You are on page 1of 14

STRATEGI PEMBELAJARAN UNTUK ANAK USIA DINI 27/07/2010

Posted by ebekunt in Pendidikan.


trackback
.. Oleh : KUNTJOJO

A. Hakikat Anak Usia Dini


Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional
dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU
Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun.
Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini
merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden
age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak
TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam
Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relative spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap
banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10.Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11.Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12.Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
B. Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa
dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga
memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa.
Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus
dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar
anak menurut Masitoh dkk. (2009: 6.9 – 6.12) adalah :
1. Anak belajar melalui bermain.
2. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
3. Anak belajar secara alamiah.
4. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan
keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
C. Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan
Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya adalah
pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana
yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan
pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang
harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus
dimiliki oleh anak.
Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran
untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip
belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133).
Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa
sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-
anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan
perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam
suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi lebih baik
jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam
belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu
pada tiga hal penting, yaitu : 1) berorientasi pada usia yang tepat,
2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada
konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus
sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus
diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta
kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia
tersebut.
Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual
juga harus manjadi pertimbangan guru dalam merancang,
menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi
harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat,
pembelajaran berorientasi perkembangan harus
mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat
mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru
hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat,
faktor budaya yang melingkupinya.
D. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sebagai segala usaha guru dalam menerapkan
berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan
(Masitoh dkk., 20056.3). Ada bermacam-macam strategi pembelajaran
yang dapat dipilih oleh guru Taman Kanak-kanak. Pemilihan strategi
pembelajaran hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor penting,
yaitu: a. karakteristik tujuan pembelajaran, b. karakteristik anak dan cara
belajarnya, c. tempat berlangsungnya kegiatan belajar, d. tema
pembelajaran, serta e. pola kegiatan (Masitoh dkk., 2005: 6.3).
E. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
1. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
a. Pendekatan yang melandasi pembelajaran yang berpusat pada anak
Anak merupakan individu yang sedang tumbuh dan berkembang.
Anak juga merupakan makhluk yang aktif. Atas dasar fakta tersebut
maka dikembangkan strategi pembelajaran berdasarkan: 1)
pendekatan perkembangan dan 2) pendekatan belajar aktif.
b. Karakteristik pembelajaran yang berpusat pada anak
Pembelajaran yang berpusat pada anak memiliki karakteristik
sebagai berikut (Masitoh dkk., 2005: 8.5 – 8.6).
• Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak.
• Anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan
dikerjakan.
• Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh
inderanya.
• Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung
dengan objek.
• Anak mentransformasi dan menggabungkan bahan-bahan.
• Anak menggunakan otot kasarnya.
c. Sintaks pembelajaran yang berpusat pada anak
Pembelajaran yang berpusat pada anak terdiri dari 3 tahap
utama, yaitu : tahap merencanakan, tahap bekerja, dan tahap
review.
1) Tahap merencanakan (planning time)
Pada tahap ini guru member kesempatan kepada anak-anak
untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukannya. Guru,
misalnya, menyediakan alat-alat bermain yang terdiri dari : a)
balok-balok kayu, b) model buah-buahan, c) alat-alat
transportasi, d) buku-buku cerita, e) peralatan menggambar,
dan f) macam-macam boneka.
2) Tahap bekerja (work time)
