You are on page 1of 11

MUHAMAD NAFIK HR

Direktur Centre for Islamic Economics and Business Resources Development


Mukadimah

Seorang mukmin diperintahkan untuk mengamalkan Islam secara komprehensif (Kaffah) dalam
kehidupan sehari-hari.1 Ia harus menjalankan seluruh aspek ajaran Islam yang meliputi hubungan
manusia dengan Allah, hubungan dengan sesame manusia dan lingkungannya, serta hubungan dengan
dirinya sendiri. Semua itu menunjukkan kesempurnaan Islam sebagai agama terakhir yang
menyempurnakan agama-agama sebelumnya.2 Allah menjanjikan nikmat (termasuk rezeki) yang cukup
bagi siapa saja yang menjalankan Islam sebagai agamanya.

Banyak ayat Alquran yang menegaskan bahwa bila suatu kaum beriman dan bertakwa maka Allah akan
melimpahkan berkah dari langit dan bumi. Sebaliknya, apabila suatu kaum mendustakan ayat-ayat-Nya
maka Allah akan menimpakan siksa.3 Allah juga menjanjikan transaksi atau perniagaaan yang
menguntungkan di dunia dan akhirat bagi siapa saja yang mau bertransaksi di jalan Allah. 4

Dengan demikian, selain diciptakan hanya untuk menyembah Allah, manusia juga dikaruniai kebebasan
untuk memilih dua pilihan dengan konsekuensinya masing-masing. Pertama, apabila ingin mendapat
nikmat yang cukup dan berkah dari langit dan bumi serta keberuntungan (Falah) di dunia dan akhirat
maka ia harus hanya menghamba kepada Allah dengan menjalankan Islam secara Kaffah. Kedua, apabila
ingin mendapat siksa dan tidak mendapat keberuntungan (Falah) di dunia dan akhirat maka
menghambalah kepada selain Allah atau amalkanlah Islam secara parsial.

Syariah Islam mengatus hubungan antar sesame manusia dengan lingkungannya dalam konsep
muamalah yang dibagi menjadi dua: maddiyah (hubungan yang berkaitan dengan materi dan ekonomi)
dan adbiyah (hubungan yang berkaitan dengan aspek moral dan social).

Aktivitas investasi termasuk muamalah maddiyah. Sudah saatnya setiap muslim yang terlibat dalam
sektor ini menunjukkan bahwa Islam sebagai jalan hidup dapat diamalkan secara komprehensif, dan
bahwa mereka dapat menjalankannya secara istiqomah. Siapapun yang bergelut dalam sektor ini dapat
terjerumus dalam muamalah yang bathil (maysir, bay’ al-ma’dum, taghrir, gharar, ikhtikar, bay’ najasy,
tadlis dan riba)

Penulis berupaya memberikan panduan kepada masyarakat agar berinvestasi sesuai dengan syariah dan
tidak terjerumus ke dalam transaksi yang bathil. Penulis mencoba mengkaji berbagai pelanggaran
syariah dalam transaksi di pasar modal konvensional, kemudian mencari pemecahannya, dan mengajak
masyarakat, khususnya umat Islam untuk membangun pasar modal syariah.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada para penulis yang karya mereka menjadi rujukan dalam
penyusunan buku ini. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu
sehingga karya ini dapat diterbitkan.
1
Q.S. al-Baqarah: 208
2
Q.S. al-Maidah: 3
3
Q.S. al-A’raf: 96
4
Q.S. Shaff: 10-11
Terakhir, penulis mohon dengan sangat kepada para pembaca untuk memberikan kritik yang konstruktif
demi penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini menjadi sedikit kontribusi bagi pengembangan
ekonomi Islam, khususnya investasi dan pasar modal syariah. Amiin.

