You are on page 1of 39

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih sangat memprihatinkan

sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat

bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia.1

Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DepKes RI 2001, di

antara penyakit yang dikeluhkan dan yang tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi

dan mulut adalah tertinggi meliputi 60% penduduk. Karies gigi dan penyakit

periodontal merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut

sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.2 Karies gigi dan

penyakit periodontal dapat dicegah melalui penerapan kebiasaan memelihara

kesehatan gigi dan mulut pada anak sejak dini dan secara kontiniu. 3

Di Indonesia sebanyak 89% anak di bawah 12 tahun menderita penyakit gigi

dan mulut. Penyakit gigi dan mulut, akan sangat berpengaruh pada derajat kesehatan,

proses tumbuh kembang bahkan masa depan anak. Anak-anak rawan kekurangan

gizi. Rasa sakit pada gigi dan mulut jelas menurunkan selera makan mereka. Dampak

lainnya, kemampuan belajar mereka pun turun sehingga jelas akan berpengaruh pada

prestasi belajar hingga hilangnya masa depan anak.4

Karies gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan jaringan

pendukung gigi yang banyak dijumpai pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia,
2

serta cenderung meningkat setiap dasawarsa.5 Penelitian yang dilakukan Essie Octiara

pada 67 orang anak di Panti Pungai Binjai menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi

tetap anak umur 6-14 tahun adalah 64,59%.6

Hasil NOHS (National Oral Health Survey) tahun 2006 di Pilipina,

menunjukkan anak SD pada umur 6 tahun mengalami karies sebesar 97,1% dan pada

umur 12 tahun sebesar 78,4%. Selain itu, hal yang lebih membahayakan lagi

ditemukan hampir 50% anak menderita infeksi dentogenic dengan karakteristik

adanya karies yang sudah mencapai ke pulpa, ulserasi, fistula dan abses (PUFA) yang

disertai nyeri yang menyebabkan keadaan yang lebih ekstrem lagi yaitu

ketidaknyamanan dan bahkan mengurangi kapasitas belajar pada anak.7 Apabila tidak

segera dilakukan upaya pencegahan, dengan meningkatnya umur, kerusakan gigi dan

jaringan pendukungnya akan menjadi lebih berat, bahkan dapat mengakibatkan

terlepasnya gigi pada usia muda, sehingga diperlukan biaya perawatan gigi yang

semakin mahal.5

Untuk menanggulangi masalah tersebut dibutuhkan perhatian dan penanganan

yang serius dari tenaga kesehatan, baik dokter gigi dan perawat gigi. Agar target

pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO angka DMFT anak umur 12 tahun

sebesar 1 dapat tercapai, maka diperlukan suatu tindakan pencegahan.8 Tindakan

pencegahan penyakit gigi dan mulut terutama ditujukan kepada murid sekolah

melalui suatu program kesehatan yang terencana dan terpadu di sekolah dasar.

Salah satu usaha yang telah dilaksanakan untuk mengatasi masalah kesehatan

gigi pada anak adalah melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS), yaitu

salah satu program pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas. UKGS
3

memberikan pelayanan dalam bentuk peningkatan (promotif), pencegahan

(preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang ditujukan bagi

anak usia sekolah di lingkungan sekolah binaan dengan maksud agar mendapatkan

generasi yang sehat.9,10

UKGS diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, di bawah binaan

puskesmas dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Untuk pemerataan jangkauan

UKGS, penerapan UKGS disesuaikan dengan paket-paket UKS yaitu, UKGS Tahap

I/Paket Minimal UKS diselenggarakan oleh guru penjaskes dan guru pembina UKGS,

UKGS Tahap II/Paket Standar UKS diselenggarakan oleh guru dan tenaga kesehatan

puskesmas, sedangkan UKGS Tahap III/Tahap Optimal UKS diselenggarakan oleh

guru, tenaga puskesmas dan tenaga kesehatan gigi.9,10

Penelitian yang dilakukan Pratiwi pada tiga puskesmas terpilih yang telah

melaksanakan program UKGS di kota Medan menunjukkan bahwa rerata karies gigi

(DMF-T) pada siswa kelas 6 SD di wilayah kerja ketiga puskesmas tersebut yaitu

2,77 termasuk sedang (menurut WHO), yang mana rerata D jauh lebih besar

dibandingkan dengan rerata F siswa SD. Status OHI-S siswa SD pada ketiga

puskesmas terpilih termasuk kategori cukup, yaitu 2,45 (menurut Green dan

Vermillion). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik

organisasi UKGS puskesmas dengan OHI-S siswa SD dan tidak adanya hubungan

antara karakteristik organisasi UKGS puskesmas dengan DMF-T siswa SD.11

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chemiawan, dkk,

menunjukkan prevalensi karies gigi relatif lebih besar pada anak sekolah dasar yang

tidak memiliki program UKGS daripada anak sekolah dasar yang memiliki program
4

UKGS, kemungkinan karena terdapat keterbatasan pengetahuan serta kurangnya

pengetahuan tentang pentingnya melakukan pencegahan dan perawatan gigi dan

mulut.12

Berdasarkan data laporan kegiatan kepaniteraan klinik mahasiswa FKG USU

di beberapa Puskesmas di kota Medan, Puskesmas Polonia merupakan salah satu

Puskesmas yang telah melaksanakan program UKGS. Laporan data dasar Usaha

Kesehatan Sekolah puskesmas Polonia tahun 2008/2009 menunjukkan cakupan

sekolah dasar yang diberikan pelayanan program UKGS berjumlah 20 SD.13 Oleh

karena itu, ingin diketahui bagaimana status kesehatan gigi dan mulut murid SD yang

telah mendapat pelayanan UKGS di wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan.

Penelitian dilakukan pada Puskesmas Polonia oleh karena Puskesmas Polonia

tersebut merupakan salah satu Puskesmas yang telah menyelenggarakan upaya

pelayanan UKGS pada sekolah dan merupakan Puskesmas yang mudah untuk

dijangkau baik dari segi waktu, materi, dan mobilitas.

1.2 Permasalahan

Bagaimana status kesehatan gigi dan mulut murid SDN dan bagaimana

pelaksanaan kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah, (cakupan pelayanan UKGS) di

wilayah kerja Puskesmas Polonia Medan tahun 2009?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui status kesehatan gigi dan mulut (karies, dan OHIS) murid

SDN.
5

2. Mengetahui pelaksanaan kegiatan UKGS di wilayah kerja Puskesmas

Polonia Medan.