Setelah memilih kegiatan yang akan dilakukannya, anak
kemudian dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dipilih.
Pada tahap ini anak mulai bekerja, bermain, atau memecahkan
masalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan
sebelumnya. Guru mendampingi siswa, memberikan dkungan
dan siap memberikan bimbingan jika anak membutuhkan.
3) Review / recall
Setelah anak-anak selesai melakukan aktivitasnya, mereka
kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pengalamannya secara langsung. Pada tahap ini guru berusaha
agar ana-anak mengungkapkan perasaannya dengan tepat.
2. Strategi Pembelajaran Melalui Bermain
a. Rasional strategi pembelajaran melalui bermain
Bermain merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan
aktivitas yang menyatu dengan dunia anak, yang di dalamnya
terkandung bermacam-macam fungsi seperti pengembangan
kemampuan fisik motorik, kognitif, afektif, social, dst. Dengan
bermain akan mengalami suatu proses yang menarahkan pada
perkembangan kemampuan manusiawinya.
b. Sintaks pembelajaran melalui bermain
Strategi pembelajaran melalui bermain terdiri dari 3 langkah
utama, yaitu: tahap prabermain, tahap bermain, dan tahap penutup.
1) Tahap prabermain
Tahap prabermain terdiri dari dua macam kegiatan
persiapan : kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan
kegiatan bermain dan kegiatan penyiapan bahan dan peralatan
yang siap untuk dipergunakan.
a) Kegiatan penyiapan siswa terdiri dari : (1) guru
menyampaikan tujuan kegiatan bermain kepada para
siswa, (2) guru menyampaikan aturan-aturan yang harus
diikuti dalam kegiatan bermain, (3) guru menawarkan
tugas kepada masing-masing anak, misalnya membuat
istana, membuat, menara, dst., dan (4) guru memperjelas
apa yang harus dilakukan oleh setiap anak dalam
melakukan tugasnya.
b) Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang diperlukan,
misalnya menyiapkan bak pasir, ember, bendera kecil,
dsb.
2) Tahap bermain
Tahap bermain terdiri dari rangkaian kegiatan berikut : a)
semua anak menuju tempat yang sudah disediakan untuk
bermain, b) dengan bimbingan guru, peserta permainan mulai
melakukan tugasnya masing-masing, c) setelah kegiatan
selesai setiap anak menata kembali bahan dan peralatan
permainannya, dan d) anak-anak mencuci tangan.
3) Tahap penutup
Tahap penutup dari strategi pembelajaran melalui bermain
terdiri dari kegiatan-kegiatan : a) menarik perhatian dan
membangkitkan minat anak tentang aspek-aspek penting
dalam membangun sesuatu, seperti mengulas bentuk-bentuk
geometris yang dibentuk anak, dsb., b) menghubungkan
pengalaman anak dalam bermain yang baru saja dilakukan
dengan pengalaman lain, misalnya di rumah, c) menunjukkan
aspek-aspek penting dalam bekerja secara kelompok, d)
menekankan petingnya kerja sama.
3. Strategi Pembelajaran Melalui bercerita
a. Rasional strategi pembelajaran melalui bercerita
Pencapaian tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak dapat
ditempuh dengan strategi pembelajaran melalui bercerita. Masitoh
dkk. (2005: 10.6) mengidentifikasi manfaat cerita bagi anak TK,
yaitu sebagai berikut.
• Bagi anak TK mendengarkan cerita yang menarik dan dekat dengan
lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan.
• Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan
nilai-nilai positif pada anak.
• Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan social,
nilai-nilai moral dan keagamaan.
• Pembelajaran dengan bercerita memberikan memberikan
pengalaman belajar untuk mendengarkan.
• Dengan dengan mendengarkan cerita anak dimungkinkan untk
mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
• Membantu anak untuk membangun bermacam-macam peran yang
mungkin dipilih anak, dan bermacam layanan jasa yang ingin
disumbangkan anak kepada masyarakat.
b. Sintaks pembelajaran melalui bercerita
Strategi pembelajaran melalui bercerita terdiri dari 5 langkah.
Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan tujuan dan tema cerita.
2) Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih, misalnya bercerita
dengan membaca langsung dari buku cerita, menggunakan
gambar-gambar, menggunakan papan flannel, dst.
3) Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan
bercerita sesuai dengan bentuk bercerita yang dipilih.
4) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita,
yang terdiri dari:
• menyampaikan tujuan dan tema cerita,
• mengatur tempat duduk,
• melaksanaan kegiatan pembukaan,
• mengembangkan cerita,
• menetapkan teknik bertutur,
• mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
5) Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran
dilaksanakan penilaian dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita untuk
mengembangkan pemahaman anak aka isi cerita yang telah
didengarkan.
4. Strategi Pembelajaran Melalui Bernyanyi
a. Rasional strategi pembelajaran melalui bernyanyi
Honig, dalam Masitoh dkk. (2005: 11.3) menyatakan bahwa
bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan anak
dan pengembangan pribadinya secara luas karena : 1) bernyanyi
bersifat menyenangkan, 2) bernyanyi dapat dipakai untuk
mengatasi kecemasan, 3) bernyanyi merupakan media untuk
mengekspresikan perasaan, 4) bernyanyi dapat membantu
membangun rasa percaya diri anak, 5) bernyanyi dapat membantu
daya ingat anak, 6) bernyanyi dapat mengembangkan rasa humor,
7) bernyanyi dapat membantu pengembangan keterampilan berpikir

dan kemampuan motorik anak, dan bernyanyi dapat


meningkatkan keeratan dalam sebuah kelompok.
b. Sintaks pembelajaran melalui bernyanyi
Strategi pembelajaran dengan bernyanyi terdiri dari langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Tahap perencanaan, terdiri dari: (a) penetapkan tujuan
pembelajaran, (b) penetapan materi pembelajaran, (c)
menetapkan metode dan teknik pembelajaran, dan (d)
menetapkan evaluasi pembelajaran.
2) Tahap pelaksanaan, berupa pelaksanaan apa saja yang telah
direncanakan, yang terdiri dari:
(a) kegiatan awal : guru memperkenalkan lagu yang akan
dinyanyikan bersama dan memberi contoh bagaimana
seharusnya lagu itu dinyanyikan serta memberikan arahan
bagaimana bunyi tepuk tangan yang mengiringinya.
(b) Kegiatan tambahan : anak diajak mendramatisasikan lagu,
misalnya lagu Dua Mata Saya, yaitu dengan melakukan
gerakan menunjuk organ-organ tubuh yang ada dalam lirik
lagu.
(c) Kegiatan pengembangan : guru membantu anak untuk
mengenal nada tinggi dan rendah dengan alat musik,
misalnya pianika.
3) Tahap penilaian, dilakukan dengan memakai pedoman
observasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang
telah dicapai anak secara individual maupun kelompok.
5. Strategi Pembelajaran Terpadu
a. Rasional strategi pembelajaran terpadu
Anak adalah makhluk seutuhnya, yang memiliki berbagai aspek
kemampuan, yang semuanya perlu dikembangkan. Berbagai
kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat berkembang jika ada
stimulasi untuk hal tersebut. Dengan pembelajaran terpadu,
pembelajaran yang mengintegrasikan ke dalam semua bidang
kurikulum atau bidang-bidang pengembangan, berbagai
kemampuan anak yang ada pada anak diharapkan dapat
berkembangan secara optimal.
b. Karakteristik strategi pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki karakteristik : 1) dilakukan melalui
kegiatan pengalaman langsung, 2) sesuai dengan kebutuhan dan
minat anak, 3) memberikan kesempatan kepada anak untuk
menggunakan semua pemikirannya, 4) menggunakan bermain
sebagai wahana belajar, 5) menghargai perbedaan individu, dan 6)
melibatkan orag tua atau keluarga untuk mengoptimalkan
pembelajaran (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
c. Prinsip-prinsip strategi pembelajaran terpadu
Strategi pembelajaran terpadu direncanakan dan dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip: 1) berorientasi pada perkembangan
anak, 2) berkaitan dengan pengalaman nyata anak, 3)
mengintegrasikan isi dan proses belajar, 4) melibatkan penemuan
aktif, 5) memadukan berbagai bidang pengembangan, 6) kegiatan
belajar bervariasi, 7) memiliki potensi untuk dilaksanakan melalui

