You are on page 1of 53

Tugas Project Based Learning ( PJBL )

1. Perubahan Fisik dan Psikologis pada Ibu Hamil


a. Sistem reproduksi dan payudara
Uterus :
Menurut Bobak dkk (2005 )dan Rustam Mochtar (1998 )Perubahan pada
uterus meliputi perubahan dalam hal :
• Ukuran  Ukuran uterus meningkat 20 kali dan kapasitasnya
meningkat 500 kali ( Hamilton, 1995 ). Sedangkan ukuran uterus pada
kehamilan cukup bulan adalah 30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas lebih
dari 4000 cc ( Rustam Mochtar, 1998 ). Hal – hal yang menyebabkan
terjadinya pembesaran uterus :
1. Peningkatan vaskularisasi dan dan dilatasi pembuluh darah
2. Hiperplasia ( produksi serabut otot dan dan jaringan fibroelastis
baru ) dan hipertrofi ( pembesaran serabut otot dan jaringan
fibroelastis yang sudah ada )
3. Perkembangan desidua
( Bobak dkk, 2005 )
Pertumbuhan jaringan uterus pada awal masa kehamilan disebabkan
oleh estrogen yang merangsang serabut otot dan bukan karena
terdapatnya pertumbuhan embrio dalam rongga uterus. Walaupun
ketika ovum mengimplantasi di luar uterus, sebagai kehamilan
ektopik, uterus mengalami perbesaran kira – kira seukuran kehamilan
bulan ke – empat intra uterin ( Hamilton, 1995 ). Setelah bulan ketiga,
pembesaran uterus terutama disebabkan oleh tekanan mekanis akibat
pertumbuhan janin ( Seidel, dkk , 1995 dikutip dalam Bobak dkk,
2005 ).
Perbandingan ukuran uterus wanita hamil dam tidak hamil pada
minggu ke 40 ( Bobak, dkk , 2005 )
Hamil ( minggu ke
Ukuran Tidak Hamil
40 )
Panjang 6,5 cm 32 cm
Lebar 4 cm 24 cm
Kedalaman 2,5 cm 22 cm
Berat 60 – 70 gram 1100 – 1200 gram
Volume < 10 ml 5000 ml

• Berat
Seperti di sebutkan pada tabel di atas, berat uterus pada keadaan
tidak hamil adalah 60 – 70 gram dan meningkat menjadi antara 1100 –
1200 gram pada minggu ke 40 (Bobak dkk, 2005 ). Pada referensi lain
disebutkan bahwa berat uterus meningkat dari 30 gram menjadi 1000
gram pada akhir kehamilan ( 40 pekan ) ( Rustam Mochtar, 1998 ).
Dari beberapa pendapat diatas, memang menunjukkan variasi angka
peningkatan berat uterus, namun keduanya sama – sama
menunjukkan adanya peningkatan berat uterus yang pesat selama
kehamilan.
• Posisi
Posisi rahim dalam kehamilan:
➢ Pada permulaan kehamilan, dalam letak antefleksi atau retrofleksi
➢ Pada empat bulan kehamilan, rahim tetap berada dalam rongga
pelvis
➢ Setelah itu, mulai memasuki rongga perut yang dalam
pembesarannya dapat mencapai batas hati
➢ Rahim wanita yang hami biasanya lebih mobi, lebih mengisi
rongga abdomen kanan atau kiri (Rustam Mochtar, 1998 )
• Bentuk  pada saat konsepsi uterus berbentuk seperti buah pir
terbalik. Selama trimester kedua bentuk uterus bulat ( Bobak, dkk,
2005 ). Pada akhir kehamilan bentuk uterus seperti bujur telur
(Rustam Mochtar, 1998 ).
• Konsistensi
Selama minggu – minggu awal kehamilan, peningkatan aliran darah
uterus dan limfe mengakibatkan edema dan kongesti panggul.
Akibatnya uterus , serviks dan isthmus melunak secara progresif dan
serviks menjadi agak kebiruan ( tanda Chadwic) ( Bobak, dkk, 2005 ).
Pada minggu pertama , isthmus rahim mengadakan hipertrofi dan
bertambah panjang, sehingga bila diraba terasa lebih lunak, disebut
tanda hegar ( Rustam Mochtar, 1998 ). Fundus pada serviks mudah
fleksi ( Bobak, dkk, 2005 ).
Pada kehamilan lima bulan, rahim teraba seperti berisi cairan ketuban,
dinding rahim terasa tipis, karena itu bagian – bagian janin dapat
diraba melalui dinding perut dan dinding rahim (Rustam Mochtar, 1998
)
Serviks :
Saat kehamilan, kanalis servikalis dipenuhi oleh mukus yang kental
disebut operkulum . Selama kehamilan operkulum menghambat
masuknya bakteri ke uterus ( Hamilton, 1995 ). Selain itu, serviks melunak
( tanda goodel ) muncul akibat peningkatan vaskularisasi , hipertrofi
ringan , serta hiperplasia otot dan jaringan ikatnya yang kaya kolagen ,
yang menjadi longgar, edematosa, sangat elastis, dan mengalami
peningkatan volume ( Bobak, dkk , 2005 ). Serviks juga mengalami
peningkatan friabilitas, yakni serviks mudah berdarah bila diraba atau
disentuh. Peningkatan friabilitas menyebabkan beberapa tetes darah
keluar setelah penetrasi koitus yang dalam atau setelah pemeriksaan
dalam. Pengeluaran tetes darah ini biasanya dalam batas normal ( Bobak,
dkk , 2005 ).
Vagina dan vulva
Terjadi peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna ungu kebiruan
pada serviks dan vagina ( tanda chadwick ) ( Bobak, dkk, 2005 ).
Selama kehamilan, keasaman vagina berubah dari 4 menjadi 6,5.
Peningkatan pH ini membuat wanita hamil lebih rentan terhadap infeksi
vagina, khususnya infeksi jamur. ( Bobak, dkk, 2005 ). pH sekresi vagina
menjadi lebih asam (Bobak , dkk, 2005 ). Sekresi vagina merupakan media
yang menyuburkan basilus Doderlein’s. Basilus ini merupakan garis
pertahanan terhadap Candida albicans, patogen yang tumbuh dalam
media alkali ( Hamilton, 1995 ). Dari pernyataan diatas, penulis
menyimpulkan bahwa saat kehamilan terjadi peningkatan pH vagina
menjadi lebih alkalis, yang menyebabkan wanita hamil lebih rentan
terhadap infeksi jamur. Namun, vagina juga mengeluarkan sekresi yang
sifatnya asam, yang akan mengimbangi pH vagina yang cenderung lebih
basa selama kehamilan. Hal ini akan melindungi vagina terhadap infeksi
jamur, yang rentan tumbuh dalam media alkali
Meningkatnya kongesti vaskular organ vagina dan pelvik menyebabkan
peningkatan sensitifitas yang sangat berarti ( Hamilton, 1995 ).
Peningkatan sensitifitas dapat meningkatkan keinginan dan bangkitan
seksual, khususnya selama trimester kedua kehamilan ( Bobak, dkk,
2005 ) . Hamilton, 1995 menambahkan bahwa peningkatan derajat
rangsangan seksual juga meningkat pada bulan ke tujuh kehamilan.
Struktur eksternal vulva membesar selama masa hamil akibat
peningkatan vaskulatur, hipertrofi badan perineum, dan deposisi lemak
( Bobak, dkk, 2005 )
Selama kehamilan, terjadi deskuamasi ( atau eksfoliasi ) sel – sel vagina
yang kaya glikogen terjadi akibat stimulasi estrogen. Sel – sel yang
tanggal ini membentuk rabas vagina yang kental dan berwarna keputihan
disebut leukore ( Bobak, dkk, 2005 ).
Ovarium
Menurut Rustam Mochtar ( 1998 ), perubahan yang terjadi pada ovarium
antara lain :
• Ovulasi terhenti
• Masih terdapat korpus luteum graviditas sampai terbentuknya uri yang
mengambil alih pengeluaran estrogen dan progesteron
Payudara
Rasa penuh , peningkatan sensitifitas, rasa geli, dan rasa berat di
payudara mulai timbul sejak minggu ke enam gestasi ( Bobak, dkk, 2005 ).
Puting susu dan areola menjadi lebih berpigmen, terbentuk warna merah
muda sekunder pada areola, dan puting susu menjadi lebih erektil.
Hipertrofi kelenjar sebasea ( lemak ) yang muncul di areola primer dan
disebut tuberkel montgomery . Kelenjar sebasea ini mempunyai peran
protektif sebagai pelumas puting susu ( Bobak, dkk, 2005 ).
Peningkatan suplai darah membuat pembuluh darah di bawah kulit
berdilatasi. Pembuluh darah yang sebelumnya tidak terlihat , sekarang
terlihat sebagai jalinan jaringan biru di bawah permukaan kulit. Striae
dapat terlihat di luar payudara ( Bobak, dkk, 2005 ).
Payudara secara bertahap mengalami perbesaran karena peningkatan
pertumbuhan jaringan alveolar dan suplai darah ( Hamilton, 1995 ). Bobak,
dkk ( 2005 ) menyatakan bahwa peningkatan ukuran secara progresif
terjadi selama trimester kedua dan ketiga
a. Sistem Kardiovaskular
Menurut Bobak, dkk, 2005, adaptasi kardiovaskuler memiliki tujuan :
a. Melindungi fungsi fisiologi normal wanita
b. Memenuhi kebutuhan metabolik tubuh saat hamil
c. Menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin
Jantung :
Karena diafragma terdorong ke atas, jantung terangkat ke atas dan
berotasi ke depan dan ke kiri ( Bobak, dkk, 2005 ).
Tekanan darah : Estrogen menstimulasi adrenal untuk mensekresi
aldosteron, menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini mengarah pada
peningkatan volume darah dan edema jaringan ( Hamilton, 1995 ). Selama
pertengahan pertama masa hamil, tekana sistolik dan diastolik menurun 5
sampai 10 mm Hg. Penuruna tekanan darah ini kemungkinan disebabkan
oleh vasodilatasi perifer akibat perubahan hormonal selama masa hamil.
Selama trimester ketiga , tekanan darah ibu harus kembali ke nilai
tekanan darah selama trimester pertama ( Bobak, dkk, 2005 ). Beratnya
uterus menekan vena – vena besar yang mengaliri pelvik dan ekstremitas
bawah. Vena varikose mungkin terjadi pada tungaki, paha, vulva, dan
rektum/ hemoroid ( Hamilton, 1995 ).
Volume dan komposisi darah :
Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak akhir
trimester pertama. Volume darah akan bertambah banyak, kira – kira 25
%, dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu ( Rustam Mochtar, 1998
).
Sel – sel darah merah meningkat sampai 33 % dan hemoglobin sampai 15
%, tetapi karena meningkatnya volume plasma menyebabkan hemodilusi,
terjadi pseudoanemia, sehingga disebut anemia fisiologis kehamilan
( Hamilton, 1995 ).
Hitung sel darah putih total meningkat selama trimester kedua mencapai
puncak selama trimester ketiga .Peningkatan terutama terjadi pada
granulosit ( Bobak, dkk, 2005 ).
Curah jantung :
Curah jantung meningkat dari 30 % - 50 % pada minggu ke-32 gestasi,
kemudian menurun sampai sekitar 20% pada minggu ke -40. Peningkatan
curah jantung terutama disebabkan oleh peningkatan volume sekuncup
dan peningkatan ini merupakan respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen jaringan ( Bobak, dkk, 2005 ).
Koagulasi : tingkat plasma fibrinogen meningkat sampai 40 % atau lebih,
dan waktu pembekuan tetap sama seperti tingkat pada sebelum
kehamilan ( Hamilton, 1995 ). Menurut Bobak, dkk, 2005 , selain
fibrinogen,juga terjadi peningkatan berbagai faktor pembekuan ( faktor
VII, VIII, IX, X ). Aktivitas fibrinolitik (pemecahan atau pelarutan bekuan
darah ) mengalami depresi selama masa hamil dan periode puerperium,
sehingga wanita lebih rentan terhadap trombosis ( Bobak, dkk, 2005 ).
a. Sistem Respirasi
Menurut Bobak , dkk ( 2005 ), perubahan fisiologis yang terjadi selama
masa kehamilan merupakan adaptasi ventilasi dan struktural yang
tujuannya menyediakan kebutuhan ibu dan janin, dimana terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen sebagai respon terhadap percepatan laju
metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan
payudara.
Bobak ( 2005 ) dan Hamilton ( 1995 ) menyatakan bahwa selama
kehamilan terjadi kenaikan diafragma. Menurut Hamilton ( 1995 ),
kenaikan diafragma ini disebabkan karena pertumbuhan janin yang
mendorong diafragma keatas. Bobak ,dkk ( 2005 ) menyatakan bahwa
tinggi diafragma bergeser sebesar 4 cm selama masa hamil.
Menurut Hamilton ( 1995 ) dan Bobak , dkk ( 2005 ) , selama kehamilan
juga terjadi perubahan berupa bengkak seperti alergi pada membran
mukosa. Bobak, dkk ( 2005 ) menyatakan bahwa bengkak ini disebabkan
karena peningkatan vaskularisasi, yang merupakan respon terhadap
peningkatan estrogen, pada traktus pernapasan atas. Vaskularisasi ini
meyebabkan pembesaran kapiler sehingga terbentuk edema dan hiperemi
di hidung, faring, laring, trakea, dan bronkus. Adanya vaskularisasi ini juga
menimbulkan kondisi sumbatan pada hidung dan sinus, epistaksis,
perubahan suara, dan respon peradangan yang mencolok bahkan terhadap
infeksi pernapasan atas yang ringan.
Pada fungsi paru, menurut Hamilton ( 1995 ) dan Bobak , dkk ( 2005 ),
terjadi peningkatan volume tidal. Hamilton ( 1995 ) juga menyatakan
bahwa selain volume tidal, juga terjadi peningkatan ambilan oksigen dan
volume ventilator.
Menurut Hamilton ( 1995 ) dan Bobak , dkk ( 2005 ), selama kehamilan,
bisa terjadi keluhan sesak napas. Hamilton ( 1995 ) menjelaskan bahwa
keluhan sesak napas ini terjadi karena perubahan bentuk dari rongga
toraks dan pernapasan yang lebih cepat. Dalam referensi lain, Bobak , dkk
( 2005 ) menyatakan bahwa keluhan sesak napas ini disebabkan
peningkatan sensitivitas pusat pernapasan terhadap karbon dioksida
akibat efek dari progesteron dan estrogen.Hal ini menyebabkan kesadaran
wanita hamil akan kebutuhan napas meningkat
b. Sistem Ginjal
Menurut Hamilton ( 1995 ) dan Bobak , dkk ( 2005 ), kehamilan
menyebabkan terjadinya dilatasi pada pelvis ginjal dan ureter. Hal ini
mengakibatkan terjadinya stasis / stagnasi urine. Urine yang mengalami
stagnasi merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Selain itu, urine wanita hamil mengandung nutrien dalam
jumlah yang lebih besar, termasuk glukosa. Oleh karena itu, selama hamil,
wanita lebih rentan terhadap infeksi saluran kemih ( Bobak, dkk, 2005 ).
Iritabilitas kandung kemih, nokturia, dan sering berkemih umum dilaporkan
pada awal kehamilan. Sering berkemih ini merupakan akibat peningkatan
sensitifitas kandung kemih dan pada tahap selanjutnya merupakan akibat
kmpresi pada kandung kemih ( Bobak, dkk, 2005 ).
c. Sistem Integumen
Pigmentasi
Pigmentasi timbul akibat peningkatan hormon hipofisis anterior
melanotropin selama masa hamil ( Bobak, dkk, 2005 ). Menurut Hamilton
( 1995 ) dan Bobak , dkk ( 2005 ) adanya pigmentasi ini menimbulkan
kondisi :
a. Chloasma : disebut juga topeng kehamilan, adalah bercak – bercak
kehitaman pada wajah (Hamilton, 1995 ). Menurut Bobak , dkk ( 2005 ),
Chloasma ini disebabkan adanya hiperpigmentasi terutama di daerah
tonjolan maksila dan dahi, khususnya pada wanita hamil berkulit hitam.
Chloasma yang timbul akibat kehamilan normal biasanya hilang
setelah wanita melahirkan ( Bobak, dkk, 2005).
b. Warna puting susu, areole, aksila, dan vulva menjadi lebih gelap, warna
ini menghilang setelah wanita melahirkan ( Bobak, dkk, 2005).
c. Linea nigra adalah garis pigmentasi dari simfisis pubis sampai ke bagian
atas fundus di bagian depan ( Bobak, dkk, 2005).
Striae gravidarum  menurut Hamilton ( 1995 ) , striae gravidarum adalah
tanda regangan yang terbentuk akibat pembesaran dan penonjolan
uterus. Striae menunjukkan pemisahan jaringan ikat ( kolagen ) dibawah
kulit. Garis- garis yang sedikit cekung ini cenderung timbul di daerah
dengan regangan maksimum ( misalnya di abdomen, paha, dan
payudara ). Regangan kadang – kadang menimbulkan sensasi mirip rasa
gatal ( Bobak, dkk, 2005).
Perspirasi dan sekresi kelenjar lemak  baik kelenjar sebasea atau
keringat menjadi lebih aktif selama masa kehamilan. Sebagai akibatnya ,
wanita hamil mungkin mengalami gangguan badan, banyak mengeluarkan
keringat ( Hamilton, 1995 ) .
a. Sistem Muskuloskeletal
Sendi pelvik pada saat kehamilan sedikit dapat bergerak. Postur tubuh
wanita secara bertahap mengalami perubahan karena janin membesar
dalam abdomen. Untuk mengkompensai penambahan berat ini, bahu lebih
tertarik ke belakang dan tulang belakang lebih melengkung, sendi tulang
belakang lebih lentur, dapat menyebabkan nyeri punggung pada beberapa
wanita ( Hamilton, 1995 ) .
Kram otot – otot tungkai dan kaki merupakan masalah umum selama
kehamilan. Penyebabnya tidak diketahui. Kram biasanya terjadi setelah
berdiri sepanjang hari dan pada malam hari setelah tubuh istirahat
( Hamilton, 1995 ) .
b. Sistem Neurologi
Menurut Bobak, dkk ( 2005 ), perubahan fisiologis spesifik akibat
kehamilan dapat menyebabkan timbulnya gejala neurologis dan
neuromuskular berikut :
a. Kompresi saraf panggul atau stasis vaskular akibat pembesaran uterus
dapat menyebabkan perubahan sensori tungkai bawah
b. Lordosis dorsolumbar dapat menyebabkan nyeri akibat tarikan pada
saraf atau kompresi akar saraf
c. Edema yang melibatkan saraf perifer dapat menyebabkan carpal tunnel
syndrome selama trimester akhir kehamilan.
d. Akroestia ( rasa baal dan gatal di tangan ) yang timbul akibat bahu
yang membungkuk. Keadaan ini berkaitan dengan tarikan pada segmen
pleksus brakialis
e. Nyeri kepala akibat ketegangan umum timbul saat ibu merasa cemas
dan tidak pasti tentang kehamilannya.
f. Nyeri kepala ringan, rasa ingin pingsan, dan sinkope sering terjadi pada
awal kehamilan.
g. Hipokalsemia dapat menyebabkan timbulnya masalah neuromuskular,
seperti kram otot dan tetani.
a. Sistem Pencernaan
a. Mulut : gigi hiperemi, berongga dan membengkak. Gusi cenderung
mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan vaskularitas selektif dan proliferasi jaringan ikat ( Bobak,
dkk, 2005 )
b. Gigi : menurut Hamilton ( 1995 ), pada kehamilan, saliva yang
terbentuk bersifat asam sehingga kemungkinan karies gigi meningkat.
c. Nafsu makan : nafsu makan berubah selama ibu hamil. Pada trimester
pertama sering terjadi penurunan nafsu makan akibat nausea dan /
atau vomitus. Gejala ini muncul pada sekitar setengah jumlah
kehamilan dan merupakan akibat perubahan pada saluran cerna dan
peningkatan kadar hCG dalam darah. Pada trimester kedua, nausea dan
vomitus lebih jarang dan nafsu makan meningkat
d. Esofagus, lambung, dan usus halus :
Peningkatan produksi estrogen menyebabkan penurunan sekresi asam
hidroklorida ( Bobak, dkk, 2005 ).
Peningkatan produksi progesteron menyebabkan tonus dan motilitas
otot polos menurun, sehingga terjadi regurgitasi esofagus, peningkatan
waktu pengosongan lambung dan peristalsis balik. Akibatnya wanita “
tidak mampu mencerna asam “ atau mengalami nyeri ulu hati ( pirosis )
( Bobak, dkk, 2005 ).
Peningkatan progesteron ( yang menyebabkan kehilangan tonus otot
dan penurunan peristalsis ) menyebabkan absorsi air di usus besar
meningkat sehingga dapat terjadi konstipasi . Selain itu, konstipasi
merupakan akibat hipoperistalsis ( perlambatan usus ), pilihan makanan
yang tidak lazim, kurang cairan, distensi andomen akibat kehamilan,
dan pergeseran usus akibat kompresi ( Bobak, dkk, 2005 ).
e. Kandung empedu dan hati
Kandung empedu cukup sering distensi akibat penurunan tonus otot
selama masa hamil. Peningkatan waktu pengosongan dan pengentalan
empedu biasa terjadi ( Bobak, dkk, 2005 ).
f. Rasa tidak nyaman di abdomen
Perubahan pada abdomen yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
meliputi panggul berat atau tertekan, ketegangan pada ligamentum teres
uteri, flatulen, distensi dan kram usus, serta konstraksi uterus ( Bobak,
dkk, 2005 ).
Peningkatan berat badan
Peningkatan berat badan selama kehamilan juga mencakup produk
konsepsi ( janin, plasenta, dan cairan amniotik ), dan hipertrofi beberapa
jaringan maternal ( uterus, payudara, darah, cadangan lemak, cairan
ekstra seluler dan ekstravaskular ) (Fraser dan Cooper, 2009 )