Surabaya, Februari 2008

Muhamad Nafik HR

INVESTASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


 Pengertian dan Tujuan Investasi

Para ekonom mengemukakan pengertian yang berbeda-beda tentang investasi. Kendati demikian, ada
beberapa kesamaan dalam pengertian mereka. Alexander dan Sharpe mengemukakan bahwa investasi
adalah pengorbanan nilai tertentu yang berlaku saat ini untuk mendapatkan nilai di masa dating yang
belum dapat dipastikan besarnya. Sementara itu Yogiyanto mengemukakan bahwa investasi adalah
penundaan konsumsi saat ini untuk digunakan dalam produksi yang efisien selama periode tertentu.
Tandelilin mendefinisikan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lain yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. Investasi menurut
Webster berasal dari kata to invest, yang artinya “To use (money) to make more money ou ot something
that expected to increase in value.

Berbagai defenisi itu mengandung tiga unsure yang sama. Pertama, pengeluaran atau pengorbanan
sesuatu (sumber daya) pada saat sekarang yang bersifat pasti. Kedua, ketidak pastian mengenai hasil
(risiko), dan ; Ketiga, ketidak pastian hasil atau pengembalian di masa datang. Pengeluaran atau
pengorbanan dalam investasi diartikan sebagai pengorbanan sumber daya yang bersifat tangible assets
misalnya dana dan properti, maupun intangible assets seperti tenaga dan pikiran.

Dalam sistem ekonomi konvensional, seseorang melakukan investasi dengan motif yang berbeda-beda,
di antaranya untuk memenuhi kebutuhan liquiditas, menabung agar mendapat pengembalian yang lebih
besar, merencanakan pension, untuk berspekulasi, dan lain-lain. Dalam makna yang sama, Sumantono
menyebutkan tiga hal utama yang mendorong orang melakukan investasi, yaitu mendapatkan
kehidupan yang lebih baik di masa mendatang, menghindari kemerosotan harta akibat inflasi, dan untuk
memanfaatkan kemudahan ekonomi yang diberikan pemerintah.

Kemudian, jika kita berbicara tentang investasi syariah, ada hal lain yang turut berperan dalam investasi.
Investasi syariah tidak melulu membicarakan persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan para
ekonom sekuler. Ada unsure lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu investasi di masa
depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa
yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”5. Islam memadukan antara dimensi dunia
& akhirat. Setelah kehidupan dunia yang fana, ada kehidupan akhirat yang abadi. Setiap muslim harus
berupaya meraih kebahagian di dunia dan akhirat. Kehidupan dunia hanyalah sarana dan masa yang
harus dilewati untuk mencapai kehidupan yang kekal di akhirat.

Islam mengajarkan bahwa semua perbuatan manusia yang bersifat vertical (hubungan manusia dengan
Allah) maupun horizontal (hubungan manusia dengan manusia) merupakan investasi yang akan
dinikmati di dunia dan akhirat. Karena perbuatan manusia dipandang sebagai investasi maka hasilnya
akan ada yang beruntung dan ada pula merugi. Itulah yang disebut risiko. Islam memerintahkan
umatnya untuk meraih kesuksesan dan berupaya meningkatkan hasil investasi. Islam memerintahkan

5
Q.S. Luqman: 34
umatnya untuk meninggalkan investasi yang tidak menguntungkan sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Jadilah orang yang pertama, jangan menjadi yang kedua, apalagi yang ketiga. Barangsiapa yang hari ini
lebih baik dari hari kemarin maka ia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama
dengan hari kemarin maka ia termasuk golongan yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk
dari hari kemarin maka ia termasuk golongan yang celaka.” (HR. Thabrani)

Allah berfirman : Dan katakanlah,”Bekerjalah kalian maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu, dan kalian akan dikembalikan kapada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian
kerjakan.”6

Islam memandang semua perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk aktivitas
ekonominya sebagai investasi yang akan mendapatkan hasil (return). Investasi yang melanggar syariah
akan mendapat balasan yang setimpal, begitu juga investasi yang sesuai dengan syariah. Return
Investasi dalam Islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan
didapatkan manusia di dunia bisa berlipat-lipat ganda. Allah berfirman: “Barangsiapa yang
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan member
balasan kepada orang bersyukur.”7

