You are on page 1of 95

harakiri

In Serba-Serbi Jepang on Juli 29, 2006 at 6:47 am


Bicara ttg semangat Jepang, pasti kata harakiri tdk asing lagi. Hari ini saya be
lajar sejarah kata harakiri, yg ternyata sangat unik.
Topik yg kami bahas dalam pelajaran bahasa Jepang level intermediate sangat bera
gam dg text book yg full gambar membuat semangat belajar ga loyo walaupun kanji
bertebaran di mana2. Hari ini kami belajar ttg syokubunka (kebiasaan makan). Ora
ng Jepang terkenal sangat suka makan dan peduli dg budaya. Jika ditanya ttg maka
nan summer, ktk suhu udara mencapai 35 derajat, maka kebanyakan akan menjawab un
agi (belut). Unagi kaya dg vitamin A, makan unagi menjadikan badan yg loyo pd sa
at panas menyengat, menjadi genki (sehat), bersemangat, seperti halnya unagi yg
hidup di sungai2 beraliran deras. Demikian filosofinya. Kebiasaan makan unagi di
musim panas sudah dikenal sejak jaman nara (th 700-an), bahkan ada lagu yg tert
ulis dg apik ttg unagi. Di masa edo (th 1600-1868), tatacara membelah unagi berb
eda2 berdasarkan daerah. Orang Kansai (Osaka dan sekitarnya) membelah unagi dari
arah perut (hara o saku/hara o kiri), sedangkan orang kanto (Tokyo dan sekitarn
ya) membelah unagi dari arah punggung (senaka o saku). Mengapa teknik membelah s
aja dipermasalahkan ? Ternyata ada story-nya.
Orang Osaka adalah para pebisnis. Membelah dari arah perut, diibaratkan seperti
membuka hati, ketika berbicara dg rekan pebisnis. Artinya pembicaraan mjd terus
terang, kejujuran adalah nomor satu, shg jual beli menjadi lancar. Adapun orang
Tokyo, krn sebagian besar adalah samurai (bushi), hara o kiri berarti membelah p
erut sendiri dg pedang (alias mati). Jadi kata harakiri berasal dari potong memo
tong belut rupanya. Para samurai sendiri menggunakan istilah seppuku yang artiny
a sama dg harakiri. Dalam huruf kanjinya, keduanya menggunakan dua karakter kanj
i yg sama, hanya berlawanan letak.
Bukan hanya istilah harakiri yg saya dapat dari pelajaran hari ini, tp perilaku
orang Jepang yg sangat menghargai budayanya. Di bulan2 musim summer restoran una
gi banyak dijumpai dg variasi menu dan cara makan yg sangat khas di setiap daera
hnya. Sayang sekali sungai2 di Jepang yg menghasilkan unagi sudah mulai berkuran
g krn pembangunan jalan, industri yg tidak terbendung, sehingga untuk memenuhi k
ebiasaan makan unagi bagi warganya, pemerintah mengimpornya dari Cina. Tapi rasa
nya tidak seenak unagi Jepang, katanya !
Mendidik Guru di Jepang
In Manajemen Sekolah on Desember 21, 2006 at 12:37 pm
Dua Selasa berturut-turut, 12 dan 19 Desember 2006, kelas PDP seminar kami memba
has profesionalisme guru diJepang, sehubungan dengan adanya kebijakan baru pemer
intah untuk merenew lisensi mengajar paraguru se-Jepang.
Guru-guru di Jepang adalah lulusan Perguruan Tinggi, berlatar belakang pendidika
n, sosial, bidang sains, IT, engineering, dll yang telah menamatkan pendidikan S
1. Bagi calon guru yang bukan berlatar belakang fakultas pendidikan, perlu menga
mbil beberapa mata kuliah yang terkait dengan pendidikan, misalnya Konstitusi Pe
ndidikan Jepang, Psikologi Mengajar, Teknik Mengajar, dll, supaya dapat memperol
eh lisensi guru.
Dengan meningkatnya kasus bullying (ijime) , bunuh diri dan DO di sekolah-2, kep
ercayaan kepada guru merosot tajam. Kementrian pendidikan (MEXT) bahkan mengadak
an survey dan evaluasi terhadap guru-guru yang tidak punya kapabilitas memadai s
ebagai pengajar dan pendidik. Sebagian besar guru non professional tersebut adal
ah guru-guru senior, sekitar 40-50 tahun ke atas. Masyarakat Jepang sangat kenta
l dengan pengkategorian senior yunior-nya, termasuk juga di kalangan para guru.
Guru-guru yunior adalah yang berumur 20-30 tahun-an.
Karena tingginya angka ketidakprofesionalan di kalangan guru senior, maka diranc
anglah sebuah kebijakan yang bermaksud memperbaiki ketidakmampuan tersebut. Kebi
jakan yang dikenal sebagai `shinmenkyou seido` (new license system) mewajibkan g
uru untuk mengikuti sejumlah training yang diadakan dan dibiayai oleh MEXT atau
The Board of Education di tingkat daerah setiap 10 tahun sekali. Kebijakan ini t
entu saja menuai protes keras dari kalangan guru. Pertama karena selama ini mere
ka toh sudah mengikuti banyak training, kedua mereka harus meninggalkan sekolah
untuk pergi ke universitas terkait dan belajar di sana, ketiga, MEXT terlalu din
i menyalahkan guru atas kasus kriminal di sekolah, dan lupa meminta pertanggungj
waban orang tua dan keluarga dalam masalah pendidikan.
Salah satu kebijakan lain yang berkaitan dengan profesionalisme guru adalah kein
ginan pemerintah Jepang untuk membuat semakin bnayak guru memiliki Master Degree
. Saat ini terdapat 1.4% guru SD bergelar Master, 2.7% guru SMP , dan 10.6% guru
SMA memiliki gelar Master.
Program-program baru dibuka di Universitas untuk memfasilitasi rencana ini, deng
an membuka kelas malam yang memungkinkan para guru untuk tetap aktif mengajar di
sekolah masing-masing dan juga berkesempatan untuk mengikuti perkuliahan di uni
versitas. Beberapa guru dikirim atas biaya pemerintah daerah, namun sebagian bes
ar guru belajar atas inisisatif pribadi.
Menurut saya kebijakan shinmenkyou tidak perlu ada jika training guru berjalan d
engan prosedur yang benar dan pengontrolan kinerja guru juga berjalan baik. Seba
gaimana profesional lainnya seperti dokter, hakim, konsultan, pegawai kantor tid
ak pernah diminta lisensi baru, maka guru pun selayaknya tidak dimintai lisensi
yang baru. Lisensi hanya diperlukan untuk barang/produk, sedangkan profesi atau
guru tidak manusiawi jika dia harus dilisensi ulang/ditera ulang.
Pengalaman guru mengajar dan bergaul dengan anak sepanjang masa kerjanya sudah m
erupakan modal berharga untuk mengasah kemampuan mendidiknya. Guru yang berpenga
laman bahkan lebih pandai menarik hati anak daripada guru muda. Namun kehidupan
sosial masyarakat yang berubah drastis secara cepatlah yang membuat kehidupan an
ak sekarang berbeda dengan anak-anak di masa dulu. Apa yang diajarkan guru di se
kolah belum tentu anak sesuai dnegan apa yang dilihatnya di rumahnya atau di lin
gkungannya.
Profesionalisme guru menurut saya ada dua, profesional dalam pelajaran yang diaj
arkannya dan profesional dalam kemampuannya mengasuh, mendidik anak di sekolah,
yang meliputi pengembangan badan, otak dan hatinya. Profesionalisme teknik penga
jaran, ilmu-ilmu baru yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya per
lu diperdalam di fakultas tertentu yang sesuai. Sedangkan profesonalisme sebagai
pembina, pengasuh, pendidik akan lebih bermakna jika mereka diajarkan psikologi
anak, yang selama ini hanya menjadi mata pelajaran wajib bagi mahasiswa jurusan
psikologi yang kemungkinan besar lusannya tidak akan menjadi guru tetapi kebany
akan akan mencari pekerjaan yang lain.
Tapi apa mau dikata, guru yang dulu sangat dihormati dalam strata masyarakat Jep
ang, kini sudah setara dengan barang yang harus ditera ulang. Ditambah lagi deng
an potongan gaji guru dan sistem teacher appraisal yang kemungkinan akan mengura
ngi pendapatan seorang guru. Akibatnya makin sedikit orang muda yang ingin menja
di guru di Jepang saat ini ..
Guru adalah Peneliti
In Manajemen Sekolah on Desember 21, 2006 at 1:03 pm
Guru adalah Pendidik sekaligus Peneliti
Salah satu agenda reformasi pendidikan di Indonesia adalah peningkatan kesejahte
raan, kinerja dan profesionalisme guru. Pemerintah dalam mewujudkan program ini
sudah mengadakan kegiatan pelatihan guru di tingkat daerah bahkan nasional, teta
pi profesi guru di mata masyarakat masih dianggap rendah dan menjadi tumpuan kes
alahan ketika terjadi kebobrokan dalam sistem pendidikan di sekolah.
Apa sebenarnya kelemahan pelatihan yang diselenggarakan selama ini ?
Beberapa rekan guru mengatakan bahwa pelatihan cenderung berupa perkuliahan atau
simulasi, yang jauh dari fakta yang mereka hadapi di sekolah. Model pelatihan y
ang lain adalah studi banding dengan mengusung konsep `guru belajar kepada guru`
. Namun ini pun tidak berdampak besar karena setelah studi banding guru kebingun
gan melakukan follow-up. Alhasil tidak ada kemajuan berarti bagi sekolah atau ba
gi guru sendiri.
Secara umum, manusia dapat belajar melalui media apa saja yang ada di sekitarnya
. Misalnya jika seseorang ingin membuat `sashimi, ikan mentah Jepang, cukup deng
an mengklik situs bersangkutan di internet atau membaca artikel di berbagai medi
a. Tetapi keahlian seseorang membuat sashimi akan berbeda jika dia belajar kepad
a ahli sashimi. Demikian pula halnya di bidang pengajaran. Metode mengamati lang
sung, mendengar langsung adalah metode yang paling mudah untuk dicerna dan dipra
ktekkan ulang. Pembelajaran biologi misalnya akan lebih mudah dimengerti oleh si
swa jika dipraktekkan, atau contohnya ada di depan mata. Kita sudah mengakui ini
sebagai metode pembelajaran siswa yang lebih baik daripada sekedar duduk tenang
mendengarkan cerita guru di dalam kelas. Oleh karenanya metode belajar seperti
ini pun patut digalakkan kembali di kalangan guru. Melalui proses belajar sepert
i itu, guru belajar menjadi pendidik dan sekaligus peneliti yang baik.
Seperti diuraikan di atas, program studi banding menerapkan metode penelitian ya
ng sederhana yaitu observasi. Kegiatan observasi tidak akan bermakna apa-apa jik
a tidak dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan, analisa dan perumusan pemecahan
masalah. Dalam dunia penelitian dikenal istilah `action research` yang salah sat
u bentuk nyatanya adalah bagaimana guru mengembangkan metode mengajar baru melal
ui pengamatan mendalam terhadap cara mengajar guru yang lain.
Apa Yang Harus Diteliti ?
Di atas penulis telah uraikan bahwa guru harus belajar kepada guru. Ketika melak
ukan proses ini sebenarnya secara tidak langsung guru melakukan observasi, yang
merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Jika observasi itu kemudian d
ikembangkan kepada suatu pencatatan, analisa dan pengembangan metode baru, maka
predikat peneliti layak disandang oleh guru. Dalam UU keprofesian Guru dan Dosen
, pemerintah menyebut kedua profesi ini secara bersama. Ini dapat dimaknakan bah
wa keduanya memiliki kegiatan yang sama yaitu mendidik dan meneliti. Sayangnya p
enelitian atau pengamatan intensif masih jarang dilakukan oleh guru-guru kita.
Pertanyaannya adalah apa yang harus diamati atau dijadikan obyek penelitian ?
Yang paling tepat dan mudah dilaksanakan adalah meneliti permasalahan yang muncu
l di sekolah. Dengan konsep berfikir ilmiah secara sederhana, banyak sekali masa
lah yang muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah, pun problematika `kehi
dupan` di sekolah, yang bisa diangkat menjadi tema penelitian dan akan menghasil
kan laporan yang bisa dinikmati oleh guru yang lain.
Penulis dua tahun belakangan ini berkunjung ke Souya, wilayah paling Utara Prefe
ktur Hokkaido di Jepang, dan menyaksikan bagaimana penelitian antar guru berkemb
ang di sana. Istilah yang mereka pakai adalah `kyouiku kenkyuu katsudou` yang be
rarti kegiatan penelitian pendidikan. Anggotanya adalah guru-guru SD, SMP dan SM
A yang dibagi per kelompok berdasarkan jenjang sekolah. Pengelompokkan dilakukan
per wilayah, dengan cara menempatkan sekolah yang berdekatan dalam satu kelompo
k atau blok. Pertemuan blok dilakukan sebulan sekali dan setiap semester dilakuk
an pertemuan sedistrik Souya.
Sebuah SD melakukan penelitian tentang pemanfaatan waktu oleh siswa di rumah, da
n peranan keluarga dalam proses belajar siswa. Penelitian dilakukan dengan metod
e angket, berupa pertanyaan sederhana seperti : Apakah anak sarapan setiap pagi
? Apakah anak rutin mempraktekkan ucapan salam atau terima kasih di rumah ? Bera
pa jam anak menonton TV ? Siapa yang menjaga anak jika orang tua bekerja ? Perta
nyaan-pertanyaan sederhana seperti itu bukan tidak bermakna apa-apa, bahkan dari
jawaban orang tua, sekolah bisa menganalisa mengapa seorang anak terlambat dala
m matematika, atau mengapa seorang anak selalu terlihat lesu ?
Apa yang penulis amati di Souya adalah implementasi konsep pendidikan yang menem
patkan anak sebagai subyek sekaligus obyeknya. Bahwa kegiatan belajar mengajar d
i sekolah adalah untuk memacu tumbuh kembang badan, otak dan hati, dipahami seca
ra baik oleh guru-guru di Souya sebagai konsep yang harus direncanakan, diprakte
kkan, dan dievaluasi melalui kegiatan penelitian. Konsep `plan-do- check-action`
(PDCA) adalah konsep yang tidak sekedar teori di Souya, tetapi sudah menjadi ke
seharian para guru.
Bagaimana Mendidik Guru untuk Menjadi Peneliti ?
Menjadi peneliti bukan hal yang susah tetapi menumbuhkembangkan jiwa meneliti ad
alah suatu pekerjaan yang tidak sederhana. Guru-guru kita pada umumnya adalah lu
lusan perguruan tinggi, yang notabene semua perguruan tinggi di Indonesia mewaji
bkan mahasiswanya untuk membuat penelitian atau membuat laporan akhir, dalam ran
gka memperoleh gelar sarjana. Secara tidak langsung ilmu dasar tentang teknik-te
knik meneliti sudah dimiliki oleh para guru kita.
Permasalahannya adalah apakah guru mempunyai sense of awareness terhadap permasa
lahan di sekitarnya ? Apakah guru terpikir untuk meningkatkan kinerjanya ? Apaka
h guru sadar untuk melakukan self evaluation terhadap metode mengajarnya ? Kesad
aran seperti inilah yang menjadi titik tolak proses pembentukan guru sebagai pen
eliti.
Kesadaran ini dapat diasah melalui praktek latihan. Dalam hal ini- karena sekola
h adalah sebuah organisasi dibawah komando kepala sekolah- upaya kepala sekolah
untuk mendorong terciptanya atmosfer ini sangat dibutuhkan. Kepala Sekolah yang
berperan sebagai manajer sekolah adalah orang pertama yang seharusnya menyadari
permasalahan di sekolahnya yang kemudian merumuskan pemecahannya melalui pembica
raan rutin dengan para stafnya. Ketika permasalahan dideteksi, kepala sekolah da
pat menyusun sebuah tim pencari fakta yang terdiri dari para guru. Dengan latiha
n terus menerus menghadapi dan memecahkan masalah, pola berfikir PDCA dapat menj
adi pola anutan yang akan menyatu dengan jiwa mendidik guru.
Sebuah metode pengembangan guru sebagai peneliti telah dikembangkan di Jepang, y
ang dikenal dengan istilah `jugyou kenkyuu`, yang kemudian diterjemahkan sebagai
`lesson study`. Seorang pencetus dan pelopor ide ini adalah Professor Masami Ma
toba, yang merupakan dosen di Universitas Nagoya. Metode `jugyou kenkyuu` adalah
observasi kelas yang dilakukan oleh sekelompok guru terhadap metode mengajar se
orang guru yang dijadikan sebagai obyek pengamatan. Langkah-langkah metode ini a
dalah :
Pengamatan detail terhadap proses belajar mengajar di kelas meliputi efisiensi p
enggunaan waktu, respon siswa, metode penjelasan, penutup
Pertemuan untuk mempresentasikan hasil amatan kelompok guru pengamat tanpa perlu
dikomentari oleh guru target
Forum diskusi yang melibatkan guru target, kelompok pengamat, kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah untuk membahas hasil amatan dan memberikan masukan perbaik
an. Forum ini terkadang dihadiri oleh dosen dari universitas atau wakil dari The
Board of Education.
Metode ini telah menyebar luas di Jepang dan juga sudah diadopsi oleh beberapa s
ekolah di beberapa negara, termasuk apa yang sedang dikembangkan oleh Universita
s Pendidikan Indonesia, Bandung bekerjasama dengan JICA melalui proyek lesson st
udy di beberapa sekolah di Bandung.
Pelaksanaan `jugyou kenkyuu` tentu saja memerlukan biaya, sehingga salah satu ko
mponen penting yang harus dipikirkan dalam rangka mendidik guru menjadi peneliti
adalah kontinyuitas pendanaan. Sayangnya budget pendidikan yang disalurkan ke s
ekolah-sekolah kita tidak menyertakan anggaran penelitian sebagai salah satu kom
ponen pengembangan profesionalisme guru.
Tetapi kendala dana bukan suatu penghambat utama untuk mencegah guru menjadi pen
eliti. Yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk mengembangkan sekolah me
njadi lebih baik.
Sadar Hukum di Jepang
In Serba-Serbi Jepang on Desember 22, 2006 at 11:17 pm
Thursday, July 20, 2006
Sadar Hukum (tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Kemarin di tengah hujan yang mengguyur Nagoya, sehabis mengajar Bahasa Indonesia
di sebuah Lembaga Bahasa, saya bermaksud kembali lagi ke kampus. Jam menunjukka
n pukul 7.30 malam. Tidak seperti biasanya, karena bermaksud sampai di kampus le
bih cepat, saya turun di Horita station dari Meitetsu train dan berjalan kaki ki
ra2 10 menit menuju Horita underground subway. Biasanya saya turun di Kanayama s
tation.
Ada kejadian menarik yang saya pelajari kemarin. Di sebuah lorong kecil yang aga
k gelap terjadi insiden tabrakan antara mobil yang dikendarai sepasang orang tua
(70 th-an) dengan sepeda yang dikendarai seorang anak perempuan SMA. Suara `bru
kk` begitu keras terdengar. Saya yang sedang berjalan tidak jauh dari lokasi beg
itu kaget secara spontan menyebut `Allahu Akbar` tanpa sadar orang2 sekitar pun
memperhatikan saya. Tapi saya lebih tertarik dg insiden tsb. Si anak perempuan k
elihatan shock dan mulai menangis, istri pengendara mobil, segera mendatanginya
dan bertanya `daijoubu desuka` (apakah baik2 saja ?). Si anak entah mengucapkan
apa tapi kelihatan dia masih shock dan melemparkan payung pink-nya di depan si n
enek. Karena masih lampu merah, saya berdiri memandang mereka dari posisi agak j
auh.
Ada rumah sakit kecil di dekat tempat kejadian, si nenek mengajak si anak untuk
pergi ke tempat itu. Setelah lampu hijau, saya pun menyeberang dan bisa melihat
dengan jelas, ternyata korban cukup parah karena terlihat darah mengucur dari ba
gian wajahnya, kemungkinan hidung.
Orang2 bersileweran tanpa ada yang peduli, saya pun merasa enggan untuk berhenti
lama melihat mereka. Saya teringat kebiasaan di Indonesia kalau ada kecelakaan
orang segera berkerumun, menyalahkan si pengemudi, membantu yang celaka. Tapi di
Jepang tidak demikian. Seakan2 orang lain hendak mengatakan `Ini bukan urusan s
aya, itu urusan loe berdua ! Saya seperti ditarik mendekat untuk menanyakan apa
yang bisa dibantu, tapi kembali saya sadar, ini di Jepang, yang cara berfikirnya
berbeda dengan orang Indonesia. Akhirnya dengan ragu kaki saya bergerak pelan m
eninggalkan lokasi. Masih terlihat, si kakek turun dari mobil, melepaskan topiny
a dan membungkuk hormat kepada si anak, meminta maaf sedalam2nya.
Di tengah jalan menuju subway, pikiran ketakutan menghantui benak saya, bagaiman
a kalau kejadian itu menimpa saya ? lalu karena orang asing, orang Jepang lebih
tidak peduli lagi, dibiarkan saja di jalan .bla bla setumpuk pikiran2 ketakutan melint
as, tiba2 dari arah belakang terdengar orang berlari, ternyata si kakek. Mau kem
ana dia ?
Di dekat subway barulah saya tahu dia mendatangi Koban (kantor polisi) melaporka
n kejadian barusan. Saya terhenyak di depan pintu masuk subway, begitu terkesan
dengan peristiwa ini.
Jadi begini rupanya orang sadar hukum menyelesaikan masalah. Saya sudah berpredi
ksi buruk bahwa mereka akan menyelesaikannya dengan `jalan damai`, yaitu mengant
ar si anak pulang dan membayar ganti rugi, ternyata dugaan saya meleset jauh.
Beginilah hukum ditegakkan oleh masyarakat Jepang. Satu lagi pelajaran berharga
hari ini ..
Pelangi dan Bon Odori
In Serba-Serbi Jepang on Desember 22, 2006 at 11:22 pm
Thursday, July 20, 2006
Pelangi dan Bon odori (tulisan di blog `Belajar dari Alam`)

Pelangi pelangi alangkah indahmu


merah kuning hijau di langit yang biru
Pelukismu Agung siapa gerangan
Pelangi Pelangi ciptaan Tuhan

Lagu Pelangi yang dikarang Pak AT Mahmud kembali teringat ketika kali kedua saya
melihat langit berhias garis2 lengkung berwarna.
Kali pertama ketika berada dalam pesawat menuju Nagoya sepulang dari research di
Hokkaido. Waktu itu pramugari sudah mengingatkan untuk tidak memotret karena pe
sawat akan landing, tp karena ini `mezurashii mono` (kejadian yang jarang), maka
walaupun dilarang saya tetap memotretnya. Sayang tidak terlalu bagus hasil jepr
etannya.
Kali kedua, ketika saya diundang untuk menyaksikan `bon odori` Jumat yang lalu,
sebuah festival di musim panas di Jepang yang bermakna tarian untuk memanggil ru
h2 orang yang sudah mati untuk menikmati musim panas. Barangkali terkesan sangat
kolot dan unbelievable bahwa masyarakat Jepang yang di satu sisi maju dalam tek
nologinya tetapi masih mempunyai kepercayaan animistik seperti ini.
Acara bon odori kali ini berlangsung di TK Sono (Sono yochien) tempat saya menga
jar bahasa Inggris setiap hari senin. Tidak seperti bon odori yang sebenarnya, y
ang sering dilakukan oleh orang dewasa, yaitu melalui ritual2 keagamaan, bon odo
ri bagi anak TK adalah acara hiburan yang sangat menyenangkan. Anak2 berpakaian
kimono bagi anak perempuan dan yukata bagi anak laki2, menari mengikuti irama la
gu2 anime Jepang seperti doraemon, sinchan, dll. Tentu saja gerak tari mereka le
bih cenderung kepada olah raga dari pada kesan gerak gemulai.
Karena ada pelangi, saya tidak peduli dengan bon odori, selama 15 menit saya mem
otret pelangi dari berbagai sudut dengan gaya prof, tapi sebenarnya pelangi tern
yata lebih cantik dilihat langsung daripada memandangnya melalui lensa kamera at
au menatapnya dari hasil photo.
Lagu Pak AT di atas saya dendangkan, seraya berucap Subhanallah, Maha Agung sung
guh Sang Penciptanya.
Kecil tapi Indah
In Serba-Serbi Jepang on Desember 22, 2006 at 11:30 pm
Saturday, June 10, 2006
Kecil tapi indah (tulisan di blog `Belajar dari Alam`)

Bunga mungil ini saya temukan di semak2 samping kampus fakultas ekonomi, Nagoya
University ketika ikut sibuk menjadi panitia Meidaisai, festival tahunan Nagoya
Univ, yang diselenggarakan pekan awal Juni.
Warna merahnya yang menyolok menjadikannya sangat kontras di hamparan perdu dan
rumput yang hijau kusam atau mencoklat karena mati. Sayang nama tanaman ini saya
belum temukan di internet, tapi bentuknya mengingatkan saya pada strawberry, bu
nga, daun, dan stolonnya mirip. Seharusnya kedua tanaman ini satu genus.
Saya termasuk penggemar bunga2 kecil yang tak begitu menyolok dan jarang menjadi
perhatian orang, tapi bagi saya yang kecil itu justru sangat indah (mengutip pe
tuah Prof Syamsoed Sadjad-pakar benih di IPB yang memperjuangkan ilmu benih hing
ga berhasil medirikan Program Studi tersendiri. Saya termasuk lulusannya).
Beliau selalu menyampaikan ke mahasiswa2nya `BENIH ITU KECIL TAPI INDAH` suatu k
alimat yang tak bermakna apa2 di kepala saya ketika kali pertama mendengarnya. T
api sejak berkecimpung langsung dengan dunia pertanian dan bersentuhan langsung
dengan benih, saya mulai menyadari arti petuah itu.
Saya memaknai kata itu dengan menghargai hal2 atau benda2 kecil yang terkesan se
pele, bahkan kadang tidak diperhitungkan sebagai sesuatu yang sangat berharga da
n menjadi penentu keberhasilan. Bahkan hingga anak kecil yang punya ide2 cemerla
ng dan ungkapan yang jernih, yang sering dianggap angin lalu oleh orang dewasa,
pun menjadi minat saya saat ini.
Batuk
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 1:35 am
Sunday, June 04, 2006
Batuk
(Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Musim panas yang lembab mulai datang di Nagoya, Jepang.
Seperti tahun yang lalu, saya pun tak bisa mengelak terkena virus batuk, pilek,
flu-nya Jepang yang sangat ganas. Dibandingkan dengan batuk pilek yang pernah sa
ya rasakan di Indonesia, penyakit ini terasa lebih ganas di Jepang.
Tenggorokan seperti dibakar api, panas dan kering, suara pun hilang !
Rabu yang lalu saya sudah mulai merasakan gejala meriang, saya tidak tahu darima
na virus itu kontak dg tubuh saya, tapi saya ingat beberapa kali memang berpapas
an dengan orang yang sedang batuk. Kebetulan antibodi tubuh saya tidak bekerja d
engan baik akhir2 ini karena asupannya mungkin kurang bergizi atau karena tubuh
ini saya porsir habis-habisan, jadi dia protes untuk diistirahatkan.
Serangan pertama coba saya antisipasi dengan obat2an dari Indonesia, tapi sepert
i tahun lalu, obat kita tidak mempan melawan virus flu pilek Jepang. Alhasil hin
gga hari ini kondisi saya belum membaik juga. Terpaksa saya harus mengunjungi Do
kter di Meidai, dan dapatlah segepok obat untuk melawan virus ini.
Flu pilek yang kata orang Jepang `kaze` atau batuk `seki` menurut saya bukan pen
yakit biasa. Di waktu kecil dulu saya pernah menderita penyakit batuk yang berke
panjangan, bukan TBC tapi kalau tidak salah batuk rejang (?) namanya. Saya masih
ingat bagaimana mamak sampai ikut menangis kalau saya batuk, karena hampir2 say
a tidak bisa menarik nafas. Paling takut jika penyakit ini datang lagi, Allahumm
a ya Allah, Dzat Yang Memberi kesehatan, jauhkan tubuh ini dari penyakit yang be
rbahaya !
Saya termasuk orang yg tidak bisa bed rest jika sakit, karenanya dalam keadaan b
atuk pun saya tetap ke kampus. Tapi batuk di jalan, di kereta membuat saya mende
rita. Menderita karena was2 jika ada orang yang melotot marah, was2 jika ada ora
ng yang terbangun karenanya. Perasaan was2 ini justru biasanya menambah hebat ba
tuk saya. Tapi, bagaimana lagi, saya mencoba untuk tidak berkonsentrasi pada pen
yakit ini atau mensuggesti diri saya untuk batuk.
Di Jepang, ada hal menarik yang mungkin tidak akan kita jumpai di Indonesia. Ket
ika batuk, pilek, flu atau alergi terhadap serbuk/debu, orang terbiasa memakai m
asker. Saya pun tak ketinggalan. Walaupun di awal saya merasa tersiksa, karena n
afas jadi susah, dan kalau bernafas kacamata jadi berembun. Tapi sekarang saya j
adi terbiasa. Suatu budaya yang menurut saya patut dicontoh : Menjaga jangan sam
pai orang lain menjadi menderita karena perbuatan kita !
Hanami
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 1:49 am
Friday, May 26, 2006
Hanami (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Musim semi sangat ditunggu kedatangannya oleh orang Jepang karena di musim inila
h sakura bermekaran .
Bahkan tiap hari acara di TV dipenuhi dengan laporan bermekarannya sakura di sea
ntero Jepang.
Tahun ini sakura di Tokyo bermekaran lebih awal 4-5 hari dibandingkan tahun lalu
. Di Nagoya pun demikian. Mekarnya sakura yang sudah berumur ratusan tahun bahka
n menjadi topik menarik acara2 di TV.
Orang Jepang pun menikmati mekarnya sakura dengan tradisi `hanami` yaitu hana wo
miru atau melihat bunga. Tradisi hanami menggambarkan kegembiraan warga Jepang
dengan adanya pergantian musim dan perubahan alam. Hanami tidak hanya dilakukan
pagi atau siang tapi hingga larut malam, dengan minum sake, makan makanan khas J
epang, layaknya pesta kebun. Semuanya bergembira
Namun akhir-akhir ini tradisi hanami membawa dampak negatif. Banyak orang Jepang
yang mabuk dan angka kecelakaan pun meningkat. Taman pun menjadi gunung sampah.
Di saat hanami kelihatannya kesadaran tertib buang sampah menjadi luntur. Sayan
g sekali
Tapi di sisi lain, hanami seperti sebuah `rehat` singkat dari striknya hidup ora
ng-orang Jepang. Pun merupakan pembelajaran berharga bagi anak tentang alam dan
tradisi.
Haru ga kita (Musim semi tiba)
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 5:02 am
Friday, May 26, 2006
Haru ga kita (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)

Musim semi di Jepang adalah musim yang paling indah .


Sakura, ume dan aneka bunga bermekaran. Alam yang semula memutih karena salju me
njadi berwarna .Cantik sekali !
Ada sebuah lagu anak menyambut datangnya spring di Jepang .
Haru ga kita, haru ga kita (musim semi tiba)
doko ni kita (di mana datangnya ?)
yama ni kita, sato ni kita, no ni mo kita (di gunung, di kampung, di lembah musi
m semi tiba)
Hana ga saku , hana ga saku (bunga bermekaran)
doko ni saku (di mana dia bermekaran)
yama ni saku, sato ni saku, no ni mo saku (di gunung, di kampung, di lembah pun
bunga bermekaran)
Tori ga naku, tori ga naku (burung berkicau)
doko de naku (di mana dia berkicau ?)
yama de naku, sato de naku, no de mo naku (di gunung, di kampung, di lembah pun
burung berkicau)
Lagu yang sangat sedehana tetapi menggambarkan kegembiraan anak2 Jepang menyambu
t datangnya musim semi. Lirik lagu diciptakan oleh seorang guru SD di Nagano pre
fecture di masa Meiji.
Lagu anak-anak di Jepang sangat kaya dengan nilai pembelajaran, mengingatkan say
a pada lagu2 masa kanak dulu yang dibuat oleh Pak AT Mahmud, Bu Sud, Bu Kasur, d
ll. Kadang sambil menyanyikannya terbayang kenangan indah masa kanak. Teringat m
amak ketika kunyanyikan `Di Matamu mama ada bintang`, teringat langit malam di r
umahku ketika kudendangkan `Bintang kejora`, terbayang kampung tempat kelahiran
ketika menyanyikan lagu `Desaku` , teringat leluhurku yang tulen orang Bugis ket
ika kunyanyikan `Nenek moyangku seorang Pelaut`, teringat kebun bungaku ketika k
usenandungkan `Bunga Nusa Indah`, bahkan rindu pada warna pelangi (karena baru s
ekali melihatnya di Jepang) ketika kudendangkan lagu `Pelangi-Pelangi`.
Lagu di masa kanak memang kekal adanya. Karenanya ajarkanlah mereka lagu yang ba
ik maknanya yang darinya dia dapat belajar tentang alam, lingkungannya, keluarga
nya dan orang-orang di sekitarnya secara sederhana dan menyenangkan.
Aging Society
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 5:05 am
Friday, May 26, 2006
Aging Society (Tulisan di Blog `Belajar dari Alam`)

The number of aging people in Japan increases quickly and creates many society p
roblems nowadays and in the future.
As a self finance student in Japan, -if you`re not from the rich family-you can`
t survive with the crazy price here without doing part time job (arbaito). Me, n
either ! I started two months ago, working in one restaurant and another job is
making donuts in one of the famous donuts company here,`Mr.Donuts`.I do not want
to tell you about that arbaito, but i want to share `a new life` that i found i
n the early morning when i go work .
My work starts around 6 am, and for that I have to take the first underground tr
ain which departs at 5.32 am. I always still feel sleepy and so lazy to move my
body and go in a hurry to catch the train! But i try to find some funny things o
n the way going and back.First, i know that most of the passengers of the train
in the early morning are the old people, up to 60 years old, we called `obaachan
(grandma) and ojiichan (grandpa)` . In Japan most of the population are old peo
ple (aging society) due to the good health facilities, food, and easy life. Wome
n have life span about 75 years old and man about 70 years old. Sometimes i foun
d them bring a lot of luggage and nobody cares. They still strong and energetic
!
On the train I met the same persons everyday, sitting on the same seat, using th
e same bags, or doing the same things also, just read a news paper-especially sp
ort page-or continuing to sleep which of course, itsn`t enough ! Some of them me
et each other on the train then just start chatting until the destination. One o
f the obaachan get on the train at the same station with me. We always start our
early morning saying `ohayo gozaimasu ` (good morning) then while waiting the t
rain, we continue to talk about many thing-weather topic, daily life and sometim
e Japanese custom- that i enjoy it much.
That obaachan also doing arbaito as a cleaning service staff in one big building
in the middle of Sakae, the busiest city in Aichi prefecture. She does arbaito
for such reasons that i never heard before. She has one son and one daughter, th
e daughter already married and lives apart from her, but the son still stay with
her. As Japanese young boy -who still difficult for me to understand their beha
vior nor the characteristics-that son also somehow is temperamental man whom his
mother can`t say a single word to him unless make him angry ! Really bad boy !!
The problem is not only the son, that obaachan actually has such terrible pain o
n her waist, but since no joy that she can find at home, she prefer to work outs
ide. She said that seeing me or other persons on the train, just say ohayou goza
imasu, impulse her spirit and she forget the pain. She doesn`t need money, indee
d, but there are no option to cheer your life at home except doing arbaito.
I found the interesting thing in this society, even though they have a good life
as human being, but that `good life` means only in the material or physics, not
for their heart or happiness`.
I believe most of parents think that the wonderful life is if you can life toget
her with your family, your grand children, your sons, daughters in a good relati
onship. But this condition seems rare in Japan.
Ow,
I miss my mom .
Mom, Dad, i love you .

Ume Matsuri
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 5:09 am
Friday, May 26, 2006
Ume Matsuri (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)

Pohon plum di Jepang bermekaran hampir bersamaan dengan sakura (cherry).


