Professional Documents
Culture Documents
OLEH
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu, dan berfilsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui
dalam kesemestaan yang tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti
mengkoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh
sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak kita lahir sampai kita
meninggal. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang pada diri kita
sendiri, apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?apakah ciri-ciri yang
hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan
ilmu?bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?
kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran ilmu?mengapa kita
mesti mempelajari ilmu?dan seterusnya.
2
B. TUJUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT
4
c) Beberapa filsuf mengajukan beberapa definifi pokok seperti:
o Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas
o Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta
nyata,
o Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan:
sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
o Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-
pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan
o Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa
yang ada katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.
d) Penulis sendiri mendefinisikan ilmu filsafat sebagai disiplin ilmu yang
mencari dan menggeluti segala yang ada sehingga sampai pada suatu
kebijaksanaan universal dengan mengunakan akal budi guna
merumuskanya secara sistematis, metodis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akal budi pula.
2. Ciri-Ciri Filsafat
Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berfikir
yang mempunyai karakteristik tertentu. Sementara itu Sidi Gazalba (1976)
yang dikutip oleh oleh Uhar Suharsaputra (2004) menyatakan bahwa ciri ber-
Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal.
Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak
tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak
terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik
artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional
dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara
menyeluruh tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.
5
b. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam
suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
d. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai
dengan kaidah logika)
3. Objek Filsafat
Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan
terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu
dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran.
Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. E.C.
Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) yang
dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004) menyatakan bahwa pertanyaan-
pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah :
Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter
6
and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan
waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus
Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan)
Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan
mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut
pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek
filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang dan kajian
yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek
filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah
objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir,
sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam
melihat obyek material tertentu.
7
c. Tahap/masa Modern (akhir abad ke-15 M
sampai abad ke-19 Masehi)
c. Masa Modern
e. Positivisme (Abad 20 M)
f. Alam Simbolis
8
namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the
basic principle of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan
prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud
9
Sesudah Socrates meninggal, filsafat Yunani terus berkembang dengan
Tokohnya Plato (427-347 S.M), salah seorang murid Socrates. Diantara
pemikiran Plato yang penting adalah berkaitan dengan pembagian relaitas ke
dalam dua bagian yaitu realitas/dunia yang hanya terbuka bagi rasio, dan dunia
yang terbuka bagi pancaindra, dunia pertama terdiri dari idea-idea, dan dunia
ke dua adalah dunia jasmani (pancaindra), dunia ide sifatnya sempurna dan
tetap, sedangkan dunia jasmani selalu berubah. Dengan pendapatnya tersebut,
menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya
Herakleitos dengan pendapatnya Permenides, menurut Herakleitos segala
sesuatu selalu berubah, ini benar kata Plato, tapi hanya bagi dunia Jasmani
(Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali
sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga benar kata Plato, tapi hanya
berlaku pada dunia idea saja.
10
materi dan bentuk itu merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk
memperkukuh dimungkinkannya Ilmu pengetahuan atas dasar bentuk dalam
setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga menjadi dasar bagi
pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan bentuk, bentuk
adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka
konsekwensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga
akan hancur.
11
banyak hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar
tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional).
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada
satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu "saya ragu-ragu". Ini bukan
khayalan, tetapi kenyataan, bahwa "aku ragu-ragu". Jika aku menyangsikan
sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata
kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah "cogito ergo sum",
aku berpikir (= menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat
disangkal lagi. -- Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan
"jelas, dan terpilah-pilah" -- "clearly and distinctly", "clara et distincta".
Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.
Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
12
tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi
berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada
apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya,
sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan
sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang
adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin
otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin
otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki
kecerdasan buatan).
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu
yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan
pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak
memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian
hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari
"probable" (berpeluang). Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan
13
bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri,
namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita
bicara tentang "hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita
membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja,
yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume merupakan
pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang
dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas
tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Dengan kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu
sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa
masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita
ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar
kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan
konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak
mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"),
namun hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang".
Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan
bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah
kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk
kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
14
Barok, yang menekankan akal budi. Sistem filsafatnya juga menggunakan
menggunakan matematika. Para filsuf periode ini adalah Rene Descrates,
Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1710).
Periode ketiga ditandai dengan fajar budi ("enlightenment" atau
"Aufklarung"). Para filsuf katagori ini adalah John Locke (1632-1704), G
Berkeley (1684-1753), David Hume (1711-1776). Dalam katagori ini juga
dimasukkan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) dan Immanuel Kant. Masa
kini (1800-sekarang).
