You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A.    Pengertian
       Stroke  atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
       Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa  pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang
disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1.           Stroke Non Hemoragik
       Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan
pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan
dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan
stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2.          Stroke Hemoragik
       Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

B.     Etiologi
       Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:
1.      Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2.      Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain.
3.      Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4.      Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak.
       Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1.      Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung
koroner, dan fibrilasi atrium.
2.      Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

C.    Patofisiologi
      Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak
mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan
10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
        Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat
mekanisme, yaitu :
1.         Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan
suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik
otak.
2.         Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
3.         Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
4.         Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
       Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru
setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang

1
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis
yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan
terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran
darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen.
Skema Patofisiologi
Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).

D.    Tanda dan Gejala


       Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan
atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan,
nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan
kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan
hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

E.     Penatalaksanaan Medis


       Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1.    Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah
infark serebral.
2.    Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.
3.    Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan
embolisasi. 

F.      Komplikasi
       Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1.      Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak
bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2.      Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3.      Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari
katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

G.    Pemeriksaan Diagnostik


       Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke
adalah:
1.       Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2.      CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3.      Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral,
dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak  sepintas. Tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4.      MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan
malformasi arteriovena.
5.      Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

2
6.      EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7.      Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

H.    Asuhan Keperawatan


       Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif.
Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari
pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual,
kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk
menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana perawatan klien dengan
stroke non hemoragik.
1. Pengkajian
       Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara
sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).
       Adapun pengkajian pada klien dengan stroke  (Doenges dkk, 1999) adalah :
a.         Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda:  gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran.
b.         Sirkulasi
Gejala:  adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda:      hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler, frekuensi nadi
bervariasi, dan disritmia.
c.         Integritas Ego
Gejala:      perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda:      emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d.        Eliminasi
Gejala:     perubahan pola berkemih
Tanda:      distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e.         Makanan/ Cairan
Gejala:     nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, dan
tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda:      kesulitan menelan, obesitas.
f.         Neurosensori
Gejala:        sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada
ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda:        status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, gangguan
fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g.         Kenyamanan / Nyeri
Gejala:      sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda:      tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h.        Pernapasan
Gejala:      merokok
Tanda:      ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit, suara nafas
terdengar ronchi.
i.          Keamanan
Tanda:      masalah dengan penglihatan, perubahan  sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak
mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
gangguan dalam memutuskan.

3
j.           Interaksi Sosial
Tanda:      masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k.         Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala:     adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
       Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa. Diagnosa
keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta
respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi  (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis
keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid
dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,
merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet,
2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
a.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1)  Interupsi aliran darah
2) Gangguan oklusif, hemoragi
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral
b.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1)        Kerusakan neuromuskuler
2)        Kelemahan, parestesia
3)        Paralisis spastis
4)        Kerusakan perseptual/ kognitif
c.   Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1)        Kerusakan sirkulasi serebral
2)        Kerusakan neuromuskuler
3)        Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4)        Kelemahan/ kelelahan
d.  Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1)        Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2)        Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
e.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1)        Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2)                              Kerusakan perseptual/ kognitif
3)        Nyeri/ ketidaknyamanan
4)        Depresi
f.    Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1)                              Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g.  Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1)                              Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h.  Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1)        Kurang pemajanan
2)        Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3)        Tidak mengenal sumber-sumber informasi
3.      Perencanaan
       Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan
hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter
& Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk
membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap
perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi
dan merumuskan intervensi keperawatan.  
       Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat
diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil
merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan  diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan
asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.

4
       Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah
sebagai berikut :
a.         Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema
serebral.
1)                                  Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2)   Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
3)   Intervensi;
a)        Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional:    Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b)        Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
                Rasional:    autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
c)        Pertahankan keadaan tirah baring.
                   Rasional:    aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
d)       Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional:    menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi
serebral.
e)        Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
                         Rasional:    meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat
mencegah pembekuan..
b.         Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
1)          Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2)        Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3)        Intervensi;
a)        Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional:    mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
b)        Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional:    menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c)        Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional:    meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
d)       Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit.
Rasional:    dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
e)        Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional:    program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga
kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c.         Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
1)    Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2)    Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa
antara klien, perawat dan keluarga
3)    Intervensi;
a)        Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
b)        Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional:       melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c)        Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional:       Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d)       Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional:       bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
e)        Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional:       untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
d.        Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
1)                                                  Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.

5
2)     Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,  mengakui perubahan dalam
kemampuan.
3)     Intervensi;
a)      Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional:    penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk
terhadap keseimbangan.
b)      Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional:     adanya agnosia (kehilangan pemahaman  terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang
lain)
c)      Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan
meraba.
Rasional:     membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi
stimulasi.
d)     Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional:     penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali
sisi yang sakit.
e)      Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional:     pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1)     Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien  terpenuhi
2)     Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
3)     Intervensi;
a)        Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional:    Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri
b)        Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c)        Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d)       Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
e)        Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional:    memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
f. Diagnosa keperawatan keenam:  gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan
biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1)     Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2)     Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi,
mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3)     Intervensi;
a)         Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Rasional:    penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/
pilihan intervensi.
b)         Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional:    membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
c)         Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan
rehabilitasi.
Rasional:    mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri
dalam kehidupan selanjutnya.
d)        Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya
sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses
rehabilitasi.
e)         Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional:    dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa
menjadi orang yang produktif.