Komponen peningkatan berat badan maternal ( dikutip dari Fraser dan


Cooper, 2009 )
Tempat Berat ( kg )
Janin 3,2
Plasenta 0,6
Cairan amniotik 0,8
Uterus 0,9
Payudara 0,4
Darah 1,5
Air 2,6
Jaringan adiposa 2,5
Total 12,5

a. Sistem endokrin
a. Ovarium dan plasenta
Ovarium merupakan sumber estrogen dan progesteron pada wanita
tidak hamil. Pada saat konsepsi, perubahan dramatis terjadi. Korpus
luteum tampat ovum berasal mulai menghasilkan estrogen dan
progesteron. Segera setelah plasenta terbentuk dengan baik, ia menjadi
sumber utama kedua hormon tersebut. Plasenta juga membentuk
steroid dan tiga jenis hormon lainnya : human chorionic gonadotropin
(hCG ), human plasental lactogen (hPL ), dan human chorionic
thyrotropin ( hCT ) ( Hamilton, 1995 )
b. Kelenjar tiroid
Menurut Hamilton ( 1995 ), selama masa kehamilan, Basal Metabolic
Rate meningkat hampir 20 % karena adanya peningkatan penggunaan
oksigen. Terjadi pembesaran kelenjar tiroid karena pertumbuhan sel –
sel acinar. Dalam referensi lain, Bobak, dkk ( 2005 ) mengutip dari
Cummingham, dkk ( 1993 ) dan Scott, dkk ( 1990 ) menyatakan bahwa
pembesaran kelenjar tiroid juga karena adanya peningkatan
vaskularitas. Bobak, dkk ( 2005 ) juga menyatakan bahwa peningkatan
konsumsi oksigen dan BMR akibat aktivitas metabolik janin.
c. Kelenjar paratiroid
Kehamilan menginduksi hiperparatiroidisme sekunder ringan, suatu
refleksi peningkatan kebutuhan kalsium dan Vitamin D. Saat kebutuhan
untuk pertumbuhan rangka janin mencapai puncak ( pertengahan
kedua kehamilan ), kadar parathormon plasma meningkat, kadar
puncak terjadi antara minggu ke- 15 dan minggu ke – 35 gestasi
( Bobak, dkk, 2005 ).
d. Pankreas
Menurut Hamilton ( 1995 ), selama kehamilan, pankreas tumbuh dan
menghasilkan lebih banyak insulin untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
Walaupun demikian, karena keterbatasan penyimpanan glikogen,
wanita sehat yang hamil kurang mampu untuk mengatasi jumlah gula
yang banyak, sehingga beberapa dari mereka mengeluarkannya ke
dalam urine
e. Kelenjar pituitari
Lobus anterior dari kelenjar pituitari mengalami sedikit pembesaran
selama kehamilan dan terus menghasilkan semua hormon tropik ,
tetapi dengan jumlah yang sedikit berbeda. FSH ditekan oleh chorionic
gonadotropin ( hCG ) yang dihasilkan dalam plasenta. Hormon
pertumbuhan berkurang dan hormon melanotropik meningkat.
Menyebabkan peningkatan pigmentasi puting susu, wajah, dan
abdomen. Pembentukan prolaktin meningkat dan berlanjut setelah
persalinan selama menyusui( Hamilton, 1995 ).
f. Kelenjar adrenal
Ukuran kelenjar adrenal meningkat selama kehamilan , terutama
bagian kortikal yang membentuk kortin ( Hamilton, 1995 ).
1.10Perubahan Psikologis selama kehamilan
Menurut Hamilton ( 1995 ), perubahan psikologis selama kehamilan dibagi
menjadi :
a. Trimester pertama ( 1 sampai 3 bulan )
Setelah krisis pada awal kehamilan teratasi, sebagian besar wanita
mengalami kegembiraan tertentu karena sudah dapat menyesuaikan
diri dengan rencana membentuk hidup baru ( Hamilton, 1995 ). Menurut
Hamilton ( 1995 ), akibat adanya perubahan fisik , peningkatan kadar
estrogen dan progesteron, morning sickness, kelemahan, keletihan
pada wanita hamil, dapat menyebabkan wanita hamil merasa tidak
sehat dan umumnya mengalami depresi.
b. Trimester kedua ( 4 sampai 6 bulan )
Pada trimester kedua, tubuh wanita telah terbiasa dengan tingkat
hormon yang tinggi, morning sickness telah hilang, ia telah menerima
kehamilannya dan ia menggunakan pikiran dan energinya lebih
konstruktif ( Hamilton, 1995 ). Menurut Hamilton ( 1995 ), pada
trimester ini, wanita hamil mulai dapat merasakan gerakan bayinya,
dan hal ini sering menimbulkan dorongan psikologis yang besar dari
calon ibu
c. Trimester ketiga ( 7 sampai 9 bulan )
Trimester ketiga ditandai dengan klimaks kegembiraan emosi karena
kelahiran bayi. Sekitar bulan ke – 8 mungkin terdapat periode tidak
semangat dan depresi, ketika bayi membesar dan ketidaknyamanan
bertambah. Sekitar dua minggu sebelum melahirkan, sebagian besar
wanita mulai mengalami perasaan senang. Reaksi calon ibu terhadap
persalinan ini secara umum tergantung pada persiapannya dan
persepsinya terhadap kejadian ini ( Hamilton, 1995 )

