You are on page 1of 26

A.

TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
a. Neoplasma: kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus
secara terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (dr.
Achmad Tjarta, Pathologi).
b. Kanker adalah: Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan
selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Marilynn E.
Doenges, Rencana Askep.)
c. Cancer: Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setiap bagian
tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan
manusia yang menjadi hospesnya. Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada
jaringan epitel. (Sue Hinchliff, Kamus Keperawatan).
d. Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam buli-buli ( kandung kemih ).
(www.medicastrore.com/kanker kandung kemih/akses 07 maret ‘09)

2. Anatomi dan Fisiologi

Gbr.1. Kandung kemih (buli-buli ).


Sumber : www.google.com/anatomi kandung kemih ( di akses 07 Maret 2009)

Gbr.2. Stadium kanker


Sumber : www.google.com/anatomi kandung kemih (di akses 07 Maret 2009)

Kandung kemih merupakan organ berongga yang terletak disebelah anterior tepat dibelakang os.
pubis. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urine. Sebagian besar
dinding kandung kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan musculus detrusor. Kontraksi
otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat buang air kecil.
Uretra muncul dari kandung kemih pada laki-laki uretra berjalan lewat penis dan pada wanita
bermuara tepat disebelah anterior vagina. Pada laki-laki kelenjar prostat yang terletak tepat
dibawah leher kandung kemih mengelilingi uretra disebelah posterior dan lateral. Spingter
urinarius ekterna merupakan otot volunter yang bulat untuk mengendalikan proses awal urinasi.

3. Penyebab
Penyebab yang pasti dari kanker kandung kemih tidak diketahui. Tetapi penelitian telah
menunjukkan bahwa kanker ini memiliki beberapa faktor resiko:
• Usia, resiko terjadinya kanker kandung kemih meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
• Merokok, merupakan faktor resiko yang utama.
•Lingkungan pekerjaan, beberapa pekerja memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
kanker ini karena di tempatnya bekerja ditemukan bahan-bahan karsinogenik (penyebab kanker).
Misalnya pekerja industri karet, kimia, kulit.
• Infeksi, terutama infeksi parasit (skistosomiasis).
• Pemakaian siklofosfamid atau arsenik untuk mengobati kanker dan penyakit lainnya.
• Ras, orang kulit putih memiliki resiko 2 kali lebih besar, resiko terkecil terdapat pada orang
Asia.
• Pria, memiliki resiko 2-3 kali lebih besar.
•Riwayat keluarga, orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang mempelajari adanya
perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.

4. Klasifikasi
1. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL untuk
menentukan operasi atau observasi :
1. T = pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan
biopsy atau transurethral reseksi.
Tis = carcinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx = cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat dilakukan
To = tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1. pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa yang bergerak
T2 = pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli.
T3 = pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa nodular yang bergerak bebeas dapat diraba
di buli-buli.
T3a = invasi otot yang lebih dalam
T3b= perluasan lewat dinding buli-buli
T4 = Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a= tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina
T4b= tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam abdomen.
2. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe
pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative
Nx = minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
No = tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe regional
N1 = pemebsaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral
N2 = pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional yang multiple
N3 = masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang bebeas antaranya dan tumor
N4 = pemebesaran lkelenjar lymfe juxta regional
3. M = metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh
Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia
Mx = kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat
dilaksanakan
M1 = adanya metastase jauh
M1a= adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b= metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c= metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple
M1d= metastase dalam organ yang multiple
2. Type dan lokasi
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
1. efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli –squamosa cell., anaplastik, invasi yang
dalam dan cepat metastasenya.
2. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
3. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi, metastase
cepat dan biasanya fatal
4. Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat menimbulkan
serangan hipertensi selama kencing
5. Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan metastase ke
buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

5. Tanda dan gejala


- Kencing campur darah yang intermitten
- Merasa panas waktu kencing
- Merasa ingin kencing
- Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing
- Nyeri suprapubik yang konstan
- Panas badan dan merasa lemah
- Nyeri pinggang karena tekanan saraf
- Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
Gejala dari kanker kandung kemih menyerupai gejala infeksi kandung kemih (sistitis) dan kedua
penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan.
Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi, gejalanya tidak
menghilang.