Plum atau `ume` biasanya mekar lebih awal. Bentuk dan warna bunganya hampir sama
dengan sakura, tapi jika diperhatikan terdapat perbedaan pada bunganya, warna d
an benang sarinya.
Ume ada beragam varietas, namanya sih saya tidak hafal. Tapi dari warna bunganya
dapat dilihat keragaman varietasnya, ada yg putih, pink, dan merah.
Bulan Maret yang lalu saya sempat mengunjungi Festival Plum (Ume matsuri) di Nag
oya Agriculture Center di daerah Hirabari. Lahan yang ditanami kurang lebih 700
ume menjadi tempat rekreasi menarik. Saat bermekaran kelihatan cantik sekali den
gan pemandangan bernuansa pink dan putih.
Di sisi lain terdapat restoran yang menyediakan makanan yang terbuat dari ume. S
ebagaimana layaknya tempat rekreasi yang lain di Jepang, penjual makanan tidak t
ersebar acak tapi terpusat dan tertata rapih, bersih di mana-mana.
Ume matsuri adalah salah satu festival di antara banyak festival yg dilestarikan
dg baik di Jepang. Pemerintah kota dan daerah di Jepang sepertinya berhasil men
didik warganya untuk mencintai alam dan budayanya. Tampak dg wajah cerah ceria o
rang Jepang yg datang hari itu. Bahkan beberapa di antaranya datang dari kota2 l
ain .
Sudah saatnya pemerintah kota di Indonesia pun mengajak warganya untuk mencintai
apa yang mereka miliki .
Batuk sehat, Batuk sakit
In Sains on Desember 24, 2006 at 2:38 pm
Ide tulisan ini datang dari pertanyaan Pak Urip, rekan guru yang sedang giat mem
promosikan terbentuknya jaringan blog guru se-Indonesia. Beliau menulis komentar
pada tulisan `Batuk`.
Saya baru tahu kalau proses batuk ternyata menyehatkan juga menyakitkan. Selama
ini saya meyakini bahwa semua penyakit yang diberikan Allah kepada manusia adala
h untuk menghapus dosa dan kesalahannya, dan juga untuk memberikan kekuatan baru
kepada manusia untuk menjalani hidupnya setelah mengistirahatkan sesaat mekanis
me normal organ tubuhnya.
Batuk ternyata adalah fungsi pertahanan tubuh yang diciptakan Allah untuk manusi
a, dengan bentuk respon tubuh yang cepat ketika ada benda asing yang masuk ke tu
buh, khususnya bagian tenggorokan. Karenanya batuk bisa terjadi dalam keadaan se
hat, sehingga bisa dikatakan `batuk menyehatkan`, dan bisa dalam keadaan sakit y
ang karenanya `batuk itu menyakitkan`.
Pada hidung, tenggorokan dan organ tubuh manusia terdapat reseptor yang disebut
mucus yang berfungsi menangkap zat-zat asing yang menginfeksi tubuh manusia. Res
eptor ini diproduksi oleh sel-sel goblet (sedang ada project penelitian microbio
logy mengenai sel ini). Mucus memproduksi zat mucin dan beberapa zat yang mengan
dung garam. Salah satu jenis mucus adalah dahak (phlegm).
Jadi, ketika ada zat asing yang bisa muncul dari asap, bau yang tajam, debu, ser
buk, kotoran yang terbawa angin, dll masuk ke hidung, mucus bekerja layaknya seb
agai satpam dengan membuat perangkap berupa mucin untuk menangkap zat asing tadi
. Perangkap tadi berfungsi ganda selain untuk menangkap musuh, juga untuk menjag
a supaya lapisan di hidung tetap basah. Kalau kotorannya lolos sampai ke tengggo
rokan, dia ditahan dengan produksi dahak. Karena dahak berupa lendir yang mengha
mbat nafas, maka batuklah kita buat mengeluarkan dahak tersebut sekaligus musuh
tadi. Sayangnya musuh kadang-kadang sudah melepaskan senjata pamungkasnya waktu
masuk ke tenggorokan, dan kebetulan satpam-satpam yang lain di dalam tubuh kita
(antibodi) sedang letoy karena `gajinya`(baca = nutrisi) kurang. Akibatnya tubuh
kita meriang, demam, kemudian disusul flu, pilek, dan batuk. Biasanya kita dian
jurkan untuk minum vitamin C, makan buah dan sayur, minum air putih yang banyak.
Adapun dahak yang diproduksi di tenggorokan memiliki kandungan zat kimia yang be
rvariasi tergantung iklim, genetik dan kondisi sistem pertahanan tubuh. Umumnya
berupa larutan kental yang mengandung gel yang merupakan larutan glicoprotein, i
munoglobin, lipid, dll. Warna dahak mengindikasikan parahnya gejala penyakit bat
uk:
1. Dahak yang sehat warnanya bening atau putih
2. Dahak berwarna kuning pertanda gejala demam batuk pilek biasa
3. Dahak berwarna hijau pertanda adanya indikasi pneumonia
4. Dahak berwarna coklat pertanda perokok berat dan pebatuk berat (:D)
5. Dahak bercampur darah pertanda TBC
Di Jepang, saya belajar cara mencegah terkena infeksi virus atau bakteri, teruta
ma ketika pergantian musim, atau terkena flu (kaze) yaitu dengan mencuci tangan
(te o arau) dan mencuci tenggorokan (ugai). Mencuci tenggorokan maksudnya memasu
kkan air ke mulut kemudian mendongakkan kepala, sehingga air sampai ke tenggorok
an, lalu mengeluarkan bunyi `goro-goro` di tenggorokan, air tidak ditelan tetapi
segera dimuntahkan (Apa ya bahasa Indonesianya .???)
Maha Suci Allah yang sudah menciptakan sistem sesempurna ini, saya yakin hewan p
un mempunyainya, cuma .saya belum pernah melihat kucing batuk atau anjing ingusan
;D
Suka Duka Teacher Training Program di Jepang
In Pendidikan Jepang on Desember 26, 2006 at 2:21 am
Tahun 2004 saya lolos seleksi program training guru ke Jepang yang disponsori ol
eh Kementerian Pendidikan Jepang, Monbukagakusho. Pada tahun yang sama terdapat
10 orang yang lolos dari kurang lebih 300 pendaftar dari seluruh Indonesia.
Program ini biasanya mulai diworo-worokan oleh Japan Embassy bulan November hing
ga Januari. Seleksi dilakukan secara bertahap, pertama seleksi dokumen, yang ter
diri dari formulir dari Embassy, transkrip dan ijazah yang sudah diterjemahkan k
e bahasa Inggris, rekomendasi atasan dan surat keterangan masih mengajar dari se
kolah, juga dalam bahasa Inggris.
Bagi peserta yang lolos seleksi dokumen selanjutnya harus mengikuti ujian tertul
is bahasa Inggris, jika score yang didapat cukup baik, maka langkah selanjutnya
adalah wawancara di Embassy. Angkatan saya, yang maju ke tahap wawancara 13 oran
g. Content wawancara sama sekali tidak berat, hanya pertanyaan ringan yang berus
aha menggali minat kita kepada Jepang, baik pendidikan dan budayanya, plus tentu
saja berusaha mengorek kemandirian kita hidup di negeri asing.
Sewaktu mengikuti wawancara saya masih ingat Bpk Ueda, bagian pendidikan embassy
Jepang yang mewawancarai bertanya *Ogenki desu ka ?*, dan saya jawab, *haik, ge
nki desu!*, padahal saya masih dalam keadaan sakit typhus, cuma merasa agak seha
t pas wawancara. Selama 1,5 bulan saya harus bed rest gara-gara penyakit typhus
yang selalu saja muncul kalau saya mulai sibuk dan lupa makan.
Peserta yang lolos wawancara akan diberi formulir baru untuk diisi ulang dan dil
engkapi dengan pilihan 3 universitas. Saya memilih 3 Universitas yang sebelumnya
sudah saya cek profilnya di buku panduan TT di perpus Embassy, juga surfing int
ernet. Tiga universitas tersebut adalah Tsukuba Daigaku, Shizuoka Daigaku dan Na
goya Daigaku. Alhamdulillah saya diterima di Universitas Nagoya.
Program yang berlangsung selama 1 tahun plus 6 bulan belajar bahasa Jepang janga
n dianggap persis sama seperti yang ditulis di brosurnya. Ternyata program teach
er training di seluruh universitas Jepang yang dirujuk oleh Monbukagakusho untuk
menerima peserta asing, pelaksanaan dan mutunya tidak sama. Beberapa rekan meng
aku professornya tidak berkontribusi banyak, sehingga dia lebih banyak jalan-jal
an, karena uang beasiswa sangat-sangat besar (175.000 yen, tahun ini turun menja
di 172.000 yen), suatu angka yang membuat iri mahasiswa Jepang.
Beruntunglah karena program TT di Nagoya Univ mempunyai komite khusus, sehingga
course lumayan lengkap. Selain harus mengikuti kelas wajib tentang `Pendidikan d
i Jepang` sebanyak 15 kali kuliah, juga kunjungan sekolah, kita pun diharuskan m
elakukan riset dan presentasi. Beberapa rekan peserta TT yang lain, tidak hanya
dari Indonesia, mengatakan bahwa di universitasnya tidak ada program seperti itu
. Mereka sendiri yang harus merancang kuliah yang ingin diikuti.
Tidak hanya itu, kendala bahasa semakin mempersulit langkah. Kewajiban belajar b
ahasa jepang selama 6 bulan tidak cukup untuk memahami perkuliahan yang 100% ber
bahasa Jepang. Beruntung pula saya karena di Nagoya Univ tersedia course bahasa
Jepang, dan saya mengikutinya hingga level Advance. Beberapa universitas tidak m
emiliki course bahasa Jepang dan mengirimkan mahasiswa asing untuk belajar bahas
a di Nagoya Univ. Misalnya, Aichi Kyouiku Daigaku (semacam IKIP-nya provinsi Aic
hi), universitas ini sering menjadi pilihan banyak peserta TT karena kelengkapan
major field yang dimilikinya.
Saya pribadi, sekalipun mendapat Universitas yang lumayan terkoodinir kegiatan T
T-nya tetap memendam kekecewaan, karena sekalipun tertulis dalam booklet ada kun
jungan ke sekolah-sekolah, selama 1 tahun, tak satupun sekolah yang kami kunjung
i. Setelah saya cek, ternyata karena koordinatornya adalah dosen di bidang sosia
l science sehingga kunjungan lebih diarahkan ke museum komik, play group dan wom
an center. Sebagai guru, satu-satunya yang ingin saya lihat adalah bagaimana sek
olah, classroom, atau guru mengajar di Jepang. Maka untuk mengantisipasi ini, sa
ya mengikuti program `International Course` yang diselenggarakan di banyak sekol
ah SD, SMP, SMA di provinsi Aichi, Mie, dan Gifu. Program2 ini biasanya kita bis
a dapatkan infonya di papan pengumuman Foreign Student Center di setiap Universi
tas, atau yang ada di setiap fakultas. Memang harus rajin mengeceknya setiap har
i. Dalam program tersebut, kita diminta untuk mempresentasikan negara masing-mas
ing atau mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak. Melalui program ini
lah saya berkenalan dengan banyak kepala sekolah dan guru. Oya, hal yang penting
yang harus selalu kita bawa adalah kartu nama.
Setiap peserta TT akan mempunyai Advisor Professor. Kepadanyalah kita bertanya d
an berkonsultasi tentang apa yang ingin kita kerjakan selama program. Professor
saya adalah Takeo Ueda, beliau memperdalam bidang manajemen pendidikan. Tetapi p
rinsip belajar di Universitas Jepang sangat beda dengan Indonesia. Professor tid
ak pernah menyuruh harus ini harus itu, tetapi dia akan menyerahkan semua keputu
san kepada mahasiswa. Jadi kita benar-benar free menentukan course yang akan kit
a ambil selain program wajib. Ini yang terkadang menyulitkan bagi mahasiswa Indo
nesia yang terbiasa dg model belajar `disuapin sampai ke mulut`, hingga terkadan
g program selsesa, tak ada pengetahuan berarti yang diperolehnya. Sekali lagi ke
ndala dalam hal ini adalah bahasa Jepang. Karena semua course berbahasa Jepang m
aka banyak mahasiswa memilih tidak mengikutinya.
Saya barangkali termasuk orang yang keras kepala dalam belajar. Ketika program b
ahasa 6 bulan, seharusnya tidak ada kewajiban mengambil kuliah di fakultas pendi
dikan, tetapi saya sudah ingin tahu seperti apa kuliah-kuliah pendidikan itu ? K
arena saya berlatar belakang pertanian (IPB), maka saya begitu tertarik mempelaj
ari bidang baru. Jadi saya menyampaikan kepada Prof, kalau saya mau hadir di sem
inar Souya, suatu seminar yang mempersiapkan mahasiswa S1 untuk kunjungan lapang
ke distrik Souya, Hokkaido, dan salah satu kuliah tentang kyouiku keie (educati
onal administration) yang diasuh langsung oleh Prof Ueda. Tentu saja beliau agak
ragu karena saya tidak bisa berbahasa Jepang, tapi saya dengan sedikit memaksa
mengatakan bahwa saya harus belajar bahasa Jepang melalui kuliah-kuliah ini, akh
irnya beliau menyetujui. Bisa dipastikan, ketika ikut kuliah pertama kali, saya
benar-benar blank, untunglah saya duduk di dekat Professor, dan beliau menuliska
n beberapa kata dalam bahasa Inggris. Tetapi saya tidak kapok, saya tetap hadir
di 2 course tersebut selama 2 semester, bahkan berangkat ke Souya sebanyak 2 kal
i. Sedikit banyak kosa kata bahasa Jepang yang berkaitan dengan pendidikan menin
gkat. Karena dalam course bahasa Jepang, kita tidak akan belajar kosa kata khusu
s seperti ini, sebab course diikuti oleh mahasiswa dari beragam fakultas.
Selain course berbahasa Jepang di fakultas pendidikan, saya juga mengikuti 4 cou
rse berbahasa Inggris di Graduate School of International Development, dengan st
atus sebagai audit student. Artinya hanya hadir kuliah dan tidak dibebani dengan
presentasi dan laporan akhir. Tapi saya memilih presentasi di salah satu course
. Ketiga course tersebut adalah `Comparative and International Education`, Educa
tional Development Planning and Evaluation, Education Development Policies yang
kesemuanya membahas kebijakan makro bidang pendidikan di tingkat pemerintahan ne
gara Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sebuah course tentang penelitian kualitatif
juga saya ambil tapi hanya pada semester ganjil. Selain itu saya juga hadir di
course `Education in Japan` yang disampaikan oleh Prof Robert Aspinall, dosen Sh
iga University, (dosen tamu di Nagoya University), dan sempat mempresentasikan t
entang religious education di Indonesia.
Semua perkuliahan yang kita ambil hendaknya didiskusikan dengan academic advisor
, karena bagaimanapun juga kita di bawah supervisi beliau.
Kritik terhadap kunjungan sekolah yang tidak terprogram saya sampaikan langsung
kepada Prof Ueda, dan barangkali karena melihat betapa eagernya saya, beliau akh
irnya selalu menawarkan setiap kali beliau ada tugas kunjungan ke sekolah, simpo
sium/seminar nasional. Saya bahkan `tidak malu` meminta ijin professor lain untu
k ikut program kunjungan sekolahnya, yang membuat professor saya repot karena ha
rus memintakan ijin juga. Di Jepang, adab perijinan sangat dihormati, karena keh
adiran kita di suatu tempat yang kita bukan undangan atau anggota dianggap sanga
t mengganggu, apalagi saya mahasiswa asing, berjilbab pula ! Termasuk makhluk la
ngka di Jepang !
Alhasil upaya saya `merengek` ke beberapa professor membuat saya agak dikenal di
kalangan mereka, dan ketika saya menyatakan akan ikut ujian masuk program dokto
r, semuanya menyemangati. Ini yang sangat saya sukai di Jepang, semua professor
dengan lab dan penelitiannya masing-masing sangat terbuka mengundang kita untuk
hadir di seminar-seminarnya, bahkan seminar tingkat nasional yang rutin diadakan
di Jepang.
Saya bahkan pernah datang sendiri ke Tokyo mengikuti simposium pengembangan seko
lah tingkat nasional, yang merupakan pengalaman pertama hadir di forum nasional
tanpa ditemani professor. Kebetulan saya mengenal Prof Masaaki Katsuno, seorang
dosen di Tokyo Univ, melalui jasa baik Prof Ueda ketika kami sama-sama menghadir
i simposium di provinsi Nagano. Kedatangan saya sudah saya infokan via email kep
ada Prof Katsuno. Prof Ueda pun mengirim email yang isinya pesan untuk hati-hati
di jalan, kirimkan salam dan jangan lupa sampaikan permohonan maaf karena tidak
bisa hadir bla bla . Saya merasakan kehangatan hubungan antar professor di Jepang, se
kalipun mereka sangat santun dalam berbicara satu sama lain, dan sangat memegang
prinsip senioritas (Prof Katsuno adalah Asssociate Prof di Tokyo Univ, sedangka
n Prof Ueda sudah Prof penuh).
Liburan di Jepang sangat banyak, saya termasuk orang yang menggemari travelling.
Tapi saya tidak mau rugi kalau cuma jalan-jalan tanpa mengunjungi sekolah atau
bertemu dengan orang yang minat dengan pendidikan. Jadi saya pernah berangkat se
ndiri ke provinsi Ehime yang terletak di Shikoku island (13 jam perjalanan denga
n kereta lokal dari Nagoya) untuk menghadiri seminar sebuah NGO yang berkecimpun
g di bidang Education for Sustainable Development, yang saya mengenal leadernya
melalui Workshop ESD di Nagoya University tahun 2005. Suatu perjalanan panjang y
ang diliputi perasaan was-was karena terjadi badai di shikoku dan semua kereta d
ihentikan untuk sementara. Saya tidak minta ijin Prof Ueda untuk pergi ke sana,
suatu kekhilafan, kalau terjadi apa-apa di jalan. Tapi dalam sebuah kesempatan s
aya pernah bercerita kepada beliau tentang hal ini, dan beliau mengomentari deng
an kata `hebat ! tapi lain kali harus bilang-bilang !`
Presentasi laporan akhir TT berlangsung di bulan Maret sebelum para peserta haru
s pulang pada akhir Maret. Saya membuat laporan akhir tentang fungsi kepala seko
lah dan organisasi sekolah, berdasarkan interview kepada 5 orang kepala sekolah
dan studi literatur. Penelitian di level TT tidak berat, bahkan rekan yang lain
hanya mengcopy paste dari internet, no observation, no interview, no survey. Pok
oknya sekedar ada laporan lah ! Sayangnya laporan saya berbahasa jepang dan belu
m ada waktu untuk menterjemhkannya ke bahasa Indonesia.
Lepas dari keberuntungan mendapat beasiswa yang besar, pengalaman yang banyak, s
ebenarnya para guru juga dirugikan dengan harus meninggalkan tugas-tugasnya di s
ekolah. Beruntunglah saya sebagai guru di sekolah swasta yang sangat tidak mengi
kat status kepegawaiannya, rekan-rekan yang diutus oleh sekolah negeri mempunyai
tanggung jawab yang lebih besar mungkin jika menghabiskan 1.5 tahun diluar kedi
nasan.
Bagi rekan-rekan yang ingin ikut program ini, silahkan buru-buru mendaftar ke Em
bassy atau konsulat Jepang, 31 Januari 2007 deadline !
Transportasi murah, nyaman, tepat waktu ala Jepang
In Serba-Serbi Jepang on Desember 28, 2006 at 4:39 am
Transportasi di Jepang boleh dikatakan sebagai transportasi yang paling aman, ny
aman dan tepat waktu di dunia. Nagoya adalah salah satu kota pertama yang menera
pkan sistem kereta bawah tanah (chikatetsu) di Jepang. Juga termasuk sebagai kot
a dg ongkos bepergian tertinggi di Jepang. Tetapi banyak fasilitas kemudahan yan
g diperoleh warga Nagoya.
Hari-hari biasa sebagai mahasiswa, saya menggunakan kereta bawah tanah untuk pp
ke kampus. Tiket yang saya pakai disebut `teikeken`, dengan harga langganan 6,15
0 yen per bulan, yang dengannya saya dapat berhenti (keluar masuk) stasiun manap
un, sesuai dengan rute yang saya pilih. Dengan kata lain, praktis transportasi s
aya sebulan hanya menghabiskan 6150 yen. Teikeken berlaku untuk pelajar, mahasis
wa, pekerja dengan harga yang berbeda-beda. Pelajar SMA (5,380 yen), SD dan SMP
(3,080 yen), pekerja (11,520 yen). Masih ada lagi kategori orang cacat, berkursi
roda, dan anak TK , yang kesemuanya tidak bisa pergi sendirian dan harus ditema
ni pengasuhnya, maka ada harga khusus pemakaian untuk berdua.
Ada 3 perusahaan perkeretaapian terbesar di Nagoya yaitu JR (Japan Railway), Mei
tetsu dan Kintetsu. Ketiga perusahaan ini sudah menyepakati jalur masing-masing
sehingga tidak ada bentrok jadwal atau rute. Chikatetsu dikendalikan oleh Meitet
su. JR mengelola perkeretaan di kota-kota kecil, pelosok Jepang, Kintetsu melaya
ni daerah yang tidak dilayani kedua perusahaan tsb.
Bepergian dg chikatesu boleh dikatakan selalu tepat waktu. Jadwal pemberangkatan
dapat kita peroleh informasinya di setiap stasiun, atau di banner berjalan yang
senantiasa tersedia. Atau minta saja brosurnya dari kantor stasiun. Jarak tempu
h pun sudah tercatat, sehingga tidak ada alasan terlambat karena kereta telat. Y
ang ada, kitalah yang telat berangkat, sehingga tidak bisa mengikuti jadwal kere
ta. Kereta bawah tanah melaju dengan sangat cepat, hingga jarak antara 2 stasiun
dapat ditempuh dalam waktu 1-2 menit. Kereta di atas tanah pun sama tepatnya, t
etapi kecepatannya agak lambat dibandingkan dengan kereta bawah tanah. Keterlamb
atan kereta hanya terjadi jika ada gempa, angin taufan, hujan deras, atau ada ya
ng melompat ke rel (kasus bunuh diri- yang ini cukup tinggi kasusnya di Jepang).
Liburan pun sangat menyenangkan bepergian dengan kereta.
Libur panjang dan agak panjang di Jepang ada 3 macam, yaitu libur musim dingin (
2 minggu, Desember akhir-Januari awal), libur musim semi (1 minggu, April) dan l
ibur musim panas (2 bulan, Agustus-September).
Sudah 3 kali musim dingin saya lewati di Jepang. Setiap kali liburan musim dingi
n, saya biasanya memanfaatkan hari libur berkeliling Jepang dengan tiket murah 1
8 seishun kippu. Tahun ini sepertinya tidak ada libur bagi saya, karena jadwal k
erja dan submit paper yang sangat ketat.
Tiket 18 seishin kippu (juu hachi kippu) adalah tiket yang ditawarkan perusahaan
kereta Japan Railway (JR) selama masa liburan. Harga tiket sebesar 11,500 yen y
ang bisa dipergunakan hingga lima kali bepergian ke seantero Jepang.
2 tahun yang lalu saya memakai tiket ini untuk jalan-jalan ke Tokyo, Saitama, da
n Fukui. Tahun kemarin saya bepergian ke Ehime dan Kouchi yang terletak di Shiko
ku Island. Walaupun tiket tsb hanya berlaku untuk kereta lokal (bukan ekspress,
super exspress, semi exspress, apalagi shinkansen), tetapi perjalanan tetap nyam
an dan menyenangkan. Kereta lokal di Jepang semuanya dilengkapi dengan fasilitas
AC dan penghangat. Jadi di dalam kereta tidak perlu memakai jaket tebal jika be
pergian di musim dingin, karena selain gerbong, kursi yang kita duduki pun teras
a hangat bahkan kadang agak panas.
Kelemahannya hanyalah, kereta lokal berhenti di setiap stasiun, yang membuat per
jalanan terasa lama sekali. Contohnya saja, pergi ke Tokyo dengan shinkansen mem
akan waktu 2 jam, tapi dengan kereta lokal makan waktu 7 jam. Tapi dengan menggu
nakan 18 seishin kippu kita bisa berhenti di setiap stasiun, jalan-jalan kelilin
g kota sebentar, potret sana-potret sini, kemudian melanjutkan perjalanan dengan
tiket yang sama.
Penggunaan tiket dihitung 1 kali dengan batasan perjalanan kita melewati jam 12
malam. Selama seharian perjalanan tsb, kita dapat mampir ke mana saja, yang pent
ing tidak kelelahan.
Tiket ini juga bisa dipakai secara bersama, 2-5 orang, dengan perhitungan pemaka
ian yang sama, 5 kali. Artinya kalau dipakai berlima, maka pemakaian tiket hanya
1 kali. Jika dipakai berdua, maka satu orang dapat menggunakannya 3 kali, dan s
eorang yang lain dapat menggunakannya 2 kali.
Tahun pertama di Jepang saya belum bisa membaca huruf kanji, maka setiap kali ak
an bepergian saya selalu mensearch di internet rute perjalanan, di mana harus tr
ansfer, berapa menit waktu yang dibutuhkan dan platform nomor berapa harus menun
ggu kereta selanjutnya. Nama-nama yang tertulis dengan huruf kanji saya tuliskan
cara membacanya dalam huruf hiragana. Kalau tidak sebelum naik sebuah kereta, s
aya pasti minta kepastian dengan bahasa Jepang yang sederhana kepada masinis ten
tang benar-tidaknya rute kereta. Alhamdulillah belum pernah nyasar. Belakangan s
aya baru `ngeh` kalau jadwal kereta, platform menunggu semuanya diumumkan dalam
kereta. Sayangnya infonya semua dalam bahasa Jepang, jadi pantas saya tidak tahu
di awal-awal. Sekarang saya sudah bisa paham sepenuhnya info dalam kereta.
Perjalanan yang paling menyiksa adalah ketika saya menggunakan 18 seishin kippu
untuk pergi ke Ehime, Shikoku island. Selama 13 jam lebih saya di dalam kereta,
dan terjadi keterlambatan karena ada badai di Okayama, kota terakhir sebelum men
yeberang ke shikoku island. Perjalanan menuju ehime masih 3 jam ketika saya samp
ai di stasiun Kotohira, sudah larut malam dan tidak ada kereta lokal yang menuju
ke Ehime selarut itu. Maka terpaksa saya naik kereta express dengan membayar bi
aya tambahan sebesar 3000 yen. Apesnya lagi uang di dompet pas banget ada 3000 y
en plus receh2nya. Saya lupa menggesek ATM sebelum berangkat. Untungnya teman me
njemput di stasiun.
Liburan tidak saja menyenangkan di luar kota, di dalam kota pun berbagai fasilit
as disediakan oleh pemerintah kota Nagoya. Di kota yang terkenal dengan perekono
miannya yang sangat pesat, karena perusahaan Toyota ada di sini, pemerintah kota
menawarkan transportasi murah menggunakan bus dan kereta bawah tanah (chikatets
u) setiap hari Sabtu- Minggu, tanggal 8 (HUT Nagoya tanggal dan di akhir tahun
selama sepekan. Harga tiket yang biasanya 740 yen untuk orang dewasa dan separuh
nya untuk anak-anak (TK dan SD), pada hari-hari tersebut harganya menjadi 600 ye
n u dewasa dan 300 yen untuk anak-anak, yang bisa dipakai untuk bus dan chikatet
su.
Pelayanan lain transportasi di Jepang adalah disediakannya `priority seat`, kurs
i khusus untuk orang tua, ibu hamil, wanita menyusui, orang cacat, anak-anak. Di
Nagoya bahkan diperuntukkan juga bagi wanita yang sedang patah hati. Di kota in
i pun terdapat gerbong khusus untuk wanita selama rush hour. Karena tingginya an
gka wanita bekerja di Jepang, membawa dampak tingginya angka sexual harrasement.
Oleh karenanya pihak Meitetsu menyediakan gerbong khusus untuk wanita. Gerbong
ini hanya berlaku pada hari-hari kerja. Saya selalu saja masuk gerbong laki-laki
krn masih terbawa sifat keIndonesiaan yang sering lari dan melompat masuk ke ke
reta, jadi tidak pakai mikir lagi, gerbong bapak2 atau ibu2 yang penting naik ! Un
tungnya gerbong laki2 boleh untuk wanita !
Kalau tertidur dikereta, jangan khawatir, kita tidak akan salah turun, sebab inf
ormasi selalu terdengar menyebutkan nama stasiun, pintu keluar dan tempat-tempat
penting (misal sekolah, RS, dll) di sekitar stasiun bersangkutan. Asal jangan t
idur nyenyak, sampai tak mendengar apa2. Karena kecapekan bekerja atau belajar,
saya agak sering juga salah turun. Selama memasuki program Phd, waktu tidur saya
di rumah rata-rata hanya 2 3 jam (pulang jam 12 malam, baru bisa tidur jam 01,
bangun jam 03.30). Jadi kalau masih mengantuk saya lanjutkan di kereta kira-kira
20-30 menit. Sekalipun tidur nyenyak seperti bayi, jangan khawatir ada yang aka
n mencopet. Tidak ada pencopet di kereta ! Penumpang yang lain juga tidur atau m
embaca. Hampir tidak ada yang mengobrol, kecuali nenek-nenek yang memang gemar n
gobrol atau anak2 SMP, SMA, atau bapak2 yang habis minum sake, mabuk berat, past
i ngoceh. Tapi anehnya walaupun mabuk, tidak ada yang mengganggu atau mencelakak
an orang lain. Saya sering ketemu laki2 Jepang terkapar di jalan, di bangku-bang
ku taman dengan bau sake yang menusuk hidung. Kalau ada yang iseng, paling dompe
tnya yang hilang !
Begitulah .
Belajar dari dunia bisnis Jepang
In Serba-Serbi Jepang on Desember 28, 2006 at 6:15 am
Manajer adalah pemimpin perusahaan. Dia adalah leader sekaligus pengarah setiap
kebijakan dalam sebuah bisnis. Umumnya dia mempunyai ruangan khusus, duduk di ku
rsi besar, dengan telepon dan komputer di atas meja. Pakaiannya pun perlente (pe
rkecualian untuk Pak Bob Sadino). Tapi tidak begitu dengan manajer di beberapa p
erusahaan di Jepang.
Berikut ini sekedar gambaran dunia usaha di Jepang yang saya kisahkan dari dua t
empat saya melakukan kerja sambilan saat ini, karena harus membiayai kuliah.
Saya mulai bekerja di dua bisnis hampir secara bersamaan 8 bulan yang lalu. Kedu
anya adalah Mister Donut (MD), perusahaan franchise yang memiliki cabang di hamp
ir seluruh kota di Jepang, dan Restoran Thailand berkelas menengah, Siam Garden
(SG). Manajer MD di toko kami, seorang laki-laki kecil tetapi sangat gesit, seda
ngkan manajer saya di SG, seorang wanita yang tegas. Keduanya masih muda, berumu
r 30 tahunan.
Sebagai mahasiswa asing, saya diperkenankan bekerja selama 28 jam per minggu set
elah mendapatkan surat rekomendasi dari kantor Imigrasi. Surat ini harus saya tu
njukkan ketika melamar kerja.
Sebelum memulai kerja, saya mengikuti training. Sistem training di MD lebih rapi
h dan terkoodinir. Ini bisa dimaklumi karena MD adalah perusahaan besar. Hari pe
rtama saya diminta memakai seragam MD dan diajak menonton video sejarah MD. Sete
lah itu Pak Manajer menunjukkan buku panduan peraturan bagi pekerja part time (a
rubaito), termasuk gaji. Sebagai trainee saya mendapat 800 yen per jam, plus tra
nsport 400 yen, dihitung sejak training. Gaji ini akan meningkat menjadi 850 yen
setelah saya bekerja tanpa pembimbingan. Beliau juga memberikan buku panduan te
ntang pembuatan segala produk MD. Training hari itu berlangsung satu setengah ja
m, dengan PR saya harus menghafalkan kalimat perkenalan dalam bahasa Jepang yang
sangat sopan, juga menghafal nama-nama donut.
Training ke-2 sekaligus dianggap kerja, dengan tugas pertama, membersihkan ruang
an pelayanan hingga toilet, mengepel lantai, melap kaca jendela, plus menata mej
a, menyalakan semua mesin, termasuk mesin kasir, menata donut dan memasang harga
2 nya. Saya bawa `krepekan` (contekan) karena belum hafal nama-nama donut yang a
da lebih dari 20 jenis. Hari itu saya bekerja 2 jam, dari jam 06.15 hingga jam 0
8.15, dan tidak sendirian tapi dibimbing oleh seorang pekerja senior.
Training hari selanjutnya, tugas sama persis, dan masih didampingi. Pendampingan
masih terus berlangsung hingga 5 kali training. Selama kurang lebih 3 bulan say
a mengerjakan pekerjaan yang sama. Karena jadwal kuliah saya di kampus mulai jam
08.45, maka saya hanya bisa bekerja di MD hingga jam 08.15, itupun tidak setiap
hari. Hanya 2-3 kali dalam seminggu.
Bulan ke-4 saya mulai diajak masuk ke dapur, dengan tugas topping/finishing donu
t. Bimbingan langsung dari Manajer yang kami panggil Tensyu (Kepala Toko). Janga
n heran, manajer di MD tidak ada yang punya ruang khusus, duduk membaca surat at
au mengecek internet, tetapi mereka berseragam sama dengan kami, mengadon dan me
masak sendiri donut2nya, pun berlumuran tepung dan gula.
Ada hal berharga yang saya pelajari selama bekerja di MD. Salah satunya mengenai
pelayanan kepada tamu. Business di Jepang terkenal sangat menomorsatukan konsum
ennya, ditandai dengan ucapan/teriakan `Irasshaimase !` yang kira-kira artinya `Se
lamat Datang`. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa dengan kesopanan paling ti
nggi. Contohnya untuk mengucapkan `selamat makan`, dipergunakan kalimat `go yukk
uri o meshi agari kudasaimase`, yang dalam percakapan sehari-hari kita bisa meng
atakan `o meshi agari kudasai `, `tabete kudasai` atau `tabete` atau yang paling
kasar `tabero` (ini untuk anak2). Kemudian jika tamu hendak pulang, ucapan `ari
gatou gozaimashita` dengan bungkukan 45 derajat. Tidak saja bagian pelayanan (ka
sir) yang melakukan hal tersebu, tetapi Tensyu dari dapur pun melakukannya. Anta
ra dapur dan ruang pelayanan terdapat jendela kecil untuk menyetor donut atau be
rfungsi lain sebagai space untuk mengecek kerja bagian front, ketika tensyu seda
ng memasak di dapur.
Yang tidak kalah menarik, adalah ucapan `sumimasen` yang berarti `maaf` yang har
us kita ucapkan ketika hendak mengambil sesuatu yang akan mengganggu pekerjaan y
ang lain, atau ketika melakukan kesalahan. Ini sekali lagi tidak diucapkan oleh
pekerja saja, tetapi juga manajer. Ketika sudah agak lama bekerja di MD, dan mer
asa sudah akrab dg lingkungan bekerja, saya pernah memarahi Tensyu karena beliau
salah menghitung donut, tetapi dia menyalahkan saya. Mungkin baru kali ini ada
kejadian bawahan memarahi manajer. Untungnya beliau tidak balik marah, malah min
ta maaf.
Ada satu kebiasaan juga yang sebenarnya sangat dianjurkan dalam lingkungan kerja
MD, yaitu ketika ada tamu datang, atau tamu pulang, atau ketika menyetor donut
baru, kita harus berteriak dengan kalimat-kalimat tertentu yang tentu saja sanga
t sopan. Sampai saat ini, saya tidak mau mengikutinya. Bukan karena alasan malu,
tetapi satu, karena capek bekerja sambil teriak, yang walaupun kata Tensyu, bek
erja sambil teriak membuat kita bersemangat terus. Alasan kedua, saya masih meme
gang prinsip wanita tabu berteriak-teriak, apalagi saya berkerudung. Sewaktu say
a menyampaikan alasan ini kepada Tensyu, beliau sangat memakluminya.
Berdiri selama 2,3, hingga 7 jam membuat donut adalah pekerjaan yang melelahkan,
tetapi bagi saya ucapan `otsukaresama deshita` , `arigatou gozaimashita` ( sama
-sama capek, terima kasih banyak) yang selalu diucapkan oleh pekerja yang lain b
ahkan dengan membungkuk 90 derajat ala Tensyu membuat segala kepenatan itu hilan
g. Apalagi sembari mengantar setiap pekerjanya hingga pintu, dan mengucapkan `it
terashshai` (selamat jalan), `ganbatte kudasai` (belajar yang giat), membuat say
a merasa MD adalah rumah saya. Mengingatkan saya kepada mamak yang selalu melamb
ai dan berpesan `hati-hati di jalan` , `belajar yang rajin ` , setiap saya beran
gkat ke sekolah dulu.
Ucapan `otsukaresama deshita` pun disampaikan ketika tensyu menyerahkan slip gaj
i saya dalam amplop, tentu saja tetap dengan gaya membungkuk.
Lain MD lain pula SG. Karena sebagian chef di SG adalah orang Thailand, maka keb
iasaan orang Asia Tenggara masih kental sekali. Seperti , bekerja sambil mengobr
ol, membawa pulang makanan (Di MD, donut yang tidak laku harus dibuang, demikian
pula donut yang bentuknya aneh atau toppingnya salah. Staf tidak boleh mengambi
lnya apalagi membeli dengan harga diskon. Bagi para staf membeli donut di bagian
pelayanan akan mendapatkan diskon 50%), atau jam istirahat yang seenaknya.
Di restoran ini saya bekerja sebagai tukang cuci piring. Pekerjaan ini sebenarny
a tidak terlalu berat karena menggunakan mesin. Tapi jika tamu banyak, cucian se
gunung, tetap saja punggung mau patah rasanya.
Adab, bahasa yang sopan tidak terlalu diutamakan di SG. Antar pegawai terbiasa m
emanggil dengan nama secara langsung tanpa embel-embel `san` di belakang nama ki
ta. Training pun tidak seketat di MD. Kepada saya hanya ditunjukkan cara menggun
akan mesin dan selanjutnya langsung bekerja, dengan gaji 850 yen per jam dan bia
ya transport 600 yen.
Atmosfer bekerja yang berbeda sangat saya rasakan di kedua tempat ini. MD dengan
adab kesopanannya, SG yang bergaya santai tetapi tetap saja penuh suasana kekel
uargaan. Saya sangat terharu jika para chef tiba-tiba datang ke tempat saya, men
awarkan makanan dengan sangat sopan atau bahkan membekali saya makanan untuk pul
ang. Mereka tahu saya mahasiswa yang jarang makan makanan enak dan mahal ala res
toran. hehehe .tengkyu ! Tetapi keduanya memiliki manajer (orang jepang) yang berk
arakter sama, yaitu ikut bekerja langsung. Manajer saya di SG bahkan menggantika
n saya mencuci piring jika saya terlambat datang.
Banyak kasus yang dialami oleh pekerja muslim di Jepang, khususnya TK yang dikir
im illegal oleh jasa TKI dari negara kita. Beberapa di antaranya larangan untuk
puasa atau tidak ada jam sholat. Atau tidak ada tunjangan kesehatan. Alhamdulill
ah saya tidak mengalami ini di MD dan SG. Tensyu di MD bahkan memberi saya kesem
patan istirahat lebih untuk sholat dhuhur, bahkan sewaktu ramadhan, dengan sanga
t prihatin berkali-kali beliau menyuruh istirahat. Manajer saya di SG pun sangat
toleran dengan makanan yang saya boleh makan, hingga ada menu khusus sea food u
ntuk saya yang muslim (saya bekerja malam hari di SG dan makan malam di sana).
Menurut saya, jika status kita jelas, maka peraturan yang berlaku untuk kita pun
semuanya jelas, jika kita berada di Jepang, dan jangan khawatir hukum Jepang ti
dak memandang bulu, berlaku sama untuk orang manapun. Manajer yang perusahaannya
terdaftar wajib mengikuti aturan ini, termasuk memberikan asuransi kepada pegaw
ainya dan mengatur pembayaran pajak penghasilannya. Jika ada masalah, apapun mas
alahnya, asalkan mau dibicarakan dengan baik-baik, maka pasti ada jalannya.
Naik Haji
In Serba-serbi Indonesia on Desember 30, 2006 at 2:40 am
Adalah kebahagiaan terbesar ketika seorang muslim dapat menunaikan ibadah haji.
Inilah yang dirasakan oleh sebagian umat Islam yang kini tengah menjalani perten
gahan ritual ibadah haji di Mekkah. Jum`at kemarin bertepatan dengan 9 Dzulhijja
h, ribuan muslim berkumpul di Arafah, layaknya berkumpul di padang Masyhar kelak
, dan hari ini atau besok, takbir dikumandangkan di sebagian besar belahan bumi-
Nya. Karena wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat, maka haji tahun ini ad
alah Haji Akbar. Sungguh berbahagia orang yang tengah menunaikannya saat ini .
Bapak dan mamak termasuk di antara jutaan orang Islam yang berpakaian putih-puti
h, berkumpul di Arafah, bermalam di tenda-tenda di Musdalifah dan Mina, melempar
tiga jumrah, thawaf 7 kali mengelilingi bangunan persegi berkelambukan kiswah h
itam berukir benang emas, mencium hajar aswad, berlari-lari kecil antara bukit S
hafa dan Marwah, mencukur rambut, berdoa berucucuran air mata di multazam. Sungg
uh suatu ibadah yang penuh kehidmatan.
Saya pun ingin naik haji .
Satu di antara cita-cita saya yang belum kesampaian adalah naik haji di usia mud
a. Saya sudah menabung untuk naik haji sejak menjadi guru di tahun 95. Bapak dan
Mamak pun semestinya berangkat th 97, namun karena begitu banyaknya orang Indon
esia yang ingin naik haji, maka mereka terpaksa tergeser di deretan waiting list
. Uang haji yang sedianya diapakai di tahun itu, akhirnya habis perlahan. Mereka
menunggu hampir 10 tahun untuk mendapat ijin Allah pergi ke tanah-Nya yang muli
a. Alangkah indahnya jika saya dapat berangkat bersama mereka, menggandeng tanga
n mereka yang keriput, atau menggendong mamak jika beliau tidak kuat berjalan. T
api Allah hanya mengijinkan saya memberangkatkan mereka berdua.
Hanya kepada-Mu Wahai Dzat Yang Maha Perkasa, hamba titipkan mereka di tanah-Mu
yang penuh barokah ! Mudahkan segala kesulitannya, ringankan langkahnya di tenga
h teriknya matahari, hangatkan tubuhnya di tengah dinginnya malam di padang pasi
r, mudahkan lisannya melafadzkan doa-doa, lancarkan lidahnya menyebut dan mengul
ang-ulang Nama-Mu Yang Agung, maafkan ketidaksempurnaan ibadahnya, ampunkan sega
la kesalahannya, pertemankan mereka dengan orang2 yang kasih dan lembut, mabrurk
an ibadah hajinya.
Saya ingin sekali naik haji .
Tahun Baru di Jepang
In Serba-Serbi Jepang on Januari 1, 2007 at 8:34 am

Apa hubungannya antara tahun baru dan matahari terbit ?


Jawabannya ada di Jepang.
Jepang memiliki nama asli nihon atau nippon. Dalam karakter kanji ditulis ??, hu
ruf pertama berarti matahari, huruf kedua berarti pokok, sumber atau asal. Jadi
berdasarkan namanya Jepang disebut Negeri Matahari Terbit. Saya baru tahun kalau
ada negara di Afrika yang juga digelari `The Land of Sun Rising`, yaitu Biafra.
Lalu apa hubungannya dengan tahun baru ?
Tahun baru di Jepang dirayakan dengan beberapa ritual yang sudah terasa gaungnya
di Bulan Desember. Pada bulan ini ada tradisi membuat `mochi` (??), makanan kha
s terbuat dari tepung beras yang ditumbuk dengan alu. Beberapa sekolah juga menj
adikan kegiatan `Mochi zukuri` sebagai event sekolah. Mochi yang dibuat beragam
jenis adalah makanan khas akhir tahun. Pada tanggal 31, orang Jepang juga makan
soba?mie khas Jepang.
Pada pertengahan bulan Desember, orang Jepang pergi makan-makan dan minum-minum
dalam rangka `bounennkai` (???), yaitu suatu pesta untuk melupakanhal-hal buruk
di tahun sebelumnya. Kanji pertama bermakna adalah kanji untuk `wasureru`, yang
berarti lupa.
Di hari-hari terakhir bulan Desember, setiap orang mengucapkan `yoi o toshi wo`(
?????) yang artinya semoga tahun depan adalah tahun yang baik. Sedangkan pada ta
nggal 1, ucapan yang disampaikan adalah`akemashite omedetou gozaimasu` (????????
??????), yang artinya selamat tahun baru.
Tanggal 31 malam, orang Jepang pergi ke `jinja` (shrine) untuk berdoa memohon ke
baikan dan keberhasilan di tahun baru. Di Nagoya, Atsuta Jinja adalah shrine yan
g paling ramai didatangi. Tahun ini pengunjung sekitar 2 juta orang. Biasanya me
reka datang dengan kimono (untuk perempuan) dan hakama (untuk laki-2). Tapi saat
ini kebiasaan ini sudah ditinggalkan, sebagian orang muda Jepang lebih suka men
ggunakan fashion yang modis. Sebelum berdoa, tepat jam 12 semuanya berkumpul di
depan sebuah kotak besar, yang sebelum berdoa setiap orang melemparkan uang ke d
lam kotak tersebut.
Menjelang pagi, mereka bergegas pergi ke arah gunung atau laut untuk menyambut t
erbitnya matahari tahun baru. Gunung Fuji menjadi salah satu tempat yang diminat
i banak orang. Menunggu matahari terbit pada suhu mendekati nol derajat, benar-b
enar beku ! Tapi bagi orang Jepang suatu kebahagiaan jika dapat melihat matahari
terbit, lalu mereka berdoa kepada Dewa Matahari.
Begitulah, Jepang sangat erat hubungannya dengan matahari terbit.
SMA Pertanian Anjo Norin
In Pendidikan Jepang on Januari 1, 2007 at 10:52 am
Beberapa minggu yang lalu saya menemani peserta Teacher Training (TT) Nagoya Uni
versity mengunjungi SMA Pertanian Anjo Norin yang terletak di Anjo, Aichi prefek
tur. Saya diminta menjadi penterjemah, sebab sebagian besar peserta TT belum bi
sa berbahasa Jepang.
SMA Anjo Norin adalah sekolah pertanian tertua di Jepang, berdiri pada tahun 190
1, dan menjadi salah satu institusi pencetak pakar-pakar pertanian Jepang. SMA
ini berlokasi di tengah AIchi prefektur, dengan luas 14 ha yang sebagian besar a
dalah lahan praktek.
Saya sudah ingin sekali mengunjungi sekolah ini saat mengikuti TT di tahun 2005,
dan sudah berulang kali menyampaikan niat ini kepada Academic Advisor juga Koor
dinator TT, tapi belum sempat juga. Alhamdulillah niat ini terkabul, dan ternya
ta ini adalah kunjungan pertama kali mahasiswa dari Fak. Pendidikan, Nagoya Univ
ersity. SMA Anjo Norin lebih sering berhubungan dengan Fak Pertanian, karena se
suai dengan course yang ditawarkannya.
Kepala Sekolah, Pak Masachika Suzuki dan wakilnya, Pak Fujita menerima kami deng
an sangat ramah. SMA ini menawarkan 6 course yaitu : Agriculture, Horticulture
, Biotechnology, Food Processing dan Manufacturing, Animal Science, dan Forest E
nvironment. Sebagian besar siswa adalah lulusan SMP Pertanian dari daerah Aichi
. Karena sebagian besar siswa tinggal agak jauh dari sekolah maka sekolah mendi
rikan dormtory. Sebenarnya ini sejalan dengan keputusan Monbukagakusho yang men
ekankan agar siswa kelas 1 dapat mengenal lebih jauh kehidupan sehari-hari petan
i. Sayangnya dormitori itu sekarang hanya ditinggali oleh 5 orang. Saya tidak s
empat bertanya kenapa hal itu terjadi.
Sebagian besar siswa adalah wanita (60%), salah satu alasan para siswi memilih s
ekolah ini karena mereka menyukai bunga dan binatang. Sepertinya generasi muda d
i Jepang sama dengan di Indonesia, sedikit sekali yang berminat menekuni pertani
an, sebagian besar memilih bisnis, commercial school atau sekolah teknik. 55% l
ulusan SMA Anjo norin langsung bekerja, dan 45% sisanya melanjutkan ke Perguruan
Tinggi. Tapi sangat disayangkan karena dari 55% lulusan hanya sebagian kecil y
ang menekuni profesi pertanian, sebagian justru memilih pekerjaan yang lebih ber
masa depan cerah, seperti bekerja di Toyota atau industri lainnya. Industri per
tanian di Jepang sebagian besar adalah family industry atau home industry berska
la kecil yang tidak mungkin menampung para lulusan. Kalau membuka usaha sendiri
, resiko merugi sangat tinggi di masa sekarang, dan usia SMA belum siap menanggu
ng resiko ini, begitu menurut Pak Suzuki.
Saat kunjungan ke areal praktikum, saya dibuat ternganga, karena apa yang mereka
miliki, green house dengan temperatur yang terkontrol untuk mengembangbiakkan a
nggrek mahal, Cymbidium, hydroponik tomat dengan sistem pemupukan terpusat di sa
tu tanaman, juga tanaman jeruk yang bisa berbuah sepanjang tahun karena ditanam
pada tanah yang dikontrol kehangatannya. Saya yang pernah belajar di IPB juga m
engajar di sebuah pesantren pertanian di Bogor merasa iri sekali dengan fasilita
s mewah mereka. Bahkan Fak. Pertanian IPB pun kalah.
Areal husbandry lebih mengesankan lagi karena SMA ini memiliki kuda-kuda pacuan
juga areal latihan berkuda. Beberapa siswanya bahkan pernah menjadi juara dalam
beberapa kompetisi. Sapi-sapi gemuk yang dipelihara di kandang sebagian dipera
h susunya, atau dijual dalam bentuk daging. Yang dengan upaya ini, sekolah yang
mendapat bantuan dari pemerintah Aichi sebesar 40 juta yen, mampu memenuhi keku
rangan biaya operasionalnya.
Laboratorium biotechnology dipenuhi dengan tanaman anggrek bulan hasil kultur ja
ringan monoklonal. Ini tidak terlalu membuat saya surprise karena pesantren say
a juga mempunyai bisnis ini, dan kami memiliki lab yang lebih luas dengan tanama
n yang lebih beragam, seperti jati, pisang, kentang, anggrek, krisan, dll. Tapi
jika dilihat dari statusnya sebagai sekolah, dan bisnis kultur jaringan di pesa
ntren Darul Fallah yang sudah berstatus Badan Usaha (PT Dafa TAMAN), maka apa ya
ng dimiliki SMA Anjo Norin tetaplah mencengangkan. Lab mereka sudah sanggup men
erima tawaran pesanan anggrek dari petani. Langkah maju bagi sebuah sekolah per
tanian.
Kegiatan lain yang menarik adalah adanya kompetisi penelitian di bidang pertania
n antar siswa SMA Pertanian se-Jepang (Japan Future Farmer), yang hasilnya dipub
likasikan dalam majalah bulanan yang dikelola oleh Organisasi SMA Pertanian se-J
epang.
Sekolah ini juga mengadakan kerjasama dengan sekolah pertanian di luar negeri, s
aat ini ada 3 partnership yang mereka kembangkan yaitu Pinhal Agricultural High
School di Sao Paulo, Brazil; Lyceed`Enseignement General et Technologique Agrico
le, di Perancis, dan Huaiyin Agricultural School yang ada di provinsi Jiangsu, C
ina.
Guru-guru yang mengajar di sekolah ini harus lulusan Fak. Pertanian, terkecuali
bagi yang mengajar pelajaran umum seperti matematika, bahasa inggris, bahasa jep
ang, olah raga, dll. Selain itu mereka juga mengundang praktisi pertanian pada
kelas-kelas umum.
Kunjungan selama 3 jam itu mengingatkan saya masa-masa `mencangkul` di Darul Fal
lah dulu.
TV Pendidikan NHK Jepang
In Pendidikan Jepang on Januari 2, 2007 at 6:25 am
Salah satu kegemaran saya di akhir pekan adalah menonton TV Pendidikan NHK di ch
annel 9 atau BS 2. Acara yang saya tunggu-tunggu adalah : `waku-waku jugyou, wa
tashi no oshiekata` yang kira-kira artinya `kelas yang menyenangkan`, metode men
gajar saya`. Acara ini sebenarnya disiarkan juga di Sabtu larut malam, tp biasa
nya saya sudah tidak kuat melek, sepulang kerja. Untungnya ada siaran ulang di
hari minggu sekitar jam 9 pagi.
TV NHK (Nippon Housou Kyoukai) yang artinya Japan Broadcasting Corporation, adal
ah stasiun TV publik di Jepang dengan siaran pertama di tahun 1926. NHK mirip d
engan BBC, selain memiliki stasiun 2 stasiun TV terrestrial , yaitu General TV N
HK dan Educational TV NHK, juga dilengkapi dengan 3 stasiun radio. Selain itu,
program NHK pun dapat disaksikan melalui satelit, yaitu NHK BS-1, NHK BS-2, NHK-
Hi Vision dan NHK World. Yang terakhir adalah layanan untuk penonton di luar Je
pang.
Kembali ke acara waku-waku jugyou. Acara ini menyajikan metode mengajar yang un
ik para guru di Jepang. yang sering ditampilkan adalah pembelajaran matematika
dan sains. Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang sangat men
arik, guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya
kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan.
Misalnya seorang guru di SD affiliation Tsukuba University mengajar anak kelas 5
SD bilangan berderet dengan bahan kertas dan gunting. Dengan prinsip ` melipat
dan menggunting` anak-anak belajar bilangan berderet secara menyenangkan.
Caranya : Kertas berukuran A4 dilipat memanjang sebanyak dua kali, kemudian dig
unting mengikuti lipatannya sehingga menjadi 4 potongan kertas memanjang. Selan
jutnya kertas pertama dilipat melebar 1 kali lalu digunting. Jadi, dengan melip
at 1 kali dan menggunting 1 kali, akan dihasilkan 2 potongan kertas baru. Bagai
mana kalau dilipat 2 kali, kemudian gunting di lipatan yang terakhir ? Berapa po
tongan kertas baru yang akan dihasilkan ? Yup, hasilnya 3 potongan kertas baru.
Jadi sudah terbentuk deret bilangan 0, 2, 3. Selanjutnya kalau dilipat 3 kali l
alu digunting, berapa potongan kertas yang akan dihasilkan ? Sebelum mempraktek
kannya, Pak Guru terlebih dahulu menanyai para siswa. Sebagian besar siswa menj
awab 5, sebagian yang lain menjawab 6. Mengapa menjawab 5, mengapa menjawab 6,
semuanya diminta untuk menjelaskan alasannya. Papan tulis pun penuh dengan core
tan dan ilustrasi anak-anak.
Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan memberitahukan jawabannya s
ecara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak tahu, dan meminta siswa untuk me
njelaskan. Melalui cara ini, saya dapat menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat
kaya ide. Pepatah `banyak jalan menuju Roma` berlaku di sini. Dan Pak Guru sa
ma sekali tidak pernah mengatakan `salah`, yang dia ucapkan malah kalimat `naruh
odo`, yang artinya `Oh, saya baru tahu ! Kalimat ini menurut saya membangkitkan
suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartika
n `kamu bisa, Nak !`
Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu
1. tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)
2. wakaru ko (anak harus mengerti)
3. dekiru ko (anak harus bisa)
Melalui model pembelajaran seperti itu, saya juga melihat bagaimana anak-anak di
Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan, atau menemukan pemecahann
ya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka baru diajari rumus /teori
belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah teori, dan bisa menggunakanny
a di kehisupan sehari-hari. Mereka juga tidak diajari banyak hal, sedikit saja
yang penting mengerti. Oleh karenanya guru-guru di SD sangat kaget ketika menge
tahui anak-anak SD kelas 1 di Indonesia sudah belajar bilangan sampai 100. Past
i mereka akan kaget lagi kalau saya bilang saya sudah belajar perkalian hingga 1
0 x 10 waktu di TK. Maksudnya, saya menghafalnya, tapi saya tidak mengerti kena
pa 1 x 1 = 1.
NHK sungguh membantu saya.
Tidak hanya acara waku-waku jugyo yang saya gemari, masih banyak program pendidi
kan lainnya yang menarik, misalnya `youkoso senpai` (=selamat datang kakak kelas
), acara ini mengundang alumni yang sudah menjadi orang top untuk menjelaskan pr
ofesinya kepada para siswa, dengan tujuan memberikan gambaran kepada mereka bahw
a cita-cita itu banyak, tidak hanya dokter atau pilot. Ada penulis komik, peluk
is, designer, dll. Saya ingat waktu TK atau SD kalau ditanya `mau jadi apa ?` B
iasanya saya bilang `Jadi dokter`. Karena profesi itu saja yang menurut saya keh
idupannya paling mapan, duit banyak. hehehe .
Yang saya salut, NHK menyiarkan acara pendidikan untuk segala usia, dari mulai b
ayi, misalnya senam bayi, English for kid, sampai ibu-ibu, nenek-nenek, misalnya
bagaimana membuat kartu pos, kartu nama sendiri dengan program komputer, atau b
ahkan membuat blog. Jangan heran blog bukan hal baru bagi ibu2 dan para manula
di Jepang. Mereka gemar sekali ber-blog, menshare ide apa saja. Sampai-sampai
ada blog cara-cara bunuh diri. Wuih ini yang berbahaya. Pendidikan tentang blog,
atau situs yang terlarang bagi anak-anak pun diajarkan di sekolah. Mereka diaja
ri alasan mengapa sesuatu dilarang. Barangkali cara ini yang membuat mereka sa
ngat disiplin.
NHK melalui siaran-siarannya telah menjadi corong bagi guru, sebab NHK menyiarka
n fakta yang ada di sekolah, menyerap ide/suara guru, juga menjadi corong bicara
para orang tua, para siswa, dan tentu saja pemerintah.
Sampah (1)
In Serba-Serbi Jepang on Januari 3, 2007 at 2:04 pm
Ada satu hal yang membuat saya kelimpungan saat pertama kali datang ke Jepang. B
ukan bahasa, tapi berkaitan dengan sesuatu yang saya tidak bisa hindari sehari-h
ari.
Ketika saya masuk dormitori untuk pertama kali, penjelasan yang paling awal saya
dengar adalah ttg sampah.
Bagaimana sampah dikelola di Jepang ?
Setiap kota memiliki sistem yang berbeda. Nagoya, tempat saya tinggal sekarang i
ni terkenal sebagai kota yang paling `kibishii` (strict, ketat) dalam peraturan
persampahannya. Jika di lain kota jenis sampah hanya dibedakan menjadi 3 jenis,
Nagoya membaginya menjadi 7 jenis.
Sampah apa saja itu ?
Pada prinsipnya pengelolaan sampah di Nagoya didasarkan pada konsep `Memilah, me
mbuang di hari dan tempat yang tertentu`. Memilah artinya sampah harus dikelompo
kkan menjadi 7 kelompok dalam plastik yang sudah ditentukan warnanya. Membuang d
ilakukan di hari yang sudah terjadwal dan di tempat yang sudah ditentukan pula.
Pengelompokannya sebagai berikut :
Pada dasarnya terdapat 2 kategori, yaitu :
Klasifikasi
Contoh
Cara Pengumpulan
Ket
Sampah yg dapat dibakar
Sampah dapur, daun, ranting, rumput dan yg sejenis. Kain/baju, kertas bekas, ker
tas pembalut, dll.
Dua kali seminggu
Setiap rumah memasukkan sampah tsb ke dalam kantung plastik merah dan meletakkan
nya di depan rumah.

