Professional Documents
Culture Documents
berpindah status dari suatu titik ke titik berikutnya, dan proses dinamis inilah yang
menjadi kajian dinamika populasi. Proses dinamis bekerja pada setiap sistem hayati
perubahan yang berlangsung relatif lebih lambat, ada pula yang lebih cepat.
Besaran (magnitude) juga bervariasi ; ada yang besar, kecil dan bahkan ada yang
tidak nyata.
dalam satu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik
dengan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu
tertentu, dan 20), Kelompok; kepadatan, pertumbuhan dan daya dukung, natalitas
areal atau volume. Kepadatan dinyatakan dengan jumlah individu atau biomass
dari populasi dalam satu unit tempat; misalnya 160.000 rumpun padi / ha, 500
pohon karet / ha, 100 ekor wereng coklat / rumpun padi, lima ekor ulat grayak / 10
Kepadatan populasi terdiri dari dua bagian yakni 1), Kepadatan kasar ialah
jumlah populasi atau biomass untuk unit tempat , dan 2), Kepadatan ekologik
adalah jumlah populasi atau biomassa untuk setiap unit habitat (areal atau volume)
Perubahan kepadatan suatu populasi dapat terjadi karena ada angka kelahiran
atau sakit, dimangsa musuhnya dan lain-lain), atau terjadi suatu imigrasi (sejumlah
populasi dari lain tempat bergabung dengan populasi tersebut), atau ada sejumlah
individu yang beremigrasi ke lain tempat. Misalnya suatu populasi sejenis serangga
pada saat dan kondisi lingkungan tertentu terdiri dari 30 persen jantan, 30 persen
betina, 30 persen larva, dan 10 persen telur; pada situasi lain komposisi tersebut
perubahan komposisi populasi berbagai spesies juga terjadi setiap saat didalam
persentase telur dalam suatu populasi serangga agak tinggi, sedangkan pada awal
musim kemarau persentase larva sangat meningkat (sekitar bulan April dan Mei).
Keadaan seperti ini juga sangat tergantung pada cara hidup, biologi dan frekuensi
2
berbiak dari serangganya. Selain itu, faktor lingkungan terutama keadaan iklim dan
Suatu populasi dapat bertambah atau berkurang menurut waktu dan keadaan
dalam bentuk suatu kurva, dengan memetakan ‘waktu’ pada sumbu X dan ‘jumlah
Kurva kecepatan tumbuh populasi suatu serangga memiliki haluan yang khas
memperlihatkan suatu cara meringkaskan fenomena waktu, tapi tipe dari kurvanya
3
A : Kurva potensi biotis, mengikuti bentuk kurva eksponential, keadaan
serba konstan
hambatan lingkungan)
serangga amat besar. Misalnya kondisi lingkungan suatu populasi tidak terbatas
Pertumbuhan populasi yang bertambah dengan suatu faktor tetap per unit
Nt = No e rt atau dN/dt = r N
populasi awal
4
Serangga memiliki potensi biotik sangat besar menyebabkan pertambahan
jumlah individu dalam populasi sangat besar pula. Sedangkan daya dukung
lingkungan yakni ruang dan makanan tetap sehingga pada suatu saat daya dukung
tersebut tidak dapat lagi menunjang besarnya populasi. Keadaan seperti ini
karena besarnya populasi tidak lagi diimbangi oleh daya dukung lingkungan yang
Dimana, saat itu baik ruang dan makanan maupun lingkungan fisik atau non fisik
(Kurva C).
Jika keadaan lingkungan kembali membaik, dalam hal ini makanan tersedia
kembali dan ruang gerak memungkinkan serta faktor non fisik lainnya seperti
akan meningkat kembali, demikian seterusnya sehingga populasi akan selalu berada
5
Populasi setiap jenis organisme dalam ekosistem tidak pernah sama dari waktu
ke waktu tetapi naik turun mengikuti atau berkisar sekitar suatu garis asimtot yang
dialam menurut Alee et al., (1955) mengalami lima tahapan [Gambar 2].
