You are on page 1of 30

Sejarah Para Nabi Palsu

Sebenarnya nabi palsu tidak saja muncul di Islam, di agama-agama lain juga sering terdengar
kasus serupa. Nabi-nabi palsu ini tidak saja muncul di negara-negara yg agamis (baca: Indonesia,
Pakistan, dll) akan tetapi juga muncul di negara maju (Amerika, Jerman, dst). Ini menunjukkan
bahwa kian banyak orang ‘keblinger’ (disertai penekanan) yg merasa dirinya menjadi pilihan
Tuhan-nya utk menjadi pemimpin di dunia ini. Ajaran-ajaran para nabi palsu ini banyak yg
menjelma menjadi aliran atau sekte. Ada yg bisa bertahan (sekian lama), namun tidak sedikit yg
hilang bak ditelan bumi.

Kemunculan nabi2 palsu ini tidak sekedar menjadi polemik akan tetapi banyak berujung kepada
kekerasan dan kematian. Kasus paling hangat adalah diobrak-abriknya markas Ahmadiyah di
Bogor beberapa waktu yg lalu. Namun demikian, kemunculan nabi palsu terus hadir dan selalu
saja ada orang-orang yg menjadi pengikutnya, bahkan menjadi anggota militan yg bersedia
mengorbankan nyawanya.

Nabi palsu tidak saja muncul setelah Rasululloh SAW wafat, bahkan pada saat beliau masih
hidup sudah banyak orang2 yg mengaku menjadi nabi, untuk menandingi beliau. Nasib para nabi
palsu ini bermacam-macam, ada yg digantung sampai mati, dibakar, dirotan, bahkan ada yg
menjadi gila.

Beberapa nabi palsu yg berhasil aku kumpulkan literaturnya adalah:


1. Musailamah al Kadzdzab, muncul di jaman Rasululloh SAW, berlokasi di Yamamah.
Nasibnya tewas di tangan Khalid bin Walid pada saat diperangi di jaman khalifah Abu Bakar.
2. Aswad al Ansi, muncul di jaman Rasululloh SAW, dg lokasi di Yaman. Tewas di Yaman.
3. Tulaihah al Asadi, muncul di jaman Rasululloh SAW, dari kabilah Bani Asad. Di akhir
hayatnya dia bertaubat.
4. Sajjah binti al Harits, muncul sesaat setelah Rasululloh SAW wafat. Dia berasal dari suku
Tamim di Irak. Di akhir hayatnya bertaubat dan menjadi muslimah.
5. Ahmad bin Husain
6. Laqit
7. Mirza Ghulam Ahmad, muncul di akhir 1800-awal 1900an. ‘Diangkat’ menjadi nabi oleh
Inggris dengan agama Ahmadiyah (menndompleng Islam), di akhir hayatnya mati sakit di kamar
mandi (beberapa sumber menyatakan di wc) dg kondisi menyedihkan.
8. Mirza Ali Muhammad
9. Bahaullah, aku hanya tau agama yg dia sebarkan, agama Baha’i. Lainnya tidak diketahui.
10. al Mukhtar bin Ubaidillah
11. Ibnu Sam’an
12. Amir bin Harb
13. Abu Mansur al Ijli
14. Ibnu Said as Sajli
15. Abu Khattab al Asadi
16. Ibnu Bahram al Juba’i
17. Hasan bin Hamdan
18. Abu Qasim an Najar
19. al Muni’ul Qashar
20. Ibnu Kharba al Kindi
21. Abu Muslim as Siraj
22. Harits bin Saad, muncul di jaman khalifah Abdul Maik bin Marwan (Bani Umayyah).
Dibunuh oleh pengikutnya sendiri.
23. Isa al Asfahani, muncul di jaman khalifah al Mansur (Bani Abbasiyah). Dihukum mati.

Yang lebih ‘parah’nya lagi, ada orang Indonesia yg mengaku juga sebagai nabi. Berikut
beberapa diantara mereka:
1. Zikrullah Aulia Allah, berasal dari Sulawesi Tengah.
2. Ali Taetang, berasal dari Banggai.
3. Dedi Mulyana alias Eyang Ended, berasal dari Banten. Nabi palsu ini sebenarnya malah dukun
cabul.
4. Lia Aminuddin, berasal dari Jakarta. Dia mengaku sering mendapat wahyu dari malaikat
Jibril.

Demikian sekelumit artikel tentang Nabi-nabi palsu. Semoga qt senantiasa terlindung dari
kejahatan yg mereka timbulkan.

Sumber: tausyiah275.blogsome.com
Sekilas Tentang Sejarah Munculnya Aliran
Ahmadiyah

Banyak sisi kelam dari kisah hidup para nabi palsu yang terkubur oleh puja dan puji para
pengikutnya. Mirza Ghulam Ahmad adalah contoh yang amat layak diketengahkan. Bagaimana
sesungguhnya akhlak dari “nabi” orang-orang Ahmadiyah ini?

Dengan menengok –walau sekilas– tentang sejarah munculnya sekte Ahmadiyah ini, diharapkan
kita akan mengenal dengan jelas jati diri mereka dan pimpinan mereka.1
 
Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan di daerah Qadiyan, salah satu daerah di wilayah Punjab, di
sebuah keluarga yang bekerja dengan setia pada penjajah Inggris. Dahulu ayahnya adalah salah
satu pengkhianat muslimin. Dia melakukan makar terhadap muslimin serta membantu
penjajahan Inggris guna memperoleh kedudukan. Ini sebagaimana disebutkan sendiri oleh
Ghulam Ahmad dalam bukunya Tuhfah Qaishariyyah (hal. 15): “Sesungguhnya ayahku Ghulam
Murtadha dahulu termasuk orang yang memiliki hubungan baik dan mesra dengan pemerintah
Ingris. Ia punya posisi di kantor pemerintah. Ia membantu pemerintah (Inggris) saat orang-
orang sebangsa dan seagamanya melawan Inggris, dengan bantuan yang baik pada tahun 1851
M. Dia bahkan membantu Inggris dengan 50 tentara dan 50 kuda darinya sendiri….”

Di masa remajanya, Ghulam Ahmad belajar sebagian buku-buku bahasa Urdu dan bahasa Arab
dari ustadz-ustadz yang kurang dikenal. Juga belajar sedikit dari ilmu perundang-undangan,
kemudian bekerja menjadi pegawai di Siyalkot dengan gaji hanya 15 Rupee per bulannya (hal.
278-279). Lalu dia meninggalkan pekerjaannya tersebut, sehingga menjadi pengangguran. Saat
itu ia mulai mempelajari buku-buku agama Hindu dan Nashrani, karena dialog antar agama saat
itu tengah ramai di India. Mayoritas muslimin menghormati ulama dan munadzir (ahli dialog)
mereka serta membantu mereka sesuai kemampuan, dengan segala yang mereka miliki baik harta
maupun jiwa. Sehingga Ghulam Ahmad di awal munculnya menampakkan bahwa dirinya adalah
seorang pembela Islam. Dia pandang pekerjaan ini mudah baginya dan mulia. Ia juga bisa
memperoleh harta dengan cara ini yang tidak dia peroleh dengan menjadi pegawai.

Maka yang pertama kali dia lakukan adalah mengumumkan perlawanannya terhadap agama
Hindu. Iapun menulis beberapa makalah di sebagian surat kabar, disusul dengan
memproklamirkan perlawanannya terhadap Nashrani. Sontak kaum muslimin mengarahkan
perhatiannya kepadanya. Ini terjadi pada tahun 1877 M dan 1878 M.

Lalu ia mengumumkan bahwa dirinya telah memulai menulis kitab sebanyak 50 (limapuluh)
jilid, membantah segala sanggahan orang kafir terhadap Islam. Oleh karenanya, hendaknya kaum
muslimin segera menyumbangkan dananya agar segera tercetak. Saat-saat itu juga, ia mulai
mengumumkan tentang karamah-karamahnya yang palsu, sehingga orang-orangpun menganggap
ia bukan hanya sekadar orang berilmu tapi juga seorang wali. Maka segeralah muslimin
mengirimkan dana yang cukup besar untuk mencetak kitab tersebut.2
Kemudian ia menerbitkan Juz pertamanya dengan judul Barahin Ahmadiyah pada tahun 1880 M.
Tetapi isinya justru dipenuhi dengan pengumuman-pengumuman serta karamah-karamahnya.
Lalu keluar juz kedua tahun 1882 M dan isinya tidak jauh dari yang pertama. Kemudian ia
keluarkan juz ketiga tahun 1884 M, lalu juz keempat. Sesampainya kitab-kitab tersebut di tangan
muslimin, mereka heran dan kecewa. Karena bukannya mengisi lembaran kitabnya dengan
sanggahan orang-orang kafir dan bantahannya, tapi justru dengan karamah-karamah dan puja-
pujian terhadap penjajah Inggris.

Ketika itu, para ulamapun paham bahwa sesungguhnya ia hanya menipu kaum muslimin. Yang
patut disebutkan juga bahwa kitab yang dia janjikan 50 jilid itu ternyata tidak terbit kecuali
hanya 5 jilid. Ketika ditanya tentang orang-orang yang telah menyumbang untuk mencetak
kitabnya tersebut, ia hanya menjawab: “Tidak ada bedanya antara lima dan limapuluh kecuali
hanya satu titik.”3

Alhasil, penjajah Inggris telah memanfatkannya dan menyuguhkan kepadanya segala yang
istimewa dan berharga, sehingga iapun berkhianat sebagaimana ayahnya berkhianat. Namun
pengkhianatan ayahnya hanya terhadap bangsa dan rakyat negaranya, tapi si anak ini berkhianat
terhadap agamanya dan pemeluk agamanya. Akhirnya iapun bekerja atas gaji penjajah Inggris
dan dengan bimbingan mereka.

Awal proklamasinya pada tahun 1885 M dengan pengakuan bahwa dirinya adalah seorang
Mujaddid (pembaru). Lalu pada tahun 1891 M dia mengaku bahwa dirinya adalah Mahdi yang
dijanjikan akan muncul. Pada tahun yang sama juga, dia mengaku bahwa dirinya Al-Masih Al-
Mau’ud (yang dijanjikan), namun ia adalah nabi yang mengikuti nabi sebelumnya. Setelah itu,
pada tahun 1901 M dia menyatakan bahwa dirinya adalah Nabi yang berdiri sendiri, yakni
memiliki syariat tersendiri, bahkan lebih utama dari seluruh para Nabi dan Rasul.

