You are on page 1of 7

Iman Kristen dan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi

4.1 Sejarah hubungan iman Kristen dengan ilmu pengetahuan

Manusia mulai merenungkan dirinya diluar Allah sejak masa Renaissance pada abad 15-16 dan pada
abad 17-18 ratio menjadi dasar pengukuran objek-objek ciptaan, hal ini bertolak-belakang dengan
pandangan sebelumnya, dimana Alkitab dan Wahyu Allah yang dijadikan tolak ukur dari ciptaan.
Lebih jauh lagi, terjadi konflik antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan. Ditengah situasi ini banyak
orang Kristen yang menjauhi gereja, tetapi tidak sedikit juga orang Kristen yang mau membela
kebenaran dari Alkitab. Sampai dengan sekarang tetap dirasakan adanya perseteruan antara keduanya.
Agama sendiri merupakan ilmu pengetahuan keduanya tidak perlu dipertentangkan.

Dalam agama Kristen ada dua sikap terhadap ilmu pengetahuan yang pertama, menolak segala
perkembangan ilmu pengetahuan, sikap kedua, menerima dan mencerna setiap perkembangan, tanpa
melihat pandangan agamanya. Kedua sikap ini tidak bermanfaat dalam memecahkan persoalan yang
ada.

Alfred North Whitehead(1861-1974), agama dan iptek merupakan dua kekuatan yang besar di dunia
yang secara hebat mempengaruhi manusia.

Agama Kristen dengan ilmu pengetahuan teknologi dapat saling menopang satu sama lain, sebaliknya dapat
menjadi berlawanan, dimana seringkali ilmu pengetahuan menyerang ajaran-ajaran fundamental dalam
agama yang dapr mengoyahkan iman percaya Kristen.

Agama mengalami pergeseran cara pemahaman yang diakibatkan oleh ilmu pengetahuan.Alkitab
yang tidak pernah berubah, tetapi dibaca oleh orang-orang yang yang tidak sama cara pemikirannya
daari zaman ke zaman.

Jalan tengah antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan adalah, Iman tidak harus bersaing dengan
penjelasan ilmu, iman bukanlah suatu teknologi supranatural, dan dbantu dengan pemikiran:
bagaimana mungkin sustu ciptaan dapat mengerti akan Penciptanya (Allah) yang telah menjadikan
segala sesuatunya ada sebelum manusia ada.

Lalu Bagaimanakah orang Kristen bersikap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi?
Apakah menerima atau menolak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi?
Ada yang menolak dan tidak sedikit yang menerima teknologi. Penolakan terjadi karena beranggapan
hidup sederhana merupakan pola hidup yang paling cocok untuk manusia, sedangkan bagi yang pro
terhadap teknologi mengganggap teknologi mengambil peranan penting dalam hidup serta bagi masa
depan manusia. Lebih jauh terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, iptek dapat menjadi
suatu ‘agama’ bila kita tidak menyadari konsep iptek yang sebenarnya dan peranannya dalam hidup
manusia (dapat menentukan baik/ buruknya hidup manusia).
Sejarah Perkembangan ilmu pengetahuan dari zaman ke zaman
1. Zaman gereja mula-mula
Pada masa ini belum ada persoalan mengenai iman dan akal budi/ ilmu pengetahuan. Seiring
perkembangannya, muncul golongan Gnostik, Montanus, Marcion, mereka merupakan golongan yang
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai pasal-pasal iman, dan hal itu hanya
sebatas pengajaran. Otoritas Alkitab belum dipermasalahkan pada masa ini.
2. Zaman sholastik
Mulanya universitas (di Eropa) memiliki hubungan dengan gereja maupun teologi, namun akhirnya