Sampah tak terbakar


Barang berukuran lebih kecil dari 30x30x30 cm, misalnya :kotak plastic, plastic
pembungkus, produk karet, steroform, keramik, barang yg terbuat dari logam, kale
ng spray, kaleng gas, dll.
Satu kali seminggu.
Setiap rumah memasukkannya ke dalam kantung plastik tertentu dan meletakkannya d
i depan rumah

Pembuangan kaleng spray, dan kaleng gas secara terpisah.

Sampah tak terbakar dipisahkan lagi karena dapat didaur ulang dengan pengelompok
kan sebagai berikut :
Klasifikasi
Contoh
Cara Pengumpulan
Ket
Botol
Botol gelas kosong (produk minuman atau makanan)
Satu kali seminggu
Dibuang di tempat pembuangan tertentu.
Masukkan sampah dalam plastic biru

Tutup botol harus dibuka, botol harus bersih, termasuk dari label, yang harus di
buang terpisah
Kaleng
Kaleng minuman dan makanan
Satu kali sepekan di tempat pembuangan (Berbeda untuk setiap distrik)

Kaleng harus kosong dan dicuci dengan air.


Wadah dan kemasan plastik
Botol, gelas plastic, kemasan makanan plastic, termasuk jejaring pembungkus buah
, dll
Satu kali seminggu di tempat pembuangan, dimasukkan ke dalam plastic biru
Bersihkan wadah dari kotoran, jika kotoran tidak bisa dibersihkan maka harus dib
uang sebagai sampah terbakar. Contohnya plastic wadah rendang atau gulai
Wadah dan Kemasan kertas
Wadah karton, wadah kertas, gelas dan piring kertas, tas kertas, wadah minuman y
ang dilapisi alumunium di bagian dalamnya
Satu kali sepekan di tempat pembuangan. Masukkan dalam plastic berwarna biru.
Bersihkan dari kotoran yang melekat, jika tidak dapat dibersihkan, buang sebagai
sampah terbakar.
Botol plastic berlabel PET
Botol plastic dengan kode PET pada labelnya
Satu kali seminggu di tempat pembuangan, masukkan dalam plastic sakmpah berwarna
biru.
Lepaskan tutup botolnya, dan buang secara terpisah, bersihkan botol plus label k
emasan.
Kertas karton
Wadah minuman yang tidak dilapisi alumunium foil bagian dalamnya, misalnya kotak
susu atau jus.
Masukkan dalam plastic berwarna biru atau di beberapa tempat tersedia keranjang
khusus.
Cuci bagian dalam, keringkan dan gunting bagian tepinya sehingga berbentuk lemba
ran
Barang bekas berukuran lebih dari 30x30x30
Sepeda, selimut, kompor gas, vacuum cleaner dll
Satu kali sebulan, harus menghubungi `Large-sized Waste Center`, lokasi di depan
rumah
Dikenai biaya 500 yen untuk sepeda, furniture, kompor gas, Dikenai biaya 250 yen
untuk karpet, selimut, vacuum cleaner, dll
Barang-barang seperti TV, kulkas, mesin cuci, barang-barang besar lainnya harus
diloakkan ke toko recycle, karena pihak pemerintah kota tidak menanggung pembuan
gannya.
Di hari-hari libur yang agak panjang, misalnya tahun baru (selama sepekan), pemb
uangan sampah pun libur, sampah harus diletakkan di rumah untuk sementara waktu,
menunggu hingga hari pembuangan tiba.
Kotak-kotak pembuangan sampah yang terpisah tersedia di tempat umum manapun, di
sekolah, di stasiun, di pertokoan, perkantoran, dll. Hingga pelosok kampung yang
pedalaman sekalipun sistem pembuangan sampah berlaku sama.
Bagi foreign student yang datang pertama kali ke Jepang tentunya akan merasa sed
ikit shock, dan enggan untuk memilah-milah, tetapi lama kelamaan kebiasaan baru
ini akan terbentuk dengan sendirinya. Sayangnya beberapa mahasiswa asing yang ti
nggal satu dormitori dengan saya masih juga enggan melakukan kebiasaan yang mema
ng agak merepotkan ini, termasuk beberapa mahasiswa Indonesia.
Sampah (2)
In Serba-Serbi Jepang on Januari 8, 2007 at 3:03 pm
Melanjutkan cerita saya tentang sampah di Jepang, berikut ini saya berikan beber
apa visual yang perlu kita kenali dalam kaitannya dengan persampahan di kota Nag
oya
1. 3 macam plastik sampah : merah untuk burnable (sampah dapat dibakar), biru un
tuk recycle, dan hijau untuk yang non burnable (tidak dapat dibakar).

2. Tanda merk PET yang merupakan singkatan dari Polyethylene terephthalate. Boto
l yang berlabel seperti ini harus dibuang di tempat khusus. Di sebelah kanan tan
da PET terdapat penjelasan bertuliskan huruf katakana `kyappu : PP` dan `raberu
: PS`, artinya kyappu = tutup botol tergolong bahan plastik Polypropylene, yang
bersifat jadi masih dapat dipakai (economical) , sedangkan raberu = label tergol
ong bahan plastik polystyrene, yaitu bahan plastik yang dapat disintesis. Pembua
ngan keduanya di kantung yang terpisah.

3. Untuk kemasan kertas yang tak berlapis alumunium foil di bagian dalamnya, ter
dapat tanda seperti ini , ???? yang artinya ?=kertas, ???= pak(kemasan). Kemasan
seperti ini harus dicuci bersih bagian dalamnya, lalu digunting pada salah satu
sisinya hingga membentuk lembaran, kemudian dibuang dalam plastik sampah berwar
na biru.
4 . Tanda berikutnya adalah kemasan kertas yang dapat direcycle, bertuliskan kar
akter ?=kertas. Contoh di bawah adalah kemasan minuman diet `vinegar` yang dikem
as dalam kemasan kertas tetapi tutupnya dari bahan plastik. Sehingga di sebelah
kanan tanda `? terdapat penjelasan tentang `????=tutup botol, yang harus dibuang
terpisah.

Demikianlah semua produk di Jepang sekalipun `Indomie` yang diimpor dari Indones
ia tetap harus ditambahkan label tentang tatacara membuang kemasannya.
Yang menjadi masalah besar bagi sebagian pemerintah kota di Jepang saat ini adal
ah tentang pembuangan barang bekas yang tidak ditangani oleh pemerintah tetapi h
arus dijual ke toko recycle, misalnya TV, kulkas, mesin cuci, mobil, dll. Bebera
pa waktu yang lalu diaporkan dalam suatu siaran langsung sebuah stasiun TV swast
a di Jepang tentang sebuah lokasi tepi kota di Sapporo, Hokkaido yang dijadikan
warga sebagai tempat menumpuk/membuang barang bekas. Lokasi ini sekaligus menjad
i tempat tinggal homeless yang jumlahnya cukup banyak di Jepang.
Ketika saya pergi ke Gifu prefektur, dalam perjalanan, saya pun melihat dari kej
auhan rongsokan mesin cuci dan kulkas di tengah hutan belantara di pegunungan. D
i Nagoya jika hendak membuang sepeda dan enggan membayar, maka biasanya mahasisw
a cukup memarkir sepedanya di kampus dan pura-pura lupa, tidak diambil hingga be
rkarat. Biasanya sebulan sekali akan ada mobil yang mengangkut sepeda-sepeda tak
bertuan. Setiap sepeda di Jepang harus terdaftar dan ada surat ijin kepemilikan
.
Mahasiswa asing termasuk penampung barang bekas. Kami tidak membeli TV baru, kul
kas baru, mesin cuci baru, video baru, yang harganya cukup mahal. Semuanya kami
dapat dari bazar barang bekas yang biasa digelar di kota, atau di kampus. Tetapi
kalau hendak dibawa pulang ke Indonesia, biasanya saya pribadi bela-belain beli
yang baru. Saya masih berfikir normal untuk tidak membawa pulang `sampah Jepang
` (^_^)
Mengapa Anak Indonesia gampang beradaptasi di sekolah Jepang ?
In Pendidikan Jepang on Januari 8, 2007 at 3:42 pm
Tulisan ini tercetus setelah saya mendapat email dari seorang ibu (orang Indones
ia), teman saya di Nagoya, yang sedang menemani suaminya mengambil program Post
Doc. Teman saya ini mengeluhkan problema menyekolahkan anak di Indonesia. Kebetu
lan anaknya mengenyam pendidikan di Jepang (TK) dan kemudian kembali ke Indonesi
a, lalu sekarang berada kembali di Jepang. Saat pindah ke Jepang untuk pertama k
alinya, si anak sangat cepat beradaptasi dengan sekolah barunya, bahkan baru beb
erapa bulan dia sudah dapat berbicara bahasa Jepang layaknya anak Jepang lainnya
. Tahun yang lalu, karena umurnya sudah layak masuk SD di Indonesia, maka orang
tuanya sempat membawanya pulang ke Indonesia dan menyekolahkannya di SD swasta,
ternyata si anak tidak terlalu mengalami kesulitan beradaptasi dalam belajar han
ya agak mengalami culture shock. Si Ibu mempertanyakan pengalaman beberapa oran
g tua yang justru sebaliknya, mengeluhkan anak- anak yang mengalami hambatan ber
adaptasi di sekolah-sekolah di Indonesia. Barangkali banyak pula Ibu-ibu yang l
ain merasakan was-was yang sama ketika harus kembali ke Indonesia.
Mengapa bisa gampang beradaptasi di sekolah Jepang, sedangkan di Indonesia tidak
? Ini pertanyaan sang Ibu kepada saya.
Analisa saya, anak punya kelebihan dalam berteman dibandingkan dengan orang dewa
sa. Seorang anak tidak pernah berburuk sangka kepada anak yang baru dikenalnya,
biasanya mereka langsung akrab jika ada hal yang mereka sukai. Coba saja kumpulk
an anak-anak laki2 di suatu kamar, lalu beri mereka video game atau play station
, maka tidak perlu tahu nama `lu` siapa, biasanya mereka akan langsung ngobrol n
galor ngidul dengan bahasanya sendiri.
Beda dengan orang dewasa, yang biasanya terlalu banyak pertimbangan dalam berkaw
an sehingga malah sulit untuk segera beradaptasi.
Analisa kedua, anak punya kemampuan menguasai bahasa yang sangat cepat, begitu k
ata para pakar. Saya pikir kemampuan berbahasanya bukan saja karena otaknya masi
h encer dan masih mudah mengingat kata, tetapi karena mereka memakainya setiap h
ari. Ketika anak Indonesia masuk ke TK/SD Jepang, tidak ada bahasa yang mereka d
engar selain bahasa Jepang. Setiap hari mendengar kata yang sama dan merekam kap
an orang mengucapkannya, membuat si anak mudah beradaptasi dari segi bahasa.
Beda dengan orang dewasa yang biasanya mempunyai kemampuan berbahasa `tarzan` at
au punya second language, misalnya bahasa Inggris, yang dengannya membuatnya dap
at survive di Jepang, sekalipun hanya dengan bermodal kata `arigatou gozaimasu`=
terima kasih.
Tetapi analisa di atas tidak menjawab jika pertanyaannya diajukan sebaliknya : m
engapa dia susah beradaptasi di sekolah Indonesia ?
Alasannya ternyata menurut si Ibu- berdasarkan kabar yan pernah didapatnya- seko
lah di Indonesia selalu membicarakan uang ketika pertama kali mendaftarkan anak.
Ya uang pangkal, uang baju, uang infak ini, infak itu .tak ada satu pun pertanyaa
n tentang kondisi anak, tentang karakter anak, apa kelemahannya, apa kelebihanny
a, kesehatannya bagaimana, keluhan dalam belajar apa?
Tetapi pendaftaran sekolah di Jepang, biasanya diawali dengan menggali pandangan
orang tua tentang si anak. Biasanya guru wali kelas yang akan langsung mewawanc
arai orang tua. Termasuk dalam pertanyaan yang biasa diajukan adalah makanan yan
g pantang dimakan. Karena semua sekolah di Jepang menyiapkan makan siang di seko
lah, maka biasanya untuk anak-anak muslim guru akan bertanya makanan apa yang bo
leh mereka makan, dan makanan apa yang tidak boleh.
Di beberapa sekolah yang saya datangi, pembicaraan tentang uang sekolah, uang ol
ah raga dll malah tidak lagi dibicarakan karena sudah tertera jelas dalam pamfle
t atau web sekolah.
Selain itu, anak-anak asing di Jepang biasanya ditangani oleh guru kelas dan gur
u pendamping. Guru pendamping inilah yang berperan besar dalam memonitor anak se
hari-hari, termasuk membantu meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai bahasa
Jepang.
Beberapa anak Indonesia sering saya tanya, senang sekolah di mana ? di Indonesia
atau di Jepang ? Rata-rata menjawab di Jepang. Alasannya karena ` gakkou wa tan
oshii` (= sekolah menyenangkan), ngga perlu pake seragam, ngga banyak PR, guruny
a ngga galak, bla bla
Saya mengamati beberapa anak-anak teman yang disekolahkan di Jepang, kelihatan s
ekali potensinya terbina dengan baik. Anak yang gemar melukis, bahkan diberi kes
empatan seluas mungkin untuk melukis. Anak yang gemar menyanyi, menikmati betul
pelajaran menyanyi di sekolah. Anak yang gemar olah raga, tersedia lapangan luas
untuk latihan. Kompetisi kecil-kecilan pun diadakan di sekolah, atau antar seko
lah.
Jadi, gampang tidaknya seorang anak beradaptasi dengan lingkungan barunya tidak
bisa dilemparkan permasalahannya kepada kepribadian si anak, tetapi orang dewasa
lah yang membantunya untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya. Di sekol
ah, tentu saja guru dan orang tuanya.
Setuju Pasal 19 UU Guru dan Dosen 14/2005
In Pendidikan Indonesia on Januari 10, 2007 at 7:13 am
Di sela-sela waktu senggang di kala melakukan part time job di sebuah restoran,
saya mencoba membaca tuntas UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang ada dalam
sebuah buku yang saya pinjam dari seorang teman. Judulnya `Profesionalisasi Guru
& Implementasi KBK`, karangan Martinis Yamin. Ada beberapa pasal yang sangat me
nggembirakan, seandainya dapat terwujud.
Kalimat yang tertera dalam pasal demi pasal sebagaimana halnya bahasa UU pada um
umnya adalah bahasa baku, standar, tanpa bunga-bunga. Ketika membacanya pun bada
n harus tegak dan konsentrasi penuh, karena ayat-ayatnya saking rapihnya bahasa
yang dipergunakan membuatnya sangat sulit untuk dipahami apatah lagi untuk diwuj
udkan.
Anyway, saya cukup menikmati membaca UU ini karena kebetulan ada rencana mempres
entasikan makalah tentang `pendidikan guru` di era OTDA di sebuah seminar bulan
Juni mendatang. Ada 2 pasal yang sangat membahagiakan, yaitu pasal 15 ayat (1) d
an pasal 19 ayat (1).
Pasal 15 ayat (1) berbunyi :
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta pe
nghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yan ditetapkan
denan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Pasal 19 ayat (1) berbunyi :
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambaha
n kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendi
dikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pen
didikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraa
n lain.
Makna yang terkandung dalam kedua pasal ini sebenarnya pernah saya bincangkan de
ngan seorang teman yang sekarang sedang kuliah di GSID (Graduate School of Inter
national Development), Nagoya University. Saya lupa kronologis obrolan kami, tet
api seingat saya saat itu kami mempermasalahkan tentang kenaikan gaji guru. Reka
n saya menyetujui kenaikan, sedangkan saya pikir-pikir dulu. Karena menurut saya
, apakah dengan menaikkan gaji guru, kinerja guru pun akan lebih baik ?
Pendapat di atas barangkali dilatarbelakangi dengan pengalaman saya sebagai guru
di pesantren. Beberapa ustadz muda di pesantren kami menerima gaji hanya Rp 150
.000 sebulan, selain itu mereka juga mendapat tunjangan tempat tinggal, makan (b
eras bulanan), transportasi, kesehatan, gratis jika anaknya bersekolah di pesant
ren, juga biaya untuk mengikuti pelatihan. Sehari-hari saya melihat wajah para u
stadz senantiasa damai dan teduh, saya tidak pernah mendengar keluhan dari merek
a terutama masalah keuangan (atau barangkali saya yang kurang peka dengan masala
h ini). Tapi mereka benar-benar hidup bersahaja, tapi berkecukupan.
Kadang-kadang saya makan bersama dengan mereka di dapur pesantren, dengan menu s
eadanya (tempe goreng, krupuk, sayur bening) tapi kami merasakan kenyang yang me
mbawa kepada kantuk. Barangkali `kenyang` seperti itu juga dirasakan oleh orang-
orang yang makan daging, spaghetti, sayur 7 rupa (sayur apaan nih ;D).
Jadi berdasarkan pegamatan itu, saya berfikir, apabila hajat primer seseorang su
dah terpenuhi, maka dia tidak butuh uang lagi. Kebahagiaan bagi mereka hanyalah
jika hari ini dan besok bisa makan enak, bisa bepergian, bisa tidur nyaman, bisa
menyekolahkan anak, bisa segera berobat jika sakit, bisa beribadah tanpa ada te
kanan. Perasaan `agak gusar` akan terasa ketika kita mulai memikirkan ingin memp
unyai (membeli) sesuatu yang di luar batas budget kita ; membeli rumah, membeli
motor/mobil, membeli perhiasan emas, plesiran, dll. Atau ketika kita membandingk
an antara gaya hidup kita dengan gaya hidup orang kaya, biasanya kita akan meras
a sebagai orang termiskin di dunia dan mereka adalah orang yang punya segalanya.
Pada saat inilah kita menuntut kenaikan gaji !
Apakah ini salah ?
Tidak ! Ini hak setiap orang dan adalah fitrah manusia
Jadi jika pemerintah bermaksud menaikkan gaji guru di atas biaya hidup minimum,
saya mengucapkan alhamdulillah. Tapi, jika pemerintah sekalipun berniat menaikka
n gaji guru, sementara budget negara tidak ada, atau belum sanggup menekan angka
korupsi yang dengannya gaji guru bisa dinaikkan, maka bagaimana jika anggaran u
ntuk gaji guru dialihkan saja kepada bentuk `kemaslahatan` sebagaimana termaktub
dalam pasal 19 ayat (1) ?
Ini yang dicetuskan teman saya pada saat obrolan 2 tahun yang lalu. Berdasarkan
ceritanya, tetangganya seorang guru sekolah negeri, tapi sangat miris karena san
g guru tidak dapat menyekolahkan anaknya.
Guru layaknya manusia biasa, yang akan nyaman bekerja jika semua kebutuhan prime
rnya terpenuhi, anaknya bisa bersekolah dengan baik, keluarganya terjamin hidupn
ya. Itu sudah cukup (menurut saya). Dalam rangka meningkatkan profesionalismenya
, guru perlu dana, misalnya untuk membeli buku-buku bermutu, surfing internet, m
engikuti pelatihan, seminar, workshop atau bahkan sekolah lagi di PT. Tentu saja
guru juga perlu memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier,tetapi ini sangat relat
if bagi setiap orang. Ada orang yang menganggap komputer adalah kebutuhan primer
ada juga yang menganggapnya kebutuhan sekunder bahkan tersier.
Seandainya pemerintah dapat memenuhi kedua-duanya, yaitu menaikkan gaji plus mem
berikan jaminan peningkatan profesionalisme guru alangkah senangnya kumenjadi guru
(^_^).
Youkoso Senpai
In Pendidikan Jepang on Januari 12, 2007 at 8:41 am
Judul di atas adalah nama sebuah program TV NHK. Judul program secara lengkap ad
alah `kagai jugyou youkoso senpai` (??????????)Kata kaigai jugyou berarti outdoor
kelas , youkoso (????) berarti `selamat datang` dan kata senpai (??) ` kakak kel
as`.
Saya ingat ketika kuliah di IPB dulu, ada undangan dari teman untuk menghadiri p
ertemuan alumni SMA 2 Madiun. Waktu saya tanya acaranya seperti apa ? Dia bilang
cuma kangen-kangenan. Karena saya merasa tidak kangen dengan sesiapapun, jadi s
aya tidak datang (^_~).
Ya, banyak sekali acara reuni yang digelar untuk para `senpai`, yang biasanya ti
dak sekedar acara kangen-kangenan tapi juga untuk menunjukkan kepada para guru y
ang sudah mendidik kita : `saya sudah jadi orang, Bu, Pak !`, lalu acara terakhi
r biasanya merogoh kocek demi perbaikan gedung ini dan itu, kesejahteraan staf i
ni dan itu, dan banyak lagi keperluan yang memang butuh duit.
Tapi acara youkoso senpai bukan acara reuni !
Acara yang disiarkan setiap akhir pekan oleh TV NHK adalah acara pendidikan yang
menghadirkan `alumni` sekolah yang sudah berhasil menjadi `orang ` untuk datang
ke kelas dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang pekerjaan dan kesuk
sesannya, serta menginspirasi anak untuk memiliki cita-cita yang luas di masa de
pan.
Minggu lalu, 6 Januari 2007, acara ini menampilkan seorang lelaki Jepang yang me
njadi pahlawan bagi orang-orang Afghanistan, Dr Tetsu Nakamura. Beliau lahir di
Fukuoka prefecture, tahun 1946. Beliau adalah dokter lulusan Kyushu University d
an mempunyai kegemaran kepada alam, msa kecilnya sering dihabiskan masuk hutan d
an mempelajari kupu-kupu. Tahun 1984 beliau bergabung dengan kelompok volunter `
Japan Overseas Christian Medical Cooperative Service dan bertugas di Penshawar,
Pakistan. Laki-laki yang akhirnya mendapat penghargaan Ramon Magsaysay tahun 200
3, karena keberhasilannya membantu masyarakat Afghan untuk membangun sumber air
yang kini dapat dinikmati oleh 250,000 penduduk desa. Usaha ini dimulai tahun 20
00, ketika beliau menyadari bahwa mengobati orang sakit pasca perang Afghan tida
k bisa hanya dengan obat, tetapi harus dengan memperbaiki kehidupan mereka melal
ui penyediaan sesuatu yang sangat vital bagi kehidupan makhluk, yaitu AIR.
Beliau juga banyak menulis di media massa Jepang hal-hal positive tentang Islam
dan orang Islam, yang secara tidak langsung mengcounter isu terorisme yang ditud
uhkan kepada muslim.
Beliau diundang ke SD Kogashiritsu Koganishi (??????????)yang terletak di Fukuok
a prefecture. Saya tidak begitu jelas siswa kelas berapa yang berpartisipasi dal
am pelajarannya hari itu, tetapi ada sekitar 20-25 anak yang terlibat mendengar
penjelasan beliau. Tema yang Pak Nakamura angkat hari itu adalah ??????????????(
nani mo nai tokoro kara hajimeyou), yang artinya `Mari kita mulai dari tempat ya
ng tidak ada apa-apa`.
Hari itu Pak Nakamura mengajak anak untuk mengenal air dan sumbernya. Anak-anak
semula diberi penjelasan di kelas, sekaligus mendengarkan cerita beliau tentang
aktifitasnya membuat sumur bagi orang-orang Afghan. Hari kedua, anak-anak diajak
untuk menelusuri sumber air di kampung mereka, sekaligus mempelajari bagaimana
air bisa sampai ke sawah, bagaimana dia dialirkan hingga ke rumah-rumah, di mana
pintu air, di mana sumber air, bagaimana bentuk saluran utama, dan saluran seku
nder juga saluran tersiernya. Meskipun agak sulit bagi anak-anak SD, tapi mereka
diperkenalkan dengan cara menelusuri saluran air hingga masuk ke hutan, ke sumb
ernya. Jadi seperti acara kemping ke hutan, tetapi sekaligus belajar tentang IPA
.
Saluran yang dibangun sejak jaman sebelum perang itu terlihat masih kokoh dan te
rawat. Untuk memeriksa mana saluran utama dan mana saluran tersier, anak-anak me
ngapungkan benda-benda apa saja kemudian mengecek ke mana benda tersebut mengali
r. Untuk lebih memahami, anak-anak diminta menggambar saluran air dari sumbernya
hingga ke sawah, sebagaimana yang mereka amati. Anak-anak juga diajak ke sebuah
otera (temple) dan menemui seorang biksu tua untuk mendapat penjelasan tentang
sistem perairan di masa lampau, yang sejarahnya tersimpan dengan baik di dalam t
emple. Ternyata ada seorang tokoh di jaman Edo yang memulai pembuatan saluran ai
r di desa itu, yang patungnya diabadikan di depan temple. Sang biksu sekalian me
ngajak anak-anak untuk berdoa di depan patung. Mungkin sebagai ucapan terima kas
ih.
Hari ketiga, anak-anak diminta secara berkelompok untuk mengerjakan proyek pembu
atan saluran air dengan cara membelokkan aliran air di sebuah saluran sekunder k
e sebuah lahan seorang petani yang sangat bersedia lahannya dipakai untuk prakte
k anak-anak. Hari itu anak-anak benar-benar berpeluh menggergaji bambu, menggali
saluran yang cukup dalam dan panjang, menyusun bebatuan sebagai dasar parit, da
n menyambung bambu yang dijadikan sebagai pipa. Rasanya jika para ibu melihat an
ak-anaknya dipekerjakan seperti itu, pasti akan menangis. Tetapi anak-anak Jepan
g memang seulet nenek moyangnya, walaupun dengan tangan kecil, mereka mampu beke
rjasama dengan baik, dan alhasil saluran air pun jadi. Air yang pelan-pelan mere
mbes melalui parit lalu masuk ke pipa-pipa bambu dan muncrat di hulunya, membuat
anak-anak lega, tertawa senang dan takjub bahwa ternyata mereka bisa : ` ha dek
ita, sugoi!! (wah, bisa .hebat !!).
Pak Nakamura kemudian membagikan anak-anak benih bunga dan sayur, lalu meminta m
ereka menanam di lahan yang sebelumnya sudah dicangkul, kemudian menyiramnya den
gan air yang mengalir dari saluran buatan mereka.
Saya yang biasanya sulit menangis kalau menonton film sedih atau mendengar orang
bercerita sambil menangis, kali ini tak tahan mengeluarkan air mata. Saya terha
ru ketika mendengar seorang anak memberi komentar : `ternyata air sangat luar bi
asa pentingnya !`
Subhanallah, Maha Suci Allah Yang telah mengajarkan manusia tentang ilmu ! Saya
seperti diingatkan masa-masa berkebun dengan ayah dan mamak dulu. Lalu menyiram
bibit yang tumbuh dengan air selokan di depan rumah. Pun diingatkan untuk kembal
i mensyukuri dan berzikir tentang air yang membasahi kerongkongan saya setiap ha
ri.
Beginilah jika `senpai` diundang ke sekolah-sekolah di Jepang ! Bukan untuk kang
en-kangenan, bukan untuk diperas koceknya, tetapi untuk berbagi ilmu. `Youkoso s
enpai (^_^)
Apakah Saya Cinta Indonesia ?
In Serba-serbi Indonesia on Januari 12, 2007 at 10:15 am
Pak Dedi Dwitagama, seorang kepala sekolah yang nge-blog (salut, Pak!) menulis k
omentar pendek di tulisan saya ` Mengapa Anak Indonesia gampang beradaptasi di s
ekolah Jepang`.
Kalimatnya pendek saja :
Indonesia ku, Indonesia kita .
Saya membacanya berulang-ulang .maknanya sangat dalam.
Membaca kalimat itu membuat saya bertanya-tanya apakah saya cinta Indonesia ?
Pertanyaan yang sebenarnya barangkali buang energi untuk repot-repot menjawabnya
, tapi biarlah .ini hanya tulisan iseng sekedar teman menikmati kopi panas. Slruuu
p !
Saya hitung-hitung sudah 2 tahun lebih 3 bulan saya berada di Jepang, dan parahn
ya belum pernah pulang. Bukan karena tidak rindu kepada ayah, ibu, sanak sauda
ra, tetapi semata karena saya harus berhemat demi bisa lanjut sekolah. Saya sel
alu membujuk hati, bahwa sewaktu di Indonesia pun saya hanya bertemu dengan mere
ka sekali dalam setahun karena kami tinggal berjauhan. Lagipula saya masih bisa
mendengar suara mamak melalui telepon. Sabar .sabar orang sabar disayang Allah. B
egitu kira-kira saya membujuk diri.
Saya akan menghabiskan 5 tahun umur di Jepang. Dan setelah itu .saya tidak tahu a
pa yang diatur Allah untuk saya. Sekalipun saya berencana pulang, tetapi jika D
ia menetapkan saya tinggal di suatu negeri yang bukan Indonesia, maka apatah kek
uatan saya sebagai abdi-Nya.
Saya selalu menganggap diri sebagai penghuni bumi yang kebetulan berkewarganegar
aan Indonesia. Karenanya saya sangat tersinggung ketika naik kereta di Jepang,
banyak di antara sesama penghuni bumi yang berkewarganegaraan Jepang enggan dudu
k di sebelah saya. Padahal saya mandi lebih banyak daripada mereka yang hanya s
ekali dalam sehari (Ini OOT). Tetapi tidak semuanya. Masih banyak di antara me
reka, para penghuni bumi yang baik bahkan sangat baik. Ada nenek yang kemarin m
emberi saya jeruk, ada Pak manajer yang memberi apel kesukaan, ada teman se-lab
yang setiap hari membagi kue, ada teman yang dengan mudahnya meminjamkan HP-nya,
karena hari ini saya lupa membawanya, dan mungkin ada orang yang berdoa diam-di
am untuk keberhasilan saya.
Keberadaan saya di Jepang dengan segala fasilitas hidupnya yang tercukupi, ritme
hidup yang teratur, ekonomi yang alhamdulillah mencukupi sekalipun saya harus b
erpeluh-peluh, orang-orangnya yang unik, cuek tetapi manusiawi, diam-diam membua
t saya mulai menyukai dan menikmati Jepang.
Tapi saya belum pernah menyatakan pembelaan terhadap kesalahan yang dilimpahkan
kepada negeri ini (seinget saya !), yang sering saya lakukan malah membela nama
baik Indonesia. Ketika diminta presentasi tentang negara, saya sengaja menampil
kan potret saudara-saudara di Irian yang berkoteka atau nenek dari suku Dayak ya
ng bertelinga panjang, sambil mengatakan `Saya dan Mereka bersaudara` . Selagi
di Jepang maju dengan transportasi super cepatnya, saya malah dengan bangganya m
emperkenalkan `Becak` sebagai kendaraan penting bagi mbok-mbok hingga ibu-ibu pe
jabat. Ketika Manajer saya mempertanyakan keanehan hilangnya Adam Air, saya mal
ah berkelit dengan mengatakan ` Kami punya perusahaan penerbangan yang memproduk
si pesawat ringan untuk menerbangkan orang Indonesia dari pulau ke pulau. Kami
juga mengekspornya ! (Padahal ini benar-benar tidak nyambung dengan pertanyaanny
a !). Ketika saya begitu terpesona dengan toilet-toilet di Jepang yang gratis,
hangat ketika musim dingin, dan airnya muncrat otomatis, saya malah dengan bangg
a menunjukkan kepada anak-anak SD, foto anak-anak mandi di sungai, kamar mandi y
ang tak bertuan, tak berbatas, dan tak perlu bayar pula. Ketika seorang anak be
rtanya tentang rumah-rumah di Indonesia, saya tunjukkan rumah adat di setiap pul
au lalu terakhir saya tunjukkan rumah batu cukup megah di Jakarta, sambil berkata
` Ini rumah kebanyakan orang Jakarta !` Bah, saya sudah berbual demi sebuah nama
, Indonesia !
Seorang rekan pengajar berkebangsaan Amerika bertanya kenapa rakyat Bogor protes
kedatangan Bush beberapa waktu yang lalu ? Dengan bangganya saya membela, `kar
ena negara kami menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat`.
Yang saya tidak bisa berkutik justru ketika banyak guru/professor di sini memper
tanyakan sistem pendidikan di Indonesia dengan sindiran halus. Barangkali karen
a saya belum mengenal pendidikan Indonesia dengan baik, sehingga saya tak pandai
berkelit di bidang ini. Tapi karenanya saya sudah menghabiskan berjam-jam waktu
saya di depan komputer, di ruang perpustakaan untuk mengasah `kemampuan saya be
rkelit` membela pendidikan Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu Pak Urip menulis komentar yang membangkitkan sense nasi
onalisme saya di sebuah tulisan di blog ini : `Indonesia menunggu kedatangan and
a`. Benarkah ?? Sepertinya saya belum seperkasa George Washington yang berani
mengatakan `jangan tanyakan apa yang dilakukan negara untukmu, tetapi tanyakan a
pa yang sudah kamu lakukan untuk negaramu`.
Saya selalu berpikir bahwa saya adalah penghuni bumi yang harus berbuat kebaikan
untuk sesama penghuni bumi. Saya merasakan kepuasan yang membuncah ketika oran
g lain berseri-seri menerima kebaikan saya, tidak peduli dia orang Indonesia ata
u bukan.
Jadi, sekarang ..
Saya gamang apakah pembelaan-pembelaan yang saya lakukan di atas adalah karena s
aya cinta Indonesia ataukah karena saya adalah penghuni bumi yang enggan dicela
?????
Slurrrrrp ..!!!
Kopi habis. Saya sampai pada kesimpulan :
Ga usah dipikirin ..cinta apa nggak (^_~)
Konsumen adalah Raja
In Serba-Serbi Jepang on Januari 14, 2007 at 10:16 am
Hari ini saya bekerja part time di Mister Donut, dan agak terkejut dengan berita
yang disampaikan Pak Manajer mengenai salah satu produk makanan (mochi mochi ku
rumi) yang baru dikeluarkan awal tahun ini terpaksa harus dihentikan pemasaranny
a di seluruh outlet MD se-Jepang karena terdapat 3 kasus komplain dari pelanggan
yang menyebutkan ada benda padat, seperti batu kecil yang terselip dalam produk
donut tsb.
Berita yang sempat merebak di surat kabar dan TV Jepang kemarin membuat para pen
gelola MD agak shock, begitu pula dengan kami yang bekerja. Saya masih ingat pro
tes kepada Pak Manajer karena kotak untuk menempatkan 5 butir donat yang berukur
an lebih kecil daripada bola ping pong itu tidak layak pakai. Berkali-kali kompl
ain datang dari tamu, donutnya gampang jatuh, sampai kami mencoba menemukan cara
supaya donut tidak mudah jatuh. Tapi tetap saja tidak menolong pada saat hari S
ALE, sebab kami harus bekerja dengan cepat dan akibatnya donut mungil-mungil itu
bergelindingan di baki.
Bukan donut ini yang mau saya jelaskan tetapi bagaimana bisnis di Jepang menempa
tkan konsumen sebagai raja.
Kasus komplain hanya 3 menurut Pak Manajer, tetapi dampaknya meluas hingga penye
topan produksi seluruh negeri. Saya ingat kasus seorang teman di Indonesia yang
membeli produk wafer di suatu supermarket kemudian mendapati kutu-kutu kecil di
dalam bungkus wafer. Dia langsung menelepon customer service, dan akibatnya, seo
rang staf perusahaan datang ke rumahnya membawa sekotak wafer dengan pesan khusu
s untuk tidak membesar-besarkan masalah.
Beberapa waktu yang lalu terjadi kasus komplain dari konsumen mengenai salah sat
u produk Matsushita, kalau tidak salah heater yang bermasalah karena mengeluarka
n racun tertentu. Juga kasus yang menimpa produk makanan Jepang terkenal Fujiya.
Kesemuanya karena kasus 1-2 saja, tetapi berakibat fatal.
Saya masih ingat pembesar Matsushita berdiri di depan para wartawan dalam jumpa
pers untuk menyatakan permohonan maafnya kepada konsumen sambil membungkuk 90 de
rajat dalam waktu yang cukup lama.
Betapa konsumen sangat dimanja di Jepang ! Barangkali alasan ini juga yang membu
at orang Jepang gemar berbelanja, gemar makan di restoran, atau tidak bosan maka
n donut setiap hari (pengunjung toko tempat saya bekerja selalu penuh, apalagi h
ari sabtu minggu). Tapi kebiasaan seperti ini bukannya sangat baik untuk meningk
atkan perekonomian negara ? Sampai ada pemeo, bisnis makanan, pakaian dan travel
tidak bakal rugi di Jepang.
Seperti saya tulis di blog ini, sambutan kepada tamu pun sangat sopan. Saya bahk
an kadang membicarakan masalah ini dengan rekan foreigner dan secara iseng kami
menyimpulkan : bisnis di Jepang kelewatan baik kepada konsumennya.
Tadi pagi juga saya dengar sesuatu yang bagi saya aneh. Pak Manajer mengeluhkan
karena kemarin malam, saat jam menjelang toko tutup donut yang tersisa hanya 40-
an biji. Lalu secara saya spontan mengatakan : `bagus, bukan ?`, dan beliau melo
tot sambil mengatakan : `ya ya ya zettai dame !!` (tidak, benar-benar tidak boleh
terjadi !). Alasannya ?
Karena tamu ketika akan membeli tidak punya banyak pilihan donut. Yang normal ad
alah jika bersisa sekitar 200 biji karena ada 20-an jenis donut jadi masing-masi
ng tersisa 20 biji-an. Jadi, pada saat menjelang tutup jam 11 malam pun tamu ti
dak boleh dibuat kecewa dengan sisa-sisa donut !
Saya baru `ngeh` kenapa Pak Manajer selalu bertanya berapa donut yang sisa kemar
in kepada stafnya yang lain. Dan kalau jawabannya 200-an dia kelihatan plong, ta
pi kalau 400-an berabe juga. Donut yang bersisa semuanya dibuang.
Cerita lain dari seorang teman yang melahirkan di sebuah rumah sakit di Jepang.
Kebetulan dalam salah satu makanan yang diberikan kepadanya terdapat babi, maka
seluruh kru masak dan pimpinan RS datang ke kamarnya minta maaf sedalam-dalamnya
atas kekhilafan itu.
Begitulah, konsumen memang raja di Jepang !
Kokoro no no-to, buku pendidikan moral di Jepang
In Pendidikan Jepang on Januari 15, 2007 at 1:38 pm
Ingat lagu Kokoro no tomo yang dinyanyikan Mayumi Itsuwa yang populer di tahun 8
0-an ? Tulisan saya kali ini berkaitan dengan kata `kokoro` (?) yang artinya hat
i. Tapi saya tidak akan mengulas lagunya si Mayumi karena saya tidak hafal lagun
ya, pun tidak ahli menilainya.
Kokoro no no-to (?????)yang artinya `Catatan hati` adalah buku suplemen yang dis
iapkan oleh Monbukagakusho- Kementrian Pendidikan Jepang sejak April, 2002 denga
n tujuan utama sebagai pelengkap pembelajaran moral di sekolah. Pemakaian buku i
ni tidak bersifat wajib bagi setiap sekolah tetapi dianjurkan secara nasional un
tuk SD dan SMP. Program yang bertujuan baik ini mendapat protes dari pemerhati p
endidikan di Jepang. Mengapa ?
Sebagaimana disebutkan dalam Fundamental Law of Education (kyouiku kihon hou) Je
pang, salah satu ciri pendidikan di Jepang adalah pendidikan hati atau kepribadi
an, yang dalam bahasa Jepangnya disebut yutakana kokoro o ikusei (???????). Bara
ngkali mirip dengan tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 3 UU Sisdiknas 2003, yaitu
`Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, b
ertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang ber
iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, c
akap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggu
ng jawab.
Sedangkan tujuan pendidikan Jepang sebagaimana yang diamanatkan dalam Amandemen
Fundamental law of Education dikelompokkan menjadi 5 poin, (dikutip dari situs M
EXT), yaitu :
1. Cultivate people who are independent-minded and seek personal development, 2.
Cultivate people who are warm-hearted and enjoy physical well-being. 3. Cultiva
te people to become creative leaders of a Century of Knowledge, 4. Cultivate Jap
anese who are civic-minded and who will actively participate in the formation of
a state and society befitting the 21st century, 5. Cultivate Japanese people ba
sed on the traditions and culture of Japan to live in a globalized world.
Orang Jepang sangat terkenal dengan kedisiplinannya yang tinggi, sehingga banyak
orang yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya pendidikan moral diajarkan di
Jepang. Seperi yang saya tulis beberapa bulan yang lalu tentang pendidikan moral
di Jepang, buku pembelajaran moral di Jepang yang dulu kebanyakan berisi tentan
g pengabdian sepenuhnya kepada emperor dan kisah-kisah perang. Kebanyakan orang
Jepang tidak mau mengenang masa perang dulu dan tidak ingin menceritakannya kepa
da anak cucunya, sehingga sebagian isi buku pun diblok dengan tinta hitam.
Salah satu bagian yang paling banyak ditentang oleh generasi muda Jepang saat in
i adalah menyanyikan lagu kebangsaan `Kimigayo` dan mengibarkan bendera `Hi no m
aru` di acara resmi sekolah. Dan memang banyak sekolah yang tidak mengajarkan la
gu ini bahkan bendera yang berkibar di halaman sekolah bukanlah bendera nasional
tetapi bendera sekolah.
Tentu saja pemerintah berfikiran lain. Bangsa Jepang sebagai nation perlu dipert
ahankan, dengan membangkitkan kembali jiwa nasioanlisme yang menipis di kalangan
generasi muda Jepang. Tetapi bukan karena alasan nasionalisme saja, kasus dekad
ensi moral yang meningkat, kriminal di kalangan siswa SD, SMP hingga PT membuat
pemerintah merasa perlu memperbaiki materi buku pelajaran moral yang ada sekaran
g. Namun langkah yang ditempuh pemerintah bukan dengan menerbitkan buku pelajara
n yang baru, sebab penerbitan buku pelajaran di Jepang adalah hak masing-masing
pemerintah daerah. Langkah yang ditempuh oleh Monbukagakusho adalah menerbitkan
buku suplemen yang diberi judul `kokoro no no-to`.
Langkah inilah yang mengundang protes karena untuk menerbitkan 4 seri buku ini,
yaitu buku untuk kelas 1-2 SD, kelas 3-4 SD, kelas 5-6 SD, dan buku untuk SMP, s
ebanyak 2.600.000 exemplar untuk masing-masing buku SD dan 4.200.000 exemplar un
tuk buku SMP, pemerintah mengeluarkan anggaran sebanyak 729.800.000 yen, yang j
uga menyebabkan naiknya anggaran pedidikan sebesar 84%.
Selain mengkritik besarnya biaya yang dikeluarkan, sebagian juga memprotes karen
a buku tersebut bukan buku wajib, tapi dicetak dan disebarkan oleh negara yang m
engindikasikan adanya kecenderungan negara untuk mengontrol kembali penyebaran b
uku pelajaran dan menstandarkan materi ajar yang harus diajarkan di setiap pelaj
aran, yang mengingatkan pada kebijakan pendidikan di jaman Meiji.
Pendidikan di Jepang saat ini berusaha untuk menerapkan desentralisasi secara op
timal dengan mengurangi pengontrolan pemerintah pusat, dan memberikan kesempatan
lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan sistem pendidikan berd
asarkan ciri kedaerahannya.
Namun kritik tampaknya hanya bermunculan dari para pemerhati pendidikan, sedangk
an berdasarkan pengecekan singkat yang saya lakukan via internet, tampaknya gur
u-guru di sekolah merasa terbantu dengan buku ini karena melalui buku ini mereka
dapat mengetahui perkembangan psikologis anak, keinginan anak, masalah anak, ya
ng merupakan informasi penting bagi mereka untuk mendidik anak satu per satu.
Saya justru melihat hal sederhana dan nyata yang diajarkan kepada ana-anak di Je
pang dalam buku ini. Misalnya saja cuplikan isi buku kokoro no no-to kelas 1-2
SD mengenai pokok materi yang harus diajarkan kepada anak kelas 1 (anak kelas 1
SD belum bisa baca kanji, sehingga penjelasan dalam buku ditulis dalam hiragana
atau katakana).
????????????? :?????????????????????????
(Peraturan ketika memakai playground : keselematan adalah nomor satu, secara ber
gilir, saling berbagi (give and take))
???????? :???????????????????????????
(Peraturan di kelas/taman : harus merapikan kembali, tidak membuat kotor, harus
baik kepada sesama teman)
??????? :????????????????????????????
(Peraturan menggunakan toilet : harus bergilir, harus rapih dan bersih kembali,
tidak mengotori)
Selama 1 tahun belajar, kesemua materi itu diajarkan tidak hanya dalam mata pela
jaran moral tetapi diajarkan dalam mata pelajaran yang lain, juga dalam aktifita
s sehari-hari di sekolah.
Adapun materi belajar untuk SMP berisi ajakan untuk mengenali diri sendiri, memi
kirkan orang lain, masyarakat di sekitarnya, anak-anak tak mampu di negara lain,
dan ajakan untuk berfikir apa yang mereka bisa kerjakan untuk membantu orang la
in.
Isi buku menurut saya sangat menekankan kepada anak untuk berekspresi lebih, tid
ak dituntun terus oleh gurunya. Penampilan buku yang full color dan berwarna pa
stel menyejukkan, dan membuat yang membacanya pun senang.
Anyway, sepertinya saya perlu memesan buku ini via Amazon.co.jp, sekalian sebaga
i bahan bacaan untuk mengupdate kosa kata bahasa Jepang saya yang rasanya makin
amburadul belakangan ini.
Selamat Tahun Baru Hijriah (?)
In Islamologi on Januari 21, 2007 at 8:03 am
Beberapa orang teman mengirimkan ucapan Selamat Tahun Baru Hijriah. Saya jadi te
rpekur, sudah muharram rupanya ! Tapi kenapa perasaan tidak seperti melewati tah
un baru masehi yang gegap gempita ? Apakah muharram harus disambut dengan kegemb
iraan atau justru kesedihan ?
Tanda tanya di dalam judul tulisan di atas mencerminkan dua hal ketidakpahaman s
aya , yaitu apa makna tahun baru dalam Islam ? dan perlukah mengucapkan Selamat
Tahun Baru Hijriah ? Untuk menjawab kedua pertanyaan ini saya merasa perlu belaj
ar sejarah Islam.
Ada satu pertanyaan mengganjal yang selalu saja muncul ketika muharram datang, a
pakah mengucapkan `Selamat Tahun Baru Hijriah` menjadi kebiasaan yang dijalankan
Rasulullah dan sahabatnya dulu, sehingga kita pun harus mengikutinya sebagai su
nnah ? Atau itu hanya kita ucapkan sebagai pengganti ketidakbolehan mengucapkan
selamat tahun baru masehi, karena itu adalah kebiasaan non muslim ? (mohon maaf
bagi rekan2 yang tidak sependapat).
Penetapan almanak dalam Islam dikatakan dimulai pada masa Rasulullah SAW, tetapi
sebagian ulama juga mengatakan sejak masa Umar bin Khattab. Sebelumnya orang Ar
ab menandai tahun barunya dengan adanya peristiwa hebat yang terjadi saat itu. M
isalnya kelahiran Nabi SAW disebut tahun gajah, karena pada saat itu terjadi pen
yerbuan pasukan gajah Abrahah ke Ka`bah. Ketika Muhammad diangkat menjadi Nabi,
orang Makkah menggunakannya sebagai patokan perhitungan tahun baru. Kemudian tat
kala Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau menggunakan patokan hijrahnya sebagai
awal tahun dalam Islam. Lambat laun orang Arab pun menggunakan tahun hijrah seba
gai dasar penanggalan mereka.
Rasulullah ketika menulis surat kepada kaum Nashrani Bani Najran, beliau meminta
Ali bin Abi Thalib untuk menulis penanggalan dalam surat sebagai tahun ke 5 ses
udah hijrah. Tetapi banyak buku sejarah yang menyatakan bahwa Umar bin Khattabla
h, pada tahun 638 M, yaitu 6 tahun setelah wafatnya Rasulullah yang menetapkan k
alender hijriah yang berdasarkan sistem lunar sebagai basic penanggalan Islam. A
da riwayat yang menyebutkan bahwa seorang utusan khalifah berkunjung ke Yaman, d
an mengatakan bahwa orang Yaman menuliskan tanggal dalam surat-suratnya, maka kh
alifah memerintahkan pembuatan penanggalan. Riwayat yang lain mengatakan bahwa s
eorang penguasa protes terhadap surat yang dikirim khalifah karena tidak jelas m
ana surat yang ditulis duluan mana yang belakangan, sebab tidak ada tanggal.
Sejak awal penanggalan bangsa Arab telah menggunakan sistem lunar, demikian pula
kalender Islam. Hal ini berkaitan dengan beberapa ketentuan dalam Al-Quran dan
hadits Nabi SAW, misalnya : penetapan awal dan akhir ramadhan, ibadah haji, ied
ul Adha, dll. Hadits Nabi tentang puasa :
`Berpuasalah ketika engkau melihat bulan (awal bulan ramadhan) dan berbukalah (j
angan berpuasa) ketika engkau melihat bulan (awal bulan syawal)`
Juga tentang awal bulan, QS 11:189 , `Mereka bertanya kepadamu tentang bulan bar
u. Katakanlah bahwa dia adalah tanda waktu-waktu tertentu`.
Lalu pada bulan muharram apa yang sebaiknya dilakukan umat Islam ?
Pencarian saya di internet membawa saya pada kesimpulan bahwa Rasulullah SAW dan
para sahabat tidak mengucapkan `Selamat Tahun Baru hijriah` (dalam bahasa Arab)
. Tidak seperti halnya iedul fithri yang dianjurkan untuk mengucapkan :
Aid mubaarak, aid saidun, kullu aamin wa antum bi khair. Taqabbalallaahu minna w
a minkum shiyaamana wa shiyaamakum.
Pada bulan Muharram, beliau justru memperbanyak ibadah, misalnya puasa Asyuro (p
ada tanggal 10 Muharram). Mengenai puasa ini terdapat silang pendapat apakah sun
nah muakkad (ditekankan) atau ghairu muakkad (tidak ditekankan). Dalam salah sat
u hadits Bukhari Muslim disebutkan :
Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asy
ura pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari As
yura sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin b
erpuasa Asyura silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa .
Hadits lain menyebutkan : Dari Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn Amr
ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura dan memerintahkannya (kepada umat
nya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa
Asyura beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu Amr) juga tidak berpuasa . (H.R. Bukhari).
Imam Hanifah menjadikan kedua dalil di atas untuk sampai pada kesimpulan bahwa p
uasa yang diwajiblan pertama kali bagi umat Islam adlaah puasa Asyura. Sedangkan
Imam Syafii dan jumhur ulama yang lainnya berpendapat bahwa ramadhan lah puasa
wajib pertama bagi umat Islam, berdasarkan dalil :
Hari ini adalah hari Asyura , dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang
mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya.
Wallahu a`lam bi shshawaab
Adapun kata muharram berasal dari kata `harrama` yang mengalami perubahan bentuk
menjadi yuharrimu-tahriiman-muharraman-muharrimun`. Bentukan`muharraman` berar
ti yang diharamkan. Apa yang diharamkan ? Perang atau pertumpahan darah ! Sebaga
imana disebutkan Allah dalam QS . At Taubah : 36
` Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah sebagaimana disebut di Kitabullah ada
12 bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan terdapat 4 bulan di dalamn
ya merupakan bulan yang diharamkan`
Demikianlah, bulan muharram semestinya tidak dimaknai sebagai awal tahun baru sa
ja, tapi perlu dipahami sebagai bulan yang penuh barokah sebagaimana bulan lainn
ya, bulan diharamkan melakukan peperangan, pertumpahan darah, bulan yang menging
atkan kita kepada perjalanan panjang hijrah Rasulullah SAW beserta 70 orang peng
ikutnya ke Medinah.
Wallahu `a`lam bishshawaab.
Menjadi nomor satu atau rata-rata ?
In Belajar Kepada Alam on Januari 21, 2007 at 9:34 am

