You are on page 1of 12

KARAKTERISTIK EKOSISTEM PERAIRAN MENGALIR

(Studi Kasus : Sungai Cihideung)

Penulis: Kelompok 61

ABSTRAK
Praktikum ekosistem perairan mengalir melalui studi kasus Sungai Cihidueng
memiliki tujuan antara lain, mengetahui komponen ekosistem di perairan mengalir,
mengetahui interaksi antara komponen biotik dan abiotik di ekosistem perairan mengalir
dan mempelajari karakteristik perairan mengalir. Praktikum ini dilaksanakan dengan cara
melakukan pengamatan langsung ke lokasi yaitu di Sungai Cihideung. Di lokasi ini
diambil beberapa sampel untuk mengetahui parameter fisika, kimia dan biologi dari
perairan mengalir ini. Penentuan parameter fisika dilihat dari warna perairan, tipe
substrat, suhu perairan, kecerahan perairan, arus, dan kedalaman perairan. Parameter
kimia ditentukan oleh derajat keasaman pH. Sedangkan parameter biologi dilihat dari
sampel organisme yang terdapat pada perairan mengalir yang meliputi plankton,
perifiton, neuston, nekton, dan benthos.
Benthos yang ditemukan kebanyakan adalah jenis keong-keongan dan nekton
berupa kepiting. Jenis perifiton yang banyak ditemukan adalah Nitzschia, Paramecium
sp, Navicula, dan Mougeotia. pH air sungai yang diperoleh adalah 6. Warna air coklat
keruh karena pada saat pengambilan data hujan turun. Kisaran kedalaman adalah 0,22
m – 1,01 m, suhu perairannya adalah 290C, tipe substrat perairan adalah batuan kecil
dan kerikil. Kisaran kecerahan perairan adalah 12,5% - 19,5%, kisaran kecepatan arus
0,0917 m/s – 0,3448 m/s. Perbedaan kecepatan arus sungai pada satu tempat dengan
tempat yang lain dipengaruhi oleh adanya batuan besar, dan pada saat pengambilan
data hujan turun sehingga kecepatan arus lebih besar dari keadaan normal. Kisaran debit
air sungai yang diperoleh 0,0500 m3 – 0,2072 m3. Lebar sungai adalah 15,75 m dan lebar
badan sungai adalah 17 m. Kelimpahan plankton yang paling besar terdapat pada SS3
dan paling kecil terdapat pada SS1.

PENDAHULUAN

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi,
dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Tetapi, bagi manusia kepentingannya
jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya karena air tawar merupakan
sumber air yang paling praktis dan menempati daerah kritis pada daur hidrologi.
Ekosistem perairan mengalir adalah perairan terbuka yang di dalamnya terdapat arus
dan memiliki gradien lingkungan yang terdapat interaksi antar komponen ekosistem,
contohnya sungai. Perairan mengalir umumnya memiliki arus dan penyebaran oksigen
yang bervariasi, serta pertukaran tanah dan air yang bersifat terbuka. Sungai adalah
suatu perairan terbuka yang di dalamnya terdapat arus, memiliki gradien dan masih
dipengaruhi oleh proses yang terjadi di daratan. Mata air sungai mengalir dari hulu
biasanya mencari jalan ke arah hilir yang lebih rendah hingga akhirnya bermuara ke laut.
Aliran air sungai melewati berbagai macam daerah yang mempunyai pengaruh masing
-masing yang berbeda terhadapnya (Walling, 1973 in Kenidas, 2003).
Ciri-ciri fisik ekosistem perairan mengalir diantaranya sebagai berikut: (1) Arus
air, dipengaruhi oleh jatuhnya aliran air dan laju aliran akan menurun pada ketinggian
yang rendah dan volume air akan meningkat. (2) Temperatur. Semakin besar arus maka

1
La Ode Ali Fatri (C54070001), Rizki Fitri Adriana Pohan (C5407002), Siti
Komariyah (C54070003), Arief Rizky (C54070005), Hollanda Arief Kusuma
(C54070006), I Putu Mandala Ardha Kusuma (C54070007), Nela Utari
(C54070053)
Di bawah bimbingan : Umi (THP 43)
akan mempertinggi riak apabila mengenai substrat dan gerak dinamika air yang akhirnya
menurunkan suhu air.
Tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain mengenal dan mempelajari
komponen-komponen penyusun ekosistem perairan mengalir, menjelaskan interaksi dan
hubungan timbal balik antar komponen penyusun ekosistem tersebut, dan menjelaskan
pengaruh lingkungan terhadap komponen penyusun ekosistem. Sungai Cihideung dipilih
sebagai lokasi pengambilan sampel karena sungai ini letaknya dekat dari kampus IPB
dan tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai lokasi.

