You are on page 1of 22

Keratin

Keratin adalah salah satu protein rambut,yang tidak berwarna,berserat,memberi sifat keras,serta
tak larut dalam air.Keratin tersebut adalah protein yang terdapat pada kulit,kuku,serta rambut
anda.Protein ini umumnya mengandung sejumlah beswar sulfur yang mengandung asam amino
KECANTIKAN |

Embriologi & Histologi Kulit

EMBRIOLOGI DAN HISTOLOGI


JARINGAN KULIT NORMAL
Oleh Rizka Hanifah

Kulit adalah organ tunggal terberat di tubuh dengan berat sekitar 15% dari berat badan total
dengan luas permukaan sekitar 1,2 - 2,3 m2 pada orang dewasa. Kulit terdiri atas lapisan
epidermis yang berasal dari ektoderm permukaan dan lapisan dermis yang berasal dari
mesoderm. Berdasarkan ketebalan epidermis kulit dapat dibedakan menjadi kulit tebal dan kulit
tipis. Turunan epidermis meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat.

EPIDERMIS
Pada mulanya, mudigah dibungkus oleh selapis sel ektoderm. Pada permulaan bulan kedua (5
minggu), epitel ini membelah dan meletakan selapis sel gepeng, periderm atau epitrikium, pada
permukaannya. Seiring dengan proliferasi sel-sel di lapisan dasar, terbentuklah lapisan ketiga
yang terletak di tengah. Akhirnya pada akhir bulan ke 4, epidermis memperoleh susunan
tetapnya dan dapat dikenali menjadi 4 lapisan yaitu stratum germinativum, stratum spinosum,
stratum granulare, dan stratum korneum.
Selama tiga bulan pertama, epidermis disusupi oleh sel-sel yang berasal dari crista neuralis. Sel-
sel ini membentuk pigmen melanin, yang dapat dipindahkan ke sel-sel epidermis lain melalui
cabang-cabang dendrit. Sel ini dikenal sebagai melanosit yang menyebabkan terjadinya
pigmentasi kulit.

DERMIS
Dermis berasal dari mesenkim. Selama bulan ketiga dan keempat, jaringan korium membentuk
susunan-susunan papila yang tidak teratur, papilla dermis, yang menonjol ke arah epidermis.
Papilla ini biasnaya mengandung kapiler kecil atau organ akhir saraf sensorik. Lapisan dermis
yang lebih dalam, subkorium, mengandung jaringan lemak dalam jumlah yang besar.
Pada waktu lahir, kulit dilapisi oleh pasta berwarna keputih-putihan, vernix caseosa, yang
dibentuk oleh sekret kelenjar lemak dan sel-sel epidermis yang berdegenerasi. Pasta ini
melindungi kulit terhadap efek maserasi cairan amnion.

RAMBUT
Rambut merupakan proliferasi epidermis padat yang menembus dermis dibawahnya. Pada ujung
terminalnya, tunas-tunas rambut melakukan invaginasi. Invaginasi ini, papilla rambut, segera
terisi oleh mesoderm dan di dalamnya berkembang pembuluh darah dan ujung-ujung saraf.
Kemudia sel yang berada di tengah-tengah tunas rambut tersebut menjadi berbentuk kumparan
dan mengalami pertandukan sehingga membentuk batang rambut, sedangkan sel-sel tepi menjadi
berbentuk kuboid dan membentuk sarung epitel rambut.
Sarung akar dermis dibentuk oleh mesenkim disekelilingnya. Sebuah otot polos kecil melekat
pada sarung akar dermis. Otot ini dikenal sebagai m.erector pili. Proliferasi sel-sel yang terus
berlangsung dipangkal batangnya mendorong rambut ke atas, dan menjelang akhir bulan ketiga
rambut-rambut muncul dipermukaan pada daerah alis mata dan bibir atas. Rambut yang pertama
kali muncul adalah rambut lanugo dan selanjutnya diganti oleh rambut yang lebih kasar yang
berasal dari folikel-folikel rambut baru.

KELENJAR MAMMARIA
Indikator terbentuknya kelenjar susu ditemukan dalam bentuk penebalan epidermis yang
menyerupai pita, garis atau rigi susu. Pada mudigah 7 minggu, garis ini terbentang dari kanan
dan kiri tubuh, dari pangkal lengan hingga daerah tungkai bawah. Sekalipun sebagian besar garis
susu menghilang setelah terbentuk, sebagian kecil di daerah dada tetap menetap dan menembus
mesenkim di bawahnya. Menjelang masa akhir pralahir, tunas-tunas epitel berongga, membentuk
ductus lactiferus, sambil tunas induknya membentuk saluran-saluran kecil, dan alveoli kelenjar
susu. Ductus lactiferus pada mulanya bermuara ke sebuah lubang epitel kecil. Setelah lahir
lubang ini menjadi puting susu karena mesenkim dibawahnya berproliferasi.

HISTOLOGI KULIT

EPIDERMIS
Epidermis terdiri dari 5 lapisan dan tidak mempunyai pemubuluh darah maupun limpa sehingga
semua nutrisi dan oksigen di dapat dari pembuluh kapiler pada lapisan dermis yang berdifusi
melalui cairan jaringan serta membran basal untuk mencapai epidermis.

Sel-sel epidermis
a. Keratinosit
Sel ini merupakan sel terbanyak dengan jumlah mencapai 85%-95% pada epidermis. Berasal dari
ektoderm permukaan. Sel berbentuk gepeng ini memiliki sitoplasma yang dipenuhi oleh
skleroprotein birefringen, yakni keratin. Keratin ini mengandung sedikitnya 6 macam polipeptida
dengan berat molekul 40kDa sampai 70 kDa. Komposisi tonofilamen ini berubah sewaktu sel
berdiferensiasi. Sel basal mengandung berat molekul yang lebih rendah. Proses keratinisasi
berlangsung selama 2-3 minggu yang dimulai dari proses proliferasi, diferensiasi, kematian sel
dan pengelupasan. Pada tahap akhir diferensiasi diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti
dan organel lain di dalam sel. Selama proses keratinisasi berlangsung enzim hidrolitik lisosom
berperan pada penghancuran organel sitoplasma.

b. Melanosit
Warna kulit ditentukan oleh berbagai faktor penting seperti kendungan melanin dan karoten,
jumlah pembuluh darah dalam dermis, dan warna darah yang mengalir di dalamnya. Eumelanin
adalah pigmen coklat tua yang dihasilkan oleh melanosit. Sel ini berjumlah 7%-10% dan berasal
dari neuroektoderm. Melanosit memiliki badan sel yang bulat dengan cabang dendritik yang
panjang dan tipis. Hemidesmosom mengikat melanosit ke lamina basalis.
Melanosit paling banyak terdapat pada kulit muka dan genitalia eksterna. Jumlah melanosit tiap
individu hampir sama, hanya jumlah produksi melanin berbeda. Sintesis melanin berlangsung di
dalam melanosit dengan tirosinase berperan penting. Tirosin mula-mula diubah menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin (dopa) dan kemudian menjadi dopaquinon yang kemudian bertransformasi
dan dikonversi menjadi melanin. Dalam melanosit, melanin berkumpul dalam vesikel yang
disebut premelanosom. Vesikel kemudian matang menjadi melanosom yang disebarkan melalui
cabang sitoplasma melanosit ke keratinosit di sekitarnya terutama yang berada di stratum basale.
Setelah granula melanin bermigrasi di dalam juluran sitoplasma, granula melanin akan
berkumpul di daerah supranuklear sehingga inti sel terlindungi dari radiasi matahari yang
merusak. Menggelapnya kulit karena sinar uv adalah hasil proses dua tahap yakni reaksi
fisikokimia menghitamkan melanin dan melepaskannya dengan cepat ke keratinosit. Pada tahap
kedua kecepatan sintesis melanin menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan jumlah
pigmen.