Saya paling suka tanaman : bunga, pohon, rumput, semak, sayur .apa saja. Saya tida
k tahu apa alasannya saya menggemari tanaman dan bukannya mobil (ga nyambung !).
Barangkali karena keluarga besar saya pada dasarnya petani.
Barangkali juga karena tanaman adalah makhluk seperti halnya manusia yang kita b
isa belajar banyak darinya.
Setiap berangkat ke kampus atau pergi ke mana saja, mata saya selalu jelalatan m
emperhatikan tanaman di sepanjang jalan. Kadang bahkan saya perlu jongkok, menun
duk sampai bersimpuh di depan rumput berbunga kecil untuk mengamati kenapa dia b
egitu cantik. HP saya penuh dengan photo bunga. Setiap saya bepergian, kamera sa
ya pasti full dengan photo bunga. Saya bahkan ingat satu per satu dari ribuan ph
oto bunga yang saya miliki, di mana saya memotret bunga tersebut.
Dari dormitori saya menuju ke stasiun bawah tanah terdekat, saya pasti melewati
jalan yang dipenuhi perdu berbunga seperti photo di atas. Baunya harum. Kalau sa
ya jalan, saya pasti suka menempel ke batangnya dan hidung saya mengendus-endus
membauinya. Setiap musim semi, perdu ini beebunga, dan sebelumnya biasanya batan
g-batangnya berlomba-lomba tumbuh, saya suka sekali melihat ini. Pada saat batan
gnya tumbuh tidak beraturan seperti itu, pihak taman kota pasti akan datang dan
memangkas habis batang-batang yang tumbuh lebih unggul dari teman-temannya. Lalu
tampaklah perdu yang tertata rapih, berbentuk topiari, dengan bunga-bunganya ya
ng kecil-kecil, putih lagi harum.
Saat batang-batang itu tumbuh berlomba-lomba, saya suka iseng bicara kepadanya (
saya bukan orang gila lo,tp kebiasaan memberi salam kepada tanaman atau hewan su
dah saya lakukan sejak dulu) : `jangan tinggi-tinggi tumbuhnya, nanti dipangkas
lo !` Benar juga, batang-batang itu akhirnya digunduli.
Darinya saya merenung : saya sebenarnya sama dengan batang-batang itu, sewaktu s
aya masih di bangku sekolah dulu. Selalu ingin unggul, selalu jadi nomor satu. K
alau ikut lomba selalu harus menang. Saya sampai tidak bisa tidur kalau kalah (U
uuh, jelek buanget !!). Saya ingat-ingat saya baru bisa memahami arti nomor dua
atau kalah ketika duduk di bangku SMA. Waktu itu saya mulai menyadari bahwa saya
bukan manusia super yang mesti the best di semua bidang.
Sekarang saya benar-benar menikmati hidup menjadi orang rata-rata, atau malah di
bawah standar (glekk!!).
Beberapa waktu yang lalu kami membahas di kelas school management tentang pirami
da talenta anak didik. Di pucuk piramida sekitar 3-5% adalah anak-anak berpresta
si wah, otak brilian. Selanjutnya sekitar 10-20% anak-anak dengan prestasi baik,
lalu di bawahnya anak-anak dengan prestasi agak baik, dan bagian dasar dari pir
amida adalah anak-anak dengan prestasi rata-rata.
Saya termenung, ke kelompok mana saya harus mendidik siswa2 saya ? Atau ke arah
mana sebenarnya pendidikan itu harus diarahkan, apakah mendidik untuk mencetak m
anusia brilian atau mendidiknya menjadi manusia rata-rata ?
Beberapa negara yang masih menomorsatukan kompetisi antar siswa, tentunya membid
ik pucuk piramida. Tetapi negara yang mengalami banyak kesulitan dengan sistem k
ompetisi, mungkin akan memilih level rata-rata. Yang saya amati di Jepang adalah
para siswa yang sudah ogah berkompetisi, terutama di bidang mata pelajaran. Kom
petisi yang banyak saya lihat di sekolah ataupun di TV adalah kompetisi yang ber
kaitan dengan keahlian olah raga, seni, keterampilan. Sebagian besar anak bahkan
sangat menikmatinya, bahkan rela terkantuk-kantuk di kelas demi menjalani latih
an yang sangat berat.
Well, saya pun sebenarnya sudah malas berkompetisi. Tetapi mau tidak mau saya ha
rus menjalaninya. Untuk memperebutkan beasiswa saat ini, saya harus berkompetisi
dengan 500-an pelamar, untuk mendapatkan dormitori yang murah, saya harus berko
mpetisi dengan ratusan mahasiswa dari Asia, untuk tidak terlambat ke tempat beke
rja, saya harus mendorong seorang gadis yang berdandan rapih di kereta.
Hidup memang harus berkompetisi, sebagaimana perdu tadi. Dia perlu berlomba tumb
uh untuk mendapatkan sinar matahari secara penuh atau untuk mendapatkan air huja
n lebih banyak.
Anak pun hendaknya dididik untuk mengenal dunia manusia yang sebenarnya, dunia y
ang penuh kompetisi. Jangan dididik dia dalam lingkungan yang tanpa kejutan, sem
ua serba ada, semua serba nyaman, semua tinggal minta ayah dan ibu. Tapi jangan
pula deritakan dia dengan kehidupan yang tidak nyaman.
Memang susah mendidik anak, apalagi menjadi anak (^_^)
Ikhlas itu seperti ..
In Islamologi on Januari 23, 2007 at 5:43 am
Membaca tulisan yang dikutip Pak Urip di blognya tentang Teori Berak dalam Menul
is, membuat saya tersenyum2 membenarkan si penulis.
Ya, saya pun menggunakan teori yang sama untuk mendefinisikan apa itu ikhlas. D
ulu, setiap ditanya oleh murid saya apa sih makna ikhlas ?Ssaya selalu menjawab
bahwa ikhlas itu seperti orang yang buang hajat.
Apa yang kita buang tidak pernah kita ungkit-ungkit lagi, bahkan mengeceknya pun
ogah ! Apakah warnanya kuning, baunya menyengat, encer, kental (maaf, seribu ma
af bagi yang baca tulisan ini sambil makan (^_~)). Semuanya hilang dan tak terp
ikirkan lagi saat air kita alirkan/siramkan. flusshhh .!!
Begitulah ikhlas .
Suatu amalan yang gampang didefinisikan tetapi demikian susah diwujudkan. Apala
gi jika menyangkut uang. Seorang teman berkeluh, ada temannya yang meminjam dar
inya sejumlah uang tapi belum juga melunasinya hingga sekarang. Well, saya cuma
bisa mengatakan : `diikhlaskan saja !`. Dia malah marah : `Bagaimana bisa diik
hlaskan ? La wong saya juga perlu jee!!` Saya bukan orang kaya dan uang itu hasi
l kerja keras saya selama bertahun-tahun!!`
Saya memahami utang piutang itu sebagai ladang beramal. Memang pendapat ini ter
kesan munafik di mata sebagian orang, tetapi begitulah saya memasukkannya dalam
otak dan hati saya. Orang meminjam adalah orang yang mengalami kesulitan, dan bu
kankah orang yang dikayakan Allah, diwajibkan untuk mempermudah jalan yang sulit
bagi saudaranya ? Perkaranya cuma `ikhlas atau tidak ?`
Beramal itu gampang, kata seorang teman. Menurut saya beramal itu sulit ! Berda
sarkan wasiat Rasulullah SAW yang saya pernah dengar melalui lisan ustadz di pes
antren, beramal itu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu niatnya benar dengan
ucapan bismillaahirrahmaanirraahiim, pelaksanaanya tepat sesuai dengan ajaran A
llah dan RasulNya, tujuannya bukan untuk kemaksiatan tetapi semata mencari ridha
Allah. Bukankah ini berat ?? Kalau saya tambahkan lagi definisi di atas, bera
mal itu juga memerlukan kehadiran orang lain untuk dijadikan objek amalan kita,
atau terpaksa berkorban supaya kita bisa beramal. Memang kita saling bersimbios
is !
Supaya amal mudah dikerjakan, jangan terlalu banyak mikir !
Ketika hendak beramal, kadang-kadang kita terlalu banyak berfikir untung ruginya
, hingga akhirnya pupuslah niatan itu tanpa sempat dilihat bagaimana hasilnya.
Bukankah ketika kita kebelet`ke belakang`, kita juga tidak mikir2 efeknya jika k
ita `buang` sekarang atau nanti ?
Tapi pertimbangan sebelum melakukan sesuatu itu sangat dianjurkan, misalnya `tid
ak dibuang` di sembarang tempat. Saya suka membaca pengumuman yang ditulis sead
anya di dinding-2 bangunan di Indonesia : `YANG KENCING DI SINI ADALAH ANJING`
Sayang anjing2 (beneran) tidak bisa baca, seandainya mereka tidak buta huruf ten
tulah mereka lebih tertib daripada manusia (^_~)
Saya sangat salut dengan keikhlasan para ustadz/guru yang walaupun bergaji kecil
, masih bersemangat mengayuh sepeda berkilo-kilo untuk mendatangi murid-murid ya
ng haus ilmu. Itulah barangkali bentuk keikhlasan dalam bekerja. Lebih salut l
agi saya kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang tak terdefinisikan lagi
bentuk kekaguman kepada mereka.
Ya Allah jadikanlah setiap amalanku adalah amalan yang penuh keikhlasan .!
Forum OSIS-nya SMA Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Januari 29, 2007 at 2:36 am
Selama 3 hari saya tidak punya waktu menulis sesuatu di blog karena harus mengha
diri Symposium SMA se-Jepang (??????koukou sinpo-) yang diadakan di Kota Kobe, 2
6 Jan-28 Jan 2007. Sebuah symposium yang membahas perkembangan SMA di Jepang, m
empresentasikan hasil penelitian yang dilakukan guru-guru SMA.
Tahun lalu saya pun ikut symposium yang sama yang diadakan di Nagoya, kota tempa
t saya belajar sekarang. Entah kenapa saya begitu tertarik menghadiri symposium
-symposium semacam ini yang terjadwal secara rapih, dan sesudahnya saya pasti me
rasa agak pandai sekaligus agak bodoh. Agak pandai karena ilmu sedikit bertamba
h, dan merasa agak bodoh karena ternyata ilmu saya masih cekak.
Tapi atmosfer orang-orang yang bersemangat dalam pendidikan senantiasa saya rasa
kan dalam setiap symposium yang saya hadiri, begitu pula dg sympo Kobe kali ini.
Acara sympo yang dimulai dari jam 18.00, Jumat dengan seminar umum (zentai kai),
bertopik `?????????????????????????????=hinkon to kakusa no kakudai no naka de
no sanka to kyoudou no gakkou dukuri, chiiki dukuri, yang kira-kira artinya `
Partisipasi dan Kerjasama dalam pengembangan sekolah dan wilayah dengan kondisi
keterbatasan dan gap yang besar`. Saya tidak mengikuti secara penuh acara ini
karena sorenya saya harus mengikuti wawancara seleksi dormitory. Sekalipun saya
sudah berlari-lari supaya bisa naik shinkansen ke shin osaka jam 5 sore, ternya
ta tetap telat juga.
Acara hari kedua selalu saya sukai, acara forum diskusi yang dibagi menjadi 3 ke
lompok. Kelompok 1 membahas masalah kurikulum belajar SMA dan masalah ujian akh
ir nasional. Kelompok ke-2 membahas tentang kerjasama pengembangan sekolah dan w
ilayah, saya ikut kelompok ini, dan kelompok ke -3 membahas perkembangan anak/ge
nerasi muda dan problema anak SMA.
Kelompok 2 dibagi 2 grup diskusi kecil karena banyaknya pemakalah yang harus mem
presentasikan kemajuan sekolah masing2. Saya ikut kelompok B yang dihadiri oleh
para guru, siswa, orang tua dan pakar pendidikan. Hanya ada 2 mahasiswa yang i
kut serta dalam forum ini, saya dan seorang teman. Biasanya hanya saya sendiri,
entah kenapa mahasiswa Jepang tidak begitu tertarik dengan forum-forum begini.
Pakar pendidikan yang hadir sudah saya kenal baik, karena kami selalu bertemu d
i setiap symposium membahas `gakkou dukuri`, yaitu Prof. Masaaki Katsuno dari To
kyo Univ, dan Prof Nakata dari Hitotsubashi Univ. Keduanya peneliti muda yang s
angat tajam pandangannya dan enak diajak diskusi.
Saya sebenarnya ingin sekali ikut kelompok diskusi ke-1 yang menghadirkan profes
sor saya, Takeo Ueda sebagai pembicara pakar, tapi seperti biasa, kami selalu me
ngusahakan sedapat mungkin hadir di forum diskusi yang berbeda, merekam semua pe
mbicara dan membahasnya di kemudian hari. Rasanya saya belum pernah hadir sefor
um dengan beliau selama ini.
Sebagaimana tema yang diangkat dalam symposium kali ini, yaitu mempersiapkan sis
wa SMA yang siap terjun ke masyarakat, maka yang menjadi fokus adalah para siswa
. Berbeda dengan sympo tahun lalu, yang menjadi fokus adalah kerjasama antara g
uru, siswa dan orang tua, saya merasakan nuansa yang kuat sekali bagaimana siswa
-siswa SMA di Jepang mulai bergerak menjadi pelopor dan penggerak reformasi seko
lahnya. Melalui forum ???`seitokai`?(semacam OSIS di Indonesia), para siswa ber
latih berorganisasi, membuat survey untuk perbaikan proses belajar dan perbaikan
fasilitas sekolah, juga mulai bergerak ke masalah-masalah yang muncul di masyar
akat, seperti yang saya tulis di blog ini.
Hal seperti itu mungkin bukan hal baru di Indonesia. Siswa2 SMA kita dengan OSI
S-nya saya pikir sudah maju selangkah dengan apa yang dikembangkan sekarang di J
epang. Dugaan saya Jepang agak terlambat dalam menerapkan neoliberalism di seko
lah-sekolahnya. Professor saya mengamini ini, dan beliau menjabarkan bahwa baru
belakangan ini saja siswa didengar suaranya oleh para guru. Dulu sama sekali t
idak, siswa hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru, termasuk dalam kegiatan
-kegiatan tahunannya.
Selama SMP dan SMA saya terlibat dalam OSIS, dan ketika saya ungkapkan bahwa kam
i harus menempuh training kepemimpinan sebelum jadi pengurus, pun juga harus ber
gerak mencari sponsor dalam mencukupi dana kegiatan, mereka terkesima. Karena
di Jepang, kegiatan OSIS hanya berasal dari sekolah, malah terkadang dari kocek
guru.
Dari segi ini, saya melihat siswa SMA di Indonesia lebih maju dibandingkan siswa
Jepang. Siswa-siswa kita cukup cerdas dalam berdiskusi dan kaya ide. Kegiatan
OSIS di Indonesia pun lebih beragam menurut saya, hanya dalam konsep pengembang
an sekolah yang berbasis masyarakat, mungkin kita patut mencontoh beberapa SMA d
i Jepang.
Beberapa kegiatan OSIS-nya SMA di Jepang yang saya tangkap dalam forum ini : bun
ka sai (festival sekolah), bazar, fund raising (boking katsudou) dengan tujuan b
ermacam2, ada yang untuk membantu anak2 di dunia yang tertimpa bencana, seperti
tsunami di Aceh, juga ada yang bertujuan untuk membantu teman-teman mereka yang
tidak mampu membayar SPP. Kegiatan yang menarik adalah survey untuk mengetahui
pandangan orang tua dan masyarakat tentang perilaku/moral siswa SMA. Hasil yang
diperoleh melalui survey sederhana membawa dampak yang demikian besar, yaitu se
bagai cikal bakal forum SMA, yaitu forum yang dihadiri siswa, guru, ortu, masyar
akat dan pemerintah setempat.
Pada hari ke-2, sore hari diadakan seitokouryuukai, yaitu forum antar siswa SMA.
Forum ini cukup menarik dengan bentuk diskusi kelompok membahas topik yang dit
entukan panitia. Sekali lagi saya merasakan atmosfer kebanggaan, karena saya pi
kir forum diskusi siswa SMA di Idonesia lebih ramai ide. Anak-anak SMA Jepang m
asih terkesan malu berbicara, atau mungkin karena saya ikut duduk di sebelah mer
eka : ( Tapi ada satu hal menarik yang diungkap seorang siswa dari Aichi, yaitu
ajakannya untuk membentuk forum OSIS SMA se-Jepang, yang disambut dengan tepuk
tangan meriah dari semua hadirin. Memang belum diputuskan malam itu seperti apa
bentuknya, tetapi keinginan seperti ini termasuk langka di kalangan anak SMA di
Jepang. Saya antusias juga mengikuti forum ini selanjutnya. Alamat sudah saya
titipkan ke panitia, semoga perkembangan selanjutnya terus dapat saya pantau.
Hari terakhir symposium mengangkat gerakan ibu2 di Aichi dalam rangka mendukung
program pengembangan sekolah. Akan saya tulis dalam kesempatan lain, sesudah me
wawancarai tokohnya minggu-minggu ini. Saya sangat tertarik dnegan kegiatan mer
eka dan sebelum pulang saya sempat memberikan kartu nama dan meminta ijin mewawa
ncarainya lain hari atau menengok kegiatan mereka. Alhamdulillah mereka sangat a
ntusias.
Ya, begitulah .
Tiga hari di Kobe, kota yang tertimpa gempa maha dahsyat yang meluluhlantakkan k
ota di tahun 95 ini, benar-benar berkesan. Sempat saya kunjungi masjid pertama
di Jepang, masjid Kobe. Insya Allah saya pun akan menulis tentang hal ini.
Tiga hari di Kobe saya bertemu dengan orang-orang yang baik, bertukar kartu nama
dengan orang-orang yang bersemangat di bidang pendidikan, berbicara dengan para
pakar yang senantiasa bersemangat mengajak saya mengikuti seminar ini dan itu.
Tampaknya saya harus bekerja dan belajar lebih giat. Bekerja supaya ada dana u
ntuk menghadiri seminar-seminar semacam ini yang cukup berat di ongkos (transpor
tasi dan akomodasi), dan harus belajar supaya otak saya makin terasah.
Saya tak akan lupa : dibonceng Bapak
In Pendidikan Indonesia, Serba-serbi Indonesia on Januari 30, 2007 at 2:40 am
Orang sering mengatakan bahwa kenangan di masa kecil sangat membekas hingga kita
berumur lanjut. Saya pun mengamini ini, karena banyak sekali kenangan yang kad
ang-kadang terlintas bak putaran slide film di benak saya.
Pagi ini sepulang bekerja, saya melihat seorang ibu dengan susah payah memboncen
g anaknya. Udara musim dingin menggigit di Nagoya pagi ini. Saya tidak bisa me
lihat wajah si anak yang terbungkus rapat di punggung sang ibu. Tertutup jaket
hangat si ibu. Si ibu berhenti sejenak di depan saya memperbaiki letak si anak,
lalu setelah beres dengan semangat sambil bersenandung beliau mengayuh sepedany
a.
Saya langsung teringat kenangan dibonceng bapak.
Ketika bapak bekerja di Pabrik Gula Bone, di Sulawesi Selatan, setiap libur seko
lah bapak selalu mengajak kami berkunjung ke rumah nenek di kampung Taddagae. T
empat yang sangat saya sukai karena banyak sanak famili, banyak makanan, banyak
buah, bisa main sepuasnya. Bapak punya sepeda motor Honda yang agak butut, yang
dengannya kami sudah pergi bertamasya ke tempat-tempat indah di sekitar pabrik
gula. Perjalanan dari pabrik gula yang terletak di desa Arasoe ke kampung Tadda
gae kira-kira memakan waktu 3 jam-an, saya tidak ingat tepatnya, yang pasti saya
bisa tidur agak pulas selama di perjalanan. Biasanya bapak meletakkan adik di d
epan dan saya di belakang, lalu bapak selalu berpesan `pegangan kuat-kuat!`, `ja
ngan tidur !`. Tapi, hembusan angin dan suara gesekan daun tebu yang merdu tida
k bisa membuat saya melek sepanjang jalan, kepala saya menjadi berat, dan zzzzz ..
Bapak pasti merasakan tubuh saya yang mulai berat dan melunglai, dan beliau past
i mencubit lengan saya : `Bangun !`
Suatu kali kami bepergian sehabis hujan, jalanan tanah yang tak beraspal menjadi
licin dan bapak yang bukan pembalap tak mampu menguasai motornya, ban slip, dan
saya pun terlempar bukk! Saya yang dalam keadaan mengantuk berat tidak merasakan
sakit yang teramat sangat, hanya bapak yang kelihatan pucat. Bapak, masih ingat
kah kau kenangan ini ? Bapak mungkin tidak ingat lagi, tapi saya tetap mengingat
nya hingga detik ini.
Demikian pula anak yang dibonceng ibunya tadi.
Dia akan selalu mengenang kehangatan punggung ibunya, dia akan selalu teringat s
enandung merdu ibunya.
Seorang teman saya menulis tentang kebiasaan dia dan suaminya melambaikan tangan
kepada kedua anak kembarnya ketika mereka berangkat sekolah. Kebiasaan itu lam
a-lama hilang, karena dia sibuk dan bosan melakukannya. Tapi belakangan si anak
memintanya melambai kembali dari jendela atas rumahnya. Ya, si anak rindu pada
lambaian ibunya. Dan saya yakin selanjutnya teman saya akan terus melambai kepa
da anaknya tersayang.
Banyak ibu yang bekerja pagi-pagi, sehingga tak sempat lagi melambaikan tangan k
epada anak berangkat sekolah. Sungguh kasihan si anak karena hanya diantar kepe
rgiannya oleh si Mbok atau oleh Mang Supir.
Sampai sekarang saya masih suka menyenandungkan lagu ini :
`Oh ibu dan ayah, selamat pagi
Kupergi sekolah sampaikan nanti
Selamat belajar nak, penuh semangat
Rajinlah selalu sampai kau pintar
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
Barangkali ada yang punya download musik lagu anak ini. Kalau tidak salah karan
gan Bu Sud. Ya, saya masih ingat saya selalu senang ke sekolah. Sekolah adalah
tempat belajar dan bermain yang terbaik di benak saya. Sekalipun PR-nya banyak
, ibu guru ada yang galak, tapi lebih banyak guru yang baik, lebih banyak teman
yang baik daripada yang nakal. Jadi saya selalu berangkat sekolah dengan semang
at 45.
Mamak juga selalu bersemangat mengantar kepergian kami dengan kerepotan ini itu,
kaos kaki yang terbalik, seragam yang tertukar (kami 4 bersauara ketika itu), b
ubur yang belum dimakan, madu yang belum dijilat (hehehe dikit soalnya), atau susu
yang belum diteguk. Lalu buru-buru kami berlari sambil tak lupa mencium tangann
ya dan wusss .`berangkat mak ! ` Ya, hati-hati ! Seingat saya mamak tidak pernah b
ilang `belajar yang rajin !`, mungkin karena kami memang anak yang rajin (^_~)
Semuanya selalu saya ingat.
Dan teringat lagi tatkala pemandangan yang sama melintas nyata di depan saya sep
erti pagi ini.
Seandainya semua mamak bapak di dunia menyempatkan diri mengantar kepergian anak
nya ke sekolah dengan lambaian tangan, atau dengan senyuman saja, alangkah bahag
ianya anak2 di dunia.
Seandainya semua mamak bapak di dunia tahu betapa berkesannya masa kecil di bena
k anak-anaknya lalu berusaha menciptakan sehari-hari anak menjadi indah, tak ped
uli dia kaya atau miskin, tak peduli hari ini bisa makan atau tidak, yang pentin
g anak bisa tersenyum dan tertawa bahagia, alangkah bahagianya menjadi anak.
Saya ingin mengulang masa kanak saya yang indah ..
*Terima kasih tak berbatas kepada mamak dan bapak yang sudah berpayah-payah mend
idik kami yang nakal-nakal (^_^)
Semoga menjadi haji yang mabrur ..
Berislam di Nagoya University
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Januari 30, 2007 at 9:17 am
Jepang adalah negara yang boleh dikatakan penduduknya sangat cuek dengan agama,
tetapi rutin mengerjakan hal-hal yang dikatakannya sebagai budaya. Misalnya kebi
asaan di tahun baru, mendatangi shrine atau temple dan membeli jimat jika hendak
ujian atau mencari kerja, meletakkan buah, makanan di depan abu orang yang suda
h meninggal, dll.
Jika saya coba ajak teman-teman saya berdiskusi tentang agama, mereka kelihatan
ogah-ogahan, tapi sekali saya pernah diwawncarai oleh beberapa orang mahasiswa J
epang yang ingin mempresentasikan tentang Islam di sebuah SD. Mereka terkesima d
engan jawaban yang saya berikan dan biasanya mereka menyimpulkan `taihen da nee`
(berat ya ). Saya akan selalu menjawab : Ngga juga, buktinya saya lebih suka tert
awa, lebih happy daripada kalian` (Ga nyambung blas !).
Tapi begitulah, saya yang muslim di tengah kolega Jepang saya. Walaupun kami ber
beda dari segi keyakinan, kami masih bisa berbicara topik2 menarik lainnya, bahk
an saya sangat terharu dengan toleransi yang mereka tunjukkan kepada saya untuk
menjadi muslim yang baik. Setiap kali bepergian, professor saya pasti menanyakan
apakah mereka harus berhenti untuk memberi kesempatan saya untuk sholat. Atau,
dengan rela memesan makanan serba ikan dan sayur di restoran, karena saya tidak
bisa sembarangan makan daging. Bahkan pernah seorang mahasiswa dengan sangat sop
an menanyakan apakah arah kiblat saya sudah benar, karena dia melihat mahasiswa
yang lain sholat dengan arah yang berbeda. Alhamdulillah, ada orang yang dikirim
kan Allah untuk mengoreksi arah sholat yang selama ini saya jalani.
Pemerintah Jepang menggolongkan agama sebagai budaya, sehingga tidak ada Menteri
Agama dalam parlemen, yang ada Menteri Pendidikan, Sport, Budaya ,Sains dan Tek
nologi. Di Nagoya Univeristy sejak 2 tahun yang lalu, sekelompok mahasiswa musli
m dari Mesir, Iran, Pakistan, Indonesia, Malaysia membentuk Islamic Culture Asso
ciation in Nagoya University (ICANU), yang pendiriannya pun dilatarbelakangi seb
agai kegiatan budaya bukan kegiatan keagamaan.
Masalah makanan merupakan masalah perut yang tidak bisa kita tunda-tunda. Sejak
pertama kali datang ke Jepang, mahasiswa muslim biasanya akan saling tukar infor
masi tentang toko halal yang bisa diakses, atau produk makanan apa yang boleh di
makan, juga menghafalkan kanji-kanji yang menunjukkan produk yang tidak halal. B
eberapa di antaranya :
??(babi), ??(sapi), ??(ayam), ??? (emulsifier, yang harus dikonfirmasi ke perusa
haan melalui layanan free dial, apakah mereka menggunakan emulsifier hewani atau
nabati), ?(bir Jepang), ??/???(mirin?bahan dari sake), ???(wine)??????(alkohol)
, ????(gelatin), ???(minyak hewani). Masih banyak lagi mungkin, tapi saya biasan
ya memakai kata-kata kunci tersebut ketika berbelanja makanan. Untungnya semua p
roduk di Jepang menjelaskan secara rinci bahan-bahan yang digunakan.
Di Nagoya University ada beberapa cafetaria mahasiswa dan kafe yang paling serin
g didatangi oleh mahasiswa asing adalah Nanbu shokudou. Seingat saya, bulan Juni
tahun 2005 beberapa mahasiswa muslim menyampaikan usulan kepada Foreign Student
Advisor agar disediakan makanan halal di kafe Nanbu. Syarat makanan halal disam
paikan kepada pihak Co-op (semacam koperasi mahasiswa) dan mereka setuju. Maka s
ejak itu kami bisa menikmati makanan di Nanbu shokudo dengan tanpa kekhawatiran
lagi. Produk halal ditandai dengan tulisan halal di label harganya.
Para mahasiswa pun mengalami kesulitan sholat Jumat, sebab masjid terletak jauh
dari kampus. Satu-satunya masjid yang ada di Nagoya pada waktu itu hanya Masjid
Honjin, sekarang sudah ada masjid Minato, tapi hanya untuk jamaah laki-laki. Akh
irnya mahasiswa mengusulkan penggunaan ruangan di International Residence (dormi
tori kampus) untuk dipakai sebagai tempat sholat Jumat, dan alhamdulillah diijin
kan.
Tidak hanya itu, saya sangat salut dengan teman-teman yang tetap menjaga kebiasa
an sholat berjamaah dengan menyelenggarakannya di sebuah space sempit di Perpust
akaan pusat kampus. Jadwal sholat diumumkan melalui milis, dan terbuka bagi siap
a saja. Sayang saya belum pernah ada waktu mengikutinya. Di fakultas saya ada be
berapa mahasiswa Indonesia, dan kadang kami sholat berjamaah juga di ruang belaj
ar mahasiswa. Mahasiswa dan professor Jepang sudah terbiasa dengan kebiasaan kam
i ini.
Ya, sholat bagi sebagian muslim yang lain mungkin tidak begitu penting. Tapi bag
i saya, sholat ibaratnya seperti makanan yang harus saya konsumsi setiap saat. J
adi, dalam keadaan bagaimana pun saya harus mengerjakannya.
Beberapa waktu lagi pihak ICANU akan menyelenggarakan Indonesia Day, yaitu kegia
tan seminar tentang Islam di Indonesia dan sekaligus multi agama-nya.
Begitulah kami mencoba tetap menjadi muslim yang baik di Nagoya.
Bila Guru, Siswa, Orang tua berkolaborasi
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Januari 31, 2007 at 1:14 pm
Hampir semua orang setuju dengan teori yang mengatakan bahwa keberhasilan sekola
h akan diraih melalui kerjasama yang baik antara guru, siswa dan orang tua. Sej
ak tahun 1960-an Amerika sudah memulai model pengembangan sekolah yang melibatka
n partisipasi orang tua dan masyarakat. Ada sebuah buku lama terbitan tahun 197
9 ditulis oleh Carl Grant yang saya temukan di perpustakaan fakultas Pendidikan
Nagoya University, membahas tentang Community Participation di beberapa state di
US. Bukunya agak tebal, tetapi karena isinya menarik, saya hampir membaca semu
anya.
Teori pengembangan sekolah berbasis masyarakat semestinya berkembang dari pola p
ikir ini. Pada era 60-an ada 3 bidang utama yang melibatkan partisipasi masyara
kat dalam pengambilan kebijakan, yaitu kurikulum, finance, dan tenaga edukator (
kontrak kerja, penggajian, dll). Semula saya mengiyakan ini, tapi kemudian sete
lah melihat kenyataan di lapang, saya cenderung untuk mengkritisinya.
Mengajak orang tua atau masyarakat berpartisipasi di sekolah ternyata tidak semu
dah yang diteorikan. Melibatkan orang tua dalam penyusunan kurikulum mesti dias
umsikan bahwa orang tua memiliki background keilmuan yang memadai tentang ini.
Kalau tidak, maka yang terjadi adalah ketidakjelasan kurikulum sekolah, perang u
rat syaraf dengan para guru, bahkan bisa-bisa orang tua mengeluarkan anaknya dar
i sekolah. Demikian pula jika orang tua terlibat dalam menentukan siapa guru ya
ng harus mengajar, bisa-bisa guru pun mogok mengajar. Partisipasi yang kelihata
nnya agak smooth untuk dijalankan adalah dalam masalah keuangan, mensupport kegi
atan sekolah.
Saya melihat setiap negara bahkan wilayah harus mengembangkan model kolaborasi d
engan mempertimbangkan aspek budaya, potensi dan pola pikir masyarakatnya.
Forum guru, siswa, dan orang tua di Jepang yang disebut `?????`(sansya kyougikai
), memiliki bentuk lain. Dalam rangka membuat sekolah lebih transparan, di sek
olah-sekolah di Jepang saat ini sedang digalakkan pembentukan forum antar guru,
siswa dan orang tua. Semula bentuk kolaborasi dilakukan antara guru dan siswa,
tapi karena dianggap orang tua pun mempunyai tanggung jawab yang besar di dunia
pendidikan, maka forum diperluas menjadi 3 stakeholder.
Forum sansya kyougikai di Jepang diawali oleh SMA. Saya menduga ini wajar karen
a siswa SMA sudah dapat diajak berdiskusi secara matang. Cikal bakal forum sans
ya kyougikai kelihatannya berkembang di wilayah Nagano (SMA Tatsuno Nagano). Fo
rum ini diadakan rutin setiap bulan dan terbuka bagi peserta luar untuk hadir.
Beberapa kali saya diundang Kepala Sekolah SMA Tatsuno untuk menghadiri forum in
i, hanya Nagano cukup jauh dari Nagoya, dan SMA Tatsuno pun agak jauh dari pusat
kota. Tapi besok lusa saya akan mengunjungi SMA Tatsuno karena kebetulan ada t
awaran menjadi Teaching Assistant program Teacher Training di Nagoya University,
yang salah satu programnya adalah kunjungan ke beberapa sekolah di Nagano.
Apa yang dibicarakan dalam Forum sansyakyougikai ?
Pada dasarnya forum ini sebagai wadah komunikasi antar ketiga belah pihak. Misa
lnya sekolah mengadakan evaluasi tentang teknik mengajar guru, atau siswa melalu
i seitokai (OSIS) menyampaikan hasil survey yang dilakukan siswa tentang fasilit
as sekolah atau keseharian siswa. Perbaikan fasilitas sekolah atau keputusan te
ntang seragam sekolah menjadi topik dalam diskusi forum ini.
Jadi boleh dikatakan bahwa forum antar siswa, guru dan orang tua adalah untuk be
rtukar pikiran tentang masalah yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar,
sekaligus membahas apa sebenarnya harapan ketiga belah pihak terhadap keberhasi
lan pendidikan di sekolah.
Terlihat model yang agak lain dengan apa yang ada di Amerika atau Australia, di
mana orang tua atau masyarakat lebih berani menyampaikan uneg-uneg dan berani me
mbahas masalah kebijakan yang krusial sekali dalam proses pendidikan. Orang tua
di Jepang sepertinya masih berfikir bahwa authority pendidikan adalah masih mil
ik sekolah. Sebagaimana kita pun bisa melihat status guru di Jepang masih diang
gap memiliki pamor di masyarakat.
Dari forum Koukou sinpo (symposium SMA) di Kobe yang saya ikuti kemarin terlonta
r keinginan untuk membentuk yonsya kyougikai, artinya tidak lagi 3 pihak yang te
rlibat tapi mungkin 4 atau 5.
Yang pasti mengembangkan sekolah memerlukan kerjasama banyak pihak, tinggal baga
imana mengemas forumnya supaya tidak ada pihak yang merasa diperas, atau dirugik
an, tetapi semuanya harus merasa `bisa belajar` untuk memainkan peran dengan leb
ih baik melalui forum ini.
Merger Sekolah di Nagano
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Februari 1, 2007 at 1:52 pm
Hari ini saya masih berada di Nagano dalam rangka kunjungan sekolah selama tiga
hari. Hari ini kami mengunjungi SD dan SMP Azumi yang terletak di Matsumoto. Ked
ua sekolah ini bersebelahan dengan total murid SD dan SMP sebanyak hanya 84 oran
g siswa yang diasuh oleh 22 orang guru. Terjadi ketidakseimbangan antara jumlah
guru dan siswa.
Sekolah yang terletak di tengah pegunungan bersalju di Nagano ini tidak bisa dik
atakan sekolah kecil walaupun jumlah muridnya sangat minim. Ini disebabkan karen
a bangunan sekolah yang sangat megah menurut ukuran saya, fasilitas yang sangat
lengkap, lapangan olah raga indoor dan outdoor, TV yang tersedia di setiap kelas
. Fasilitas standar sekolah-sekolah seperti ini.
Kedatangan kami di tengah salju yang turun hampir di seantero Jepang hari ini di
sambut oleh seorang laki2 berkacamata yang berlari-lari menyambut kami di tangga
pertama menuju ke pintu masuk sekolah. Saya pikir dia seorang guru di sekolah t
ersebut, ternyata beliau adalah Kepala Sekolah SD Azumi. Beliau mengantar kami b
erkeliling dan melihat-lihat kelas. Kelas 1 SD yang kami tengok hari ini terdiri
dari kurang dari 10 orang siswa, duduk melingkar di lantai mengelilingi Bapak G
uru yang selalu tertawa. Anak-anak tidak terlalu peduli dengan kedatangan kami,
mereka tetap serius belajar. Pelajaran hari itu adalah bahasa Jepang dan topikny
a tentang `musim`. Kelas-kelas lain yang kami kunjungi hampir sama semuanya.
Beberapa hal yang saya temukan berbeda dengan sekolah kita di Indonesia :
1. Anak-anak SD Azumi berpakaian bebas, sedangkan siswa SMP berpakaian seragam.
2 . Anak-anak memakai sepatu khusus di dalam kelas.
3. Pintu masuk sekolah di Jepang selalu dilengkapi dengan loker tempat menaruh s
epatu yang tidak boleh dipakai di dalam sekolah. Sebagai gantinya kita harus mem
akai slipper.
4. Acara makan siang dikelola oleh siswa, makanan disiapkan oleh koki di dapur s
ekolah. Anak-anak secara bergiliran bertugas melayani teman-temannya.
5. Di setiap sekolah terdapat wastafel panjang untuk mencuci tangan dan sikat gi
gi
6. Tas diletakkan dalam kotak-kotak loker yang ada di dalam kelas
7. Buku-buku ensiklopedi, berbagai karya siswa dipajang di dalam kelas
8. Tidak ada tukang sapu, cleanig service, dll. Semua dikerjakan oleh anak-anak
dan guru
9. Sekolah selalu bersih
10. Guru berpakaian sangat santai, kadang baju kaos biasa, sepatu ket, hanya kep
ala sekolah yang berjas dan berdasi (inipun hanya jika ada tamu barangkali)
11. Tidak ada koperasi atau kantin sekolah.
12. Sekitar 10 menit sebelum jam pertama dimulai ada program membaca. Baca buku
apa saja boleh.
13. Tidak ada guru yang terlambat, demikian pula murid.
Apa lagi ya ?
Ada beberapa sekolah di Jepang yang menerapkan sistem sama dengan Azumi, menyatu
kan SD dan SMP di dalam satu lokasi, sehingga aktivitas sekolah pun kadang dilak
ukan bersama. Bahkan adapula kegiatan kolaborasi antara siswa SD sekota Matsumot
o. Beberapa kegiatan mendaki gunung/ kemping dilakukan dalam bentuk kerjasama (O
onawa, Azumi dan Nagawa EHS).
Karena jumlah anak usia sekolah semakin menurun di seluruh Jepang, maka ada kemu
ngkinan sekolah-sekiah tsb dimerger. Namun ini akan membawa masalah sosial baru
misalnya guru tidak efektif bekerja, masalah jarak antara rumah dan sekolah, dan
lain-lain.
Merger sekolah menjadi dilema bagi pemerintah Jepang saat ini, terutama di daera
h seperti Nagano yang minim penduduk (daerah pegunungan). Masalah utama tentu sa
ja membangun fasilitas baru sekolah, juga mengatur penempatan guru. Dan kemungki
nan akan muncul masalah psikologis, seperti adaptasi anak dengan teman dan guru
barunya. Namun jika merger tidak dilakukan, maka permerintah harus mengeluarkan
dana cukup besar untuk mengelola kegiatan operasional dan pemeliharaan sekolah.
Kojin Jouhou- Sistem Pengamanan Informasi Pribadi
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Februari 2, 2007
at 10:16 am
Gambar tampilan blog saya beberapa menit yang lalu adalah foto anak-anak sebuah
SD Jepang yang tengah menyimak penjelasan saya tentang Indonesia. Mereka duduk r
apih dengan mengenakan name tag di baju. Saya mengambil foto tersebut pada sebu
ah kunjungan sekolah di daerah Gifu. Karena blog saya berjudul `Berguru`, maka s
aya berusaha mencari foto yang mewakili judul tersebut, dan terpilihlah gambar a
nak-anak yang sedang belajar dengan wajah beragam, ada yang tegak serius, ceriah
dan wajah penuh ingin tahu. Saya sangat suka foto ini.Tapi saya harus mengganti
nya. Ini terkait dengan peraturan yang berlaku di Jepang saat ini, yaitu keharus
an untuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi seseorang. Sekalipun belum ada ya
ng mengkomplain foto yang saya pajang, tapi seorang rekan, Pak Gunawan mengingat
kan saya tentang hal ini, dan saya kemudian mengecek ulang peraturan yang berlak
u lalu saya putuskan untuk menggantinya.
Beberapa bulan yang lalu kami pernah membahas tentang `kojin jouhou` di kelas Qu
alitative Research yang diasuh oleh Prof Otani. Kojin (??)berarti personal, prib
adi, individu, sedangkan kata jouhou (??)berarti informasi/data. Masalah kojin j
ouhou menghangat belakangan ini karena adanya berbagai kasus pemanfaatan data pr
ibadi seseorang untuk melakukan kegiatan kriminal. Di antaranya, kasus penculika
n anak, pembunuhan, dll.
Oleh karenanya sekolah-sekolah di Jepang membuat regulasi baru tentang perlunya
menjaga kerahasiaan informasi pribadi seseorang. Aichi prefecture, terutama kota
Nagoya, tempat saya sekarang belajar terkenal dengan peraturannya yang sangat k
etat. Ini dapat dimaklumi karena Nagoya termasuk kota teramai dan terpadat di Je
pang selain Tokyo dan Osaka, termasuk pula sebagai kota yang paling diminati ole
h orang asing.
Ada beberapa peraturan terkait dengan kojin jouhou, di antaranya :
1. Memotret/merekam wajah anak/siswa di sekolah hanya boleh dilakukan jika ada i
jin.
2. Tidak boleh memotret anak/siswa yang menampilkan langsung wajah anak.
3. Pengambilan gambar dapat dilakukan dari arah belakang (punggung) atau samping
4. Nama anak tidak boleh ditampilkan. Ketika saya mengambil photo di sebuah seko
lah di Gifu yang saya pakai sebagai tampilan blog saya sebelumnya, peraturan ini
belum ada. Name tag adalah hal yang biasa di sekolah-sekolah Jepang dulu, tetap
i sekarang banyak sekolah yang tidak menerapkan peraturan ini lagi.
5. Penelitian yang dilakukan di sekolah dan melibatkan siswa/guru, harus merahas
iakan nama objek yang diinterview atau disurvey, kecuali dengan ijin bersangkuta
n.
Aturan-aturan ini berlaku baik di lembaga pendidikan negeri maupun swsta, bahkan
aturan yang diterapkan oleh Perguruan Tinggi Swasta lebih longgar dibandingkan
Perguruan Tinggi Negeri.
Karena adanya peraturan seperti ini, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh mah
asiswa atau peneliti dari perguruan tinggi menjadi semakin berat, dan tidak ada
kebebasan seperti sebelumnya. Saat ini sebelum memulai penelitian di sekolah-sek
olah, ijin harus didapatkan. Misalnya kegiatan `lesson study`, yaitu mengamati p
roses belajar mengajar di kelas, ketika hendak merekam gambar atau suara harus d
engan ijin pihak sekolah.
Di layar TV pun sering saya saksikan wawancara dengan nara sumber yang diubah su
ara aslinya atau tidak ditampilkan wajahnya. Atau terkadang jika mengekspose keh
idupan pribadi seseorang, nomor mobil pasti akan dikaburkan, juga beberapa nama
jalan, kota, atau toko/bangunan.
Demikianlah, kerahasiaan informasi individu di Jepang demikian ketat dijaga. Bar
angkali sebagai akibat semakin majunya teknologi, semakin canggih pula orang men
ciptakan kejahatan baru. Sebuah dampak sosial sebuah kemajuan.
SMA Chikuma, Matsumoto- Sekolah untuk orang yang bekerja
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Februari 2, 2007
at 11:34 am
Tulisan ini masih merupakan cerita tentang rangkaian kunjungan peserta Teacher T
raining Nagoya University ke Nagano prefektur. Hari pertama kunjungan kami ke be
berapa sekolah di Nagano prefekture sangat berkesan bagi saya pribadi sebab kami
mengunjungi sebuah sekolah yang tidak lazim sistemnya, bahkan sekolah seperti i
ni bisa dihitung dengan jari jumlahnya di Jepang.
Pernahkah anda membayangkan murid anda di bangku SMA berumur 26 tahun ?
Rata-rata murid SMA berumur 15/16 hingga 17/18 tahun, tetapi murid di SMA Chikum
a, Matsumoto ada yang berumur 26 tahun. Sekolah ini sangat khas dengan murid-mur
idnya yang juga khas.
Sore hari sekitar jam 4, kami tiba di gerbang SMA Chikuma, setalah menempuh perj
alanan kurang lebih 4 jam dari Nagoya. Seorang guru yang sudah sangat saya kenal
, Miyamoto Sensei menyambut kedatangan kami di pintu masuk sekolah. Miyamoto sen
sei saya kenal melalui forum-forum symposium yang selama ini sering saya ikuti.
Saya tidak menyangka beliau mengajar di Chikuma. Dugaan saya sebelumnya beliau m
engajar di SMA Tatsuno. Terakhir saya bertemu dengan beliau di Symposium SMA di
Kobe beberapa hari sebelum saya berangkat ke Nagano.
Selain Miyamoto sensei, turut menyambut kami wakil kepala sekolah, Obinata Sense
i. Kami diantar ke ruang kepala sekolah, Pak Tadato Mitsui dan beliau menyampaik
an sambutan `selamat datang`, lalu saya diminta menterjemahkannya ke dalam bahas
a Inggris. Karena beliau menggunakan bahasa Jepang `level tinggi`, bahasa formal
nya para pejabat, saya agak sulit menangkap maknanya. Level bahasa Jepang saya m
emang masih cekak, tapi dengan dipaksa menjadi penterjemah seperti ini, saya pik
ir level saya akan sedikit meningkat (^_~)
Setelah bertemu kepala sekolah kami diajak ke sebuah ruangan yang sudah dipenuhi
oleh para guru. Saya agak terkejut dengan sambutan formal seperti ini. Ternyata
kunjungan kami sudah dipersiapkan dengan matang oleh pihak sekolah. Selanjutnya
penjelasan tentang sekolah dilakukan oleh para guru, namun agak tergesa-gesa ka
rena mereka harus mulai mengajar tepat jam 5.30 sore.
SMA Chikuma yang didirikan pada tahun 1970, adalah satu-satunya SMA di wilayah N
agano yang menawarkan beragam course :
1. Full Time Course : siswa harus mendapatkan 80 kredit dan belajar dalam waktu
3 tahun. Kelas 1 harus mengikuti mata pelajaran wajib, sedangkan kelas 2 dan kel
as 3 dapat memilih masing-masing 4 dan 14 kredit mata pelajaran pilihan. Siswa b
ebas menentukan mata pelajaran apa yang diinginkannya, sesuai dengan rencana kar
ir masa depannya.
2. Daytime part time course : untuk lulus siswa harus mengumpulkan 74 kredit. Da
lam mengumpulkan kredit tersebut siswa dapat menempuhnya selama 4 tahun hingga m
aksimal 6 tahun. Mata pelajaran yang ditawarkan adalah mata pelajaran pilihan, d
an sistemnya menyerupai pola belajar di universitas, yaitu mahasiswa menentukan
sendiri mata pelajaran setiap semesternya.
3. Evening part time course : course ini diperuntukkan bagi mereka yang bekerja
di siang hari, tapi ingin tetap belajar atau menamatkan bangku SMA-nya. Masa pen
didikan selama 3 atau 4 tahun dengan mengumpulkan 74 kredit.
4. Correspondence Course : Materi belajar sama dengan sistem full time dan part
time, tetapi course ini menawarkan model belajar yang khas, yaitu siswa tidak pe
rlu menghadiri kelassetiap hari tetapi harus datang ke sekolah selama 3 kali seb
ulan. Siswa mengerjakan tugas, membuat laporan di rumah, berdasarkan buku pandua
n, dan selanjutnya harus mengikuti ujian setiap semester. Kredit yang harus diku
mpulkan sebanyak 74 kredit, yang dapat merupakan akumulasi kredit yang didapatny
a dari sekolah (SMA) yang lain. Laporan dan tugas dikirim melalui pos ke sekolah
, kemudian guru akan memeriksanya, dan memberikan penilaian lalu mengirim balik
laporan tersebut kepada siswa bersangkutan. Ketika datang ke sekolah sebanyak (3
kali sebulan), siswa menghadiri kelas dan dapat bertanya kepada guru kelas tenta
ng materi yang tidak dipahaminya. Course ini juga menawarkan kepada siswa yang h
anya ingin hadir di kelas tanpa ada rencana untuk lulus sekolah (sekedar belajar
).
Untuk mendaftar sebagai siswa di SMA ini, calon siswa harus menempuh ujian tulis
, mensubmit dokumen dan interview. Jumlah siswa saat ini sekitar 95 orang dengan
range umur 15 th hingga 30 th.
Hari itu kami diberi kesempatan mendatangi kelas Evening part time course (yakan
-?? ???). Jadwal belajar adalah sebagai berikut :
5.30 kelas mulai
5.30-5.45 quiz dan bahas PR
5.45-6.25 pelajaran I
6.25-6.45 makan malam
6.50-7.30 pelajaran ke-2
7.35-8.15 pelajaran ke-3
8.20-9.00 pelajaran ke-4
Hari Selasa dan Kamis club activities hingga jam 9.40
9.40 sekolah usai
Siswa yakan course adalah orang yang bekerja di pagi hingga sore hari, kemudian
menyempatkan belajar di malam hari. Kami menikmati makan malam bersama di sekola
h dengan menu roti berisi sayuran, sop ayam hangat susu segar dan yoghurt bluebe
rry. Karena saya tidak bisa makan sop ayam, maka saya mendapat jatah roti 2 buah
, susu 2 botol dan yoghurt 2 buah. Satu buah roti saja sudah sangat mengenyangka
n, jadi terpaksa dibekel pulang (^_^). Yang berkesan sekali tidak hanya siswa ya
ng makan di ruang makan yang cukup luas itu, tetapi semua guru bahkan kepala sek
olah pun menikmati makan malam bersama dengan menu yang sama.
Saya merasakan kehangatan hubungan antar guru, juga antar kepala sekolah, wakil
kepala sekolah dengan bawahannya, antara guru dan murid, antara juru masak, muri
d, dan para staf malam itu. Barangkali karena siswa yang bersekolah di SMA ini a
dalah siswa yang juga memerlukan kehangatan keluarga seperti ini. Sebagian siswa
adalah anak-anak yang tidak mau datang ke sekolah normal karena tekanan belajar
atau karena mengalami pelecehan. Di sini mereka belajar karena kemauannya sendi
ri dan tidak tertekan.
Tenaga pengajar di sekolah ini pun dibagi per course. Bagi pengajar full time co
urse mereka mulai bekerja dari pagi hingga siang hari, sebagaimana sekolah norma
l di Jepang. Pengajar Day time course mengajar dari jam 13.00 hingga jam 17.00,
pengajar evening course bekerja dari jam 17.30 hingga jam 21.40.
Sehabis makan malam, sebagian guru beserta kepala sekolah dan wakilnya berkumpul
di ruang rapat untuk menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan berkaitan de
ngan sistem di sekolah ini. Diskusi yang cukup hangat ini terpaksa dihentikan ka
rena para guru harus segera mengajar.
Sebuah kunjungan yang mengesankan sekali, bertemu dengan guru-guru yang berdedik
asi tinggi, tetap bersemangat mengajar walaupun jumlah siswa yang diajar hanya 5
-7 orang per kelas, itupun dengan kondisi yang sudah capek bekerja di siang hari
nya.
Salut saya kepada para guru dan juga para siswanya
Kami bagaikan tamu agung yang diantar pulang dengan bungkukan hormat dan lambaia
n tangan dari kepala sekolah, wakilnya dan guru-guru yang berusaha lari seusai m
engajar, agar dapat mengucapkan selamat jalan kepada kami, termasuk Miyamoto sen
sei yang bersemangat sekali mendukung, ketika saya sampaikan niat mengadakan pen
elitian tentang kegiatan penelitian para guru di Nagano. Beliau berjanji mengiri
mkan majalah dan buku-buku terkait.
Saya harus membungkuk 90 derajat dan agak lama untuk ini semua .
hontouni o sewa ni narimashite, doumo arigatou gozaimashita.
Masjid dan Orang Jepang
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Februari 4, 2007 at 6:33 am

