You are on page 1of 12

ONTOLOGI:

METAFISIKA, ASUMSI DAN PELUANG

1. Latar Belakang

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada
kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala
sesuatu. Thales berpenderian bahwa segala sesuatu tidak berdiri dengan sendirinya
melainkan adanya saling keterkaitan dan keetergantungan satu dengan lainnya
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi. diunduh tanggal 25 Oktober 2010. Mengenai
ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu,
ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya.
Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan
pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Menurut Hornby (1974), filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk
dari pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan atau eksistensi.
Filsafat dapat juga diartikan sebagai sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian
dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan atau
menjelaskan fakta dan kejadian. Secara ringkas, dengan demikian, filsafat diartikan
sebagai pengetahuan tentang suatu makna. Hornby menyatakan pula bahwa
pengetahuan ialah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi jelas
mengenai kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan
diklasifikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan, berdasar rujukan
kepada kebenaran atau hukum-hukum umum.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari pengetahuan dengan jalan melakukan
pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha
membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan/penelitiannya. Dengan demikian, ilmu
merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari
mana suatu ilmu pengetahuan berasal.

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 1


Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak menempatkan
diri dengan mengambil bagian dalam pengkajian hal-hal normatif. Ilmu pengetahuan
hanya membahas segala sisi yang sifatnya positif semata. Hal-hal yang bekaitan dengan
kaedah, norma atau aspek normatif lainnya tidak dapat menjadi bagian dari lingkup
ilmu pengetahuan.
Bagaimana ilmu pengetahuan diperoleh? Ilmu pengetahuan dihasilkan dari
perilaku berfikir manusia yang tersusun secara akumulatif dari hasil pengamatan atau
penelitian. Berfikir merupakan kegiatan penalaran untuk mengeksplorasi suatu
pengetahuan atau pengalaman dengan maksud tertentu. Makin luas dan dalam suatu
pengalaman atau pengetahuan yang dapat dieksplorasi, maka makin jauh proses berfikir
yang dapat dilakukan. Hasil eksplorasi pengetahuan digunakan untuk mengabstraksi
obyek menjadi sejumlah informasi dan mengolah informasi untuk maksud tertentu.
Berfikir merupakan sumber munculnya segala pengetahuan. Pengetahuan memberikan
umpan balik kepada berfikir. Hubungan interaksi antara berfikir dan pengetahuan
berlangsung secara sinambung dan berangsur meninggi, dan kemajuan pengetahuan
akan berlangsung secara kumulatif. Bagian terpenting dari berfikir adalah kecerdasan
mengupas (critical intelegence).
Suatu pengetahuan dihasilkan dari proses berfikir yang benar, dalam arti sesuai
dengan tujuan mencari ilmu pengetahuan, maka seorang pengamat atau peneliti harus
menggunakan penalaran yang benar dalam berfikir. Hasil penalaran itu akan
menghasilkan kesimpulan yang dianggap sahih dari sisi keilmuan. Nalar merupakan
kemampuan untuk memahami informasi dan menarik kesimpulan dari informasi yang
ada. Secara umum penalaran dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu deduksi dan
induksi.

2. Pengertian Ontologi
1. Menurut bahasa,
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu.
Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak
(Bakhtiar , 2004).

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 2


3. Menurut Suriasumantri (1985),
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah
ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan:
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
4. Menurut Soetriono & Hanafie (2007)
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud
yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek
ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam
kenyataan dan keberadaan.
5. Menurut Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :
Apakah artinya ada, hal ada ?
Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis
yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada ?
6. Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari
seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk
menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan
arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles
abad ke-4 SM). Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang
filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar
dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 3


Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan
berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari
konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah
ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan
sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge
base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu
objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi
pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah
studi tentang sesuatu yang ada.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam
sudut pandang:
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak?
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas
atau kenyataan konkret secara kritis.