terdiri dari lima tahapan yakni merupakan periode peningkatan populasi yang
tumbuh secara sigmoid. Periode ini terbagi tiga bagian yaitu tahap pembentukan
populasi (A), tahap pertumbuhan cepat secara eksponential (B), serta tahap menuju
keseimbangan yang merupakan garis asimtot dari kurva sigmoid. Pada tahap ini
populasi telah mencapai stabilitas numerik. Pada tahap ini, populasi mengalami
merupakan penyimpangan populasi yang tidak simetris. Tahap ini berjalan dalam
waktu yang cukup lama tergantung pada fungsinya mekanisme umpan balik negatif
6
yang bekerja pada populasi organisme tersebut. Apabila mekanisme umpan balik
negatif tersebut tidak berfungsi lagi karena sebab-sebab tertentu maka terjadi
keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi kepunahan populasi, hal ini terjadi
karena tidak berfungsinya mekanisme umpan balik negative dalam jangka waktu
populasi disebabkan oleh empat hal yaitu 1), Peningkatan karena kelahiran
populasi lain (imigrasi). 3), Penurunan karena kematian [mortalitas], dan 4),
KELAHIR
AN
KEMATI
AN
P1 : Populasi awal
terjadi apabila laju kelahiran dan imigrasi lebih besar dari laju kematian dan
emigrasi. Dengan rumus tersebut, dapat dimengerti bahwa untuk dapat mengurangi
populasi hama kita harus meningkatkan laju kematian dan emigrasi serta
Salah satu cara untuk memperoleh pengertian yang baik tentang dinamika
populasi serangga yaitu dengan membuat neraca kehidupan. Dengan tabel tersebut
kita dapat mengetahui berbagai faktor mortalitas (abiotik dan biotik) yang
Berdasarkan pada tabel hidup kita mampu mengetahui dan menentukan faktor-
8
tabel hidup juga kita dapat meramal perkembangan populasi serangga maupun
organisme lain diwaktu yang akan datang. Dengan demikian kita dapat menentukan
besar ukuran tubuhnya pun berbeda-beda sesuai umur. Kebutuhan makan dan
ruang setiap individu juga pada umumnya berbeda, sesuai umur dan ukuran
waktu [selama stadium telur] belum banyak berpengaruh pada populasinya karena
makan lebih banyak dan mungkin pula lebih aktif bergerak mencari makan
[dewasa] dan umumnya pada berbagai jenis serangga hanya berlangsung singkat.
atau jumlah individu (N) dalam populasi untuk waktu (t) tertentu. Pengamatan
demikian akan mencakup berbagai umur yang dibagi dalam selang tertentu. Hasil
pengamatan dicatat dalam sebuah tabel yang dalam kajian dinamika populasi
disebut “Neraca Kehidupan” atau “Tabel Hidup” (Life Table). Dari tabel hidup
9
tersebut, dapat mengkalkulasi berbagai nilai statistik yang merupakan informasi
Beberapa notasi yang harus dipahami dalam menyusun tabel kehidupan suatu jenis
serangga yaitu :
X : Interval umur
(mortalitas])
dx = lx – lx+1
x = 100 qx]
qx = dx / lx
Lx = (lx + lx+1)/2
10
kelas umur terakhir)
Tx = Tx-1 - Lx-1
umur (ex)
Ex = Tx / Lx
mencapai KU [x+1]
organisme tersebut, misalnya untuk manusia kisaran umur lima tahun, untuk tikus
satu bulan dan seterusnya. Dengan memendekkan kisaran umur organism yang
akan dipelajari gambaran yang makin rinci tentang kematiannya. Sebagai contoh
X Lx Mx Lxmx
11
4.5 0.87 20.0 17.400
5.5 0.83 23.0 19.090
6.5 0.81 15.0 12.150
7.5 0.80 12.5 10.000
8.5 0.79 12.5 9.875
9.5 0.77 14.0 10.750
10.5 0.74 12.5 9.250
11.5 0.66 14.5 9.570
12.5 0.59 11.0 6.490
13.5 0.52 9.5 4.940
14.5 0.45 2.5 1.125
15.5 0.36 2.5 0.900
16.5 0.29 2.5 0.800
17.5 0.25 4.0 1.000
18.5 0.19 1.0 0.190
Ro = 113.560
untuk setiap kelompok umur. Nilai lx hanya menunjuk kepada yang betina saja.
Jika semua nilai lxmx tersebut dijumlahkan diperoleh Ro (E lxmx = Ro) yaitu
angka kelahiran bersih (jumlah keturunan per individu betina per generasi, atau
113.6 ; ini berarti populasi hama ini berlipat ganda 113.6 kali dalam setiap generasi
dan merupakan suatu pertumbuhan yang sangat tinggi. Tidak mengherankan bahwa
hama ini memiliki angka pertumbuhan yang tinggi dalam keadaan lingkungan yang
optimum dengan cepat akan berkembang menjadi wabah. Beras yang dihinggapi
T (waktu rataan generasi) yaitu rataan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan
R = log e Ro / T
spesies populasi; misalnya dua spesies populasi Ro-nya sama-sama tinggi tetapi
populasi yang kesatu T-nya pendek, sedangkan yang kedua T-nya panjang sekali.