15
Dari sini dapat difahami munculnya sejumlah aliran-aliran penting
dewasa ini: Positivisme menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu
dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.
Manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis" dibutuhkan figur
dewa-dewa untuk "menerangkan" kenyataan. Meningkat remaja dan mulai
dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis. Pada tahap dewasa dan
matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah. Aliran positivisme
dianut oleh August Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873) dan H
Spencer (1820-1903), dan dikembangkan menjadi neo-positivisme oleh
kelompok filsuf lingkaran Wina.
16
Ditangan Friedrich Engels (1820-1895), dan lebih-lebih oleh Lenin,
Stalin dan Mao Tse Tung, aliran filsafat Marxisme ini menjadi gerakan
komunisme, yaitu suatu ideologi politik praktis Partai Komunis di negara
mana saja untuk merubah dunia. Sangat nyata bahwa dimana saja Partai
Komunis itu menjalankan praktek-praktek yang nyatanya mengingkari hak-
hak azasi manusia, dan karena itu tidak berperikemanusiaan (dan tak ber
keTuhanan pula!).
17
Disamping itu masih ada aliran filsafat analitik yang menyibukkan diri
dengan analisis bahasa dan analisis atas konsep-konsep. Dalam berfilsafat,
jangan katakan jika hal itu tidak dapat dikatakan. "Batas-batas bahasaku
adalah batas-batas duniaku". Soal-soal falsafi seyogyanya dipecahkan melalui
analisis atas bahasa, untuk mendapatkan atau tidak mendapatkan makna
dibalik bahasa yang digunakan. Hanya dalam ilmu pengetahuan alam
pernyataan memiliki makna, karena pernyataan itu bersifat faktual. Tokoh
pencetus: Ludwig Wittgenstein (1889-1952).
18
Sheldon G. Levy yang dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004)
menyatakan bahwa science has three primary goals. The first is to be able to
understand what is observed in the world. The second is to be able to predict
the events and relationships of the real world. The third is to control aspects
of the real world, sementara itu Kerlinger menyatakan bahwa the basic aim of
science is theory.dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari ilmu
adalah untuk memahami, memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian
di dunia, disamping untuk menemukan atau memformulasikan teori, dan teori
itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu
sehingga dapat diperoleh kefahaman, dan dengan kepahaman maka prediksi
kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas yang cukup tinggi, asalkan teori
tersebut telah teruji kebenarannya
4. Struktur Ilmu
Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir
dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur
nampak secara jelas. Menurut Savage & Amstrong, struktur ilmu merupakan
A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts,
concepts, and generalization. Dengan demikian struktur ilmu merupakan
ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi, keterkaitan tersebut
membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu menurut H.E. Kusmana
struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang
akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep,
generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan
mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang
bersangkutan.
Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat
dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :
a. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,
generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang
bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya
b. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas
permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.
19
Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai
yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta
makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena
lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Increasing
Increasing
specificity
transfer
value
TEORI
GENERALISASI
KONSEP-KONSEP
FAKTA-FAKTA
Dari gambar tersebut nampak bahwa bagian yang paling dasar adalah
fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi bahan atau digunakan untuk
mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep menunjukan ciri
keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat
diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer
waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer
yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang
lebih universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh
waktu dan tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana
saja (hal ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun demikian
keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya.
5. Objek Ilmu
Setiap ilmu mempunyai objeknya sendiri-sendiri, objek ilmu itu sendiri
akan menentukan tentang kelompok dan cara bagaimana ilmu itu bekerja
dalam memainkan perannya melihat realitas. Secara umum objek ilmu adalah
alam dan manusia, namun karena alam itu sendiri terdiri dari berbagai
20
komponen, dan manusiapun mempunyai keluasan dan kedalam yang berbeda-
beda, maka mengklasifikasikan objek amat diperlukan. Terdapat dua macam
objek dari ilmu yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah seluruh bidang atau bahan yang dijadikan
telaahan ilmu, sedangkan objek formal adalah objek yang berkaitan dengan
bagaimana objek material itu ditelaah oleh suatu ilmu, perbedaan objek setiap
ilmu itulah yang membedakan ilmu satu dengan lainnya terutama objek
formalnya. Misalnya ilmu ekonomi dan sosiologi mempunyai objek material
yang sama yaitu manusia, namun objek formalnya jelas berbeda, ekonomi
melihat manusia dalam kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya, sedangkan sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar
manusia.
