You are on page 1of 26

Bab 7

BEBERAPA ISU PENTING


DALAM PENGEMBANGAN SID

1. PENDAHULUAN

Sistem inovasi, baik pada tataran nasional maupun daerah, semakin


disadari sebagai determinan penting bagi daya saing dan kinerja ekonomi secara
umum maupun pencapaian tujuan-tujuan sosial. Tidak berfungsinya sistem inovasi
dengan baik dapat bersumber dari beragam sebab/faktor, seperti
aturan/perundangan dan kebiasaan/praktik yang tidak memadai atau para pelaku
dalam sistem yang tidak berfungsi dengan baik, bahkan paradigma yang dianut
yang tak lagi sesuai dengan konteks dinamika perubahan kebutuhan masyarakat
dan tantangan perkembangan jaman, dan berimplikasi pada penadbiran inovasi
(innovation governance).
Untuk memahami persoalan dan tantangan dalam pengembangan sistem
inovasi daerah, bab ini akan mendiskusikan isu-isu penting yang terkait dengan
sistem inovasi nasional. Dengan situasi seperti Indonesia, isu-isu utama nasional
sebenarnya merupakan isu umum bagi sistem inovasi daerah. Untuk sebagian
besar daerah di Indonesia bahkan, perkembangan sistem inovasi masih berada
pada tahapan sangat awal, terlebih lagi dalam perbandingan internasional.
Penelitian lebih mendalam untuk masing-masing daerah perlu dilakukan lebih
lanjut, yang tentunya bukan tujuan dari buku ini.
Walaupun setiap negara atau daerah menghadapi persoalan dan tantangan
spesifik masing-masing, terdapat banyak keserupaan yang sebenarnya juga
berlaku umum. Isu umum tersebut antara lain berupa beberapa kecenderungan
yang juga “berlaku” dalam arti dapat memberi dampak pengaruh (walaupun
mungkin dengan bentuk dan/atau intensitas yang berbeda) dan karenanya perlu
disikapi dengan tepat oleh daerah dalam mengembangkan/memperkuat sistem
inovasi daerahnya. Diskusi singkat tentang ini selanjutnya akan mengawali bab ini.

2. BEBERAPA KECENDERUNGAN DINAMIKA PERUBAHAN DAN


TANTANGAN

Beberapa kecenderungan penting seperti yang telah disinggung pada bab-


bab dan bagian sebelumnya, tentunya tidak dapat diabaikan dan perlu direspon
oleh pembuat kebijakan dan para pemangku kepentingan. Lima kecenderungan
umum yang berkembang yang menurut hemat penulis patut dicermati dalam
merancang kebijakan inovasi daerah adalah: globalisasi, kemajuan iptek, ekonomi
jaringan, ekonomi pengetahuan, dan tumpuan pada kekhasan faktor lokal.
246 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

2.1 Beberapa Kecenderungan Perubahan

A. Kecenderungan Globalisasi
Kecenderungan global membawa kepada perubahan pada tata hubungan internasional. Bagi
konteks sistem inovasi misalnya, hal ini berkaitan dengan semakin pentingnya aspek teknis yang
mengemuka dalam perdagangan, seperti standarisasi dan HKI yang semakin menentukan. Walaupun
instrumen konvensional seperti tarif perdagangan tetap diperlukan oleh negara seperti Indonesia,
namun tidak bisa dipungkiri bahwa faktor yang terkait dengan pengetahuan/inovasi semakin
menentukan daya saing dan posisi tawar dalam perdagangan. Ini tentu menjadi tantangan yang tak
ringan bagi daerah.
Di sisi lain, kecenderungan global juga berpengaruh atas semakin berkembangnya peluang
bagi daerah untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya dan kapabilitas internasional.
Peluang bagi investasi, hubungan perdagangan, dan kerjasama internasional untuk meningkatkan
kapasitas inovatif daerah sesuai kebutuhannya masing-masing kini semakin terbuka. Investasi asing
di daerah akan terbatas dampaknya jika pola seperti di masa lalu tetap diterapkan. Daerah perlu
mengembangkan upaya-upaya agar investasi asing tersebut sesuai dengan kebutuhan daerah,
memiliki keterkaitan erat dengan bisnis/ekonomi lokal dan menjadi instrumen alih dan difusi
pengetahuan/teknologi bagi daerah.
Seperti diungkapkan oleh Archibugi dan Michie (1999), globalisasi teknologi mencakup tiga
kategori berbeda, yaitu eksploitasi internasional dari teknologi, kolaborasi teknologi dan pembangkitan
(generation) teknologi.
Investasi dari luar (inward investment) perlu dikembangkan lebih dari “sekedar” datangnya uang
dari luar tetapi menjadi sumber bagi perbaikan (upgrading) kapabilitas bisnis yang ada (terutama
UKM) dan bahkan mempengaruhi berkembangnya perusahaan pemula/baru yang inovatif di daerah.

B. Perkembangan Kemajuan Iptek


Di antara kecenderungan yang berkembang antara lain adalah:
… Pergeseran berkaitan dengan bagaimana pengetahuan berkembang. Dalam model yang
diungkapkan Gibbons, et al. (1994) tentang penciptaan/pengembangan pengetahuan
(the knowledge production system), maka moda pengembangan pengetahuan semakin
bergeser ke moda 2, di mana perkembangan pengetahuan perlu semakin berorientasi
pada solusi. Ini diilustrasikan pada Tabel 7.1 berikut. Walau tidak semua pakar setuju
sepenuhnya dengan apa yang mereka sampaikan, terdapat beberapa hal yang dianggap
merupakan kecenderungan yang berkembang saat kini. Simplifikasi dalam model ini tidak
berarti bahwa terdapat “garis pemisah” yang tegas antara kedua moda penciptaan/
pengembangan pengetahuan. Karena dalam kenyataannya keduanya saling berkaitan
dan bahkan dalam beberapa hal batas antara keduanya sangat kabur (salah satu
contohnya adalah dalam bidang bioteknologi).119
… Perkembangan iptek kini semakin cepat, yang berdampak pada perubahan-perubahan
pasar dan persaingan (misalnya siklus produk semakin pendek, pasar semakin
terfragmentasi, persaingan semakin ketat, dan lainnya). Kemampuan menggali dan
mengembangkan potensi terbaik setempat bagi pengembangan yang fokus pada relung-
relung pasar spesifik yang memiliki nilai tambah tinggi dan berprospek bagi daerah untuk
memiliki keunggulan kompetitif yang khas semakin penting. Pengetahuan dan
keterampilan beserta aktivitas produktif dalam sistem inovasi yang mendukung hal ini
semakin perlu dikembangkan oleh daerah.

119
Untuk lebih detail lihat misalnya Gibbons dan Nowotny (2001); dan Gibbons (2000). Lihat juga misalnya Agassi (1997)
di antara kritik atas buku Gibbons, et al. (1994).
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 247

Tabel 7.1 Dua Sistem Penciptaan/Pengembangan Pengetahuan


(Knowldege Production System).

Moda 1 Moda 2
ƒ Konteks akademik (academic context): ƒ Konteks aplikasi (context of application):
Persoalan dihimpun dan dipecahkan dalam Persoalan dihimpun dan dipecahkan dalam
konteks terutama oleh kepentingan konteks aplikasi;
akademik; ƒ Bersifat transdisciplinarity
ƒ Bersifat ”displiner” yang tunggal; (transgressiveness of knowledge), lebih
ƒ Adanya homogenitas dalam persepsi; dari sekedar kontribusi satu disiplin;
ƒ Kendali kualitas bersifat internal: kendali ƒ Bersifat heterogen dalam persepsi;
kualitas dan relevansi ditentukan oleh peers ƒ Kendali kualitas lebih ditentukan oleh
(“rekan sejawat”), yaitu dalam displin yang akuntabilitas sosial: para penentu eksternal
bersangkutan; menetapkan kualitas dan relevansi;
ƒ Struktur dan pengorganisasiannya bersifat ƒ Pengorganisasian lebih bersifat
hirarkis dan cenderung ”tetap”; “sementara” dan berstruktur datar (flat);
ƒ Akuntabilitas bersifat internal. ƒ Akuntabilitas bersifat eksternal, para
pengguna dan kepentingan lebih
menentukan agenda prioritas.

Sumber : Diadopsi dari Gibbons dan Nowotny (2001) dan Arnold, et al., (2001) berdasarkan
“Michael Gibbons, Camilla Limoges, Helga Nowotny, Schwartzman, S., Scott P. and Trow, M.
(1994). The New Production of Knowledge.” London: Sage, 1994.

… Sejarah juga menunjukkan bahwa gelombang perubahan ekonomi internasional yang


signifikan umumnya didorong oleh kemajuan bidang iptek tertentu dan perkembangan
industri yang terkait dengannya. Kemajuan di bidang iptek tertentu (seperti misalnya
bioteknologi, bahan baru, teknologi informasi dan komunikasi), belakangan mengalami
perkembangan yang pesat. Hal ini, seperti pada masa-masa sebelumnya dipandang
akan mempengaruhi gelombang perubahan ekonomi internasional. Memasuki era
gelombang perubahan ekonomi internasional kelima, daerah pun perlu menyikapi
dengan lebih arif (ilustrasi Gambar 7.1). Tidak dalam semua bidang iptek setiap daerah
dapat secara langsung memanfatkan peluang kemajuan iptek yang pesat tersebut.
Namun, mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan iptek tersebut pun sama
pentingnya. Upaya mencegah/meminimumkan ”kesenjangan informasi/pengetahuan”
dalam masyarakat atau antardaerah akibat perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi merupakan salah satu contoh langkah penting.

C. Perkembangan Ekonomi Jaringan


Perkembangan tuntutan pasar, kecenderungan global, kemajuan iptek dan semakin ketatnya
persaingan bisnis/ekonomi, mendorong pelaku untuk semakin berspesialisasi dalam bidang
terbaiknya. Di sisi lain, independensi dan kompetensi pelaku bisnis (dan non-bisnis) di bidang masing-
masing membutuhkan interdependensi satu dengan lainnya dalam jaringan keterkaitan yang saling
melengkapi. Karena itu berkembang kecenderungan pergeseran dalam aktivitas nilai tambah dari
“semua dikerjakan sendiri” kepada “masing-masing mengerjakan sesuai dengan kemampuan
terbaiknya.” Perubahan paradigma juga berkembang dari pendekatan sektoral yang terlampau
terkotak-kotak kepada pola berjaringan (dalam keterkaitan) rantai nilai. Karena itu, semua pihak perlu
berupaya memperbaiki pengubahan fragmentasi dan sekat sektoral yang terlampau menghambat
menjadi pola-pola kolaborasi sinergis.
248 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Internal-
Aviation, Information
Information &
combustion Communication
Water Power, Steam, Rail, Petro- Communication
Technologies,
Engine,
Textiles, Iron Steel chemicals Technologies,
Biotechnology
Electricity,
& Electronics Biotechnology
Chemicals

G-1 G–2 G–3 G–4 G–5


Revolusi Industri : The Bourgeois The New- The Cold-War The Information
The Factory System ~ Kondratieff : Mercantilist Kondratieff : Age :
Mekanisasi Awal Mesin Uap dan Kondratieff : Pertahanan, Era Informasi
Kereta Api Listrik dan Heavy Televisi dan
Engineering (Mobil, Komputer
Petrokimia, dsb.) Mainframe

1785 1845 1900 1950 1990 2005 2020

60 Tahun 55 Tahun 50 Tahun 40 Tahun 30 Tahun

Perkiraan durasi

Gambar 7.1
Gelombang Perubahan Ekonomi dan Teknologi Pendorong yang Utama.