1. Pemeriksaan Fisik pada kehamilan normal


Jika seorang wanita datang memeriksakan diri karena merasa diri hamil, maka
tugas yang pertama ialah menentukan apakah ia betul – betul hamil ( Unpad,
1983 ).
Menurut hamilton ( 1995 ), tanda dan gejala kehamilan telah digolongkan
sesuai dengan signifikansi dalam menetapkan diagnosis positif kehamilan.
Tanda tersebut dibagi menjadi :
a. Bukti subjektif : Amenore, perubahan payudara, mual dan muntah,
frekuensi berkemih, leukorea, tanda chadwick’s ( bercak keunguan pada
vagina ), quickening
b. Bukti objektif :
➢ Pertumbuhan dan perubahan uterus : tanda hegars ( melunaknya
segmen bawah uterus ), tanda goodell’s ( melunaknya serviks ),
ballotement ( pantulan yang terjadi ketika jari pemeriksa mengetuk
janin yang mengapung dalam uterus, menyebabkan janin berenagn
menjauh dan kemudian kembali ke posisinya semula ), uterinne
souffle, kontraksi braxton hicks
➢ Perubahan abdomen : striae gravidarum, pigmentasi
a. Bukti absolut : bunyi jantung janin dan desiran funik, merasakan bagian –
bagian janin, melihat hasil konsepsi pada ultrasonografi atau skeleton
janin pada gambaran x- ray, merasakan gerakan janin, melihat ekg janin
Menurut Unpad ( 1983 ) dan Rustam Mochtar ( 1998 ) , pemeriksaan fisik pada
wanita hamil dibagi menjadi :
a. Inspeksi
 Muka : adakah chloasma gravidarum, keadaan selaput mata pucat
atau merah, adakah oedem pada muka, bagaimana keadaan lidah dan
gigi.
 Leher : apakah vena terbendung di leher ( misalnya pada penyakit
jantung ), apakah kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfa
membengkak
 Dada : bentuk payudara, pigmentasi puting susu dan gelanggang
susu, keadaan puting susu, adakah colostrum
 Perut : perut membesar ke depan atau ke samping ( pada ascites
misalnya membesar ke samping ), keadaan pusar, pigmentasi di linea
alba, nampakkah gerakan anak atau konstraksi rahim, adakah striae
gravidarum atau bekas luka
 Vulva : keadaan perineum, tanda varises, tanda chadwick,
condylomata, fluor
 Ekstremitas bawah : tanda varises, oedema, luka, cicatrix pada lipat
paha
a. Palpasi
Prosedur : Ibu hamil disuruh berdiri telentang , kepala dan bahu sedikit
lebih tinggi dengan memakai bantal. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
ibu hamil. Dengan sikap hormat lakukanlah palpasi bimanual terutama
pada pemeriksaan perut dan payudara ( Rustam Mochtar, 1998 ). Menurut
Unpad ( 1983 ) dan Rustam Mochtar ( 1998 ), palpasi perut bertujuan :
menentukan besar dan konsistensi rahim, menentukan bagian – bagian
janin; letak;presentasi. Selain kedua hal tadi, Rustam Mochtar ( 1998 )
juga menyatakan bahwa tujuan palpasi perut adalah untuk menentukan
gerakan janin dan kontraksi rahim Braxton – Hicks dan his.
Cara palpasi ada bermacam – macam :
• Menurut Leopold dengan variasi
• Menurut Knebel
• Menurut Budin
• Menurut Ahlfeld
( Rustam Mochtar, 1998 )
Manuver palpasi menurut Leopold ( Rustam Mochtar, 1998 ) :
a. Leopold I :
Pemeriksa menghadap ke arah muka ibu hamil
Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam fundus
Konsistensi uterus

gambar 2.1

Variasi menurut Knebel : menentukan letak kepala atau bokong


dengan satu tangan di fundus dan tangan lain di atas simfisis
a. Leopold II :
Menentukan batas samping rahim kanan – kiri
Menentukan letak punggung janin
Pada letak lintang, tentukan dimana kepala janin

gambar 2.2
Variasi menurut budin : menentukan letak punggung dengan satu
tangan menekan di fundus
a. Leopold III :
Menentukan bagian terbawah janin
Apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau masih goyang

gambar 2.3

Variasi menurut Ahlfeld : menentukan letak punggung dengan pinggir


tangan kiri diletakkan tegak di tengah perut
a. Leopold IV :
Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu hamil
Bisa juga menentukan bagian terbawah janin apa dan seberapa
jauh sudah masuk pintu atas panggul

