Professional Documents
Culture Documents
WISATA
1. Latar Belakang
satu sisi sangat positif dan bermanfaat, akan tetapi pada sisi lain
“Nature Related Tourism”. Salah satu faktor terpenting untuk HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
memberikan manfaat bersaing bagi produk wisata pedesaan. Unsurunsur keaslian produk wisata
yang utama adalah kualitas asli,
secara khusus berkaitan dengan prilaku, integritas, keramahan dan HAND OUT MATA
KULIAH CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
mengembangkan identitas atau ciri khas yang baru bagi desa untuk
pembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki prinsipprinsip pengelolaan antara lain,
ialah: (1) memanfaatkan sarana dan
antara lain:
kegiatan ekonomi tradisional lainnya.HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT RESORT AND
LEISURE,
LEISURE
4
3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses
pariwisata.
setempat.
daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata tergantung juga
lain:
LEISURE
2. Tujuan
3. Sasaran
lingkungan.
budaya, masyarakat, yang berguna bagi kelengkapan atraksi HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
desa.
kesatuan yang utuh yang satu sama lain ditampilkan melalui formasi
kesatuan lingkungan, sehingga merupakan perpaduan antara aspekaspek yang keramat (sacral)
dan lingkungan yang tetap terpelihara
dalam suasana silih asah, silih asih dan silih asuh sebagai satu
utama adalah cerminan sikap gotong royong masyarakat dalam HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
zona penyangga, dan zona pelayanan, fisis, tanah, air dan iklim
biotis.
LEISURE
pertanian berkembang.
berpegangan tangan agar menjadi kuat dan mapan. HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT
RESORT AND LEISURE,
LEISURE
Keaslian itu dapat terwujud pula melalui gaya hidup dan kualitas
penduduk desa menjalankan pola kehidupan dan keagamaannya HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
10
dan berkumpul dalam satu harmonisasi kehidupan yang
terhadap:
LEISURE
11
desa wisata mempunyai beberapa ciri, seperti; desa wisata HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
12
keanekaragaman, kemitraan dan partisipasi strategi yang HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
GUMELAR S. SASTRAYUDA ( 2010)
13
wisata.
guna menuju upaya pengembangan ekowisata yang HAND OUT MATA KULIAH CONCEPT
RESORT AND LEISURE,
LEISURE
14
berkembangnya pendatang.
masyarakat di desa.
LEISURE
15
budaya kerja, kerja keras, tanggung jawab dan hemat, Kelima; menghilangkan sifat dan mental
negatif, boros,
ketergantungan.
sumber daya manusia, (2) aspek keuangan, (3) aspek material, (4)
LEISURE
16
dibutuhkan.
untuk waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana
(people centred development). Strategi ini menyadari pentingnya HAND OUT MATA KULIAH
CONCEPT RESORT AND LEISURE,
LEISURE
17
bertindak.
Daftar Isi:
1. Komponen Utama Desa Wisata
2. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
3. Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata
4. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata
5. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata
6. Tipe Desa Wisata
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata : 1. Akomodasi : sebagian dari
tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat
tinggal penduduk.
2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa
yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus
tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul
dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa
konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari
pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi
langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang
desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan
kartu pos dan sebagainya.
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan
dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat
akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal
bersama dengan penduduk.
3. 3. Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa
tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung
dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model
pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara,
Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)
Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaanmanusia. Atraksi
yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan
juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor
pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan
menerapkan aktivitas konservasi.
Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan
mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk
perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah
Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini
mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas.
Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa
menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi
kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan
mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan
penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata
dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah
Desa Wisata Sade, di Lombok.
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat
dengan desa.
Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu
bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada
suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat
pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.5
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri.
Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :
5. 1. Wisatawan Domestik
Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi
kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada
perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.
Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan
motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.
Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu,
dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.
Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di
pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha
mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing.
Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya
mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat.
Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi
merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri,
terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif
yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang
ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan
terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-
dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel
berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua, Bali dan
beberapa kawasan wisata di Lombok. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang
tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada
tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang
tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur
kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang
didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak
negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.
Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.
12112010
A. Latar Belakang
Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan
peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola
pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif masyarakat dalam proses
pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Masyarakat sebagai
komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan
penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk
mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi
masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat
memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang
dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata.
Menurut Nurmawati (2006), pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif
kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang
dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan
tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan
wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk
mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi guna
memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan
pariwisata menggunakancommunity approach atau community based development. Dalam hal
ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata
serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima secara
langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi (Nurhayati, 2005).
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan
yang dilakukan oleh pihak lain”. Menurut Tikson (2001) partisipasi merupakan sebuah proses
dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan
pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam
memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan
sumberdaya dan penggunaannya.
Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan pendekatancommunity
based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan swasta hanya sebatas
memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan desa wisata
untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan
kualitas produk wisata yang ada di desa wisatanya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya
perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait dan
memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pengembangan
desa wisata.
Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan
dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan dan
kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami
dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitaspendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku
(Nuryanti, 1993).
Menurut Julisetiono (2007), Konsep Desa Wisata, meliputi: (a) berawal dari masyarakat, (b)
memiliki muatan lokal, (c) memiliki komitmen bersama masyarakat, (d) memiliki kelembagaan,
(e) adanya keterlibatan anggota masyarakat, (f) adanya pendampingan dan pembinaan, (g)
adanya motivasi, (h) adanya kemitraan, (i) adanya forum Komunikasi, dan (j) adanya studi
orientasi.
Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
(2001), maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai
berikut :
Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan
masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan tata
cara yang berlaku di desanya.
Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan haruslah
menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.
Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam
setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai
pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa
memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat
langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.
Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait
langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen
penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti
dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan
penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan
antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta. Instansi
terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan pembinaan
secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum komunikasi desa
wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi bersama dan ajang
berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.
Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam
kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu kegiatanoutbound perlu
mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya bergerak sebatas menanamkan
modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi perlu bekerjasama dengan masyarakat
dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna mendukung kegiatan investasi pariwisata.
Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana
pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut
bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata baru
sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana prasarana
wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut memiliki peranan
penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.
Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak lanjut dari
perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa
wisata yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara lain:
1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang tepat
dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar wisata agar
mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan program
pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok sadar wisata, pelatihan
tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata, pelatihan guide/pemandu wisata termasuk
didalamnya keterampilan menjadi instruktur outbound.
2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari
masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan
wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari
instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.
3. Dari sisi pengembangan sarana prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah perlu
diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-alat outbound,
pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas setempat, dan
rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya perlu menjalin
kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta.
Secara etimologis “pariwisata” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
dua suku kata yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan lengkap,
dan “wisata” yang berarti perjalanan atau bepergian. Dengan demikian pengertian kata
pariwisata dapat disimpulkan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali
Kegiatan berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari suatu tempat
menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiaanya adalah karena
agama, kesehatan, maupun kepentingan lain, seperti karena rasa ingin tahu, menambah
bahwa beberapa pengertian pariwisata dipakai oleh para praktisi dengan tujuan dan
perspektif yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh,
“Tourism is defined as the interrelated system that includes tourists and the
Universitas Sumatera Utara“The sum of the phenomena and relationships arising from the
interaction of
attracting, and hosting these tourist and other visitors” (MacIntosh, 1980: 8)
“ Kepariwisataan adalah suatu seni dari lalu lintas orang, dlam mana manusiamanusia berdiam di
suatu tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan
diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri di luar negeri untuk
sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbedabeda dengan apa
yang dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan
Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang
menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Objek dan daya
Universitas Sumatera UtaraDalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik
wisata harus
kepariwisataan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ada tiga macam sarana pariwisata,
yang mana satu dengan lainnya saling melengkapi. Ketiga sarana yang di maksud adalah:
A. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure)
kehidupannya sangat tergantung kepada lalu lintas wisatawan dan pengunjung lainnya.
Fungsinya adalah memberikan fasilitas pokok yang dapat memberikan pelayanan bagi
menyelenggarakan tour, city tour, sight seeing, termasuk juga Biro Perjalanan
daerah tersebut, seperti Hotel, Hostel, Home Stay, Cottage, Restoran dan lainlain.
pokok dengan sedemikian rupa sehingga dapat membuat wisatawan lebih lama tinggal di
tempat atau di Objek Daerah Tujuan Wisata yang dikunjunginya. Dalam istilah
kepariwisataan dikenal juga dengan istilah Recreative and Sportive Plan biasanya yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah fasilitas untuk olah raga dan sebagainya.
dan berfungsi tidak hanya melayani kebutuhan pokok dan sarana pelengkap tetapi juga
memiliki fungsi yang lebih penting yaitu agar wisatawan lebih banyak membelanjakan
uangnya di tempat yang dikunjungi tersebut, sebagai contoh night club,casino, souvenir
shop, dan lain-lain.
Prasarana Pariwisata
Prasarana pariwisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia
yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata,
seperti jalan,listrik, air, teleko munikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk
kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan
wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan dengan lokasi dan
meningkatkan aksebilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang
Universitas Sumatera Utaratelah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu
disediakan di daerah
tujuan wisata, seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan,
mantap antara instansi terkait bersama dengan instansi pariwisata di berbagai tingkat.
Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi
pembangunan pariwisata.
pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti yang
meningkatkan arus informasi, arus lalu-lintas ekonomi, arus mobilitasi manusia antara
daerah dan sebagainya, yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan
bekerja masyarakat.