You are on page 1of 13

1

Limbah Cair
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya.
Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus
dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk
pencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut.

Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian di-proses dan setelah itu dibuang,Semua jenis perlakuan
ini mengakibatkan buangan air. Pada beberapa pabrik tertentu, misalnya pabrik pengolahan kawat,
seng, besi baja – sebagian besar air dipergunakan untuk pendinginan mesin ataupun dapur pengecoran.
Air ini dipompa dari sumbernya lalu dilewatkan pada bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan,
kemudian dibuang.

Oleh sebab itu pada saluran pabrik terlihat air mengalir dalam volume yang cukup besar. Air ketel
akan dibuang pada waktu-waktu tertentu setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sebab air ini tidak
memenuhi syarat lagi sebagai air ketel dan karenanya harus dibuang. Bersamaan dengan itu
dibutuhkan pula sejumlah air untuk mencuci bagian dalam ketel Air pencuci ini juga harus dibuang.

Pencucian lantai pabrik setiap hari untuk beberapa pabrik tertentu membutuhkan air dalam jumlah
banyak. Pabrik pengalengan ikan membutuhkan air pencuci dalam jumlah yang relatif harus banyak,
Jumlah air terus menerus diperlukan mencuci peralatan, lantai dan lainlain,Karat perlu dicuci sebelum
masuk pencincangan dan pada saat dicincang air terus-menerus mengalir untuk menghilangkan pasir
abu yang terbawa.

Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel baik yang larut maupun mengendap. Bahan
ini ada yangkasar dan halus. Kerap kali air dari pabrik berwarna keruh dan temperaturnya tinggi. Air
yang mengandung senyawa kimia beracun dan berbahaya mempunyai sifat tersendiri. Air limbah yang
telah tercemar memberikan 577 ciri yang dapat diidentifikasi secara visual dapat diketahui dari
kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya.

Sedangkan identifikasi secara laboratorium, ditandai dengan perubahan sifat kimia air di mana air
telah mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya dalam konsentrasi yang melebihi batas
dianjurkan. Jenis industri menghasilkan limbah cair di antaranya adalah industri-industri pulp dan
rayon, pengolahan crumb rubber, minyak kelapa sawit, baja dan besi, minyak goreng, kertas, tekstil,
kaustiksoda, elektro plating, plywood, tepung tapioka, pengalengan, pencelupan dan pewarnaan,
daging dan lain-lain.

Jumlah limbah yang dikeluarkan masing-masing industri ini tergantung pada banyak produksi yang
dihasilkan, serta jenis produksi. Industri pulp dan rayon menghasilkan limbah air sebanyak 30 m 3
setiap ton pulp yang diproduksi. Untuk industri ikan dan makanan laut limbah air berkisar antara 79 m 3
sampai dengan 500 m3 per hari; industri pengolahan crumb rubber limbah air antara 100 m 3 s/d 2000
m3 per hari, industri pengolahan kelapa sawit mempunyai limbah air: rata-rata 120 m 3 per hari skala
menengah.

Persoalan limbah cair adalah limbah yang paling sering kita temui dibandingkan limbah padat ataupun
limbah gas. Bahkan tidak jarang limbah padat justru berubah atau disatukan menjadi limbah cair.
Persoalan terbanyak dari limbah cair adalah limbah yang terkandung di dalam air, atau dengan kata
lain air limbah. Air limbah dapat berasal dari berbagai macam sumber, mulai dari air hujan, air
buangan rumah tangga, perkantoran sampai industri.

Air limbah ini umumnya dibuang melalui saluran / got menuju sungai ataupun laut. Terkadang dalam
perjalannya menuju laut, air limbah ini dapat mencemari sumber air bersih yang dipergunakan oleh
manusia. Dengan demikian penanganan air limbah perlu mendapat perhatian serius. Selain dapat
berbahaya bagi kesehatan manusia, air limbah juga dapat mengganggu lingkungan, hewan, ataupun
2

bagi keindahan.

Secara umum penanganan air limbah dapat dikelompokkan menjadi :

 
1. Pengolahan Awal/Pendahuluan (Preliminary Treatment)
Tujuan utama dari tahap ini adalah usaha untuk melindungi alat-alat yang ada pada instalasi
pengolahan air limbah. Pada tahap ini dilakukan penyaringan, penghancuran atau pemisahan air dari
partikel-partikel yang dapat merusak alat-alat pengolahan air limba, seperti pasir, kayu, sampah,
plastik dan lain-lain.
2. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan partikel-artikel padat organik
dan organik melalui proses fisika, yakni sedimentasi dan flotasi. Sehingga partikel padat akan
mengendap (disebut sludge) sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas / permukaan
(disebut grease).
3. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Pada tahap ini air limbah diberi mikroorganisme dengan tujuan untuk menghancurkan atau
menghilangkan material organik yang masih ada pada air limbah. Tiga buah pendekatan yang umum
digunakan pada tahap ini adalah fixed film, suspended film dan lagoon system.
4. Pengolahan Akhir (Final Treatment)
Fokus dari pengolahan akhir (Final Treatment) adalah menghilangkan organisme penyebab penyakit
yang ada pada air. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan khlorin ataupun dengan
menggunakan sinar ultraviolet.
5. Pengolahan Lanjutan (Advanced Treatment)
Pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai dengan yang dikehendaki.
Misalnya untuk menghilangkan kandungan fosfor ataupun amonia dari air limbah.
3

Dasar-Dasar Teknologi

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya
bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan
limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil
atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair
bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi
pengolahan limbah cair.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun
macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat
dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus
sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. 

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini.  Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut
secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1.    pengolahan secara fisika


2.    pengolahan secara kimia
3.    pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara
sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

Pengolahan Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-
bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung
disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap
dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.  Parameter desain yang utama untuk
proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak
pengendap.

Bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara
ke atas (air flotation).

Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi
atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel
4

tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang
dipergunakan dalam proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik
(misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan
kembali air buangan tersebut.

Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil,
terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan
operasinya sangat mahal.

Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang
tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;
dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.  Penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan
menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan
juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. 

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut


dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut,
sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam
berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya)
sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam
tersebut atau endapan hidroksiapatit.  Endapan logam
tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk
hidroksiapatit pada pH > 9,5.  Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom
hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi
krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4,
SO2, atau Na2S2O5) 

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat
dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen
peroksida.

Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi
biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

Pengolahan secara biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder,
pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam
5

beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala
modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1.    Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

2.    Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan
tersuspensi.  Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses
lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan
kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90%
(dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.  Selain efisiensi yang lebih tinggi
(90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih
pendek (4-6 jam).  Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses
absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan
pengolahan pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor
pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18
hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai
kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan.  Di dalam lagoon yang diaerasi cukup
dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan
membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan
selama ini, antara lain:

1.    trickling filter

2.    cakram biologi

3.    filter terendam

4.    reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat
dibedakan menjadi dua jenis:

1.        Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;

2.        Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis
dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana
seperti dalam uraian di atas.  Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus
6

melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali


dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.
Pencemaran

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah


masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara,
dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara

 oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan
aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan
menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan
bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.

Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat
cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya
limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.

Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi:

 Pencemaran air
 Pencemaran udara
 Pencemaran tanah

limbah cair dari industri

Jenis Industri Jenis Limbah


7

Farmasi BOD, suspensi solid, vitamin.

Roti BOD, lemak gula.

Gula BOD, COD, suspensi solid, total dissolved solid,


ammonia,panas (suhu.)
Bir
BOD, nitrogen, pati, alcohol,.
Pengolah susu
BOD, COD, total dissolved solid, pH, sulfida.
Makanan dalam kaleng
BOD, suspensi solid, koloid, pH, minyak, bakteri, klorida
Semen
Total dissolved solid, suspensi solid, pH, panas (suhu).
Plastik dan bahan sintetis
BOD, COD, suspensi solid, logam – logam
Detergen
BOD, COD, suspensi solid, minyak dan lemak, pH, detergen.
Pulp dan kertas
BOD, COD, suspensi solid, total dissolved solid, zat warna, zat
Kulit pengisi, ammonia, pH, bakteri.

Tekstil BOD, COD, total solid, pH, sulfida, krom.

BOD, COD, zat warna, pH, suspensi solid, detergen, minyak,


logam – logam, panas, bau.

Dari table tersebut di atas diketahui bahwa :

Secara umum parameter yang digunakan dalam pencemaran air antara lain, Kebutuhan
Oksigen Biologi (KOB = BOD) Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK = COD), bentos dan plankton,
ditambah dengan karakteristik air buangan industri yang bersangkutan.

Pengukuran adanya pencemaran air buangan industri, domestik, dan air buangan dari aktivitas
lainnya, dilakukan secara kimia, biologi, dan fisika.