6. Pembagian/Pengelompokan Ilmu
Semakin lama pengetahuan manusia semakin berkembang, demikian
juga pemikiran manusia semakin tersebar dalam berbagai bidang kehidupan,
hal ini telah mendorong para akhli untuk mengklasifikasikan ilmu ke dalam
beberapa kelompok dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri, namun seara
umum pembagian ilmu lebih mengacu pada obyek formal dari ilmu itu sendiri,
sedangkan jenis-jenis di dalam suatu kelompok mengacu pada obyek
formalnya. Pada tahap awal perkembangannya ilmu terdiri dari dua bagian
yaitu :
1. trivium yang terdiri dari :
a. gramatika, tata bahasa agar orang berbicara benar
b. dialektika, agar orang berfikir logis
c. retorika, agar orang berbicara indah
2. quadrivium yang terdiri dari :
a. aritmetika, ilmu hitung
b. geometrika, ilmu ukur
c. musika, ilmu musik
d. astronomis, ilmu perbintangan
pembagian tersebut di atas pada dasarnya sesuai dengan bidang-
bidang ilmu yang menjadi telaahan utama pada masanya, sehingga ketika
pengetahuan manusia berkembangan dan lahir ilmu-ilmu baru maka
21
pembagian ilmupun turut berubah, sementara itu Mohammad Hatta membagi
ilmu pengetahuan ke dalam :
a. ilmu alam (terbagi dalam teoritika dan praktika)
b. ilmu sosial (juga terbagi dalam teoritika dan praktika)
c. ilmu kultur (kebudayaan)
22
d. Ilmu seni
e. Ilmu jiwa
f. Dan lain sebagainya
dalam pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, Endang
Saifudin Anshori menyatakan bahwa hal itu hendaknya jangan dianggap tegas
demikian/mutlak, sebab mungkin saja ada ilmu yag masuk satu kelompok
namun tetap bersentuhan dengan ilmu dalam kelompok lainnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa pembagian ilmu pengetahuan
sebaiknya didasarkan pada objeknya atau sasaran persoalannya, dia membagi
ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1. ilmu yang cosmologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat jasadi,
misalnya fisika, kimia dan ilmu hayat.
2. ilmu yang noologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat rohaniah
seperti ilmu jiwa.
Herbert Spencer, membagi ilmu atas dasar bentuk pemikirannya/objek formal,
atau tujuan yang hendak dicapai, dia membagi ilmu ke dalam dua kelompok
yaitu :
1. ilmu murni (pure science). Ilmu murni adalam ilmu yang maksud
pengkajiannya hanya semata-mata memperoleh prinsi-prinsip umum atau
teori baru tanpa memperhatikan dampak praktis dari ilmu itu sendiri,
dengan kata lain ilmu untuk ilmu itu sendiri.
2. ilmu terapan (applied science), ilmu yang dimaksudkan untuk diterapkan
dalam kehidupan paraktis di masyarakat.
Pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mesti dipandang
sebagai kerangka dasar pemahaman, hal ini tidak lain karena pengetahuan
manusia terus berkembang sehingga memungkinkan tumbuhnya ilmu-ilmu
baru, sehingga pengelompokan ilmu pun akan terus bertambah seiring dengan
perkembangan tersebut, yang jelas bila dilihat dari objek materilnya ilmu
dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok saja, yaitu ilmu yang
mengkaji/menelaah alam dan ilmu yang menelaah manusia, dementara variasi
penamaannya tergantung pada objek formal dari ilmu itu sendiri.
23
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan
suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi,
dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi
ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai
dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektuan manusia
24
Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini
berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat
berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau
dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan
ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir
reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
25
memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka
diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna
khusus tentang istilah tersebut.
26
dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis
serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai
kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu
itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka
dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian
lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan eksperimen,
demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam
kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum
disiplin intelektual (keilmuan).
Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.
Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk
difahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan
terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam
struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang
dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti : Theory of science, meta science,
methodology, dan science of science, semua istilah tersebut nampaknya
menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada
dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu .
Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai
cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-
ciri dan cara pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri
spesifik yang menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu
dengan pengetahuan biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan
- pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-
asumsi ilmu yang biasanya diterima begitu saja (taken for granted), Dengan
demikian filsafat ilmu merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau
filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan dan penelaahan secara mendalam
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, apabila digambarkan hubungan tersebut
nampak sebagai berikut :
Menjawab
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
27
Bertanya
Gambar 4.1. Hubungan Filsafat, Ilmu dan Filsafat Ilmu
2. Ernest Nagel
a. Logical pattern exhibited by explanation in the sciences
b. Construction of scientific concepts
28
c. Validation of scientific conclusions
3. Scheffer
a. The role of science in society
b. The world pictured by science
c. The foundations of science
Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa semua itu lebih bersifat
menambah terhadap lingkup kajian filsafat ilmu, sementara itu Jujun S.
Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk
pertanyaan, pada dasar filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan
objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan
ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu
lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :
1. ontologi
2. epistemologi
3. axiologi
Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian
ini mencakup masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta
bagaimana hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia.
29
3. masalah-masalah metodologis tentang ilmu
4. masalah-masalah logis tentang ilmu
5. masalah-masalah etis tentang ilmu
6. masalah-masalah tentang estetika
Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah
metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi jika demikian, karena
sebenarnya metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan
tentang bukti-bukti adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan
dalam arti umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan
ilmiah, maupun pengetahuan filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas
metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur
logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan
dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama berkenaan
dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari
suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu
memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat.
Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-
nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.
30
sumbangan bagi sistimatisasi informasi bagi dunia, tugas ilmuwan adalah
menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi yang
sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta
merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti
bahwa dalam pandangan ini penekanannya terletak pada keadaan
pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta upaya penambahannya baik hukum,
prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih bersifat
praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki sesuatu,
membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk
memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).
Pandangan ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau
pandangan heuristik (arti heuristik adalah menemukan), dalam pandangan ini
ilmu dilihat lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan
skema konseptual yang saling berkaitan yang sangat penting bagi penelitian.
Dalam pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk hukum-hukum
umum yang melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau objek
empiris yang menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan
menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat
memprediksi kejadian-kejadian masa datang, seperti dikemukakan oleh
Braithwaite dalam bukunya Scientific Explanation bahwa the function of
science… is to establish general laws covering the behaviour of the empirical
events or objects with which the science in question is concerned, and thereby
to enable us to connect together our knowledge of the separately known
events, and to make reliable predictions of events as yet unknown.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu
mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat
membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi
berbagai kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi
dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu
diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia
menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas
tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan
pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka
perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat
31
probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang
bersifat unpredictable.
32
seimbang dengan minat dan upaya mengetahui proses kehidupan itu. Sehingga
pada umumnya pengetahuan manusia itu menjadi pincang dan tidak utuh. Upaya
mengetahui proses kehidupan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban
manusia, telah mengantarkan manusia mengenal adanya hukum-hukum yang pasti
dan teliti menguasai alam raya ini.
Gambaran yang nyata dari pengetahuan ini terlihat dengan jelas dalam ilmu-
ilmu fisika, kimia, biologi dan astronomi. Ilmu-ilmu tersebut mengungkapkan
betapa alam raya ini tercipta secara teratur dan terkontrol sedemikian teliti dengan
hukum-hukum yang pasti. Ilmu pengetahuan astronomi memperkenalkan betapa
teraturnya gerakan bintang-bintang pada garis edarnya masing-masing.
Bumi tempat kita hidup, yang berputar pada sumbunya dan beredar pada
orbitnya di sekeliling matahari dalam jangka waktu tertentu dan pasti
menyebabkan silih bergantinya siang dan malam, dan bertukarnya satu musim ke
musim yang lain dengan sangat teratur, semuanya berjalan secara eksakta (tepat)
dan dapat dihitung secara matematik. Selanjutnya ilmu pengetahuan alam
memperkenalkan adanya hukum fisika, kimia, serta biologi, seperti hukum
propors, hukum konservasi, hukum gerak, hukum gravitasi, hukum relativitas,
hukum Pascal, kode genetik, hukum reproduksi dan embriologi.
Penemuan hukum-hukum alam (natuurwet) sebagaimana disinggung di atas
memberikan informasi yang jelas betapa alam raya ini mulai dari bagian-
bagiannya yang terkecil seperti partikel-partikel dalam inti atom yang sukar
dibayangkan kecilnya sampai kepada galaksi-galaksi yang tak terbayangkan besar
dan luasnya, semua bergerak menurut ketentuan-ketentuan hukum alam yang
mengaturnya. Dan yang lebih dekat dapat diamati ialah pada tubuh jasmani kita
sendiri. Ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 50
juta sel, jumlah panjang jaringan pembuluh darahnya sampai 100.000 km dan
lebih 500 macam proses kimiawi terjadi di dalam hati.