c. Sel langerhans
Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang, ditemukan terutama di antara keratinosit dalam
lapisan atas stratum spinosum. Sel ini mempunyai reseptor penanda imunologis yang mirip
makrofag. Sel ini mengikat antigen asing di permukaannya dan merupakan sel pembawa antigen
yang menyebabkan limfosit T dapat bereaksi terhadap antigen yang dibawanya. Sel ini berasal
dari sekelompok sel prekursor dalam sumsum tulang.

d. Sel Merkel
Sel ini memiliki jumlah paling sedikit dan berasal dari krista neuralis. Sel ini terdapat pada
lapisan basal kulit tebal, terutama banyak ditemukan di ujung jari, folikel rambut dan mukosa
mulut. Sel ini memiliki peranan sebagai mekanoreseptor.

1. Stratum korneum
Lapisan kulit yang terluar dan terdiri dari beberapa sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Selama proses keratinisasi berlangsung enzim-
enzim hidrolitik lisosom berperan dalam penghancuran sitoplasma.
2. Stratum lusidum
Stratum lusidum ini terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng. Sel-sel
gepeng tanpa inti ini memiliki protoplasma yang telah berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Desmosom masih tampak di antara sel-sel yang bersebelahan
3. Stratum granulosum
Stratum granulosum ini terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan
granul basofilik kasar yang disebut granul keratohialin. Protein granul ini kaya akan histidin
berfosfor selain protein yang mengandung sistin. Struktur khas lainnya adalah granul lamela,
yakni suatu struktur lonjong yang mengandung cakram berlamel yang dibentuk oleh lapisan lipid
ganda. Granula lamela ini mengeluarkan suatu materi ke dalam ruang antar sel di stratum
granulosum. Materi ini berfungsi sebagai sawar terhadap materi asing dan menyediakan suatu
efek pelindung bagi kulit.
4. Stratum spinosum
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel spinosum
saling terikat erat melalui spina sitoplasma yang berisi filamen dan desmosom sehingga memberi
corak berduri pada permukaan sel ini. Berkas keratin tersebut disebut tonofilamen. Filamen ini
penting untuk mempertahankan kohesi antar sel dan melawan efek abrasi. Epidermis di daerah-
daerah yang terkena gesekan secara terus menerus memiliki stratum spinosum yang tebal dengan
lebih banyak tonofilamen dan desmosom.
5. Stratum basale
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-
epidermal. Sel-sel basal ini berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel
yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar dan sel
pembentuk melanin yang berwarna muda, inti gelap, dan memiliki butir pigmen. Sejumlah besar
desmosom saling mengikat sel-sel pada lapisan ini pada permukaan lateral dan atas sedangkan
hemidesmosom membantu mengikat sel ini pada lamina basalis.
Epidermis manusia diperbaharui setiap 15-30 hari bergantung pada usia, bagian tubuh dan faktor
lain. Semua sel dalam stratum basale mengandung filamen keratin intermediet. Sewaktu sel
berpindah ke atas, jumlah filamen juga bertambah sehingga mencapai setengah jumlah protein
total begitu sel berada di stratum korneum.

DERMIS
Dermis berasal dari lapisan mesoderm embrional. Terdiri dari jaringan penyambung dengan
beberapa lapisan serat kolagen dan serat elatis. Epidermis dilekatkan pada dermis melalui lamina
basal dan ikatan ini diperkuat oleh adanya tonjolan-tonjolan dermis ke epidermis yang disebut
papila. Epidermis dipermukaan tonjolan dermis ini membentuk rigi (pematang) dengan alur
diantaranya. Pola rigi dan alur ini yang terbentuk pada bulan ketiga dan keempat kehidupan
janin, gambarannya khas pada tiap individu. Gambaran khas pada telapak tangan, kaki, dan
jemari ini disebut sidik jari. Dermis bagian permukaan yang membentuk papila atau tonjolan ke
epidermis, lapisan ini disebut stratum papilare. Stratum pailare tersusun lebih longgar ditandai
oleh banyak papila dermis yang berjumlah 50-250 per mm2. Jumlah papila terbanyak dan lebih
dalam pada daerah yang menerima tekan dan gesekan paling besar misalkan pada telapak kaki.
Sebagian besar papila mengandung pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel
diatasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensorik untuk reseptor perabaan yang
disebut badan meissner.
Lapisan dermis dibawah strtum papilare disebut stratum retikulare. Lapisan ini lebih padat, tebal
dan dalam. Terdiri atas berkas-berkas kolagen kasar tersusun rapat. Rongga-rongga diantara
berkas serat terisi jaringan lemak, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea serta folikel rambut.
Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tenpat tertentu seperti m.arector pili yang
menempel pada folikel rambut membentuk lapisan tipis pada scrotum, prepusium, dan puting
payudara. Otot ini turut berperan dalam ekspresi fasial. Lapisan retikular dibagian yang lebih
dalam menyatu dengan hipodermis atau fasia superfisialis dibawahnya yang terdiri atas jaringan
ikat longgar yang banyak mengandung jaringan lemak. Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit.
Merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, fibrosit, sel lemak, sedikit makrofag dan sel
mast. Pada daerah yang berpigmen ditemukan melanosit.

Turunan Kulit
Kelenjar Sebasea
Kelenjar ini mensekresikan subtansi berminyak yang disebut sebum. Satu atau beberapa kelenjar
sebasea bermuara dan mencurahkan sekretnya ke folikel rambut bagian atas. Kelenjar ini
bertambah jumlahnya pada daerah muka, dahi, dan kulit kepala. Sebum berperan melembabkan
dan membuat kedap air rambut dan permukaan kulit. Pada tempat peralihan kulit misalkan di
daerah bibir, kelopak mata, glans penis, labia minora dan puting payudara ditemukan kelenjar
sebasea yang tak bermuara ke folikel rambut dan mencurahkan sekretnya langsung ke
permukaan tubuh. Kelenjar sebasea merupakan contoh kelenjar holokrin karena produk
sekresinya dilepaskan bersama sisa sel mati. Sebum tidak memiliki andil dalam mencegah
kehilangan air.
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus pili,
yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan ikat
yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup
folikel rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk
oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks. Sel-sel
folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada
permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel
terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan menghasilkan
berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan
terjepit diantara dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke
sarung folikel dan berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan
rambut menegak dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi
keadaan yang tampak pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem
saraf simpatis dan penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.

Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat ini merupakan kelenjar merokrin dimana vesikel/gelembung sekret di bawa ke
permukaan sel kemudian membran vesikel menyatu dengan membran sel dan sekret dicurahkan
ke lumen kelenjar tanpa kehilangan bagian dari sitoplasma sel. Terdapat dua jenis sel pada
sekresi kelenjar keringat yaitu sel gelap dan sel bening. Sel gelap memiliki granula sekretoris dan
sel bening sebaliknya. Kelenjar keringat berperan dalam termoregulator. Bila tubuh perlu
melepaskan panas, aliran darah kulit dan sekresi keringat meningkat. Kelenjar merokrin
dipersarafi oleh serabut koligernik sistem saraf simpatis.
Kelenjar apokrin adalah sejenis kelenjar keringat yang berbeda ditemukan pada kulit bagian
ketiak, areola, dan anus. Kelenjar ini bersekresi secara apokrin dimana sekret yang dikeluarkan
lebih kental dan dicurahkan ke dalam folikel rambut. Kelenjar apokrin dipersarafi oleh serabut
adrenergik sistem saraf simpatis, dan perkembangannya dipengaruhi secara hormonal, dan
karenanya kelenjar ini baru mulai aktif setelah puberitas. Kelenjar ini menghasilkan sekret yang
pada awalnya tidak berbau namun akan terdapat bau yang khas bila terdekomposisi oleh bakteri.
Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif bermitosis
menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian pangkal
kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula. Lempeng kuku tumbuh
dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.
Dasar kuku merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri atas sel-sel basal di atas membran
basal dan dua atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang
berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas kuku
disebut hiponikium.
Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang
seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada infeksi kuku.Kuku yang tipis,
mudah sobek, konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik,
sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau
keadaan hipotiroid.

Sabtu, 28 Maret 2009

Kegawatdaruratan Pada Kulit

PENDAHULUAN

Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan
di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam.
Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada
pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita

Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik dari penolong dan sarana
yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.
Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Diantaranya akan
menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Tidak jarang bahwa anggota Hansip, polisi dan
pemadam kebakaran terlibat dalam hal ini. Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab
penanganan yang salah justeru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh.
Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat daruratan.
Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan
kecacatan sampai kematian.

MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT

Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan
tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:
1. Toxic Epidermal Nekrolisis
2. Steven Johnson Syndrome
3. Erythema Multiforme
4. Erythroderma
5. Angioedema
6. Reversal reaction
7. Erythema Nodosum Leprosum
8. Pemfigus Vulgaris
9. Purpura-Vaskulitis
10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome

1. Nekrolisis Epidermal Toxik


Definisi
Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka
bakar pada kulit.18,19 Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan
segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk
infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini. Nekrolisis epidermal toksik
merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom
Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan
terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.18

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa fenomena
immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolit obat pada
epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan
makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis.18

Gejala klinik
Pasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash, demam, batuk,
arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan muntah, dengan atau tanpa diare. Gejala
dan tanda prodromal lainnya yang dapat berkembang seperti konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan
pruritus (28%). Pada fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan
terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis san mukositis, nyeri pada saat menelan
sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat
1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit. Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial dapat
terjadi. Erosi juga dapat terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa usus.19
Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai hipovolemia dan
takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan:
• Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula morbiliform secara simetris
pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh badan.
• Nikolsky sign positif
• Krusta hemoragik pada bibir
• Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi pengelupasan epidermis.
• Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan kegagalan nafas akut dan
membutuhkan intubasi.19

Gambar pada TEN1. krusta hemoragik membrane mukosa

Gambaran Histopatologi
Secara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi dermis atau epidermis.
Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis sel satelit dapat terlihat, sampai nekrosis
eosinofil secara luas.19

Pemeriksaan dan Tes


Tes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik atau suportif.
Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan pneumonia.18

Terapi
Perawatan kegawatdaruratan: unit gawatdarurat harus mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan
mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan dan elektrolit secara agresif, mengatasi nyeri, dan
perawatan kulit dengan teliti merupakan tindakan yang sangat penting. Pasien dengan lesi kulit yang
luas memerlukan kamar isolasi dan lingkungan yang steril.18
• Daerah erosi pada kulit harus di lindungi dengan pakaian pelindung nonadherent seperti petroleum
gauze
• Distress pernapasan bisa mengakibatkan pengelupasan dan edema dan membutuhkan intubasi
endotrakeal dan ventilasi.18

Cairan dan elektrolit harus dimonitor. Menjaga keseimbangan cairan dan basa titrat dengan tekanan
vena sentral dan output urine. Sekitar 3-4 L dibutuhkan pada pasien dengan 50 % area kulit terlibat.
Nutirsi secara parentral atau secara enteral via selang nasogastrik biasanya dibutuhkan. Nutrisi enteral
secara awal dan kontinu mengurangi risiko stress ulcers, mengurangi translokasi bakteri dan infeksi
enterogenik.19

2. Sindrom Stevens-Johnson

Definisi
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr.biasanya
Johnson, sindrom Stevens-Johnson, disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat
terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek
samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik ( toxic epidermal
necrolysis/TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang
sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor.20

Patofisiologi
SSJ adalah hipersensitifitas yang disebabkan oleh pembentukan sirkulasi kompleks imun yang
disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus, dan keganasan. Pada lebih dari setengah kasus, tidak
didapatkan adanya penyebab yang spesifik.20
Gejala klinik
Secara tipikal, penyakit ini dimulai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik. Hal ini
merupakan bagian dari gejala prodromal yang berlangsung selama 1-14 hari yaitu demam, radang
tenggorokan, sakit kepala, dan malaise. Muntah dan diare kadang merupakan gejala prodromal. Lesi
mukokutaneus berkembang secara tiba-tiba. Lesinya bersifat nonpruritus. Riwayat demam bisa terjadi
akibat terkena infeksi, namun demam telah dilaporkan terjadi pada lebih 85% kasus. Keterlibatan
membrane mukosa oral bisa membuat pasien mengalami kesulitan dalam makan dan minum. Pasien
yang mempunyai keterlibatan dalam genitourinary bisa mengeluhkan disuria. Gejala tipikal tersebut
diatas diikuti dengan batuk produktif dengan sputum purulen tebal, sakit kepala, mialgia dan artralgia.
Rash dimulai dengan macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bulla, plak urtikaria, atau eritema
yang konfluen.20
Penyebab SJS berupa:
• Obat-obatan dan keganasan merupakan etiologi pada dewasa dan orang tua.
• Pada kasus anak proses infeksi merupakan penyebab yang etrsering dibandingkan keganasan atau
reaksi obat.
• Obat-obatan seperti sulfa, fenitoin, atau penisilin telah diketahui sebagai penyebab pada dua pertiga
pasien dengan SSJ.
• Lebih setengah pasien dengan SSJ melaporkan infeksi saluran napas bagian atas
• Keempat kategori etiologi adalah (1)infeksi, (2)obat-obatab, (3)keganasan, dan (4)idiopatik.20

