You are on page 1of 18

Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Potensi dan Kesejahteraan

Sosial (PSKS) Tahun 2009


sumber departemen sosial ri

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini ditandai dengan kemajuan
teknologi, industrialisasi, urbanisasi dan berbagai gejolak kemasyarakatan
menimbulkan banyak masalah sosial. Apabila tidak segera ditangani, maka masalah ini
akan semakin menyebar dan semakin berdampak pada masyarakat. Untuk itu
diperlukan suatu upaya yang terintegrasi dan terorganisasi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Masalah sosial timbul dari berbagai sebab, baik faktor pelaku (internal faktors)
maupun faktor lingkungan (eksternal faktors). Faktor-faktor internal dan eksternal
saling berinteraksi dan berinterdependensi, sehingga masalah sosial biasanya kompleks
dan tidak mudah dipecahkan. Masalah sosial mempunyai berbagai dimensi, baik
ekonomi, sosial, budaya, biologis, psikologis, spiritual, hukum, maupun keamanan,
sehingga masalah sosial hanya bisa didekati secara lintas sektor dan interdisipliner
Perubahan dan perkembangan masyarakat terjadi secara bervariasi, artinya ada yang
terjadi secara lambat (evolusion), namun ada yang terjadi secara cepat (revolution).
Perubahan dan perkembangan masyarakat secara cepat, apalagi tidak direncanakan
dengan baik (unplanned), biasanya menimbulkan masalah sosial. Masyarakat
senantiasa berupaya menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersebut,
namun biasanya ada sekelompok individu yang tidak mampu melakukannya, sehingga
berada dalam kesulitan (private troubles) dan masalah (private problems).
Pada umumnya, masalah sosial yang berkembang pada saat ini terbagi ke dalam dua
golongan, yaitu :
Masalah sosial konvensional (persistent sosial problems) atau disebut juga masalah
sosial tradisional. Jenis masalah ini pada dasarnya senantiasa ada sejak aman
dahulu. Keberadaannya kurang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi serta
proses perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah
sosial konvensional, diantaranya :
Kemiskinan, baik yang terjadi di pedesaan maupun perkotaan. Karakteristik
penduduk yang tergolong ke dalam masalah kemiskinan adalah
kelompok fakir, kelompok miskin, dan kelompok kelas bawah atau
warga kurang beruntung serta kelompok residual atau marginal.
Wanita rawan sosial ekonomi.
Keluarga berumah tidak layak huni
Keterlantaran, meliputi : Balita terlantar, Anak terlantar, lanjut usia terlantar
Keterasingan/keterpencilan, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah
masyarakat terasing atau komunitas adat terpencil (KAT),
Kecacatan.
Ketunaan Sosial
Bencana, baik yang diakibatkan oleh peristiwa alam, ulah manusia maupun
kombinasi keduanya.
Masalah sosial kontemporer disebut juga masalah sosial baru, merupakan untuk
masalah sosial yang timbul karena berbagai dampak pembangunan atau
kebijakan politik dewasa ini serta perubahan dan perkembangan masyarakat.
Masalah sosial yang termasuk ke dalam kelompok masalah sosial kontemporer
diantaranya korban tindak kekerasan/perlakuan salah, anak jalanan, keluarga
yang bermasalah sosial psikologis, korban Penyalahgunaan Narkoba,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) HIV/AIDS, dan pemukiman
tidak layak huni.
Permasalahan sosial itu tentunya haruslah ditangani melalui suatu pembangunan
kesejahteraan sosial. Agar berhasilnya pembangunan tersebut diperlukan suatu
perencanaan yang tepat. Sebuah perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial yang
tepat memerlukan data-data yang cepat, tepat dan dapat dipercaya.
Disadari pula bahwa pembangunan kesejahteraan sosial memerlukan dukungan dari
masyarakat. Usaha dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di
Indonesia merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Masyarakat
berperan sebagai pelaksana utama, sedangkan pemerintah adalah menetapkan regulasi
dan memberikan fasilitas.
Saat ini masyarakat sebagai pelaksana usaha kesejahteraan sosial cenderung
mengalami penurunan kepedulian. Hal ini ditandai dengan ragam kehidupan sosial
masyarakat yang penuh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan
ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi, yang berdampak tingginya beban
ekonomi masyarakat, rendahnya partisipasi aktif masyarakat, menurunnya kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanannya kepada
masyarakat, dan menurunnya ketertiban umum serta ketentraman masyarakat.
Berdasarkan kondisi tersebut, Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial sebagai
unit yang mempunyai tugas menyajikan data dan informasi, guna kebutuhan tersebut
menerbitkan buku Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) tahun 2009.
Sistematika penyajian ini dibagi dua bagian, pertama data dan informasi yang bersifat
nasional dan kedua data dan informasi di masing-masing propinsi.
Data yang ditampilkan dalam buku ini berisi 22 jenis PMKS karena perubahan
nomenklatur PMKS, dengan melakukan penggolongan yaitu :
Anak korban Tindak Kekerasan, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Lanjut Usia
Korban Tindak Kekerasan menjadi Korban Tindak Kekerasan saja.
Anak Cacat dan Penyandang Cacat eks Penyakit Kronis digabung menjadi
Penyandang Cacat saja
Nomenklatur Masyarakat Yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana dihilangkan
Nomenklatur Eks Narapidana menjadi Bekas Warga Binaan Lembaga
Kemasyarakatan (BWBLK)
Maksud dan Tujuan
Maksud :
Pembuatan Buku Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi
dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2009 adalah untuk menyajikan data
dan informasi PMKS dan PSKS secara nasional dari tingkat provinsi hingga
kabupaten/kota.
Tujuan :
Tersedianya database Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan
Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) serta penyebarannya pada setiap kabupaten/kota di
seluruh IndonesiaSebagai sumber referensi dalam perencanaan program
pembangunan kesos
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
Melakukan pemutakhiran pada server database kesejahteraan sosial, Kementerian
Sosial RI
BAB II
PENGERTIAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS)
POTENSI DAN SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau
kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak
dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya
baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan,
atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan
sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun
bencana sosial.
Saatini Kementerian Sosial menangani 22 jenis PMKS, yaitu sebagai berikut :
Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu,
orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa
kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-
duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial.
Anak Telantar,adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang
tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan
seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-
duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak
harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat terpenuhi
kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial.
Anak Nakal,adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang
dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat,lingkungannya
sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu
ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum.
Anak Jalanan,adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun
tempat-tempat umum.
Wanita Rawan Sosial Ekonomi,adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59
tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup
untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Korban Tindak Kekerasan, , adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.
Lanjut Usia Telantar,adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena
faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial.
Penyandang Cacat,adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau
mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi
dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya
secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental
dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental.
Tuna Susila,adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama
atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang
sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang,materi atau jasa.
Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di
tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas
kasihan orang lain.
Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai
dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di
tempat umum.
Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK),adalah seseorang
yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau
masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan
untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga
mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan
kehidupannya secara normal.
Korban Penyalahgunaan NAPZA,adalah seseorang yang menggunakan
narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras
diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai
sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan
dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat
tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar
anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-
tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar .
Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup
dalam kesatuan kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan
masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial
budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada
umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan
lingkungan dalam arti luas.
Korban Bencana Alam,adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat
yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat
dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.Termasuk dalam korban
bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung
berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami,kencang,
kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman,
kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri
(kecelakaan kerja).
Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau
kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial
ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang
menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya.
Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya
dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial
sehingga menjadi telantar.
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi
profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV
sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup
telantar.
Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima
tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi
(berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu
memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) adalah potensi dan sumber yang ada
pada manusia, alam dan institusi sosial yang dapat digunakan untuk usaha
kesejahteraan sosial. Selanjutnya Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial meliputi :
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM),adalah warga masyarakat yang atas dasar
kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan,
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang
Kesejahteraan Sosial.
Organisasi Sosial, adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan
Usaha Kesejahteraan Sosial
Karang Taruna, adalah Organisasi Sosial Kepemudaan, wadah pengembangan
generasi muda, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggungjawab
sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah
desa/kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang bergerak di bidang
kesejahteraan sosial dan secara organisasi berdiri sendiri.
Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), adalah sistem
kerja sama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri
atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Wahana ini
berupa jejaring kerja dari pada kelembagaan sosial komunitas lokal, baik yang
tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja
dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat
menumbuh kembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang
Usaha Kesejahteraan Sosial.