1.4 Manfaat Penelitian


Diharapkan penelitian ini akan dapat memberikan masukan bagi tenaga

kesehatan gigi untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan program UKGS.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu kegiatan Puskesmas adalah UKGS. UKGS di lingkungan tingkat

pendidikan dasar mempunyai sasaran semua anak sekolah tingkat pendidikan dasar

yaitu dari usia 6 sampai 14 tahun, sasaran UKGS dapat diperluas sampai dengan usia

18 tahun.11 Sasaran UKGS dalam wilayah kerja Puskesmas yaitu 100% SD

melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan

kurikulum Diknas, minimal 80% SD/MI (Madrasah Ibtidaiyah) melaksanakan sikat

gigi masal, minimal 50% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas

permintaan, dan minimal 30% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas

dasar kebutuhan.9

Pada anak-anak sekolah dasar yang tidak memiliki program UKGS

kemungkinan terjadinya penyakit gigi akan lebih besar apabila dibandingkan dengan

anak-anak sekolah yang memiliki program UKGS. Hal ini disebabkan terdapat

keterbatasan pengetahuan tentang pentingnya melakukan pencegahan dan perawatan

gigi.9

Di Jakarta, sebanyak 90% anak mengalami masalah gigi berlubang dan 80 %

menderita penyakit gingivitis.4 Penelitian yang dilakukan oleh Magdarina pada 20 SD

di kabupaten Bekasi Provinsi Jabar, terlihat bahwa prevalensi karies gigi tinggi yaitu

97,5% dan pengalaman karies DMFT mendekati 2,8. Oleh karena itu, sangat

diperlukan pencegahan dan perawatan gigi sejak dini untuk menghindari proses
7

kerusakan gigi, seperti gigi berlubang, keropos, dan pembengkakan pada gusi. Anak

juga harus diajak atau diperkenalkan secara dini kepada dokter gigi. Hal ini sangat

bermanfaat dalam membiasakan pemeriksaan gigi secara rutin dan mengatasi rasa

takut anak kepada dokter gigi.14

2.1 Usaha Kegiatan Gigi Sekolah (UKGS)

2.1.1 Pengertian

UKGS adalah upaya kesehatan gigi sekolah yang ditujukan bagi anak usia

sekolah di lingkungan sekolah dari tingkat pelayanan promotif, promotif-preventif,

hingga pelayanan paripurna.10 UKGS menurut Depkes RI adalah bagian integral dari

UKS yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana, pada

para siswa, terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar (STD) dalam kurun waktu tertentu,

diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS yaitu paket minimal,

paket standar dan paket optimal.15

Kegiatan UKGS dilakukan sesuai keadaan tenaga dan fasilitas di Puskesmas,

dan dibagi dalam 3 tahap/paket, yaitu :9,10,15

1. Tahap I atau paket minimal UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang belum terjangkau tenaga

dan fasilitas kesehatan gigi.

Kegiatan berupa :

a. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh para guru

sesuai dengan kurikulum Departemen dan Kebudayaan 1994.


8

b. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan

melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II, dan kelas III

dengan memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

2. Tahap II atau paket standar UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa SD/MI yang sudah terjangkau

tenaga dan fasilitas kesehatan gigi namun sarananya masih terbatas.

Kegiatan berupa :

a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi.

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru

sesuai dengan kurikulum.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan

melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan

memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f. Pelayanan medik gigi dasar atas pemintaan.

g. Rujukan bagi yang memerlukan.

3. Tahap III atau paket optimal UKGS.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi siswa yang sudah terjangkau tenaga

dan fasilitas kesehatan gigi yang sudah memadai, dipakai sistem inkremental dengan

pemeriksaan ulang setiap 2 (dua) tahun untuk gigi tetap. Kegiatan berupa :

a. Pelatihan guru dan petugas kesehatan dalam bidang kesehatan gigi

terintegrasi.
9

b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh guru

sesuai dengan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.

c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut bagi siswa SD/MI dengan

melaksanakan kegiatan sikat gigi masal minimal untuk kelas I, II dan kelas III dengan

memakai pasta gigi yang mengandung fluor minimal 1 kali/bulan.

d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I.

e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.

f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada murid kelas I-VI

(care of demand).

g. Pelayanan medik gigi dasar pada kelas terpilih (kelas VI) sesuai kebutuhan

(treatment need).

h. Rujukan bagi yang memerlukan.

2.1.2 Tujuan

Perubahan perilaku individu dapat terjadi secara alamiah melalui lingkungan

atau masyarakat sekitarnya. Namun ada pula perubahan yang terjadi secara terencana

dan dilaksanakan secara sistematis, yaitu perubahan melalui pendidikan. UKGS

merupakan sarana dalam upaya mengubah perilaku siswa dalam memelihara dan

menjaga kesehatan gigi dan mulut siswa.9

Tujuan UKGS yaitu :16

1. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dengan jalan

mengadakan usaha preventif dan promotif.


10

2. Mengusahakan timbulnya kesadaran dan keyakinan bahwa untuk

meningkatkan taraf kesehatan gigi perlu pemeliharaan kebersihan mulut (oral

hygiene).

3. Mengusahakan agar anak-anak sekolah dasar itu mau memelihara

kebersihan mulutnya di rumah (habit formation).

4. Meningkatkan taraf kesehatan gigi anak-anak sekolah dasar dengan

menjalankan usaha kuratif apabila usaha prevensi gagal melalui sistem selektif.

5. Meningkatkan kesadaran kesehatan gigi dengan suatu sistem pembiayaan

yang bersifat praupaya (prepayment system).

2.1.3 Sasaran

UKGS di lingkungan Sekolah Dasar Tingkat (SDT) mempunyai sasaran

semua anak sekolah tingkat pendidikan dasar (6-14 tahun) sampai usia 18 tahun.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut diberikan pada anak usia sekolah agar

mendapatkan generasi yang sehat dan bangsa yang kuat.9,10

Dalam wilayah kerja Puskesmas, program UKGS harus meliputi sasaran

sabagai berikut :15

1. 100% SD melaksanakan pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut

sesuai kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Minimal 80% SD/MI melaksanakan sikat gigi masal.

3. Minimal 50% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas

permintaan (care on demand).


11

4. Minimal 30% SD/MI mendapatkan pelayanan medik gigi dasar atas

kebutuhan perawatan (treatment need).