Pemeriksaan laboratorium:
• Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dalam penegakan diagnosis.
• CBC (complete blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik.
Peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebakan karena infeksi bakteri.
• Kultur darah, urin, dan luka merupakan indikasi bila dicurigai penyebab infeksi.20
Tes lainnya:
• Biopsi kulit merupakan pemeriksaan diagnostik tapi bukan merupakan prosedur unit gawatdarurat.
• Biopsi kulit memperlihatkan bulla subepidermal
• Adanya nekrosis sel epidermis
• Infiltrasi limfosit pada daerah perivaskular.20
Penatalaksanaan:
• Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tand kehilangan cairan berat dan
mesti diterapi sebagai pasien SJS sama dengan pasien luka bakar.
• Perawatan gawatdarurat:
• Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
• Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
• Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas hemodinamik,
status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.
• Penatalaksanaan SJS bersifat simtomatik dan suportif. Mengobati lesi pada mulut dangan
mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri. daerah yang mengalami
pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
• Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat penyebab harus
dihentikan.
• Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

Gambar 2. Sindrom Stevens-Johnson (lesi vesiko-bulosa)

3. Erythema Multiforme

Definisi
Eryhtema multiforme merupakan suatu penyakit akut dan merupakan penyakit kulit yang self-limiting
dan merupakan erupsi kulit yang meradang. Bercak kemerahan terbentuk dari bintik-bintik merah di
kulit, yang kadang-kadang tampak keunguan atau berisi cairan di tengahnya. Ia juga biasanya mengenai
daerah mulut, mata dan permukaan-permukaan lain yang lembab. Dinamakan erythema multiforme
karena munculnya variasi bentuk multiforme dengan derajat tinggi dalam presentasi klinisnya. Variasi ini
menyebabkan erythema multiforme ini dibagi menjadi dua kelompok yang saling tumpang tindih yaitu
eritema multiforme minor dan eritema multiforme mayor atau lebih dikenali dengan Stevens-Johnson’s
syndrome.2

Epidemiologi
Eritema multiforme secara predominan diteliti pada dewasa muda dan sangat jarang pada anak-anak.
Biasanya lebih mengenai pada pria tanpa mempedulikan ras dan warna kulit.2Peneliti lain menganggap
eritema multiforme ini merupakan penyakit yang biasa pada ahli kulit. Dari penelitian mereka
mendapatkan separuh dari kasus mengenai golongan muda (di bawah 20 tahun). Jarang didapatkan
mengenai anak-anak di bawah 3 tahun dan mereka yang berusia di atas 50 tahun. Laki-laki biasanya
lebih banyak mengenai eritema multiforme berbanding wanita tanpa ada predileksi ras. Sepertiga dari
eritema multiforme kambuh sementara musim biasanya mempengaruhi.2,4

Patofisiologi dan Penyebab


Patofisiologi penyakit ini belum terlalu dimengerti tetapi muncul pendapat yang mengatakan penyakit
ini melibatkan reaksi hipersensitivitas yang memicu berbagai stimulus, biasanya bakteri, virus atau
produk-produk kimia.
Penelitian prospektif internasional yang terbaru menunjukkan penyebab mayor dari eritema multiforme
ini adalah virus herpes. 4 Virus herpes yang paling sering menyerang adalah virus HSV I dan II. Tercatat
serangan herpes labialis pada penyakit ini diperkirakan sebesar 50%. Herpes labialis biasanya menyerang
pada lesi kutan (cutaneous lesion), muncul secara simultan dan juga muncul setelah lesi target erythema
multiforme muncul. Herpes labialis menyerang lesi target pada erythema multiforme dalam waktu 3-14
hari. Dilaporkan kebanyakan kasus pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh virus HSV tipe I,
tetapi ada juga yang mengatakan golongan ini masih bisa terkena erytheme multiforme akibat serangan
virus HSV tipe II. Selain virys herpes (HSV), erythema multiforme bisa disebabkan oleh orf, Histoplasma
capsulatum, dan virus Epstein-Barr.2

Gambaran Klinis
1. Gambaran histopatologik
Gambaran histopatologik berupa infiltrate limfosit dermal-epidermal junction dan sekitar pembuluh
darah dermal, dermal edema, nekrosis keratinosit epidermal, dan pembentukan bulla subepidermal.
Penelitian histology dan immunokimia mendapati pada erytheme multiforme mempunyai densitas tinggi
pada infiltrate sel yang kaya dengan limfosit-T. 4

2. Kriteria diagnostik
Kriteria diagnostik untuk erythema multiforme ialah adanya lesi target pada kulit yang diameternya
kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh, dengan penglibatan minimal dari
membrane mukosa yang biasanya bisa dilihat lewat biopsi. Lesi kutaneus secara tipikal adalah simetrik,
dan melibatkan ekstremitas, yang biasanya predileksinya pada tangan bagian dorsal dan ekstensor.4
Dari penelitian, hamper kesemua lesi muncul dalam waktu 24 jam dan muncul sempurna setelah 72 jam.
Di dapatkan juga gatal dan rasa terbakar yang muncul diantara lesi-lesi. Lesi primer biasanya berbentuk
bundar, papul kemerahan yang biasanya menetap dikulit selama 7 hari atau lebih. Beberapa papul-papul
kemerahan ini biasanya berubah menjadi lesi target.
Lesi target berupa perubahan warna zona konsentrik, dengan tengahnya yang agak kehitaman atau zona
keunguan dengan zona kemerahan di bagian luarnya. Lesi target selalunya membentuk vesikel atau
krusta di zona tengah selepas beberapa hari. Beberapa lesi mempunyai tiga zona yang berbeda warna
dengan pinggir kemerahan, putih di tengah dan hitam di bagian yang paling dalam. Kadangkala, ia
membentuk lesi iris karena terdapat gambaran seperti pelangi (rainbow-like appearance).2

Gambar3. erythema multiforme


4. Erythroderma

Definisi
Erythroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan penyakit yang sama dalam
literatur. Terma sebelumnya menjelaskan eryhtroderma sebagai dilatasi yang menyebar dari penbuluh
darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan erythroderma secara substantial akan
meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transitsel epidermal melalui epidermis
yang bisa menimbulkan sisik bertanda. 1
Istilah ”red man syndrome” biasanya digunakan pada dermatitis exfoliatif yang idiopatik yang mana
tidak ditemukan penyebab primer walaupun telah menjalani beberapa serial pemeriksaan dan tes.
Erythroderma idiopatik ini ditandai dengan keratoderma palmoplantar, limfadenopati dermatopati dan
peningkatan kadar serum immunoglobulin E (IgE). Istilah I’homme rouge merujuk kepada dermatitis
exfoliatif yang merupakan limfoma sel-T sekunder.3

Epidemiologi
Pada orang dewasa, penyakit kulit dini, beberapa keganasan atau malignancy dan allergi obat-obatan
bisa menyebabkan erythroderma, namun pada variabel, beberapa pasien mengalami erythroderma
tanpa penyebab yang jelas (Abrahams et al, 1963; Nicolis dan Helwig, 1973; Sehgal dan Srivastava, 1986;
Thestrup-Padersen et al, 1988). Kecuali apabila kondisi ini menyangkut atau disebabkan oleh dermatitis
atopik, dermatitis seborrhoeic, atau ichtyosis herediter, erythroderma biasanya muncul selepas usia 40
tahun. Laki-laki dikatakan berpotensi untuk terkena erythroderma dua kali lipat berbanding wanita.1

