You are on page 1of 9

WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9

TAHUN
Era Globalisasi ini ditandai dengan persaingan dalam berbagai aspek kehidupan. Persaingan ini
menjadikan tantangan bagi siapa pun untuk tetap survive atau bertahan hidup. Siapa yang
berhasil memenangkan persaingan itu maka dia akan survive, siapa yang kalah maka akan
terlindas oleh globalisasi itu. Menghadapi persaingan ini diperlukan pendidikan yang bermutu.
Peningkatan mutu pendidikan bisa dimulai dari yang paling dasar yaitu pendidikan dasar yang
meliputi SD dan SLTP. Pendidikan dasar ini akan menjadi pondasi untuk menunjang
keberhasilan pendidikan jenjang yang lebih tingginya yaitu di sekolah menengah dan perguruan
tinggi. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, bahwa taraf pendidikan penduduk Indonesia
mengalami peningkatan yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka melek aksara
penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah
menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs ke atas; meningkatnya rata-rata lama sekolah; dan
meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian
kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat pada
masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antarkelompok
masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan pedesaan,
antardaerah, dan disparitas gender.

Pendidikan dasar merupakan pendidikan massa (mass education) atau education for all yang
diwajibkan diikuti oleh setiap warga negara dalam kelompok usia tertentu (compulsory
education). Pendidikan dasar (basic education) tidak sama dengan sekolah dasar
(primary/elementary school). Sekolah Dasar merupakan salah satu jenjang pendidikan yang
berlangsung selama 6 tahun. Sedangkan pendidikan dasar adalah pendidikan minimum yang
wajib diikuti oleh setiap warga negara sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup layak sebagai
warga negara dan harga diri suatu bangsa.Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
menunjukan bahwa peserta didik dalam usia pendidikan dasar harus dapat menyelesaikan
pendidikan dasarnya tanpa terputus selama sembilan tahun, yaitu enam tahun di tingkat SD dan
tiga tahun di tingkat SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Dalam wajib belajar sembilan
tahun, semua lulusan SD enam tahun secara otomatis harus bisa ditampung di jenjang SMP
sebagai bagian dari program pendidikan dasar sembilan tahun

Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik
untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan
anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
selanjutnya. Pendidikan dasar merupakan modal dasar bagi pembentukan manusia Indonesia
yang berkualitas yang memungkinkan dapat menikmati hidup dan kehidupannya secara mandiri.
Kemandirian dapat diciptakan melalui proses pembelajaran yang memberi kebebasan kepada
peserta didik untuk selalu aktif berpendapat dan bertanya, selalu diberi peluang untuk inovatif
atau mengkaji sesuatu yang baru, kreatif untuk membuat sesuatu yang baru dari berbagai
sumber, menghargai perbedaan pendapat, dan peka terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Inilah yang disebut learning how to learn yaitu pendidikan dasar harus diselenggarakan dengan
cara peserta didik belajar bagaimana belajar sehingga hasil belajarnya akan bermutu.

Mutu hasil belajar peserta didik dapat ditingkatkan jika didukung oleh proses pembelajaran yang
bermutu. Indikator proses pembelajaran bermutu adalah yang sesuai dengan tujuan dan visi
kurikulum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu proses pembelajaran merupakan muara dari
implementasi kurikulum. Implementasi kurikulum dilaksanakan oleh guru dengan
menerjemahkan tujuan dan isi kurikulum ke dalam rancangan pembelajaran. Guru biasanya
mengembangkan pembelajaran dengan bergantung kepada bahan ajar yang terdapat dalam Garis-
garis Besar Program Pembelajaran (GBPP). Ketergantungan inilah yang bisa menjadikan guru
tidak kreatif dalam mengimplementasikan kurikulum.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan Dasar

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah tanggung


jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Partisipasi masyarakat dan keluarga
sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan sangat diperlukan.
Keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu bisa diupayakan secara
konkrit melalui dukungan masyarakat pula. Untuk itu perlu digali sumber daya masyarakat.
Masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi pihak yang menuntut pendidikan yang bermutu,
tetapi juga berperan serta memberikan masukan pikiran, tenaga dan biaya bagi kemampuan
pendidikan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi tiga kategori yaitu dengan uang, material atau barang.