Dunia Usaha yang Melakukan UKS, adalah organisasi komersial seluruh
lingkungan industri dan produksi barang/jasa termasuk BUMN dan BUMD
serta atau wirausahawan beserta jaringannya yang dapat melaksanakan
tanggung jawab sosialnya.
Sumber Data
Buku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2009 disusun dengan sumber data :
Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan; jenis PMKS : Anak
Nakal, Anak Jalanan, Wanita Rawan Sosial Ekonomi,Korban Tindak
Kekerasan, , Tuna Susila, Pengemis, Gelandangan, Bekas Warga Binaan
Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK), Korban Penyalahgunaan NAPZA, ,
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis,Komunitas Adat Terpencil, Korban
Bencana Alam, Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, Pekerja Migran
Telantar, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Keluarga Rentan.
Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan; 5 jenis PSKS yakni :
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Organisasi Sosial (Orsos) Karang Taruna
(KT) Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) Dunia
Usaha (DU) yang Melakukan UKS.
Penyandang Cacat dengan Klasifikasi International Classification of Funtioning
(ICF) di 5 Provinsi : DKI Jakarta, Banten, DI.Yogyakarta, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik ,dengan; jenis PMKS : anak balita Terlantar, anak terlantar,
lanjut usia terlantar, rumah tangga tidak layak huni.

BAB III
METODOLOGI PENDATAAN
Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dilakukan dengan metode survey dan sensus di
seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia yang dilakukan oleh masing-masing
Dinas/Instansi Sosial Provinsi yang berwenang dalam pendataan PMKS dan PSKS.
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam Pengumpulan data PMKS dan PSKS adalah
:
Pendekatan Keluarga
Pendekatan secara keluarga dilakukan untuk menjaring data 8 (delapan) jenis PMKS,
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Wilayah pendataan per desa/kelurahan dibagi habis kepada semua petugas pendata
Melakukan identifikasi nama dan jumlah keluarga pada masing-masing Rukun
Tetangga (RT) untuk menghindari responden ganda atau yang tidak terdata.
Pendataan dilakukan secara sensus dari rumah ke rumah dengan sasaran responden
kepala keluarga atau yang mewakili.
Untuk 8 (delapan) jenis PMKS ini terdiri dari :
Anak Balita Telantar
Anak Telantar
Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Lanjut Usia Telantar
Penyandang Cacat
Keluarga Fakir Miskin
Keluarga yang Tinggal di Rumah Tak Layak Huni
Keluarga Rentan
Pendekatan Kelembagaan
Pada pendekatan kelembagaan sumber data atau responden adalah instansi sosial di tingkat
kabupaten/kota, dan dilakukan rekapitulasi oleh dinas/instansi sosial provinsi.
Pendekatan kelembagaan ini untuk menjaring data 14 jenis PMKS, dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
Melakukan pendekatan dengan Dinas/Instansi Sosial, Instansi terkait setempat
untuk memperoleh informasi awal mengenai jumlah dan lokasi keberadaan
lembaga terkait yang ada di desa/kelurahan wilayah tugas pendata
Setelah diperoleh informasi awal, petugas melakukan Pendataan secara langsung
PMKS terkait
Untuk 14 (empat belas) jenis PMKS ini terdiri dari :
Anak Nakal
Anak Jalanan
Korban Tindak Kekerasan/Diperlakukan Salah
Tuna Susila
Pengemis
Gelandangan
Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK)
Korban Penyalahgunaan Napza
Komunitas Adat Terpencil
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis
Korban Bencana Alam
Korban Bencana Sosial
Pekerja Migran Bermasalah Sosial
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Proses Pengumpulan dan Pengolahan Data
Proses Pengumpulan dan pengolahan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dilakukan dengan
metode survey dan sensus di seluruh kabupaten/Kota di Indonesia dengan memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
Pendataan pada responden untuk 22 jenis PMKS dan PSKS sesuai dengan
pendekatan yang digunakan pada tingkat desa/kelurahan dilakukan oleh
petugas pendata dari Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota selanjutnya
pengolahan data dilaksanakan di tingkat Kabupaten/Kota masing-masing.