Orang-orang yang berilmu sesungguhnya telah menduga kuat sebelum penobatan dirinya sebagai
Nabi bahwa hal itulah sebenarnya yang dia inginkan. Akan tetapi Ghulam mengingkari hal itu
dengan sekuatnya dan mengatakan: “Aku menyakini semua yang diyakini Ahlus Sunnah,
sebagaimana aku meyakini bahwa Muhammad adalah penutup para nabi, dan barangsiapa yang
mengaku kenabian setelahnya berarti dia kafir, dusta. Karena aku mengimani bahwa kerasulan
dimulai dari Adam dan berakhir sampai Rasulullah.”4

Lalu sedikit meningkat dengan motivasi dari penjajah, sehingga dia mengatakan: “Aku bukan
nabi, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan aku muhaddats dan kaliim (yang diajak
bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) agar memperbarui agama Al-Mushthafa.”5

Lalu meningkat lagi secara bertahap, katanya: “Aku bukan Nabi, akan tetapi Muhaddats, dan
Muhaddats itu berkekuatan nabi, bukan benar-benar Nabi.”6

Lalu, “Muhaddats itu adalah Nabi yang kurang… seolah jembatan antara para Nabi dan umat-
umat mereka.”7
 
Lebih dari itu, dia mengatakan: “Aku bukan Nabi yang menyerupai Muhammad atau aku datang
dengan syariat yang baru, bahkan seluruh yang ada, aku adalah Nabiyyun muttabi’ (Nabi yang
mengikuti).”8
 
Lalu “Aku adalah Al-Masih yang Rasul beritakan tentangnya.”9
 
Pada akhirnya mengatakan: ”Demi Allah Yang rohku pada genggaman-Nya, Dialah yang
mengutus aku dan menamaiku dengan Nabi… dan menampakkan untuk kebenaran
pengakuanku, ayat-ayat nyata yang jumlahnya mencapai 300 ribu bukti.”10
 
Padahal dia yang mengatakan sebelum itu: “Tidaklah ada yang mengaku sebagai Nabi setelah
Muhammad kecuali dia adalah saudara Musailamah Al-Kadzdzab, kafir, orang yang jelek”11
 
Dia juga mengatakan: “Kami melaknat orang yang mengaku nabi setelah Muhammad.” 12
 
Dengan demikian Mirza Ghulam Ahmad adalah terlaknat, kafir, pendusta dan sangat jelek,
berdasarkan persaksiannya sendiri.

Satu Contoh Kenabian Ghulam Ahmad


 
Seorang Nabi tentu membawa berita-berita kenabian, karena Nabi berarti pembawa berita dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala (lihat Al-Qamus Al-Muhith). Berita tersebut sebagai bukti akan
kebenaran kenabian yang dia klaim. Itulah pula yang dilakukan oleh Nabi kita Muhammad bin
Abdillah Al-Qurasyi. Sebagai salah satunya adalah berita akan munculnya para pendusta yang
mengaku Nabi, dan itu telah terbukti. Berita tersebut hanya salah satu dari sekian banyak berita
kenabian beliau. Para ulama telah membukukannya dalam karya-karya mereka yang mereka beri
judul Dala`il An-Nubuwwah, semacam yang ditulis oleh Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah.

Lalu bagaimana dengan Nabi Ahmadiyah ini? Kami akan berikan salah satu contoh berita
kenabiannya, yang ia jadikan sebagai tolok ukur kebenaran kenabian atau kedustaannya.

Alkisah, salah seorang kerabat Ghulam Ahmad bernama Ahmad Bik suatu saat memerlukan
bantuan Ghulam karena suatu masalah yang dia alami. Ghulam pun mengatakan: “Aku akan
membantumu dengan syarat kamu nikahkan aku dengan anak perempuanmu, Muhammadi
Baijum.”

Usia Ghulam ketika itu di atas 50 tahun dan dalam kondisi banyak mengidap penyakit. Ahmad
Bik pun tidak menerima syarat tersebut, sehingga beranglah Ghulam Ahmad karena penolakan
itu. Mulailah ia mengancam Ahmad Bik. Begitu kasmarannya terhadap si wanita tersebut sampai
ia mengatakan: “Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku dalam bentuk (wahyu)
kenabian, bahwa anak perempuan Ahmad Bik menikah denganku. Padahal keluarganya tidak
setuju dan melarang. Akan tetapi Allah menikahkannya denganku dan menghilangkan segala
penghalang. Tidak seorangpun yang dapat menghalangi terwujudnya pernikahan ini.” (Izalatul
Auham hal. 396 karya Ghulam Ahmad)

Lebih dari itu bahkan dia mengatakan: “Bila berita kenabian ini tidak terwujud, maka aku
menjadi yang terjelek dari orang-orang yang jelek, wahai orang-orang yang dungu.”
Dalam masa penantian terwujudnya “berita kenabian” itu, Ghulam terus berusaha merayu
Ahmad Bik dengan berbagai macam janji dan pengharapan. Sehingga ia menulis surat kepada
Ahmad Bik yang berisi: “Saudaraku yang mulia Ahmad Bik, semoga Allah berikan keselamatan
kepadamu. Saat ini aku baru saja selesai dari amalan muraqabah, sehingga aku tidur dan aku
melihat bahwa Allah memerintahkan aku agar memperlihatkan kepadamu dengan syarat kamu
nikahkan aku dengan anak perempuamu yang besar dan masih perawan, agar kamu berhak
mendapatkan kebaikan-kebaikan dari Allah, barakah-barakah-Nya, nikmat-nikmat-Nya serta
kemuliaan dari-Nya, serta memberikan kepadamu jalan keluar dari kesulitan dan musibah. Tapi,
jika kamu tidak memberikan anak perempuanmu kepadaku maka engkau akan menjadi sasaran
peringatan dan hukuman.

Aku sampaikan juga kepadamu apa yang Allah perintahkan kepadaku agar kamu mendapat
nikmat Allah dan pemuliaan-Nya, dan agar Ia bukakan untukmu perbendaharaan-perbendaharaan
nikmat… Aku juga siap untuk menandatangani perjanjian yang kamu bawa kepadaku. Lebih dari
itu, seluruh milikku untukmu dan untuk Allah. Demikian juga, aku siap membantu anakmu Aziz
Bik untuk mendapatkan pekerjaan di kepolisian, sebagaimana aku akan nikahkan dia dengan
anak perempuan seorang yang kaya raya dari muridku.”13

Ketika ia melihat bahwa rayuan-rayuan tersebut tidak membuahkan apapun maka ia mulai
merendah dan meminta-minta belas kasihan Ahmad Bik. Ia tuliskan dalam surat berikutnya:
“Aku berharap darimu dengan penuh adab dan segala kelemahan, agar kamu terima
pernikahanku dengan anak perempuanmu, karena pernikahan ini pasti menyebabkan keberkahan
dan membukakan untuk kalian pintu-pintu rahmat, yang tidak tergambar oleh kalian. Barangkali
kalian juga tahu bahwa berita kenabian ini telah tersebar luas di kalangan ribuan manusia bahkan
ratusan ribu manusia. Dunia pun melihat realisasi dari kenabian ini. Ribuan orang-orang Kristen
juga berharap agar kenabian ini tidak terealisasi, sehingga mereka menertawakan kita. Namun
Allah akan menghinakan mereka dan menolong aku. Oleh karena itu, aku berharap darimu agar
membantu aku dalam merealisasikan kenabian ini.”

Ternyata upaya inipun tidak membuahkan hasil. Maka ia berusaha mencari jalan lain dengan
cara memaksa dua anaknya untuk membantu memaksa Ahmad Bik, yaitu Sulthan Ahmad dan
Fadhl Ahmad. Bila tidak, maka mereka berdua diharamkan dari warisan. Bahkan istrinya juga
diancam untuk diceraikan bila tidak membantu. Dia katakan: “Bila anak perempuan Ahmad Bik
menikah dengan seseorang selainku, maka hari itu juga Sulthan Ahmad haram dari warisanku,
dan dia tidak lagi punya hubungan denganku serta ibunya kuceraikan. Adapun anakku Fadhl
Ahmad, ia juga haram dari warisanku bila ia tidak menceraikan istrinya, yaitu anak perempuan
dari saudara perempuan Ahmad Bik, dan tidak ada lagi hubungan denganku seperti halnya
saudaranya, Sulthan Ahmad.”14

Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak lain untuk membuktikan imitasi kenabiannya.
Gadis dambaan Ghulam Ahmad itupun akhirnya menikah dengan seorang militer bernama
Sulthan Bik. Akhirnya, kesedihan yang dalam dan penyesalan yang tiada terukur menyelimuti
pembawa berita kenabian palsu itu. Laknat dan doa jelek pun dia tuai karena dia sendiri yang
menanamnya: “Bila berita kenabian ini tidak terwujud maka aku menjadi yang terjelek dari
orang-orang yang jelek, wahai orang-orang yang dungu.”
Namun tanpa rasa malu, ia tetap bersikukuh akan kebenaran berita kenabian itu. Sehingga ia
menuliskan: “Aku memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh di hadapan-Nya, sehingga
aku diberi ilham, ‘Niscaya aku akan perlihatkan kepada mereka ayat-ayatku, bahwa wanita ini
akan menjanda dan suaminya akan mati, demikian pula ayahnya. Dalam kurun waktu 3 tahun
lagi, wanita itu akan kembali kepadaku dan tidak seorangpun mampu menghalangi.”15

Dia juga mengatakan: “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan kebenaran. Ini jujur, ini
benar, bahwa wanita itu menikah denganku, DAN AKU JADIKAN BERITA INI SEBAGAI
TOLOK UKUR KEJUJURAN ATAU KEDUSTAANKU. Tidaklah kukatakan ini melainkan
setelah Allah beritakan kepadaku tentangnya.”

Waktu berjalan. Hari berganti hari. Namun sampai waktu yang dijanjikan bahkan melebihinya,
sang suami tak kunjung mati walau hidupnya di bawah desingan peluru dan mortir. Suatu
keadaan yang membuat pengaku nabi ini semakin gundah. Tertuang padanya berbagai laknat dan
cercaan, sehingga ia berdoa: “Akhirnya aku memohon kepada Allah, wahai Ilah, Yang Maha
Kuasa, Yang Maha Berilmu, jika berita kenabian tentang pernikahan dengan anak perempuan
Ahmad Bik ini dari sisi-Mu maka wujudkanlah, agar menjadi hujjah atas makhluk-Mu, dan agar
Engkau bungkam dengannya mulut-mulut orang yang hasad dan jelek. Jika KENABIAN INI
BUKAN DARI-MU ya Allah, maka binasakan aku dalam keadaan hina dan merugi. Dan jadikan
aku terlaknat dalam pandangan-Mu.”16

Sungguh-sungguh terjadi, doa itu bagai bumerang buatnya. Sampai ajal menjemput Ghulam
Ahmad dalam keadaan yang menghinakan, suami Muhammadi Baijum masih tetap menghirup
udara dan tetap berada di samping sang istri, bahkan hidup sampai lebih dari 40 tahun
sepeninggal Nabi palsu yang terbongkar kepalsuannya dengan persaksiannya sendiri.