6. Patofisiologi
BULI-BULI

Ca Buli-Buli

Ulserasi

Infeksi sekunder :
- panas waktu kencing
- merasa panas dan tubuh lemah
- kencing campur darah Metastase

Invasi pada bladder

Retensio urine :
- sulit/sukar kencing Oklusi ureter/pelvic renal

Refluks

Hydronephrosis
- nyeri suprapubic
- nyeri pinggang

Ginjal membesar

Operasi
Kecemasan
Takut
Kurang pengetahuan Radiology
Defisit ekonomi
Tidak adequatnya terapi Chemotherapy
Tidak adequatnya terapi
Efek samping chemotherapy
- panas tubuh dan lemah
- nafsu makan menurun
- intoleransi aktivitas
- depresi
- konsep diri

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hb
 Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros atau micros hematuria
Pemeriksaan Leukosit
 Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pus dan bakteri dalam urine
 Acid phospatase meningkat; kanker prostat metastase,
 ACTH meningkat kanker paru
 Alkaline phosphatase meningkat; kanker tulang atau metastase ke tulang, kanker hati,
lymphoma, leukemia.
Calsium meningkat; metastase tulang, kanker mamae, leukemia, lymphoma, multiple
myeloma, kanker; paru, ginjal, bladder, hati, paratiroid.
 LDH meningkat; kanker hati, metastase ke hati, lymphoma, leukemia akut
 SGPT (AST), SGOT (ALT) meningkat; kanker metastase ke hati.
 Testosteron meningkat; kanker adrenal, ovarium
b. Radiology
 excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan tumornya.
 Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
 Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
 Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh lymphe
c. Cystocopy dan biopsy
 cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
 Biopsi dari pada lesi selalu dikerjakan secara rutin.
d. Cystologi
 Pengecatan sieman/papanicelaou pada sedimen urine terdapat transionil cel daripada tumor

8. Pengobatan
1. Operasi
Operasi kanker yang terbatas pada permukaan dalam kandung kemih atau hanya menyusup ke
lapisan otot paling atas, bisa diangkat seluruhnya melalui sistoskopi. Tetapi sering terbentuk
kanker yang baru, kadang di tempat yang sama, tetapi lebih sering terbentuk di tempat yang baru.
Angka kekambuhan bisa dikurangi dengan memberikan obat anti-kanker atau BCG ke dalam
kandung kemih setelah seluruh kanker diangkat melalui sistoskopi. Pemberian obat ini bisa
digunakan sebagai pengobatan pada penderita yang tumornya tidak dapat diangkat melalui
sistoskopi.
Kanker yang tumbuh lebih dalam atau telah menembus dinding kandung kemih, tidak dapat
diangkat seluruhnya dengan sistoskopi. Biasanya dilakukan pengangkatan sebagaian atau seluruh
kandung kemih (sistektomi).
Kelenjar getah bening biasanya juga diangkat untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar
atau belum.Terapi penyinaran saja atau dikombinasikan dengan kemoterapi kadang bisa
mengobati kanker. Jika kandung kemih diangkat seluruhnya, maka harus dipasang alat untuk
membuang air kemih.Biasanya air kemih dialirkan ke suatu lubang di dinding perut (stoma)
melalui suatu saluran yang terbuat dari usus, yang disebut ileal loop. Selanjutnya air kemih
dikumpulkan dalam suatu kantong.
Cara untuk mengalihkan air kemih pada penderita yang kandung kemihnya telah diangkat,
digolongkan ke dalam 2 kategori:
1. Orthotopic neobladder
2. Continent cutaneous diversion.
Pada kedua cara tersebut, suatu penampung internal dibuat dari usus.
Pada orthotopic neobladder, penampung ini dihubungkan dengan uretra. Penderita diajarkan
untuk mengosongkan penampung ini dengan cara mengendurkan otot dasar panggul dan
meningkatkan tekanan dalam perut, sehingga air kemih mengalir melalui uretra.
Pada continent cutaneous urinary diversion, penampung ini dihubungkan dengan sebuah lubang
di dinding perut. Diperlukan kantong luar, karena air kemih tetap berada dalam penampung
sebelum dikosongkan oleh penderita dengan cara memasang selang melalui lubang di dinding
perut ke dalam penampung. Penderita melakukan pengosongan ini secara teratur.
Kanker yang sudah menyebar diobati dengan kemoterapi.
2. Radioterapy
• Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage
B2-C.
• RAdiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita
dievaluasi selam 2-4 minggu dengan iinterval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6
minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads
selam 2-3 minggu.
3. Chemoterapi
Obat-obat anti kanker :
• citral, 5 fluoro urasil
• topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-
FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat
diamsukkan ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi
8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam Buli-buli
selama dua jam
9. Komplikasi
• Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
• Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
• Hydronephrosis oleh karena ureter menglami oklusi