2.1.4 Fasilitas dan Peralatan

Fasilitas dan peralatan perlu juga diperhatikan untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Tempat dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, baik di dalam maupun di

luar ruangan. Alat bantu pelaksanaan UKGS dapat berupa poster mengenai bentuk

gigi, gambar-gambar dan alat-alat peraga yang menarik seperti model gigi, sikat gigi

dan lain-lainnya sehingga penyuluhan itu tidak berkesan membosankan.9,17

2.1.5 Tenaga Pelaksana

UKGS dijalankan oleh tim kesehatan gigi dan mulut seperti dokter gigi,

perawat gigi, dan dibantu oleh wakil masyarakat sekolah yaitu kepala sekolah, guru

kelas dan orang tua murid. Tim kesehatan gigi dan mulut sebagai tenaga inti dalam

pelaksanaan UKGS. Kerjasama dengan kepala sekolah sangat diperlukan karena

kegiatan UKGS dilaksanakan pada jam-jam sekolah dan seharusnya sudah

dijadwalkan pada awal tahun pelajaran. Peran serta guru kelas dan kepala sekolah

besar artinya dalam keberhasilan UKGS tersebut.9,10,17

2.1.6 Pelaksanaan

Pelaksanaan program UKGS dapat melalui upaya promotif dan preventif.

Upaya promotif lebih diarahkan pada pendekatan pendidikan kesehatan gigi. Upaya

ini biasanya dilakukan oleh guru setelah guru sekolah memperoleh

pegangan/pedoman hasil dari penataran, mereka dapat menjalankan program


12

penerangan pendidikan kesehatan gigi dengan jalan memasukkan pelajaran tentang

kesehatan gigi dan mulut. Upaya preventif meliputi upaya pembersihan karang gigi,

sikat gigi massal dan pemberian fluor. Pembersihan karang gigi dilakukan secara

selektif kepada anak-anak yang membutuhkan.9

Usaha pencegahan penyakit gigi dan mulut terutama ditujukan kepada murid-

murid sekolah, antara lain melalui program UKGS untuk mencegah atau mengurangi

karies gigi atau penyakit gigi lainnya.

Program ini meliputi pencegahan penyakit gigi dan perawatan, yaitu :18

1. Pemeriksaan teratur.

2. Diagnosa untuk menentukan perawatan apa yang diperlukan.

3. Pembersihan rongga mulut.

4. Pemberian pendidikan kesehatan gigi di klinik.

5. Mempelajari cara memelihara kebersihan mulut.

6. Pengulasan Fluor untuk mencegah kerusakan gigi.

7. Pencabutan gigi susu dengan Chlor Acethyl.

8. Penambalan gigi tetap dengan amalgam.

Lebih rincinya ada beberapa usaha pencegahan yang dapat dilakukan melalui

program UKGS, yaitu :

a). Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. Penyuluhan diberikan oleh dokter

gigi dengan dibantu gambar-gambar dan alat-alat peraga yang menarik seperti model

gigi dan lain-lainnya sehingga penyuluhan itu tidak berkesan membosankan, selain

tentang kesehatan gigi, diberikan juga penyuluhan tentang bagaimana menjaga

kesehatan mulut yang nantinya akan berpengaruh pada kesehatan gigi. Kerjasama
13

dengan kepala sekolah sangat diperlukan karena penyuluhan ini dilaksanakan pada

jam-jam sekolah dan seharusnya sudah dijadwalkan pada awal tahun pelajaran.

Tujuan penyuluhan tersebut adalah agar siswa/i lebih sadar bagaimana

seharusnya menjaga kesehatan gigi dan mulutnya masing-masing. Peran serta guru

kelas dan kepala sekolah besar artinya dalam keberhasilan usaha kegiatan penyuluhan

tersebut. Perawatan gigi dan mulut ditunjukkan dalam memperoleh pengobatan yang

diperlukan, terutama pengobatan dalam menghilangkan rasa sakit, dan mencegah

kerusakan gigi semakin parah. Sebaiknya sebelum dilakukan perawatan, terlebih

dahulu diadakan pemeriksaan untuk membuat data setiap siswa/i. Pada tiap-tiap awal

tahun pengajaran dilakukan pemeriksaan awal untuk dibuatkan kartu status tentang

keadaan gigi geligi masing-masing juga tentang kesehatan mulut secara keseluruhan.

Berdasarkan data-data tersebut, diperoleh gambaran mengenai berapa jumlah siswa/i

yang memerlukan penambalan dan pencabutan diberikan surat untuk ditandatangani

orang tuanya sebagai tanda persetujuan bahwa putra/i-nya diizinkan dirawat di

sekolah. Mengingat UKGS bukanlah poliklinik, maka perawatan yang diberikan

hanyalah penambalan tetap, pencabutan gigi susu yang sudah saatnya tanggal,

pengobatan gigi untuk menghilangkan rasa sakit/pencegahan kerusakan lebih

lanjut.9,19-20

b). Menyikat gigi dengan pasta fluoracil. Kegiatan ini dilakukan di tempat

khusus yang sudah disediakan sekolah dan sebaiknya dilengkapi juga dengan cermin,

sehingga mereka dapat melihat sendiri pada saat mereka menyikat gigi. Cara sikat

gigi yang baik dan benar diajarkan oleh perawat yang bertugas di lokasi sekolah

tersebut. Untuk menguji apakah siswa/i telah menyikat gigi dengan bersih diberikan
14

suatu larutan (disclosing solution) yang berwarna merah. Jika masih banyak sisa-sisa

makanan/lapisan plak yang menempel akan terlihat banyak bagian gigi (email) yang

berwarna merah. Kepada siswa/i yang belum menyikat giginya dengan bersih

dianjurkan untuk melanjutkan kegiatan menyikat gigi ini. Dengan cara tersebut

diharapkan setiap siswa/i mempunyai pengalaman dan latihan untuk mengetahui

berapa lama seseorang harus menyikat gigi sampai bersih betul. Kegiatan sikat gigi

bersama ini dapat dilakukan beberapa kali dalam satu bulan.

c). Kumur-kumur dengan larutan fluor. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

lapisan gigi yang lebih tahan terhadap serangan asam. Asam merupakan hasil akhir

dari sisa-sisa makanan terutama yang mengandung karbohidrat. Dengan lapisan email

yang lebih tahan terhadap asam, diharapkan tidak akan cepat terjadi lubang pada gigi

(karies).