Itulah nilai yang membedakan investasi Islam dari investasi konvensional. Jadi, investasi yang islami
adalah pengorbanan sumber daya pada masa sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan
harapan memperoleh hasil yang lebih besar di masa yang akan datang, baik langsung maupun tidak
langsung seraya tetap berpijak pada prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah). Selain itu,
semua bentuk investasi dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir
batin di dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

 Investasi Sebagai Bagian Muamalah

Islam mengatur hubungan yang sangat kuat antara akhlak, aqidah, ibadah dan muamalah (Qardhawi).
Aspek muamalah merupakan aturan main bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sosial, sekaligus
merupakan dasar untuk membangun sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ajaran
muamalah akan menahan manusia dari menghasilkan segala cara untuk mencari rezeki. Muamalah
mengajarkan manusia untuk memperoleh rezeki dengan cara yang halal dan baik. Nabi Muhammad
bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu masa ketika seseorang tidak peduli dari mana ia
mendapatkan hartanya, apakah dari (sumber dan cara yang) halal atau (sumber dan cara yang) haram.”
(HR Bukhari).

Sabda Rasulullah itu relevan dengan realitas sosial saat ini. Kebanyakan manusia cenderung memisahkan
persoalan ekonomi dari nilai-nilai agama ketika mereka mencari rezeki. Mereka mengabaikan aturan-

6
Q.S. At-Taubah: 105. Lihat pula Q.S. Al-Nahl: 14, As-Shaff: 10-12 dan Al-Baqarah: 201-202
7
Q.S. Al Imran: 145. Lihat pula Q.S. Hud: 15, Q.S. An-Nur: 38 dan Saba’: 37
aturan agama. Perilaku ekonomi yang jauh dari nilai-nilai agama ini melahirkan kehidupan ekonomi yang
timpang dan kerusakan lingkungan yang akan mengancam keberlangsungan generasi mendatang.

Dalam keadaaan seperti itu, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang dicita-citakan
akan sulit terwujud. Dampak lainnya, kelaparan, kesengsaraan dan kesenjangan ekonomi semakin
menjadi-jadi. Orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin menderita. Masih banyak dampak
negatif lain yang merusak kehidupan manusia, yang semuanya diakibatkan oleh perilaku manusia. Allah
berfirman : Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh tangan manusia supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).8

Manusia cenderung mengabaikan dampak negatif perbuatannya karena mereka cenderung berupaya
memenuhi kepuasannya sendiri. Karena itulah mereka menjadi homo economicus yang mengabaikan
nilai-nilai etika. Dampak lainnya, mereka lebih mengejar kesenangan duniawi seraya mengabaikan
kepentingan akhirat.

Perilaku seperti itu terlihat jelas dari praktik ekonomi kapitalis yang cenderung mengeksploitasi sumber
daya alam secara berlebihan. Perilaku itu mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Karena itu,
Islam melarang umatnya mencari rezeki dengan menghalalkan segala cara. Islam mengajarkan
keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, baik dimasa sekarang maupun
dimasa mendatang (sustainable development). Islam juga memerintahkan umatnya untuk mengejar dan
menyeimbangkan kepentingan duniawi dengan kepentingan akhirat. Allah berfirman: Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah melupakan
bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada oranglain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berbuat kerusakan .9

Dan Rasulullah bersabda: Orang terbaik diantara kalian adalah orang yang tidak meninggalkan akhirat
dalam urusan dunia dan tidak meninggalkan dunia karena urusan akhirat dan tidak membebani
masyarakat.