BAHAN DAN METODE


Alat yang digunakan saat praktikum di Sungai Cihedeung adalah secchi disk
(digunakan untuk menentukan tingkat kecerahan perairan dengan cara mencelupkan
disk ke dalam air sampai tidak terlihat (ukur kecerahan) kemudian diangkat kembali
sampai terlihat (ukur kecerahan)), transek kuadrat 1x1 m (menentukan wilayah
pengambilan sampel, dengan cara meletakkan transek kuadrat di permukaan air), pipa
paralon sepanjang 2 m berdiameter 30 cm (digunakan untuk mengukur kedalaman),
botol film (untuk menyimpan sampel-sampel yang telah diambil), termometer (untuk
mengukur suhu perairan), ember plastik dengan ukuran 10 liter (tempat menampung air),
saringan kasar dan halus (digunakan untuk menyaring benthos), kantong plastik
transparan dengan ukuran 1 kg (tempat untuk menyimpan benthos), kertas label (untuk
menandai sampel yang telah diambil), cutter/pisau (untuk mengerik substrat (kayu)
tempat menempel perifiton), karet gelang (untuk mengikat ujung plankton-net dengan
botol film), spidol permanent (memberi nama pada sampel yang telah diambil), alat tulis
(menulis data-data yang diperoleh), kertas pH (mengukur tingkat keasaman perairan),
plankton net (menyaring plankton dengan cara menuangkan air dari ember ke dalam
plankton-net kemudian tunggu sampai plankton tersaring), data sheet (mencatat data
sementara), subber (menyaring benthos dengan memanfaatkan arus yang ada pada
sungai), bola pingpong (sebagai alat bantu untuk mengukur kecepatan arus di sungai)
dan tali rafia untuk mengukur lebar sungai dan badan sungai. Bahan yang digunakan
dalam praktikum lapangan antara lain aquades (untuk membersihkan benthos dari
lumpur-lumpur yang menempel), lugol (cairan yang ditambahkan pada perifiton dan
plankton sebagai pengganti formalin karena formalin terlalu keras dan bersifat menyerap
air), formalin 2 % ( cairan yang ditambahkan pada bentos).

Pengambilan Sampel di Lapang


Parameter fisika yang dilihat pada praktikum ini adalah warna perairan, tipe
substrat, suhu perairan, kecerahan, dan kedalaman perairan. Untuk melihat warna
perairan ditentukan secara visual dan sebaiknya dilakukan sebelum pengambilan
sampel. Hal ini dilakukan agar warna perairan tidak berubah karena substrat perairan di
dasar perairan tidak naik permukaan. Sementara itu, tipe substrat ditentukan dengan
cara mengambil sedimen yang berada di dasar perairan dengan menggunakan telapak
tangan atau merasakan dengan telapak kaki ketika masuk ke lapangan.
Pengukuran suhu perairan Sungai Cihideung dilakukan dengan menggunakan
termometer yang dicelupkan ke perairan tersebut secara vertikal ke dalam air selama
beberapa menit. Pada saat pencelupan, tangan diusahakan tidak menyentuh termometer
agar pengukuran suhu dapat dilakukan dengan benar. Pengukuran suhu juga dilakukan
sebanyak tiga kali di tiap sub stasiun secara diagonal pada lokasi transek kuadrat untuk
mengetahui perbandingan suhunya. Sementara untuk mengukur kecerahan digunakan
secchi disk. Pengukuran pertama, saat secchi disk menghilang untuk pertama kali dari
pandangan dihitung sebagai D1. Lalu, saat secchi disk ditarik dan kelihatan untuk
pertama kali dihitung sebagai D2. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan secara
diagonal di area sub-stasiun (transek kuadrat). Pengukuran kecepatan arus dilakukan
dengan bola pingpong yang dihubungkan dengan tali. Tali direnggangkan sepanjang satu
meter, kemudian dicatat dengan stopwatch waktu yang terpakai saat tali satu meter
tersebut meregang mengikuti arus sungai. Untuk menghitung debit air, kalikan luas
transek (1x1 m) dengan kedalaman sungai kemudian dibagi oleh satuan waktu.
Mengukur lebar sungai dilakukan dengan menggunakan tali rafia yang direntangkan di
sepanjang lebar sungai. Sedangkan lebar badan sungai diukur dengan cara
membentangkan tali tambang pada kedua titik terjauh ditepi sungai yang tergenang air
ketika terjadi pasang tertinggi. Kedalaman air dilakukan dengan cara memasukkan
paralon berskala pada posisi vertikal sampai menyentuh dasar. Kemudian lihat skala
yang ditunjukkan pada paralon tersebut.
Parameter kimia yang diukur untuk mengetahui pH perairan tersebut.
Pengukuran pH dengan menggunakan indikator universal yang dicelupkan ke dalam air
kemudian, warna yang disesuaikan pada tabel Indikator Universal. Parameter biologi
dilakukan dengan cara mengambil biota yang hidup di perairan tersebut. Plankton dapat
diambil dengan menggunakan plankton net yang telah diikatkan dengan botol film di
ujung bawah. Perifiton didapat dengan cara mengerik permukaan kayu, batang tanaman
air, batu maupun benda lain yang berada di dalam perairan. Benthos dapat diambil
dengan cara menggunakan surber dengan cara meletakkan surber ke dasar perairan dan
mulut bukaan surber melawan arus air. Lalu aduk substrat yang berada didepan bukaan
mulut surber hingga tersaring.