Berat ringannya pencemaran, tergantung dari banyaknya buangan, jenis buangan dan jumlah
air yang menampungnya.
8

 Jenis-jenis Limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

1.1 Limbah cair

Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82 thn
2001). Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada :
a.Sifat Fisika dan Sifat Agregat . Keasaman sebagai salah satu contoh sifat limbah dapat
diukur dengan menggunakan metoda Titrimetrik
b. Parameter Logam, contohnya Arsenik (As) dengan metoda SSA
c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH3-N) dengan metoda Biru Indofenol
d. Organik Agregat contohnya Biological Oxygen Demand (BOD)
e. Mikroorganisme contohnya E Coli dengan metoda MPN
f. Sifat Khusus contohnya Asam Borat (H3 BO3) dengan metoda Titrimetrik
g. Air Laut contohnya Tembaga (Cu) dengan metoda SPR-IDA-SSA

1.2 Limbah padat

Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya
berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran,
peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu,
kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll

1.3 Limbah gas dan partikel

Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang
mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon
(asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah.

1.4 Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun
yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau
mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk
limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan
lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan
penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah
satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

* Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal
dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap
* Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
* Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan lumpur
aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut
9

* Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic
maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak
mengandung padatan organik.

Macam Limbah Beracun

* Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
* Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,
gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala
akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
* Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
* Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, kulit atau mulut.
* Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau
limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi
dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
* Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau
mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat
asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3 terbagi atas dua
macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik.
Perbedaan pokok antara limbah B3 spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara
penggolongannya. Pada limbah spesifik digolongkan kedalam jenis industri, sumber
pencemaran, asal limbah, dan pencemaran utama sedangkan pada limbah tidak spesifik
penggolongannya atas dasar kategori dan bahan pencemar

LIMBAH RUMAH SAKIT


10

Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya 19%
limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik dari rumah
sakit masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara
benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk
kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam
berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik.
Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik
kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah
infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan
atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan
tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap
penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah
sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker,
kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.
 
Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah
menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan
pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di
Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and
Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah
domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan
pertama  (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah
medis dan domestic di masing masing negara.   
 
Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius terhadap
pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih �terpinggirkan� dari pihak manajemen RS. Hal
ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bag. Umum.
Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan
dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara
dan kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah
maupun  pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas.
 
Data hasil pengawasan di DKI Jakarta per Juni 2005 menunjukkan bahwa dari 77 Rumah Sakit yang
diawasi :
�      Hanya 32 RS (40 %) yang mempunyai alat ukur debit
�      Hanya 27 RS (35 %) yang melakukan swapantau
�      Hanya 25 RS (32 %) yang memenuhi BMAL
 
Disamping itu, hasil kajian terhadap rumah sakit yang ada di Bandung pada tahun 2005 menunjukkan:
�         jumlah limbah rumah sakit yang dihasilkan di Bandung sebesar 3.493 ton per tahun,
�         Komposisi limbah padat rumah sakit terdiri atas :
-          85% limbah domestik,
-          15% limbah medis terdiri atas: 11% limbah infeksius dan 4% limbah berbahaya.
�         Limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19%
 
Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah Sakit antara lain diatur
dalam :
-          Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
-          Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah
Sakit
11

-          PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan Beracun (B3)
-          Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3
 
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18
thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227.  Dalam kode
limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah
B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan
produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses insinerasi.
 
Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan
menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya.
Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong
plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam
kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu
rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang
ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan
incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal
No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang
dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3
harus memiliki efisiensi pembakaran dan  efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction
Reduction Efisience) yang tinggi.
 
Baku Mutu DRE untuk Incinerator
No Parameter Baku Mutu DRE
 
1. POHCs 99.99%
2. Polychlorinated biphenil (PCBs) 99.9999%
3. Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999%
4. Polychlorinated dibenzo-p-dioksin 99.9999%
 
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator adalah emisi
udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk incinerator.
12

 
Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator
No Parameter Kadar Maksimum
(mg/Nm2)
1. Partikel 50
2. Sulfur dioksida (SO2) 250
3. Nitrogen dioksida (NO2) 300
4. Hidrogen Fluorida (HF) 10
5. Karbon Monoksida (CO) 100
6. Hidrogen Chlorida (HCl) 70
7. Total Hidrocarbon (sbg CH4) 35
8. Arsen (As) 1
9. Kadmiun (Cd) 0.2
10. Kromium (Cr) 1
11. Timbal (Pb) 5
12 Merkuri (Hg) 0.2
13 Talium (Tl) 0.2
14 Opasitas 10%
 
Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola oleh rumah
sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian Negara Lingkungan
Hidup. 
 
