You are on page 1of 8

A.

Definisi Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam
jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia (Brunner & Suddarth, 2001).
Arti lain dari racun adalah suatu bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan menyebabkan
kematian atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute
lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagai
setiap keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas (Arif Mansjoer, 1999). Keracunan
melalui inhalasi dan menelan materi tosik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan merupakan kondisi bahaya kesehatan.
Jenis-jenis keracunan (FK-UI,1995) dapat dibagi berdasarkan :
1. Cara terjadinya, terdiri dari :
a. Self Poisoning
Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini
tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri, hanya bermaksud untuk mencari perhatian saja.
b. Attempted Suicide
Pada keadaan ini, pasien bermaksud unutk bunuh diri, bisa berakhir dengan kematian atau pasien dpat sembuh
bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai.
c. Accidental Poisoning
Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya faktor kesengajaan.
d. Homicidal Poisoning
Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.
2. Mula waktu terjadi, terdiri dari :
a. Keracunan kronik
Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah
pemajanan berkali-kali dalam dosis relatif kecil. Ciri khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama
dan waktu paruh lebih panjang sehingga terjadi akumulasi.

b. Keracunan Akut
Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada keracunan makanan
dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung), dan gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare,
konvulsi, dan koma.
3. Menurut alat tubuh yang terkena
Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena, contohnya racun hati, racun ginjal, racun
SSP, racun jantung.
4. Menurt jenis bahan kimia
Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama, misalnya golongan alkohol, fenol,
logam berat, organoklorin dan sebagainya.

Penggolongan keracunan yang lain (Brunner & Suddarth, 2001) didasarkan pada :
1. Racun yang tertelan atau tercerna
2. Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih
kering, pembersih toilet, deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam,
kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang
karat, dan asam baterai)
3. Keracunan melalui inhalasi, yaitu keracunan yang disebabkan oleh gas (karbon monoksida, karbon dioksida,
Hydrogen Sulfid )
4. Keracunan kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi)
5. Keracunan melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan
ular
6. Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukkan
karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam
sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting
7. Penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimulan (Amphetamin), depresan (barbiturat), atau
halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alkohol.
C. Pengkajian dan Tanda Gejala Keracunan
1. Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
1
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun

2. Tanda dan gejala


g. Keracunan bahan kimia korosif asam kuat atau basa yang tertelan akan segera timbul tanda-tanda pada bibir dan
selaput lendir mulut berwarna keputih-putihan atau kebiru-biruan akibat luka bakar kimiatimbul rasa panas dan
terbakar pada tenggorok, sakit dan nyeri pada lambung yang disertai rasa mual, rasa ingin muntah dan cairan muntah
berwarna coklat (kopi) karena bercampur dengan darah. Pada bahan kimia yang lain seperti DDT, Baygon, dan
Insektisida lain akan dijumpai konvulsi atau kejang, tremor, dan pengeluaran keringat atau ludah yang berlebihan
h. Pada keracunan melalui inhalasi oleh karena menghirup bahan kimia dalam bentuk gas, uap atau kabut yang
merangsang dan merusak selaput lendir alat pernafasan, akan timbul gejala seperti rasa pedih dan panas pada
tenggorok, batuk kering dan pada kondisi yang parah akan disertai dengan sesak nafas dan muntah darah. Pada
keracunan gas Hydrogen Sulfid (H2S) yang sifatnya mempengaruhi, merangsang, dan merusak Sistem Saraf Pusat
dapat menimbulkan kematian mendadak dikarenakan kegagalan bernafas. Pada keracunan gas CO akan ditemui
tanda hipoksia cerebral, sakit kepala kelemahan otot, kulit berwarna kemerahan sampai pucat, palpitasi, konfusi
mental dan koma.
i. Pada keracunan yang disebabkan oleh sengatan bisa serangga atau ular dapat ditemui ciri adanya gatal, malaise,
ansietas, oedema laring, bronkospasme berat, syok, dan kematian.
j. Pada keracunan kontaminasi kulit oleh bahan kimia Carbon Disulfid maka akan tampak kemerahan, timbul
gelembung kecil dan merata seperti luka bakar oleh air panas, kulit menjadi kering dan bersisik dan berpotensi
timbul infeksi sekunder dermatitis.
k. Pada keracunan yang disebabkan oleh gigitan ular dapat dijumpai gejala hemoragi pada rongga mulut dan
pernafasan atau pori-pori kulit, hematuria, rasa haus, pusing, banyak keluar keringat, badan lemah, nadi kecil dan
lemah, badan menggigil, pernafasan pendek, dan akhirnya mati. Pada keracunan oleh gigitan serangga laba-laba
dapat dijumpai gejala adanya sakit perut, banyak berkeringat, tremor, kelemahan badan, nekrotik, lokal iskemik,
ulserasi pada kulit, gelisah , nadi lemah, dan mual. Pada keracunan karena gigitan tawon dan lebah, gejala yang
dapat muncul adalah rasa mual, pusing, muntah, diare, sinkop, kulit kebiruan, konvulsi, Drowsines, letargi, hipotensi,
oedema paru, hemoragi, dan bronkospasme.
l. Keracunan oleh bahan makanan seperti jengkol dapat dijumpai gejala nyeri daerah pinggang, ginjal, dan pusat,
konvulsi, hematuri dan pyuria dalam jumlah sedikit, perut gembung , urine berbau, kadang muntah atau dalam
keadaan parah dapat menyebabkan anuria (saluran kemih penuh dengan asam jengkol. Gejala pada keracunan
singkong dapat terdiri dari mual, muntah, pusing, sulit nafas, palpitasi, dan sinkop. Gejala pada keracunan tempe
bongkrek atau oncom dapat ditemui adanya kram perut, muntah, diare, pusing, keringat berlebih, konvulsi, dan
sinkop. Pada keracunan makanan yang telah terkontaminasi dengan jamur dan bakteri akan mengakibatkan adanya
gejala yang mengakibatkan adanya keracunan hati (hepatotoxic), timbulnya kanker (Carciotoxic), dan perubahan
struktur DNA sel (mutagenic) oleh Alfatoxin yang dihasilkan jamur atau bakteri yang bersangkutan.
m. Pada keracunan narkotik golongan stimulan dapat dijumpai tremor, bibir kering, anoreksi, mual, agresif, halusinasi,
insomnia, hipertensi dan angina. Pada keracunan depresan akan dijumpai gejala depresi pada kerja SSP sehingga
terdapat tanda mudah tertidur. Pada golongan halusinogen dapat dijumpai gejala euforia, drowsiness, pusing, mual
muntah, gelisah, hidung dan kulit gatal, kelemahan otot dan reflek, sianosis, kulit dingin dan pucat, asfiksi, oedema
paru, syok, dan koma. Alkohol yang menjadi racun dan terkonsumsi oleh tubuh akan menyebakan keracunan dengan
gejala gangguan emosi dan perasaan, agresif, koordinasi dan reflek lemah, diplopia, pusing, nadi cepat, berkeringat,
muka merah, mual muntah, hipotensi dan hipotermi, kulit pucat, takikardi, drowsiness, sinkop, dan syok.

B. Masalah Keperawatan yang dapat muncul dalam Keracunan


Masalah keperawatan yang dapat muncul pada Asuhan Keperawatan Klien dengan Keracunan, secara umum dapat
terdiri dari :
1. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan menelan racun korosif
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan efek langsung racun pada sistem respiratori
3. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimiawi, faktor eksogen (obat golongan stimulan,
depresan, halusinogen)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfungsi sistem gastro intestinal
5. Koping tak efektif berhubungan dengan kecemasan, ketakutan
6. Harga diri rendah berhubungan dengan stigma sosial yang melekat pada tindakan penyalahgunaan obat
7. Defisit pengetahuan diri berhubungan dengan kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan organ
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tindakan rehabilitatif dan terapeutik
10. Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan sensori SSP
11. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan efek delusi penggunaan obat
2
12. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan efek racun pada miokardium
13. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan menurunnya koordinasi otot akibat kerja racun
14. Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri dan orang lain
15. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perubahan pada aliran darah otak
16. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan depresi SSP
17. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem imun akibat mekanisme toksikasi
18. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi sistem respiratori