Sungguh ini merupakan pukulan telak bagi Ahmadiyah, yang mereka tidak mendapatkan jalan
keluar darinya.
Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir menyebutkan sampai 10 berita kenabian palsu semacam ini dalam
makalahnya Al-Mutanabbi Al-Qadiyani wa Tanabbu`atuhu. Tentunya jumlah itu bukan sebagai
pembatas. Namun, adakah bukti kepalsuan ini mendapatkan tempat di hati pada pengikut
Ahmadiyah?

Ternyata tidak, kecuali bagi mereka yang mendapat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena
yang buta sesungguhnya bukanlah mata mereka, tapi kalbu mereka.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1 Pembahasan berikut ini diringkas dari kumpulan makalah Asy-Syaikh Prof. Ihsan Ilahi Zhahir, seorang
ulama besar di Pakistan.
2 Bisa dilihat pengumuman-pengumuman tersebut dalam Tabligh Risalat kumpulan pengumuman Ghulam Al-
Qadiyani juz 1 hal. 25 dan Tabligh Risalat Juz 2 hal: b dan Juz 1 hal. 13.
3 Yakni angka nol dalam tulisan Arab adalah titik. Hanya itu bedanya. Pernyataannya tercantum dalam ‫يقدمه‬
‫ براهين أحمد‬juz 5 hal 7.
4 I’lanul Ghulam, pernyataan Ghulam tanggal 12 Oktober 1891, dalam kumpulan Tabligh Risalat juz 2 hal. 2.
5 Mir`aat Kamalaat Al-Islam hal. 383
6 Himayat Al-Busyra, karya Ghulam hal. 99
7 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 529
8 Titimmatu Haqiqatul Wahyi, karya Ghulam hal. 86
9 Izalatul Auham, karya Ghulam hal. 683
10 Titimmatul Wahyi, karya Ghulam hal. 68
11 Anjam Aatsim, karya Ghulam hal. 28
12 Pernyataan Ghulam dalam Tabligh Risalat juz. 6 hal. 2.
13 Surat Ghulam Al-Qadiyani kepada Ahmad Bik, dinukil dari ‫ غيب نوشته‬hal. 100 tanggal 20 Februari 1888 M.
14 Pengumuman Ghulam Ahmad 2 Mei 1891 dinukil dari Tabligh Risalat, 2/9.
15 Ilham Ghulam Ahmad, dinukil dari ‫غيب نوشته‬
16 Pengumuman Ghulam Ahmad pada 27 Oktober 1894 M dalam Tabligh Risalat, karya Qasim Al-Qadiyani,
3/186.

Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA 


Sumber: http://asysyariah.com
MASA KELAHIRAN

Mirza Ghulam Ahmad lahir di Qadian, Punjab, India. Lahir tanggal 13 Februari 1835 & meninggal 26
Mei 1908 pada umur 73 tahun.

Seorang tokoh rohaniawan dari Qadian, India. Dia adalah pendiri gerakan keagamaan Ahmadiyah. Dia
mengaku sebagai kedatangan Yesus/Isa yang kedua kalinya Mesias yang dijanjikan, Imam Mahdi, begitu
juga sebagai Mujaddid diabad ke 14 Islam. bagaimanapun, pengakuannya tidak begitu saja diterima oleh
sebagian umat Muslim dan sebagian besar melihatnya sebagai nabi palsu.

Ketika Ahmad berumur 40 tahun, ayahnya wafat. Waktu itu Ahmad mengaku bahwa Tuhan telah
berkomunikasi dengannya melalui wahyu. Sejak saat itu Ahmad banyak menulis untuk melawan apa yang
menurutnya sebagai tulisan-tulisan anti Islam dari berbagai kelompok misionaris Kristen. Dia juga fokus
dalam melawan berbagai dampak yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Brahma Samaj.
Selama periode ini dia sangat diterima oleh berbagai golongan Islam yang ada saat itu.

Tidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad (MGA) agar ia
bertaubat dan menghentikan dakwah yang dibawanya itu. Namun, usaha itu tidak juga membuat
pemimpin Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan dakwahnya.

Salah satu keberatan yang dialamatkan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah Mirza Ghulam Ahmad
telah mengajukan sebuah doa untuk menantang (Mubhalah[7]) Maulvi Sanaullah yakni jika diantara
mereka berdua salah satunya adalah orang yang sesat dan palsu. Saat itu Mirza Ghulam Ahmad berumur
62 tahun dan Maulvi Sanaullah yang berasal dari Amritsar adalah seorang muda berusia 29 tahun. Daftar
nama para ulama yang diajak ber-mubahalah oleh MGA telah di lampirkan dalam buku Anjam-e-Aatham
(1897).

Maulvi Sanaullah diam beberapa tahun lamanya tidak menanggapi tantangan tersebut. Setelah sekitar
lima tahun lamanya, para pendukungnya mulai menekan dia untuk menanggapi mubhalah itu.
Menanggapi hal itu Mirza Ghulam Ahmad kemudian menulis dalam buku Ijaz Ahmadi yang di terbitkan
pada tahun 1902 sebagai berikut:

Saya telah melihat pemberitahuan Maulvi Sanaullah dari Amritsar yang mana ia menyatakan memiliki
keinginan yang tulus suatu keputusan, bahwa ia dan saya seyogyanya berdoa sehingga salah seorang di
antara kita yang berdusta akan menemui ajal semasa hidup orang yang benar.

Jelas di katakan pada ayat: QS AL AHZAB 40: Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang laki-laki di
antara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. ada yang berargumen bahwa Nabi
Muhammad hanya Nabi terakhir. Bukan Rasul terakhir. Namun hadits di bawah menunjukkan bahwa
Nabi Muhammad bukan hanya Nabi terakhir, tapi juga Rasul terakhir.
Rasulullah SAW menegaskan: Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan
ada lagi rasul dan nabi sesudahku.

Inilah 5 dalil yang menjelaskan tak ada Nabi baru setelah Muhammad dan TAK ADA NABI BARU LAGI
SETELAH RASULULLAH :

1. QS AL AHZAB 40: Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi.

2. Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda:

Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia
membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut.
Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka takjuk lalu berkata: kenapa kamu tidak taruh batu
ini.? Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi.

3. Imam Muslim juga meriwayatkan dari Jubair bin Mutim RA bahwa Nabi SAW bersabda:

Sesungguhnya saya mempunyai nama-nama, saya Muhammad, saya Ahmad, saya Al-Mahi, yang mana
Allah menghapuskan kekafiran karena saya, saya Al-Hasyir yang mana manusia berkumpul di kaki saya,
saya Al-Aqib yang tidak ada Nabi setelahnya.

4. Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil, bersabda Nabi Muhammad SAW:

Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada
nabi setelahku.

5. Khutbah terakhir Rasulullah.

Wahai manusia, tidak ada nabi atau rasul yang akan datang sesudahku dan tidak ada agama baru yang
akan lahir.Karena itu, wahai manusia, berpikirlah dengan baik dan pahamilah kata-kata yang
kusampaikan kepadamu. Aku tinggalkan dua hal: Al Quran dan Sunnah, contoh-contoh dariku; dan jika
kamu ikuti keduanya kamu tidak akan pernah tersesat.

DIBALIK KONSPIRASI DENGAN INGGRIS

Hubungan Inggris dengan Mirza Ghulam Ahmad (MGA) dan keluarganya memang mesra. ‘Nabi’ MGA
berjasa menyerukan penghapusan jihad saat India dijajah Inggris.

Hasan bin Mahmud Audah, mantan direktur umum Seksi Bahasa Arab Jemaat Ahmadiyah Pusat di
London, menilai hubungan MGA dan Inggris tak ubahnya hubungan seorang pelayan kepada majikannya.
Bukan semata hubungan terima kasih seorang Muslim pada orang yang berjasa padanya.
Di Ruhani Khazain hlm 36, MGA menyatakan: ”Tidak samar lagi, atas pemerintah yang diberkahi ini
(Britania), saya termasuk dari pelayannya, para penasihatnya, dan para pendoa bagi kebaikannya dari
dahulu, dan di setiap waktu aku datang kepadanya dengan hati yang tulus.”

Di Ruhain Khazain hlm 155, MGA menulis: ‘‘Sungguh aku telah menghabiskan kebanyakan umurku
dalam mengokohkan dan membantu pemerintahan Inggris. Dan dalam mencegah jihad dan wajib taat
kepada pemerintah (Inggris), aku telah mengarang buku-buku, pengumuman-pengumuman, dan brosur-
brosur yang apabila dikumpulkan tentu akan memenuhi 50 lemari.”

Tengok pula Ruhani Khazain hlm 28: ”Sungguh telah dibatalkan pada hari ini hukum jihad dengan
pedang. Maka tidak ada jihad setelah hari ini. Barang siapa mengangkat senjata kepada orang-orang kafir,
maka dia telah menentang Rasulullah… sesungguhnya saya ini adalah Al Masih yang ditunggu-tunggu.
Tidak ada jihad dengan senjata setelah kedatanganku ini.”

MGA yang mengaku nabi, rasul, almaasih, almahdi, brahman avatar, krishna, dan titisan nabi-nabi,
teryata tunduk belaka di hadapan Ratu Victoria. Audah dalam bukunya Ahmadiyah; Kepercayaan-
kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman : ”Perbuatan tidak bermalu Mirza Ghulam ‘sang nabi’
merendahkan diri depan Ratu Victoria… tak bisa saya terima, bahkan saat saya masih sebagai seorang
Ahmadi sejati.”

Pengabdian pada Inggris itu sudah dilakukan leluhur MGA sejak tahun 1830-an. Saat itu, India yang
masih dikuasai Muslim, menghadapi dua kekuatan: Inggris dan kaum Sikh. Dalam perang sabil
menghadapi kedua kekuatan itu, keluarga Mirza memihak kaum Sikh dan Inggris.
Fakta tersebut diungkap Bashiruddin Mahmud Ahmad, anak MGA yang juga khalifatul masih II dalam
bukunya, Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad. Leluhur MGA merupakan pemimpin tentara yang
membantu Maharaja Ranjit Singh, Jenderal Nicholson, dan Jenderal Ventura.

Dalam bukunya, Bashiruddin tak menjelaskan konteks pemberian bantuan itu. Dia mengungkapkannya
layaknya sebuah kehormatan besar bagi keluarganya. Namun fakta sejarah memang tak bisa ditutupi,
betapa yang diserang Ranjit Sing, Nicholson, dan Ventura, adalah umat Islam.

”Keuntungan yang utama bagi Inggris karena munculnya Almasih dan Imam Mahdi itu adalah timbulnya
perpecahan di kalangan ummat Islam yang tidak bisa dielakkan lagi,” demikian kesimpulan Abdullah
Hasan Alhadar dalam bukunya Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah.