proyek oleh anak, waktu pelaksanaan fleksibel, 9) melibatkan


anggota keluarga anak, 10) tema dapat diperluas, dan 11) direvisi
sesuai dengan minat dan pemahaman yang ditunjukkan anak
(Masitoh dkk., 2005: 12.10).
d. Manfaat strategi pembelajaran terpadu
Ada beberapa manfaat dari strategi pembelajaran terpadu, yaitu:
1) meningkatkan perkembangan konsep anak, 2) memungkinkan
anak untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui berbagai kegiatan,
3) membantu guru dan praktisi lainnya untuk mengembangkan
kemampuan profesionalnya, dan 4) dapat dilaksanakan pada jenjang
program yang berbeda, utnuk semua tingkat usia, dan untuk anak-
anak berkebutuhan khusus.
e. Sintaks pembelajaran terpadu
Prosedur pelaksanaan pembelajaran terpadu terdiri dari langkah-
langkah sebagai berikut (Masitoh dkk., 2005: 12.19 – 12.20).
1) Memilih tema
Pemilihan tema untuk pembelajaran terpadu dapat
bersumber dari: (a) minat anak, (b) peristiwa khusus, (c)
kejadian yang tidak diduga, (d) materi yang dimandatkan oleh
lembaga, dan (e) orang tua dan guru.
Ada beberapa kriteria untuk pemilihan tema, yaitu: (a)
relevansi topik dengan karakteristik anak, (b) pengalaman
langsung, (c) keragaman dan keseimbangan dalam area
kurikulum, (d) ketersediaan alat-alat, dan (e) potensi proyek.
2) Penjabaran tema
Tema yang sudah diplih harus dijabarkan ke dalam sub
tema-sub tema dakan konsep-konsep yang didalamnya
terkandung istilah (term), fakta (fact), dan prinsip (principle),
kemudian dijabarkan ke dalam bidang-bidang pengembangan
dan kegiatan belajar yang lebih operasional.
3) Perencanaan
Perencanaan harus dibuat secara tertulis sehingga
memudahkan guru untuk mengetahui langkah-langkah apa
yang harus ditempuh. Tentukan tujuan pembelajaran, kegiatan
belajar, waktu, pengorganisasian anak, sumber rujukan, alat-
permainan yang diperlukan, dan penilaian yang akan
dilakukan.
4) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan dan dikembangkan
kegiatan belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Pada saat proses berlangsung dilakukan pengamatan terhadap
proses belajar yang dilakukan oleh anak.
5) Penilaian
Penilaian dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir
kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengamati proses
dan kemajuan yang dicapai anak melalui kegiatan
pembelajaran terpadu.

KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI 30/06/2010


Posted by ebekunt in Uncategorized.
trackback
Oleh :
Kuntjojo
Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
(UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di
mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini
disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang
serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya
oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12
– 1.13) sebagai berikut.
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10.Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11.Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12.Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip
perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk.,
2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi
dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.
3. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan
antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
4. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak.
5. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus,
terorganisasi dan terinternalisasi.
6. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
social budaya yang majemuk.
7. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya
tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan
pengetahuan yang diperolehnya.
8. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
9. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional,
dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
10.Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami
tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.
11.Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau
gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat
belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang
diketahuinya.
12.Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas
yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik
dan fisiologis.
Pendidikan Anak Usia Dini
Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa
pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.
Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini
yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun.
Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini
sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu:
Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang
terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan
Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.
Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus
program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 23)
Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus
pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA
adalah wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi
sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya
berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya
karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan
bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan
bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1,
Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang
Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau
informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk
lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB,
TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan
informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.”
Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui
proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar
manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena
perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang
dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan
pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat
menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari
semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak
individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak
sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan
diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga
kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang
menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia
Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia
indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka
kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya
harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang
berlangsung.
Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD
dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin
ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi,
humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan
otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini
merupkan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu
makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi
yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan
berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang
menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu
manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan
organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan
dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil
penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena
kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.
Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai
potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono,
2009: 42 – 43):
1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta
mencintai sesamanya.
2. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan
motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan
sensorik.
3. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berpikir dan belajar.
4. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah
dan menemukan hubungan sebab akibat.
5. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman social dan budaya serta mampu
mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta
menghargai karya kreatif.
Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum
PAUD, 2007) sebagai berikut.
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan
anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya
pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik
perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio
emosional.
Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai
benda di sekitarnya.
Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran
terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan
dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan
agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses
pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau
bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai
dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai
dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang .
Referensi
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.
Patmonodewo, Soemiarti. (2003) Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT
Indeks.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Visimedia
METODE BELAJAR BAGI ANAK USIA DINI
Walaupun pendidikan berlangsung sepanjang hayat, namun menurut Maria
Montessori, enam tahun pertama masa anak sebagai jangka waktu yang paling
penting bagi perkembangannya. Tahun prasekolah menjadi masa anak membina
kepribadian mereka. Karenanya, setiap usaha yang dirancang untuk
mengembangkan minat dan potensi anak harus dilakukan pada masa awal ini untuk
membimbing anak menjadi diri mereka dengan segala kelebihannya. Orangtua dan
pendidik harus dapat membantu anak menyadari dan merealisasikan potensi anak
untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan kepribadian yang utuh.
Acuan memilih metode pengajaran untuk anak usia 0-6 tahun menurut Penasehat
Himpunan Tenaga Kependidikan Usia Dini, Dr. Anggani Sudono MA, adalah
melibatkan anak dalam kegiatan belajar. Ketika di sekolah anak diajak memilih
materi yang ingin dieksplorasi. Dengan begitu anak mendapat inspirasi dan belajar
mengambil keputusan sendiri. Terdapat beberapa metode pengajaran yang
disesuaikan dengan tahap usia anak:
Usia 0-3 tahun: anak dapat mengikuti kegiatan di sekolah taman bermain. Apapun
metodenya, yang harus diperhatikan ialah hubungan komunikasi guru dengan anak,
bagaimana cara guru itu berkomunikasi. Ketika mengajar, sebaiknya guru tidak
mendominasi kegiatan anak.
Usia 5 tahun: berikan kegiatan yang dapat memberi kesempatan pada anak
mengobservasi sesuatu. Sebaiknya pendidik tidak melulu mencontohkan lalu anak
mengikuti. Tapi, biarkan anak mencoba-coba, misal anak menggambar bunga
dengan warna hijau, kuning atau biru. Pendidik dapat memberikan kosakata baru
pada anak dan membiarkan mereka merangkai kalimat.
Usia 6-12 tahun: perbanyak melatih kemampuan anak bercerita dan
mempresentasikan apa yang mereka ketahui. Metode belajar ditekankan pada
bagaimana anak berpikir kreatif, misalnya ketika menjelaskan suatu hal atau
benda. Salah satunya dengan metode main maping, yaitu membuat jaringan topik.
Misal, minta anak menjelaskan konsep meja dan biarkan anak memaparkan satu
persatu pengetahuannya tentang meja mulai dari berbagai bentuk, fungsi sampai
jumlah penyangganya.
Proses belajar-mengajar yang baik adalah jika anak berinteraksi dengan pendidik,
yaitu orangtua dan guru. Maka pendidik harus pandai menciptakan situasi yang
nyaman, membangkitkan semangat belajar, dan anak antusias belajar dengan
memberikan metode pengajaran yang tepat. Jika tipe belajar anak lebih aktif
melalui alat pendengarannya (auditif ), maka anak diajarkan dengan mendengarkan
kaset yang diselingi dengan menunjukkan gambarnya (demonstrasi). dapat juga
dengan memutarkan video agar anak dapat melihat (visual) dengan jelas apa yang
terjadi. Dengan harapan, tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai. Berikut
ini beberapa metode pengajaran yang dapat Anda pilih antara lain :
Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnya,
ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaian
katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiri
akan dapat diserap lebih lama. Anak juga terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif.
Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran yang mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan
percobaan sendiri. Menurut Maryam, staf pengajar di Sekolah Alam Ciganjur, Jakarta
Selatan, terdapat tiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya
informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan
percobaan sendiri. Misalnya, anak belajar tentang tanaman pisang, pendidik tak
hanya menjelaskan tentang pisang tapi juga mengajak anak ke kebun untuk
mengeksplorasi tanaman pisang. Dengan belajar dari alam, anak dapat mengamati
sesuatu secara konkret. Kegiatan ini dapat dilakukan mulai umur empat sampai 12
tahun.
Metode Resitasi (Recitation Method)
Berdasarkan pengamatan sendiri, minta anak membuat resume. Maryam
menambahkan, pada usia 4-12 tahun merupakan masa kritis anak yang selalu
menanyakan, Mengapa begini dan begitu?. Misalnya anak bertanya, Mengapa
pohon dapat berbuah? Libatkan anak untuk mengamati proses pembiakan lalu
minta anak menyimpulkannya sendiri.

Metode Latihan Keterampilan (Drill Method)


Kegiatan yang mewakili metode ini sering Anda lakukan bersama si kecil, yaitu
membuat prakarya (artwork). Sekolah Learning Vision menggunakan metode ini
untuk mendorong anak belajar menjalani proses ketika membuat patung dari lilin
atau karya tiga dimensi lainnya. Selain melatih kemampuan motoriknya, seperti
menulis, menggambar, menghias dan menggunakan alat-alat. Anda juga dapat
mengajarkan anak berhitung secara konkret.

