You are on page 1of 55

INDIKATOR DAN TUJUAN PEMBELAJARAN DALAM

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Tri Hapsari Utami1),


Jurusan Matematika, FMIPA UM
Jl.Semarang 5 Malang
E-mail : ririn_thu@yahoo.co.id

Abstrak
Sejalan dengan perubahan paradigma pembelajaran, ada beberapa perubahan format dan
istilah dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam format RPP terdapat istilah Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, dan Tujuan pembelajaran. Menurut Standar Proses PERMEN
no.41 tahun 2007, indikator kompetensi adalah perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang dapat
diukur untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar dan menjadi acuan penilaian. Adapun tujuan
pembelajaran adalah menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta
didik.
Dalam pelaksanaan di lapangan terdapat beberapa pendapat, pertama: indikator dan tujuan
pembelajaran adalah hal yang sama, kedua: ada yang membedakannya dengan hanya menambahkan
kata siswa dapat, ketiga: ada yang menunjukkan proses belajarnya dengan menuliskan model/strategi
pembelajaran yang digunakan. Jika indikator dan tujuan pembelajaran sama, mengapa harus ada istilah
yang berbeda? Jika hanya ditambah kata siswa dapat, apakah sudah cukup membuat perbedaan makna
indikator dan tujuan? Jika proses belajar diartikan dengan model/strategi pembelajaran, mengapa ada
metode dalam format RPP? Tulisan ini mencoba mendiskusikan ketiga pendapat tersebut, untuk
sekiranya dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perbedaan pendapat terkait istilah
indikator dan tujuan pembelajaran.

Keywords: : indikator, tujuan pembelajaran

1. PENDAHULUAN (KTSP) tahun 2006, ada perubahan


komponen Rencana Pelaksanaan
Pengembangan Kurikulum Tingkat
Pembelajaran (RPP). Berdasarkan
Satuan Pendidikan (KTSP) menggunakan
pengalaman mendampingi guru dalam
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
kegiatan Lesson Study maupun
Lulusan (SKL) sebagai acuan utamanya
Pelatihan/workshop sering ditemukan
selain itu juga berpedoman pada panduan
pertanyaan terkait dengan Indikator dan
yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Tujuan Pembelajaran sebagai salah satu
Pendidikan (BSNP). Dalam panduan yang
komponen Rencana Pelaksanaan
dikeluarkan BSNP, salah satu komponen
Pembelajaran.
KTSP adalah silabus, dan selanjutnya
Pertanyaannya adalah apakah
silabus digunakan sebagai dasar penyusunan
perbedaan antara indikator dan tujuan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan
Pada silabus terdapat identitas mata pelajaran
Pembelajaran? Mengapa pada
atau tema pelajaran, Standar Kompetensi,
pelaksanaannya sering dibuat sama?
Kompetensi Dasar, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi 2. PEMBAHASAN
waktu, dan sumber belajar. Adapun RPP Kurikulum Tingkat Satuan
terdiri dari 11 komponen, 2 diantaranya Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
adalah Indikator dan Tujuan Pembelajaran. berbasis kompetensi. Kompetensi adalah
Guru sebagai pendidik profesional hasil pengalaman pengalaman belajar
diwajibkan menyusun RPP sebagai pedoman terpadu dimana skills, abilities, dan
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas knowledge berinteraksi untuk membentuk
dalam upaya membelajarkan siswa untuk kesatuan pembelajaran terkait dengan tugas
mencapai kompetensi. Dengan adanya yang telah disediakan. Kompetensi diukur
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 1


secara tepat dalam berbagai tingkatan menjadi acuan penilaian mata pelajaran,
pembelajaran. Untuk memperkirakan hasil dirumuskan dengan kata kerja operasional
pembelajaran diterapkan sistem penetapan yang dapat diamati dan diukur, mencakup
indikator.(http://www.cpass.umontreal.ca/do pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
cuments/pdf/mesure/reference/11.Competen Adapun Tujuan pembelajaran
cy-Based_Learning_Models.pdf. menggambarkan proses dan hasil belajar
Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
untuk berpikir, berbuat, dan bersikap secara sesuai dengan kompetensi dasar.
konsisten. Seluruh pengetahuan, Kamus Compact Oxford English
ketrampilan, dan sikap yang dipelajari harus menyatakan aim, objective, dan goal adalah
berwujud dalam bentuk pikiran, perbuatan, istilah yang sering digunakan dalam dunia
dan perilaku yang relatif bertahan lama. Ada pendidikan. Objective adalah perilaku
dua ciri kompetensi yaitu keteramatan dan terukur yang diukur kurang dari satu hari,
kebertahanan (Sukandi, 2005). Kompetensi Goal adalah hasil serangkaian utuh dari
berkaitan dengan apa yang seseorang bisa beberapa objective yang diukur dalam
lakukan, dan bukan hanya apa yang telah beberapa hari. Sedangkan Aim adalah tujuan
mereka ketahui. Implikasinya adalah jangka panjang dan biasanya untuk satu
kompetensi terkait dengan apa yang tahun atau lebih. Perbedaan antara objective,
dilakukan harus memiliki konteks, goal, dan aim ditunjukkan dari sisi waktu.
kompetensi adalah suatu hasil yang Perbedaan lainnya adalah goal lebih luas,
menjelaskan apa yang dapat dilakukan oleh umum, abstrak, tak terukur adapun objective
seseorang, mengukur kompetensi harus jelas lebih sempit, kongkrit, dan terukur.
kinerja yang diukur dan ada standarisasi, dan (http://edweb.sdsu.edu/courses/edtec540/obj
pengukuran terhadap apa yang bisa ectives/difference.html)
dilakukan seseorang dapat dilakukan dalam Kata kunci dalam tujuan pembelajaran
suatu waktu tertentu. Teramati berarti dapat (objective) adalah very specific, outcome
diukur, kebertahanan berarti kompetensi based, measurable, describe student
relatif tetap untuk suatu jangka waktu behavior. Tujuan adalah alat untuk
tertentu. Misalnya siswa dikatakan telah menggambarkan hasil siswa, tujuan
mempunyai kompetensi dasar menentukan mengarahkan pembelajaran agar efektif.
komposisi dua fungsi. Tidak cukup bagi Selain itu, tujuan pembelajaran berfungsi
seseorang untuk tahu komposisi fungsi tapi sebagai panduan siswa untuk mengetahui
juga harus dapat menggunakan komposisi apa yang diharapkan dari belajar siswa. Juga
fungsi untuk menyelesaikan suatu masalah. digunakan untuk dasar pemilihan media
Sejauh mana siswa dapat menggunakan? pembelajaran dan dasar bagaimana cara
Perlu ditetapkan kriteria tertentu yang dapat membelajarkan. Tujuan dapat
diamati untuk menentukan kompetensi yang diklasifikasikan menurut hasil
telah dipunyai. pembelajarannya dimana hasil pembelajaran
Menurut PERMENDIKNAS no.41 biasanya digolongkan menjadi kognitif,
tahun 2007 tentang Standar Proses, psikomotor, dan afektif.
disebutkan bahwa Standar kompetensi (http://itc.utk.edu/~bobannon/objectives.htm
merupakan kualifikasi kemampuan minimal l)
peserta didik yang menggambarkan Dengan membandingkan pendapat
penguasaan pengetahuan, sikap, dan bahwa tujuan pembelajaran (objective)
keterampilan yang diharapkan dicapai adalah sesuatu untuk menggambarkan hasil
pada setiap kelas dan/atau semester pada belajar siswa, dengan memperhatikan aspek
suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, kita
adalah sejumlah kemampuan minimum dapat melihat persamaannya dengan
yang harus dikuasai peserta didik•untuk indikator kompetensi pada standar proses.
standar kompetensi tertentu dan digunakan Dapat disimpulkan bahwa tujuan
sebagai rujukan penyusunan indikator pembelajaran dan indikator kompetensi
kompetensi dalam suatu pelajaran. Indikator adalah dua hal yang sama. Keduanya
kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur berfungsi sebagai dasar atau pedoman untuk
dan/atau diobservasi untuk menunjukkan melihat ketercapaian pembelajaran. Apa
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang yang menjadi perbedaannya, sehingga

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 2


’standar proses’ perlu untuk siswa dan hasil belajar siswa yang
membedakannya? diharapkan.
Untuk melihat ketercapaian Dengan memperhatikan persamaan
kompetensi dasar perlu ditetapkan indikator- dan perbedaan antar indikator ketercapaian
indikator yang lebih spesifik yang nantinya kompetensi dan tujuan pembelajaran, berikut
akan digunakan sebagai dasar untuk ini contoh implikasinya dalam penyusunan
penilaian. Kriteria untuk menetapkan RPP.
seseorang sudah mempunyai kompetensi Kompetensi Dasar: Menentukan komposisi
atau tidak adalah dengan menggunakan dari dua fungsi
Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal
Indikator Pencapaian:
(KKM). Jika belum tuntas maka perlu
1. Menentukan aturan fungsi komposisi
diadakan pembelajaran remidial. Siapa yang
dari dua fungsi
akan diberi pembelajaran remidial? Tentu
2. Menyelesaikan masalah dengan
saja siswa yang yang belum mencapai
menggunakan konsep fungsi komposisi
KKM. Oleh karena itu kita dapat
menyimpulkan bahwa penetapan indikator Tujuan Pembelajaran:
ketercapaian adalah untuk melihat 1. Menemukan syarat terjadinya fungsi
ketercapaian kompetensi secara individu . komposisi dari dua fungsi
Merujuk pengertian Goal adalah hasil 2. Menentukan aturan fungsi komposisi
serangkaian utuh dari beberapa objective dari dua fungsi
yang diukur dalam beberapa hari, lebih luas, 3. Menemukan sifat-sifat fungsi
umum, abstrak, dan tak terukur. Kita komposisi
bandingkan dengan tujuan pembelajaran 4. Menyelesaikan masalah dengan
sebagai gambaran dari proses dan hasil menggunakan konsep fungsi komposisi
belajar yang akan diperoleh selama
pembelajarannya. Jika proses kita pandang Dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa 2
sebagai sesuatu yang abstrak dan tak item dalam indikator muncul dalam tujuan
terukur, kita dapat menganggap tujuan pembelajaran. Pada tujuan pembelajaran, 2
pembelajaran yang dimaksudkan adalah item yang lainnya menunjukkan proses
goal. Karena tujuan pembelajaran terdapat pembelajaran yang direncanakan guru.
dalam RPP yang berarti ada dalam sebuah
perencanaan, berarti proses yang 3. KESIMPULAN
dimaksudkan adalah proses yang terencana. Persamaan antara indikator kompetensi dan
Dapat disimpulkan dalam tujuan tujuan pembelajaran adalah menunjukkan
pembelajaran tersebut, guru merencanakan
hasil belajar yang ingin dicapai dalam suatu
proses belajar seperti apa yang diinginkan pembelajaran. Hasil belajar yang diharapkan
agar siswa memperoleh hasil belajar yang berlaku untuk semua siswa. Tetapi
diharapkan. Proses belajar ini ditetapkan
penetapan seseorang telah mempunyai
untuk seluruh siswa dalam kelas. Hal ini kompetensi sangat ditentukan secara
sesuai dengan pendapat bahwa tujuan individual. Perbedaannya adalah adanya
pembelajaran merupakan target pencapaian gambaran proses pembelajaran yang sengaja
siswa secara kolektif.
direncanakan oleh guru pada tujuan
Menurut (Suwono,2007) tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran berlaku
pembelajaran dapat dirumuskan dalam dua untuk semua siswa secara klasikal. Karena
bentuk, yaitu bentuk apa yang akan
tujuan pembelajaran mencakup proses dan
dilakukan guru dan apa yang akan dikuasai hasil belajar, seyogjanya tujuan
siswa. Misalnya: menjelaskan konsep pembelajaran ’lebih luas’ dibandingkan
komposisi fungsi melalui menelaah syarat-
indikator ketercapaian kompetensi.
syarat terjadinya fungsi komposisi (sisi
guru) dan menentukan komposisi fungsi dari
4. DAFTAR PUSTAKA
dua fungsi (sisi siswa). Dengan
memperhatikan hal tersebut, kita dapat Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007,
memandang bahwa tujuan pembelajaran Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
menggambarkan proses belajar yang dan Menengah (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI no 41 tahun 2007)
direncanakan guru untuk membelajarkan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 3


Suwono, Hadi. Apa Perbedaan Tujuan
Pembelajaran dengan Indikator
(http://hadisuwono.blogspot.com) (akses 5-10-
2010)

Sukandi, Ujang. 2005. Kurikulum Berbasis


Kompetensi (Matematika). Makalah disajikan
pada Konferensi Nasional Pendidikan
Matematika. 9-11 April 2005. SBI Madania dan
Himpunan Matematika Indonesia.

(http://edweb.sdsu.edu/courses/edtec540/objectiv
es/difference.html (diakses 7/10/2010)

(http://itc.utk.edu/~bobannon/objectives.html
(diakses 6/10/2010)

(http://www.cpass.umontreal.ca/documents/pdf/
mesure/reference/11.Competency-
Based_Learning_Models.pdf (diakses 5/10/2010)

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 4


SIKLUS LESSON STUDY DALAM PROGRAM PPL PADA
PELAJARAN MATEMATIKA DI SMPN II MALANG

Indriati Nurul Hidayah


Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Lesson Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip
kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Pada awal 2008
mulai dimunculkan gagasan untuk mencoba mengadopsi lesson study sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan efektifitas PPL dalam rangka menyiapkan mahasiswa
sebagai calon guru. Di SMPN II Malang, pada semester ganjil, 2010/2011, mahasiswa PPL
jurusan Pendidikan Matematika melaksanakan kegiatan lesson study sebanyak 4 kali. Pada
saat refleksi, kekurangan pada pembelajaran sebelumnya diperbaiki pada pembelajaran
berikutnya dan kelebihan pada pembelajaran sebelumnya dipertahankan pada pembelajaran
berikutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari tiga kali kegiatan lesson study tersebut,
sudah terjadi daur kaji pembelajaran (siklus).

Kata kunci: Lesson Study , siklus, PPL

Lesson Study merupakan suatu model berbobot dalam bidang Pendidikan


pembinaan profesi pendidik melalui Matematika.
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif Dalam Pedoman Pendidikan UM
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip (2009), matakuliah PPL adalah matakuliah
kolegalitas dan mutual learning untuk di jurusan pendidikan Matematika yang
membangun learning community bertujuan untuk memberikan pengalaman
(Ibrahim,2009). Harapannya, melalui praktis di lapangan melalui kegiatan magang
kegiatan lesson Study akan terjadi agar mahasiswa memiiki kompetensi yang
peningkatan kemampuan guru dalam memadai dalam melaksanakan tugas dan
menyiapkan pembelajaran di kelas, dalam siap menjadi tenaga profesional sesuai
proses belajar mengajar dan penguasaan dengan bidang keahliannya. Dengan
kelas, dalam menciptakan pembelajaran- dilakukannya kegiatan lesson study dalam
pembelajaran yang inovatif dan sebagainya. program PPL diharapkan akan memberikan
Menurut Saito (dalam Ibrahim, 2009), pengalaman langsung bagi calon guru untuk
ada 3 tahapan dalam Lesson Study yaitu menyiapkan pembelajaran di kelas, dalam
Plan, Do dan See. Ketiga tahap tersebut proses belajar mengajar dan penguasaan
dilakukan secara berulang dan terus- kelas, menciptakan pembelajaran-
menerus (dalam bentuk siklus). Serangkaian pembelajaran yang inovatif, menganalisis
tahapan dilaksanakan secara kolaboratif. kesulitan-kesulitan siswa dan sebagainya.
Hal ini mempunyai dampak positif.
Kolegalitas antara pendidik dapat terbina
dengan baik tanpa ada yang merasa lebih LESSSON STUDY SEBAGAI SUATU
tinggi dari yang lain. SIKLUS
Menurut Katalog FMIPA UM(2010),
salah satu tujuan program studi Pendidikan Lewis (dalam Santyasa, 2009)
Matematika di Universitas Negeri Malang mengatakan bahwa lesson study yang
adalah meningkatkan kualitas sumber daya merupakan proses yang kompleks didukung
manusia dengan menghasilkan sarjana oleh penataan tujuan secara kolaboratif,
Pendidikan Matematika yang berkualitas pencermatan dalam pengumpulan data
serta menghasilkan karya akademik yang tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang
memberi peluang diskusi yang produktif
tentang isu-isu yang sulit. Lesson study pada

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 5


hakikatnya merupakan aktivitas siklikal me- n yebutnya sebagai Daur Lesson Study
berkesinambungan yang memiliki implikasi yang Terorientasi pada Praktek. Daur
praktis dalam pendidikan. Siklus lesson tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
study dapat disajikan sebagai berikut:

Gambar 2
Daur Lesson Study yang Terorientasi
Gambar 1 pada Praktek
Siklus Lesson Study
Masing-masing tahapan dalam PROGRAM PPL DI UNIVERSITAS
lesson study mempunyai tujuan yang NEGERI MALANG
berujung pada membangun learning Salah satu tujuan Universitas Negeri
community. Dalam Ibrahim (2009), plan Malang adalah menghasilkan lulusan yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi. Tugas
bertujuan untuk menghasilkan rancangan pokok Universitas Negeri Malang adalah
pembelajaran yang diyakini mampu menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran di jenjang pendidikan tinggi,
membelajarkan peserta didik secara efektif menyelenggarakan penelitian dan
serta membangkitkan partisipasi aktif pengembangan ilmu, dan menyelenggarakan
pengabdian kepada masyarakat di beragai
peserta didik dalam pembelajaran. bidang sesuai kebutuhan pembangunan
Tahap do dimaksudkan untuk dengan meletakkan bidang kependidikan
menerapkan rancangan pembelajaran yang sebagai bidang utama (Pedoman Pendidikan
telah dirumuskan pada tahapan plan. Guru UM, 2009).
model akan menjalankan rancangan yang Dalam Katalog FMIPA UM (2010),
dibuat bersama-sama, sementara guru yang jurusan Matematika di Universitas Negeri
lain berperan sebagai pengamat. Data yang Malang mempunyai dua program studi yaitu
sudah dikumpulkan oleh guru dalam tahap program studi Matematika dan program
do, dianalisis bersama pada tahap see studi Pendidikan Matematika. Salah satu
(refleksi). tujuan program studi Pendidikan
Tahapan See bertujuan untuk Matematika adalah meningkatkan kualitas
menemukan kelebihan dan kekurangan sumber daya manusia dengan menghasilkan
pelaksanaan pembelajaran. Hasil diskusi sarjana Pendidikan Matematika yang
pada tahap refleksi dapat digunakan dan berkualitas serta menghasilkan karya
dipertimbangkan sebagai bahan untuk akademik yang berbobot dalam bidang
merevisi materi, pendekatan maupun Pendidikan Matematika.
instrumen yang digunakan (Ibrahim, 2009). Salah satu matakuliah dalam
Ketiga tahapan ini dapat dilakukan secara program studi Pendidikan Matematika
terus menerus, dalam arti bahwa kelebihan adalah Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)
dan kekurangan dalam pelaksanaan yang termasuk dalam matakuliah Perilaku
pembelajaran yang sudah didiskusikan Berkarya. PPL adalah matakuliah yang
dalam tahapan see menjadi bahan bertujuan untuk memberikan pengalaman
pertimbangan untuk merancang praktis di lapangan melalui kegiatan magang
pembelajaran selanjutnya. Ibrahim (2009) agar mahasiswa memiiki kompetensi yang

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 6


memadai dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan pembelajaran di kelas
siap menjadi tenaga profesional sesuai riil yang diobservasi oleh teman-teman
dengan bidang keahliannya. peserta PPL, Guru Pamong dan Dosen
Matakuliah PPL terdiri dari 2 tahap Pembimbing.
yaitu PPL I yang dilaksanakan selama 4 d. Selesai pelaksanaan KBM dan
minggu di kampus dengan materi berupa observasi pembelajaran sedapat
pemahaman administrasi dan pengelolaan
mungkin langsung dilanjutkan dengan
sekolah, tugas dan fungsi guru di sekolah,
diskusi refleksi di tempat yang
penguasaan standar isi kurikulum bidang
terpisah. Jika tidak memungkinkan
studi, program-program pengajaran,
keterampilan dasar mengajar, bimbingan dapat dilakukan siang hari setelah jam
siswa dan evaluasi belajar siswa. PPL II sekolah usai.
dilaksanakan dalam 12 minggu di sekolah e. Dalam kegiatan refleksi peserta PPL
latihan dengan kegiatan mengobservasi, lebih banyak menyampaikan komentar
membuat perencanaan mengajar, tentang aktivitas belajar siswa dari
melaksanakan praktek mengajar, membuat awal pelajaran sampai penutupan.
laporan pengelolaan sekolah dan layanan Sementara guru pamong dan dosen
bimbingan siswa (Pedoman Pendidikan UM, pembimbing selain memberikan
2009). komentar tentang aktivitas belajar
Dalam satu sekolah latihan, kelompok siswa juga harus mereview alur
mahasiswa didampingi satu dosen pelaksanaan pembelajaran dan
pembimbing dan 1 atau 2 guru pamong. memberikan saran untuk perbaikan
RPP dan perangkat serta untuk
LESSON STUDY DALAM PROGRAM perbaikan pembelajaran berikutnya
dan langkah pembelajaran yang
PPL DI UNIVERSITAS NEGERI
dilakukan mahsiswa sebagai ”guru
MALANG model”.
Dengan melihat penjelasan f. Semua kejadian penting dan pelajaran
sebelumnya, dimunculkanlah gagasan untuk berharga mulai dari kegiatan
mencoba mengadopsi lesson study sebagai perencanaan pembelajaran sampai
salah satu alternatif untuk meningkatkan diskusi refleksi harus dicatat oleh
efektifitas PPL dalam rangka menyiapkan peserta sebagai ”lesson learned” dan
mahasiswa sebagai calon guru. Menurut sekaligus sebagai bahan untuk
Ibrahim (2009), adopsi lesson study sebagai menyusun laporan pelaksanaan PPL.
salah satu pola kegiatan PPL telah Dengan pola kegiatan PPL di atas
dikembangkan di Universitas Pendidikan diharapkan akan dapat meningkatkan
Indonesia dan Universitas Negeri efektivitas pencapaian tujuan PPL.
Yogyakarta.
Masih menurut Ibrahim (2009)
PELAKSANAAN LESSON STUDY
bentuk kegiatan PPL dengan pola lesson
study dapat dirancang sebagai berikut: DALAM PROGRAM PPL DI SMPN II
a. Calon Dosen Pembimbing PPL (DPL),
MALANG
Guru Pamong dan mahasiswa peserta
PPL diberi pelatihan lesson study. Pada semester ganjil 2010/2011 ini
b. Dalam pelaksanaan PPL, mahasiswa penulis mendapat kesempatan untuk menjadi
yang sebidang studi diharuskan dosen pendamping PPL di SMPN II Malang.
Pada kegiatan PPL I, beberapa dosen
menyusun skenario pembelajaran dan
pendamping mengadakan praktek kegiatan
perangkatnya secara kolaboratif
lesson study ”kecil” dalam masing-masing
dengan didampingi guru pamong dan
kelompok sesuai sekolah latihan. Praktek
dosen pembimbing. kegiatan lesson study diadakan pada saat
c. Selanjutnya masing-masing akan pelaksanaan PPL I . Jika seorang dosen
mendapatkan giliran untuk hanya mendampingi 3 mahasiswa maka