2.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid

Status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah ditentukan berdasarkan Indeks

karies dan OHI-S. Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun

merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran pengalaman karies gigi yang

dinyatakan dengan indeks DMFT (Decay Missing Filling Tooth). Menurut WHO,

anak usia 12 tahun adalah usia penting, karena selain anak akan meninggalkan

bangku SD, juga merupakan usia gigi bercampur karena gigi permanen telah erupsi,

kecuali gigi molar ketiga. Anak usia 12 tahun adalah sebuah sampel yang reliable,

dan mudah diperoleh di sekolah.21


15

Menurut Departemen Kesehatan RI untuk mencapai Visi Program Kesehatan

Indonesia Sehat 2010, di bidang kesehatan gigi dan mulut mengacu pada indikator

derajat kesehatan gigi dan mulut antara lain untuk umur 12 tahun yang harus dicapai

pada tahun 2010 adalah indeks DMFT < 2 dan 70% sekstan gusi sehat > 3.22

2.2.1 Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit kronis yang dapat dialami oleh setiap orang

dan sering terjadi pada anak-anak. Karies gigi terdapat di seluruh dunia, tanpa

memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Menurut penelitian di Negara-

negara Eropa, Amerika dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80-95% dari anak-

anak di bawah umur 18 tahun terserang karies gigi. Walaupun demikian, karies gigi

dapat dicegah dan dirawat.23

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke

arah pulpa. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit

dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi (enamel, dentin dan sementum)

sehingga menyebabkan lubang pada gigi.24,25

Indeks karies digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap

karies. Dalam hal ini, indeks karies yang dipakai adalah indeks yang diperkenalkan

oleh Wim Van Palenstein. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena

biasanya gigi tersebut tidak tumbuh.26,27

Indeks karies terdiri atas komponen D, M, F dan P, U, F, A sebagai berikut :


16

1. Komponen D (decayed) meliputi gigi tetap dengan satu lesi karies yang

belum mengenai pulpa.

2. Komponen M (missing) yaitu gigi tetap yang sudah dicabut.

3. Komponen F (filled) yaitu gigi tetap dengan lesi karies dan sudah

ditambal dengan sempurna.

4. Komponen P (pulp involvement) yaitu gigi dengan karies yang telah

mengenai pulpa.

5. Komponen U (traumatic ulceration) yaitu gigi dengan karies yang

telah mengenai pulpa dan menyebabkan ulser traumatik pada jaringan

lunak seperti lidah dan mukosa bukal.

6. Komponen F (fistula) yaitu gigi dengan karies yang mengenai pulpa

disertai adanya saluran pus yang berhubungan dengan keterlibatan

pulpa pada gigi.

7. Komponen A (abscess) yaitu gigi dengan karies yang mengenai pulpa

disertai adanya pembengkakan yang mengandung pus.

Karies gigi merupakan penyakit kronis yang dapat dicegah dan dirawat. Ada

beberapa usaha pencegahan yang dapat dilakukan dalam menjaga kesehatan rongga

mulut, yaitu menjaga kebersihan mulut, pengaturan makanan, serta terapi fluorida.24,28

1. Menjaga Kebersihan Mulut

Kebersihan mulut yang baik diperlukan untuk meminimalisir agen penyebab

penyakit mulut dan membuang plak gigi. Plak tersebut mengandung bakteri. Karies

dapat dicegah dengan pembersihan dan pemeriksaan gigi teratur. Salah satu cara

menjaga kebersihan mulut yaitu dengan menyikat gigi secara teratur, kumur-kumur
17

memakai alat semprot dimana sisa makanan setelah sikat gigi dan pemakaian benang

gigi dapat dihilangkan dengan kumur-kumur yang kuat, yaitu dengan cara

menghisap-hisap cairan tersebut di antara gigi dan mulut dengan gerakan otot-otot

bibir lidah dan pipi di mana gigi dalam keadaan tertutup ± 30 detik.29 Data SKRT

2001 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia (61,5%) menyikat gigi

kurang sesuai dengan anjuran gigi, yakni setelah makan dan sebelum tidur, bahkan

16,6% tidak menyikat giginya, padahal plak hanya dapat dihilangkan dengan

menyikat gigi.30

2. Pengaturan Makanan

Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula perlu diperhatikan. Gula

yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri. Pengonsumsian

permen karet dengan xylitol dapat melindungi gigi. Efek ini mungkin disebabkan

ketidakmampuan bakteri memetabolisme xylitol. Riset terkini menegaskan, kebiasaan

mengunyah permen karet dengan pemanis xylitol sangat efektif mencegah kerusakan

gigi. Xylitol mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans saat mengubah

gula dan karbohidrat lain menjadi asam. Hal ini dapat dilakukannya mengingat xylitol

tidak dapat difermentasikan oleh bakteri tersebut. Oleh karena itu, pertumbuhan

Streptococcus mutans menjadi demikian terhambat. 24,25

3. Terapi Fluorida

Terapi fluorida dapat menjadi pilihan untuk mencegah karies. Cara ini telah

terbukti menurunkan kasus karies gigi. Fluorida dapat membuat enamel resisten

terhadap karies. Fluorida sering ditambahkan pada pasta gigi dan cairan pembersih

mulut.31,32
18

2.2.2 Oral Higiene

Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi

permukaan gigi, dan terdiri atas dua komponen : indeks debris dan indeks kalkulus

yang masing-masingnya mempunyai rentangan skor 0-3. Jika yang diukur hanya ke-

enam gigi indeks, indeksnya dinamakan Indeks Oral Higiene Simplified (OHI-S),

dilakukan melalui pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada

gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46

permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti dengan gigi 21 dan

sebaliknya.25,33

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang

terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga.31

Indeks Debris.33,34

Skor Kriteria
0 Tidak ada debris atau stain
1 Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau
adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut
2 Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetap kurang dari 2/3 permukaan
gigi
3 Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi

yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu

pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah

gigi yang diperiksa.

Bukal Labial Bukal


19

6 1 6

6 1 6

Lingual Labial Lingual

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama

terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan,

bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya

dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu :33,34

1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal

dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan.

Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke

permukaan gigi.

2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual

dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur

dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat

kepermukaan gigi.

Indeks Kalkulus.
20

Skor Kriteria

0 Tidak ada kalkulus

1 Kalkulus supra gingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena, atau adanya
kalkulus sub gingiva berupa flek di sekeliling leher gigi
3 Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang
tekena. Adanya kalkulus sub gingiva berupa pita yang tidak terputus
di sekeliling leher gigi

Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi

yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan

nilai indeks debris dan indeks kalkulus.

BAB 3
21

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei deskriptif.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah murid kelas V dan VI di 2 SD binaan Puskesmas Polonia

yaitu SDN 060880 dan SDN 060890. Penelitian dilakukan di SDN 060880 dan SDN

060890 karena adanya kerja sama dari pihak sekolah kedua SD dalam kelangsungan

penelitian ini. WHO merekomendasikan untuk memeriksa anak umur 12 tahun yaitu

anak kelas V dan VI SD karena anak akan meninggalkan bangku Sekolah Dasar.

