrasi
sebagaimana dikemukakan Melvin tersebut. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi di
masing-masing negara bersifat kondisional, artinya harus disesuaikan dengan situasi
negara dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.
Sementara Lyman Tower Sargent, berpendapat ada beberapa unsur/prinsip-prinsip
yang secara umum dianggap penting dalam demokrasi, yaitu antara lain :

10
a. keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik,
b. tingkat persamaan tertentu di antara warga negara,
c. tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga
negara
d. suatu sistem perwakilan, dan
e. suatu sistem pemilihan – kekuasaan mayoritas.

D. CIRI-CIRI MASYARAKAT MADANI

1. Konsepsi Masyarakat Madani (Civil Society)


Mengenai penggunaan istilah masyarakat madani, sebagian besar scholars di
Indonesia sepakat bila digunakan sebagai padanan yang tepat untuk istilah civil society.
Selain istilah ini, civil society juga diterjemahkan ke dalam istilah-istilah lain, seperti
masyarakat sipil, masyarakat kewargaan, masyarakat warga, masyarakat beradab atau
masyarakat berbudaya.
Bertolak dari hal tersebut, maka istilah masyarakat madani merupakan padanan dari
istilah civil society, sehingga eksplorasi konsep ini relevan dengan substansi istilah
terakhir. Hal yang dikemukakan di sini bukan konsep masyarakat madani disorot secara
etimologis, melainkan ke arah substansi dan indikator-indikatornya, sehingga
mempermudah untuk mengidentifikasi dalam konteks pembentukannya dari sisi politik.
Kekuatan wacana masyarakat madani terletak pada sisi substansinya, yaitu sebagai
rival yang tepat ketika negara mengembangkan korporatismenya. Di negara-negara
dengan tingkat intervensi struktur yang tinggi dan masuk ke segala bidang kehidupan
rakyat, maka wacana ini akan mendapat respon yang cukup kuat. Dalam praktiknya,
masyarakat madani akan mengembangkan model-model organisasi kemasyarakatan semi
otonom dan otonom, guna melepaskan diri dari “gurita” negara yang telah merusak sisi
kreativitas dan kebebasan masyarakat.
Realitas politik yang terjadi negara kita dan negara-negara berkembang lainnya,
menunjukkan bahwa negara adalah struktur yang dominan, entitas yang dibenarkan
mengatur masyarakat sesuai visi dan keabsahannya. Dengan dalih “pembangunan”,
kesejahteraan, kepentingan rakyat, intervensi negara seolah-olah sah, hingga masuk ke
sisi terkecil kehidupan masyarakat sekalipun. Sehingga di sinilah letak “dominasi”
perspektif dominasi struktur yang dikembangkan negara, sebagai wacana satu-satunya
yang berhak hidup dan berkembang, mengabaikan adanya kekuatan masyarakat madani.
Satu titik yang kemudian bisa kita temukan dalam setiap definisi konsep masyarakat
madani, -- seperti yang dikemukakan beberapa ahli di muka -- adalah pembahasannya
selalu bergandengan dengan eksistensi negara. Baik itu dalam statement mengimbangi,
bermitra atau mengungguli negara. Namun yang pasti, masyarakat madani akan ada
meskipun dalam negara otoriter. Inilah poin utama yang akan ditemukan dalam setiap
pembahsan masyarakat madani.
Sementara itu konsep masyarakat madani yang diabstraksikan para ahli memiliki
indikator sebagai identitas karakter yang dimiliki untuk bisa mengidentifikasi ada-
tidaknya perkembangan masyarakat madani.