.Metode Pemecahan Masalah (Problem solving Method)


Berikan soal-soal yang tingkat kesulitannya dapat disesuaikan dengan kemampuan
anak. Lalu ajak anak mencari solusinya bersama-sama.
Metode Perancangan (Project Method )
Kegiatan yang mengajak anak merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai
obyek kajian. Salah satu sekolah yang menggunakan metode ini adalah Tutor Time.
Pola pikir anak menjadi lebih berkembang dalam memecahkan suatu masalah serta
membiasakannya menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki.

Metode Bagian (Teileren Method)


Metode pengajaran ini mengaitkan sebagian-sebagian petunjuk yang mengarah
pada sesuatu, seperti potongan puzzle yang digabungkan satu persatu. Setelah
orangtua berhasil mengidentifikasi cara belajar yang tepat bagi anaknya, perlu pula
mendapatkan implementasi konsep pengajaran yang sesuai dengan karakter dan
kemampuan anak. Berikut beberapa konsep pengajaran yang biasa diterapkan di
tahap pengajaran prasekolah:
Holistic Education
Banyak pakar pendidikan menyatakan bahwa pendidikan seyogyanya dipahami
sebagai seni menanamkan dimensi moral, emosi, fisik, psikologi, dan spiritual
dalam perkembangan anak. Pemikiran holistik meliputi keseluruhan dimensi dan
integrasi banyak tahap dari pemahaman dan pengalaman anak dibanding sekadar
penemuan kemampuan anak pada satu hal saja. Pendidikan holistik bertujuan
untuk mengembangkan penghormatan intrinsik pada kehidupan dan cinta belajar.
Cara yang dilakukan berupa memunculkan rasa cinta lingkungan dan mendorong
kreativitas anak. Seni dari pendidikan holistik ini terletak pada keberterimaan cara
belajar dan kebutuhan anak yang berbeda.
Kumon
Metode yang ditemukan di Jepang pada 1954 ini menekankan pada motivasi diri
agar anak tak tergantung pada orang lain untuk belajar. Program ini difokuskan
pada membentuk keterampilan anak dalam kemampuan berbahasa Inggris,
matematika, dan lainnya berdasarkan kesadaran akan kebutuhan diri sendiri. Anak
dilatih juga untuk belajar dari kesalahan yang dibuatnya dengan bimbingan
instruktur sehingga anak menjadi tak takut untuk belajar sesuatu dan percaya diri.
Montessori
Konsep pengajaran yang ditemukan oleh pakar pendidikan usia dini, Dr. Maria
Montessori, ini didasarkan pada potensi dan karakter anak sesuai perkembangan
usianya. Secara normal setiap anak memiliki karakteristik untuk suka mencari tahu,
konsentrasi spontan, mulai memahami realita, suka ketenangan dan bekerja
sendiri, memiliki rasa posesif, ingin melakukan semuanya sendiri, patuh,
independen dan berinisiatif, disiplin diri spontan, serta ceria. Kesemua sifat ini
dimiliki anak secara normal dan metode pengajaran yang diterapkan tak melawan
kenormalan ini. Justru menggunakan karakter ini untuk memasukkan berbagai
pemahaman nilai dan keterampilan.
Multiple Intelligence(MI)
Pendekatan pengajaran dengan konsep multiple intelligence ini mendorong anak
untuk mengeksplorasi kemampuan dan keterampilan intelektualnya, seperti seni,
matematika, atau bahasa. Dasar dari pendekatan multiple intelligence ini adalah
keyakinan bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda. Tiap anak
mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda dalam kemampuan
intelektualnya. Menurut pakar pendidikan anak dari AS, Howard Gardner, terdapat
tujuh kemampuan intelektual pada anak, yaitu verbal (bahasa), logical
(matematika), visual (spasial), kinestetik, musikal (ritme), interpersonal, dan
intrapersonal. Karenanya pendidik menggunakan pendekatan MI untuk
mengakomodasi cara belajar dan kemampuan intelektual anak yang berbeda dalam
kurikulumnya. Konsep MI biasanya digunakan di prasekolah Religion-based
Preschools Pengajaran yang dilakukan difokuskan pada pembentukan kemampuan
akademik, sosial, emosi, dan keterampilan mental yang didasarkan pada kerangka
spiritual. Banyak sekolah menggunakan prinsip agama sebagai panduan
pendekatan pola pengajaran sehingga perkembangan dirinya tetap berlandaskan
personal spiritual yang kuat.
Smart Reader
Program ini semakin popular di seluruh Asia. Diciptakan oleh pakar pendidikan
anak, Dr.Richard Ong dan Dr. KH Wang, Smart Reader merupakan konsep belajar
baru yang bertujuan untuk mengubah potensi anak menjadi sebuah prestasi.
Metode ini dilakukan secara intensif dalam kelas kecil. Orangtua dapat memilih
program intens yang sesuai untuk kebutuhan anaknya, seperti smart reader
programme, smart maths, computer whiz, English programme, dan lainnya.
Thematic Approach
Program ini tepat diterapkan pada anak prasekolah untuk memberi pemahaman
yang menyeluruh tentang suatu tema. Pengajaran iptek, seni, bahasa, konsep
sosial, dan matematika dapat diintegrasikan bersama dari sebuah tema yang
dipilih. Anak dapat membuat hubungan dari sebuah tema mulai dari proses sampai
hasilnya. Seperti, tema tentang kupu-kupu. Anak membaca cerita atau puisi ...