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 7


dosen tersebut akan menggabungkan berpasangan dengan teman sebangku untuk
kelompoknya dengan kelompok lain. mengerjakan soal yang ada pada bahan
Dalam praktek kegiatan lesson study diskusi. Setelah berdiskusi, beberapa
tersebut, mahasiswa belajar melaksanakan kelompok mempresentasikan jawaban hasil
plan, do dan see. Pada saat plan mereka diskusi di depan kelas.
merancang kegiatan pembelajaran secara Setelah tahapan do, dilanjutkan tahapan
bersama-sama, kemudian menunjuk salah refleksi. Pada tahapan refleksi, dosen
satu mahasiswa untuk bertindak sebagai pembimbing bertindak sebagai moderator.
guru model, mahasiswa yang lain sebagai Permasalahan/kendala yang didiskusikan
siswa dan mahasiswa yang lain lagi sebagai adalah:
observer. Setelah pembelajaran a. Observer mengalami kesulitan untuk
dilaksanakan, pada tahap see, dosen mengidentifikasi siswa. Hal ini
pembimbing berperan sebagai moderator disebabkan guru model tidak
dan pendamping, mahasiswa yang berperan mempersiapkan kartu identitas siswa
sebagai siswa bertindak sebagai observer. dan tidak ada pembagian seorang
Ketika bertindak sebagai moderator, dosen observer harus mengamati kelompok
pembimbing memberikan contoh bagaimana
mana.
berlaku sebagai moderator dalam lesson
b. Siswa tidak memahami materi yang
study.
disampaikan walaupun sebenarnya
Ketika dosen pembimbing meminta
tanggapan mahasiswa tentang praktek mereka tertarik pada media yang
kegiatan lesson study tersebut, mahasiswa disediakan guru (LCD). Hal ini
merasa lebih paham bagaimana pelaksanaan disebabkan tampilan media yang
lesson study yang sebenarnya dan merasa kurang jelas (tulisan di layar terlalu
lebih percaya diri untuk melaksanakan kecil dan warna latar belakang layar
lesson study di sekolah latihan masing- yang tidak jelas). Penyebab yang lain,
masing. media yang sudah didesain interaktif
Di SMPN II Malang kegiatan lesson ternyata tidak dibuat interaktif oleh
study dalam program PPL tahap do dan see guru model. Selain itu ruangan kelas
dilaksanakan sebanyak empat kali yaitu memanjang ke belakang sehingga
tanggal 30 September 2010, 9, dan 11 siswa yang duduk di belakang tidak
Oktober 2010. Pada tanggal 11 Oktober bisa melihat layar dengan jelas.
2010, lesson study tahap do diadakan c. Beberapa siswa terlihat tidak dapat
sebanyak dua kali yaitu jam ke 3-4 dan 7-8. mengikuti penjelasan guru secara
Kegiatan refleksi diadakan setelah jam ke 3-
maksimal. Mereka masih berusaha
4 dan setelah jam ke 7-8. Lesson study yang
memahami suatu materi namun guru
diaksanakan pada tanggal 9 dan 11 Oktober
2010 didampingi oleh dosen pendamping sudah melanjutkan ke materi
dan guru pamong. Oleh karena itu pada berikutnya. Hal ini dikarenakan materi
tulisan ini hanya dibahas lesson study yang pelajaran yang direncanakan terlalu
dilaksanakan pada tanggal 9 dan 11 Oktober banyak dan guru mengejar target RPP
2010. sehingga guru menjelaskan dengan
1. Kegiatan Lesson Study I tergesa-gesa.
Kegiatan lesson study I tahap do
dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2010
2. Kegiatan Lesson Study II
dengan materi: menentukan hasil
penjumlahan bentuk aljabar, menentukan Dari hasil refleksi pada kegiatan lesson
hasil pengurangan bentuk aljabar dan study I, rancangan pembelajaran pada
menentukan hasil perkalian bentuk aljabar. kegiatan lesson study II dibuat sebagai
Metode yang diterapkan adalah tanya jawab, berikut:
diskusi dan pemberian tugas. Pada kegiatan a. Guru model mempersiapkan kartu
inti, guru menjelaskan materi dengan identitas siswa dan sudah ada
memanfaatkan media interaktif, kemudian pembagian kelompok untuk observer,
meminta para siswa untuk berdiskusi secara

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 8


sehingga pengamatan terhadap siswa Namun guru juga memberikan contoh
dapat lebih terarah. bentuk aljabar berikut terdiri dari dua suku
b. Karena untuk mengatasi kondisi dengan menampilkan tayangan
ruangan yang memanjang ke belakang
perlu persiapan lebih, maka untuk
mengatasi penggunaan media yang
kurang efektif, dibuatlah media (LCD) Dari hasil diskusi diperoleh kesimpulan
dengan tulisan yang agak besar dan bahwa jika dalam pembelajarannya
latar belakang layar dengan warna menggunakan media, maka sebaiknya
putih. penggunaannya melibatkan siswa.
c. Karena pada lesson study I materi yang b. Beberapa siswa terlihat bermalas-
disampaikan terlalu banyak, maka malasan atau ramai. Sebenarnya
pada lesson study II materi yang pembelajaran sudah didesain
direncanakan adalah pengertian kooperatif, namun tugas yang
bentuk aljabar, contoh bentuk aljabar, disiapkan ternyata tidak ’memaksa’
menentukan variabel, konstanta, suku, siswa untuk bekerja sama walaupun
koefisien, suku sejenis dan tak sejenis dengan teman sebangku.
dari suatu bentuk aljabar. Diharapkan
materi ini tidak terlalu banyak sehingga 3. Kegiatan Lesson Study III
siswa mempunyai waktu untuk
Dari hasil refleksi pada kegiatan lesson
menyerap materi dengan baik.
study II, rancangan pembelajaran dibuat
Kegiatan lesson study II tahap do
sebagai berikut:
dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2010
a. Media pembelajaran yang dipakai adalah
jam ke 3-4. Metode yang diterapkan adalah
media manipulatif dari kertas warna
tanya jawab dan pemberian tugas. Pada
untuk menjelaskan bentuk-bentuk
kegiatan inti, guru meminta siswa membaca
aljabar (ubin aljabar). Beberapa contoh
dan memperhatikan media. Kemudian guru
media adalah
meminta siswa untuk mengerjakan soal dan
secara acak meminta dua siswa maju untuk
mengerjakan soal sesuai contoh. x
Setelah tahapan do, dilanjutkan tahapan
refleksi. Permasalahan/kendala yang
didiskusikan adalah: Media pembelajaran ini sangat
a. Beberapa siswa mengalami kesulitan melibatkan siswa karena masing-masing
pada saat menentukan suku dan kelompok memperoleh ubin aljabar. Tugas
koefisien dari suatu bentuk aljabar. yang diberikan guru juga ’memaksa’ siswa
untuk menggunakan (memegang) media
Setelah didiskusikan, diperoleh bahwa
tersebut.
penyebabnya adalah kesalahan
a. Pembelajaran didesain kooperatif secara
penanaman konsep baik yang ada di
heterogen agar terjadi kerjasama yang baik
tayangan media maupun di penjelasan antar anggota kelompok. Tugas yang harus
guru. Pada saat guru menanamkan dikerjakan oleh kelompokpun
konsep suku dari bentuk aljabar, guru memungkinkan terjadinya kerjasama antar
memberikan contoh bentuk aljabar anggotanya. Contoh tugas sebagai berikut:
berikut, terdiri dari dua suku yaitu Gambarkan bentuk aljabar
dan . Guru menjelaskan dengan menggunakan
dengan menampilkan tayangan ubin aljabar.
berikut. Kegiatan lesson study III tahap do
+ dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2010
jam ke 7-8. Materinya adalah pengertian
bentuk aljabar, contoh bentuk aljabar,
menentukan variabel, konstanta, suku,
koefisien, suku sejenis dan tak sejenis dari

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 9


suatu bentuk aljabar. Metode yang hal ini dilakukan terus menerus dengan
diterapkan adalah kelompok, tanya jawab belajar dari pengalaman maka bukan tidak
dan pemberian tugas. mungkin pembelajaran matematika akan
Pada kegiatan inti, guru meminta siswa lebih menyenangkan dan mendapatkan hasil
untuk membentuk kelompok yang terdiri yang baik.
dari 6 siswa dan masing-masing kelompok
duduk melingkar. Untuk mengantisipasi agar
DAFTAR PUSTAKA
tidak bekerja secara individual, maka posisi
duduk dibuat selang-seling laki-laki Ibrohim, 2009. Apa, Mengapa dan
perempuan. Kemudian guru memberikan Bagaimana Lesson Study. Makalah
pada masing-masing kelompok beberapa disampaikan dalam Workshop
ubin aljabar. Setelah guru menjelaskan Pembimbingan PPL Pola Lesson
penggunaan dan makna media tersebut, guru Study di FMIPA UM tanggal 19-20
menanyakan berapa luas masing-masing Januari 2009.
ubin aljabar (untuk yang merah). Guru juga
menjelaskan bahwa ubin yang putih Katalog FMIPA Universitas Negeri Malang,
merupakan lawan dari ubin merah sehingga Jurusan Matematika.2010.Malang:
jika dijumlahkan maka akan netral atau FMIPA Universitas Negeri Malang.
menghasilkan 0. Kemudian guru
memberikan tugas untuk dikerjakan secara Pedoman Pendidikan Universitas Negeri
berkelompok dan selanjutnya Malang. 2009. Malang: Biro
dipresentasikan. Administrasi Akademik,
Setelah tahapan do, dilanjutkan tahapan Kemahasiswaan, Perencanaan, dan
refleksi. Permasalahan/kendala yang Sistem Informasi Uiversitas Negeri
didiskusikan adalah: Malang.
a. Beberapa siswa masih bergerombol
Santyasa, 2009. Implementasi Lesson Study
atau tidak bergabung secara merata
dalam Pembelajaran. Makalah
dengan teman lain dalam satu
disampaikan dalam Seminar
kelompok. Hal ini disebabkan
Implementasi Lesson Study dalam
pengaturan tempat duduk yang tidak
Pembelajaran bagi Guru-Guru TK,
efektif.
Sekolah Dasar, dan Sekolah
b. Beberapa siswa masih menggunakan
Menengah Pertama di Kecamatan
media sebagai mainan. Ini
Nusa Penida, tanggal 24 Januari
disebabkan beberapa kelompok 2009. (diakses tanggal 1 November
sudah selesai mengerjakan tugas 2010).
sementara kelompok yang lain
belum selesai, sehingga waktu luang Sriningsih dkk, 2010. Laporan Pelaksanaan
digunakan siswa untuk bermain- Lesson Study dalam Rangka PPL
main. Penyebab yang lain Semester Genap 2010/2011 di
pengelolaan kelas oleh guru kurang SMPN II Malang.
maksimal.
Dari pelaksanaan tiga kali lesson study
dalam program PPL di SMPN II Malang Susilo, Herawati, 2009. Lesson Study
sudah nampak bahwa terjadi siklus di sana. sebagai Pilihan Sarana Peningkatan
Jadi kelemahan atau permasalahan yang Kualitas Pembelajaran dan
ditemukan pada saat refleksi di suatu lesson Penyiapan Calon Guru MIPA di
study berusaha diperbaiki pada perancangan LPTK. Makalah disampaikan dalam
pembelajaran di lesson study berikutnya. Workshop Pembimbingan PPL Pola
Demikian dilakukan oleh para mahasiswa Lesson Study di FMIPA UM tanggal
19-20 Januari 2009.
PPL secara terus menerus secara kolaboratif.
Setiap kali merancang pembelajaran
berikutnya dengan mengingat permasalahan
sebelumnya, mereka selalu punya harapan
agar memperoleh hasil yang lebih baik. Jika

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 10


PEMBERDAYAAN MAHASISWA PESERTA SBMK-RSBI DALAM
MELAKUKAN MICROTEACHING MENGGUNAKAN METODE
VISUALISASI DAN MODALITAS BELAJAR
(Sebuah Gagasan)
Srini M. Iskandar
Jl. Semarang 5 Malang 65145
Telp. (0341) 551-312 (psw. 251)/574-388, Telp./Fax. (0341) 562180 (langsung)
Website: http://www..um.ac.id
E-mail: fmipa@malang.ac.id

Abstrak

Penyiapan calon guru Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)/Rintisan Sekolah Bertaraf


Internasional (RSBI) berbeda dalam sejumlah aspek dari sekolah-sekolah reguler, antara lain: kurikulum
yang digunakan adalah KTSP plus; bahan ajar mencakup peningkatan bahan ajar dari sekolah nasional
karena mengadopsi dari kurikulum negara-negara maju; pendekatan pembelajaran berpusat pada
pembelajar; bahasa yang digunakan bahasa inggris atau dwi bahasa; dan evaluasi mengacu pada
kriteria.
Dari analisis angket yang didistribusikan pada mahasiswa peserta SBMK-RSBI didapatkan
kendala yang mereka hadapi adalah menyiapkan RPP dalam bahasa Inggris, karena minimnya kosakata
Inggris yang mereka kuasai dalam menghadapi microteaching kendala yang mereka hadapi adalah
pengucapan bahasa inggris, dan penguasaan materi ajar yaitu topik-topik kimia. Kiat-kiat yang mereka
lakukan adalah mengambil les bahasa Inggris, berlatih bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Mereka
mengharapkan dosen pembina untuk sabar dan telaten mengajar mereka. Gagasan untuk memberdaya-
kan mahasiswa SBMK-RSBI adalah metode visualisasi dan penerapan modalitas belajar.

Kata kunci: SBMK-RSBI, microteaching, metode visualisasi, modalitas belajar

PENDAHULUAN katan pembelajaran dapat dipastikan ber-


Mata kuliah Strategi Belajar Mengajar pusat pada pembelajar; (4) bahasa yang
Kimia dengan sandi KIP 445 disajikan pada dipakai 100% English atau biligual; (5)
semester 5 bagi mahasiswa Pendidikan asesmen yang digunakan adalah asesmen
Kimia. Beban matakuliah ini adalah 3 sks 4 yang berorientasi pada kriteria (Ibnu, 2010).
js. Diharapkan setelah mengikuti kuliah ini
Kendala yang Dihadapi Mahasiswa SBMK-
para mahasiswa mampu memilih dan
RSBI
mengimplementasikan pendekatan mengajar
yang sesuai dengan hakekat pembelajaran Bagi mahasiswa Pendidikan Kimia
kimia di sekolah (SMP, SMA dan SMK) angkatan tahun 2008 offering AA, per-
sehingga memiliki kompetensi dasar dalam kuliahan SBMK-RSBI bukanlah matakuliah
berkarya di bidang pendidikan (katalog wajib, melainkan matakuliah pilihan. Di
FMIPA UM Jurusan Kimia, edisi 2010). awal perkuliahan sudah diinformasikan
Untuk menjawab tantangan zaman, bahwa mereka dipersilahkan memprogram
FMIPA juga menyiapkan calon guru-guru SBMK reguler bila mereka merasa tidak
SBI/RSBI. Dalam hal ini, termasuk Jurusan mampu, namun mereka bertahan untuk tetap
Kimia FMIPA UM. Penyiapan calon guru- memprogram matakuliah SBMK-RSBI.
guru SBI/RSBI berbeda dengan penyiapan Setelah bertatap muka lebih dari setengah
calon guru reguler, karena SBI/RSBI semester, penulis sebagai pengampu mata-
memang berbeda dari sekolah-sekolah kuliah ini mendapatkan bahwa sebagian
reguler, antara lain: (1) kurikulum yang besar mahasiswa menghadapi kesulitan.
digunakan adalah KTSP plus; (2) bahan ajar Penulis menyebarkan angket untuk mengeta-
yang dicakup di dalam kurikulumnya hui permasalahan yang mereka hadapi.
diadopsi dari kurikulum negara-negara maju Pertanyaan utama yang dikemukakan
misalnya Cambridge, IBO dsb; (3) pende- adalah alasan mereka memprogram SBMK-

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 11


RSBI. 55% dari peserta menjawab bahwa perlukan langkah konkrit dan inovatif untuk
mereka ingin mengajar di SBI/RSBI, 27% memberdayakan para peserta SBMK-RSBI.
menjawab bahwa di masa datang guru harus Langkah konkrit adalah menganjurkan
berkualitas dan yang hanya ikut-ikutan agar para mahasiswa meningkatkan kiat-kiat
sebanyak 18%. yang sudah mereka lakukan. Sedangkan
Kendala yang mereka hadapi menurut langkah inovatif yang bisa diimplementasi-
hasil angket yaitu 91% dari peserta menyata- kan adalah mengadopsi dari metode visuali-
kan terkendala oleh bahasa Inggris dan sasi dan modalitas belajar untuk berlatih
hanya 9% menyatakan tidak mengalami ke- melakukan microteaching.
sulitan bahasa. Adapun kesulitan berbahasa Asesmen yang digunakan dalam
Inggris disebabkan oleh miskinnya kosakata SBMK-RSBI adalah asesmen untuk rencana
(vocabulary), rendahnya penguasaan tata ba- pembelajaran dan asesmen kinerja/asesmen
hasa (grammar), serta kebiasaan menter- pelaksanaan pembelajaran. Adapun RPP me-
jemahkan kata demi kata bahasa Indonesia liputi komponen utama: kompetensi, materi
ke dalam bahasa Inggris. Hal-hal ini meng- pokok, strategi pembelajaran dan asesmen.
akibatkan penulisan Lesson Plan memerlu- Sedangkan pelaksanaan pembelajaran meli-
kan waktu yang relatif lama. 23% dari pe- puti unsur-unsur keterampilan dasar meng-
serta menyatakan kurang menguasai materi ajar dan unsur-unsur strategi pembelajaran.
kimia. Dalam penyusunan RPP, selain sintaks
atau langkah-langkah pembelajaran, para
Kiat-Kiat yang Dilakukan Mahasiswa mahasiswa diminta untuk menulis skenario
untuk “survive” dalam SBMK-RSBI pembelajaran yaitu sintaks yang disertai
rincian kalimat yang akan diucapkan oleh
Dalam angket yang diberikan kepada
calon guru. Tujuan penulisan skenario mela-
mahasiswa untuk kiat-kiat dalam mencapai
tih calon guru memikirkan pertanyaan atau
prestasi yang baik, mereka boleh memilih
kalimat yang akan diucapkannya (seperti
lebih dari satu jawaban. Berikut ini disajikan
layaknya seorang artis yang akan meme-
hasil pengisian angket mengenai kiat-kiat
rankan suatu lakon harus menghafal dahulu
mereka untuk meraih prestasi yang baik
“script”). Langkah selanjutnya adalah pene-
pada Tabel 1.
rapan metode pembelajaran yang disebut
Tabel 1. Persentase kiat-kiat mahasiswa
visualisasi.
untuk mencapai prestasi yang baik Apakah metode visualisasi itu? Berikut
ini adalah ilustrasi yang dikutip dari dunia
Kiat-kiat mahasiswa untuk olahraga mengenai metode visualisasi (Kok,
Persentase Erni Julia, 2010: 94-96):
No mencapai prestasi yang
(%) Rebbecca Owen adalah seorang pese-
baik
1. Berlatih bahasa Inggris 67 nam yang mulai berlatih senam ketika ber-
2. Belajar bersama 36 usia tujuh tahun. Ia berlatih lima setengah
3. Rajin membuka kamus 32 jam setiap hari, enam hari seminggu selama
4. Belajar sendiri 9 10 tahun berturut-turut. Hasil jerih payah itu
5. Bertanya pada dosen 23 memang akhirnya mengantarkan remaja
6. Mengambil kursus bahasa Inggris yang murah senyum ini untuk men-
Inggris 9 dapatkan medali perak dalam
Commonwealth Games tahun 2002. Prestasi
Gagasan Pemberdayaan Mahasiswa SBMK- itu belum memuaskannya sebab ambisinya
RSBI adalah medali Olimpiade. Untuk mendapat-
kan kesempatan masuk ke dalam tim
Para peserta SBMK-RSBI menyatakan
Olimpiade, Rebbecca harus belajar dan
berharap agar dosen pengampu sabar dan
menguasai gerakan baru yang amat sulit
telaten dalam mengajar mereka. Mengingat
yang disebut “Ginga Salto”, yaitu “terbang”
bahwa kompetensi yang diharapkan dari
lepas dari atas bar, lalu melakukan jungkir
peserta SBMK baik yang RSBI maupun
balik sambil memutar balik tubuhnya
yang reguler adalah mampu mengimplemen-
sebelum menangkap bar lagi.
tasikan pendekatan pembelajaran maka di-
Pada saat berlatih, Rebbecca berkali-
kali gagal menangkap bar setelah melakukan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 12


jungkir balik dan perputaran, hingga akhir-  posisi leher lurus dan tegak
nya ia melakukan pendekatan radikal, meng-  penampilan rapi, warna serasi, teratur
gunakan metode pembelajaran yang disebut  mengingat dengan gambar
visualisasi! Berjam-jam ia duduk di bawah  lebih suka membaca dari pada dibacakan
bar dan membayangkan dirinya melakukan  membutuhkan gambaran dan tujuan
gerakan Ginga Salto berkali-kali, setiap kali menyeluruh
habis melakukan jungkir balik, memutar  menangkap detail
tubuhnya ia menangkap bar dengan tepat.
 mengingat apa yang dilihat
Setelah berkali-kali mengulang gerakan-
 selalu mengadakan kontak mata
gerakan itu dalam pikirannya, Rebbecca
 berbicara cepat, hampir tanpa titik koma
kembali melakukan gerakan sulit tersebut
dan ia berhasil.  menjaga jarak dengan orang lain supaya
Apa yang terjadi dalam otak seseorang dapat melihat lebih jelas
ketika ia melakukan visualisasi? Menurut  berpikir selalu “gambar besarnya”
para ilmuwan, pikiran tidak dapat membeda- Cara belajar yang disarankan untuk
kan antara fantasi dan realitas, jika sese- golongan visual yaitu dengan menggunakan
orang berpikir bahwa dirinya sedang mela- beragam bentuk grafis untuk menyampaikan
kukan sesuatu, padahal pada kenyataannya informasi atau materi pelajaran. Perangkat
tubuhnya sedang diam, otak menerimanya grafis itu bisa berupa film, slide, gambar
sebagai realitas. Begitu pula halnya jika ia ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar,
benar-benar melakukan hal tersebut, pikiran catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang
pun akan memperlakukannya sebagai reali- bisa digunakan untuk menjelaskan suatu
tas. Pada dasarnya, fantasi dan realitas ter- informasi secara berurutan.
letak pada bagian yang sama dalam sistem
otak kita. Oleh sebab itu, bila kita terus- Auditorial, dengan karakteristik:
menerus mengulang suatu perilaku dalam  posisi kepala menoleh ke arah orang
pikiran kita, jalan-jalan yang menghubung- yang sedang berbicara
kan sel-sel otak akan terbangun. Mengguna-  eye accessing ke arah dan sejajar dengan
kan prinsip ini, kita dapat meningkatkan telinga
kemampuan berbicara di depan publik,  nafas merata di seluruh permukaan dada
mengendarai mobil atau motor, bahkan  memandang jauh
membakar lemak-lemak tubuh.  menghindari kontak mata
Metode pembelajaran ini tidak hanya  perhatiannya mudah terpecah
bermanfaat bagi para olahragawan atau atlet,  berbicara dengan pola berirama
tetapi juga siapapun untuk melakukan ham-  selalu mengulang apa yang baru mereka
pir semua aktivitas yang melibatkan otoma- dengar
tisasi otot-otot dan saraf tubuh. Bahkan,  belajar dengan cara mendengarkan dan
dapat digunakan juga oleh seseorang untuk menggerakkan bibir/bersuara saat mem-
mengembangkan otot-otot tubuh tanpa perlu baca
fitness, yang disebut latihan virtual.  berdialog secara internal dan eksternal
Sedangkan modalitas belajar adalah  sikap tubuh lemah lembut dan mengalir
cara-cara pembelajar/mahasiswa mengolah
 berdiri dekat dengan orang lain supaya
informasi. Ada empat golongan yaitu visual,
dapat mendengar jelas
auditorial, kinestetik dan auditory digital.
 gampang terganggu oleh kebersihan
Adapun karakteristik masing-masing
 cara berpikir kronologi
golongan dalam DePorter (2000 dan 2003),
Cara belajar yang disarankan untuk
Kok, E. J. (2009), Fitriyah, L. A. (2010) dan
golongan auditorial yaitu pertama, menggu-
Widayanti, F. D. (2010) yang dipaparkan
nakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat
sebagai berikut:
ini digunakan untuk merekam bacaan atau
Visual, dengan karakteristik: catatan yang dibacakan atau ceramah peng-
 posisi kepala terangkat ke atas ke arah ajar di depan kelas untuk kemudian di-
orang yang sedang berbicara dengarkan kembali. Kedua, dengan wawan-
cara atau terlibat dalam kelompok diskusi.
 eye accessing melihat ke atas
Ketiga, dengan mencoba membaca infor-
 nafas pada dada bagian atas, tipis

