Professional Documents
Culture Documents
Definisi Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam
jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia (Brunner & Suddarth, 2001).
Arti lain dari racun adalah suatu bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan menyebabkan
kematian atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute
lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagai
setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas (Arif Mansjoer, 1999). Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi tosik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan merupakan kondisi bahaya kesehatan.
Jenis-jenis keracunan (FK-UI,1995) dapat dibagi berdasarkan :
1. Cara terjadinya, terdiri dari :
a. Self Poisoning
Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini
tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri, hanya bermaksud untuk mencari perhatian saja.
b. Attempted Suicide
Pada keadaan ini, pasien bermaksud unutk bunuh diri, bisa berakhir dengan kematian atau pasien dpat sembuh
bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai.
c. Accidental Poisoning
Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya faktor kesengajaan.
d. Homicidal Poisoning
Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.
2. Mula waktu terjadi, terdiri dari :
a. Keracunan kronik
Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah
pemajanan berkali-kali dalam dosis relatif kecil. Ciri khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama
dan waktu paruh lebih panjang sehingga terjadi akumulasi.
b. Keracunan Akut
Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada keracunan makanan
dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung), dan gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare,
konvulsi, dan koma.
3. Menurut alat tubuh yang terkena
Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena, contohnya racun hati, racun ginjal, racun
SSP, racun jantung.
4. Menurt jenis bahan kimia
Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama, misalnya golongan alkohol, fenol,
logam berat, organoklorin dan sebagainya.
Penggolongan keracunan yang lain (Brunner & Suddarth, 2001) didasarkan pada :
1. Racun yang tertelan atau tercerna
2. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih
kering, pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam,
kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang
karat, dan asam baterai)
3. Keracunan melalui inhalasi, yaitu keracunan yang disebabkan oleh gas (karbon monoksida, karbon dioksida,
Hydrogen Sulfid )
4. Keracunan kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi)
5. Keracunan melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan
ular
6. Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukkan
karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam
sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting
7. Penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimulan (Amphetamin), depresan (barbiturat), atau
halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alkohol.
C. Pengkajian dan Tanda Gejala Keracunan
1. Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
1
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
2. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat
kesehatan yang tepat. Hubungi pusat kontrol racun di area jika agens toksisk tidak diketahui aatau jika dibutuhkan
mengidentifikasi anti dot untuk agens toksik yang diketahui
3. Tangani syok yang tepat
4. Hilangkan ataau kurangi absorbsi racun. Gunakan prosedur pengosongan lambung sesuai ketentuan; hal berikut mungkin
digunakan:
Sirup ipekak untuk merangsang muntah pada pasien sadar
Bilas lambung
Karbon diaktivasi diberikan jika racun adalah salah satu yang dapat diabsorbsi oleh karbon
Katartik, bila tepat
5. Berikan terapi spesifik, berikan antagonis kimia yaang spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
mengubah ataau menurunkan efek toksin.
Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem syaraf pusat atau paasien mungkin mengalami kejang
karena oksigen tidak
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK (IFO)
Pengertian umum :
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :
a. Insektisida : Khusus untuk serangga
b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus
c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.
3
Dua macam insektisidayang paling banyak dipakai :
1. Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)
2. Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insectiside)
Sifat-sifat IFO
Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak
digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap lewat paru dan
saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Jenis-jenis IFO
1. Insektisida untuk dipakai dalam pertanian :
Tolly (Malathion) Parathion
Basudin Diazinon
Phosdrin Systox
Pathogenesis
a. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin esterase tubuh (KhE).
b. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang
bersifat inaktif.
c. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)
Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)
Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
a. Muskarinik terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan
jantung.
b. Nikotinik, terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
c. SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang sampai koma.
Diagnosis
1. Gambaran klinik
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan
(disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a. Keracunan ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b. Keracunan sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
c. Keracunan berat
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung- Akhirnya meninggal
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
b. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)
Keracunan akut : ringan 40 – 70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
4
Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini
harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.
3. Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi
kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.
Pengobatan
1. Resusitasi
a. Bebaskan jalan napas
b. Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan napas yang berat.
c. Infus cairan kristaloid.
d. Hindari obat-obatan penekan SSP
2. Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada tempat-tempat penumpukannya.
a. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.
b. Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut
kering, takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10 – 30 menit.
c. Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
e. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan
akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2
PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan
IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah
adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.
Prognosis
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
a. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
b. Eliminasi racun kurang baik.
c. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
Pengkajian Keperawatan
a. Tanda-tanda vital
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
b. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor &
koma.
c. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d. Kardiovaskuler
Disritmia.
e. Dermal
Iritasi kulit
f. Okuler
Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
- Eritrosit menurun
- Proteinuria
- Hematuria
- Hipoplasi sumsum tulang
5
h. Diagnostik
- Radiografi dada dasar/foto polos dada
- Analisa gas darah, GDA, EKG.
Pencegahan Absorbsi
1. Ipekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :
a. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
b. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
c. Hidrokarbon aromatik halogen.
2. Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu sakit untuk diberikan ipekak
3. Arang obat
4. Katartik Saline
Diagnosa .2 :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
- RR normal : 14 – 20 x/menit
- Jalan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi :
1. Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
6
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi
pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah
secara drastis.
2. Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
4. Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.
Intervensi :
1. Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
2. Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap masalah
kehidupan.
Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana
perawatan saat ini
3. Tetap tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.
4. Berikan umpan balik positif
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
5. Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan dengan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.
6. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
7. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida
(baygon)
8. Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.
Diagnosa .4
Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial.