You are on page 1of 15

MAKALAH PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG

KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

DISUSUN OLEH :
NINDYA AFRIANA N
KELAS : 1KA34
NPM : 15110006

UNIVERSITAS GUNADARMA
SISTEM INFORMASI
MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR
DOSEN : MUHAMMAD BURHAN AMIN
TOPIK TUGAS : PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN
BUDAYA NASIONAL.
KELAS : 1-KA34
DATELINE TUGAS : 28 FEBRUARI 2011
TANGGAL PENYERAHAN & UPLOAD TUGAS : 28 FEBRUARI 2011
PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri
tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100
untuk mata kuliah ini.

PENYUSUN

NPM NAMA LENGKAP TANDA TANGAN


15110006 NINDYA AFIARANA NURSAFITRI

Program sarjana Sistem Informasi

UNIVERSITAS GUNADARMA
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan
tugas mata kuliah ilmu budaya dasar dengan membahas peranan budaya lokal mendukung
ketahanan budaya nasional.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Burhan Amin, selaku dosen pada mata kuliah ilmu budaya dasar yang telah
mencurahkan ilmunya kepada kami,
2. Orang tua dan semua pihak yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Amin.

Bekasi, November 2010

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
1. LEMBAR PERNYATAAN i
2. KATA PENGANTAR ii
3. DAFTAR ISI iii
4. BAB I PENDAHULUAN
a) Latar belakang 1
b) Tujuan 1
c) Sasaran 2
5. BAB II PERMASALAHAN
a) Kekuatan (strength) 3-4
b) Kelemahan (weakness) 4-6
c) Peluang (opportunity) 6-7
d) Tantangan/hambatan (threats) 7-8
6. BAB III (KESIMPULAN DAN REKOMENDASI)
a) Kesimpulan 9
b) Rekomendasi 9
7. REFERENSI 10
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Kebudayaan adalah hasil dari proses peradaban manusia yang bermula darii
ditemukannya alat-alat, barang-barang yang jadi perlambang primitifisme dan
dinyatakannya proses modernitas sesuai dengan jamannya. Budaya awalnya dari
kebiasaan merespon keadaan luar diri dan lingkungan yang diadaptasi untuk bisa
diterima secara seksama dilingkungannya. Budaya busana misalnya, budaya interaksi
antar manusia, budaya pemikiran, kemudian menjadi sikap dan perilaku yang
disepakati. Kebudayaan sebagai ciri bangsa yang memiliki peradaban lebih maju
diimplementasikan dalam bentuk karya bunyi dan gerak melahirkan kesenian. Sesuatu
yang bagi kelompok pada jamannya merupakan karya yang dinikmati sebagai
keindahan dan kenikmatan.baik dalam pendengaran dan pengilihatan yang diterima
oleh perasaan. Kesenian sebagai produk lanjut kebudayaan lahir juga karena proses
pemikiran yang melahirkan penemuan alat-alat bebunyian dan ide kreatif masyarakat
terhadap gerak tubuh. Lahirnya seni musik, seni rupa, seni lukis, tari dan Iain-Iain,
adalah prosesi kemampuan akal mencipta berdasarkan instink dan feeling yang ingin
dipersembahkan sebagai sebuah karya.

Keterikatan sebagai teori pemikiran, budaya menjadi bagian dari pendidikan


disekolah, tapi budaya aplikatif merupakan sebuah sikap manusia dalam berbuat
untuk menerapatkan harkat dan martabat sebagai manusia,kelompok,daerah dan
bangsa.

2. TUJUAN
Warisan budaya setiap suku dan bangsa dapat menjadi sokongan untuk generasi
mendatang. Dengan jalan ini, kesadaran masyarakat dan perencanaan unsur-unsur
terkait dapat membantu melestarikan keanekaragaman budaya

1
3. SASARAN
Adapun sikap yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan persatuan dalam
keragaman agar terciptanya budaya nasional yang beragam antara lain:

1. Tidak memandang rendah suku atau budaya yang lain

2. Tidak menganggap suku dan budayanya paling tinggi dan paling baik

3. Menerima keragaman suku bangsa dan budaya sebagai kekayaan bangsa yang tak
ternilai harganya

4. Lebih mengutamakan negara daripada kepentingan daerah atau suku masing-


masing

2
BAB II

PERMASALAHAN

1. ANALISIS SWOT

Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif
(memberi gambaran). Dengan melakukan ini kita dapat mengukur saampai mana tingkat
kemajuan atau kemunduran dari Peranan Budaya Lokal Mendukung Ketahanan Budaya
Nasioanl, serta memberikan dampak baik atau buruknya ataupun mungkin bisa menjadi jalan
keluar terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah – masalah yang timbul
pada saat ini. Analisa SWOT juga bisa menjadi bahan acuan untuk pengambilan keputusan
yang tepat sehingga hasil keputusan tersebut bisa menjadi solusi yang terbaik yang bisa
diambil.

Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. S = Strength (kekuatan), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari
organisasi atau program pada saat ini.
2. W = Weakness (kelemahan), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan
dari program pada saat ini.
3. O = Opportunity (kesempatan), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang
di luar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa
depan.
4. T = Threat (ancaman), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang
datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi di masa depan

A. KEKUATAN (STRENGTH)

Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen terdiri dari 19 hukum adat, tetapi
pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di
wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa
ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat istiadat yang berbeda.
3
Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya
akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain suku,
bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan
daya tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian
bagi banyak ilmuwan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Hal yang
utama dari kekayaan budaya yang kita miliki adalah adanya kesadaran akan
adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki serta bagaimana dapat
memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau nation bahwa
kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah
NKRI sehingga memperkuat integrasi.

Budaya lokal yang bernilai positif, bersifat luhur dapat mendukung budaya
nasional. Dalam pembangunan kebudayaan bangsa, nilai-nilai budaya positif baik
budaya daerah perlu dipertahankan dan dikembangkan karena justru menjadi akar
atau sumber budaya nasional. Mengingat budaya bangsa merupakan “hasil
budidaya rakyat Indonesia seluruhnya” maka cepat lambat pertumbuhannya
tergantung kearifan peran serta seluruh masyarakatnya. Bagaimana peran
keluarga, sekolah dan pemerintah menanamkan budaya daerah pada generasi
berikutnya dan kearifan generasi muda dalam melestarikan budaya daerah.

B. KELEMAHAN (WEAKNESS)

Sifat majemuk dari bangsa Indonesia, disamping merupakan kebanggaan


hendaknya pula dilihat bahwa suatu negara dengan keanekaragaman suku-
bangsa dan kebudayaan mengandung potensi konflik. Oleh karenanya guna
menuju suatu integrasi nasional Indonesia yang kokoh, terdapat berbagai
kendala yang harus diperhatikan.

Dalam rangka mempersatukan penduduk Indonesia yang beranekawarna,


Koentjaraningrat (1982:345-346) melihat ada empat masaah pokok yang
dihadapi, ialah

(a) mempersatukan aneka-warna suku-bangsa,

(b) hubungan antar umat beragama, 4


(c) hubungan mayoritas-minoritas dan

(d) integrasi kebudayaan di Irian Jaya dengan kebudayaan Indonesia.

Diantara sekitar 210 juta orang penduduk Indonesia dewasa ini, sulit diketahui
secara pasti distribusi jumlah dari masing-masing suku-bangsa.

Terakhir kalinya, Sensus Penduduk di Indonesia yang memuat items suku-


bangsa adalah yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda; yang
hasilnya dimuat dalam Volkstelling (1930). Sensus Penduduk Indonesia yang
dilakukan pada 1970 dan dalam dasawarsa berikutnya, tidak mencantumkan
items suku-bangsa. Mengingat hal tersebut, ada kesulitan untuk mengetahui
secara pasti laju pertumbuhan penduduk berdasarkan suku-bangsa dan
distribusi mereka. Sekalipun demikian, ada pula berbagai usaha untuk
mengetahui hal di atas, antara lain pernah dicoba oleh Pagkakaisa Research
(1974), antara lain disebutkan bahwa suku-bangsa bahwa Jawa mencapai 45,8
% dari total penduduk Indonesia pada 1974 (sekitar 120.000.000 orang).
Berbagai distribusi penduduk Indonesia berdasarkan suku-bangsa ialah Sunda
(14,1 %), Madura (7,1 %), Minangkabau (3,3 %), Bugis (2,5 %), Batak (2,0
%), Bali (1,8 %), 24 suku-bangsa lainnya (20,3 %) dan orang Cina (2,7 %).
Sementara itu, di kalangan para pakar masih terdapat perbedaan dalam
mengklasifikasikan penduduk di Indonesia ke dalam suatu konsep suku-
bangsa.

Koentjaraningrat (1982:346-347) menilai bahwa berapakah sebenarnya jumlah


suku-bangsa di Indonesia, sampai saat kini masih sukar ditentukan secara
pasti. Hal ini disebabkan ruang lingkup istilah konsep suku-bangsa dapat
mengembang atau menyempit, tergantung subyektivitas. Sebagai contoh,
paling sedikit di Pulau Flores terdapat empat suku-bangsa yang berbeda
bahasa dan adat-istiadatnya, ialah orang Manggarai, Ngada, Ende-Lio dan
Sikka. Namun kalau mereka ada di luar Flores, mereka biasanya dipandang
oleh suku-bangsa lainnya atau mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai
satu suku-bangsa, ialah Flores. 5
Hal ini juga terjadi dikalangan suku-bangsa Dayak di Pulau Kalimantan.
Menurut H.J. Malinckrodt, orang Dayak diklasifikasikan ke dalam enam
rumpun atau stammen ras, ialah Kenya-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban,
Moeroet, Klemantan dan Poenan. Selanjutnnya jika diamati lebih lanjut, di
kalangan orang Dayak Kalimantan ada 405 suku-bangsa yang saling berbeda
satu dengan lainnya. Jika mereka berada di luar Pulau Kalimantan, orang lain
menyebut mereka dan mereka sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai
suku-bangsa Dayak, akan tetapi di Kalimantan sendiri antara satu dengan yang
lain merasa memiliki perbedaan. Demikian pula hanya di Irian Jaya,
berdasarkan penelitian dari Summer Language Institute, paling tidak terdapat
252 suku-bangsa yang masing-masing memakai bahasa yang berbeda.
Mengingat hal tersebut maka, Koentjaraningrat memandang perlu upaya
pendifinisian konsep suku-bangsa di Indonesia secara ilmiah, antara lain
dengan mengambil beberapa unsur kebudayaan sebagai indikator yang dapat
berlaku bagi semua “suku-suku-bangsa” yang ada di Indonesia.

