Professional Documents
Culture Documents
TOKSIKOLOGI DASAR
“UJI KETOKSIKAN AKUT”
Disusun oleh:
Kelompok prak. : D1
Hari, tgl prak. : Kamis, 16 September 2010
PJ Laporan :
LABORATORIUM TOKSIKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian,
perkebunan, dan memberantas vector penyakit. Penggunaan pestisida untuk keperluan
di atas, terutama sintetik telah menimbulkan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi
sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang
kebutuhan yang semakin meningkat dan di satu sisi penggunaanya juga berdampak
negatif baik pada manusia, hewan, mikroba dan lingkungan.
Menurut data WHO, paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal karena
keracunan pestisida dan sekitar 5.000 – 10.000 mengalami dampak yang sangat
berbahaya seperti kanker, cacat, mandul dan hepatitis dalam setiap tahunnya
(Priyanto, 2009).
Sidametrin (Sipermetrin) merupakan salah satu contoh pestisida yang biasanya
digunakan untuk membasmi hama pertanian. Uji ketoksikan akut dirasa penting untuk
senyawa ini karena uji ini dapat memperkirakan kisaran dosis letal atau dosis toksik
obat terkait.
Uji ketoksikan akut merupakan parameter derajat efek toksik suatu senyawa
yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Batasan
waktu yang dimaksud dalam uji ketoksikan akut ini adalah 24 jam setelah pemejanan.
Karena sifatnya yang akut dan dalam waktu singkat, maka uji ini sangat penting
dipelajari untuk mengantisipasi akibat terburuk yang akan terjadi.
B. PERMASALAHAN
1. Apakah tujuan, sasaran luaran, dan manfaat dari uji ketoksikan akut sidametrin?
2. Bagaimanakah tata cara pelaksanaan uji ketoksikan akut obat sidametrin?
3. Berapakah nilai LD50 dari obat sidametrin?
4. Bagaimanakah spektrum efek toksik obat sidametrin pada beberapa fungsi vital
tubuh, seperti penapasan, gerak, dan perilaku?
C. MANFAAT
1. Praktikan dapat mengetahui serta menerapkan metode penentuan dosis yang
berbahaya bagi tubuh.
2. Praktikan dapat menghitung LD50 dengan menggunakan berbagai metode.
3. Praktikan dapat mengamati gejala klinis dan morfologi efek toksik senyawa uji
Sidametrin (Sipermetrin).
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, luaran, dan manfaat dari uji
ketoksikan akut, serta tata cara pelaksanaan uji ketoksikan akut obat sidametrin
tersebut.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menentukan nilai LD50 dari obat sidametrin dengan
menggunakan Metode Farmakope Indonesia Edisi III, Metode Litchfield-
Wilcoxon, Thompson-Weil, dan metode Miller-Tainter.
b. Mahasiswa mampu menetapkan potensi ketoksikan akut dari obat sidametrin.
c. Mahasiswa mampu menetapkan spektrum efek toksik obat sidametrin pada
beberapa fungsi vital tubuh, seperti pernapasan, gerak, dan perilaku.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu uji toksisitas tak
khas dan uji toksisitas khas. Uji toksisitas tak khas adalah uji toksisitas yang
dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu senyawa pada aneka
ragam jenis hewan uji. Termasuk dalam golongan ini adalah uji toksisitas akut, uji
toksisitas subkronis, dan uji toksisitas kronis. Sedangkan yang dimaksud dengan
uji toksisitas khas adalah uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek
khas suatu senyawa pada aneka ragam hewan uji. Termasuk dalam golongan uji
potensiasi, uji kekarsinogenikan, uji kemutagenikan, uji keteratogenikan, uji
reproduksi, uji kulit, dan uji perilaku (Donatus, 1990).
3. Kekerabatan Dosis-Respon
Konsep dasar dalam toksikologi bahwa tidak ada zat kimia yang benar-
benar aman, demikian juga bahwa tidak ada zat kimia yang tidak akan
menimbulkan efek jika jumlah yang berinteraksi dengan jaringan biologi belum
cukup untuk dapat menimbulkan efek, sehingga dapat dikatakan ada hubungan
antara kadar zat kimia dengan respon yang ditimbulkan atas mekanisme biologi
tertentu (Loomis, 1978).
Data respon yang dapat diamati dari suatu percobaan toksisitas dapat
digolongkan menjadi 2 tipe:
a. Data tipe sama sekali ada atau sama sekali tidak ada respon, biasa juga disebut
respon kuantal, yaitu respon yang mana efek yang diamati hanya ada dua
kemungkinan: ada atau tidak ada respon. Misalnya pada uji toksisitas data
respon berupa kematian atau tetap hidup.
b. Data tipe bertingkat atau respon gradual, yang mana respon yang diberikan
hewan uji akan bertingkat sesuai dengan intensitas pemejanan pada hewan uji.
Sejauh ini, hubungan kurva dosis-respon merupakan suatu hubungan antara
respon jaringan dengan adanya kenaikan kosentrasi obat. Hubungan tersebut
dikenal sebagai respon kuantal.
6. Potensi Ketoksikan
Kriteria yang dapat dipergunakan untuk melukiskan ketoksikan adalah
dosis (kuantitas zat kimia yang terlibat) yang dapat dinyatakan sebagai potensi
untuk menimbulkan toksisitas (tingkat keberbahayaan).
