Professional Documents
Culture Documents
Bahasa
• Menurut hasil penelitian Prof. Dr. H. Kern, bahasa yang digunakan termasuk rumpun bahasa
Austronesia yaitu : bahasa Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia.
• Terjadinya perbedaan bahasa antar daerah karena pengaruh faktor geografis dan perkembangan
bahasa.
• Pithecanthropus Majokertensis, ditemukan di daerah Mojokerto
• Pithecanthropus Soloensis, ditemukan di daerah Solo
C. Fosil
(bahasa Latin: fossa yang berarti "menggali keluar
dari dalam tanah") adalah sisa-sisa atau bekas-
bekas makhluk hidup yang
menjadi batu ataumineral. Untuk menjadi fosil, sisa-
sisa hewan atau tanaman ini harus segera
tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan
beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil
yang terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La
Brea di Kalifornia. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih ada
disebut fosil hidup. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi
dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan.Ilmu yang mempelajari fosil
adalah paleontologi, yang juga merupakan cabang ilmu yang direngkuh arkeologi.
secara singkat definisi dari fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sisa-sisa organisme.
2. Terawetkan secara alamiah.
1. Meganthropus Palaeojavanicus
Yaitu manusia purba paling primitif(tua), ditemukan oleh G.H.R. Von Koeningswald di
daerah Sangiran pada lapisan pleistosen bawah(lapisan pucangan)pada tahun 1936 dan 1941.
Hasil temuan fosil tersebut berupa tulang bagian bawah dan atas. Fosil yang serupa juga
ditemukan Marks dilapisan Kabuh(pleistosen tengah) pada tahun 1952. Berdasarkan penelitian
tulang rahang atas dan tulang rahang bawah, makanan Meganthropus Palaeojavanicus adalah
tumbuh-tumbuhan. Karena makanannya tanpa melalui proses pemasakan, maka gigi rahangnya
besar dan kuat. Meganthopus diperkirakan hidup pada 2-1 juta tahun yang lalu. Sesuai Dengan
arti namanya, manusia purba besar dan tertua di Pulau Jawa.
Pada tahun 1890 Eugene Dubois menemukan fosil jenis Pithecanthropus di desa
Trinil(Ngawi)Jawa Timur di dekat lembah sungai Bengawan Solo, dengan memberi nama
Pithecanthropus Erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak.
a. Pithecanthropus Mojokertensis
Pada tahun 1936, telah ditemukan fosil tengkorak anak manusia purba oleh Weidenreich
didesa Jetis, Mojokerto. Fosil manusia purba tersebut diberi nama Pithecanthropus
Robustus, sedang Von Koeningswald menyebutnya Pithecanthropus Mojokertensis.
b. Pithecanthropus Soloensis
G.H.R. Von Koeningswald, Oppenorth, dan Ter Haar pada sekitar tahun 1931-1934
mengadakan penelitian di Lembah Sungai Bengawan Solo dan penemuan pertama di
Ngandong(Blora) adalah fosil Pithecanthropus Soloensis artinya manusia kera dari Solo,
kemudian ditemukan juga jenis Pithecanthropus di Sangiran yang diperkirakan hidup
pada 900.000 sampai 200.000 tahun yang lalu diperkirakan terdapat di Sumatera,
Kalimantan, dan Cina.
Homo artinya manusia. Jenis manusia purba yang paling maju dibandingkan dengan yang
lainnya. Penemuan fosil jenis Homo diawali pada tahun 1889, ketika Von Rietschoten
menemukan beberapa bagian dari tengkorak dan rangka manusia di daerah dekat
Tulungagung,Jawa Timur. Temuan tersebut selanjutnya diselidiki oleh Dr. Eugene Dubois dan
menamainya Homo Wajakensis termasuk ras asli Australia.
adalah nama yang diberikan oleh kelompok peneliti untuk spesies dari genus Homo, yang
memiliki tubuh dan volume otak kecil, berdasarkan serial subfosil (sisa-sisa tubuh yang belum
sepenuhnya membatu) dari sembilan individu yang ditemukan di Liang Bua, Pulau Flores, pada
tahun 2001.[1][2][3] Kesembilan sisa-sisa tulang itu (diberi kode LB1 sampai LB9) menunjukkan
postur paling tinggi sepinggang manusia moderen (sekitar 100 cm).