Kemudian Pengolahan data dari tingkat Kabupaten/Kota dilakukan di
Dinas/Instansi Sosial Provinsi sehingga tersedia rekapitulasi data PMKS tingkat
Provinsi
Untuk variabel Keluarga Fakir Miskin menggunakan data Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) 2008
Untuk Variabel Anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar,
Penyandang Cacat dan Rumah Tidak layak huni Pusdatin Kesos menggunakan
data Susenas dengan pertimbangan:
Sejak tahun 2000 Pusdatin Kesos bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik
(BPS) sampai dengan tahun 2010
Pusdatin Kesos bekerjasama dengan BPS mengakomodir 5 (lima) variabel
PMKS yakni; Anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia
Terlantar, Penyandang Cacat dan Rumah Tidak layak huni pada
kegiatan Susenas yang hasilnya digunakan sebagai data PMKS Depsos
Data Susenas dan PPLS 2008 telah mengacu pada Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1997 tentang Statistik
Selanjutnya dilakukan pengolahan data (tabulasi) di tingkat pusat yang berasal dari
rekapitulasi data PMKS tingkat Provinsi.

BAB IV
REKAPITULASI DAN DISTRIBUSI DATA PENYANDANG MASALAH
KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) , POTENSI DAN SUMBER KESEJAHTERAAN
SOSIAL (PSKS) SERTA ANALISIS PERMASALAHAN
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Rekapitulasi PMKS hasil pendataan Tahun 2009, dari masing-masing Provinsi,
kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel data. Secara umum Penyebaran jumlah PMKS
dideskripsikan lebih besar di Pulau Jawa hal ini wajar mengingat distribusi penduduk
Indonesia lebih besar di Pulau Jawa kondisi ini sejalan dengan data kepadatan
penduduk menunjukkan bahwa kepadatan tertinggi adalah Pulau Jawa. Data ini dapat
diinterpretasikan bahwa permasalahan sosial merupakan salah satu akibat dari
perubahan sosial ternyata menimbulkan akibat atau dampak pada tumbuh dan
berkembangnya permasalahan sosial pada tingkat lokal.
Total Kabupaten/Kota yang dilakukan pendataan PMKS di seluruh Indonesia adalah
465 Kabupaten/Kota. Berdasarkan rasio jumlah kabupaten terhadap kota maka jumlah
PMKS secara keselurahan lebih banyak terdapat di kabupaten.
Untuk jumlah PMKS secara keseluruhan, hasil pendataan 2009 pada umumnya terjadi
peningkatan dibandingkan dengan jumlah PMKS tahun 2008, tapi ada juga yang
mengalami penurunan yakni keluarga rentan, pekerja migran terlantar, anak nakal,
penyandang cacat, dan keluarga fakir miskin Dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa 17 jenis PMKS mengalami peningkatan jumlah yakni Anak Balita Telantar,
Anak Telantar, Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Lanjut Usia Telantar, Keluarga yang
Tinggal di Rumah Tak Layak Huni, Anak Jalanan, Korban Tindak
Kekerasan/Diperlakukan Salah, Tuna Susila, Pengemis, Gelandangan, Bekas Warga
Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK), Korban Penyalahgunaan Napza,
Komunitas Adat Terpencil, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, Korban Bencana
Alam, Korban Bencana Sosial, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
sementara 5 jenis PMKS mengalami penurunan jumlah. Di era sekarang ini, dimana
kemiskinan walaupun mengalami penurunan jumlah namun masih tergolong besar
yakni 32.530.000 jiwa (BPS 2009). Dari kondisi diatas, nampaknya faktor kemiskinan
memegang peranan penting dari terjadinya peningkatan jumlah PMKS. kemiskinan
merupakan masalah utama yang terbentang dalam domain masalah sosial dan masalah
kesejahteraan sosial. Namun, secara khusus, masalah kemiskinan kemudian menyentuh
dimensi kesejahteraan sosial, seperti fakir miskin, orang dengan kecacatan (ODK),
anak dan lansia telantar, dan rumah tidak layak huni. Populasi yang mengalami
problema ini dikenal dengan istilah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) atau Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Hubungan kemiskinan dengan PMKS dapat terlihat dalam gambar 1 berikut ini :
Gambar 1 : hubungan kemiskinan dengan PMKS
Sekarang ini, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan
ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan
bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.
Kondisi kemiskinan ini sangat berhubungan dengan peningkatan jumlah PMKS.
Kondisi kemiskinan terlihat dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, asupan
gizi, kesehatan, pendidikan, dan rumah tinggal yang layak huni.