B. KONSEP KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Identitas
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah buli-buli. Kanker Buli-buli
terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga
lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
b. Riwayat keperawatan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang intermitten, merasa panas
waktu kening. Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase
selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri
pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
c. Pemeriksaan fisik dan klinis
Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila tumor sudah besar.
Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli
dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.
d. Pemeriksaan penunjang
Lihat konsep dasar
II. Perencanaan
1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio
ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga
ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran,
perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri
informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam
pengobatan.
e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.

f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.


g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.


a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan
dan menghindari adanya duplikasi.
b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
c. Dapat menurunkan kecemasan klien.

d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.

e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam
upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf,


infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker
ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian,
ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
– Melaporkan nyeri yang dialaminya
- Mengikuti program pengobatan
- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga
tentang cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik
atau nonton TV
d. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira,
dan berikan sentuhan therapeutik.

e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.

f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien


g. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll a. Memberikan
informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi.

c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.

d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.

e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien
mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

g. Untuk mengatasi nyeri.

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang
berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi
lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan
mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap,
kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot
dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
- Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.

c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.

d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang
adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu
manis, berlemak dan pedas.

f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.

i. Amati studi laboratorium seperti total limposit, serum transferin dan albumin

j. Berikan pengobatan sesuai indikasiPhenotiazine,antidopaminergic, corticosteroids, vitamins


khususnya A,D,E dan B6, antacida

k. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.

b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.

c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.

d. Kalori merupakan sumber energi.

e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu
makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.

g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.


h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).

i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit,


pengobatan dan perawatan terhadap klien.
j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan
klien.
k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai
kebutuhan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan


kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya,
menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
 Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap.
 Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
 Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.
 Bekerjasama dengan pemberi informasi.

INTERVENSI RASIONAL
a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang
pengalaman klien lain yang menderita kanker.

c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi
yang tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy
yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang
penyakitnya.
f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya
eritema, ulcerasi.

h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.


a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.
b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta
kesalahan pengertian.

c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.

d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.

f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.

g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah


dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping
kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.
Tujuan :
- Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan
ulcerasi
- Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
- Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.

b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di
mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.
d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan
makanan yang keras.
e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.

f. Kolaboratif.

g. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi.

h. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash


a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi
penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.

c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.


d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.

e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.

f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.


g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga
mulut/infeksi sistemik.
h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.

6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal
(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa
normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.

INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase
luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
b. Timbang berat badan jika diperlukan.
c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.

d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien.

e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah,
adanya ekimosis dan pethekie.
g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
h. Kolaboratif berikan cairan IV bila diperlukan.
i. Berikan therapy antiemetik. a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan
hipovolemia.

b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
c. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh
yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
d. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.

e. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.

f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.

g. Mencegah terjadinya perdarahan.

h. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.


i. Mencegah/menghilangkan mual muntah.

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan
sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif
Tujuan :
 Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi
 Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal
INTERVENSI RASIONAL
a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang
sama.
b. Jaga personal hygine klien dengan baik.
c. Monitor temperatur.

d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.


e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
f. Kolaboratif.

g. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.


h. Berikan antibiotik bila diindikasikan. a. Mencegah terjadinya infeksi silang.

b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.


c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
e. Mencegah terjadinya infeksi.

f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.


g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme
penyebab infeksi.

8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan


tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak
pengobatan.
Tujuan :
- Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap
seksualitas
- Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan

INTERVENSI RASIONAL
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya
dengan penyakitnya.
b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
a. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan
pasangannya.

b. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.

c. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan
keinginan secara wajar.

9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi,
deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
- Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan
luka.

b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.


c. Ubah posisi klien secara teratur.

d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa
rekomendasi dokter. a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan
identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.
EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK
Pajajaran, Bandung.

www.google.com./ Asuhan keperawatan pada pasien kanker buli-buli.( di akses


07 Maret 2009 ).

www.medicastore.com/di akses 07 Maret 2009)

~ oleh nurse87 di/pada Juni 29, 2009.


ASKEP BATU BULI-BULI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

Definisi
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung
kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And
dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ).

Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan
fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001).