..tentang kupu-kupu untuk belajar membaca dan keterampilan berbahasa,


mewarnai gambar kupu-kupu untuk belajar bentuk dan komposisi warna, dan
mempelajari proses metamorfosis dari ulat, kepompong, hingga menjadi kupu-kupu
untuk mempelajari iptek.
The Glen Doman Method
Glen Doman merupakan pendiri Institute for the Achievement of Human Potential
(IAHP) yang terkenal dengan konsep pengajaran berdasarkan tingkat
perkembangan otak anak yang masih terbatas. Ia menyakini bahwa metode
pengajaran konvensional sangat mengeksploitasi gairah anak untuk memiliki
kemampuan pengetahuan dan keterampilan lain. Berdasarkan usia, anak memang
masih memiliki keterbatasan yang tak dapat dipaksakan. Seperti, jika orang dewasa
berkata dengan berbisik, maka anak usia 18 bulan tak akan memberi respon karena
pendengaran belum cukup berkembang untuk menangkap bisikan itu. Atau anak
tak bisa membaca jelas karena kemampuan visualnya belum sempurna untuk
melihat huruf kecil. Sebaiknya anak disajikan gambar yang besar dengan warna
terang. Metode ini dijalankan dengan menggunakan flashcards yang disertai
petunjuk. Ideal bagi anak usia 10-18 bulan.
The Reggio-Emilia Approach
Metode ini mulai dikenal pada 1960-an di Itali dengan mendasarkan pada
pemberdayaan anak untuk ikut berpartisipasi dalam proses belajar. Pengajaran
dipusatkan pada panjang pendeknya masa belajar anak melalui eksplorasi pada
suatu obyek dan anak memenuhi keingintahuannya tentang obyek itu hingga
maksimal. Anak dilatih untuk bekerja mengamati sesuatu berdasarkan rencana
belajar dan waktu yang telah disusun.
The Shichida Method
Metode Shichida atau Right Brain Training yang ditemukan Prof. Makoto Shichida ini
meyakini bahwa 90 persen pembentukan otak dilakukan sampai anak usia enam
tahun. Selama 40 tahun Schichida mengembangkan teknik untuk dapat
menstimulasi sejak dini perkembangan otak kanan sebagai permulaan pondasi
untuk kehidupan anak kelak. Dan pembentukan tersebut sudah bisa dimulai sejak
anak berusia tiga bulan. Hal ini bisa dilakukan jika anak mendapat metode
pengajaran yang tepat. Lima kemampuan yang terdapat di otak kanan juga
berhubungan dengan lima kemampuan yang ada di otak kiri. Metode ini mengklaim
bahwa kemampuan untuk melihat, mendengar, dan membentuk suatu stimulus
dapat diubah menjadi sebuah imej tertentu bagi anak. Metode ini membantu
mengembangkan memori fotograf, kemampuan mengkalkulasi kekuatan mental,
mengubah perasaan dan pikiran ke dalam kata-kata, berhitung, simbol,
kemampuan untuk menguasai bahasa asing, dan membaca cepat.
Total Child Concept
Pengajaran ini diaplikasikan dengan pemberian pengajaran bahasa, matematika,
musik, dan penyelesaian masalah. Sebagai tambahan untuk mengembangkan
kemampuan akademik anak, Total Child Concept membentuk anak untuk memiliki
keterampilan sosial dan emosi agar dapat berpartisipasi sempurna dalam proses
pengajaran dan pergaulan sosial. Hal ini diimplementasikan lewat pelatihan kontrol
diri, mengembangkan respek, suka menolong, dan tak mementingkan diri sendiri.

