You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang
menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditetapkan. Rumah sakit menjadi
sarana pasien untuk mencari kesembuhan, namun rumah sakit juga merupakan depot bagi
berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah
sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis.
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang
terjadi melalui kode transmisi kuman yang tertentu. Di Rumah Sakit dan sarana kesehatan
lainnya, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas,
dari petugas ke pasien dan antar petugas. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut
dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat
atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Terjadinya infeksi nosokomial
akan menimbulkan banyak kerugian bagi penderita seperti semakin lamanya perawatan
penyakit, semakin menderita pasien oleh sakit dan meningkatnya biaya pengobatan.
Infeksi nosokomial menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak dewasa ini
dan telah banyak perkembangan yang dibuatguna mencari penyabab meningkatnya
angka kejadian infeksi nosokomial. Data WHO pada tahun 2002 menyebutkan angka
terjadinya infeksi nosokomial diseluruh dunia sebesar 8,7 prosen atau sejumlah 1,4 juta
jiwa pasien mendapat infeksi nosokomial ketika dirawat di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial?

1
BAB II
ISI

2.1 Definisi dan batasan infeksi nosokomial


Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang
menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditunjuk sebelum memperoleh hak
untuk mendapatkan surat ijin praktek yang ditetapkan konsul kedokteran indonesia.
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya
adalah mikro organisme atau bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
Suatu infeksi dapat disebut infeksi nosokomial bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak
mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi
terbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu
2.2 Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi
masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari
Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit
demi sedikit menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin meningkatnya
pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik,
super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi
nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya
2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial
Sesara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari 2
bagian besar yaitu fakktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan

2
kondisi-kondisi lokal) dan faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang
merawat, alat medis, serta lingkungan).
Mekanisme pasien terkena infeksi nosokomial adalah pasien mendapat infeksi
nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi), melalui petugas yang merawat di RS,
melalui pasien yang dirawat ditempat atau diruangan yang sama, melalui keluarga pasien
yang bekunjung, melalui peralatan yang dipakai.

Gambar 2.1
Alur penularan infeksi nosokomial
2.3.1 Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah
sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu
menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada
karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius.
Etiologi infeksi nosokomial secara umum dari tahun ke tahun mengalami
perubahan. Pada tahun 1981 penyebab Infeksi Nosokomial bentuk koken gram positif
mengalami peningkatan yang mencolok. Pada tahun 1979-1980 hanya 2-3 epidemi yang
disebabkan oleh gram positif koken. English Medical Literatur melaporkan pada tahun
1983 sampai akhir tahun 1991 mikroba penyebab infeksi nosokomial dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Gram positif.
Penyebab terbanyak dari infeksi Gram positif adalah MRSA (Methisilin Resisten
Staphylokokus Aureus) diikuti dengan Streptokokus spesies, Staphylokokus aureus,
Enterokokus spesies dan koagulan negatif dari Staphylokokus spesies.
2. Gram negatif

3
Infeksi Nosokomial yang disebabkan oleh gram negatif juga mengalami
peningkatan dibandingkan pada tahun 1980. Mikroba yang berperan dalam Infeksi
Nosokomial disebabkan oleh Salmonella spesies, Serratia spesies, Pseudomonas spesies
atau Klebsiela spesies.
3. Virus
Infeksi Nosokomial yang disebabkan oleh virus adalah Adenovirus, Rotavirus,
Influenza A, Measles, Hepatitis A.
4. Organisme lain
Organisme lain penyebab Infeksi Nosokomial adalah Scabies, Candida,
Mycobacterium, C. difficile, Legionella.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit
ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui
makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh
mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau
jarang menyebabkan penyakit pada orang normal atau sering disebut flora normal.
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.
Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri
patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut
mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme seperti Escherichia Coli yang
paling sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik
maupun endemik. Seperti anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan
gangren, bakteri gram-positif Staphylococcus Aureus yang menjadi parasit di kulit dan
hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh
darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika. Pseudomonas sering sekali
ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan
dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah
dari semua infeksi di rumah sakit. Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius
pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.
Banyak pula kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam
virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis,

