You are on page 1of 33

KROMATOGRAFI GAS

Oleh :
Nov Irmawati Inda
P1100209005
Pendahuluan
 Di awal abad ke-20, kimiawan Rusia Mikhail Semënovich Tsvet
(1872-1919) menyiapkan kolom yang diisi dengan serbuk kalsium
karbonat, dan ke dalamnya dituangkan campuran pigmen tanaman
yang dilarutkan dalam eter. Secara mengejutkan, pigmen memisah
dan membentuk lapisan berwarna di sepanjang kolom. Ia menamakan
kromatografi pada teknik pemisahan baru ini (1906).
 Kimiawan dari Swiss Richard Martin Willstätter (1872-1942)
menerapkan teknik ini untuk risetnya yakni khlorofil untuk
menunjukkan manfaat teknik ini, dan sejak itu banyak perhatian
diberikan pada kromatografi
 Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana
komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua
fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan
permukaan yang luas, yang lainnya sebagai fluida yang mengalir
lembut di sepanjang landasan stasioner (Day dan Underwood, 2002).
Mekanisme Kromatografi
 Pemisahan kromatografi dilakukan dengan melewatkan
secara berkelanjutan satu sampel pada fase bebas, yang
disebut fase gerak, di atas fase bebas-sampel kedua yang
menyisakan campuran, atau stasioner. Sampel
disuntikan, atau diletakan, pada fase gerak. Bersamaan
dengan berpindahnya sampel dengan fase gerak,
komponen sampel membagi diri antara fase gerak dan
fase stasioner. Komponen-kompoenen tersebut yang
mana rasio distribusi seperti fase stasioner
membutuhkan waktu yang lama untuk melewati system
tersebut. Waktu yang cukup, dan fase stasioner dan fase
gerak, zat/solute dengan rasio distribusi yang sama
dapat dipisahkan
Kromatografi Gas
 Salah satu jenis kromatografi adalah kromatografi gas.
Campuran gas dapat dipisahkan dengan kromatografi
gas. Fasa stationer dapat berupa padatan (kromatografi
gas-padat) atau cairan (kromatografi gas-cair).
Kromatografi gas-padat
 Sejumlah kecil padatan inert misalnya karbon
teraktivasi, alumina teraktivasi, silika gel atau saringan
molekular diisikan ke dalam tabung logam gulung yang
panjang (2-10 m) dan tipis. Fasa mobile adalah gas
semacam hidrogen, nitrogen atau argon dan disebut gas
pembawa. Pemisahan gas bertitik didih rendah seperti
oksigen, karbon monoksida dan karbon dioksida
dimungkinkan dengan teknik ini.
Kromatografi gas-cair
 Kromatografi gas-cair, ester seperti ftalil dodesilsulfat
yang diadsorbsi di permukaan alumina teraktivasi, silika
gel atau penyaring molekular, digunakan sebagai fasa
diam dan diisikan ke dalam kolom. Campuran senyawa
yang mudah menguap dicampur dengan gas pembawa
disuntikkan ke dalam kolom, dan setiap senyawa akan
dipartisi antara fasa gas (mobile) dan fasa cair (diam)
mengikuti hukum partisi. Senyawa yang kurang larut
dalam fasa diam akan keluar lebih dahulu.Metoda ini
khususnya sangat baik untuk analisis senyawa organik
yang mudah menguap seperti hidrokarbon dan ester.
Kromatografi gas-cair
Injeksi Sampel
 Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada
mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus
lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum)
yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara
otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet
tersebut. Injektor berada dalam oven yang mana
temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas
sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh
gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.
Injeksi Sampel
Kolom
 Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan
panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter
internal sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat
disesuakan dengan oven yang terkontrol secara
termostatis.
 Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai
250 oC. Temperatur kolom lebih rendah daripada
gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa
komponen campuran dapat berkondensasi pada awal
kolom.
Kolom
Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul
tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:
 Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.
 Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase
diam
 Molekul dapat tetap pada fase gas
Detektor
Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan,
diantaranya:
 FID

Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik


merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses,
sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam
nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi.
Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas
dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu
menghentikan kondensasi dalam detektor.
Detektor
Detektor
TCD
Detektor
ECD
Jurnal Aplikasi Kromatografi
Gas