Analisa Laboratorium dan data


Kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disk yang dicelupkan ke dalam
perairan. Kedalaman tepat saat secchi disk tidak terlihat (saat dibenamkan) dicatat
sebagai D1. Kemudian kedalaman tepat saat sechi disk terlihat kembali dicatat sebagai
D2. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan tiga kali ulangan secara diagonal di dalam
daerah transek kuadrat pada setiap substasiun. Komponen kecerahan tersebut
D1 + D 2
menggunakan rumus D =
2

Keterangan:

D1= tinggi saat secchi disk tidak terlihat

D2= tinggi saat secchi disk terlihat

Pengukuran kecepatan arus dan besarnya debit air dapat ditentukan dengan rumus:
S
V= dan Q = A. V
t
Keterangan :
V : kecepatan arus ( m/s)
t : waktu yang dibutuhkan untuk melalui sisi transek(s)
Q : debit air sungai (m3/s)
V : kecepatan arus rata-rata (m/s)
A : luas transek (m2)
Sampel biologis dianalisis di laboratorium Biologi Makro 2 dan menggunkanan rumus
seperti dibawah.
xOi n 1 Vr
Rumus Kelimpahan Plankton (ind/l) N= x x x
Op xp Vs xVo
xOi n 1 Vr
Rumus Kepadatan Perifiton (ind/cm2) N = x x x
Op xp A xVo
n
Rumus Kepadatan Bentos (ind/m2) µ =
xM

Keterangan :
D1 : kedalaman tepat saat sechi disk tidak terlihat (saat dibenamkan)
D2 : kedalaman tepat saat sechi disk tidak terlihat (saat diangkat dari dasar)
Oi : luas gelas penutup (324mm2)
Op : luas satu lapang pandang (1,306 mm2)
Vs : volume air yang disaring dengan planktonet (100 liter)
Vr : volume botol contoh plankton hasil saringan (30 ml)
Vo : volume satu tetes air contoh (ml)
A : luas kerikan (4cm2)
n : jumlah plankton/perifiton/bentos
x : ulangan
P : jumlah lapang pandang sebanyak 5 kali
M : luas bukaan mulut alat ( 30 x 30 ) cm2 = 0,09 m2
: kepadatan benthos (ind/m2)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Lingkungan Perairan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran dan pengamatan di lapangan,
pada parameter fisika dapat diketahui perairan di Sungai Cihideung memiliki warna coklat
keruh dan tipe substrat berupa batuan kecil dan kerikil. Sungai Cihideung juga memiliki
suhu 29°C, kecerahan berkisar antara 12,5 – 19,5 meter dan memiliki pH 6. Sungai
Cihideung memiliki lebar badan sungai 17 m dan lebar sungai 16,75 m.