lepas dari gereja dan teologi. Sejak masa itu terjadi masalah antara iman dan akal budi. Sebagai
contoh kita melihat pendapat tokoh yang ada pada saat itu, seperti Anselmus (1033-1109) uskup besar
Canterburry, berpendapat Credo ut Inteligam artinya aku percaya maka aku mengerti. Pandangan
yang bertolak belakang dengan perkataannya diutarakan oleh Petrus Abelardus (1079-1142) yaitu aku
mengerti agar aku percaya. Dari kedua pandangan tersebut sudah dapat kita ketahui telah adanya
perbedaan pandangan yang sangat mendasar sekali dalam lingkungan Kristen sekali pun.
Thomas Aquinas (1225-1274) menggabunkan teologi Agustinus dengan fisafat Aristoteles, hal ini
mengakibatkan teologia Wahyu menjadi teologia alamiah (naturalis), yang beranggapan bahwa
manusia mampu memikirkan hikmah ilahi hanya pemikiran itu belum sempurna dan memerlukan
rahmat Allah.
Pandangan dari zaman ini akhirnya ditinggalkan, karena orang menganggap ini hanyalah sebuah
permainan pikiran yang didalamnya terdapat berbagai macam pandangan oleh para tokoh. Kurang
bermanfaat bagi hubungan antara iman dan keKristenan dengan akal budi dan pengetahuan.
3. Zaman renaissance
Manusia sudah mengembangkan pikirannya secara bebas, terutama pemikiran dan penyelidikan
mengenai alam semesta. Nicholas Copernicus (1473-1543) berhasil mengeser teori geocentrisnya
Plotomeus,dengan mengeluarkan teori heliocentis, hal ini pun dapat menjadi penggoyah kepercayaan
orang terhadap gereja dan otoritas Alkitab sendiri pun dipertanyakan. Pada masa ini juga terjadi
reformasi gereja, yang dicetuskan oleh Martin Luther dan John Calvin.
4. Zaman rasionalisme
Pada zaman ini ratio menjadi tolak ukur secara mutlak atas kehidupan manusia. Secara terbuka
terlihat perseteruan antara iman dan akal budi. Zaman ini juga dikenal sebagai zaman kenbangkitan
Ilmu Pengetahuan Alam.
Beberapa tokoh yang ada pada zaman ini, G.W. Leibniz (1646-1716) penemu infinitisimal Calculus
bersama dengan Isaac Newton (1642-1727), Blaise Pascal (1523-1662) seorang ahli
matematika,menyadari bahwa kebenaran kristen lebih dalam daripada argumen-argumen logika
manusia. Auguste Comte (1798-1857) membagi perkembangan teologis manusia dalam tiga tahapan
yaitu teologis, metafisis, dan scientific, dimana agama dianggap sesuatu yang sudah lalu.
Pandangan Alkitab terhadap ilmu pengetahuan
• Sumber iptek adalah Allah
Alkitab mengatakan “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang
berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Amsal 1:5). Dari ayat ini kita bisa lihat bahwa Allah
sebenarnya menghendaki kita manusia untuk terus mengembangkan diri, menambah ilmu dan
pengertian. Hal ini berarti bahwa kita tidak perlu menjauhi iptek tapi justru terus mengembangkannya
menjadi lebih baik lagi.
• Iptek bagi kemuliaan Allah
Keluaran 35:30-36:1 mencatat bahwa Allah menunjuk orang-orang yang telah dipilihnya untuk
membuat segala keperluan untuk membangun bait Allah. Kemudian Allah memperlengkapi mereka
dengan segala keahlian, pengertian dan pengetahuan dalam segala pekerjaan untuk membuat segala
rancangan tentang bait Allah. Allah memberikan Rohnya untuk membuat mereka mampu
menyelesaikan pembangunan bait Allah seperti yang difirmankan-Nya (ayat 31).
Melalui ayat ini kita tahu bahwa sumber segala pengetahuan dan keahlian adalah Allah. Dan semua
itu dipakai untuk melakukan kehendak-Nya (Kel 36:1).
Kejadian 11 :1-9 tentang pembangunan menara Babel menunjukkan betapa manusia begitu sombong
dengan kemampuan yang dimiliki. Mereka menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk
mencari nama, membangun kota dengan menara sampai ke langit supaya Tuhan tidak menyerakkan
manusia ke seluruh bumi (ayat 4). Hal ini melawan kehendak Tuhan yang mengatakan bahwa
manusia harus bertambah banyak memenuhi bumi (Kej 1:28). Karena itu Allah kemudian murka