Etiologi
Erythroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu
gangguan kulit. Eryhtroderma juga bisa disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan.
Walaubagaimanapun, sebanyak 30% dari semua kasus erythroderma yang dilaporkan, tidak ada
panyebab yang jelas ditemukan. Iniuyang dinamakan erythroderma idiopatik.
Penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit yang
menyebabkan erythroderma ialah:
• Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatiti kontak (allergi atau iritan) dan dermatitis stasis
(gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec.
• Psoriasis
• Pityriasis rubra pilaris
• Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa.
• Limfoma sel-T kutaneus (Sezary Syndrome)
Erythroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti:
• Kaganasan interna seperti karsinoma rektum, paru-paru, tuba fallopi, kolon.
• Keganasan hematologi seperti limfoma dan leukaemia.
• Penyakit Graft vs Host
• Infeksi HIV.7

Patofisiologi
Peningkatan perfusi darah kulit mundul pada erythroderma yang menyebabkan disregulasi temperatur
(menyebabkan kehilangan pabas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kadar metabolik basal
meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.3
Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di
stratum korneum. Ini akn menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya
kehilangan caira dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini
dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada
erythroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan
transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari
sebelum sisik menghancur.1
Hilangnya sisik eksfoliatif yang bisa mencapai 20-30g/hr memicu kepada timbul keadaan
hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliative. Hipoalbuminemia muncul akibat
menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling sering
ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon imun mungkin bisa berubah, seiring
adanya peningkatan gamma-globulins, peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T
limfositopenia pada infeksi HIV.3
Gambaran Klinis
1. Gambaran histologis
a) Penyakit kutaneus tahap awal (pre-existing cutaneuous disease)
Psoriasis mempunyai spongiosis minimal dengan infiltrate neutrofil dan limfosit pada dermal, tetapi
bukan eosinofil atau sel plasma. Mikroabses Munro di epidermis, menyebabkan parakeratosis, penipisan
epidermis suprapapillary dan edema dari papillae dermal disertai dilatasi kapiler papilari.
b) Penyakit sistemik
Allergi obat-obatan bisa memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil. Mikosis fungoides / Sezary
syndrome bisa membentuk gambaran infiltrat seperti monotonous band (monotonous band-like
infiltrate), terdiri dari sel mononuclear –cerebriform yang besar, sepanjang dermoepidermal junction
atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan
mikroabses Pautrier tanpa epidermis (Sentis et al, 1986)*
c) Idiopatik
Specimen histologik tidak spesifik, walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukkan bukti dari
mikosis fungiodes.
2. Gambaran klinik
Erythroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun. Biasanya lebih banyak
mengenai laki-laki berbanding wanita. Ia bisa berlaki sangat cepat. Gejala dan simtom erythroderma
termasuklah:7
• Kemerahan kulit ganeral (erythema) dam pembengkakan yang meliputi 90% atau lebih dari seluruh
permukaan kulit.
• ‘Serous ooze’, hasil dari pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan.
• Penyisikan 2-6 hari selepas onset erythema, seperti empingan yang besar.
• Berbagai derajat kegatalan yang kadang-kala tidak bisa di toleransi.
• Penebalan sisik pada kepala dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan total.
• Penebalan telapak tangan dan kaki (keratoderma)
• Pembengkakan kelopak mata bisa menyebabkan ectropion ( permukaan dalam kelopak mata bawah
terpapar keluar)
• Kuku menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut.
• Erythroderma yang lama bisa menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan / atau putih pada
kulit)
• Infeksi sekunder bisa menyebabkan munculnya pustul dan krusta
• Pembesaran kelenjar limfe (lifadenopati)
• Kontrol temperatur yang abnormal yang mengakibatkan demam dan menggigil atau hipotermia
• Meningkatkan denyut jantung sebagai akibat dari gagal jantung yang tidak ditangani atau kasus-kasus
berat yang biasanya terjadi pada orang tua.
• Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat kehilangan cairan lewat kulit.
• Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan protein dan peningkatan kadar metabolik.

Gambar 4. Erytroderma

5. Angioedema
Definisi
Angioedema dan urtikaria memberikan manifestasi yang berbeda dengan proses patologi yang
sama.Kedua-dua kondisi menunjukkan terdapat kebocoran cairan dan edema pada hasil
postcap.Walaubagaimanapun,angioedema melibatkan pembuluh darah pada superficial dermis di
lapisan kulit.Hasil ini menunjukkan gambaran klinis yang berbeda.Respon diatas diperantarai oleh
histamine,serotonin dan kinin(contohnya;bradikinin) yang menyebabkan dilatasi arteriol dimana
junction diantara sel endotel longgar dari kapilari dan arteriol.10Angioedema muncul sebagai gambaran
klinis dari mekanisme imunologi dan inflamasi atau bisa juga idiopatik.Angioedema bisa muncul selepas
terjadi reaksi IgE- atau IgE reseptor dengan disertai abnormality sistem komplemen dan sistem efektor
plasma setelah degranulasi mast sel dan berhubung dengan aktivasi asam arakidonat seluler pada
metabolic pathways .11Angioedema adalah penyakit biasa dimana tergantung kepada faktor
usia,bangsa,sex,pekerjaan dan lokasi geografi serta musim,angioedema bisa mungkin menjadi proses
akut jika kurang dari 6 minggu.Angioedema dengan urtikaria atau tidak diklasifikasikan kepada
alergik,hereditary atau idiopatik.11

Gambaran Klinik
Edema pada muka,extremitas,mungkin sedikit nyeri tanpa pruritus,bisa terjadi beberapa
hari.Melibatkan juga bibir,dagu,area periorbital,lidah dan laring.11
Angioedema bisa juga pada system organ vital contohnya traktus respiratorius.12
Pembengkakan superficial dermis dengan wheals yang ditandai dengan warna pink dan pruritus
dimana area angioderma sering pucat dan nyeri.13

Penatalaksanaan
a) Penjagaan prehospital
Menjaga jalan nafas
Intubasi nasofaringeal
Steroids epeniferin subcutaneous
b) Emergency department care
Menjaga jalan nafas
Intubasi nasofaringeal
Steroids epeniferin subcutaneous
Angioedema kronik merespon baik pada steroids dan H2 blockers.
Angioedema herediter lebih melawan subcutaneous,antihistamin dan steroid.kepada penggunaan
epineferin
Stanozolol,anabolic steroid,danazol,inhibitor gonadotropin.
Asam aminocaproic untuk seimbangkan pregantian C11NH untuk mengelakkan serangan.Fresh frozen
plasma mungkin bisa digunakan untuk sementara.

c) Konsultasi
Ahli imunologi bisa bertemu dengan penderita yang tidak diketahui history angioedemanya.
Pada penderita dengan tipe heriditer follow up dengan ahli imunologis sangat penting.