Saat masalah pertentangan soal Ahmadiyah mencapai puncaknya di Pakistan dan konstitusi negara itu
akhirnya mencantumkan bahwa penganut Ahmadiyah merupakan non-Muslim, terjadilah ketegangan.
Buntutnya, kekhalifahan Ahmadiyah yang mirip ‘dinasti’ itu hengkang dari Pakistan.

Sejak tahun 1985, kekhalifahan tersebut berkedudukan di London, Inggris. Di sana, sejak tahun 1994,
Ahmadiyah memiliki sebuah corong untuk menyebarkan ajarannya, yaitu Muslim Television
Ahmadiyyah (MTA). Perlu dana luar biasa besar untuk melakukan siaran empat bahasa itu.
Audah yang merupakan mantan orang dalam di markas pusat Ahmadiyah, berkomentar tak mungkin
televisi itu dijalankan dengan biaya dari sumbangan orang-orang Ahmadiyah. ”Kami tidak mendapat
informasi akurat mengenai identitas orang yang memberi dana proyek itu.”

MASA MENJELANG "MIRZA GHULAM" WAFAT

Ajaran Ahmadiyah banyak mendapat penentangan dari para ulama di India. Di antara ulama yang
terdepan menentangnya adalah Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-Amru Tasri. Karena geram, Ghulam Ahmad
akhirnya mengeluarkan pernyataan pada tanggal 15 April 1907 yang ditujukan kepada Asy-Syaikh
Tsana`ullah. Namun anehnya tantangan mubahalah ini justru dialami oleh Ghulam ahmad sendiri
.
Di antara bunyinya: “…Engkau selalu menyebutku di majalahmu (‘Ahlu Hadits’) ini sebagai orang
terlaknat, pendusta, pembohong, perusak… Maka aku banyak tersakiti olehmu… Maka aku berdoa, jika
aku memang pendusta dan pembohong sebagaimana engkau sebutkan tentang aku di majalahmu, maka
aku akan binasa di masa hidupmu. Karena aku tahu bahwa umur pendusta dan perusak itu tidak akan
panjang… Tapi bila aku bukan pendusta dan pembohong bahkan aku mendapat kemuliaan dalam bentuk
bercakap dengan Allah, serta aku adalah Al-Masih yang dijanjikan maka aku berdoa agar kamu tidak
selamat dari akibat orang-orang pendusta sesuai dengan sunnatullah.

Aku umumkan bahwa jika engkau tidak mati semasa aku hidup dengan hukuman Allah yang tidak terjadi
kecuali benar-benar dari Allah seperti mati dengan sakit tha’un, atau kolera berarti AKU BUKAN
RASUL DARI ALLAH…

Aku berdoa kepada Allah, wahai penolongku Yang Maha Melihat, Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Berilmu, Yang mengetahui rahasia qalbu, bila aku ini adalah pendusta dan perusak dalam pandangan-Mu
dan aku berdusta atas diri-Mu malam dan siang hari, ya Allah, maka matikan aku di masa hidup Ustadz
Tsana`ullah. Bahagiakan jamaahnya dengan kematianku –Amin–.

Wahai Allah, jika aku benar dan Tsana`ullah di atas kesalahan serta berdusta dalam tuduhannya
terhadapku, maka matikan dia di masa hidupku dengan penyakit-penyakit yang membinasakan seperti
tha’un dan kolera atau penyakit-penyakit selainnya…. Akhirnya, aku berharap dari Ustadz Tsana`ullah
untuk menyebarkan pernyataan ini di majalahnya. Kemudian berilah catatan kaki sekehendaknya.
Keputusannya sekarang di tangan Allah.

Penulis, hamba Allah Ash-Shamad, Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau’ud. Semoga Allah memberinya
afiat dan bantuan. (Tabligh Risalat juz 10 hal. 120)

Apa yang terjadi? Setelah berlalu 13 bulan 10 hari dari waktu itu, justru Ghulam Ahmad yang diserang
ajal. Doanya menimpa dirinya sendiri.

Putranya Basyir Ahmad menceritakan: Ibuku mengabarkan kepadaku bahwa Hadrat (Ghulam Ahmad)
butuh ke WC langsung setelah makan, lalu tidur sejenak. Setelah itu butuh ke WC lagi. Maka dia pergi ke
sana 2 atau 3 kali tanpa memberitahu aku. Kemudian dia bangunkan aku, maka aku melihatnya lemah
sekali dan tidak mampu untuk pergi ke ranjangnya. Oleh karenanya, dia duduk di tempat tidurku.
Mulailah aku mengusapnya dan memijatnya. Tak lama kemudian, ia butuh ke WC lagi. Tetapi sekarang
ia tidak dapat pergi ke WC, karena itu dia buang hajat di sisi tempat tidur dan ia berbaring sejenak setelah
buang hajat. Kelemahan sudah mencapai puncaknya, tapi masih saja hendak buang air besar. Diapun
buang hajatnya, lalu dia muntah. Setelah muntah, dia terlentang di atas punggungnya, dan kepalanya
menimpa kayu dipan, maka berubahlah keadaannya.” (Siratul Mahdi hal. 109 karya Basyir Ahmad)

Mertuanya juga menerangkan: “Malam ketika sakitnya Hadhrat (Ghulam Ahmad), aku tidur di kamarku.
Ketika sakitnya semakin parah, mereka membangunkan aku dan aku melihat rasa sakit yang dia derita.
Dia katakan kepadaku, ‘Aku terkena kolera.’ Kemudian tidak bicara lagi setelah itu dengan kata yang
jelas, sampai mati pada hari berikutnya setelah jam 10 pagi.” (Hayat Nashir Rahim Ghulam Al-Qadiyani
hal. 14)

Pada akhirnya dia mati tanggal 26 Mei 1908.

Sementara Asy-Syaikh Tsana`ullah tetap hidup setelah kematiannya selama hampir 40 tahun.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala singkap tabir kepalsuannya dengan akhir kehidupan yang
menghinakan, sebagaimana dia sendiri memohonkannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

KISAH LAIN KEMATIAN TRAGIS "MIRZA GHULAM"

Hartono Ahmad jaiz pernah bertanya kepada Dr. Hasan bin Mahmud Audah, mantan orang kepercayaan
Khalifah Ahmadiyah ke-4 Thahir Ahmad, yang sudah kembali ke Islam. “Apakah benar, nabinya orang
Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India 15 Februari 1835 dan mati pada 26 Mei 1906, itu
matinya di kakus (WC)?”

Kemudian Dr. Hasan bin Mahmud Audah pun menjawab,“Ha…, ha…, haa… itu tidak benar. Mirza
Ghulam Ahmad tidak bisa ke WC. Dia meninggal di tempat tidur. Tetapi berminggu-minggu sebelum
matinya dia berak dan kencing di situ. Jadi tempat tidurnya sangat kotor seperti WC. Karena sakitnya itu,
sampai-sampai dalam sehari dia kencing seratus kali. Makanya, tanyakanlah kepada orang Ahmadiyah,
maukah kamu mati seperti nabimu?”
Dr Hasan bin Mahmud Audah adalah mantan Muballigh Ahmadiyah dulunya dekat dengan Thahir
Ahmad (Khalifah Ahmadiyah) yang mukim di London. Pertanyaan di atas diajukan Hartono Ahmad Jaiz
seusai berlangsungnya Seminar Nasional tentang Kesesatan Ahmadiyah dan Bahayanya yang
diselenggarakan LPPI di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 11 Agustus 2002.

Selain masalah kematiannya yang menjijikkan, Mirza Ghulam Ahmad menurut Audah punya dua
penyakit: jasmani dan akal. Sakit jasmaninya sudah jelas, berminggu-minggu menjelang matinya tak bisa
beranjak dari tempat tidur, hingga kencing dan berak di tempat tidurnya.

Adapun sakit akalnya, Mirza Ghulam Ahmad mengaku menjadi Maryam, lalu karena Allah meniupkan
ruh kepadanya, maka lahirlah Nabi Isa. Dan yang dimaksud dengan Nabi Isa itu tak lain adalah diri Mirza
Ghulam Ahmad itu sendiri. “Apakah tidak sakit akal itu namanya,” ujar Dr Hasan Audah yang dulunya
mempercayai Mirza Ghulam Ahmad, sehingga sempat membeli sertifikat kuburan surga di Rabwa.
Kini siapa yang sadar dan bertobat setelah tersingkap kedustaannya?
Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber:http://moslemgen.blogspot.com
Ahmadiyyah Sesat, Mirza Ghulam Ahmad Mengaku
Nabi

Mengapa Ahmadiyyah Sesat dan Menyesatkan?


 
Di masa Rasulullah SAW ada seseorang yang mengaku nabi, bernama Musailamah Al-
Kaddzab. Gelar Al-Kaddzab berarti si Pendusta, karena dia memang berdusta dengan mengaku
sebagai nabi. Selain mengaku nabi, Musailamah juga merasa mampu menandingi ayat Al-Qur’an
dengan gubahannya sendiri Ad Difda’u atau Katak. Al Jahiz, sastrawan Arab dalam bukunya ‘Al
Hayawan’ mengomentari gubahan nabi palsu ini dengan mengatakan: “Alangkah kotornya
gubahan yang dikatakannya sebagai ayat Al-Qur’an itu yang turun kepadanya sebagai wahyu.”

Kini, seseorang kembali mengaku nabi. Namanya Mirza Ghulam Ahmad, lahir di Qodian
(India) pada tanggal 15 Februari 1835 M dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M. Selain
mengaku nabi dan rosul, Mirza juga mengaku sebagai Imam Mahdi, serta mengaku
menerima wahyu, yang disebut dengan Tadzkirah. Dengan kitab ‘suci’ yang dibuatnya ini Mirza
Ghulam Ahmad membai’at murid-muridnya dan mengembangkan sekte sesat dan menyesatkan
dengan nama Ahmadiyyah. Saat ini Ahmadiyyah yang masuk di Indonesia sejak tahun 1935
telah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera
Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain.

Di masa lalu, para Sahahabat, seperti Abu Bakar Ash Shiddiq segera mengirimkan panglima
terbaik dalam Islam, Khalid bin Walid sang pedang Allah untuk menghabisi sang nabi paslu,
Musailamah Al Kadzzab. Sebelumnya telah dikirim, panglima Islam lainnya, Usamah bin Zaid
yang teryata kewalahan menghadapi nabi palsu tersebut, Musailamah Al-Kadzab dan istrinya,
Sajah. Barulah ketika tentara Islam pimpinan Khalid bin Walid ini menyerbu Musailamah Al-
Kaddzab di Yamamah, maka sang nabi palsu Musailamah terbunuh bersama 10.000 orang
murtad lainnya. Ath-Thabari, seorang sejarawan Islam menyebutkan bahwa belum pernah ada
perang sedahsyat itu dalam memerangi kesesatan, terutama ajaran yang sesat dan menyesatkan.