Green Hospital
 
Dalam mendorong pengelolaan lingkungan rumah sakit yang ramah lingkungan (Green Hospital),
Kementerian Negara Lingkungan Hidup mendorong Rumah Sakit agar dalam pengelolaannya tidak
hanya bersifat reaktif tetapi juga bersifat proaktif. Masih banyak rumah sakit yang dalam mengelola
lingkungannya hanya mengandalkan terhadap kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum
memaximalkan opsi atau pilihan pencegahan dan minimisasi limbah. Agar mencapai green hospital
maka rumah sakit ddidorong untuk tidak hanya mengelola limbahnya sesuai degan peraturan saja
tetapi juga menerapkan prisip 3R (Reuse, Recycle, Recovery) terhadap limbah yang dihasilkannya
serta melakukan penghematan dalam penggunaan sumber daya alam dan energi seperti penghematan
air, listrik, bahan kimia, obat-obatan dan lain lain. Disamping itu pengelola juga didorong untuk terus
meningkatkan pengelolalaan kesehatan lingkungan rumah sakitnya.
 
Tahap awal dalam pengelolaan limbah medis adalah melakukan pencegahan pada sumbernya.
Semaksimal mugkin harus diupayakan pencegahan terhadap timbulnya limbah yang seharusnya tidak
terjadi. Upaya pencegahan pencemaran dan minimisasi limbah yang sering dikenal dengan Produksi
Bersih (Cleaner Production) akan memberikan keuntungan bagi pengelola dan lingkungan.  Dengan
berkurangnya jumlah limbah yang harus dimusnahkan dengan incinerator maka akan mengurangi
jumlah biaya operasionalnya dan akan mengurangi emisi yang dikeluarkan ke lingkungan. Berikut
adalah beberapa upaya dalam melakukan pencegahan timbulan limbah:
-          Pelaksanaan �House Keeping� yang baik, dengan menjaga kebersihan lingkungan,
mencegah terjadinya ceceran bahan. Dengan pelaksanaan good house keeping yang baik di
laboratorium dan kamar rawat akan menghindarkan terjadinya ceceran bahan kimia ataupun
racikan obat.
-          Pemakaian air yang efisien akan mengurangi jumlah air yang masuk kedalam instalasi
pengolahan limbah cair (IPLC).
-          Kalaupun timbulan limbah tidak bisa dihindari maka perlu dilakukan segregasi atau pemilahan
limbah sehingga limbah yang masih bisa dimanfaatkan atau didaur ulang tidak terkontaminasi
oleh limbah infeksius. Contoh lainnya adalah pemisahan limbah klinis dengan limbah dari
kegiatan non klinis.
-          Pelaksanaan preventif maintenance, yang ketat akan menghindarkan terjadinya kerusakan alat
yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah limbah yang terjadi.
13

-          Pengelolaan bahan-bahan atau obat-obatan yang tepat, rapi dan selalu terkontrol sehingga tidak
terjadi ceceran dan kerusakan bahan atau obat, berarti mengurangi limbah yang terjadi.
 
Tahap selanjutnya terhadap limbah yang tidak bisa dihindari adalah langkah segregasi atau pemilahan.
Pemilahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan limbah berdasarkan karakteristiknya. Limbah
domestik harus terpisah dari limbah B3 ataupun limbah infeksius. Hal ini bertujuan agar jumlah
ataupun limbah yang harus ditreatmen secara khusus (limbah B3) tidak terlalu besar (minimal).
Limbah kimia dari laboratorium dan sisa racikan obat harus memiliki tempat penampungan tersendiri
agar tidak mengkontaminasi limbah cair lainnya yang bukan limbah B3.  
 
Tahap ketiga adalah pemanfaatan limbah. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari
limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur
ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa
kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula dengan
limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah plastik bekas pengobatan
lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur
ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19% limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan
untuk didaur ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat
dimanfaatkan ataupun untuk direuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan kembali antara
lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang
berizin.
 
Selanjutnya adalah penghancuran terhadap limbah infeksius dan padatan limbah B3 dengan
incinerator. Incinerator yang digunakan adalah incinerator yang mempunyai spesifikasi khusus
sesuai dengan yang disyaratkan dalam Kepdal No 03 Tahun 1995. Incinerator yang memiliki nilai
pembakaran dan penghancuran yang tinggi akan membakar habis limbahnya dan hanya meninggalkan
sedikit sekali abu. Abu yang dihasilkan dapat dikirim ke industri jasa pengolah limbah atau
dimanfaatkan sendiri seizin Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
 
 

You might also like