You are on page 1of 22

MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN

OPTIMALISASI PELAKSANAAN OPERASI ”PEKAT CANDI” DI TINGKAT KOD


GUNA MENINGKATKAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN PREMANISME
DALAM RANGKA MEMELIHARA KAMTIBMAS YANG KONDUSIF

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah situasi dan kondisi dinamis
masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban dan tegaknya hukum, serta terwujudnya ketentraman yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat1. Untuk
menjamin tercipta dan terpeliharanya kamtibmas yang kondusif, Polri berdasarkan
amanat Undang Undang No.2 Tahun 2002 berkewajiban untuk melaksanakan
pembinaan kemanan dalam rangka mewujudkan situasi dan kondisi kamtibmas yang
kondusif, melalui upaya pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi
manusia2.

Upaya Polri dalam mewujudkan situasi dan kondisi kamtibmas yang kondusif
akhir-akhir ini terganggu oleh maraknya praktek atau aksi premanisme di berbagai
wilayah. Maraknya aksi premanisme ini, sudah sampai pada tahap meresahkan
masyarakat dan aksi premanisme yang terjadi seringkali tidak dapat didatakan atau
tidak terdata dengan baik di kepolisian. Hal ini dapat dimaklumi, karena dalam
praktek premanisme, biasanya korban ataupun pihak yang mengetahui terjadinya
praktek pemanisme enggan melapor kepada petugas Kepolisian dikarenakan adanya
kekhawatiran akan ancaman terhadap keselamatan jiwanya.

1
Undang Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2
Komjen Pol Drs. Imam Haryatna, Kababinkam Polri, Hanjar “ Manajemen Pembinaan Keamanan”, Lembang,
2010, halaman 60
2

Di kota Surakarta, aksi premanisme yang terjadi sudah pada tahap


meresahkan masyarakat, yang berimplikasi pada timbulnya ekonomi biaya tinggi pada
bidang perekonomian, keresahan, ketakutan dan ketidaknyamanan masyarakat dalam
melaksanakan aktivitas hidupnya. Keresahan masyarakat Kota Surakarta terhadap
maraknya aksi premanisme ini diwujudkan dalam aksi unjuk rasa yang dilaksanakan
pada tanggal 18 Maret 2010 di bundaran Gladak Surakarta yang diiikuti oleh beberapa
elemen masyarakat, untuk menyampaikan pernyataan sikap menolak segala bentuk
praktek premanisme di Kota Bengawan Solo dan mendukung sepenuhnya upaya
penanggulangan kejahatan premanisme oleh aparat keamanan, dalam hal ini Polresta
Surakarta3.
Menyikapi fakta-fakta tersebut di atas dan didasarkan pada Perkiraan Keadaan
(Kirka) Intel Polda Jateng Tahun 2010, Polda Jateng telah melaksanakan Operasi
Kepolisian Mandiri Kewilayahan, yang diberi sandi Operasi ”PEKAT CANDI 2010”,
dengan sasaran operasi berbagai penyakit masyarakat, yang meliputi : praktek
perjudian, miras, PSK (Pekerja Seks Komersial) dan praktek premanisme atau
kejahatan jalanan. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Polresta Surakarta berdasarkan
Kirsus Intelkam Polresta Surakarta 4 telah menindaklanjuti Ren Ops Polda Jateng
dengan membuat Perintah Pelaksanaan Operasi sesuai Prinlaks Ops Polresta
Surakarta No.Pol : Prin lak Ops / 37/ V/ 2010, tanggal 20 Mei 2010 tentang
pelaksanaan Operasi PEKAT Candi 2010, dimana Polresta Surakarta beserta seluruh
jajarannya menyelenggarakan Operasi Kepolisian Mandiri Kewilayahan dengan sandi
Operasi “ PEKAT CANDI 2010 “ selama 25 (dua puluh lima) hari mulai tanggal 10
Juni s/d 4 Juli 2010, dengan tugas pokok melaksanakan kegiatan penindakan dan
penanggulangan terhadap tindak pidana penyakit masyarakat yang mengedepankan
kegiatan penegakan hukum dan didukung kegiatan Inteljen serta kegiatan preemtif
guna terciptanya situasi yang kondusif di wilayah hukum Polresta Surakarta. Dalam
Operasi “Pekat Candi 2010”, fungsi yang dikedepankan adalah fungsi Samapta yang
didukung oleh fungsi operasional kepolisian lainnya secara terpadu.
Namun dalam hasil analisa dan evaluasi yang tertuang dalam laporan hasil
akhir Operasi “Pekat Candi 2010” pada tanggal 5 Juli yang lalu, didapatkan hasil yang
kurang optimal menurunkan praktek premanisme yang terjadi dan hasil
pelaksanaannya yang kurang dapat dirasakan oleh masyarakat, bahkan terkesan hanya
3
TEMPO Interaktif. “Masyarakat Solo Keluarkan Petisi Perang terhadap Premanisme”.Surakarta. terbitan
tanggal 18 Maret 2010, halaman 1.
4
Kirka Intel Polresta Surakarta Nomor : R/Kirsus /37 /V/2010 /Intelkam tanggal 20 Mei 2010.
3