Paradigma jaringan juga menuntut penyesuaian dari cara pandang yang terlampau kaku dalam
mengembangkan dan mengelola sumber daya dan kapabilitas pada batasan-batasan administratif
dan struktural. Kemampuan berjaringan para aktor dalam sistem inovasi daerah merupakan elemen
sangat penting. Hal ini juga berarti bahwa proses pembelajaran daerah perlu dikembangkan untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam hal ini.

D. Kecenderungan ke Arah Ekonomi Pengetahuan/EP (atau Knowledge Economy/KE)


Istilah yang agak ”kontroversial” dan ”beragam” yang diyakini merupakan salah satu
kecenderungan penting adalah terkait dengan ”bentuk” perekonomian yang kini mulai, tengah
berkembang dan akan menjadi ciri di masa depan. Beberapa pihak menggunakan istilah ”ekonomi
baru/EB” (new economy/NE), sementara lainnya memakai istilah ”ekonomi berbasis
pengetahuan/EBP” (knowledge-based economy/KBE), atau ”ekonomi pengetahuan/EP” (knowledge
economy/KE).120 OECD (1996) mendefinisikan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based
economy) sebagai ekonomi yang secara langsung berbasiskan pada produksi, distribusi, dan
penggunaan pengetahuan dan informasi. McKeon dan Weir (2000), serupa dengan OECD
mendefinisikan ”ekonomi berbasis pengetahuan” (EBP/KBE) pada dasarnya merupakan ekonomi di
mana penciptaan (produksi), penyebarluasan (distribusi) dan pemanfaatan/pendayagunaan ilmu
pengetahuan menjadi penggerak utama pertumbuhan, pengembangan kesejahteraan, dan

120
EC (European Commission) (2000a) dan Cowan dan van de Paal (2000) menyarankan menggunakan istilah
knowledge-driven economy ketimbang knowledge-based economy. Karena seluruh ekonomi pada dasarnya berbasis
pengetahuan. Saat kini, semakin ditekankan bahwa kontribusi pengetahuan sangat menentukan dinamika ekonomi.
Catatan: di antara kritik tentang penggunaan istilah KBE ini dibahas oleh Smith (2002).
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 249

penciptaan/perluasan lapangan kerja di semua industri/sektor ekonomi. Sementara itu, the World
Bank Institute (lihat situs web http://www.worldbank.org/) menggunakan istilah ”ekonomi
pengetahuan/EP” (Knowledge Economy), yaitu suatu ekonomi yang membuat penggunaan
pengetahuan secara efektif untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Ini mencakup
penghimpunan/akumulasi pengetahuan asing, adaptasi dan menciptakan pengetahuan untuk
kebutuhan-kebutuhan spesifik.
Identifikasi oleh Atkinson, et al. (1999) mengungkapkan beberapa ciri/karakteristik dari Ekonomi
Baru seperti ditunjukkan pada Tabel 7.2.

Tabel 7.2 Beberapa Kunci bagi Ekonomi “Lama” dan “Baru.”

ISU EKONOMI “LAMA” EKONOMI “BARU”


Karakteristik Ekonomi secara Umum:
Pasar Stabil Dinamis
Lingkup Persaingan (Scope of Nasional Global
Competition)
Bentuk Organisasi Hierarkis, Birokratis Jaringan, Enterpreneurial
Potensi Mobilitas Geografis dari Bisnis Rendah Tinggi
Persaingan antar Daerah Rendah Tinggi
Industri:
Organisasi Produksi Produksi Masa Flexible Production
Faktor Produksi yang Penting Modal/Buruh Inovasi/Pengetahuan
Pendorong Teknologi yang Penting Mekanisasi Digitasi
Sumber Keunggulan Daya Saing Penurunan Biaya melalui Inovasi, Kualitas, Waktu
Economies of Scale Penyampaian ke Pasar, dan
Biaya
Tingkat Kepentingan Penelitian/Inovasi Moderat Tinggi
Hubungan dengan Perusahaan Lain Berjalan Sendiri-sendiri Aliansi dan Kolaborasi
Tenaga Kerja:
Sasaran Kebijakan Utama Penyerapan Tenaga Kerja Upah dan Pendapatan yang
Penuh (Full Employment) Lebih Tinggi
Keterampilan Keterampilan Khusus Keterampilan luas, Pelatihan
Pekerjaan (Job-specific Skills) Silang (Broad Skills, Cross-
Training)
Kebutuhan Pendidikan Suatu Keterampilan Pembelajaran Menerus (Lifelong
Learning)
Hubungan Buruh-Manajemen Adversarial Kolaboratif
Sifat dalam Bekerja Stabil Ditandai oleh Risiko dan Peluang
Pemerintah:
Hubungan Pemerintah-Bisnis Menentukan Persyaratan Membantu Inovasi dan
Pertumbuhan Perusahaan
Regulasi Perintah dan Kontrol Market Tools, Fleksibilitas
(Command and Control)
Sumber: Atkinson, et al., (1999).
250 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Lundvall dan Borras (1997) lebih menekankan ”ekonomi baru” sebagai ”ekonomi pembelajaran”
(learning economy). Menurut mereka, dalam ekonomi pembelajaran (learning economy) elemen-
elemen pengetahuan yang paling penting akan tetap bersifat spesifik dan tacit, serta berakar pada
organisasi dan lokasi spesifik. Ini merupakan alasan utama mengapa pola spesialisasi internasional
dalam perdagangan tetap relatif stabil sepanjang waktu dan mengapa kesenjangan teknologi tetap
ada antardaerah dan antarnegara. Perubahan dan pembelajaran merupakan dua sisi dari mata uang
logam yang sama. Perubahan yang makin cepat akan menghadapkan para pelaku dan organisasi
kepada persoalan-persoalan baru yang menuntut keterampilan baru. Proses seleksi pasar atas
perusahaan-perusahaan yang berorientasi perubahan akan mendorong lebih lanjut percepatan
inovasi dan perubahan. Nampaknya tidak ada tanda bahwa proses ini akan melambat dalam waktu
dekat ini. Sebaliknya, deregulasi pasar produk dan masuknya pesaing-pesaing baru ke dalam pasar
dunia akan memberi momentum baru terhadap proses tersebut.
Karena itu, menurut mereka kebijakan inovasi akan sangat penting bagi kinerja ekonomi.
Tujuan utama upaya pemerintah haruslah diarahkan untuk menyumbang kepada kemampuan
pembelajaran perusahaan, lembaga-lembaga pengetahuan dan masyarakat, dan bersamaan dengan
itu juga mengatasi dampak-dampak negatif yang mungkin muncul dari ekonomi pembelajaran dalam
bentuk polarisasi sosial dan daerah. Salah satu hasil dari konteks ekonomi baru ini adalah bahwa
kebijakan inovasi kini semakin penting dibanding di masa lalu. Globalisasi dan khususnya liberalisasi
pasar-pasar keuangan telah membatasi secara dramatis otonomi kebijakan ekonomi umum seperti
kebijakan anggaran dan moneter. Semakin pentingnya inovasi mencerminkan kenyataan bahwa hal
ini merepresentasikan respons utama atas semakin ketatnya persaingan dengan peningkatan
kemampuan pembelajaran perusahaan dan tenaga kerja. Tak ada satu pun perusahaan atau daerah
yang dapat membangun pertumbuhan berkelanjutan tanpa inovasi dan pembelajaran.
Bank Dunia menekankan empat elemen esensial bagi berkembangnya EBP (KBE), utamanya
menyangkut:
… Insentif ekonomi dan rejim kelembagaan yang memberikan insentif untuk pemanfaatan
pengetahuan yang ada maupun yang baru secara efisien dan menumbuhkembangkan
kewirausahaan;
… SDM yang terdidik, kreatif dan terampil;
… Infrastruktur informasi yang dinamis;
… Sistem inovasi nasional yang efektif.

E. Kecenderungan Tumpuan atas Kekhasan Faktor Lokal


Kini semakin diyakini bahwa keunggulan daya saing global semakin ditentukan oleh faktor-
faktor lokalitas. Dalam ungkapan Porter: “. . . keunggulan daya saing yang bertahan lama dalam suatu
ekonomi global akan semakin terletak pada ”hal-hal yang bersifat lokal,” yaitu pengetahuan,
hubungan, dan motivasi, yang sulit disaingi oleh para pesaing jauh . . .” untuk menunjukkan betapa
semakin pentingnya faktor lokalitas dalam tata perekonomian modern dewasa ini.
Setiap daerah di Indonesia memiliki berbagai potensi sebagai (atau merupakan aset bagi
pengembangan) kekhasan lokal daerah, yang secara umum terkait dengan:
Š Anugerah sumber daya alam (natural endowments): Keragaman sumber daya alam setempat,
yang sangat potensial sebagai suatu “basis” bagi pengembangan/penguatan klaster-klaster
industri. Faktor ini membuka peluang bagi pengembangan ekonomi untuk pemenuhan
kebutuhan setempat maupun ”ekspor” (ke luar daerah dan/atau internasional), namun tentunya
membutuhkan upaya mengidentifikasi dan mengembangkan aktivitas-aktivitas nilai tambah
agar klaster industri tersebut kompetitif.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 251

Š Religi dan sosial-budaya: Religi yang dianut dan keragaman kekayaan sosial-budaya yang
telah berkembang turun-temurun, terutama berupa:
… Nilai-nilai religi dalam masyarakat dan sosial-budaya yang khas bagi perkembangan
masyarakat di masing-masing daerah maupun menjadi basis dan jembatan sosial-
budaya bagi pola keterkaitan dalam suatu negara kesatuan dan hubungan dengan
negara tetangga maupun hubungan internasional;
… Aset intelektual berupa pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/
technology);
… Peninggalan sejarah di berbagai daerah.
Kesemuanya merupakan ”modal”/basis bagi pengembangan masyarakat memasuki tata
kehidupan baru masyarakat di era sekarang dan membuka peluang sebagai ”pusat/model”
sosial-budaya secara internasional. Keterpaduan pemajuan dan harmonisasi merupakan suatu
tantangan dalam upaya membawa ke kondisi masyarakat yang lebih baik.
Š Letak geografis: Keluasan, keragaman jarak dan letak dalam dan antara daerah membuka
peluang bagi pengembangan pelayanan yang maju. Namun kesemuanya membutuhkan upaya-
upaya penggalian, baik oleh lembaga/organisasi riset ataupun perusahaan.
Š Yang tentunya tidak dapat diabaikan adalah bahwa faktor lokal yang semakin menentukan daya
saing bukanlah semata faktor ”alamiah” melainkan faktor-faktor lokal ”yang dikembangkan”
sehingga terspesialisasi dan memiliki keunggulan spesifik lokasional.