11
2. Pengertian Masyarakat Madani
Konsep Masyarakat madani; merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya
pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada acara Festifal Istiqlal, 26
September 1995 di Jakarta. Konsep yang dianjurkan oleh Anwar Ibrahim ini hendak
menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki
peradaban maju.
Paradigma dengan pemilihan terma masyarakat ini dilatarbelakangi oleh konsep kata
ilahi, kota peradaban atau masyarakat kota. Disisi lain, pemaknaan Masyarakat Madani
ini juga dilandasi oleh konsep tentang Al’Mujtama’ Al Madani yang diperkenalkan oleh
Prof. Naquib al-Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia dan salah
satu pendiri dari Institute for Islamic Though and Civilization (ISTAC), yang secara
defenitif masyarakat madani merupakan konsep masyarakat ideal yang mengandung dua
komponen besar yakni masyarakat kota dan masyarakat yang beradab. Pendapat umum
dan para ahli dalam memberikan batasan-batasan tentang masyarakat madani adalah
sebagai berikut :
a. Dato Seri Anwar Ibrahim
Masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki sistem sosial yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta
inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah mengikuti
undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan
atau predict-ability serta ketulusan atau transparency sistem.
b. Nurcholish Madjid, M. Dawan Rahardjo, dan Azyumardi Azra
Pada prinsipnya masyarakat madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat
yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban serta menghargai akan
adanya pluralisme (kemajemukkan).
c. Zbigniew Rau (Dengan latar belakang kajian kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet).
Masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang
mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini
timbul diantara hubungan-hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap
negara dan bebas dari pengaruh keluarga serta kekuasaan negara yang diekspresikan
dalam bentuk individualisme, pasar (market) dan pluralisme.
d. Han Sung-joo (Dengan latar belakang kasus Korea Selatan).
Masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan
menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbatas dari negara,
suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga
negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama
mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang
terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
Konsep Han ini, mengandung 4 (empat) ciri dan prasyarat bagi terbentuknya
masyarakat madani, yakni Pertama, diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan
kemerdekaan berserikat serta mandiri dari negara. Kedua , adanya ruang publik
yang memberikan kebebasan bagi siapapun dalam mengartikulasikan isu-isu politik.
Ketiga, terdapatnya gerakan-gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai-nilai
budaya tertentu. Keempat, terdapat kelompok inti diantara kelompok pertengahan

12
yang mengakar dalam masyarakat yang menggerakkan masyarakat dan melakukan
modernisasi sosial ekonomi.

3. Karakteristik/Ciri-ciri Masyarakat Madani


Penyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa
dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat yang
menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini tidak bisa
dipisahkan satu sama yang lain atau hanya mengambil salah satunya saja, melainkan
merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi
masyarakat madani. Karakteristik/ciri-ciri tersebut antara lain adalah adanya Free Public
Sphere, Demokrasi, Toleansi, Pluralisme, Keadilan Sosial (social justice), dan
berkeadaban.

4. Menuju Masyarakat Madani


Sistem politik suatu negara, senantiasa akan berhubungan dengan ruang publik yaitu
kehidupan yang berkaitan dengan orang kebanyakan atau rakyat. Dalam kehidupan inilah
diatur proses serta mekanisme agar seluruh aspek kehidupan menjadi teratur. Untuk itu,
dibentuk lembaga-lembaga yang membidangi urusan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Secara umum, lembaga-lembaga tersebut diandaikan mewakili sebuah organisasi besar
yang bernama ”negara”. Selain itu ada juga lembaga lain seperti organisasi partai politik
yang akan berbicara tentang bagaimana cara memperoleh, mengendalikan dan
mempertahankan kekuasaan.
Di luar negara, terdapat sekelompok masyarakat yang disebut sebagai civil society
yang biasanya terbentuk dari kelompok-kelompok kecil di luar lembaga negara dan
lembaga lain yang berorientasi kekuasaan. Sebagai sebuah komunitas, posisi masyarakat
madani berada di atas keluarga dan di bawah negara atau diantara keduanya.
Bentuk nyata masyarakat madani secara sederhana dapat kita lihat yaitu dengan
berkembangnya budaya gotong royong di berbagai daerah di Indonesia. Budaya gotong
royong mampu mendorong anggota masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan bersama
secara partisipatif. Hasil kegiatan tersebut, diarahkan pada pemberdayaan masyarakat
yang secara tradisional juga terdapat mekanisme pengaturan sosial yang dikembangkan
secara turun temurun. Misalnya, dalam menentukan nilai bersama, norma, sanksi sosial
yang diberlakukan dalam masyarakat tersebut.
Kita juga dapat melihat bagaimana masyarakat mampu mengembangkan musyawarah
dan toleransi dengan berdasarkan nilai-nilai tradisional. Mereka juga telah mampu
mengembangkan budaya kebebasan berpendapat, menghormati perbedaan dan
menghargai keberagaman.
Masing-masing masyarakat di Indonesia dengan keberagaman etnik, bahasa, agama
dan adat istiadat, mereka telah memiliki mekanisme dan pengaturan sosial yang berbeda-
beda. Namun demikian seluruh aktivitas tersebut dilakukan secara mandiri dan
mendorong partisipasi dalam kebersamaan. Bentuk-bentuk masyarakat partisipatif yang
demikian inilah yang harus kita kembangkan agar kehidupan yang demokratis dapat
ditopang oleh masyarakat madani.

13
TUGAS
MAKALAH PKN

NAMA :

 RAY ADITYA PARIPURNA


 HAEDIR MUKMIN
 MUH. ARIF

14
15

You might also like