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 13


masi, kemudian diringkas dalam bentuk  agak disasoisasi dengan pengalaman sen-
lisan dan direkam untuk kemudian didengar- diri
kan dan dipahami. Langkah terakhir adalah  kurang peka terhadap rangsangan dari
dengan melakukan review secara verbal luar
dengan teman atau pengajar.  penampilan rapi, fungsional/praktis, ren-
dah hati
Kinestetik, dengan karakteristik: Cara belajar yang disarankan untuk go-
 posisi kepala dan dahi agak menunduk longan auditory digital yaitu dengan mem-
 eye accessing menunduk atau menunduk buat imajinasi dalam pikiran sebelum me-
ke arah kanan nuangkannya dalam sebuah tulisan maupun
 nafas dalam, di daerah diafragma tindakan. Membuat sebuah ringkasan untuk
 jarang mengadakan kontak mata memahami informasi yang diterima secara
 suara nada rendah, tempo lambat logis.
 sering berjeda ketika berbicara
 berdiri berdekatan Pertanyaan-Pertanyaan yang Diajukan
 banyak bergerak dalam Angket
 suka sentuhan, merasakan informasi 1. Apa yang menyebabkan Anda mempro-
 belajar dengan melakukan gram SBMK-RSBI?
 cenderung asosiasi dengan pengalaman 2. Sampai sejauh ini kendala apa yang Anda
mereka sendiri rasakan selama mengikuti perkuliahan?
3. Kiat-kiat apa yang Anda lakukan agar
 menunjuk tulisan saat membaca
mencapai prestasi yang baik?
 menanggapi secara fisik
4. Apa yang Anda harapkan dari dosen
 mudah terganggu oleh emosi sendiri pembina untuk membantu Anda?
Cara belajar yang disarankan untuk go-
longan kinestetik yaitu dengan belajar ber- DAFTAR RUJUKAN
dasarkan atau melalui pengalaman dengan DePorter, B. dan Henarcki, M. 1992. Quantum
menggunakan berbagai model atau peraga, Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
bekerja di laboratorium atau bermain sambil Menyenangkan. Terjemahan oleh Alwiyah
belajar. Belajar dengan cara menyerap dan Abdurrahman. 2003. Bandung: Kaifa.
memahami informasi dengan cara menjiplak DePorter, B., Reardon, M. & Singer-Nourie, S.
gambar atau kata untuk belajar mengucap- 1999. Quantum Teaching: Mempraktikkan
kannya atau memahami fakta. Penggunaan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas.
komputer, karena dengan komputer bisa Terjemahan oleh Ari Nilandri. 2000. Bandung:
terlibat aktif dalam melakukan sentuhan, Kaifa.
sekaligus menyerap informasi dalam bentuk Ellerton, R. 2010. Modalities and
gambar dan tulisan. Selain itu, agar belajar Representational System. Renewal Technologies
menjadi efektif dan berarti, disarankan untuk Inc. (Online), (www.renewal.ca, diakses 5
menguji memori ingatan dengan cara nopember 2010).
melihat langsung fakta di lapangan.
Fitriyah, L. A. 2010. Pengaruh Model
Pembelajaran dan Modalitas Belajar serta
Auditory Digital, dengan karakteristik: Kemampuan Berfikir Formal terhadap Hasil
 posisi kepala agak mendongak Belajar dan Higher Order Thinking Ability Siswa
 bahu rendah Kelas XI IPA MAN Sumenep. Tesis. Tidak
 eye accessing menunduk ke arah kirinya diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana
 nafas tipis dan tertahan-tahan Universitas Negeri Malang.
 jarang mengadakan kontak mata Ibnu, S. 2010. Mengembangkan Perangkat
 kadang-kadang menerawang Pembelajaran RSBI. Makalah disajikan dalam
 vokal tidak bervariasi, pendek-pendek, Workshop Penyusunan Perangkat Pembelajaran
monoton RSBI Jurusan Kimia FMIPA UM, tanggal 3
Nopember 2010.
 menggerakkan bibir ketika tenggelam ke
dalam pikiran Katalog FMIPA UM Jurusan Kimia, Edisi 2010.
 sikap tubuh jarang bergerak, statis Malang: UM Press.
 berdiri menjaga jarak untuk disasoisasi Kok, E. J. 2009. NLP untuk Semua. Surabaya:
dan mengamati Enerjik Kharisma.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 14


Kok, E. J. 2010. Mental Pemenang Mental
Pecundang: Membentuk Mentalitas Pemenang
dengan Pendekatan Outcome Thinking dari NLP.
Jakarta: Gramedia.
Widayanti, F. D. 2010. Pengaruh
Pengelompokan Siswa Berdasarkan Gaya Belajar
dan Multiple Intelligences pada Model
Pembelajaran Learning Cycle terhadap Hasil
Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 3
Lumajang. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 15


PENDIDIKAN SAINS ADALAH PENDIDIKAN BERKARAKTER

Suhadi Ibnu
Universitas Negeri Malang (UM)

Abstrak:
Sebagai dampak dari globalisai, generasi muda masa kini terpapar dengan dahsyat terhadap berbagai
bentuk perubahan di dalam kehidupan personal, sosial dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-
nilai sosial yang pada waktu lalu dapat dijaga dan dipertahankan dengan baik saat ini telah sangat
berbeda wujudnya di dalam kehidupan sosial di masyarakat. Hasil positif yang seharusnya berkembang
dari kemajuan IPTEK seolah tenggelam jika dibandingkan dengan dampak negatif yang tidak dapat
dihindari. Dalam perkembangan ilmu dan teknologi informasi dan komunikasi misalnya, menjamurnya
kanal-kanal komunikasi yang menghidangkan berbagai situs porno dan bermoral rendah adalah hasil
ikutan yang tidak bisa dihindarkan dari perkembangan ilmu dan teknologi komunikasi itu sendiri.
Menolak kehadiran dan pekembengan IPTEK termasuk teknologi informasi dan komunikasi adalah
langkah yang tidak produktif. Tetapi menerima begitu saja adalah sikap yang tidak bijak. Untuk
menghindari dampak negatiif dari perkembangan IPTEK diperlukan pendidikan yang tidak hanya
meningkatkan pengetahuan dan ketramplan tetapi juga meneguhkan moral dan karakter untuk
menumbuhkan generasi muda yang berakhlak mulia, beretos kerja tinggi, cerdas dan trampil,
demokratik dalam sikap, dan cinta bangsa dan tanah air. Sains dan pendidikan Sains yang
dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik menjanjikan dilahirkannya generasi muda dengan
karakter yang baik, seperti yang diharapkan di atas. Sains dan pendidikan Sains memiliki keluasan
cakupan ontologi, ketertiban dan kejujuran epistemlogi dan norma etika aksiologi yang berpotensi
mengembangkan keluasan pengetahuan kognitif, kemuliaan afektif dan ketrampilan psikomotorik pada
diri peseta didik. Sikap ilmiah atau “scientific attitude´ yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
disiplin Sains dan pendidikan Sains jika dikembangkan secara konsisten dan terus menerus akan sangat
membantu menghasilkan generasi muda yang memiliki karakter sosial yang kuat, professional dalam
bekerja dan memiliki watak demokratik di dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Kata kunci: pendidikan Sains, pendidikan karakter, sikap ilmiah, pendidikan demokrasi.

Dampak Pendidikan Tak Berkarakter munculya produk-produk fisik dari


Berkembangnya masyarakat dunia teknologi canggih ini dan yang lain telah
tanpa batas, atau yang biasa dikenal dengan pula menarik dan melibatkan banyak kaum
fenomena globalisasi menghadirkan muda termasuk pemuda Indonesia. Konon
berbagai kesempatan dan tantangan bagi dalam salah satu film produksi Hollywood
bangsa Indonesia, khususnya generasi yang sangat terkenal dan laris, salah satu
muda. Diversifikasi berbagai aspek seniman atau teknolog animasinya adalah
kehidupan memberikan kesempatan luas anak Indonesia. Selain itu perlu juga dicatat
bagi mereka yang tanggap, termotivasi, bahwa di dalam berbagai kontes Sains dan
cerdas, trampil, inovatif dan memiliki Matematika internasional cukup banyak
wawasan yang luas dan ambisi yang kuat pula prestasi yang telah diraih putra-putri
untuk maju. Munculnya berbagai bidang Indonesia.
baru dalam kancah kehidupan manusia Berita baik seperti di atas tentu
yang mungkin tidak pernah terfikirkan tiga membanggakan karena ikut mengangkat
dekade yang lalu membuka lebar derajat kehormatan bangsa. Akan tetapi
kesempatan untuk berkreasi dan berinovasi berita yang mengabarkan hal-hal buruk
untuk menampilkan produk-produk baru yang terjadi di Indonesia yang secara
baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. langsung atau tidak juga merupakan
Teknologi animasi misalnya, telah cukup dampak dari perkembangan IPTEK dan
banyak menarik dan melibatkan anak-anak globalisasi yang melibatkan kaum muda
muda di dalam business yang terkait juga tidak sedikit jumlahnya.
dengan perkembangan teknologi informasi Roesminingsih (2010) di dalam
dan komunikasi (ICT) ini. Demikian pula makalahnya berjudul Strategi Pendidikan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 16


Karakter Bangsa memaparkan realita yang Maliki, Ketua Dewan Pendidikan Propinsi
sangat memprihatinkan. Mo limo (maling, Jawa Timur periode 2008 -2011
madon, main, madat, minum) sudah mengingatkan bahwa keruntuhan moral
menjadi ‘kontra budaya’ yang dengan yangtelah berkembang menjadi ‘kontra
mudah dapat dijumpai dengan terang- budaya’ tersebut tidak lain adalah akibat
terangan: (1) korupsi di Indonesia sudah dari pendidikan yang, (1) hanya
masuk kelas kakap dan menyentuh berbagai menyentuh permukaan dan tidak cukup
lapisan masyarakat konon jumlah substansial untuk mengejar nilai UNAS dan
kumulatifnya sudah mencapai Rp. 444 meminggirkan pembelajaran yang
trilyun, (2) bisnis pelacuran Indonesia mengandung nilai mendidik, (3) miskin
mencapai nilai 11 trilyun, HIV/AIDS sumber belajar yang tersedia—misalnya
menyentuh 2, juta orang, (3) peredaran sebatas buk-buku teks—yang seharusnya
narkoba/NAPZA beromzet Rp. 146 trilyun diperkaya dengan contoh-contoh nyata di
dan membunuh 57 000 orang per tahun, masyarakat, dan (4) pembelajaran yang
dan (4) Indonesia adalah satu-satunya kurang melibatkan siswa secara aktif, lebih-
negara di dunia yang belum mempunyai lebih secara mental. Padahal, pembelajaran
UU Alkohol. yang akan menghasilkan manusia
Di dalam bidang pendidikan, di luar berkarakter adalah pembelajaran yang
prestasi-prestasi (kecil) di dalam berbagai dikemas sedemikian rupa sehingga
kontes nasional amat akrab di telinga memberi kesempatan luas bagi pebelajar
bahwa kualitas pendidikan Indonesia untuk terlibat secara fisik dan mental.
khusnya untuk Sains dan Matematika selalu
jatuh di nomor buntut di ASEAN dan Asia. Pendidikan Sains Berpotensi Pendidikan
Apalagi di dunia. Inisiatip pengembangan Karakter
yang selama ini sudah dilakukan seolah
belum memberikan hasil yang signifikan. Semua cabang ilmu pengetahuan
Itu baru dalam bidang kognitif. Kalau melancarkan ‘claim’ bertujuan mencari dan
diperhatikan hal-hal yang bersifat ‘moral’ menegakkan kebenaran, untuk
sangat jelas ketertinggalan bangsa kemaslahatan umat manusia. Tetapi rujukan
Indonesia dari bangsa-bangsa lain. Disiplin kebenaran yang digunakan tidak sama
dan ketertiban, kepedulian pada lingkungan antara yang satu dengan yang lain. Cabang-
fisik dan sosial, etos kerja, profesionalitas, cabang ilmu pengetahuan yang
commitment pada tugas, kreativitas dan perkembangannya sangat dipengaruhi
interprnuership jelas jauh tertinggal. Soal pemikiran subjektif pengembang dan
disiplin dan ketertiban ini ada contoh yang pengikutny seperti ilmu-ilmu ekonomi dan
unik dan sebenarnya juga memalukan. Di sosial ukuran kebenaran yang digunakan
tempat-tempat tertentu yang memiliki juga sangat dipengaruhi oleh pemikiran
wilayah yang dikelola perusahaan asing subjektif pengembang dan pengikutnya itu.
berlaku standar ganda. Di dalam wilayah Paham ekonomi kapitalis misalnya akan
perusahaan disiplin dan ketetiban tampak didukung secara kuat dan dinyatakan
sekali diterapkan dengan baik, misalya sebagai yang paling benar oleh para
dalam hal ketertiban berlalu lintas, semua pendukungnya dengan menyodorkan bukti
mematuhi aturan yang diberlakukan di situ tingkat kesejahteraan materi yang dapat
terkait kecepatan maksimal, standar dicapai oleh warga masyarakat yang
keselamatan, larangan merokok dan menganutnya. ‘Pemerataan’ menjadi
sebagainya. Demikian juga dengan aturan kriteria yang diharamkan dalam mashab
keselamatan kerja. Semua patuh. Tetapi ekonomi kapitalis. Sebaliknya kaum
begitu melewati batas territorial sosialis dan komunis akan lebih
perusahaan, semuanya berubah, kembali ke membenarkan ekonomi sosialis atau
‘standar’ Indonesia yang penuh dengan komunis dengan rujukan ‘pemerataan
ketidak pastian dan membahayakan. sebagai ukuran keadilan’ yang lebih
Keadaan di atas jelas merupakan dikedepankan sekaligus sebagai ukuran
wujut dari hasil pendidikan yang masih keberhasilan sistem. Sains adalah cabang
memprihatinkan mutunya. Prof. Zainuddin ilmu pengetahuan yang tidak tunduk pada

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 17


subjektivitas pengembangnya. Di ujung demokrasi ini, Mangunwijaya (1999: 179-
akhirnya Sains patuh secara objektif pada 190) menyatakan:
kriteria kebenaran mutlak yang disodorkan
alam. Betapapun cangggihnya pengolahan “Demikianlah demokrasi mutlak
data yang dilakukan dan tingginya mengandalkan sistem
pemikiran analitik para ahlinya hasil akhir pendidikan yang memberikan
baru dapat dikatakan benar apabila tidak prioritas pembelajaran para
bertentangan dengan realita yang terjadi di siswa untuk mencintai
alam. Kebenaran scientific adalah eksplorasi, kreativitas, daya
kebenaran universal. Jika kebenaran alami- pikir yang kritis; yang membina
universal itu saat ini belum dapat ‘dilihat’ keyakinan-keyakinan pribadi
secara fisik tetap saja diyakini bahwa pada yang mampu berelasi dengan
saatnya alam akan memperlihatkan fair play yang mendasar yang
‘kebenaran’ dirinya sendiri. Semua memberi kesempatan untuk
pendukung perkembangan Sains berekspresi bebas. …… Dengan
selanjutnya ‘harus tunduk’ pada realita ini, kata lain yang diperlukan
dan segala pemikiran deduktif-induktif adalah sistem pendidikan untuk
yang dkembangkan kemudian harus berpikir cerdas, melihat dunia
mengacu kepada realita ini. Ini adalah tidak naif, dalam suatu kerangka
modal dasar Sains sebagai acuan kebenaran pandangan yang tidak hitam-
yang tidak dapat ditawar atau direkayasa. putih fasis, dengan suatu
Satu karakter Sains yang berbeda dari penyelesaian soal yang sudah
cabang-cabang cabang ilmu lain yang dipracetak untuk setiap soal.
Demokrasi berarti emansipasi,
subjektivitasnya tinggi. ‘Kebenaran’ dalam
yang harus dimulai sejak masa
Sains harus berkorespondensi secara
kanak-kanak. Dengan demikian
harmonis dengan kebenaran alami.
bakat-bakat pribadi dimekarkan,
Di dalam upaya membangun
dihargai kepribadian-
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
kepribadian kemanusiaan yang
bernegara haruslah ada acuan yang dapat
beragam warna.”
dirujuk tanpa keraguan dan secara konsisten
Belajar menjalankan kehidupan
memberikan kriteria kebenaran yang jelas,
berbangsa dan berlatih melaksanakannya di
sebagaimana halnya kebenaran dalam
dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya
Sains. Hal lain yang juga harus ada, dan
dapat dilakukan atau dapat terjadi di mana
tidak boleh diabaikan dalam upaya
saja, kapan saja, dan dalam konteks apapun.
membangun kehidupan bangsa ini adalah
Akan tetapi untuk memungkinkan
kesempatan bagi setiap warga negara,
terjadinya kegiatan dan proses belajar yang
khususnya generasi mendatang, untuk
efektif menuntut suasana belajar yang
belajar berkehidupan bangsa yang baik.
kondusif dan secara inherit memungkinkan
Untuk itu generasi muda harus belajar
dikembangkannya kaidah, strategi,
berkehidupan yang berwatak demokratik
pendekatan, dan cara-cara belajar yang
dan memberikan kontribusi positif kepada
demokratik pula. Karena sifat-sifat
kehidupan bangsa dan negara. Mempelajari
bawaannya, visi dan misi yang diembannya
dan mempraktikkan demokrasi dengan
serta sifat substansi ajarnya, pendidikan
baik adalah suatu keharusan, keduanya
Sains memiliki potensi yang kuat untuk
adalah suatu kesatuan tak terpisahkan,
menjadi representasi dari sistem pendidikan
karena hanya dengan belajar berdemokrasi
demokratik ditinjau dari sudut ontologi,
dengan baik seseorang akan dapat
epistemologi, aksiologi dan sikap ilmiah
mempraktikannya dengan baik pula dalam
yang akan berkembang sebagai nurturant
kehidupan yang sebenarnya. Untuk dapat
effects dari pembelajaran Sains.
belajar dan mempraktikkan demokrasi
Pendidikan Sains dan cabang-
dengan baik harus memiliki kecerdasan,
cabangnya yang berupa pendidikan bidang
dan kecerdasan hanya dapat diperoleh lewat
studi yang lebih spesifik, seperti pendidikan
pendidikan. Terkait dengan pentingnya
kimia, pendidikan biologi, pendidikan
peran pendidikan di dalam pembangunan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 18


fisika dan lain-lain mengikuti suatu acuan satu sikap yang dirasanya paling tepat, dan
umum yang diadopsi secara luas. Acuan untuk melanjutkan proses inkuirinya. Jadi
umum tersebut adalah ‘pendidikan sains tidak ada yang boleh dipaksakan kepada
(harus) mencakup aspek proses dan isi siswa tersebut agar dia ‘tunduk’ pada
atau materi ajar’ (Science Education keputusan tentang kebenaran yang telah
Standard, 1986). Aspek proses bertujuan dibuat oleh orang lain. Kebebasan untuk
membelajarkan siswa untuk dapat berfungsi menanyakan, menganalisis dan bahkan
dan menggunakan cara-cara seorang meragukan adalah salah satu esensi
ilmuwan (scientist) dalam upaya untuk demokrasi, dan tidak bertentangan dengan
menemukan kebenaran ilmiah. Sedangkan Hak Asasi Manusia.
aspek pembelajaran isi atau bahan ajar Tradisi berfikir secara demokratik
bertujuan untuk memberikan wawasan yang untuk sampai kepada kebenaran
luas dan pemahaman yang mendalam akan sebagaimana diuraikan di atas akan menjadi
eksistensi alam semesta, sebagaimana bagian dari kepribadian atau karakter siswa
dipahami oleh umat manusia, dengan jadi kepribadian bangsa atau karakter
hukum, tata-aturan dan konsistensi yang bangsa di masa depan dapat dikembangkan
ada di dalamnya. Di dalam setiap melalui pendidikan Sains yang dijalankan
kurikulum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dengan benar dan sesuai dengan kaidah
pada jenjang dan jenis pendidikan apapun dasarnya. Sudah barang tentu proses inkuiri
di negeri ini, selalu tercantum tujuan untuk yang yang dipraktikkan tersebut pada
menghayati keberadaan alam semesta saatnya harus sampai pada suatu
sebagai representasi dan upaya untuk kesimpulan yang berupa pengakuan atau
menanamkan kesadaran pada diri anak penolakan atas kebenaran informasi yang
didik akan keagungan Tuhan Yang Maha diperolehnya, atau yang telah disampaikan
Kuasa. kepadanya. Walaupun tetap perlu dicatat
Di dalam kedua aspek dari pendidikan bahwa kebenaran yang diakui atau
Sains tersebut secara emplisit terkandung ditolaknya itu sementara sifatnya.
nilai-nilai demokrasi yang oleh Kebenaran ilmiah pada dasarnya tidak ada
Mangunwijaya (1999), sebagaimana yang bersifat kekal. Kebenaran ilmiah
disebutkan di muka, harus dikembangkan bersifat ‘janggelan’, artinya kebenaran itu
pada diri peserta didik sejak masa kanak- diakui sebagai kebenaran selama belum ada
kanak. Pendekatan ilmiah yang digunakan bukti lain yang membantah kebenaran
untuk menganalisis setiap fenomena alam tersebut. Kaidah ini sejalan dengan kaidah
agar manusia dapat sampai kepada suatu falsifikasi (falsificationism), yang menolak
‘kebenaran’ adalah pendekatan yang generalisasi tanpa batas apabila didapati
bersifat kritis, analitik, sistematik dan data yang mengingkari geralisasi tersebut
objektif. Kritis artinya setiap orang, walaupun cacah data tersebut tidak banyak
termasuk siswa mempunyai hak untuk (Chalmers, 1979: 35). Jika dikaitkan
mempertanyakan atau bahkan meragukan dengan praktik demokrasi dalam kehidupan
apakah informasi yang diberikan kepadanya kebangsaan kaidah-kaidah di atas
benar adanya, menurut kriteria kebenaran mengingatkan bahwa tidak ada kebenaran
yang telah diakui. Dari keraguan ini yang mutlak sifatnya dan berlaku tanpa
diharapkan siswa akan mengembangkan batas. Penerapan undang-undang, peraturan
suatu proses inkuiri untuk mencari sendiri dan kebijakan-kebijakan di dalam
kebenaran informasi yang terkait dengan kehidupan kebangsaan harus pula
fenomena yang dihadapinya. Hasil memperhatikan rambu-rambu tersebut. Jika
pencarian siswa ini mungkin akan bermuara memang diperlukan, demi tercapainya
pada sikap mendukung atau menolak kehidupan demokrasi yang lebih baik,
kebenaran informasi yang telah undang-undang dasar sekalipun boleh
diperolehnya, atau mungkin juga akan tetap diamandemen. Inkuiri, yang dalam praktik
pada sikap meragukan kebenaran informasi kehidupan identik dengan mengkritisi,
yang diperolehnya sebelum proses inkuiri harus dilakukan terus menerus. Karakter
tersebut. Di dalam konteks ini adalah hak terbuka dan objektif seperti ini sangat
siswa untuk memilih secara bebas salah diperlukan di dalam berkehidupan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 19


berbangsa dan bernagara. Tidak ada satu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di
pihakpun yang boleh memaksakan masa depan, sekaligus siap untuk
kebenaran jika tidak dapat diterima oleh memberikan respons yang tepat atas
akal sehat. kemungkinan-kemungkinan baru tersebut,
dan ini adalah karakter anak bangsa yang
diharapkan tumbuh dan berkembang untuk
Ontologi Sains: Mengembangkan
Karakter Persaingan yang Kreatif, meningkatkan daya saing yang makin lama
Objektif dan Senantiasa Berkembang makin keras di antara bangsa-bangsa.