Ilmu ekonomi adalah ilmu tentang perilaku, etika, dan moral yang tidak bias dipisahkan dari disiplin ilmu
lainnya. Ilmu ekonomi memberikan pelajaran tentang nilai-nilai yang harus ditaati oleh manusia dalam
melakukan interaksi ekonomi. Karenanya, aktivitas ekonomi tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial,
budaya, politik, lingkungan dan keberlangsungan generasi dimasa yang akan datang.

Alquran telah mengingatkan manusia untuk mencari dan mengelola rezeki sesuai dengan nilai-nilai
agama. Perilaku ekonomi harus sesuai dengan hukum Allah. Orang yang melalaikan hak-hak Allah dalam
aktivitas kehidupan sehari-harinya niscaya akan merugi di dunia dan akhirat. Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang
siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.10
8
Q.S. al-Rum: 41
9
Q.S. al-Qashash: 77
10
Q.S. al-Munafiqun: 9
Kehidupan sosial ekonomi Islam, termasuk investasi, tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip syariah.
Investasi syariah adalah investasi yang didasarkan atas prinsip-prinsipsyariah, baik investasi pada sektor
riil maupun sektor keuangan. Islam mengajarkan investasi yang menguntungkan semua pihak ( win win
solution) dan melarang manusia melakukan investasi zero sum game atau win loss. Alquran melarang
manusia mencari rezeki dengan berspekulasi atau cara lainnya yang merugikan salah satu pihak:

… Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu)
adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. 11

Islam juga melarang investasi yang mengandung unsur riba, gharar (mengubah kondisi certainty
menjadi kondisi uncertainty untuk mendapat keuntungan), gambling, maysir (judi), menjual sesuatu
yang tidak dimiliki, dan berbagai transaksi lain yang merugikan salah satu pihak. Islam juga
mengharamkan semua tindakan yang merusak dan merugikan. Islam menghendaki aktivitas
perekonomian yang didasarkan atas prinsip saling menguntungkan.

Islam tidak melarang umatnya untuk menanggung risiko dalam menjalankan investasi. Setiap mukmin
harus melakukan tindakan yang terbaik untuk hari ini dan menyerahkan hasil upaya yang dilakukan saat
ini.12

Kita harus meyakini bahwa hanya Allah yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang. Manusia
hanya ditungaskan untuk berusaha dan menyerahkan kepada Allah segala hasil upayanya. Islam
menolak konsep bebas risiko (risk free) dalam setiap perbuatan, termasuk investasi. Risiko kegagalan
sangat mungkin terjadi dalam suatu investasi. Setiap pihak yang terlibat dalam investasi harus
menanggung bersama setiap risiko yang terjadi. Tidak adil jika salah satu pihak bebas risiko sedangkan
pihak lain harus menanggung risiko. Karena dasar inilah Islam mengharamkan sistem bunga (riba).

Pada sistem bunga, pihak kreditur dijamin akan mendapat pengembalian investasi, sedangkan pihak
debitur yang menerima dan mengelola dana belum pasti akan mendapat penghasilan sebesar bunga
yang ditetapkan atau yang diminta oleh kreditur. Bisa jadi debitur mendapatkan hasil yang lebih tinggi
atau lebih rendah. Meminjamkan uang dengan meminta bunga akan memberikan jaminan dan
kepastian keuntungan kepada satu pihak sementara pihak lain mengalami kerugian (Rahman). Dengan
demikian, investasi yang adil adalah investasi dengan system profit and loss sharing. Kedua pihak yang
terlibat dalam investasi sama-sama menanggung keuntungan atau kerugian sesuai dengan perjanjian
pembagian hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.

 Risiko dalam Investasi

Karena mengandung unsur ketidakpastian hasil dimasa yang akan datang, tidak adil jika ada salah satu
pihak yang mendapat kepastian hasil sementara pihak lainnya tidak pasti mendapat hasil. Setiap pihak,

11
Q.S. al-Maidah: 3
12
Q.S. Luqman: 34
yang memberikan investasi maupun yang menerima dan mengelola investasi, harus menanggung
bersama setiap risiko (ketidakpastian hasil) investasi untuk menghindari eksploitasi, predatori, maupun
intimidasi oleh salah satu pihak. Karena sifat itu (eksploitasi, predatori, dan intimidasi) merupakan ciri-
ciri praktek riba, yang tegas-tegasan diharamkan oleh Islam.