6
g. Diagnosa keperawatan ketujuh:  resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1)     Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2)     Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi
tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
3)     Intervensi;
a)          Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional:     intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.
b)         Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional:     menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi.
c)          Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional:     menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
d)         Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:     meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan
meningkatkan nafsu makan.
e)          Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional:    memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan
segala sesuatu melalui mulut.
h. Diagnosa keperawatan ketujuh:  kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan
berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
1)        Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
2)        Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
3)        Intervensi;
a)                             Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
 Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
b)   Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan
keluarga klien
c)    Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
d)   Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
Rasional:    mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
e)    Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir
Rasional:    stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
4.      Pelaksanaan
       Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005).
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi
permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
      Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan
latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana,
memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang
penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.
5.      Evaluasi
       Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang
diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui
mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau
memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).
       Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu

7
evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
       Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke adalah mempertahankan
tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara
minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas
kondisinya, dan klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.  
6.      Dokumentasi Keperawatan
       Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu sebagai segala
sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang
komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).
Format dukumentasi keperawatan:
a.       Teknik Dokumentasi
       Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi keperawatan dalam
penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi yang sering digunakan:
1)        SOR (Source Oriented Record)
       Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam melaksanakan tindakan
mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok untuk pasien rawat inap.
2)        Kardex
       Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien
dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.
3)        POR (Problem Oriented Record)
       POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan
masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara jelas.
b.         Format Dokumentasi
       Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
1)        Format naratif
       Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi.
2)        Format Soapier
       Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah (problem oriented
medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh semua anggota tim perawat. Format
soapier terdiri dari:
a)      S = Data Subjektif
       Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.
b)      O = Data Objektif
       Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi data fisiologis
dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.
c)      A = Pengkajian (Assesment)
       Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
d)     P = Perencanaan
       Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan untuk mencapai
status kesehatan optimal.
e)      I = Intervensi
      Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
f)       E = Evaluasi
       Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
g)      R = Revisi
      Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap tindakan
keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
3)        Format fokus/DAR
       Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada rencana keperawatan.
Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan (action) dan respon (R)

8
4)        Format DAE
       Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap diagnose keperawatan
diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari
setiap catatan perawat dengan suau diagnosa keperawatan.
5)        Catatan perkembangan ringkas
       Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah baru, pemecahan masalah lama, respon pasien
terhadap tindakan, kesediaan pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana
keperawatan, adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan
(Harnawatiaj, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan (http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16
Juli 2010.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita  Selekta Kedokteran edisi ketiga
jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta:
EGC\
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

ASKEP STROKE
Definisi
Stroke (Penyakit Serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan
(hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Penyebab
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu
ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah,
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya
bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau
satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarng menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak
dari sumsum tulang yan gpecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah
arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh
darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit
pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang
mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama
jantung yang abnormal.

9
Gejala
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam
beberapa menit (completed stroke). Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit
bisasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti
sementara atau tejadi beberapa perbaikan. Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
• Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
• Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
• Penglihatan ganda
• Pusing
• Bicara tidak jelas (rero)
• Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
• Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
• Pergerakan yang tidak biasa
• Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
• Ketidakseimbangan dan terjatuh
• Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi lebih berat, lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya
menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.
Stroke bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena ruang dalam tengkorak
sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan
neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas.

Dignosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan
pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab
dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi.

Pengobatan
Biasanya diberikan odsigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan.
Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah
terjadi completed stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi
dan tidak pernah diberikan kepda penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah resiko
terjadinya perdarahan ke dalam otak. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala
lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi menghancurkan bekuan darah
(misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke.
Segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa penyebabnya adalah bekuan darah dan bukan
perdarahan, yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Pada completed stroke, beberapa
jaringan otak telah mati memperbaiki aliran darah ke daerh tersebut tidak akan dapat mengembalikan
fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah stroke
ringan atau transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan
manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator untuk
mempertahankan pernafasan yang adekuat. Diberikan perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih,
saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
Kelainan yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah
tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati
(terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

REHABILITASI
Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena

10
kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang
sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan. Rehabilitasi segera dimulai setelah
tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan
kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan
latihan berjalan serta berbicara.

PROGNOSIS
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau
makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat
lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan
berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan
penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang
menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan. Serangan
Iskemik Sesaat

Definisi
Serangan Iskemik Sesaat (Transient Ischemic Attacks, TIA) adalah gangguan fungsi otak yang merupakan
akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi pada usia
setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang TIA terjadi
pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan darah.

Penyebab
Serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) bisa lepas,
mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk
sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA.
Resiko terjadinya TIA meningkat pada:
• tekanan darah tinggi
• aterosklerosis
• penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)
• diabetes
• kelebihan sel darah merah (polisitemia).

Gejala
TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2 jam.
Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah:
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan adalah kebutaan
pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan
• Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda dan
kelemahan menyeluruh.

Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:


Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda
Pusing
Bicara tidak jelas
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
Tidak mampu mengenali bagian tubuh
Gerakan yang tidak biasa
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
Ketidakseimbangan dan terjatuh

11
Pingsan.

Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala ini bersifat sementara dan
reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami beberapa kali serangan dalam 1 hari
atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara
kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1 tahun setelah TIA.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi kerusakan otak, maka diagnosis
tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan maupun MRI. Digunakan beberapa teknik untuk menilai
kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa
menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik
Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di
sekitarnya.
Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan. Untuk menilai arteri karotis
biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan
pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena
pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis.

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk stroke adalah tekanan darah
tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes; karena itu langkah pertama adalah memperbaiki
faktor-faktor resiko tersebut.

Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan
penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif adalah aspirin. Kadang diberikan
dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap aspirin,
bisa diganti dengan tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya
heparin atau warfarin). Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan.
Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang menyerupai stroke
selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil
diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang lebih lanjut atau stroke. Pada pembedahan enarterektomi,
endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar
2%. Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena
resiko pembedahan tampaknya lebih besar.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. J DENGAN STROKE NON HAEMMORHAGIC DI RUANG


PERAWATAN SERUNI (RUANG SYARAF) RSUD ULIN BANJARMASIN

I. DATA DEMOGRAFI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SM
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang Kayu ( Buruh )
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Jln. manggis Pasar Batuah Banjarmasin, Kelurahan Kuripan, Kecamatan Banjar Timur.
Tanggal wawancara : 13 Juni 2002
Tanggal MRS : 13 Juni 2002
Nomor RMK : 45 86 37
Diagnosa Medis : Stroke Non Haemmorhagic

B. IDENTITAS PENANGUNG JAWAB

12
Klien menggunakan KS.

II. POLA FUNGSIONAL


A. PERSEPSI KESEHATAN DAN PENANGANAN KESEHATAN
1. Keluhan Utama:
Bicara pelo dan tidak bisa menggerakkan anggota badan sebelah kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (sesuai PQRST):
Sejak selasa sore sehabis kerja ( jam 15.30 ) sehabis nonton TV tiba – tiba klien bicaranya menjadi pelo,
kemudian jam 18.00 di bawa ke RS Ulin dan di rawat di ruang PDP pad hari kamis pada saat hendak
kembali ke tempat tidur, di wc klien tidak dapat berdiri, kaki kiri dan lengan kiri terasa lemah kemudian
klien di konsulkan ke ruang syaraf dan akhirnya di rawat di ruang syaraf.