Tabel 1.Parameter Fisika Kimia Ekosistem Perairan Tergenang Situ Gede


Parameter Unit SS-1* SS-2* SS-3*
Fisika Warna - Coklat Keruh
0
Suhu C 29 29 29
Kedalaman m 0,22 – 0,32 0,20 – 0,35 0,71 – 1,01
Kecerahan m 12,5 – 16,5 13 – 16,5 17 – 19,5
Tipe substrat - Batuan kecil dan kerikil
L .B Sungai M 16,75
L . Sungai M 17
Kec Arus m/s 0.23-0.28 0,09-0.29 0.13-0.34
Debit Air m3/s 0.08 0.05 0.20
Kimia pH - 6

Parameter fisika yang menjadi objek pengamatan pada praktikum “Karakteristik


Ekosistem Perairan Mengalir” ini adalah warna perairan, kecerahan, kedalaman, suhu,
lebar badan sungai, lebar sungai, debit air, kecepatan arus, dan tipe substrat dasar
perairan, sedangkan parameter kimia yang diamati adalah derajat keasaman sungai
(pH). Parameter fisika dan kimia ini sangat mempengaruhi kondisi keseimbangan
perairan sungai.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa warna perairan berwarna coklat. Warna perairan
yang coklat ini dipengaruhi kekeruhan air di mana kekeruhan air disebabkan adanya
bahan tersuspensi, senyawa koloid, partikel-partikel lumpur, bahan hayati dan bahan
nirhayati dalam perairan tersebut ( Ewusie,1990).Tipe substrat pada Sungai Cihideung
yakni berupa substrat batuan kecil dan kerikil. Umumnya substrat pada perairan mengalir
adalah batuan dan kerikil. Hal ini menunjukkan adanya arus yang sedikit memungkinkan
terjadinya sedimentasi atau pengendapan.
Pengamatan kedalaman pada Sungai Cihideung selalu bertambah pada setiap
substasiun. Pada SS1 memiliki kisaran 0,22-0,32m, pada SS2 memiliki kisaran 0.20-0,35
m sedangkan pada SS3 0,71-1,01 m sehingga kedalaman perairan yang diamati memiliki
kisaran 0.22 – 1,01 m. Perbedaan kedalaman dari masing-masing pengamatan
disebabkan oleh kondisi geografis daerah tersebut. Adanya pengendapan atau
sedimentasi dari bahan-bahan hayati dan nonhayati yang dibawa arus air maupun akibat
terjadinya proses pendangkalan pada sungai tersebut turut mempengaruhi perbedaan
kedalaman yang terjadi. Kedalaman terlihat pada stratifikasi sungai secara horizontal,
sungai bagian hulu akan memiliki kedalaman yang lebih kecil dibandingkan dengan
sungai bagian tengah dan sungai bagian tengah akan memiliki kedalaman yang paling
besar dibandingkan dengan kedua bagian tersebut (Reid, 1961).
Kecerahan sungai pada setiap substasiun juga berbeda. Kecerahan berpengaruh
terhadap penyediaan energi dan aktivitas fotosintesis fotoplankton. Hal ini berhubungan
dengan kedalaman sungai dan intensitas cahaya matahari yang sampai pada permukaan
sungai. Dengan kata lain, faktor cuaca pun turut mempengaruhi parameter kecerahan ini.
Jika cuaca cerah, intensitas cahaya matahari yang sampai ke sungai lebih besar
daripada jika cuaca mendung atau berawan. Kisaran kecerahan pada Sungai Cihideung
12,5 – 16,5. Kecerahan paling besar adalah pada SS3 dengan kisaran 17 – 19,5 dan
kecerahan paling kecil adalah pada SS1 dengan kisaran 12,5 – 16,5. Kecerahan perairan
dipengaruhi daya tembus cahaya yang memasuki perairan tersebut. Sering kali penetrasi
cahaya dihalangi oleh partikel-partikel terkecil dalam air, apabila kekeruhan air
disebabkan oleh jasad-jasad hidup, maka pengukuran kecerahan merupakan indikasi
produktivitas (Odum,1971).
Sungai Cihideung tidak ada kisaran suhu karena suhu yang diperoleh dari setiap
ulangan bernilai sama, yaitu 29oC. Tidak terjadinya kisaran suhu pada sungai (perairan
mengalir) disebabkan karena adanya pergerakan arus yang menyebabkan pergerakan
massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menyebabkan tidak ada stratifikasi
suhu pada sungai, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Effendi (2001) yang
menyebutkan bahwa ciri dari sungai adalah arus yang searah dan relatif kencang. Pada
pengamatan kecepatan arus di Sungai Cihideung berkisar 0,22 – 0,34 m/s dan
kecepatannya bertambah dari SS1 ke SS2 dan ke SS3. Berdasarkan tabel dibawah
dapat dilihat pengamatan kecepatan arus masuk kedalam kategori sedang. Kisaran debit
air pada pengamatan di Sungai Cihideung 0.08 - 0.20 m3/s dan semakin meningkat mulai
dari substasiun 1 sampai substasiun 3. Hal ini dikarenakan kecepatan arus yang semakin
bertambah pada setiap sub stasiunnya. Debit air adalah banyak volume air yang berada
pada satu titik persatuan waktu. Sehingga, semakin tinggi debit air maka volume air yang
mengalir pun lebih tinggi ini menyebabkan lebar sungai lebih lebar. Lebar badan Sungai
Cihideung adalah sebesar 17 m Lebar sungai Sungai Cihideung adalah sebesar 16,75
m. Lebar sungai lebih kecil dari lebar badan sungai karena lebar badan sungai mencakup
lebar sungai saat kondisi air tertinggi. Lebar sungai dipengaruhi volume dan kecepatan
arus air.
Tabel 2. Klasifikasi kecepatan arus menurut Manson (1981)