Etiologi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :


1. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hyperkalsiuria dan hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen.
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
3. Faktor lainnya.
Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau penduduk yang
vegetarian lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli ( Syaifuddin, 1996 ).
Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium fosfat.
Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu atau beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu proses pembentukan batu
kemungkinan akibat kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai
kristal kalsium oksalat dalam urine. Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu ureter
pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama seperti antasid, diamox,
vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi. ( Prof. Dr. Arjatmo T. Ph. D.Sp. And. Dan dr. Hendra U., SpFk,
2001 ).
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode
imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

Patofisiologi

Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat
dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam
sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum di kenali sepenuhnya dan terjadi
peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran
kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih, mencangkup
infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis urine, priode imobilitas dan perubahan metabolisme
kalsium. Telah diketahui sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih sering terjadi pada laki-laki
dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas serta klien yang menderita infeksi saluran
kemih. ( Brunner and Suddarth. 2001 )
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu
disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang
menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta
kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi
bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan
mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam
beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
1. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi.
Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 %
air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga
membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan
penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi
pengendapan.

4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan
inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat
yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas

Faktor Predisposisi

a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih


b. Usia dan jenis kelamin
c. Kelainan morfologi
d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih
e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat
f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran
h. Profesi sebagai pekerja keras
i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama. ( Brunner and Suddart,
2001 ).

Manifestasi Klinik

Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila
nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual muntah
maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman di
abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar. Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang
nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin
kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu
gejala ini disebabkan kolik ureter. Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5
sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat
atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar.
( Brunner and Suddarth. 2001).

Pemeriksaan Diagnostik.

Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien batu kandung kemih adalah :
• Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.
• Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
• Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
• EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
• Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
• IVP ( intra venous pylografi ) :
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
• Vesikolitektomi ( sectio alta ):
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
• Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
• Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi
retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya
riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi
faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien. ( Tjokro, N.A, et al. 2001)

Penatalaksanaan medik.

Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah
kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu. Cara yang biasanya
digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih (Arif Mansjoer, et.al.2000) adalah :
a. Vesikolitektomi atau secsio alta.
b. Litotripsi gelombang kejut ekstrakorpureal.
c. Ureteroskopi.
d. Nefrostomi.

Komplikasi.

Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah :


a. Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal menyerupai sebuah
kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal
akibat kandung kemih tidak mampu lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah
dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan basar
didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
b. Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring hasil metabolisme
ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas
dan keringat berbau urine.
c. Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke ginjal dan kandung
kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria,
poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra.
d. Gagal ginjal akut sampai kronis
e. Obstruksi pada kandung kamih
f. Perforasi pada kandung kemih
g. Hematuria atau kencing darah
h. Nyeri pingang kronis
i. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu.
( Soeparman, et.al. 1960 )
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini
biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving ( pemecahan masalah ) yang memerlukan ilmu,
tekhnik, dan ketrampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien. (Nursalam,
2001).
Sedangkan yang dikutip dari Iyer, et al.1996 dalam ( Nursalam, 2001 ) mengemukakan lima tahap yaitu
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
a. Anamnesa
1). Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang
digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2). Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3). Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas
setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine,
mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri
pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan
gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.

2). Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada
kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3). Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot
rahang.
4). Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva,
sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
5). Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran
timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
6). Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret,
perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
7). Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat
ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
8). Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau
tidak.
9). Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.

10). Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau
menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen.
11). Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah
terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor,
pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran
prostat dan konsistensinya.
12). Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema,
bagaimana kekuatan otot dan refleknya
c. Pemeriksaan Diagnosis
BNO (Blass Nier Overzicht) untuk mengetahui pembesaran prostat, kandung kemih dan kelainan ginjal.
d. Hasil Penelitian Laboratorium dan diagnostic.
1). Peningkatan sel darah Putih, Ureum, dan kretinin.
2). Kultur Urin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi.
3). Pemeriksaan HB, waktu pendarahan dan pembekuan, golongan darah sebagai persiapan preoperasi.
e. Potensial Komplikasi.
Hiponatrium dilusi akibat Transuretal Resection Prostat (TURP), infeksi, komplikasi sirkulasi termasuk
testis, hydrokel, syok, retensi urine akut, ileus para litikum, abses, peningkatan suhu tubuh, dan nyeri
pada saat berjalan.
f. Penatalaksanaan Medis.
Obsevasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu secara rutin pasca operasi, analgesik, antispasmodic,
antibiotik, irigasi kadung kemih kontinu, irigasi kandung kemih intermiten, terapi iv parenteral.
2. Diagnosa Keperawatan post operatif vesikolitektomi
a). Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan mitasi kateter/ badan.
b). Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol
pendarahan, pembatasan pemasukan pra-operasi.
c). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap : prosedur
bedah, prosedur alat invasif, alat selama pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
d). Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme
otot : prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih.
e). Resiko tinggi terhadap komplikasi, hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap
vesikolitektomi atau sectia alta.
f). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber sumber informasi.