Dari diskusi tentang kecenderungan umum yang berkembang ini, intinya adalah bahwa kini
pengetahuan (dan proses pembelajaran) semakin diyakini sebagai faktor penentu (faktor yang
semakin penting) bagi kemajuan ekonomi. Mencermati perkembangan yang terjadi (setidaknya sejauh
ini), penulis lebih memaknakan ekonomi pengetahuan atau ekonomi baru sebagai ekonomi dengan
peningkatan pengetahuan/inovasi, kolaborasi, pembelajaran dan tumpuan pada potensi terbaik lokal
serta kesejalanan dengan perkembangan global sebagai pendorong utama bagi pemajuan ekonomi
yang adaptif secara seimbang. Ekonomi pengetahuan tidak sama dengan ”teknologi tinggi” atau
sekedar ”teknologi informasi dan komunikasi.” Ekonomi pengetahuan berlaku pula bagi aktivitas bisnis
”tradisional.” Apabila pengetahuan (penciptaan/pengembangan, distribusi dan pemanfaatannya)
mampu menjadi penggerak utama dan mendongkrak aktivitas bisnis dan non-bisnis di daerah
sehingga bernilai tambah tinggi, maka ini merupakan ciri (pertanda) bahwa daerah tersebut berada
pada (mulai memasuki) ekonomi pengetahuan.
Sine qua non, dalam kerangka ini, maka elemen penting dari ekonomi pengetahuan tersebut
secara ringkas terutama sebagai berikut:
1. “Pengetahuan” merupakan satu di antara sumber daya terpenting dalam pembangunan. Lihat
misalnya Gera dan Weir (2001); Cortright (2001).
2. “Kemampuan inovasi” semakin menentukan keberhasilan bisnis/ekonomi. Pengetahuan
beserta kemampuan memanfaatkannya menjadi kunci bagi inovasi. Pengetahuan dan inovasi
tentu tak terjadi serta-merta. Kemampuan pembelajaran (learning) menjadi kunci bagi hal ini.
Pentingnya pembelajaran ini menjadi tekanan bagi beberapa pakar sistem inovasi seperti
Lundvall dan Borras (1997); Cooke (beberapa terbitan); Dodgson dan Bessant (1996); Wolfe
(2000, terutama tentang modal sosial), dan lainnya;
3. ”Kompetensi” merupakan basis untuk fokus inovasi/aktivitas produktif yang kompetitif. Lihat
antara lain Barney (1995, 1991); Porter (beberapa terbitan); Smith (2000); Cooke (beberapa
terbitan); Maskell dan Malmberg (1995); Lundvall, et al. (2001).
4. ”Jaringan/keterkaitan rantai nilai” menjadi ”pola” aktivitas ekonomi terbaik. Lihat antara lain
publikasi OECD (beberapa terbitan); Roelandt dan den Hertog (eds.) (1999); Stern, et al.,
(2000); dan Porter (beberapa terbitan);
252 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

5. ”Faktor lokalitas” semakin menentukan keunggulan dalam persaingan global, atau dengan
kata lain keunggulan dalam tata persaingan global semakin ditentukan oleh kemampuan
bersaing dengan bertumpu pada potensi terbaik lokal. Untuk menyebut beberapa kajian, lihat
misalnya Anderssen, et al., (2004); Studi Porter (beragam terbitan); Bergman dan Feser (1999);
dan Saxenian (1994). Bagaimanapun, wilayah dan kedekatan merupakan dimensi penting
untuk mengawali dan mengembangkan terutama pengetahuan tacit serta kemampuan untuk
memanfaatkannya. Selain itu, modal sosial yang terbentuk dan kultur yang mendukung
kreativitas, inovasi dan kewirausahaan serta kekhususan kelembagaan yang kesemuanya
biasanya bersifat lokal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan inovasi, daya
saing dan kohesi sosial.

Walaupun bukan satu-satunya sumber/faktor penting, aktivitas litbang sangat penting bagi
pengembangan sistem inovasi dan pemajuan ekonomi daerah. Ini bukan sekedar ranah dari
komunitas litbang dan perguruan tinggi ataupun ”pemerintah pusat.” Untuk dapat memperoleh
kemanfaatan yang tinggi dari upaya litbang, daerah perlu berfokus pada bidang litbang yang paling
urgen bagi penggalian, pengembangan dan pemanfaatan potensi terbaik setempat, termasuk
mendukung aktivitas ekonomi yang telah berkembang.

Aktivitas Litbang

Keluaran yang
Keluaran
(Output)

Peningkatan
mempengaruhi
Hasil Litbang pengetahuan
aktivitas masa
dan keahlian
depan

Manfaat
Manfaat langsung –
Manfaat langsung – kompetensi – Manfaat sistem
Manfaat

karena penggunaan
karena penggunaan lain karena penggunaan
hasil litbang bagi tujuan
dari hasil litbang
inovasi – karena sistem
komersial dan kebijakan pengetahuan dan
inovasi yang lebih kuat
(penggunaan tidak keahlian bagi
pemerintah dan/atau lebih efisien
diketahui) pemberian advis dan
(penggunaan diketahui)
pemecahan masalah

• Peningkatan aktivitas
• Pengembangan
Contoh Manfaat

• Pengembangan produk Hasil litbang yang pada inovatif sebagai hasil


peraturan pemerintah
baru atas dasar hasil akhirnya digunakan atau dari keterkaitan yang
atas dasar advis dari
litbang. penggunaan litbang lain berkembang selama
peneliti.
• Pengembangan proses atas dasar hasil litbang proses litbang.
• Pengembangan produk
produksi yang baru yang bersangkutan – • Pengembangan produk
baru atas dasar
atas dasar hasil untuk pengembangan baru menggunakan
keahlian yang
litbang. produk dan proses baru, peralatan dan fasilitas
diperoleh dari proses
dan lainnya. yang tersedia sebagai
litbang.
hasil dari upaya litbang.

Sumber : Williams dan Rank (1998 ), diadopsi dari Advisory Council on Science and Technology
(http://acst-ccst.gc.ca/intel/report-web2/).

Gambar 7.2
Manfaat Ekonomi dari Upaya Litbang.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 253

Penciptaan, pengembangan, pemanfaatan dan distribusi pengetahuan semakin dinilai sebagai


faktor utama aktivitas ekonomi masa depan. Hal ini tentu tidak berarti bahwa pemanfaatan sumber
daya alam akan terabaikan. Sebaliknya, pengetahuan perlu semakin menjadi kunci bagi pemanfaatan
dan pengembangan sumber daya alam secara lebih berkelanjutan. OECD (2001d) mengungkapkan
beberapa agenda yang dipandang penting untuk dilakukan oleh negara anggotanya dalam menyikapi
kecenderungan ini. Walaupun begitu, beberapa saran tersebut juga relevan bagi negara berkembang
seperti Indonesia, dengan berbagai penyesuaian secara kontekstual. Beberapa saran tersebut
meliputi hal sebagai berikut: mengelola basis sains, kebijakan dan prakarsa difusi teknologi,
mendorong perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT), memfasilitasi pertumbuhan jasa layanan
berbasis internet, dan mengembangkan aset-aset intangible, serta insentif keuangan bagi upaya-
upaya litbang industri.

2.2 Tantangan Penyikapan terhadap Kecenderungan Perubahan

Dengan memperhatikan kecenderungan perubahan beserta isu terkaitnya, Indonesia, pada


tataran nasional maupun daerah, dihadapkan pada tantangan untuk menyikapi secara tepat.
Tantangan tersebut pada intinya berkaitan dengan bagaimana mengembangkan strategi adaptif
untuk:
… Memperkuat kapasitas daerah agar semakin mampu mengembangkan dan
memanfaatkan peluang dari perubahan, serta membangun landasan yang kuat bagi
peningkatan daya saing dan penguatan kohesi sosial;
… Meminimalisasi dampak negatif (kerugian) atas perubahan terutama terhadap
sektor/bidang (atau aktivitas bisnis) yang berpengaruh langsung kepada kelompok
masyarakat yang relatif miskin, kelompok UKM, dan semakin buruknya kesenjangan
(termasuk kesenjangan antardaerah, misalnya dalam bentuk digital/information divide).

Dalam kaitan ini, tantangan yang dihadapi tidak saja perlu diletakkan dalam kerangka nasional
melainkan juga perspektif daerah. Sebagaimana semangat utama buku ini, tekanan diskusi diletakkan
pada dimensi daerah. Bagi Indonesia (terutama dari perspektif daerah dalam konteks nasional), kerja
yang lebih keras, cerdas dan sungguh-sungguh perlu semakin diarahkan untuk mendukung
pengembangan/penguatan:
… Sistem inovasi yang efektif (baik pada tataran nasional dan daerah maupun sistem
inovasi sektoral) yang paling sesuai bagi potensi terbaik yang dimiliki dan pengembangan
relung bidang yang paling berprospek memiliki keunggulan daya saing yang khas;
… SDM yang terdidik, kreatif dan terampil serta kultur adaptif dengan perkembangan jaman
dan sesuai dengan nilai-nilai religi dan sosial setempat yang positif;
… Infrastruktur dinamis yang mendukung perbaikan pembelajaran, dan pengembangan
serta pemanfaatan pengetahuan yang ada maupun yang baru;
… Iklim kondusif beserta kerangka kebijakan dan penadbiran (governance) yang
mendukung bagi perkembangan bisnis, kewirausahaan, dan pemajuan sistem inovasi;
… Kesiapan dan penyelarasan terhadap perkembangan global.
254 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Walaupun setiap daerah pada dasarnya secara politis dan ekonomi merupakan bagian integral
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun keragaman multidimensional daerah
merupakan fakta yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, betapa penting daerah memiliki
konsensus strategi yang jelas antara lain bagaimana akan memposisikannya dalam peta/lanskap
perkembangan perekonomian global (nasional dan internasional), yang paling sesuai dengan potensi
terbaiknya dan tentunya tidak selalu harus sama dengan daerah lainnya.
Buku ini tentunya tidak dimaksudkan untuk membahas hal ini secara khusus, namun perlu
disampaikan bahwa banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggali beragam peluang,
termasuk misalnya bagaimana ”budaya” daerah dikembangkan sebagai akar bagi pengembangan
kompetensi daerah ke depan.
Karena inovasi pada dasarnya merupakan suatu proses sosial yang sifatnya lekat dengan
tempat (a place-based social process), maka para pemimpin di daerah dapat mendorong interaksi dan
mengarahkan bentuk lembaga-lembaga daerah (setempat) yang mempengaruhi proses inovasi.
Beberapa implikasi yang patut diperhatikan dalam proses kebijakan antara lain adalah seperti berikut:
… Faktor-faktor sosial dan pengembangan institusional merupakan hal yang sangat penting.
… Keterkaitan antara elemen-elemen sistem inovasi sangat menentukan kinerja sistem:
ƒ Infrastruktur riset dan klaster-klaster semakin perlu diperkuat;
ƒ Inovasi bukanlah semata fenomenon suppy-push.
… Pentingnya sisi demand dalam sistem inovasi:
ƒ Kapasitas absorptif, baik pada tingkat perusahaan maupun daerah;
ƒ Pengetahuan bukanlah “barang yang dapat diperoleh secara cuma-cuma,”
melainkan harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh oleh daerah.
… Kebijakan-kebijakan nasional akan berdampak pada tingkat lokal. Karena itu, interaksi
antara elemen pada skala spasial yang berbeda menjadi sangat penting.
… Kecenderungan meningkatnya peran jaringan dan klaster:
ƒ Talenta sangat penting bagi kemajuan dan faktor daya tarik daerah, baik bagi
perkembangan “aset” intelektual, proses maupun kinerja keluaran inovasi, yang
tentunya sangat kunci bagi upaya bersaing dalam kreativitas;
ƒ Semakin perlunya kombinasi yang saling memperkuat antara sumber daya
pendidikan dan faktor-faktor kualitas hidup di daerah.
… Upaya mendorong inovasi memerlukan bauran kebijakan yang tepat. Ini bukan saja
penting bagi efektivitas, tetapi juga kememadaian cakupan (adequacy of scope)
kebijakan. Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan upaya khusus daerah
antara lain:
ƒ Dukungan untuk meningkatkan/meng-upgrade kapasitas inovatif perusahaan
setempat;
ƒ Infrastruktur untuk mempercepat difusi inovasi/teknologi/praktik baik di daerah;
ƒ Dukungan perkembangan UKM melalui jaringan dan interaksi di daerah maupun
antara daerah dengan pihak luar;
ƒ Mengembangkan dan mempertahankan talenta yang dibutuhkan untuk menggali,
mengembangkan dan memanfaatkan potensi terbaik daerah;
ƒ Menstimulasi kedua sisi, baik supply maupun demand bagi pengetahuan/inovasi;
ƒ Mengembangkan sistem keuangan dan pendanaan yang mendukung inovasi di
daerah.
… Peran penting dari perencanaan strategis daerah dan regional foresight/roadmapping.
… Koordinasi kelembagaan (termasuk di lingkungan pemerintahan) di tingkat daerah/lokal
perlu terus diperbaiki.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 255