Tadzkirah Kitab “Suci” yang Menyesatkan


“Apabila engkau (Mirza) berniat untuk mengerjakan pekerjaan yang besar, maka
bertawakallah kepada Allah, dan jadikanlah perahu (jema’at di hadapan Kami menurut
wahyu Kami). Orang-orang yang mengambil bai’at kepada engkau (yakni murid-murid
engkau), mereka bai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka”. (Kitab “Suci”
Tadzkirah, hal 163)

Dalam buku Ahmadiyyah & Pembajakan Al-Qur’an karya M.Amin Djamaluddin, disebutkan
bahwa kitab “suci” Ahmadiyyah, Tadzkirah telah membajak ayat Al-Qur’an sebanyak 132 ayat.
Dalam Tadzkirah sang nabi palsu, Mirza Ghulam Ahmad mencampur-adukkan ayat-ayat suci Al-
Qur’an dengan bahasa Arab, bahasa Urdu, dan bahasa Persia.

Wahyu palsu yang diklaim Mirza Ghulam Ahmad diturunkan padanya sebenarnya adalah
bajakan dari potongan beberapa ayat Al-Qur’an dari surat Ali Imran ayat 159, Surat Hud ayat 37
dan surat Al-Fath ayat 10 yang disambung menjadi satu ‘wahyu’. Dengan wahyu rekayasa inilah
Mirza Ghulam Ahmad membentuk aliran sesat Ahmadiyyah dengan suatu keyakinan Jama’at
Ahmadiyyah itu identik dengan perahu nabi Nuh a.s. Menurut Mirza, barang siapa yang tidak
mau masuk dalam Jama’at Ahmadiyyah sama saja dengan orang yang tidak mau naik (masuk)
dalam perahu nabi Nuh Nuh dan akan tenggelam semuanya yaitu akan masuk neraka.

Ahmadiyyah juga menganggap kitab “suci” Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci Al-
Qur’an, bahkan lebih besar. Jama’at ini juga mempunyai tempat suci tersendiri yaitu Qadian dan
Rabwah. Mereka bahkan memiliki surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan
serifikat kavling surga tersebut dijual kepada jama’ahnya dengan harga yang sangat mahal.
Parahnya lagi, wanita-wanita Ahmadiyyah haram menikah dengan laki-laki yang bukan
Ahmadiyyah, tetapi lelaki Ahmadiyyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan
Ahmadiyyah. Selain itu, seorang pengikut Ahmadiyyah tidak boleh bermakmum dengan (di
belakang) imam yang bukan Ahmadiyyah. Ahmadiyyah juga mempunyai tanggal, bulan, dan
tahun sendiri, yang mereka beri nama dengan Hijri Syamsyi atau disingkat menjadi HS.

Keanehan dan penyimpangan-penyimpangan ini barulah sebagian kecil dari pokok-pokok ajaran
Ahmadiyyah yang sesat dan menyesatkan. Bahkan Ahmadiyyah bisa disebut sebagai sebuah
agama baru, dan bukan Islam. Hal ini karena Ahmadiyyah memiliki nabi tersendiri, yakni Mirza
Ghulam Ahmad, kitab “suci” tersendiri yaitu Tadzkirah, dan ajaran-ajaran tersendiri yang
menyimpang jauh dari ajaran Islam. Dr. Muhammad Iqbal, ilmuan Islam yang juga berasal dari
India mengingatkan :
“Sesungguhnya Qadianisme (Ahmadiyyah) adalah gerakan penentang Nabi Muhammad
SAW, dan komplotan penentang Islam dan agama yang terpisah, dari agama Islam, bahwa
Qadianisme adalah umat yang berdiri sendiri bukan bagian dari umat Islam”.

“Sesungguhnya Qadianisme (Ahmadiyyah) akan menarik umat nabi Muhammad SAW dan
mendirikan umat baru di India. Sesungguhnya Qadianisme lebih berbahaya bagi kehidupan
masyarakat Islam Hindia dibangdingkan aliran Spenoza dengan filosof Yahudi yang
memberontak dengan peraturan-peraturan Yahudi”.

Ahmadiyyah : Rekayasa dan Konspirasi Musuh Islam

Dalam salah satu kitabnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis : ” Aku adalah Imamuzzaman pada
abad sekarang dan Allah telah menghimpun tanda-tanda pada diriku”. Mirza mengaku
dan menganggap dirinya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu dan dijanjikan
kedatangannya oleh umat Islam seluruh dunia.

Jema’at Ahmadiyyah meyakini bahwa Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan rohani
umat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan
Imam Mahdi. Mirza Ghulam Ahmad sendiri menyatakan bahwa “Barang siapa yang tidak benar-
benar yakin bahwa akan hadirnya Masih dan Mahdi yang dijanjikan, ia bukan dari Jama’atku,
yakni jama’at Ahmadiyyah.

Cerita dan klaim konyol seperti ini sudah sering terjadi sebelumnya yang teryata didalangi oleh
musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam memanfaatkan nubuwah (berita kenabian) diutusnya
Imam Mahdi di akhir zaman dengan memanipulasi sosok Al Mahdi dan memunculkan tokoh-
tokoh rekayasa untuk dipercaya sebagai Al Mahdi, termasuk Mirza Ghulam Ahmad.

Keyakinan akan turunnya Imam Mahdi telah dimanipulasi oleh musuh-musuh Islam, salah
satunya Inggris. Inggris yang pada waktu itu menjajah India, kesal dan putus asa terhadap sikap
kaum muslimin yang anti pati dan nonkooperatif terhadap Inggris. Sikap umat Islam ini
membuat mereka terpojok dibanding umat Hindu yang bersikap kooperatif. Dalam kondisi lemah
dan tertindas inilah muncul gerakan Mahdiisme yang dipelopori Ahmadiyyah yang
berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Mirza Ghulam Ahmad tampil sebagai sosok yang
mengaku telah diangkat sebagai Al-Mahdi dan Al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai
tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan umat muslim dengan memberi interpretasi
baru terhadap ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tuntutan zamannya, sebagai yang diilhamkan
Tuhan kepadanya.

Dalam novel The Mahdi karya AJ Quinnel (1981) diceritakan konspirasi antara agen M-16
(Inggris) dengan agen CIA (Amerika) dalam merekayasa kehadiran sosok Al Mahdi, Abu Qadir,
seorang sufi asal Saudi. Dalam sinopsis novel tersebut dikatakan : Sebuah cerita spionase
spektakuler tentang dinas-dinas rahasia internasional yang merencanakan untuk menguasai
kekuatan Islam yang sedang berkembang melalui sebuah mukjizat buatan, di depan mata jutaan
umat Islam beriman di Kota Mekah. Menampilkan seorang Mahdi baru : Itulah sasaran yang
ingin dicapai setiap agen dinas rahasia Barat. Seorang ‘nabi boneka’ merupakan sebuah kunci
yang tak terbayangkan bagi kekuatan internasional. Menampilkan, sudah tentu seorang “nabi”
yang tetap berfungsi sebagai boneka.

Fenomena munculnya nabi-nabi palsu akhir zaman seperti Mirza Ghulam Ahmad, Ahmad
Mosadeq, hingga Lia Aminuddin dengan klaim sebagai Al Masih, menerima wahyu dari Jibril
a.s. sekaligus mengaku sebagai nabi yang mendapat wahyu menjadi realitas tak terbantahkan
akan adanya konspirasi untuk menghancurkan Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Pelbagai cerita “mukjizat” biasanya diumbar oleh para nabi palsu ini untuk meyakinkan para
pengikutnya. Padahal, bisa jadi “mukjizat” palsu itu sengaja diciptakan oleh musuh-musuh
Islam, baik yang nyata maupun tidak.

Untuk membuktikan kemahdian Abu Qadir, agen Inggris M-16 membangun instalasi komunikasi
rahasia dalam gua yang biasa digunakan sang sufi untuk meditasi. Lewat satelit, diproduksilah
visualisasi ketika Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama, sehingga seolah dia pun
menerima ‘wahyu’.

Sementara itu, Mirza Ghulam Ahmad mengaku menemukan sebuah makam di Srinagar, Punjab,
India. Menurutnya makam tersebut adalah makam Yus Asaf yang diyakini sebagai Isa Al-Masih,
sesudah pengembaraannya yang panjang dari Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan
makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah (tentang Imam Mahdi) yang relevan
sebagai dasar keyakinan Ahmadiyyah. Maka pada tahun 1890, Mirza Ghulam Ahmad pun
mendakwahkan dirinya sebagai Imam Mahdi. Selaku Imam Mahdi ia mendapat wahyu dari
Allah SWT, yang berbunyi : “Bangkitlah! Waktu yang ditetapkan untukmu telah tiba…”

Dalam situs resmi Ahmadiyyah Indonesia, terdapat artikel tentang biografi Mirza Ghulam
Ahmad yang ditulisnya sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau’ud (Al Masih yang ditunggu).
Lewat situs ini Ahmadiyyah gencar berpropaganda, bahkan menyiarkan langsung ceramah
khalifah mereka di London.

Berikut kutipan dari situs Ahmadiyyah Indonesia tentang tanda-tanda kematian Mirza Ghulam
Ahmad :
Pada bulan Desember 1905, Hazrat Ahmad as. mendapat ilham yang menerangkan bahwa saat
kewafatan beliau telah dekat, oleh karenanya beliau menulis sebuah buku yang berjudul Al-
Wasiat, yang disebar luaskan kepada seluruh warga Jemaat Ahmadiyah. Di dalamnya beliau as.
memberitahukan bahwa saat kewafatan beliau telah dekat, dan menasihatkan agar Jemaat
tenteram serta berbesar hati.

Demikian pula, berdasarkan ilham Ilahi, Hazrat Ahmad as. mengumumkan untuk membuat
sebuah areal perkuburan khusus (Bahesyti Maqbarah), dan orang-orang yang akan dikebumikan
disana harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Yakni mengurbankan paling sedikit
1/10 harta bendanya dan 1/10 dari penghasilannya setiap bulan untuk kepentingan Islam. Hazrat
Ahmad as menjelaskan :
“Allah Taala telah memberi kabar suka kepada saya, bahwa di perkuburan itu hanya orang-orang
ahli surga saja lah yang akan dikuburkan.”

Lihat, kesesatan Ahmadiyyah yang meyakini pimpinan mereka menerima wahyu (meski diubah
kata-katanya menjadi ilham), dan meyakini dengan yakni bahwa pimpinan mereka akan masuk
serga.

