You are on page 1of 23

http://www.pdf-searcher.

com/KEPEMIMPINAN-KEPALA-SEKOLAH-PADA-SEKOLAH-PILOT-
PROYEK-MBS-DI-SMP-....html

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

PADA SEKOLAH PILOT PROYEK

MBS DI SMP NEGERI 1 JOGOROTO JOMBANG

Drs. F i r m a n, M.Pd. *)

: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan

bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah pada sekolah pilot

proyek MBS di SMPN 1 Jogoroto meliputi: dalam perencanan

program kerja,

dalam pelaksanaan program kerja, dalam

melakukan evaluasi dan monitoring, apa faktor pendukung dan

penghambat dan,

bagaimana strategi mengatasi kendala.

Penelitian menggunakan 1pendekatan kualitatif, dengan

rancangan penelitian disain studi kasus. Teknik pengumpulan data

mlalui observasi partisipan, wawancara mendalam dan

dokumentasi. Data dianalisis melalui sistem funnel. dengan cara

mereduksi, memaparkan, dan menarik simpulan. Uji kredibilitas

data dengan teknik trianggulasi, persistent observation dan

member check. Hasil penelitian menunjukkan bahhwa

kepemimpinan kepala sekolah menerapkan gaya: demokratis-

partisipatif dalam prencanaan, humanis dalam pelaksanaan,

otokrasi dalam monitoring dan evaluasi.Ditemukan faktor

pendukung dan penghambat, dan strategi mengatasinya.

Abstrak
Kata Kunci : MBS, Kepemimpinan, Kepala Sekolah

PENDAHULUAN

Depdiknas (2000) menyebutkan bahwa salah satu

pendidikan

tidak

mengalami

penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara sentralistik, akibatnya

sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif, termasuk peningkatan

mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional

Menghadapi problem pendidikan diatas, selain pemerintah dan

masyarakat, maka pelaku/ pengelola pendidikan juga dituntut tanggungjawab

*) Penulis adalah Dosen STKIP PGRI Jombang

dan profesinalismenya dalam meningkatkan manajemen mutu

pendidikan. Salah satu faktor yang sangat penting peranannya dalam usaha

peningkatan mutu pendidikan adalah masalah kepemimpinan.


Robbins (dalam Tjiptono 2001) mengatakan bahwa kepemimpinan

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja

mencapai tujuan yang ditetapkan. Sementara itu Joseph M. Juran (1992)

menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas meliputi tiga

fungsi, yang populer dikenal sebagai “trilogi Juran”

kualitas, (2) pengendalian kualitas, dan (3) perbaikan kualitas.

Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki peranan yang kuat dalam

mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya

pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu

faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi,

tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program yang dilaksanakan secara

terencana dan bertahap. Deming (1986) mengatakan

dihasilkan oleh kepemimpinan yang tidak bermutu.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun guru dapat dianggap

sebagai penentu keberhasilan proses belajar, tetapi bila kepala sekolah tidak

memberikan pembinaan dengan baik kepada guru-guru maka semangat kerja


guru dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas tidak optimal. Studi lain

menunjukkan bahwa para guru ataupun staf lainnya akan dapat bekerja dengan

baik dan penuh semangat bila kepala sekolah mampu menerapkan

kepemimpinan secara efektif (Wiyono, 2000). Oleh karena itu perlu

diperhatikan gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah.

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam

berinteraksi dengan bawahannya. Menurut Mulyasa (2002) gaya kepemimpinan

merupakan pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi

anak buahnya. Sedangkan menurut Davis & Newstrom (1990) pola tindakan

pemimpin secara keseluruhan, seperti yang dipersepsikan para pegawainya diacu

sebagai gaya kepemimpinan. Thoha (1995) menerangkan gaya kepemimpinan

sebagai norma perilaku yang digunakan seorang pada saat orang mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dari berbagai studi

tentang kepemimpinan ditemukan bermacam-macam gaya/tipe kepemimpinan ,

gaya otokrasi , gaya laissez faire, gaya demokratis, gaya partisipatif,


paternalis, gaya hubungan antar manusia

METODE PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah: bagaimana gaya kepemimpinan kepala

sekolah pada sekolah MBS meliputi, (1) dalam perencanan program kerja (2)