kepada manusia dan mengacaubalaukan bahasa dan menyerakkan manusia ke seluruh bumi sehingga
pembangunan kota itu berhenti.
Sikap terhadap iptek
Amsal 1:7 memberikan dasar bagi kita bagaimana harus bersikap terhadap perkembangan iptek. Takut
Tuhan merupakan dasar pengertian yang benar tentang ilmu pengetahuan dan hikmat dari Tuhan
merupakan pegangan supaya kita tidak jatuh dalam pencobaan karena iptek.
Sering kali iblis memakai iptek untuk memperdaya kita melalui tipu muslihatnya. Internet, ponsel,
televise, mobil, bahkan apapun bisa membuat kita jatuh dalam pencobaan. Apapun bentuk
pencobaannya, sadar atau tidak sadar iptek sering kali membuat kita terlena.
Efesus 6 : 10-17 membekali kita untuk berperang melawan tipu muslihat iblis.
a. Perisai iman dan ketopong keselamatan
Dengan keyakinan iman bahwa kita telah ditebus dari dosa dan diselamatkan maka kita telah menjadi
milik Kristus seutuhnya. Iman kita menjadi perisai yang melindungi kita sehingga si jahat tidak akan
dapat mengambil kita dari pada-Nya. Ketika kita berada dalam posisi sulit dalam pencobaan, kita tahu
dan yakin Tuhan akan menyelamatkan kita karena kita adalah milik-Nya.
b. Pedang Roh
Firman Allah
Firman Allah menjadi pelita saat berjalan dalam dunia yang semakin gelap (119:105). Membaca
firman Tuhan setiap hari membuat kita semakin mengerti kehendak Tuhan. Firman Tuhan yang
tertanam dalam hati menjadi senjata bagi kita untuk melawan godaan-godaan dari si jahat. Bahkan
orang yang merenungkan firman Tuhan siang dan malam akan bertumbuh dan berbuah seperti pohon
yang ditanam di tepi aliran air (Mzm 1: 1-3). Orang yang sungguh-sungguh merenungkan dan
melakukan firman Tuhan bukan hanya menjaga dirinya dari dosa tapi juga menjadi saluran berkat
bagi orang lain.
Berdoa
Berdoa merupakan cara berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan. Dengan berdoa kita
mengundang campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita. Doa seperti peperangan roh, Roh Tuhan
bekerja melawan si jahat, sementara kita diberi kekuatan untuk tetap bertahan dalam pencobaan
dengan tetap memiliki damai sejahtera dari Tuhan.
Akhirnya “ kenakanlah sluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu
muslihat iblis” (Efesus 6:11).