Seorang teman terkesima melihat sebuah foto masjid di atas sungai yang ada di Am
bon, dan dengan polosnya bertanya `apakah orang Indonesia tinggal di rumah seper
ti ini?
Ya, banyak orang Jepang yang tidak tahu apa Islam, apa itu masjid, sekalipun Isl
am telah masuk ke Jepang sejak tahun 1877. Barangkali karena ketidaktertarikan o
rang Jepang terhadap agama. Dalam artikelnya di Harvard Asia Quarterly, Michael
Penn mensinyalir bahwa banyak orang yang pasti berkesimpulan tidak ada hubungan
antara orang Jepang dan Islam, karena di satu pihak Islam mempercayai monoteisme
, sedangkan Jepang lebih kental polyteisme atau bahkan animismenya. Tapi sebenar
nya banyak peninggalan bersejarah yang menunjukkan bahwa Jepang punya hubungan y
ang erat dengan Islam. Banyak peneliti studi Islam di beberapa universitas Jepan
g telah berhasil membuka fenomena ini.
Jika ditanya apa agama yang mereka anut, kebanyakan orang Jepang tidak bisa menj
awab, terutama orang mudanya. Ada dua agama yang diyakini kebanyakan orang Jepan
g yaitu, Budha dan Shinto. Tapi jangan ditanya mengenai detail ibadah atau atura
n-aturannya, kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Sebagian orang Jepang mendat
angi shrine (??=jinja, yaitu tempat ibadah agama Shinto) ketika mereka hendak me
minta peruntungan, keberhasilan dalam bisnis, kelahiran bayi, dan perkawinan. Da
n mendatangi temple (??=otera) ketika mengadakan upacara kematian.
Minat orang Jepang terhadap kegiatan-kegiatan agama pun sangat kurang, bahkan sa
ya pernah melihat acara di sebuah stasiun TV Jepang yang menceritakan bagaimana
seorang Oboosan (pendeta budha) membuka grup band rock di oteranya dalam rangka
mengundang orang muda untuk lebih rajin datang ke oteranya. Banyak juga kegiatan
yang dilangsungkan di shrine atau temple yang tidak jelas apakah itu acara keag
amaan atau kebudayaan.
Bahkan ada kebiasaan antik PM Koizumi mendatangi Yasukuni shrine di Tokyo, shrin
e yang dibangun sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang yang gugur membel
a emperor di masa perang dunia. Sekalipun banyak orang China dan Korea Selatan ,
sebagai korban perang, yang menentang ini, tetapi tercatat Koizumi mengunjungi
shrine ini beberapa kali dalam masa jabatannya sebagai PM. Boleh dikatakan kedat
angan PM ke shrine bukan untuk beribadah, tetapi lebih bernuansa politik. Ada is
sue yang mengatakan bahwa kunjungannya ke Yasukuni shrine demi mendapat dukungan
dari veteran perang agar tetap berkuasa sebagai PM.
Anyway, tempat-tempat ibadah bagi orang Jepang bukanlah tempat ibadah, tapi lebi
h merupakan tempat wisata. Demikian pula dengan masjid di Jepang.
Terdapat 10 masjid di Tokyo, 10 di daerah sekitar Tokyo, dan 17 masjid yang ters
ebar di kota-kota seantero Jepang.Tapi jangan dibayangkan bahwa masjid-masjid te
rsebut seperti masjid di Indonesia, bangunan luas dan kubah megah, mesjid di Jep
ang ada yang berupa apartemen yang disewa oleh komuniti muslim. Berbeda dengan d
i Indonesia, masjid-masjid di Jepang dinamai seduai dengan nama kota. Misalnya M
asjid Honjin di Nagoya yang terletak di wilayah Honjin, masjid Kobe di kota Kobe
, atau masjid Osaka di Osaka.
Salah satu masjid megah dan tertua di Jepang adalah Masjid Kobe didirikan pada t
ahun 1928 atas prakarsa pedagang muslim India yang membentuk Islamic Committee f
or Kobe. Seorang tokohnya, Mr. A.K Bochia pergi ke India untuk mengumpulkan dona
si pembangunan masjid.

Arsitektur masjid Kobe dikerjakan oleh seorang India dengan nuansa kental bangun
an-bangunan di Turki. Masjid Kobe berfungsi normal pada tahun 1935, setelah mend
apat persetujuan dari emperor. Masjid ini menjadi persinggahan ibadah bagi pedag
ang, guru, mahasiswa muslim yang merantau ke Jepang. Mengapa masjid pertama diba
ngun di Kobe, saya sendiri tidak tahu sejarahnya, tetapi barangkali ada kaitanny
a dengan nama `?? =kobe, yang berarti Pintu Tuhan/Iman.

Dua minggu yang lalu saya mengunjungi masjid Kobe. Saya begitu terpaku dengan ba
ngunannya yang kuno tetapi megah. Pintunya yang besar lagi berat dengan gelang p
engetuk dari besi, seperti di rumah-rumah tua Eropa. Mesjid Kobe berada di sekit
ar perkampungan ???(ijinkan), tempat yang paling tersohor di Kobe karena di kiri
kanan jalan terdapat banyak rumah-rumah besar, model Eropa lagi tua. Menurut te
man saya, ijinkan adalah tempat yang terkenal untuk kencan karena nuansa romanti
smenya.
Ketika saya datang ke masjid Kobe, siang hari, masjid sepi. Tidak ada orang yang
tengah beribadah, hanya terdengar suara gerakan orang bekerja di lantai bawah.
Pintu masjid bagian samping sengaja terbuka, yang memungkinkan siapa saja dapat
masuk ke rumah Allah ini, baik untuk beribadah atau untuk belajar tentang Islam.
Orang Jepang pun sering datang tapi sekedar untuk berwisata, mengagumi bangunan
-bangunan tua beraksitektur menawan.

Ya, barangkali dengan kedatangannya ke masjid-masjid, walaupun sekedar untuk ber


ekreasi, Allah akan membukakan hati mereka ..
Kenapa Anak Tidak Doyan Sayur ?
In Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Serba-serbi Indonesia, Serba-Serbi J
epang on Februari 6, 2007 at 4:37 am
Hari Sabtu saya diundang untuk mengajari sekitar 27 anak SD Jepang memasak masak
an Indonesia. Acara ini diprakarsai oleh Tenpaku, sebuah pusat belajar masyaraka
t milik kota Nagoya. Saya dan seorang teman mengajari anak2 itu 3 jenis masakan,
gado-gado, mie goreng dan kolak. Makanan yang ke-2 dan ke-3 lumayan digemari, t
api yang pertama bersisa buanyaaak. Saya agak sedih melihat tumpukan sayuran yan
g sedikit saja disentuh oleh anak-anak.
Ada banyak kemungkinan memang kenapa gado-gado tak digemari :
Mungkin karena bumbu gado-gado yang saya buat benar-benar tidak enak, atau anak-
anak sudah kecapekan masak sayur yang demikian banyak jenisnya sehingga tidak be
rselera lagi ketika acara makan tiba. Tapi kenapa mereka makan ludes mie goreng
dan kolaknya ?
Semasa kecil saya juga tidak doyan sayur. Saya coba ingat-ingat apa alasannya, t
api saya tetap tidak ingat. Pokoknya waktu itu saya paling benci kalau mamak mas
ak sayur bayem. Barangkali lidah anak-anak punya struktur yang agak beda dengan
orang dewasa ya ? Maksudnya saraf pengecapnya berbeda. Saya paling suka makan ma
kanan yang gurih dulu, pokoknya yang ada rasa-rasa vitsinnya. Mamak memang kadan
g memakai bahan ini, tapi pelan-pelan berhenti dan diganti dengan bawang putih y
ang banyak. Itu sejak bapak berkolesterol tinggi dan harus stop makanan bermuata
n MSG.
Ketika kecil, kami semua menggemari chiki snack karena rasanya guriiih banget, b
egitu pula dengan potato chips, wuiihh .enak (^_^)
Begitu pula mungkin dengan anak-anak SD tadi, mie goreng mereka sikat karena ada
telur, sosis, plus udang, dan yang pasti rasanya gurih. Adapun kolak mereka suk
a mungkin karena manis dan bersantan (gurih). Sedangkan gado-gado ga berasa apa-
apa kalau tidak diaduk dengan bumbu.
Saya tidak tahu bagaimana caranya supaya anak gemar sayur. Tapi menurut beberapa
ibu dan ahli gizi, sebaiknya sejak bayi, ibu harus membiasakan anak makan sayur
, sehingga ketika agak besar dia menggemarinya. Suatu kali juga pernah saya tont
on di TV ketika masih di Indonesia, sayuran dan buah dibuat juice dan diberi sed
ikit gula dan garam. Mamak saya sebenarnya sudah mengikuti ini barangkali, karen
a kami setiap hari disuguhi sayur, tapi kami lebih suka makan nasi (apalagi nasi
jagung. wuiihhh sedaap) plus ikan asin bakar yang disirami minyak kelapa asli !
Wis .langsung ludes biasanya. Sayurnya dimakan mamak dan bapak. Kalau sayur atau
buahnya diblender, kayaknya malah kami tidak akan yang makan karena penampilanny
a yang encer berwarna, wueeek !! Satu-satunya sayuran yang kami gemari adalah `b
arobbo, makanan khas sulawesi yaitu jagung yang dimasak dengan sayur bayam, kaca
ng panjang dan udang/teri. Atau yang radha mirip itu `bubur menado`. Sekali lagi
karena rasanya gurih !!
Tapi lain dulu, lain sekarang.
Sejak saya SMA saya paling gemar makan sayur, bahkan tomat dan wortel mentah pun
saya doyan. Apalagi waktu di IPB, saya ketularan orang Sunda yang gemar makan d
aun !! Setelah saya pikir-pikir perubahan tersebut terjadi karena saya mulai pun
ya ilmu (sebab disekolahin (^_^)) tentang apa itu makanan sehat, dan mulai menya
dari bahwa tubuh harus dikasihani, harus diberi asupan yang baik. Jadi saya meng
ubah pola makan saya karena pengetahuan yang saya dapat.
Karenanya barangkali bagus juga di sekolah-sekolah TK atau SD diajarkan pembelaj
aran gizi (tapi jangan rumit-rumit, dan jangan model menghafal seperti PENJAS) k
epada murid-murid kecil tersebut. Misalnya sekolah yang menyiapkan makan siang,
bisa menawarkan menunya untuk disusun sendiri oleh para siswa, kemudian sekalian
mereka diminta menjelaskan kenapa mengusulkan makanan itu, apa manfaatnya bagi
tubuh. Saya pernah melihat ini di sebuah SD di Gifu prefecture.
Saya ingat acara makan siangnya si Totto chan (Baca : Totto chan, gadis kecil di
jendela, Kuroyanagi Tetsuko). Pak Kepala sekolah menyuruh murid-murid membawa m
akanan dari laut dan dari gunung, memang tidak ditentukan apa jenisnya. Tapi ana
k-anak jadi sibuk mikir, makanan apa ya yang ada di gunung dan ada di laut, dan me
reka secara otomatis menjadi pintar karena otaknya dipakai mikir. Demikian pula
ibunya tentunya.
Di Jepang, makanan disajikan dengan porsi sedikit-sedikit, tapi beragam, dan dit
ata dengan paduan warna yang sangat memikat. Makanya orang Jepang kelihatan gemb
ira sekali ketika acara makan dimulai, dan mereka pasti berteriak `oishiiii sooo
` (enaaakkk kayaknya !). Nasi biasanya dikeluarkan belakangan, pas perut sudah k
enyang, jadi ga makan banyak-banyak.
Makan bagi anak-anak adalah rutinitas yang kadang dianggap mengganggu jadwal ber
main, makanya ada baiknya kalau makan diselipkan sebagai bagian dari permainan.
Eh, apa maksudnya nih ? Saat makan boleh mungkin sambil main balon, atau kalau m
emang harus duduk rapih di meja makan, bisa tidak sambil diputarkan musik atau l
agu-lagu yang gembira ? Atau sayurannya dipotong menyerupai bentuk binatang atau
pinokio ?
Yang saya agak heran, kenapa sampai dewasa pun ada orang yang tidak gemar sayur.
Manajer saya di restoran thailand tidak suka makan kacang kapri, yang menurut s
aya, itu malah kacang terenak di dunia (^_^). Ada lagi yang tidak suka makan pap
rika, padahal paprika manis dan menurut saya juga enak.
Atau mungkin jangan dibandingkan dengan saya karena semua makanan halal menurut sa
ya enak (^_~)
Survey Iseng : Kalau besar mau jadi apa, Nak ?
In Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Serba-serbi Indonesia, Serba-Serbi J
epang on Februari 10, 2007 at 10:10 am
Berawal dari saran seorang teman untuk menulis tentang cita-cita anak Indonesia
dan anak Jepang, saya secara iseng melakukan survey sederhana dengan satu pertan
yaan dan dengan metode sederhana pula. Survey iseng ini saya kirim ke milis ibu-
ibu taman quran nagoya, sebuah wadah komunikasi ibu-ibu Indonesia di Nagoya. Per
tanyaan survey hanya satu item yaitu : Kalau besar mau jadi apa ? Dengan pesan s
ponsor anak tidak boleh dipaksa, diarahkan, dituntun ketika menjawab, jawaban ha
rus LUBER (tanpa R), maka saya menerima jawaban survey dari para ibu yang mewawa
ncarai anaknya, berupa hasil wawancara tanpa editing.
Berikut ini cuplikannya (Mohon maaf, nama tidak dirahasiakan dengan alasan senga
ja tidak mematuhi aturan Kojin Jouhou (^_~) :
Pesan sponsor : Siapkan kopi panas dan pisang goreng sebelum melanjutkan bacaany
a ..(^0~)
Jawaban 1 :
Bunda : mas Fathan,kalo besar nanti mau jadi apa?
Fathan: ..(mikir kyknya,berusaha mencerna)mau jadiii dangdut ajah
raja ndangduth .qeqeqekh(ketawa2 dia)
Bunda : Haaa,mosok jadi raja dangdut?pangeran dangdut kalii?
Fathan: iya,pangeran jg mau ..(lho,kok plinplan.red)
Ayah : katanya mau jadi pemain baseball?(Fathan hobi nonton baseball di TV&punya
tongkat baseball dr plastik ).
Fathan: aku mau jadi baseball .mau jadi polisi (lha,malah maruk anak ini.red)
Bunda:..Ah,piye sih mas?yang bener mau jadi apa nih?
Fathan: Oya,mau jadi pangeran ndangdut ajah,soalnya bsk mau nyanyi ndangdut bare
ng nabila(sepupu seumur Fathan di Jogja.red)
Bunda: (bengong)
Jawaban 2.
Jawaban Fira : Fira sebenarnya pinginnya jadi guru sama jadi dokter sama jadi pra
mugari sama jadi dokter gigi cuma sekarang belum pinter
Komentar bapaknya : oleh karena itu belajar?!
Ibu tanya : Kenapa pingin jadi guru?
Fira : Biar kayak bapak!
Ibu : Kalo dokter?
Fira : Yaaaa pingin aja!
Ibu : Dokter gigi?
Fira : Pingin kayak dokter gigi yang rawat Fira yang di sini sama dokter Ancella (
red : dr. giginya Fira di Ind)
Ibu : Pramugari?
Fira : Soalnya pernah dengar cerita Oma!
Jawaban 3.
kalo salsa berdasarkan dokumentasi waktu di tk dulu dan ampe sekarang belum beru
bah : kalo udah gedhe nanti pingin buka toko bakery katanya..kalo org jepun bila
ng pan ya san
kalo izzah berdasarkan situasi hati mamanya waktu nanya..kalo lagi baikan ya pin
gin jadi mama/ibu yang baik..he.he.
tapi kalo lagi engga cocok ama mamanya (krn lagi kena marah misalnya) ya ke pinc
ut kakaknya pingin jadi pan ya san..
padahal kakaknya pingin jadi pan ya san kan salah satu alasannya krn suka ikutan
mamanya bikin roti/kue..
he..he.dasar anak-anak
Jawaban 4 :
Hasil wawancara dg farhan (3th. 6 bulan)
U : farhan kalau besar mau jadi apa?
F : Mau jadi bapak2 :-)
Pertanyaannnya dirubah:
U : farhan kalau besar pingin bisa apa?
F : Pingin bisa main komputel pake ini (nunjuk Mouse).
Jawaban 5 :
Dari dulu, Rila memang bercita2 pengen jadi dokter, dokter anak saat itu. Mungki
n ini karena dia terpengaruh oleh seringnya dia dibawa ke dokter, maklum anak pe
tama sakit didkit langsung ke dokter. Dan dokter anak yang menangani dia kebetul
an baik, sabar, penuh perhatian dan ruangannya dipenuhi mainan yang menyenangkan
. Tapi ketika kemaren saya wawancarai, jawabannya berubah sedikit:
Ibu: Rila cita2nya masih seperti dulu atau udah berubah pengen jadi yang lain?
Rila: Rila sih tetep pengen jadi dokter tapi dokter umum aja gak dokter anak
Ibu: Lho kenapa? dulu pengennya jadi dokter anak kok sekarang jadi dokter umum?
Rila: Gak mau akh jadi dokter anak, abis ntar harus masukin obat ke pantat (sambi
l nyengir).
Ini akibat suatu hari dia panas sampai mencapai 40 derajat lebih dikit. Padahal
saat itu saya udah kasih obat penurun panas. Akhirnya sama dokter dikasih obat d
ari dubur.
Ibu: Lho Ril, kalo dokter umum malah yang dikasih obat bukan lagi dubur anak2 tap
i orang dewasa. Dokter gak boleh jijik-an
Rila: Gak mau akh geli
Ayah: Lha kalo ada pasien yang harus dikasih obat dari pantat gimana?
Rila: suruh orang lain ajaaaa yang masukin
Ibu : siapa?
Rila: misalnya suster .
Sempet terjadi perdebatan antara anak dan bapaknya. Terus saya tanya adeknya, Ar
il.
Ibu: Kalo Aril udah gede mau jadi apa?
yang jawab bukan ybs tapi kakaknya.
Rila: Aril kan mau jadi dokter gigi, ya kan Ril? . Suatu malam saya sempet denger c
andaam antara Rila, Aril dan kedua pengasuhnya. Saat itu Rila bersikeras kalo Ar
il harus jadi dokter gigi.
Ibu: Cita-cita itu tidak boleh diatur oleh orang lain. Cita2 itu harus keinginan
sendiri .
Rila memotong: TApi Aril kan mau jadi dokter gigi kan Ril?
Ibu: Betul Aril mau jadi dokter gigi? yang ditanya cuek sambil mainin mobil2annya
dipangkuan saya.
Ibu: Aril, kalo udah gede mau jadi apa? . Kakaknya masih terus memprovokasi adeknya
.
Akhirnya Aril bersuara: ok kodok kodok . . Rupanya dia bingung dengan omongan kakaknya
yang terus2an bilang dokter gigi. Ayahnya ngakak masa adek mau jadi kodok.
Jawaban 6 :
Kalau Azka waktu umur 3 tahunan lagi seneng-senengnya mainan
shinkansen. Waktu itu ditanya mau jadi apa kalu besar, mau bisa
bikin shinkansen kalo ngga mau jadi shinkansen no untensha . Waktu
tau ayahnya mau jadi hakase , cita-citanya berubah mau
jadi hakase tapi tetep ada hubungannya ama shinkansen. Pas sudah
masuk hoikuen cita-citanya jadi tercemari cita-cita anak jepang,
mau jadi yakyu senshu (pemain baseball). Begitu juga adiknya yg sekarang di hoikue
n,
ditanya mau jadi apa, mau jadi sakka senshu (pemain sepak bola).
Kalau yg paling kecil ditanya mau jadi apa? jawabnya hmm..hmmm
(sambil mengangguk-angguk).
Jadi inget waktu SMA dulu, ada adiknya temen waktu ditanya kalau
besar mau jadi apa? Mau jadi penganten
Jawaban 7 :
Kalau udah besar mau jadi apa?
1. Shidqi : ingin bisa naik roket..wwwuuusss!!. asyik
Ummi : Ya, tapi jangan kegemukan, ntar roketnya keberatan, gak bisa
naik2..
2. Hasna : ingin jadi berbi (barbie).. gak mau jadi ibu-ibu..jadi anak-anak aja..
Berbi kan cantik ! ..
3. Karima : mau jadi puli juah ? (wah, apalagi nih??).. biar bisa hensin!! (beruba
h!!)..
Jawaban 8 :
Pas pertama kali ditanya begini :
ummi : faiz nanti kalai udah besar mau jadi apa?
faiz : mau jadi dedek
ummi : ????
Lain waktu :
ummi : faiz kalo udah besar mau jadi apa?
faiz : wan wan
ummi : ??? (korban ina ina iba kana?) acara di TV Jepang -red.
Lain waktu :
ummi : faiz kalo udah besar mau jadi apa?
faiz : mau jadi utan, ummi jadi fuka, abi jadi wan wan
ummi : ??? (bener dech korban tv)
Lain waktu
ummi : faiz, dulu pas ummi masih kecil kayak faiz, kalo udah besar
ummi pengen jadi polisi, faiz mau ngga jadi polisi?
faiz : ngga mau
ummi : faiz mau jadi apa?
faiz : hmmm mau jadi .sopil shinkansen (dengan wajah berbinar-binar)
kemudian ambil buku yang ada gambar sopir shinkansen sambil nunjukin
ke umminya
faiz : sama ini, sopil shinkansen, ya ya
ummi : ???
Jawaban 9 :
btw mba Murni, kenapa yah rata2 anak2 emang kalo ditanya cita2 emang doble2 jawabn
ya?..
ituu.Fira mba Soes yg udah ngerti termasuk si Kaka dirumah juga sama..
jawaban dia pernah begini
Mau jadi sensei SD dulu terus dokter gigi ..hihihi.., ngerangkep kaliii..seperti
mba Murni sekarang..jadi gakusei, jadi bu guru bahasa Indonesia juga dan juga p
engusaha donat hehhehe
Begitulah ..
Jawaban yang saya terima dari ibu-ibu yang bersedia mewawancarai putra-putri ter
cintanya. Hontouni arigatou gozaimashita. Go kurou sama deshita (^0^)
Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut, saya agak kesulitan membuat analysis pun m
enyimpulkannya. Tapi ada hal yang menarik yang kita bisa simak dari jawaban-jawa
ban itu, bahwa anak sesederhananya dia, semua mempunyai cita-cita. Cita-cita yan
g diangankannya kadang sangat sepele bagi kita, misalnya Fathan yang ingin jadi
pangeran dangdut atau Salsa yang ingin buka bakery, Azka yang ingin jadi pemain
baseball, atau bahkan agak geli misalnya Hasnah yang ingin jadi barbie, atau Far
han yang ingin jadi kayak Bapak.
Anak-anak yang semasa dengan saya, punya jawaban standar jika ditanya cita-cita.
Rata-rata akan menjawab : dokter, polisi, insinyur, wartawan, manajer, atau gur
u. Karena hanya itulah yang menurut pandangan kita sebagai `orang yang koceknya
tebal` di masyarakat. Adik saya bahkan ingin jadi Gubernur sekaligus jenderal wa
ktu ditanya cita-citanya, karena dia sangat terpesona dengan seorang jenderal ya
ng dilihatnya di layar TV, berdiri tegak dengan serentetan lencana di bahu dan d
i dada.
Anak-anak sekarang berbeda. Cita-cita mereka demikian bervariasi karena semakin
banyaknya idola yang mereka lihat, atau kriteria `orang yang berduit` menurut an
ak-anak sekarang tidak lagi penting ya ? Ya penting terkenal, bisa beli maenan b
anyak, beli mobil, masuk TV .(ini mah sama aja..!!).
Terlihat pula beda pandangan anak-anak yang lama di Jepang dengan anak-anak yang
baru beberapa bulan tinggal di Jepang. Yang cukup lama tinggal di Jepang, cita-
citanya seperti kebanyakan anak-anak kecil di Jepang lainnya, ingin jadi pemain
baseball, pemain sepak bola (karena mereka begitu dielu-elukan di sini), atau ya
ng sederhana ingin menjadi pan ya san (pemilik toko roti), karena barangkali san
gat suka makan roti (begitu kan, ya, Salsa (^_~)). Bahkan seorang teman mengatak
an ada anak Jepang yang bercita-cita ingin kerja part time saja, karena kerjanya
nyantai dan bisa pindah-pindah kalau bosan di satu tempat. Ya, barangkali gener
asi muda Jepang saat ini sangat tertekan melihat generasi Bapak-2nya yang workah
olic sehingga tidak ada waktu untuk keluarga. Mereka tidak ingin seperti itu lag
i. Apakah ini pertanda buruk bagi sebuah bangsa seperti Jepang ? Wallaahu `a`lam
Anak-anak yang baru beberapa bulan tinggal di sini pada umumnya masih terpengaru
h kuat dengan cita-cita `ala Indonesia` : ingin jadi dokter atau pangeran dangdu
t (yang belakangan ini termasuk perkecualian hehehe .), atau dokter gigi. Cita-ci
ta anak Indonesia memang masih belum berubah sepertinya. Masih sama dengan ibu-b
apaknya dulu (^o~)
Anak-anak sebenarnya tidak punya gambaran jelas apa itu masa depan ? Seperti apa
mereka nantinya ? Apakah seperti ibu atau bapaknya ? Mereka barangkali juga be
lum paham dunianya orang dewasa boro-boro ya men-temen, wong yang lagi asiik sekaran
g ya, game, play station \(^0^)/
Kalau begitu bagaimana sebaiknya orang tua mensikapi cita-cita anak ? Lebih baik
biarkan saja mereka bercita-cita sebanyak-banyaknya, tidak usah dituntun bahwa
dia harus seperti bapaknya yang dokter atau ibunya yang insinyur. Biarkan merek
a berkreasi melukis masa depannya. Kalau toh butuh komentar, yang perlu disampa
ikan hanyalah pujian bahwa dia sudah punya cita-cita, dan ajakan untuk sedikit
mikir apa baik buruknya menjadi si A atau si B atau si C.
Jadi .
Apa jawaban anda kalau survey ini saya kembangkan dengan obyek orang dewasa :
`Apa cita-cita anda sewaktu kecil dulu ?`
Sudah ditentukan rezekinya
In Islamologi on Februari 10, 2007 at 11:09 am

Gambar di atas adalah photo seekor burung kecil yang terbang dengan lincahnya di
tengah dinginnya udara di pegunungan Nagano. Saya potret berkali-kali untuk me
ndapatkan pose yang sempurna ketika dia sedang mematuk-matuk makanan yang digant
ung pemilik restoran di pohon gersang tak berdaun.
Ketika memotret burung kecil itu, saya termenung memikirkan hidup saya. Bahwa s
aya seperti dia yang harus berjuang pagi hingga malam untuk mendapatkan rezeki y
ang sudah ditetapkan Pemiliknya di atas sana. Burung kecil itu sepertinya tak be
rdaya menghadapi buruknya cuaca dengan posturnya yang kecil. Tapi Allah sudah m
enjamin bagiannya. Dengan tubuhnya yang kecil, dia bergerak lincah di udara, ba
rangkali Allah telah pula melengkapi tubuhnya dengan `penghangat alami`, sehingg
a membuatnya nyaman melayang ke sana kemari.