Masalah-masalah dalam Penyelenggaraan Wajib Belajar

Masalah-masalah dalam penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun, diantaranya:

1) Belum semua anak usia wajib belajar 7 – 12 tahun dapat mengikuti pendidikan di sekolah
dasar karena faktor kemiskinan, geografis dan komunitas terpencil; 2) Anak usia wajib belajar –
belum memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan fasilitas belajar yang memadai.
Anak-anak di pedesaan, pedalaman, atau terpencil belajar dengan fasilitas yang serba
kekurangan, sebaliknya anak-anak di perkotaan fasilitas belajarnya relatif sudah memadai.
Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan; 3) Kekurangan guru di
daerah pedalaman atau terpencil masih menjadi kendala bagi pelayanan proses pembelajaran; 4)
Kualitas guru dalam memberikan pendidikan masih bervariasi, ada guru yang sudah memadai,
ada pula yang harus dikembangkan lagi ke arah yang lebih professional; 5) Kemampuan guru
untuk melakukan pembaharuan (inovasi) dalam proses pembelajaran masih lemah.

Peran Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan Dasar

Saat ini kita sudah berada di era globalisasi yang penuh perubahan dan tantangan. Problema yang
paling mengedepan akhir-akhir ini adalah bagaimana dunia pendidikan mempersiapkan sumber
daya manusia agar mampu bertahan sekaligus memenangkan tantangan dan peluang yang terus
bermunculan. Tantangan dan peluang itu menimbulkan persaingan. Persaingan timbul di
berbagai aspek kehidupan yang terus berkembang dan akan semakin tajam, terutama sektor
ekonomi dan perdagangan antar bangsa. Untuk menghadapi era globalisasi ini diperlukan sumber
daya manusia yang cerdas, kreatif, gemar bekerja keras, ulet, bermoral, dan beragama. Dunia
pendidikan harus mampu mencetak sumber daya manusia seperti itu. Dalam upaya mencetak
sumber daya manusia itu perlu melibatkan peran serta berbagai pihak yang berkepentingan
seperti guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.

Peran guru dalam pendidikan dasar berkaitan dengan profesi guru yang bertanggung jawab
dalam pembangunan bangsa melalui pembentukan karakter bangsa bagi peserta didik. Oleh
karena itu guru perlu dibina kompetensi profesionalan dan kesejahteraannya. Peran guru adalah
sebagai pihak yang mensuplai (provider) kesempatan belajar bagi peserta didik. Guru pun
sebagai motivator yang memberikan dorongan kegiatan belajar bagi peserta didik. Guru
memberikan motivasi dan stimulus untuk mengasah kecerdasan dan kreativitas anak. Selain itu,
guru sebagai model yang menjadi panutan yang digugu dan ditiru bagi peserta didik dalam
proses belajar. Peran sekolah dalam pendidikan dasar dilakukan melalui peran guru menciptakan
situasi yang kondusip agar peserta didik gemar belajar dan mencintai sekolah, guru, dan teman-
temannya. Peserta didik dikondisikan agar kreatif, cerdas, dan memiliki motivasi belajar yang
tinggi. Peran keluarga dalam pendidikan dasar adalah menciptakan keluarga agar permisif
sehingga anak leluasa mengembangkan dirinya, tetapi tentu saja selalu dalam pengawasan dari
orang tua. Peran masyarakat dalam pendidikan dasar dengan perlu dilibatkannya masyarakat
untuk bersama-sama dengan pemerintah dalam menumbuhkan masyarakat belajar (learning
society). Learning society yaitu masyarakat yang berbudaya belajar. Learning society akan
mudah diciptakan dan dikembangkan apabila masyarakat dan keluarga sebagai satuan terkecil
dari masyarakat itu sudah menunjukkan sikap gemar membaca.

Penuntasan wajib belajar tidak hanya melalui berbasis persekolahan. Pelayanan pendidikan dasar
(SD dan SMP) tidak seharusnya bertumpu pada jalur persekolahan yang formal saja, tetapi juga
perlu penguatan jalur-jalur pendidikan lainnya, seperti jalur pendidikan luar sekolah yang
bersifat non formal dan jalur keluarga atau informal. Apalagi tidak semua wilayah bisa
terjangkau layanan persekolahan. Begitu pula tidak semua populasi sasaran wajib belajar bisa
dengan nyaman mengenyam pendidikan persekolahan. Diperlukan juga perluasan akses
pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi geografis, sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun tidak semata-mata harus diatasi dengan
membangun unit sekolah baru, karena hal ini bisa saja tidak efisien jika infra strukturnya minim
dan tidak menunjang. Oleh karena itu diperlukan pembukaan akses pendidikan alternatif.