Para pakar antropologi dari tim gabungan Australia dan Indonesia berargumen menggunakan
berbagai ciri-ciri, baik ukuran tengkorak, ukuran tulang, kondisi kerangka yang tidak memfosil,
serta temuan-temuan sisa tulang hewan dan alat-alat di sekitarnya. [1][2] Usia seri kerangka ini
diperkirakan berasal dari 94.000 hingga 13.000 tahun yang lalu.[4]
Penemuan
Kerja sama penggalian Indonesia-Australia dimulai tahun 2001 untuk mencari jejak
peninggalan migrasi nenek moyang orang Aborigin Australia di Indonesia. Tim Indonesia
dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Puslitbang Arkeologi Nasional (dulu Puslit Arkenas)
dan tim Australia dipimpin oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada bulan
September 2003, setelah penggalian pada kedalaman lima meter (ekspedisi sebelumnya tidak
pernah mencapai kedalaman itu), ditemukan kerangka mirip manusia tetapi luar biasa kerdil,
yang kemudian disebut H. floresiensis. Tulang-tulang itu tidak membatu (bukan fosil) tetapi
rapuh dan lembab. Terdapat sembilan individu namun tidak ada yang lengkap. Diperkirakan,
Liang Bua dipakai sebagai tempat pekuburan. Untuk pemindahan, dilakukan pengeringan dan
perekatan terlebih dahulu.
Individu terlengkap, LB1, diperkirakan adalah betina, ditemukan pada lapisan berusia
sekitar 18.000 tahun, terdiri dari tengkorak, tiga tungkai (tidak ada lengan kiri), serta beberapa
tulang badan. Individu-individu lainnya berusia antara 94.000 dan 13.000 tahun. Walaupun tidak
membatu, tidak dapat diperoleh sisa material genetik, sehingga tidak memungkinkan analisis
DNA untuk dilakukan. Perlu disadari bahwa pendugaan usia ini dilakukan berdasarkan usia
lapisan tanah bukan dari tulangnya sendiri, sehingga dimungkinkan usia lapisan lebih tua
daripada usia kerangka. Pendugaan usia kerangka dengan radiokarbon sulit dilakukan karena
metode konservasi tulang tidak memungkinkan teknik itu untuk dilakukan.
Pendapat bahwa fosil ini berasal dari spesies bukan manusia ditentang oleh kelompok
peneliti yang juga terlibat dalam penelitian ini, dimotori oleh Prof. Teuku Jacob dari UGM.
Berdasarkan temuannya, fosil dari Liang Bua ini berasal dari sekelompok orang katai Flores,
yang sampai sekarang masih bisa diamati pada beberapa populasi di sekitar lokasi penemuan,
yang menderita gangguan pertumbuhan yang disebut mikrosefali ("kepala kecil"). [5] Menurut tim
ini, sisa manusia dari Liang Bua merupakan moyang manusia katai Homo sapiens yang sekarang
juga masih hidup di Flores dan termasuk kelompok Australomelanesoid. Kerangka yang
ditemukan terbaring di Liang Bua itu menderita microcephali, yaitu bertengkorak kecil dan
berotak kecil.