gambar 2.4

Biasanya sambil melakukan palpasi , sekaligus diperhatika tentang


konsistensi uterus, gerakan janin, kontraksi uterus ( his ), dan apakah ada
lingkaran van Bandl ( Rustam Mochtar, 1998 )
a. Auskultasi
Digunakan stetoskop monoral untuk mendengarkan denyut jantung janin (
djj ). Yang dapat kita dengarkan adalah:
1. Dari janin : djj pada bulan ke 4-5, bising tali pusat, gerakan dan
tendangan janin
2. Dari ibu : bising rahim, bising aorta, peristaltik usus ( Rustam Mochtar,
1998 )
Selain metode inspeksi, palpasi dan auskultasi, Rustam Mochtar ( 1998 ) juga
menyebutkan pemeriksaan dalam sebagai bagian dari pemeriksaan fisik
kehamilan.
a. Pemeriksaan dalam
• Vaginal Toucher (VT )
• Rectal toucher ( RT )
( Rustam Mochtar, 1998 )
Guna pemeriksaan dalam adalah untuk mengetahui :
 Bagian terbawah janin
 Kalau bagian yang terbawah adalah kepala, dapat ditentukan posisi
uuk, uub, dagu, hidung, orbita, mulut, dsb
 Kalau letak sungsang, dapat diraba anus, sakrum, dan tuber ischii
 Pembukaan serviks, turunnya bagian terbawah janin, kaput
suksedaneum, dsb
 Secara umum, dapat dievaluasi keadaan vagina, serviks dan panggul
( Rustam Mochtar, 1998 )
1. Pemeriksaan diagnostic pada kehamilan normal
a. Pemeriksaan ultrasonografi ( USG )
Ultrasonografi menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk
menghasilkan gambaran organ atau jaringan. USG adalah aman bagi ibu
dan janin kapan saja dilakukan saat kehamilan dan dapat digunakan
berulang bila diperlukan.USG telah berhasil dengan baik menentukan
embrio paling cepat minggu keenam ( Hamilton, 1995 ).
b. Pemeriksaan x –ray
Untuk diagnosa kehamilan positif, boleh dilakukan pada kehamilan 4 – 5
bulan dan akan tampak tulang – tulang janin ( Rustam Mochtar, 1998 ).
Skeleton janin dapat diperlihatkan oleh x – ray paling cepat pada minggu
ke – 12 masa gestasi. Karena kemungkinan efek yang membahayakan dari
radiasi, x – ray jarang digunakan ( Hamilton, 1995 ).
c. Elektrokardiografi janin
Elektrokardiografi janin adalah teknik dimana impuls listrik yang terjadi
dalam jantung janin direkam dengan cara meletakkan elektroda pada
abdomen ibu. Pengamatan janin memberikan informasi yang berkelanjutan
tentang janin. Hal ini sangat berarti selama persalinan dalam kehamilan
resiko tinggi ( Hamilton, 1995 ).
d. Pemeriksaan Laboratorium
Ibu hamil hendaknya diperiksa urine dan darahnya sekurang – kurangya 2
kali selama kehamilan, sekali pada permulaan dan sekali lagi pada akhir
kehamilannya ( Rustam Mochtar, 1998 )
2. Health promotion selama kehamilan normal
a. Perawatan payudara : Selama kehamilan , payudara harus dipersiapkan
untuk fungsi uniknya dalam menghasilkan ASI bagi bayi neonatus segera
setalah lahir. Karena payudara mungkin meningkat beratnya lebih dari 1
pound, kutang yang dapat menyangga payudara dengan baik digunakan
untuk perlindungan ( Hamilton, 1995 )
Menurut Hamilton ( 1995 ), berdasarkan penelitian terakhir,metode
memutar puting susu untuk merawat payudara tidak banyak membantu
dan dapat menyebabkan kontraksi uterus preterm. Pencucian setiap hari
tanpa menggunakan sabun, mengeringkan dengan hati – hati, dan
menggunakan salep lanolin pada puting dianjurkan ( Hamilton, 1995 ).
b. Latihan otot dasar panggul ( Kegel ‘s ) : Otot – otot dasar panggul
melingkari outlet tempat lewatnya bayi saat lahir. Merupakan hal penting
bagi ibu untuk meregangkan otot ini dan dengan sadar mengontrol sadar
terhadapnya sehinggga dapat berelaksasi atau berkontraksi sesuai
kemauan ( Hamilton , 1995 )
c. Perawatan gigi : perawatan gigi yang adekuat sangat diperlukan untuk
mencegah karies gigi akibat peningkatan keasaman saliva.
Untuk mencegah karies yang lain, berikan dorongan pada ibu untuk :
 Menyikat giginya dengan teratur
 Melakukan floss antara gigi
 Membilas mulut dengan air setelah minum atau makan apa saja
 Gunakan pencuci mulut yang bersifat alkali untuk mengimbangi reaksi
saliva yang bersifat asam selama kehamilan
( Hamilton , 1995 )
a. Anjuran mengenai pakaian : pakainan harus longgar, bersih, tidak ada
ikatan yang ketat di daerah perut, memakai kutang yang menyokong
payudara, memakai pakaina dalam yang selalu bersih (Rustam Mochtar,
1998 )
b. Mandi : Mandi setiap hari merangsang sirulasi, menyegarkan, dan
menghilangkan kotoran tubuh (Hamilton, 1995 ). Mandi diperlukan untuk
kebersihan terutama perawatan kulit, karena fungsi ekskresi dan keringat
bertambah (Rustam Mochtar, 1998 )
2. Nutrisi pada ibu hamil
Wanita hamil dan menyusui harus betul – betul mendapat perhatian susunan
dietnya, terutama mengenai jumlah kalori, protein yang berguna untuk
pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan anemia, abortus, partus prematururs, inertia uteri, perdarahan
pasca persalinan, sepsis puerperalis,dll. Sedangkan makan berlebihan , karena
dianggap untuk dua orang – ibu dan janin, dapat mengakibatkan komplikasi
seperti gemuk, preeklamsi, janin besar dsb (Rustam Mochtar, 1998 ).
Sebagai pengawasan, kecukupan gizi ibu hamil dan pertumbuhan
kandungannya dapat diukur berdasarkan kenaikan berat badannya (Rustam
Mochtar, 1998 ).
3. Keluhan dan tanda bahaya yang terjadi selama kehamilan
Menurut Sinclaire ( 2009 ) dan Hamilton ( 1995 ), beberapa tanda dan bahaya
yang harus dikenali sebagai kemungkinan kedaruratan :
Tanda persalinan prematur yang mungkin atau ketuban pecah dini kurang
bulan :
Kontraksi sebanyak lebih dari atau sama dengan 4x/jam ( dapat dirasa
sebagai nyeri abdomen, rasa kencang, nyeri kram, kram menstruasi, atau
tekanan pada vagina )
Perubahan sekresi vagina ( kental, encer, mukoid, warna apapaun )
Perdarahan per vaginam
Cairan yang keluar dari vagina
Tanda suatu penyakit disertai potensial dehidrasi :
Muntah – muntah persisten
Rasa sakit menyeluruh, seperti sakit flu
Menggigil atau demam
Tanda Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) :
Disuria, urgensi, peningkatan frekuensi berkemih
Tanda Preeklamsia :
Nyeri kepala berat atau kontinu, yang tidak hilang dengan asetaminofen,
atau muncul dengan karakter berbeda dari nyeri kepala lazim
Gangguan penglihatan ( kabur atau skotoma )
Nyeri epigastrik atau nyeri abdomen atas kanan
Peningkatan baru atau tiba – tiba pada pembengkakakn ekstremitas atau
wajah
Peningkatan berat badan yang cepat
Sinclaire ( 2009 ) menambahkan tanda bahaya perubahan intensitas atau
frekuensi gerakan janin sebagai tanda tidak pasti kesejahteraan janin
7. Kehamilan resiko tinggi karena penyakit yang diderita ibu
a. Diabetes Mellitus
Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang disifati
adanya hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun
keduanya. Hiperglikemi kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan
kerusakan, gangguan fungsi beberapa alat tubuh khususnya mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus disertai oleh
gangguan metabolisme hidrat arang, protein dan lemak
Faktor Risiko
Diabetes melitus terjadi karena kelainan sekresi insulin, sifat kerja,
maupun keduanya secara bersamaan. Diabetes melitus tipe-2 merupakan
kelompok diabetes melitus yang paling sering ditemukan di klinik.
Kelompok risiko tinggi diabetes melitus yang memerlukan pemeriksaan
penyaring :
– Semua orang dewasa berumur 45 tahun
– Riwayat keluarga diabetes melitus, terutama orangtua dan saudara
kandung
– Obesitas, yaitu 20% berat badan idaman atau IMT 27 kg/m
– Sebelumnya pernah TGT atau GDPT
– Hipertensi, yaitu tekanan darah 140/90 mmHg
– Diabetes melitus gestasi sebelumnya atau pernah melahirkan bayi > 4
kg
– Dislipidemia, yaitu kadar HDL-kolesterol 35 mg/dl dan/atau trigliserida
250 mg/dl
Sekitar 50% penderita diabetes melitus tipe-2 tidak memberikan keluhan
sehingga tidak terdiagnosis dan sering disertai dengan komplikasi
makrovaskuler terutama penyakit jantung koroner. Oleh karena itu perlu
dilakukan langkah-langkah mendeteksi lebih dini dengan pemeriksaan
penyaring.
Diagnosa DM
a. Berdasarkan glukosa plasma vena sewaktu
Penderita diabetes melitus sering datang dengan keluhan klinis yang jelas
seperti haus dan banyak kencing, berat badan menurun, glukosuri, bahkan
kesadaran menurun sampai koma. Apabila kadar glukosa darah sewaktu
200 mg % (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut
diabetes melitus. Dengan kata lain, pada mereka dengan keadaan klinis
jelas, kadar glukosa plasma > 200 mg % sudah memenuhi kriteria
diabetes melitus. Pada mereka ini tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes
toleransi glukosa.
b. Berdasarkan glukosa plasma vena puasa
Kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, 126 mg/dl
adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Dengan demikian pada mereka dengan
kadar glukosa plasma vena setelah berpuasa sedikitnya 10 jam > 126
mg/dl sudah cukup untuk membuat diagnosis diabetes melitus.
c. Dengan menggunakan tes toleransi glukosa oral
Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa plasma
tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl, maka harus dilakukan
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral untuk meyakinkan apakah diabetes
melitus atau bukan. Sesuai dengan kesepakatan WHO maka tes toleransi
glukosa oral harus dilakukan dengan beban 75 gram setelah berpuasa
minimal 10 jam.
a. HIV
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh
salah satu dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah
putih yang disebut limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari
gangguan kekebalan tubuh.
Cara penularan HIV dari ibu kepada bayinya pada umumnya terjadi
selama proses kehamilan, kelahiran dan menyusui. Risiko bayi tertular HIV
pada proses kelahiran secara normal terbilang cukup tinggi karena saat
terjadi gesekan antara tubuh bayi dan leher rahim maka dimungkinkan
terjadi kontak langsung antara darah ibu dengan darah bayi.
Etiologi
Virus penyebab AIDS termasuk golongan retro-virus dengan genetik
RNA yakni HIV yang berkemampuan menghasilkan DNA pada sel inang.
Virus HIV ini memiliki nama lain, diantaranya:
• ¤ Lymphadenopathy Associated Virus (LAV)
• Human T cell Lymphotropic Virus tipe III (HTLV-III)
Sejak tahun 1986 menurut “The International Committee on
Taxonomi of Viruses WHO” dinamakan virus HIV. Ada 2 subtipe HIV yaitu
HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 sebagian virus yang diisolasi dari orang yang
terinfeksi di negara-negara bagian Barat, Eropa dan Asia. HIV-2 yang
endemic di wilayah Afrika Barat. Meskipun keduanya memiliki perbedaan
molekul selubung luar virus, tapi kedua subtipe tersebut dapat
menyebabkan AIDS.
HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan ukuran
100140 nanometer, berisi sebuah inti padat elektron. Envelope terdiri atas
membrane luar yang berasal dari sel host yang terbentuk ketika virus
bersemi pada sel-sel yang terinfeksi. Penonjolan membran adalah jonjot-
jonjot glikoprotein transmembran. Protein menutupi seluruh permukaan
internal membran. Protein inti mengelilingi dua turunan rantai tunggal
genom RNA dan beberapa turunan enzim reverse transcriptase.
Perbedaan retro-virus dari virus pada umumnya adalah efisiensinya
dalam menginfeksi sel. Pada Retrovirus, informasi genetik ditransmisikan
sebagai rantai tunggal RNA. Agar RNA dapat mereplikasikan diri, informasi
ini ditransfer ke dalam DNA rantai ganda dalam nukleus sel hospes. Aliran
informasi terbalik “retro” dari DNA ke RNA dibuat oleh enzim reverse
transcriptase. Komplek enzim ini dapat meningkatkan efisiensi replikasi
virus begitu virus masuk kedalam sel manusia.
Patogenesa
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan
tubuh dengan mengadakan aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya.
Mula-mula virus masuk kedalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada dalam limfosit, kemudian virus dikenal oleh sel-sel limfosit T
jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 proses patologi:
1. Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor T-
helper (CD4) dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat mengenali HIV
dengan baik, virus telah melumpuhkannya. Kelumpuhan mekanisme
kekebalan inilah yang memberi nama penyakit menjadi AIDS atau
“sindrom kegagalan kekebalan yang didapat”.
2. Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan
dengan DNA T-helper lalu ikut berkembang biak.
3. Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T-4
sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat atau sel
yang lain, sekaligus memindahkan HIV. Akibatnya, infeksi virus
berlangsung terus tanpa diketahui tubuh.
Pada suatu saat (5 tahun kemudian), HIV akan diaktifkan oleh
proses infeksi lain, membentuk RNA dan keluar dari T4, menyerang sel
lain, menimbulkan gejala AIDS. Populasi sel T4 sudah lumpuh, tidak ada
mekanisme pembentukan sel T-killer, sel B dan sel fagosit lain, sehingga
tubuh tidak sanggup mempertahankan diri. Virus AIDS yang berada
didalam T4, bermultiplikasi dengan cara menumpang proses
perkembangan T4. T-helper generasi baru tidak dapat mengenalnya
sehingga tidak ada yang memberi komando kepada sel lain untuk
mengadakan perlawanan (host defense mechanism) terhadap virus AIDS.
Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam darah
dan sekret genital, baik secara intrasel maupun ekstraseluler.
Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara:
1. Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan hetero-seksual)
yang tidak aman, yaitu berganti-ganti pasangan, seperti pada
promiskuitas. Penyebaran secara ini merupakan penyebab 90% infeksi
baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menular seksual terutama ulkus
genital, menularkan HIV 30 kali lebih mudah dibandingkan orang yang
tidak menderitanya.
2. Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya pada
pengguna narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak
memperhatikan sterilitas, mempergunakan produk darah yang tidak bebas
HIV, serta petugas kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS secra
kurang hati-hati.
3. Perinatal, yaitu penularan dari ibu yang mengidap HIV kepada janin
yang dikandungnya. Transmisi HIV-1 dari ibu ke janin dapat mencapai
30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%. Penularan dengan cara ini biasanya
terjadi pada akhir kehamilan atau saat persalinan. Bila antigen p24 ibu
jumlahnya banyak, dan atau jumlah reseptor CD4 kurang dari 700/ml,
maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin
ditularkan melalui air susu ibu.
Berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah, bulan
Oktober 1985, telah disusun suatu ketentuan klinik (untuk negara-negara
yang masih belum memiliki fasilitas diagnistik yang cukup) sebagai
berikut:
a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid
yang lama.
Gejala Mayor:
1. penurunan berat badan lebih dari 10%
2. diare kronik lebih dari 1 bulan
3. demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)
Gejala Minor:
1. batuk lebih dari 1 bulan
2. dermatitis pruritik umum
3. herpes zoster recurrens
4. kandidiasis oro-faring
5. limfadenopati generalisata
6. herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama
atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. diare kronik lebih dari 1 bulan
3. demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. limfadenopati generalisata
2. kandidiasis oro-faring
3. infeksi umum yang berulang
4. batuk persisten
5. dermatitis generalisata
6. infeksi HIV pada ibunya
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu
ada beberapa macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah
klasifikasi infeksi HIV (CDC, USA, 1987)
CDC (1993) menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:
1. Group I (infeksi akut) dengan kriteria:
Gejala seperti flu, seperti demam, nyeri otot, nyeri sendi, lemah dan
nyeri tenggorokan. Gejala tersebut biasanya sembuh dengan sempurna.
HIV antibody (-)
Dapat terjadi 1-8 minggu setelah infeksi
2. Group II (asimptomatik) dengan kriteria:
Tidak ada tanda dan gejala sakit
Tanda laboratoris dan klinis tidak menunjukkan adanya depresi imun
HIV antibody (+)
3. Group III ( limpadenopati menyeluruh DNA / menctap) dengan
kriteria:
HIV antibody (+)
Persistent generalized Lymphadenopathy (PGL) yaitu kelenjtr getah
bening membesar dan teraba 1 cm atau lebih pada 2 tempat atau lebih
ekstraiguinal yang menetap selama 3 bulan tanpa adanya penyakit lain
yang menyebabkan.
4. Group IV, dibagi menjadi:
Group IVA (penyakit konstitusional) bila terdapat satu atau lebih gejala
berikut:
• Demam lebih 1 bulan tanpa ada penyebab yang jelas
• Penurunan berat badan dari 10%
• Diare lebih dari 1 bulan
• lemah
Group IVB (penyakit neurologis)
• Dimensia
• Mielopathy (neuropathy perifer tanpa adanya infeksi HIV yang
menjelaskan penyakit tersebut)
Group IVC (penyakit sekunder)
• CD4 T Cell < 200/mm³
• Infeksi oportunistik
Group IVD (keganasan sekunder)
• Dengan satu atau lebih keganasan seperti sarkoma kapopsi,
lympoma non hodgkin, TBC pulmoner, Ca cervix invasive dan keganasan
lain.
Pemeriksaan Diagnostik Spesisfik HIV
Pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap HIV adalah:
1. ELISA (Enzyme-Linked Imunosor Bend Assay)
Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum dengan
memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam
jumlah besar. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93% sampai 98%
dan spesifisitas 98% sampai 99%. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali
untuk menghindari adanya positif palsu atau negatif palsu yang akan
berakibat sangat fatal. Jika pada kedua pemeriksaan menunjukkan hasil
positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu
Western Blot. Jika hasilnya negatif maka dilakukan pemeriksaan ulang 3-6
bulan berikutnya.
Hasil pemeriksaan positif palsu terjadi karena keadaan-keadaan berikut ini
:
• Wanita Multipara
• Wanita hamil
• Individu yang pernah mengalami malaria.
• Individu yang menderita penyakit otoimun tertentu.
• Individu yang menderita beberapa jenis limfoma.
• Pemakai obat-obatan dan jarum intra vena yang digunakan
bersama-sama.
• Individu yang bereaksi dengan antigen sel seperti HLA-DR4
• Reaksi spesifk terhadap materi seluler H yang dipakai pada piring
kontrol.
• Reaksi silang dengan dinding sel dimana HIV ditumbuhkan.
• Kadang-kadang terjadi pada individu dengan titer antibodi HTLV-1
tinggi.
• Bayi baru lahir yang menunjukkan antibodi maternal sampai usia 18
bulan.
Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada keadaan-keadaan
berikut
• Infeksi HIV dini
• Penyebab yang tidak diketahui.
• Penyakit kanker yang mendasari.
• Pasien yang mendapatkan regimen imunosupresif jangka panjang
dan intensif.
2. Western Blot
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan ELISA
dinyatakan positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali dan hanya
sedikti yang memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.
Hasil postif palsu jarang, tapi dapat terjadi pada keadaan berikut ini :
• Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus
manusia lainnya.
• Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin
ada reaksi silang terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
Negatif palsu :
• Penyebab-penyebab yang tidak diketahui.
Arti dari hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan postif menandakan hal berikut:
• Orang tersebut telah terinfeksi oleh HIV dan mungkin terinfeksi seumur
hidup.
• Orang tersebut dianggap infeksius terhadap orang lain melalui tranmisi
darah dan cairan tubuh.
• Tidak mungkin meramalkan orang yang sekarang asimptomatik, kapan
ia menderita AIDS; sebagian orang dengan seropositif saat ini, suatu saat
akan berkembang menjadi AIDS dan pada masa itupun masih diperkirakan
belum ditemukan pengobatan yang efektif.
• Tidak mungkin mencegah perkembangan ke arah AIDS (akhir-akhir ini
ada kemajuan dalam penyelidikan antiviral dan usaha pencegahan
terjadinya infeksi oportunistik seperti pneumonia pneumocystis carinii.
• Suatu hasil pemeriksaan negatif pun tidak menunjukkan penderita
terbebas dari infeksi yang menakutkan ini.
Hasil negatif berarti :
• Tidak terdeteksi antibodi HIV.
• Kemungkinan orang tersebut tidak terinfeksi
• Orang tersebut mungkin terinfeksi tapai antibodinya belum meningkat.
• Penderita AIDS yang mungkin sudah sedemikian lemah sehingga
sistem kekebalan tidak lagi dapat memberikan respon untuk membentuk
antibodi.
Hasil yang meragukan juga dapat terjadi, misalnya jika ELISA atau
Western Blot bereaksi lemah dan dengan demikian menimbulkan
kecurigaan. Hal ini dapat terjadi pada infeksi HIV dini, infeksi yang sedang
berkembang (sampai semua pita pada pemeriksaan western Blot terlihat
lengkap, atau pada reaktifitas silang terhadap titer retrovirus lain yang
tinggi, misalnya HIV-2 atau HTLV-1.
3. Pemeriksaan HIV lainnya
HIV-1 juga dapat dideteksi dengan hal-hal berikut ini :
 Kultur
 Pemeriksaan antigen
 Amplifikasi gen-gen HIV (yaitu reaksi rantai polimerase)
Cara-cara ini terutama dipakai dalam riset. Cara-cara ini dapat mendeteksi
adanya virus atau DNA virus sebelum bisa dideteksi oleh ELISA atau
Western Blot, dan dapat mengurangi terjadinya hasil negatif palsu yang
bisa terjadi pada infeksi HIV dini dimana antibodi yang terbentuk belum
banyak, arti klinis dari pemeriksaan ini belum dapat ditentukan, tapi
nampaknya pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat berguna penanda
penyakit, detektor dini, dan tolak ukur dari perkembangan penyakit.
Pemeriksaan pada bayi
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi oleh HIV memperlihatkan
antibodi terhadap virus hingga usia 10-18 bulan. Bayi menerima antibodi
dari ibunya, agar melindunginya sehingga sistem kekebalan tubuhnya
terbentuk penuh. Jadi hasil tes positif pada awal hidup bukan berarti si
bayi terinfeksi.Jika bayi ternyata terinfeksi, sistem kekebalan tubuhnya
akan membentuk antibodi terhadap HIV, dan tes HIV akan terus-menerus
menunjukkan hasil positif. Jika bayi tidak terinfeksi, antibodi dari ibu akan
hilang sehingga hasil tes menjadi negatif setelah kurang-lebih 6-12 bulan.
Karena itu, status HIV anak tidak dapat didiagnosis untuk uji ELISA atau
Western Blot. Untuk ini digunakan uji untuk biakan virus, antigen p24 atau
RNA HIV, atau analisis PCR untuk RNA dan DNA virus. PCR DNA HIV adalah
uji virologik yang dianjurkan kerena sensitif untuk mendiagnosis infeksi
selama masa neonatus. Antibodi HIV yang terdapat dalam bayi memang
mengindikasikan bahwa ibu positif HIV.
Dampak Infeksi HIV pada Kehamilan
a. Psikologi
Hiv adalah penyakit terminal dan kronis. Jika seseorang yang hamil
terdiagnosa dengan HIV, maka seseorang tersebut akan merasa seperti
terdakwa mati, dan merasakan kecemasan yang sangat, dan ketakutan,
ketakutan atau kecemasan tersebut tidak hanya berasal dari stigma
penyakit itu sendiri, tetapi juga karena adanya penurunan sistem imun
yang menyebabkan peningkatan resiko infeksi, misalnya vaginitis, herpes,
dan penyakit kelamin lain yang dianggap buruk oleh masyarakat. Dengan
kondisi fisik yang seperti itu maka dapat menurunkan harga diri sang ibu,
sehingga sang ibu mengalami gangguan body image.
Dampak psikologi yang lain yaitu depresi. Depresi terjadi karena dia
terdiagnosa HIV dan merasa tanpa harapan. Karena sifat dari virus itu
sendiri yang menyerang sistem pertahanan primer tubuh. Hal itu dapat
diikuti dengan perasaan bersalah tentang perilaku masa lalu, kesedihan
yang mendalam mengenai dirinya maupun janin, serta perasaan cemas
dan takut bila bayinya tertular melalui dirinya.
b. Isolasi
Tidak jarang penderita HIV mengalami kesedihan karena diisolasi oleh
keluarganya atau masyarakat. Karena terdapat banyak pendapat untuk
memasukkan ODHA ke tempat penampungan khusus penderita HIV/AIDS.
Hal itu berarti suatu diskriminasi dan isolasi terhadap ODHA. Padahal
tanpa melakukan kontak seksual maupun kontak darah dengan ODHA,
HIV/AIDS yang ada pada tubuh ODHA tidak akan menular ke individu lain,
termasuk kepada OHIDA. Selain itu orang dengan status terinfeksi HIV
masih produktif seperti orang sehat pada umumnya.
Hal lain yang dapat membuat ibu merasa depresi adalah isolasi dari
keluarga dan masyarakat. Keluarga mungkin bertanya-tanya mengapa si
ibu bisa terinfeksi HIV. Bisa saja karena tertular oleh suami. Namun,
keluarga tidak mau tahu hal itu sehingga tetap mengisolasi. Hal ini dapat
memberi dampak yang lebih menyakitkan bagi ibu dan janin. Karena
dengan kondisi depresi si ibu akan menarik diri, tidak mau makan
sehingga akan mengakibatkan penurunan status nutrisi sehingga
mempengaruhi perkembangan bayi.
Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena kurang memperoleh
informasi yang benar bagaimana cara penularan HIV/AIDS, hal-hal apa
saja yang dapat menularkan dan apa saja yang tidak dapat menularkan.
Ketakutan terhadap HIV/AIDS sebagai penyakit yang mematikan. Sehingga
mereka belum percaya sepenuhnya informasi yang diberikan.
c. Stigma
HIV merupakan penyakit yang paling ditakuti di masyarakat. Karena pada
faktanya penyakit tersebut bisa ditularkan melalui pertukaran cairan
tubuh, paling banyak melalui kontak seksual dan pemakaian obat-obatan
IV. Hal itu menambah stigma tentang HIV bahwa seseorang dengan HIV
tersebut bukan merupakan orang baik-baik. Anggapan itu akan muncul
bila masyarakat belum mengetahui informasi yang benar tentang HIV.
Padahal bisa saja seseorang yang terkena HIV adalah petugas kesehatan
yang terpapar dengan cairan pencerita HIV.
Pada kenyataanya issu yang berkembang, orang dengan HIV
mendapatkan suatu diskriminasi di masyarakat, pekerjaan, dan perawatan
kesehatan. Dengan adanya stigma tersebut maka seseorang yang berisiko
tinggi terkena HIV akan merasa malu jika ingin memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan. Sehingga pada akhirnya terdapat fenomena gunung
es dari penderita HIV yang berdampak pula pada kehamilan sehingga
memperlambat penanganan kepada wanita risiko tinggi yang hamil.
d. Fisik
Dampak HIV pada fisik juga tidak dapat dipungkiri. Jika jumlah sel CD4
turun di bawah 200/mm3 maka ibu memiliki resiko tinggi komplikasi infeksi
pada kehamilannya. Termasuk infeksi opportunistik, infeksi masa nifas,
infeksi saluran kencing antepartum, dan penyakit yang ditularkan melalui
kontak seksual seperti kandidiasis, penyakti inflamasi pelvis, sifilis. Infeksi-
infeksi tersebut dapat mempertinggi resiko penularan ke bayi.
Namun tidak semua bayi yang positif HIV, menderita HIV juga. Hal ini
terjadi karena faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi penularan
adalah viral load ibu. Viral load adalah jumlah HIV yang ditemukan dalam
satu sendok teh darah. Tes viral load dapat dilakukan ketika pertama kali
terdiagnosa HIV dan akhirnya setiap 3 bulan setelah itu. Wanita dengan
HIV lanjut, viral load tinggi / CD4 rendah akan lebih menularkan kepada
bayinya. Jika dalam pemeriksaan tidak terdeteksi viral load ibu maka
resiko transmisi hampir nol.
Disamping itu ibu hamil yang terinfeksi HIV beresiko mengalami malnutrisi
karena kondisi kehamilan seperti morning sickness. Jika mengalami
gangguan nutrisi akan mudah untuk mengalami infeksi dan meningkatkan
resiko penularan ke bayi. Karena nutrisi yang buruk akan mempersulit
peningkatan berat badan dan dapat meingkatkan resiko bayi prematur
berat badan sehingga meningkatkan transmisi HIV.
Penatalaksanaan dan Pencegahan
A. Konseling
Dengan adanya masalah-masalah baik fisik maupun psikologis yang
terdapat pada kehamilan dengan HIV, maka untuk mengatasi masalah
tersebut dapat dilakukan dengan cara bicara dengan seorang konselor
tentang perasaan dan dengan dokter tentang kehamilan, diagnosa HIV
dan pemilihan perawatan dan penanganan yang akan menolong ibu hamil
tersebut untuk merencanakan langkah berikutnya dan membuat
keputusan tentang bagaimana ibu hamil berjalan dengan kehamilannya.
Konseling juga dapat diberikan kepada keluarga, masyarakat dan
kelompok risiko tinggi. Perawat atau konselor juga dapat menunjukkan
untuk mendapatkan sumber-sumber lain di komunitasnya, misalnya
kelompok pendukung, organisasi wanita dan organisasi AIDS. Beberapa
isu yang dapat dikonsultasikan antara lain:
• Dampak HIV pada kehamilan
• Dampak kehamilan pad perkembangan HIV
• Isu reproduksi lain yang berdasar pada faktor maternal
○ Penggunanaan obat-obatan /alkohol
○ Usia ibu yang sudah tua
○ Hipertensi, diabetes, dll
• Isu prekonsepsi umum
○ Konseling nutrisi (mis.Asam folat)
○ Pentingnya perawatan awal kehamilan dan perawatan prenatal
• Kesehatan jangka panjang ibu dan anak
• Transmisi perinatal
• Penggunanan pengobatan antiretrovirus dan lainnya
• Konsepsi yang aman jika partner HIV-negatif.
B. Melindungi Penderita dari Infeksi