dalam pelaksanaan program kerja (3) dalam melakukan evaluasi dan

monitoring; (4) Apa faktor pendukung dan penghambat (5) bagaimana strategi

mengatasi kendala.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan rancangan

penelitian disain studi kasus untuk mendiskripsikan gaya kepemimpinan kepala

sekolah . Teknik penentuan sampel dilakukan secara purposif. Sebagai informan

kunci adalah kepala sekolah. Instrumen utama adalah peneliti sendiri. Teknik

pengumpulan data melalui observasi partisipan, wawancara mendalam

dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif melalui

sistem funnel sejak awal sampai akhir pengumpulan data. dengan cara mereduksi,

dan memaparkan data, serta menarik simpulan. Untuk menguji kredibilitas data

digunakan teknik trianggulasi, persistent observation dan member check.


HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Gaya Kepemimpinan dalam Perencanaan MPMBS

Langkah awal yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin

dalam implementasi MPMBS adalah melaksanakan fungsi perencanaan.

Perencanaan dapat memberikan tuntunan bagi pencapaian tujuan organisasi

menjadi lebih efisien dan efektif serta relevan dengan keadaan. Paradigma baru

pada aspek perencanaan dari yang bersifat top-down beralih ke perencanaan

bottom-up dari perencanan sentralistik berganti menjadi desentralistik, dari

perencanaan tradisional menuju perencanaan partisipatori (Pidarta,1990)

Kepala sekolah dalam menetapkan visi, misi, dan tujuan dengan

melibatkan bawahan yakni wakil kepala sekolah, guru, dan selanjutnya

menampung ide dan usulan yang berkembang menunjukkan bahwa kepala

sekolah menerapkan gaya demokratis-partisipatif. Seorang yang bergaya

demokratis memandang usulan dan ide dari bawahan merupakan aset terpendam

organisasi dan selalu digali oleh seorang pemimpin (Irmim & Rochim , 2005).
Diskusi yang dilakukan melahirkan visi sekolah.

keadaan di masa yang akan datang yang dicita-citakan oleh seluruh personil

Proses yang ditempuh kepala sekolah dengan senantiasa membuka diri akan

keterlibatan bawahan memberi efek psikologis yang baik dalam terjalinnya

komunikasi yang sehat serta iklim kerja yang kondusif. Karakteristik yang

disebutkan itu, oleh Pidarta (1988) menamai kepemimpinan yang efektif ialah

suatu kepemimpinan yang menghargai usaha bawahan.

sebanyak mungkin baru diambil suatu keputusan. Dengan menampung atau

menerima opini sebanyak mungkin dari stakeholder maka keputusan yang

diambil oleh kepala sekolah berkaitan dengan visi, misi dan tujuan akan lebih

baik, logis, ideal, sebab merupakan hasil pemikiran dari beberapa orang

(kelompok), yang oleh Wohjosoemidjo (2000), menegaskan bahwa visi

pemimpin juga merupakan visi bersama dari anggota yang dipimpinnya (share

vision). High agreement over goal terjadi apabila guru-guru dilibatkan dalam

formal procedures and personal contact are mutually reinforcing.

Kepiawaian kepala sekolah dalam menjalin komunikasi dan kemitraan dengan


stakeholder, rancangan (proposal) yang disusun, mendapat dukungan, termasuk

anggarannya. Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah tersebut menunjukkan

bahwa partisipasi masyarakat dan orang tua yang tergabung dalam komite

sekolah memiliki peranan sebagai partner kerja (partnership) atau kemitraan

Gaya

demokratis-partisipatif

yang

dukungan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu sebagaimana yang

dituju oleh program MPMBS. Penelitian Bafadal (1997) menyebutkan salah satu

faktor determinan sekolah yang baik adalah peran kepala sekolah sebagai agen

perubahan internal yang diwujudkan perannya sebagi katalisator (catalyst).