Pada bulan September 2007, para ilmuwan peneliti Homo floresiensis menemukan
petunjuk baru berdasarkan pengamatan terhadap pergelangan tangan fosil yang ditemukan.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Homo floresiensis bukan merupakan manusia modern
melainkan merupakan spesies yang berbeda. Hal ini sekaligus menjadi jawaban terhadap
tentangan sejumlah ilmuwan mengenai keabsahan spesies baru ini karena hasil penemuan
menunjukkan bahwa tulang Homo floresiensis berbeda dari tulang Homo sapiens (manusia
modern) maupun manusia Neandertal.[6]
Dua publikasi pada tahun 2009 memperkuat argumen bahwa spesimen LB1 lebih primitif
daripada H. sapiens dan berada pada wilayah variasi H. erectus. Publikasi pertama yang dimuat
di Anthropological Science membandingkan LB1 dengan spesimen H. sapiens (baik normal
maupun patologis) dan beberapa Homo primitif. Hasil kajian morfometri ini menunjukkan bahwa
H. floresiensis tidak dapat dipisahkan dari H. erectus dan berbeda dari H. sapiens normal
maupun patologis karena mikrosefali.[7] Hasil analisis kladistika dan statistika morfometri
terhadap tengkorak dan bagian tulang lainnya dari individu LB1 (betina), dan dibandingkan
dengan manusia modern, manusia modern dengan mikrosefali, beberapa kelompok masyarakat
pigmi di Afrika dan Asia, serta tengkorak hominin purba menunjukkan bahwa H. floresiensis
secara nyata memiliki ciri-ciri berbeda dari manusia modern dan lebih dekat kepada hominin
purba, sebagaimana dimuat dalam jurnal Significance.[8][9] Meskipun demikian, kedua kajian ini
tidak membandingkan H. floresiensis dengan kerangka manusia kerdil Flores yang menderita
mikrosefali.
Ciri-Ciri Homo :
4. Hobbit
Para ilmuwan telah menemukan fosil-fosil tengkorak dari suatu spesies manusia yang
tumbuh tidak lebih besar dari kanak-kanak berusia lima tahun. Manusia kerdil yang memiliki
tengkorak seukuran buah jeruk ini diduga hidup 13.000 tahun lalu, bersama gajah-gajah pigmi
dan kadal-kadal raksasa seperti Komodo. Indonesia.
Tengkorak pertama dari spesies yang kemudian disebut sebagai Homo floresiensis atau Manusia
Fores itu ditemukan September 2003. Ia berjenis kelamin perempuan, tingginya saat berdiri
tegak kira-kira satu meter, dan beratnya hanya 25 kilogram. Ia diduga berumur sekitar 30 tahun
saat meninggal 18.000 tahun lalu.
F. Peta Penemuan Fosil Manusia Purba di Pulau Jawa
1. Sangiran 9 . Kabuh
10. Pucangan
2 . Sambungmacan 11. Mojokerto (jetis-Perning)
3 . Sonde
4 . Trinil
5 . Ngandong
7 . Kedung Brubus
8 . Kalibeng
G. Manusia Purba di luar Indonesia :
1. Ardipithecus ramidus
ras manusia yang hidup enam juta tahun lalu di kawasan Afar, Ethiopia.
'Ardi', demikian nama yang diberikan oleh para peneliti, dikumpulkan dari berbagai tulang
manusia yang ditemukan di wilayah itu selama lima belas tahun terakhir. Manusia ini tingginya
1, 20 meter dan beratnya 50 kilogram. Bentuk tangan, kaki, dan badan menunjukkan bahwa ia
merangkak dan memanjat pohon, tapi juga terkadang berjalan di atas kedua kaki.
Dari bentuk rahang, para ilmuwan menyimpulkan cara hidup Ardi tidaklah agresif. Menurut
ilmuwan, penemuan ini mengubah teori yang berlaku selama ini mengenai asal usul manusia.
2. Homo antecessor
Hidup sebelum manusia Neanderthals dan Homo Sapiens, diduga datang ke gua-gua
Atapurca setelah mengalami migrasi dari Afrika dan melewati Timur Tengah, Italia utara dan
kemudian Prancis.
Sejarah Penemuan Fosil Manusia Purba, Manusia Kera dan Manusia Modern
Secara umum penemuan fosil manusia dari jaman ke zaman terbagi atas tiga kelompok, yaitu
manusia kera, manusia purba dan manusia modern.