Tubuh manusia jauh lebih rumit dan lebih menakjubkan daripada pesawat
komputer. Fungsi-fungsi tubuh yang tidak tampak, lebih mengesankan lagi. Tanpa
kita sadari tubuh mengatur suhu badan kita, tekanan darah kita, pencernaan dan
tugas-tugas lain yang tidak terbilang banyaknya. Pusat pengatur tubuh, yakni otak,
memiliki daya rekam dan kemampuan menyimpan lebih banyak informasi
dibandingkan dengan pesawat apapun. Organ-organ tubuh itu bekerja secara
otomatis di luar kehendak dan pengetahuan kita. Peredaran darah, paru-paru,
33
jantung, ginjal dan pernafasan terus bekerja secara rutin dengan teliti, meskipun
tidak diperintahkan sang manusia itu sendiri. Bahkan mungkin sekali ia tidak
mengetahui betapa sibuknya organ-organ tubuh itu melaksanakan tugasnya
masing-masing, demi kelangsungan hidup manusia.
Perkembangan mutakhir dari ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan
lahirnya ilmu-ilmu sosial, bermuara kepada suatu kesimpulan yang sama, bahwa
manusia dan masyarakatnya dikuasai juga oleh hukum-hukum yang teliti dan
pasti, tidak ada bedanya dengan alam di luar manusia. Ilmu-ilmu ini
mengungkapkan bahwa kehidupan dan perilaku manusia diatur oleh ketentuan-
ketentuan yang ada di luar kemauan manusia itu, seperti hukum-hukum ekologi
(pengaruh lingkungan), dorongan naluriah, warisan genetik, kekuatan
supranatural, dan hukum sejarah.
Di balik penemuan-penemuan ilmiah tersebut di atas muncul suatu teori
ilmiah baru yang disebut "deteminisme ilmiah" (al-jabriyah al-`ilmiyah) yang
melukiskan manusia sebagai pion-pion nasib (sesuatu yang sudah ditentukan
semula). Stoicisme melihat bahwa manusia bahkan seluruh alam telah ditentukan
secara rasional oleh akal universal (ini istilah filsafat yang berarti kekuatan yang
merupakan sumber pengaturan alam semesta). Menurut teori ini, tugas manusia
hanyalah memahami dan menempatkan dirinya dalam kerangka akal universal
terseb ut.
Adanya sejumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai hukum yang
mengatur segala makhluk dan gerak di alam raya ini, biasanya dalam bahasa ilmu
pengetahuan disebut `natuurwet' atau hukum alam. Di dalam bahasa Alquran,
kadangkala disebut "sunnatullah" seperti dalam surat al-Fathir ayat 43: Maka
sekali-kali kamu tidak akan mendapat ergantian bagi sunnatullah itu dan sekali-
kali kamu tidak pula menemui penyimpangan dari sunnatullah itu.
Dalam terminologi teologi, hal semacam itu termasuk dalam kategori qadha
dan qadar (takdir). Namun istilah ini lebih mendominasi hal-hal yang
bersangkutan dengan perilaku manusia, dan seringkali secara kurang hati-hati
dianggap identik dengan faham Jabariah (teori determinisme). Sumber,
http://mubarok-institute.blogspot.com
F. PERMASALAHAN FILSAFAT :
1. Persoalan Filsafat
34
Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan
memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu
cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas,
dan keindahan.
a. Tentang ”Ada”
d. Tentang ”Penyimpulan”
35
pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan
untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat
yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan
alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari
persoalan tentang penyimpulan.
f. Tentang ”Keindahan”
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang
keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan
ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama
dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
2. Makna
Makna merupakan salah satu unsur sarana ilmiah yang harus dikuasai
oleh seorang ilmuwan, supaya dalam uraian ilmiahnya mudah dipahami dan
tidak menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu istilah-istilah yang
digunakan harus dimaknai untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan
istilah-istilah tersebut, harus jelas dan singkat serta mudah dipahami.
36
oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui
tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta
dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada
dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non
ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang
mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya
yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai
proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa
ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran
yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa
mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil
temuannya diletakkan dalam satu kesatuan sistem (Wibisono, 1982).
Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah
telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan
fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian
dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran
manusia.
a. Hakekat Kebenaran
Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah
dilaksanakan. Yang pasti bahwa benar” itu pasti “tidak salah”. Pertanyaan-
pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki
empat, mengapa burung bisa terbang, dsb kadang tidak terjawab secara
baik oleh orang tua kita. Sehingga akhirnya kita sering menganggap
sesuatu sebagai yang memang sudah demikian wajarnya. Banyak para ahli
yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk
bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat kebenaran ini bisa diulas
dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan
kebenaran filsafat.
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah
sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas,
bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filsafat selalu salah. Malah
37
bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih
“benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika,
penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik adalah kasus
patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh puluhan
pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa
dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass
spectrometry, x-ray diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George
Despinis, Angelos Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai
ahli geologi dan mengatakan bahwa patung tersebut palsu karenaterlalu
fresh, seolah tidak pernah terkubur, kelihatan janggal. Akhirnya patung itu
dibeli dengan harga tinggi oleh museum J. Paul Getty di California dengan
asumsi kebenaran ilmiah lebih bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan
kemudian membuktikan bahwa semua dokumen tentang surat tersebut
palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di Roma tahun 1980.
Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink karya Malcolm
Gladwell.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal,
sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia. Epistemologi berkaitan
dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan
dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, sehingga
tepat apabila dihubung-hubungkankan dengan metodologi.
Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang dan mapan, sistematis dan logis. Pada dasarnya metode
ilmiah dilandasi:
• Kerangka pemikiran yang logis.
• Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan
kerangka pemikiran.
• Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya
secara faktual.
38
dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang
selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau
lebih teori kebenaran.
b. Teori Kebenaran
Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa
yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang
dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori
koherensi. Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan
kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan
kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap
benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Matematika
adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian
berdsarkan teori koheren
Paham lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori
korespondensi. Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan
adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan bahwa “
ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah
benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni
Jakarta memang ibukota republik Indonesia.
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam
sebuah makalah yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How to make Our
Ideas Clear.” Teori ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf Amerika.
Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional dalam kehidupan
praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode
ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang
dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala
39
alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam
menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.
c. Kebenaran Ilmiah
Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses
penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat
ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.
Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat
fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja
di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat
pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada
manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan)
dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung
didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek
yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan
logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan
akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan
dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik
mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik
Undip ada di Tembalang.
Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap
benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika
deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa
Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip,
jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
40
d. Kebenaran non-Ilmiah
Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran
logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah.
Beberapa diantaranya adalah:
• Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat
dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat
diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang
tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga
menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease
oleh Dr. J.S. Summers.
• Kebenaran karena Akal Sehat (Common Sense): Akal
sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan
masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik
merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran
akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu
tidak benar.Â
• Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan
asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar
dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
• Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses
luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir.
Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan,
hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan
mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus
patung Kouros dan museum Getty diatas.
• Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang
diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode,
teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya
menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
• Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya
pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang.
41
Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya
lebih rendah daripada trial-error.
• Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima
karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa
ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas
dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya
diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar
tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
e. Kebenaran Filsafat
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan
sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau
mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan
pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok
(madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya) mungkin terminologi
yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias
menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran
realisme dan naturalisme sekaligus.
• Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya
sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh
seseorang.
• Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna,
yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya
sendiri.
• Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan
menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok
ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki
keseimbangan logika.
• Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi,
karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam
dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran
komunisme.
42
• Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam
dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
• Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus
menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir
adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna
dan kebenaran.
4. Mencari Kebenaran
43
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua
hal utama;
• Bahasa; manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar
belakangi informasi tersebut.
• Kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir
tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan
pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang
mampu menalar.
b) Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap
dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan
pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan
perasaan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh
sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang
benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran
mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria
kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut.
Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana
tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-
masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-
ciri tertentu
• Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas
dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau
dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu
44
kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika
tertentu.
• Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses
berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang
digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang
mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang
mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.
c) Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai
dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu.
Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses
penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat
didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.”
Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk
sesuai dengan dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran
maka hanya difokuskan kepada dua jenis penarikan kesimpulan, yakni
logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya
dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif, menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (khusus).
d) Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
45
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai
dua keuntungan.
a) Bersifat ekonomis.
b) Dimungkinkannya proses penalaran selanjutnya.
e) Deduksi
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebalikny dari
penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan
satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut
premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran
deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan
kesimpulan tergantung pada tiga hal yakni kebenaran premis mayor,
kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya
salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka
kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah
pengetahuan yang disusun secara deduktif.
f) Mendapatkan Pengetahuan yang Benar
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu, baik logika deduktif
maupun logika induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan
premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.
