Bab 10 Kebijaksanaan Moneter di Negara-negara yang
Sedang Berkembang
10.1. TUJUAN KEBIJAKSANAAN MONETER DI NEGARA-NEGARA YANG
‘SEDANG BERKEMBANG (NSB)
Biasanya tujuan kebijaksanaan moneter di negara yang sedang berkembang dikaitkan
dengan pengawasan jumlah uang yang beredar (JUB) dan kredit, stabilisasi harga harga
sebagai tujuan yang paling utama di negara yang sedang berkembang discbabkan karena
di negara yang sedang berkembang banyak yang mengalami inflasi (berat) jika
dibandingkan dengan negara-negara yang sudah berkembang; dan juga dirasakan bahwa
kebijaksanaan moneter di negara yang berkembang lebih efektif daripada kebijaksanaan
fiskal dalam mengatasi inflasi, seperti halnya di Indonesia, Sebenarnya tingkat
pertumbuhan JUB di negara yang sedang berkembang harus dapat mengimbangi
pertumbuhan ekonominya, untuk menghidari deflasi. Dengan demikian dapat diharapkan
bahwa kebijakan moneter memperlancar jalannya pertumbuhan ekonomi dalam mencapai
tingkat yang lebih tinggi.
Kontribusi kebijakan Moneter dalam memperlancar pencapaian tingkat pertumbuhan
yang lebih tinggi secara tidak langsung dapat dikatakan ikut membantu pencapaian full
employment.
Di banyak negara yang sedang berkembang adanya pengangguran dan rendahnya
pendayagunaan merupakan masalah yang kronis. Sebagaimana ditunjukkan oleh Milton
Friedman (1968) bahwa penggunaan Kebijakan Moneter dan menentukan suatu tingkat
pengangguran tertentu bertentangan dengan tingkat yang dikatakan natural untuk suaty
perekonomian dapat menimbulkan ketidakstabilan perekonomian. Alasan yang diberikan
adalah bahwa dalam menghadapi kenaikan pengangguran sehingga berada di bawah
tingkat natural yang mendekati target yang diinginkan oleh penguasa moneter. Tetapi
harga akan naik dalam jangka pendek dan upah riilnya akan turun; upah nominal akan
naik yang diikuti naiknya jumlah tenaga kerja (dengan anggapan adanya money illusion).
Dilain pihak, turunnya upah rill akan meningkatkan permintaan tenaga kerja, Sebagaimana
diketahui bahwa inflasi akan selalu ada dalam jangka panjang, pengangguran akan
timbul juga.
86Jika penguasa moneter meningkatkan laju pertumbuhan JUB untuk mengontrol keadaan
tersebut, dalam jangka panjang pengangguran akan timbul lagi yang disebabkan adanya
inflasi, akibanya perekonomian tidak akan stabil. Menurut Fischer (1976) konsep tingkat
engangguran natural masih menjadikan pertanyaan dalam cara/tolok pengukurannya.
Kebijakan Moneter juga dapat digunakan untuk mencapai tujuan keseimbangan (equilib-
rium) Neraca Pembayaran International (NPI) untuk negara yang mengalami surplus akan
menurunkan tingkat bunganya, sedangkan untuk negara yang mengalami defisit dalam
NPI-nyaakan menaikkan tingkat bunganya untuk merangsang masuknya valutaasing. Dengan
‘masuknya Kapital ke dalam negeri diharapkan dapat menutup kesenjangan (gap) dalam
NPI-nya. Kebijakan Moneter yang demikian itu dapat digunakan untuk meningkatkan
Keseimbangan eksternal; sedangkan kebijakan fiskal dapat digunakan untuk meningkatkan
keseimbangan internal untuk mencapai tingkat full employment. (Lihat/Baca : Model, 1960;
Sedersten, 1971; Chacholides).