3. ISU DAN TANTANGAN UMUM DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI


DAERAH

3.1 Isu/Tantangan Umum

Wong dan Brahmakulam (2002) mengungkapkan bahwa pada umumnya negara berkembang
menghadapi tantangan dalam membangun kapasitas iptek dan inovasi sebagai berikut:
Š Keterbatasan kapasitas iptek (kelembagaan dan SDM);
Š Keterbatasan sumber daya keuangan;
Š Sektor swasta yang tidak kompetitif di negara berkembang;
Š Kelemahan dalam kemauan politik (political will), kebijakan yang stabil, dan penegakan hukum
(law enforcement);
Š Kebutuhan jangka pendek yang selalu mendominasi investasi jangka panjang dalam iptek.

Ini merupakan tantangan yang sebenarnya juga dihadapi oleh Indonesia (secara nasional
maupun pada tataran daerah secara umum).
Merangkum diskusi yang telah disampaikan pada bagian-bagian sebelumnya, beberapa isu
yang menurut hemat penulis perlu mendapat perhatian bagi pemecahannya terutama adalah sebagai
berikut:
1. Rendahnya input inovasi. Ini ditunjukkan oleh:
a. Ketidakmemadaian pembiayaan iptek, termasuk rendahnya dana litbang. Pengeluaran
sebesar 0,05% dana litbang terhadap PDB merupakan rasio yang sangat rendah (bukan
saja dalam perbandingan internasional, tetapi juga perbandingan dengan negara-negara
anggota ASEAN tertentu seperti Singapura, Malaysia dan Thailand) dan merupakan
salah satu kendala bagi pencapaian masa kritis aktivitas pengetahuan/inovasi (dan
termasuk litbang) yang kompetitif dengan negara lain;121 Gambaran ini semakin
memprihatinkan jika melihat proporsi alokasi pendanaan iptek daerah pada umumnya
(khususnya yang bersumber dari APBD).
b. Kurang berkembangnya sistem pendanaan inovasi. Pembiayaan aktivitas inovasi
(terutama litbang) yang rendah yang sebagian besar masih didukung oleh pengeluaran
pemerintah “Pusat” belum mendorong perkembangan sumber pembiayaan lain terutama
pembiayaan berupa kapital berisiko (risk capital) bagi komersialisasi inovasi/teknologi
(hasil litbang) dan perkembangan perusahaan pemula (baru) yang inovatif.
c. Terbatasnya SDM bagi pemajuan inovasi dan difusi. Jumlah, kualitas dan sebaran
tenaga SDM yang terspesialisasi masih sangat terbatas. Ketidakmemadaian SDM ini
merupakan di antara persoalan serius yang dihadapi oleh setiap daerah umumnya di
Indonesia. Tenaga teknis terampil, pakar/ahli terspesialisasi sesuai dengan kebutuhan
daerah serta pewirausaha-pewirausaha inovatif adalah di antara kelompok yang sangat
kurang.

2. Kegiatan litbang yang sejauh ini masih didominasi oleh lembaga litbang pemerintah dan
perguruan tinggi, keluarannya masih belum memuaskan. Ini diindikasikan antara lain oleh:
a. Masih rendahnya keluaran HKI nasional dan publikasi ilmiah.

121
Proporsi pendanaan litbang Indonesia ini tentu masih demikian jauh dibanding dengan besaran yang direkomendasikan
UNESCO sebesar 2%. Menindaklanjuti the Lisbon Strategy, Uni Eropa (dikenal dengan European Council in Barcelona)
mentargetkan proporsi pengeluaran litbang terhadap PDB minimum sebesar 3% untuk setiap negara anggotanya pada
tahun 2010.
256 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

b. Kualitas keluaran yang beragam dan seringkali tidak terinformasikan dengan baik.
Termasuk dalam hal ini adalah belum berkembangnya informasi tentang sejauh mana
tingkat kesiapan teknologi/TKT (technology readiness level/TRL) yang dihasilkan/
dikembangkan oleh lembaga litbang dan/atau perguruan tinggi untuk diadopsi oleh
pengguna (calon pengguna).
c. Hasil litbang yang diadopsi oleh industri relatif masih terbatas.

3. Swasta belum menjadi pelaku inovasi yang dominan. Beberapa isu penting terkait antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Usaha kecil dan menengah (UKM), yang merupakan pelaku bisnis terbesar dalam
ekonomi nasional dan daerah pada umumnya belum mempunyai kemampuan inovasi
(jika pun ada, jumlah pelaku dan intensitasnya masih sangat terbatas) dan menghadapi
kendala untuk dapat melaksanakan sendiri kegiatan litbang.
b. Sementara itu, usaha skala besar (UB) Indonesia umumnya bukan industrialis, sumber
teknologi umumnya dari luar (impor), dan bukan saja belum menjadi sumber inovasi yang
signifikan, tetapi juga belum menjadi pengguna utama hasil-hasil litbang (mitra utama)
lembaga litbang atau perguruan tinggi nasional.
c. Investasi asing (FDI) walaupun tentu sangat penting bagi perkembangan perekonomian
(terutama penyediaan kesempatan kerja), namun sebenarnya belum menjadi sumber alih
dan difusi teknologi yang efektif, terutama bagi perkembangan aktivitas bisnis setempat/
sekitar (keterkaitan dengan ekonomi lokal rendah). Bentuk alih pengetahuan/teknologi
lebih berupa embodied knowledge/technology, dan belum ada bukti signifikan terjadi
dalam bentuk disembodied knowledge/technology. Walaupun beberapa telah menjalin
keterkaitan bisnis dengan perusahaan setempat, sebagian perusahaan demikian
(terutama yang berada di kawasan-kawasan industri) umumnya masih seperti enclave
industries yang ”terisolasi” bagi (dalam) perekonomian daerah.

4. Persoalan umum di sisi penyediaan teknologi. Di luar investasi asing, perusahaan pemasok dan
pengguna (terutama bagi UKM), atau bahkan para pesaing bisnis, maka penyediaan teknologi
biasanya berasal dari lembaga litbang dan perguruan tinggi. Namun sejauh ini biasanya pihak
penyedia ini menghadapi berbagai persoalan, yang umumnya adalah sebagai berikut:
a. Kompetensi yang masih relatif rendah. Terbatasnya sumber daya (terutama SDM dan
dana) dan kurang terfokusnya pengembangan bidang yang ditangani serta kendala masa
kritis di bidang yang ditangani menyulitkan terbangunnya kompetensi khas dan kompetitif
dari lembaga litbang dan perguruan tinggi.
b. Orientasi ke dalam (inward) yang terlampau menonjol dibanding terhadap kemanfaatan
bagi pengguna atau calon penggunanya (moda 1 dalam model Gibbons, et al.) menjadi
penghambat terbangunnya keterkaitan dengan komunitas pengguna dan bahkan untuk
terbangunnya jaringan knowledge pool yang komplementatif dan sinergis.
c. Knowledge pool yang berada di daerah, pada umumnya belum menjadi “penggerak”
signifikan bagi perkembangan bisnis/perekonomian setempat (walaupun beberapa
keterkaitan telah ada).122 Walaupun beberapa daerah telah mengembangkan ”Badan
Litbang Daerah (Balitbangda),” namun selain organisasi ini relatif masih baru, juga pada
umumnya memiliki SDM dengan kualifikasi peneliti dan keahlian terspesialisasi yang
relatif masih terbatas.

122
Catatan: dalam berbagai kesempatan, penulis memperoleh “keluhan” terutama dari kalangan UKM dan pembuat
kebijakan atas kurangnya perhatian dan/atau keterbatasan kemampuan perguruan tinggi setempat. Pembuat kebijakan
di daerah sering juga mengeluhkan masih “terlampau teoritisnya” hasil-hasil penelitian perguruan tinggi. Sebaliknya,
pihak perguruan tinggi setempat sering mengungkapkan pula “kekurangseriusan” para pembuat kebijakan di daerah
dan “terbatasnya kemampuan” pelaku UKM setempat pada umumnya. “Kesenjangan” klasik demikian tentu perlu
mendapat perhatian bagi pemecahannya.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 257

d. Lambatnya regenerasi SDM berkemampuan riset dan pengembangan. Apresiasi yang


rendah terhadap profesi litbang dan pembatasan perekrutan tenaga baru serta peraturan
perundangan (UU Kepegawaian) tidak saja menjadi kendala yang sering dikeluhkan bagi
perkembangan profesionalisme di bidang iptek/litbang, tetapi juga mobilitas dan
regenerasi SDM iptek di masa depan.
e. Brain drain di lembaga litbang dan daerah. Persoalan-persoalan yang disampaikan di
atas turut mempengaruhi gejala terjadinya brain drain (”surut atau hilangnya” tenaga
berkualifikasi, yang semestinya diharapkan dapat berperan penting), sekalipun ini tidak
selalu nampak secara jelas. ”Pengangguran tersembunyi” (disguised unemployement) di
lembaga litbang atau perguruan tinggi, alih profesi SDM iptek/litbang, penempatan SDM
yang tidak sesuai dengan bidang keahlian, atau kecenderungan SDM terdidik di daerah
untuk lebih memilih berkarir di kota-kota besar tertentu adalah di antara gejala brain drain
demikian. Brain drain umumnya terkait dengan faktor insentif/reward yang buruk (imbalan
keuangan dan/atau non-keuangan yang rendah, kesempatan karir yang terbatas, dan
lainnya) dan lingkungan yang biasanya dinilai tidak mendukung atau tidak sekompetitif
bidang profesi/tugas atau daerah lainnya. Ketika gejala/persoalan demikian ”meluas,”
maka persoalan brain drain sebenarnya bukan sekedar menyangkut etika/komitmen
personil individual, tetapi juga menyangkut kelemahan manajemen dalam organisasi atau
daerah yang bersangkutan dan kesungguhan pemerintah mengatasinya. Jika hal
demikian dibiarkan berlarut, maka pengembangan kompetensi lembaga litbang/
perguruan tinggi ataupun kompetensi daerah memang masih akan terbatas sebagai
mimpi.