Bagamana kemiskinan ini menimbulkan semakin bertambahnya jumlah PMKS di
Indonesia sesuai data yang diperoleh dari kegiatan kompilasi data PMKS 2009.
Kemiskinan membuat anak-anak usia sekolah menjadi tidak bersekolah, dan putus
sekolah. Masyarakat miskin menaruh harapan bahwa pendidikan akan membawa
perbaikan taraf hidup yang lebih baik. Masalah yang mereka hadapi adalah masalah
biaya, terbatasnya akses layanan pendidikan dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
Rendahnya akses masyarakat miskin terhadap pendidikan ditunjukkan oleh Angka
Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Sedangkan mutu
pendidikan ditunjukkan oleh rasio siswa dengan guru, jumlah guru bermutu, prestasi
belajar siswa, angka putus sekolah, sarana belajar, termasuk ketersediaan dan koleksi
perpustakaan.
Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama
disebabkan terbatasnya jangkauan fasilitas pendidikan, tingginya beban biaya
pendidikan, terbatasnya prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah sekolah
yang layak untuk proses belajar-mengajar, dan terbatasnya jumlah SLTP di daerah
perdesaan, daerah terpencil dan kantong-kantong kemiskinan.
Biaya pendidikan merupakan salah satu bagian yang cukup besar dari pengeluaran
rumahtangga berpendapatan rendah. Adapun pos-pos yang mereka keluarkan untuk
biaya pendidikan bagi rumah tangga yang termasuk berpenghasilan rendah yakni biaya
pendidikan per anak untuk SD, untuk SLTP dan untuk SLTA. Dari biaya pendidikan
tersebut belum termasuk untuk transportasi, membeli seragam, biaya pendaftaran, dan
pengeluaran lain-lain.
Dari Kondisi yang telah disebutkan menyebabkan anak-anak dari keluarga miskin
menjadi terlantar dalam bidang pendidikan. Banyak anak tidak bersekolah, putus
sekolah, menjadi pekerja anak, buruh migran, gelandangan dan pengemis, dan menjadi
anak jalanan untuk mencari uang.
Kemiskinan juga menyebabkan penduduk tidak mampu memiliki rumah yang layak
huni (RTLH) dari sisi kesehatan. Menurut BPS ada 14 kriteria rumah tidak layak huni,
antara lain luas lantai atau rumah kurang dari delapan meter persegi, lantai masih
berupa tanah, berdinding bambu, belum mempunyai jamban, dan belum menggunakan
penerangan listrik.
Salah satu kriteria RTLH adalah akses sanitasinya. Tidak adanya MCK yang
memenuhi syarat kesehatan dan rendahnya cakupan air bersih (air minum, dan mandi)
pada rumah tangga tidak layak huni terutama pada kawasan pedesaan erat kaitannya
dengan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS). Kondisi ini mengakibatkan persoalan-persoalan seperti
meningkatnya jumlah rumah tanga tidak layak huni, menurunya derajat kesehatan
kesehatan seperti tingginya angka kejadian diare, penyakit kulit, dan penyakit lain
akibat rendahnya kualitas air yang digunakan.
Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak masih menjadi persoalan bagi masyarakat
miskin. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan pangan berkaitan dengan rendahnya
gizi baik nutrisi maupun kalori, Pada umumnya kesulitan pemenuhan pangan ini
disebabkan oleh rendahnya daya beli. Permasalahan kecukupan pangan antara lain
terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi,
anak balita dan ibu. Dari sisi ini terlihat bahwa akan banyak balita menjadi terlantar
dalam hal asupan gizi, menjadi cacat, kecenderungan melahirkan bayi cacat atau lahir
dengan resiko penyakit yang membahayakan kesehatan ketika dewasa nanti.
Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Angka kematian
bayi (AKB) pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu di atas AKB
masyarakat berpendapatan tinggi, menurut data BPS, meskipun telah turun dari 61 (per
1000 kelahiran) pada tahun 1999 menjadi 64 pada tahun 2000, dan 53 pada tahun 2001
kemudian data BPS tahun 2009 menurun menjadi 51. Status kesehatan masyarakat
miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit menular seperti malaria, TBC, dan
HIV/AIDS. Sekitar 46,3% penduduk atau lebih dari 90 juta orang hidup di daerah
endemik malaria, dan beban penyakit terberat. Faktor-faktor ini juga menjadi salah
satu penyebab meningkatnya jumlah balita terlantar, tingginya kematian balita di
Indonesia.