10.2. TEORI KEBIJAKAN MONETER
Didalam teori ekonomi makro dikenal adanya anggapan dari aliran/kelompok Klasik yang
mengatakan bahwa kurve suplai agregat (Agregate Supply Curve) adalah vertikal/tegak lurus
Ini berarti bahwa perubahan kebijakan moneter dan fiskal dapat menycbabkan tingkat harga
serta distribusi barang- barang dan jasa. Tetapi perubahan di sektor permintaan tidak dapat
‘merubah tingkat output yang dihasilkan karena sektor ini dianggap tetap (Karena ini ditetapkan
pada tingkat keseimbangan tenaga kerja). Hal tersebut diatas berbeda dengan pendapat aliran/
kelompok Keynes yang mengatakan bahwa kurve suplai agregat berarah (slope) positif. Dalam.
‘model ini adanya perubahan baik kebijakan moneter maupun fiskal (misalnya perubahan
tingkatpajak ataupun tingkat bunga) dapat mempengaruhi perubahan kurve permintaan agregat
ddan yang mengakibatkan perubahan tingkat output ataupun tingkat harga.
Pertentangan yang timbul saat ini berkaitan dengan persoalan efektivitas kebijakan
‘moneter ataupun kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perubahan permintaan agregat
Kelompok monetaris nampaknya cenderung mengatakan bahwa hanya dengan kebijakan
‘moneter dapat dipengaruhi kurve permintaan agregat yang selanjutnya akan mempengaruhi
perubahan GNP.
Di lain pihak, Kelompok Fiskalis cenderung untuk mengatakan bahwa hanya dengan
kebijakan fiskal dapat dipengaruhi kurve permintaan agregat yang selanjutnya akan
mempengaruhi GNP. Seringkali kelompok fiskalis disebut Keynes (Keynesian) meskipun
hal ini masih menimbulkan pertanyaan yang menyangkut masalah siapa yang sebenarnya
‘menganjurkan pendapat tersebut di atas, Dengan perkataan lain apakah Keynes benar-benar
‘menganjurkan pendapat tersebut di atas hanya dengan kebijakan fiskal dapat dipengarubi
kurve permintaan agregat yang selenjutnya mempengaruhi GNP.
Untuk menunjukkan hubungan antara kedua kebijakan tersebut dapat ditunjukkan
dengan mempergunakan analisis yang dipelopori oleh Hicks-Hicksian IS - LM. Analisis
Hicks yang menyangkut perbedaan antara kelompok Klasik dan Keynes dapat diringkas
sebagai berikut
87Tabel 10.1. Perbedaan Klasik, Keynes dan Hicks
MV =PT CAB)
S=S@) S=Sey) 1.2)
I=1@) Isley) 3)
| Sel S=¥
di mana
S$ = Tabungan
T= Investasi
r= Tingkat bunga
P =Tingkat harga
Y= Pendapatan rill
M, = Permintaan uang
V" = Kecepatan peredaran uang
T= Jumlah transaksi
‘Analisis Hicks tersebut di atas adalah penggabungan antara pendapat aliran Klasik dan
Keynes, dimana dalam analisis Hicks tidak terjadi pemisahan antara keseimbangan (equilib-
rium) di pasar barang dan pasar uang. Dengan perkataan lain, keseimbangan di kedua pasar
terscbut dapat terjadi bersama-sama, Analisis ini dikenal dengan analisis IS-LM, yang secara
Gratis dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 10.2.1
Keseimbangan Umum (General Equilibrium)
88Kurve LM berarah positif yang berarti bahwa naiknya pendapatan y, akan meningkatkan
tingkat bunga r, sebagaimana permintaan uangnya naik. Setiap tik pada kurve LM
‘menunjukkan keseimbangan antara permintaan uang dan penawaran uang. Dengan cara yang
sama dapat dikatakan bahwa setiap titik pada kurve IS menunjukkan keseimbangan antara
tabungan (S) dengan investasi (1) di pasar barang. Kurve IS berarah negatif karena jika
Pendapatan y, meningkat, maka S meningkat pula yang mengakibatkan turunnya tingkat
bbunga r, Perpotongan antara kurve IS dan LM menentukan besamnya pendapatan dan tingkat
bbunga pada keseimbangan umum (general equilibrium),
Adanya Kenaikan harga akan menyebabkan kenaikan permintaan akan uang (nominal)
dan akan menurunkan penawaran wang riilnya (real balances), schingga kurve LM bergeser
ke kiri, Kenaikan harga tersebut di atas dapat terjadi karena adanya ekses permintaan dimana
permintaan melebihi penawarannya. Tetapi perubahan tingkat harga tidak tercermin secara
elas (explicit) pada analisis IS-LM ini dan ini merupakan salah satu kelemahan penggunaan
analisis IS-LM.
