You are on page 1of 8

JENIS-JENIS PERIKATAN

Perikatan dapat dibedakan menurut :

1. Isi daripada prestasinya :


• Perikatan Positif dan Negatif

Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata,


misalnya memberi atau berbuat sesuatu. Sedangkan pada perikatan negatif,
prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu.

• Perikatan Sepintas dan Berkelanjutan

Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya dilakukan dengan salah


satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai,
misalnya perikatan untuk menyerahkan barang yang dijual dan membayar harganya.

Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan


perikatan berkelanjutan adalah suatu perikatan dimana prestasinya bersifat terus
menerus dalam jangka waktu tertentu. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari
persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.

• Perikatan Alternatif

Perikatan alternatif adalah suatu perikatan dimana debitur berkewajiban


melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih, baik menurut pilihan
debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan daripada
salah satu prestasi mengakhiri perikatan.

Menurut pasal 1272 BW, bahwa dalam perikatan alternatif debitur bebas dari
kewajibannya, jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam
perikatan. Misalnya, A harus menyerahkan kuda atau sapinya kepada B. Pasal
tersebut tidaklah lengkap karena hanya mengatur tentang “memberikan sesuatu” dan
yang dapat dipilih hanya diantara dua barang saja. Kekurangan tersebut dilengkapi
oleh pasal 1277 BW, yang mengatakan : asas-asas yang sama berlaku juga, dalam hal
jika ada lebih dari dua barang yang termasuk ke dalam perikatan yang terdiri dari
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Prestasi dari perikatan alternatif dapat berupa memberi, berbuat atau tidak berbuat
sesuatu, barang dalam perikatan alternatif pun ditentukan secara rinci atau disesuaikan
menurut jenisnya. Perikatan alternatif menjadi tunggal apabila salah satu barang yang
diperjanjikan tidak lagi menjadi obyek perikatan. Perikatan menjadi murni apabila :

a. Jika salah satu barang tidak lagi merupakan objek perikatan (pasal 1274).

b. Debitur atau kreditur telah memilih prestasi yang akan dilakukan.

c. Jika salah satu prestasi tidak mungkin lagi dipenuhi (pasal 1275).

• Perikatan Fakultatif.

Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya hanya berupa satu
prestasi, dimana debitur dapat mengganti dengan prestasi lain. Jika pada perikatan
fakultatif, karena keadaan memaksa prestasi primairnya tidak lagi merupakan objek
perikatan, maka perikatannya menjadi hapus. Berlainan halnya pada perikatan
alternative, jika salah satu prestasinya tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan
memaksa, perkataannya menjadi murni.

• Perikatan Generik dan Spesifik

Perikatan Generik adalah perikatan dimana objeknya ditentukan menurut jenis


dan jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan yang objeknya
ditentukan secara terperinci. Arti penting perbedaan antara perikatan generic dan
spesifik adalah dalam hal :

a. Resiko

Pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan barangnya menjadi tanggungan


kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan memaksa, maka debitur bebas
dari kewajibannya untuk berprestasi (pasal 1237 dan 1444 BW).

b. Tempat pembayarannya (pasal 1393)


Pasal 1393 BW menentukan bahwa jika dalam persetujuan tidak ditetapkan tempat
pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu berada sewaktu
persetujuan dibuat. Sedangkan pembayaran mengenai barang-barang generik harus
dilakukan ditempat kreditur.

• Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.

Pasal 1299 BW menentukan bahwa jika hanya ada satu debitur atau satu kreditur
prestasinya harus dilaksanakan sekaligus, walaupun prestasinya dapat dibagi-bagi.
Baru timbul persoalan apakah perikatan dapat dibagi-bagi atau tidak jika para pihak
atau salah satu pihak dan pada perikatan terdiri dari satu subjek. Hal ini dapat terjadi
jika debitur atau krediturnya meninggal dan mempunyai ahli waris lebih dari satu.

Akibat dari perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah kreditur dapat
menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur dapat
memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan pengertian bahwa
pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan.

Prestasi yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan berdasarkan:

a. Menurut sifatnya

Menurut pasal 1296 BW perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika objek


daripada perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang
atau perbuatan dalam pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi. Menurut
Asser’s, dalam pengertian hukum sesuatu benda dapat dibagi-bagi jika
benda tersebut tanpa mengubah hakekatnya dan tidak mengurangi
secara menyolok nilai harganya dapat dibagi-bagi dalam bagian-
bagian.

b. Menurut tujuan para pihak

Menurut tujuannya perikatan adalah tidak dapat dibagi-bagi, jika


maksud para pihak bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya,
sekalipun sebenarnya perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. Perikatan
untuk menyerahkan hak milik sesuatu benda menurut tujuannya tidak
dapat dibagi-bagi, sekalipun menurut sifat prestasinya, dapat dibagi-
bagi.

2. Subjek-subjeknya :
• Perikatan Solider atau Tanggung Renteng.

Suatu perikatan adalah solider atau tanggung renteng, jika berdasarkan kehendak
para pihak atau ketentuan undang-undang :

a. Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat menuntut


keseluruhan prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan terhadap
seorang kreditur membebaskan debitur dari kreditur-kreditur lainnya
(tanggung renteng aktif).

b. Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur berkewajiban terhadap


kreditur atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah
seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya (tanggung renteng
pasif).