5. Isu umum di sisi “pengguna”. Pengguna dalam sistem inovasi terutama adalah pihak swasta
(badan usaha) sebagai pelaku bisnis ataupun pemerintah baik sebagai pembuat kebijakan
ataupun pengguna jasa tertentu sesuai tugas/fungsi pemerintahannya. Detail persoalan
membutuhkan elaborasi untuk masing-masing pengguna secara kontekstual dan tentunya
bukan maksud buku ini mencakup hal demikian. Namun persoalan utama yang umumnya
dihadapi dapat disampaikan sebagai berikut:
a. “Keperdulian” (awareness) yang masih rendah. Ketertinggalan pelaku usaha (terutama
UKM), misalnya dalam memenuhi ketentuan perundangan tertentu, bidang teknologi,
manajemen atau bidang lain, sering terjadi karena keterbatasan ”kesadaran/pengetahuan
atau pemahaman” atas isu tertentu atau tuntutan penyikapan atas perkembangan
perubahan tertentu yang semestinya dilakukannya. Beberapa kasus pelanggaran HKI
dan keterbatasan pemanfaatan hasil litbang oleh UKM di beberapa daerah adalah di
antara contoh akibat hal ini. Serupa dengan hal tersebut, terbatasnya peran pembuat
kebijakan untuk memanfaatkan hasil litbang atau mengembangkan instrumen kebijakan
(program) yang sesuai, menindaklanjuti hasil litbang atau kajian kebijakan misalnya
sering terkendala hal ini. Perubahan/perkembangan yang terjadi, termasuk misalnya
urgensi pengembangan sistem inovasi yang terintegrasi dengan strategi pembangunan
daerah (dan bukan semata tugas “Pemerintah Pusat” atau KRT semata), menuntut
semua pihak menyadari dan meningkatkan pemahamannya akan hal ini.
b. Keterbatasan kemampuan absorpsi pelaku bisnis, terutama UKM. Sebagian besar pelaku
bisnis adalah UKM, yang sejauh ini harus diakui kemampuan absorpsinya terhadap hal-
hal yang baru baginya (misalnya teknologi atau praktik-praktik baik) masih relatif rendah.
Perbaikan-perbaikan dalam praktik bisnis pada umumnya membutuhkan kemampuan
menyerap dan memanfaatkan hal baru secara lebih baik dari sebelumnya. Aliran
pengetahuan, baik yang berupa tacit (tacit knowledge) ataupun yang terkodifikasi
(codified knowledge) membutuhkan kemampuan absorpsi yang sesuai pada si
penggunanya (selain elemen-elemen lain). Pengabaian pada perbaikan (upgrading)
kemampuan pengguna sering menjadi kendala atau faktor yang menentukan kegagalan
alih pengetahuan/teknologi dari lembaga litbang/perguruan tinggi kepada UKM.
258 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

c. Pelaku bisnis berskala besar umumnya belum berorientasi inovasi. Pernyataan ini
mungkin bernada ”kontroversial.” Tetapi sebenarnya ini juga bukan hal yang baru dan
telah cukup banyak diskusi menyoroti hal ini. Orientasi jangka pendek perusahaan yang
terlampau mendominasi strategi bisnis (yang juga umumnya terjadi di berbagai negara)
menyulitkan terbangunnya kemampuan inovatif perusahaan yang bersangkutan dan
mengembangkan kerjasama dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi. Sama
dengan isu-isu lainnya, ini memang tidak berdiri sendiri. Beberapa hal mungkin patut
diberi catatan:
ƒ Kesenjangan ”orientasi dan kultur kerja” antara lembaga litbang/perguruan tinggi
dengan pelaku bisnis misalnya, sering dinilai sebagai faktor penghambat atau
mempengaruhi potensi kolaborasi antarpihak. Persepsi umum terhadap lembaga
litbang dan/atau perguruan tinggi nampaknya belum sebagai bagian penting bagi
perbaikan nilai tambah aktivitas bisnis;
ƒ ”Keengganan” swasta berinvestasi dalam aktivitas inovasi (litbang) juga terkait
dengan tidak/belum adanya insentif yang efektif dibanding dengan di negara lain.
Aktivitas yang berpotensi memberikan imbalan tinggi tetapi juga berisiko demikian
lebih ”diserahkan” kepada mekanisme pasar.
Karenanya, ketika mekanisme pasar yang berkembang di Indonesia tidak memberikan
sinyal insentif yang efektif (artinya pelaku bisnis harus menanggung sendiri risiko
tersebut, walaupun berpotensi memberikan manfaat sosial yang besar), maka tentu saja
yang terjadi adalah ”kegagalan pasar” yang tidak terpecahkan. Ini menjadi isu umum,
berbeda dengan negara yang relatif maju, mengapa sejauh ini aktivitas ”inovasi”
(termasuk litbang) di swasta di Indonesia masih sangat underinvest.

6. Lemahnya keterkaitan antara penyediaan potensi inovasi dengan industri. Aliran pengetahuan
atau proses inovasi yang masih terbatas tidak saja karena kelemahan-kelemahan seperti
disampaikan, tetapi juga dihadapi berkaitan dengan keterkaitan dan/atau interaksi antarpihak.
Ini terutama berupa:
a. Belum berkembangnya antarmuka (interface) yang efektif antara penyedia dan pengguna
pengetahuan/inovasi atau praktik baik. Kemitraan/aliansi triple helix belum banyak
berkembang. Demikian juga jasa intermediasi inovasi yang masih lemah. Asosiasi bisnis,
profesi dan/atau intermediaries lainnya belum berperan signifikan dalam aktivitas terkait
dengan inovasi atau komersialisasi hasil litbang.
b. Sistem litbang dan industri (swasta), BUMN, BUMNIS, maupun militer belum saling
memperkuat. Industri yang semula diharapkan menjadi wahana alih teknologi (BUMNIS)
bahkan dapat dikatakan melemah sejak krisis ekonomi 1997.
c. Keragaman lembaga dalam aktivitas inovasi masih cenderung tersegmentasi/
terfragmentasi dan kerjasama/kolaborasi antarlembaga belum berkembang baik.

7. Kelemahan yang berkaitan dengan kondisi umum dan kerangka kebijakan inovasi:
a. Infrastruktur inovasi, seperti misalnya lembaga litbang, perguruan tinggi, dan lembaga
pendukung lainnya yang terspesialisasi relatif belum berkembang di seluruh daerah.
b. Kerangka regulasi penting yang masih lemah. Ini berupa regulasi yang menghambat,
yang masih sering dirasakan oleh para aktor dalam sistem inovasi (misalnya perijinan
bisnis, dan perundangan PNBP), maupun belum adanya instrumen kebijakan yang dinilai
diperlukan (misalnya insentif perpajakan bagi aktivitas inovasi oleh swasta).
c. Belum koherennya kebijakan inovasi. Ini merupakan isu kompleks terkait dengan
beragam isu lain seperti disebutkan sebelumnya dan juga beberapa hal berikut:
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 259

ƒ Pengembangan/penguatan sistem inovasi sendiri belum sepenuhnya menjadi


agenda nasional (dan daerah), walaupun perundangan yang telah dimiliki
memberikan landasan hukum bagi hal ini.
ƒ Lembaga pemerintah yang ada (pada tataran nasional maupun daerah) cenderung
”terfragmentasi” dan bekerja untuk sektornya masing-masing. Koordinasi antar-
lembaga pemerintah (dan termasuk juga antarlembaga litbang dan/atau perguruan
tinggi) dalam kerangka sistem inovasi masih lemah.
ƒ Pengembangan yang tidak/belum terfokus sehingga sulit mendorong terbentuknya
masa kritis bagi perkembangan inovasi.
ƒ Kebijakan/rencana nasional masih belum efektif sebagai acuan bagi banyak pihak.
Sebagai contoh, kebijakan strategis pembangunan nasional iptek belum menjadi
acuan lembaga lain di luar KRT (dan LPND di bawah koordinasinya), termasuk
bagi ”daerah.” Sementara daerah, pada umumnya belum memiliki dokumen
strategis terkait dengan pengembangan sistem inovasi dan peningkatan daya
saingnya.
ƒ Masa transisi, misalnya terkait dengan otonomi daerah, jika tidak diiringi perbaikan
penadbiran (governance) dapat menjadi potensi ancaman kontra produktif bagi
perkembangan inovasi di daerah maupun secara nasional.
d. Instrumen kebijakan yang dikembangkan, yang walaupun secara konsep telah baik,
secara operasional sering kurang efektif. Ini antara lain karena kurangnya kesungguhan
dalam pelaksanaan, tidak diimplementasikan secara konsisten (istiqomah), dan/atau
tidak/kurang memiliki cakupan yang memadai.
e. Kapabilitas implementasi kebijakan inovasi, baik pada lembaga pembuat kebijakan
maupun lembaga-lembaga pelaksana masih lemah. Ini juga terkait antara lain dengan
kelemahan koordinasi dan belum adanya mekanisme yang efektif bagi implementasi
kebijakan yang saling memperkuat.

3.2 Isu/Tantangan Utama Kebijakan Inovasi

Merangkum isu seperti yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya (termasuk bab-bab
sebelumnya), maka beberapa isu/tantangan utama kebijakan inovasi yang dipandang perlu untuk
dipecahkan dapat dikelompokkan seperti berikut.

1. Kelemahan kerangka umum.


Di antara persoalan/faktor yang sangat menghambat perkembangan sistem inovasi antara lain
adalah menyangkut isu berikut:
… Isu umum mendasar yang terkait dengan sistem inovasi, seperti:
ƒ Regulasi yang menghambat;
ƒ Kelemahan lingkungan legal dan regulasi (yang diperlukan);
ƒ Kelemahan infra- dan supra-struktur pendukung perkembangan inovasi;
ƒ Administrasi yang birokratif;
… Keterbatasan pembiayaan/pendanaan inovasi;
… Isu perpajakan yang tidak kompetitif bagi aktivitas inovasi;
… Kelemahan keperdulian dan implementasi perlindungan HKI.
260 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

2. Kelemahan kelembagaan dan daya dukung iptek/litbang serta rendahnya kemampuan


absorpsi UKM.
Berbagai fungsi yang belum berkembang, lembaga yang ada yang belum berfungsi
sebagaimana yang diperlukan, dan kelemahan daya dukung iptek/litbang yang relevan bagi
pengembangan potensi terbaik daerah merupakan faktor belum berkembangnya sistem inovasi
daerah dan rendahnya daya saing daerah. Di sisi lain, pelaku mayoritas usaha, yaitu UKM,
umumnya memiliki keterbatasan antara lain dalam mengakses, memanfaatkan dan
mengembangkan pengetahuan/teknologi untuk meningkatkan daya saing bisnisnya.

3. Kelemahan keterkaitan, interaksi dan kerjasama difusi inovasi (termasuk praktik


baik/terbaik dan/atau hasil litbang).
Kesenjangan relevansi dan fungsi komplementatif antara perkembangan knowledge pool
dengan tarikan kebutuhannya oleh pengguna, khususnya swasta, masih terbatasnya pola
hubungan dan transaksi bisnis maupun non bisnis antar- dan antara berbagai aktor, serta
asimetri informasi dan keterbatasan dalam dukungan interaksi dalam sistem inovasi (termasuk
pembiayaan bagi komersialisasi potensi inovasi) merupakan isu yang menghambat keterkaitan,
proses interaksi dan kerjasama antarpihak dalam sistem inovasi daerah.