Selain itu, kucuran dana Ahmadiyyah juga sangat besar. Untuk menggaji pegawainya saja
Ahmadiyyah mengeluarkan sekitar 60 juta/bulan. Ahmadiyyah juga setiap bulannya
membagikan brosur kepada masyarakat, membagikan buku-buku yang berisi ajaran Ahmadiyyah
secara gratis kepada masyarakat. Semuanya itu dilakukan dari markas besar mereka di Parung
Bogor, Jawa Barat di atas tanah seluas 15 ha.
Harus Diapakan Ahmadiyyah ?

Sejak kemunculannya, Ahmadiyyah telah ditentang oleh seluruh ulama. Namun, berkat bantuan
Inggris yang menjajah India ketika itu, keberadaan Ahmadiyyah tetap langgeng bahkan semakin
berkembang cepat. Ketika Pakistan melarang keberadaan Ahmadiyyah, khalifah atau pemimpin
tertinggi mereka melarikan diri ke Inggris dan memindahkan markasnya pula ke sana.

Pasca kematian Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyyah
berpindah secara estafet kepada seseorang yang kemudian diyakini sebagai khalifah, dan
mendapat gelar Hadhrat.

Kepemimpinan pertama Ahmadiyyah selepas kematian Mirza adalah Hadhrat Hafiz H. Hakim
Nuruddin selaku khalifah I hingga meninggal tahun 1914 M. Selanjutnya dipilih khalifah II
Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga
1965. Kemudian, ia digantikan oleh khalifah III Hadhrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal
dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifahan dijabat oleh khalifah IV Hadhrat Mirza Taher
Ahmad hingga sekarang.

Ironisnya, di bulan Juni-Juli 2000 M, Ahmadiyyah yang telah difatwakan sesat oleh MUI,
dinyatakan sebagai aliran kafir di luar Islam oleh Liga Dunia Islam di Mekkah, justru disambut
dengan upacara penting di negeri ini oleh Dawam Rahardjo, Gus Dur, dan Amien Rais. Ketika
itu, khalifah ke IV Ahmadiyyah, Taher Ahmad yang bermarkas di London, Inggris berkunjung
ke Indonesia. Tentu saja sambutan kepada penerus nabi paslu tersebut akan mengakibatkan
kaburnya pandangan umat Islam akan kesesatan dan menyesatkannya Ahmadiyyah. Bisa jadi,
Ahmadiyyah akan dianggap sebagai ajaran yang benar, yang perlu juga dibela dan dilindungi
sebagaimana pandangan awam saat ini. Padahal sudah jelas sejelas matahari di siang hari bahwa
Ahmadiyyah adalah sesat dan menyesatkan!

Prof.KH. Ibrahim Hasan LML, Rektor IIQ Jakarta mewajibkan kaum muslimin untuk berjuang
membubarkan Ahmadiyyah. Bahkan hampir seluruh ormas Islam ketika itu telah
menandatangani kesepakatan agar Ahmadiyyah dibubarkan, karena telah menodai Al-Qur’an.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Juni 1995.
Syuriah Nahdatul Ulama, melalui Rois (Ketua) dan pelaksana harian syuriyahnya, KH Ma’ruf
Amin, memutuskan bahwa Ahmadiyyah yang ada di Indonesia menyimpang dari ajaran Islam.
Maka sudah seharusnya aliran yang memutar-balikkan Al Qur’an tersebut dilarang.
Ahmadiyyah, menurut keputusan Syuriyah memutar-balikkan ayat Al-Qur’an, bahkan mengakui
adanya nabi baru setelah nabi Muhammad SAW. Mirza Ghulam Ahmad dianggap sebagai nabi.
Itu jelas menyimpang dari ajaran Islam dan harus dilarang, uangkap KH Ma’ruf Amin menjawab
harian Pelita, Agustus 1995.

Sejak saat itu, kaum muslimin tiada henti menuntut pembubaran Ahamdiyyah di negeri ini.
Lebih dari 10 tahun telah berlalu, umat Islam tidak henti dan tidak bosan menyuarakan
kebenaran dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar, menolak keberadaan Ahmadiyyah yang
sesat dan menyesatkan. Kaum muslimim yakin bahwa Ahmadiyyah adalah sebuah kemungkaran
dan kemungkaran harus diingkari menurut kadar kemampuan.
Karena jika kemungkaran seperti Ahmadiyyah tidak dihilangkan, maka akan menyebabkan
negara dan umat akan binasa, sebagaimana hadits Rosul SAW :
“Maka jika mereka membiarkan mereka berbuat menurut keinginan mereka, niscaya mereka
akan binasa, dan jika mereka mencegahnya, maka mereka semua akan selamat”.

Abdul Mun’im Halimah “Abu Bashir” dalam bukunya “Fatwa Mati Buat Penghujat”
menyatakan, mencegah dan menjatuhkan sanksi hukuman terhadap pelaku kemungkaran tidaklah
bertentangan ataupun berlawanan dengan keadaan Allah yang akan menghukumnya sendiri kelak
di hari kiamat, sebagaimana firman Allah :
“Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian adzab
siksaan (yang besar) dari sisi-Nya, atau (adzab siksaan) dengan tangan-tangan kami.”
(QS At Taubah: 52)

Adapun siksaan yang ditimpakan Allah kepada mereka melalui tangan-tangan kita adalah
sewaktu mereka menampakkan kepada kita kebatilan dan kekafiran mereka. Sedangkan siksaan
yang datang dari sisi Allah adalah kelak nanti pada hari kiamat, hari di mana mereka dibawa
menghadap Allah SWT. Lalu, Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang amat pedih.

Wallahu’alam bis showab!

M Fachry
Sumber: arrahmah.com 
Menguak Misteri Nabi Palsu Mirza Ghulam Ahmad
(Pendiri Ahmadiyah)

Mirza Ghulam Ahmad (lahir di Qadian, Punjab, India, 13 Februari 1835 – meninggal 26 Mei
1908 pada umur 73 tahun), seorang tokoh rohaniawan dari Qadian, India, dia adalah pendiri
gerakan keagamaan Ahmadiyah. Dia mengaku sebagai “kedatangan Yesus/Isa yang kedua
kalinya”, Mesiah yang dijanjikan, Imam Mahdi, begitu juga sebagai Mujaddid diabad ke 14
Islam. bagaimanapun, pengakuannya tidak begitu saja diterima oleh sebagian umat Muslim dan
sebagian besar melihatnya sebagai Nabi palsu.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Nama yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Sedangkan “Hazrat”
adalah kata penghormatan kepada dia oleh para pengikutnya. Kata “Mirza” melambangkan
keturunan bangsawan dari Moghul. Adalah merupakan kebiasaan, dia suka menggunakan nama
Ahmad agar lebih ringkas.

Hazrat Ahmad adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan paman Amir
Tughlak Temur. Tatkala Amir Temur menyerang Qesh, Haji Barlas sekeluarga terpaksa
melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap disana. Tetapi pada abad ke 10
Hijriah atau abad ke 16 Masehi, seorang keturunan Haji Barlas bernama Mirza Hadi Beg beserta
200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India karena beberapa hal, dan tinggal di
kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya
dari sungai tersebut.
Ia lahir di Punjab, India pada 13 Februari 1835 atau 14 Syawal 1250 H, pada waktu shalat subuh
hari Jumat, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Ia lahir dalam sebuah keluarga
yang berkecukupan sebagai bayi kembar, namun kembarannya meninggal saat lahir.

Dia dikabarkan selalu menghabiskan waktunya di mesjid dengan mempelajari Al Qur’an dan
pelajaran agamanya, Islam. Hal itu tidak sesuai dengan kemauan ayahnya yang ingin agar dia
menjadi seorang pengacara atau seorang pegawai negeri. Dalam mempelajari hal-hal keagamaan,
dia selalu berinteraksi dengan banyak orang Islam, orang non Islam, dan dengan misionaris
Kristen yang selalu diajaknya berdiskusi.

Awal Pengakuannya

Ketika Ahmad berumur 40 tahun, ayahnya wafat. Waktu itu Ahmad mengaku bahwa Tuhan telah
berkomunikasi dengannya melalui wahyu. Sejak saat itu Ahmad banyak menulis untuk melawan
apa yang menurutnya sebagai tulisan-tulisan anti Islam dari berbagai kelompok misionaris
Kristen. Dia juga fokus dalam melawan berbagai dampak yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok seperti Brahma Samaj. Selama periode ini dia sangat diterima oleh berbagai golongan
Islam yang ada saat itu.

Kematian Mirza Ghulam Ahmad

Tidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad
(MGA) agar ia bertaubat dan menghentikan dakwah yang dibawanya itu. Namun, usaha itu tidak
juga membuat pemimpin Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan dakwahnya.

Salah satu keberatan yang dialamatkan kepada Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah Mirza Ghulam
Ahmad telah mengajukan sebuah doa untuk menantang (Mub?halah) Maulvi Sanaullah yakni
jika diantara mereka berdua salah satunya adalah orang yang sesat dan palsu. Saat itu Mirza
Ghulam Ahmad berumur 62 tahun dan Maulvi Sanaullah yang berasal dari Amritsar adalah
seorang muda berusia 29 tahun. Daftar nama para ulama yang diajak ber-mubahalah oleh MGA
telah di lampirkan dalam buku Anjam-e-Aatham (1897).

Maulvi Sanaullah diam beberapa tahun lamanya tidak menanggapi tantangan tersebut. Setelah
sekitar lima tahun lamanya, para pendukungnya mulai menekan dia untuk menanggapi mub?
halah itu. Menanggapi hal itu Mirza Ghulam Ahmad kemudian menulis dalam buku Ijaz Ahmadi
yang di terbitkan pada tahun 1902 sebagai berikut:
“Saya telah melihat pemberitahuan Maulvi Sanaullah dari Amritsar yang mana ia menyatakan
memiliki keinginan yang tulus suatu keputusan, bahwa ia dan saya seyogyanya berdoa sehingga
salah seorang di antara kita yang berdusta akan menemui ajal semasa hidup orang yang benar”

Tahun 1902 dan buku Ijaz Ahmadi diterbitkan pada bulan November di tahun yang sama.
Menanggapi hal itu Maulvi Sanaullah menerbitkan sebuah buku berjudul Ilhamat Mirza (Wahyu-
wahyu Mirza), ia menulis:
“Saya tidak pernah mendakwakan diri seperti Anda bahwa saya seorang Nabi, atau seorang
Rasul, atau seorang anak Tuhan, atau seorang penerima wahyu. Saya tidak dapat, oleh karena itu,
tidak berani untuk ikut dalam pertandingan semacam itu. Perkataan Anda bahwa jika saya mati
sebelum Anda, Anda akan menyatakan bahwa itu adalah bukti kebenaran Anda dan jika Anda
mati sebelum saya, maka siapakah yang akan pergi ke kuburan Anda untuk diminta pertanggung-
jawabannya?

