Professional Documents
Culture Documents
Jadi, berdasarkan Keppres No: 87/1999 ini, berarti bahwa Penyuluh Agama
Islam secara de-jure memiliki kedudukan yang sama dengan jabatan fungsional
lainnya, seperti; peneliti, dosen/guru, widyaiswara, dokter, pengawas sekolah,
akuntan, pustakawan, penyuluh KB, penyuluh pertanian dan sebagainya
(Departemen Agama RI Sekretariat Jenderal Biro Kepegawaian: 1999).
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa secara de facto, Penyuluh Agama
Islam yang menjadi pelaksana teknis program penyuluhan di masyarakat, sejauh ini
masih dihadapkan pada sejumlah problem, sebagaimana sejumlah problem yang
terjadi dalam program penyuluhan. Tulisan ini baru sebatas akan mengidentifikai
problem penyuluhan dan sekilas melihat tantangan PAI ke depan.
Karena itu, tanpa menafikan semangat kerja dan perjuangan penyuluh yang
kemungkinan ada yang bekerja melampaui batas waktu normal sebagai pegawai,
sementara ini posisi dan perannya belum maksimal. PAI sementara ini masih
cenderung berfungsi sebagai “tenaga administratif”, misalnya mencari data untuk
bahan laporan ke Kanwil Depag Propinsi. Kemudian, laporan itu diteruskan dari
propinsi ke pusat.
1) budaya kerja lemah, kurang inisiatif dan lebih banyak menunggu perintah,
dan kurang kesungguhan dalam pekerjaan,
2) pengetahuan dan kesadaran terhadap tugas dan misi institusi masih kurang,
3) sikap amanah dan saling percaya (trust) lemah,
4) budaya pamrih berlebihan,
5) orientasi pada pencapaian hasil dalam pelaksanaan tugas masih kurang,
6) kurang orientasi pada kepuasan jama’ah sasaran/binaan (customer), akibat
kepekaan dan empati terhadap keutuhan stakehorders yang msih rendah,
7) minat untuk menambah pendidikan formal meningkat, tetapi belum diikuti
kesadaran pemanfaatan pengetahuan baru dalam menjalankan tugas, lebih
banyak tenaga yang kurang memiliki keahlian (unskilled),
8) gagap teknologi, tetapi semangat untuk pengadaan teknologi baru tinggi, dan
9) pemanfaatan informasi baru dalam pelaksanaan tugas masih rendah.
Secara detail, beberapa problem penyuluhan yang perlu dicermati secara
kritis antara lain sebagai berikut :
Beberapa problem di atas, adalah masalah besar yang kemungkinan kita sulit
untuk darmana harus memulai langkah pembenahannya. Lepas dari itu, yang
terpenting adalah bahwa beberapa persoalan di atas tidak harus menjadi hambatan
dalam menjalankan penyuluhan, tetapi tantangan nyata yang perlu dicermati dan
dikritisi secara kreatif dan antisipatif. Dalam upaya ini, maka langkah antisipatif dan
strategis yang dapat dilakukan mulai dari sekarang (jangka pendek) adalah
memaksimalkan pengelolaan sumber daya penyuluh secara reguler dan
berkelanjutan. Menunggu adanya pembenahan kebijakan dari pusat adalah
pekerjaan yang menghabiskan energi (tetapi mutlak diperlukan), sementara
kemungkinan hasilnya terlalu sulit untuk diprediksikan.
Akhirnya, semoga tulisan ini menjadi titik awal untuk melakukan kajian lebih
intensif dalam upaya pembenahan penyuluhan secara reguler dan berkelanjutan.
Semoga.