Kurikulum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

Pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Upaya ini telah menjadi
tekad bangsa Indonesia apalagi pada era globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekonomi yang sangat pesat dan penuh
tantangan. Upaya yang dilakukan antara lain diberlakukannya wajib belajar pendidikan dasar
(wajar dikdas) sembilan tahun. Istilah yang digunakan adalah wajib belajar (compulsory
education) bukan wajib sekolah, karena belajar itu wajib seumur hidup, sedangkan sekolah itu
wajib sampai jenjang tertentu.
Peserta didik lulusan pendidikan dasar sembilan tahun di samping memiliki kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung, juga memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
mandiri dalam berbagai bidang kehidupan. Selain itu juga mengembangkan sikap positif
terhadap dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungannya. Peserta didik yang memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang mandiri di berbagai bidang kehidupan, akan
meningkatkan produktivitas, keunggulan, dan daya saing. Pada gilirannya akan dapat
meningkatkan income rakyat dan devisa negara yang akhirnya meningkatnya kualitas bangsa.
Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun pada dasarnya mempunyai maksud untuk
meningkatkan kualitas bangsa. Melalui pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun diharapkan
setiap warga negara Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan dalam kehidupan
secara lebih tinggi, sehingga secara politis mereka akan lebih menyadari hak dan kewajiban
sebagai warga negara, serta mampu berperan serta sebagai tenaga pembangunan secara lebih
berkualitas.

Menyimak tujuan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan pendidikan dasar sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang dapat kita lihat adanya dua sasaran yang ingin dicapai, yaitu
pembekalan kemampuan dasar yang dapat dikembangkan melalui kehidupan dan kemampuan
dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Untuk
mampu mengantarkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang sejahtera diperlukan
struktur kurikulum yang tepat. Kurikulum pada dasarnya merupakan salah satu masukan
instrumental yang menjadi variabel bebas yang mempengaruhi terhadap keberadaan kurikulum
itu sendiri mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi visi dan dimensi struktur (Wiles and Bond,
1989). Dimensi pertama terkait dengan pandangan penyusunan kurikulum tentang peran apa
yang akan dimainkan oleh pendidikan dalam mengantarkan peserta didik menuju tujuan yang
akan dicapai. Pandangan ini diturunkan dari perpaduan antara filosofi, kenyataan, acuan-acuan
norma serta hasil penelitian terkait. Adapun dimensi kedua terkait dengan struktur kurikulum
yang merupakan perwujudan dari dimensi pertama.

Di dalam model atau paradigma kurikulum keluaran suatu lembaga pendidikan adalah variabel
terikat dari struktur kurikulum, yang mencakup desainnya, pembelajaran, dan proses evaluasi.
Struktur kurikulum itu sendiri ditentukan oleh tujuan pendidikan maupun tujuan kelembagaan,
yang merupakan resultante dari antisipasi tentang sosok pribadi yang ingin dihasilkan oleh
lembaga pendidikan. Antisipasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah yang terkait hasil-hasil penelitian, serta berlandaskan atas aspirasi
masyarakat, keberadaan peserta didik, dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

Struktur kurikulum pendidikan dasar sembilan tahun yang tersusun diharapkan dapat menjawab
pemasalahan lama yang terkait dengan upaya mengarahkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang sejahtera. Dalam rangka penyusunan kurikulum tersebut, pertama-tama yang
harus dilakukan adalah mengantisipasi tentang bagaimana sosok pribadi anggota masyarakat
sejahtera itu. Antisipasi ini termasuk ke dalam dimensi visi, yaitu pandangan kita tentang
keberadaan pribadi yang sejahtera.
Kita pada umumnya menerima pandangan bahwa kesejahteraan itu meliputi aspek lahiriah dan
mental spiritual. Kesejahteraan lahiriah dapat ditunjukan dari keberadaan taraf hidup, terutama
dengan tolok ukur keberadaan ekonomi. Meskipun keberadaan ekonomi ini bersifat relatif, tapi
kaidah-kaidah ekonomi merumuskan tentang tolok ukur minimal kesejahteraan berdasarkan atas
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer. Adapun kesejahteraan mental spiritual, terkait
dengan kebebasan menjalankan agama, memiliki moral dan sistem nilai sesuai dengan Pancasila.
Bila kaidah ini dipegang, tujuan pendidikan dan tujuan kelembagaan pendidikan dasar kita
diarahkan untuk menghasilkan keluaran dengan ciri-ciri minimal sebagaimana tersebut di atas.
Melihat kenyataan, bahwa jenjang pendidikan dasar yang semula hanya terdiri dari SD 6 tahun
ditingkatkan menjadi sembilan tahun dengan memasukkan satuan SLTP pada jalur pendidikan
dasar, tentunya kita berharap beradaan kesejahteraan itu lebih tinggi dari apa yang selama ini
telah dicapai.