sebagai formalitas untuk menggugurkan kewajiban saja5. Dalam pelaksanaan Operasi


“Pekat Candi 2010” yang digelar selama 25 hari tersebut, hasil yang didapat oleh
Satgas Polresta Surakarta hanya berhasil menangkap penjual minuman keras tanpa
ijin sebanyak 7 (tujuh) orang dan 3 (tiga) orang diantaranya adalah merupakan target
operasi (TO orang) yang telah ditetapkan oleh Satgas Operasi “Pekat Candi 2010”
Polresta Surakarta, sedangkan hasil penindakan terhadap sasaran penyakit masyarakat
lainnya tidak mendapatkan hasil. Belum optimalnya pelaksanaan operasi yang
berujung pada belum dapat dirasakannya hasil operasi yang didapat, dimana praktek
premanisme masih marak terjadi, diakibatkan oleh 2 (dua) hal, diantaranya : belum
akuratnya penetapan Target Operasi (TO) dan belum optimalnya atau fokusnya
penetapan CB dalam mengungkap kejahatan premanisme yang terjadi, baik TO
maupun Non TO selama pelaksanaan Operasi Pekat Candi yang dilaksanakan. Untuk
itu, penulis tertarik untuk menulis naskah karya perorangan yang berjudul :
“Optimalisasi pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat KOD guna meningkatkan
pemberantasan kejahatan premanisme dalam rangka memelihara kamtibmas yang
kondusif”.

2. Pokok Permasalahan
Mengacu pada latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dari naskah karya perorangan ini adalah Belum optimalnya pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD, sehingga upaya pemberantasan kejahatan
premanisme masih rendah atau belum optimal, dan pada akhirnya menjadi kendala
dalam upaya pemeliharaan kamtibmas yang kondusif.

3. Pokok-pokok Persoalan
a. Belum akuratnya penerapan Target Operasi (TO) dalam pelaksanaan Operasi
Pekat Candi di tingkat KOD.
b. Belum optimalnya atau belum fokusnya penetapan Cara Bertindak dalam
pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat KOD.

4. Ruang Lingkup

5
Laporan Hasil Operasi Pekat Candi 2010 Polresta Surakarta.
4

Ruang lingkup pembahasan dalam naskah karya perorangan ini dibatasi pada
upaya mengoptimalkan pelaksanaan Operasi Pekat Candi oleh Polresta Surakarta
guna meningkatkan penanggulangan kejahatan premanisme di wilayah hukum
Polresta Surakarta dalam rangka memelihara kamtibmas yang kondusif. Sedangkan
pembahasan terkait pelaksanaan Operasi Pekat Candi dalam naskah karya perorangan
ini dibatasi pada pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010.

5. Tata Urut/ Sistematika


Tata urut yang digunakan dalam penulisan naskah karya perorangan ini, secara
keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
BAB III PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI DI TINGKAT KOD
SAAT INI
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BAB V PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI DI TINGKAT KOD
YANG DIHARAPKAN
BAB VI UPAYA OPTIMALISASI PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI
DI TINGKAT KOD
BAB VII PENUTUP

BAB II
5

KAJIAN KEPUSTAKAAN

6. Hanjar “ Manajemen Operasional Polri”


Dalam Hanjar “Manajemen Operasional Polri”, yang disampaikan oleh Karo
Bin Ops Polri dan team kepada Pasis Sespim Dikreg ke-50, di Lembang pada tanggal
9 Agustus 2010, disebutkan bahwa Operasi Kepolisian dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu : Operasi Kepolisian Terpusat (kekuatan dari Mabes dengan atau tanpa Satwil),
Operasi Kepolisian Kewilayahan Kendali Pusat (Kendali Mabes, melibatkan Satgas/
Satwil, dengan atau tanpa Mabes) dan Operasi Kepolisian Mandiri Kewilayahan
(dilaksanakan oleh Satwil).
Adapun ciri-ciri Operasi Kepolisian adalah menggunakan Sandi Operasi,
waktu dan daerah terbatas, dukungan anggaran tersendiri serta Personil dan alat utama
yang digunakan tersendiri.

7. Teori Analisa SWOT.


Menurut Fredi Rangkuti, Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk memutuskan strategi organisasi, analisis ini didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengts) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness)
dan ancaman (threaths)6.