‘Model di atas adalah model yang digunakan untuk kasus normal, sedangkan untuk kasus
yang ekstrim, misalnya model Fiskalis, dapat disajikan dengan menggunakan kerangka
model Keynes sebagai berikut:
yreti+g (10.4.)
c=cly -Uiy),a} 0.5.)
imana
g
{= Tingkat pajak (persentase)
@ = Nilai rill kekayaan
Dengan penggabungan persamaan (10.4.) dan (10.5.) didapat persamaan sebagai berikut:
yeely-ty)al+itg (10.6.)
Perlu diingat bahwa permintaan untuk investasi bersifat eksogen artinya besarnya
investasi tertentu tidak dipengaruhi oleh besamnya tingkat pendapatan, tinggi-rendahnya
tingkat bunga dan lain-lainnya. Jika besarnya i,g.t dan a diketahui maka persamaan tersebut
di atas dapat menentukan besamya pendapatan, y, yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang adadi pasar uang. Didalam model Fiskali ini, perubahan JUB hanya akan mempengaruhi
kurve LM saja, Tingkat bunga r, akan dipengaruhi tetapi dengan diketahuinya bahwa
investasinya inelastis terhadap tingkat bunga (interest inelasticity of investment fuction yang
ditunjukkan oleh fungsi IS yang tegak Jurus(vertikal) maka harga dan pendapatan tidak akan
terpengaruh, (Lihat Gambar 10.2.2)
89Gambar 10.2.2
Kurva IS dan LM
Kurve IS akan dipengaruhi oleh faktor-faktorfiskalis antara lain pengeluaran pemerintah
g dan pajak t. Kurve permintaan agregat akan berubah dengan berubahnya faktor-faktor
tersebut yang mengakibatkan perubahan pendapatan y, dan harga P. Di dalam kasus Fiskalis,
yang ekstrim (an extreme fiscalist model), kurve LM berarah positif sedangkan kurve IS-nya
‘tegak lurus atau inelastis sempurna. Tetapi sebaliknya, di dalam kasus Moneteris negatif dan
kurve LM-nya tegak lurus, sehingga hanya perubahan LM saja yang dapat merubah
pendapatan y. (Lihat Gambar 10.2.3.)
Gambar 10.2.
Kurva IS dan LMKedua kasus ekstrim tersebut di atas dapat dilihat serta terpadu pada Gambar 10.24. di
bawah ini
Gambar 10.2.4
Keseimbangan di Pasar Uang dan di Pasar Barang
BoM
2 Yo y YoY
Model dari Kelompok Moneteris bekerja pada saat kurve LM mendekati tegak lurus
(dengan pendapatan y, dan tingkat bunga r,) sedangkan model dari Kelompok Keynes/
Fiskalis bekerja pada saat kurve LM mendekati horisontal (dengan pendapatan y, dan tingkat
bbungar,). Pada kasus moneteris tingkat bunga sangat tinggi sehingga permintaan wang untuk
tujuan spekulasi sangat kecil (minimum), sedangkan pada kasus fiskalis, tingkat bunga
sangat rendah schingga adanya kenaikan dalam JUB tidak akan menurunkan tingkat bunga
(Keadaan seperti ini dikenal dengan liquidity trap).