Demikian pula saya menyadari betul bahwa Allah telah melengkapi fisik saya denga
n antibodi yang sangat kuat, karena saya harus bekerja keras. Teman-teman tak bo
san-bosannya menasihati untuk banyak tidur, jaga kesehatan, banyak istirahat, ba
nyak makan. Ya, saya berterima kasih dengan perhatian mereka. Saya sudah usahak
an untuk menjalankan nasehat-nasehat itu karena saya tahu saya perlu mengasihani
tubuh saya. Saya perlu menjaga pemberian-Nya agar tak sulit menjawab di meja p
eradilan-Nya kelak : untuk apa tubuhmu kau gunakan di dunia ?

Terkadang saya berfikir buat apa seseorang harus bekerja jika memang Allah sudah
menentukan rizkinya ? Menurut yang pernah saya dengar, rizki itu sekalipun tida
k dicari, dia akan datang dengan sendirinya. Saya tidak termasuk pengikut paham
ini. Menurut saya Allah memang sudah menentukan bagian setiap makhluk di kitab
lauhil mahfuz tetapi Dia tidak mengabarkan berapa banyak `bagian` yang seharusn
ya diterima seorang hamba. Semuanya berupa teka teki. Tidak ada ayat yang turun
khusus kepada seorang hamba mengabarkan bahwa dia akan mendapatkan gaji sekian
juta jika dia bekerja di kantor Pertamina. Karena tidak adanya kepastian itu, m
aka setiap insan harus berusaha, harus bekerja, harus mencari di mana Allah meny
impan `bagian` itu.
Ketika sudah berpeluh-peluh bekerja, sudah membengkak mata karena kurang tidur,
ternyata yang didapat hanya `sebutir` bukan `segenggam`, maka apakah kita harus
berhenti berusaha ? Tidak. Bekerja harus dilanjutkan. Rezeki yang sebutir atau
segenggam bukanlah parameter kerasnya usaha. Para buruh angkut di pasar, atau
kuli pemecah batu di pegunungan Dieng lebih melimpah keringatnya daripada manaje
r hotel yang duduk di ruang ber-AC. Tetapi mereka berpenghasilan beda. Apakah
ini adil ? Ya, sangat adil menurut saya ketika kita berfikir proses yang mereka
harus tempuh untuk sampai pada jabatan tertentu, atau pun ketika kita harus berf
ikir bahwa kehidupan mereka berbeda. Si manajer hotel tidak akan sanggup hidup
dengan gaji kuli bangunan, demikian pula si kuli tidak akan tahan godaan hidup j
ika dia bergaji manajer.
Rezeki itu sudah ditentukan. Yang harus disadari sekarang bahwa dengan rezki ya
ng diamanahkan Allah di tangan kita sekarang ini, sanggupkah kita hidup sesuai d
engan jumlah yang ada di tangan itu ? Apakah kita tidak akan iri melihat kawan y
ang ke kantor dengan BMW atau apakah kita tidak sakit hati karena tetangga memba
ngun rumahnya lebih tinggi ?
Ada sebuah pesan dari seorang Ustadz yang selalu saya ingat :
Hidup itu lebih baik .
Enak makan daripada makan enak,
Tetap berpenghasilan daripada berpenghasilan tetap
Tetap berumah daripada berumah tetap
dst .
Anda boleh tidak setuju dengan pemikiran minimalis seperti ini, tetapi bukankah
dengan berfikiran seperti itu orang bisa menjadi bahagia ?
Yang pasti, saya sangat yakin ketika Allah menentukan kehidupan, status, derajat
seseorang maka Dia pun telah menjamin rezekinya. Tinggalah kita berusaha agar c
atatan amal kita menggunung.
Wallahu `a`lam bisshawaab
Pertandingan Olah raga antar bangsa
In Serba-Serbi Jepang on Februari 11, 2007 at 12:53 pm
Hari ini saya selesai kerja di mister donut agak pagi, sekitar jam 8.15 saya sud
ah pamit `o sakini shitsurei shimasu !`. Kebetulan karena saya ingin menonton s
port competion yang diadakan NUFSA (Nagoya University Foreign Student Associatio
n). Sambil menenteng kotak mister donut berisi sekitar 5 biji donut aneka jenis
saya melenggang ke kampus. Maksud hati mau membawa donutnya ke lapangan dan dit
awarin ke teman2 yang bertanding, tapi ternyata saya ga tahan untuk makan, karen
a belum sarapan. Alhasil sisa 2 biji dan tentunya tidak nyaman datang ke lapan
gan hanya menenteng 2 donut. Apalagi kalau ada Pak Anto, hehehhe .
Kompetisi olahraga antar bangsa ini adalah kali pertama diadakan di Nagoya Unive
rsity. Pesertanya saya tidak begitu jelas dari negara mana saja, tapi yang mend
ominasi adalah Indonesia, Thailand, China, Kamboja, dan Philipina. Yang agak me
ngherankan bagi saya, dua negara yang memiliki jumlah mahasiswa terbesar di Jepa
ng, yaitu China dan Korea tidak tampil dalam kekompakan teamnya. Sama sekali ti
dak ada mahasiswa Korea yang berartisipasi, dan hanya segelintir mahasiswa China
yang ambil bagian.
Dulu teman China saya pernah mengeluh karena tidak ada perkumpulan mahasiswa Chi
na yang solid. Dia iri dengan kekompakan mahasiswa Indonesia yang terkoodinir de
ngan baik. Ya, mahasiswa Indonesia di Jepang berhimpun dalam Persatuan Pelajar
Indonesia Jepang (PPI J) yang berdiri tahun 1950 (bener ga ya ?). Ada beberapa
komisariat daerah dan Nagoya termasuk dalam PPIJ area chubu dan diperkhusus lagi
menjadi PPI Nagoya. Anggotanya semua pelajar Indonesia yang kuliah di Nagoya,
tapi umumnya didominasi oleh mahasiswa Nagoya Univeristy.
Ya, orang Indonesia memang suka berkumpul. Makanya ada acara arisan di kalangan
ibu2 atau pengajian yang rutin di kalangan mahasiswa muslim, demikian pula rekan
2 Kristiani memiliki asosiasi sendiri di gereja. Tidak seperti pepatah Jawa `ma
ngan ora mangan sing penting ngumpul `, PPIJ Nagoya saya pikir memiliki slogan y
ang lain ` ngumpul iku penting, tapi mangan iku luwih penting`. Jadi acara2 kam
i selalu dilengkapi dengan kelezatan makanan hasil olahan para istri mahasiswa.
Makasih ya Ibu-ibu ..(^_^)
Hari ini tidak ada rencana saya ikut bertanding. Tapi terpaksa harus ikut meram
aikan juga karena kekurangan pemain (bener ga sih ?) Sudah berabad-abad rasanya
saya tidak mengayun raket badminton sejak mengikuti PPIJ Chubu match di Gifu Uni
versity dua tahun yang lalu. Sudah lama juga saya tidak berlatih. Sebenarnya i
ngin sekali bergabung latihan dengan teman-teman setiap Selasa sore, sayang ada
seminar rutin di lab. Saya menggemari badminton sejak SD, bahkan dulu sampai ik
ut kompetisi tingkat provinsi di Sulawesi Selatan. Tapi belum pernah menang, sa
lah satu penyebabnya karena nafas saya tidak kuat, pukulan saya tidak keras, tek
nik bermainnya kacau. Jadi kenapa bisa ikut kompetisi ?? Karena yang lainnya `men
galah` hehehe .
Bermain badminton menurut saya unik, karena ketika kita bermain sebenarnya selur
uh potensi kita terpakai. Pertama tentu saja kekuatan fisik, kedua akal, dan ke
tiga emosi. Saya lemah di ketiga-tiganya. Pas bermain, apalagi sekarang cepat
sekali capek (mungkin karena habis baito), akal juga tidak jalan, yang penting k
ock ditepok, entah kemana melajunya. Emosi apalagi, bola di depan net pasti pen
gennya dismesh, dan ini banyak gagalnya. Memang, emosi di depan net tidak boleh
ya, Pak Agus ?
Saya biasanya gregetan kalau menonton Taufik Hidayat bermain badminton di TV dan
mengomel-omel : kenapa tidak dismesh, seharusnya lari ke kanan, huuuh .seharusnya
bola pendek bla..bla tetapi ketika saya bermain, ternyata bueerat banget menggeser
kaki ke kiri dan ke kanan, susaaah banget menepok bola dengan arah menyilang.
Hari ini pun saya yang tidak pernah latihan terpaksa menjadi pemain dadakan, dan
lebih gila lagi main di semua partai, single, double dan mix. Benar-benar keok
!! Alhamdulillah saya menang di mix, itupun dengan meminta `dengan sangat` supa
ya lawan mengalah, hehehe .maaf ya Pak Agus dan Jeng Sholi !!
Hasil akhir kompetisi : team Indonesia menang di volley ball putra, badminton pu
tra (semua cabang), dan mix. Team putri belum bisa unjuk gigi. Ngomong-ngomong
gigi depan saya agak sakit (maksudnya gusi) karena kepukul raket jeng sholi pas
main double, tapi kepala beliau juga kena sabetan raket saya. Jadi satu-satu ye
\(^0^)/. Hadiahnya berupa sertifikat dan voucher beli buku di Maruzen. Sertif
ikatnya tidak penting bagi saya karena tidak bisa buat melamar kerja hehehe tapi v
ouchernya lumayan.
Gigi saya masih sakit sekarang dan pasti kepala Jeng Sholi juga masih nyut-nyut.
Sebagai usul mungkin harus dibuat peraturan dalam bertanding : dilarang ketawa
atau memperlihatkan gigi, dan harus pakai helm (^0^)
Jika Orang Baik Pergi
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Februari 14, 2007 at 7:00 am
Beberapa hari ini, acara TV di Jepang dipenuhi dengan siaran berkabungnya orang
Jepang atas meninggalnya seorang polisi bersahaja, Kunihiko Miyamoto. Beliau waf
at setelah berusaha mencegah seorang wanita berusia 39 tahun yang ingin bunuh di
ri dengan menabrakkan diri dengan kereta. Sersan Miyamoto (53 th) yang bertugas
di sekitar Tokiwadai station di Tokyo berlari mencegah wanita tersebut, tapi naa
s, beliau akhirnya yang tertabrak kereta, dan meninggal setelah mengalami koma d
i rumah sakit.
Tak kurang PM Abe menyatakan rasa berdukanya atas meninggalnya Sersan Miyamoto.
Bagi banyak orang, mungkin kasus ini terlalu dibesar-besarkan. Atau ada pula yan
g mungkin berfikir buat apa sih terlalu serius memikirkan perginya seorang polis
i yang pangkatnya hanya sersan ? bukan orang terkenal, bukan artis toh sudah banya
k polisi yang meninggal ketika bertugas.
Miyamoto san berbeda. Dia seorang polisi yang dikenal baik oleh orang sekitar te
mpatnya bertugas. Orang-orang tidak memanggilnya ?????(omawari san= Pak Polisi),
tetapi banyak yang memanggilnya `Miyamoto san, Otousan (ayah), Ojisan, Ojichan
(Paman). Anak-anak kecil melihatnya setiap hari dan senantiasa mendengar ucapann
ya salamnya, sapaannya yang hangat, dan perlindungannya yang membawa rasa aman.
Remaja yang kadang masih nongkrong larut malam akrab dengan tegurannya yang penu
h rasa `kebapakan`, pasangan suami istri yang bertengkar masih terkenang bagaima
na Miyamoto mendamaikannya.
Banyak orang yang datang ke pos polisi tempatnya bertugas, sekedar untuk mengant
arkan kepergiannya. Linangan air mata dari orang-orang yang mungkin tidak dia ke
nalnya satu-satu turut mengantar kotak peristirahatannya yang terakhir. Ribuan k
omentar tertulis di buku tamu kepolisian, menyatakan ucapan terima kasih, rasa k
ehilangan, dll. Seorang anak SD perempuan dengan sedihnya mengatakan : `Ojichan
naku nattara, sabishii, kanashii` (Karena paman pergi, hidup ini jadi sepi, sedi
ih ). Seorang anak laki-laki dengan lucunya berpesan : `Seperti halnya di dunia,
tolong jaga keamanan surga`.
Begitulah .jika orang baik pergi. Banyak orang yang kehilangan. Banyak orang yang
mengingat kebaikannya dan tidak ada orang yang mengingat keburukannya. Kalaupun
ada keburukannya, maka semuanya terhapus dengan segunung kebaikannya.
Anak-anak TK datang berbondong-bondong memegang karangan bunga di tangan, member
ikan salam terakhir kepada sang pahlawan, sang ayah yang baik. Saya jadi teringa
t puisi tentang tertembaknya Arif Rahman Hakim, mahasiswa UI yang tertembak di t
ahun 1966 ketika menyuarakan Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA).
Tiga anak kecil dalam langkah malu-malu
datang ke Salemba sore itu
Ini dari kami berdua : Pita hitam pada karangan bunga
Untuk kakak yang tertembak pagi tadi
Setiap menit banyak orang baik yang pergi dari dunia fana ini. Banyak pula orang
jahat. Allah mengerti betul bagaimana mengatur keseimbangan populasi manusia di
bumi-Nya. Barangkali oleh sebab itulah manusia tidak perlu khawatir bahwa bumi
ini akan penuh sesak jika populasi tidak ditekan.
Saya pun ingin menjadi orang baik yang akan dikenang di dunia dan dikenali di ak
hirat sebagai penyeru kebaikan.
Amin ..
Gaji guru di Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Februari 15, 2007 at 12:49 pm
Seberapa sejahterahkah guru-guru di Jepang ? Sebagai parameter mudah untuk mengu
kurnya : hampir semua guru di Jepang memiliki mobil. Tapi ini jawaban yang tidak
akademis karena tidak ada datanya (^_~)
Tapi boleh dikatakan profesi guru di Jepang adalah profesi yang bergengsi. Pengh
ormatan kepada guru pun cukup tinggi. Setiap saya berkenalan dengan orang Jepang
, dan menyebut pekerjaan saya di Indonesia sebagai guru SMA, mereka selalu terka
gum-kagum sambil mengatakan : hebat hebat .!! Padahal kalau di Indonesia tidak akan
ada yang memuji.
Ok, mari kita telaah sistem penggajian guru di Jepang.
Sebagai gambaran berapa besar gaji yang diterima oleh guru di Jepang, saya mengu
tip data dari link salary sedunia
Grade Teachers
Yen (a month) Head-Teachers
Yen (a month) Principal
Yen(a month)
2 156,500 292,500 422,400
4 184,200 320,900 439,800
6 202,500 348,600 456,200
8 217,900 369,500 471,500
10 237,600 389,000 485,600
12 262,000 406,100 500,100
14 288,200 422,200 512,100
16 315,700 437,300
18 342,700 451,000
20 362,900 463,800
22 381,400 474,100
24 397,600 482,200
26 411,200 488,400
28 422,400
30 432,300
32 441,300
34 449,700
36 455,900
Data ini dikutip dari buku Education at a Glance-nya OECD (Japan).
Data tersebut adalah gaji guru SD dan SMP, sedangkan gaji guru SMA sedikit lebih
tinggi. Grade menggambarkan periode kerja. Seorang guru muda akan memperoleh 15
6,500 yen per bulan, dengan kurs hari ini (setara dengan 156,500xRp75.295=Rp 11,
783,667). Apakah ini besar atau tidak, silahkan membandingkan dengan tulisannya
Pak Anto tentang gaji beberapa profesi di Jepang
Atau bisa juga dibandingkan dengan beasiswa dari Monbukagakusho (kementerian pen
didikan Jepang) untuk mahasiswa asing sebesar 172,000 yen per bulan, yang dengan
uang sebesar itu sebagian mahasiswa dapat menabung dan membeli rumah di Indones
ia (bagi yang bisa (^_^))
Rata-rata guru di Jepang mulai bekerja pada usia 22-23 tahun, setamat Universita
s. Hasil survey MEXT (Kementerian Pendidikan Jepang) menunjukkan bahwa rata-rata
guru di Jepang berumur 42 tahun, dengan kata lain mereka telah bekerja selama 2
0 tahun. Selama 20 tahun bekerja seorang guru sekolah publik akan memperoleh gaj
i sebesar 362,900 yen atau setara dengan Rp 27,324,555 per bulan.
Selain medapatkan gaji bulanan, para guru juga memperoleh extra salary (adjusmen
t allowance) sebesar 4% gaji bulanan, dan juga akan mendapatkan bonus 2 kali dal
am setahun yaitu bulan Juni dan Desember sebesar 4.65% gaji bulanan. Sehingga gu
ru yang bekerja selama 20 tahun akan menerima total penghasilan per bulan sebesa
r 362,900 plus (362,900×4%) = 377,416 yen. Dan akan menerima gaji per tahun sebesa
r 362,900×12 plus (362,900×4%x12) plus (363,900×4.65%x2)= 4,562,741.7 yen. Kalau dibua
t ke rupiah, ya silahkan hitung sendiri.
Gaji guru di sekolah negeri dibayar oleh pemerintahan di tingkat prefecture (pro
vinsi) sebesar 50% dan pemerintah pusat 50%. Prosentasi ini bisa berubah jika ko
ndisi prefekture tidak begitu kaya.
Selain gaji, bonus dan extra gaji seperti di atas, terdapat pula beberapa tambah
an gaji yang tidak berlaku nasional, misalnya : regional allowance, supporting f
amily allowance, commuting allowance, head teacher allowance and head teacher in
structor allowance, club activities instructor allowance.
Dengan gaji sebesar itu tidak ada guru yang melakukan kerja sambilan, sebab peng
hasilan bulanannya sudah sangat mencukupi. Selain menerima penghargaan secara ek
onomi dengan sangat baik, para guru di Jepang juga memiliki posisi terhormat di
masyarakat.
Belajar menjadi Guru adalah siklus yang tak berujung
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 20, 2007 at 4:17 am
Saya sedang menikmati buku John S Mayher berjudul Search and Re-Search what the
Inquiring Teacher Needs To Know. Buku lama terbitan tahun 1991 ini menarik perh
atian saya ketika sedang mencari literatur untuk artikel yang sedang saya persia
pkan. Sudah agak lama saya pinjam dari perpustakaan, tapi waktu luang untuk mem
baca rasanya hampir tidak ada. Beberapa buku masih menumpuk di meja, menunggu w
aktu untuk dibaca.
Saya merasa seperti didikte oleh pekerjaan dan penelitian saya, sehingga tidak a
da waktu untuk memanjakan diri dengan membaca, sebuah hobbi yang saya senangi se
jak kecil. Bagaimanapun saya harus memaksa diri untuk meluangkan waktu untuk me
mbaca. Jadi, saya pikir2 saya menghabiskan waktu 1-3 jam dalam kereta. Daripad
a tidur seperti yang biasa saya lakukan karena kecapekan bekerja, sekarang saya
mulai aktivitas baru : membaca dalam kereta. Sebenarnya bukan hal baru, sebelum
-sebelumnya banyak bacaan yang saya habiskan di kereta, hanya setelah agak sibuk
bekerja saja, tubuh saya tidak bisa melawan kantuk yang teramat sangat.
Seperti halnya yang ditulis oleh Mehyer dalam bukunya, seorang guru tidak boleh
berhenti belajar. Dalam chapter 2, dia menuliskan `The Never-ending Cycle of Te
acher Growth` sebagai suatu proses yang tiada henti bagi seorang guru untuk men
jadi lebih baik.
Saya menginterpretasi tulisan tersebut sebagai suatu pemahaman bahwa profesi gur
u bukanlah profesi yang seharusnya diberi kategori khusus berdasarkan tingkatann
ya. Guru tidak seperti jenjang karir politik : dirintis dari kepala RW/RT, Lura
h, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri, ketua DPR/MPR, lalu Presiden. Yang setelah
menjadi Presiden, tidak tahu lagi harus menjabat jabatan yang mana, karena tida
k ada yang lebih tinggi daripada jabatan presiden dalam sebuah negara.
Guru adalah guru, yang menjalani siklus dari seseorang yang tidak mengerti apa i
tu guru kemudian secara bertahap mempunyai pemahaman mendalam tentang profesinya
. Apakah setelah menjadi guru yang mumpuni, orang harus beranjak menjadi kepala
sekolah ? atau inspektor di kanwil diknas ? Tidak.
Setelah guru memahami profesinya, maka masih banyak hal yang belum dia pahami.
Setelah guru mengajar dengan baik murid-muridnya hingga 99% dari total murid mem
peroleh score 100 di ulangan matematika, maka jangan lupa bahwa dia belum paham
kenapa 1 % murid tidak mendapat angka 100 ?
Seorang guru baru di US, Adele Fiderer menjalani proses berkembang menjadi guru
yang baik melalui pengamatannya yang mendalam terhadap suasana kelas bahasa yang
diajarnya. Salah satu ide kreatif yang muncul dari hasil observasinya adalah me
minta murid kelas 5 untuk menulis buku untuk murid kelas 1. Bisa kita bayangkan
apa yang akan diceritakan anak2 kelas 5 kepada adik kelasnya. Salah satu mater
i tulisan,- barangkali agak berat- tentang bagaimana membaca yang baik. Tapi bu
kankah dengan ini Bu Fiderer akhirnya mengetahui keinginan murid2 kelas 5-nya te
ntang pelajaran membaca ? Ya, selanjutnya dia mengembangkan program membaca di k
elasnya berdasarkan keinginan murid-muridnya.
Pengalamannya mengajar di kelas 5, dia share dalam diskusi di sekolahnya yang sa
at itu tengah mengembangkan research center, juga dia paparkan dalam forum semin
ar antar sekolah di wilayahnya, dan selanjutnya menggelinding seperti bola salju
, menjadi ide nasional.
Guru yang cerdas adalah guru yang senantiasa ingin belajar menjadi guru yang cer
das. Guru yang tidak cerdas adalah guru yang hanya mengajar, mengikuti training
, mengikuti pelatihan untuk memenuhi kredit kenaikan pangkat. Guru yang lebih c
erdas adalah guru yang senantiasa belajar mengenai ilmunya, peduli terhadap perk
embangan pendidikan di lingkungannya, haus berdikusi melalui forum guru, peka te
rhadap masalah yang muncul, selalu bertanya `Mengapa ?` dan sekaligus mencari ta
hu jawabannya, alias mengembangkan penelitian, dan .guru yang selalu merasa tidak
cerdas.
Kenaikan pangkat, kenaikan gaji seharusnya bukan menjadi urusan guru. Apa gunan
ya para inspektor, apa gunanya kepala sekolah, apa gunanya evaluator (kalau ada)
? Merekalah yang seharusnya menjadi tim pengamat plus tim penilai layak tidakn
ya seorang guru dinaikkan pangkatnya atau gajinya dan secara periodik melaporkan
nya kepada pihak yang berwenang. Tidak perlu seorang guru mengurus sendiri kenai
kan pangkatnya. Biarkan dia berkembang membentuk dirinya menjadi guru yang baik
, mengembangkan metode pengajaran yang aktual, menghadiri seminar, workshop dan
terlibat dalam kegiatan penelitian.
Biarkan seorang guru menjalani siklusnya untuk menjadi guru.
Saya termasuk guru yang anti mengurus kenaikan pangkat/gaji, dan paling ogah mem
buka amplop dan menghitung gaji di depan bendahara (>_<)
Survey Sekolah
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 20, 2007 at 6:30 am
Beberapa waktu lalu Ibu Tuti dari SMA Kebangsaan (di daerah mana ya, Bu ?) menul
is komentar di tulisan `SMA Tatsuno`, beliau menanyakan tentang instrumen survey
SMA Tatsuno. Kebetulan sekali dokumen-dokumen di sekolah-sekolah Jepang tertuli
s dalam bahasa Jepang dan hampir tidak ada terjemahan dalam bahasa Inggris, sehi
ngga menyulitkan bagi siapa saja yang ingin belajar tentang pendidikan di Jepang
tanpa memahami bahasa Jepang. Demikian pula saya.
Survey sekolah berkembang sebagai program nasional di Jepang beberapa tahun yang
lalu, sejak ide open school system didengungkan oleh Monbukagakusho (Kementria
n Pendidikan Jepang) di tahun 2001, melalui program reformasi Raibow Plan-nya.
Pada dasarnya survey sekolah bukan hal baru di US ataupun di Eropa. Sebagian ne
gara telah mengebangkannya sebagai salah satu metode melibatkan partisipasi luas
masyarakat dalam manajemen sekolah, seduah gagasan yang diemban oleh pengusung
ide School Based Management. Karena sekolah dianggap bukan lagi lembaga milik p
emerintah tapi harus dikembangkan sebagai lembaga masyarakat, maka sekolah perlu
menunjukkan `posisi`nya melalui laporan yang harus disampaikannya kepada masyar
akat. Salah satu isi laporan tentu saja mengenai angka kelulusan, berapa persen
siswa lanjut ke universitas negeri , berapa piala yang berhasil dikoleksi, dan
sebagainya. Tetapi pelaporan semacam ini tidak membawa perbaikan berarti terhad
ap kualitas sekolah, selain menambah jumlah murid yang mengantri untuk menjadi s
iswa baru.
Survey sekolah sebaiknya dikembangkan dalam segala aspek dengan tujuan dasar : M
EMPERBAIKI MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Oleh karenanya survey diadakan bukan untu
k menambah jumlah murid, tetapi dengan mutu yang baik, otomatis murid akan berta
mbah.
Berikut akan saya kutipkan survey tentang pembelajaran di kelas yang disusun ole
h SMA Tatsuno, subjek yang disurvey adalah proses belajar mengajar di kelas :
Pertanyaan :
Bagaimana pendapatmu tentang :
1. tulisan di papan tulis ?
2. penjelasan guru ?
3. penggunaan aneka instrumen belajar (video)
4. pemanfaatan perpustakaan oleh guru ?
5. materi pelajaran menarik atau tidak bagi anda ?
6. ulangan, PR, sudah mencukupi atau perlu tambahan ?
7. Berikan opini yang lain
Pertanyaan sederhana ini diberlakukan sama untuk semua mata pelajaran dan semua
kelas.
Kemudian survey tentang kegiatan dan fasilitas sekolah :
Tuliskan pendapatmu tentang :
1. Heater-pemanas ruangan saat musim dingin (Nagano termasuk daerah yang penuh s
alju di musim dingin-red).
2. Arbaito (sebagian siswa bekerja part time-red)
3. Jumlah kelas
4. Forum sekolah
5. Seragam sekolah
6. Toko roti (dikelola oleh siswa atas ijin pemilik toko di sekitar sekolah-red)
7. Jalur kereta ke sekolah
Survey tidak hanya dilakukan terhadap siswa, tetapi juga disebarkan ke orang tua
dan masyarakat sekitar. Pertanyaan survey untuk masyarakat adalah :
1. Seperti apakah SMA Tatsuno yang anda harapkan ?
2. Jelaskan keinginan anda yang belum terpenuhi di SMA Tatsuno !
3. Bagaimana menurut anda forum kolaborasi guru-murid dan orang tua (san sya kyo
ugi kai) ?
4. Bagaimana menurut anda peraturan sekolah yang sebaiknya diterapkan di SMA Ta
tsuno ?
5. Bagaimana menurut anda perilaku siswa SMA Tatsuno
Demikianlah beberapa pertanyaan survey, dan tidak terduga usulan dari masyarakat
dan orang tua tentang perbaikan sekolah sangat banyak dan bervariasi, yang deng
an berbekal itu, kepala sekolah, guru dan murid SMA Tatsuno membangun image seko
lahnya.