8. Pengertian-pengertian
a. Premanisme
Preman adalah orang/individu dan atau kelompok orang yang tidak
berpenghasilan tetap, tidak punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas
dukungan orang-orang yang kena pengaruh keberadaannya. Mulanya mereka
berbuat apa saja yang dapat menghasilkan uang, namun karena dia melihat ada
orang-orang penakut yang dapat dimintai uang, mereka juga melakukan
penekanan-penekanan physik maupun psikis, agar mereka mau mendukung
kebutuhannya. Sikap, tindakan, perilaku, para preman itulah yang disebut
sebagai Premanisme (“Merenungi kiprah Polri terhadap kejahatan menonjol,
hal 195-196, Jenderal Purn.Kunarto).
6
Freddy Rangkuti, Analisa Strategi, 1977
6

Premanisme (berasal dari kata bahasa Belanda vrijman = orang bebas,


merdeka dan isme = aliran) adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan
untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan
penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain7.

b. Bentuk-bentuk premanisme atau kejahatan jalanan


Dalam Hanjar “Kebijakan Polri Dalam Penanggulangan Kejahatan”
oleh Kabareskrim Polri disampaikan bahwa dalam pelaksanaan program
Jakstra Polri Tahun 2005-2009, telah ditentukan prioritas kejahatan yang
dianggap memberikan sumbangsih dalam terciptanya situasi kamtibmas yang
terkendali, yaitu 7 (tujuh) jenis kejahatan sebagai prioritas sasaran dalam
penegakan hukum dan pada program Jakstra Polri Tahun 2010-2014 masih
menjadi prioritas dalam penegakan hukum, karena dianggap sangat signifikan
sebagai tindak lanjut program yang tidak terputus dan berkelanjutan 8. Salah
satu dari 7 kejahatan prioritras dimaksud adalah Kejahatan Premanisme atau
Kejahatan Jalanan.
Adapun bentuk-bentuk premanisme atau kejahatan jalanan antara lain :
1) Pelaku copet/ jambret.
2) Pelaku perampokan jalan.
3) Preman yang meresahkan masyarakat.
4) Pelaku penyebar ranjau paku di jalan.
5) Tukang tagih utang/ debt collector.
6) Pelaku pemerasan diperempatan jalan.
7) Bajing loncat.

BAB III
PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI DI TINGKAT KOD SAAT INI

7
situshttp://www.ajrc- aceh.org/file/Premanisme%5B1%5D.ppt.
8
Kabareskrim Polri, Kebijakan Polri Dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, 2010
7

9. Penetapan Target Operasi (TO) dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di


tingkat KOD saat ini.
Penetapan Target Operasi (TO) dalam Operasi Pekat Candi di tingkat KOD
saat ini masih belum optimal atau belum akurat. Hal ini dikarenakan dalam
penentuan TO, hanya melibatkan fungsi operasional Kepolisian yang dikedepankan
saja, dalam hal ini fungsi Samapta. Penentuan dan penetapan Target Operasi (TO)
masih belum melalui proses pengkajian secara tajam yang dipadukan dengan hasil
penyelidikan fungsi Intelkam dan fungsi Reserse Kriminal terhadap kejahatan-
kejahatan yang merupakan penyakit masyarakat dan dalam taraf meresahkan
masyarakat. Akibatnya Target Operasi (TO) yang ditetapkan oleh Fungsi Samapta
yang merupakan fungsi yang dikedepankan dalam Operasi Pekat Candi 2010 hanya
sebatas TO yang sehari-hari merupakan ranah tugas fungsi Samapta dan juga
merupakan TO yang ringan dan mudah dikerjakan oleh Satgas dalam tempo waktu
yang telah ditentukan dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi.
Target Operasi yang ditetapkan bukan merupakan Target Operasi yang selama
ini memang meresahkan masyarakat, seperti : Pelaku copet/ jambret, Pelaku
perampokan jalan, Preman yang meresahkan masyarakat, Pelaku penyebar ranjau
paku di jalan, Tukang tagih utang/ debt collector, Pelaku pemerasan diperempatan
jalan dan Bajing loncat. Hal ini nampak dalam penetuan TO pada pelaksanaan
Operasi Pekat Candi 2010 yang digelar mulai tanggal 10 Juni s/d 4 Juli 2010 selama
25 hari, dimana TO yang telah ditetapkan adalah hanya TO orang sebanyak 3 (tiga)
orang yang merupakan penjual minuman keras tanpa ijin. Sedangkan terhadap jenis
penyakit masyarakat yang lain, yang justru lebih meresahkan masyarakat tidak
dijadikan Target Operasi yang diharapkan dapat diungkap selama pelaksanaan
Operasi Pekat Candi 2010.
Tidak akuratnya atau belum optimalnya penetapan Target Operasi selama
pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010 dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Ketidakmampuan Kabag Ops selaku Kaset Ops dalam mengendalikan
keterpaduan fungsi yang dikedepankan dengan fungsi operasional terkait,
terutama dalam hal penetapan TO, yang seharusnya merupakan hasil proses
pengkajian secara tajam yang dipadukan dengan hasil penyelidikan fungsi
Intelkam dan fungsi Reserse Kriminal. Kabag Ops selaku Kaset Ops selama
8