Bahkan penelitian Edmond (1979) menyimpulkan bahwa tidak ada sekolah yang

baik dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu rendah, kepala sekolah yang

baik mencerminkan kepercayaan yang kokoh terhadap tujuan utama sekolah

dengan menjalin komunikasi dengan civitas sekolah (stakeholder)


Kepemimpinan

disamping memilki

kualitas keputusan terjamin, dapat diterima semua pihak, semua bertanggung

jawab dalam implementasinya, namun pada sisi lain juga memiliki kelemahan

antara lain dapat mengganggu tugas- tugas lain, kurang efektif dan efisien dalam

waktu dan dana, prosesnya menimbulkan pro-kontra.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah menerapkan gaya

kepemimpinan demokratis-partisipatif dalam perencanaan MPMBS meliputi :

menyusun visi, misi dan tujuan sekolah, mengindentifikasi tantangan nyata,

menentukan sasaran; mengindentifikasi fungsi-fungsi, melakukan analisis

SWOT; dan menentukan alternatif langkah pemecahan persoalan dan kemudian

menyusun program kerja dan rencana anggaran. Pihak yang terlibat dalam

penyusunan tersebut adalah kepala sekolah, wakasek, kepala urusan, guru dari

berbagai bidang studi, dan karyawan.

demokratis-partisipatif

keunggulan yakni, dapat menampung semua aspirasi,


Gaya Kepemimpinan dalam Pelaksanaan MPMBS

Kepala sekolah dalam melaksanakan MPMBS menerapkan gaya

kepemimpinan hubungan antar manusia (humanist)

bawahan untuk memperoleh hasil yang optimal yang ditandai, (1) kepala sekolah

membina hubungan manusiawi dengan memotivasi bawahan dengan prinsip tut

handayani;

mengkomunikasikan visi, misi, nilai dan filosofi yang ingin dicapai; (3) Kepala

sekolah senantiasa bekerjasama dalam satu team work bersama wakil kepala

sekolah dan para dewan guru; (4) kepala sekolah dapat menciptakan iklim kerja

dan iklim belajar yang sehat, dan penuh keakraban.; (5) menjalin hubungan kerja

sama dengan stakeholder dan tercipta rasa saling pengertian dan tanggung jawab

dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Pada tahap pelaksanaan ini ada dua hal pokok yang dilakukan kepala

sekolah sesuai yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya adalah, (1)

tahap sosialisasi program kerja, (2) tahap pelaksanaan program kerja MPMBS.
(2)

kepala

sekolah

mampu

Sosialisasi bertujuan (1) menyamakan pemahaman tentang konsep pelaksanaan

program kerja sekolah khususnya dan tentang konsep MPMBS umumnya, (2)

meningkatkan hubungan antara warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.

Irmim & Rochim (2005) mengatakan bahwa sudah seharusnya sebelum

pelaksanaan suatu program, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi terlebih

dahulu. Senada dengan itu, Arifin (1994) mengatakan Salah satu peran

kepemimpinan adalah kepemimpinan sosial (Social leadership) yang ditandai

oleh kemampuan mengkomunikasikan visi, misi, nilai, dan filosofi sekolah pada

semua pihak agar memperoleh dukungan dan jalinan kemitraan. Pendapat

tersebut menunjukkan bahwa sebelum kebijakan dilaksanakan maka perlu

dilakukan sosialisasi. Dengan sosialisasi maka semua komponen pendidikan akan

mempunyai persamaan pemahaman tentang konsep program MPMBS.


Kepemimpinan kepala sekolah yang terekam pada pembahasan terdahulu

menunjukkan bahwa kepala sekolah selalu melakukan komunikasi dengan

stakeholder pada tahap sosialisasi kepala sekolah melakukan kegiatan seperti; (1)

mengadakan rapat koordinasi, (2) pengarahan oleh Kepala Sekolah pada saat

upacara bendera, (3) pemberian informasi kepada orang tua siswa melalui surat

edaran, dan penjelasan pada saat pembagian rapor, (4) penjelasan kepada siswa

oleh masing-masing guru wali kelas.

Pola-pola persuasi yang ditampilkan oleh kepala sekolah tersebut untuk

mensosialisasikan dan menjelaskan program agar semua pihak memperoleh

informasi yang jelas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

penelitia Arifin (1994) mengatakan salah satu ciri sekolah yang efektif adalah

kepiawaian kepala sekolah dalam mengkomunikasikan visinya kepada komunitas

sekolah. Sehingga dapat dikatakan kepala sekolah menerapkan merupakan gaya

kepemimpinan hubungan antar manusia (humanist). Wahjosoemidjo (2000)

mengatakan perilaku pemimimpin yang demikian cenderung untuk lebih


mementingkan hubungan kerja kerjasama.