4. Persoalan budaya inovasi.


Beragam isu yang diungkapkan pada Sub-bab 3.1 sebenarnya juga menunjukkan belum
berkembangnya kultur dalam masyarakat (pelaku bisnis, pembuat kebijakan, aktor-aktor
litbang, lingkungan akademis dan masyarakat secara umum) yang mendukung bagi kemajuan
inovasi dan kewirausahaan secara umum. Ini antara lain berkaitan dengan:
… Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap pentingnya semangat kreativitas/inovasi
dan profesi kewirausahaan;
… Belum berkembangnya pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan dan sistem
pendidikan yang belum mendukung perkembangan hal ini;
… Mobilitas dan interaksi yang terbatas dari dan antaraktor penting bagi perkembangan
kewirausahaan dalam masyarakat;
… Kelemahan di lingkungan pemerintahan (public authorities), yang umumnya juga belum
menghargai pentingnya kewirausahaan dan inovasi baik di lingkungannya sendiri
maupun perkembangannya dalam masyarakat.

5. Kelemahan fokus, rantai nilai, kompetensi dan sumber pembaruan ekonomi dan sosial.
Ini berupa kelemahan dalam bisnis maupun non bisnis yang saling terkait, yang sangat penting
bagi dinamika ekonomi dan sebagai landasan bagi pembentukan daya saing yang khas, yang
juga berkaitan dengan dan/atau disebabkan oleh;
… Keragaman aktivitas bisnis yang belum mengarah pada, dan belum berkembangnya
kompetensi daerah yang penting bagi, pembentukan potensi keunggulan daya saing
yang lebih terfokus;
… Struktur dan keterkaitan dalam bisnis beserta aktivitas non-bisnis pendukungnya yang
lemah;
… Masih rendahnya kepemimpinan dan kepeloporan di daerah dalam pemajuan inovasi dan
difusinya;
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 261

… Relatif rendahnya perkembangan/regenerasi perusahaan-perusahaan baru (pemula)


yang inovatif di daerah;
… Ketertinggalan mayoritas pelaku bisnis (UKM) untuk dapat memanfaatkan dan
mengembangkan peluang dari kemajuan/perkembangan yang terjadi.

6. Tantangan global.
Seperti telah didiskusikan, berbagai kelemahan yang dimiliki pada akhirnya mempengaruhi
tingkat kesiapan Indonesia (pada tataran nasional maupun daerah) berperan di arena global
beserta beragam kecenderungan perubahan yang berkembang untuk dapat meminimalisasi
dampak negatifnya dan memaksimumkan kemanfaatan bagi masyarakat.

4. PERAN PEMERINTAH

4.1 Peran Umum Pemerintah dalam Pengembangan Sistem Inovasi

Diskusi pada bab-bab sebelumnya telah menyinggung tentang peran pemerintah dalam
mendorong pengembangan sistem inovasi. Di sini penulis ingin memberikan tekanan pada beberapa
hal agar pemerintah daerah semakin dapat menjalankan perannya dengan tepat dalam pemajuan
sistem inovasi. Pemerintah pada beragam tataran (nasional/pusat dan daerah), walaupun sama-sama
memiliki tanggung jawab atas pemajuan sistem inovasi, namun masing-masing tentu perlu melakukan
peran-peran tertentu sesuai dengan ranah kewenangan, jangkauan dan ketentuan tata pemerintahan
yang berlaku. Tetapi beberapa hal penting mendasar perlu memperoleh perhatian oleh seluruh
pemerintahan sebagai penentu/pembuat kebijakan maupun dalam melaksanakan tugas/fungsi
pelayanan publiknya. Hal ini terutama adalah menyangkut isu berikut.
1. Semakin perlunya perhatian pada pengetahuan dan inovasi dan pemahaman atas sistem
inovasi.
… Daya saing menjadi landasan yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang semakin tinggi dan semakin adil.
… Pengetahuan/inovasi senantiasa menjadi faktor penting bagi pembangunan. Namun kini
perannya semakin menentukan bagi perkembangan ekonomi dan sosial. Oleh karena itu,
semua pihak perlu semakin memberi perhatian dalam hal ini mengingat perkembangan
kontekstual di era percepatan penciptaan/pengembangan dan difusi pengetahuan.
… Pemahaman atas inovasi bagi peningkatan daya saing, berkembang dalam tatanan yang
berubah dinamis, tidak sekedar karena dorongan teknologi atau tarikan permintaan
secara sekuensial-linier, melainkan interaksi dinamis keduanya. Membangun daya saing
memerlukan pendekatan bersistem, dan keterpaduan serta keserentakan gerak langkah
semua pihak dalam sistem. Perubahan yang terjadi antara lain juga menyangkut
bagaimana pengetahuan dihasilkan dan digunakan menunjukkan semakin perlunya
perhatian terhadap penataan penadbiran beragam pengetahuan/teknologi atau inovasi,
penyedia dan pengguna, baik yang bersifat dasar maupun terapan.
… Tuntutan dunia usaha dan masyarakat secara umum agar pengetahuan/inovasi
memberikan kontribusi nyata dalam pemecahan persoalan nyata yang dihadapi sangat
penting untuk direspon dan menjadi bagian integral dalam pengembangan pola sistem
pengetahuan/inovasi. Telah menjadi fenomena kecenderungan umum bahwa
masyarakat semakin menuntut relevansi pengetahuan/teknologi atau inovasi terhadap
262 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

kebutuhan mereka. Karena itu, moda (pola) bagaimana pengembangan pengetahuan


dan kemanfaatannya dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial,
budaya dan politik) cenderung berubah. Moda 2 dalam pengembangan pengetahuan
semakin menjadi elemen penting bagi pihak/aktor litbang di lingkungan perguruan tinggi
dan lembaga litbang. Intinya, sekalipun pengembangan keilmuan sangat penting, namun
itu tidak berarti bahwa dunia pendidikan dan litbang merupakan lingkungan eksklusif dan
terisolasi dari sistem sosial ekonomi dan persoalan nyata yang dihadapi oleh
masyarakat. Ini tentunya memerlukan keterlibatan dan penadbiran pengetahuan, riset
atau aktivitas inovasi serta kebijakan yang lebih baik.

2. Pengembangan/penguatan sistem inovasi perlu menjadi agenda utama pembangunan dan


merupakan bagian integral dari agenda pembangunan nasional/daerah.
… Pengalaman yang dilalui sendiri oleh bangsa Indonesia sejauh ini dan praktik-praktik
yang dialami oleh negara lain memberikan pelajaran pentingnya kesungguhan,
kepemimpinan, kepeloporan, komitmen dan konsistensi dalam menjalankan
pembangunan. Ketika upaya yang urgen tidak secara sadar teragendakan dan
terencanakan, maka hal demikian cenderung hanya sebatas wacana tanpa upaya
kongkrit dan jelas.
… Penetapan pengembangan sistem inovasi sebagai salah satu agenda prioritas nasional
dan daerah juga sangat penting karena berimplikasi antara lain pada perlunya upaya
terpadu bahwa semua elemen pemerintahan melaksanakan perannya secara lebih
terkoordinasi.
… Otonomi daerah merupakan momentum baik bagi pembangunan sistem inovasi. Namun
sebaliknya, bila hal ini terabaikan, maka masa ”transisi” saat kini justru dapat berpotensi
menjadi kontra produktif dan bahkan sangat boleh jadi berakibat pada kemunduran
dalam pembangunan.

3. Pentingnya strategi inovasi. Pada tataran nasional maupun daerah, ”konsensus” para
pemangku kepentingan atas kejelasan arah, strategi (termasuk prioritas) dan langkah-langkah
utama kebijakan pembangunan sistem inovasi perlu dirumuskan sebagai pedoman dalam
membentuk keterpaduan dan keserentakan langkah para pihak serta melaksanakan peran
masing-masing. Ini juga terkait dengan dan sebagai implikasi dari perundangan yang ada
seperti UU No. 18 tahun 2002 (Sisnas P3Iptek), UU No. 25 tahun 2005 (SPPN), dan UU No. 32
tahun 2004 (Pemerintahan Daerah).
… Pada tataran nasional, hal ini bukan hal baru walaupun perbaikan-perbaikan perlu terus
dilakukan. Pada tataran daerah, upaya ini relatif baru. Isu pengetahuan/teknologi dan
inovasi sebelumnya merupakan/dianggap ranah utama dari, dan sangat ditentukan oleh
kebijakan nasional. Namun kini semakin disadari bahwa peran daerah yang lebih besar
dan karenanya juga kebijakan daerah dalam pemajuan sistem inovasi sangatlah penting.
Hal ini tentu akan berimplikasi pada pergeseran “aturan main” dan kerangka serta siklus
kebijakan inovasi.
… Pergeseran pandangan yang semakin menekankan sifat sistemik inovasi dalam
pembangunan ekonomi dan sosial semakin memerlukan upaya yang lebih baik yang
menuntut perbaikan kebijakan dan politik (di seluruh tataran) serta penadbiran dan
kinerja inovasi.
… Transparansi, akuntabilitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya (termasuk
penggunaan dana yang diperoleh dari pembayar pajak) semakin menjadi bagian penting
penadbiran publik yang baik (good public governance) yang tentu juga berlaku bagi
kebijakan inovasi.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 263

4. Pentingnya kepemimpinan dan kepeloporan daerah dalam pengembangan sistem inovasi.


… Perkembangan pemerintahan yang semakin memberi peran penting kepada daerah
menuntut peran lebih baik dari daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, termasuk
dalam pengembangan sistem inovasi. Kepemimpinan dan kepeloporan daerah akan
semakin menentukan upaya ini dan semua pihak perlu mendorong dan membantu
pewujudan hal tersebut. Seperti ditegaskan antara lain dalam UU No. 32/2004, bahwa
ƒ tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah (Pasal 2, Ayat 3); dan
ƒ kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban antara lain:
memajukan dan mengembangkan daya saing daerah (Pasal 27, Ayat 1, butir g).
Sebagaimana telah didiskusikan, pengembangan sistem inovasi daerah merupakan
determinan bagi keberhasilan peningkatan daya saing daerah.
… Mendorong perkembangan ekonomi yang semakin mampu mendayagunakan
pengetahuan/inovasi bagi pemajuan ekonomi dan sosial-budaya daerah. “Perkembangan
ekonomi” dalam hal ini mempunyai arti sebagai upaya dan proses dinamis perbaikan
ekonomi daerah, termasuk pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi,
baik melalui peningkatan akses, “akuisisi,” dan penyesuaian teknologi dari “luar” daerah,
maupun peningkatan pemanfaatan dan penciptaan/pengembangan teknologi sendiri
untuk kebutuhan khusus daerah.

5. Pembangunan sistem inovasi sebagai upaya perbaikan yang berkelanjutan.


… Pengembangan sistem inovasi bukanlah langkah sesaat, tetapi suatu proses yang
memerlukan komitmen, kesungguhan dan konsistensi dalam melakukan perbaikan
secara terus-menerus. Itu juga yang sering diungkapkan oleh para pakar bahwa
pengembangan sistem inovasi intinya merupakan proses pembelajaran, demikian halnya
dengan kebijakan yang diperlukannya. Dalam siklus inovasi, maka adopsi dan difusi yang
luas dalam masyarakat umumnya membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama.
Namun sebaliknya, siklusnya dalam perkembangannya cenderung semakin pendek
(sebagai ilustrasi lihat Gambar 7.3).123 Pola pembangunan yang terlampau didominasi
oleh orientasi jangka pendek akan selalu ”menyisihkan” langkah-langkah pengembangan
sistem inovasi sebagai agenda prioritas. 124
… Perbaikan terus-menerus juga diperlukan dalam konteks membangun kapasitas untuk
bertindak, melakukan langkah-langkah penting sesuai dengan konteks dan
perkembangannya, dan beradaptasi di tengah lingkungan persaingan internasional yang
semakin meningkat serta dinamika perubahan yang cepat dan kompleks.
… Pengembangan sistem inovasi dalam kondisi seperti yang dihadapi oleh Indonesia
(dalam tataran nasional maupun daerah) memerlukan percepatan, terutama dalam turut
memecahkan persoalan yang kini dihadapi dan menyikapi perubahan-perubahan
strategis terhadap masa depan bangsa, dan memanfaatkan serta menciptakan peluang
yang berkembang, serta mengurangi kesenjangan dalam dan antardaerah maupun
dalam dan antarkelompok masyarakat.