C. Rencana Tindakan Penatalaksanaan Umum Kegawatdaruratan Keracunan

‫ ۝‬Prinsip Pertolongan pada Keracunan


Prinsip pertolongan pada keracunan adalah mencegah penyebaran racun ke dalam tubuh yaitu dengan cara :
a. Emetic, yaitu mengeluarkan racun yang tertelan dengan jalan dimuntahkan, memberikan obat pencahar untuk
mencegah absorpsi lanjut oleh usus dan mempercepat defikasi
b. Cathartic, yaitu mencuci atau menguras isi lambung (Gastric Lavage) dengan menggunakan kateter lambung melalui
mulut memakai air hangat biasa atau larutan khusus untuk lambung
c. Neutralizer, yaitu menetralkan racun dengan memberikan obat antidote khusus dan antidote umum
d. Mengencerkan bahan racun yang terkonsumsi oleh tubuh dengan cara memberikan minum yang banyak.

A. Mencerna atau menelan racun


1. Dapatkan kontrol jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi
a. Kaji ventilasi adekuat dengan observasi usaha ventilasi melalui analisis gas darah atau spirometri.
b. Kaji tanda vital kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral, dan suhu (internal dan
perifer)
c. Siapkan untuk veentilasi mekanik jika terjadi depresi pernafasan. Tekanan ekspresi positif diberikan pada jalan
nafas. Masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang.
d. Berikan oksigen untuk depresi pernafasan, tidak sadar, sianosis, dan syok.
e. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan menggunakaan jalan nafas orofaring dan
pengisap
f. Stabilkaan fungsi (kardiovaskuler) dari pantau EKG
g. Masukkan kateter urinarius tidak menetap untuk memantau fungsi ginjal
h. Dapatkan spesimen darah untuk test konsentraasi obat atau racun.
i. Pantau status neurologi (meliputi fungsi kognitif) : pantau tanda vital dan status neurologik lanjut
j. Lakukan pemeriksaan fisik cepat.

2. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat
kesehatan yang tepat. Hubungi pusat kontrol racun di area jika agens toksisk tidak diketahui aatau jika dibutuhkan
mengidentifikasi anti dot untuk agens toksik yang diketahui
3. Tangani syok yang tepat
4. Hilangkan ataau kurangi absorbsi racun. Gunakan prosedur pengosongan lambung sesuai ketentuan; hal berikut mungkin
digunakan:
 Sirup ipekak untuk merangsang muntah pada pasien sadar
 Bilas lambung
 Karbon diaktivasi diberikan jika racun adalah salah satu yang dapat diabsorbsi oleh karbon
 Katartik, bila tepat
5. Berikan terapi spesifik, berikan antagonis kimia yaang spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
mengubah ataau menurunkan efek toksin.
Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem syaraf pusat atau paasien mungkin mengalami kejang
karena oksigen tidak

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK (IFO)

Pengertian umum :
Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :
a. Insektisida : Khusus untuk serangga
b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus
c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.

3
Dua macam insektisidayang paling banyak dipakai :
1. Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)
2. Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insectiside)

Sifat-sifat IFO
Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak
digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap lewat paru dan
saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.

Jenis-jenis IFO
1. Insektisida untuk dipakai dalam pertanian :
Tolly (Malathion) Parathion
Basudin Diazinon
Phosdrin Systox

2. Insektisida untuk keperluan rumah tangga


Mafu (DDVP = Dichiorvos) Baygon (DDVP + Propoxur)
Raid (DDVP + Propoxur) Startox (DDVP + Allethrin)
Shelltox (DDVP + Pyrethroid)

Pathogenesis
a. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin esterase tubuh (KhE).
b. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang
bersifat inaktif.
c. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)
Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)
Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
a. Muskarinik terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan
jantung.
b. Nikotinik, terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
c. SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang sampai koma.

Diagnosis
1. Gambaran klinik
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan
(disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a. Keracunan ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b. Keracunan sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
c. Keracunan berat
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung- Akhirnya meninggal

2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
b. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)
Keracunan akut : ringan 40 – 70 % N
Sedang 20 % N
Berat < 20 % N
4
Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini
harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

3. Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi
kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.

Pengobatan
1. Resusitasi
a. Bebaskan jalan napas
b. Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan napas yang berat.
c. Infus cairan kristaloid.
d. Hindari obat-obatan penekan SSP

2. Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.