Itulah sebabnya mengapa Anda mengemukakan tantangan yang konyol itu. Saya menyesal
bagaimana pun juga, saya tidak berani ikut dalam kontroversi seperti itu dan kurangnya
keberanian saya ini merupakan sumber kehormatan bagi saya dan bukanlah suatu sumber
kehinaan.”

Banyak dari penentang Ahmadiyah membuat cerita mengenai penyebab kematian Mirza Ghulam
Ahmad, dikatakan oleh penentang MGA meninggal di kamar mandi akibat ratusan kali buang air
besar karena sakit kolera. Memang benar MGA beberapa kali buang air besar karena sakit diare
bukan kolera. Mirza Ghulam Ahmad wafat dengan tenang diatas peraduannya dan kepergiannya
disaksikan oleh keluarga, Sahabat dan kerabatnya pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10:30 pagi.
Mirza Ghulam Ahmad wafat setelah 10 tahun ber-mub?halah dengan Maulvi Sanaullah, dan
pada saat itu (1907) Maulvi pun menulis karangannya Ahlul Hadits, sebagai berikut:
“Al-Qur’an menyatakan bahwa orang-orang yang berbuat kezaliman mendapat kelonggaran dari
Tuhan. Sebagai contoh dikatakan “Barangsiapa berada dalam kesesatan, maka biarlah Yang
Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya” (19:76), dan: “Kami memberikan kelonggaran
bagi mereka sehingga mereka dapat memperbanyak dosanya” (3:179), “Tuhan akan membiarkan
mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka” (2:16), dan: “Sebenarnya Kami telah
memberikan mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan sehingga panjanglah umur mereka”
(21:45).”

Dengan demikian Maulvi Sanaullah tidak hanya menolak tantangan Mirza Ghulam Ahmad untuk
ber-mub?halah, melainkan ia telah mengemukakan suatu prinsip bahwa para pendusta, penipu,
perusuh dan pemberontak diberikan umur yang panjang.

Setelah mengetahui fakta mengenai sakit dan wafatnya Mirza Ghulam Ahmad, sekarang yang
menjadi persoalan dari segi aqidah adalah: Apakah sakit diare akut yang menyerang isi perut
MGA dapat dikategorikan sebagai penyakit yang diridhai oleh Tuhan atau tidak?
Hartono Ahmad jaiz pernah bertanya kepada Dr. Hasan bin Mahmud Audah, mantan orang
kepercayaan Khalifah Ahmadiyah ke-4 Thahir Ahmad, yang sudah kembali ke Islam. “Apakah
benar, nabinya orang Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India 15 Februari 1835
dan mati pada 26 Mei 1906, itu matinya di kakus (WC)?”

Kemudian Dr. Hasan bin Mahmud Audah pun menjawab,“Ha…, ha…, haa… itu tidak benar.
Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa ke WC. Dia meninggal di tempat tidur. Tetapi berminggu-
minggu sebelum matinya dia berak dan kencing di situ. Jadi tempat tidurnya sangat kotor seperti
WC. Karena sakitnya itu, sampai-sampai dalam sehari dia kencing seratus kali. Makanya,
tanyakanlah kepada orang Ahmadiyah, maukah kamu mati seperti nabimu?”
Dr Hasan bin Mahmud Audah adalah mantan Muballigh Ahmadiyah dulunya dekat dengan
Thahir Ahmad (Khalifah Ahmadiyah) yang mukim di London. Pertanyaan di atas diajukan
Hartono Ahmad Jaiz seusai berlangsungnya Seminar Nasional tentang Kesesatan Ahmadiyah
dan Bahayanya yang diselenggarakan LPPI di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 11 Agustus 2002.

Selain masalah kematiannya yang menjijikkan, Mirza Ghulam Ahmad menurut Audah punya
dua penyakit: jasmani dan akal. Sakit jasmaninya sudah jelas, berminggu-minggu menjelang
matinya tak bisa beranjak dari tempat tidur, hingga kencing dan berak di tempat tidurnya.

Adapun sakit akalnya, Mirza Ghulam Ahmad mengaku menjadi Maryam, lalu karena Allah
meniupkan ruh kepadanya, maka lahirlah Nabi Isa. Dan yang dimaksud dengan Nabi Isa itu tak
lain adalah diri Mirza Ghulam Ahmad itu sendiri. “Apakah tidak sakit akal itu namanya,” ujar Dr
Hasan Audah yang dulunya mempercayai Mirza Ghulam Ahmad, sehingga sempat membeli
sertifikatkuburan surga di Rabwa.

Ahmadiyah Jago Berbohong

Tentang propaganda bohong, Ahmadiyah adalah jagonya. Hartono Ahmad Jaiz menyampaikan
pengalamannya: “Propagandis Ahmadiyah di depan saya dan 1200 hadirin di Masjid Al-Irsyad
Purwokerto, April 2002, masih bisa ngibul (berbohong) dengan mengatakan bahwa banyak raja-
raja di Afrika yang masuk ‘Islam’, yaitu masuk Jemaat Ahmadiyah. Hingga seakan-akan orang
Ahmadiyah bangga dan berjasa kepada Islam karena bisa ‘mengislamkan’ raja-raja di Afrika.”

Ketika hal itu dikemukakan Hartono kepada Dr Hasan Audah, kontan mantan petinggi
Ahmadiyah ini kembali tertawa dan berkata: “Itu bohong besar. Di Afrika, kepala-kepala dusun
(desa) memang disebut raja. Jadi hanya tingkat kepala dusun, bukan berarti raja yang
sebenarnya. Nah itulah yang dijadikan propaganda. Ahmadiyah memang penuh kebohongan dan
propaganda,” tegasnya.

Kalau disimak, keterangan Dr Hasan Audah itu bisa dicocokkan dengan aneka ajaran
Ahmadiyah, bahkan slogan-slogannya. Kebohongan memang ada di mana-mana. Di kitab
sucinya, Tadzkirah, di sertifikat kuburan surga, bahkan di spanduk-spanduknya pun penuh
kebohongan.

Satu contoh kecil, spanduk yang dipasang di berbagai tempat dalam lingkungan Al-Mubarok,
sarang Ahmadiyah di Parung Bogor Jawa Barat, waktu kedatangan Khalifah Ahmadiyah Thahir
Ahmad, Juni-Juli 2000, masa pemerintahan Gus Dur, adalah slogan Semua Dicintai, Tiada yang
Dibenci. Tetapi itu slogan bohong.

Buktinya, ketika Ahmad Haryadi mantan propagandis Ahmadiyah bersama Hartono Ahmad Jaiz,
Farid Okbah da’i Al-Irsyad, dan Abu Yazid pemuda Persis(Persatuan Islam) dari Bekasi Jawa
Barat masuk ke sarang Ahmadiyah di Parung saat ada upacara besar-besaran mendatangkan
Khalifah Ahmadiyah IV Thahir Ahmad dari London itu, tiba-tiba seorang tua bekas teman
Haryadi membentaknya, “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?!”
Ahmad Haryadi menjawab, “Itu kan ada spanduk, Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci.”
“Tidak bisa! Dicintai itu kalau kamu cinta kami. Kamu kan tidak cinta kami!” Ujar lelaki
Ahmadiyah keras-keras.

Belum berlanjut perdebatan antara mantan dan aktivis Ahmadiyah itu tahu-tahu Ahmad Haryadi
dan kawan-kawan ditangkap oleh kepala keamanan Ahmadiyahyang membawa 25 pemuda
keamanan Ahmadiyah malam itu.

Slogan Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci itu menurut Dr Hasan Audah, pertama kali
diucapkan oleh khalifah sebelum Thahir Ahmad.

Kata-kata itu adalah perkataan yang bertentangan dengan Islam. Karena Islam bersikap Asyidaau
‘alal kuffar ruhamaau bainahum (bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih
sayang sesama Muslim).
Bohong dan bertentangan dengan Islam itulah inti ajaran Ahmadiyah. Karena nabinya, Mirza
Ghulam Ahmad, adalah seorang pembohong dan pembuat ajaran yang bertentangan dengan
Islam.

Pengakuan Palsu Bertahap

Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan beberapa pengakuan palsu secara bertahap.


1. Pertama, ia mengaku sebagai mujaddid (pembaru).
2. Kemudian ia mengaku sebagai nabi yang tidak membawa syari’at.
3. Kemudian ia mengaku sebagai nabi dan rasul membawa syari’at, menerima wahyu seperti Al-
Qur’an dan menerapkannya kepada dirinya.
4. Setelah itu ia mengikuti cara-cara kebatinan dan zindiq (kufur) dalam ungkapan-ungkapannya.
Ia mengikuti cara-cara Baha’i dalam mengaburkan ucapannya.
5. Kemudian ia mulai meniru mu’jizat penutup para nabi, Nabi Muhammad saw.
6. Lalu menjadikan masjidnya sebagai Masjid Al-Aqsha, dan desanya sebagai Makkah Al-
Masih.
7. Ia jadikan Lahore sebagai Madinah, dan menara masjidnya diberi nama menara Al-Masih.
8. Ia membangun pemakaman yang diberi nama pemakaman al-jannah, semua yang dimakamkan
di sana adalah ahli syurga. (Syaikh Muhammad Yusuf Al-Banuri, ahli Hadits di Karachi
Pakistan, dalam kata pengantar buku Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, Keyakinan Al-
Qadiani, LPPI, 2002, hal xxii).

Cukuplah jelas apa yang ditegaskan Nabi Muhammadsaw: “Kiamat tidak akan tiba sebelum
dibangkikannyat para Dajjal pendusta yang jumlahnya hampir tiga puluh orang. Setiap mereka
mendakwakan bahwa dirinya adalah Rasul Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Ahmadiyah Mengkafirkan Muslimin

Seorang Muslim yang tidak percaya akan da’wah pengakuan Ghulam Ahmad sebagai “nabi” dan
“rasul”, maka orang Muslim itu dikafirkan oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan aneka ucapannya
dan ucapan pengikutnya. Bahkan ucapan yang dinisbatkan kepada Allah swt dalam Kitab
Tadzkirah Wahyu Muqoddas, wahyu suci yang dianggap dari Allah kepada Mirza Ghulam
Ahmad:
1. 1.Sayaquulul ‘aduwwulasta mursalan. Musuh akan berkata, kamu bukanlah (orang yang)
diutus (oleh Allah). (Tadzkirah, halaman 402). Lalu perkataan Mirza Ghulam Ahmad: Seseorang
yang tidak beriman kepadaku, ia tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. (Haqiqat ul-Wahyi,
hal. 163).
2. “Sikap orang yang sampai da’wahku kepadanya tapi ia tak mau beriman kepadaku, maka ia
kafir. (S.k. al-Fazal, 15 Januari 1935).
3. Basyiruddin, adik Mirza Ghulam Ahmad, berkisah: “Di Lucknow, seseorang menemuiku dan
bertanya: “Seperti tersiar di kalangan orang ramai, betulkah anda mengafirkan kaum Muslimin
yang tidak menganut agama Ahmadiyah?” Kujawab: “Tak syak lagi, kami memang telah
mengafirkan kalian!” Mendengar jawabanku, orang tadi terkejut dan tercengang keheranan.”
(Anwar Khilafat, h. 92).
4. Ucapannya lagi: “Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai ‘nabi’ dan ‘rasul’ Allah,
sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena
mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya.
Jadi, mereka itu kuffar!” (S.k. al-Fazal, 26 Juni 1922).
5. Katanya lagi: “Setiap orang yang tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, maka dia kafir,
keluar dari agama walaupun dia Muslim, walaupun ia sama sekali belum mendengar nama
Ghulam Ahmad”. (Ainah Shadaqat, h. 35).
6. Dan Basyir Ahmad meningkahi ucapan abang kandungnya: “….. Setiap orang yang beriman
kepada Muhammad tapi tidak beriman kepada Ghulam Ahmad, dia kafir, kafir, tak diragukan
lagi kekafirannya”. (Review of Religions,No. 35; Vol. XIV, h. 110).