HIV/AIDS di Indonesia adalah sebuah epidemi. Saat ini epidemi HIV ini masih
terkonsentrasi, dengan tingkat penularan HIV yang rendah pada populasi umum,
namun tinggi pada populasi-populasi tertentu. Ancaman epidemi telah terlihat melalui
data infeksi HIV yang terus meningkat khususnya di kalangan kelompok berisiko
tinggi di beberapa tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS telah
menjadi ancaman bagi Indonesia.
Di Indonesia yang dapat mempercepat penyebaran HIV/AIDS antara lain
meningkatnya penggunaan napza suntik, perilaku berisiko seperti penggunaan jarum
suntik bersama, tingginya penyakit seksual menular pada anak jalanan, keengganan
pelanggan seks pria untuk menggunakan kondom, tingginya angka migrasi dan
perpindahan penduduk, serta kurangnya pengetahuan dan informasi pencegahan
HIV/AIDS. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana melaksanakan program yang
secara efektif bisa mengatasi faktor risiko ini, termasuk diantaranya harm reduction
pada pengguna napza suntik. Tantangan lainnya adalah bagaimana menjaga
ketersediaan dan keterjangkauan obat antiretroviral.
Akibat kondisi ini, data PMKS ODHA menunjukkan adanya peningkatan di banding
data tahun 2009. Diperkirakan bahwa pada 2010 akan ada sekitar 110.000 orang yang
menderita atau meninggal karena AIDS serta sekitar sejuta orang yang mengidap virus
HIV.10
Antar permasalahan tersebut pun saling berhubungan. Akibat penyakit HIV juga
berpengaruh langsung terhadap penduduk usia produktif dan para pencari nafkah
dengan kasus yang terus meningkat. Kematian laki-laki dan perempuan pencari nafkah
yang disebabkan oleh penyakit tersebut berakibat pada hilangnya pendapatan
masyarakat miskin dan meningkatnya jumlah anak yatim/piatu, sehingga juga
menimbulkan meningkatnya jumlah anak terlantar, dan baalita terlantar.
Asupan gizi anggota keluarga dalam satu rumahtangga miskin berbeda antara
perempuan dan anak perempuan dengan laki-laki dan anak laki-laki. Hal ini terjadi
karena dalam hal makan, budaya masyarakat lebih mendahulukan bapak, kemudian
anak laki-laki, baru kemudian anak perempuan dan terakhir ibu. Buruknya kondisi gizi
ibu hamil akibat kebiasaan tersebut mengakibatkan tingginya angka kematian ibu pada
waktu melahirkan dan setelah melahirkan kemudian orang tua (ibu) melahirkan bayi
yang cacat, lalu cacat yang terjadi pada saat bayi dalam masa pertumbuhan, disamping
cacat yang diakibatkan kecelakaan. Namun data terbanyak menyebutkan jumlah paca
terjadi akibat dari bawaan sejak lahir dan pengaruh dari kesehatan orang tua nya
(kurangnya gizi ibu hamil)
Masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan atas pekerjaan yang layak dan
peluang yang terbatas untuk mengembangkan usaha mereka. Terbatasnya lapangan
pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan
pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang seimbang dan kurang
kepastian akan keberlanjutannya. Usaha yang dilakukan masyarakat miskin juga sulit
berkembang karena menghadapi persaingan yang tidak seimbang, keterbatasan modal,
serta kurangnya ketrampilan dan pendidikan. Bagi perempuan permasalahannya
menjadi lebih kompleks karena negara melegitimasi diskriminasi upah bagi perempuan
melalui UU Perkawinan Tahun 1974 pasal I yang mengatakan laki-laki sebagi kepala
keluarga dan perempuan sebagai ibu rumahtangga. UU ini yang dijadikan rujukan bagi
pembuatan peraturan pengupahan. Oleh karena itu, masalah utama yang dihadapi
masyarakat miskin adalah terbatasnya kesempatan kerja, terbatasnya peluang
pengembangan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan
upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja
perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
Banyaknya kejadian bencana alam, dan konflik-konflik sosial, menyebabkan
bertambahnya jumlah korban bencana alam dan bencana sosial. Kemiskinan juga
menyebabkan mereka menjadi gelandangan, pengemis, buruh migran, banyak lanjut
usia terlantar dan wanita rawan sosial ekonomi.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Data 2009 menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada jumlah PSKS pada tiap
jenisnya, yakni PSM, Orsos, Karang Taruna, WKBSM, hanya Dunia Usaha yang
menunjukkan peribahan relatif tetap.