Ayo Sarapan
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 27, 2007 at 9:42 am
Waktu saya kecil, tidak pernah ada hari tanpa sarapan. Menu sarapan yang diraci
k mamak biasanya bubur bersantan-yang bisa ditaburi gula atau abon, plus telur r
ebus belah (ini karena ayamnya makan silet sebelum bertelur (^_~)), sejilatan ma
du dan teh atau susu segelas. Sarapan senikmat itu biasanya cukup sampai jam 11
siang. Setelah itu harus diisi lagi bensinnya.
Kebiasaan sarapan berlanjut hingga saya SMA karena masih tinggal dengan mamak da
n Bapak. Menunya sudah agak beda, pakai ikan atau tempe. Ketika saya tinggal d
i Bogor untuk kuliah, ritual sarapan saya mulai kacau. Karena ada penjual goren
gan yang suka lewat pagi-pagi atau chikua, atau bubur yang kebanyakan vetsin, ma
ka saya melahapnya di pagi hari sebelum berangkat ke kampus. Untungnya saya se-
kost dengan seorang teman yang rajin sekali membuat sarapan walaupun hanya tempe
goreng, maka jadilah saya ikut-ikutan rajin masak untuk sarapan. Jadi boleh di
katakan saya tetap sarapan saat kuliah.
Sekarang ketika berada di Jepang, saat mengikuti teacher training, hidup saya be
nar-benar teratur dengan jadwal makan yang juga teratur, 3 kali sehari dengan me
nu masakan sendiri. Enak ga enak yang penting buatan sendiri ! Waktu belum ada m
akanan halal di cafetaria, saya rajin bawa bento (bekal) ke kampus untuk makan s
iang.
Tapi, saya mulai lupa atau lebih tepatnya tidak sempat sarapan sejak harus beran
gkat subuh-subuh untuk bekerja ketika menjalani program doktor. Awal-awalnya sa
ya masih sempat mengantungi apel atau pisang dan memakannya di kereta, tapi seka
rang waktu untuk membeli buah-buah sehat itupun nyaris tidak ada. Saya benar2 k
eterlaluan pada tubuh ini (>_<).
Ketika tidak sempat lagi memasak makanan untuk sarapan, di kulkas selalu tersedi
a buah, susu, yoghurt, jus sayur atau roti. Sekarang kulkas sering kosong karen
a saya lebih banyak makan pagi, siang dan malam di tempat bekerja atau di kampus
. Karena bekerja di Mister donut, sarapan saya tentu saja donut. Lama-lama eneg
juga (>0<).
Pernah saya baca di sebuah blog orang Jepang yang menjadi dosen di Indonesia (pe
ngajar bahasa Jepang), lupa namanya, beliau mengatakan bahwa kebiasaan puasa men
gganggu proses belajar anak di kelas. Sebab sebelum berangkat sekolah, anak har
us makan pagi, sedangkan kalau dia puasa, maka acara makan paginya hilang. Bapa
k ini lupa kalau acara makan pagi di bulan Ramadhan diganti dengan makan sahur.
Itu sebabnya Rasulullah sangat menganjurkan orang makan sahur walaupun hanya de
ngan minum air, karena energi untuk kegiatan pagi hingga siang hari sangat banya
k diperlukan.
Yang menarik di sebuah sekolah yang saya kunjungi di Souya, para guru membuat su
rvey tentang pola makan anak. Salah satu pertanyaannya : Sudah sarapan belum ?
Beberapa waktu yang lalu, seorang teman mengirimi saya forward email tentang pen
yebab kanker hati. Isinya benar-benar menakutkan . saya kutip isi emailnya :
Just Info:
Penemuan Terbaru Mengenai Kanker Hati!
Jangan Tidur Larut Malam!
Para dokter di National Taiwan Hospital baru-baru ini mengejutkan dunia
kedokteran karena ditemukannya kasus seorang dokter muda berusia 37 tahun
yang selama ini sangat mempercayai hasil pemeriksaan fungsi hati
(GOT,GPT), tetapi ternyata saat menjelang Hari Raya Imlek diketahui
positif menderita kanker hati sepanjang 10 cm!
Selama ini hampir semua orang sangat bergantung pada hasil indeks
pemeriksaan fungsi hati (Liver Function Index).
Mereka menganggap bila pemeriksaan menunjukkan hasil index yang normal
berarti semua OK.
Kesalahpahaman macam ini ternyata juga dilakukan oleh banyak dokter
spesialis. Benar-benar mengejutkan, para dokter yang seharusnya memberikan
pengetahuan yang benar pada masyarakat umum,ternyata memiliki pengetahuan
yang tidak benar. Pencegahan kanker hati harus dilakukan dengan cara yang
benar.Tidak ada jalan lain kecuali mendeteksi dan mengobatinya sedini
mungkin,demikian kata dokter Hsu Chin Chuan.
Tetapi ironisnya, ternyata dokter yang menangani kanker hati juga bisa
memiliki pandangan yang salah, bahkan menyesatkan masyarakat, inilah
penyebab terbesar kenapa kanker hati sulit untuk disembuhkan.
Penyebab utama kerusakan hati adalah :
1. Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang adalah penyebab paling
utama.
2. Tidak buang air di pagi hari.
3. Pola makan yang terlalu berlebihan.
4. Tidak makan pagi.
5. Terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan.
6. Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat pewarna,
Pemanis buatan.
7. Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi penggunaan
minyak goreng saat menggoreng makanan hal ini juga berlaku meski
menggunakan minyak goreng terbaik sekalipun seperti olive oil.
Jangan mengkonsumsi makanan yang digoreng bila kita dalam kondisi penat,
kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.
8. Mengkonsumsi masakan mentah (sangat matang) juga menambah beban hati.
Sayur mayur dimakan mentah atau dimasak matang 3/5 bagian. Sayur yang
digoreng harus dimakan habis saat itu juga, jangan disimpan.
Kita harus melakukan pencegahan dengan tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
Cukup atur gaya hidup dan pola makanan sehari-hari.
Perawatan dari pola makan dan kondisi waktu sangat diperlukan agar tubuh
kita dapat melakukan penyerapan dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna
sesuai dengan jadwalnya.
Sebab:
Malam hari pk 9-11 :
adalah pembuangan zat- zat tidak berguna/beracun( de-toxin) di bagian
sistem antibodi (kelenjar getah bening).
Selama durasi waktu ini seharusnya dilalui dengan suasana tenang atau
mendengarkan musik. Bila saat itu seorang ibu rumah tangga masih dalam
kondisi yang tidak santai seperti misalnya mencuci piring atau mengawasi
anak belajar, hal ini dapat berdampak negatif bagi kesehatan.
Malam hari pk 11-dini hari pk 1 :
saat proses de-toxin di bagian hati, harus berlangsung dalam kondisi tidur
pulas.
Dini hari pk 1-3 :
proses de-toxin di bagian empedu, juga berlangsung dalam kondisi tidur.
Dini hari pk 3-5 :
de-toxin di bagian paru-paru. Sebab itu akan terjadi batuk yang hebat bagi
penderita batuk selama durasi waktu ini.
Karena proses pembersihan (de-toxin) telah mencapai saluran pernafasan,
maka tak perlu minum obat batuk agar supaya tidak merintangi proses
pembuangan kotoran.
Pagi pk 5-7 :
de-toxin di bagian usus besar, harus buang air di kamar kecil.
Pagi pk 7-9 :
waktu penyerapan gizi makanan bagi usus kecil, harus makan pagi.
Bagi orang yang sakit sebaiknya makan lebih pagi yaitu sebelum pk 6:30.
Makan pagi sebelum pk 7:30 sangat baik bagi mereka yang ingin menjaga
kesehatannya.
Bagi mereka yang tidak makan pagi harap merubah kebiasaannya ini, bahkan
masih lebih baik terlambat makan pagi hingga pk 9-10 daripada tidak makan
sama sekali.
Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang akan mengacaukan proses
pembuangan zat-zat tidak berguna. Selain itu, dari tengah malam hingga
pukul 4 dini hari adalah waktu bagi sumsum tulang belakang untuk
memproduksi darah.
Semoga bermanfaat..
Saya termasuk dalam kategori : tidur telat lagi sedikit, tidak makan pagi, mengk
onsumsi makanan mentah (penggemar sashimi berat hiks (T_T)
Benar tidaknya penelitian itu yang pasti saya harus kembali ke pola hidup sehat
: SARAPAN DAN TIDUR YANG BANYAK.
Kemudahan itu datangnya sesudah kesulitan
In Islamologi, Renungan on Maret 1, 2007 at 4:26 am
Belakangan ini dada saya sering sakit. Dulu sewaktu di Indonesia, saya sering m
erasakan hal yang sama kalau terlalu capek. Biasanya ada signal-signal tertentu
pada tubuh manusia yang membawa pesan supaya lebih memperhatikan kerja tubuhnya
. Selama seminggu saya minta cuti dari bekerja. Tapi sebenarnya alasannya sel
ain karena kecapekan juga karena ada 2-3 tugas yang berhubungan dengan kampus ya
ng harus saya selesaikan. Alhasil badan saya tetap saja tidak rehat. Tapi saya
mulai sarapan lagi dan tidur lebih cepat dikit (^_^)
Seminggu ini ada 2 pekerjaan berat yang harus saya tuntaskan : pertama menyusun
aplikasi untuk research grant Fuji Xerox dan kedua menyelesaikan tugas dari Prof
Hattori Mina yang menjadi koordinator Teacher Training di Nagoya University, un
tuk membuat list kosa kata bahasa Jepang yang sering dipakai di bidang pendidika
n, disusun terjemahannya dalam bahasa Inggris. Rencananya list itu akan dimasuk
kan dalam laporan akhir program teacher training dan akan dibagikan untuk keperl
uan mahasiswa asing di fakultas kami. Tugas saya sederhana saja tinggal mengeti
k. Yang agak repot adalah karena saya menambahkan list `furigana` (bacaan kanji
nya), sehingga bikin kepala nyut-nyut. Hampir 700 kata yang berhasil saya kolek
si. Semoga menjadi amal jariah.
Saya memerlukan dana besar untuk melakukan penelitian di Jepang dan di Indonesia
, yang rasanya mustahil saya kerjakan kalau hanya mengandalkan penghasilan saya
dari kerja part time. Karenanya sudah 5 kali saya apply beasiswa dan sekali app
ly untuk research grant, plus apply keringanan SPP. Saat ini saya sedang menung
gu hasil dua di antaranya. Mendapatkan beasiswa ternyata bukan pekerjaan yang g
ampang seperti yang sering saya dengar : Ah, gampang apply saja beasiswa, kan ban
yak ! Ya, tawaran beasiswa memang banyak, tapi yang berminat lebih banyak lagi.
Sewaktu awal bekerja di restoran, sepulangnya saya sering menangis karena kecape
kan. Setiap habis sholat saya cuma bergumam : Allahumma, mata ja`a nashrukum ?
(Kapan datangnya pertolonganMu Ya Allah). Tapi biasanya capek itu cuma sebentar
, dan akan segera hilang ketika saya mulai bekerja lagi keesokan harinya. Dalam
keadaan capek, biasanya saya akan mengalihkan pikiran saya untuk membayangkan k
erja orang-orang yang lebih berat daripada saya. Tukang batu, mbok penjual di p
asar, tukang parkir, supir angkot, mereka lebih berkeringat, tetapi barangkali s
aya mendapatkan uang lebih banyak daripada mereka.
Dalam keadaan capek biasanya emosi pun cepat terpicu. Demikian pula saya. Keti
ka bekerja di restoran jika tamu sangat banyak, maka saya akan bekerja sambil te
risak, sebab saya ingin berteriak : `Saya Capeeeekkk!`, tetapi tidak bisa. Semu
a orang, rekan kerja saya pun capek. Manajer saya pun capek. Kalau sudah begit
u, biasanya ada saja satu atau dua gelas yang pecah. Di mister donut pun sama s
aja. Yang beda hanya tidak ada paksaan untuk terus bekerja kalau capek, saya bi
sa minta pulang kalau saya sudah sangat capek. Hanya jika rush hour, stress men
ingkat, karena kita diminta bekerja cepat sementara badan sudah melemah. Saya t
idak menangis atau terisak, tapi biasanya saya hanya tertawa. Mengetawai diri s
aya yang sudah seperti orang Jepang : amat sangat workaholic !!
Tadi malam saya menonton acara di TV, kisah orang kaya Jepang yang meraih kesuks
esan sebagai pebisnis setelah bertahun-tahun hidup dalam kesengsaraan. Ketika s
holat subuh, saya merenung dan bertanya : Ya, Allah, Engkau sangat mencintai hamb
a kan ? Barangkali Allah akan menjawab : Bagaimana saya harus mencintaimu, sedangk
an cintamu pada-Ku hanya seupil ? Ya, saya memang tidak layak
Saya tidak tahu seperti apa Allah memandang saya. Saya hanya yakin bahwa DIA se
nantiasa menjaga dan mengamankan saya. Saya hanya percaya bahwa tidak ada yang
akan dimudahkan-Nya sebelum dibiarkan seorang hamba merasakan apa itu susah, ap
a itu sedih, apa itu tidak punya apa-apa, apa itu kelaparan, apa itu pahit, apa
itu penderitaan ?
Dalam keadaan capek, saya hanya meminta agar badan ini tidak jatuh di belantara
manusia yang tidak peduli sesama. Sayangnya saya tak bisa memilih selain berhar
ap pertolongan-Nya. Di antara kesulitan-kesulitan yang sekarang saya harus hada
pi, saya hanya berharap Allah mendatangkan kemudahan.
Allah Maha Tahu. Selalu saja kemudahan diberikan-Nya pada saat yang tepat ketik
a saya sangat membutuhkannya. Bulan ini saya harus mendapatkan tempat tinggal y
ang baru karena dormitori yang lama akan direnovasi. Dengan harga sewa dormitor
i sekitar 35 rb-60rb yen per bulan plus uang garansi, sepertinya saya harus mena
mbah jam kerja, bukannya menguranginya karena alasan kecapekan. Tapi Allah mema
ng Adil. Sabtu lalu saya dikabari bahwa saya lolos seleksi masuk Hattori Intern
ational Kaikan yang hanya perlu 5 rb yen per bulan. Alhamdulillah
Satu kemudahan yang insya Allah semoga mengawali kemudahan-kemudahan yang lain.
Inna ma`al ushri yusro (Sesungguhnya bersama/sesudah kesulitan ada kemudahan)
Ayat ini tidak terbalik : Inna ma`al yushri ushro (Sesungguhnya bersama /sesudah
kemudahan ada kesulitan.
Kemudahan itu memang datang sesudah kesulitan
Hanya butuh kesabaran menunggunya.
Orang Jepang suka mikir njlimet
In Manajemen Sekolah, Serba-Serbi Jepang on Maret 1, 2007 at 12:40 pm
Saya sebenarnya enggan ikut kegiatan kemahasiswaan model Senat mahasiswa atau Ba
dan Perwakilan Mahasiswa. Sudah merasa tua atau sudah puas bermain di situ pas S
1 dulu (^_^). Tapi di lab, saya terpaksa terlibat karena saya satu-satunya mahas
iswa doktor, dan member lab tidak banyak. Jadi terlibatlah saya sebagai pengurus
menangani bidang `keiei kondankai`, seksi mengadakan seminar rutin di bidang ma
najemen pendidikan.
Selama satu tahun, 4 kali kami mengadakan seminar, mengundang pembicara dari dal
am dan luar kampus. Tapi jangan dibayangkan pesertanya banyak. Paling banter han
ya 15 orang yang datang, walaupun undangan sudah disebar ke universitas lain. Al
asannya klise : mahasiswa sibuk part time job (^_^).
Kemarin rapat terakhir seksi keieikondankai, membahas evaluasi kegiatan selama s
etahun dan rencana kegiatan tahun depan. Saya biasanya paling malas ikut rapat b
eginian. Karena selain tidak mengerti betul apa yang dibicarakan (orang Jepang s
uka pakai bahasa yang susah, atau saya yang masih cekak bahasa Jepangnya (>_<)), o
rang Jepang juga suka berlama-lama membicarakan hal yang sepele.
Rapat kemarin yang paling bikin saya tidak sabar adalah penjelasan tentang manua
l acara. Ketua mengusulkan konsep protekolar menyelenggarakan seminar, mulai dar
i kontak pembicara satu atau 2 bulan sebelumnya, membuat pengumuman, membeli gel
as kertas, minuman, snack (konsumsi deh!), menyediakan alat perekam suara, plus
tata cara menghubungi restoran yang sering dipakai untuk makan-makan sesudah aca
ra. Di akhir manual, tak lupa dituliskan meja dan kursi harus ditata seperti sem
ula.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dari manual tersebut. Namanya juga manual, ya har
us rinci dan detil. Tapi yang beginian ini yang selalu membuat saya bosan dan in
gin segera meninggalkan rapat. Pernah pula dalam kegiatan survey ke Souya, acara
mandi pun menjadi pembicaraan rutin dalam rapat. Biasanya kalau sudah begini, s
aya sering menelungkupkan kepala, siap-siap mau tidur, sambil berpikir : repot-r
epot amat siiiih .mandi ya mandi ! Apa susahnya ??
Tapi itulah orang Jepang. Mereka sangat peduli dengan hal yang kecil. Mereka san
gat njlimet. Dalam seminar pun pertanyaan yang diajukan mahasiswa Jepang akan sa
ngat berbeda dengan mahasiswa asing. Contohnya mahasiswa asing selalu bertanya s
ecara makro : Apa bedanya sistem A dengan sistem B ? Apa pendapat anda tentang m
asalah A ? Apakah ada solusi yang lain ? Apa masalah yang muncul selama program
berlangsung ? Tapi mahasiswa Jepang lain. Mereka akan bertanya dengan panjang le
bar menjelaskan duduk masalahnya dulu, lalu bertanya hal-hal yang tidak prinsip,
tapi lebih bersifat praktis : Bagaimana jika banyak pihak tidak setuju dengan s
istem A ? Bagaimana tata cara menerapkan sistem A jika faktor B tidak ada ? Saki
ng panjangnya menjelaskan duduk permasalahan, pertanyaannya menjadi kabur : jadi
sebenarnya mo nanyain apa ???
Sewaktu saya presentasi tentang anak-anak Indonesia di hadapan siswa SD Jepang,
saya menampilkan photo anak-anak sedang menangkap belut/ikan di sawah yang berlu
mpur, sambil menjelaskan ini salah satu permainan yang digemari di desa. Seorang
anak bertanya : Seberapa tingginya lumpur itu ? sepinggang ? selutut ? , Yang lain
nya bertanya : Ikannya sebesar apa ? , Sehabis main, anak-anak itu mandi tidak ? Nah
lo, mana saya tahu jawabannya (`? )
Tapi barangkali dengan ke-njlimetan atau lebih tepat curiosity pada hal-hal yang
kecil, banyak penemuan yang dihasilkan dari tangan-tangan orang Jepang. Kecerma
tan ini pulalah barangkali yang membuat jadwal kereta dan bus selalu tepat, dan
gedung-gedung pencakar langitnya kokoh digempur gempa.
Siapa yang memelihara orang tuamu ?
In Islamologi, Renungan on Maret 3, 2007 at 1:52 am
Setiap pagi kalau saya ada tugas mengajar di Sakae, saya pasti bertemu dengan se
pasang orang tua yang kira-kira berumur 80 tahun. Keduanya sedang latihan berjal
an. Si kakek di depan, sedangkan nenek, sambil memegang pundak kakek, berjalan t
ertatih. Di tengah dinginnya udara pagi di Nagoya, langkah mereka perlahan dan b
erat sekali, mungkin karena sudah tua pula.
Pagi ini kembali saya menemui mereka. Tertatih berjalan dengan jaket tebal dan m
asker penutup hidung. Musim ini musim ??? (kafunsyou), yaitu semacam alergi serb
uk, terutama serbuk bunga cedar. Banyak orang Jepang yang bersin-bersin sepanjan
g hari karena serbuk yang beterbangan akibat angin menyambut musim semi yang cuk
up kencang. Kakek dan nenek semakin pelan berjalannya, tetapi jalan pagi seperti
nya menjadi aktivitas wajib mereka, supaya badan tidak kaku.
Kenapa mereka hanya berdua ? Mana anak atau cucunya yang akan memegang tangannya
, membimbingnya untuk berjalan menikmati pagi yang indah ?
Banyak orang tua di Jepang yang hidup hanya berdua atau bahkan sendiri. Kadang h
anya kucing atau anjing setia yang menjadi temannya sepanjang hari. Di TV sering
sekali diberitakan orang tua berusia 60-70 tahun meninggal tanpa ada yang menge
tahui keberadaanya.
Dulu waktu masih di Indonesia, jika melihat kakek/nenek menyeberang sendirian, s
aya selalu tawarkan bantuan, dan di dalam hati tertanam tekad yang kuat tidak ak
an membiarkan bapak mamak jalan sendirian dalam usia senjanya. Saya pun tidak b
erani membayangkan kalau kelak sudah berumur lanjut akan mengalami hidup seperti
itu. Di Jepang, setiap naik kereta atau bus, saya usahakan untuk tidak duduk d
i priority seat, walaupun kadang kalau kecapekan sekali terpaksa juga duduk di j
atahnya orang-orang khusus tersebut.
Sering ada pertengkaran dalam keluarga siapa yang harus tinggal dengan ayah/ibu
? Siapa yang harus membawa mereka dalam keluarganya ? Siapa yang harus mengirimi
nya uang ? Siapa yang harus menengoknya ?
Ayah ibu tidak butuh semuanya kalau kita tidak ikhlas mengerjakannya. Seandainy
a pun mereka tidak meminta maka kewajiban anaklah untuk menyenangkan, memelihara
mereka di masa tuanya. Saya selalu ingin berbuat baik kepada bapak dan mamak,
sekalipun banyak sudah kesalahan yang saya perbuat kepada mereka. Dalam keadaan
jauh begini, tidak bisa saya menggandeng tangan mereka, tidak bisa saya membuat
kan teh hangat untuk dinikmati di beranda rumah kami sore hari. Tapi saya yakin
, jika saya berbuat baik kepada orang-orang tua di sekitar saya, maka Allah past
i mengirim orang untuk berbuat baik pula kepada bapak dan mamak.
Seandainya manusia dilahirkan oleh batu, maka tak usah dia berfikir banyak siapa
yang harus memelihara ayah dan ibunya.
Kebiasaan mengobrol orang Indonesia
In Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang on Maret 4, 2007 at 6:10 am
Beberapa waktu yang lalu, Dekan Fakultas Pendidikan Nagoya University, Prof Mori
ki TERADA berkunjung ke Indonesia dalam rangka menjajaki perjanjian kerjasama de
ngan Universitas Diponegoro (Pusat Studi Asia). Kira-kira 2 minggu setelah kunj
ungan saya bertemu beliau di cafetaria kampus saat jam makan siang dan terjadila
h obrolan yang membuat saya sedikit malu.
Beliau menyatakan sangat menikmati perjalanan kedua kalinya ke Indonesia, apalag
i sedang musim durian. Sekitar 4 buah durian beliau makan habis plus minum air
yang diletakkan di bekas buah supaya tidak mabuk kata orang-orang. Sebelumnya P
rof Mina HATTORI yang menemani kepergian beliau ke Semarang sempat menunjukkan f
oto Terada Sensei sedang duduk di warung penjual durian, melahap durian dengan n
ikmatnya. Selain durian Sensei juga sangat doyan makanan Indonesia. Saya sendi
ri bukan termasuk penggemar durian, setiap mencium baunya, saya langsung teler (
>_<), tapi kalau sudah diolah menjadi lempo duren atau selain duren .itu enaknya s
elangit \(^o^)/
Pak Terada bercerita kalau dia diundang menjadi pembicara dalam seminar di UNDIP
yang dihadiri rektor 3 universitas di Semarang plus para dosen, mahasiswa dan j
uga kepala sekolah dan guru SMK. Pak Terada menekuni bidang `Career Education`,
beliau tertarik dengan pengembangan sekolah kejuruan di tanah air. Banyaknya p
eserta yang hadir di seminar membuat beliau terkejut. Sebab beberapa bulan sebe
lumnya 2 dosen UNDIP datang ke Nagoya University menyampaikan seminar di fakulta
s kami dan sangat disayangkan peserta seminar hanya sedikit (kurang dari 10 oran
g).
Saya juga agak heran dengan minat mahasiswa atau dosen di Jepang. Sewaktu tokoh
School Based Management dari Australia, Prof David Gamage diundang dan menyampa
ikan presentasi tentang SBM di Victoria state, Australia, juga sama : peserta se
minar tak kurang dari 30 orang. Angka ini sudah dianggap cukup banyak. Saya pi
kir bukan karena alasan bahasa, sebab penterjemah selalu dihadirkan di setiap se
minar.
Saya pernah agak sungkan juga ketika diminta menjadi contact person Prof Robert
Aspinall, orang Inggris yang menjadi dosen di Shiga University, untuk memberikan
presentasi `keiei kondan kai` (seminar di departemen educational management), k
etika beliau meminta konfirmasi berapa peserta yang kira-kira akan hadir. Menur
ut rekan yang lebih berpengalaman sekitar 25 orang akan datang. Ternyata pada h
ari H hanya 8 orang yang hadir.
Di Indonesia, yang namanya seminar biasanya dihadiri 100 orang lebih. Mungkin k
arena Indonesia berpenduduk banyak (ga nyambung !)
Tapi ada yang menarik dari cerita Pak Terada. Selama menyampaikan presentasi, d
ia merasa agak terganggu dengan suara berisik di tengah peserta. Tadinya dia pi
kir hanya saat ceramahnya saja, tetapi ternyata suara obrolan itu mulai terdenga
r sejak rektor menyampaikan sambutan. Lalu, dengan tersenyum beliau bertanya :
`Apakah ini sudah biasa di Indonesia ?` Nah, lo .
Saya bisa membayangkan suasana yang dihadapi Pak Terada plus kejanggalan yang di
rasakannya. Seminar-seminar di Jepang biasanya senyap, semua peserta dengan tek
un mendengarkan atau tidur, tidak ada yang mengobrol. Di Indonesia justru sebal
iknya. Peserta seminar sengaja memilih tempat duduk paling belakang atau mojok
untuk mengobrol. Kenapa muncul kebiasaan seperti ini, saya pribadi tidak tahu a
lasannya. Apakah karena orang Indonesia sangat gemar mengobrol (ramah) ? Atau p
eserta yang hadir di ruang seminar datang hanya sekedar mengejar kredit untuk ke
naikan pangkat ? Atau mereka datang karena ditugaskan sekolah, sekedar untuk mem
buktikan bahwa sekolahnya turut berpartisipasi ?
Yang pasti saya gelagapan menjawab gurauan Pak Terada. Bingung mau mencari pemb
elaan dari sisi mana (>_<)
Salah satu sifat yang saya sukai dari orang-orang kita adalah tegurannya yang ra
mah dimanapun berjumpa. Saya selalu mendapat teman baru jika pulang kampung nai
k pesawat, kapal, bis atau kereta. Bahkan di dalam angkot kota Bogor pun dengan
mudahnya orang bisa memulai percakapan. Biasanya kegiatan mengobrol pun tak pe
duli lingkungan. Kalau sudah asyik, bisa hingga tempat tujuan terlewati. Suasa
na seperti ini jarang saya jumpai di Jepang. Yang gemar mengobrol di dalam kere
ta hanya nenek-nenek dan anak-anak sekolah. Berkali-kali di dalam kereta pun te
rdengar peringatan untuk menghormati hak orang lain, jangan mengganggu penumpang
yang lain dengan suara dering HP, musik iPOD yang kencang, obrolan yang berisik
. Kalau tidak membaca buku, tidur, saya biasanya melototin pamflet iklan yang m
emenuhi atap-atap gerbong sembari mengasah kemampuan baca kanji.
Demikianlah, saya sangat gemar ngoceh, ngecap, ngerumpi, ketawa-ketawa, tapi ter
paksa jadi `radha pendiam` di Jepang. Tapi kalau sudah ketemu orang Indonesia at
au orang yang bisa bahasa Melayu, urat `ngobrol` saya langsung bekerja. Ga pedul
i di dalam kendaraan umum (`?`)
Pindah Rumah
In Serba-Serbi Jepang on Maret 7, 2007 at 8:43 am
Akhir Maret saya akan pindah ke dormitory baru. Benar-benar beruntung rasanya, k
arena selama sekolah di Nagoya University saya tinggal di dormitory yang murah.
Sebelum datang ke Nagoya Univ. pihak Educational Center for International Studen
ts (ECIS) Nagoya Univ sudah mengirimkan surat berisi tentang kota Nagoya, persia
pan fulus pas di Jepang, keterangan di mana saya akan tinggal, lengkap dengan no
mor kamarnya.
Saya tinggal di International Residence (IR) selama program Teacher Training. H
anya butuh 5 menit jalan kaki ke kampus atau kalau naik sepeda, hanya perlu 2-3
menit, karena jalannya menurun. Saya paling suka aksi ini : meluncur ! Rent kam
ar single per bulannya hanya 5000 yen plus biaya listrik, gas, dan air, sekitar
12,000 -16,000 yen per bulan. Setelah tinggal 6 bulan di IR, saya dapat perpanja
ngan, tetapi harus pindah ke couple room yang sangat besar. Tentu saja dengan re
nt yang besarnya 2 kali lipat, tapi masih sangat murah dibandingkan tinggal di a
partemen. Masa tinggal di IR hanya 1 tahun.
Dari IR saya pindah ke Foreign Student Dormitory milik kota Nagoya. Tempatnya me
mang agak jauh dari kampus, sekitar 30 menit naik kereta bawah tanah, tapi karen
a murah (20,000 yen untuk single dan 25,000 yen untuk couple), banyak sekali mah
asiswa yang mendaftar untuk masuk. Saya pun, alhamdulillah bisa tinggal di dormi
tory ini selama 1 tahun (perpanjangan). Tempat yang nyaman dan mudah diakses, de
kat dengan supermarket, kantor pos, dan department store. Saya sangat menikmati
tinggal di situ. Pada masa awal tinggal di situ, banyak sekali kegiatan yang dis
elenggarakan pihak dormitory yang saya usahakan tidak absen, karena selalu ada m
akanan Jepang yang lezat-lezat (^~^). Ketika sudah mulai part time job, saya tid
ak sempat lagi terlibat acara2 di sana. Bahkan saya seperti hanya numpang tidur,
karena selalu pulang larut malam dan berangkat subuh.
Tahun ini kaikan (dormitory) itu akan diperbaiki sehingga semua penghuni harus p
indah. Seperti biasa, bulan-bulan ini kantor ECIS akan dipenuhi para mahasiswa a
sing yang sibuk mencari informasi tempat tinggal yang murah. Melalui ECIS saya
mendaftar ke Hattori International Kaikan yang diperuntukkan untuk mahasiswa sel
f finance. Seleksinya cukup ketat dengan 2 kali interview. Selain keadaan ekonom
i, rekomendasi dosen, dan transkrip, penelitian pun menjadi parameter. Alhamdul
illah saya diterima dan akan tinggal di Higashiyama kaikan, dekat sekali dari ka
mpus, jalan kaki sekitar 10-15 menit, atau 5 menit dengan sepeda.
Saya, Prof Ueda (academic advisor saya), Prof Hattori dan mahasiswanya dari Mong
olia mengunjungi kantor Hattori Kaikan kemarin. Pihak dormitory mewajibkan mahas
iswa yang lolos seleksi untuk datang ke kaikan bersama dengan professor pembimbi
ng. Aturan yang agak aneh memang, dan saya sampai mules karena kebingungan bagai
mana caranya mengajak Ueda Sensei yang super sibuk untuk sekedar mengantar saya
ke kaikan yang baru. Ternyata di luar dugaan saya, beliau sangat gembira saya bi
sa lolos dan langsung menelepon pihak Hattori untuk menegoisasikan masalah waktu
kapan kami bisa berkunjung. Saya benar-benar berhutang budi kepada Sensei. Suda
h 15-an surat rekomendasi yang beliau tuliskan untuk saya karena harus melamar i
ni dan itu, baik yang saya minta dalam tenggang waktu yang agak panjang ataupun
sangat terburu-buru. Beliau memenuhinya dengan sangat sabar. Hontouni osewa ni n
arimashita.
Kunjungan ke Hattori kaikan membuat saya kembali terkesima dengan sikap sopan sa
ntunnya orang Jepang. Pertama kali masuk ruangan, Sensei langsung membungkuk 90
derajat kepada owner sambil mengucapkan : Osewa ni narimashite, doumo arigatou g
ozaimasu (terjemahannya dalam bahasa Indonesia agak susah, kira-kira maknanya :
Terima kasih atas kebaikan anda). Pemilik Hattori kaikan adalah lelaki berusia 8
0 tahun-an dengan rambut yang sudah memutih, tapi masih gesit, namanya Bapak Hat
tori. Beliau pun membalas bungkukan 90 derajat agak lama, sambil mengatakan : Se
nsei, sumimasen ga, oisogashii tokoro (Professor, mohon maaf merepotkan anda dat
ang kemari). Wah, adab yang begini yang saya masih harus belajar banyak. Setiap
saya mengucapkan : oisogashii tokoro de, atau osewa ni narimashite kepada Ueda S
ensei, beliau pasti tertawa sambil bercanda : repot ya jadi orang Jepang ! Di Ind
onesia juga ada ucapan seperti itu ?
Kunjungan tersebut sekedar berkenalan dengan owner, menyerahkan data pribadi dan
berfoto bersama. Yang saya sangat terkesan, Ueda sensei memutuskan naik taksi s
upaya datang tepat waktu. Pak Hattori yang sudah sepuh pun mengantar kami ke dor
mitory yang kira-kira berjarak 500 meter dari kantor Hattori, walaupun kami tida
k dapat masuk melihat kondisi kamar, tapi dari luar sudah kelihatan bahwa tempat
tinggal saya sangat perfect. Sehabis kunjungan ada satu lagi kebaikan yang dita
warkan Pak Hattori. Beliau mengajak kami menyebrang jalan dan mampir di sebuah c
afe kecil, menikmati kopi dan kue puding yang enaknya selangit. Begitulah agar t
amunya tidak sekedar merasa hanya datang buang-buang waktu menemuinya, pihak tua
n rumah telah menjamu kami dengan sangat baik.
Walaupun saya akan pindah tanggal 31 Maret nanti, tapi barang sebagian sudah mul
ai saya packing. Barang yang mau dipack sebenarnya sedikit, saya tidak termasuk
pengoleksi barang. Yang bikin repot biasanya hanya buku, tapi sebagian besar buk
u sudah saya ungsikan ke ruang belajar di kampus, jadi pidahan kali ini sepertin
ya akan lebih ringan.
Ada hal unik jika kita pindah rumah di Jepang, pertama kita harus mengurus peral
ihan alamat dengan mengisi form yang disiapkan di kantor pos. Secara otomatis se
mua surat akan dikirim ke alamat yang baru. Tidak perlu pasang pengumuman di kor
an tentang alamat yang baru. Setelah berada di rumah baru, urusan selanjutnya ad
alah lapor diri ke kantor kecamatan (kuyakusyo) untuk diubah alamatnya di KTP (A
lien registration). KTP-nya tidak usah diganti, tidak perlu ongkos, dan tidak pe
rlu datang berkenalan ke Pak RT/RW plus nyogok supaya KTP bisa jadi secepatnya.
Tidak usah bahkan tidak boleh !!
Bagi pemilik rekening bank kantor pos harus segera datang ke kantor pos terdekat
untuk ubah alamat (saya tidak paham kenapa harus begitu). Selanjutnya lapor ke
kampus tentang alamat yang baru. Pemakaian air, listrik, gas pun secara otomatis
akan dipindahkan ke alamat yang baru. Kita tidak perlu datang ke PLN atau PAM u
ntuk mengurus lagi pendaftaran yang baru. Jika pindah dari kota yang lain pun sa
ma, tidak perlu daftar ulang. Dengan sistem ini, data tentang pelanggan sangat r
apih dan tertib.
Begitulah, tidak ada birokrasi yang sulit jika kita pindah alamat di Jepang.
Kemungkinan ini acara pindah rumah saya yang terakhir karena Hattori kaikan memp
erbolehkan mahasiswa tinggal hingga mereka lulus. Alhamdulillah .
Topik ngobrol dengan remaja putri Jepang
In Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Maret 8, 2007 at 11:01 am
Pertengahan bulan yang lalu saya diminta menjadi asisten `Get together and talk
I-nya Aichi Shukutoku University. Universitas swasta yang memiliki 2 areal kamp
us di Aichi prefekture ini dikenal sebagai kampusnya `ojousama` (princess). Ya,
mahasiswanya dominan wanita, dan jangan heran jika setiap saat kita bisa meliha
t wanita-wanita muda Jepang dengan dandanan wah, pakaian, tas LV, kalung mutiara
, plus sepatu jinjit yang keren. Kampusnya pun sangat keren dan masih baru.
Program ini diadakan setiap tahun dengan tujuan mengajak mahasiswa untuk lebih a
krab dengan pemakaian bahasa Inggris. Selama 5 hari kami berdiskusi tentang ber
bagai topik yang sudah ditentukan oleh koordinator. Tahun lalu saya pun ikut ke
giatan yg sama. Tahun ini Prof Chikusa Ishibashi, pengajar bahasa Inggris di san
a meminta secara langsung saya terlibat dengan alasan komentar yang saya buat pa
da akhir acara mereka anggap sebagai masukan berharga dan diterapkan pada semina
r tahun ini. Kalau tidak salah, saya mengomentari tentang waktu, saya usul aga
r diadakan di musim semi atau dingin, jangan musim panas. Karena walaupun beras
al dari negeri tropik, saya benar-benar teler dengan panas lembabnya Nagoya. Ke
dua saya mengritik sesi yang tidak memberi kesempatan banyak semua peserta berbi
cara. Peserta yang malu bicara harus ditriger supaya mau berbicara walaupun gra
mmarnya tidak benar, yang penting bicara. Karenanya saya mengusulkan perbanyak
sesi diskusi kelompok, debat dengan topik yang mereka bisa tune in.
Topik diskusi dalam program tahun ini adalah : beauty, valentine day, part time
job, butcher cafe, dan pekerja asing di Toyota. Sebagaimana dugaan saya, topik
terakhir tidak terlalu menarik bagi mereka sekalipun sudah disertai program tou
r ke pabrik Toyota. Ketika berdiskusi tentang beauty, mahasiswi diminta menyam
paikan apa kriteria cantik menurut mereka dan menurut oorang Jepang. Seorang ma
hasiswa mengatakan cantik menurut orang Jepang adalah bermata bulat, berbibir mu
ngil, beralis melengkung indah dan berambut panjang bergelombang. Saya langsung
teringat tokoh anime ` Sailor moon dan candy-candy. Pantas saja komik Jepang sel
alu menggambarkan tokoh perempuannya dengan mata besar bulat berbinar-binar. Ke
tika saya ajukan pertanyaan bagian mana dari tubuhmu yang kamu anggap paling men
arik ? Kebanyakan menjawab mata. Memang kebanyakan mereka bermata indah, bulat,
tidak seperti yang kita suka gelarkan kepada bangsa Jepang : kaum bermata sipit
.
Diskusi menarik lainnya tentang masa depan. Kebanyakan remaja putri yang berdis
kusi dengan saya sudah mempunyai pacar dan ingin segera menikah. Ini fenomena me
narik karena menurut survey wanita Jepang lebih suka menunda masa pernikahannya,
yang membuat kelabakan pemerintah karena jumlah penduduk muda Jepang semakin me
rosot. Ketika saya tanya kenapa ingin segera menikah ? Ada yang mengatakan kare
na ingin segera punya anak. Wah, ini juga harus didengar oleh PM Abe. Pemerinta
h Jepang sampai memasukkan pelajaran demografi kependudukan ke SD dalam bentuk i
lustrasi dan simulasi bahwa Jepang sebagai negara akan hilang 10 tahunan ke depa
n jika jumlah bayi yang lahir nol. Sebagian dari wanita muda ini pun kelihatann
ya mantap dengan model pendidikan apa yang akan mereka berikan kepada anak2nya k
elak. Secara iseng saya tanya : Bagaimana dengan pacar kalian, apakah siap menik
ah ? Ternyata semuanya mengatakan tidak siap. Rupanya para pria muda Jepang belu
m PD untuk memasuki dunia keluarga. Ini bisa dimaklumi, para lelaki di Jepang h
arus berkantung tebal untuk menikahi para ojousama ini, dan kelihatannya saya le
bih sering melihat pria muda yang degil daripada yang rapih.
Topik lain yang menarik dibicarakan dengan remaja putri adalah fashion. Gaya re
maja putri di Jepang biasanya dicirikan dengan baju yang berlapis-lapis, kaus ka
ki panjang (kayak punya si Pippie) dengan warna yang ngejreng. Kalau sudah beke
rja mereka cenderung menggunakan jas hitam, tapi yang masih kuliah atau sekolah,
gaya baju harus seacak mungkin. Kalau perlu yang kancingnya lengkap, dicopotin
, celana jeans yang baru dikusemin, atau saya paling `ngeri` melihat remaja pria
pakai celana jeans yang melorot, dan kalau dia jalan mesti sekali-kali diangkat .
takut melorot beneran. Syarat lain dalam berpakaian : baju tidak boleh diseterik
a, kalau bisa sekucel mungkin. Tapi lain dengan para ojousama. Baju-baju merek
a menunjukkan kelasnya : rapih, dan elegan, warnanya biasanya hitam, putih, pink
atau warna pastel.
Topik lain yang saya ngga terlalu tune in adalah restoran, cafe dan karaoke. Sa
ya memang kerja di restoran, tapi tidak candu dinner plus acara nomikai (minum-m
inum) yang sangat digemari di Jepang. Kalau ke cafe, bisa dihitung dengan jari
karena saya tidak minum kopi dan ogah duduk nyaman plus nyantai untuk sarapan at
au pas tea time. Apalagi karaoke. Ini jagonya Pak Anto. Gadis-gadis muda Jepan
g senang menikmati akhir pekan dengan makan malam di restoran terkenal atau seke
dar pesta kecil dengan teman. Kalau diundang seperti ini biasanya tidak ada ist
ilah traktir seperti di Indonesia, tapi semuanya harus bayar sama rata.
Komik juga digemari remaja putri Jepang, selain play station. Hanya para ojousa
ma yang saya wawancarai kelihatannya suka dengan komik-komik romantisme, bukan k
omik shin chan atau chibi maruko chan yang saya suka baca di Bentoman. Bentoman
adalah tempat makan siang dan makan malam saya kalau lagi lembur di kampus. Say
a suka makan di situ karena murah, dan teh gandum-nya yang sangat harum dan pana
s slurrrp ! Sambil makan kadang-kadang saya baca komik yang berderet rapih di lemar
i buku yang sengaja disediakan untuk pengunjung. Lumayan untuk menambah kosa kat
a dan perbendaharaan kanji.
Saat kami membicarakan Toyota, hampir semua mahasiswa tidak berkomentar apa-apa
selain mengatakan kunjungan tour menarik dan mereka terkesan. Ketika saya ajak
berdiskusi tentang manajemen Toyota, mereka tidak tahu. Ketika saya singgung bu
ruh Toyota yang kebanyakan orang Brazil, bagaimana sikap mereka sebagai orang Je
pang dan apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu integrasi komunitas Brazil
atau orang asing di Jepang, atau apa kesan mereka ketika dunia menyebut kata `T
oyota` ? Semuanya tak tertarik membahasnya. Mereka lebih suka mendengar saya b
erceloteh menguraikan panjang lebar tentang kemajuan Toyota, pasar mobil dan des
ign mobil hybridnya, serta kritik saya tentang dampak negatif Toyota terhadap wa
rga kota Toyota. kebetulan saya mengajar pegawai Toyota bahasa Indonesia dan su
atu kali saya mendapat selebaran protes masyarakat setempat tentang Toyota.
Saya juga bukan ahli di bagian mobil, tapi saya sangat tertarik dengan manajemen
, apakah itu sekolah atau perusahaan. Banyak sekali yang menarik dalam manajemen
perusahaan di Jepang. Total Quality Management yang menjadi perbincangan belaka
ngan ini pun dikembangkan oleh seorang Amerika ketika dia bekerja di perusahaan
di Jepang. Toyota juga mengembangkan trik-trik yang unik plus keberhasilannya me
ndongkrak keberadaan GM (General Motor) sebagai produsen mobil terbesar saat ini
, menurut saya menarik sekali untuk dipelajari. Saya sampai berniat membeli buk
u tentang manajemen di Toyota, sayang harganya tak terjangkau.
Anyway, dalam program bahasa Inggris kali ini saya menjumpai mahasiswa yang lebi
h atraktif dan mau ngomong sekalipun bahasa Inggrisnya masih amburadul. Ngobrol
sebenarnya tidak perlu kaidah yang sempurna, dan tidak perlu terbebani dengan g
rammar yang memusingkan. Ngobrol adalah ibarat air mengalir, yang penting paham
apa yang diobrolkan.
Menolong itu gampang
In Islamologi, Renungan on Maret 12, 2007 at 8:04 am
Saya sengaja menulis judul di atas untuk mengingatkan saya akan kasus hari ini.
Semata untuk memberikan peringatan yang seharusnya saya ingat selalu : KALAU KA
U MAU, MENOLONG ITU GAMPANG !!
Teman saya meminta tolong untuk menitipkan sementara boneka yang saya berikan ke
padanya di rumah saya, padahal sementara saya harus segera berkemas pindah ke do
rmitori yang baru. Saya agak mangkel juga ketika dia mengatakan tidak bisa meng
ambil barangnya karena akan mengirim barang pulang ke Indonesia dan ada gakkai (
research meeting) di luar kota. Respon mangkel saya muncul begitu saja, karena
saya ingat teman sudah berjanji akan mengambil barang itu sebelum saya pindah, t
api karena kesibukannya dia menawar supaya barang itu saya angkut pula ke rumah
baru dan nanti akan dia ambil.
Saya tidak bisa berkata apa-apa selain manyun dan berupaya menenangkan diri. Un
tungnya komunikasi kami berlangsung via YM, sehingga dia tidak tahu betapa gondo
knya saya. 1 menit, 5 menit berlalu dan saya belum mengiyakan permintaannya. S
aya beranjak meninggalkan layar komputer tanpa jawaban, dan mendirikan sholat dh
uhur yang tertunda.
Setelah sholat, saya merenung, sebenarnya tidak ada susahnya mengangkat sekotak
boneka yang tidak berat tersebut ke rumah baru, toh saya pindah dengan jasa mobi
l angkutan, sedangkan dia benar-benar terjepit waktunya. Saya benar-benar egois
dan mempersulit sesuatu yang mudah ! Saya langsung mengetik jawaban : OK, barangn
ya saya bawa pindah. Silahkan diambil di rumah baru jika sempat .
Maafkan saya teman karena emosi yang tak terkendali ini.
Saya sering minta tolong kepada orang lain. Rasanya hampir setiap hari saya mel
akukannya. Ada teman yang melaksanakannya dengan ikhlas, tapi ada pula yang ber
belit-belit menjawab, yang biasanya saya simpulkan : Dia tidak bisa. Karena ser
ingnya minta tolong, kadang saya menjadi malu, saya benar-benar makhluk yang ter
gantung. Bekerja di mister donut, saya selalu minta tolong diambilkan tray di l
emari, karena tangan saya tak menjangkaunya. Kalau tidak ada yang melihat, bias
anya saya manjat ke atas meja adonan, tapi karena pernah kepergok dan dapat tegu
ran saya menghentikannya. Lalu saya usul agar dibelikan bangku kecil, supaya sa
ya bisa memijak di atasnya untuk mengambil tray yang diletakkan tinggi-tinggi.
Permintaan ini belum dipenuhi juga, jadi saya masih minta tolong terus.
Ketika seseorang minta tolong, kadang saya terpikir : Kok, dia tidak memikirkan
urusan saya sih ? Saya juga sibuk, bukan hanya dia ! Tapi ketika saya minta tolo
ng saya lupa pada cara berpikir ini. Sungguh amat picik !
Hari ini benar-benar berharga.
Pagi tadi saya merepotkan seorang teman untuk memaketkan barang ke kantor pos ya
ng tidak bisa saya lakukan karena harus berangkat pagi-pagi mengajar dan akan pu
lang larut malam karena ada job di restoran. Juga merepotkan dia dengan permint
aan telpon kesana kemari. Mudah sekali saya minta tolong. Atau karena teman say
a itu sangat ringan membantu ornag lain ? Atau saya berada pada dilema, apakah m
emang harus saya minta tolong ?
Sehabis memudahkan urusan orang lain tidak ada yang berubah sebenarnya pada diri
seseorang kecuali perasaan senang sudah beramal hari ini, jika orang itu menyad
arinya. Tapi terkadang sesudah menolong saya lupa mengingat ini karena emosi ma
sih menyelubungi hati saya. Tidak baik ini !
Hati manusia memang sangat lemah dan selalu bolak balik antara mengikuti yang be
nar atau yang salah. Dia gampang sekali tergoda oleh syeithan. Ya, muqallibal
quluub, tsabbit qalbii `alaa diinika` (Wahai Yang membolak balikkan hati, mantap
kan hati apa kepada agamaMu). Doa ini seharusnya terus saya panjatkan ketika ha
ti saya mulai condong kepada kemunafikan dan ketidakpedulian. Sayangnya saya ban
yak lalainya daripada ingat (>_<)
Astaghfirullaahu al adziim ..manusia gampang sekali berbuat dosa, sulit sekali ber
buat kebaikan ternyata !
Tiga prinsip `mendidik` di sekolah Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Maret 13, 2007 at
7:53 am
Ada tiga kata penting yang sering sekali saya dengar ketika mendengarkan penjela
san guru-guru di Jepang saat kunjungan sekolah atau mengikuti seminar-seminar. T
iga kata itu adalah : `yutori kyouiku`(?????)?ikiru chikara (????)?dan kokoro ky
ouiku (???).
Yutori kyouiku artinya memberikan space dan waktu yang leluasa kepada anak untuk
berkembang. Dengan prinsip ini, sekolah di Jepang yang semula libur hanya dua k
ali hari Sabtu setiap bulan, berubah menjadi 5 hari sekolah. Setiap Sabtu semua
sekolah libur. Kebijakan ini pun menyebabkan 30% content pelajaran dipangkas, da
n diperkenalkan course baru yaitu `Sougouteki gakusyuu jikan` (???????)?integrat
ed course, yang bertujuan untuk mempelajari materi yang lebih membumi. Mengapa d
emikian ? Karena siswa diajak untuk mengaplikasikan semua ilmu yang dipelajariny
a di mata pelajaran yang lain untuk memahami fenomena alam, lingkungannya, kampu
ngnya, dan orang-orang sekitarnya. Dengan kebijakan ini pula siswa hanya belajar
materi pokok saja, sedangkan mata pelajaran yang sekunder disajikan dalam integ
rated course.
Yutori kyouiku mulai dipertanyakan keefektifannya saat ini karena merosotnya pre
stasi akademik siswa-siswa Jepang di tingkat international (PISA dan TIMMS). Ora
ng tua pun khawatir. Karenanya tahun 2005 Kementrian Pendidikan mengeluarkan keb
ijakan penerapan `zenkoku gakuryoku tesuto` (???????), yaitu test kemampuan akad
emik secara nasional.
Ikiru chikara artinya potensi atau kemampuan untuk hidup. Dalam bahasa kerennya
disebut `zest of living`. Sekolah harus mendidik siswa yang siap berkembang, seh
at jasmani, memiliki keinginan untuk hidup (ini mungkin karena banyak anak Jepan
g yang lebih suka bunuh diri), plus mempunyai semangat bekerjasama yang baik. Ap
likasi dari prinsip ini, di sekolah-sekolah Jepang diperkenalkan kegiatan `bukat
sudou` (club activities), semacam eskul di Indonesia, yang memungkinkan para sis
wa berkembang sesuai minatnya. Dampak negatif dari kegiatan ini, banyak siswa ya
ng tertidur di kelas selama jam pelajaran karena kecapekan.
Kokoro kyouiku artinya pendidikan hati/kejiwaan. Anak Jepang harus bermental baj
a, tidak mudah putus asa, dan melakukan tindakan bunuh diri hanya karena diejek
teman. Anak Jepang pun harus berkembang menjadi anak yang pemberani, dermawan, d
an segala akhlak mulia lainnya. Bagaimana aplikasinya ? Di sekolah, guru harus m
emperhatikan kondisi satu per satu anak didik, membantu keterlambatan belajar me
reka satu per satu, bekerjasama dengan orang tua. Dampak negatifnya : guru makin
lama harus berada di sekolah, karena harus mengamati dan mendata plus mendiskus
ikan perkembangan anak didiknya dengan pejabat sekolah atau sesama guru.
Taman Kanak-Kanak di Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang, Taman Kanak-Kanak o
n Maret 16, 2007 at 9:53 am
Secara kebetulan saya menemukan situs tentang tujuan sekolah-sekolah di Jepang.
Ternyata sangat rinci dijelaskan tentang tujuan setiap jenjang pendidikan.
Tujuan TK tercantum dalam artikel no 77 UU Pendidikan Jepang (diterjemahkan deng
an bahasa segampangnya (~_~) )
TK atau youchien (???)bertujuan untuk mengasuh (??) anak-anak usia dini, memberi
kan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam artikel no 78 dijelaskan tata caranya :
1. Merancang pendidikan yang mengembangkan fungsi tubuh dan jiwa secara harmoni
melalui pembiasaan pola hidup yang sehat, aman dan menyenangkan.
2. Menumbuhkan semangat kemandirian, kehidupan berkelompok yang penuh kegembiraa
n dan kerjasama.
3. Mengenalkan kehidupan sosial dan membina kemampuan bersosialisasi
4. Mengarahkan penggunaan bahasa dengan benar serta menumbuhkan minat berkomunik
asi dengan sesamanya.
5. Mengarahkan minat untuk berkreasi melalui pembelajaran musik, permainan, meng
gambar dan lain-lain.
TK mengintrepretasikan tujuan tersebut dalam silabus pembelajaran yang saya piki
r hampir sama di setiap sekolah. Berikut saya jelaskan apa yang dipelajari anak-
anak TK di Sono Youchien, Iwakura, Aichi Prefecturte. Kepala Sekolah, Ibu Ando m
emberikan saya (setelah merengek) copy- jam belajar sehari.
Nama Kelas
Momiji 2
Umur : .th
TTD
Kepsek
TTD
Guru
Senin, 12-6-2006
Cuaca
Nama Guru
Pesan Mingguan
Udara cerah, bermain di luar. Jika hujan, kegiatan dilakukan di dalam kelas, Lat
ihan gerak dengan musik yang menyenangkan, Menumbuhkan minat kepada tsuyu (??)(
= musim hujan, di bulan Juni, sebagian wilayah Jepang hujan-red)
Pesan Harian
Guru memberi contoh yang baik, anak yang enggan bermain harus disemangati
Tujuan exercise hari ini
Jam
Kegiatan
Lingkungan dan Kondisi Murid
Pesan/Tindakan Guru
8.50
masuk kelas
Taruh barang di loker, kemudian duduk di bangku
Ucapkan [Selamat Pagi] dg wajah gembira. Periksa keadaan murid satu per satu sam
bil menanyakan kabar masing-masing anak
9.05
Pengenalan exercise hari ini
Absen
Ucapan salam di pagi hari, lagu dan absensi.
Kartu absen diisi
Sambil mengabsen, menanyakan perubahan kondisi anak
9.15
Break ke toilet
Latihan cara buang air sendiri, cebok, dan mencuci tangan dengan sabun
Memeriksa apakah tatacaranya sudah benar, membenarkan yang salah
9.20
Menyanyi
Ada anak yang menyanyi dengan semangat, ada juga yang loyo
Sambil memperhatikan keadaan anak satu per satu, mainkan piano sesuai dengan kem
ampuan anak, juga ajarkan anak untuk menyesuaikan dengan suara temannya (intinya
bikin paduan suara yang bagus-red)
9.45
Senam pagi
senam di halaman sekolah
10.00
Masuk kelas
Copot kaus kaki
Kaus kaki dicopot, disatukan dan masukkan dalam loker
Perhatikan apakah siswa mencopot kaus kaki dengan benar dan melipatnya/menggulun
gnya dengan benar. Berikan bantuan jika anak belum bisa melakukannya dengan baik
10.20
Ritmik
Ada anak yang semangat ada yang lemes
Dengarkan ucapan Fujikawa sensei (guru ritmik yg memainkan piano-didatangkan khu
sus-red), dengarkan dengan baik nada yang muncul dan bimbing anak untuk mengikut
inya
10.45
Bermain
Pakai topi merah, bermain di luar kelas/di kebun/halaman sekolah
Ikuti dan amati anak-anak yang bermain kalau bisa arahkan, bantu mereka dalam be
rmain
11.45
Alat bermain dirapikan, masuk kelas, bersiap makan
cuci tangan dan ugai (memasukkan air ke tenggorokan tapi tidak ditelan, untuk me
ncegah batuk/pilek-red) sebelum masuk kelas, yang mau ke toilet dipersilahkan. M
asuk ke kelas dan mengeluarkan bento (bekal) masing2
Periksa perlengkapan makan anak
12.00
Makan siang
Cara duduk untuk makan yang benar
apakah perlengkapan makan anak lengkap, jika ada yang lupa bawa sendok atau sump
it, siapkan
Perhatikan cara makan, ajari cara menggunakan sumpit, sendok atau garpu. Usahaka
n acara makan pun menyenangkan
12.40
Gosok gigi
Gosok gigi di luar kelas, di seputar kran air (letaknya di lantai 1 dengan bentu
k melingkar-red)
Perhatikan dan ajari cara menggosok gigi yang benar
13.00
Game
Bermain permainan tradisional atau modern. Ada anak yang berminat ada yang tidak
Perhatikan kemampuan anak dalam bekerjasama, tumbuhkan rasa percaya diri anak ya
ng malu-malu
13.30
Bermain di luar
14.00
Berkumpul, bersiap untuk pulang
Cuci tangan, ugai ,pipis
bersiap untuk pulang
Ucapkan [Besok pun harus bersemangat ke sekolah] dengan gembira dan bersemangat
14.25
Menyanyi lagu salam perpisahan
Menyanyi dengan gembira, tenang dalam berbaris.
Baris per kelas di depan sekolah
Antarkan kepulangan mereka dengan senyum, gembira dan ucapan-ucapan yang menyema
ngati
15.00
Pulang

Begitulah, senangnya belajar di TK (^_^)


Saya coba cek penjelasan tentang TK di UU Sisdiknas 2003, sayang penjabarannya h
anya sedikit (Pasal 28). Mungkin ada teman-teman guru TK yang bisa menshare sepe
rti apa TK di Indonesia. Dulu saya juga murid TK, tapi mestinya TK sekarang suda
h beda banget dengan TK dulu. Oya, pas saya TK, saya sudah belajar kali-kalian s
ampai 10 x 10. Di Jepang, anak-anak TK baru belajar ngitung 1-10 (^_^).
TK di Indonesia terlalu hebat .(^_~)
Survey Gigi di sekolah-sekolah Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Maret 16, 2007 at
11:13 am
Saya sedang mengutak-atik data statistik di situs MEXT (Kementerian Pendidikan J
epang) dan ketemu dengan hasil survey kesehatan sekolah di Jepang yang diadakan
sejak tahun 1985-2004. Ada 3 hal yang disurvey yaitu :
1. Tinggi dan bobot badan siswa
2. Kerusakan gigi (jadi ingat mba Evy nih (^_~)
3. Penderita Asthma
Selain survey kesehatan, ada pula survey motorik siswa, misalnya kemampuan berla
ri, melompat, dan melempar bola. Pantas saja pendidikan olah raga di Jepang ben
ar-benar serius dikembangkan, bahkan hasilnya sudah kelihatan di pesta olimpiade
. Dulu sensei saya pernah bercerita bahwa para peneliti olah raga di fakultas p
endidikan pernah mensurvey kenapa ada anak yang berlari dengan cepat dan kenapa
ada anak yang tidak bisa lari cepat ? Alhasil ditemukan jawabannya, bahwa ketika
berlari anak harus mengayunkan tangan supaya arah larinya lurus dan lebih meles
at.
Yang menarik dari survey kesehatan itu adalah kenapa nomor 2 dan nomor 3 menjadi
penting banget ? Nomor 2 sudah dijawab oleh Mba Dokter Evy yang sudah bercerita
panjang lebar tentang `pentingnya senyum yang indah (tanpa gigi bolong n berkar
ang)`.
Berdasarkan hasil survey, anak-anak Jepang yang menderita gigi rusak pada tahun
1985 sekitar 90% lebih, lalu menurun secara bertahap, hingga pada tahun 2004, an
ak TK yang bermasalah dengan giginya ada 56,9% kasus, SD 70,4%, SMP 64,6% dan SM
A 76,0%. Dan perlu dicatat, penderita anak perempuan lebih banyak daripada anak
laki-laki.
Saya tidak tahu sejak kapan program gosok gigi digalakkan di sekolah-sekolah Jep
ang, tetapi setiap kunjungan ke sekolah, sehabis lunch, pasti ada acara sikat gi
gi berjamaah. Kegiatannya pun sangat menyenangkan karena memakai iringan musik,
jadi bisa sampai merem-merem ngantuk (^_^)
Sekalipun banyak teman-teman Jepang saya yang giginya lebih rusak daripada saya,
tapi saya salut betul dengan kebiasaan menggosok gigi. Saya bahkan kadang-kada
ng bertemu Professor Hattori di toilet, dan kami bisa ngobrol sambil sikat gigi .h
ehehe .ga jelas ngooong aaa !!! (>_<)
Bukan gigi-nya saja yang penting, tapi kegiatan mendata kesehatan peserta didik
adalah kewajiban mutlak pemerintah. Selanjutnya arah/kurikulum pendidikan fisik
/raga, jiwa, dan otak dikembangkan berdasarkan data-data ini. Sayang sekali, ba
nyak kebijakan pendidikan yang diproduksi di Indonesia tidak berdasarkan data ak
urat, padahal sudah banyak ahli kesehatan, ahli matematik, bahkan tukang kompute
r, dan tukang survey-nya yang siap dipakai.
Pasukan semut pagi-pagi
In Belajar Kepada Alam, Serba-Serbi Jepang on Maret 20, 2007 at 4:52 am
Dalam perjalanan menuju stasiun Minato Kuyakusho dari dormitori saya, sekitar 2
atau 3 kali seminggu selalu saya jumpai ibu, bapak dan anak dalam kelompok secar
a tersebar di dekat stasiun.. Dulu saya tidak pernah menemui mereka. Apa yang
mereka kerjakan di pagi buta begini ?
Mereka membawa sapu, plastik sampah dan serokan sampah (pengki). Yup, pelan-pela
n-mungkin karena masih mengantuk-tangan-tangan mereka menyapu dan memunguti punt
ung rokok yang belakangan ini semakin banyak saja. Kegiatan bersih-bersih ini d
ikerjakan secara sukarela berdasarkan pembagian kelompok yang sudah terjadwal.
Suatu kebiasaan baik warga dalam rangka mensukseskan program `machi dukuri` =pen
gembangan kota.
Tidak seperti di Indonesia, sampah-sampah kota biasanya ditangani oleh pasukan k
uning, yang sering saya lihat subuh-subuh menyapu jalan-jalan di Bogor. Di jepa
ng kebersihan lingkungan sudah menjadi tanggung jawab warga, bukan hanya lingkun
gan sekitar rumah tetapi meluas hingga tempat sarana umum.
Komplek rumah kami di Madiun bersih sekali karena walaupun tidak ada aba-aba dar
i Pak RT, setiap pagi para ibu sepertinya sudah punya kebiasaan sehabis sholat s
ubuh di masjid menyapu halaman, membersihkan selokan dan menyiramkan air selokan
ke tanaman atau ke jalan ketika musim debu tiba. Sebuah kebiasaan yang baik. M
amak saya bahkan sering melakukannya pagi dan sore.
Yang membuat saya harus membungkuk dalam-dalam adalah seorang nenek berumur 80 t
ahunan yang di tengah dinginnya udara pagi masih berjalan sambil menggunakan mas
ker, memegang alat penjepit dan tas kresek. Ya, beliau memunguti satu-satu punt
ung rokok yang berserakan antara stasiun ke jalan pulang ke rumahnya. Dia melak
ukannya sendirian, sepertinya dia tidak terlibat kelompok volunter kebersihan ta
di. Sudah beberapa kali saya melihatnya, dan sering secara bergumam saya menguc
apkan `ohayou gozaimasu` (selamat pagi). Kenapa bergumam ? Karena mulut dan hid
ung saya tertutup syal.
Pagi ini saya melihatnya lagi. Kelihatannya dia sehat. Setiap melihat nenek in
i, saya selalu teringat dengan kisah yang diceritakan pemuisi dari Madura, D Zaw
awi Imron, tentang seorang nenek yang memunguti daun di depan masjid sambil tak
lupa membaca shalawat untuk Rasulullah SAW. Nenek itu mencoba menabung untuk
akhiratnya dengan mengerjakan dua kebaikan sekaligus, membersihkan lingkungan d
an memuji Rasulullah.
Nenek Jepang, nenek madura, dan para keluarga juga pasukan kuning di Jakarta ada
lah orang-orang yang begitu berjasa membuat indah apa yang kita lihat sehari-har
i. Kepada mereka saya membungkuk dalam-dalam.
Berapa persen guru yang tidak layak mengajar ?
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Maret 23, 2007 at 10:37 am
Kementerian Pendidikan Jepang (MEXT) punya survey khusus untuk mendata berapa ba
nyak guru-guru Jepang yang tidak layak mengajar atau sering disebut `???????(shi
douryokufusokukyouin), yang kira-kira artinya guru dengan kemampuan membimbing t
erbatas.
Survey ini diadakan sejak tahun 2002 dengan dasar pemikiran meningkatnya jumlah
kriminalitas di kalangan pelajar Jepang. Berapa banyak guru-guru yang tidak laya
k mengajar menurut MEXT ? Ini hasil survey di tahun 2004 :