Gambar 5.Angioedema;bengkak pada bibir


6. Reaksi reversal
Reaksi tipe 1 menampakkan bertambahnya respon kompleks imun terhadap m. leprae, dan pada
umumnya terjadi setelah dimulainya terapi. Bila reaksi terjadi dengan antibiotic kemoterapi, maka
disebut reaksi reversal, dan bila terjadi pada tipe borderline dan lepromatous (downgrading), maka
disebut reaksi downgrading.17
Reaksi tipe 1 secara klinik menunjukkan adanya inflamasi dari lesi. Tidak terdapat gejala sistemik (seperti
demam, ataupun artralgia). Lesi membengkak, menjadi eritema dan kadang nyeri menyebabkan selulitis.
Pada kasus berat, ulserasi bisa terjadi. Komplikasi yang berat dari reaksi tipe 1 adalah kerusakan saraf.
17
Reaksi ini juga bisa terjadi setelah kemoterapi tapi berbeda dengan ENL. Masa onset lebih lambat
daripada ENL (beberapa minggu sampai bulan), dan bisa terjadi selama berbulan-bulan jika tidak di obati
dengan cepat. 17
Sebagai inflamasi mediasi sel menyerang antigen m.leprae, adanya infeksi maka dapat merusak
kompartmen jaringan. Karena basil ke saraf, maka gejala saraf sserinf didapatkan. Reaksi reversal yang
terjadi pada saraf mungkin menyebabkan kehilangan fungsi saraf secara tiba-tiba dan kerusakan
permanent saraf tersebut. Hal ini menyebabkan reaksi tipe 1 merupakan kasus emergensi. Secara
histology, lesi kulit menampakkan edema perivaskular dan perineural serta banyaknya jumlah limfosit.
Pada kasus yang hebat mungkin terdapat nekrosis jaringan.17
Meskipun reaksi muncul setelah diberikan obat antileprosi, namun tidak dibenarkan untuk
menghentikan obat tersebut karena terjadinya reaksi. Pada reaksi ringan, tanpa komplikasi neurology
atau gejala sistemik berat, terapi hanya bersifat suportif. Tirah baring dan pemberian aspirin atau agen
anti inflamasi steroid bisa digunakan.17
Reaksi tipe 1 biasanya diterapi dengan kortikosteroid sistemik. Prednisone diberikan peroral, dimulai
dengan dosis 40-60 mg/hari. Neuritis dan luka pada mata merupakan indikasi penting untuk terapi
steroid sistemik. Abses pada saraf mungkin butuh pembedahan segera untuk melindungi fungsi saraf.
Saat reaksi terkontrol prednisone perlu di tapering pelrlahan. Clofazimine menunjukkan efek
perlawanan yang sama terhadap reaksi tipe 1. 17

Gambar 6. reaksi reversal


7. Eritema nodosum leprosum

Definisi
Eritema nodosum merupakan penyakit akut, noduler, erursi eritematoua yang biasanya terbatas pada
bagian extensor kaki. EN jarang kronik dan rekuren tapi bisa saja terjadi. EN dianggap sebagai reaksi
hipersensitivitas dan bisa terjadi oleh karena beberapa penyakit sistemik atau karena terapi obat, atau
mungkin saja idiopatik. Wanita lebih sering terkena dibandingkan dengan pria dengan rasio 4:1. EN bisa
terjadi pada anak-anak dan pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun, tapi lebih sering terjadi pada
dewasa muda yaitu pada usia 18-34 tahun.22

Patofisiologi
EN mungkin merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap berbagai jenis antigen,
complex imun dalam sirkulasi belum ditemukan pada jenis idiopatik atau kasus-kasus biasa tapi mungkin
ditemukan pada pasien dengan penyakit inflamasi saluran cerna. 22

Gejala klinik
Fase erupsi EN dimulai dengan flulike symptoms dengan demam dan nyeri seluruh badan. Artralgia bisa
terjadi dan mendahului erupsi atau muncul selama fase erupsi. Lasi yang timbul oleh karena infeksi
akibat EN banyak yang sembuh dalam 7 minggu, tapi bentuk aktif mungkin bisa sampai 18 minggu.
Namun, pada 30 % EN yang idiopatik bisa bertahan sampai lebih dari 6 bulan. Demam dengan
penemuan kelainan kulit seperti tiba-tiba sakit dengan demam yang diikuti dengan nyeri rash selama 1-2
hari. 22
Pada penemuan fisik, kelainan kulit didapatkan terbatas pada kulit dan sendi. Lesi mulai dengan bentuk
nodul merah yang nyeri tekan. Batas lesi sulit ditentukan, dan berukuran 2-6 cm. Selama minggu
pertama lesi menjadi keras, tegang, dan nyeri, pada minggu kedua, lesi menjadi fluktuan sepeti pada
abses, tapi tidak bersifat supuratif atau ulseratif. Lesi ada selama hamper 2 minggu, tapi kadang, lesi
baru selanjutnya muncul selama 3-6 minggu. Sakit pada kaki dan bengkak pada pergelangan kaki bisa
berlangsung selama berminggu-minggu. Distribusi lesi kulit: lesi muncul pada kaki bagian anterior,
walapun demikian, lesi tersebut juga bisa muncul pada tempat lain. Lesi berubah warna pada minggu
kedua dari merah terang menjadi biru pucat. Lesi akan menghilang pada 1 atau 2 minggu karena
deskuamasi kulit. Adenopati hiler bisa berkembang karena reaksi hipersensitifitas EN. Limfadenopati
hiler bilateral berhubungan dengan sarkoidosis, dengan perubahan umilateral bisa terjadi dengan infeksi
dan keganasan. Artralgia terjadi pada lebih dari 50 % pasien dan mulai selama fase erupsi atau
mendahului erupsi selama 2-4 minggu. Eritema, bengkak dan nyeri terjadi pada sendi, kadang dengan
efusi. Nyeri sendi dankaku pada pagi hari dapat terjadi. Beberapa sendi dapat terlibat, namun
pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan adalah sendi yang paling sering terlibat.
22

(A) (B)

(C) (D)
Gambar 7. (A) Lesi awal EN menampakkan nodulsubkutan berwarna merah. (B) Nodul yang menjadi
confluent yang menghsilkan plak eritematous. (C) Lesi stage lanjut EN menunjukkan plak datar
keunguan. Pasien in juga mnederita sarkoidosis. (D) Lesi stage lanjut EN yang pergelangan kaki. Pasien in
menderita colitis ulseratif.mengenai

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiology
3. Tes-tes lainnya: skin test epidermal
4. Histopatologi: gembaran klasik EN yaitu penniculitis septal dengan infiltrate inflammatory limfositik
perivaskuler superfisial tipis dan dalam. 22

Penatalaksanaan

Pada banyak pasien, EN merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri dan hanya membutuhkan terapi
simptomatik dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kompres dingin, elevasi dan tirah baring.
Konsultasi dan kerjasama mungkin diperlukan antara:
• Ahli penyakit kulit dan kelamin untuk evaluasi penyebab EN
• Ahli penyakit dalam untuk evaluasi penyebab EN.22

8. Pemfigus vulgaris

Definisi
Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus
dideskripsikan sebagai kelompok penyakit bullosa kronik, yang Istilah diberi nama oleh Wichman pada
tahun 1791. dalampemfigus masuk kelompok penyakit melepuh autoimun pada kulit dan membrane
mukosa yang ditandai oleh adanya lepuhan intradermal dan ditemukannya antibody immunoglobulin G
(IgG) dalam sirkulasi yang melawan permukaan sel keratinosit. Yang termasuk dalam penyakit pemfigus
adalah pemfigus vulgaris (PV), pemfigus folliaceus dan paraneoplastik pemfigus dengan kasus pemfigus
vulgaris yang terbanyak yaitu sekitar 70 %.25