ini hanya menyerahkan sepenuhnya terkait penetapan TO kepada fungsi yang


dikedepankan saja.
2) Adanya egosektoral fungsi, sehingga fungsi-fungsi operasional Kepolisian
lainnya sebagai pendukung dalam Operasi Pekat Candi yang dilaksanakan
kurang mau memberi kontribusi dalam penetapan TO yang dilaksanakan,
sehingga TO yang ditetapkan terkesan asal-asalan dan kurang memberikan
daya ungkit (key leverage) yang kuat terhadap upaya pemeliharaan kamtibmas
yang kondusif.
3) Rendahnya integritas dari Satgas Operasi Pekat Candi 2010 yang dibentuk,
terutama dari fungsi yang dikedepankan dalam operasi, terutama dalam
penetapan TO yang cenderung menetapkan TO yang mudah tanpa lebih jauh
menetapkan TO yang memang diharapkan masyarakat untuk bisa diungkap
selama pelaksanaan operasi. Waktu operasi yang terbatas selalu dijadikan
alasan untuk menetapkan TO yang mudah diungkap selama pelaksanaan
Operasi, bukan sebaliknya menguatkan tekad untuk menetapkan TO yang
menjadi sumber keresahan masyarakat dan berusaha sekuat tenaga dan pikiran
mengungkapnya dalam batas waktu yang ditentukan.

Penetapan Target Operasi (TO) yang kurang optimal dalam pelaksanaan


Operasi Pekat Candi 2010, pada akhirnya berujung pada pencapaian hasil operasi
yang kurang optimal juga, yang pada akhirnya kurang dapat dirasakan getaran
maupun hasilnya oleh masyarakat. Terhadap penyakit masyarakat yang justru
meresahkan masyarakat dan diharapkan pengungkapannya oleh Satgas selama
pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010, seperti : Pelaku copet/ jambret, Pelaku
perampokan jalan, Preman yang meresahkan masyarakat, Pelaku penyebar ranjau
paku di jalan, Tukang tagih utang/ debt collector, Pelaku pemerasan diperempatan
jalan dan Bajing loncat, sampai dengan pelaksanaan operasi selesai dilaksanakan
tidak dapat diungkap oleh Satgas, seperti yang terlihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel. 1
Data Hasil Operasi Pekat Candi 2010
9

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH TO NON TO KET


MASYARAKAT
1. Penjual Miras 7 orang 3 orang 4 orang
2. Pemabuk 67 orang - -
3. Pengamen 22 orang - -
4. Anak Punk 26 orang - -
5. Waria 6 orang - -
6. Gepeng 2 orang - -
(Gelandangan Pengemis)
7. Miras Jenis Ciu 104 liter - -
8. Miras Jenis lain 65 botol - -
9. Pelaku copet/ jambret. - - -
10. Pelaku perampokan jalan - - -
11. Preman yang meresahkan - - -
masyarakat
12. Pelaku penyebar paku di jalan - - -
13. Tukang Tagih Hutang - - -
14. Pelaku pemerasan - - -
15. Bajing loncat - - -
Sumber : Kabag Ops Polresta Surakarta, Kompol Slamet Riyadi, 13 Agustus 2010

Bahkan yang lebih ironis dari penetapan TO yang kurang menyentuh harapan
masyarakat, yaitu munculnya fenomena yang kontra produktif dalam pelaksanaan
operasi premanisme tersebut, sebagai contoh nyata dari hasil operasi yang dicapai,
dimana para petugas kepolisian dari Satuan Samapta Polresta Surakarta yang
tergabung dalam Sub Satgas Tindak sebagai fungsi yang dikedepankan dalam Operasi
Pekat Candi yang dilaksanakan, menjadikan anak-anak jalanan yang mecari nafkah
dengan menjadi pengamen maupun pengemis sebagai target dari operasi premanisme
dan melanjutkan proses hukum atas anak-anak tersebut hingga ke pengadilan dalam
perkara tindak pidana ringan berupa pengemisan9 di tempat umum maupun
mengganggu ketertiban umum10. Sehingga pada akhirnya hasil yang dicapai dari
pelaksanaan Operasi Pekat Candi yang dilaksanakan di tingkat KOD, belum dapat
dirasakan oleh masyarakat, tentunya dengan menurunnya praktek premanisme yang
meresahkan masyarakat.

9
Vide Pasal 504 KUHP : 1.Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan
dengan pidana kurungan paling lama enam minggu. ; 2.Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih,
yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
10
Vide Perda Kota Surakarta Nomor 11 Tahun 1984 tentang Ketertiban dan Kebersihan Kota
10