4
suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses
yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan
HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan
untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus
respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan
varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang
dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian
obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida
albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
2.3.2 Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien
dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan
malnutrisi, penggunaan obat-obatan immunosupresan dan steroid dan intervensi yang
dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap
infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor,
anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini
akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat
opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti
biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan
resiko infeksi.
2.3.3 Resistensi terhadap antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun
1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan
disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan
berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini
menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka
mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di
transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri.
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi
dan penyebaran strain yang resistan. Penggunaan yang irasional tersebut meliputi
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang

5
tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat yang
disebabkan oleh kesalahan diagnosa
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang
resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap
obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan
profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci,
staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa,
begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten.
Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana
antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
2.3.4 Faktor Alat Medis
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari
kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka
operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti.
Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.
Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar
insersi kanula, flebitis (terdapat pembengkakan kemerahan dan nyeri sepanjang vena),
septikemia (kuman menyebar hematogen) dan supurasi (bila telah terjadi bentukan pus di
sekitar insersi kanul).
Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula
intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang
terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak
mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena
merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus
untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman
pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
2.4 Berbagai penyakit yang ditimbulkan infeksi nosokomial
2.4.1 Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial,
80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu
berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan
kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus,
Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena

6
mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang
lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.
Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra
yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah
1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau
sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan
balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.
2.4.2 Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan
ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman
penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan
Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut.
Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh
organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.
Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus,
adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus.
Faktor resiko terjadinya infeksi pneumonia ini adalah tipe dan jenis pernapasan,
riwayat merokok, tidak sterilnya alat-alat bantu, obesitas, beratnya kondisi pasien dan
kegagalan organ, tingkat penggunaan antibiotika, penggunaan ventilator dan intubasi dan
penurunan kesadaran pasien.
2.4.3 Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi
dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang
resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat
masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
2.4.4 Tuberkulosis
Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi-drugs resisten. Kontrol
terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta
tekanan negatif dalam ruangan.
2.4.5 Diarrhea dan Gastroenteritis
Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan
Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan
enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan
gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.

7
Faktor intrinsik meliuti abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti
achlorhydria, lemahnya motilitas intestinal, dan perubahan pada flora normal. Sedangkan
faktor ekstrinsik meliputi tindakan medis yang diberikan seperti pemasangan nasogastric
tube dan obat-obatan saluran cerna.
2.4.6 Infeksi pembuluh darah
Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan
suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis
C, dan HIV.
Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
• Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan
berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
• Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi
tubuh yang lain.
2.4.7 Dipteri, Tetanus dan Pertusis
Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin
yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.
Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi
muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun. Clostridium tetani, gram
positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot.
2.4.8 Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak.
Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar
kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan
virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi
akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan,
perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.
2.4.9 Infeks lainnya
 Tulang dan Sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
 Infeksi sistem Kardiovaskuler
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
 Infeksi sistem saraf pusat
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial
 Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut
Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna,
mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.