Dengan demikian laju pertumbuhan intrinsic untuk kedua populasi tersebut dalam
kesatuan waktu tertentu akan berbeda sekali. Spesies populasi yang kesatu T-nya
pendek, akan tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan yang kedua T-nya
panjang.
2. MUSUH ALAMI
spesies populasi merupakan salah satu dasar dalam ekologi dan sangat penting
menyusun strategi pengendalian hama atau juga dalam melestarikan suatu spesies
Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi dua golongan
yakni 1), Faktor eksternal (berasal dari luar populasi) dan 2), Faktor internal (dari
13
dan patogen), juga persaingan intraspesifik dan interspesifik dalam hal tempat dan
maka faktor-faktor bertautan padat seperti musuh alami (predator, parasitoid dan
patogen) mempunyai sifat penekanan terhadap populasi organisme yang lebih kuat
pada waktu populasi semakin rendah. Jika kita hubungkan antara mortalitas yang
timbal balik dan yang tidak timbal balik. Timbal balik disini berarti bahwa
hubungan antara populasi dan mortalitas oleh faktor bertautan padat dapat berjalan
dari kedua arah. Apabila populasi spesies A meningkat, maka mortalitas yang
disebabkan oleh bekerjanya predator akan semakin meningkat, antara lain karena
14
mortalitas dan jumlah predator juga menurun. Jadi kepadatan populasi spesies A,
Faktor bertautan padat yang tidak timbal balik; misalnya makanan dan ruang
15
Gambar 6. Mekanisme Umpan Balik Pada Pengaturan Populasi Spesies
A Oleh Predator
dengan metode :
pengimporan dilakukan, hal kritis yang perlu dilakukan lebih dahulu adalah
penentuan lokasi asal (donor) musuh alami tersebut. Lokasi yang dimaksud dapat
meliputi suatu benua, Negara,atau kawasan lain dalam hamparan yang luas
(penerbangan) ke lokasi asal tersebut, koleksi musuh alami pada relung-relung yang
lebih spesifik (mikro) dilokasi donor. Pengiriman musuh alami ke tempat baru
Untuk penentuan lokasi asal musuh alami, pertama kali yang harus dilakukan
kompilasi data (deteksi) mengenai hama target. Rincian informasi tentang hama
16
target selaanjutnya digunakan untuk mendeteksi musuh alami dan lokasi donor.
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan berbagai informasi faunistik antara lain :
1), Identitas taksonomi dan kerabat dekat hama target. 2), Sebaran geografi dan
kemungkinan tempat [pusat] asalnya. 3), Kisaran dan sebaran tumbuhan inangnya.
4), Kepadatan populasi dan daya rusak hama target terhadap tanaman inangnya,
dan 5), Catatan apapun yang tersedia tentang musuh alami atau faktor kematian
lainnya. Sebagai contoh, kasus hama kutu jeruk Icerya purchase Maskell di
California, Amerika Serikat yang mendatangkan musuh alami Chrysolina sp. dari
benua Australia.
Bila sudah berada di agroekosistem, maka musuh alami perlu dikonservasi dan
tinggi.
secara teori, dalam praktek konservasi dan augmentasi dapat dilaksanakan dalam
dapat mengakibatkan kematian langsung pada musuh alami. Selain itu juga
17
pestisida memiliki efek buruk secara tidak langsung terhadap musuh alami melalui
tumbuhan inang, yang berfungsi sebagai ungsian (refuge) bagi hama itu atau inang
gilirkan tanaman. Tumpang sari dengan menggunakan tanaman yang sesuai dapat
inang [mangsa] secara tidak langsung bagi musuh alami sehingga populasi musuh
Inokulasi inang “steril” dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1),
sebagian akan terpredasi atau terparasit, sebagian yang lain tidak akan menetas.
Sedangkan dengan cara kedua, telur-telur yang dilepas akan segera ‘menetaskan’
18
dibandingkan dengan pendekatan kedua ternyata pendekatan kedua lebih
sangatlah penting diketahui apakah musuh alami yang ada baik asli maupun eksotik
betul-betul efektif dalam menekan populasi hama yang ada. De Bach et al, 1976
menguraikan tiga metode evaluasi musuh alami yaitu (1) adisi, (2) eksklusi, dan (3)
interferensi.