Patofisiologi
PV adalah penyakit autoimun, intraepithelial, penyakit melepuh yang menyerang kulit dan membrane
mukosa yang ditandai dengan didapatkannya antibodi dalam sirkulasi yang menyerang permukaasn sel
keratinosit. Pada tahun 1964, autoantibodi menyerang permukaan keratinosit digambarkan pada pasien
pemfigus. Observasi klinik dan experimental menunjukkan autoantibody dalam sirkulasi merupakan
pathogen. Predisposisi immunogenetik tak bisa dipungkiri. Lepuhan yang terjadi pada PV berehubungan
dengan ikatan autoantibody IgG pada permukaan molekul sel keratinosit. Antibodi interseluler atau PV
ini berikatan dengan desmosom keratinosit dan dengan area bebas desmosom pada membran sel
keratinosit. Ikatan autoantibody menyebabkan kehilangan adhesi sel, disebut akantolisis.25
PV antigen: adhesi intraseluler pada epidermis melibatkan beberapa molekul permukaan sel keratinosit.
Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan sel keratinosit desmoglein 1 dan desmoglein 3. ikatan
antibodi dengan desmoglein menyebabkan efek langsung terhadap adheren desmosomal atau mungkin
memacu proses seluler yang menghasilkan akantolisis. Antibodi spesifik untuk antigen desmosomal juga
didapatkan pada pasien PV, meskipun begitu, peran antigen pada patogenesis penyakit masih belum
diketahui. Antibodi: pasien dengan penyakit aktif mempunyai autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat
pada jaringan dari subklas IgG1 dan G4.25
Gejala klinis
PV menunjukkan lesi pada mulut pada 50-70% pasien, dan hampir semua pasien mengalami lesi pada
mukosa. Lesi mukosa mungkin merupakan tanda awal sekitar 5 bulan sebelum lesi kulit berkembang.
Pada kulit, terjadi lesi kutaneus. Lesi pada PV adalah lepuhan yang kaku, yang bisa terdapat pada kulit
normal tapi bisa ditemukan pada kulit eritematous. Kulit yang terlibat sering terasa nyeri tapi jarang
gatal.25
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa merupakan tempat yang pertama kali terserang. Pasien
dengan lesi mukosa mungkin didaptkan oleh dokter gigi, dokter bedah oral, atau ahli ginekologi. Pada
membran mukosa didapatkan
• Bulla yang intak jarang pada mulut. Biasanya ditemukan berbentuk tidak teratur, erosi pada ginggiva,
buccal, atau palatin yang nyeri dan lambat membaik.
• Membrane mukosa yang paling sering adalah cavum oral yang terlibat pada hampir semua pasien PV
dan kadang merupakan satu-satunya area yang terlibat. Erosi mungkin bisa terlihat di suatu daerah
cavum oral. Erosi mungkin menyebar sampai ke laring yang menyebakan serak. Pasien sering tidak bisa
makan atau minum secara adekuat karena erosi.
• Permukaan mukosa lainnya dapat terlibat termasuk konjungtiva, esofagus, labia, vagina, serviks, penis,
uretra, dan anus.25

Gambar 8 (A)Pemfigus vulgaris pada cavum oral. (B) Pemfigus vulgaris pada kulit

Pada kulit: lesi primer PV adalah lepuhan flaccid yang berisi cairan yang tumbuh pada kulit normal atau
pada kulit eritematous. Lepuhannya rapuh, sehingga, intak lepuhan mungkin tipis. Cairannya keruh, atau
lepuhan yang ruptur akan menghasilkan erosi yang nyeri, yang paling banyak ditemukan di kulit. Erosi
sering besar karena cenderung meluas secara perifer dengan peragntian epitel. Pada kuku didapatkan
peronikia akut, subungual hematom, dan distrofi kuku. 25

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
• Dalam menegakkan diagnosis dilakukan: histopatologi, direct immunofluorescence (DIF), dan indirect
immunofluorecence (IDIF)
• Biopsi kulit25

Penemuan histologi: histopatologi menggambarkan lepuhan intradermal. Perubahan awal terdiri dari
edema dengan kehilangan ikatan interseluler pada lapisan basal. Lepuhan kulit mengandung sel
akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk membedakan PV dengan pemfigus
folliaceus.25

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PV sama dengan penyakit bullosa autoimun yang lain, yaitu dengan mengurangi
formasi blister, mempercepat penyembuhan blister(lepuhan) dan erosi , dan mnentukan dosis obat
minimal dalam mengontrol proses penyakit.
Konsulatsi dan kerjasama dapat dilakukan antara:
• Ahli penyakikt mata
• Ahli THT
• Penyakit dalam subdivisi endokrinalogi25

9. Purpura-Vaskulitis6
Definisi
Purpura adalah ekstravasasi sel darah merah (eritrosit) ke kulit dan selaput lendir(mukosa) dengan
manifestasi berupa makula kemerahan yang tidak hilang pada penekanan.Kadang-kadang purpura dapat
diraba(palpable purpura).Purpura secara perlahan-lahan mengalami perubahan warna,mula-mula
merah kemudian menjadi kebiruan,disusul warna coklat kekuningan dan akhirnya memudar dan
menghilang.Purpura bisa diklasifikasikan kepada dua yaitu,purpura tanpa inflamasi dan purpura dengan
inflamasi(vaskulitis).
Purpura dengan inflamasi terbagi:
1. Vaskulitis leukositoklastik(purpura anafilaksis)
2. Krioglobulinemia campuran(vaskulitis neutrofilik)
3. Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta(Mucha Haberman)
4. Purpura pigmentasi kronik(vaskulitis limfositik)
5. Purpura infeksiosa(meningokok,gonokok,M.leprae,riketsia)
6. Purpura akibat alergi obat.

1.Vaskulitis leukositoklasik(purpura anafilaksis)


Disebut juga sebagai purpura alergik.Kelainan ini diakibatkan karena reaksi antigen antibody di dekat
endotel pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan permeabilitas pada dindingnya dan dilatasi
pembuluh darah.
Klinis didapatkan adanya purpura yang dapat diraba ,eritema,edema,urtikaria,dan bula.Tempat
predileksi adalah tempat yang berhubungan dengan tekanan hidrostatik.Apabila kelainan terbatas
disebut sebagai purpura simpleks.Bilamana disertai nyeri sendi dinamai sindrom SCHOLEIN dan bila
disertai gejala saluran cerna serta saluran kemoh disebut sindrom HENOCH.

2.Krioglobulinemia campuran(vaskulitis neutrofilik)


Krioglobulin adalah immunoglobulin yang mengendap pada suhu dingin dan mencair lagi pada suhu
panas.Ada dua jenis yaitu krioglobulinemia monoclonal dan
campuran(multikomponen).Krioglobulinemia campuran merupakan imunukompleks IgG dan IgM,dapat
ditemukan pada lupus eritematosus sistemik dan arthritis rheumatoid,infeksi hepatitis B,dan vaskulitis
leukositoklastik.Secara klonik dijumpai adanya purpura yang dapat diraba.atralgia dan glomerulonefritis.