3. Perencanaan Keperawatan post operatif


No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
1.
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma,
prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter atau balon.
Tujuan :
Klien menunjukan kemajuan eliminasi urine yang jernih.

Kriteria evaluasi :
1. Berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung kemih.

2. Jumlah residu urine kurang dari 50 ml.

Mandiri :
1. Mengkaji haluaran urine dan system kateter atau drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
2. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran urine di urine bag.
3. Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per protocol.
4. Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi. Batasi cairan pada malam hari setelah kateter
dilepas.
Kolaborasi :
1.Pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Mandiri :
1. Retensi dapat terjadi karena edema area bedah,bekuan darah, dan spasma kandung kemih (Doenges,
2000).
2. Urine yang tertampung harus seimbang atau tidak jauh berbeda dengan pemasukan cairan. (Doenges,
2000).
3. Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine.Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam
meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih (Doenges, 2000).
4. Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk kelainan urine, penjadwalan, masukan
cairan menurunkan kebutuhan berkemih/ gangguan tidur selama malam hari (Doenges, 2000).
Kolaborasi :
1. Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan patensi kateter atau
aliran urine (Doenges, 2000).

No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
2.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol
perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi.
Tujuan :
Kebutuhan cairan klien terpenuhi.

Kriteria evaluasi :
1. Tanda-tanda vital stabil.

2. Pengisian kapiler baik.

3. Membran mukosa lembab.

4. Menunjukan tak ada perdarahan aktif.


Mandiri :
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran.

2. Inspeksi balutan atau luka drain. Timbang balutan bila di indikasikan, perhatikan pembentukan
hematoma.
3. Evaluasi warna, konsistensi urine. Contoh: merah terang dengan bekuan merah.
4. Awasi tanda-tanda vital, peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diafrosis,
pucat, perlambatan pengisian kapiler dan membran mukosa kering.
Kolaborasi :
1. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. Contoh : Hb/Ht, jumlah sel darah merah.
Mandiri :
1. Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi
pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secar akurat mengkaji haluaran urine. (Doenges, 2000).

2. Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan perineum (Doenges, 2000).

3. Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat. (Doenges, 2000).

4. Dehidrasi/ hipovolimia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok


( Doenges,2000 ).
Kolaborasi :
1. Berguna dalam evaluasi kehilngan darah atau kebutuhan pengantian kebutuhan (Doenges, 2000).

No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
3
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap
prosedur bedah, prosedur alat invasife alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama pemasangan kateter dan retensi urine.

Kriteria evaluasi :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri bertambah, luka berbau).

2. Warna urine jernih, dan tidak berbau.

3. Suhu dalam batas normal (36.5-37.5° ).


Mandiri :
1. Pertahankan system kateter steril : berikan perawatan kateter regule dengan sabun dan air, berikan
salep antibiotik disekitarsisi kateter.
2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.

4. Observsi drainase dari luka supra pubik dan foley kateter.

Kolaborasi :
1. Berikan antibiotik sepalosporin, misalnya: cetroxone sesuai program medis.
Mandiri :
1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi / sepsis lanjut.
(Doenges, 2000, hal.682).

2. Menghindari refleks balik urine,yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kemih.
(Doenges, 2000, hal. 682).
3. Pasien yang mengalami sistoskopi atau TUR prostat berisiko untuk syok bedah septic sehubungan
dengan meanipulasi/ instrumentasi.
(Doenges, 2000, hal. 682).

4. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk infeksi, yang di indikasikan dengan
eritemia, drainase purulen. ( Doenges, 2000).
Kolaborasi :
1. Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada
vesikolitotomi. (Doenges, 2000).

No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
4
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks spasme otot:
prosedur dan atau tekanan dari balon kandung kemih.
Tujuan :
Rasa nyeri berkurang atau hilang setelah diberikan perawatan.

Kriteria Evaluasi :
1. Klien mengatakan nyeri berkurang.

2. Raut muka tampak rileks.

3. Skala nyeri berkurang 0-4.


Mandiri :
1. Kaji nyeri, perhatikan loksi, intensitas (skala 0-10).

2. Pertahankan patensi kateter dan sistemdrainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.

3. Tingkatkan pemasukan cairan 3000 ml / hari sesuai toleransi.

4. Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan tekhnik relaksasi,
termasuk latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi.