Seseorang dengan HIV akan mengalami penurunan CD4 dimana sel
tersebut berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh. Dengan adanya
penurunan CD4 maka akan terjadi penurunan daya tahan tubuh. Sehingga
diperlukan penanganan untuk meningkatkan daya tahan tubuh tersebut
yaitu melalui obat, nutrisi dan latihan.
Kesehatan Ibu
Kesehatan ibu penting untuk kesehatan kehamilan dan persalinan. Hal ini
termasuk nutrisi yang tepat, cukup olahraga, istrirahat, berhenti merokok,
menghindari kafein, narkoba dan alkohol dan pergi ke perawatan prenatal.
Karena jika merokok selama kehamilan dapat memicu kelahiran prematur
atau berat badan lahir rendah yang mana meningkatkan resiko tertular
HIV.
Membuat Keputusan tentang Treatment HIV
Selama trimester I, jika tidak ada alasan medis yang urgent maka
penundaan terapi dapat dilakukan sampai setelah 2-14 minggu kehamilan.
Hal ini ada 2 alasan untuk menunggu sampai trimester II. Pertama
morning sickness yang menyulitkan untuk menjaga pengobatan. Kedua,
efek obat anti HIV pada bayi selama trimester I belum diketahui.
Perkembangan bayi lengkap pada minggu ke 12.
Untuk wanita yang sudah melakukan terapi, menghentikan terapi selama
trimester I untuk membiarkan perkembangan organ dapat menyebabkan
viral load ibu kembali tinggi, yang akan meningkatkan resiko terjadi
penularan.
Pengobatan Penderita
Wanita hamil yang positif HIV pengobatannya sama dengan dewasa yang
tidak hamil. Tergantung pada status HIV wanita tersebut (jumlah CD4 dan
viral load), dokter bisa atau tidak merekomendasikan memulai atau
melanjutkan terapi HIV (biasanya 3 obat). Bagaimanapun juga ada obat
HIV yang dapat mengganggu perkembangan bayi, sehingga tidak
digunakan selama kehamilan.
Upaya pengobatan meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi,
penghentian replikasi, pemghentian replikasi virus HIV melalui preparat
antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
penggunaan preparat imunomodulator. Manfaat pengobatan tidak sekadar
untuk kesehatan kita sendiri.
Mengobati HIV kita sendiri akan mengurangi risiko bayi terinfeksi HIV
menjadi hampir nol. Tanpa pengobatan, kurang lebih satu dari empat bayi
yang terlahir dari ibu HIV-positif akan terinfeksi saat lahir.
a. Terapi antiretrovirus
Zidovudin (ZDV; dahulu disebut azidotimidin [AZT] atatu Retrovir),
dideoksinosin atau didanosin (ddl [Videx], dideoksisitidin (ddC [Hivid]), dan
Stavudin (d4T, Zerit). Semua obat ini bekerja menghambat kerja enzin
reverse transcriptase virus dan mencegah reproduksi virus HIV dengan
cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan virus
tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus yang baru.
Sehingga produksi virus baru akan terhambat.
Zidovudin. AZT  diterima dan direkomendasikan oleh FDA untuk
mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi. Menurut penelitian, ibu
yang mengkonsumsi AZT sebelum dan selama kehamilan dan bayi diberi
cairan AZT tiap hari selama 6 minggu setelah kelahiran, resiko penularan
HIV menurun dari 25% menjadi 8%.
Saat ini terapi zidovudin sudah disetujui untuk semua orang yang
terinfeksi HIV dengan jumlah CD4+ dibawah 500mm3. Zidovudin
memperlambat perjalanan penyakit AIDS atau penyakit yang simptomatik
pada pasien-pasien dengan HIV positif tanpa gejala kecuali dengan jumlah
CD4+ di bawah 500mm3 atau pada pasien-pasien dengan gejala yang
ringan sementara jumlah sel CD4+ di bawah 200mm3. Zidovudin
menurunkan kadar antigen p24 dan meningkatkan jumlah sel T4.
Efek samping : Anemia, granulositopenia, mual, gangguan rasa nyaman
pada perut, sakit kepala, konfusi, hepatitis, perubahan warna kuku, kejang
miositis, demam/panas, menggigil.
Pemberian harus dihentikan jika pasien memerlukan terapi untuk infeksi
oportunis, limfoma, malignansi.
Dideoksinosin merupakan preparat alternatif pengganti zidovudin.
Efek samping : pankreatitis, neuropati perifer, mual diare, konfusi, kejang,
sakit kepala, abnormalitas elektrolit, aritmia jantung.
Dideoksitidin tidak menembus cairan spinal sehingga tidak seefektif
zidovudin bila digunakan untuk mengobati ensefalopati yang berhubungan
dengan AIDS.
Efek samping: Ulkus esofagus, neuropati perifer, stomatitis, pankreatitis,
demam/panas, ruam, sariawan pada mulut (stomatitis aftosa),
hiperglikemia.
Stavudin dapat diresepkan bagi pasien-pasien HIV stadium lanjut yang
tidak responsif terhadap preprat antivirus lain atau yang tidak dapat
mentolerir efek sampingnya.
Efek samping : neuropati perifer, hepatotoksisitas, anemia, mual.
b. Inhibitor Protease
merupakan obat yang menghambat kerja enzim protease, yaitu enzim
dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular.
Sebagian obat mengganggu afinitas HIV untuk limfosit T4, sebagian
lainnya mengubah membran virus dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel-sel hospes.
Jenis Obat : L-Drug (L 524) dan RO31-8985
Efek samping : sakit kepala, gangguan gastrointestinal.
c. Imunomodulator
Preparat untuk memulihkan atau menguatkan sistem imun yang rusak.
Jenisnya oral alfa-interferon dosisi rendah (IFN-alfa), yang kini sedang
diteliti untuk menguji sifat-sifat antivirusnya di samping kemampuannnya
dalam menurunkan sel-sel makrofag dan limfosit sel T.
Efek samping : reaksi mirip flu  demam menggigil, atralgia, mialgia, dan
sakit kepala.
Nutrisi dan Latihan
Kesehatan bayi dan nutrisinya tergantung dari kesehatan ibu. Nutrisi yang
buruk dan kurang berat badan pada ibu dapat meningkatkan resiko bayi
prematur atau berat badan bayi rendah. Hal tersebut dapat meningkatkan
resiko penularan HIV. Beberapa wanita dengan HIV mungkin akan sulit
untuk meningkatkan berat badan. Karena efek samping dari pengobatan
HIV mungkin akan sulit untuk meningkatkan berat badan atau bahkan
dapat menyebabkan penurunan berat badan. Pada kunjungan pertama
pengkajian yang teliti pada status nutrisi harus dilakukan.
Kehamilan meningkatkan kebutuhan kalori dan protein, asam foalt, Fe,
Calcium, Vit B12, cairan yang penting untuk perkembangan janin. Banyak
wanita direkomendasikan untuk mengkonsumsi suplemen asam folat
paling tidak 3 bulan sebelum hamil atau sesegera mungkin ketika
diketahui bahwa dia hamil. Wanita yang hamil dianjurkan tidak makan
daging yang mentah atau setengah matang,
Latihan Regular juga penting, karena dapat meningkatkan kekuatan tonus
otot, memperlancar persalinan. Berenang dan jalan-jalan merupakan
pilihan yang bagus. Istirahat yang cukup juga penting, paling tidak tidur
malam 8 jam atau lebih.
Terapi alternatif
1. Terapi spiritual / psikologis : terapi humor, hipnosis, kesembuhan
karena iman-kepercayaan dan afirmasi positif.
2. Nasetilsistein (NAC), pentoksifilin (Trental) dan 1-kloro-2,4-
dinitrobenzena (DNCB), terapi oksigen, terapi ozon, terapi urin.
3. Terapi dengan tenaga fisik dan alat : akupuntur dan akupresure,
terapi masase, refleksiologi, terapi sentuhan, yoga dan kristal.
4. Terapi Nutrisi : diet vegetarian, protein tinggi, suplemen vitamin C,
obat tradisional cina seperti campuran herbal tradisonal serta senyawa Q
(ekstrak ketimun cina) dan monmordica charanma (bitter melon) yang
diberikan sebagi enema juga digunakan dalam terapi alternatif, makanan
yang mengandung Zn (Zinc = seng) yaitu daging, kerang-kerangan, biji-
bijian, serealia, leguminosa, telur dan susu. Gizi buruk terbukti
meningkatkan angka penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Gizi yang baik
membantu tubuh menyerang infeksi, mengurangi masalah kelahiran
(berat badan bayi rendah, kematian bayi), membantu khasiat ARV, dan
dapat mengurangi efek samping obat. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ada manfaat pada Odha perempuan bila dipakai tambahan vitamin
waktu hamil. Multi-vitamin (vitamin B1, B2, B6, dan B12, niacin, vitamin C,
vitamin E, dan asam folat) diberi pada perempuan hamil dapat
memperpanjang masa tanpa gejala.
Perawatan Penderita
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau dikhawatirkan
sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit tipe A atau B
yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan
dilakukan di unit sesuai gejala klinis yang menonjol pada penderita.
Harapan untuk sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan
perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan moral sehingga rasa
takut dan frustasi penderita dapat dikurangi. Guna mencegah penularan di
rumah sakit terhadap penderita lain yang dirawat maupun terhadap
tenaga kesehatan dan keluarga, perlu diberikan penjelasan-penjelasan
khusus.
C. Monitoring
Monitoring adalah pengawasan terhadap wanita hamil yang terkena HIV
untuk dapat memantau kondisi ibu dan bayi. Monitoring termasuk
perawatan prenatal, perawatan prenatal dimulai saat kehamilan diduga.
Tujuannya untuk memeriksa kesehatan perkembangan bayi dan untuk
mengidentifikasi masalah perkembangan di awal kehamilan. Setelah
kunjungan pertama, pertemuan berikutnya biasanya berlanjut setiap
bulan sampai permulaan bulan ke-8. Pada bulan ke-8, kunjungan setiap 2
minggu, dan pada bulan ke-9 kunjungan setiap minggu.
Selain kunjungan rutin juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda HIV: kaji
gejala yang menunjukkan gejala HIV misal limfadenopathy umum, thrush,
demam (38ºC) atau diare >1 bulan, herpes zooster mencakup 2 episode
atau>1 dermatom, neuropathy perifer, disfagia, nafas pendek dll
Tanda / gejala kehamilan berhubungan dengan kehamilan: peningkatan
tekanan darah, edema yang signifikan, pusing berat, perdarahan vagina,
atau kebocoran cairan, mula muntah yang parah, kram abdomen atau
punggung, penurunan gerak fetus, dll.
Tanda /gejala toksisitas ARV: mual muntah, nyeri abdomen, jaundice,
kelelahan yang ekstrim, ruam kulit.
a. Penyakit Jantung pada kehamilan
1. Kelas I : adalah wanita yang tidak memiliki batasan aktivitas dan tanpa
gejala penyakit jantung apabila melakukan kegiatan biasa. Mereka
membutuhkan istirahat yang cukup pada malam hari dan pengawasan
yang ketat selama periode perinatal. Selama persalinan kala II meneran
harus dibatasi. Penggunaan anastesia blok dan persalinan dengan forsep
ekstraksi rendah mungkin dilakukan untuk mempersingkat tahap
persalinan dan mengurangi ketegangan jantung ibu.
2. Kelas II : Wanita dengan aktivitas sedikit dibatasi, dimana pada waktu
istirahat mereka tidak mengeluh apa apa akan tetapi kegiatan fisik dapat
menimbulkan gejala gejala insufiensi jantung sepertin kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas atau angina pectoris. Mereka harus menjalani
periode istirahat harian dajhn supervise prenatal yang teratur. Mereka
masuk rumah sakit mendekati terminal dan perlu diberikan antibiotic
profilaktik terhadap endokarditis bacterial dan sungkup oksigen untuk
meningkatkan cadangan oksigen bagi bayi selam proses persalinan. Pada
persalinan Kala II dipersingkat untuk sedapat mungkin mengurangi stress
pada jantung ibu. Dianjurkanb kontrasepsi dan ligasi tuba.
3. Kelas III : Wanita dengan pertimbvangan keterbatasan karena
menunjukan gejala gejala saat melakukan kegiatan sehari hari. Mereka
tidak mengeluh apa apa waktu istirahat akan tetai kegiatan fisiik yang
kurang dari kegiatan biasa sudahy menimbulkan gejala gejala insufisiensi
jantubg seperti yang telah disebutkan dalam kel;as II. Mereka harus
menghabiskan 1 hari setiap minggunya di tempat tidurnya selaqma
kehamilan. Bila mengalami Dekompensasio Kordis (30 % terjadi), mereka
harus masuk rumah sakit (MRS) sampai tiba persalinan. Menyusui terlalu
memberatkan dan tidak dianjurkan. Mungkin diperlukan aborsi teraputik
dan dianjurkan operasi sterilisasi
4. Kelas IV : adalah wanita yang tidak dapat melakukan aktivitas tanpa
menunjukan gejala . Waktu istirahat juga dapat timbul gejala gejala
insufisiensi jantung dan akan bertambah apabila melakukan kegiatan fisik
walaupun sangat riungan. Jantung mereka hanya berfungsi sebagai
pemelihara.Bila kehamilan tidak dihentikan lebih dari 50 % mati. Kematian
bayi bahkan lebih besar Abor si teraputik sangat dianjurkan. Bagi mereka
yang berusaha untuk hamil, diperlukan istirahat total, perawatan di
rumahy sakit dan dengan perawatan yang intensif.
ETIOLOGI
1. Faktor Eksterna : Hipertensi, hipertiroid, anemia
2. Faktor Interna :
– Disfungsi Katub : Ventricular septum defect (VSD)atrium septum defect
(ASD), stenosis/insufiensi motralis
– Disritmia : Arterial Fibrilasi, ventrikelo fibrilasi9 dan hearth blok
– Kerusakan miokard : iskemik/infark, kardiomiopati, miokarditis
arterisklerosis hearth disease (ASHD)
– Infeksi : Sub akut bacterial ENDOKARDITIS
GAGAL JANTUNG
Kausa Gagal Jantungt dalam kehamilan:
• Anemia
• Penyakit Jantung dengan gejala dan tanda:
➢ Batuk, napas pendek dan cepat
➢ Bengkak pada tungkai
➢ Pembesaran Hepar
➢ Penonjolan Vena Jugularis
• Gagal Jantung pada Anemia (berat) dengan gtejala dan tanda :
➢ Konjunctivaq, telapak tangan dan kuku pucat
➢ Lethargi dan kelelahan
➢ Gejala gagal jantung lainnya.
• Gagal Jantung akibat penyakit jantung, gejala dan tanda bila ditemukan
salah satu dari hal hal dibawah ini :
➢ Murmur sistolik kasar dan keras
➢ Murmur diastolic, peristolik dan kontinyu
➢ Pembesaran jantung yang tidak diduga kejadiannya
➢ Aritmia
➢ Sianosis (tidak terjadi pada klien dengan anemia)
➢ Terjadinya gagal jantung
➢ Gagal jantung dalam persalinan dapat menyebabkan edema paru,
hipoksia dan hipotensi
➢ Pengobatan yang tepat ter gantung pada status hemodinamik dan
kelainan jantung itu sendiri.
MANIFESTASI KLINIK
1. Subyektif
• Dada terasa nyeri seperti dihimpitbenda berat
• Palpitasi/berdebar debar, denyut jantung cepat
• Meningkatnya rasa lelah/lemah
• Sesak napas dan hemoptoeatau batuk batuk
• Insomnia(susah tidur)
• Pernapasan agak cepat (overbreathing) sering ditemukan karena
kompresi paru bagian basal oleh uterus yang membesar
• Anoreksia, nausea, dan vomiting
• Sinkop atau pusing pada akhir kahamilan akibat kompresi vena kava
inferior oleh uterus yang membesar, menyebabkan berkurangnya
arus balik vena sehingga terjadi penurunan curah jantung
• Edema pada wajah, punggung kaki8 dan jari jari
2. Obyektif :
• Denyut jantung lemah, denyut teratur, nadi cepat (>100x/menit)
• Edema
• Terdengar suara paru paru setelah dua kali ekspirasi dan inspirasi
• Orthopnea : Meningkatnya sesak
• Respirasi Cepat (>25 X/menit)
• Frekuensi batuk basah
• Rasa lemah yang semakin meningkat
• Sianosis tampak pada bibir dan kuku