10. Penetapan Cara Bertindak dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat
KOD saat ini.
Penetapan cara bertindak dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat
KOD saat ini belum akurat dan tajam serta fokus dalam mengungkap Target Operasi
(TO) yang telah ditetapkan. Hal ini nampak dalam penentuan CB khusus dalam
Operasi Pekat Candi 2010 yang tertuang dalam Prinlaks Ops Pekat Candi 2010 11,
dimana ditetapkan salah satunya adalah CB melakukan razia gabungan secara
kontinyu. Ironisnya dari hasil wawancara dengan Kabag Ops selaku Kaset Ops serta
Kasat Samapta selaku Kalakhar Ops dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010
dimaksud, CB razia gabungan ini dijadikan cara bertindak yang utama dalam
mengungkap TO maupun Non TO dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi yang
dilaksanakan12. Sehingga yang terjadi adalah dalam setiap kegiatan razia yang
digelar selama pelaksanaan operasi, hasil yang didapat hanyalah pelanggaran lalu
lintas saja, seperti pelanggaran tidak membawa SIM, STNK, tidak menggunakan
helm dan seterusnya.
Penetapan cara bertindak melalui kegiatan razia gabungan dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi dengan sasaran penyakit masyarakat, sebenarnya kurang fokus
dalam mengungkap sasaran maupun TO yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang
telah dibahas penulis dalam halaman sebelumnya, bahwa kejahatan premanisme
mempunyai karakteristik khusus dibandingkan dengan kejahatan lainnya, dimana
korbannya ataupun orang yang mengetahui kejahatan premanisme yang terjadi lebih
memilih diam dan tidak mau melapor kepada petugas kepolisian karena khawatir akan
keselamatan jiwanya. Sehingga untuk mensikapi hal tersebut, perlu Cara Bertindak
(CB) khusus untuk mengungkapnya, dengan lebih mengedepankan Cara Bertindak
melalui upaya penyelidikan secara tajam dan ditindaklanjuti dengan upaya
penindakan sekaligus penyidikan. Cara Bertindak dengan melakukan razia maupun
kegiatan patroli selama pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010 dapat digunakan hanya
sebatas sebagai tindakan preventif untuk mendukung pelaksanaan Operasi Pekat
Candi yang dilaksanakan, namun bukan sebagai CB utama dalam pengungkapan TO
yang telah ditetapkan maupun pengungkapan terhadap jenis penyakit masyarakat
lainnya.

11
Prinlaks Ops Polresta Surakarta No.Pol : Prin lak Ops / 37/ V/ 2010, tanggal 20 Mei 2010 tentang pelaksanaan
Operasi PEKAT Candi 2010
12
Hasil wawancara via telepon dengan Kabag Ops Polresta Surakarta, Kompol S.Riyadi tanggal 13 Juni 2010.
11

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

11. Faktor Internal


a. Kekuatan
1) Adanya Kebijakan dari Pimpinan Polri untuk meletakkan kejahatan
premanisme sebagai salah satu sasaran dari 7 (tujuh) kejahatan prioritas
yang harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
12

2) Adanya Komitmen yang tinggi dari Kapolda Jateng dan Pimpinan


Tingkat KOD untuk memberantas segala bentuk praktek premanisme
di wilayahnya dengan melaksanakan Operasi Mandiri Kewilayahan
yang diberi sandi Operasi Pekat Candi 2010.
3) Sebagian besar anggota Poltabes Surakarta memiliki integritas yang
kuat dan tinggi untuk memberantas segala bentuk praktek premanisme
yang terjadi di wilayahnya.

b. Kelemahan
1) Masih terdapatnya oknum anggota Polri yang melibatkan diri
sebagai backing aksi premanisme yang terjadi, baik yang dilakukan
secara sadar maupun tidak sadar untuk kepentingan pribadi.
2) Belum akuratnya Kaset Ops dalam menetapkan Target Operasi
(TO) selama pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010.
3) Masih adanya egosektoral fungsi sehingga berimplikasi pada
belum fokusnya penetapan CB (Cara bertindak) dalam mengungkap
kejahatan premanisme yang terjadi, baik TO maupun non TO.

12. Faktor Eksternal


a. Peluang
1) Adanya kepedulian dari para alim ulama dan tokoh masyarakat, dalam
menyalurkan dan menyadarkan kelompok preman ke dalam wadah
pesantren ataupun kegiatan-kegiatan yang positif. Di mana dalam hal
ini tumbuhnya atau maraknya aksi premanisme disebabkan oleh
tekanan ekonomi, sehingga pribadi pelaku premanisme itu sendiri
masih mungkin diperbaiki.
2) Adanya dukungan serta harapan yang besar dari masyarakat kepada
Kepolisian untuk mengungkap dan memberantas segala bentuk
praktek premanisme yang terjadi.
3) Adanya pemberitaan di media massa, baik surat khabar maupun
elektronik terkait kejahatan-kejahatan atau praktek premanisme yang
terjadi dan meresahkan di masyarakat. Hal ini dapat dijadikan Polri
sebagai kontrol sosial, sekaligus pemicu dan pemacu kinerja di
13

lapangan dalam mengungkap dan memberantas segala bentuk praktek


premanisme yang terjadi.

b. Kendala
1) Tidak kunjung membaiknya perekonomian dalam negeri, ditambah lagi
dengan makin banyaknya PHK, memicu adanya pemikiran untuk
mengambil jalan pintas dengan melakukan aksi premanisme.
2) Masih adanya sebagian masyarakat yang masih memanfaatkan jasa
preman dalam menjalankan atau mengamankan pekerjaan atau
aktivitasnya.
3) Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, khususnya di kota-kota
besar dari dampak urbanisasi yang berakibat di kota sulit mencari
pekerjaan dan tempat tinggal, sehingga banyak menimbulkan
pengangguran dan masalah sosial lainnya. Hal ini memicu semakin
marak dan berkembangnya praktek premanisme untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.