Pada SDN 060880, jumlah kelas V mempunyai 2 kelas yaitu kelas VA dan VB dan

kelas VI mempunyai 1 kelas, jumlah murid kelas V dan VI adalah 78 orang, seluruh

murid kelas V dan VI dijadikan sampel. Dan pada SDN 060890, jumlah kelas V

mempunyai 1 kelas dan kelas VI mempunyai 2 kelas yaitu kelas VIA dan VIB,

jumlah murid kelas V dan VI adalah 107 orang, seluruh murid kelas V dan VI

dijadikan sampel. Jumlah sampel seluruhnya yaitu 185 orang. Pada Puskesmas

Polonia, responden adalah dokter gigi dan pada SDN 060880 dan SDN 060890

responden adalah Kepala Sekolah.

3.3 Variabel Penelitian

a. Status Kesehatan gigi dan mulut : karies gigi dan OHI-S

b. Kegiatan UKGS
22

7.4 Definisi Operasional

1. Karies gigi merupakan penyakit jaringan gigi dan pendukung gigi yang

berbentuk :

Decay adalah karies yang belum mengenai pulpa. Kerusakan gigi ditandai

dengan adanya lubang pada gigi yang dapat dideteksi dengan sonde, yaitu :

a. Pit dan fisur berwarna kehitaman dan ujung sonde terasa menyangkut.

b. Jaringan permukaan gigi terasa lunak dan ujung sonde terasa masuk ke

dalam.

Missing adalah gigi yang sudah dicabut karena karies.

Filling adalah gigi karies yang sudah ditambal.

P (Involvement pup) : karies gigi yang telah menyebar ke pulpa, di mana

kamar pulpa terbuka dan kelihatan atau apabila struktur korona gigi telah hancur

akibat proses karies dan hanya sisa fragmen akar yang tinggal.

U (traumatic ulseration) : karies gigi dengan tepi permukaan gigi yang

mengalami karies dengan kerusakan pada pulpa atau akar gigi sehingga

mengakibatkan traumatik ulser pada jaringan lunak seperti mukosa bukal dan lidah.

F (fistula) : karies gigi dengan adanya saluran pus yang berhubungan dengan

keterlibatan pulpa pada gigi yang mengalami karies.

A (abscess) : karies gigi disertai pembengkakan yang mengandung pus pada

gigi yang mengalami karies.

2. Oral higiene adalah kebersihan gigi dan mulut anak yang diukur dari skor

indeks debris dan indeks kalkulus. Indeks oral higiene yang digunakan adalah
23

menurut Green dan Vermillion, yaitu indeks Oral Hygiene Simplified (OHI-S) yang

merupakan penjumlahan dari indeks debris dan indeks kalkulus.

3. Kegiatan UKGS di Puskesmas meliputi jenis program UKGS, jumlah

sekolah dasar yang telah memperoleh pelayanan UKGS, jumlah sekolah dasar yang

telah memperoleh pelayanan UKGS Tahap I, II dan III, dan pelayanan medik gigi

dasar yang diberikan kepada siswa yang membutuhkan perawatan. Kegiatan UKGS

di sekolah berupa frekuensi penyuluhan pertahun, sasaran penyuluhan, frekuensi sikat

gigi masal pertahun, sasaran sikat gigi masal, frekuensi kumur-kumur fluor pertahun,

sasaran kumur-kumur fluor, pelayanan medik gigi dasar serta rujukan bagi siswa

yang membutuhkan perawatan.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data kegiatan UKGS dilakukan di Puskesmas yang diperoleh

dengan mewawancarai dokter gigi dan di sekolah dengan mewawancarai kepala

sekolah. Data status kesehatan gigi dan mulut diperoleh dengan memeriksa rongga

mulut semua sampel.

Pemeriksaan karies gigi dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar dan

sonde tajam setengah lingkaran dengan penerangan sinar matahari. Pemeriksaan

dilakukan pada setiap gigi. Untuk gigi posterior, yang merupakan daerah penting

adalah permukaan oklusal yang disebut dengan daerah fisur, serta permukaan bukal

yang disebut daerah pit. Untuk gigi anterior, yang merupakan daerah penting adalah

daerah singulum. Untuk mengetahui adanya karies di daerah proksimal dengan

melihat adanya warna hitam, kemudian dipastikan dengan sonde. Untuk mengetahui
24

karies yang telah mengenai pulpa, adanya ulser traumatik, fistel dan abses pada gigi

yang mengalami karies dapat diperiksa secara visual atau dengan memakai kaca

mulut.

Pemeriksaan oral higiene dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan

sonde yang terbentuk setengah lingkaran serta menggunakan disclosing solution.

Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada insisal gigi kemudian

digerakkan ke arah mesial dan distal, selanjutnya bergerak ke arah gingiva setiap 1/3

permukaan gigi dan skor diberikan sesuai kriteria. Pengukuran indeks kalkulus

dilakukan dengan menempatkan ujung sonde pada daerah subgingival terlebih

dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan naik ke arah insisal dan diberi

skor sesuai kriteria. Indeks oral higiene yang digunakan menurut Green dan

Vermillion, yaitu indeks Oral Hygiene Simplified (OHI-S) yang terdiri atas indeks

debris dan indeks kalkulus.

Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri atas pemeriksa dan

pencatat. Dua hari sebelum penelitian dilakukan kalibrasi untuk menyamakan

persepsi agar hasil yang diperoleh lebih baik. Hasil pemeriksaan karies, debris, dan

kalkulus dicatat pada formulir yang tersedia.

3.6 Pengolahan Data

Semua lembar kuesioner diedit dan diperiksa kembali apakah semua isian telah

dijawab. Selanjutnya semua data yang diperoleh dipindahkan ke kartu kode menurut

tujuan penelitian.

3.7 Analisis Data


25

Analisis data dilakukan dengan cara :

1. Perhitungan prevalensi karies.

2. Perhitungan rata-rata pengalaman karies.

3. Perhitungan rata-rata OHI-S.

4. Perhitungan persentase jumlah SD yang telah memperoleh pelayanan

UKGS dari tahap I, tahap II dan tahap III.

5. Perhitungan frekuensi penyuluhan oleh petugas UKGS dalam setahun.

6. Perhitungan frekuensi sikat gigi masal oleh petugas UKGS dalam

setahun.

7. Perhitungan frekuensi kumur-kumur fluor oleh petugas UKGS dalam

setahun.

8. Perhitungan jumlah siswa yang memperoleh pelayanan medik gigi

dasar dalam setahun.

9. Perhitungan jumlah siswa yang di rujuk dari sekolah ke Puskesmas

atau ke klinik gigi.