Seiring dengan era otonomi, dimana PSM kehilangan induknya pada saat Depsos
dibubarkan, maka banyak PSM kehilangan pegangan, dan tidak memiliki arah tugas
yang jelas. Perlahan-lahan jumlah mereka selalu mengalami penurunan. Demikian juga
dengan karang taruna, orsos, dan WKBSM.
Dunia usaha relatif tetap jumlahnya. Keberadaan dunia usaha dalam melaksanakan
program pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari tanggung
jawab sosial dunia usaha (Corporate Sosial Responsibility) agar masyarakat sekitar
perusahaan maju dan berkembang seiring dengan kemajuan perusahaan. Program
pembangunan kesejahteraan sosial yang telah banyak dilakukan oleh dunia usaha
selama ini telah memberikan kontribusi yang nyata dalam hal peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat, melalui program-program antara lain
pembangunan infrastruktur sosial ekonomi masyarakat, program kemitraan ekonomi
masyarakat, program peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta
program penguatan kapasitas kelembagaan pemberdayaan masyarakat. Dengan
demikian sangatlah penting mempertahankan keberadaan dunia usaha yang melakukan
usaha kesejahteraan sosial. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk menumbuhkan
kepedulian dunia usaha terhadap usaha kesejahteraan sosial, agar jumlah mereka
meningkat.
Karang taruna merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang berada di setiap
desa/kelurahan. Organisasi ini menjadi sarana bagi para pemuda dan pemudi untuk
mengaktualisasi bakat dan kemampuannya. Karang Taruna merupakan wadah
pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa
tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di
wilayah Desa / Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak
dibidang kesejahteraan sosial.
Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan
dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan
ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan
baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Selama ini
dalam berbagai masalah sosial, karang taruna merupakan mitra Depsos yang
membantu dalam penanganan masalah tersebut. Karang taruna dalam program KUBE
berperan menjadi pendamping dibawah kordinasi Depsos. langkah ini bertujuan
menjamin kelangsungan, kemantapan, pertumbuhan dan perkembangan KUBE.
Pendampingan dilaksanakan mengingat karakteristik PMKS yang memiliki
keterbatasan wawasan dan akses terhadap informasi serta potensi sosial ekonomi
disamping kecenderungan anggota KUBE untuk menarik diri / keluar cukup tinggi.
Di era otonomi daerah ini karang taruna mengalami penurunan jumlah. Kurangnya
perhatian pemerintah daerah terhadap keberadaan karang taruna menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah karang taruna.
WKSBM adalah media interaktif warga masyarakat dalam upaya membangun daya
(kemampuan) warga masyarakat sendiri agar mampu meningkatkan taraf kesejahteraan
sosialnya melalui pemberian dorongan, motivasi, bimbingan, dan pendampingan, serta
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya sehingga menjadi kekuatan
efektif juga dalam mengatasi permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial
keluarga maupun masyarakat lokal. WKBSM terbentuk dari perangkat kepranataan
lokal.
Secara universal dalam kehidupan masyarakat memang terdapat keperangkatan,
kepranataan dan nilai sosial budaya dalam berbagai sektor kehidupan dalam suatu pola
kehidupan bermasyarakat yaitu berupa modal sosial, secara arif merupakan perekat
perilaku masyarakat sejalan dalam proses transformasi sosial budaya melalui wujud
dengan terjadi kebangkitan civil society yang diakomodasikan oleh warganya menjadi
komitmen besar dalam menghantir permasalahan kesejahteraan sosial warga masya-
rakatnya diwilayahnya sendiri. Perekat inilah yang jika kurang diperhatikan oleh
pemerintah daerah dikhawatirkan akan menjadi pudar, sehingga pada akhirnya secara
perlahan-lahan jumlah WKBSM akan menurun.
Organisasi sosial (orsos) juga merupakan pilar pembangunan kesejahteraan sosial.