PROGRAM PEMBELAJARAN ANAK TK


Program pembelajaran di TK meliputi dua bidang pengembangan kemampuan
yaitu:
1. Bidang pengembangan kemampuan pembiasaan (pengembangan diri)
Bidang pengembangan kemampuan pembiasaan (pengembangan diri) merupakan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-
hari anak, sehingga menjadi kebiasaan baik. Bidang pengembangan pembiasaan
meliputi aspek perkembangan moral, dan nilai-nilai agama, serta pengembangan
sosial, emosional dan kemandirian. Dari aspek perkembangan moral dan nilai-nilai
agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan YME dan
membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga
negara yang baik. Aspek perkembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk
membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat
berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik serta
dapat mendorong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup. Bidang
pengembangan pembiasaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan di TK setiap hari, misalnya
berbaris, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, senam bersama,
menyanyi lagu-lagu yang dapat membangkitkan patriotisme, lagu-lagu religius,
menggosok gigi, berjabat tangan dan mengucapkan salam baik kepada sesama
anak maupun kepada guru, dan mengembalikan mainan pada tempatnya
b. Kegiatan Spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan misalnya
meminta tolong dengan baik, menawarkan bantuan dengan baik, memberi ucapan
selamat kepada teman yang mencapai prestasi baik dan menjenguk teman yang
sakit.
c. Pemberian Teladan, adalah kegiatan yang dilakukan dengan memberi
teladan/contoh yang baik kepada anak, misalnya memungut sampah yang dijumpai
di lingkungan TK, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, rapi dalam
berpakaian, hadir di TK tepat waktu, santun dalam bertutur kata, dan tersenyum
ketika bertemu dengan siapapun.
d. Kegiatan terprogram, adalah kegiatan yang diprogram dalam kegiatan
pembelajaran (perencanaan semester, satuan kegiatan mingguan dan satuan
kegiatan harian) di TK. Kegiatan rutin yang dilakukan di TK, misalnya: makan
bersama, menggosok gigi, menjaga kebersihan lingkungan, latihan shalat
berjamaah, latihan beramal sodaqoh setiap hari jum’at dan lain-lain.
2. Bidang pengembangan kemampuan dasar
Bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan
oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan
tahap perkembangannya yaitu: berbahasa, kognitif, fisik-motorik, dan seni.
a. Berbahasa
Pengembangan bahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran
melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif dan
membangkitkan minat anak untuk berbahasa indonesia.
b. Kognitif
Pengembangan kognitif bertujuan agar anak mampu mengolah perolehan
belajarnya, menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah,
mengembangkan kemampuan logika matematika, pengetahuan ruang dan waktu,
memilah dan mengelompokkan dan persiapan pengembangan kemampuan berpikir
teliti.
c. Fisik/motorik
Pengembangan fisik/motorik bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan
kasar dan halus, meningkatkan kemampuan lokomotorik, non lokomotorik, dan
manipulatif dengan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta
meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga,dapat menunjang
pertubuhan jasmani yang sehat, kuat dan terampil.
d. Seni
Pengembangan seni bertujuan agar anak dapat menciptakan suatu karya
berdasarkan hasil imajinasinya dan dapat menghargai hasil kreativitas orang lain.
Pengembangan kemampuan dasar diprogramkan dalam perencanaan semester,
perencanaan mingguan dalam bentuk Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) dan
perencanaan harian dalam bentuk Satuan Kegiatan Harian (SKH) yang dilaksanakan
dalam pembelajaran sehari-hari di TK. Pada setiap akhir tema dilakukan puncak
tema yaitu melakukan kegiatan yang merangkum kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan tema.

You might also like