3. Penggunaan Obat Sekarang:


Infus RL 20 tetes/menit.Nicholin 3 x 100 mgMertigo 3 x 1
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah masuk RS dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular, keturunan dan penyakit
lainnya. Upaya pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit: pasien berobat ke mantri atau puskesmas.
Pasien tidak pernah menjalani prosedur tindakan bedah. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit pada
masa anak-anak.

5. Kebiasaan :
Kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok tidak pernah dilakukan pasien.
Riwayat pemakaian alkohol tidak pernah.
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga menderita hypertensi yaitu isteri pasien.
7. Riwayat Sosial
Hubungan dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumah baik ditandai dengan banyaknya amgota keluarga
yang menuggui pasien serta tetangga yang datang membesuk.

B. POLA NUTRISI-MATABOLIK
1. Masukan Nutrisi Sebelum Sakit:
Frekuensi makan 3 x sehari, dengan jenis makanan: nasi biasa, lauk pauk berupa ikan, tahu, tempe, telur dan
sayur. Jenis minuman yang diminum: air teh dan air putih. Makanan pantangan : daging, ikan asin.
Kudapan/makanan untuk sore hari : kue.
2. Saat Sakit
Selama dirawat di RS, frekuensi makan pasien 3 x sehari, dengan diet BBDM. Jenis minuman air putih.
Nafsu makan normal, tidak ada disfagia. Keadaan gigi partial atau sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak
menggunakan gigi palsu (protesa). Fluktuasi BB 6 bulan terakhir: tetap. Riwayat penyembuhan/kulit tidak
ada masalah (normal).

3. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan tanda vital
Tinggi Badan : 158 cm.
Berat Badan : 47 kg.
b. Kulit
Warna kulit normal, tidak pucat, cyanosis maupun ikterik tidak ditemukan. Suhu 36oC. turgor baik, kembali
kurang dari 2 detik. Tidak ditemukan adanya edema, lesi maupun memar. Luka tirah baring (dekubitus)
tidak ditemukan.
c. Rambut dan kulit Kepala
Keadaan rambut kering dan tebal. Sebagian besar rambut sudah mulai beruban.
d. Mulut
Keadaan kebersihan (hygiene) mulut bersih. Keadaan gusi normal. Keadaan lidah, mucosa tampak kering,
tonsil dalam keadaan normal dan pasien dapat berbicara walaupun pelo. Gigi sudah banyak yang tanggal.
Pasien tidak memakai gigi palsu.
e. Abdomen

13
Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba.
f. Temuan laboratorium
Darah : Hb : 11,9 gr%.
Leukosit : 11.200/mm3.
LED : 40 mm/jam I, 68 mm/jam II.
hitung jenis : Bas : 0, Eos : 0, Seg : 80, Limfo : 19, Mono : 0.
Kimia darah :
Gula darah puasa: 92 mg/dl.
Cholesterol : 150 mg/dl.
SGOT : 27 mg/dl.
SGPT : 31mg/dl.
Tryseligerida : 86 mg/dl
Urea : 29 mg/dl.
Urea nitrogen : 13 mg/dl.
Creatinin : 0,7 mg/dl.
Asam urat : 4,0 mg/dl
CT SCAN :
Terjadi trombosis pad ventrikel dektra yang bersifat akut.

C. POLA ELIMINASI
1. Feses
Kebiasaan defekasi : 1 kali sehari, selama dirawat frekuensi BAB 1 x sehari. Masalah tidak ditemukan.
a. Abdomen
Struktur simetris. Frekuensi bising usus : 10 x/menit (normal: 8-12 x/menit). Tidak ditemukan/teraba adanya
distensi.
b. Rektum
Tidak ditemukan adanya lesi.

2.Urine
Frekuensi BAK 3-4 x/hari, klien tidak menggunakan alat bantu, masalah tidak ada.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Ginjal
Ginjal tidak teraba, nyeri ketuk tidak ada.
b. Blast
Tidak teraba adanya distensi.

4. Laboratorium
Urinalisa :
- Warna : kuning jernih
- Kejernihan : jernih
- Urobilin : Normal
- Leokosit : 0-2 /lbp
- Eritrocyt : 1-2 /lbp
- Epithel : +

D. POLA AKTIVITAS – LATIHAN


Kemampuan perawatan diri:
0 = Mandiri.
1 = Alat Bantu.
2 = Dibantu oleh orang lain.
3 = Dibantu oleh orang lain dan alat.
4 = Tergantung secara total.