Tanggung renteng terjadi karena :

a. Berdasarkan pernyataan kehendak

Menurut pasal 1278 BW terdapat perikatan tanggung renteng aktif, jika dalam
persetujuan secara tegas dinyatakan bahwa kepada masing-masing kreditur
diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh prestasi.

b. Berdasarkan ketentuan undang-undang

Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita
jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung
renteng pasif. Ketentuan-ketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng
dalam BW adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan
kekerasan dan orang yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya
secara tanggung menanggung.

 Akibat dari Perikatan Tanggung Renteng Aktif


Setiap kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan
pengertian bahwa pelunasan kepada salah satunya membebaskan debitur
dari kewajibannya terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1278 BW).
Sebaliknya debitur sebelum ia digugat, dapat memilih kepada kreditur
yang manakah ia akan memenuhi prestasinya.

 Pelepasan perikatan tanggung renteng

Pelepasan sepenuhnya mengakibatkan hapusnya tanggung renteng.


Sedangkan pada pelepasan sebagian, bagi debitur-debitur yang tidak
dibebaskan dari tanggung renteng, masih tetap terikat secara tanggung
renteng atas utang yang telah dikurangi dengan bagian debitur yang telah
dibebaskan dari perikatan tanggung renteng.

 Hapusnya perikatan tanggung renteng

Perikatan hapus jika debitur bersama-sama membayar utangnya kepada


kreditur atau debitur membayar kepada semua kreditur. Novasi antara
kreditur dengan para debiturnya, menghapuskan pula perikatan. Menurut
pasal 1440 BW, bahwa pembebasan utang kepada salah satu debitur
dalam perikatan tanggung renteng membebaskan para debitur-debitur
lainnya.

• Perikatan principle atau Accesoire.

Apabila seorang debitur atau lebih terikat sedemikian rupa, sehingga perikatan
yang satu sampai batas tertentu tergantung kepada perikatan yang lain, maka
perikatan yang pertama disebut perikatan pokok sedangkan yang lainnya perikatan
accesoire. Misalnya perikatan utang dan borg.

Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire,


misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang merupakan
perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara barangnya sebagai
bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut diserahkan merupakan
perikatan accesoire.
3. Mulai berlaku dan berakhirnya perikatan :
• Perikatan bersyarat.

Perikatan bersyarat diatur dalam Buku III bab I bagian V yaitu Pasal 1253 – 1267
BW. Suatu perikatan dikatakan bersyarat, jika berlakunya atau hapusnya perikatan
tersebut berdasarkan persetujuan digantungkan kepada terjadi atau tidaknya suatu
peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi. Dalam menentukan apakah
syarat tersebut pasti terjadi atau tidak harus didasarkan kepada pengalaman manusia
pada umumnya. Menurut ketentuan pasal 1253 BW bahwa perikatan bersyarat dapat
digolongkan ke dalam :

a. Perikatan bersyarat yang menangguhkan

Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah


syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat
menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka
persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B
membayar harganya.

b. Perikatan bersyarat yang menghapuskan

Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus jika syaratnya


dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, maka
dengan dipenuhi syarat perikatan, maka :

1. Keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak terjadi perikatan.

2. Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya.

Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila.

Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan
dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut tidak tepat, karena bukan
syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan pada syarat tersebut.
Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat yang secara objektif tidak
mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang tidak memenuhi syaratnya,
tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A memberikan uang kepada B
dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100 meter, adalah batal. Akan tetapi
jika A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia berenang dipemandian adalah
sah, sekalipun B tidak dapat berenang.

• Perikatan dengan ketentuan waktu.

Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang berlaku atau hapusnya
digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang akan terjadi dan pasti terjadi.
Waktu atau peristiwa yang telah ditentukan dalam perikatan dengan ketentuan waktu
itu pasti terjadi sekalipun belum diketahui bila akan terjadi. Jadi dalam menentukan
apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu, harus melihat kepada
maksud dari pada pihak. Perikatan dengan ketentuan waktu dapat dibagi menjadi :

a. Ketentuan waktu yang menangguhkan

Menurut beberapa penulis ketentuan waktu yang menanggungkan, menunda


perikatan yang artinya perikatan belum ada sebelum saat yang ditentukan
terjadi. Lebih tepat kiranya apa yang telah ditentukan oleh pasal 1268 BW
bahwa perikatannya sudah ada, hanya pelaksanaannya ditunda. Debitur tidak
wajib memenuhi prestasi sebelum waktunya tiba, akan tetapi jika debitur
memenuhi prestasinya, maka ia tidak dapat menuntut kembali.

b. Ketentuan waktu yang menghapuskan

Mengenai ketentuan waktu yang menghapuskan tidak diatur oleh masing-


masing secara umum. Memegang peranan terutama dalam perikatan-perikatan
yang berkelanjutan, misalnya pasal 1570 dan pasal 1646 sub 1 BW. Dengan
dipenuhi ketentuan waktunya, maka perikatan menjadi hapus. Seorang buruh
yang mengadakan ikatan kerja untuk satu tahun, setelah lewat waktu tersebut
tidak lagi berkewajiban untuk bekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan.R.1999.Pokok – Pokok Hukum Perikatan.Bandung: Putra A Bardin

Suryodiningrat,R.M..1995.Azas- Azas Hukum Perikatan.Bandung: Tarsito

http://elcfhunpad.blogspot.com/2007/12/hukum-perikatan.html

You might also like