3. Metafisika

Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti selain, sesuadah atau
sebalik, dan fisika yang berarti alam nyata. Maksudnya ilmu yang menyelidiki hakikat
segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat ditangkap oleh
panca indra saja Hasbullah (dikutif surajiyo, 2005:115)
Dalam bahasa Inggris berakar dari bahasa Yunani ‘on’ berarti ada dan ontos
berarti keberadaan, logos berarti pemikiran Lorens Bagus : 2000). Sedangkan menurut
A.R. Lacey, ontologi berarti ‘” a central part of metaphisics” (bagian sentral dari
metafisika) sedangkan metafisika diartikan sebagai that which comes after physics, …
the study of nature in general (hal yang hadir setelah fisika, … studi umum mengenai
alam)

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 4


Berdasarkan asal katabya Metafisika dapat diartikan (Bahasa Yunani: μετά (meta) =
“setelah atau di balik”, φύσικα (phúsika) = “hal-hal di alam”) adalah cabang filsafat
yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah
studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di
dalam semesta?
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika.
Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”,
metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada
suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan
lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika
dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang metafisika merupakan
tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika
berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Terdapat Beberapa penafsiran
yang diberikan manusia mengenai alam ini (Jujun, 2005).

3.1 Beberapa Tapsiran Metafisika


a. Supernaturalisme
Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan ujud ini bersifat lebih
tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.

Dari paham Supernatural ini lahirla tafsiran-tafsiran cabang seperti Animisme,


dimana manusia percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-
benda.

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 5


b. Naturalisme.
Paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham
naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang
bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat
dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini
beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika
akal semata, sehingga mereka mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib
itu.
Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap
bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah
Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai
makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham
mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk
makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum
vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya
sekedar gejala kimia-fisika semata.
Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua
tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik.
sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan
tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat
yang tidak membedakan antara pikiran dan zat. keduanya (pikiran dan zat) hanya
berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi
yang sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Dalam
metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang
bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap
oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab
dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

4. Asumsi

Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi


penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu
bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 6


merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula
sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan
untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian (Suhartono, 2000)
Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. Mc Mullin
(2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu
pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan
suatu obyek sebelum melakukan penelitian. Sebuah contoh asumsi yang baik adalah
pada Pembukaan UUD 1945: “ …kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa..” “…
penjajahan diatas bumi…tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Tanpa
asumsi-asumsi ini, semua pasal UUD 1945 menjadi tidak bermakna.
Apakah suatu hipotesis merupakan asumsi? Ya, jika diperiksa ke belakang
(backward) maka hipotesis merupakan asumsi. Jika diperiksa ke depan (forward) maka
hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami hal ini dapat dibuat suatu
pernyataan: “Bawalah payung agar pakaianmu tidak basah waktu sampai ke sekolah”.
Asumsi yang digunakan adalah hujan akan jatuh di tengah perjalanan ke sekolah.
Implikasinya, memakai payung akan menghindarkan pakaian dari kebasahan karena
hujan.
Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap bidang
ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat kesalahan dalam
pengambilan kesimpulan. Asumsi yang benar akan menjembatani tujuan penelitian
sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna
sebagai jembatan untuk melompati suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau
bahkan hampa fakta atau data.
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan
yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah
membuktikan sendiri. Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa
pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya
Premise. Pangkal pendapat dalam suatu entimen . Pertanyaan penting yang terkait
dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab
permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga
karakteristik (Jujun, 2005):
1. Deterministik.

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 7


Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari
doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan
adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran
filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala
kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu.
2. Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada
hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan
pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam
melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin
banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku
primitif bisa jadi diartikan jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai
mana pula masyarakat brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu
membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan
bebas, semua tergantung ruang dan waktu.
3. Probabilistik
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun
sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang
tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki
sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan
modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu
ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur dengan metode
statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu
variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah
kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti
hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria
ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya
adalah mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang
ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum
kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham
deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 8


bagi tiap individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara
kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik merupakan jalan
tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai
pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah
praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi
memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu; Harus
disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif
Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti
mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik,
atau bersifat peluang.
Seberapa banyak asumsi diperlukan dalam suatu analisis keilmuan? Semakin
banyak asumsi berarti semakin sempit ruang gerak penelaahan suatu obyek
observasi. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
analistis, yang mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang ada, maka
pembatasan dalam bentuk asumsi yang kian sempit menjadi diperlukan.

Bagaimana cara mengembangkan asumsi ini?


Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu.
Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis Asumsi ini
harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan
yang seharusnya”. Jadi asumsi harus bersifat das sein bukan das sollen. Asumsi harus
bercirikan positif, bukan normatif. Lebih lanjut mengenai asumsi dan ontologi, ontologi
adalah esensi dari fenomena, apakah fenomena merupakan hal yang bersifat objektif
dan terlepas dari persepsi individu atau fenomena itu dipandang sebagai hasil dari
persepsi individu. Mengenai hal ini, ada dua asumsi yang berbeda:
Nominalime: kehidupan sosial dalam persepsi individu tak lain adalah kumpulan
konsep–kosep baku, nama dan label yang akan mengkarakteristikkan realitas yang ada.
Intinya, realita dijelaskan melalui konsep yang telah ada. Realisme: kehidupan sosial

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 9


adalah merupakan kenyataan yang tersusun atas struktur yang tetap, tidak ada konsep
yang mengartikulasikan setiap realita tersebut dan realita tidak tergantung pada persepsi
individu.

5. Peluang

Berdasarkan teori-teori keilmuan saya tidak akan pernah mendapatkan hal yang
pasti mengenai suatu kejadian, tanya seorang awam kepada seorang ilmuan. Ilmuan itu
menggelengkan kepala tidak, jawab seorang ilmuan sambil tersenyum apologetik, hanya
kesimpulan yang probabilistik. berdasar meteorology dan geofisika saya tidak pernah
merasa pasti bahwa esok hari akan hujan atau tidak akan hujan. Sambung orang awam,
kian penasaran. Seorang ilmuan hanya bisa mengatakan, umpamanya, bahwa dengan
probabilistik 0,8 esok tidak akan turun hujan.
”Apa artinya peluang 0,8 ini?” tanya orang awam.

Peluang 0,8 secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilistik untuk turung
hujan esok adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Atau sekiranya saya merasa
pasti (100 persen) bahwa esok akan turun hujan maka saya akan berikan peluang 1.0.
atau dengan perkataan lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 mencirikan bahwa pada
10 kali ramalan tentang akan jatuh hujan, 8 kali memang hujan itu turun, dan dan dua
kali ramalan itu meleset.
Jadi, biarpun kita mempunyai 0,8 bahwa hari akan hujan namaun masih terbuka
kemungkinan bahwa hari tidak akan hujan?
”Benar demikian,” sahut ilmuan.
”Lalu apa keguanaan pengetahuan semacam itu?” kata orang awam.
Pertama harus saudara sadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah
berpretensi untuk mendapatkan penggetahuan yang bersifat mutlak. (dalam soal pretensi

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 10


ini maka ilmu kalah dengan pengetahuan perdukunan. Saudara pasti sembuh, ujar
dukun, minum saja air ini. Jelas dia tidak pernah mengatakan: minum air ini dan dengan
peluang 0,8 maka saudara akan sembuh). Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
bagi saudara untuk mengambil keputusan, di mana keputusan saudara harus didasarkan
kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifar relatif. Dengan demikian maka kata
akhir dari suatu keputusan terletak di tangan saudara dan bukan pada teori-teori
keilmuan. (itulah mungkin sebabnya orang yang tidak pernah mau mengambil
keputusan sendiri lebih senang pergi ke dukun. Berkonsultasi pada ahli psikologi atau
psikiater paling-paling diberi alternatif-alternatif yang dapat diambil, sedangkan dukun
dengan pasti akan berkata: pilih jalan ini, saya jamin, pasti berhasil).

6. Kesimpulan

Dari Pembahasan yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan :


a) ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu
objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain
pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang
sesuatu yang ada.
b) Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa
ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang “ada”,
metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya?
Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada
pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika.
Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang saling terkait. Bidang
metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk
pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam
ini.
c) Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar.
Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi
yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal
suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan
primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan
lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 11


yang tersirat. McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada
dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the
standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan penelitian.
d) Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti
mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu memberikan
pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan di mana didasarkan pada
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.

DAFTAR PUSTAKA

Hornby,A.S., A.P.Cowie, & A.C.Gimson. 1974. Oxford Advanced Learner’s


Dictionary of Current English. Oxford University Press.Oxford. diunduh tanggal
25 Oktober 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi. diunduh tanggal 25 Oktober 2010.

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat. Yogayakarta: Tiara wacana, 1996. Terjemahan.

Suriasumantri, Jujun S, 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Suriasumantri, Jujun S, S. 2005. Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.

Suhartono, Suparlan. 2000. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Ar-Ruzz

Ontologi: metafisika, asumsi, dan peluang 0leh Edi Suryadi Page 12

You might also like