KOMPLIKASI
• Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung dan merupakan saat yang
berbaahaya adalah :
1. Pada kehmilan 2- 36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya
2. Pada kala II, dimana ibu mengarahkan tenaga untuk meneran dan
memerlukan kerja jantung yang berat
3. Pada pasca perslaiana , dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang
sudah lahir , sekarang masuk sirkulasi ibu
4. Pada masa nifas ada kemungkinan infeksi.
Pengaruh penyakit jantung pada kehamilan :
1. Pada ibu dapat terjadi gagal jantung congestive edema paru hingga kematian.
2. Pada janin dapat terjadi abortus, prematuritas / lahir tidak cukup bulan
3. Dismtur (cukup bulan kurang berat badan lahir )
4. Lahir mati, intrautari hipoksia, fetai growth retardasi, birth aspeksia
5. IUFD (kematian janin dalam rahim)
6. Pertumbuhan ,janin terhambat
PENANGANAN
1. Konseling prakonsepsi
Untuk menurunkan morbiditas dan mortlitas ibu hamil sebaiknya wanita
enyakit jantung dalam kehamilan , persalinana dan nifas perlu dilakukan
konseling prakonsepsi denagna mmperhatikan resiko masing – masing
penyakit. Klien dengan kelinan jantung kelas 3 dan 4 sebaiknya tidaak hamil
dan dapat memilih alat kontrasepsi AKDR, tubektomi atau vasektomi pada
suaminya.
2. Pada kehamilan :
Menganjurkan ibu pengawasan antenatal secara teratur sesuai jadwal
Pencegahan terhadap kenaikan berat dan retensi air yang berlebihan
Kunjunngan 2 minggu sekali menjelang s/d 28 minggu dan 1 mingnggu
setelahnya
7. Kehamilan resiko tinggi karena adanya komplikasi dari kehamilan
a. Preeklamsi
• Definisi
Preeklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal.
• Epidemiologi
Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas
dan mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi
komplikasi sekitar 7-10 % seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang
mengalami hipertensi selama masa hamil, setengah sampai duapertiganya
didiagnosa mengalami preeklamsi atau eklamsi (Brown, 1991). Hal ini lebih
sering terjadi pada kehamilan pertama, dan dapat menyebabkan kelahiran
prematur, kematian pada kelahiran, dan bayi yang lahir lebih kecil daripada
rata-rata. Sebanyak 20 ibu pada kehamilan pertama mengalami
preeklampsia, sementara sekira 20 perempuan meninggal setiap tahunnya
dari kondisi yang terkait dengan tekanan darah tinggi. Diperkirakan untuk
kehidupan 600 bayi setahun.
• Faktor Resiko
Faktor – faktor yang dapat memperparah keadaan ibu hamil yang
mengalami penyakit jantung yaitu:
a. Pada kehamilan 32-36 minggu dimana volume darah mencapai
puncaknya.
b. Pada kala II wanita mengerahkan tenaganya untuk mengedan dan
memerlukan tenaga jantung yang erat.
c. post partum,dimana darah dari ruang internilus plasenta yang sudah
lahir, sekarang masuk dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena kemungkinan adanya infeksi.
Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :
a. Dapat terjadi abortus
b. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan.
c. Dismaturitis : lahir cukup bulan namun dengan berat badan rendah.
d. Lahir dengan apgar rendah atau lahir mati.
e. Kematian jani dalam lahir ( KJDL )
• Manifestasi Klinis
Menurut Anwar T. Bahri (2004), tanda dan gejala yang terdapa pada
ibu hamil dengan peyakit jantung antara lain:
– Aritmia
– Pembesaran jantung
– Mudah lelah
– Dispenea
– Peningkatan denyut nadi, Nadi tidak teratur
– Edema pulmonal
– Sianosis
– Sesak napas
– Odem ekstrimitas
– sinkop
– hemoptisis dan nyeri dada
– murmur ejeksi sistolik dan murmur pansistolik parah, harus dirujuk
pada ahli jantung
– edem perifer
– bunyi jantung mengeras,
– terdengar adanya bising jantung ringan
• Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga
gejala yaitu:
1. Pre eklampsia ringan
– Tekanan darah ≥140/90mmHg, kenaikan tekanan diastolic 15
mmHg atau lebih dari 90 mmHg dalam dua pengukuran berjarak 1
jam atau tekanan diastolik sampai 110 mmHg.
– Penambahan berat badan (terjadi kenaikan 1 kg seminggu).
– Edema pada kaki, jari tangan dan muka. Jika ada edema,
merupakan suatu akumulasi cairan interstisial umum setelah 12
jam tirah baring atau peningkatan berat lebih dari 2 kg perminggu.
Pada keadaan ada hipertensi dan atau proteinuria, edema harus
dievaluasi sebagai refleksi edema organ akhir dan kemungkinan
hipoksia organ.
– Kehamilan lebih dari 20 minggu
– Pada specimen urine 24 jam proteinuria didefinisikan sebagai suatu
konsentrasi protein 0,3 g per 24 jam.
1. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala
berikut:
– Tekanan sistolik >160mmHg dan tekanan diastolic > 110 mmHg.
– Proteinuria + ≥ 5g./24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
– Oliguria < 400 ml per 24 jam.
– Edema paru: nafas pendek, ronkhi +, sianosis.
– Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan.
– Gangguan penglihatan, skotoma atau penglihatan berkabut.
– Nyeri kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesic biasa.
– Hiperfleksia.
– Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina.
– Koagulasi: koagulasi intravascular disseminate, sindrom HELLP.
– Pertumbuhan janin terhambat
– Otak: edema serebri.
– Jantung: gagal jantung.
– Trombositopenia
1. Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
– Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
– Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri,
sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati,
kegelisahan atu hiperefleksi)
– Kejang dapat terjadi tidak tergantung dari beratnya hipertensi.
– Kejang bersifat toksik tonik-klonik menyerupai kejang pada epilepsi
grand mal.
– Koma terjadi sesudah kejang, dapat berlangsung lama (berjam-
jam)
• Patofisiologi
(lampiran)
• Pemeriksaan Diagnostik
Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan
pemeriksaan lain yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan
resikonya terhadap wanita hamil dan janin yang dikandungnya.
Burwell dan Mercalfe mengajukan 4 kriteria, satu diantaranya sudah
cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan :
1. bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus ;
2. pembesaran jantung yang jelas;
3. bising jantung yang nyaring;
4. aritmia yang berat
Adapun pemeriksaan penunjang menurut Anwar T. Bahri (2004) yang
dapat
dilakukan untuk mendukung diagnosis peyakit jantung pada ibu hamil
yaitu:
- Pemeriksaan ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi, termasuk Doppler sangat aman dan
tanpa resiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan tranesofageal
ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan karena resiko
anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi.
- Pemeriksaan elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan rang spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi
dari variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa, Depresi segmen
ST inferior sering didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis
QRS kekiri sering didapati, tetapi deviasi aksis kekiri yang nyata (-30°)
menyatakan adanya kelainan jantung.
- Pemeriksaan radionuklide.
Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan
tidak akan mencapai fetus, pemisahan akan terjadidan eksposure
terhadap janin mungkin terjadi. Sebaiknya pemeriksaan ini
dihindarkan. Adakalanya pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan
atau scan perfusi miokard thallium diperlukan saat kehamilan.
Diperkirakan eksposur terhadap fetua rendah.
- Magnetic resonance imaging
Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur
MRI pada evaluasi wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak
didapati efek fetal yang merugikan bila digunakan pada tujuan yang
lain. Pemeriksaan ini mesti dihindarkan pada wanita dengan implantasi
pacu jantung atau defibrillator.
- Menilai resiko pada pasien yang berpenyakit jantung
Bila memungkinkan wanita yang mempunyai kelainan jantung
harus mendapat nasihat sebelum hamil, termasuk membicarakan
kontrasepsi, resiko maternal dan janin yang dikandungnya saat hamil,
kemungkinan jangka panjang mengenai morbidity dan mortalitas.
Fungsional klas dari The New York Heart Association (NYHA) selalu
digunakan sebagai tolok ukur untuk meramalkan akibat dari penyakit
jantung yang diderita pasien.
Pemeriksaan diagnostik untuk preeklamsi dan eklamsi yaitu:
1. Pemeriksaan baku pada perawatan antenatal
a. Tekanan darah
Gambaran klinik yang khas pada hipertensi dalam kehamilan (HDK)
yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah yang tinggi. Kenaikan
tekanan diastolik mempunyai arti prognostik yang lebih bermakna dari
pada perubahan sistolik. Pengukuran dilakukan setelah penderita
beristirahat sedikitnya 10 menit dan diulang sedikitnya 2 kali
pemeriksaan.
Dinyatakan hipertensi bila:
a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg atau tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih.
b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau
tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.
c. Kenaikan berat badan.
Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya HDK ialah terjadi
kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat.
Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam
batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg perminggu
atau 3 kg perbulan maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya
HDK. Ciri khas kenaikan berat badan penderita HDK ialah kenaikan yang
berlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat badan yang
merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang berlebihan
tersebut merupakan refleksi dari pada edema.
2. Pemeriksaan sistim vaskuler
a. Tes tidur miring (TTM)
Tes ini dikenal dengar nama Roll-over test pertama kali diperkenalkan
oleh Gant dan dilakukan pada usia kehamilan 28-32 minggu. Pasien
berbaring dalam sikap miring ke kiri, kemudian tekanan darah diukur,
dicatat dan diulangi sampai tekanan darah tidak berubah. Kemudian
penderita tidur terlentang kemudian diukur dan dicatat kembali tekanan
darahnya. Tes dianggap positif bila selisih tekanan darah diastolic
antara posisi baring ke kiri dan terlentang menunjukkan 20 mmHg atau
lebih. Tes ini mempunyai sensitivitas 88%, spesifitas 95%, nilai prediksi
positif 93% dan nilai prediksi negatif 91%.
b. Tes latihan isometrik (Isometric exercise test)
Tes ini dapat digunakan untuk deteksi hiperaktivitas vaskuler dan untuk
prediksi preeklampsia. Tes dilakukan dengan cara penderita baring
kesisi lateral kiri, ukur tekanan darah, kemudian penderita memijit bola
karet tensimeter yang dipasang pada lengan lain, sampai kontraksi
maksimal untuk 30 detik dalam waktu 3 menit. Tes dikatakan positif
bila terdapat kenaikan tekanan diastolik lebih dari 20 mmHg.
3. Pemeriksaan Biokimia
Pada penderita preeklampsia konsentrasi dari sejumlah zat yang
terdapat dalam darah dan urin termasuk hormon-hormon mengalami
perubahan-perubahan.
a. Kadar asam urat
Pada HDK terjadi perubahan sistim hemodinamik seperti penurunan
volume darah, peningkatan hematokrit dan viskositas darah. Akibat
dari perubahan-perubahan tersebut akan terjadi perubahan fungsi
ginjal, aliran darah ginjal menurun, kecepatan filtrasi glomerulus
menurun yang mengakibatkan menurunnya klirens asam urat dan
akhirnya terjadi peningkatan kadar asam urat serum. Rata-rata kadar
asam urat mulai meningkat 6 minggu sebelum preeklampsia menjadi
berat.
Konsentrasi asam urat > 350 umol/l merupakan pertanda suatu
preeklampsia berat dan berhubungan dengan angka kematian
perinatal yang tinggi khususnya pada umur kehamilan 28-36 minggu.
Pada penderita yang sudah terbukti preeclampsia maka kadar asam
urat serum menggambarkan beratnya proses penyakit.
b. Kadar kalsium