AKTIVITAS 0 1 2 3 4

14
Mandi
Berpakaian/Berhias
Toileting
Mobilitas di TT
Berpindah
Ambulasi
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan alat bantu : ada, yaitu pispot.
1. Pemeriksaan Fisik:
a. Pernafasan/Sirkulasi: Tekanan darah : 120/80 mmHg. Nadi : 80 x/menit. Respirasi : 22 x/menit.
Kualitas pernafasan normal (reguler), tidak terdapat batuk, bunyi nafas normal (vesikuler). Tidak ditemukan
adanya kelainan berupa Wheezing, ronchi kering maupun ronkhi basah.
b. Muskuloskeletal:
Rentang gerak pasien terbatas, terdapat hemiparetik pada ekstremitas sinistra.
Tonus otot N
N
lesi LMN.Hipotonik pada ekstrmitas sinitra

Kekuatan otot :
SKALA KETERANGAN
0 Paralisis Total.
1 Masih ada kontraksi.
2 Gerakan mungkin bila gravitasi dihilangkan.
3 Gerakan dapat melawan gravitasi.
4 Gerakan terjadi seperti menahan. Gravitasi dan tahanan ringan.
5 Normal
Tabel Skala Kekuatan Otot

Ektremitas:
- Pemeriksaan fungsi motorik:
M51
51
- Genggaman tangan: miotonia pada bagian kiri.
- Pemeriksaan sistem sensorik :
- Tes nyeri : + ( menurun )
- Tes temperatur : + ( menurun )
- Tes fibrasi : + ( menurun )
- Tes Periposeptif : + ( menurun )
- Tes Raba Halus : + ( menurun )
- Tes refleks:
RF = BHR 0
TFR 0
APR 0
KPR 0
---
BHR - - -
---
- Tes Fungsi Persyarafan:
1. Kaku kuduk : (-).
2. Tanda kernig : (-).
3. Tanda Brudzinski: (-).

15
4. Babinski : (-).

E. POLA KOGNITIF-KONSEPTUAL
1. Pendengaran
Pendengaran dalam batas normal. Dalam berkomunikasi pasien dapat mendengar pertanyaan yang diajukan
oleh perawat/dokter.
2. Penglihatan
Mata simetris kiri dan kanan, kebersihan mata bersih, alis mata tebal, kemampuan menggerakan alis mata
baik (normal). Konjungtiva tidak anemis, benjolan tidak teraba. Pada pupil isokor. Reflek terhadap cahaya
(+/+) miosis. Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata.
3. Status Mental :
Kesadaran : compos mentis, dengan GCS: 4,5,6.
Bicara normal, pasien dapat berbicara walaupun agak terbata-bata ( pelo )/disatria. vertigo kadang – kadang.
4. Pemeriksaan Nervus I s.d XII
- Nervus I (N. Olfactorius): Pasien dapat membedakan bau alkohol dan minyak angin. Pada kedua hidung.
- Nervus II (N. Optikus): Pasien dapat mengenai keluarga.
- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusent):
Pupil berbentuk isokor, reguler, tidak ada ptosis, tidak ditemukan edema, pupil mengecil dan kembali jika
terkena cahaya, tak ada pembatasan gerak mata.
- Nervus V (N. Trigeminus): Sensibilitas wajah baik, pasien dapat merasakan rabaan.
- Nervus VII (N. Fasialis): Pasien dapat mebedakan nyeri , rabaan, kontraksi masester lemah, reflek rahang
ada tapi lmbat terdapat penurunan sudut mulut.
- Nervus VIII (N. Akustikus): Pasien dapat mendengarkan bunyi gesekan rambutnya.
- Nervus IX (N. Glossofaringeus): Ada refleks muntah ketika spatel disentuhkan pada posterior faring.
- Nervus X (N.Vagus): Ovula berada di tengah.
- Nervus XI (N. Asesorius): Dapat mengangkat bahu (massa otot trapezius baik).
- Nervus XII (N. Hipoglosus): Tidak ada atrofi, tidak ada fasikulasi, posisi lidah mengarah ke kiri.

F. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
1. Kebiasaan tidur dalam sehari ± 7-8 jam.
Tidur siang : kadang-kadang (± 1 jam).
Tidur malam : Pukul: 22.00-05.00 (± 7 jam).
Pasien merasa segar bila bangun tidur. Masalah tidur tidak ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum pasien composmentis, pasien tampak lemah, lingkaran hitam di sekitar mata tidak
ditemukan.

G. POLA PERSEPSI/KONSEP DIRI


1. Masalah utama mengenai perawatan di RS / Penyakit (Finansial/perawatan):
Tidak ada masalah dalam hal finansial/perawatan karena biaya perawatan/pengobatan di rumah sakit
sepenuhnya dibiayai oleh dengan kartu sehat. Selain itu pasien sering ditunggui oleh anak-anaknya yang
menunggui secara bergantian.
2. Keadaan Emosional:
Keadaan emosional pasien stabil, pasien adalah orang yang suka humor.
3. Kemampuan adaptasi:
Pola adaptasi pasien baik, ditandai dengan pasien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di RS. Pasien
sering berbagi pengalaman dengan pasien lain di sebelahnya.
4. Konsep Diri: baik.
Pasien mampu menerima keadaan dirinya walaupun sedikit ccemas dengan sakitnya.

H. POLA PERAN HUBUNGAN


Kepedulian keluarga terhadap pasien baik ditandai dengan adanya keluarga yang menunggui pasien selama
dirawat RS dan keluarga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan.

I. POLA SEKSUALITAS

16
Tidak dikaji.
J. POLA KOPING - TOLERANSI STRESS
1. Kemampuan adaptasi: baik.
2. Cara mengambil keputusan: dibantu oleh keluarga.
3. Koping terhadap masalah :
Apabila pasien mempunyai/mengalami masalah, pasien biasanya memecahkan masalahnya tersebut dengan
jalan bermusyawarah bersama anggota keluarga yang lain (anak-anaknya).

K. POLA NILAI-KEPERCAYAAN
Tidak ada pembatasan religius dan tidak meminta kunjungan pemuka agama.

III. ANALISA DATA


NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: - Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan.
- Klien mengatakan kadang – kadang pusing dan vertigo.
DO: - Pasien mengalami hemiparese sinistra.
- Kekuatan lengan dan tungkai menurun.
- Kekuatan lengan dan tungkai kiri ( 1 ).
- Penurunan dalam rasa dan refleks.- LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II.
- Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan.
- Interupsi aliran darah sekunder terhdap adanya trombosis.
Gangguan perfusi jaringan serebral.

2. DS: - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri.
- Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan.
DO: - Kekuatan lengan dan tungkai klien ( 1 ).
- Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas.
- Aktifitas klien di bantu oleh isterinya.
- Sensasi dan refleks menurun.
Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese Kerusakan mobilitas fisik.