Menyimak antisipasi tentang sosok pribadi keluaran pendidikan dasar serta sasaran yang ingin
dicapai sebagaimana dikemukakan di atas, misi pendidikan dasar berkaitan dengan pembentukan
kemampuan intelektual dan pembekalan memasuki kehidupan. Bila ini dikaikan dengan isi
kurikulum, kedua misi ini sebenarnya bersifat kait mengait. Di satu pihak, persiapan mengarungi
kehidupan memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal,
sedangkan di lain pihak di samping keterampilan juga dibutuhkan kemampuan intelektual.
Khusus mengenai kemampuan intelektual, di samping dibutuhkan dalam kehidupan, juga untuk
pendidikan lanjutan. Persoalannya adalah kemampuan intelektual apa yang dapat memenuhi dua
sasaran itu.

Dalam perspektif teori kognitif, kemampuan intelektual itu terkait dengan informasi dalam
cabang-cabang ilmu pengetahuan, serta kemauan menginterpretasikan dan menemukan makna
informasi itu (Resnik and Klopfer, 1989). Adapun informasi itu dapat diturunkan dari cabang-
cabang ilmu pengetahuan yang menjadi isi kurikulum. Adapun bentuk keterampilan yang
dijadikan isi kurikulum diturunkan dari hasil studi dan hasil analisis tentang kebutuhan
masyarakat, sehingga kurikulum tersebut bermuatan lokal. Teori belajar kognitif berkaitan
dengan pendekatan pengolahan informasi yang pada dasarnya dikenal dengan nama teori
pentahapan (stage theory). Model mengajar dari rumpun pemrosesan informasi, dapat digunakan
dalam mengajarkan konsep (Joice & Weil, 1972). Studi ini dilaksanakan mengacu kepada teori
pemrosesan informasi yang merupakan model utama dari teori kognitif, yang menjelaskan bahwa
belajar merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan atau informasi yang disimpan
dalam memori jangka panjang. Alur pemrosesan informasi itu adalah pencatatan data oleh input
or sensory register. Kemudian seleksi informasi oleh memori jangka pendek (short term
memory). Selanjutnya, penyimpanan informasi oleh memori jangka panjang (long term memory)
(Gradler, 1986)

Ada empat proses utama yang terlibat dalam pengolahan informasi, yaitu pengkodean
(encoding), penyimpanan (storage), pengingatan kembali (retrieval), dan lupa (forgetting).
Dalam pengolahan informasi, ada dua hal yang terlibat, yaitu peserta didik dengan aktif
memproses, menyimpan, dan mendapatkan kembali informasi, dan pembelajaran (teaching) yang
merupakan upaya membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan mengolah
informasi dan menggunakannya secara sistematis untuk menguasai kompetensi tertentu. Struktur
kognitif berhubungan dengan struktur subject matter atau kompetensi. Pengolahan informasi
menekankan pembentukan struktur kognitif oleh peserta didik.

Bentuk kurikulum untuk mengakomodasi kemungkinan tersebut adalah kurikulum inti, dengan
menjadikan pelajaran-pelajaran yang telah ditetapkan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu
kurikulum inti selalu mengimplikasikan adanya paket-paket pilihan, maka paket-paket tersebut
sepatutnya disusun dengan bermuatan lokal. Dengan memperhatikan tujuan dan isi kurikulum itu
kita dapat merencanakan pembelajaran dan evaluasi kemajuan yang relevan, sehingga antara
dimensi visi dan dimensi struktur kurikulum pendidikan dasar bersifat selaras.