C. PELUANG (OPPORTUNITY)

Ki Hajar Dewantara mengemukakan kebudayaan nasional Indonesia adalah


puncak-puncak kebudayaan daerah, menurut Koentjoroningrat kebudayaan
nasional Indonesia adalah kebudayaan yang didukung sebagian besar rakyat
Indonesia, bersifat khas dan dapat dibanggakan oleh warga Indonesia. Wujud
budaya nasional.

a. Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai


lambang kebangga nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu
berbagai suku bangsa dan alat penghubung antardaerah dan antar budaya.

b. Seni berpakaian, contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol


orang Indonesia dan non – Indonesia, serta pakaian kebaya.

c. Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun tiap daerah mempunyai nama


yang berbeda, sambatan, gugur gunung,). Selain gotong royong juga ada
musyawarah, misalnya , sistem aipem pada masyarakat Asmat, atau adanya
6
balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau honai, rumah laki-laki suku Dani

serta subak pada masyarakat Bali. Contoh yang lain adalah ramah tamah dan
toleransi.Menurut Dr Bedjo dalam tulisannya memaknai kembali Bhineka
Tunggal Ika dituliskan konsep Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 66 tahun 1951, juga merujuk pada sumber asalnya yaitu Kitab
Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut
merupakan seloka yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat yang
berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Yang terpenting disini adanya
wacana baru yang dikemukakan penulis tentang semboyan bangsa. Bhineka
Tunggal Ika juga ditafsirkan sebagai “Ben Ika Tunggale Ika “ (baca: ben iko
tunggale iko, Bahasa Jawa – red). Kata ‘ben” artinya biarpun, kata ‘ika’ dibaca
iko yang artinya ‘itu atau ini’ dengan menunjuk seseorang atau sekelompok
orang didekatnya atau di luar kelompoknya. Kata ‘tunggale’ artinya ‘sadulur’
atau ‘saudara’. Jadi kalimat diatas dapat dimaknai menjadi: Biarpun yang
ini/itu saudaranya yang ini/itu dan lebih jauh lagi, makna dari Bhineka
Tunggal Ika adalah paseduluran atau persaudaraan. Dengan persaudaraan
sebagai sebuah keluarga besar yang dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang
bermakna Indonesia. Jadi memang kerukunan dan toleransi merupakan akar
budaya nasional.

d. Peralatan, banyak sekali peralatan, materi atau artefak yang menjadi


kebanggaan nasional misalnya Candi Borobudur dan Prambanan, Monas

D. TANTANGAN/HAMBATAN (THREATS)

Faktor disintegrasi bangsa di antaranya ialah negara yang berbentuk kepulauan yang
dipisahkan oleh lautan, sehingga akan memunculkan sikap ingin menguasai daerah sendiri
dan tidak mau diatur.Kemudian keberagaman suku, ras, agama bisa memicu disintegrasi
bangsa, karena setiap golongan pasti mempunyai budaya, watak, dan adat yang berbeda dan
yang pasti mereka masing-masing mempunyai ego kesukuan ( Chauvinisme ) sehingga kan
mudah konflik dengan suku-suku yang lain. Faktor disintegrasi yang lain ialah rasa
ketidakadilan yang memicu pemberontakan kepada yang berbuat tidak adil. Jika pemerintah
Indonesia tidak berbuat adil pada setiap daerah yang ada di Indonesia maka akan
7
menimbulkan rasa ketidakpuasan dari masyarakat yang berdomisili di daerah tersebut,
sehingga pada akhirnya ada keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

8
BAB III

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. KESIMPULAN

Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka ideologi
yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada
konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh
dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan.

Maka, Indonesia Baru yang kita citakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser
masyarakat majemuk menjadi masyarakat multikultural, dengan mengedepankan
keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah,
yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan. Harus disadari,
bahwa merubah masyarakat majemuk ke multukultural itu merupakan perjuangan panjang
yang berkelanjutan.

2. REKOMENDASI

Untuk menjaga keharmonisan integrasi bangsa Indonesia,perlu lebih di tingkatkan toleransi


antar masyarakat yang mempunyai tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Selain itu
perlu adanya control nasional untuk menjaga keseimbangan nasional.

9
REFERENSI

http://www.facebook.com/notes/komunitas-kenduri-cinta/peran-dan-tanggung-
jawab-pemuda-jakarta-dalam-melestarikan-memasyarakatkan-
seni-/373100863457

http://indonesian.irib.ir/index.php?
option=com_content&view=article&id=22285:multikultural-dan-pembangunan-
03&catid=63:sosial&Itemid=69

http://mbah.byethost9.com/?page_id=18
10

You might also like