3. DS : - Klien mengatakan ia susah bicara.


DO: - Bicara klien terdengar pelo.
- Posisi lidah agak ke kiri Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan. Kerusakan komonikasi
verbal

4. DS : - Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah.


- Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri.
- Klien tampak lemah.
DO: - Motorik dan refleks klien menurun dari normal.
- Aktifitas klien terbatas. Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas. Resiko cedera

IV. DAFTAR MASALAH


NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL MUNCUL TANGGAL TERATASI
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Interupsi aliran darah sekunder terhadap adanya trombosis d/d
- Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan.
- Klien mengatakan kadang – kadang pusing dan vertigo.
- Pasien mengalami hemiparese sinistra.
- Kekuatan lengan dan tungkai menurun.
- Kekuatan lengan dan tungkai kiri ( 1 ).
- Penurunan dalam rasa dan refleks.
- LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II.
- Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan.
13-06-2002
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese d/d :

17
- Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri.
- Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan.
- Kekuatan lengan dan tungkai klien ( 1 ).
- Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas.
- Aktifitas klien di bantu oleh isterinya.
- Sensasi dan refleks menurun. 13-06-2002
3. Kerusakan komonikasi verbal b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan d/d :
- Klien mengatakan ia susah bicara.
- Bicara klien terdengar pelo.
- Posisi lidah agak ke kiri 13-06-2002 21-06-2002
4. Resiko cedera b/d Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas d/d :
- Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah.
- Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri.
- Klien tampak lemah.
- Motorik dan refleks klien menurun dari normal.
- Aktifitas klien terbatas. 13-06-2002 -
V. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Rasionalisasi
1. I Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi motorik, kognitif, motorik, sensorik dan kestabilan tanda
vital.
1. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi jaringan.
2. Pantau dan catat status neurologysesering mungkin dan badingkan dengan yang normal.
3. Pantau tanda – tanda vital.
4. Letakkan kepala dalam posisi datar dan dalam posisi anatomis.
5. Pertahankan keadaan tirah baring.
6. cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
7. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi.
8. Berikan obat – obatan sesuai dengan indikasi.
9. Hindari fleksi dan rotasi leher.
1. Mempengaruhi penetapan intervensi sesuai dengan keadaan.
2. mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK serta mengetahui resolosi SSP.
3. Variasi mungkin terjadi oleh trauma cerebral akibat kerusakan vaso motor otak.
4. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage.
5. Aktifitas dan stimylasi kontinu dapat meningkatkan tekanan TIK.
6. Manuver valsava dapat meningkatkan TIK.
7. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan meningkat sehingga
terbentuk odema.

2. II Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdroop
serta meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau terkompensasi.
1. Kaji kemempuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur.
2. Ubah posisi minimal tiap 2 jam.
3. Lakukan latihan rentang gera pasif dan aktif.
4. Sokong ektrimitas pada posisi fungsionalnya.
5. tinggikan tangan dan kepala.
6. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk.
7. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda ynag lainnya.
8. Inspeksi daerah kulit yang menonjol.
9. konsultasikan dengan ahli fisiotherapy.
1. Mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang membantu dalam pemilihanintervensi.
2. Menurunkan resiko trauma / iskemia jaringan.
3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
4. Mencegah kontraktur dan memfasilitasi fungsinya.
5. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema.
6. Membantu melatih kembali jaras syaraf, meingkatkan respon prioseptik dan motorik.

18
7. jaringan yang terkene edema lebih mudah terkena trauma.
8. Resiko terjadi iskemia yang menyebabkan decubitus.
9. Pengembangan program khusus untuk menemukan kebutuhan yang berarti.

3. III Komonikasi verbal dapat kembali normal.


1. Kaji tipe / derajat disfungsi atau kesulitan bicara.
2. Perhatikan kesalahan dalam komonikasi dan berikan umpan balik.
3. Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana.
4. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda / barang.
1. Menentukan daerah dan derajat kerusakancerebral yang terjadi dan kesulitan klien dalam berkomonikasi.
2. Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari
komonikasi yang dikeluarkannya tidak nyata.
3. Membantu penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
4. Menentukan penilaian terhadap kerusakan motorik.

4. IV Mencegah terjadinya cedera fisik.


1. Lakukan tidakan mengurangi bahaya lingkungan seperti :
- Orientasikan klien dengan lingkungan.
- Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dan pengaman terpasang.
- Berikan pencahayaan yang adekuat pada setiap area.
- Letakkan alat perabot pada jarak yang mudah di jangkau.
2. Mengkaji ektrimitas setiap hari terhadap cedera yang tidak terdeteksi.
3. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit di lemaskan dengan lotion.
4. kurangi faktor resiko yang berkenaan dengan penggunaan alat bantu.
- Kaji ketepatan penggunaan alat.
- Kaji alat terhadap kebocoran dan kondisinya.
- Konsul dengan ahli therapy untuk latihan pustur.
1. Penekanan terhadap keamanan menurunkan resiko terjadinya cedera.
2. Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu dan cedera.
3. Penggunaan alat bantu yang tidak tepat dapat menyebabkan regangan atau jatuh.

VI. CATATAN PERKEMBANGAN


NO. HARI/ TANGGAL DIAGNOSA PERKEMBANGAN TANDA TANGAN
1. Jumat, 29-03-2002 Pukul: 10.00 Wita.

I S: - Pasien mengatakan sudah tidak pusing lagi.


O: - TD: 140/100 mmHg
- N: 80 x/menit.
- Resp: 16 x/menit.
- Hemiparese sinistra
A: Perubahan perfusi serebral dapat diminimalkan.
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5,6.
I : Melanjutkan intervensi:
1. Memantau/ mencatat status neurologis.
2. Memantau TD.
3. Mengevaluasi keadaan pupil.
5. Mengatur posisi kepala pada posisi agak ditinggikan.
6. Mempertahankan posisi tirah baring, menciptakan lingkungan yang tenang.
E : - GCS: 4,5,6.
- TD: 140/100 mmHg.
- Resp: 16 x/menit.
- Nadi: 80 x/menit.
- Pasien dapat baring kiri dan kanan.
- Berkolaborasi pemberian obat:
- Nicholin 1 x 500 mg.