Kecepatan arus cm/dtk Keterangan


<10 Sangat lamaban
10-25 Lamban
25-50 Sedang
50-100 Cepat
>100 Sangat cepat

Derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan


senyawa bersifat asam (Boyd, 1979). Adapun pH yang baik untuk kehidupan organisme
perairan yang hidup di dalamnya berkisar antara 5 - 9. Hasil pengamatan pH pada
Sungai Cihideung adalah sebesar 6, sehingga dapat disimpulkan bahwa sungai tersebut
cukup baik untuk kehidupan biota perairan yang hidup di dalamnya, dan juga pH yang
tertinggi (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan dalam mendorong proses
pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral yang dapat diasimilasikan.

BIOLOGI
Plankton
Tabel 3. Komposisi fitoplankton pada stasiun sungai Cihideung
Spesies SS 1 SS 2 SS 3
Fitoplankton Spirostomum 1 - -
Nitzschia - 5 12
Cosmarium - 1 1
Botryoccocus - 1 -
Gonatozygon - - 2
Cylindrocysti - - 1
s
Cynedra - 3 1
TOTAL 1 10 17
Grafik 1. Kelimpahan Plankton

Grafik diatas menunjukan bahwa pada SS3 memiliki kelimpahan dan komposisi
plankton yang tertinggi yang berkisar 1687 (ind/L) untuk fitoplankton, dan organisme yang
mendominasi pada SS3 adalah Nitzschia dengan kelimpahan 1191 (Ind/L). Hal ini berarti
bahwa kondisi lingkungan pada SS3 cocok bagi fitoplankton untuk hidup dan
berkembang biak. Pada SS1 dan SS2 tidak terdapat Zooplankton.
Stasiun sungai Cihideung tidak memiliki tingkat kecerahan yang tinggi, akan
tetapi penetrasi cahaya dapat langsung menembus kedalaman perairan sungai
Cihideung. Dengan kondisi tersebut laju kecepatan fotosintesis organisme fitoplankton
meningkat dan secara langsung dapat memberi kehidupan bagi organisme-organisme
lain seperti zooplankton dan benthos.
Tingginya kelimpahan fitoplankton pada SS3 berbanding lurus dengan
kelimpahan tertinggi zooplankton yang terdapat pada SS3 yaitu sebesar 199 (Ind/L).
Jumlah fitoplankton lebih besar dibandingkan dengan zooplankton merupakan hal yang
baik kerena organisme fitoplankton merupakan produsen bagi organisme disekitarnya
(zooplankton).

Perifiton
Hasil pengamatan menunjukan ada 5 jenis perifiton pada stasiun kedua perairan
mengalir sungai Cihideung, yaitu Synedra, Nitzschia, Micrasterias, Mougeotia, Navicula.

Tabel.4. Kelimpahan Perifiton


Species SS 1 SS 2 SS 3
Micrasterias 0 0 50
Mougeotia 25 25 0
Navicula 25 0 0
Nitzschia 248 149 100
Perifiton Synedra 0 50 174
TOTAL 298 224 324

Grafik 2. Kelimpahan Perifiton


Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kelimpahan perifiton yang paling
banyak adalah jenis Nitzschia dan ditemukan pada setiap substasiun. Sedangkan
kelimpahan perifiton yang paling kecil adalah Mougeotia dan Navicula.