8
 Infeksi pada saluran pencernaan
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
 Infeksi sistem pernafasan bawah
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
 Infeksi pada sistem reproduksi
Endometriosis dan luka bekas episiotomi
2.5 Pencegahan Infeksi Nosokomial
2.5.1 pencegahan secara luas
Upaya terpadu pencegahan Infeksi Nosokomial yang dilakukan saat ini adalah
dengan menggunakan Metode Surveillance yaitu pengumpulan data secara rutin,
pemeriksaan mikrobiologik untuk kuman penyebab infeksi pada Rumah Sakit tersebut
dan pemberian obat-obatan antibiotika secara rasional. Apabila Infeksi Nosokomial
tersebut dapat dikendalikan maka secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit tersebut. Setiap langkah yang mungkin dikerjakan adalah upaya
untuk menekan resiko terjadiinya Infeksi Nosokomial, sedangkan langkah yang paling
penting adalah kembali ke kaidah sepsis, anti sepsis dan perbaikan sikap (behaviour)
personil Rumah Sakit terutama dokter dan perawat. Langkah-langkah pokoknya adalah:
1. Menetapkan kebijaksanaan
Kebijaksanaan dasar yang menempatkan pengendalian Infeksi Nosokomial
sebagai program prioritas perlu ditetapkan, dari kebijakan itu baru akan dapat dipastikan
bahwa akan ada dukungan sumber daya.
2. Menetapkan struktur organisasi
Pimpinan Rumah Sakit yang mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan dasar,
dibantu oleh Sekertariat dan Panitia Medik Pengendalian Infeksi yang bertugas menyusun
prosedur pendidikkan dan pemantauan, yang semua tugas itu dilaksanakan oleh pelaksana
prosedur [UPF] yang di pantau oleh Tim Dalin sbagai
kepanjangan tangan dari Panitia Medik Pengendalian Infeksi.
3. Penyusunan rencana kerja, prosedur kerja
Dalam satu rencana kerja yang perlu ditetapkan adalah menetapkan prioritas
masalah infeksi nosokomial yang akan dikerjakan seperti infeksi luka operasi,
pneunomia, infeksi saluran kemih, sepsis, dll.
4. Pencatatan, pelaporan, dan tindakan
Koreksi terhadap semua tindakan medis perlu dilaksanakan dengan tertib,
terarah, tepat, dan berkesinambungan pelaksanaan pengumpulan data, penyusunan data,
analisis data, penyimpulan data, dan pelaporan/umpan balik yang diberikan, yang

9
bermanfaat untuk pemecahaan masalah dan perencanaan. Jika terjadi kejadian luar biasa
perlu ditetapkan tata cara untuk melakukan identifikasi masalah, penerapan penyebab,
dan cara pemecahan masalah.
5. Pendidikan Personil
Pendidikan personil sangat penting, karena pencegahan Infeksi Nosokomial
hanya dapat dilakukan apabila terjadi perubahan perilaku, sedangkan untuk terjadi
perubahan perilaku memerlukan motivasi dan pengetahuan, dan kedua hal ini didapatkan
melalui pendidikan.
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang dapat dilakukan adalah:
1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan
disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
2.5.2 Peran dokter muda
Dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien, oleh karena itu peran dokter
muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya-upaya yang bisa dilakukan
dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan.
2. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh.
3. Alat perlindungan diri dalam bekerja.
4. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik,
sterilisasi dan disinfektan dengan benar.
5. Managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Universal precaution penting perannya dalam mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Dengan waspada terhadap semua pasien membawa suatu penyakit dalam
tubuhnya yang bisa ditularkan melewati berbagai cara akan membuat dokter muda
bertindak dengan waspada terhadap segala sesuatu dari tubuh pasien baik berupa darah,
urin, air liur, fases dan muntahan. Tindakan- tindakan dalam universal precaution
meliputi :
a. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien.