19
- Alinamin F
1x1 ampul/IV

2. Jumat,29-03-2002 Pukul:10.30 Wita


II S: Keluarga pasien mengatakan pasien sudah mulai banyak makan.
- Keluarga pasien mengatakan sudah dapat minum ½ gelas.
O: - Makanan dapat dihabiskan ½ dari porsi yang di-sediakan.
- Setelah menelan pasien tidak lagi memegangi lehernya.
A: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat diminmalkan.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4.
I : 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam mengunyah dan menelan makanan dan minuman.
2. Meninggikan kepala pada tempat tidur selama makan.
3. Memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
4. Meningkatkan upaya untuk dapat menelan dengan mudah disertai dengan makan pisang atau minum air
dan menstimulasi bibir untuk membuka/ menutup.
E : - Pasien dapat mengunyah makanan dengan perlahan.
- Pasien dapat menghabiskan ½ bagian dari porsi yang disajikan.

3.Jumat,29-03-2002 Pukul 13.00 Wita.


III S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun ataupun duduk tanpa bantuan.
- Keluarga mengata- kan bahwa semua aktifitas pasien seperti makan, minum, BAK dan BAB dibantu.
O : - Pasien hanya dapat berbaring ke kiri dan ke kanan.
- aktifitas untuk duduk dibantu.
- Makan dan minum dibantu/disuapi.
A : Kerusakan mobilitas fisik belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5.
P : 1. Mengkaji derajat imobilisasi dengan skala ketergantungan.
2. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
3. Melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
4. Menempatkan bantal di daerah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
5. Membantu mengembangkan keseimbangan duduk/bantu duduk di sisi tempat tidur.
E : - Skala ketergantungan: 4.
- Tidak ada tanda-tanda luka tirah baring.
- Ekstremitas kiri atas dan bawah masih terjadi kelemahan tonus otot.

4. Jumat, 29-03-2002 Pukul: 13.30 Wita


IV S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih terpasang kateter.
- Pasien mengatakan masih belum dapat mengontrol refleks berkemih.
O : - Pasien masih terpasang kateter.
A : Inkontinensia refleks belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3.
I : 1. Mengkaji pola ber-kemih.
2. Mempalpasi adanya distensi kandung kemih.
3. Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi seperti awan, darah atau bau tidak enak pada urine.
E : - Pasien masih terpasang kateter.
- Jumlah urine 750 cc.
- Distensi kandung kencing tidak ada.
- Tanda infeksi tidak ada.

5. Sabtu, 30-03-2002 Pukul: 15.30 Wita.


II S : - Pasien mengatakan sudah mulai dapat makan banyak.
- Pasien mengata- kan minum ½ gelas belimbing.
O : - Makanan dapat di habiskan ½ porsi dari yang disedia-kan.
A : Perubahan nutrisi dapat diatasi.
P : Hentikan intervensi.

20
I:-

6. Sabtu, 30-03-2002 Pukul; 16.00 Wita.


III S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa semua aktifitas pasien seperti makan, minum, BAK dan BAB
masih dibantu.
O : - Pasien hanya dapat berbaring ke kiri dan ke kanan.
- Pada ekstremitas sinistra bagian atas dan bawah masih hemiparese.
A : Kerusakan mobilitas fisik belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5.
P : 1. Mengkaji derajat imobilisasi dengan skala ketergantungan.
2. Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.
3. Melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
4. Menempatkan bantal di daerah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
5. Membantu mengembangkan keseimbangan duduk/bantu duduk di sisi tempat tidur.
E : - Skala ketergantungan: 4.
- Tidak ada tanda-tanda luka tirah baring.
- Ekstremitas kiri atas dan bawah masih terjadi kelemahan.

7. Sabtu, 30-03-2002 Pukul 17.00 Wita.


IV S : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien masih terpasang kateter.
- Pasien mengata- kan masih belum mampu mengontrol refleks berkemih.
O : - Pasien masih menggunakan kateter.
A : Inkontinensia refleks belum dapat diatasi.
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3.
P : 1. Mengkaji pola berkemih.
2. Melakukan palpasi adanya distensi pada kandung kemih.
3. Mengobservasi adanya tanda infeksi.
E : - Pasien masih menggunakan kateter.
- Tidak ada distensi kandung kemih.
- Tanda infeksi tidak diemukan.

21
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
DEFINISI
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai
darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan
akibat ruptur arteri (aneurisma)(Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu.
ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

22
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
∼ Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
∼ Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
∼ Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
∼ Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
a. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah
serebral.
b. Arteritis( radang pada arteri )
1. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c.Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a.Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
1. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
1. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit
jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor
pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit
jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.
Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke

23
disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%
2. Iskemik Heart Attack 30%
3. TIA 24%
4. Penyakit arteri lain 23%
5. Heart Beat tidak teratur 14%
6. DM 9%
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi
stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan
antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam
penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun
memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.
3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi
untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun
tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.
Klasifikasi:
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a. Stroke Haemorhagi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
1. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

PATOFISIOLOG
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada
faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor
penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan

24
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah.. Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

PATHOFISIOLOGI STROKE

OKLUSI
PENURUNAN PERFUSI JARINGAN CEREBRAL

ISKEMIA

HIPOKSIA

Metebolisme anaerob Nekrosis jaringan otak aktifitas elektrolit


terganggu
VOLUME CAIRAN BERTAMBAH

Asam laktat Pompa Na dan K gagal


meningkat
Na dan K influk

EDEMA CEREBRA RETENSI AIR

TIK meningkat

Perbedaan perdarahan Intra Serebral(PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)


GEJALA PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan Meningeal. +/- +++
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :


GEJALA(ANAMNESA) INFARK PERDARAHAN
Permulaan Sub akut Sangat akut
Waktu Bangun pagi Lagi aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala - +
Kejang - ++
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++
Gejala Objektif Infark Perdarahan
Koma +/- ++
Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Pemeriksaan Laboratorium

25
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi
CT Scan. Oklusi, stenosi Aneurisma
Densitas berkurang AVM. massa intra
hemisfer/vasospasme. Massa
intrakranial densitas bertambah

Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer Kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh.
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
tersebut.
1. Stroke yang Hemifer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
d. Disfagia global
e.Afasia dan mudah frustasi.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen kepala dan medula spinalis
2. Elektro encephalografi
3. Punksi lumbal
4. Angiografi
5. Computerized Tomografi Scanning ( CT. Scan)
6. Magnetic Resonance Imaging
PENATALAKSANAAN STROKE
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau
perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan
hipertensi.
1. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
2. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
3. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah
posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
PENGOBATAN KONSERVATIF
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh
manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
PENGOBATAN PEMBEDAHAN
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien
TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

26
KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat dikelompokan
berdasarkan
1. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan
thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.
4. Hidrocephalus
PENGKAJIAN DATA DASAR
1. Aktivitas/istirahat :
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah
lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, MCI, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi
abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori
pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Aspirasi irreguler, suara nafas, whezing,ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi. Tidak mampu
menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara. Ketidakmampuan berkomunikasi
11. Belajar mengajar
a.Pergunakan alat kontrasepsi
b. Pengaturan makanan
c. Latihan untuk pekerjaan rumah.

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi serebri dan oksigenasi yang adekuat.
2. Mencegah dan meminimalkan komplikasi dan kelumpuhan permanen.
3. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4.Memberikan dukungan terhadap proses mekanisme koping dan mengintegrasikan perubahan konsep diri.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, pengobatan dan kebutuhan rehabilitasi.

TUJUAN AKHIR KEPERAWATAN


1. Meningkatnya fungsi serebral dan menurunnya defisit neurologis.
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi.
3. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain.
4. Mekanisme koping positip dan mampu merencanakan keadaan setelah sakit
5. Mengerti terhadap proses penyakit dan prognosis.

Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik


A. Pengertian

27
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer
C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008).
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah
gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara
mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.

B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

C. Faktor resiko pada stroke


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung
kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).

D. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-
gejala itu antara lain bersifat::
1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa
muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible
ischemic neurologic defisit (RIND).
3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama
makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
o Menunjukan adanya tekanan normal.
o Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE,
Marilynn,2000).

28
G. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal
2131).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stok Non Hemoragic (SNH)
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
o Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk.
o Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /
atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
o Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.
1. Pengkajian Sekunder
o Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan
umum.
 Gangguan penglihatan.
o Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
o Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
 Kesulitan berekspresi diri.
o Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus
paralitik)
o Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang.
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

29
 Obesitas (faktor resiko).
o Sensori Neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral (sisi yang sama).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
 Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku
(seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
o Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
o Respirasi
Data Subyektif:
 Perokok (factor resiko).
o Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
o Interaksi social
Data obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi. (Doenges E, Marilynn,2000).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan,
spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis
hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan,
spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :

30
o Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor.
o Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
o Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.
Intervensi :
Independen
o Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma /
penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
o Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
o Monitor tanda tanda vital.
o Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
o Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang /
persepsi lapang pandang.
o Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi.
o Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
o Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi.
o Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
o Berikan medikasi sesuai indikasi :
 Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
 Antihipertensi.
 Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
 Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
o Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
o Ekspansi dada simetris.
o Bunyi napas bersih saat auskultasi.
o Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
o GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
o Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
o Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal.
o Penghisapan sekresi.
o Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
o Berikan oksigenasi sesuai advis.
o Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
o Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
o RR 18-20 x permenit
o Ekspansi dada normal.
Intervensi :
o Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o Auskultasi bunyi nafas.
o Pantau penurunan bunyi nafas.
o Pastikan kepatenan O2 binasal.
o Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
o Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.

31
Asuhan Keperawatan - Stroke
A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara
mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

B. Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada
saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat
hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik
dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
o TIA’S (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan
hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
o Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu.
o Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat
dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
o Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

C. Etiologi
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu :
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan
pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah
cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu
dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas
darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler
sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak
menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

32
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
10. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah
(embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental
o Tidak sadar : 30% - 40%
o Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
o Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
o Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
o Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
o hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
o inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah arteri serebri posterior
o Nyeri spontan pada kepala
o Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan :
o Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
o Hemiplegia alternans atau tetraplegia
o Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa :
1. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk

33
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
o mengalami hemiparese kanan
o perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o kelainan bidang pandang sebelah kanan
o disfagia global
o afasia
mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu
analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang
terganggu.

G. Penatalaksanaan medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi
bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai
kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
8. Kateterisasi
9. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau
cairan hipotonik.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada
gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
o Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
o Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan
trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran.
Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injury yaitu :
1. Segera setelah injury.
2. Dalam waktu 2 jam setelah injury
3. rata-rata 3 minggu setelah injury.
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala,
atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan
oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang
status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase
34
ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem
tubuh.
Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma,
peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil
terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. Angka kematian di
AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.
Jenis Trauma Kepala :
1. Robekan kulit kepala.
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak
mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma
kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2. Fraktur tulang tengkorak.
Fraktur tulang tengkoran sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur
tulang tengkorak :
a. Garis patahan atau tekanan.
b. Sederhana, remuk atau compound.
c. Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam
lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum,
trauma langsung atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF.
Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan
test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada
kecenderungan akan positif karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan
ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada dibagian
tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai
akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana
cairan CSF disekitar periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan
ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjunctiva atau edema
periorbital.
Commotio serebral :
Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi
kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma.
Keadaan phatofisiologi secara nyata tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan kesadaran sebagai akibat
saat adanya stres/tekanan/rangsang pada reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi
elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya beberapa detik atau beberapa jam.
Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi
yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu
nyeri kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan
penglihatan.
Contusio serebral
Contusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter
dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya asam laktat dan
menurunnya konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel. Kontusio sering terjadi pada tulang
tengkorak yang menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP.
Edema serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury.
Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran.
Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan
memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula
terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.