Kolaborasi :
1. Berikanobat sesuai instruksi untuk nyeri dan spasme.
Mandiri :
1. Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine sekitar kateter menunjukan
spasme kandung kemih, yang cendrung lebih berat pada pendekatan suprapubik atau TUR (Doenges,
2000).

2. Mempertahankan fungsi kateter dan system drainase, menurunkan resiko distensi / spasme kandung
kemih (Doenges, 2000).

3. Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kedalam mukosa kandung kemih
(Doenges, 2000).

4. Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kamampuan
koping. (Doenges, 2000).
Kolaborasi :
1. Obat anti spasmodic mencegah spasme kandung kemih. Obat analgesik mengurangi nyeri insisi.
(Capernito, 1999).
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
5
Resiko terhadap komplikasi hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap
vesikolitotomi/ section alta.
Tujuan :
Tidak tampak tanda-tanda komplikasi.

Kriteria Evalusi :
Tidak ada perdarahan, infeksi, dan inkontinensia urine.
Mandiri :
1. Pantau :
a. Tekanan darah, nadi, dan pernafasan tiap 24 jam.
b. Masukan dan haluaran tiap 8 jam.
c. Warna urine.
2. Sediakan diet makan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi jika ada riwayat
konstipasi.
3. Pastikan masukan cairan setiap hari paling sedikit 2-3 liter tanpa ada kontraindikasi.
4. Lakukan kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, gunakan sarung
tangan ketika kontak dengan darah atau cairan yang keluar dari tubuh pasien) pada semua prosedur
tindakan keperawatan.
Kolaborasi :
1. Berikan terapi antibiotik dan mengevaluasi efektivitas obat.
Mandiri :
1. Deteksi awal terhadap komplikasidengan intervensi yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan
yang permanen. (Engram, 1999).

2. Dengan peningkatan penekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan. (Engram,
1999).

3. Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan keseluruh tubuh. Resikoterjadi ISK dikurangi bila
aliran urine encer konstan dipertahankan melalui ginjal. (Engram, 1999).

4. Pemberian perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi nosokomial. Kewaspadaan umum


melindungi pemberian perawatan dan pasien. (Engram, 1999).

Kolaborasi :
1. Antibiotik diperlukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi. (Engram, 1999).

No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Rasional
6
Kurang pengetahuan tentang kondisi, proknosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interprestasi.
Tujuan :
Klien dan keluarga kliean mengerti secara umum penyakitnya.

Kriteria Evaluasi :
Klien dan keluarga dapat menjelaskan secara sederhana tentang proses penyakit, pencegahan, dan
pengobatannya.
Mandiri :
1. Kaji implementasi prosedur harapan masa depan.
2. Tekankan perlunya nutrisi yang baik : dorong konsumsi buah, meningkatkan diet tinggi serat.
3. Diskusikan pembatasan aktivitas awal, contoh: menghindari mengangkat berat, latihan keras, duduk/
mengendarai mobil terlalu lama, memanjat lebih dari dua tingkat tangga sekaligus.
4. Dorong kesinambungan latihan perineal.
5. Instruksikan perawatan kateter urin bila ada identifikasi sumber alat atau dukungan.
Mandiri :
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihn informasi. (Doenges, 2000).
2. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca
operasi. (Doenges, 2000 ).

3. Penimgkatan tekanan abdominal/ meregangkan yang menempatkan stress pada kandung kemih dan
prostat, menimbulkan resikoperdarahan. (Doenges, 2000)

4. Membantu kontrol urinaria dan menghilangkan inkontinesia. (Doenges, 2000).

5. Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri. (Doenges, 2000).

4. Perencanaan Pulang.
a. Diet tinggi kalori dan protein yakni nasi, telur, daging, susu, dan lain-lain untuk tenaga dan proses
penyembuhan.
b. Diet minum banyak air putih 3000 cc / hari dan hindari minum kopi,alcohol dan yang bersoda serta
makanlah makanan yang banyak mengandung serat.
c. Mendorong klien agar tidak melakukan pekerjaan yang berat, buang air kecil yang teratur dan
mendorong klien dalam mematuhi program pemulihan kesehatan dan minum obat sesuai dengan
pesanan dokter.
d. Memberikan penjelasan mengenai pengertian, penyebab, tanda-tanda dan gejala penatalaksanaan
dan kompliksi penyakit.
e. Rencana kontrol ulang uktuk mengetahui perkembangan pemulihan penyakit saat di rumah.
(sumber : Smeltzer and Bare 2001).

Diposkan oleh U_q di 20.14

You might also like