Karena program ini termasuk rintisan maka kepala sekolah berusaha

“merangkul”semua pihak agar mendapatkan dukungan. Kepala sekolah menjalin

hubungan yang akrab, dan berusaha sedapat mungkin menghindari

selama proses pelaksanaan program MPMBS. Data temuan juga menunjukkan

bahwa kepala sekolah melakukan komunikasi timbal balik dengan karyawan tata

usaha dengan penuh keakraban. Apa yang tampak tersebut menurut Mulyasa

(2002), mengatakan bahwa kepala sekolah harus mampu berkomunikasi dengan

tenaga administrasi di sekolah. Komunikasi dengan kelompok pegawai penting

karena mereka memberikan dukungan teknis pelaksanaan kegiatan.

Gaya kepemimpinan yang diperlihatkan oleh kepala

sosialisasi adalah lebih menitik beratkan pada upaya menjaga hubungan yang

akrab, harmonis dan penuh kekeluargaan. Maka dapat disimpulkan kepala

sekolah memimpin dengan gaya hubungan antar manusia (humanist) pada

kegiatan sosialisasi melalui (1) rapat koordinasi; (2) pengarahan oleh kepala

sekolah; (3) menyebarkan informasi surat edaran; dan (4) penjelasan oleh guru
wali kelas. pada siswa.

Pelaksanaan Program MPMBS

Pelaksanaan program kerja dalam menajemen di sebut actuating atau

penggerakkan. Penggerakkan merupakan salah satu fungsi kepemimpinan yang

sangat penting, sebab tanpa fungsi ini, maka apa yang direncanakan dan

diorganisir itu tidak dapat direalisasi dalam kenyataan. Fungsi ini berkaitan

dengan personil. Agar personil tersebut dapat bekerja secara optimal ada

beberapa hal yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Jogoroto yaitu

memotivasi dan menjalin hubungan yang erat dengan para personil baik secara

vertikal maupun horizontal di dalam maupun diluar sekolah.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka

memberi motivas antara lain (1) menjalin hubungan yang manusiawi dalam

memotivasi guru dan staf dengan filosofi semangat “tut wuri handayani” (2)

Pelibatan dan dukungan semua pihak terutama masyarakat, orang tua, dan

pemerintah, (3) mengkomunikasikan visi,dan tujuan yang akan dicapai (4)


melakukan koordinasi dengan membangun kebersamaan.

Kepala sekolah menyadari bahwa guru merupakan kunci bagi suksesnya

program sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah melakukan pendekatan

hubungan antar manusia (manusiawi) agar terbina hubungan yang harmonis, dan

mendorong dari belakang, hubungan dengan guru penuh keakraban, harga

menghargai, ewuh pakewuh. Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada

hubungan antar manusia dicirikan dengan kemampuan menciptakan jalur

komunikasi dan memelihara hubungan antar pribadi dengan nuansa hubungan

yang harmonis dan kompak. Hubungan manusiawi yang dihadirkan oleh kepala

sekolah tidak lain maksud dan tujuannya adalah agar membangkitkan semangat

dan motivasi guru, oleh Sergiovanni (1987) mengatakan sebagai kepemimpinan

yang mebangkitkan semangat (inspiring leadership). Temuan lain juga

menunjukkan bahwa kepala sekolah menampilkan perilaku yang memberi contoh

yang baik atau keteladanan.

Melihat hasil kedua program tersebut yang sudah sesuai dengan rencana

sasaran, maka dua prgram tersebut dapat dikatakan sudah berjalan efektif.
Dikatakan demikian karena hasil yang telah dicapai sesuai dengan sasaran yang

telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan arahan Dikmenum yaitu jika hasil

program MPMBS sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, berarti program

MPMBS efektif.

Memperhatikan konsep tersebut dengan hasil yang telah dicapai program

MPMBS (program peningkatan iman dan taqwa, program peningkatan mutu

akademis, program peningkatan keterampilan) pada SMP Negeri 1 Jogoroto

dapat dikatakan bahwa hasil ketiga hasil program tersebut cukup efektif karena

hasil yang telah dicapai sesuai dengan beberapa karateristik keefektifan sekolah.

Kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang

berorientasi pada hubungan antar manusia (humanist) dalam pelaksanaan

program MPMBS menunjukkan bahwa dalam memacu motivasi, membangkitkan

semangat kerja dan dukungan masyarakat dapat digerakkan dengan pendekatan

manusiawi, keteladanan, ewuh pakweuh dan tut wuri handayani.

Gaya kepemimpinan dalam monitoring MPMBS


Tugas kepala sekolah yang tidak kalah pentingnya dalam implementasi

MPMBS adalah melaksanakan monitoring dan evaluasi. Seorang pemimpin

dalam suatu organisasi bukan saja mampu memberikan informasi atas apa yang

dikerjakan, tetapi juga melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja

bawahan. Irmim & Rochim (2005) mengatakan monitoring dan evalusai penting

dilakukan untuk mengetahui naik turunnya kinerja bawahan. Lebih lanjut

dikatakan agar setiap persoalan bisa diantisipasi sedini mungkin dan bisa

dicarikan jalan keluar sebelum terlambat.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah dalam melakukan

monitoring dan evaluasi hanya melibatkan satu orang untuk terlibat yaitu wakil

kepala sekolah. Hal in dapat diartikan bahwa kepala sekolah cenderung tertutup

dan menutup partisipasi bawahan yang lain untuk memberikan saran dan

pendapat. Oleh karena itu dapat dipresepsi bahwa kepala sekolah tidak

mencerminkan demokratisasi dalam proses ini atau bersifat otoriter. Siagian

(1994) mengatakan salah satu ciri pemimpin otoriter adalah sikap yang menonjol

dalam bentuk pengabaian peran bawahan dalam proses pengambilan keputusan.


Disamping pelibatan bawahan yang sangat minim temuan lain menunjukkan

bahwa kepala sekolah sangat tegas dan disiplin dalam mencapai sasaran target

yang telah direncanakan. Ini juga mengindikasikan bahwa kepala sekolah sangat

instruktif. Pelaksanaan monitoring di SMP Negeri 1 Jogoroto dilakukan setiap

saat selama progam MPMBS berlangsung. Hal ini dimaksudkan jika terjadi

penyimpangan dapat segera diketahui dan dicarikan solusinya, sehingga tidak

semakin parah. Hal ini sesuai dengan pendapat Dikmenum bahwa penerapan

MPMBS memerlukan monitoring dan evaluasi secara intensif dan dilakukan

secara terus menerus. Monitoring ini dilakukan oleh Kepala Sekolah secara

langsung dan tidak langsung. Terkait monitoring dan evaluasi terhadap keluar

masuknya anggaran yang digunakan dalam program MPMBS, temuan penelitian

menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah cenderung tertutup dan tidak

ada akses dari pihak stakeholder untuk melakukan pengawasan dan kontrol

terhadap penggunaan anggaran. Dalam hal ini kepala sekolah hanya melibatkan

bendaharawan sekolah. Hal ini dapat dikatakan masih belum sesuai dengan
esensi dari program MPMBS, yakni adanya transparansi.

Dari berbagai pembahasan tentang pelaksanaan monitoring dan evaluasi

program MPMBS dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah menerapkan gaya

kepemimpinan otokrasi. Gaya kepemimpinan otokrasi tersebut dilakukan dengan

maksud (1) agar hasil pelaksanaan program peningkatan mutu sesuai dengan

sasaran yang telah ditetapkan, (2) agar akuntabilitas program dan keuangan dapat

terjamin dengan benar.

Faktor pendukung dan penghambat MPMBS

Faktor pendukung pelaksanaan program kerja MPMBS adalah: (1)

Sarana dan fasilitas yang mencukupi, (2) jumlah dan kualifikasi guru yang

memadai, (3) Faktor siswa yang unggul, (4) Dukungan kemitraan dari

masyarakat khususnya orang tua siswa, dan (5) Kepemimpinan kepala sekolah

yang memiliki visi, membangun team work, dan mebangkitkan semangat.

