Professional Documents
Culture Documents
Kelompok IV
Khatija Taher Ali (0808505014)
Ni Made Ayu Suartini (0808505015)
I.G.A Mira Semara Wati (0808505016)
Ni Putu Parwatininghati (0808505017)
Enny Laksmi Artiwi (0808505018)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
Penetapan Kadar Parasetamol dalam Tablet
dengan Spektrofotometri UV-Vis
I. Tujuan
1.1 Membuat kurva hubungan konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang
gelombang maksimum (λmaks).
1.2 Menentukan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.
1.3 Menentukan kadar parasetamol dalam tablet dengan spektrofotometri. UV-vis
memakai kurva kalibrasi dan persamaan garis regresi linier.
Lompatan yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih besar dan
menyerap sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Lompatan yang
ditunjukan dengan tanda panah abu-abu menyerap sinar UV dengan panjang
gelombang yang lebih rendah dari 200 nm (Clark, 2007).
Lompatan yang penting diantaranya adalah lompatan dari orbital pi ikatan ke
orbital pi anti-ikatan; dari orbital non-ikatan ke orbital pi anti-ikatan; dan dari
orbital non-ikatan ke orbital sigma anti-ikatan. Artinya untuk menyerap sinar pada
daerah antara 200 – 800 nm (pada daerah dimana spektra diukur), molekul harus
mengandung ikatan pi atau terdapat atom dengan orbital non-ikatan. Perlu diingat
bahwa orbital non-ikatan adalah pasangan elektron bebas, misalnya pada oksigen,
nitrogen, atau halogen (Clark, 2007).
Analisis kuantitatif zat tunggal atau SCA (Single Component Analysis)
dilakukan dengan pengukuran harga A pada panjang gelombang maksimum atau
dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang minimum. Pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang tersebut karena perubahan absorban tiap
satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,
sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Di samping itu, pita
serapan di sekitar panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang
akan menghasilkan kesalahan terkecil.
Jika absorbsi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang,
suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan
terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan
persamaan A = ɛbc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-Beer dan jika
garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa
hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang teramati. Cara lain
untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan
absorbansi sampel dengan absorbansi baku atau dengan menggunakan persamaan
regresi linier yang menyatakan hubungan konsentrasi baku dengan absorbansinya
(Gandjar dan Rohman, 2008).
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan pada aspek kuantitatif,
suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar
radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan
ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan
intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas
atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu-
satuan luas penampang per detik. Besarnya intensitas energi REM yang diabsorbsi
proporsional dengan jumlah kromofornya (konsentrasinya), dan hubungan
proporsional ini dirumuskan dalam bentuk persamaan Hukum Lambert Beer :
A=ɛbc
Keterangan :
A = Absorbansi
ɛ = Absorptivitas molar (cm mg/mL)
b = Tebal kuvet (cm)
c = Konsentrasi (mg/mL)
(Gandjar dan Rohman, 2008).
Dalam Hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu :
Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai luas penampang yang
sama.
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang
lain dalam larutan tersebut.
Tidak terjadi peristiwa fluororesensi atau fosforesensi.
Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Dengan mengetahui nilai absorbansi dari larutan sampel, melalui kurva
kalibrasi dapat ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar parasetamol juga
dapat ditentukan melalui persamaan regresi linier :
y = bx + a
Apabila suatu REM dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas radiasi
semula (I0), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It), dipantulkan (Ir)
dan diabsorbsi (Ia), sehingga :
I 0=I t + I r + I a
I 0=I t +I a
Bouguer, Lambert, dan Beer secara matematis menghubungkan antara transmitan
dan absorban dengan intensitas radiasi sehingga didapatkan :
It
T = =10ε . b. c
I0
1
A=log =ε . b . c
T
Keterangan :
T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi
ε = absorbansi molar (L.mol-1.cm-1)
c = konsentrasi (mol. L-1)
b = tebal larutan (cm)
A = absorbansi
(Tim Penyusun, 2008)
Analisis SCA (Single Component Analysis) dibagi atas dua bagian, yaitu :
SCA tanpa gangguan absorbsi latar belakang
Analisis kuantitatif dengan cara ini umumnya dilakukan untuk penentuan
kemurnian atau kadar analit tunggal standar yang tidak berada dalam matriks.