35
Diffuse axonal injury.
Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan
dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara
meluas. Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan
bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.
Injury Batang Otak
Walaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar midbrain akan mengalami
perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang otak akan mengalami coma yang dalam,
tidak ada reaksi pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.
Komplikasi :
Epidural hematoma.
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak.
Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan
linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous
epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial
hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk
kedalam ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah
penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP
berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.
Subdural Hematoma.
Terjadi perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus otak.
Subdural hematoma biasanya sebagai akibat adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang
mengalir pada permukaan otak masuk kedalam sinus sagital merupakan sumber terjadinya subdural
hematoma. Oleh karena subdural hematoma berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma
terjadi secara perlahan-lahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya secara cepat.
Subdural hematoma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik.
Setelah terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar. Hematoma menunjukkan tanda2
dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi
peningkatan ICP menyebabkan penurunan tingkat kesadaran dan nyeri kepala. Pupil dilatasi. Subakut
biasanya terjadi dalam waktu 2 – 14 hari setelah injury.
Kronik subdural hematoma terjadi beberapa minggu atau bulan setelah injury. Somnolence, confusio,
lethargy, kehilangan memory merupakan masalah kesehatan yang berhubungan dengan subdural hematoma.
Intracerebral Hematoma.
Terjadinya pendarahan dalamn parenkim yang terjadi rata-rata 16 % dari head injury. Biasanya terjadi pada
lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury.
Akibat robekan intaserebral hematoma atau intrasebellar hematoma akan terjadi subarachnoid hemorrhage.
Collaborative Care.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan mendeteksi edema serebral.
Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi oksigen dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma serebral. CO2 sangat
beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan
ICP. Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya
infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal injury. Pemeriksaan lain
adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji kemungkinan adanya perdarahan.
Sehubungan dengan contusio, klien perlu diobservasi 1 – 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat
kesadaran terjadi lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi.
Klien yangmengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah sakit dan dilakukan observasi
ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna menurunkan edema otak dan mempertahankan perfusi otak.
Pemberian kortikosteroid seperti hydrocortisone atau dexamethasone dapat diberikan untuk menurunkan
inflamasi. Pemberian osmotik diuresis seperti mannitol digunakan untuk menurunkan edema serebral.
Klien dengan trauma kepala yang berat diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal dan
mencegah kecacatan yang nmenetap. Dapat juga diberikan infus, enteral atau parenteral feeding, pengaturan
posisi dan ROM exercise untuk mensegah konraktur dan mempertahankan mobilitas.
Asuhan keperawatan :

36
Pengkajian riwayat terjadinya injury akan membantu guna memahami trauma craniocerebral. Mengetahui
jika klien kehilangan kesadaran akan membantu perawat untuk merencanakan tindakan keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien pada phase akut biasanya difukuskan pada mempertahankan pengaliran
udara dan pola nafas. Asuhan keperawatan ditujukan untuk mengkaji secara terus menerus dan
memonitoring fungsi neurologis pengaruhnya terhadap berbagai sistem tubuh.
Banyak diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan dengan hematoma intracranial atau sebagai akibat
peningkatan ICP.
Diagnosa keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Coma atau perdarahan masuk kedalam jalan nafas.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan jalan nafas tetap efektif, ditandai :
1. Jalan nafas bagian atas bebas dari sekresi.
2. Pernafasan teratur (16-22)
3. bunyi perbafasan jelas pada kedua dasar paru.
4. Gerakan dada simetris.
5. Tidak ada dispnea, agitasi, confusio.
6. AGD normal ( PO2 diatas 90 mmHg dan PCO2 antara 30 – 35 mmHg..
Implementasi :
1. Pertahankan jalan udara bebas.
2. Pertahankan jalan nafas tetap bebas.
3. Lakukan suction oropharynx dan trachea setiap 1 –2 jam.
4. Kaji RR setiap 1 –2 jam.
5. Cek bunyi nafas dan gerakan dada.
6. Monitor AGD.
7. Posisi baring semi prone/posisi lateral.
8. Berikan oksigen humidified.
9. Bantu atau pertahankan endotracheal tube, tracheostomy, dan mechanical ventilation (bila diperlukan).
Diagnosa keperawatan :
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipotensi/intracranial hemorrhage/hematoma/atau
injury lain.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral yang adekuat, ditandai dengan :
1. LOC stabil atau meningkat.
2. GCS nilai 9 atau lebih.
Temperatur kurang dari 38.53. C.
4. refleks pupil terhadap cahaya baik.
5. Respon motorik stabil atau peningkatan(gerakan lengan dan tungkai).
6. ICP kurang dari 15 mmHg.
7. tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
Implementasi :
1. Kaji LOC.
2. Kaji lebarnya pupil setiap 1 – 4 jam.
3. Kaji gerakan ekstraokuler setiap 1 – 4 jam.
4. Cata respon verbal, gerakan tungkai, dorsiflexion dan plantar flexion setiap 1 – 4 jam.
5. Jika klien tidak sadar, catat gerekan spntan atau upaya menghindari nyeri setiap 1 – 4 jam.
6. Laporkan jika ada kelainan/kemunduran yang terjadi.
7. Monitor temperatur setiap setiap 2 jam, pertahankan temperatur batas normal denganpemberian obat
antiperetika.
8. Monitor kondisi kardiovaskular dan pernafasan.
9. Cata vital sign setiap 1 – 4 jam.
10. Pertahankan posisi kepala 30 derajat dan pertahankan posisi kepala secara netral dengan memasang
bantal pasir.
11. Monitor input dan output urin.
12. Lakukan massage setiap 2- 4 jam untuk mencegah adanya tekanan pada tonjolan tulang.

37
13. Robah posisi setiap 2 jam.

38

You might also like