Manfaat dari model fiskalis adalah untuk menganalisis dan memperkirakan perubahan
pendapatan pada saat perekonomian menghadapi depresi; tetapi pada saat perekonomian
menghadapi keadaan yang mendekati full employment, model dari moneteris akan lebih
bermanfaat untuk memperkirakan perubahan di dalam pendapatan karena JUB merupakan
faktor pembatas untuk meningkatkan pendapatan. Hal tersebut di atas masih dan sedang
dalam penelitian untuk dapat diterapkan pada perekonomian umum. Menurut Boediono
untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia, analis IS-LM
kkurang tepat digunakan karena banyak faktor yang menghambat bekerjanya analis tersebut
antara lain : pasar uang/modal yang ada belum bekerja seperti yang disyaratkan dalam analis
LM dan juga banyak faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi perekonomian kita,
10.3. ALAT KEBIJAKSANAAN MONETER
Jenis kebijaksanaa moneter yang umum digunakan di negara yang sedang berkembang
sama dengan yang digunakan di negara-negara yang sudah maju. Untuk ini akan dibicarakan
otterlebih dahulu macamy/jenis alat kebijakan moneter yang biasa digunakan dinegara majudan
juga teori yang mendasari kebijakan tersebut serta akan dibicarakan hambatan-hambatan
penggunaan alat kebijakan moneter tersebut di negara yang sedang berkembang.
10.3.1. BANK RATE POLICY
Kebijaksanaan ini sering pula disebut sebagai Politik Diskonto, dimana Bank Sentral
menentukan tingkat diskonto atau first class bills. Bentuk kebijakan ini berasal dari Inggris,
dimana digunakan untuk mengukur berapa besarnya diskonto yang dikenakan terhadap
bank-bank umum di Inggris dan sering juga untuk menstabilkan neraca pembayaran
‘Tindakan yang dilakukan oleh Bank Sentral adalah merubah tingkat bunga yang harus
dibayar oleh bank-bank umum untuk sejumlah peminjamannya pada Bank Sentral. Tinggi
rendahnya tingkat diskonto akan mempengaruhi tinggi rendahnya bunga yang dikenakan
kepada nasabah bank-bank umum tersebut. Tinggi rendahnya tingkat bunga bank umum akan
‘mempengaruhi besarnya kredit yang diminta oleh masyarakat yang akibat akhirnya akan
terlihat pada fluktuasi JUB
Kebijaksanaan ini di Inggris dikenal sebagai tingkat minimum pinjaman (minimum
lending rate, MLR). Biasanya besarnya MLR di Inggris lebih tinggi dari tingkat bunga pasar
dan sering disebut sebagai a pane! rate. Dalam hal ini Bank Sentral di Ingeris bertindak
sebagai sumber terakhir pinjaman (the lender of the last resort). Sedangkan di USA, bank rate
atau biasa disebut sebagai Federal Rate beradadi bawah tingkat bunga pasar yang selanjutnya
dapat dikatakan bahwa Federal Reserve Bank bertindak sebagai sumber pertama pinjaman
(the lender of the first resort).
Kebanyakan Bank Sentral di negara yang sedang berkembang bertindak sebagai sumber
terakhir pinjaman karena menggunakan politik diskonto sebagai a panel rate. Cara bekerja
bank rate akan mendorong kenaikan ongkos pinjaman dan karena bank-bank umum di
Inggris masih loaned up to the hilt (meminjamkan sampai batas minimum), maka kenaikan
bank rate secara otomatis akan menaikkan tingkat bunga pinjaman kepada masyarakat, Jika
tujuan penguasa moneter adalah menurunkan permintaan agregat maka kenaikan tingkat
bunga pinjaman akan bermanfaat untuk mengawasi pengeluaran Karena pinjaman akan
‘menjadi mahal. Dengan cara yang sama dapat dilihat jika bank rate trun maka diharapkan
akan merangsang perekonomian karena penurunan bank rate dapat diartikan menurunnya
tingkat bunga pinjaman yang dikenakan oleh bank terhadap nasabah, turunnya tingkat bunga
pinjaman diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi dan investasi.
Efektifitas bank rate di negara-negara yang sedang berkembang (NSB) banyak
‘menghadapi hambatan karena beberapa hal sebagai berikut
1. Politik Diskonto tidak merupakan kebijakan yang bi
Sentral di negara yang sedang berkembang.
Kelebihan likuiditas yang biasanya dialami oleh bank-bank umum di negara yang
sedang berkembang menghalangi tumbulnya kebijakan tersebut.