Kurikulum pendidikan dasar sembilan tahun diharapkan dapat mengantarkan peserta didik
mencapai kesejahteraan disusun berdasarkan antisipasi tentang sosok pribadi anggota masyarakat
yang sejahtera serta tujuan dan strukturnya dibuat dengan mempertimbangkan Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah serta hasil-hasil penelitian terkait, dan berdasarkan sistem nilai, dan
keberadaan masyarakat dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peran Serta Madrasah dalam Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Madrasah sebetulnya memberikan andil pada sistem pendidikan nasional yang cukup besar.
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan
dasar (wajar dikdas) sembilan tahun, meskipun belum tercapai, namun diharapkan sampai tahun
2009 dapat dituntaskan. Kriteria tuntas adalah angka partisipasi kasar (APK) mengikuti
pendidikan SMP atau Madrasah Tsanawiyah mencapai 95%. Sampai tahun 2008 baru mencapai
sekitar 92,3%. Angka sisanya yaitu sekitar 2,7 % diharapkan pada tahun 2009 dapat dicapai
angka partisipasi kasar pendidikan dasar sembilan tahun hingga 95%. Artinya wajib belajar
pendidikan dasar pendidikan dasar 9 tahun itu dianggap tuntas, meskipun 95% masih ada sisanya
5%. Angka 5% dari 50 juta anak usia sekolah bisa dikatakan lumayan banyak yang tercecer,
tetapi bisa dianggap selesai. Kontribusi madrasah terhadap penuntasan wajib belajar sembilan
tahun cukup lumayan besar mencapai 17%. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan termasuk
Madrasah Aliyah, kontribusi madrasah dari mulai MI sampai MA terhadap angka partisipasi
mengikuti pendidikan di berbagai jenjang pendidikan secara agregat atau secara keseluruhan itu
bisa mencapai 21%. Bukan angka sedikit 21% dari sekitar 60 juta penduduk. Artinya masyarakat
terutama madrasah telah memberikan andil pada upaya-upaya pemerintah menyediakan
lembaga-lembaga pendidikan yang cukup besar.

Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun ada inpresnya yaitu tanggal 6 Juni 2006 tentang
gerakan percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan
pemberantasan buta aksara, meskipun pemberantasan buta aksara sampai saat ini menghadapi
permasalahan belum terberantas seluruhnya. Buta aksara yang dimaksudkan adalah aksara latin
sebagai alat komunikasi yang biasa dilakukan dengan bahasa Indonesia. Kondisi buta aksara
yang masih cukup besar di berbagai daerah itu, mengharapkan peran lembaga-lembaga
pendidikan yang ada di masyarakat, termasuk pesantren yang memiliki kontribusi yang besar
terhadap gerakan percepatan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan
buta aksara tersebut. Dalam penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
Departemen Agama melakukan tugas yang diembannya yaitu menyelenggarakan pendidikan
dasar di madrasah dan pondok pesantren, kemudian ikut aktif dalam gerakan nasional percepatan
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara
melalui lembaga-lembaga pendidikan di madrasah, pondok pesantren, dan lembaga keagamaan
atau tenaga keagamaan seperti majelis taklim sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.

Penyelenggaraan pendidikan dasar itu melalui madrasah seperti MI, MTs, MA, dan melalui
pondok pesantren, ada pula melalui Madrasah Diniyah (MD), baik Madrasah Diniyah Ula atau
Madrasah Wusto. Di dalam pondok pesantren ada proses muadalah melalui proses
penyelenggaraan paket A dan paket B. Begitu pula santri-santri pondok pesantren bisa dianggap
telah melaksanakan pendidikan dengan ketentuan atau kriteria tertentu, sehingga jika tidak
mempunyai Paket B dianggap sama dengan MTs atau meskipun tidak mempunyai Paket A sama
dengan ijazah SD. Pada umumnya pesantren tidak mengeluarkan ijazah, oleh karena itu diadakan
proses muadalah lulusan-lulusan pesantren supaya dianggap setara dengan memiliki ijazah.
Pesantren jika ingin disamakan dengan lembaga MI, MTs, MA, maka kurikulumnya harus
mengikuti aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007
yaitu tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Intinya madrasah menghadapi
tantangan, tetapi tetap memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan nasional. Namun
masih menghadapi tantangan yaitu berkaitan dengan mutu. Selain mutu sebetulnya berkaitan
dengan akses karena kontribusi ini bisa ditingkatkan dari sekarang yang sebesar 17% menjadi
20% untuk wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, meskipun untuk keseluruhannya, kontribusi
madrasah sekarang sudah mencapai 20% – 21%.