BAB V
PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI DI TINGKAT KOD
YANG DIHARAPKAN

13. Penetapan Target Operasi (TO) dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di
tingkat KOD yang diharapkan.
Penetapan Target Operasi (TO) dalam Operasi Pekat Candi di tingkat KOD
diharapkan sudah optimal atau sudah akurat. Penentuan TO, tidak hanya melibatkan
14

fungsi operasional Kepolisian yang dikedepankan saja, dalam hal ini fungsi Samapta.
Penentuan dan penetapan Target Operasi (TO) harus melalui proses pengkajian secara
tajam yang dipadukan dengan hasil penyelidikan fungsi Intelkam dan fungsi Reserse
Kriminal terhadap kejahatan-kejahatan yang merupakan penyakit masyarakat dan
dalam taraf meresahkan masyarakat. Target Operasi (TO) yang ditetapkan
diharapkan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan mudah diungkap selama kurun
waktu operasi saja.
Target Operasi yang ditetapkan diharapkan tajam dan merupakan Target
Operasi yang selama ini memang meresahkan masyarakat, seperti : Pelaku copet/
jambret, Pelaku perampokan jalan, Preman yang meresahkan masyarakat, Pelaku
penyebar ranjau paku di jalan, Tukang tagih utang/ debt collector, Pelaku pemerasan
diperempatan jalan dan Bajing loncat, sehingga hasil pelaksanaan operasi yang
digelar, diharapkan dapat benar-benar dirasakan masyarakat.
Penetapan Target Operasi (TO) secara akurat selama pelaksanaan Operasi
Pekat Candi 2010 harus didukung oleh beberapa hal sebagai berikut :
a. Kemampuan Kabag Ops selaku Kaset Ops untuk mengendalikan keterpaduan
fungsi yang dikedepankan dengan fungsi operasional terkait, terutama dalam
hal penetapan TO. Kabag Ops selaku Kaset Ops tidak hanya menyerahkan
sepenuhnya penetapan TO kepada fungsi yang dikedepankan saja, namun
merupakan hasil proses pengkajian secara tajam yang dipadukan dengan hasil
penyelidikan fungsi Intelkam dan fungsi Reserse Kriminal.
b. Adanya keterpaduan fungsi dengan melepaskan egosektoral masing-masing
fungsi, sehingga diharapkan fungsi-fungsi operasional Kepolisian lainnya
sebagai pendukung dalam Operasi Pekat Candi yang dilaksanakan mau
memberi kontribusi dalam penetapan TO yang dilaksanakan, sehingga TO
yang ditetapkan tidak terkesan asal-asalan dan dapat memberikan daya ungkit
(key leverage) yang kuat terhadap upaya pemeliharaan kamtibmas yang
kondusif.
c. Integritas yang tinggi dari Satgas Operasi Pekat Candi 2010 yang dibentuk,
terutama dari fungsi yang dikedepankan dalam operasi, terkait dengan
penetapan TO dalam pelaksanaan operasi. Tidak hanya menetapkan TO yang
mudah tanpa lebih jauh menetapkan TO yang memang diharapkan masyarakat
untuk bisa diungkap selama pelaksanaan operasi. Integritas yang tinggi dari
Satgas Operasi, terutama dari fungsi yang dikedepankan dengan dukungan
15

fungsi operasional kepolisian yang lain akan menguatkan tekad untuk


berusaha sekuat tenaga dan pikiran mengungkap TO yang telah ditetapkan
dalam batas waktu yang ditentukan.

Penetapan Target Operasi (TO) yang akurat dan optimal dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi 2010, diharapkan akan menghasilkan outcome yang optimal
juga, dan pada akhirnya dapat lebih dirasakan getaran maupun hasilnya oleh
masyarakat.