Iman dan Iptek

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan
(Amsal 1:7)
Sebagai orang Kristen, dan dalam terang iman kristiani, kita ini harus pro atau anti sama teknologi?
Pro atau anti sama ilmu pengetahuan? Pilih iman atau otak? Doktrin atau ilmu? Kenapa pertanyaan-
pertanyaan itu perlu dipikirkan dan dijawab? Karena ada pendapat, semakin kita beriman, semakin
sedikit kita pake otak kita. Beriman berarti menyangkali akal sehat, karena percaya kepada apa yang
nggak masuk akal. Tentang asal-usul dunia ini, misalnya, orang beriman yakin bahwa Allah-lah yang
menciptakannya dari tidak ada menjadi ada dengan firman-Nya. Kenapa? Karena Alkitab, firman
Allah yang tertulis, mengatakan demikian. So, percaya aja. Sedangkan yang pake otak nggak bisa
terima pokok creatio ex nihilo. Yang masuk akal adalah apa yang
ada sekarang terbentuk lewat sebuah proses, atau multi-proses, dari yang sudah ada sebelumnya.
Stephen Hawking, contohnya, mengajukan teori Big-bang, Ledakan Besar, untuk menjelaskan
terjadinya alam semesta ini. Sebenarnya, itu
nggak lain dari teori kebetulan. Kalo pemikiran seperti itu iman berlawanan dengan otak bikin orang
Kristen sampe menjauhi iptek demi memelihara imannya, sungguh mengerikan! Karena itu berarti
dunia iptek bakalan dikuasai oleh orang-orang ateis yang tidak beriman, yang nggak takut sama
Tuhan. Sebaliknya, dunia Kekristenan cuma diisi oleh orang-orang yang picik dan
fanatik, yang cuma
ngikutin emosi, bukan akal sehat. Quo vadis, dunia? Quo vadis, Gereja?
Lebih dari itu, sikap menjauhi iptek demi memelihara iman benar-benar berlawanan
dengan firman
Tuhan. Karena Alkitab sendiri berpesan, Baiklah orang bijak mendengar dan
menambah ilmu dan
baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Ams 1:5). Kalau
begitu, bersikap
masabodoh terhadap iptek, apalagi menjauhi dan menolaknya, berarti menolak firman
Tuhan!
Melawan kehendak Allah! Dosa!
Orang Kristen justru harus pake otak. Pake akal sehat dalam memahami segala
sesuatu. Semaksimal
mungkin. Yang membedakannya dengan orang yang tidak percaya sebenarnya sangat
sederhana. Tapi
mendasar. Orang Kristen waktu berpikir selalu melibatkan “unsur”
Allah, bukan cuma
apa yang kelihatan dan terukur dengan panca-indera yang terbatas. Jadi, misalnya,
antara orang
percaya dan Stephen Hawking, bedanya sangat sederhana, namun
mendasar. Yang pertama percaya kepada “unsur” Allah sebagai the
Ultimate Cause
dari segala yang ada. Sedangkan yang kedua percaya kepada
“kebetulan.” Sama-sama
percaya. Cuma obyek kepercayaannya yang berbeda. Hayo, mana yang akalnya lebih
sehat, yang
percaya kepada Allah atau yang percaya kepada kebetulan?
Demikian juga antara orang percaya dan kaum evolusionis, para penganut teori
evolusi ala Charles
Darwin, bedanya sangat sederhana, namun mendasar. Para evolusionis berteori, pada
mulanya
kehidupan berasal dari yang non-hidup, lewat proses yang sangat panjang. Mereka
berpikir demikian
karena tidak melibatkan unsur Allah.
Sedangkan orang percaya seperti Georges Leopold Cuvier, ahli biologi terkenal dari
Perancis pada
abad ke-18, menentang pemikiran ini. Ia menegaskan, bahwa “kehidupan
selalu berasal dari
kehidupan. Kita melihat kehidupan dialihkan, tapi tidak pernah diciptakan”.
Allah sang
Sumber Kehidupan yang memberikan kehidupan kepada ciptaan-Nya. Mana yang
lebih masuk akal?
Benda mati jadi makhluk hidup lewat proses yang ajaib, atau Sumber Kehidupan
membagikan
kehidupan-Nya kepada benda mati sehingga hidup?
Para evolusionis berteori bahwa pelbagai jenis hewan berevolusi menjadi spesies
baru. Karena itu
banyak jenis hewan yang nggak ada lagi sekarang ini. Cuvier nggak setuju. Dia
berhasil nunjukkin
bukti-bukti bahwa hewan peliaraan nggak berubah sejak zaman Mesir kuno. Juga
bahwa lenyapnya
pelbagai jenis hewan adalah karena hewan itu punah, bukan karena berubah jadi
spesies baru.
Dokumen fosil nunjukkin hal ini. Cuvier berkata, Jika spesies memang
berubah secara bertahap, kita seharusnya bisa menemukan jejak perubahan itu; antara
fosil
paleotherium dan spesies yang ada sekarang seharusnya ada bentuk antara: tapi ini
tidak pernah ada.
Mana yang lebih masuk akal, penjelasan para evolusionis or Cuvier?
Bagaimanapun, iman dan iptek, sekalipun bisa bersandingan, nggak bisa
dicampuraduk. Kalo
dicampuraduk, bakalan kacau. Coba bayangkan, kalau seorang fisikawan bekerja di