Dalam keadaan tertentu bank-bank umum mungkin tidak diwajibkan untuk menaikkan
tingkat bunganya dan ini tidak berpengaruh pada biaya maupun tersedianya Kredit
‘a digunakan oleh Bank-bank4. Masih banyaknya sektor yang nonmonetised di negara yang sedang berkambang
‘mempunyai pengaruh pada efektivitas bank rate, artinya akan menghambat efektivitas
bank rate tersebiut.
Buktiempiris yang telah ada menunjukkan bahwa pengeluaran untuk investasi di negara
yang sedang berkembang pada umumnya adalah inelastis terhadap tingkat bunga. Hal ini
dapat dimaklumi dan dijelaskan dengan memperhatikan fakta yang menunjukkan bahwa
ongkos untuk membayar bunga relatif kecil terhadap biaya total untuk investasi di negara
‘yang sedang berkembang,
10.3.2. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Kebijaksanaan ini biasanya diartikan sebagai kegiatan pembelian atau penjualan
surat-surat berharga oleh Bank Sentral, dengan tujuan untuk
1. Menjaga kestabilan harga obligasi/surat-surat berharga dengan jalan menstabilkan
tingkat bunga. Hal Ini disebabkan karena hubungan antara tingkat bunga dan harga
surat-surat berharga yang berkebalikan dalam artian bahwa tinggi rendahnya tingkat
bunga mencerminkan rendah tingginya harga surat-surat berharga. Dengan penjualan
atau pembelian surat-surat berharga diharapkan oleh penguasa dapat mempengaruhi
harga surat berharga.
Memperkuat pengaruh dari perubahan tingkat diskonto, dalam artian ikut mendorong
naik-turunnya tingkat bunga pinjaman.
3. Pengembangan dan penyelamatan hutang pemerintah, misalnya penjualan obligasi
pemerintah melalui OPT (Operasi Pasar Tebuka) oleh Bank Sentral sangat diperlukan
pada saat penebusan hutang pemerintah tersebut.
Yang pertu diingat adalah bahwa kekuatan riil dari OPT oleh Bank Sentral terletak pada
apasitas untuk menambah struktur tingkat bungan dan Fikuiditas
Keberhasilan OPT oleh Bank Sentral di negara yang sedang berkembang tergantung
pada berbagai keadaan yang antara lain
1. Pasar surat-surat berharga pemerintah harus cukup luas, aktif dan menyebar; kalau tidak
demikian malah akan membuat ketidakstabilan pasar uang,
2. Beberapa Bank Sentral di negara yang sedang berkembang mungkin tidak mempunyai
surat-suratberharga yang cukup menarik. Dalam keadaan seperti ini akan mempengarubi
efektivitas bekerjanya OPT.
3. Banyak bank-bank umum di negara yang sedang berkembang menjaga fluktuasi rasio
twang kas dengan deposito.
Adakalanya rasio ini melebihi persyaratan minimum yang ditentukan oleh Bank Sentral
Pada keadaan seperti ini OPT mungkin tidak efektif.
10.3.3. Perubahan Cadangan Minimum
Kebijaksanaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bank Sentral di USA pada tahun
931935 ketika Bank Sentral tersebut mampu mengatur persyaratan cadangan minimum untuk
bank-bank umum disana. Pengaturan ini dimaksudkan agar bank-bank umum bereaksi
(responsif) terhadap perubahan besar masuknya emas dan valuta asing ke dalam
perekonomiannya.