Cakupan materi pelajaran Sains Epistemologi Sains: Kritis, Objektif,


sebagaimana juga dengan pelajaran yang Analitik dan Sistematik
lain berkembang sangat pesat sejalan
dengan perkembangan Sains dan Metode pengembangan Sains, atau
Teknologi. Hasil-hasil penelitian baru yang di dalam istilah keilmuan disebut
bertambah dengan kecepatan yang amat epistemology Sains, menuntut setiap orang
tinggi. Bahkan, begitu amat tingginya yang menekuni Sains, termasuk siswa dan
produktivitas perkembangan IPTEKS ini, mahasiswa, dapat bersikap dan bertindak
John Horgan (1997) mengkhawatirkan layaknya seorang ilmuwan. Di dalam
terjadinya ‘kematian Sains’ karena ilmuwan bertindak seorang ilmuwan akan
hampir-hampir tidak tahu lagi kemana dia mengedepankan sikap kritis yang artinya
harus pergi setelah hampir semua ranah dan tidak begitu saja menerima sesuatu sebagai
medan Sains dan Teknologi sudah kebenaran sebelum melakukan assessment
dirambah manusia. Dalam kondisi seperti apakah yang dihadapi benar-benar sebuah
ini tidaklah mungkin lembaga pendidikan kebenaran; tidak sekedar ‘anut grubyuk’,
mengajarkan semua kepada peserta ikut-ikutan saja dengan apa yang dikerjakan
didiknya. Untuk mengatasi persoalan ini orang banyak. Misalnya jika ada demo yang
Duschl (1990) di dalam bukunya yang ditujukan kepada pemerintah atau lembaga
berjudul Reconstructing Science Education tertentu, seseorang yang menggunakan cara
menyarankan agar bukan materi Sains berfikir dan betindak ilmiah tidak akan
secara rinci yang diajarkan langsung oleh begitu saja ikut melakukan demo tanpa
guru dan lembaga pendidikan. Sebaiknya menkaji lebih dahulu apa tujuan demo
prinsip-prinsip dasarnya sajalah yang tersebut dan siapa yang menjadi sasaran
diberikan dengan maksud agar siswa dan demo, dan sebagainya. Contoh aktual baru
mahasiswa mengembangkannya sendiri. saja terjadi sekitar setahun yang lalu.
Bahkan Duschl (1990) juga mengingatkan Konon pada hari itu diramalkan bahwa
seharusnyalah dikembangkan kesadaran Kota Malang dan sekitarnya akan dilanda
bahwa produk Sains yang ada sekarang gempa bumi berkekuatan 8 skala Richter
bukanlah bentuk final, tetapi akan selalau yang akan terjadi antara pukul 11 sampai
berubah dan berkembang. 15. Banyak orang percaya akan hal
Dengan pola pikir seperti di atas, tersebut, bahkan panik mempersiapkan
pembelajaran Sains memberikan segala sesuatunya untuk menyelamatkan
kesempatan yang sebesar-besarnya bahkan diri. Padahal menurut ahli dari Badan
menantang pebelajarnya untuk menggali Meteorologi dan Geofisika (BMG) di
sendiri khasanah ilmu pengetahuan yang Surabaya yang disiarkan sore harinya di
menjadi minat atau focus perhatiannya dan televisi, tidaklah mungkin meramalkan
ini akan meningkatkan kemampuan akan terjadinya gempa bumi dengan akurasi
siswa/mahasiswa untuk menjadi scholar yang demikian tinggi mengenai tempat,
yang andal. Kemampuan ini pada waktu dan kekuatannya. Nyatanya sampai
gilirannya akan menjadikan pebelajar sekarang dan mudah-mudahan untuk
seorang warga masyarakat dan warga selanjutnya tidak terjadi bencana semacam
negara yang well-informed tentang banyak itu. Sangat disayangkan bencana tsunami
hal dan trampil berfikir dan bertindak Mentawai yang baru saja terjadi sebenarnya
objektif selaras dengan informasi yang dapat dikurangi dampak negatifnya
dimiliki, termasuk mengantisipasi terutama korban jiwa jika ‘kedisiplinan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 20


Sains dan Teknologi terkait dengan eksploitasi oleh kelompok masyarakat atas
peramalan dan informasi terkait tidak kelompok masyarakat yang lain dan antar
‘dikisruh’ pemberitaan yang simpang siur. satu bangsa terhadap bangsa yang lain.
Untuk menyikapi segala sesuatu Prof. Mochtar Buchori di dalam
secara cerdas haruslah dilakukan dengan makalahnya yang disampaikan dalam
acuan yang logis dan objektif. Berfikir seminar di ITB menjelang memasuki abad
logis, objektif, diperkuat dengan data atau 21 menyatakan bahwa bangsa-bangsa di
informasi yang cukup, serta sistematik dan dunia ini dapat dibedakan menjadi tiga
analitik adalah cara berfikir ilmiah yang kelompok terkait dengan penguasaan Sains
menunjukkan bahwa seseorang yang dan Teknologi. Ketiga kelompok ini adalah
melakukannya adalah pribadi yang (1) bangsa-bangsa yang termasuk di dalam
berkarakter kuat dengan berkualitas yang produsen Sains dan Teknologi yang terdiri
tinggi. Cara-cara ilmiah untuk bersikap dan dari negara-negara maju seperti AS, Jepang,
bertindak ini dapat dilatihkan melalui Jerman, Inggris, Perancis dsb saat ini telah
pembelajaran Sains yang dikerjakan dengan pula diikuti Cinayang mampu menarik
benar. keuntungan besar dari penciptaan berbagai
produk Sains dan Teknologi yang
kemudian dijual secara luas ke seluruh
Aksiologi Sains: Memperjuangkan dunia, (2) bangsa-bangsa yang ‘melek’
Harkat dan Martabat Manusia Sains dan Teknologi, tetapi belum mampu
memproduksi sendiri. Bangsa-bangsa ini
Aspek lain dari Sains yang erat
termasuk Indonesia di dalamnya dapat
kaitannya dengan kehidupan masyarakat
mengambil manfaat dari kemajuan IPTEK
adalah penerapannya di dalam kehidupan
tetapi untuk itu dia harus membayar cukup
seharai-hari. Dapat diketahui dengan mudah tinggi kepada negera produsen, dan (3)
bahwa kualitas kehidupan manusia bangsa-bangsa yang dapat dikategorikan ke
meningkat sangat signifikan dengan dalam ‘science and technology illiterate’
berkembangnya Sains dan Teknologi. (buta Sains dan Teknologi). Bangsa-bangsa
Hampir dapat dipastikan bahwa kemajuan ini seakan menjadi korban dari kecanggihan
selalu terjadi dalam suatu bidang kehidupan penguasaan teknologi bangsa-bangsa yang
bila telah mendapat sentuhan Sains dan scientifically advanced’ sumber-sumber
Teknologi. Sebut sajalah misalnya di dalam alamnya dieksploitir oleh bangsa-bangsa
bidang pangan, kesehatan, perumahan dan lain sementara kesejahteraannya sendiri
komunikasi. Begitu banyaknya produk- tidak terangkat.
produk baru yang lebih fungsional, lebih Di dalam rangka menutup kesenjangan
efisien dan lebih tinggi daya gunanya jika di atas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
dibandingkan dengan produk-produk pada tahun 1990-an mencanangkan
terdahulu yang kurang sentuhan Sains dan program Science for All. Dalam program
Teknologi. Dengan kata lain kualitas ini diharapkan ada take and give antara
kehidupan manusia menjadi lebih baik pada negara maju dan negara berkembang atau
jaman ini dibandingkan dengan masa-masa yang masih tertinggal di dalam penguasaan
yang lalu walaupun dampak negatif dari Sains dan Teknologi sehingga
perkembangan dan penggunaan Sains dan kemaslahatan perkembangan Sains dan
Teknologi cukup mengkhawatirkan juga, Teknologi dapat dinikmati secara adil oleh
misalnya berbagai bentuk kerusakan seluruh bangsa di dunia.
lingkungan. Selain itu para pengembangan Sains
Bahaya lain yang segera tampak khususnya selalu menganjurkan
dari luas dan majunya perkembangan dan diindahkannya nilai-nilai berikut di dalam
penerapan Sains dan Teknologi adalah pengembangan dan penerapan Sains dan
kesenjangan di antara kelompok-kelompok Teknologi:
masyarakat-bangsa yang tidak sama tingkat 1. Sains menjunjung tinggi harkat
kemajuan Sains dan Teknologinya. Dalam manusia dan kemanusiaan: Manusia
hal tertentu tidak asaja akan menyebabkan tidak boleh direndahkan dan menjadi
ketidak adilan, tetapi dapat mengarah objek Sains.
kepada exploitation del home parl home;

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 21


2. Sains bersifat komunal: Sains tidak scientific attitudes tersebut harus juga
boleh dimiliki secara monopoli oleh dipegang teguh. Jika tidak maka tidak akan
kelompok tertentu. Sains milik semua tercipta tatanan dan kehidupan sosial yang
orang. baik. Ketertutupan misalnya akan
3. Sains adalah universal: Sains tidak membawa kecurigaan terhadap seseorang.
mengenal diskriminasi karena warna Apalagi yang mengemban amanat dari
kulit, agama, kepercayaan dan masyarakat. Oleh karena itu sikap-sikap
identitas primordial lain. tersebut harus benar-benar diusahakan
4. Sains menjaga kelestarian alam. untuk dikembangkan agar tercipta
5. Sains dikembangkan untuk kehidupan yang bermartabat. Kelas-kelas
kesejahteraan manusia. Bukan Sains akan berkontribusi besar di dalam
sebaliknya ataupun Science just for pengembangan sikap-sikap ini untuk
Science. menghasilkan warga masyarakat yang
Nilai-nilai penerapan Sains dan berkualitas pula. Dalam semangat yang
Teknologi di atas mendidik manusia untuk sama, Gene Sharp (1997) menyatakan
berkarakter mulia dan tidak hanya bahwa untuk mencapai suatu kehidupan
mementingkan diri sendiri. masyarakat madani yang demokratik, perlu
dilakukan tiga hal, yaitu (1) pembebasan
Scietific Attitudes: Mendidik Warga dari ‘paksaan’ penulis aslinya menyatakan
untuk Memiliki Harga Diri dan pembebasan dari kediktaturan dan
pemberian kesempatan kepada masyarakat
Integritas
untuk mengakses dan mengolah informasi
Orang yang menekuni Sains tidak sebelum mengambil suatu keputusan, (2)
akan dapat bekerja dengan baik dan adanya perencanaan matang dan strategis,
menghasilkan sesuatu yang baik pula jika serta (3) adanya kewaspadaan, kerja keras
dia meninggalkan sikap ilmiah atau dan disiplin. Kondisi ini walaupun tidak
scientific attitudes. Di dalam berbagai identik secara secara harfiah, tetapi sangat
pustaka sikap ilmiah ini didefinisikan selaras dengan nilai-nilai yang
sebagai sikap yang harus dikembangkan dikembangkan di dalam proses
oleh pelaku Sains di dalam mempraktikkan pembelajaran Sains seperti objektivitas,
Metoda Sains agar hasil kerjanya dapat keterbukaan, kecermatan analisis dan
diterima, dipercaya dan diakui sebagai sebagainya.
sesuatu memberikan kontribusi atau
pengayaan yang signifikan dan berkualitas Kesimpulan:
terhadap body of knowledge yang sudah
ada dan dijadikan rujukan banyak orang. Banyak nilai positif yang dapat
Adapun sikap-sikap ilmiah yang harus dikembangkan pada diri siswa/mahasiswa
dikembangkan oleh para pelaku sains antara yang menggeluti bidang Sains. Semua
lain adalah: kejujuran, objektivitas, komponen Sains yang dipelajari dengan
kecermatan, keterbukaan, keseriusan, cara yang benar oleh peserta didik akan
ketahanan dan pandai menahan diri. Karya- membantu mengembangkan SDM yang
karya yang dihasilkan oleh seorang berkualitas dan berkarakter kuat. Mulai dari
ilmuwan yang memegang tegus sikap sifat visioner yang digali dari ontologi
ilmiah tersebut sudah barang tentu akan Sains, sampai ketrampilan menganalisis dan
jauh lebih baik, berbobot dan bermanfaat memcahkan masalah dari epistemologi
dibandingkan hasil karya orang yang Sains sampai kualitas moral manusia yang
bersikap berlawanan. Bayangkan saja jika bersumber dari sikal-sikap ilmiah.
suatu kesimpulan dihasilkan dari data yang Ditambah dengan sifat-sifat Sains yang
diperoleh secara tidak jujur dan dianalisis komunal, mengangkat harkat manusia,
dengan sikap tidak objektif, tentu sangat universal dan berazas kemaslahatan,
tidak dapat dipercaya dan jelas akan tidak lengkaplah kiranya tausiah yang dapat
membawa kebaikan bagi banyak pihak. digali dari pembelajaran Sains untuk
Dalam konteks sosial sikap-sikap menghasilkan SDM yang bermartabat,
seperti yang digambarkan di dalam berkualitas dan memiiki karakter yang kuat.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 22


Rujukan

Chalmers, A.F. (1979). What is This Thing


Called Science. St. Lucia, Queensland:
Univesity of Queensland Press.
Dewey, J. (1964). Democracy and Education.
New York: Macmillan.
Duschl, R.A. (1990). Restructuring Science
Education. New York: Teachers College,
Columbia University.
Horgan, J. (1997). The End of Science.
(Terjemahan Djejen Zainuddien).
Bandung: Mizan Media Utama.
Mangunwijaya, Y.B. (1999). Menuju Republik
Indonesia Serikat. Jakarta: Gramedia.
Sharp, G. (1977). Menuju Demokrasi Tanpa
Kekerasan. Jakarta: Pustaka Sinar
harapan.
Roesminingsih, M.V. (2010). Strategi
Pendidikan Karakter Bangsa. Makalah
disampaikan dalam Workshop
Pendidikan Karakter Dewan Pendidikan
Propinsi Jawa Timur. Surabaya, 22-23
April 2010.
Zainuddin, M. (2010). Pendidikan Karakter.
Menuju Pemenuhan Kebutuhan SDM
Berkepribadian Kompleks. Makalah
disampaikan dalam Workshop
Pendidikan Karakter Dewan Pendidikan
Propinsi Jawa Timur. Surabaya, 22-23
April 2010.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 23


IMPLEMENTASI RECIPROCAL TEACHING DENGAN
PENGUATAN EKSPERIMEN DALAM PEMBERDAYAKAN
KETERAMPILAN METAKOGNISI SISWA

Suratno
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Jember
Jln. Kalimantan No. 37 Kompleks Kampus Tegalboto Jember, Jawa Timur 68121
Telp/Fax: 0331 334988
ratnobio@yahoo.com

Abstract
Keterampilan metakognisi perlu dilatihkan kepada siswa. Keterampilan metakognisi dapat
menjadikan siswa menjadi pebelajar mandiri. Penelitian ini bertujuan mengkaji penerapan
pembelajaran reciprocal teaching dengan eksperimen terhadap pemberdayaan keterampilan metakognisi
siswa SMA di Jember. Penelitian ini adalah kuasi ekperimen. Prosedur penelitian pretest-posttest
nonequivalent control group design. Populasi penelitian siswa SMA di Jember. Sampel penelitian siswa
kelas X SMAN 4, SMAN 5 Jember, SMAN Kalisat Jember, dan SMA Muhammadiyah 3 Jember.
Keterampilan metakognisi diukur dengan rubrik keterampilan metakognisi yang dikembangkan oleh
Corebima (2007). Skor yang didapat dikonversikan ke dalam skala 0-100 kemudian dikategorikan
menggunakan rating scale dari Green (2002) yaitu super (85-100), ok (68-84), development (51-67), can
not really (34-50), risk (17-33), dan not yet (0-16). Hasil penelitian menunjukkan reciprocal teaching
dengan penguatan eksperimen dapat pemberdayakan keterampilan metakognisi siswa SMA.
Pembelajaran reciprocal teaching dengan penguatan eksperimen dapat meningkatkan keterampilan
metakognisi 48,22% dari pretes ke postes.

Keywords: reciprocal teaching, keterampilan metakognisi, SMA Jember.

1. PENDAHULUAN menyatakan informasi yang penting dalam


teks (Ibrahim, 2007).
Pemilihan strategi pembelajaran
Selain meringkas, strategi RT
merupakan hal penting dalam meningkatkan
terdapat kegiatan menyusun pertanyaan.
kualitas pembelajaran Strategi pembelajaran
Menurut Palincsar (2002), aktivitas
Reciprocal Teaching (RT), siswa lebih
menyususun pertanyaan dapat melatih
mudah mengkomunikasikan gagasan dengan
keterampilan berpikir kritis. Kegiatan
teman lain Sintaks Strategi RT menurut
menyusun pertanyaan merupakan usaha
Palincar (2002), meringkas (summarizing),
mengembangkan rasa ingin tahu siswa untuk
membuat pertanyaan (questioning),
memperoleh beberapa informasi.
memprediksi jawaban (predicting),
Prinsip kegiatan strategi RT yang lain
mengklarifikasi jawaban (clarifying).
adalah memprediksi. Kegiatan memprediksi
Strategi pembelajaran RT terdapat
melatih siswa dalam mengambil keputusan
kegiatan meringkas. Kegiatan meringkas
terhadap permasalahan yang dihadapi siswa
dapat melatih siswa dalam mengelola
misalnya dalam menjawab pertanyaan.
informasi. Kegiatan meringkas diperlukan
Prinsip kegiatan selanjutnya
aktivitas membaca, memunculkan ide, dan
mengklarifikasi.
merangkum ide. Kegiatan meringkas
Kegiatan mengklarifikasi dapat
terdapat proses mengevaluasi dan merevisi
melatih siswa mengidentifikasi informasi.
agar tulisan menjadi bermakna. Kegiatan
Siswa yang tidak dapat menjawab
meringkas dapat melatih siswa
pertanyaan maka akan mencari sumber lain
mengembangkan keterampilan metakognisi
yang mendukung misalnya membaca
yaitu aktivitas merancang, memantau, dan
kembali bacaan yang ada atau bacaan dari
mengevaluasi. Aktivitas merangkum
sumber lain. Kegiatan mengklarifikasi selain
memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan konsep berpikir kritis dan
mengidentifikasi, meringkas dengan
kreatif juga mengembangkan kemampuan
menggunakan kata-kata sendiri, dan
berpikir reflektif.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 24


Kemampuan berpikir kritis dan kreatif Susilo (2007), penggunaan jurnal belajar
merupakan salah satu kemampuan yang yang sarat dengan kegiatan seperti tersebut
harus dikembangkan melalui pembelajaran. di atas terbukti mampu meningkatkan
Hal itu sesuai dengan tujuan pembelajaran keterampilan metakognisi.
biologi yaitu mengembangkan aktivitas Keterampilan metakognisi dapat
kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, menjadikan siswa menjadi pebelajar
dan penemuan dengan mengembangkan mandiri. Menurut Eggen dan Kauchak
pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, (1996), metakognisi adalah kesadaran
dan kegiatan menduga. Banyak strategi kontrol terhadap proses kognitif. Arends
pembelajaran yang merangsang siswa untuk (2004) menyatakan bahwa metakognisi
belajar mandiri, kreatif, dan aktif dalam adalah proses berpikir kognitif. Menurut
mengikuti kegiatan pembelajaran. Salah satu Peters (2000), metakognisi adalah
model pembelajaran yang bisa digunakan kecakapan pebelajar untuk menyadari dan
dalam strategi pembelajaran biologi yang memonitor proses pembelajarannya. Oleh
memberikan kesempatan kepada siswa karenanya keterampilan metakognisi perlu
untuk belajar mandiri, aktif, dan kreatif dilatihkan kepada siswa.
adalah strategi RT. Penelitian ini bertujuan mengkaji
Namun demikian pada strategi penerapan pembelajaran reciprocal teaching
pembelajaran RT perlu dilakukan terobosan dengan eksperimen terhadap pemberdayaan
baru agar pembelajaran biologi dapat keterampilan metkognisi siswa SMA di
mengakomodasikan tuntutan pembelajaran Jember.
biologi yaitu dengan menerapkan prinsip
hands on activity (HONA). Pembelajaran 2. METODE PENELITIAN
dengan menerapkan prinsip HONA maka
Penelitian ini adalah kuasi
keterampilan siswa akan berkembang
ekperimen. Prosedur penelitian pretest-
dengan baik sesuai dengan prinsip
posttest nonequivalent control group design.
pembelajaran biologi. Oleh karena itu
Populasi penelitian siswa SMA di Jember.
strtaegi pembelajaran yang mengupayakan
Sampel penelitian siswa kelas X SMAN 4,
mengkolaborasikan pembelajaran dengan
SMAN 5 Jember, SMAN Kalisat Jember, dan
strategi mengoptimalkan keterampilan
SMA Muhammadiyah 3 Jember.
berpikir seperti halnya RT akan lebih efektif
Keterampilan metakognisi diukur dengan
bila dikolaborasikan dengan pembelajaran
rubrik keterampilan metakognisi yang
yang bersifat HONA diantaranya dengan
dikembangkan oleh Corebima (2007). Skor
eksperimen.
yang didapat dikonversikan ke dalam skala
Strategi RT merupakan strategi
0-100 kemudian dikategorikan
pembelajaran yang menerapkan empat
menggunakan rating scale dari Green (2002)
pemahaman mandiri, yaitu: meringkas,
yaitu super (85-100), ok (68-84),
menyusun pertanyaan, memprediksi
development (51-67), can not really (34-50),
jawaban pertanyaan, dan mengklarifikasi
risk (17-33), dan not yet (0-16).
jawaban pertanyaan. Menurut Palincsar
(2002), pembelajaran RT merupakan strategi
3. HASIL PENELITIAN DAN
pembelajaran yang dapat menolong siswa
PEMBAHASAN
yang tidak mampu mempelajari strategi
metakognisi dalam membaca dan strategi RT 3.1. Hasil Penelitian
juga terbukti berhasil diterapkan pada orang
Hasil penelitian menunjukkan
dewasa yang tidak mampu mempelajari reciprocal teaching dengan penguatan
strategi metakognisi dalam membaca. eksperimen dapat meningkatkan skor pretes
Menurut Blank (tanpa tahun), strategi
47,59 (can not really) ke postes 70,54 (OK).
pembelajaran yang melibatkan kegiatan Sedangkan pada pembelajaran konvensional
memprediksi dan mengevaluasi prediksi, hanya dapat menaikan skor pretes 37,99
membuat pertanyaan dan menjawab (can not really) ke pretes 50,31 (can not
pertanyaan (questioning and answering
really). Rata-rata skor pretes ke postes
relationship (QAR) dan kegiatan keterampilan metakognisi terlihat pada
menyimpulkan merupakan strategi Tabel. 1
metakognitif. Sejalan dengan itu, menurut

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 25


Tabel 1. Rata-rata Skor Pretes dan Postes fase eksperimen, meringkas yang didahului
Keterampilan Metakognisi membaca, membuat pertanyaan,
Variabel Pretes Kategori Postes Kategori memprediksi jawaban, dan mengklarifikasi
(Pembelajar jawaban. Kegiatan meringkas, membuat
an) pertanyaan, memprediksi jawaban, dan
1. Strategi 47,59 Can not 70,54 OK mengklarifikasi jawaban adalah kegiatan
RT really yang memberdayakan keterampilan
2. Strategi 37,99 Can not 50,31 Can not metakognisi. Menurut Palincsar (2002),
Konvens really really
ional
pembelajaran RT merupakan strategi
Keterangan: Skor sudah dalam skor baku pembelajaran yang dapat menolong siswa
dalam meningkatkan metakognisi. Menurut
(100).
Blank (tanpa tahun), strategi pembelajaran
yang melibatkan kegiatan memprediksi dan
Adapun pergeseran skor rata-rata
keterampilan metakognisi dari pretes ke mengevaluasi prediksi, membuat pertanyaan
dan menjawab pertanyaan (questioning and
postes pada pembelajaran RT penguatan
answering relationship (QAR), dan kegiatan
eksperimen dengan pembelajaran
konvensional terlihat pada Tabel 2. meringkas merupakan strategi metakognitif.
Kegiatan-kegiatan seperti ini tidak muncul
secara tersengaja pada strategi
Tabel 2. Pergeseran Rata-rata Skor
Konvensional.
Keterampilan Metakognisi dari
Metakognisi terdiri dari pengetahuan
Pretes ke Postes
No Variabel Kenaikan Prosentase
metakognisi (metacognitive knowledge) dan
Pembelajaran Kenaikan pengalaman dalam pengaturan metakognisi
(%) (metacognitive experience or regulation)
1 Strategi RT 22,95 yang dimilikinya. Orang yang memiliki
dengan Penguatan strategi metakognisi adalah orang yang
Eksperimen 48,22 mempunyai pengetahuan dan kontrol
2 Strategi 12,32 terhadap aktivitas berpikir dan belajarnya.
Konvensional 32,43 Kesadaran metakonisi adalah elemen
penting dalam membangun literasi
Pada Tabel 2 nampak bahwa akademik, pengaturan proses belajar diri
pembelajaran reciprocal teaching penguatan sendiri melalui mengevaluasi, memantau,
eksperimen dapat meningkatkan dan merencanakan (Joseph, 2003).
keterampilan metakognisi 48,22% dari Dengan demikian orang yang
pretes ke postes sedangkan pada mempunyai strategi metakognisi adalah
pembelajaran konvensional hanya 32,43%. orang yang mempunyai pengetahuan dan
Efektivitas pembelajaran RT penguatan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas berpikir
eksperimen adalah 86,28%. dan belajarnya. Pengetahuan metakognisi
dapat dilihat ketika siswa sadar tentang
3.2. Pembahasan kemampuan kognitifnya. Menurut Flavell
Hasil penelitian menunjukkan (dalam Livingstone, 1997), pengetahuan
terdapat perbedaan signifikan siswa yang metakognisi merupakan pengetahuan yang
belajar dengan strategi RT penguatan diperoleh siswa tentang proses-proses
eksperimen dengan siswa yang belajar kognitif yaitu pengetahuan yang bisa
dengan strategi Konvensional terhadap digunakan untuk mengontrol proses-proses
keterampilan metakognisi. Strategi RT lebih kognitif. Menurut Rivers (2001) dalam Imel
berpotensi dalam meningkatkan (2002), keterampilan metakognisi umumnya
keterampilan metakognisi dibandingkan dibagi dalam dua tipe yaitu kecakapan
strategi Konvensional. menilai/mengases kognitif diri sendiri (self
Peningkatan rata-rata skor assessment) dan kemampuan manajemen
keterampilan metakognisi yang lebih baik perkembangan kognitif diri sendiri lebih
pada strategi RT dibandingkan dengan jauh (self management).
strategi Konvensional tidak terlepas dari Menurut Imel (2002), keberhasilan
karakteristik strategi RT itu sendiri. Sintaks pebelajar dalam dipengarui oleh
strategi RT penguatan eksperimen terdapat keterampilan metakognisi dan efektivitas

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 26


guru dalam memberdayakan keterampilan April 2008.
metakognisi. Pemberdayaan keterampilan Corebima, A.D. 2007. Metakognisi: Suatu
manajemen diri sendiri dalam metakognisi Ringkasan Kajian. Makalah Disajikan dalam
adalah hubungan yang erat antara Diklat Guru Matapelajaran Biologi di
metakognisi dan teori pembelajaran Yogyakarta.
konstruktivistik. Menurut Daley (2002), Eggen, P.D dan Kauchak. 1996. Strategies for
Kuiper (2002), dalam Imel (2002) dan Peters Teachers. Boston: Allyn and Bacon.
(2000), pembelajaran konstruktivistik adalah
pembelajaran di mana dapat diketahui posisi Green, R. 2002. Better Thinking Learning an
kognisi dan ketidak pahaman diri sendiri. Introduction to Cognitive Education. Western
Cape Education Department, (Online),
Pembelajaran konstruktivistik yang
http://curriculum.pgwe. gov.za/curr_dev/
menekankan refleksi diri dan konstruksi cur_home/better_think/index.htm. Diakses: 10
(pembentukan) pengetahuan dapat berperan Oktober 2008.
terhadap keterampilan metakognisi. Menurut
Trilling dan Hood (1999), guru sebagai Ibrahim, M. 2007. Reciprocal Teaching Sebagai
Strategi. (Online), http://www kpicenter.
fasilitator dapat membimbing dan
org/index.php?option=com_content&task=view
memberdayakan siswa. &id=36&Itemid= 41, diakses, 25 Januari 2008.
Menurut Marzano (1998), sebagian
besar peneliti mendeskripsikan metakognisi Imel, S. 2002. Metacognitive Skill for Adult
atau strategi metakognisi menyangkut tiga Learning. ERIC Educational Resources
Information Center Trends and Issues Alert No.
dimensi yaitu planning, regulating, dan
39. (Online), http://www.cete.org/acve/
evaluating. Planning (merencanakan) docs/tia000107.pdf, diakses, 22 Pebruari 2008.
menyangkut kesadaran mengidentifikasi
apa yang telah diketahui, menentukan tujuan Joseph. 2003. Metacognitive Awareness:
belajar, mempertimbangkan alat bantu Investigating Theory and Practice. (Online),
http://www.thefreelibrary.com/Metacognitive+a
belajar, dan mempertimbangkan bentuk
wareness: +inves tigating+theory+and+practice-
tugas. Regulating (mengatur) meliputi a0114168082, diakses, 6 April 2008.
mengontrol kemajuan belajar, kemajuan
menyelesaikan tugas, dan kemajuan tujuan Livingstone, J.A. 1997. Metacognition: An
belajar yang telah didapat. Evaluating Overview. (Online), http://www.gse. buffalo.
edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm, diakses, 20
(mengevaluasi), meliputi penilaian terhadap
Desember 2007.
pengetahuan yang baru didapat, menyeting
tujuan, dan menyeleksi bahan belajar. Marzano, R. 1998. Metacognition. (Online),
http://academic.pg.ccmd.us-wpeirce/ MCCCTR/
4. KESIMPULAN metacao-1.htm.