Semua bentuk investasi mengandung risiko atau ketidakpastian hasil. Husnan mengemukakan bahwa
risiko adalah kemungkinan hasil yang menyimpang dari harapan. Besarnya keuntungan yang diharapkan
dari setiap sekuritas tidaklah sama, bergantung pada besarnya risiko yang harus ditanggung investor.
Namun, yang dapat dilakukan investor adalah meminimalkan risiko dengan memerhatikan besarnya
pengaruh masing-masing faktor tersebut.

Block dan Hirt mengartikan risiko sebagai, a measure of uncertainty about the outcomes from a given
event. The greater the variability of possible outcomes, on both the high and low side, the greater risk.
Dalam teori portofolio, risiko adalah tingkat penyimpangan terhadap keuntungan yang diharapkan.

Risiko dalam investasi timbul karena adanya ketidapastian waktu dan besarnya return yang akan
diterima investor. Syariah tidak menafikan fenomena tersebut. Penyimpangan hasil itu tidak termasuk
dalam kategori maysir (judi) maupun gharar (penipuan), karena menurut Adiwarman (2003), gharar
adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi
sebagai akibat diterapkannya kondisi ketidakpastian dalam suatu akad yang secara alamiah seharusnya
mengandung kepastian. Sedangkan maysir adalah permainan peluang atau suatu permainan
ketangkasan, ketika salah satu (atau beberapa) pihak harus menanggung beban pihak lain sebagai
konsekuensi keuangan akibat permainan tersebut.

Dalam kajian fiqh, gharar berarti keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang
lain. Imam al-Qarafi mendefinisikan gharar sebagai suatu akad yang tidak diketahui secara tegas, apakah
efek akad itu terlaksana atau tidak? Sementara Ibn Taimiyah menyatakan bahwa gharar adalah
ketidakpastian yang diakibatkan oleh suatu akad.

Gharar dalam transaksi jualbeli dan investasi di pasar modal dapat terwujud dalam hal-hal sebagai
berikut:

a. Tidak adanya kemampuan penjual (perusahaan sekuritas atau pialang atau perusahaan perentara
perdagangan efek) untuk menyerahkan sekuritas pada waktu terjadinya akad baik sekuritas (objek)
akad itu sudah ada maupun belum ada;
b. Menjual sekuritas yang belum dumiliki (belum ada di bawah penguasaan penjual);
c. Tidak ada kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis sekuritas yang ditransaksikan;
d. Tidak ada kepastian tentang sifat sekuritas yang ditransaksikan;
e. Tidak ada kepastian tentang jumlah harga, ukuran, zat, dan nilai sekuritas yang ditransaksikan;
f. Tidak ada kepastian tentang waktu penyerahan sekuritas yang telah diakadkan dalam transaksi;
g. Tidak ada ketegasan bentuk akad transaksi, seperti ada dua macam atau lebih yang berbeda-beda
dalam satu akad objek transaksi dengan tanpa memilih jenis mana yang dipilih pada waktu akad
tersebut terjadi;
h. Tidak ada kepastian objek dalam transaksi;
i. Transaksi sekuritas yang tidak mencerminkan kualitas dan kinerja emitennya serta kondisi ekonomi
makro yang sebenarnya;
j. Menjual dan membeli sekuritas yang harganya jauh lebih tinggi dari harga pasar dengan tujuan
mempermainkan harga demi meraih keuntungan yang tidak wajar, dan;
k. Objek transaksi tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan kualitas serta kuantitas yang telah
ditentukan dalam transaksi.