Yang perlu diingat adalah bahwa teori ini hanya dugaan dan tidak terbukti kebenarannya karena
teori evolusi telah runtuh. Fosil manusia lama yang ditemukan bisa saja bukan fosil manusia atau
manusia yang memiliki bentuk ciri tubuh yang unik, atau bahkan hasil rekayasa.
1. Australopithecus Africanus
1. Sinanthropus Pekinensis
Sinanthropus pekinensis adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di
gua naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz
Weidenreich. Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok
pithecanthropus karena memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup
di era zaman yang bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi
otak sekitar kurang lebih 900 sampai 1200 cm kubik.
4. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus adalah manusia purba yang pertama kali fosil telang belulang
ditemukan di Trinil Jawa Tengah pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois. Pithecanthropus erectus
hidup di jaman pleistosin atau kira-kira 300.000 hingga 500.000 tahun yang lalu. Volume otak
Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil
manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian
tulang tengkorak.
C. Manusia Modern
Pengertian atau arti definisi manusia modern adalah manusia yang termasuk ke dalam spesies
homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar 15.000 hingga
150.000 tahun yang lalu. Manusia modern disebut modern karena hampir mirip atau menyerupai
manusia yang ada pada saat ini atau sekarang.
Sebagai contoh, seharusnya terdapat beberapa jenis makhluk setengah ikan - setengah reptil
di masa lampau, dengan beberapa ciri reptil sebagai tambahan pada ciri ikan yang telah mereka
miliki. Atau seharusnya terdapat beberapa jenis burung-reptil dengan beberapa ciri burung di
samping ciri reptil yang telah mereka miliki. Evolusionis menyebut makhluk-makhluk imajiner
yang mereka yakini hidup di masa lalu ini sebagai "bentuk transisi".
Jika binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka muncul
dalam jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi, sisa-sisa makhluk-
makhluk aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah bentuk-bentuk peralihan ini pun
semestinya jauh lebih besar daripada spesies binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya
ditemukan di seluruh penjuru dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
"Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang tak terhitung
jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama…. Sudah tentu bukti
keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan fosil."
Bahkan Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia berharap
bentuk-bentuk peralihan itu akan ditemukan di masa mendatang. Namun di balik harapan
besarnya ini, ia sadar bahwa rintangan utama teorinya adalah ketiadaan bentuk-bentuk peralihan.
Karena itulah dalam buku The Origin of Species, pada bab "Difficulties of the Theory" ia
menulis:
... Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit,
mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di mana pun? Mengapa alam tidak
berada dalam keadaan kacau-balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan
bentuk sebaik-baiknya?.... Menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah
besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah tidak
terhitung?.... Dan pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa
sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah lama
kesulitan ini sangat membingungkan saya.2
Satu-satunya penjelasan Darwin atas hal ini adalah bahwa catatan fosil yang telah ditemukan
hingga kini belum memadai. Ia menegaskan jika catatan fosil dipelajari secara terperinci, mata
rantai yang hilang akan ditemukan.
Karena mempercayai ramalan Darwin, kaum evolusionis telah berburu fosil dan melakukan
penggalian mencari mata rantai yang hilang di seluruh penjuru dunia sejak pertengahan abad ke-
19. Walaupun mereka telah bekerja keras, tak satu pun bentuk transisi ditemukan. Bertentangan
dengan kepercayaan evolusionis, semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa
kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap. Usaha mereka
untuk membuktikan teori evolusi justru tanpa sengaja telah meruntuhkan teori itu sendiri.
Teori evolusi menyatakan bahwa spesies makhluk hidup terus-menerus berevolusi menjadi
spesies lain. Namun ketika kita membandingkan makhluk hidup dengan fosil-fosil mereka, kita
melihat bahwa mereka tidak berubah setelah jutaan tahun. Fakta ini adalah bukti nyata yang
meruntuhkan pernyataan evolusionis.
Pict of starfish: Fosil bintang laut berumur 400 juta tahun tidak
mengalami perubahan hingga kini.