Orsos memiliki tanggung jawab untuk melibatkan diri secara langsung didalam proses
pembangunan kesos. Keterlibatan langsung orsos akan menjadi kekuatan dahsyat
untuk mendobrak permasalahan klasik yang selama ini membelenggu kehidupan
masyarakat, yakni masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketunaan dan kebodohan.
Orsos memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk merubah kultur/mentalitas dari
menggantungkan diri menjadi mandiri yang berjiwa wirausaha. Kondisi demikian akan
menumbuhkan daya kreasi yang sangat berguna bagi sukses tidaknya pembangunan
kesos. Dalam hal ini pemerintah daerah hendaknya memberikan dorongan yang kuat
bagi orsos untuk lebih meningkatkan peranannya agar menjadi pelopor penggerak
pembangunan kesos di daerahnya dan juga dapat memicu orsos semakin bertambah
jumlahnya.

REKAPITULASI JUMLAH PMKS TINGKAT NASIONAL PER JENIS PMKS


TAHUN 2009
NOJENIS PMKSSINGKATANJUMLAHSATUAN
1Anak Balita TerlantarABT1.186.941Jiwa
2Anak TerlantarAT3.176.462Jiwa
3Anak NakalAN155.444Jiwa
4Anak JalananAJ83.776Jiwa
5Wanita Rawan Sosial EkonomiWRSE1.284.228Jiwa
6Korban Tindak KekerasanKTK100.843Jiwa
7Lanjut Usia TerlantarLUT2.994.330Jiwa
8Penyandang CacatPACA1.541.942Jiwa
9Tuna SusilaTS47.043Jiwa
10PengemisPNG33.323Jiwa
11GelandanganGLD55.433Jiwa
12Bekas Warga Binaan Lembaga KemasyarakatanBWBLK136.719Jiwa
13Korban Penyalahgunaan NAPZANAPZA48.931Jiwa
14Keluarga Fakir MiskinSM2.989.038Rumah Tangga
M6.931.891Rumah Tangga
HM7.561.831Rumah Tangga
15Keluarga Tinggal di Rumah Tak Layak HuniRTLH5.880.499KK
16Keluarga Bermasalah Sosial PsikologisKBSP360.642KK
17Komunitas Adat TerpencilKAT499.414Jiwa
18Korban Bencana AlamKBA1.935.833Jiwa
19Korban Bencan SosialKBS318.112Jiwa
20Pekerja Migran TerlantarPMT118.092Jiwa
21Orang dengan HIV/AIDSODHA19.449Jiwa
22Keluarga RentanRENTAN1.254.631KK

REKAPITULASI JUMLAH PSKS TINGKAT NASIONAL PER JENIS PSKS TAHUN


2009

KodeProvinsiPSMORSOSKARANG TARUNAWKSBMDunia Usaha


1234567
11Nanggroe Aceh Darussalam4,6253156,3908253
12Sumatera Utara4,6561914,9162540
13Sumatera Barat2,512228553431103
14Riau1,426626821190160
15Propinsi Jambi389201745--
16Sumatera Selatan1,2862002,71752183
17Bengkulu1,1264071,1681725
18Lampung2,4573362,1845047
19Kepulauan Bangka Belitung4035033910728
21Kepulauan Riau294136-4686
31DKI Jakarta 3,7431,832267--
32Jawa Barat7,2271,7577,4451,480776
33Jawa Tengah38,5791,0068,543432618
34DI. Yogyakarta4,43532443813048
35Jawa Timur25,3994,4628,43141,7131,400
36Banten 5,7461,2011,6569001,873
51Bali3,5997356901,262185
52Nusa Tenggara Barat2,23268560020911
53Nusa Tenggara Timur13,8606502,846207-
61Kalimantan Barat9,1892431,0267,143-
62Kalimantan Tengah50416540695744
63Kalimantan Selatan4,6413041,825321
64Kalimantan Timur1,645139858202-
71Sulawesi Utara90339631318
72Sulawesi Tengah60363276100-
73Sulawesi Selatan3,9296532,466388-
74Sulawesi Tenggara1,7971151,46636553
75Gorontalo301040655
76Sulawesi Barat537416618334-
81Maluku417219114--
82Maluku Utara895866485201204
91Papua Barat680197913203
94Papua3.1597181.2127325
Indonesia152.11019.78961.69557.2096.170

You might also like