123
Teknologi baru umumnya membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi standar baru. Pengalaman di Amerika Serikat
menunjukkan misalnya lamanya waktu yang diperlukan oleh setiap teknologi untuk menjangkau 25% rumah tangga
antara lain sebagai berikut: Mobil = 56 tahun; Listrik = 45 tahun; Telepon = 36 tahun; Microwave = 31 tahun; Televisi =
26 tahun; Internet = 23 tahun; Cellular phone = 14 tahun.
124
Percepatan perkembangan iptek yang tidak disikapi dengan baik akan membuat negara/daerah semakin tertinggal dan
berpotensi mempertajam kesenjangan yang berkembang, baik antarnegara, antardaerah ataupun antarmasyarakat.
264 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Listrik
100 (1873) Telepon
Televisi (1876)
(1926)
90 Radio
(1905)
Mobil
VCR
80 (1886)

Persentase “Kepemilikan”
(1952)
70
Microwave
(Ownership) 60 (1953)

50
PC
40 (1975)

30 Cell Phone
(1983)
20
Internet
(1975)
10

0
1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Lama (dalam Tahun) sejak Invensi

Sumber : Rich Kaplan (Microsoft), Dikutip dari Morse (2002).

Gambar 7.3
Contoh Ilustatif Tingkat Adopsi Inovasi di Amerika Serikat.

Pemerintah pada dasarnya berperan dalam mengatasi tantangan kekinian berkaitan dengan
struktur administratif dan instrumen-instrumen kebijakan yang disusun sebagai respons terhadap
persoalan masa lampau. Dalam pengembangan sistem inovasi pola responsif demikian dinilai tidak
cukup. Pemerintah juga perlu semakin memperhatikan dinamika perubahan/perkembangan dan
berorientasi pada masa depan. Upaya-upaya antisipatif dipandang semakin penting dalam
menumbuhkembangkan sistem inovasi yang semakin mampu beradaptasi dengan perkembangan.
Peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya secara ”konvensional” biasanya
mengintervensi bidang pengetahuan/teknologi untuk mengatasi ”kegagalan pasar” (market failures).
Namun dalam pengembangan sistem inovasi, paradigma demikian dinilai tidak memadai. Dengan
sifat kompleksitas dan dinamika sistem inovasi, pemerintah juga perlu mengatasi kegagalan sistemik
(systemic failures) yang menghalangi berfungsinya sistem inovasi dan yang menghambat aliran
pengetahuan dan teknologi, yang dapat berakibat antara lain pada penurunan efisiensi upaya litbang,
efektivitas komersialisasi/pemanfaatan atau difusi hasil litbang atau praktik-praktik baik. Kegagalan
sistemik demikian dapat muncul dari ketidaksepadanan antara berbagai komponen sistem inovasi,
misalnya berupa insentif yang bertentangan bagi lembaga pasar dan non-pasar, atau karena
kekakuan kelembagaan (akibat terlampau sempitnya spesialisasi), informasi asimetrik dan
kesenjangan komunikasi, serta kelemahan jaringan atau mobilitas personil (lihat diskusi pada bagian-
bagian sebelumnya).
Pemerintah sering dipandang perlu untuk dapat memainkan peran mengintegrasikan dalam
penadbiran pengetahuan/inovasi berdasarkan konteks perekonomian secara luas dengan
mengembangkan kebijakan teknologi dan inovasi sebagai bagian integral dari kebijakan ekonomi
secara keseluruhan. Hal ini membutuhkan kontribusi yang terkoordinasi dari berbagai kebijakan,
antara lain dalam rangka:
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 265

… Mengembangkan kerangka dasar yang kondusif bagi inovasi seperti misalnya lingkungan
ekonomi makro yang stabil, perpajakan dan lingkungan regulasi yang mendukung, dan
infrastruktur yang memadai, serta kebijakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai.
… Menghilangkan hambatan-hambatan tertentu terhadap inovasi dalam sektor bisnis dan
meningkatkan sinergi antara investasi publik dan swasta dalam inovasi.
… Mengembangkan instrumen-instrumen ”tematik” tertentu yang dinilai urgen bagi
pemajuan sistem inovasi sesuai dengan konteksnya (dalam memecahkan isu-
isu/tantangan kebijakan yang mendesak), baik pada tataran nasional maupun daerah.

Seperti telah disinggung pada Bab 6, ketentuan tentang fungsi dan peran pemerintah dan
masyarakat yang secara spesifik berkaitan dengan bidang iptek dan telah digariskan oleh
perundangan dapat dilihat dalam UU No. 18 tahun 2002 Bab IV (Fungsi dan Peran Pemerintah, Pasal
18 – 23)) dan Bab V (Peran Serta Masyarakat, Pasal 24 dan 25).

4.2 Beberapa Peran Relevan Pemerintah Daerah

Sesuai dengan semangat utama buku ini, penulis selanjutnya ingin menekankan beberapa
peran khusus pemerintah daerah yang dipandang penting (selain yang telah disampaikan di atas)
dalam pengembangan sistem inovasi daerah. Beberapa peran relevan pemerintah daerah terutama
adalah sebagai berikut:
1. Peran utama pemerintah daerah pada dasarnya adalah menciptakan iklim kondusif bagi
perkembangan inovasi di daerahnya. Untuk itu, pemerintah daerah beserta para pemangku
kepentingan di daerah antara lain perlu:
… Menghilangkan/meminimalisasi hambatan-hambatan (terutama hambatan regulasi
daerah) bagi perkembangan inovasi secara umum dan perkembangan bisnis di daerah.
… Mengembangkan kerangka regulasi (regulatory framework) yang sesuai dengan konteks
daerahnya masing-masing dan dinilai urgen, antara lain untuk mendorong peningkatan
sinergi antara investasi publik dan swasta dalam inovasi, perkembangan bisnis (baik
yang telah ada, yang baru dan investasi dari luar), dan insentif tertentu bagi pemajuan
sistem inovasi daerah.
… Mengembangkan infrastruktur inovasi yang terspesialisasi sesuai dengan kebutuhan
daerah, dan investasi dalam pembelajaran, termasuk pengembangan pendidikan dan
keterampilan di daerah. Bentuk seperti ”taman teknologi, inkubator,” dan/atau lainnya
semakin dinilai penting bagi perkembangan sistem inovasi daerah.
… Meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi, respons kebijakan yang tepat dan cepat.
… Melakukan perbaikan-perbaikan terus menerus dalam penadbiran inovasi di daerahnya
dan koordinasi dengan daerah lain dan tataran nasional, maupun internasional.

2. Mengembangkan strategi inovasi daerah dan meningkatkan pembelajaran dalam proses


kebijakan inovasi:
… Setiap daerah perlu mengembangkan strategi inovasi yang sesuai dengan konteks
daerahnya masing-masing. Tentunya, karena sistem inovasi daerah pada dasarnya
merupakan bagian integral dari sistem inovasi nasional, maka upaya daerah juga perlu
diarahkan agar mendorong terbentuknya kesinkronan/kesejalanan dan koordinasi yang
lebih baik dengan konteks nasional.
266 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

… Memahami kondisi setempat berkaitan dengan inovasi sebagai basis bagi penetapan
agenda yang tepat. Karena itu, pemerintah daerah bertanggung jawab atas
pengembangan ketersediaan data, analisis, tinjauan berkaitan dengan sistem inovasi di
daerahnya masing-masing.
… Mengembangkan pembelajaran atas pengalaman daerah sendiri dan belajar dari pihak
lain. Upaya seperti benchmarking, studi banding, dan pemanfaatan praktik baik perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan daerah, untuk selanjutnya melakukan
penyesuaian dengan konteks daerah masing-masing.
… Mengembangkan pola penadbiran inovasi, termasuk kebijakan dan kelembagaannya,
yang dinilai sesuai dengan konteks daerah masing-masing.
… Kebijakan inovasi pada dasarnya merupakan proses pembelajaran. Karena itu,
pemerintah daerah perlu mendorong partisipasi para pemangku kepentingan
(stakeholders) kunci sejak awal dan dalam formulasi instrumen kebijakan, termasuk
kemungkinan dalam penentuan indikator kinerja (keberhasilan) yang jelas, dan
pengawasan yang baik.

3. Pemerintah daerah perlu bersikap proaktif dalam pengembangan sistem inovasi daerah dan
mendukung munculnya potensi keunggulan daerah (termasuk misalnya bidang-bidang dan/atau
produk baru). Beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah:
… Mengembangkan kerangka dan instrumen-intrumen kebijakan inovasi yang penting bagi
daerah.
… Memprakarsai langkah-langkah pengembangan/penguatan yang dinilai prioritas bagi
daerah. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan misalnya bentuk-bentuk seperti:
ƒ Menciptakan/memperkuat keterkaitan (hubungan) dalam sistem inovasi.
Pengembangan/penguatan sistem inovasi dan prakarsa pengembangan klaster
industri ibaratnya adalah mata uang logam bersisi ganda yang satu sama lain akan
saling berkaitan dan memperkuat, atau sebaliknya.
ƒ Meningkatkan kapabilitas teknologi dan manajemen pelaku bisnis di daerah. Fokus
utama adalah pada UKM setempat. Beberapa langkah penting adalah
meningkatkan kapabilitas teknologi UKM yang ada, mendorong perkembangan
perusahaan baru (pemula) yang inovatif, dan menumbuhkembangkan/memperkuat
keterkaitan dengan investasi dari luar (perusahaan besar, PMA) dengan UKM
setempat. Upaya mengembangkan talenta (dari daerah sendiri maupun dari luar)
sangat penting bagi pemajuan sistem inovasi daerah.
ƒ Inventarisasi, pengembangan dan perlindungan hukum serta pemanfaatan potensi
spesifik lokal seperti pengetahuan/teknologi masyarakat (indigenous knowledge/
technology) dan potensi lokal lainnya.
ƒ Pengembangan kapasitas daerah dalam pengelolaan pengetahuan (knowledge
management) yang penting bagi daerah.
ƒ Prakarsa kebijakan pengadaan pemerintah bagi inovasi lokal.
ƒ Pengembangan jaringan antara penyedia dan pengguna teknologi.
ƒ Pengembangan litbang kolaboratif, seperti dalam bentuk kerjasama, atau
konsorsia.
ƒ Kontrak litbang untuk mendukung perkembangan UKM setempat.
ƒ Program (formal dan informal) selektif dengan lembaga litbang dan perguruan
tinggi.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 267

… Perluasan dalam implementasi HKI di daerah.


… Pengembangan sistem pendanaan/pembiayaan inovasi daerah. Isu kebijakan yang
sering menjadi titik paling lemah bagi perkembangan inovasi adalah pendanaan/
pembiayaan inovasi. Pemerintah daerah perlu mengembangkan sistem pembiayaan
inovasi yang sesuai dengan konteks setempat, terutama bagi perkembangan perusahaan
baru (pemula) yang inovatif di daerah.