1. Pembelajaran reciprocal teaching dengan Palincsar, A.S..2002. Reciprocal Teaching:


Teacher and Student Use Prior Knowledge and
penguatan eksperimen dapat
Dialoque to Construct a Shared Meaning of the
meningkatkan skor pretes 47,59 (can not Text and Improve Reading Comprehension.
really) ke postes 70,54 (OK). Sedangkan (Online), http://www.sdcoe.k12.ca.us/sco re/
pada pembelajaran konvensional hanya promosing/tips/rec.html, diakses, 15 April 2008.
dapat menaikan skor pretes 37,99 (can
Rivers, W. Summer. 2001. Autonomy at All
not really) ke pretes 50,31 (can not
Cosis. An Ethnography of Metacognitive Self-
really). Assessment and Self-Management among
2. Efektivitas pembelajaran RT penguatan Experienced Language Learners. Modern
eksperimen adalah 86,28% Language Journal 86 No. 2: 279-290
Susilo, H. 2007. Journal Writing for Improving
DAFTAR PUSTAKA
Metacognitve Skill. The Second International
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. Six Conference on Science and Mathematics
Edition. New York: McGraw Hill Companies. Education, SEAMEO RESCAM Penang
Malaysia: 13-16 November 2007.
Blank, M. A. Tanpa tahun. Metacognitive
Strategies, Brainstorming List of Instructional Trilling, B & Hood, P. 1999. Learning,
Strategies that Promote Metacognitive Thinking. Technology and Education Reform in
(Online), http://web.utk.edu /-~mblank /pdf/ Knowledge Age. Educational Technology, Juni:
d5strats/metacognitive strategies.pdf, diakses, 18 5-18.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 27


PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS
INKUIRI (PBI) TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS BAGI PESERTA DIDIK KELAS
X SMKN 4 MALANG

M. Asrofi
Guru SMKN 4 Malang

Abstrak
A study of the influence of Inquiry Based learning (IBL) implementation on students’ achievement based
on their critical thinking has been carried out in Vocational High School (SMK) for grade X students. The
purposes of this study to know distinction student’s achievement that study with IBL approach compared
to conventional learning process. We used a factorial design of 2 x 2, with first class that study with IBL
approach and second class study with conventional way. The results of this study analyzed using two
ways ANAVA. It is found that IBL approach did not significantly affected to students’ achievement.
Higher critical thinking give rise to their achievement.

Kata Kunci: pendekatan PBI, hasil belajar, kemampuan berpikir kritis

1. PENDAHULUAN dalam menunjang karir masa depan dan


mengembangkan curiosity. Misalnya sikap
Kegiatan berpikir dalam mempelajari
peserta didik pada waktu menye-lesaikan
konsep fisika membutuhkan waktu lama
permasalahan fisika sangat berguna sebagai
bagi peserta didik. Kurangnya waktu dapat
latihan untuk menghadapi permasalahan
membuat peserta didik tidak maksimal
perusahaan yang rumit ketika peserta didik
dalam melakukan kegiatan berpikir kritis.
sudah bekerja.
Kegiatan berpikir biasanya dilakukan
Sangat banyak peserta didik sekarang
dengan memaksimalkan potensi berpikir,
ini pasif, sedikit vokal, kurang inisi-atif di
dan biasanya lama dilakukan. Menurut
kelas, kurang kreatif dalam berpikir
Cheung (2008) permasalahan ini dapat
(Cheung, 2008), khususnya peserta didik
diatasi dengan memberikan pertanyaan atau
SMK. Dalam mempelajari fisika di SMK,
diskusi yang benar. Peserta didik akan
peserta didik biasanya enggan melakukan
memanfaatkan waktu di luar kelas untuk
kegiatan di kelas, sering tidak hadir pada
melakukan diskusi dengan kelompoknya,
waktu pelajaran fisika, atau tidak
maupun melakukan kajian pustaka terhadap
mempunyai motivasi dalam melakukan
permasalahan yang dihadapi.
pembelajaran fisika. Ketika mela-kukan
Survey yang dilakukan oleh
kegiatan diskusi dalam kelas biasanya
Partnership for 21th century skills di
didominasi oleh peserta didik ter-tentu.
Amerika tahun 2006 menyatakan,
Bahkan proses berpikir hanya sebatas apa
kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap
yang diajarkan oleh guru tanpa mampu
orang yang memasuki dunia usaha atau
menggabungkan pengetahuan dengan bidang
perusahaan-perusahaan terdepan di AS lima
yang lain.
tahun mendatang adalah kemampuan
Guru fisika biasanya hanya memberi
berpikir kritis. Kemampuan ini berada di
informasi searah dalam melakukan
urutan teratas kemampuan yang dibutuhkan,
pembelajaran terhadap peserta didik dan
kemudian dilanjutkan dengan penguasaan
berpusat pada guru (teacher centered).
teknologi, kolaborasi, dan inovasi
Pendekatan pembelajaran sering
(Nurmaliah, 2009). Hal ini menunjukkan
menggunakan pendekatan ceramah, suatu
bahwa kemampuan ini sangat cocok dimiliki
pendekatan berpusat pada guru sebagai satu-
oleh peserta didik SMK, terutama setelah
satunya sumber belajar. Padahal sumber
lulus dan bekerja di perusahaan. Peserta
belajar yang dimiliki oleh peserta didik
didik yang sering berpikir kritis akan
untuk dieksplo-rasi dalam pembelajaran
menganggap semua pelajaran sangat penting
sangat banyak, dan tidak hanya guru. Hal itu

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 28


menyebab-kan bahwa yang melakukan formal terdiri dari ingatan kemampuan
kegiatan eksplorasi materi dan berpikir dasar, kemampuan berpikir kritis dan
dalam proses kegiatan belajar mengajar kemampuan berpikir kreatif. Jelas bahwa
adalah guru, bukan peserta didik. berpikir kritis merupakan bagian dari
Guru sekarang harus mengembangkan kegiatan proses berpikir pada diri setiap
teach less, learn more agar peserta didik peserta didik.
dapat berpikir secara mandiri dalam belajar Kemampuan berpikir kritis membantu
dan menciptakan lifelong educa-tion. Teach peserta didik dalam membuat keputusan dan
less, learn more memupuk peserta didik menyelesaikan permasalahan (Mustapha,
untuk mempunyai rasa tang-gung jawab 2005). Setiap peserta didik yang terbiasa
terhadap konsep yang dipikirkan. Selain itu, dengan kemampuan berpikir kritis,
menimbulkan rasa percaya diri untuk diharapkan mampu mem-buat keputusan
mencari dan menemukan ilmu-ilmu baru. dalam memikirkan hal-hal yang baru
Rasa percaya diri dan tanggung jawab akan dipelajari, dan mampu me-nyelesaikan
dimiliki oleh peserta didik baik pada waktu permasalahan yang akan dihadapi dan
di kelas, sampai selesai sekolah, bahkan muncul dalam mempelajari sesuatu.
ketika sudah kembali ke masyarakat. Pada Menurut Trilling and Hood (1999)
akhirnya ter-cipta orang yang berjiwa belajar kemampuan berpikir kritis adalah salah satu
seumur hidup, terus mencari ilmu untuk dari 7 jenis kemampuan yang sangat dituntut
dieks-plorasi dan dipikirkan. oleh setiap lulusan sekolah me-nengah di
Banyak cara untuk mengembangkan abad pengetahuan sekarang ini. Ketujuh
pembelajaran dalam meningkatkan berpikir kemampuan itu adalah berpikir kritis,
kritis. Misalnya, Johnson (2003) kreativitas, kolaborasi/kerjasama,
mengembangkan internet, Cheung (2008) pemahaman antar budaya, komunikasi,
menggunakan diskusi online, Gelven and mengoperasikan komputer dan pembelajaran
Stewart menggunakan komu-nikasi yang self reliance. Jika peserta didik mampu
bermanfaat, Greenlaw and Deloach (2003) menguasai satu kemampuan saja, maka
menggunakan diskusi elektronik, peserta didik diharapkan mampu menguasai
Kurubacak (2005) menggunakan media kemampuan yang lain. Kemampuan tersebut
program radio interaktif. Hasil penelitian diharapkan mampu menciptakan lifelong
sebagaimana tertulis di atas hanya sedikit learning yang akan dibina setelah sekolah,
yang mengembangkan kemampuan berpikir dan akan dikembangkan ketika menghadapi
kritis dengan melakukan pendekatan permasalahan dalam setiap pekerjaan.
pembelajaran tertentu. Oleh karena itu, Zascavage (2006) menyatakan bahwa
penelitian ini menggunakan pendekatan kemampuan berpikir kritis sangat
Pembelajaran Berbasis Inkuiri (PBI) berpengaruh terhadap keberhasilan
diterapkan dalam proses belajar mengajar pembelajaran. Salah satu aspek keberhasilan
fisika peserta didik SMK. Pendekatan ini pembelajaran adalah pemahaman dan
diharapkan dapat mengetahui hasil belajar penemuan konsep. Kemampuan ini sangat
peserta didik yang belajar dengan menunjang peserta didik dalam mencapai
pendekatan PBI ditinjau dari kemampuan aspek tersebut. Peserta didik yang berpikir
berpikir kritis. kritis mampu memperoleh pemahaman dan
Salah satu kecakapan hidup yang penemuan konsep yang dipelajari di sekolah.
harus dimiliki oleh setiap peserta didik Pemahaman dan penemuan konsep yang
adalah kemampuan berpikir (Suryadi, 2004). dimiliki peserta didik, diharapkan mampu
Kemampuan berpikir ini dapat digali oleh meningkatkan hasil belajar peserta didik
peserta didik dalam setiap aspek dimensi dalam memahami suatu pembelajaran,
pembelajaran dan materi bahan ajar. Peserta khususnya pembelajaran fisika.
didik yang terbiasa untuk berpikir akan Saat sekarang antara 2009-2011
menggunakan segala kemam-puan sedang dilaksanakan penelitian dengan
berpikirnya untuk mendapatkan ilmu baru. pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Salah satu aspek dalam kegiatan (PBI) untuk kelas grade 8 di Swedia.
berpikir adalah berpikir kritis. Sesuai dengan Penelitian tersebut membandingkan
pendapat Krulick and Rudnick (1996), pendekatan PBI dengan pendekatan kon-
berpikir merupakan bagian pena-laran vensional untuk bahasan mekanika, dengan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 29


desain eksperimen pre-post design. pemecahan masalah. Pendekatan ini lebih
Penelitian yang akan dilakukan menjadi mengutamakan pada ‘how we come to know’
menarik jika hasil yang akan didapatkan dan sedikit pada ‘what we know’.
dapat diban-dingkan dengan kegiatan di Berbagai alasan mengapa
Swedia tersebut. Diharapkan hasil penelitian pembelajaran menggunakan pendekatan PBI
ini dapat dinilai dengan hasil penelitian yang adalah (1) pendekatan PBI mengaktifkan
dilakukan di Swedia tersebut (www.nta.nu segala aktivitas peserta didik di dalam kelas.
diakses 5 Desember 2009). Kegiatan tersebut bisa berupa ekplorasi
Kemampuan berpikir kritis biasanya suatu materi yang dipelajari dengan mencari
dilakukan dengan cara memberikan rujukan yang tepat sampai membuat
pertanyaan pada waktu awal atau akhir kesimpulan tentang materi yang telah
pembelajaran di kelas (Cheung, 2008). dipelajari, (2) PBI memberi kesempatan
Pertanyaan tersebut harus dipikirkan pada untuk membantu peserta didik belajar isi
waktu pelajaran dan diterapkan untuk konsep suatu materi dengan cara eksplorasi
diaplikasikan dalam permasalahan- pertanyaan dan mengem-bangkan hipotesis
permasalahan yang dihadapi oleh peserta penelitian, (3) membantu peserta didik untuk
didik. Pertanyaan di akhir pembelajaran membuat pem-belajaran sesuai keinginan
diberikan untuk umpan balik (feedback) dan mereka, mendapatkan kedalaman konsep
justifikasi konsep yang didapatkan peserta suatu materi dan menjadi pemikir kritis yang
didik. lebih baik (Lane, 2007).
Guru harus mempunyai inovasi dalam Berpikir kritis diajarkan khusus pada
proses pembelajaran di kelas. Guru tidak pendidikan dasar dan menengah pada waktu
boleh mengajarkan pembelajaran di kelas orang masih muda (Cheung, 2008). Jika
dengan menggunakan satu pende-katan saja. tidak dimulai mengajarkan peserta didik
Bahkan menurut Palmer (2002) setiap melakukan kegiatan berpikir kritis pada saat
peserta didik yang akan berpro-fesi menjadi pembelajaran, maka dikhawa-tirkan peserta
guru, akan mengajarkan materi sesuai didik semakin tertinggal proses berpikirnya
dengan cara guru mengajarkan kepada dari bangsa yang lain. Peserta didik SMK
mereka. Jika guru mengajar dengan cara sangat cocok untuk kegiatan peningkatan
teacher centered, maka peserta didik kemampuan berpikir kritis, karena memiliki
tersebut akan mengajar dengan teacher persyaratan masih muda. Peserta didik SMK
centered juga jika menjadi guru. juga mem-punyai rasa ingin tahu yang tinggi
Proses pembelajaran tidak selalu terhadap materi yang dipelajari, jika
disampaikan hanya dengan satu pen-dekatan kegiatan belajar mengajar dibuat menarik.
yang tetap. Karena tetapnya model Guru harus mengajarkan bagaimana
pembelajaran yang digunakan oleh guru peserta didik berpikir dan tidak me-
akan membuat peserta didik merasa bosan ngajarkan mereka apa yang guru pikirkan
terhadap pelajaran di kelas dan tidak mampu (Garton, 2005). Dengan begitu peserta didik
melakukan kegiatan berpikir. Untuk itu mendapatkan kedalaman dan keluasan
perlu digunakan pendekatan pembelajaran konsep, serta mampu mengetahui hal-hal
yang cocok untuk dikembangkan dalam yang baru pada peristiwa alam. Seorang
pembelajaran fisika, yaitu pendekatan pemikir kritis mampu menga-nalisis dan
Pembelajaran Berbasis Inkuiri (PBI). memberi alasan kemungkinan untuk berpikir
Pendekatan tersebut menekan-kan konsep tentang gejala alam. Isaac Newton
dibangun oleh peserta didik sendiri, dan menemukan hukum gravitasi universal
sangat cocok dikembangkan untuk karena memiliki kemampuan berpikir kritis
meningkatkan kemampuan berpikir peserta yang tinggi hanya karena gejala alam apel
didik. yang jatuh dari pohon.
Pembelajaran Berbasis Inkuiri (PBI)
didasarkan pada filosofi John Dewey bahwa 2. METODE
pembelajaran dimulai dengan rasa ingin tahu
Penelitian yang dilaksanakan ini
yang tinggi dari peserta didik (Garton,
merupakan penelitian eksperimental yang
2005). PBI berfokus pada menggunakan isi
termasuk dalam penelitian quasi experiment.
pembelajaran untuk me-ngembangkan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian
proses-proses informasi dan kemampuan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 30


ini adalah desain faktorial 2 x 2, desain yang yang digunakan untuk menguji hipotesis
pada umumnya digunakan dalam penelitian perbandingan lebih dari dua sampel dan
pendidikan (Gall, etc. 2003: 404). Desain ini setiap sampel terdiri atas dua jenis atau lebih
menggunakan dua kelompok yang diambil secara bersama-sama (Riduwan, 2009:222).
secara random sebagai kelompok Menurut Sugiyono (2009:208)
eksperimen dan kelompok pengendali. langkah-langkah analisis anava dua jalur
Pada penelitian ini diambil dua kelas adalah: (a) menghitung JK total, (b)
sebagai kelas eksperimen dan kelas menghitung jumlah kuadrat antar kolom
pengendali secara acak atau random. Kelas (kolom arah ke bawah), (c) menghitung
eksperimen belajar dengan peneliti jumlah kuadrat baris (baris arah ke kanan),
sedangkan kelas pengendali belajar dengan (d) menghitung jumlah kuadrat interaksi, (e)
guru mitra. Langkah awal adalah menghitung jumlah kuadrat dalam, (f)
menentukan terlebih dahulu dua kelas yang menghitung dk kolom dan dk baris, (g)
dijadikan partisipan penelitian. Dua kelas menghitung mean kuadrat masing-masing
tersebut, satu kelas belajar secara JK, (h) memasukkan hasil perhitungan ke
konvensional dan kelas yang lain belajar tabel ringkasan, (i) menghitung harga Fkol,
dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Fbar dan Fint, (j) membuat justifikasi hasil
Inkuiri (PBI). Langkah selanjutnya adalah perhitungan dengan hipotesis yang dibuat.
mengukur kemampuan berpikir kritis peserta Justifikasi yang dilakukan untuk
didik pada awal penelitian dan mengukur hipotesis yaitu jika F hitung lebih kecil dari
hasil belajar diakhir penelitian dengan diberi pada harga F tabel, maka Ha ditolak dan Ho
tes instrumen penelitian. diterima. Jika terdapat perbedaan antara
Rancangan penelitian sesuai dengan variabel yang diteliti, maka uji dilanjutkan
jenis penelitian kuasi eksperimen dengan dengan uji Tukey, untuk jumlah data yang
sampel yang diambil secara acak atau diuji sama atau uji Scheffe untuk jumlah
random. Rancangan penelitian dengan data tidak sama.
desain faktorial 2 x 2 dapat dianalisis dengan Dari analisis varian dua jalur
analisis varian (Anava dua jalur). didapatkan ringkasan hasil perhitungan
Populasi dalam penelitian ini adalah analisis varians dua jalur sebagai berikut.
peserta didik kelas X semester genap SMKN
4 Malang tahun ajaran 2009/2010, yang Tabel 1. Analisis Varians Dua Jalur.
terdiri atas kelas MM berjumlah 4 kelas, Sumber
RPL berjumlah 2 kelas, TKJ berjumlah 1 Variasi dk JK MK Fh Ft
Antar
kelas, Animasi berjumlah 3 kelas, PS Kolom 1 0.520833 0.520833 0.093841 4.05
berjumlah 7 kelas, PD berjumlah 9 kelas. Antar
Jadi jumlah total kelas X adalah 28 kelas Baris 1 38.52083 38.52083 6.940454 4.05
yang mempunyai rata-rata peserta didik 44 Interaks
peserta didik tiap kelas i 1 43.72917 43.72917 7.87886 4.05
Sampel yang digunakan dalam Dalam 44 244.2083 5.550189
penelitian ini termasuk dalam metode Total 47 326.9792
Random Sampling karena kelas yang
dijadikan sebagai sampel penelitian diambil Dari tabel diatas dapat dibuat kesimpulan
secara acak atau random (Arikunto, 2006). dari hipotesis pertama yaitu “Hasil belajar
Pengambilan acak tersebut dilakukan peserta didik yang belajar dengan
dengan membuat kertas undian yang terdiri pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri
dari 4 kelas MM, 2 kelas RPL dan 2 kelas (PBI) lebih tinggi daripada hasil belajar
TKJ. Masing-masing kelas diberi abjad dari peserta didik yang belajar dengan cara
A sampai jumlah kelasnya, misalnya MM konvensional”. Dengan melihat nilai pada
mempunyai 4 kelas berarti mulai dari MM A Fhitung sebesar 0,09 dan Ftabel sebesar 4,05
sampai MM D. maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan
hasil belajar peserta didik yang belajar
3. HASIL dengan pendekatan PBI dan secara
Untuk menguji keempat hipotesis konvensional karena Fhitung < Ftabel. Tetapi
digunakan analisis anava dua jalur, analisis dengan melihat antar baris nilai Fhitung
sebesar 6,94 dan Ftabel sebesar 4,05 maka

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 31


disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan Presentasi adalah wadah untuk
berpikir kritis peserta didik yang belajar menyampaikan jawaban dari hipotesis yang
dengan pendekatan PBI dan secara sebelumnya dibuat di awal pembelajaran.
konvensional karena Fhitung > Ftabel. Presentasi memerlukan keberanian peserta
didik, karena harus maju berdiri di depan
4. PEMBAHASAN kelas mewakili kelompoknya
Pembelajaran dengan pendekatan PBI menyampaikan pendapat berdasarkan
dikembangkan dengan cara merangsang rasa diskusi kelompok kecil. Setelah seorang
ingin tahu setiap peserta didik. Rasa ingin peserta didik presentasi di depan kelas,
tahu tersebut dipicu dengan memberikan anggota kelompok membantu jika ada
rangsangan berupa menunjukkan sebuah alat pertanyaan dari kelompok yang lain. Untuk
yang akan digunakan sebagai alat peraga. merangsang anggota kelompok yang lain
Rasa ingin tahu sangat dibutuhkan oleh aktif dalam bertanya, guru memberikan
setiap peserta didik yang akan belajar. reward berupa poin plus yang dituliskan
Peserta didik yang mempunyai rasa ingin pada daftar hadir peserta didik.
tahu berarti ada sesuatu yang sedang Kesimpulan adalah hasil yang dicapai
dipikirkan. Selain itu, rasa ingin tahu akan dalam setiap pembelajaran. Kesimpulan
mengarahkan pikiran peserta didik pada yang dikembangkan dalam penelitian ini
fokus atau inti pelajaran yang akan berdasarkan masukan yang diberikan oleh
dilaksanakan. setiap anggota kelompok. Kesimpulan dapat
Tahapan selanjutnya dalam berbeda-beda dengan kelompok yang lain,
pembelajaran PBI adalah membuat tetapi tetap dalam ruang lingkup satu materi
hipotesis. Hipotesis atau dugaan sementara yaitu optika geometri. Dalam membuat
membuat peserta didik menjadi berani dalam kesimpulan guru hanya sebagai fasilitator
berpikir. Hipotesis dikembangkan dari rasa dan tidak membuat kesimpulan. Guru hanya
ingin tahu peserta didik. Hipotesis berasal membetulkan pernyataan yang keliru dari
dari hasil eksplorasi berbagai sumber kesimpulan yang dibuat oleh peserta didik.
belajar, baik dari buku penunjang maupun Menurut Besley, etc. ada tiga kriteria
dari bertanya kepada guru. Eksplorasi yang harus dipenuhi agar tujuan
tersebut akan memperkaya pikiran dan pembelajaran PBI tersebut tercapai. Kriteria
pengetahuan peserta didik tentang materi tersebut adalah: (1) dibutuhkan dukungan
yang dipelajarinya. Hipotesis tersebut media dan bahan ajar yang lengkap, (2) guru
bersifat sementara, karena masih perlu harus mengetahui proses PBI dan
dibuktikkan lagi dalam pembelajaran. implementasinya, (3) guru dan peserta didik
Pembelajaran dengan pendekatan PBI secara aktif memainkan perannya sesuai
dikembangkan dengan membuat kelompok dengan proses PBI. Dalam penelitian ini
belajar. Kelompok tersebut adalah kelompok didapatkan Fhitung yang lebih kecil
kecil yang beranggotakan masing-masing dibandingkan dengan Ftabel untuk antar
kelompok berjumlah 4 peserta didik. kolom yang berarti tidak adanya perbedaan
Pembentukkan kelompok bertujuan untuk hasil belajar peserta didik yang belajar
melatih peserta didik berinteraksi secara dengan pendekatan PBI dibandingkan secara
sosial dengan temannya, serta membuat konvensional. Penyebab ketidak berhasilan
kesepakatan secara bersama-sama. Pendekatan PBI ditentukan yang pertama
Kelompok yang dikembangkan dalam adalah tidak adanya alat yang lengkap.
penelitian ini dibuat tanpa melihat perbedaan Dalam menjelaskan materi optika geometri,
pandai atau tidak pandai, laki-laki atau guru biasanya menggunakan alat-alat seperti
perempuan, atau berdasarkan pada ras dan cermin, lensa, benda bercahaya, penggaris
strata yang lain. Kelompok yang dibuat pada atau langsung kit optik. Kegiatan penelitian
pembelajaran ini berdasarkan secara acak yang dilaksanakan hanya menggunakan alat
dengan cara menghitung angka 1 sampai 8 secara sederhana tanpa kit optik dan sumber
dalam satu kelas. Kemudian peserta didik bercahaya, sehingga dikhawatirkan adanya
yang menghitung angka yang sama, kesalahan dalam mengukur memakai
berkumpul dalam kelompok kecil sehingga penggaris manual.
terbentuk 8 kelompok yang beranggotakan 4 Peserta didik belum terbiasa
sampai 5 orang. menghadapi pendekatan yang baru. Karena