Penggolongan potensi ketoksikan, berdasarkan Loomis, 1978:
a. Luar biasa toksik (1 mg/kgBB atau kurang)
b. Sangat toksik (1-50 mg/kgBB)
c. Cukup toksik (50-500 mg/kgBB)
d. Sedikit toksik (0.5-5 g/kgBB)
e. Praktis tidak toksik (5-15 g/kgBB)
f. Relatif kurang berbahaya (lebih 15 g/kgBB)
7. Sipermetrin
Sipermetrin, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida non-sistemik ini
bekerja sebagai racun kontak dan racun perut, efektif-terutama-untuk
mengendalikan Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Hemiptera, dan kelas-kelas
lainnya. Sipermetrin digunakan di bidang pertanian, rumah tangga, kesehatan
masyarakat, dan kesehatan hewan. LD50 (tikus) sekitar 250-4.150 mg/kg; LD50
dermal (tikus) > 4.920 mg/kg agak menimbulkan iritasi kulit dan mata; LC50
inhalasi (4 jam, tikus) 2,5 mg/liter udara; NOEL (2 tahun, tikus) 7,5 mg/kg; dan
ADI 0,05 mg/kg bb (Djojosumarto, 2008).
B. LANDASAN TEORI
Toksisitas merupakan suatu sifat relatif yang biasa digunakan untuk
membandingkan apakah zat kimia yang satu lebih toksik dari zat kimia yang lain.
Sipermetrin merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun
kontak dan racun perut. Sipermetrin banyak digunakan pada bidang pertanian,rumah
tangga, kesehatan, masyarakat serta kesehatan hewan.
Untuk menentukan efek toksik suatu senyawa dalam waktu singkat setelah
pemejanan perlu dilakukan suatu uji toksisitas akut. Uji ketoksikan dikerjakan dengan
memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan uji (sekurang-kurangnya 2 jenis
hewan uji roden dan miroden, jantan maupun betina). Takaran dosis yang dianjurkan
paling tidak 4 peringkat dosis dari dosis rendah yang tidak mematikan hewan uji
sampai dosis tertinggi yang mematikan seluruh hewan uji. Pengamatan yang
dilakukan meliputi gejala klinis, jumlah hewan yang mati dan histopatologi organ.
Data yang diperoleh dari uji ketoksikan akut berupa data kuantitatif yang
berupa LD50 sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologi efek
toksik senyawa uji data. LD50 yang diperoleh digunakan untuk potensi ketoksikan akut
senyawa relatif terhadap senyawa lain dan untuk memperkirakan takaran dosis uji
toksikologi lainnya.
C. HIPOTESIS
1. LD50 sidametrin adalah 7 mg/ 20g BB mencit
2. Pada hewan uji mencit, pemberian sidametrin pada peringkat dosis I tidak
menyebabkan kematian (tingkat toksisitasnya rendah).
3. Pada pemberian sidametrin peringkat dosis II dan III, terjadi kematian setengah
atau sepertiga jumlah populasi dari hewan uji mencit yang dapat dilihat dari nilai
LD50-nya dan penampakan klinis serta morfologis efek toksis dari senyawa uji.
4. Pada pemberian sidametrin peringkat dosis IV atau maksimum, hewan uji mencit
mengalami kematian secara total dari keseluruhan jumlah populasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni sederhana yang dilakukan
dengan memberikan perlakuan pada subyek uji.
B. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel utama
i. Variabel bebas
Tingkat pemberian dosis pada mencit, yaitu:
2. Variabel pengacau
i. Variabel terkendali
1. Bobot mencit.
2. Jenis kelamin mencit.
ii. Variabel tidak terkendali
1. Kondisi hewan uji (mencit).
2. Umur mencit
3. Galur pada mencit.
Bahan :
1. Aquadest
2. Sidametrin
D. HEWAN UJI
Mencit putih galur Swiss @ kelompok 5 ekor
E. SKEMA KERJA
1. Pemilihan hewan uji
Dipilih hewan uji mencit galur Swiss, dewasa sehat, jenis kelamin betina, beratnya
seragam dalam range 25-30 gram (variasi yang diperbolehkan ± 10%).
↓
Dipilih 5 ekor untuk tiap meja.
4. Pengamatan
Masa pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus-kasus tertentu
dapat selama 7-14 hari.
↓
Pengambilan meliputi pengamatan fisik terhadap gejala klinis (blanko data),
jumlah hewan yang mati dan hispatologi seluruh organ (warna).
F. ANALISIS HASIL
Pengukuran LD50 menggunakan metode Hiller-Tainter, Farmakope Indonesia III,
Litchfield-Wilcoxon, dan Thompson-Weil.
1. Metode Hiller-Tainter
RL antara log dosis (x) dengan nilai probit (y).
3. Metode Litchfield-Wilcoxon
RL antara log dosis (x) dengan % mati (y).
4. Metode Thompson-Weil
log LD50 = log Do + (d(f+1))
Keterangan:
Do = peringkat dosis rendah
d = faktor kelipatan dosis
f = tetapan berdasarkan jumlah kematian hewan uji sesuai tabel Thompson-Weil
G.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 709, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim, 2008, Propranolol HCl, www.diskes.jabarprov.go.id, diakses tanggal 9 September
2009
Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, 109, Agro Media Pustaka, Jakarta
Donatus, I. A., 1990, Audiovisual Toksikologi Dasar, 36-53, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta
Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, 1, 200, 201, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta
Hayes, A, W., 2001, Principles and Methods of Toxicology, Ed 4, Taylor & Francis, United
States of America
Loomis, T. A., 1978, Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh: Imono Argo Donatus, Edisi III,
20-23, 83-86, 206-208, 228-232, IKIP Semarang-Press, Semarang
Priyanto, 2009, Toksikologi : Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko, 99,
Lembaga Studi Dan Konsultasi Farmakologi Indonesia, Jawa Barat
TUGAS