Dalam metode adisi, musuh alami (eksotik) di lepas kesuatu hamparan dan
tidak dilepas ke hamparan ke dua yang jareaknya cukup jauh dari habitat pertama.
Metode ini biasanya digunakan untuk mengukur dampak introduksi musuh alami
introduksi musuh alami. Bila musuh alami yang dilepas betul-betul efektif maka
hal itu harus dapat ditunjukkan dengan data parasitasi (di agrosistem yang
19
Gambar 7. Kurva Dinamika Populasi Hama (garis
penuh) dan Parasitasi
(garis putus-putus)
(subtraction) atau meniadakan (elimination) musuh alami yang sudah ada pada
musuh alami ke dalam petak atau eradikasi terhadap musuh alami pada petak
kerusakan tanaman pada petak eksklusi versus petak non eksklusi (petak
pengendalian hayati). Bila musuh alami yang ada pada petak pengendalian hayati
itu betul-betul efektif (berdampak positif) maka hal itu harus dapat ditunjukkan
dengan dinamika populasi hama dan kerusakan tanaman yang lebih rendah
dibandingkan dengan variable yang sama pada petak eksklusi, sebagai contoh
20
Gambar 8. Kepadatan Populasi Ulat Grayak Pada Petak Eksklusi Versus
Non Eksklusi (Waraspati, 1997).
Metode eksklusi musuh alami dapat dilakukan dengan cara mekanik, kimiawi,
atau hayati. Metode kimiawi (chemical check method) dan hayati (biological check
eksklusi dihalangi dengan barrier mekanik, misalnya kurungan (untuk musuh alami
terbang) atau vaselin (untuk musuh alami merayap). Kurungan itu dipasang baik
pada petak eksklusi maupun pada petak pengendalian hayati. Bedanya, kurungan
pada petak pengendalian hayati diberi lubang untuk akses masuknya musuh alami
ke tajuk tanaman.
Sementara itu, untuk eksklusi kimiawi (pada petak eksklusi) perlu digunakan
bahan kimia (insektisida) yang selektif (dapat membunuh musuh alami tetapi
21
kimia tersebut tidak diaplikasikan (atau tanaman disemprot dengan air biasa tanpa
kandungan insektisida).
Berbeda dengan cara eksklusi mekanis dan kimiawi, cara erksklusi hayati
memanfaatkan peran fdaktor hayati (hewan lain) untuk mengeksklusi musuh alami;
spesies populasi merupakan salah satu dasar dalam ekologi untuk menyusun strategi
pengendalian hama.
REFERENSI
Andrewartha, G.G.A. and L.C. Birch, 1984. The Ecological Web. More on the
Distribution and Abudance of Animals. University of Chicago Press.
22
De Bach, P., 1958. The Role of Weather and Entomophagous Spesies in the
Natural Control Insect Population. J. Econ. Entomol. 51 : 474-484.
Hasibuan, K.M., 1988. Dinamika Populasi. Permodelan Matematika Di dalam
Biologi Populasi. Pusat Antar Universitas IPB Bekerjasama Dengan
Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. 170 Hal.
Krebs, C.J., 1978. Ecology. The Experimental Analisis of Distribution and
Abudance. Second Edition. Harper and Raw Publisher, New York etc.678 P.
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders Co, Philadelphia etc.,
574 P.
Oka,I.N., 1998. Pengendalian Hama Terpadu Dan Implementasinya Di
Indonesia. Gadjah Mada Press. 255 Hal.
Pielou, C.C., 1977. Mathematical Ecology. John Wiley & Sons, Inc. 385 P.
Price, P.W., 1971. Insect Ecology. John Wiley and Sons. New York etc. 514 P.
Rondonuwu, L.S., 1998. Ekologi. Fakultas Pertanian Unsrat Manado. Proyek
Pengembangan Perguruan Tinggi Indonesia Timur Kerjasama Unsrat
Manado dan Canadian International Development Agency Simon Fraser
University. 120 Hal.
Southwood,T.R.E., 1976. Ecological Methods : with Particular References to
the study of Insect Population. Second Edition. Chapman and Hall,
London.
Susilo, F.X., 2007. Pengendalian Hayati Dengan Memberdayakan Musuh
Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Jogyakarta. 118 Hal.
Tarumingkeng, R.C., 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Pusat
Antar Universitas- Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. 201 Hal.
Untung,K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua.
Gadjah Mada University Press.348 Hal.
23
24
25