Benthos
Tabel 5. Kepadatan Benthos
Spesies SS1 SS2 SS3
Campeloma 0 4 0
Goniobasis 4 0 15
Hydrobia 8 0 4
Benthos Musculium 4 0 0
Pleurocera 8 8 8
TOTAL 24 12 27

Grafik 3. Kepadatan Benthos

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa pada SS1 terdapat lebih
banyak spesies benthos dibandingkan pada SS2 dan SS3. Pada SS1 dapat dilihat bahwa
benthos jenis Pleurocera dan Hydrobia serta Musculium dan Goniobasis memiliki jumlah
kepadatan yang sama. Pleurocera pada SS1, SS2, dan SS3 juga mempunyai kepadatan
yang sama.
Nekton dan Neuston
Pada praktikum yang dilakukan di perairan Sungai Cihideung tidak ditemukan
nekton, tapi ditemukan neuston jenis Gerris.

Tumbuhan Air
Pada praktikum yang dilakukan di perairan Sungai Cihideung ini juga tidak
ditemukan adanya tumbuhan air.

INTERAKSI KOMPONEN ABIOTIK DAN BIOTIK

Interaksi antara komponen abiotik dengan biotik

Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Suhu dan oksigen
adalah faktor pembatas utama pada perairan air tawar. Perubahan suhu akan
menimbulkan karakteristik sirkulasi air yang khas serta berpengaruh terhadap kehidupan
dan reaksi kimia di lingkungan abiotik (Odum, 1971). Kecerahan merupakan ukuran
transparasi perairan atau besarnya penetrasi cahaya matahari yang masuk dalam
perairan.Kekeruhan terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat
mengendap dan sering kali penting sebagai faktor pembatas, sedangkan bila kekeruhan
disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas (Odum,
1971) maka kecerahan yang tinggi akan membuat proses fotosintesis yang dilakukan
fitoplankton meningkat sehingga kandungan oksigen perairan menjadi tinggi dan semakin
dalam suatu perairan akan membuat penetrasi cahaya semakin terbatas menembus
dasar perairan sehingga fotosintesis berkurang yang akan berakibat kurangnya pasokan
oksigen terlarut.
pH perairan yang baik dan dapat mendukung kehidupan organisme besarnya
antara 6-9. pH merupakan faktor penentu bagi semua reaksi kimia yang terjadi dalam
perairan dan berpengaruh pula pada aktivitas fotosintesis, respirasi dan dekomposisi
bahan organik. (Odum, 1971). Peranan bentos dalam ekosistem perairan sebagai
indikator biologi bagi kualitas air dan substrat (Odum, 1971). Keberadaan komponen
biotik dalam suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh kemoponen abiotik. Tanpa adanya
komponen abiotik, komponen biotik tidak dapat berlangsung hidup. Hal ini dapat dilihat
pada rantai makanan dimana matahari sangat diperlukan oleh fitoplankton sebagai
organisme trofi tingkat pertama yang kemudian akan dimanfaatkan energinya untuk
organisme lainnya. Serta, unsur hara yang dimanfaatkan oleh organisme perifiton dan
bentos untuk bertahan hidup.

Interaksi antara komponen biotik penyusun ekosistem perairan


Energi pangan sumber daya di dalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri
organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan
(Odum, 1971). Rantai makanan terjadi proses perpindahan energi makanan dari sumber
daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-
karnivora).
Berdasarkan urutan tingkat trofik dalam rantai makanannya Sungai Cihideung
termasuk Grazing Food Chain atau rantai pangan rerumputan. Rantai pangan ini dimulai
dari dasr tumbuh-tumbuhan hijau ke herbivor yang merumput (organisme yang makan
tumbuhan hijau) dan terus ke karnivora (pemakan binatang). Dalam hal ini posisi
tumbuhan ditampati oleh fitoplankton, dan tingkat trofik berikutnya adalah zooplankton,
nekton. Organisme yang mati diuraikan oleh dekomposer. Berikut ini adalah gambaran
sederhana rantai makanan Grazing Food Chain.

Fitoplankton

Neuston
Zooplankton

Nekton

Dekomposer

Keterangan:
Proses dimakan
Proses penguraian

Daftar Pustaka
Basmi, J. 1999. Plantonologi : Produsen Primer. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier scientific.
Publishing company New York. 318 p.
Ewusie, JY. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Thirth Edition. W.B. Saunders Co.
Philadelphia and London. 546 p.
Reid, George K. 1961. Ecology of Inland Water and Estuaries. Reinhold Book
Coorporation: New York.
Rustamadji, H. 1994. Penataan Sungai. Himpunan Karangan Ilmiah di Bidang Perkotaan
dan Lingkungan.
LAMPIRAN

1. Lokasi Penambilan Sampel

2. Pengukuran Kecerahan

3. Pengukuran Kedalaman
4. Pengukuran Kecepatan Arus

You might also like