14. Penetapan Cara Bertindak dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat
KOD yang diharapkan.
Penetapan Cara Bertindak dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat
KOD diharapkan sudah optimal serta fokus dalam mengungkap Target Operasi (TO)
yang telah ditetapkan. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa kejahatan premanisme
mempunyai karakteristik khusus dibandingkan dengan kejahatan lainnya, dimana
korbannya ataupun orang yang mengetahui kejahatan premanisme yang terjadi lebih
memilih diam dan tidak mau melapor kepada petugas kepolisian karena khawatir akan
keselamatan jiwanya. Sehingga untuk mensikapi hal tersebut, perlu Cara Bertindak
(CB) khusus untuk mengungkapnya, dengan lebih mengedepankan Cara Bertindak
melalui upaya penyelidikan secara tajam dan ditindaklanjuti dengan upaya
penindakan sekaligus penyidikan.
Cara Bertindak dengan melakukan razia maupun kegiatan patroli selama
pelaksanaan Operasi Pekat Candi 2010 dapat digunakan hanya sebatas sebagai
tindakan preventif untuk mendukung pelaksanaan Operasi Pekat Candi yang
dilaksanakan, namun bukan sebagai CB utama dalam pengungkapan TO yang telah
ditetapkan maupun pengungkapan terhadap jenis penyakit masyarakat lainnya.
16

BAB VI
UPAYA OPTIMALISASI PELAKSANAAN OPERASI PEKAT CANDI
DI TINGKAT KOD

Upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat KOD


guna meningkatkan pemberantasan kejahatan premanisme dalam rangka memelihara
kamtibams yang kondusif, dapat dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut :
17

15. Penetapan Target Operasi (TO) secara optimal dan akurat dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD.
Penetapan Target Operasi (TO) secara optimal dan akurat dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD, melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Melibatkan fungsi Intelkam dan Fungsi Reskrim dalam penentuan Target


Operasi (TO) dalam pelaksanaan operasi Pekat Candi di tingkat KOD.
Penetapan TO yang akurat harus didasarkan pada hasil proses pengkajian
secara tajam yang dipadukan dengan hasil penyelidikan fungsi Intelkam dan
fungsi Reserse Kriminal. Hal ini sesuai dengan Hanjar ”Manajemen
Operasional Polri” yang disampaikan oleh Karo Bin Ops Polri, Brigjen Pol
Drs Sahala Allagan kepada Pasis Sespim Polri Dikreg ke-50, bahwa dalam
suatu kegiatan Operasi Kepolisian, untuk menentukan Target Operasi (TO)
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Harus jelas dan tajam, sehingga diharapkan dari pelaksanaan Operasi
yang dilaksanakan, hasilnya benar-benar dapat dirasakan masyarakat,
yaitu dapat menekan sekaligus memberantas praktek premanisme yang
terjadi di masyarakat.
2) Merupakan upaya lanjutan dari pelaksanaan kegiatan rutin kepolisian
atau Operasi Kepolisian yang sama sebelumnya.
3) Merupakan kegiatan yang terkonsepsi, tidak hanya bersifat formalitas.
4) Merupakan hasil kajian, dalam hal ini merupakan kajian yang
mendalam dari sasaran yang ditetapkan serta dipadukan dari hasil
penyelidikan fungsi Intelkam dan Fungsi Reskrim.

b. Dalam tahap pelaksanaan Operasi Pekat Candi, apabila terjadi perkembangan


situasi terkait Target Operasi (TO) yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
melibatkan fungsi Intelijen, dalam hal ini Kasat Intelkam selaku Ka Anev
dalam Operasi Pekat Candi 2010 untuk membuat perkiraan cepat (Kirpat), bila
terjadi perubahan sasaran atau Target Operasi, dalam rangka memelihara
dinamika dan keberhasilan Operasi.

c. Redefinisi arti ”tindakan premanisme”. Dalam berbagai literatur legal formal


tidak didapati pemahaman tentang kejahatan yang dikategorikan sebagai
18

”tindakan premanisme”. Dengan tidak adanya kejelasan definisi tersebut dari


Mabes Polri c.q. Bareskrim maupun Polda Jateng, menimbulkan
ketidakpastian terkait dengan sasaran operasi premanisme itu sendiri. Output
dari ketidakjelasan definisi tersebut salah satunya mengakibatkan para petugas
kepolisian melakukan definisi tentang kategori ”tindakan premanisme”
sebagaimana yang terjadi pada Satgas Polresta Surakarta yang mendefinisikan
bahwa perbuatan anak-anak jalanan yang mencari nafkah melalui mengemis
dan mengamen merupakan ”tindakan premanisme”. Oleh karena itulah, perlu
dilakukan redefinisi tentang arti kata ”premanisme” tersebut, termasuk
perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dikategorikan sebagai ”tindakan
premanisme”. Pemahaman yang berbeda-beda terkait pemahaman tentang
bentuk-bentuk praktek premanisme, mengakibatkan penentuan Target Operasi
kurang akurat dan tidak menyentuh pada sasaran yang diharapkan oleh
masyarakat, yaitu pemberantasan terhadap praktek premanisme yang
meresahkan masyarakat.