Beberapa peneliti melaporkan adanya hipokalsiuria dan perubahan
fungsi ginjal pada pasien preeklampsia. Hal ini terlihat dari perubahan
hasil tes fungsi ginjal.
Rondriquez mendapatkan bahwa pada umur kehamilan 24-34
minggu bila didapatkan mikroalbumniuria dan hipoklasiuria ini
dideteksi dengan pemeriksaan tera radioimunologik.
c. Kadar human chorionic gonadotrophin (hCG)
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar -hCG meningkat pada
penderita preeklampsia. Sorensen dkk melaporkan bahwa wanita
hamil trimester 11 dengan kadar hCG > 2
4. Pemeriksaan Hematologi
a. Volume plasma
Pada keadaan HDK terjadinya penurunan volume plasma sebesar
30%-40% dari nilai normal, bahkan ada beberapa peneliti yang
melaporkan terjadinya penurunan volume plasma jauh sebelum
munculnya manifestasi klinik HDK.
b. Kadar hemoglobin dan hematokrit
Pengurangan volume plasma pada preeklampsia tampak pada
kenaikan kadar hemoglobin dan hematokrit. Murphy dkk menunjukkan
bahwa pada wanita hamil terdapat korelasi yang tinggi antara
terjadinya preeklampsia dan kadar Hb. Mereka mendapatkan pada
primigravida frekuensi terjadinya HDK 7% bila kadar Hb < 10.5 gr%
sampai 42% bila kadar Hb > 14.5% gr%.
c. Kadar trombosit dan fibronectin
Redman menyatakan bahwa HDK didahului oleh menurunnya
trombosit sebelum tekanan darah meningkat, dan trombositopeni
merupakan tanda awal HDK. Dikatakan trombositopenia bila kadar
trombosit < 150.000/mm3. Kelainan hemostatik yang paling sering
ditemukan pada penderita preeklampsia adalah kenaikan kadar faktor
VIII dan penurunan kadar anti trombin III. Pada penderita HDK
didapatkan peningkatan kadar fibronectin. Fibronectin merupakan
glikoprotein pada permukaan sel dengan berat molekul 450.000,
disentesis oleh endotel dan histiosit. Kadar normalnya dalam darah
250-420 ug/ml, biasanya berkonsentrasi pada permukaan pembuluh
darah. Fibronectin akan dilepaskan ke dalam sirkulasi bila terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Bellenger melaporkan
peningkatan kadar fibronectin sebagai tanda awal preeklampsia pada
31 dari 32 wanita dengan usia kehamilan antara 25-36 minggu. Kadar
fibronectin meningkat antara 3,6 – 1,9 minggu lebih awal dari
kenaikan tekanan darah atau proteinuria.
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai alat untuk pemeriksaan
wanita hamil dengan risiko tinggi sebab cara ini aman, mudah
dilakukan, tidak invasif dan dapat dilakukan pada kehamilan muda.
pada gestasi minggu ke-20 sampai ke-26 dan di ulang 6-10 minggu
kemudian, menentukan usia gestasi dan mendeteksi retardasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR).
• Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Ibu Hamil Dengan Penyakit Jantung
Penanganan wanita hamil dengan penyakit jantung sebaiknya
dilakukan kolaborasi dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog. Kelainan
penyerta sebagai faktor predisposisi yang dapat memperburuk penyakit
jantung adalah :
1) Peningkatan usia penderita dengan penyakit jantung hipertensi dan
superimposed preeklamsia atau eklamsia
2) Aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri
3) Riwayat dekompensasi kordis
4) Anemia
5) Hipotensi, terutama pada wanita dengan septum terbuka.
Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dicegah, maka penderita akan
masuk ke dalam tingkat yang lebih tinggi. Selain itu, perlu juga
diperhatikan adanya kenaikan berat badan yang berlebihan, infeksi,
serta retensi air. Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung
dalam kehamilan tergantung pada derajat fungsionilnya.
Para penderita kelas I dan terbanyak penderita kelas II dapat
meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan per
vaginam. Selama persalinan dan nifas penderita harus dalam
pengawasan yang ketat. Pencegahan timbulnya dekompensasi kordis
harus dalam pengawasan yang ketat. Pencegahan timbulnya
dekompensasi kordis harus diusahakan sebaik-bakinya. Dekompensasi
kordis biasanya terjadi terjadi perlahan-lahan dan dapat dikenal apabila
perhatian secara terus menerus ditujukan kepada beberapa gejala
tertentu. Mackanzie menyatakan bahwa terdengarnya ronki tetap di
dasar paru-paru yang tidak hilang setelah penderita menarik napas
dalam sebanyak dua atau tiga kali, merupakan gejala permulaan dari
gagal jantung. Tanda-tanda lain bagi gagal jantung yang berat ialah
kurangnya kemampuan penderita secara mendadak untuk melakukan
kegiatan sehari-hari, dispnea, serangan sesak napas dengan batuk-batuk
dan hemoptoe, juga edema yang progresif dan takikardi.
Apabila timbul gejala dekompensasi kordis, wanita harus segera
dirawat dan digolongkan ke dalam kelas satu tingkat lebih tinggi.
Penderita harus istirahat dengan berbaring dan diberi pengobatan
dengan digitalis. Dalam persalinan diperlukan pengawasan khusus dan
sedapat-dapatnya diusahakan partus pervaginam. Dari berbagai
penelitian, dinyatakan bahwa partus pervaginam menunjukkan angka
mortilitas dan morbiditas ibu yang lebih rendah. Seksio sesarea hanya
dilakukan atas indikasi obstetrik seperti plasenta previa dan disproporsio
sefalo-pelvik.
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Rasa nyeri dan
penderitaan harus dikurangi, lebih-lebih apabila diduga persalinan akan
berlangsung lama. Pemberian sedasi dan analgesik dengan derivat
morfin dapat menguntungkan ibu. Ibu ditidurkan setengah duduk apabila
posisi ini lebih nyaman. Untuk mencegah timbulnya dekompensasi
kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk pencatatan
nadi dan pernafasan secara berkala: dalam kala I setiap 10 sampai 15
menit dan kala II setiap 10 menit. Apabila nadi menjadi lebih dari 100
permenit dan pernafasan lebih dari 28 per menit, lebih-lebih apabila
disertai sesak nafas, maka keadaan sangat berbahaya (dekompensasi
kordis berpotensi) dan wanita harus diobati dengan digitalis. Biasanya
wanita disuntik intravena perlahan-lahan dengan delanosid (cedilanid)
1,2 mg sampai 1,6 mg dengan dosis permulaan 0,8 mg. Jika perlu,
suntikan dapat diulang 1 atau 2 kali lagi dengan selang waktu 1 sampai
2 jam. Di samping itu pemberian oksigen, morfin(10-15 mg), dan
diuretikum, seperti furosemid (lasix), bermanfaat pula. Apabila sungguh-
sungguh sudah terjadi dekompensasi, maka terapinya sama seperti
tersebut di atas.
Dalam kala II, apabila tidak timbul gejala-gejala dekompensasi,
anak boleh lahir spontan, hanya ibu sedapat-dapatnya dilarang
meneran. Apabila janin belum lahir setelah persalinan kala II
berlangsung 20 menit, atau ibu tidak dapat dilarang meneran kuat,
maka sebaiknya persalinan diakhiri dengan forseps atau ekstraktor
vakum. Dekompensasi dalam kala II, memerlukan pengakhiran partus
dengan segera.
Penderita dalam kelas III dan IV tidak boleh hamil karena bahaya
terlampau besar. Apabila ia hamil juga, maka pada kehamilan kurang
dari 12 minggu, abortus terapetik perlu dipertimbangkan. Pada
kehamilan yang berjalan terus, untuk mencegah timbulnya
dekompensasi, sebaiknya ia harus berbaring terus selama kehamilan
dan nifas. Hal itu sukar dilaksanakan bagi kebanyakkan wanita. Sekali
terjadi dekompensasi dalam jalannya kehamilan penderita mutlak harus
dirawat dan berbaring terus sampai setelah anak lahir. Dengan digitalis,
istirahat baring, diuretikum biasanya gejla-gejala gawat jantung
biasanya lekas hilang.(Samil, 2007)
Penatalaksanaan Ibu Hamil Dengan Hipertensi
Penanganan Umum
• Segera rawat.
• Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum sambil mencari
riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau
keluarganya.
• Jika pasien tidak bernafas:
– Bebaskan jalan nafas.
– Beri oksigen dengan masker.
– Intubasi jika perlu.
• Jika pasien tidak sadar/koma:
– Bebaskan jalan nafas.
– Baringkan pada satu sisi.
– Ukur suhu.
– Periksa apakah ada kaku tengkuk.
• Jika pasien syok → lihat penanganan syok.
• Jika ada perdarahan → lihat penanganan perdarahan.
Jika Kejang
• Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit
untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau
darah.
• Bebaskan jalan nafas.
• Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah.
• Fiksasi untuk menghindari jatuhnya pasien dari tempat tidur.
Hipertensi Karena Kehamilan Tanpa Proteinuria
Jika kehamilan < 37 minggu, tangani secara rawat jalan :
• Pantau tekanan darah, proteinuria, dan kondisi janin tiap minggi.
• Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeclampsia.
• Jika kondisi janin memburuk, atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan
Preeklampsia Ringan
Jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda-tanda perbaikan,
lakukan penilaian dua kali seminggu secara rawat jalan :
• Pantau tekanan darah, proteinuria, reflex, dan kondisi janin.
• Anjurkan istirahat baring selama 2 jam siang hari dan tidur >8 jam
pada malam hari
• Diet biasa.
• Tidak perlu diberi obat-obatan.
• Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
– Diet biasa;
– Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1x sehari;
– Tidak perlu obat-obatan
– Tidak perlu diuretic, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
– Jika tekanan diastolic turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan
• Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeclampsia
berat.
• Kontrol 2 x seminggu.
• Jika tekanan diastolic naik lagi → rawat kembali.
– Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan → tetap rawat.
– Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan.
– Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
• Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500
ml dekstrose IV 10 tetes/manit atau dengan prostaglandin.
• Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter foley, atau terminasi dengan seksio sesarea.
Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeclampsia berat dan eklampsia sama, kecuali
bahwa persalinan harus berlangsung 12 jam setelah timbulnya kejang dan
eklampsia.
Penanganan Kejang :
• Beri obat antikonvulsan.
• Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker
oksigen, oksigen).
• Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
• Aspirasi mulut dan tenggorokan.
• Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi untuk mengurangi resiko
aspirasi.
• Beri oksigen 2-4 liter/menit.
Penanganan Umum:
• Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolic di antara 90-100 mmHg.
• Pasang infuse Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau >).
• Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
• Kateterisasi urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
• Jika jumlah urin < 30 ml per jam:
• Infuse cairan dipertahankan 1 1/8 jam .
• Pantau kemungkinan edema paru.
• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
• Observasi tanda-tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap
jam.
• Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
• Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika ada edema paru, stop
pemberian cairan, dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV.
• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulopati.
Antikonvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene ; Lowdermilk, Deitra ; Jensen, Margaret. 2005. BUKU AJAR


KEPERAWATAN MATERNITAS. Jakarta ; EGC
Fraser, Dianne dan Cooper, Margaret. 2009. BUKU AJAR BIDAN MYLES.
Jakarta :EGC.
Hamilton, Mary Persis. 1995. DASAR – DASAR KEPERAWATAN
MATERNITAS. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. SINOPSIS OBSTETRI. Jakarta : EGC
Sinclaire, Constance. 2009. BUKU SAKU KEBIDANAN. Jakarta : EGC
Unpad. 1983. OBSTETRI FISIOLOGI. Jakarta : Elemen
PROJECT BASE LEARNING TRIGER II
TEORI DAN KONSEP KEHAMILAN

Oleh :

Army Khoirunnisa
NIM . 0810720015

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010

You might also like