3.Ptiriasis likenoides et varioliformis akuta(PLEVA)


Keadaan akut ini sering dikenal sebagai penyakit MUCHA HABERMAN,klinis terdapat erupsi kulit yang
luas terutama di badan ditandai dengan papul-papul yang berkembang menjadi papulonekrotik disertai
perdarahan dan meninggalkan bekas sikatriks ringan.
4.Purpura pigmentasi kronik(vaskulitis limfositik)
Menurut LEVER ada 4 penyakit yang termasuk didalamnya,yaitu:
a) Purpura anularis telangiektoides(MAJOCHI)
Kelainan ini dapat mengenai usia dewasa muda,tetapi juga dapat pada semua golongan umur,tidak
terdapat perbedaan jenis kelamin.Lesi dimulai dengan macula eritematosa karena dilatasi kapiler pada
seluruh tubuh.MACKEE (1915) menyatakan ada tiga fase penyakit yaitu fase
telangiektasis,perdarahan,serta pigmentasi dan atrofi.Fase telangiektasis diikuti timbulnya titik merah
hitam di tepi lesi.Lesi secara perlahan-lahan meluas berukuran 1-2cm.Penyembuhan dimulai dari bagian
tengah sehingga membentuk lesi anular.Lesi anularis akan bersatu membentuk arkus yang sirsinar.Lesi
ini akan menetap beberapa bulan sampai beberapa tahun dan akan meninggalkan atrofi.
b)Dermatosis pigmentosa progresif(SCHAMBERG)
Kelainan ini berupa dermatosis yang kronik dimulai dengan lesi merah kecoklatan disebabkan adanya
endapan hemosiderin di kulit tampak bercak-bercak merah disebut cayene pepper, terutama pada
anggota badan bagian bawah. Pada umumnya lesi timbul tanpa disertai rasa gatal. Kelainan ini menetap
selama bertahun-tahun meninggalkan bercak hiperpigmentasi.
c)Dermatosis purpura pigmentosa likenoides (GOUGEROT dan BLUM)
Lebih dikenal dengan nama sindrom GOUGEROT-BLUM.Biasanya timbul pada usia sekitar 40-60
tahun.Lokalisasi di mana saja tetapi tersering di tungkai berbentuk papul likenoid yang bersatu
membentuk plakat,lesi dapat simetris dan menetap dan mempunyai warna yang bermacam-macam.
Seringkali dihubungkan dengan liken aureus.
d)Purpura ekzematoid(DOUCAS dan KAPENTANIS)
Keadaan ini terdapat pada ekstremitas bawah biasanya gatal ditandai adanya papul, skuama dan
likenifikasi. Purpura ekzematoid, pigmentosa purpura di ekstremitas bawah dan itching purpura sulit
dibedakan dengan SCHAMBERG. Karena itu keempatnya secara klinis baik disebutkan sebagai purpura
pigmentosa kronika.

5.Purpura infeksiosa
Lebih sering terjadi kerusakan vaskuler baik langsung atau melalui reaksi alergi. Terdapat kelainan
laboratorium yaitu trombositopenia. Infeksi tersering adalah oleh meningokok yang mengakibatkan
terjadinya sepsis, endokarditis bacterial, infeksi virus misalnya morbili dan lain-lain. Purpura dapat
timbul sebagai gejala prodromal.

6.Purpura akibat alergi obat


Berbagai obat dapat menimbulkan purpura.
Obat yang menekan sumsum tulang misalnya benzol dan nitrogen mustard.
Obat yang merusak sumsum tulang misalnya kliramfenikol
Obat yang merusak/menimbulkan trombositopenia misalnya kina dan sedermid.
Obat lain yang menyebabkan purpura antara
lain;fenobarbital,yodida.streptomisin,salisilat,tolbutamid,klorpropamid dan antimetabolik.
10. Staphylococcal scalded skin syndrome

Definisi
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan bengkak
kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald), makanya ia dinamakan staphylococcal
scalded skin syndrome.1 SSSS disebabkan oleh pelepasan dua eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B)
yang berasal dari strain toksigenik bakteri Staphylococcus aureus. Desmosom adalah merupakan
sebagian dari sel kulit yang bertanggungjawab sebagai perekat kepada sel-sel kulit. Toksin yang
mengikat pada molekil di antara desmosom dikenali sebagai Desmoglein 1 dan kemudiannya memisah
sehingga kulit menjadi tidak utuh. 2
SSSS juga dikenali sebagai Penyakit Ritter’s atau Penyakit Lyell’s apabila ia muncul pada bayi atau anak-
anak.1,2

Epidemiologi
SSSS lebih sering muncul pada anak-anak dibawah 5 tahun, biasanya pada neonatus. Antibody pelindung
terhadap eksotoksin staphylococcal biasanya didapat ketika usia anak-anak yang menjadikan SSSS lebih
jarang terjadi pada remaja dan dewasa. Kurangnya imunitas spesifik terhadap toksin dan system renal
clearance yang immature (toksin biasanya dikeluarkan dari tubuh lewat ginjal) menjadikan neonatus
sebagai yang palin berisiko.
Individu dengan immunokompromi dan individu dengan gagal ginjal, tanpa mengira umur, bisa juga
berisiko menndapat SSSS.1,2

Patofisiologi
SSSS bermula dari infeksi staphylococcus yang memproduksi 2 eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B).
kedua-dua toksin ini menyebabkan pemisahan intraepidermal ke lapisan granular oleh desmoglein 1
yang merupakan protein desmosomal yang memediasi pelekatan sel-sel keratinosit dalan lapisan
granular sehingga akhirnya menyebabkan kulit menjadi tidak utuh.1
Pembawa dewasa yang asimtomatik memaparkan bakteri kausatif ini di tempat penjagaan anak.
Pembawa S aureus lewat nasal yang asimtomatik muncul 20-40% pada orang sehat, yang mana
organisma tersebut terisolasi di tangan, perineum dan axilla dalam proporsi kecil dari seluruh
populasi.1,2

Gambaran Klinik
SSSS biasanya dimulai dengan demam, gelisah dan kemerahan meluas pada kulit. Dalm wakti 24-48 jam
terbentuk benjolan-benjolan berisi cairan. Benjilan-benjolan ini mudah pecah, dan meninggalkan kesan
yang tampak seperti terbakar.2
Karakteristik lesi termasuklah:
• Bulla-bulla besar di axilla, skrotum dan lubang-lubang tubuh seperti hidung dan telinga.
• Bintik-bintik kemerahan menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti lengan, kaki dan trunkus. Pada
neonatus, lesi sering pada area popok atau sekeliling tali pusat.
• Lapisan atas kulit mulai mengelupas, meninggalkan luka terbuka yang lembab, merah dan nyeri.
Simptom-simtom lain adal seperti nyeri di area sekitar tempat infeksi, kelemahan dan dehidrasi.

Pengobatan
Pengobatan biasanya memerlukan perawatan inap, antibiotik intravena umumnya diperlukan untuk
mengeradikasi infeksi staphylococcal. Antibiotik yang biasa digunakan adalah flucloxacillin. Berdasarkan
respon terapi, antibiotik oral bisa diganti setelah beberapa hari. Terapi suportif lain adalah :
• Paracetamol bila perlu untuk demem dan nyeri
• Mempertahankan intake cairan dan elektrolit
• Penjagaan kulit1

You might also like