10
b. Menutup jarum dengan cara yang benar (tidak menggunakan dua tangan)
c. Mengumpulkan dan membuang jarum, alat tajam pada tempat yang telah
disediakan.
d. Menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh, kulit
yang luka dan membran mukosa.
e. Menggunakan masker, pelindung mata dan gaun ketika kemunkinan
berhadapan dengan derah atau cairan tubah yang menyembur.
f. Menutup semua luka atau irisan dengan bahan kedap air (linen).
g. Segera dan berhati-hati dalam membersihkan tumpahan darah atau cairan
tubuh yang lain.
Upaya universal precaution diatas diharapkan dokter muda tidak terinfeksi
penyakit dari pasien dan tidak akan menularkan penyakit kepada pasien lainnya dengan
demikian infeksi nosokomial dapat dicegah.
Imunisasi berperan dalam memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit.
Profesi dokter muda yang selalu berkontak langsung dengan pasien sangat rentan
terhadap penularan penyakit dari pasien. Imunisasi yang dapat diberikan kepada dokter
muda salah satumya hepatitis B. HBV adalah agen yang sangat menular diseluruh dunia
yang menimbulkan sirosis dan carcinoma hepar. Pemberian vaksinasi pada dokter muda
dapat mencegah penyebaran infeksi HBV khususnya dan infeksi nosokomial umumnya.
Alat perlindungan diri seperti masker sangat penting dalam mencegah tertular
penyakit pernafasan seperti TB. Alat perlindungan diri harus dipakai oleh dokter muda
guna mencegah terinfeksi dan menularkan penyakit.
Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan efektik dalam
segala tindakan medis akan menurunkan resiko tertularnya infeksi dari penderita. Semisal
dalam manajemen luka, tindakan aseptis harus benar dan skill operator harus sesuai
protap agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi tempat masuknya infeksi lainnya.
Perlunya pematangan pengetahuan dan skill dokter muda dalam segala tindakan medis
besar perannya dalam mencegah infeksi nosokomial.
Managemen setelah terpapar sumber infeksi meliputi darah dan cairan dari pasien
atau sumber lainnya besar manfaatnya guna mencegah terinfeksi penyakit. Darah yang
menempel harus dicuci bersih dan antiseptik dipakai guna membunuh kuman penyakit.
Alat – alat setelah selesai dipakai ditempatkan pada cairan disinfektan dan dilakukan
metide disinfeksi yang sesuai guna menghindari adanya penularan penyakit pada
pemakaia selanjutnya.

11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di
Rumah Sakit. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian bagi
penderita seperti semakin lamanya perawatan penyakit, semakin menderita pasien oleh
sakit dan meningkatnya biaya pengobatan.
Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat penting mengingat dokter
muda berinteraksi langsung dengan pasien dalam melaksanakan tindakan medis. Upaya
yang dapat dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah
menerapkan universal precaution dalam semua tindakan, imunisasi guna meningkatkan
kekebalan tubuh, alat perlindungan diri dalam bekerja, profesionalisme dalam bekerja,
menerapkan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta
managemen setelah terpapar sumber infeksi.
Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan infeksi nosokomial dapat dicegah dan
peningkatan pelayanan kesehatan dapat tercapai sesuai tujuan mencapai kesehatan yang
optimal.
3.2 SARAN
1. Perlunya pembelajaran lebih lanjut kepada dokter muda sebelum mulai
bertugas di rumah sakit mengenai infeksi nosokomial.
2. Perlunya pelatihan tindakan septik,aseptik, sterlisasi dan disinfektan.
3. Perlunya vaksinasi kepada dokter muda sebelum mulai bertugas di rumah
sakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. dr. H Santoso Soeroso, SpA (K), MARS, 2010, Kewaspadaan Universal


Pencegahan Infeksi Nosokomial, http://www.infeksi.com/articles.php?
lng=in&pg=16, diakses tanggal 25 januari 2010.
2. Ducel, G. et al. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd
edition. World Health Organization. Department of Communicable disease,
Surveillance and Response; 2002
3. Harry Wahyudi, 2006, Infeksi Nosokomial, http://www.ossmed.com/ diakses
tanggal 25 Januari 2010.
4. Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrison’s Principle of
Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001
5. Parhusip, 2005, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
Nosokomial Serta Pengendaliannya Di BHG. UPF. Paru RS. Dr. Pirngadi/Lab.
Penyakit Paru FK-USU Medan.
6. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta;
2001
7. Thamrin Hisbullah,1993, Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan
Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran,
8. Wenzel. Infection control in the hospital,in International society for infectious
diseases, second ed, Boston; 2002
9. WHO, 2003, Health Care Worker Safety,
http://www.who.int/injection_safety/toolbox/docs/en/AM_HCW_Safety.pdf,
diakses tanggal 25 Januari 2010.
10. WHO, Prevention of Hospital Acquired Infection,
http://www.who.int/csr/resources/publications/whocdscsreph200212.pdf, diakses
tanggal 25 Januari 2010.

13

You might also like