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar


Residu Pestisida Metidation pada
Tomat
Pendahuluan
 Salah satu cara yang terbukti meningkatkan produksi
hasil tanaman pangan adalah penggunaan pestisida,
namum di sisi lain karena pestisida adalah bahan kimia
beracun, pemakaian pestisida berlebihan dapat menjadi
sumber pencemar bagi bahan pangan, air dan
lingkungan hidup. Residu sejumlah bahan kimia yang
ditinggalkan melalui berbagai siklus, langsung atau
tidak langsung, dapat sampai ke manusia, terhirup
melalui pernafasan, dan masuk ke saluran pen-cernaan
bersama makanan dan air minum.
Pendahuluan
 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data
mengenai penurunan kadar residu pestisida metidation
dalam sampel tomat setelah mengalami penanganan
tertentu yang diukur secara kromatografi gas.
Prosedur Penelitian
Bahan Alat
Sampel tomat yang telah Alat pencincang, penyaring
disemprot larutan pestisida 2 dan 6 vakum, alat penguap putar, alat
hari sebelum dipanen, tomat tanpa ekstraksi khusus, corong pisah,
disemprot, tomat disemprot alat kromatografi gas (G-5000 A
pestisida kemudian dicuci dengan Hitachi) dilengkapi dengan
air suling dan detergen larutan
detektor fotometri nyala dan alat
pencuci sayuran, tomat disemprot
perekam kromatogram,
pestisida kemudian direbus, dan
jus tomat dari Lembang dan dari
generator hidrogen Whatman
suatu kantin, tomat tidak diketahui 25-32, pompa udara, kolom OV-
riwayatnya dari Lembang, dan 17 panjang 1,2 m dan diameter
saus tomat, etil asetat, natrium 3 mm, alat gelas umum yang
sulfat anhidrat, baku pestisida biasa dipakai di laboratorium
metidation (99,30 %) (diperoleh analisis, timbangan analitik
dari Komisi Pestisida), air. listrik, pemanas dan blender.
Prosedur Penelitian
Perlakuan tomat praekstraksi
Sampel dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan cara
perlakuan yang berbeda, yaitu tomat yang telah disemprot larutan
pestisida 2 dan 6 hari sebelumnya, tomat yang disemprot pestisida
dicuci dengan air suling, sampel tomat yang disemprot pestisida
direbus hingga mendidih selama 30 menit, sampel jus tomat dari
pasar Lembang, sampel jus tomat dari suatu kantin, sampel tomat
yang disemprot pestisida dicuci dengan larutan detergen pencuci
sayuran dan sampel tomat yang tidak disemprot pestisida.
Prosedur Penelitian
300 g Tomat

- Dicincang
- Ditimbang 25 g
- Ditambah 25 g natrium sulfat anhidrat dan 50 mL etilasetat
- Diekstraksi dengan alat ekstraksi khusus

Ekstrak
- Disaring dengan penyaring
vakum

Filtrat I Ampas
- Diekstraksi kembali dengan 25 mL etil asetat
- Disaring kembali dengan penyaring vakum
Ampas Filtrat II

- Digabungkan dengan filtrat I

Filtrat

- Dipekatkan dengan rotavapor suhu 35 oC

Ekstrak pekat

- Analisis dengan kromatograsi gas

Data
Hasil penelitian
 Pada analisis residu pestisida dengan metode kromatografi gas
langkah yang pertama dilakukan adalah mencari kondisi optimum
dan kesesuian sistem kromatografi gas yang akan digunakan agar
sistem dapat memisahkan residu pestisida metidation dalam tomat
dengan baik.
Hasil Penelitian
 Berdasarkan kurva kalibrasi dari larutan pembanding metidation
diperoleh persamaan y = 11858 x + 1040,6 dari persamaan garis
dapat diperoleh koefisien korelasi (r) 0,999 yang menunjukkan
kelinieran dari respons detektor sangat baik.
Hasil Penelitian
 Kromatogram ekstrak dari sampel tomat tanpa peptisida metidation
(volume penyuntikkan 2 μl)
Hasil Penelitian
 Kromatogram ekstrak sampel tomat 2 hari setelah penyemprotan
mengandung residu 0,86 mg/kg (volume penyuntikkan 2 μl)
Hasil Penelitian
 Kromatogram ekstrak sampel tomat 6 hari setelah penyemprotan
mengandung residu 0,11 mg/kg (volume penyuntikkan 2 μl)
Hasil Penelitian
 Kromatogram ekstrak dari sampel tomat yang dicuci air suling
mengan-dung residu 0,86 mg/kg (volume penyuntikan 2 μl)
Hasil Penelitian
 Data hasil pengujian akurasi metode penentuan kadar metidation
dan tomat
Hasil Penelitian
 Data penentuan keseksamaan sistem penyuntikan 2 μL (metidation
1 bpj)
Hasil Penelitian
 Data hasil uji sampel tomat
Kesimpulan
 Terdapat pengurangan kadar residu metidation pada buah tomat
setelah perlakuan. Kandungan residu pestisida awal (tomat 2 hari
setelah penyemprotan) 0,86 mg/kg setelah dicuci dengan detergen
pencuci sayuran menjadi 0,07 mg/kg (penurunan 92 %), dengan air
suling menjadi 0,08 mg/kg (penurunan 91 %), sedang dengan
direbus menjadi 0,15 mg/kg (penurunan 83 %) Hasil pengujian juga
menunjukkan bahwa residu metidation berkurang sesuai dengan
fungsi waktu. Sedangkan kadar residu pestisida yang diperoleh dari
sampel tomat dari pasar Lembang adalah 0,09 mg/kg.
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH

You might also like