laboratoriumnya
dengan berpedoman terutama kepada ayat-ayat Alkitab, bukan kepada metode-metode
ilmiah tertentu,
apa jadinya? Sebaliknya, jika ia mendengarkan khotbah di gereja pada Hari Minggu
dengan
pendekatan ilmiah, apa jadinya? Pasti kacau! Atau, bagaimana jika seorang dokter
menangani pasiennya dengan mengandalkan terutama Alkitab, bukan pengetahuan
medisnya? Pasti
kacau! Kita perlu sadar, setiap bidang kehidupan punya hukumnya sendiri. Juga
tujuannya sendiri. Di
dunia dagang, ya cari untung. Di dunia politik, ya menghimpun kekuatan, meraih
suara, dan meraih
kedudukan. Di dunia ilmu, ya mencari kebenaran ilmiah. Di gereja, ya melayani tanpa
pamrih,
malahan berkurban kalo perlu. Jangan dicampuraduk, nanti kacau!
Kalau begitu, sikap seperti apa yang paling tepat? Nats kita menjawabnya. Takut akan
TUHAN
adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan
(Ams 1:7). Apa
artinya? Sederhana, sang fisikawan boleh dan seharusnya bekerja di laboratoriumnya
menurut prinsip-
prinsip ilmiah, karena memang tidak ada ilmu aljabar Kristen atau ilmu kimia Kristen.
Tapi ingat, ia
tetap orang Kristen. Ia harus bekerja di laboratoriumnya sebagai ilmuwan
Kristen. Dengan takut akan Tuhan. Maksudnya, dengan menghormati Tuhan. Taat
kepada Tuhan.
Mengabdi kepada Tuhan. Melayani umat manusia. Menjunjung tinggi harkat dan
martabat
kemanusiaan. Misalnya begini. Seorang ilmuwan meneliti atau mengembangkan
sesuatu dengan
prinsip-prinsip ilmiah. Dari risetnya itu, ia menemukan suatu penemuan yang luar
biasa, yang bisa
bikin namanya terukir dengan tinta emas dalam catatan
sejarah perkembangan iptek. Tapi, penemuan itu bisa juga disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu
buat bikin senjata yang sangat mengerikan. Di sini, nasib umat manusia dipertaruhkan. Prinsip takut
akan Tuhan harus bekerja. Sang ilmuwan harus memilih untuk tidak mengumumkan hasil risetnya itu.
Kalo manusia nggak takut akan Tuhan. Nggak mengabdi kepada Tuhan dan sesama, apa yang bakalan
terjadi? Kalo diaseorang ilmuwan, dia akan bereksperimen gila-gilaan, sampe melanggar nilai-nilai
kemanusiaan. Bahkan tega ngejadiin sesamanya manusia kelinci percobaan. Kalo dia seorang
pengusaha, dia bakalan pake pengetahuan en pengalamannya buat meraih keuntungan sebesar-
besarnya, kalo perlu sampe ngorbanin sesamanya manusia. Wah, serem sekali!
Jadi, kembali ke pertanyaan awal, sebagai orang Kristen, dan dalam terang iman kristiani, kita ini
harus pro atau anti sama teknologi? Pro atau anti sama ilmu pengetahuan? Pilih iman atau otak?
Doktrin atau ilmu? Jawabannya, pertanyaan itu salah sekali, karena manusia memang diciptakan
Tuhan dengan kemampuan untuk mengembangkan teknologi. Itu berarti teknologi pada dirinya
sendiri baik. Inti teknologi khan mengubah apa yang ada. Manusia nggak bisa lari sekencang kijang,
maka teknologi menciptakan mobil supaya manusia dapat bergerak lebih cepat dibandingin kijang.
Manusia nggak bisa terbang seperti burung, maka teknologi menciptakan pesawat terbang supaya
manusia bisa terbang lebih tinggi daripada burung. Manusia nggak bisa menghindar dari teknologi.
Begitu kita pake payung waktu hujan, setel kipas angin supaya udara nggak terlalu panas, kita udah
pake teknologi. Jadi, persoalannya bukan pro atau kontra teknologi, tapi gimana seharusnya
menggunakan teknologi. Persoalannya ada pada manusianya! Takut akan Tuhan or nggak?
Bagaimana dengan rekayasa genetika dengan isu terakhirnya, kloning manusia? Sama saja, yang jadi
persoalan, benarkah menjadikan manusia, sepapa apapun dia, kelinci percobaan? Sekalipun dia rela?
Apakah itu melanggar batas wilayah kerja manusia? Apa yang terutama menggerakkan para ahli
bioteknologi untuk mengembangkan rekayasa genetika, kesejahteraan sesama atau keuntungan
milyaran dolar? Perlu dicatat, bahwa pada kenyataannya rekayasa genetika adalah suatu bisnis multi-
miliar dolar. Ada dampaknya terhadap komitmen pernikahan? Apa dampaknya
terhadap kejiwaan?

REFERENSI

Halim, Sandy, 2004, Iman Kristen dan Ilmu Pengetahuan,Teknologi, Seni,


Univertitas Tarumanegara
Iman dan Iptek, 2009, http://gkimciumbuleuit.org

Solus Christus : Sebuah Tantangan untuk Mengutamakan Kristus


http://gkimciumbuleuit.org Powered by Joomla! Generated: 10 October, 2009, 07:18

You might also like