Hasil survey menunjukkan semakin tua semakin ngga layak. Sebanyak 50% guru yang
tidak layak mengajar berumur 40 tahun ke atas, padahal umur rata-rata guru di Je
pang adalah 42 tahun. Sedangkan guru-guru yang berumur 50 tahun ke atas terdapat
34 % yang ngga layak. Guru-guru mudanya, berumur 20 tahun atau 30 tahun-an tern
yata masih fresh dan masih ingat teori-teori mendidik dengan benar (^_^).
Kalau dilihat berdasarkan sekolah, datanya seperti ini :

SD (???)sebanyak 49%, SMP(???)sebanyak 28%, dan SMA (????)sebanyak 15%. Sekolah


untuk anak cacat (???????)kelihatannya memiliki guru-guru yang lumayan tertraini
ng dengan baik.
Data survey ini dipakai oleh MEXT untuk memberlakukan pembaharuan sertifikasi me
ngajar bagi guru yang mulai diujicobakan tahun 2007. Pembaharuan ini berupa kewa
jiban untuk merenew sertifikat mengajar setelah 10 tahun dengan mengikuti traini
ng yang diadakan oleh The Board of Education atau mengambil kredit di Perguruan
Tinggi yang sudah ditentukan oleh MEXT.
Bagaimana hasilnya kelak ? kita tunggu saja.
Orang-orang brilian pulang
In Pendidikan Indonesia, Serba-serbi Indonesia on Maret 27, 2007 at 6:05 am
Hari Sabtu tanggal 17 Maret 2007, PPIJ Nagoya mengadakan acara suksesi kepengur
usan, sekaligus updated kegiatan penyaluran bantuan kepada korban gempa di Yogya
karta, plus mendengarkan presentasi ilmiah beberapa lulusan universitas di Nagoy
a yang akan pulang tahun ini.
Saya tidak mengikuti acara secara lengkap, hanya sempat mendengarkan presentasi
beberapa senior yang membuat saya berdecak kagum. Banyak sekali manusia Indonesi
a yang brilian di sini !
Hari itu ada 3 Doktor yang sempat saya dengarkan presentasinya :
1. Bpk Anto Satriyo Nugroho di bidang computer science
2. Bpk Risa Suryana di bidang engineering
3. Bpk Wisnu Jatmiko di bidang computer science
Pak Anto yang sudah 15 tahun di Jepang tidak menyampaikan banyak tentang hasil p
enelitiannya, tetapi lebih banyak menguraikan apa alasan kepulangannya dan memut
uskan berhenti sebagai dosen di Chukyo University, salah satu universitas swasta
bergengsi di Nagoya. Pak Anto yang tampak di mata saya sebagai Bapak yang sang
at berat berpisah dengan keluarga, akan meneruskan dan membangun karirnya di BPP
T. Banyak sudah hal yang dibagi Pak Anto kepada kami, beliau dan istrinya terke
nal sebagai orang yang sangat padat informasi tentang Nagoya dan Jepang, terutam
a yang berbau-bau administrasi sebagai warga asing di Jepang.
Pak Risa meneliti tentang struktur dan morfologi permukaan silika akibat interak
si hidrokarbon dan silika tertentu. Suatu bidang yang saya tidak begitu mudeng,
tetapi kelihatannya akan sangat berkembang di masa mendatang, mengingat lapisan
silika semakin banyak digunakan di Indonesia. Pak Risa akan pulang ke institus
inya, UNS, Solo.
Satu lagi, pakar komputer sains, Pak Wisnu Jatmiko menyampaikan hasil kerjanya s
elama berada di Univ. Nagoya yang berkaitan dengan odor sensor. Suatu penelitia
n yang menarik yang akan dapat dikembangkan luas untuk mendeteksi kebocoran gas
dalam industri. Secara iseng saya berkelakar, seandainya dapat mengembangkan od
or sensor untuk memberantas korupsi, alangkah bagusnya.
Dengan khayalan yang terlalu nonsense pula saya membayangkan kalau odor sensor i
tu nantinya dapat mendeteksi bau orang yang naga-naganya akan melakukan korupsi
dalam masa kerjanya. Alat digunakan saat seleksi pegawai di Depkeu, DEPAG, DIKN
AS, DEPTAN atau di departemen mana saja yang tergolong berpotensi korup tinggi.
Hehehe memang saya tukang ngimpi (>_<).
Begitulah, banyak orang pintar yang akan pulang ke tanah air. Selain mereka, ad
a ahli di bidang pertanian, Pak Lalu Dzulkifli, ada pakarnya clean governance, P
ak Yond Rizal, ada pakar olah raga, Pak Agus Rusdiana, dan masih sederet lainnya
.
Saya yakin tidak hanya dari Jepang orang-orang brilian akan pulang bulan-bulan i
ni, tapi dari negara lain pun akan berdatangan di Indonesia. Hanya satu kekhawat
iran saya dan juga mungkin rekan-rekan yang akan pulang, bisakah kami berkembang
di bumi pertiwi ? Dalam kelakarnya, Pak Risa menjawab motif permukaan silika ya
ng didapatkannya bisa dijadikan motif batik untuk dijual di pasar klewer (^_^).
Sebenarnya beliau pun tidak yakin pengembangan penelitiannya karena ketiadaan a
lat di Indonesia.
Saya jadi bingung, apa sebenarnya yang seharusnya dipelajari orang-orang muda In
donesia dari negara-negara maju ? Teknologi yang tidak bisa diterapkan di Indone
sia tetapi sudah merajai dunia ? Teknik rahasia yang hanya orang terpercaya yang
bisa menuntutnya, tetapi Indonesia tidak membutuhkannya sekarang ini ? Ilmu-ilm
u baru untuk diperkenalkan kepada para mahasiswa agar tidak kuper kelak ?
Barangkali ini hanya kebingungan saya, sedangkan rekan-rekan yang lain sudah man
tap dengan ilmu yang ditekuninya.
Andaikan .
Andaikan boleh diatur agar kami yang menuntut ilmu di negeri orang ini dibebanka
n untuk belajar sesuatu yang nyata pengembangannya di Indonesia, sehingga sewakt
u pulang nanti kami tahu betul apa fakta yang dihadapi ibu pertiwi, jika dia sak
it, di mana letak penyakitnya, jika dia berjerawat, bagaimana membuat kulitnya m
ulus kembali.
Seperti halnya bapak burung yang terbang merantau mencari nafkah, ketika dia pul
ang dia tahu bahwa sarangnya harus dibangun lebih indah dari sebelum dia pergi,
begitulah yang kami inginkan. Apa daya, ketika kami pulang, penghuni sarang kam
i tidak siap dengan `ilmu` yang kami bawa atau `ilmu` yang kami bawa terlalu men
gawang-awang.
Banyak hal yang bisa kalian lakukan untuk Indonesia , ya, begitu komentar awam. Te
tapi kata `banyak` itu sesuatu yang absurd, tak jelas dan tak pasti.
Pak Anto beralasan, pulang lebih cepat akan lebih cepat pula mengembangkan karir
di Indonesia. Saya justru terpikir mengembangkan karir saya di Indonesia sejak
saya masih di Jepang. Saya merasa ada yang `hilang` dari keberadaan saya di Je
pang, yang seharusnya saya bina dengan baik. Silaturahmi, link, network, kerjas
ama.
Saya terlalu terbuai dengan buku-buku diktat, kuliah dan penelitian-penelitian.
Jika ingin membumi, maka kenalilah orang bumi. Jika ingin benar-benar tahu tent
ang sekolah, bergaullah dengan para guru, murid dan kepala sekolah. Sekarang sa
ya berada pada kegamangan apakah yang saya tekuni di Jepang `match` dengan kebut
uhan pengembangan sekolah di tanah air.
Saya tidak termasuk orang-orang brilian itu, tetapi saya tidak ingin pulang dan
bengong (>_<)
Menghargai Sejarah dan Orang
In Pendidikan Indonesia, Penelitian Pendidikan, Renungan, Serba-serbi Indonesia
on Maret 30, 2007 at 7:56 am
Seorang teman baik menunjukkan buku tentang pendidikan Islam dan pesantren yang
ditulis Professor Nishino dan Prof Hattori. Bukunya sangat cantik dilengkapi de
ngan foto-foto kegiatan pesantren dan pengajian di Indonesia.
Saya terkagum-kagum melihatnya. Seperti yang saya tulis di blog ini tentang oran
g Jepang yang suka mikir njlimet, hal yang sama saya rasakan ketika membuka-buka
halaman demi halaman buku baru tersebut. Hal-hal yang sangat detil terungkap d
engan sangat baik, sebagaimana buku2 karangan orang Jepang.
Membaca buku karangan orang Jepang seperti membaca buku cerita bagi saya, karena
detilnya pemaparan. Ya, tergantung bukunya juga sih, kalau buku ilmiahnya sama
saja membuat kening berkerut-kerut.
Sambil melihat-lihat isi buku, kami mengobrol ngalor ngidul hingga sampai pada t
opik tentang sejarah. Yuki san teman saya, juga menulis salah satu chapter tent
ang IQRO di Indonesia. Yuki yang lama tinggal di Indonesia benar-benar sudah s
eperti orang Indonesia bagi saya. Kegigihannya mempelajari tentang IQRO membuat
saya tersadar akan kehebatan orang Indonesia di bidang pengajaran Al-Quran. Dia
begitu terkesan dengan fenomena belajar Al-Quran sejak dini di Indonesia, yang b
agi sebagian orang Indonesia adalah hal yang wajar.
Saya pun semula tak pernah begitu terpesona dengan metode IQRO, dengan perjuanga
n penemunya, dengan kisah sejarah di balik movement IQRO di Indonesia, tetapi ka
rena membaca hasil penelitian Yuki san, medengarkan ceritanya, saya menjadi sang
at tertarik dengan apa itu IQRO, bahkan bertekad mendatangi dan belajar kepada o
rang2 yang berjasa mengembangkannya hingga kini. IQRO saat ini tidak hanya dike
nal di Indonesia tapi sudah dipakai di beberapa negara ASEAN. Suatu gerakan yang
mungkin tak terdeteksi atau terasakan oleh kita yang muslim.
Yuki san begitu menggebu berharap orang Malaysia atau siapa saja yang mengadopsi
sistem IQRO pun para penerbit dan pengguna yang mengambil keuntungan dari penge
mbangan IQRO mau belajar dan menghargai perjuangan penemunya, Bapak K.H. As`ad H
umam.
Saya jadi teringat betapa kurangnya penghargaan kita, orang Indonesia kepada ora
ng-orang seperti Pak As`ad. Banyak sekali orang yang menemukan hal kecil tapi b
ermanfaat di sekitar kita, yang mengalirkan air dari gunung-gunung ke sawah, yan
g mengajarkan Al-Quran di surau-surau gelap yang pada akhirnya melahirkan para q
ari dan orang besar lainnya.
Perjalanan orang-orang penting seperti itu yang kadang tidak terekam dengan baik
oleh kita, sehingga hilang begitu saja sebelum kita sempat mengambil pelajaran
yang baik. Menghargai proses sepertinya masih kurang, padahal proseslah yang bi
sa mengulang sejarah.
Dulu semasa kecil, saya suka sekali duduk di dekat lampu minyak, yang bisa mengh
itamkan wajah. Tidak sekedar duduk tapi sambil mendengarkan oom bercerita tentan
g bualan-bualan orang dulu. Tentang kakek yang berjuang melawan Belanda, atau t
entang dukun beranak di kampung kami yang dari tangannya telah lahir bayi sekamp
ung ataupun cerita-cerita siluman yang tak masuk akal lainnya. Tapi terlepas da
ri isi cerita, di kampung kami seperti sudah tersepakati bahwa oom tahu tentang
sejarah kampung, sehingga bisa dijadikan rujukan.
Seperti halnya Yuki san, saya pun angkat jempol kepada para pejuang IQRO, juga k
epada orang2 yang menemukan metode membaca Al-Quran. Saya bahkan salut dengan o
rang-orang yang tak berputus asa memikirkan cara supaya semua orang Islam bisa m
embaca Al-Quran, menggemarinya dan mau mengamalkannya sehari-hari. Usaha seperti
mereka menurut saya lebih berharga daripada orang yang berhasil membuat sesuatu
yang tidak berharga menjadi segunung uang.
Orang tua Jepang dan orang tua Indonesia
In Renungan, Serba-serbi Indonesia, Serba-Serbi Jepang on Maret 30, 2007 at 8:42
am
Apa yang dikerjakan orang-orang tua di Indonesia dan di Jepang dalam menghabiska
n masa-masa tuanya ?
Berdasarkan pengamatan di Jepang, orang-orang tua yang berumur 50 tahun ke atas
masih sehat, kuat, sehingga masih termasuk tenaga kerja produktif. Calon pengua
sa Tokyo saja, Pak Ishihara berumur 74 tahun tapi masih siap maju sebagai gubern
ur Tokyo tahun-tahun depan setelah sebelumnya telah berhasil membawa Tokyo menja
di kota metropolitan bergengsi di dunia.
Orang-orang tua yang saya jumpai sehari-hari di kereta, bahkan di tempat kerja s
aya adalah orang2 yang sama dengan saya bekerja part time. Kalau saya bekrja den
gan alasan untuk biaya hidup dan sekolah, sedangkan mereka bekerja lebih karena
bosan di rumah. Tidak ada kerjaan di rumah.
Selain bekerja part time, banyak juga di antara mereka yang menjadi volunteer ke
giatan di lingkungannya, anggota pasukan bersih-bersih, membantu anak-anak SD me
nyeberang jalan, menjadi anggota patroli keliling yang bertugas mengawasi dan me
ngamankan anak sekolah, pergi dan pulang, atau menjadi volunteer guide bagi para
foreigner, mengadakan kegiatan budaya untuk keperluan mahasiswa asing. Di Nago
ya University bahkan banyak pula para kakek dan nenek yang masih bersemangat kul
iah setelah mereka pensiun.
Boleh dikatakan orang tua di Jepang sangat mandiri dan enggan merepotkan anak cu
cunya.
Adapun di Indonesia, berdasarkan pengamatan saya terhadap kehidupan bapak dan ma
mak, kelihatannya kehidupan orang tua di Indonesia sangat nyaman.
Bapak dan mamak tinggal di perumahan yang banyak dihuni para pensiunan. Kegiata
n mereka sehari-hari bisa dikategorikan menjadi dua yaitu kegiatan lahiriah dan
kegiatan batiniah. Yang pertama dilakukan pagi-pagi, berupa jalan pagi atau sub
uh sama-sama, senam Tai chi, atau naik sepeda. Bapak masih suka naik sepeda ke
kantornya untuk mengambil uang pensiun, padahal tergolong jauh (9 kiloan), entah
karena alasan kesehatan atau pengiritan (^_^). Acara batiniah berupa sholat be
rjamaah, ngga tanggung-tanggung 5 kali sehari, sholat harus di masjid, kebetulan
masjid dekat. Lalu ada pengajian rutin, yasinan, tahlilan yang bergilir setiap
minggu. Mamak pun punya kegiatan arisan atau praktek buat kue.
Selain kegiatan jamaah seperti itu, Bapak juga memelihara lele di kolam kecil (u
kurannya hanya 2m x 1m) plus mengawinkan bunga-bunga labu di pagi hari, membuang
daun2 pisang yang mengering. Bapak punya koleksi pisang yang cukup banyak, saya
dulu sampai pergi ke pusat tanaman pisang di Yogya dan hampir pingsan di dekat
danau Sarangan untuk mengoleksi pisang-pisang. Bonggol-bonggol pisang pun kami b
awa dari Sulawesi. Selain pisang, Bapak juga menanam aneka sayuran. Kalau tida
k mengurusi sayuran, biasanya Bapak nongkrongi ayam-ayamnya. Mamak tentu saja le
bih banyak mengurusi rumah tangga.
Kegiatan jamaah seperti yasinan, pengajian Al-Quran adalah sebuah gerakan yang s
angat menarik bagi saya. Dulu saya termasuk menentang dengan alasan, yasin tida
k perlu dibaca secara berjamaah dan dijadikan wajib, yang penting dirutinkan ada
lah membaca Al-Quran. Gara-gara mengikuti kegiatan yasinan, dulu bapak hanya me
mbaca yasin saja dan tidak mau membaca ayat-ayat Al-Quran yang lain. Tapi sekara
ng beliau sudah khatam berkali-kali bahkan mungkin lebih rutin dari saya.
Ya, jika melihat kegitan yasinan dari sudut pandang yang lain, sungguh kegiatan
ini sangat berguna bagi para orang2 tua. Saya belum bisa membayangkan rasanya h
idup di umur2 tua, sehingga tidak bisa pula membayangkan nikmatnya berkumpul den
gan teman sebaya, membaca Al-Quran bersama, bertemu, bertegur sapa, berbual-bual
, tertawa dengan orang-orang yang masih saling menghargai.
Yang patut diacungi jempol adalah kecenderungan orang-orang tua di Indonesia unt
uk `berjalan menuju masjid`. Masjid-masjid di subuh, maghrib, isya selalu dipen
uhi para orang tua. Merekalah yang memakmurkannya. Tapi menjadi pertanyaan meng
apa orang muda tidak demikian ? Barangkali karena orang muda masih berpikir masi
h ada waktu, toh umur tua adalah fase yang pasti akan kita hadapi. Sayangnya ki
ta lupa bahwa mungkin kita tidak akan sampai pada fase itu.
Orang tua Jepang, orang tua Indonesia pada dasarnya sama. Semuanya masih ingin a
ktif, masih ingin berbuat kebaikan di muka bumi, tidak ingin merepotkan orang la
in, termasuk anak cucunya. Tapi sebagai anak, saya ingin direpotkan oleh mereka
!
Anak-anak SD turun ke sawah
In Belajar Kepada Alam, Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang
on April 2, 2007 at 12:59 am

Kemarin, sembari beres-beres kardus-kardus pindahan, saya sempat menyaksikan pro


gram menarik di NHK. Judul programnya : ??!???????~??????????? (hakken ! tanbo n
o inochi~kodomotachi no nougyogyoutaiken) yang kalau diterjemahkan kira-kira ber
arti : Temukan, makhluk hidup di sawah! Praktek bertani untuk anak).
Program ini dirilis oleh Kementerian Pendidikan Jepang (Monbukagakusho) bagi sem
ua SD di Jepang dan sekitar 5000 anak ikut berpartisipasi. Setelah program berja
lan setahun, NHK melaporkan berbagai kegiatan di beberapa sekolah. Salah satu se
kolah, yaitu SD Baba(??)yang ada di kota Yokohama membuat sawah kecil di samping
sekolah demi berjalannya program ini. Anak-anak terlibat mulai dari mengolah ta
nah, menabur benih hingga panen. Program berlangsung kurang lebih 6 bulan. Yokoh
ama adalah daerah industri di Jepang, sehingga kesempatan untuk melihat persawah
an mungkin terbatas. Di Tokyo, SD Ookura (?????)yang ada di kota machida (???)me
minjam sawah yang ada di sebelah sekolah untuk kegiatan praktek anak-anak. Orang
tua dan masyarakat setempat pun ikut menjelaskan kegiatan bertani kepada anak-a
nak.
Apa yang dipelajari sebenarnya di sawah ? Banyak sekali, tetapi program ini mene
kankan supaya anak mengetahui banyak makhluk hidup di sawah yang saling tergantu
ng satu sama lain. Atau kalau ditulis dalam bahasa yang susah, anak diajar menge
nali ekosistem dan simbiosis antar makhluk.
Pengamatan anak terhadap makhluk hidup tentu saja berbeda dengan pengamatan oran
g tua. Anak-anak cenderung teliti, baik dalam menggambarkan detil hewan/serangga
yang mereka temukan, pun menggambarkan gerakan makhluk kecil tersebut. Setiap r
egu kemudian mempresentasikan hasil belajarnya di sawah. Presentasi yang disajik
an tidak hanya berupa ceramah, tetapi juga menciptakan tarian di sawah, panggung
boneka tentang kehidupan di sawah, dan lain-lain.
Saya sangat tertarik ketika guru meminta murid membawa alat apa saja untuk meron
tokkan padi dari malainya (tangkainya). Anak-anak dengan kreatifnya menggunakan
sumpit, baskom saringan, wadah berlubang-lubang kecil, dan lain-lain. Saya jadi
ingat sewaktu menggunakan huller yang ada di kampus IPB untuk merontokkan padi h
asil panenan. Ya dalam jumlah banyak, mesin memang harus digunakan, tapi bagi pe
mbelajaran anak, mereka perlu dikenalkan prinsip merontokkan tersebut. Dan Pak G
uru di SD Baba berhasil merangsang kreativitas anak didiknya.
Tidak hanya itu, seorang siswa SD Baba pun berhasil memprediksi jumlah serangga
belalang yang ada di sawah mereka dengan menghitung satu-satu per rumpun padi. S
aya jadi teringat pelajaran hama dan penyakit di IPB. Dulu sewaktu praktikum eko
logi tanaman, kami diminta menghitung ulat hijau yang suka nongkrong di dalam to
ngkol jagung muda atau menggulung di daun-daun jagung, plus membuangnya karena t
ermasuk hama pengganggu. Saya paling suka pekerjaan ini, walaupun terkesan jijik
pertama kali, tetapi lama-lama saya menikmati acara membuangi satu-satu ulat-ul
at tersebut. Karena mengerjakannya sendiri, maka saya akhirnya paham di mana har
us menemukan tempat persembunyian ulat-ulat itu. Duh, jadi kangen bakar jagung !
(OOT blas !!)
Beras yang didapat, dibuat onigiri, penganan berbentuk segitiga atau bulat lempe
ng berisi ikan, daging atau hanya ditaburi nori (seaweed), wijen, dll, dibungkus
nori (sea weed). Makanan ini mungkin seperti lemper atau arem-arem di Indonesia
, saya sangat menggemari makanan ini sebagai pengganjal perut sebelum berangkat
bekerja atau tengah bekerja tapi tak sempat makan lengkap. Karena dijual di komb
ini-kombini yang buka 24 jam, onigiri termasuk makanan favorit sebagian orang Je
pang. Apalagi anak-anak SD Baba yang menanam hingga memanen padinya sendiri, bar
angkali onigiri yang mereka makan waktu itu adalah onigiri terlezat yang pernah
mereka cicipi.
Sekolah-sekolah yang berlokasi dekat laut, mengajak anak untuk memelihara kerang
dan merangsang kreativitas anak untuk menciptakan masakan sederhana dari kerang
. Di SD yang lain, anak-anak diajarkan membuat sayuran yang difermentasikan (???
?=tsukemono), semacam kimchi di korea. Atau di provinsi yang terkenal dengan pro
duksi jeruknya, maka anak-anak setempat pun belajar budidaya jeruk.
Suatu proses pembelajaran yang sangat menyenangkan.
Sebelum pergi ke Jepang, saya ingat pernah mengusulkan ke rekan guru biologi unt
uk menggunakan sawah di samping sekolah kami sebagai tempat praktek biologi kare
na sekolah kami tidak punya lab khusus. Dalam salah satu usulan kurikulum belaja
r pertanian di Pesantren Darul Fallah pun saya pernah mengajukan konsep perlunya
mengajar fakta alam kepada siswa dan memperbanyak kegiatan belajar outdoor.
Siswa-siswa kelas 3 di MA Al-Haitsam bahkan harus menulis paper tentang wilayah
Situgede, kampung tempat sekolah kami berada, mewawancarai Pak Kades tentang dem
ografi dan potensi daerah. OSIS juga pernah mengadakan kegiatan `tour ke kampung
-kampung` melalui pematang sawah. Ya, sekolah kami terletak di tengah persawahan
. Saya masih ingat selalu berhenti lama-lama di tepi pematang sawah mengamati te
lur-telur keong yang berwarna pink, atau menyapa petani sebentar yang mengeluhka
n harga pupuk yang makin melambung dan harga beras dari petani yang makin rendah
. Hmm seperti apa ya, sekolah saya sekarang ?
Membuat KTP di Jepang : Beres dalam sekejap
In Serba-serbi Indonesia, Serba-Serbi Jepang on April 3, 2007 at 9:57 am
Hari ini saya mengurus perpindahan alamat baru dari Kelurahan Minato (Minato ku)
ke Kelurahan Chikusa (Chikusa-ku). Langkah ini wajib dikerjakan karena tidak s
aja menyangkut urusan surat menyurat tetapi juga menyangkut asuransi kesehatan d
an sistem pembayaran pajak.
Sewaktu datang pertama kali ke Jepang, urusan membuat KTP (????????= gaikokujin
touroku shoumeisho)dibantu sepenuhnya oleh volunteer Nagoya University di kant
or kelurahan (???=kuyakusho)Chikusa. Waktu itu kami datang jam 4 sore dan urus
an beres hanya dalam satu jam. Ketika saya pindah ke Minato sama juga, urusan
beres dalam sejam. Hari ini pun kembali saya mendatangi kantor kelurahan Chi
kusa sekitar jam 4.30 sore, saya sudah khawatir karena jam kantor akan berakhir
pukul 5.17 sore. Tapi kekhawatiran itu pupus, karena pengurusan alamat yang bar
u hanya berlangsung 10 menit dan urusan penggantian kartu asuransi kesehatan han
ya butuh waktu 15 menit.
Saya masih berdiri terpaku di depan petugas yang mengasungkan kartu asuransi yan
g baru dan terbengong dengan cekatannya mereka melayani warga. Kalau tidak kare
na ucapan `otsukaresama deshita`, mungkin saya masih mematung di situ. `Haik, ar
igatou gozaimashita`.
Hampir semua urusan tetek bengek sebagai warga di Jepang senantiasa berjalan cep
at dan tidak perlu biaya. Biaya hanya saya bayar ketika membuat KTP pertama kal
i sebesar 300 yen (sekitar Rp 21,600) dan setiap membuat surat bukti sebagai war
ga setempat juga keterangan berapa besar tax yang saya bayar, untuk surat rekome
ndasi ini saya juga hanya membayar 300 yen. Tidak ada uang pelicin, sebab semua
nya sudah berjalan sangat licin !
Hanya sekali saya menunggu agak lama, yaitu ketika mengurus perpanjangan visa di
kantor imigrasi. Sebagai pelajar, visa saya berlaku 2 tahun, dan harus diperpa
njang 2 tahun lagi, karena saya akan tinggal di Jepang hingga tahun 2009. Denga
n status sebagai mahasiswa yang tanpa beasiswa (self-financed student), saya seh
arusnya menyetorkan fotokopi rekening bank yang menunjukkan apakah saya bukan or
ang yang kere (>_<), tapi punya cukup dana untuk hidup di Jepang. Dokumen ini l
upa saya sertakan, sehingga visa baru saya terkatung-katung hingga 3 minggu. Ur
usan baru beres setelah saya menelpon langsung ke kantor imigrasi dan menanyakan
keterlambatan visa. Hari itu juga saya menerima panggilan untuk datang mengamb
il visa baru sambil membawa fotokopi rekening bank.
Begitulah, semuanya berjalan serba cepat di Jepang sebagaimana orang-orangnya ya
ng selalu terburu-buru ketika berjalan kaki, bahkan kalau perlu berlari demi dat
ang tepat waktu.
KTP saya di Indonesia kadaluarsa 2005 yang lalu, saya harus memperbaharuinya ket
ika pulang nanti. Saya masih ingat mengurus sendiri pembuatan KTP, mulai dari m
inta surat keterangan dari Pak RT/RW, datang ke kantor kelurahan, dan terakhir k
e kecamatan. Ketika di kantor kelurahan, staf setempat meminta uang jasa yang k
etika saya tanya berapa jumlahnya dia mengatakan seikhlasnya. Karena memang ker
e waktu itu saya hanya bayar Rp 1000, dan petugas menerimanya dengan merengut ta
npa sedikit pun ucapan terima kasih. Di Kantor kecamatan, staf meminta saya mem
bayar Rp 10,000 dengan alasan peraturannya begitu. Ketika saya minta ditunjukka
n peraturannya, petugas mengatakan tidak ada, itu sudah tradisi, jadi bayar saja
. Jadi setelah menghitung-hitung biaya yang saya habiskan untuk mengurus KTP be
rikut dengan ongkos transpornya sekitar Rp 23,000. Hampir sama jika saya minta
tolong Pak RT yang menguruskannya, biayanya Rp 25,000.
Gaji saya sebagai guru waktu itu hanya Rp 300,000. Saya tidak pernah berfikir i
tu di bawah upah minimum, sebab saya masih bisa hidup dan bebas bergerak dengan
dana sebesar itu. Tapi saya sangat sedih dengan perlakuan orang-orang yang tidak
jujur. Saya tahu mereka mungkin juga bergaji sama dengan saya, bahkan mungkin
lebih kecil, tetapi apa nikmatnya memakan gaji dari hasil pemerasan ?
Dulu saya sering terkena lemparan batu di angkot yang isinya pelajar STM, masa i
tu ramai-ramainya pelajar tawuran. Saya sangat heran kenapa pagi-pagi orang mem
punyai nafsu berkelahi demikian kuat. Saya pikir salah satu penyebabnya karena
anak-anak itu barangkali diberi makan dari harta yang tidak bersih. Uang haram
yang masuk ke tubuh anak-anak melalui makanan yang mereka makan berubah menjadi
energi kekerasan.
Museum dan Orang Jepang
In Serba-Serbi Jepang on April 4, 2007 at 11:12 am
Selama tinggal di Jepang hingga detik ini saya sudah mendatangi banyak museum, m
ulai dari Museum Toyota, museum vinegar, museum kertas jepang (washi), museum ka
in jumputan, museum sutera, museum sains, museum keramik, dan satu lagi yang ing
in saya datangi museum robot di Nagoya.
pupa di museum sutra cermin aneh di museum sains
Banyak sekali museum di Jepang, tersebar di seluruh provinsi, bahkan ada yang se
cara mandiri membuat dan mengabadikan sejarah nenek moyangnya dalam bentuk museu
m yang sederhana. Ada situs yang mendata tentang museum-museum di Jepang, infor
masinya cukup lengkap. Silahkan klik di sini. Museum di Jepang sangat beragam
, sampai ada museum matematika di Ibaraki prefecture. Kampus kami pun punya mus
eum yang menyimpan benda dan dokumen bersejarah tentang Nagoya University.
Museum termasuk dalam fasilitas yang wajib ada sebagai pusat belajar masyarakat.
MEXT (Kementerian Pendidikan Jepang) mengkategorikan museum sebagai fasilitas
belajar pendidikan sosial. Survey MEXT di tahun 2002 menunjukkan ada 1120 museum
dan 4243 fasilitas setipe museum. Dari keseluruhannya museum yang paling banya
k adalah museum sejarah dan museum seni. Museum sains juga termasuk terbanyak k
etiga.
Saya tidak punya data tentang berapa banyak orang Jepang yang datang ke museum s
etiap tahunnya, tetapi berdasarkan pengamatan sehari-hari, orang Jepang termasuk
getol mengunjungi museum. Bahkan anak-anak sekolah menghabiskan akhir pekannya
dengan mendatangi museum-museum.
Membangun sebuah museum memang memerlukan biaya, apalagi jika museumnya berupa g
edung yang megah. Tapi museum yang ada di Jepang terkadang hanya bangunan seder
hana yang diusahakan secara privat oleh warga yang mempunyai kaitan dengan sejar
ah desa misalnya, atau nenek moyangnya secara turun temurun membuat kimono, maka
jadilah museum kimono. Museum tidak hanya dikelola oleh pemerintah tapi juga d
ikembangkan oleh warga. Yang menarik banyak perusahaan ternama yang juga membua
t museum. Misalnya museum Toyota yang memaparkan mobil pertama hingga mobil mut
akhir produksi Toyota. Museum uang milik bank Mitsubishi UFJ juga menjadi tempa
t belajar yang sangat bermanfaat, atau musim listrik milik chubu denki, semacam
PLN di wilyah chubu. Produsen cuka terbesar di Jepang, Mitsukan punya museum di
daerah Aichi. Dua kali saya mengunjungi tempat ini.
Ada suatu penelitian yang mengatakan karakter masyarakat kelas atas atau masyara
kat terdidik adalah rajin ke museum, menggemari musik klasik dan rajin datang ke
konser. Mungkin ada benarnya sebab hanya orang beruang yang bisa mengakses itu
semua. Tapi di Jepang, karena ongkosnya terjangkau, maka masyarakat kelas bawah
seperti saya pun kadang-kadang dapat tiket konser gratis atau murah (^_^).
Yang pasti, saya yang hampir tidak pernah mengunjungi museum di Indonesia (karen
a memang ga ada di daerah saya (>_<)), sangat menikmati berjalan-jalan mengunjun
gi museum di Jepang. Saya gemar pergi sendiri, karena bebas mau nongkrong berja
m-jam memandangi hasil karya atau kebiasaan saya memotret yang berjam-jam sepert
inya tidak akan membuat teman jalan bertahan. Seperti ketika mengunjungi museum
sutra di Nagano bersama teman-teman peserta training guru. Belum sampai satu j
am teman-teman sudah naik ke bis, sedangkan saya masih berkeliling memotret semu
a mesin dan produk sutra, pun duduk menonton penjelasan tentang silk road, atau
bermain-main dengan pupa yang sedang menari. Saya banyak belajar dari jalan-jal
an yang saya lewati berikut tempat-tempat yang saya singgahi dan orang-orang yan
g dengan semangat berbagi cerita tentang sejarahnya.
Rainbow Plan, reformasi pendidikan di Jepang
In Pendidikan Jepang on April 6, 2007 at 12:15 pm
Seperti apakah reformasi pendidikan yang dicanangkan di Jepang ? Tahun 2001 Keme
ntrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yan
g disebut sebagai `Rainbow Plan`. Apa saja isinya ?
Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang me
nyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 a
nak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan eva
luasi belajar secara nasional
Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka
melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembe
lajaran moral di sekolah
Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diant
aranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masy
arakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara man
diri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komit
e sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan kea
daan dan permintaan masyarakat setempat.
Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlaku
an evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi,
juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru,
dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
Pengembangan universitas bertaraf internasional
Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalu
i reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Hingga tahun 2007, ketujuh poin telah dilaksanakan secara simultan, walaupun di
beberapa bagian ada protes dari kalangan guru, masyarakat pemerhati pendidikan.
Untuk mewujudkan ketujuh poin tersebut bukan hal mudah, tapi saya melihat reform
asi pendidikan di Jepang sekalipun mencontoh praktik dari Inggris atau Amerika,
poin-poin yang diajukan benar-benar sesuai dengan problematika yang ada di Jepan
g.
Jumlah siswa per kelas di kota-kota besar masih cukup besar 35 orang per kelas,
tetapi di beberapa propinsi jumlah siswa hanya sepuluh atau belasan orang dikare
nakan angka kelahiran yang merosot. Jepang tidak membangun kelas-kelas baru di
sekolah tetapi justru memerger sekolah-sekolahnya.
Pendidikan moral yang diperdebatkan saat ini adalah yang berkaitan dengan nasion
alisme, perlu tidaknya menceritakan sejarah perang kepada anak didik, perlu tida
knya menyanyikan lagu Kimigayo atau mengibarkan bendera hi no maru. Pendidikan
kedisiplinan tentu saja sudah terbentuk dengan baik di sini.
Poin nomor 4 merupakan hal yang terlihat nyata dengan banyaknya upaya sekolah me
mbuka diri kepada masyarakat/orang tua, misalnya dengan program jugyou sanka (or
ang tua yang menghadiri kelas anak2nya), sougou teki jikan (integrated course) y
ang melibatkan masyarakat setempat, dan forum sekolah.
Poin ke-5 pun sedang marak dibicarakan saat ini dengan adanya `kyouin hyouka`, s
istem evaluasi guru yang dibebankan kepada The Board of Education, dan renew ser
tifikasi mengajar melalui training atau pendidikan guru.
Reformasi higher education-nya tampaknya sangat gencar dilakukan dengan berbondo
ng2nya mahasiswa asing datang ke Jepang. Hanya ada satu kelemahan barangkali, y
aitu bahasa. Mahasiswa asing yang datang ke Jepang perlu mendalami bahasa selam
a 1 tahun, atau statusnya sebagai research student sebelum memulai program yang
sebenarnya, dan ini yang membuat sebagian besar mahasiswa China lebih memilih Am
erika yang notabene berbahasa Inggris, dan tak perlu membuang waktu 1 tahun seba
gai research student.
UU Pendidikan juga menjadi bahan diskusi yang hangat di seantero Jepang. Tidak
saja ahlinya yang turun tangan berbicara tetapi juga Teacher Union, forum siswa,
senat mahasiswa, bahkan ibu rumah tangga biasa yang terlibat dalam kegiatan vo
lunteer.
Seberapa jauh pencapaian Rainbow Plan ? Hasilnya maih harus ditunggu.
Pokoknya jangan sampai kalah !
In Serba-Serbi Jepang on April 6, 2007 at 1:21 pm

Ada kejadian menarik di tempat kerja saya selama beberapa hari belakangan ini, y
ang darinya saya belajar suatu semangat bekerja.
Mister donut tempat saya bekerja part time pekan ini menggelar SALE, dengan harg
a donut yang dibuat sangat murah, hanya 100 yen atau 120 yen. Biasanya ada dua k
ali dalam sebulan jadwal SALE, dan seperti biasa jadwal kerja kami pun sangat pa
dat. Saya yang semula hanya mencantumkan jadwal kerja dari jam 6 pagi hingga jam
12 siang (kampus masih libur), diubah oleh manajer menjadi jam 8 pagi hingga ja
m 5 sore. Bekerja 9 jam dengan waktu istirahat kurang lebih kalau ditotal hanya
1 jam, benar-benar membuat punggung sakit dan tangan pegel. Tapi ada untungnya j
uga, berat badan saya nyusut tanpa harus diet (^_~).
Karena harga sangat murah, pembeli biasanya antri panjang, dan kami yang di dapu
r bekerja non stop dengan kecepatan tinggi. Dulu ketika masa awal bekerja, manaj
er sering memasang stopwatch untuk mengukur seberapa cepat saya mengisi krim, ya
ng biasanya membuat saya stress dan malah tidak karuan bekerja. Sampai akhirnya,
manajer berhenti mengukur karena saya tidak mengalami peningkatan (>_<). Tapi m
ungkin karena terbiasa melihat orang bekerja dengan sangat cepat, saya akhirnya
pun kena imbas. Sekarang saya sudah lumayan cekatan.
Dalam keadaan SALE, tidak hanya tangan yang harus bekerja , tetapi otak pun haru
s jalan. Donut macam apa yang harus dibuat selanjutnya, bagaimana bekerja efekti
f dan efisien, plus tetap rapih dan memenuhi standar, ini yang harus terus ada d
alam kepala. Ketika awal, saya masih selalu bengong, menunggu perintah manajer,
tapi kalau sekarang saya sudah tahu step apa yang harus saya lakukan. Biasanya h
anya minta kepastian saja kepada manajer, siapa tahu dia punya rencana lain.
Ada satu prinsip yang selalu saya ingat yang diajarkan Pak Manajer : pembeli har
us dinomorsatukan, jadi dalam etalase tempat memajang donut, tidak boleh ada yan
g kosong. Setidaknya pagi hari ketika toko buka jam 8.00, semua donut harus dise
tor ke depan walaupun dalam jumlah sedikit. Kebetulan toko kami memajang 60 tray
donut, dengan jenis sekitar 50-an, sehingga agak repot di pagi hari, dan kadang
-kadang tidak bisa memenuhi target sempurna ketika toko buka. Sekalipun demikian
lemari pajangan donut tidak boleh kosong.
Yang paling berat adalah merencanakan donut apa yang harus dibuat selanjutnya da
n berapa banyak, sehingga tidak ada produk yang habis, yang berakibat pembeli ke
cewa. Dan ini yang saya salut dengan orang Jepang. Selain kecekatan tangan beker
ja, ketangkasan otak berfikir, ada satu lagi yang tampaknya saya tidak punya, ya
itu semangat bekerja.
` Zettai makenai`-pokoknya jangan sampai kalah ! itu yang selalu saya dengar dar
i mulut Pak Manajer sembari bekerja. Apa maksudnya ? Kalah dalam kalimat tersebu
t adalah dikalahkan oleh permintaan pembeli. Ketika dari bagian front ada lapora
n donut A habis, maka bagian dapur harus paling tidak tinggal finishing. Tapi ka
lau bahan belum diadon, donut belum digoreng, maka berarti kita telah kalah ! Ka
lah cepat dengan permintaan pembeli !
Kemarin, karena hanya saya dan manajer yang bekerja di dapur dan tamu membludak
sekali, maka kami kalah ! Saya biasanya hanya tertawa, menertawi Pak Manajer yan
g mau-maunya beradu sedemikian rupa. Tapi tanpa patah semangat dia akan berkata
: yosh, ganbarimashou ! (yup, ayo bersemangat !) dan kembali mengadon dan menggo
reng. Benar-benar orang Jepang !! Zettai makenai !
Saking tidak ingin pembeli kecewa dan lama-lama antri di kasir, manajer pun mene
gur seorang pegawai yang sedang beristirahat, sedangkan pembeli membludak. Menur
ut manajer seharusnya walaupun istirahat, kalau tamu ngantri, pegawai harus menu
nda jam istirahatnya dan melayani tamu. Weleh weleh ini yang melanggar hak asasi ! S
i pegawai sampai stress ditegur begitu. Tapi herannya saya jadi terimbas dengan
`perlombaan` kecepatan pelayanan ini. Biasanya saya punya target step mana yang
harus selesai, sebelum saya minta istirahat. Manajer biasanya mempersilahkan tet
api saya bersikeras menuntaskannya. Biasanya sebelum beristirahat, saya ke depan
mengecek donut apa yang kurang, dan melaporkannya kepada manajer. Tapi karena b
egini, total istirahat saya bukan 1 jam tapi kurang (>_<).
Setelah hampir satu tahun bekerja, hingga saat ini saya masih penasaran apa sebe
narnya yang melatarbelakangi semangat bekerja orang Jepang sehingga dia mengabai
kan istirahat ? Sepertinya tidak sekedar uang dan prestasi, tapi sebuah kepuasan
menjadi pemenang. Ya, bekerja di manapun sebenarnya adalah arena pertandingan k
egesitan dan keuletan ! Juga kesabaran !

You might also like