16. Penetapan Cara Bertindak secara fokus dan optimal dalam pelaksanaan Operasi
Pekat Candi di tingkat KOD.
Penetapan Cara Bertindak (CB) secara optimal dan akurat dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD, melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Memahami dan mengerti dengan baik karakteristik dari Target Operasi (TO)
yang telah ditetapkan. Dengan memahami dan mengerti karakteristik dari
Target Operasi yang telah ditetapkan dalam Operasi Pekat Candi 2010, kita
dapat merumuskan atau menetapkan dengan tepat Cara Bertindak (CB) apa
yang tepat untuk mengungkap TO yang telah ditetapkan dalam waktu yang
telah ditentukan. Misalnya TO yang ditetapkan adalah pelaku pemerasan
terhadap pemilik toko. Karena modus operandi yang digunakan oleh pelaku
sangat rapi dan mengemasnya seolah-olah pelaku sebagai petugas keamanan
yang menjamin keamanan usaha korbannya, maka CB yang ditetapkan juga
harus disesuaikan, tidak frontal yang pada akhirnya TO tidak dapat diungkap
dan akhirnya keselamatan korban menjadi terancam.

b. Penentuan Cara Bertindak dalam suatu Operasi Pekat Candi yang


dilaksanakan di tingkat KOD, diharapkan merupakan hasil pemikiran dari
19

keterpaduan fungsi operasional yang dilibatkan sebagai Satgas, tidak hanya


ditentukan oleh Kaset Ops ataupun fungsi yang dikedepankan saja. Misalnya :
fungsi yang dikedepankan Samapta, maka kecenderungan yang terjadi,
penetapan CB adalah CB terbuka, sehingga sangat kontraproduktif terkait
pengungkapan TO yang harus dilaksanakan dengan CB tertutup.

c. Melaksanakan analisa dan evaluasi tengah operasi, untuk melihat sejauh mana
efektivitas Cara Bertindak (CB) yang telah ditetapkan dalam mengungkap TO
maupun sasaran operasi lainnya. Apabila penerapan CB tidak efektif dalam
mengungkap TO, maka atas dasar pertimbangan Kanit ataupun Kasub Satgas
serta Infosus Intelijen, dirumuskan kembali Cara Bertindak yang tepat, dalam
rangka memelihara dinamika dan keberhasilan Operasi.

BAB VII
PENUTUP

17. Kesimpulan
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan Operasi Pekat Candi di tingkat KOD
guna meningkatkan pemberantasan kejahatan premanisme dalam rangka memelihara
kamtibams yang kondusif, dapat dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut :
20

a. Penetapan Target Operasi (TO) secara optimal dan akurat dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD, melalui : pelibatan fungsi Intelkam dan
Fungsi Reskrim dalam penentuan Target Operasi (TO), pelibatan fungsi
Intelkam melalui produk perkiraan cepat, apabila terjadi perubahan TO karena
perkembangan situasi di tengah perjalanan Operasi serta Redefinisi arti
”tindakan premanisme” agar tidak terjadi pemahaman yang parsial dalam
penetuan Target Operasi (TO).
b. Penetapan Cara Bertindak secara fokus dan optimal dalam pelaksanaan
Operasi Pekat Candi di tingkat KOD, melalui : pemahaman yang baik terkait
karakteristik dari Target Operasi (TO) yang telah ditetapkan, melibatkan
keterpaduan fungsi operasional yang dilibatkan sebagai Satgas dan
melibatkan Kanit ataupun Kasub Satgas serta Fungsi Intelijen dalam bentuk
produk Infosus, apabila dalam pelaksanaan Operasi Pekat Candi yang
dilaksanakan, CB yang digunakan tidak efektif dalam mengungkap TO.

18. Rekomendasi
Agar Pimpinan Tingkat KOD melalui Kapolda Jateng memberikan
rekomendasi kepada Kapolri cq Deops Kapolri untuk meredefinisi “tindakan
premanisme” dan dimasukkan dalam aturan legal formal seperti KUHP, sehingga
penetapan Target Operasi yang dilakukan menjadi akurat serta tidak menimbulkan
victimisasi structural maupun menimbulkan persepsi yang parsial atau pemahaman
yang berbeda-beda di kewilayahan terkait penjabaran bentuk- bentuk praktek atau
tindakan premanisme. Sekaligus direkomendasikan agar Mabes Polri tidak
menggunakan istilah-istilah yang tidak baku dan tidak diatur dalam aturan legal
formal dalam Pelaksanaan Operasi Kepolsian maupun Kegiatan rutin Kepolisian,
sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda, khususnya dalam penentuan
Target Operasi dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian yang dilaksanakan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana).
22

Allagan. Brigjen Pol Drs Sahala, Karo Bin Ops Polri, Hanjar “Manajemen Operasional
Polri”, Lembang, 2010, halaman 34.

Haryatna. Komjen Pol Drs. Imam, Kababinkam Polri, Hanjar “ Manajemen Pembinaan
Keamanan”, Lembang, 2010, halaman 60.

Sumardi. Komjen Pol. Drs Ito, Hanjar “Kebijakan Polri Dalam Penanggulangan
Kejahatan” , Lembang, 2010, halaman 12.

Freddy Rangkuti, Analisa Strategi, 1977

Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1984 tentang
Ketertiban dan Kebersihan Kota

Situs http://www.ajrc- aceh.org/file/Premanisme%5B1%5D.ppt

You might also like