BAB 4
26

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Puskesmas Polonia merupakan salah satu Puskesmas di kota Medan yang

mempunyai wilayah kerja di 5 kelurahan. Puskesmas Polonia memiliki 1 orang

dokter gigi dan 1 orang perawat gigi. Puskesmas Polonia memberikan pelayanan

UKGS kepada semua sekolah dasar di wilayah kerjanya yang berjumlah 20 SD.

Pelayanan UKGS yang diberikan berupa UKGS tahap II dan III. Ada 6 SD yang telah

memperoleh pelayanan UKGS tahap III, sedangkan 14 SD memperoleh pelayanan

UKGS tahap II.

SDN 060880 dan SDN 060890 merupakan sekolah dasar binaan Puskesmas

Polonia Medan. SDN 060880 mempunyai jumlah murid sebanyak 353 murid, dan

jumlah kelas yang terdiri dari 11 kelas, di mana kelas I sampai dengan kelas V

masing-masing mempunyai 2 kelas dan kelas VI mempunyai 1 kelas. SDN 060890

mempunyai jumlah murid sebanyak 347 murid, dan jumlah kelas terdiri atas 7 kelas

di mana kelas I sampai kelas V masing-masing mempunyai 1 kelas serta kelas VI

mempunyai 2 kelas. Kedua SDN berdekatan dan merupakan SDN yang mempunyai

jarak terdekat dengan Pukesmas Polonia Medan. Kedua SDN ini telah memperoleh

pelayanan UKGS Tahap III dari Puskesmas Polonia.

4.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut


27

1. Prevalensi Karies

Prevalensi karies siswa kelas V dan VI SD pada SDN 060880 93,6% (DMF

87,2% dan PUFA 6,4%), hampir sama dengan prevalensi karies di SDN 060890

93,5% (DMF 87% dan PUFA 6,5%) (Tabel 1).

Tabel 1. PREVALENSI KARIES SISWA KELAS V DAN VI SDN 060880 dan


SDN 060890 DI KECAMATAN MEDAN POLONIA TAHUN 2009.

Karie SDN 060880 SDN 060890


Jumla % Jumla %
s
h h
Ya 73 93,6 100 93,5
Tidak 5 6,4 7 6,5
Jumla 78 100 107 100
h

2. Rata-rata Pengalaman Karies Gigi

Pengalaman karies rata-rata siswa kelas V dan VI SDN 060880 adalah

2,88±2,00 (DMF 2,75±1,90 dan PUFA 0,12±0,53) lebih tinggi daripada pengalaman

karies rata-rata siswa kelas V dan VI SDN 060890 yaitu 2,16±1,59 (DMF 2,10±1,55

dan PUFA 0,06±0,24). Pengalaman karies siswa kelas V dan VI SDN 060880 masih

banyak berbentuk decay yaitu rata-rata 2,70±1,89 dan sedikit sekali gigi yang sudah

ditambal yaitu filling rata-rata 0,01±0,11. Hal yang sama dijumpai pada SDN 060890,

yang mana decay rata-rata 2,00±1,47, dan filling rata-rata 0,03±0,18. Pada SDN

060880, pulp Involvement rata-rata sebesar 060880 0,11±0,53, traumatic ulceration

rata-rata 0,01±0,11, dan tidak ada fistula dan abscess. Pada siswa kelas V dan VI

SDN 060890, pulp Involvement rata-rata 0,06±0,24, traumatic ulceration, fistula dan

abscesss tidak ada. (Tabel 2).


28

Tabel 2. RATA-RATA PENGALAMAN KARIES SISWA KELAS V DAN VI SDN


060880 DAN SDN 060890 DI KECAMATAN MEDAN POLONIA
TAHUN 2009.

Pengalaman Sekolah
SDN 060880 SDN 060890
karies gigi rata-rata
D 2,70±1,89 2,00±1,47
M 0,03±0,19 0,05±0,26
F 0,01±0,11 0,03±0,18
P 0,11±0,53 0,06±0,24
U 0,01±0,11 0 ±0
F 0 ±0 0 ±0
A 0 ±0 0 ±0
Karies 2,88±2,00 2,16±1,59

3. Indeks Oral Higiene

Pada siswa kelas V dan VI SDN 060880, rata-rata indeks oral higiene

2,58±0,84 (indeks debris 1,97±0,47 dan indeks kalkulus 0,61±0,63) lebih tinggi

daripada SDN 060890 yaitu rata-rata indeks oral higiene 2,37±0,78 (indeks debris

sebesar 1,84±0,48 dan indeks kalkulus 0,53±0,48 (Tabel 3).

Tabel 3. RATA-RATA OHI-S SISWA KELAS V DAN VI SDN 060880 DAN SDN
060890 DI KECAMATAN MEDAN POLONIA TAHUN 2009.

SEK Indeks Kebersihan Rongga Mulut (OHI- Jumla


OLAH S) h siswa
Indeks Indeks OHI
Debris Kalkulus -S
rata- rata-rata rata
rata -rata
SDN 1,97±0, 0,61±0,63 2,58 78
060880 47 ±0,84
SDN 1,84±0, 0,53±0,48 2,37 107
060890 48 ±0,78

4.3 Kegiatan UKGS


29

Hasil wawancara dengan dokter gigi puskesmas Polonia diperoleh Puskesmas

Polonia memberikan pelayanan UKGS di 20 SD di wilayah kerjanya, 6 SD telah

memperoleh pelayanan UKGS tahap III dan 14 SD yang memperoleh pelayanan

UKGS Tahap II (Tabel 4). Pelayanan medik gigi dasar yang diberikan berupa

tumpatan gigi sulung dan gigi tetap, pencabutan gigi sulung dan gigi tetap,

pengobatan pulpa serta pengobatan abses.

Tabel 4. CAKUPAN PELAYANAN USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH


(UKGS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POLONIA MEDAN
TAHUN 2009.

Cakupan Pelayanan UKGS Jumlah %


Sekolah yang memperoleh pelayanan - -
UKGS tahap I
Sekolah yang memperoleh pelayanan 14 70
UKGS tahap II
Sekolah yang memperoleh pelayanan 6 30
UKGS tahap III
Jumah sekolah 20 100

Wawancara dengan kepala sekolah dari kedua SDN mengenai kegiatan UKGS

yang dilaksanakan adalah penyuluhan, sikat gigi masal, kumur-kumur fluor,

pelayanan medik gigi dasar, dan rujukan bagi siswa yang membutuhkan perawatan.