Untuk perluasan akses banyak sekali yang sudah dilakukan, misalnya khusus yang berkaitan
dengan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, seperti program-program pembangunan
madrasah-madrasah satu atap. Program ini dilakukan di madrasah ibtidaiyah yang ada di
sekitarnya yang kebetulan belum ada MTs-nya, lalu dibangunlah MTs. Karena membangun
gedung itu memerlukan dana yang besar, maka terlebih dahulu perlu mengajukan proposal untuk
meminta bantuan pemerintah atau lembaga donor pemberi bantuan. Madrasah itu ada beberapa
tipe, seperti tipe M1 memiliki 6 ruang kelas. Sedangkan tipe M2 memiliki 10 ruang kelas.
Diadakan pula Madrasah Tsanawiyah modern dan terpadu, atau bertaraf internasional. Sampai
tahun 2009 diharapkan sudah dapat dibangun 500 madrasah yang termasuk di dalamnya
madrasah satu atap. Bukan itu saja, dilakukan juga membangun sejumlah ruang-ruang kelas baru
dan memperbaiki ruang-ruang kelas dalam rangka perluasan akses. Namun pembangunan dan
pengembangan madrasah tidak berhenti sampai penyediaan sarana dan prasarana saja. Lebih dari
itu kualitas pendidikan itu ditentukan pula kontribusi peran guru sebesar 60%. Artinya, jika guru
belum memenuhi standar kualitas, sulit sekali untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
madrasah. Walaupun diberikan berbagai bantuan kalau gurunya tidak bisa memanfaatkan,
bantuan tersebut akan terbengkalai dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu dilakukan pula
program menyekolahkan guru-guru baik PNS maupun non PNS di perguruan tinggi yang sudah
terakreditasi sesuai dengan Undang-Undang. Guru yang disekolahkan adalah untuk melanjutkan
ke jenjang S2 bagi guru yang sudah menyandang gelar S1. Program lainnya adalah
menyekolahkan kembali guru yang sudah menyandang gelar S1 tetapi mengajar pada mata
pelajaran yang berbeda dari mata pelajaran disiplin ilmu yang dikuasainya, misalnya guru
lulusan Bahasa Indonesia mengajar mata pelajaran Matematika. Itulah yang disebut dengan
program dual kompetensi. Harapannya adalah kalau guru-gurunya berkompeten, maka
madrasahnya pun akan bermutu baik. Sehingga madrasah masih tetap menjadi harapan besar
bagi para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di madrasah, karena belajar agama di
Madrasah sebanyak 9 jam per minggu masih lebih banyak dibandingkan belajar agama di
sekolah umum yang hanya 2 jam per minggu, meskipun sebetulnya 9 jam itu pun dirasakan
masih kurang untuk mengajarkan agama. Apalagi kalau dibandingkan dengan peserta didik
jaman dahulu yang pagi-pagi belajar di sekolah umum, siangnya belajar di madrasah, malamnya
mengaji di masjid. Hasil belajarnya pun dirasakan masih kurang, apalagi jika belajar agama
hanya 2 jam per minggu. Oleh karena itulah upaya-upaya memperbaiki madrasah baik sarana
dan prasarana maupun proses pendidikannya harus senantiasa diperbaiki, karena jika mutu
pendidikan madrasah bagus atau bisa komparatif dengan sekolah-sekolah umum, madrasah pasti
akan menjadi pilihan terbaik dan pertama bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Oleh karena itu, diharapkan supaya mutu madrasah ini diperbaiki, supaya benar-benar menjadi
pilihan bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Beberapa program untuk
peningkatan kualitas madrasah antara lain dengan didirikannya sejumlah madrasah aliyah dan
tsanawiyah modern di mana mutunya sudah kompetitif dengan sekolah-sekolah umum. Didirikan
juga madrasah terpadu. Program lainnya adalah peningkatan kualifikasi S 1 atau dual
kompetensi, program S 1, S 2, dan S 3 di berbagai perguruan tinggi terkemuka.

Persoalan wajib belajar berkaitan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dengan
adanya BOS ini APK akan meningkat karena anak-anak dari kalangan keluarga miskin
beranggapan akan mendapatkan pelayanan pendidikan gratis. Namun meskipun ada dana BOS
dan daya tampung sekolah yang memadai, ada saja sejumlah anak usia sekolah yang tidak masuk
sekolah karena mereka memerlukan biaya yang menunjang untuk proses pembelajaran yang
tidak disediakan dari dana BOS seperti biaya transportasi.

Bantuan Operasional Sekolah adalah bantuan dari pemerintah, dalam bentuk dana atau buku,
untuk menjamin terlaksananya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun hingga
tuntas. Diharapkan dapat pula mendukung peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta
peningkatan tata kelola dan pencitraan pendidikan yang positif di hadapan public. Program wajib
belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kondisi dan wilayah geografis Indonesia yang sangat luas, dengan latar belakang sosial, budaya,
dan ekonomi penduduk yang heterogen.

Blog ini

Di-link Dari Sini

Web

Blog ini

 
 
 

 
Di-link Dari Sini

Web

Rabu, 13 Mei 2009

You might also like