Berkaitan dengan peran pemerintah daerah khususnya dalam bidang iptek, lihat misalnya UU
No. 18 tahun 2002, terutama Pasal 20 dan 21.

4.3 Beberapa Isu Penadbiran

Dalam pelaksanaan tugas pemerintahan atau penadbiran kebijakan publik (public policy
governance) khususnya, pembagian tugas, tanggung jawab dan kewenangan mutlak dilakukan.
Namun ini selalu mengandung risiko, yang bila tidak dikelola dengan baik justru berpotensi pada tidak
efektifnya peran yang dilaksanakan dan kebijakan yang diterapkan. Pembagian tanggung jawab
sektoral sering membawa kepada situasi di mana para aktor terjebak dengan cara pandang dan cara
kerja yang terlampau “myopic, sempit, terkotak-kotak” dan seolah mengakumulasi dinding penyekat
yang akhirnya terlampau sulit ditembus dalam membangun koordinasi dan kolaborasi sinergis dengan
pihak lain, terutama pembuat kebijakan dengan ranah kewenangan yang berbeda.
Belajar dari pengalaman praktik beberapa negara dan perkembangan yang dilalui sendiri oleh
Indonesia, penadbiran inovasi (innovation governance) di Indonesia (pada tataran nasional maupun
daerah) perlu memperhatikan antara lain beberapa isu yang berkaitan dengan berikut ini:
… Penerapan pendekatan yang terpadu dalam mengembangkan kebijakan inovasi;
… Pengambilan keputusan dan penetapan prioritas;
… Mengarahkan kelembagaan (organisasi dan pengorganisasian) litbang/iptek,
intermediaries dan pendukung aktivitas inovasi lainnya;
… Memperbaiki akuntabilitas para aktor;
… Koordinasi kebijakan inovasi (nasional - daerah dan lintas-sektor).

Persoalan “fragmentasi” dalam lembaga pemerintah merupakan isu “klasik” yang sebenarnya
juga bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Pola penadbiran inovasi di tingkat nasional sendiri sejauh
ini lebih condong pada penadbiran sesuai dengan sektor kementerian/departemen masing-masing.
Sebelumnya (menurut Keppres No. 47 tahun 2003, yang digantikan dengan Perpres No. 9 tahun
2005), ”kewenangannya” (dan artinya juga koordinasinya) berada pada dan merupakan tanggung
jawab KRT. Tantangan yang dihadapi antara lain adalah bagaimana mengembangkan pola yang
sesuai bagi keterpaduan pemajuan sistem inovasi dan ranah kompetensi masing-masing aktor
(pembuat kebijakan maupun pelaksana aktivitas inovasi), mengatasi hambatan-hambatan untuk
tindakan bersama dan keserentakan, dan fenomena persoalan multilevel, yang berkaitan dengan
aspek politis dan operasional. Bagaimana membentuk kesinkronan antara ”Kebijakan Pembangunan
Industri Nasional” (yang dikembangkan oleh Departemen Perindustrian) dengan ”Kebijakan Strategis
Pembangunan Nasional Iptek” (yang menjadi ranah KRT) merupakan salah satu contoh isu
pengembangan keterpaduan dalam penadbiran inovasi. Dalam tataran daerah, hal serupa ini juga
merupakan salah satu isu yang perlu dipecahkan konteks pragmatisnya.
268 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Desain kebijakan baru dalam penadbiran inovasi sering dinilai perlu mengingat beberapa
urgensi antara lain:
… Paradigma baru dalam menghadapi pengetahuan/inovasi dalam cara pandang sistem;
… Paradigma baru dalam intervensi pemerintah (misalnya semakin perlunya pola
kooperatif, perlunya sistem pemantauan dan/atau supervisi yang terintegrasi dalam
proses kebijakan, dan peran pemerintah yang lebih pada proses fasilitasi dan enabling
dalam pemajuan sistem inovasi);
… Penadbiran publik (public governance) yang baru, yang lebih semakin menuntut efisiensi,
akuntabilitas, dan kebebasan operasional;
… Merespon kompleksitas penadbiran sistemik (systemic governance), terutama berkaitan
dengan beberapa hal seperti:
ƒ Keterbatasan informasi menyangkut isu-isu kebijakan yang dihadapi;
ƒ Beragam variabel yang perlu dipertimbangkan;
ƒ Interaksi, feedback, dan siklus dalam proses kebijakan.
… Respons untuk meningkatkan fleksibilitas, responsivitas/ketanggapan dan keserentakan;
… Pengorganisasian interaksi, jaringan dan regulasi prosedural.

Koordinasi horisontal juga perlu dikembangkan yang sesuai dengan konteksnya (nasional
maupun daerah). Isu menyangkut desain kebijakan baru, pengembangan infrastruktur legal yang
sesuai, dan pengorganisasian batasan (boundary) antarorganisasi misalnya, merupakan beberapa di
antara yang perlu mendapat perhatian.
Reformasi fragmentasi kelembagaan/institusional merupakan hal yang sangat penting. Hal inti
terutama bertujuan untuk meningkatkan responsivitas/ketanggapan, mengembangkan pola berpikir
strategis untuk menghasilkan inovasi, dan berpikir sistemik dalam pengembangan kebijakan inovasi
yang sesuai. Dalam mengatasi fragmentasi kelembagaan, beberapa cara perlu dikaji/dikembangkan.
Namun pada dasarnya, para pihak perlu mendorong ”keterbukaan” atas inovasi kelembagaan
demikian. Untuk itu, upaya-upaya sebaiknya mempertimbangkan (tidak mengabaikan) antara lain:
… langkah penting untuk menanamkan pola berpikir strategis dalam organisasi,
… keterbukaan atas kemungkinan kelembagaan baru atau inovasi kelembagaan (selain
penguatan pola kelembagaan yang telah ada), dan
… peningkatan kapasitas keserentakan bertindak.

Dalam kaitan ini, cara-cara yang sering dinilai ”klasik” sebenarnya tetap sangat penting,
termasuk misalnya
… Mengorganisasikan pertemuan-pertemuan;
… Memperkuat “jaringan”;
… Menciptakan ruang interaksi produktif;
… Mendorong perubahan sikap dan budaya secara terus-menerus.
BAB 7 BEBERAPA ISU PENTING DALAM PENGEMBANGAN SID „ 269

5. CATATAN PENUTUP

Pengembangan sistem inovasi semakin urgen dalam pembangunan ekonomi. Namun untuk
dapat mengembangkannya, para pihak perlu memahami beragam aspek dan tantangan yang
dihadapi. Penulis ingin menekankan bahwa dalam upaya pengembangan sistem inovasi perlu pula
dipahami beberapa hal berikut:
1. Penyediaan data dan informasi dasar (baseline data/information) merupakan hal sangat
mendasar yang penting dikembangkan pada tingkat nasional maupun daerah, sebagai pijakan
untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya yang dinilai penting.
2. ”Belajar” dari pihak lain, termasuk melalui benchmark semakin dipandang penting selain untuk
meningkatkan pengetahuan tentang posisi sendiri dalam lingkungan baru beserta
perkembangannya juga memahami dan memetik pelajaran dari keberhasilan (misalnya praktik
baik/terbaik) maupun kegagalan pihak lain, dengan menyesuaikannya dengan konteks yang
dihadapi.
3. Membangun kapasitas inovasi merupakan proses jangka panjang dan kumulatif.
Pengembangan teknologi atau inovasi sering membutuhkan waktu yang lama dan investasi
sumber daya yang tidak sedikit. Sekalipun teknologi/inovasi dinilai cukup siap untuk
komersialisasi, seringkali dibutuhkan waktu adopsi yang tidak sebentar, terutama bagi inovasi
yang bersifat ”terobosan”. Karenanya, peran pemerintah selalu diperlukan dalam mendorong
pengembangan sistem inovasi.
4. Para penyedia pengetahuan/teknologi berperan penting dalam pemajuan sistem inovasi. Di
antara ”faktor” yang termasuk dinilai sering ”terabaikan” oleh para penyedia teknologi (peneliti
atau enjiner) adalah informasi dan/atau upaya penyiapan teknologi yang ”sesuai” dengan
konteks kebutuhan/permintaannya. Pihak penyedia teknologi sebaiknya mengembangkan
kesiapan teknologi sesuai dengan konteks kebutuhan dan menginformasikannya kepada
(menyediakan informasi bagi) para calon pengguna (adopter).
5. Penadbiran yang baik merupakan suatu keharusan. Sehubungan dengan itu, tidak saja
diperlukan aturan perundangan (hukum, regulasi), standar profesi dan etika yang mendukung,
tetapi juga upaya-upaya para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingannya untuk
senantiasa memperbaiki pola organisasi dan pengorganisasian, koordinasi dan interaksi
produktif satu dengan lainnya, selain perbaikan kompetensi dan peran masing-masing.
6. Pada dasarnya tidak ada suatu formula pasti bagi pengembangan kapasitas inovasi yang
“baku” yang menjamin pertumbuhan ekonomi. Pengembangan sistem inovasi merupakan suatu
proses, yang membutuhkan kepemimpinan, kepeloporan, dan komitmen dalam upaya
perbaikan yang terus-menerus, karena ini merupakan kunci bagi keberhasilan.
7. Kebijakan inovasi di Indonesia (pada tataran nasional dan daerah) perlu berfokus pada “relung”
(niche), lokasi, pasar dan prioritas yang sesuai dengan potensi terbaik nasional (dan daerah
masing-masing), dengan tidak mengabaikan potensi pasar nasional (setempat) yang besar.
8. Membangun kemampuan berinovasi dan kemampuan bersaing di daerah harus dibarengi
dengan perubahan sikap mental ”inferior” untuk senantiasa menghasilkan/memberikan yang
terbaik (contoh perubahan sikap mental demikian misalnya adalah bahwa produksi berkualitas
terbaik bukan sekedar untuk pasar ”ekspor,” tetapi justru untuk para konsumen pasar
setempat), memanfaatkan yang terbaik dan mencintai produksi sendiri.

Sebagaimana telah disampaikan, dengan kondisi yang dihadapi oleh Indonesia (secara
nasional maupun pada tataran daerah), maka pengembangan iptek, litbang dan pemajuan inovasi
perlu menjadi bagian integral dari agenda prioritas nasional dan daerah. Ini juga berarti bahwa
kebijakan iptek, litbang dan kebijakan inovasi perlu menjadi bagian integral dari prioritas kebijakan
270 „ PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN

nasional dan daerah. Selain itu, pengembangan sistem inovasi perlu dikembangkan sesuai dengan
potensi terbaik sendiri dan relevan dengan pengembangan struktur ekonomi dan kelembagaan.
Upaya-upaya yang lebih intensif perlu dilakukan untuk meningkatkan difusi dan proses
pembelajaran, terutama di daerah dan di lingkungan UKM. Pemerintah juga perlu secara sungguh-
sungguh mengembangkan insentif (misalnya insentif perpajakan) yang kompetitif untuk mendorong
peningkatan dan percepatan inovasi oleh pelaku bisnis (swasta).
Mengingat bahwa kemajuan inovasi justru ditentukan oleh pelaku swasta, maka langkah-
langkah pemerintah juga perlu semakin diarahkan untuk mendorong/memperkuat keterkaitan,
komplementasi, dan kolaborasi sinergis antara investasi pemerintah dan swasta dalam aktivitas
inovasi, termasuk aktivitas litbang.

You might also like