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 32


tidak ada perbedaan hasil belajar peserta maka dapat dilihat kemampuan berpikir
didik yang belajar dengan pendekatan PBI kritis peserta didik tersebut.
dibandingkan secara konvensional, maka Kemampuan berpikir antara masing-
dapat diartikan peserta didik yang belajar masing peserta didik selalu berbeda,
dengan PBI mempunyai proses belajar di tergantung pengetahuan, kecepatan berpikir,
luar kelas yang sama dengan kegiatan dan kebiasaan. Pengetahuan peserta didik
peserta didik secara konvensional. Kegiatan dapat dikembangkan dengan jalan eksplorasi
belajar di luar kelas untuk peserta didik yang seperti tahapan dalam pembelajaran dengan
belajar secara PBI, seharusnya berbeda pendekatan PBI. Kecepatan berpikir
dibandingkan peserta didik yang belajar dipengaruhi oleh kemampuan intelegensi
secara konvensional. Peserta didik yang masing-masing peserta didik. Sedangkan
belajar dengan pendekatan PBI dituntut kebiasaan adalah peserta didik yang tidak
untuk aktif dalam belajar secara kelompok terbiasa diajak berpikir dalam pembelajaran
di luar kelas dalam menyelesaikan akan malas melakukan kegiatan berpikir.
permasalahan di dalam kelas. Jika mereka Penelitian ini menggunakan instrumen
menemukan permasalahan yang tidak bisa kemampuan berpikir kritis yang
dihadapi, peserta didik diharapkan dikembangkan dari California critical
eksplorasi pada buku-buku sumber maupun thinking skills. Instrumen tersebut dadaptasi
bertanya pada guru. Jadi walaupun di dalam dan disesuaikan dengan kondisi peserta
kelas antara peserta didik yang belajar didik di SMKN 4 Malang. Pada awalnya
dengan pendekatan PBI berbeda dengan instrumen tersebut berjumlah 28 soal pilihan
secara konvensiponal tetapi di luar kelas ganda yang berisi alternatif jawaban 4 dan 5
sama saja, maka hasil yang dicapai dalam yaitu a sampai d, dan a sampai e. Setelah
belajar tidak terjadi perbedaan. dilakukan uji coba instrumen terhadap 4
Dalam penelitian ini jika dilihat dari kelas selain kelas perlakuan, tetapi termasuk
persentasi keterlaksanaan RPP dengan dalam populasi penelitian didapatkan 19 soal
pendekatan PBI, maka dapat dikatakan telah pilihan ganda yang masih mewakili
terlaksana dengan baik. Dari ketiga observer indikator-indikator kemampuan berpikir
terlihat hanya mengomentari tentang kritis.
kegiatan awal pembelajaran maupun Waktu adalah hal yang paling
keterlambatan peserta didik yang tidak menetukan dalam mengerjakan kemampuan
mengikuti pembelajaran. Sedangkan berpikir kritis. Waktu yang diperlukan
komentar yang lain tentang alat-alat yang selama uji coba adalah 2 jam pelajaran atau
kurang. Peneliti sudah melakukan yang 80 menit, karena tiap 1 jam pelajaran di
terbaik dengan mengusahakan alat-alat SMKN 4 Malang dilakukan selama 40
praktikum fisika tentang optika geometri menit. Waktu memberikan soal uji coba
dengan meminjam pada sekolah SMA di berbeda-beda tergantung jam pelajaran
kota Malang. Sedangkan siswa terlambat fisika di kelas tersebut, tetapi dilakukan
lebih dari jam pelajaran pertama di mulai dalam minggu yang sama.
yaitu 6.30 WIB, akan diberi sangsi, dan Sebelum peserta didik belajar dengan
masuk ke kelas pada jam kedua sehingga pendekatan berbeda, kedua kelas yang akan
telat dalam pelajaran. Tetapi secara diberikan soal kemampuan berpikir kritis.
keseluruhan semua langkah-langkah dalam Soal tersebut bertujuan mengetahui
pembelajaran dengan pendekatan PBI tingkatan kemampuan berpikir peserta didik
terlaksana dengan baik. dibandingkan teman-temannya. Hasil
Kemampuan yang dibutuhkan dalam kemampuan berpikir kritis dibedakan
belajar adalah kemampuan berpikir. menjadi dua tingkatan yaitu: kemampuan
Kemampuan berpikir tersebut mencakup berpikir kritis tinggi dan kemampuan
kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kritis rendah. Perbedaan itu
berpikir kreatif, dan kemampuan berpikir dilakukan untuk dua kelas perlakuan juga.
dialogikal. Kemampuan tersebut dapat Sehingga didapatkan 4 kelompok yaitu: (1)
diketahui dari instrumen tes kemampuan peserta didik yang belajar dengan
berpikir yang diberikan kepada peserta pendekatan PBI berkemampuan berpikir
didik. Dengan menjawab tes berpikir kritis, kritis tinggi, (2) peserta didik yang belajar
dengan pendekatan PBI berkemampuan

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 33


berpikir kritis rendah, (3) peserta didik yang secara benar. Walaupun menggunakan
belajar secara konvensional berkemampuan pilihan ganda, tetapi tertutupi dengan
berpikir kritis tinggi, dan (4) peserta didik alternatif jawaban yang berisi argumentasi
yang belajar secara konvensional yang panjang yang mampu membuat peserta
berkemampuan berpikir kritis rendah. didik terangsang untuk berpikir.
Setelah diberi instrumen kemampuan Instrumen hasil belajar diberikan
berpikir kritis, peserta didik belajar dengan kepada kedua kelas yang belajar dengan cara
dua kondisi yang berbeda yaitu belajar berbeda. Kedua kelas tersebut belajar materi
dengan pendekatan PBI dan belajar secara pembelaran dengan pendekatan PBI dan
konvensional. Dalam melaksanakan belajar secara konvensional. Kedua kelas
pembelajaran tidak dibedakan peserta didik tersebut diberi instrumen hasil belajar yang
yang berkemampuan tinggi atau rendah, dilakukan pada akhir pembelajaran tentang
semuanya diberi perlakuan yang sama dalam materi optika geometri. Materi optika
satu kelas. Pembagian kelompoknya juga geometri tersebut adalah pemantulan,
tidak memperhatikan tingkatan kemampuan pembiasan dan alat-alat optik.
berpikir kritis peserta didik yang sudah Waktu merupakan faktor penting
dilaksanakan, tetapi berdasarkan acak dalam memberikan instrumen hasil belajar.
melalui berhitung. Pemberikan instrumen hasil belajar yang
Hasil belajar yang diambil dalam dilakukan untuk kedua kelas tersebut
penelitian sesuai dengan kelompok peserta berbeda dalam jam pelajaran, tetapi
didik. Kelompok peserta didik yang dilakukan pada hari yang sama yaitu hari
berkemampuan berpikir kritis tinggi yang sabtu. Sedangkan waktu mengerjakan soal
belajar dengan pendekatan PBI berjumlah 12 hasil belajar untuk kedua kelas sama yaitu 2
hasil belajar, kelompok yang berkemampuan jam pelajaran atau 80 menit.
berpikir kritis rendah juga sebanyak 12 Hasil belajar dikelompokkan sesuai
peserta didik. Hal tersebut dilakukan juga dengan kelompok kemampuan berpikir kritis
untuk kelas yang belajar secara peserta didik. Masing-masing ada 4
konvensional. kelompok yang berjumlah 12 peserta didik.
Hasil belajar kognitif untuk dua kelas Sehingga didapatkan untuk kelas yang
perlakuan diberikan setelah pembelajaran belajar dengan pendekatan PBI hasil belajar
selesai. Kelas X RPL A yang belajar dengan untuk kemapuan berpikir kritis tinggi ada 12
Pendekatan PBI dalam mempelajari bab hasil belajar peserta didik, yang
optika geometri setelah selesai diberi berkemampuan berpikir kritis rendah juga
instrumen hasil belajar yang telah divalidasi 12 hasil belajar peserta didik. Hal tersebut
dan diuji cobakan. Hal itu dilakukan juga sam untuk kelas yang belajar dengan cara
pada kelas X RPL B yang belajar secara konvensional, sehingga yang berkemampaun
konvensional. berpikir kritis tinggi ada 12 hasil belajar
Instrumen hasil belajar dibuat peserta didik dan berkemampuan berpikir
berdasarkan indikator kompetensi dasar kritis rendah 12 hasil belajar peserta didik.
pada silabus. Indikator yang dikembangkan Hasil belajar adalah kemampuan
di silabus dikembangkan dalam bentuk RPP peserta didik dalam menjawab instrumen
yang akan dilaksanakan dalam hasil belajar yang digambarkan dengan
pembelajaran. Kemudian indikator tersebut sekor. Hasil belajar yang diambil dalam
dijabarkan dalam bentuk kisi-kisi soal, penelitian ini hanya hasil belajar kognitif
sehingga pada akhirnya dibuat soal-soal yang mencakup tingkatan berpikir sesuai
yang dapat mengetahui sejauh mana hasil taksonomi Bloom yang direvisi oleh
belajar kognitif yang dicapai oleh peserta Anderson dan Krathwol (2000). Alasan
didik. belajar kognitif dikarenakan yang dekat
Instrumen yang dikembangkan dalam dengan kemampuan berpikir adalah
penelitian berbentuk pilihan ganda dengan kemampuan kognitif peserta didik.
alternatif jawaban yang berjumlah 5. Pilihan
ganda digunakan dengan pemikiran, jika 5. KESIMPULAN
menggunakan soal uraian dikhawatirkan
Kemampuan berpikir kritis tidak bisa
peserta didik tidak dapat menjawab
ditingkatkan dalam suatu pembelajaran
pertanyaan dengan alasan atau argumentasi

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 34


dengan pendekatan tertentu. Dari penelitian Guru sebaiknya melaksanakan inovasi
terlihat bahwa nilai Fhitung < Ftabel untuk dalam pembelajaran dan menggunakan
anatar kolom sehingga dapat diartikan berbagai media yang ada seperti: LCD, alat
kemampuan berpikir kritis tidak dipengaruhi peraga, CD Pembelajaran, Digital Library,
oleh pendekatan pembelajaran yang Tutorial online, Jardiknas, E-Learning, TV
diberikan kepada peserta didik. Bukan Edu, dan sebagainya, agar pembelajarannya
berarti pendekatan PBI tidak cocok dengan lebih bermakna dan variatif, guru sebaiknya
kemampuan berpikir kritis, tetapi mempersiapkan diri secara matang termasuk
dikarenakan kemampuan berpikir ini adalah dalam mempersinyiapkan perangkat dan
kemampuan pikiran pribadi peserta didik media pembelajaran serta menggunakan
berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan media tersebut dengan maksimal, semua
kecepatan berpikir. pihak sebaiknya terus berusaha
Hasil belajar peserta didik yang mempertahankan kondisi pembelajaran yang
mempunyai perbedaan kemampuan berpikir kondusif dan berusaha untuk
kritis menyebabkan perbedaan hasil belajar meningkatkannya, peningkatan mutu
kognitif juga. Seperti yang digambarkan perangkat pembelajaran guru perlu
pada tabel F untuk antar baris didapatkan ditingkatkan karena dapat mempengaruhi
Ftabel < Fhitung, sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa.
hasil belajar peserta didik yang
berkemampuan kritis rendah berbeda 7. DAFTAR RUJUKAN
dibandingkan hasil belajar peserta didik Anderson, L.W, and Krathwohl, D.R. 2001. A
yang berkemampuan kritis tinggi untuk dua Taxonomy for Learning, Teaching and
kelas perlakuan. Assessing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Kemampuan berpikir kritis Educational Objective. New York: Addison
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Wesley Longman Inc.
Dari penelitian didapatkan Qhitung < Qtabel ,
maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
yang mempunyai kemampuan berpikir kritis pendekatan Praktek (edisi revisi VI). Jakarta:
tinggi lebih tinggi yang belajar dengan Rineka Cipta
pendekatan PBI dibandingkan secara
Cheong, C.M. and Cheung W.S. 2008. Online
konvensional dan sebaliknya. Peserta didik discussion and Critical Thingking Skills: A case
yang mempunyai kemampuan berpikir kritis study in Singapore secondary schools.
rendah lebih tinggi yang belajar dengan Australasian Journal of Educational Technology.
pendekatan PBI dibandingkan secara 24 (5): 556-573.
konvensional. http://www.ascilite.org.au/ajet/ajet24/cheong.pdf
. diakses 29 november 2009
6. SARAN
Gall, etc. 2003. Educational Research: An
Berdasarkan hasil penelitian ini, Introduction, seventh edition. Boston: Allyn and
saran-saran yang dapat diberikan adalah: Bacon
perlu memperbanyak materi pembelajaran
yang dilakukan dengan pendekatan PBI Garton, J. 2005. Inquiry based Learning.
tidak hanya satu bab, yaitu optika geometri Williard R-II School Distric: technology
saja, pembelajaran dengan PBI harus di Integration Academy.
dukung dengan ketersedian alat, walaupun http://www.willard.k12.mo.us/co/Document/inqu
iry.pdf. diakses 29 november 2009
alatnya sederhana tetapi dianjurkan harus
lengkap, perlu terjadwal waktu konsultasi Gelven, D. R. and Stewart B. R.---. Developing
peserta didik di luar kelas dengan guru Critical Thinking Skills of Tech Prep Students
bidang studi, sehingga peserta didik Using Applied Communications. The Journal of
maksimal dalam eksplorasi materi pelajaran, Technology Studies: 4-9.
guru sebaiknya menerapkan berbagai http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JOTS/Summer-
macam metode dan pendekatan agar Fall-2001/pdf/gelven.pdf. diakses 29 november
pembelajaran lebih menarik minat peserta 2009
didik.
Greenlaw, S. A. and DeLoach S. B. 2003.
Teaching Critical Thinking with Electronic

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 35


Discussion. Journal of Economic Education: 36- Now What. Educational Technology Journal.
52. May June. 1999:5-18.
http://www.wested.org/online_pubs/learning_tec
Johnson, C. 2003. Using Internet primary hnology.pdf. Diakses tanggal 17 desember 2009
sources to teach critical thinking skills in the
sciences. London: Libraries Unlimited.
Zascarvage, et.al.2006. Comparison of Critical
Krulick, S and Rudnick, J.A. 1996. The new Thinking in Undergraduate and graduates in
source book for teaching reasoning and problem Special Education. Online.
solving in junior High School. Needhan Heights http://www.eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdo
Massachuset 02194: Allyn and Bacon A Simon cs2sql/content_storage_01/0000019b/80/41/87/
& Schuster Company cf.pdf. Diakses 17 desember 2009

Kurubacak, G. 2005. Developing Critical ---.Developing Inquiry base Learning in


Thinking Skills through Interactive Radio Science. http://.nta.nu. Diakses juni 2009
Programs (IRPs): Building Online Knowledge
Networks In Distance Education. Turkish Online
Journal of Distance Education: 6 (3): 6-8.

Lane, J.L. 2007. Inquiry Based learning. Penn


State: Schreyer Institute for Teaching Excellent.
http://www.schreyerinstitute.psu.edu/pdf/IBL.pdf
. diakses 29 november 2009
MacKnight, C.B. 2000. Teaching Critical
Thinking through Online Discussions. Educause
Quarterly: Number 4: (38-41)

Mustapha, R. 2005. Kajian tentang kemahiran


berpikir kritis dan kreatif (KBKK) dalam
Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Melayu
Sm. Panitia kesusastraan melayu, jemaah Nazir
Sekolah kementrian pendidikan. Online.
http://www.ipbl.edu.my/inter/penyelidikan/1998/
98_Rafiei.pdf. Diakses tanggal 17 Jjuni 2009

Nurmaliah,C. 2009. Kemampuan berpikir kritis,


metakognisi, dan hasil belajar Biologi peserta
didik SMP negeri di Kota Malang. Desertasi
tidak diterbitkan. Malang: Program pasca sarjana
pendidikan biologi UM

Palmer,S. 2002. Enquiry-based Learning can


Maximize a Student’s Potential. Psycology
Learning and teaching, 2(2): 82-86.

Riduwan. 2009. Dasar-dasar Statistika. Editor:


P.D. Iswara. Pengantar: M.I. Anwar cetakan
ketujuh. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian


cetakan ke empat belas. Bandung: Alfabeta

Suryadi, C. 2004. Memetakan kegiatan Life


Skills Education di Indonesia (LSE). Online.
http://imategp.blogspot.com/2008/12/edukasi.ht
ml. Diakses 17 desember 2009 .

Trilling, B & Hood, R. 1999. Learning ,


Technology and Education reform in Knowledge
Age or We’re Wired, Webbed and Windowed

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 36


PROFIL GURU SD DI KOTA WATES KABUPATEN
KULONPROGO DAN ALTERNATIF STRATEGI PENINGKATAN
KUALITAS PEMBELAJARAN IPA BAGI SISWA SD

Pratiwi Pujiastuti
PGSD FIP UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Karangmalang Yogyakarta 55281
Telp/fax (0274) 540611
pratiwiuny@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitan ini bertujuan mengetahui profil guru SD di Kota Wates Kabupaten Kulon Progo dan
menawarkan alternatif permbelajaran IPA yang berkualitas bagi siswa SD. Kegiatan penelitian
dilakukan bulan Juli-Agustus Tahun 2010 melalui penyebaran kuesioner kepada 25 orang guru kelas V
SD di Kota Wates. Instrumen penelitian adalah kuesioner terdiri dari pertanyaan semi terbuka dan
kombinasi tertutup- terbuka. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan
persentase. Hasil penelitian 1) Guru IPA kelas V SD di Kota Wates adalah guru kelas 88%. Jenjang
pendidikan guru sebagian besar berpendidikan S1 dari Program Studi yang kurang relevan dengan
bidang keahliannya 40%, lulusan D2 PGSD 32%, lulusan S1 PGSD 24%. Dalam mengajar guru sebagai
pelaksana pembelajaran, 2) Pemahaman guru tentang pembelajaran inkuiri terbimbing dan kooperatif
TGT masih kurang, guru jarang/belum menerakpan pembelajaran tersebut dalam pembelajaran IPA di
SD, 3) Penerapan Pembelajaran inkuiri terbimbing dan kooperatif TGT mengembangkan kualitas
pembelajaran IPA SD. Pembelajaran ini mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Pembelajaran ini menarik, menantang, tetapi juga menyenangkan, sesuai dengan hakikat pembelajaran
IPA, perkembangan intelektual siswa, dan sesuai dengan kemajuan IPTEKS yang semakin pesat, 4)
Keterbatasan pengalaman dan wawasan guru tentang pembelajaran IPA SD mengakibatkan guru
mengajar kurang memberdayakan keterampilan proses IPA dan kemampuan berpikir siswa.

Key word: Profil Guru, Inkuiri Terbimbing, Kooperatif TGT, Keterampilan Proses IPA, Kemampuan
Berpikir

PENDAHULUAN mengikuti gaya mengajar guru. Wartono


Berbagai upaya perbaikan proses (2006) juga menyatakan bahwa kenyataan
pembelajaran terus dilakukan oleh lembaga menunjukkan kadar inkuiri yang ada dalam
pendidikan, pada dasarnya mengarah ke proses pembelajaran di SD saat ini masih
pembelajaran yang berkualitas. Pembelajar- sangat rendah. Di lembaga pendidikan pada
an yang dapat mengembangkan kemampuan jenjang Sekolah Dasar dan Menengah, guru
berpikir dan menekankan keterlibatan siswa kurang memperhatikan aspek kemampuan
secara aktif (student centered) atau dalam berpikir dalam proses pembelajaran (Jufri,
pembelajaran lebih menekankan keterampil- 2009).
an proses IPA. Iklim pembelajaran yang Peneliti melakulan analisis kebutuh-
berkualitas dapat dicapai jika pembelajaran an untuk lebih memperjelas dan mengetahui
tersebut menarik, menantang, menyenang- lebih mendalam bagaimana pembelajaran
kan dan bermakna bagi siswa (Tim Pengem- IPA di SD, bagaimana pemahaman guru
bang PKP, 2006). tentang pembelajaran IPA dan profil guru
Kenyataan di lapangan menunjukkan SD di kota wates. Berdasarkan hasil survei
bahwa sistem pendidikan lebih menekankan dan penyebaran kuesioner kepada 25 orang
pada penyampaian informasi dari pada guru SD di kota Wates pada Bulan Juli –
pengembangan kemampuan berpikir Agustus 2010 mengindikasikan bahwa guru
(Zubaidah, 2010). Aswandi (2009) menam- IPA di SD sebagai pelaksana pembelajaran.
bahkan bahwa sampai saat ini pembelajaran Guru dalam menyampaikan materi dengan
masih kental berpusat pada guru (teacher ceramah, diskusi atau demonstrasi. Pembe-
centered) dimana gaya belajar setiap siswa lajaran IPA kurang memberdayakan atau
kurang memberi kesempatan kepada siswa