Frekuensi kegiatan UKGS pada SDN 060880 dan SDN 060890 dilakukan 2

kali dalam setahun. Kegiatan penyuluhan, sikat gigi masal dan kumur-kumur fluor

dilaksanakan secara bersamaan dan ditujukan untuk seluruh murid dari kelas I sampai

kelas VI. Jumlah siswa yang memperoleh pelayanan medik gigi dasar tidak diketahui

jumlahnya karena setiap siswa yang mempunyai keluhan sakit gigi dan membutuhkan

perawatan gigi maka pihak sekolah langsung membawa anak tersebut ke Puskesmas
30

untuk segera ditangani, sehingga tidak ada dibuat surat rujukan bagi siswa yang

membutuhkan perawatan.

Pada kedua sekolah, pelayanan medik gigi dasar hanya diberikan bagi siswa

yang membutuhkan pengobatan darurat. Sedangkan pelayanan medik gigi dasar atas

permintaan pada murid kelas I sampai dengan kelas VI tidak dilaksanakan. Demikian

juga pelayanan medik gigi dasar pada siswa kelas selektif (kelas VI) tidak

dilaksanakan.

BAB 5

PEMBAHASAN

Prevalensi karies siswa kelas V dan VI SDN 060880 93,6% hampir sama

dengan prevalensi karies siswa kelas V dan VI SDN 060890 yaitu 93,5%. Prevalensi

karies pada murid kedua sekolah ini masih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa

kegiatan UKGS yang dilakukan di kedua sekolah ini belum berhasil dalam upaya

meningkatkan kesehatan gigi dan mulut murid melalui UKGS. Berdasarkan


31

wawancara yang telah dilakukan, kegiatan sikat gigi masal dan kumur-kumur fluor

dilaksanakan hanya 2 kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan

UKGS tidak sesuai dengan standar frekuensi pelaksanaan sikat gigi masal menurut

DepKes RI yang seharusnya 8 kali dalam setahun.35 Disarankan kepada petugas

UKGS agar mengoptimalkan kerja sama dengan instansi sekolah yaitu peningkatan

penyuluhan ke SD dengan melakukan pelatihan terhadap guru olah raga.

Rata-rata pengalaman karies pada SDN 060880 2,88 dan pada SDN 060890

2,16. Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Pratiwi yang memperoleh

rata-rata pengalaman karies gigi (DMF-T) sebesar 2,77 pada siswa SD di wilayah

kerja Puskesmas Kota Binjai Medan.11 Indeks DMF-T siswa kelas V dan VI SDN

060880 dan SDN 060890 di Medan masih dalam indikator sehat 2000 (DMF-T < 3)

dan masih jauh dari target kesehatan gigi Indonesia tahun 2010, yaitu skor DMF-T

anak usia 12 tahun adalah <2.22 Hal ini disebabkan pelayanan medik gigi dasar atas

permintaan dan yang membutuhkan pada kelas selektif (kelas VI) tidak dilaksanakan

oleh petugas UKGS di kedua sekolah tersebut.

Decay (D) rata-rata pada SDN 060880 dan SDN 060890 masih lebih tinggi

dibandingkan dengan filling (F). Hal ini mengindikasikan bahwa petugas UKGS perlu

meningkatan pelayanan medik gigi dasar berupa penambalan gigi kepada siswa yang

mengalami gigi berlubang agar tidak mengakibatkan kerusakan yang lebih lanjut

ataupun dicabut. Menurut laporan, kedua SDN ini telah memperoleh pelayanan

UKGS tahap III, seharusnya tidak ditemukan lagi adanya decay pada siswa kelas

selektif (kelas VI). Disarankan petugas UKGS melakukan pemeriksaan gigi pada
32

murid kelas VI dan pihak sekolah merujuk murid-murid yang membutuhkan

perawatan ke Puskesmas.

Status oral higiene siswa kelas V dan VI SDN 060880 2,58 dan SDN 060890

sebesar 2,37, indeks OHI-S kedua SDN masih termasuk kategori cukup (menurut

Green dan Vermillion) (Tabel 3). Sesuai dengan penelitian Pratiwi, rerata indeks

OHI-S untuk siswa SD di kota Binjai juga kategori cukup yaitu 2,45.11 Indeks OHI-S

siswa kelas V dan VI SD di Medan belum mencapai indikator sehat 2000 (OHI-S <

1,2).22 Hal ini menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan sikat gigi masal oleh

petugas UKGS. Untuk meningkatkan status OHI-S dari cukup menjadi baik dapat

dilakukan dengan meningkatkan frekuensi sikat gigi bersama oleh petugas UKGS.

Petugas UKGS dapat melibatkan siswa SD untuk membawa sikat gigi dan pasta gigi

dari rumah masing-masing pada waktu pelaksanaan sikat gigi bersama di sekolah.

Selanjutnya setelah selesai sikat gigi masal dilanjutkan dengan kumur-kumur fluor

untuk mencegah karies gigi siswa SD.

Hasil wawancara dengan dokter gigi Puskesmas diperoleh cakupan sekolah

yang mendapat pelayanan UKGS memilki cakupan 100%, hal ini sesuai dengan

DepKes RI yaitu sasaran SD/MI UKGS dalam wilayah kerja puskesmas adalah

100%. Namun, hasil penelitian menunjukkan prevalensi karies masih tinggi, yang

berarti keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKGS belum tercapai sesuai target.

Disarankan kepada petugas UKGS agar meningkatkan pelatihan kepada guru

kesehatan dan olah raga tentang memelihara kesehatan gigi dan mulut dan membuat

laporan kegiatan UKGS serta status kesehatan gigi dan mulut murid binaannya.
33

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Prevalensi karies gigi pada siswa kelas V dan VI SDN 060880 93,6% hampir

sama dengan prevalensi karies pada siswa kelas V dan VI SDN 060890 93,5%. Rata-

rata pengalaman karies pada siswa kelas V dan VI SDN 060880 2,88 lebih tinggi

daripada siswa kelas V dan VI SDN 060890 yaitu 2,16. Rata-rata OHI-S pada siswa
34

kelas V dan VI SDN 060880 2,58 lebih tinggi daripada siswa kelas V dan VI SDN

060890 2,37.

Cakupan pelayanan UKGS adalah 100% SD di wilayah kerja Puskesmas

Polonia sudah mendapatkan pelayanan UKGS. Pada SDN 060880 dan SDN 060890,

kegiatan penyuluhan, sikat gigi masal dan kumur-kumur fluor dilakukan secara

bersamaan dan ditujukan untuk seluruh murid dari kelas I sampai kelas VI yang

dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun. Tidak diketahui berapa jumlah siswa yang

yang membutuhkan perawatan dan yang telah memperoleh perawatan pelayanan

medik gigi dasar. Pelayanan medik gigi dasar diberikan hanya kepada siswa yang

membutuhkan pengobatan darurat, sedangkan pelayanan medik gigi dasar atas

permintaan pada murid kelas I sampai kelas VI tidak dilaksanakan. Pelayanan medik

gigi dasar pada siswa kelas selektif (kelas VI) juga tidak dilaksanakan serta surat

rujukan tidak dibuat.