Adapun faktor penghambat pelaksanaan program MPMBS yaitu: (1) ada

sebagian guru kurang disiplin serta kurang memahami tugas profesinya, (2)

masih terbatasnya sarana dan prasarana khususnya peralatan dan komputer, (3)
Dukungan masyarakat dan orang tua siswa belum optimal; (4) sebagian orang tua

siswa kaemna kondisinya ekonominya lemah, maka dukungan dana juga tidak

Strategi Mengatasi Kendala MPMBS

Dalam menemukan solusi pemecahan masalah yang menghambat

program MPMBS, kepala sekolah menempuh strategi berikut : (1) meningkatkan

kemampuan profesi para guru dan menggerakkan motivasi berprestasi dalam

melaksanakan tanggung jawab; (2) menjalin komunikasi kemitraan dengan

masyarakat dan orang tua agar terlibat aktif dalam program sekolah; (3)

Memenuhi sarana dan prasarana secara bertahap dan pengaturan penggunaan

sarana yang ada; (4) Menggali sumber dana dari masyarakat dengan memberi

kelonggaran partisipasi dengan cara mengangsur dan sistem tabungan siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah :

perencaanaan program kerja MPMBS, menerapkan gaya kepemimpinan

demokratis-partisipatif,
menerapkan gaya kepemimpinan hubungan antar manusia (humanist), (3) dalam

melaksanakan monitoring dan evaluasi program MPMBS, menerapkan gaya

kepemimpinan otokrasi, (4) faktor pendukung pelaksanaan program MPMBS

adalah : sarana dan fasilitas yang memadai, jumlah dan kualifikasi guru yang

mencukupi, faktor input siswa yang unggul, dukungan kemitraan masyarakat,

kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis. Faktor penghambat pelaksanaan

program kerja MPMBS adalah : Sebagian guru kurang disiplin, terbatasnya

sarana peralatan dan komputer, dukungan ekonomi masyarakat belum optimal

(5) Strategi kepala sekolah mengahadapi hambatan adalah :

kemampuan profesional guru,

intensif, memenuhi saranan dan prasarana yang kurang, menggali sumber dana

masyarakt dengan sistem angsuran dan tabungan.

(2) dalam pelaksanaan program kerja MPMBS,

menjalin komunikasi kemitraan yang lebih

Disarankan (1) Hendaknya kepala sekolah melibatkan semua pihak yang

menjadi stakeholder pendidikan dalam pelaksanaan program MPMBS, (2) agar


pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pendekatan gaya yang

demokratis, (3) agar kepala sekolah, Dinas Pendidikan, pimpinan proyek,

menyiapkan perangkat yang diperlukan dalam implementasi MPMBS, sehingga

kendala yang muncul seperti sarana dan fasilitas, dukungan kemitraan, dan

pendanaan dapat diatasi dan hasil yang diperoleh dapat optimal.

Arifin.I. 1994. Kepemimpinan Kyai, : Studi Kasus Pondok Pesantren Tebuireng

Jombang, Malang : Kalimasadha Press.

Bafadal, I., 1997. Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif, Makalah Loknas

Penelitian Kualitatif Ilmu Sosial & Keagamaan, Lemlit Unisma, Malang, tgl.

11 – 13 Nopember.

Davis, K., & Newstrom, J.W, 1990. Prilaku dalam Organisasi Jilid I, Jakarta:

Erlangga.

Deming, Edwad.D.,1986. Out of the Crisis. Cambridge: Cambridge University

Press.

Depdiknas, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1 Konsep

dan Pelaksanaan, Jakarta.

Edmonds, R.1979. Some School Work and More Can. Social Policy, 9 (2).

Gibbon, M. 1986. School Improvement Program . Ohio: Columbus Public Schools,

Dept.ofEvaluation Services.

Irmim S. & Rochim A, 2005. Dua Puluh Kebiasaan Pemimpin Informatif, Seyma

Media.

Juran, J.M., 1992. Juran On Quality By Design : The New Steps for Planning

Quality into Goods and Services. New York : The Free Press.

Mulyasa,E., 2002. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Pidarta, M., 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara.


------------- 1990. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem,

Jakarta, Rineka Cipta.

Sergiovanni, T.J.et.al.1987. Educational Governance and Administration, New

Jersey:Prentice Hall Inc.

Siagian, S.P., 1994. Manajemen Strategik, Jakarta : Bumi Aksara.

Thoha, 1995. Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali.

Tjiptono,S & Diana,A, 2001. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi.

Wahjosoemidjo, 2000. Dasar-dasar Kepemimpinan dan Komitmen Kepemimpinan

Abad XXI, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara RI.

Wiyono, B.B.,2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja

Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu

Pendidikan, Tahun 27, No. 1, halaman 74 .

You might also like