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 37


untuk aktif melakukan kegiatan yang dapat inkuiri dalam melaksanakan pembelajaran
mengembangkan kemampuan berpikir dan dan pada penyelidikan sains lebih menekan-
kurang mengembangkan keterampilan pro- kan siswa aktif dengan memperhatikan ke-
ses IPA. Pembelajaran dilakukan secara butuhan siswa, kecakapan, dan minat siswa
klasikal kurang mengembangkan kerjasama (Schmidt, 2003).
siswa. Guru IPA SD kelas V rata-rata seba- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik-
gai guru kelas dengan pendidikan atau lulus- an menuntut guru IPA merubah paradigma
an sarjana (S1) namun ada beberapa guru pembelajaran dari teacher centered menjadi
yang memiliki kesarjanaan kurang relevan student centered, pembelajaran hafalan men-
dengan bidangnya atau lulusan D2 PGSD. jadi menemukan sendiri konsep IPA, untuk
Mengenai pemahaman guru tentang pembe- anak usia SD diharapkan dalam pembelajar-
lajaran inkuiri juga masih kurang, demikian an suasana menyenangkan/belajar sambil
juga pemahaman guru tentang pembelajaran bermain. Model pembelajaran yang dapat
kooperatif, sehingga para guru rata-rata mengakomodasi pergeseran paradigma ter-
belum menerapkan pembelajaran tersebut. sebut adalah model pembelajaran konstruk-
Pengembangan kemampuan berpikir tivis dan kolaboratif/kooperatif, yaitu pem-
secara nalar dan kreatif di SD merupakan belajaran inkuiri dan kooperatif TGT.
tahap awal. Pengembangan berpikir kreatif Guru diharapkan dapat merealisasi-
harus dimulai sejak usia muda (Slamet, kan pembelajaran yang lebih menekankan
2007). Lebih lanjut dinyatakan bahwa krea- pada proses. Pembelajaran yang mampu
tivitas secara potensial ada pada setiap orang memberi kesempatan kepada siswa untuk
dengan kadar berbeda, jika tidak dipupuk belajar mencari, menemukan, menyimpul-
maka potensi tersebut tidak berkembang. kan, dan mengkomunikasikan sendiri ber-
Selain itu percepatan perkembangan kognitif bagai pengetahuan, nilai-nilai dan pengalam-
sampai batas tertentu dapat dilakukan an yang dibutuhkan siswa melalui kegiatan
dengan berbagai teknik instruksional. pembelajaran yang melibatkan siswa secara
Pengembangan keterampilan proses aktif (Sulistyorini, 2007).
dilakukan untuk memenuhi tututan kuriku- Kegiatan pembelajaran inkuiri ter-
lum, kususnya IPA SD/MI. Pengembangan bimbing merupakan kegiatan pembelajaran
keterampilan proses IPA dilakukan dengan menekankan pada proses IPA. Kegiatan
alasan bahwa perkembangan Ipteks berlang- pembelajaran ini melibatkan siswa aktif
sung sangat cepat (Semiawan, 1992), se- untuk menemukan sendiri konsep IPA dan
hingga dalam pembelajaran IPA di SD tidak mengembangkan kreativitas belajar siswa.
mungkin dilakukan guru dengan cara mem- Kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing
berikan semua materi pelajaran IPA kepada diawali guru melontarkan masalah kemudian
siswa, namun dengan cara siswa diberi dipecahkan oleh siswa, dalam pemecahan
kesempatan melakukan proses IPA melalui masalah guru memberi tuntunan atau petun-
penyelidikan, percobaan dan diskusi untuk juk, siswa dibimbing ketika melakukan pe-
dapat menemukan sendiri pengetahuan atau nemuan konsep dan selanjutnya siswa me-
konsep IPA. nentukan kesimpulan sementara (Kellough,
Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI 1993). Langkah pembelajaran model inkuiri
antara lain mengembangkan pengetahuan terbimbing menurut Kinsvatter, Wilen, dan
dan pemahaman konsep IPA yang berman- Ishler (1996) meliputi identifikasi dan pene-
faat dan dapat diterapkan dalam kehidupan tapan ruang lingkup masalah, merumuskan
sehari-hari, disamping itu juga agar peserta hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis
didik memiliki kemampuan mengembang- dan interpretasi data untuk menguji hipo-
kan keterampilan proses untuk menyelidiki tesis, serta menentukan kesimpulan. Pembe-
alam sekitar, memecahkan masalah dan lajaran inkuiri terbimbing dapat memberi
membuat keputusan. Tujuan pendidikan kesempatan kepada siswa memperoleh pe-
pada dasarnya mengembangkan individu ngalaman konkret, sehingga pembelajaran
yang kreatif, yaitu individu yang mampu menjadi menjadi lebih bermakna bagi siswa
mencipta dan menemukan sesuatu yang (Twining, 1991).
baru melalui model pembelajaran tertentu Hasil penelitian tentang pembelajar-
yang sesuai. Standar pendidikan mengarah- an inkuiri menunjukkan bahwa pembelajar-
kan guru sains supaya menggunakan strategi an menggunakan metode diskoveri-inkuiri

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 38


model penemuan terbimbing lebih efektif di- hendaknya dilakukan dalam suasana yang
bandingkan dengan model penemuan menyenangkan.
eksploratorik. Pembelajaran menggunakan Paradigma baru pembelajaran yang
metode diskoveri-inkuiri model penemuan menyenangkan yaitu jika siswa dapat menik-
terbimbing lebih efektif bila dibandingkan mati dan merasa senang melakukan kegiatan
dengan metode ekspositori dalam mengem- pembelajaran dan tidak stress. Pembelajaran
bangkan kemampuan analisis dan sintesis tersebut menuntut adanya kebebasan pembe-
(Pujiastuti, 2003).Penelitian Wartono (2006) lajaran karena hanya di lingkungan alam se-
menghasilkan kesimpulan bahwa model kitar dan suasana kebebasan tersebut siswa
pembelajaran inkuiri akrab lingkungan di dapat mengukapkan makna sebagai hasil dan
SD perkotaan lebih efektif dalam mengem- interpretasinya terhadap segala sasesuatu
bangkan keterampilan berfikir dan mening- yang ada di dunia nyata (Aswandi, 2009).
katkan prestasi belajar daripada model pem- Slamet (2007) menambahkan kerja kelom-
belajaran konvensional. Pembelajaran inkui- pok, atau kolaborasi melalui diskusi kelom-
ri mendorong siswa untuk belajar melakukan pok kecil direkomendasikan sebagai strategi
dan mempelajari berbagai keterampilan yang dapat meningkatkan kemampuan ber-
proses (Holil, 2008). pikir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa siswa
Pembelajaran kooperatif tipe Teams dapat dilatih berpikir secara nalar jika diberi
Games Tournaments (TGT) melibatkan pertanyaan-pertanyaan, kecuali pertanyaan
siswa aktif, mengandung unsur permainan ingatan, pertanyaan lain jika disusun dengan
dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan cermat akan dapat digunakan untuk me-
permainan yang dirancang dalam TGT me- ngembangkan kemampuan berpikir siswa,
mungkinkan siswa lebih rileks dan menum- dan hal ini dapat diterapkan di semua
buhkan tanggung jawab, kerja sama, per- tingkatan sekolah, termasuk pada siswa SD.
saingan sehat, dan keterlibatan belajar siswa Berdasarkan uraian di atas maka ke-
secara aktif. Komponen utama TGT meli- giatan pembelajaran inkuiri terbimbing dan
puti: penyajian kelas (Teacher Presenta- kooperatif TGT efektif jika dilakukan secara
tion), Games, Tournament, dan penghargaan berkelompok dalam suasana yang rileks dan
kelompok. Slavin (2008) menambahkan menyenangkan. Dengan demikian dipan-
bahwa tahap pembelajaran kooperatif TGT dang perlu dikalukan sosialisasi/diklat bagi
meliputi presentasi kelas, game, tim, turna- guru SD tentang pembelajaran inkuiri ter-
men, dan recognisi. bimbing dan kooperatif TGT untuk selanjut-
Kelebihan pembelajaran kooperatif nya diterapkan dalam pembelajaran dengan
tipe TGT antara lain: pembelajaran lebih harapan dapat meningkatkan kualitas pem-
berpusat kepada siswa, pembelajaran ini belajaran IPA di SD.
menantang dan menyenangkan bagi siswa,
proses pem-belajaran lebih rileks (Chotimah, METODE
2009). Kegiatan pembelajaran secara berke-
Penelitian ini merupakan penelitian deskrip-
lompok untuk memecahkan persoalan dan
tif kuantitatif karena dalam penelitian ini
suasana pembelajaran yang menantang
mendiskripsikan atau mengungkapkan apa
namun menyenangkan, dengan kegiatan ter-
yang ada mengenai kondisi atau keadaan
sebut diharapkan dapat mengembangkan
dan semua informasi data diwujudkan dalam
kemampuan berpikir. Isjoni (2009) menam-
bentuk kuantitatif atau angka. Waktu pene-
bahkan pembelajaran kooperatif merupakan
litian dilakukan selama 1 bulan yaitu pada
salah satu model pembelajaran yang efektif
bulan juli-agustus 2010 dengan mengambil
untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
lokasi di seluruh SD di kota wates Kulon
siswa memiliki tanggung jawab dalam ke-
Progo, Subyek penelitian 25 orang guru SD
lompoknya dan terhadap dirinya sendiri da-
kelas V di kota wates Kulon Progo.
lam mempelajari materi. Pembelajaran koo-
Teknik pengumpulan data menggu-
peratif meningkatkan hasil belajar, sikap
nakan kuesioner. Teknik analisis data yang
tolong menolong dan perilaku sosial.
dipergunakan adalah deskriptif kuantitatif
Menurut Hamalik (2008) proses belajar ber-
dengan persentase rumus yang digunakan
langsung secara efektif dibawah bimbingan
adalah perbandingan antara jumlah skor
guru tanpa tekanan dan paksaan. Belajar

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 39


hasil penelitian dengan jumlah skor total Tabel 2. Pengalaman Guru Mengikuti
yang diharapkan dikalikan 100% Diklat/Seminar/Lokakarya
Penelitian ini bermaksud mengeta- Diklat/Seminar/ Frekuensi
Frekuensi
hui profil guru kelas V SD di kota Wates Lokakarya (%)
Kabupaten Kulon Progo, selanjutnya me- Belum pernah ikut 19 76
nawarkan strategi pembelajaran untuk me- 1-3 kali 6 24
Total 25 100
ningkatkan kualitas pembelajaran IPA bagi
siswa SD.
Gambaran umunm pembelajaran
yang dilakukan oleh guru SD dalam menga-
HASIL
jar IPA adalah pada kegiatan awal guru
Berdasarkan hasil survei tentang membuka pelajaran dengan tanya jawab atau
profil guru IPA kelas V SD di Kota Wates cerita singkat. Pada kegiatan inti dilakukan
Kabupaten Kulon Progo diperoleh informasi demonstrasi, tanya jawab, ceramah dan dis-
bahwa guru IPA sebagai guru kelas se- kusi. Sedangkan dalam mengakhiri pelajaran
banyak 88%, Guru bidang studi 12%. guru menutup pelajaran dengan pemberian
Tingkat pendidikan guru dan Program Studi tugas atau evaluasi lisan. Mengenai gambar-
Yang ditempuh adalah 24% lulusan S1 an umum pelaksanaan pembelajaran IPA SD
PGSD, 40% lulusan S1 yang bukan PGSD, kelas V dapat dibaca pada Tabel 3 berikut
32% lulusan D2 PGSD, dan 4% lulusan
SPG. Guru-guru yang menempuh Program Tabel 3. Gambaran Umum Pelaksanaan
studi bukan PGSD meliputi lulusan sarjana Pembelajaran IPA
(S1) Pendidikan Sejarah, Pendidikan Agama Kegiatan
Islam/terbiyah, Pertanian, Ilmu Pendidikan, Pembela- Indikator F F (%)
Administrasi Pendidikan, dan Bimbingan jaran
konseling. Mengenai jenjang pendidika dan Membuka Selalu 24 96
pelajaran Kadang- 1 4
Program Studi yang ditempuh oleh guru IPA
kadang
kelas V SD selengkapnya dapat dilihat pada Tdk Pernah 0 0
Tabel 1 berikut. Cara Pertanyaan 13 52
membuka Tugas 4 16
Tabel 1. Jenjang Pendidikan dan pelajaran Cerita Singkat 6 24
Program Studi yang Ditempuh Lainnya 2 8
Jenjang Kegiatan Eksperimen 8 32
Frekuensi
Pendidikan/ Frekuensi inti Demonstrasi 19 76
(%) Tanya jawab 18 72
Prodi
S1PGSD 6 24 Ceramah 13 52
S1 Bukan 10 40 Diskusi 12 48
PGSD Penemuan 2 8
D2 PGSD 8 32 Menutup selalu 22 88
SPG 1 4 Pelajaran Kadang- 3 12
Total 25 100 kadang
Cara Pemberian 11 44
Pengalaman mengikuti Pendidikan menutup Tugas
dan Latihan (Diklat), seminar/lokakarya Pelajaran Evaluasi Lisan 11 44
Kesimpulan 5 20
yang ada kaitannya dengan pembelajaran
guru
IPA selama 3 tahun terakhir ditemukan Kesimpulan 10 40
sebanyak 76% belum pernah mengikuti guru-siswa
diklat/seminar/lokakarya dan 24% pernah Evaluasi Tulis 3 12
mengikuti diklat/seminar/lokakarya seba- Lainnya 1 4
nyak 1-3 kali. Data hasil survei dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut. Dari hasil survei ditemukan beberapa
guru mengungkapkan mengalami kesulit-
an dalam Menyiapkan peralatan untuk prak-
tik dan memahami materi pelajaran, mereka
juga mengalami kesulitan dalam memusat-

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 40


kan perhatian siswa, mengelola kelas, dan Pemahaman guru tentang pembelajaran
menggunakan peraga KIT IPA inkuiri terbimbing, guru yang sudah
Dalam melaksanakan kegiatan pembela- mengenal inkuiri terbimbing 36%, belum
jaran guru juga melakukan evaluasi atau atau tidak mengenal inkuiri terbimbing
memberikan soal tes kepada siswa. Soal– sebanyak 60%, guru yang tidak menjawab
soal yang diberikan berupa soal-soal obyek- 4%. Guru yang mengetahui
tif atau subyektif. Soal tes obyektif yang di- kelebihan/kelemahan inkuiri terbimbing
berikan oleh guru berbentuk pelihan ganda, sebanyak 16%, yang tidak tahu
sedangkan tes subyektif berbentuk isian kelebihan/kelemahan 72%, yang tidak
singkat atau uraian. Guru juga melakukan menjawab 12%. Sedangkan mengenai
evaluasi proses. Namun demikian rata-rata penerapan inkuiri terbimbing baru 12 %
dalam mengevaluasi proses masih kurang guru yang menerapkan dalam pembelajaran
tepat, mereka mengevaluasi proses melalui IPA, 76% belum menerapkan pembelajaran
tes tulis, ulangan, tanya jawab, atau evaluasi inkuiri Terbimbing, tidak menjawab 12%.
lisan, berupa pertanyaan yang ada kaitannya Gambaran pemahaman guru dan penerapan
dengan materi pelajaran. Jawaban tersebut inkuiri terbimbing dalam pembelajaran IPA
mencapai 52% guru. Sedangkan 24% guru SD disajikan pada Tabel 5 berikut.
menjawab evaluasi dilakukan dengan Meli-
hat kinerja siswa pada saat proses pembela- Tabel 5. Gambaran Pembelajaran Inkuiri
jaran atau melalui keaktivan siswa. Gambar- Terbimbing
an mengenai evaluasi yang dilakukan oleh Pembelajaran Indikator F F
guru kepada siswa disajikan pada Tabel 4 Inkuiri (%)
berikut. Terbimbing
Guru mengenal Ya 9 36
Tabel 4. Evaluasi yang Dilakukan dalam inkuiri Tidak 15 60
Pembelajaran terbimbing Tidak 1 4
Evaluasi Indikator F F (%) menjawab
Tes Obyektif 25 100 Guru Tahu 4 16
Subyektif 17 64 mengetahui
Guru Ya 19 76 kelebihan/ Tidak tahu 18 72
mengevaluasi kelemahan
proses Tidak 1 4 Tidak 3 12
Kadang 2 8 menjawab
Tidak 3 12 Guru Ya 3 12
menjawab menerapkan Tidak 19 76
Nilai Ya 9 36 Tidak 3 12
dipertimbangan menjawab
Dalam rapot Tidak 3 12
Pemahaman guru tentang pembelajaran
Berdasarkan hasil survei terungkap kooperatif, dari hasil survei guru yang sudah
Permasalahan guru terkait dengan Perenca- mengenal pembelajaran kooperatif sebanyak
naan pembelajaran, rata-rata guru merasakan 36%, yang belum/tidak mengenal pembela-
kesulitan untuk menentukan metode yang jaran kooperatif, 64%. Mengenai kelebihan
tepat, menentukan indikator, mempersiap- atau kelemahan pembelajaran kooperatif,
kan/penguasaan materi pelajaran. Mereka terdapat 32 % guru sudah mengetahui ke-
menyampaikan Solusi yang dilakukan lebihan/kelemahan pembelajaran kooperatif,
adalah melalui musyawarah dengan teman 64% tidak mengetahui kelebihan/kelemahan,
guru pada saat kegiatan kelompok kerja guru selebihnya 8% guru tidak menjawab per-
(KKG) maka permasalahan tersebut dapat tanyaan. Penerapan pembelajaran kooperati,
terpecahkan.. ada 20% guru sudah menerapkan dalam
Permasalahan yang berkaitan de- pembelajaran, 72% belum menerapkan, dan
ngan media pembelajaran, guru menyatakan 8% tidak menjawab. Gambaran pemahaman
di sekolah tidak ada media 40%, Kurang guru dan penerapan pembelajaran kooperatif
dapat menggunakan media 16%,, media dapat dibaca pada Tabel 6 berikut.
kurang 40% selebihnya tidak menjawab
(kosong) 4%.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 41


Tabel 6. Gambaran Pembelajaran dayaan keterampilan proses dalam pembela-
kooperatif jaran IPA terdapat 36% guru yang member-
Pembelajaran dayakan keterampilan proses IPA, 48%
Indikator F F (%)
Kooperatif tidak memberdayakan dan 16% tidak men-
Mengenal Ya 9 36 jawab pertanyaan. Untk lebih jelasnya gam-
Pemb. baran pemahaman guru mengenai keteram-
Kooperatif Tidak 16 64 pilan proses dan pemberdayaannya disajikan
mengetahu ya 8 32 pada Tabel 9 berikut.
Kelebihan/
kelemahan Tidak 16 64
Tidak 2 8 Tabel 9. Keterampilan Proses IPA
Keteampilan
menjawab Indikator F F (%)
Proses IPA
Menerapkan Ya 5 20 Guru tahu Ya 10 40
Dalam Pemb. Tidak 18 72 Keterampilan
Tidak 2 8 proses Tidak 15 60
menjawab Guru tahu Ya 6 24
kelebihan Tidak 14 56
- 5 20
pembelajaran kooperatif Teams games Guru tahu Ya 3 12
Tournaments (TGT). Jawaban guru menge- kelemahan Tidak 21 84
nai pembelajaran kooperatif TGT adalah - 1 4
guru yang sudah mengenal pembelajaran Guru Ya 9 36
Memberdayakan Tidak 12 48
kooperatif TGT baru 8%, yang belum/tidak
- 4 16
mengenal pembelajaran kooperatif TGT
92%. Guru yang sudah tahu kelebihan/
kelemahan pembelajaran kooperatif TGT Berdasarkan hasil survei mengenai ke-
2%, belum/tidak tahu 92%. 100% guru mampuan berpikir siswa baru 8% guru yang
belum pernah menerapkan pembelajaran ter- mengetahui tentang kemampuan berpikir,
sebut. Gambaran pemahaman guru serta 92% belum mengetahui pengertian kemam-
penerapan pembelajaran kooperatif TGT puan berpikir. Demikian juga mengenai ke-
dapat dibaca pada Tabel 7 berikut. lebihan memberdayakan kemampuan berpi-
kir siswa baru ada 8% guru yang mengeta-
Tabel 7. Pembelajaran kooperatif TGT hui kelebihannya, 92% guru belum mengeta-
Pembelajaran hui kelebihannya. Untuk kelemahannya jika
F memberdayakan kemampuan berpikir siswa
Kooperatif Indikator F
(%) 100% guru belum/tidak tahu kelemahannya.
TGT
Mengenal Ya 2 8 Dari guru yang mengisi kuesioner ditemu-
Kooperatif TGT kan 8% guru memberdayakan kemampuan
Tidak 23 92 berpikir siswa, 92% tidak memberdayakan
Tahu Kelebihan/ Ya 2 8 kemampuan berpikir siswa, dan 4% guru
kelemahan Tidak 23 92 tidak menjawab pertanyaan. 4% guru me-
Menerapkan Ya 0 0 ngetahui cara mengukur kemampuan ber-
Tidak 25 100
pikir, 96% guru tidak mengetahui cara me-
negurnya. Gambaran mengenai pemahaman
Pengembangan keterampilan proses IPA.
guru tentang kemampuan berpikir siswa dan
Guru yang sudah mengetahui pengertian
penerapannya dalam pembelajaran disajikan
keterampilan proses baru 40%, yang belum pada Tabel 10 berikut.
mengetahui/mengenal tentang keterampilan
proses IPA 60%. Guru yang mengetahui ke-
Tabel 10. Kemampuan berpikir siswa
lebihan memberdayakan keterampilan pro- Keampuan F
ses IPA baru ada 24%, Sebanyak 56% guru Indikator F
Berpikir siswa (%)
belum mengetahui kelebihannya, dan 20 % Guru tahu Tahu 2 8
guru tidak menjawab. Terdapat 12% guru pengertian
tahu kelemahan memberdayakan keterampil- kemampuan Tidak 23 92
an proses IPA, dan yang belum mengetahui berpikir Tahu
kelemahannya 84%, sedangkan 4% guru Guru Tahu 2 8
tidak menjawab pertanyaan. Untuk pember- mengetahui
Kelebihan Tidak 23 92

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 42


tahu dengan pemberian tugas atau evaluasi lisan.
Guru Tahu 0 0 Kegiatan pembelajaran ini mengindikasikan
mengetahui bahwa guru sebagai pelaksana pembelajaran.
Kelemahan Tidak 25 100 Dalam melaksanakan pembelajaran guru
Tahu
kurang memberi kesempatan kepada siswa
Guru Ya 2 8
Memberdayakan untuk terlibat aktif agar siswa memperoleh
Tidak 23 92 pengalaman konkrit melalui observasi ling-
Mengetahui cara ya 1 4 kungan atau kegiatan penyelidikan, sehingga
mengukur pembelajaran masih terkesan pada teacher
kemampuan Tidak 24 96 centered. Dengan demikian pembelajaran
berpikir menjadi kurang menarik, kurang menantang,
dan kurang menyengkan, dan siswa merasa-
PEMBAHASAN kan sulit untuk memahami materi pelajaran.
Dari data yang diperoleh mengenai Pemahaman guru tentang pembelajar-
an inkuiri terbimbing, dari hasil survei di-
profil guru SD diperoleh informasi bahwa
rata-rata guru IPA SD adalah guru kelas se- temukan sebanyak 36% guru sudah menge-
banyak 88%, guru bidang studi 12%. Guru nal pembelajaran inkuiri terbimbing, 60%
belum mengenal inkuiri terbimbing. Terda-
yang mengajar IPA di kelas V SD rata-rata
berpendidikan Sarjana (S1) namun kurang pat 16% guru belum mengetahui kelebihan/
sesuai dengan bidang keahliannya, diikuti kekurangan inkuiri terbimbing, yang tidak
mengetahui kelebihan/kekurangan sebanyak
lulusan D2 PGSD, dan ada beberapa guru
lulusan S1 PGSD relevan dengan bidang 72% dan juga masih ada sebanyak 76% guru
keahliannya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengajar belum menerapkan pembe-
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran lajaran tersebut.
Data tersebut menunjukkan bahwa pe-
masih ada beberapa guru yang belum me-
menuhi persyaratan/tuntutan profesi sebagai mahaman guru tentang pembelajaran inkuiri
guru SD. Pengalaman guru mengikuti diklat terbimbing masih kurang.Guru kurang dapat
memahami kemanfaatan inkuiri terbimbing
untuk menambah wawasan atau pengem-
bangan diri untuk memenuhi tugas profesi jika diterapkan dalam pembelajaran IPA di
masih memprihatinkan. Hal ini terlihat dari SD. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tun-
sejumlah guru yang mengisi kuesioner tutan standar pendidikan bagi guru SD
dalam mengajar belum terpenuhi. Dalam
sebanyak 76% belum pernah mengikuti
diklat yang berkaitan dengan pembelajaran Standar Pendidikan disebutkan bahwa guru
IPA selama 3 tahun terakhir. Kenyataan diharapkan dalam melaksanakan pembela-
jaran IPA supaya menerapkan strategi
tersebut mengakibatkan wawasan dan pe-
ngalaman guru dalam melakukan pembela- inkuiri. Pembelajaran inkuiri terbimbing
jaran khususnya untuk melakukan inovasi merupakan kegiatan pembelajaran menekan-
kan pada proses IPA. Kegiatan pembelajaran
pembelajaran masih minim. Kreativitas guru
dalam menciptakan pembelajaran yang me- inkuiri terbimbing diawali guru melontarkan
narik, menantang, dan menyenangkan sesuai masalah kemudian dipecahkan oleh siswa,
dengan perkembangan intelektual siswa SD dalam pemecahan masalah guru memberi
tuntunan atau petunjuk, siswa dibimbing
yang mana diharapkan siswa dapat belajar
sambil bermain juga sangat kurang dan perlu ketika melakukan penemuan konsep dan
dikembangkan melalui kegiatan ilmiah yang selanjutnya siswa menentukan kesimpulan
sementara (Kellough, 1993).
berkaitan dengan inovasi pembelajaran, khu-
susnya yang sesuai untuk anak usia SD. Kegiatan pembelajaran melalui inkuiri
Gambaran umum pelaksanaan pem- terbimbing menjadikan siswa memperoleh
pengalaman konkret. Hal ini sesuai dengan
belajaran yang dilakukan oleh guru menun-
jukkan bahwa guru dalam mengajar pada ke- perkembangan intelektual siswa SD bahwa
giatan awal membuka pelajaran dengan dalam belajar masih memerlukan bantuan
tanya jawab ataucerita singkat. Kegiatan inti media konkret agar mudah memahami
meteri pelajaran. Pembelajaran yang
dilakukan demonstrasi, tanya jawab, cera-
mah dan diskusi. Sedangkan dalam meng- memberi pengalaman langsung/konkret
akhiri pelajaran guru menutup pelajaran kepada siswa dapat mengembangkan aspek
kognitif, juga sikap seperti kerja sama,