Tidak semua ketidakpastian disebut spekulasi, dan tidak semua game of chance dianggap sebagai
perjudian. Permainan peluang yang dianggap perjudian adalah yang hasilnya zero sum game.
Ketidakpastian memperoleh return investasi tidak termasuk gharar maupun maysir, karena hal itu
merupakan konsekuensi suatu investasi. Ketidakpastian return itu mendorong Islam untuk mengajarkan
win win solution dalam kontrak investasi yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak, yaitu sistem bagi
hasil (profit and loss sharing). Sistem itulah yang dianggap adil, karena keuntungan dan kerugian dibagi
bersama sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, atau sesuai dengan proporsi sumber daya yang
diberikan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak investasi.

Perjudian (maysir) diharamkan karena dapat mengganggu mekanisme perekonomian. Akibat perjudian,
uang yang merupakan pelumas (alat untuk memperlancar) perekonomian beredar diantara penjudi yang
tidak melakukan aktivitas dan proses penciptaan nilai tambah. Jika dibiarkan, perjudian akan
mengganggu mekanisme perekonomian dan mengubah fungsi uang dari sebagai alat pengukur nilai dan
alat tukar menjadi alat spekulasi. Jadi, larangan perjudian hukumnya wajib berdasarkan hukum ekonomi
normatif maupun hukum ekonomi positif.

Sama halnya, gharar juga diharamkan karena mengganggu mekanisme ekonomi. Kontrak investasi yang
dibolehkan melibatkan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Kepastian hak dan
kewajiban itu mesti ditetapkan lebih dulu karena kontrak investasi berurusan dengan hasil yang tidak
pasti. Investasi yang dilakukan belum tentu menghasilkan keuntungan seperti yang diharapkan, atau
mungkin saja mengalami kerugian. Jika ketidakpastian itu terjadi dari sisi-sisi kuantitas, kualitas, harga,
atau waktu perolehan (penyerahan) maka hal itu dikategorikan gharar. Salah satu bentuk ketidakpastian
yang disengaja dalam perdagangan di bursa efek adalah praktik short selling dan obligasi.

Pada short selling, pihak yang meminjamkan sekuritas atau efek menghadapi ketidakpastian, karena
besarnya nilai sekuritas yang akan diterima dari peminjam didasarkan atas harga saat mengembalikan,
bukan saat meminjam. Pihak peminjam beruntung jika harganya turun dan merugi jika harganya naik.
Ketidakpastian yang disengaja seperti itulah yang diharamkan.

Contoh gharar lainnya adalah obligasi dengan sistem bunga. Praktik tersebut memberikan
pengembalian investasi tetap (fixed income) berupa bunga. Artinya, terjadi kepastian dalam kuantitas
return. Praktik seperti ini diharamkan, karena termasuk riba. Investor mendapatkan return dari
investasinya, sedangkan penerbit obligasi (emiten), belum tentu memperoleh return dari pengelolaan
dana obligasinya. Jadi, ada ketidakadilan dalam praktik semacam ini.
Penutup
Islam sebagai agama yang sempurna dan rahmat bagi semesta merupakan way of life bagi manusia yang
dapat memandu mereka menjalani semua aspek kehidupan, meliputi hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Aktivitas
perekonomian, termasuk didalamnya perdagangan, termasuk dalam ajaran muamalah. Islam menuntut
umatnya untuk bermuamalah dengan baik sehingga mereka mendapatkan keuntungan di dunia dan
akhirat.

Para pelaku bisnis dan para akademisi muslim, khususnya yang terlibat dalam bidang investasi harus
lebih aktif memasyarakatkan bursa efek sehingga masyarakat lebih melek terhadap investasi syariah.
Dunia kampus dan lembaga-lembaga pengembangan ekonomi Islam pada umumnya harus melakukan
kajian-kajian ilmiah baik teoretis maupun praktis yang lebih luas dan mendalam berkaitan dengan bursa
efek syariah.

Akhir kata; perjuangan itu memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu, dorongan,
kesabaran, doa dari semua pihak.

You might also like