SCA dengan pengaruh absorbsi latar belakang
Penentuan analit tunggal dengan cara ini biasanya dilakukan apabila analit
berada dalam matriks sampel sehingga tidak mungkin ada korelasi langsung
antara absorban (A) dengan kadar karena adanya gangguan dari matriks
sampel.
(Tim Penyusun, 2008)
SR→M→SK→D→A→VD
Keterangan :
SR : Sumber radiasi
M : Monokromator
SK : Sampel Kompartemen
D : Detektor
A : Amplifier atau penguat
VD : Visual display atau meter
B. Instrumentasi
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang umum digunakan adalah lampu deuterium, lampu
tungstein dan lampu merkuri. Lampu deuterium digunakan pada daerah
panjang gelombang 190-380 nm (UV dekat) karena pada daerah tersebut
lampu deuterium memberikan spectrum energy radiasi yang lurus. Lampu
tungstein digunakan sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar
tampak dengan panjang gelombang 389-900 nm. Sumber radiasi merkuri
merupakan suber radiasi yang mengadung uap merkuri bertekanan rendah
yang biasa digunakan untuk kalibrasi panjang gelombang spektrofotometer
UV-Vis pada daerah 365 nm dan sekaligus mengecek resolusi dari
monokromator (Tim Penyusun, 2008).
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menghasilkan radiasi monokromatis
dari sumber radiasi yang memencarkan radiasi polikromatis.
Monokromator spektrofotometer UV-Vis umumnya terdiri dari : celah
(slit) masuk, filter optik, prisma dan kisi (grating), serta celah keluar (Tim
Penyusun, 2008).
2.3 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis
regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari
hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan
matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus
dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil
pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek,
digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar
analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi
yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-
kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan
linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX.
Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung
pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama
instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan
baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak
komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur :
(Harmita, 2004)
2.4 Paracetamol
Struktur Kimia :
V. Skema Kerja
5.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Ditambahkan air bebas CO2 sampai tanda batas, dikocok hingga homogen
Larutan disaring
Nilai absorbansi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier sebagai fungsi y
Dari hasil pengukuran absorbansi pada rentang panjang gelombang 220 – 300 nm,
diperoleh panjang gelombang maksimum 256 nm.
B. Penimbangan II
Berat tablet 1 = 0,6760gram
Berat tablet 2 = 0,6762 gram
Berat tablet 3 = 0, 6761 gram
Total = 2,0283 gram
Berat parasetamol dalam 3 tablet (Px) : 1,5 gram
Berat parasetamol yang diinginkan (Py) : 12,5 mg
Berat serbuk yang ditimbang :
Py 12,5 mg
× Berat total 3 tablet ×2,0283 gram
Px = 1,5 gram
=16,9025 mg
C. Penimbangan III
Berat tablet 1 = 0,6822 gram
Berat tablet 2 = 0, 6824 gram
Berat tablet 3 = 0, 6822 gram
Total = 2,0468 gram
Berat parasetamol dalam 3 tablet (Px) : 1,5 gram
Berat parasetamol yang diinginkan (Py) : 12,5 mg
Berat serbuk yang ditimbang :
Py 12,5 mg
× Berat total 3 tablet ×2,0468 gram
Px = 1,5 gram
=17,0567 mg
2 0,503
3 0,520
VII. ANALISIS DATA
7.1 Persamaan Regresi Linear Kurva Kalibrasi
Dari data absorbansi larutan standar paracetamol, diperoleh persamaan regresi
linear y = 0,049x – 0,068 dengan koefisien korelasi sebesar 0,992
0.45
0.4 f(x) = 0.05 x − 0.07
R² = 0.99
A 0.35
b
s 0.3
kurva larutan standar
o 0.25 PCT
r
b 0.2
a 0.15 Linear (kurva larutan