Lebih Berbahaya dari Bandar Narkoba

Mirza Ghulan Ahmad, selain mengaku nabi, di samping bohong, ia menulis buku dan selebaran
untuk mendukung Penjajah Inggris, dan menghapus jihad sampai sebanyak 50 lemari.

Pantaslah kalau Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) yang berpusat di Makkah tahun 1394
H menghukumi aliran Ahmadiyah itu kafir, bukan Islam, dan tak boleh berhaji ke Makkah.
Karena memang syarat-syarat sebagai dajjal pendusta dalam diri Mirza pendiri Ahmadiyah ini
telah nyata. Tinggal penguasa di negeri-negeri Islam menghadapinya, dengan mencontoh Abu
Bakar ra yang telah mengerahkan 10.000 tentara untuk memerangi nabi palsu, Musailamah Al-
Kadzdzab, hingga tewas.

Karena nabi palsunya, Mirza Ghulam Ahmad, telah mati dengan dihinakan oleh Allah Swt, maka
penguasa kini tinggal melarang ajarannya, membekukan asset-asset pendukungnya, dan
membubarkan aktivitasnya. Penguasa adalah pelindung, sebagaimana berkewajiban melindungi
masyarakat dari perusakan jasmani misalnya narkoba, perusakan mental misalnya judi, maka
perusakan aqidah, penodaan, dan pemalsuan yang dilakukan Ahmadiyah mesti dihentikan,
dilarang dan diberantas tuntas.
Membiarkannya, berarti membiarkan kriminalitas meruyak di masyarakat, bahkan bisa diartikan
mendukung rusaknya masyarakat. Padahal sudah ada contohnya, negeri jiran, Malaysia telah
melarang Ahmadiyah sejak 1975. Sedang MUI (Majelis Ulama Indonesai) pun telah
memfatwakan sesatnya Ahmadiyah sejak 1980. Forum Ukhuwah Islamiyah terdiri dari sejumlah
Ormas Islam telah mengajukan suratke kejaksaan Agung untuk dilarangnya aliran sesat
Ahmadiyah, September 1994.

Permohonan yang sama juga dilakukan oleh LPPI pada tahun 1994. Larangan Ahmadiyah oleh
beberapa Kejaksaan Negeri (Subang 1976, Selong Lombok Timur 1983, Sungai Penuh 1989, dan
Tarakan 1989) serta larangan Ahmadiyah oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 1984. Jaksa
Agung masih menunggu apa lagi?

Abu Qori

Sumber: wihans.web.id
Alumni Thawalib Pembawa Ahmadiyah ke Indonesia

Siapa menduga perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bermula dari Ranah Minang. Organisasi
yang didirikan Mirza Ghulam Ahmad ini masuk ke Indonesia atas undangan tiga pelajar
Sumatera Thawalib Padang Panjang. Kaum Ahmadi Indonesia mengenal mereka dengan sebutan
tiga serangkai.

Sejak dulu, Tanah Minangkabau memang dikenal sebagai gudangnya para cendekia. Pendidikan
tinggi berkembang pesat. Dan setidaknya tiga lembaga pendidikan kenamaan ada di sini. Seperti
INS Kayu Tanam, Thawalib Parabek Bukittinggi dan Sumatera Tahwalib Padang Panjang.

Dari buku Riwayat Hidup Tiga Serangkai karangan Ny Sumayya SAg dari Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI), tiga serangkai itu adalah M Abubakar Ayyub, Zaini Dahlan dan Ahmad
Nurruddin. Ketiganya merupakan alumni Sumatera Thawalib Padang Panjang dan Diniyyah
School yang juga ada di Padangpanjang.

Dalam sejarah perkembangan Ahmadiyah di Indonesia kemudian hari, posisi Sumatera Thawalib
menarik untuk dicermati. Selain tiga tokoh awal Ahmadiyah berasal sekolah ini, fatwa MUI yang
menyatakan aliran ini juga keluar semasa lembaga ulama ini dipimpin alumni Sumatera
Thawalib lainnya. Yakni Buya HAMKA yang pada 1 Juni 1980 M memfatwa aliran yang
dibawa Mirza Ghulam Ahmad ini sesat dan menyesatkan.

Mubaligh wilayah Sumbar-Kerinci Jemaat Ahmadyah, Mudatsir Ahmad Surbakti di sekretariat


Ahmadiyah Cabang Padang Jalan Agus Salim No 5 Padang, menceritakan awalnya usai
menamatkan studi di Sumatera Thawalib, tiga orang ini berniat sekolah ke Al Azhar Mesir.
Namun akhirnya mereka memilih Hindustan (India dan Pakistan-red), setelah disarankan guru
mereka Zainuddin Labai El Yunusiah dan Ibrahim Musa Parabek.
“Alasanya karena saat itu sudah banyak pelajar Minang yang bersekolah di Mesir. Kenapa tidak
ke Hindustan saja. Toh pendidikan Islam di sana juga maju,” kata Mudatsir didampingi
Sekretaris Ahamdiyah Cabang Padang Rusydi Arasy.

Tiga tokoh awal Ahmadiyah ini bertolak dari Ranah Minang pada 1922. Meski belum mengenal
Ahmadiyah, mereka sudah mendengar nama Khwaja Kamaluddin, seorang mubalig Ahmadiyah
di Lahore yang pernah berkhotbah di Jawa.

Awalnya, tambah Rusdyi Arasy, mereka bertiga ini berguru kepada maulana Abdussatar di
Pathan Lahore. Lalu pindah ke Qadian. Disinilah mereka dibai’at sebagai anggota Ahmadi oleh
Hadhrat Khalifatul Masih II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad.

Kabar masuknya tiga alumni Sumatera Thawalib ini kedalam Ahmadiyah, menimbulkan
“keributan” di Ranah Minang. Mereka pun difatwa kafir oleh ulama-ulama di Sumbar.

Berdasarkan catatan sejarah Ahmadi, ketiga tokoh Amadiyah Indonesia ini dilahirkan di tempat
berbeda. Zaini Dahlan lahir di Desa Ampek Angkek Tanjung Alam Bukitinggi. Selama menjadi
mubalig Ahmadiyah, dia pernah bertugas Singapura, Malaysia, Medan, Payakumbuah,
Pekanbaru dan Jakarta.

Sementara itu, Ahmad Nuruddin dilahirkan di Parabek Bukitinggi pada 2 Februari 1906. Dia
juga pernah bertugas dibanyak tempat sebagai mubalig Ahmadiyah, yakni di Bengkulu, Lahat,
Palembang, Jakarta dan Lombok. Demikian halnya dengan Abubakar Ayyub yang lahir di
Paninjauan Juni 1906.

Tiga serangka inilah yang mengundang Ahmadiyah masuk ke Indonesia. Semasa menuntut ilmu
di Qadian, mereka meminta Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad berkunjung ke tanah air.
Namun Mirza Bashiruddin mengirimkan mubalig Maulana Rahmat Ali HAOT pada 1925.

Setahun kemudain (1926), lewat Maulana Rahmat Ali Jemaat Ahmadiyah berdiri di Kota
Padang. Sebelum sampai di Ranah Minang, sebenarnya Maulana Rahmat Ali, jelas Rusdyi
Arasy, berdakwah di Tapaktuan Aceh. Walau diterima awalnya, pada akhirnya dia mendapatkan
penolakan. Dan oleh gubernur Aceh saat itu diminta meninggalkan Tanah Rencong.

“Maka itu dia menuju ke Selatan (Sumbar). Di Sumbar, awalnya dia menetap di Pasa Miskin
dekat Gedung IWAPI Padang. Lalu pindah ke Tepi Banda Olo. Pada 1930-an, seorang
pengusaha bernama Bagindo Zakaria dibai’at. Dia mewakafkan tanah, rumah serta bangunan ini
sebagai sekretariat Jamaah sekarang,” jelas Rusdyi.

Sejak awalnya, perkembangan Ahmadiyah di Indonesia selalu dipenuhi pertentangan dan


perdebatan. Sejumlah ulama terkenal tanah air menentang keberadaan aliran ini, seperti H Rasul
(ayah buya Hamka) dan Buya Hamka sendiri, yang juga junior tiga serangkai di Sumatera
Thawalib. Tentangan juga datang dari tokoh-tokoh Persatuan Islam (Persis).

Setidaknya masa-masa awal pernah beberapa kali terjadi perdebatan antara mubaliq-mubaliq
Ahmadiyah dengan tokoh-tokoh Islam lainnya. Seperti perdebatab Tapaktuan 1925, Perdebatan
Padang 1926, Bogor 1932, Bandung 1933 dan Perdebatan Batavia pada 1933 silam. Termasuk
juga setelah kemerdekaan.
Sejak dulu, perdebatan itu berkutat pada tiga hal masalah yakni Nabi Isa (apakah sudah
meninggal atau masih hidup), Masalah Kenabian (apakah masih ada nabi sesudah Nabi
Muhammad atau tidak) dan status Mirza Ghulam Ahmad sendiri.

“Tapi perdebatan-perdebatan itu dibungkus intelektual dan keilmuan. Tidak ada intimidasi.
Akhir-akhir ini saja sudah mengarah pada tindak kekerasan,” kata Rusydi.

Meskipun ditentang sejak lama, baik Rusydi, Mudatsir Ahmad dan ribuan pengikut Ahmadiyah
lainnya tetap yakin ajaran yang mereka ikuti itu benar dan bagian dari Islam. Karena bagi mereka
kebenaran bukan seerti biji bayam yang disebar. Lalu sebulan sesudahnya tumbuh, namun segera
ia dibabat habis. Bagi kaum Ahmadi, kebenaran itu seperti pohon mahoni, lamban tapi pasti.

Sumber: orangmiskin.wordpress.com

You might also like