3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada tempat-tempat penumpukannya.
a. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.
b. Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut
kering, takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10 – 30 menit.
c. Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
e. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan
akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.
Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2
PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan
IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah
adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.

Prognosis
Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :
a. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
b. Eliminasi racun kurang baik.
c. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

Pengkajian Keperawatan
a. Tanda-tanda vital
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
b. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor &
koma.
c. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d. Kardiovaskuler
Disritmia.
e. Dermal
Iritasi kulit
f. Okuler
Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
- Eritrosit menurun
- Proteinuria
- Hematuria
- Hipoplasi sumsum tulang
5
h. Diagnostik
- Radiografi dada dasar/foto polos dada
- Analisa gas darah, GDA, EKG.

Intervensi secara umum


Perawatan Suportif
1. Jalan nafas
2. Pernapasan
3. Sirkulasi

Pencegahan Absorbsi
1. Ipekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :
a. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
b. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
c. Hidrokarbon aromatik halogen.
2. Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu sakit untuk diberikan ipekak
3. Arang obat
4. Katartik Saline

Pemantauan Jantung : pada pasien simptomatik


Tekanan Ekspirasi :
Akhir positif mungkin diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul


Diagnosa .1 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan adekuat
- Tanda-tanda vital stabil
- Turgor kulit stabil
- Membran mukosa lembab
- Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi :
1. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.
2. Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan
untuk pengantian cairan tambahan.
3. Catat adanya mual, muntah, perdarahan
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.
4. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).
5. Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.
6. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.
7. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
Rasional : Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
8. Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).
Rasional : Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.

Diagnosa .2 :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
- RR normal : 14 – 20 x/menit
- Jalan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi :
1. Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
6
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi
pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah
secara drastis.
2. Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
4. Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.

5. Berikan O2 jika dibutuhkan


Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
6. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan
dari usaha pernapasan.
Diagnosa .3 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah
pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
- Mampu melakukan hubungan /interaksi sosial.

Intervensi :
1. Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
2. Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap masalah
kehidupan.
Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana
perawatan saat ini
3. Tetap tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.
4. Berikan umpan balik positif
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
5. Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan dengan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.
6. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
7. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida
(baygon)
8. Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.
Diagnosa .4
Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial.

Tujuan : Koping keluarga efektif.


Kriteria Evaluasi :
- Mengungkapkan pengertian dinamika saling tergantung dan partisipasi dalam program individu dan keluarga.
- Mampu mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif.
- Melakukanperubahan perilaku.
- Mendukung terhadap program pengobatan & perawatan keluarga.
Intervensi :
1. Kaji riwayat keluarga, gali masing-masing peran anggota keluarga
Rasional : Menentukan area untuk fokus, potensial perubahan.
2. Tentukan pemahaman situasi saat ini dan metode sebelumnya dari koping dengan masalah
kehidupan.
Rasional : Memberikan dasar informasi sebagai dasar perencanaan saat ini
3. Kaji tingkat situasi/fungsi saat ini dari anggota keluarga.
7
Rasional : Mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi situasi.
4. Tentukan luasnya perilaku mampu yang dibuktikan oleh anggota keluarga gali dengan
individu dan pasien.
Rasional : Mampu adalah melakukan untuk pasien apa yang perlu untuk dirinya sendiri, individu ditolong dan tidak ingin
merasa tidak tidak berdaya untuk menolong orang lain & megeluh perilaku yang sangat destruktif.
5. Berikan informasi faktual pada pasien dan keluarga tentang efek perilaku penalahgunaan zat
pada keluarga dan apa yang diharapkan setelah pulang.
Rasional : Banyak orang atau pasien yang tidak sadar tentang sifat bahan insektisida
6. Dorong orang terdekat menyadari perasaan mereka sendiri dengan melihat situasi dengan
perspektif dan objektivitas.
Rasional : Bila anggota keluarga yang tergantung manjadi sadar tentang tindakan mereka sendiri yang secara terus-
menerus ada masalah, mereka perlu untuk memutuskan untuk mengubah diri mereka. Bila meeka berubah pasien dapat
menghadapi konsekuensi tindakan pasien sendiri dan dapat memilih untuk mendapatkan yang baik.
7. Kaji perasaan yang menimbulkan konflik individu.
Rasional : Bermanfaat dalam membuat kebutuhan terapi untuk individu yang tergantung.

You might also like