n standar PCT)
s 0.1
i 0.05
0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Konsentrasi Larutan Standar (µg/mL)
B. Sampel 2
Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068
Absorbansi = 0,503
Ditanya : Konsentrasi Paracetamol
Perhitungan :
y = 0,049 x - 0,068
0,503 = 0,049 x - 0,068
0,571 = 0,049 x
0,571
x =
0,049
x = 11,6530
Jadi, konsentrasi paracetamol dalam sampel = 11,6530 µg/mL
C. Sampel 3
Diketahui : Persamaan Regresi : y = 0,049x – 0,068
Absorbansi = 0,520
Ditanya : Konsentrasi Paracetamol
Perhitungan :
y = 0,049 x - 0,068
0,520 = 0,049 x - 0,068
0,588 = 0,049 x
0,588
x =
0,049
x = 12
Jadi, konsentrasi paracetamol dalam sampel = 12 µg/mL
B. Sampel 2
Diketahui : C sebenarnya = 10 µg/mL
C pengukuran = 11,6530 µg/mL
Ditanya : Perolehan kembali
Perhitungan :
C pengukuran
×100 %
Perolehan kembali = C sebenarnya
11,6530 μg/mL
×100 %
= 10 μg/mL
= 116,530 %
C. Sampel 3
Diketahui : C sebenarnya = 10 µg/mL
C pengukuran = 12 µg/mL
Ditanya : Perolehan kembali
Perhitungan :
C pengukuran
×100 %
Perolehan kembali = C sebenarnya
12 μg/mL
×100 %
= 10 μg/mL
= 120 %
Konsentrasi (µg/mL) y’
3 0,079
4 0,068
6 0,226
7 0,275
8 0,324
10 0,422
y y’ y – y’ (y – y’)2
0,078 0,079 - 0,001 10-6
0,139 0,068 0,071 5,041 × 10-3
0,227 0,226 0,001 10-6
0,260 0,275 -0,015 0,225 × 10-3
0,341 0,324 0,017 0,289 × 10-3
0,428 0,422 0,006 0,036 × 10-3
5,593 × 10-3
∑ (y-y' )2
Sy/x = √ n-2
5, 593×10−3
= √ 6-2
= 0,0373 µg/mL
LOD
3×S y/x
LOD = b
3×0,0373
= 0,094
= 2,2836 µg/mL
LOQ
10×S y/x
LOQ = b
10×0,0373
= 0,094
= 7,6122 µg/mL
x x x- x (x - x )2
11,2244 11,6258 -0,4014 0,1611
11,6530 11,6258 0,0272 0,7398 × 10-3
12,000 11,6258 0,3742 0,1400
0,3018
Standar Deviasi
∑ ( x−x )2
SD = √ n−1
0 ,3018
= √ 3−1
= 0,3884 µg/mL
0.5
A
b 0.4
s
o
r 0.3
b
a
n 0.2
s
i 0.1
0
220 230 240 250 260 270 280 290 300
Panjang Gelombang (nm)
Dari kurva kalibrasi tersebut diperoleh persamaan regreasi linear, yaitu y = 0,0495x –
0,0682. Koefisien korelasi r yang dihasilkan sebesar 0,9927. Persamaan regresi inilah
yang kemudian digunakan untuk menghitung kadar sampel. Kurva kalibrasi digunakan
sebagai uji lineritas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai yang proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Adanya sedikit penyimpangan pada
kurva diakibatkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta reaksi ikutan
yang terjadi (Gandjar dan Rohman, 2008).
Proses preparasi diawali dengan penimbangan bobot masing-masing tablet
paracetamol, di mana untuk pembuatan 1 sampel digunakan 3 tablet paracetamol dan
pada praktikum ini dibuat 3 sampel. Digunakan 3 tablet parasetamol bertujuan untuk
meningkatkan kehomogenan kandungan parasetamol pada setiap tablet, karena tidak
pasti antara satu tablet dengan tablet yang lain mengandung jumlah parasetamol yang
sama. Selain itu penggunaan satu tablet parasetamol belum dapat mewakili kadar
parasetamol pada sebagian besar tablet. Berat total 3 tablet yang digunakan pada sampel
1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 2,0171 gram, 2,0283 gram, 2,0468 gram, masing-
masing 3 tablet tersebut digerus hingga homogen. Kemudian ditimbang 16,809 mg
serbuk paracetamol pada saat preparasi sampel pertama, 16,9025 mg serbuk
paracetamol pada saat preparasi sampel kedua, dan 17,0567 mg serbuk paracetamol
pada saat preparasi sampel ketiga. Jumlah serbuk yang ditimbang setara dengan 12,5
mg paracetamol. Serbuk ini masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Serbuk tersebut dilarutkan dengan 12,5 ml NaOH 0,1 N, lalu dikocok selama 10 menit
untuk mengoptimalkan proses pelarutan paracetamol dalam NaOH 0,1 N. Setelah itu,
ditambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda batas. Larutan paracetamol hasil ekstraksi
disaring dan dipipet sebanyak 0,2 ml kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam
labu takar 10 ml.
Larutan sampel parasetamol diukur absorbansinya pada panjang gelombang 256
nm dan diperoleh hasil absorbansi sampel pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut,
yakni 0,482; 0,503; dan 0,520. Dari nilai absorbansi ini dapat dihitung kadar
paracetamol dengan menggunakan persamaan regresi linear yang diperoleh pada kurva
kalibrasi larutan standar paracetamol. Diperoleh kadar parasetamol pada masing-
sampel I, sampel II, dan sampel III sebesar 11,2244 µg/ml; 11,6530 µg/ml; dan 12
µg/ml dengan kadar rata-rata sebesar 11,6258 µg/ml. Kadar yang diperoleh melebihi
rentang karena tidak dibuat konsentrasi larutan 11,2 µg/ml yang memberikan
absorbansi 0,8. Pada praktikum ini diperoleh persen recovery untuk sampel pertama,
kedua dan ketiga secara berurutan sebesar 112,244%; 116,530%; dan 120%. Persen
recovery adalah parameter yang digunakan untuk menilai derajat kecermatan atau
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Suatu metode dikatakan teliti
jika nilai recoverynya antara 90-100% (Gandjar dan Rohman, 2008). Menurut
Farmakope Indonesia edisi III, disebutkan bahwa tablet parasetamol mengandung
asetaminofen C8H9NO2 tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah
yang tertera pada etiket. Perolehan kembali melebihi 105% antara lain disebabkan
karena proses penggerusan tablet yang kurang homogen sehingga masih ada partikel
serbuk yang berukuran besar yang tidak dapat tersaring dengan baik pada proses
penyaringan ekstrak dan proses ektraksi analit dalam NaOH 0,1 N yang kurang
sempurna.
Adapun nilai LOD (Limit of Detection) yang diperoleh sebesar 2,2836µg/ml,
artinya konsentrasi 2,2836 µg/ml merupakan jumlah terkecil parasetamol dalam sampel
yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan pada alat
spektrofotometri UV-Vis dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004). Nilai LOQ
(Limit of Quantitation) yang diperoleh sebesar 7,6122 µg/ml, artinya kuantitas terkecil
parasetamol dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama
adalah sebesar 7,6122 µg. Untuk menentukan derajat keseksamaan (presisi) dilakukan
perhitungan standar deviasi (SD) dan koefisien deviasi relatif (KV). Dari perhitungan,
diperoleh standar deviasi sebesar 0,3884 dan koefisien deviasi relatifnya adalah 3,3408
%. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau
koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004). Semakin kecil nilai standar deviasi
dan standar deviasi relatif dari serangkaian pengukuran, maka metode yang digunakan
semakin tepat (Gandjar dan Rohman, 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa metode
yang digunakan pada percobaan ini kurang valid dan seksama karena simpangan baku
relatif atau koefisien variasi melebihi 2%.
IX. KESIMPULAN
1. Panjang gelombang maksimum parasetamol dalam suasana basa yang diperoleh saat
praktikum adalah 256 nm.
2. Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil uji linieritas adalah y = 0,0495x – 0,0682
dengan r2 = 0,9927.
3. Kadar parasetamol rata-rata sebesar 11,6258 µg/ml dengan perolehan kembali rata-
rata sebesar 116,258 %.
4. Nilai LOD yang diperoleh sebesar 2,2836 µg/ml dan nilai LOQ sebesar 7,6122 µg/ml.
5. Standar deviasi yang diperoleh sebesar 0,3884 dan standar deviasi relatifnya sebesar
3,3408%.
6. Metode yang digunakan kurang valid karena koefisien variasi lebih dari 2 %.
X.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Basset. J., R.C. Denny, G.H. Jeffrey, J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik, EGC, Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitunganny.
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia.
Hoan Tjay, Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and Poisons.
Pharmaceutical Press. Publications division of the Royal Pharmaceutical Society of
Great Britain
Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar Analisis Farmasi Analisis Fisiko Kimia. Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.