Kenyataan ini membawa kita kepada pertanyaan; bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan yang benar tersebut. Pada dasarnya terdapat
dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua
mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri
kepada rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada
pengalaman.
Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun
pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari
ide yang dianggapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka
46
bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh
sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama
idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut
yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan
bersifat apriori dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir
rasionalnya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya,
hanya dengan mengetahui prinsip yang didapat lewat penalaran rasionil
itulah maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam
alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum
rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman yang didapatkan manusia
lewat penalaran rasional.
Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat
bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran yang
abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan lewat
tangkapan panca indra.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk
mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui
adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang
didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan induk
produk dari sebauh rangkaian penalaran.
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada
suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas permasalah tersebut. Tanpa
melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya.. intuisi
juga bisa bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban
atas suatu permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang
itu secara sadar sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara
teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat
digunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan
benar atau tidaknya suatu penalaran.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada
manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya
sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai
47
kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup
masalah yang bersifat transedental kepercayaan kepada Tuhan yang
merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai suatu
pengantara dan kepercayaan terhadap suatu wahyu sebagai cara
penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan pengetahuan ini..
kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau pernyataan harus
dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa saja dikaji lewat
metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-
pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di pihak lain
secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan
tersebut.
Dalam memulai mencari kebenaran, pada tahap ini kita akan
menghadapi pertanyaan ”what” dan ”when” (apa dan kapan). Kemudian
jalan pembuktiannya kita lakukan. Dalam pembuktian ini kita memasuki
tahap ”why” dan ”how” (mengapa dan bagaimana). Karena pencarian
kebenaran sampai pada tahap ini maka dalam mencari kebenaran kita
harus menggunakan alur rasio kita (thinking), dengan melibatkan seluruh
panca indera kita (feeling), disertai dengan mengerahkan kemampuan
untuk merasakan sesuatu (sensing) sampai batas menemukan suatu
kebenaran dan pembenaran yang hakiki (believing). Dan pada akhirnya
akhir ataupun ujung dari proses pencarian/menemukan suatu kebenaran ini
sangat bersifat relatif bergantung masing-masing individu sesuai dengan
kapasitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya, karena setiap orang
memiliki persepsi yang sangat berbeda tentang kebenaran.
Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa filsafat berkembang demikian
luas sejak jaman Yunani kuno sampai dengan jaman modern ini. Pada intinya
setiap orang yang berfilsafat berupaya untuk menemukan kebenaran yang
hakiki. Untuk menemukan kebenaran ternyata sangat relatif sekali, yaitu
tergantung kapasitas ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut.
48
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan
filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta
sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan
yang terorganisisr dan sistematis.
Dalam memperoleh kebenaran yang bermakna dan makna yang benar setiap
individu harus menggunakan cara memperoleh kebenaran dengan menggunakan
empat alur pemikiran filsafati yaitu : Alur rasional (thingking), Empirik (sensing),
intuisi (feeling), dan Autoritarian atau kepercayaan (believing). Oleh karena itu
kebenaran yang diperoleh manusia adalah relatif, tergantung cara memperoleh
kebenaran yang dipakai, sedang kebenaran yang berasal dari tuhan bersifat hakiki.
49
BAB III
KESIMPULAN
Berfilsafat bisa dilakukan oleh setiap orang. Seseorang yang berfilsafat pada
hakikatnya sedang mempelajari dirinya sendiri. Karena seseorang yang berfilsafat
pada penghujung petualangannya dengan suatu tindakan berpikir yang menggunakan
akal budi untuk mencari dan menemukan menemukan kebenaran hakiki. Tetapi
kebenaran ini sangat bersifat relatif bergantung kapasitas ilmu dan pengetahuan yang
dimilikinya. Semakin kaya seseorang dengan ilmu dan pengalaman maka semakin
luas pula ruang lingkup filsafat yang akan dia jangkau.
50
DAFTAR PUSTAKA
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
http://duaberita.blog.friendster.com
http://cacau.blogsome.com/
http://mawardiumm.blogspot.com/
hhttp://mubarok-institute.blogspot.com
http://purmadi.wordpress.com/2007/09/15/filsafat-dan-pembagiannya/
http://uharsputra.files.wordpress.com/2007/04/fllsafat-ilmu.doc
51