Perubahan Cadangan Minimum (PCM) oleh Bank Sentral di negara yang sedang
berkembang sangat dikenal karena
1. Sempitnya pasar uang yang membatasi efektivitas OPT.
2. Bank-bank umum di negara yang sedang berkembang banyak yang mempunyaikelebihan
dana sehingga kenaikan diskonto mungkin tidak cukup untuk mengurangi kelebihan
dana tersebut. Dalam hal ini diperlukan penggunaan alat langsung seperti PCM untuk
mengalirkan kelebihan dana tersebut
Kebijakan PCM mempunyai kesempatan untuk berhasil dibandingkan kedua alat
‘kebijakan monetersebelumnya (politik diskontodan OPT) di negara yang sedang berkembang
karena adanya pasar uang yang belum berkembang dan terorganisasi dengan baik serta
adanya sektor yang nonmonetised di negara yang sedang berkembang. Tetapi perlu diingat
bbahwa dampak dari kebijakan PCM ini bervariasi karena perubahan cadangan yang ditetapkan
oleh Bank Sentral akan mempengaruhi kemampuan penciptaan kredit olch bank- bank urium
walaupun lembaga-lembaga nonbank mungkin tidak terpengaruh. Untuk menghindari
hal-hal tersebut di atas Bank Sentral di beberapa negara yang sedang berkembang telah
‘memperlakukan adanya tambahan cadangan untuk menghadapi kenaikan deposito dimasa
depan (precautionary)
‘Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dampak PCM terlalu drastis; tetapi
alasan yang diberikan “jelas” artinya bahwa ketentuan cadangan diubah sebagaimana
disarankan oleh Keynes yaitu dengan catatan dan pada derajat kecil (with due notice and
small degrees). Dan ada pula yang mengatakan bahwa penggunaan PCM terlalu laku dan
tegar dalam operasinya. Penggunaan PCM tidak membantu dalam usaha fine tuning JUB
dan kredit.
Secara singkat, kenaikan PCM menimbulkan income effect khususnya jika bank-bank
‘umum tidak mempunyai kelebihan cadangan. Dan jugaadanya liquidity efect jika Bank-bank
‘umum menjual surat-surat berharganya pada tingkat bunga yang rendah. Aschheim (1961)
‘menjelaskan bahwa untuk menghindari income dan liquidity effect dari PCM, operasi pasar
terbuka harus dijalankan bersama-sama Karena jika Bank-bank Umum membeli surat
berharga pemerintah akan mendapatkan pendapatan bunga alas gilts.
10.3.4, Pengawasan Kredit Selektif (Selective Credit Control) - PKS
Banyak negara-negara yang sedang berkembang mendapatkan keuntungarvmanfuat
dengan penggunaan PKS dan bentuk PKS di negara yang sedang berkembang banyak
ragamnya. Misalnya, di banyak negara Amerika Latin dan Asia, perbedaan tingkat diskonto
telah digunakan untuk pengawasan kredit selektif schingga Bank Sentral di negara yang
sedang berkembang harus menetapkan tingkat diskonto yang lebih rendah daripada tingkat
94bunga yang ditetapkan oleh Bank-bank Umum. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
kelonggaran kepada badan-badan pemerintah seperti BULOG dan PERTAMINA untuk
pengadaan pangan sertaenerjidi dalam negeri agar dapat mengurangi laju inflasi dalam harga
pangan dan enerji. Adanya kredit langsung kepada BULOG dapat membantu stabilisasi
harga pangan, sedangkan kredit kepada PERTAMINA terutama ditujukan untuk mengatasi
krisis keuangan PERTAMINA di tahun tujuh puluhan.
10.3.5. Moral Suasion
Kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini merupakan metode/cara untuk
‘menghimbau para bankir dan pengusaha untuk mengikuti dan mentaati kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Bank Sentral. Kebijakan ini akan efektif jika didukung oleh tindakan yang
lebih positif oleh Bank Sentral. Kebijakan ini hanya akan bermanfaat pada saat tertentu saja
sampai kebijakan yang fundamental dilakukan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Kebijakan Moneter di negara yang sedang
berkembang sangat terbatas operasinya. Beberapa alasan dikemukakan untuk menjelaskan
keterbatasan operasi Kebijakan Moneter tersebut antara lain: sempitnya ruang lingkup pasar
vuang, adanya sektor yang nonmonetised, berkembangnya lembaga-lembaga keuangan
nonbank di negara yang sedang berkembang, banyaknya Bank-bank umum yang mempunyai
kelebihan dana dan banyak bank-bank asing yang mendapatkan kemudahan serta prioritas
untuk terhindar dari kebijaksanaan moneter. Tetapi perlu diingat dan dijelaskan disini bahwa
kebijakan moneter mempunyai peranan dalam pengaturan permintaan agregat dinegara yang
sedang berkembang khususnya pada saat inflas
95