6.2 Saran

Untuk memaksimalkan status kesehatan gigi dan mulut murid SD dan

cakupan pelayanan UKGS, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Pihak Puskesmas

Selain membuat laporan pelaksanaan kegiatan UKGS juga membuat laporan

status kesehatan gigi dan mulut murid sekolah binaannya, membuat anggaran dana

untuk pelaksanaan kegiatan UKGS serta pengajuan proposal ke Dinas Kesehatan agar

mengalokasikan dana operasional untuk membantu keterbatasan biaya operasional


35

perawatan/penambalan gigi siswa selektif di Puskesmas. Memberikan pelayanan

medik gigi dasar terutama bagi siswa kelas selektif yang membutuhkan perawatan.

2. Pihak Sekolah

Kepala sekolah memonitoring kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan status

kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh petugas UKGS dan guru olah raga

di sekolah.

3. Guru Olah Raga dan Kesehatan

Pada waktu penyuluhan, guru olah raga dan kesehatan hendaknya melakukan

pemeriksaan status kesehatan gigi dan mulut murid dan membuat surat rujukan bagi

murid yang membutuhkan perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anita S., Liliwati. Pengaruh frekuensi menyikat gigi terhadap tingkat

kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan

Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. Dentika Dent J

2005; 10(1): 22.


36

2. Situmorang N. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap

kualitas hidup. Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap USU 2005 :3-4.

3. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini.

Seminar sehari kesehatan psikologi anak,2005.

4. Zatnika I. 89% Anak menderita penyakit gigi dan mulut.

<http://www.depkes.go.id/inex.php?option=article&itemid=3> (25 Agustus

2009).

5. Dwiati L. Pengaruh model pencegahan karies gigi dan gingivitis terhadap

status kesehatan gigi anak sekolah dan efisiensi sumber daya program UKGS

di Provinsi DKI Jakarta tahun 2002. <http://www.pdpersi.co.id/?show=mail>

(25 Agustus 2009)

6. Octiara E., Rosnawi Y. Karies gigi, oral higiene dan kebiasaan

membersihkan gigi pada anak-anak panti Karya Pungai di Binjai. Dentika

Dental J 2001;6(1):18-23.

7. Department of Education Republic of the Philippines. Promoting oral health

in public elementary schools. DepEd ORDER No.73,19 September 2007.

8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang beresiko karies tinggi.

Dentika Dent J 2005; 38(3): 130-4.

9. Herijulianti E., Indriani TS., Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta :

EGC Penerbit Buku Kedokteran,2002: 119-132.

10. Dewi O. Usaha kesehatan gigi sekolah (Bahan ajar). Medan : Bagian Ilmu

Kedokteran Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat FKG USU, 2004.


37

11. Pratiwi N. Hubungan karakteristik organisasi dengan kinerja program UKGS

(Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) kota Binjai tahun 2006 : Tesis, Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007.

12. Chemiawan E., Gartika M., Indriyanti R. Perbedan prevalensi karies pada

anak sekolah dasar dengan program UKGS dan tanpa UKGS tahun 2004.

Bandung : Universitas Padjadjaran, 2004.

13. Hutahaean JR., Hesty ES., Rosa NH., Kristina IS., Nancy TU., Eka P.

Laporan kegiatan kepaniteraan klinik ilmu kesehatan gigi masyarakat di

Puskesmas Polonia kecamatan Medan Polonia tanggal 17-20 September

2007. Medan: Departemen Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi

Masyarakat FKG USU, 2007.

14. Magdarina D. Metode pelayanan kesehatan gigi pada murid sekolah dasar

dalam rangka peningkatan pemerataan pelayanan.

<http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id>

15. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan usaha kesehatan gigi

sekolah, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1996.

16. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia. Program YKGI. Homepage of Yayasan

Kesehatan Gigi Indonesia 2009. <http:// www.ykgi.or.id/program.html> (25

Agustus 2009).

17. Astuti TE. Total quality management dalam pendidikan kesehatan gigi di

sekolah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2006 : 19-47.

18. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia. Program pelayanan UKGS

<.http://www.ykgi.or.id/program.html> (11 September 2009).


38

19. Rusli M., Gondhoyoewono T. Pengaruh metode bermain terhadap

penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. <http://www.pdgi-online.com> (11

September 2009)

20. Nugrahani D. Usaha kesehatan gigi sekolah.<Puskesmas Berbah Jogja.html>

(11September 2009).

21. World Health Organization. Oral health surveys basic methods. 4th ed.

Geneva, 1997: 7-8.

22. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2000.

23. Tarigan R. Karies gigi. Hipokrates, Jakarta,1999 : 1-2.

24. Wikipedia. Dental caries. <http://en.wikipedia.org/wiki/dental caries.html>

(25 Agustus 2009).

25. Pintauli S., Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan : USU Press,

2008: 10-15.

26. Van Palenstein HW. A new index to asses the consequences of untreated

caries in children. Seminar RDM&E IV. Medan, November 18-20, 2009.

27. Van Palenstein HW., Monse B., Heinrich-Weltzien., Benzian H., Holmgren

C. PUFA-an index of clinical consequences of untreated dental caries.

Community Dentistry and Oral Epidemiology 2010;38(1):77-82.

<http://www.w3.org/TR/html4/strict.dtd> (abstract) (1 Maret 2010).

28. Ariningrum R. Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin

Dunia Kedokteran 2000;(126):45-51.


39

29. Panjaitan M. Ilmu pencegahan karies gigi. Ed ke-1. Medan : Universitas

Sumatera Utara Press, 1997:11-22.

30. Astuti TE, Budiharto, Bachtiar A. Efektifitas pengelolaan pendidikan

kesehatan gigi dengan pendekatan total quality management pada anak

sekolah. IJD 2006;13(3):150-155.

31. World Health Organization. Fluorides. Geneva, 2002:53,63.

32. The American Dental Hygienists’ Association. Fluoride facts.

<http://www.pdgi-online.com> (11 September 2009).

33. Dalimunthe SH. Periodonsia. Medan : USU Press, 2008: 50-51, 55-57, 60.

34. Debnath T. Public health and preventive dentistry. India : AITBS Publisher

and Distributors(Regdt),2nd Ed, 2002 : 49-51.

35. Departemen Kesehatan RI. Upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut di

Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2000.

You might also like