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 43


tenggang rasa, mau menerima pendapat an kooperatif dikembangkan untuk menca-
pihak lain, bertanggung jawab, jujur, dan pai tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil
sebagainya, di samping itu aspek psikomotor belajar akademik, penerimaan terhadap kera-
juga berkembang menjadi lebih baik. gaman dan pengembangan keterampilan
Dengan demikian penerapan pembelajaran sosial.
inkuiri terbimbing dapat mengembangkan Komponen pembelajaran kooperatif
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor bagi TGT yaitu: 1) presentasi kelas, 2) teams, 3)
siswa. Beberapa kelebihan inkuiri menurut games, 4) tournament, 5) teams recognize.
Jufri (2009): a) siswa yang belajar Pembelajaran kooperatif TGT dapat memo-
menggunakan Pembelajaran berbasis inkuiri tivasi belajar siswa. Kegiatan ini menantang
memperoleh skor keterampilan berpikir dan menyenangkan, pembelajaran koopera-
kritis 10,3% lebih tinggi dari siswa yang tif TGT dapat diterapkan pada berbagai
diberikan pelajaran dengan pembelajaran jenjang pendidikan. Penerapan pembelajaran
bukan berbasis inkuiri, b) pembelajaran kooperatif TGT dapat meningkatkan kete-
bebasis inkuiri terbukti dapat membantu rampilan proses IPA siswa (Heuser, 2005).
upaya membangun paradigma pembelajaran Kelebihan pembelajaran Kooperatif
konstruktivistik yang memberikan perhatian tipe TGT antara lain: pembelajaran berpusat
kepada aspek berpikir dan keterlibatan kepada siswa, pembelajaran ini menantang
pengalaman langsung siswa dalam proses tetapi menyenangkan bagi siswa, proses
pembelajaran, sehingga dapat menjadi pembelajaran lebih rileks (Chotimah, 2009).
model pembelajaran IPA-Biologi yang Pengembangan keterampilan proses
efektif untuk mengembangkan keterampilan IPA berdasarkan data hasil survei baru 40%
berpikir kritis. guru yang mengenal tentang keterampilan
Pemahaman guru tentang proses IPA, 60% belum negenal dan dalam
pembelajaran kooperatif. Dari hasil survei pembelajaran baru 36% guru yang member-
ditemukan baru ada 36% guru yang dayakan keterampilan proses. Data ini me-
memahami pembelajaran kooperatif, 64% nunjukkan pesih perlu ditingkatkan pema-
belum bengenal pembelajaran kooperatif. haman guru dan pemberdayaan keterampilan
Guru yang sudah mengetahui kelebihan atau proses IPA bagi siswa SD.
kekurangan pembelajaran kooperatif Perkembangan IPTEKS semakin
sebanyak 32%. Guru yang pernah maju dengan pesat maka untuk mengim-
menerapkan pembelajaran kooperatif 16%, bangi kemajuan tersebut guru perlu mene-
sedangkan untuk pembelajaran kooperatif rapkan strategi pembelajaran yang dapat me-
Teams Games Tournaments (TGT) baru 8% latih siswa untuk dapat menemukan sendiri
yang mengenal, 92% belum mengenal ilmu pengetahuan. Di samping itu pengem-
pembelajaran kooperatif TGT. Demikian bangan keterampilan proses IPA pada siswa
juga yang mengenal kelebihan/kekurangan SD untuk melatih kemampuan berpikir
membelajaran kooperatif TGT baru 8%, dan siswa, kemampuan menganalisis, mengeva-
100% guru belum pernah menerapkan luasi, dan berkreasi. Kemampuan tersebut
pembelajaran tersebut. dilatihkan dengan tujuan agar siswa mampu
Dari data yang ada menunjukkan memecahkan permasalahan yang dihadapi
bahwa para guru SD di Kota Wates masih dalam kehidupan sehari-hari.
sangat minim pengetahuan/pengalaman Pemahaman guru tentang kemampuan
tentang pembelajaran kooperatif. Apalagi berpikir, dari hasil survei ditemukan baru
untuk pembelajaran kooperatif model TGT, 8% guru yang mengetahui pengertian ten-
sehingga belum ada guru yang menerapkan tang kemampuan berpikir siswa, 92% tidak
pembelajaran ini di SD. Dengan kenyataan mengetahui. Guru yang mengetahui kelebih-
ini diperlukan sosialisasi atau diklat bagi an memberdayakan kemampuan berpikir
guru SD tentang pembelajaran kooperatif siswa juga baru 8%. Selebihnya 92% guru
TGT untuk selanjutnya diterapkan oleh guru belum mengetahui kelebihannya. Dan 100%
dalam pembelajaran IPA SD. Pembelajaran guru belum mengetahui kelemahan/keku-
kooperatif TGT mengkondisikan siswa aktif rangannya memberdayakan kemampuan ber-
saling memberi dan mendukung dalam kerja pikir siswa. yang memberdayakan kemam-
kelompok untuk menuntaskan materi. Menu- puan berpikir siswa ada 8% guru dan 4%
rut Ibrahim et al., (2000) model pembelajar-

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 44


guru mengetahui cara mngukur kemampuan SARAN
berpikir siswa.. 1. Berdasar hasil survei masih ada beberapa
Kemampuan berpikir tersebut dilatihkan guru yang berpendidikan sarjana (S1)
dengan harapan dapat memengembangkan dari prodi yang kurang relevan dengan
kemampuan siswa untuk berpikir secara bidang keahliannya dan D2 PGSD maka
nalar, memecahkan permasalahan yang di- disarankan para guru dalam mengikuti
hadapi secara logis melalui latihan mengana- studi lanjut pada prodi yang relevan
lisis, menilai, dan berkreasi (Tohir, 2009). dengan bidang keahliannya.
Semakin banyak pengalaman maka skema 2. Perlu sosialidasi atau dilakukan diklat
berpikir seseorang semakin ditantang, dapat bagi guru khususnya Guru kelas V SD,
dikembangkan (Suparno, 2001). Zubaidah materi diklat ada kaitannya dengan pem-
(2010) menambahkan telah terbukti kemam- belajaran IPA SD yang berkualitas.
puan seseorang untuk dapat berhasil dalam
kehidupannya antara lain ditentukan oleh ke- REKOMENDASI
terampilan berpikirnya, terutama dalam me-
Berdasarkan sajian materi ini dire-
mecahkan masalah kehidupan yang
komendasikan untuk melakukan penelitian
dihadapinya.
pembelajaran IPA yang berkualitas yang
dapat mengembangkan keterampilan proses
KESIMPULAN
IPA dan kemampuan berpikir siswa melalui
1. Guru IPA kelas V SD di KotaWates se- pembelajaran yang menekankan siswa aktif
bagai guru kelas 88%. Jenjang pendidik- untuk melakukan penemuan konsep dalam
an guru SD sebagian guru berpendidikan suasana yang menyenangkan.
S1 Namun dari Program Studi yang
kurang relevan dengan bidang keahlian- DAFTAR PUSTAKA
nya 40%, lulusan D2 PGSD 32%. Dalam Aswandi. 2009. Pembelajaran Menyenangkan
mengajar guru sebagai pelaksana pembe- (online), (//http:
lajaran, yang dilakukan dalam mengajar www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=
IPA adalah demonstrasi, tanya jawab, 22350. Diakses tanggal 16 Februari 2010)
ceramah, dan diskusi
Chotimah, H. dan Dwitasari, Y. 2009. Strategi
2. Pemahaman guru tentang pembelajaran Pembelajaran Untuk Penelitian Tindakan Kelas.
inkuiri terbimbing dan kooperatif TGT Jakarta : Surya Pena Gemilang.
masih kurang, guru jarang/belum mene-
rapkan pembelajaran tersebut dalam Hamalik, O. 2008. Proses belajar Mengajar.
pembelajaran IPA di SD. Bumi Aksara. Jakarta.
3. Penerapan Pembelajaran inkuiri terbim- Holil, A. 2008. Hubungan inkuiri dan
bing dan kooperatif TGT mengembang- Keterampilan Proses, (online),
kan kualitas pembelajaran IPA SD. Pem- (http://anwarholil.blogspot.com?2008/04/hubung
belajaran ini mengembangkan aspek kog- aninkuiridanketerampilan.html, diakses tanggal
nitif, afektif dan psikomotor. Pembelajar- 16 November 2009)
an ini menarik, menantang, tetapi juga Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan
menyenangkan, sesuai dengan hakikat Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif.
pembelajaran IPA, perkembangan inte- UNESA: University Press.
lektual siswa, dan sesuai dengan kemaju- Isjoni. 2009. Cooperative Learning:
an IPTEKS yang semakin pesat. Mengembangkan Kemampuan Belajar
4. Keterbatasan pengalaman dan wawasan Kelompok. Bandung: Alfabeta.
guru tentang pembelajaran IPA SD
Jufri, W. 2009. Peranan Perangkat Pembelajaran
mengakibatkan guru dalam mengajar Berbasis Inkuiri Dan Implementasinya Dengan
kurang memberdayakan keterampilan Strategi Kooperatif Terhadap Perkembangan
proses IPA dan kemampuan berpikir Keterampilan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan
siswa. Biologi. Vol 1 (1): 87-92.
Kellough, R. D., Kellough, N. G. Dan Hough, D.
L. 1993. Middle School Teaching : Method and
Resources. New York : Macmillan Publishing
Company.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 45


Kinsvatter, R. D., Wilen, W. dan Ishler, M. 1996.
Dynamic Off Effective Teaching. London:
Longman Publisher USA.
Pujiastuti, P. 2003. Pengaruh Pembelajaran IPA-
Biologi dengan Menggunakan Metode
Diskoveri-Inkuiri terhadap Kemampuan Analisis
dan Sintesis. Jurnal Penelitian Kependidikan. 13
(2) : 229-241.
Schmidt, S.M. 2003. Learning By Doing:
Teaching the Process of Inquiry. Science Scope.
27 (1). 27-30.
Semiawan, C., dkk. 1992. Pendekatan
Keterampilan Proses : Bagaimana Mengaktifkan
Siswa Dalam Belajar. Jakarta : Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Slamet, Y. 2007. Alternatif Pengembangan
Kemampuan Berpikir Secara Nalar dan Kreatif
Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia,
(online),
http://www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=det&
idA=264, diakses 16 November 2009).
Slavin R. E. 2008. Cooperative Learning. Teori,
Riset, dan Praktik. Terjemahan. Bandung: Nusa
Media.
Sulistyorini, S. 2007. Model Pembelajaran IPA
Selokah Dasar dan Penerapannya Dalam KTSP.
Yogyakarta : FIP PGSD Universitas Negeri
Semarang dan Tiara Wacana.
Suparno, P. 2001. Teori Perkembangan Kognitif.
Yogyakarta: Kanisius.
Tim Pengembang PKP. 2006. Peningkatan
Kualitas Pembelajaran (PKP). Jakarta:
Depdiknas Ditjen Dikti.
Tohir, M. 2009. Revisi Taksonomi Bloom
Sebagai Kompleksitas Fungsi Otak. (online),
(http://mtohir.wordpress.com/2009/01/26/revisi-
taksonomi-bloom-sebagai-kompleksitas-fungsi-
otak/, diakses tanggal 16 Desember 2009).
Twining, J., E.1991. Strategies For Active
Teaching. Boston London:Allyn And.
Wartono. 2006. Pengembangan Model
Pembelajaran Inkuiri Akrab Lingkungan Untuk
Mengembangkan Keterampilan Berfikir dan
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam
Bidang Sains di Sekolah Dasar (online).
Desertasi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
(http://didilib.upi.edu/pasca/available/etd-
1205105-104033, diakses 16 Februari 2010).
Zubaidah, S. 2010. Berpikir Kritis : Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat
Dikembangkan melalui Pembelajaran Sains.
Makalah Seminar Nasional Sains. Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya 16 Januari 2010.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 46


PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DAN
METAKOGNITIF (RTM) YANG MEMBERDAYAKAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Zusje W. M. Warouw
FMIPA Universitas Negeri Manado, Jl Kampus FMIPA Tondano.
E-mail: mzusje@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini mengembangkan paket pembelajaran yang dapat memberdayakan kemampuan


berpikir kritis siswa, yakni strategi Reciprocal Teaching yang dipadukan dengan strategi Metakognitif
(M) berupa self assessing disingkat RTM. Hasil pengembangan itu dieksperimenkan pada siswa kelas
VIII SMP Negeri di Kota Manado. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata skor siswa
berkemampuan akademik tinggi (AT), dan rendah (AR) yang belajar dengan strategi RTM memang
melampaui kemampuan berpikir siswa berkemampuan AT dan AR yang belajar dengan strategi
konvensional (Konv):1) rata-rata skor kelompok RTM-AT, lebih tinggi 26,33,% dari konv-AT, dan
32,81% dari konv-AR, 2) rata-rata skor kelompok RTM-AR, lebih tinggi 7,56% dari konv-AT, dan
13,09% dari konv-AR. Presentase peningkatan terjadi pada kelompok RTM-AT untuk kemampuan
berpikir kritis 687,528%.

Kata Kunci: Reciprocal Teaching, Metakognitif, Berpikir Kritis

RECIPROCAL TEACHING METACOGNITIF (RTM) LEARNING


BY EMPOWERING CAPABILITY OF THE STUDENTS
TO THINK CRITICALLY

Abstract

This research developed learning package, which could empower capability of the students to
think critically, Reciprocal Teaching (RT) strategy that was integrated with Metacognitive (M) in the
form of self assessing or RTM. Results of such development were experimented to eighth grade students of
State Junior High Schools in Manado. Results of the analysis showed that average score of the students
who have high-academic capability (AT), and low-academic capability (AR) who applied RTM strategy,
have beyond the critical thinking capability of the students who have high-academic capability and low-
academic capability by applying conventional strategy (Konv): 1) Average score of the RTM-AT group,
26,33,% higher than Konv-AT, and 32,81% higher than Konv-AR, 2) Average score of the RTM-AR
group, 7,56% higher than Konv-AT, and 13,09% higher than Konv-AR. The improved percentage
occurred on RTM-AT group 687,528% for capability of critical thinking.

Keywords: Reciprocal Teaching, Metacognitive, Critical Thinking

Geremek (1996) mengemukakan, to live together), dan belajar untuk


pendidikan sepanjang kehidupan individu menjadikan jati diri (learning to be).
harus didasarkan pada empat jenis belajar Dunia pendidikan mengalami berbagai
fundamental yang membentuk pilar-pilar, masalah, di antaranya kualitas. Secara
yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to komparatif, kualitas pendidikan Indonesia
know), belajar untuk melakukan (learning to tergolong sangat rendah. Laporan hasil studi
do), belajar untuk hidup bersama (learning the Third International Mathematics and
Science Study-Repeat (TIMSS-R 1999)

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 47


dinyatakan mutu pendidikan di SMP untuk sedangkan yang sudah mengenal hanya
IPA menempati peringkat ke- 32, dan 17,07% itupun berdasarkan wawancara,
peringkat ke- 34 untuk Matematika dari 38 responden hanya membaca melalui buku
negara (Tim BBE, 2002), dan pada tahun teks, padahal metakognisi (metakognitif)
2003, Indonesia berada pada peringkat ke-36 memiliki peranan yang sangat penting
dari 45 negara peserta, baik pada bidang menjadikan pembelajaran berhasil
Matematika maupun bidang Sains (Livingstone, 1997).
(Depdiknas, 2007). Salah satu daerah di Hasil survei juga menunjukkan bahwa,
Indonesia yang masih rendah dan belum strategi reciprocal teaching RT, belum
menunjukkan peningkatan mutu pendidikan pernah dilakukan secara terencana,
adalah daerah Sulawesi Utara khususnya di sistematis, dan konsisten dalam
kota Manado sebagai pusat ibu kota pembelajaran. Hasil survei menunjukkan
Provinsi. yang sudah mengenal strategi RT 12.19%,
Sebagian besar siswa SMP Negeri di dan pernah menerapkan 9.75%. Namun
Kota Manado belum mencapai Kriteria dalam langkah-langkah strategi RT, 0%
Ketuntasan Minimal. Berdasarkan hasil yang menjawab benar.
survei pada bulan Juni – Juli 2008, untuk Atas dasar beberapa temuan empiris
kelas VII semester genap tahun ajaran pada pembelajaran biologi di Kota Manado,
2007/2008 umumnya rata-rata nilai hasil maka penting dilakukan penelitian untuk
belajar siswa di bawah Kriteria Ketuntasan mengembangkan perangkat pembelajaran
Minimal (KKM  75) yang lebih memberdayakan kemampuan
Rendahnya hasil belajar biologi di berpikir kritis dan berorientasi pada prinsip
Manado tersebut, disebabkan karena konstruktivisme seperti strategi Reciprocal
pembelajaran belum mengembangkan Teaching (RT). Slavin (2000) menyebutkan
keterampilan berpikir. Hasil survei bahwa reciprocal teaching adalah
menunjukkan bahwa hanya 24,39% pendekatan konstruktivisme yang didasarkan
responden yang mengembangkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan,
kemampuan berpikir kritis dalam mengajar keterampilan metakognitif melalui
pembelajaran, meskipun 43.90% responden pengajaran dan pemodelan guru untuk
mengakui bahwa berpikir kritis itu penting meningkatkan keterampilan membaca siswa
dilibatkan dalam pembelajaran, dan 34.14% yang memiliki kemampuan rendah. Menurut
mengatakan penting diberdayakan dalam Doolittle, dkk., (2006), reciprocal teaching
pembelajaran. secara spesifik, merupakan pengajaran
Suriasumantri (2005) mengemukakan timbal balik berdasarkan pada masyarakat
bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan yang aktif, interaksi keduanya antara siswa –
untuk mengetahui pengetahuan yang benar. guru dan siswa – siswa, dimana pengetahuan
Corebima (2005) mengemukakan bahwa yang dibangun dari teks yang diberikan
tanpa penekanan terhadap berpikir, dimusyawarahkan di dalam komunitas
pemahaman mendalam akan isi percakapan dan tidak hanya ditransfer dari
pembelajaran sesungguhnya tidak mungkin. guru ke siswa.
Berpikir yang menggunakan proses-proses Rujukan terkait manfaat strategi RT
berpikir dasar (keterampilan berpikir) untuk belum memberikan penjelasan yang
menganalisis argumen-argumen dan komprehensif terhadap pemberdayaan
menimbulkan pandangan menjadi makna berpikir selama pembelajaran. Strategi ini,
tertentu dan interpretasi-interpretasinya dapat lebih efektif jika strategi metakognitif
disebut berpikir kritis (Costa, 1985). Proulx dipadukan ke dalam sintaks pembelajaran.
(2004) mengemukakan, berpikir kritis Strategi metakognitif tidak hanya efektif
adalah sebuah proses untuk menganalisis, memberdayakan kemampuan berpikir, tetapi
menguji, dan mengevaluasi argumen. juga menjadikan siswa lebih mandiri dalam
Pemberdayaan kemampuan berpikir belajar.
kritis dapat dilakukan dengan menggunakan Strategi metakognitif melibatkan
strategi metakognitif akan tetapi 36,58% proses regulasi atau peraturan eksekutif yang
responden (guru biologi) belum mengenal diarahkan pada regulasi tentang langkah
pembelajaran metakognitif, 46,34% tidak pemikiran, yang meliputi keputusan-
menjawab (dalam kategori tidak tahu), keputusan akan membantu: (1)

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 48


mengalokasikan sumber-sumber yang Rancangan penelitian quasi eksperimen
dimiliki untuk mengerjakan tugas, (2) selengkapnya adalah “pretest-postest Non-
menentukan langkah-langkah penyelesaian equivalent Control Group Design” versi
tugas, dan (3) menentukan intensitas, atau faktorial 5 X 2, sebagaimana yang
kecepatan di mana kita harus mengerjakan ditunjukkan pada Gambar 1 berikut:
atau menyelesaikan tugas tersebut
(Livingstone, 1997). O1 X1Y1 O2
Strategi RT dan strategi metakognitif O3 X1Y1 O4
merupakan 2 strategi belajar yang dapat O5 X1Y1 O6
dilakukan secara bersamaan dalam O7 X1Y1 O8
pembelajaran. Tujuannya adalah melatih O9 X1Y1 O10
siswa untuk berpikir selama pembelajaran O11 X1Y1 O12
dan sekaligus juga membantu siswa untuk O13 X1Y1 O14
O15 X1Y1 O16
mencapai ketuntasan belajar. Penelitian yang
O17 X1Y1 O18
dilakukan diharapkan menghasikan strategi
O19 X1Y1 O20
pembelajaran yang tidak hanya menuntaskan
pembelajaran, tetapi pada saat yang
Gambar 1. Prosedur Eksperimen “Pretest-
bersamaan dapat memberdayakan Postest Non-equivalent Control
kemampuan berpikir kritis siswa. GroupDesign” (Wiersma, 1995).

METODE PENELITIAN Keterangan:


Penelitian ini dilakukan dalam dua O1,3,5,7,9,11,13,15,17,19 = Pretes
tahapan yaitu pengembangan perangkat O2,4,6,8,10,12,14,16,18,20 = Postes
X1 = Cooperative Script + Metakognitif (CSM)
pembelajaran dan penelitian quasi X2 = Strategi Reciprocal Teaching + Metakognitif (RTM)
eksperimen. X3 = Strategi Cooperative Script(CS)
1. Pengembangan Perangkat X4 = Strategi Reciprocal Teaching(RT)
X5 = Strategi Konvensional
Pengembangan perangkat Y1 = Kemampuan akademik tinggi
pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Y2 = Kemampuan akademik rendah
sistem Kemp (1994), dalam tahapan: a)
Analisis tujuan pembelajaran, b) Analisis Tabel 1. Langkah Pembelajaran RTM
siswa, c) Analisis tugas, d) Merumuskan
tujuan pembelajaran, e) Penyusunan tes hasil Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
A.Kegiatan Awal A. Kegiatan Awal
belajar, f) Menyusun urutan materi, g) 1. Memotivasi siswa 1. Mengintervensi
Pemilihan strategi pembelajaran, dengan menggali masalah yang telah
penyampaian, i) Pemilihan materi/ media, j) pengetahuan awal dimiliki atau dialami
Penyusunan kegiatan pembelajaran/prototipe siswa siswa dalam
pembelajaran, k) Validasi perangkat (oleh 2. Menyampaikan kehidupan siswa.
Tujuan 2. Menyimak
pakar, siswa, lapangan), l) Revisi, dan m) Pembelajaran, dan penyampaian tujuan
Ujicoba RPP tertentu– Revisi (didapatkan menyampaikan pembelajaran,
perangkat final) siap diimplementasikan peraturan yang harus peraturan yang harus
pada penelitian eksperimen. Pada penelitian dipatuhi. dipatuhi
3. Membagi siswa 3. Siswa membentuk
ini, jenis perangkat yang dikembangkan dalam kelompok kelompok (setiap
adalah Silabus RTM, RPP RTM dan LKS (setiap kelompok kelompok terdiri 4
RTM. Pengembangan perangkat terdiri 4 siswa) siswa)
pembelajaran dilakukan dengan B. Kegiatan Inti B. Kegiatan Inti
memperhatikan fakta-fakta empiris terkait 1. Membagikan materi/ Siswa membaca dan
LKS pada masing- menyimak materi
pembelajaran biologi di SMP Negeri Kota masing siswa LKS yang dibagikan
Manado, dan kesesuaiannya dengan KTSP. 2. Guru memberi 2. Siswa berpikir
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran kesempatan kepada rencana pertanyaan
maka dilakukan juga pengembangan siswa untuk tentang materi
memikirkan rencana
perangkat evaluasi instrumen tes berupa pertanyaan tentang
essay test. materi
2. Eksperimen 3. Guru memberi 3. Siswa mengajukan
kesempatan kepada pertanyaan
siswa untuk berdasarkan ide

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 49


mengajukan pokok yang telah mengumpulkan LKS mengumpulkan LKS
pertanyaan ditulis. 3. Guru memberikan yang sudah
berdasarkan ide tugas rumah, yaitu dikerjakan.
pokok yang telah membuat pertanyaan 3. Siswa mengerjakan
ditulis oleh siswa. dan jawaban tertulis tugas rumah, yaitu
untuk materi membuat pertanyaan
4. Guru memberikan 4. Siswa menjawab berikutnya dan jawaban tertulis
kesempatan pada pertanyaan siswa untuk materi
siswa untuk lain(close book) berikutnya.
menjawab Keterangan: Penggabungan oleh Penulis
pertanyaan siswa
lain (close book)
5. Guru memberikan 5. Siswa
Secara eksplisit, Tabel 1 menggam-
kesempatan kepada mengklarifikasi barkan proses pembelajaran yang dilakukan
siswa untuk (open book) melalui dengan strategi pembelajaran RTM, dan
mengklarifikasi diskusi saling berorientasi salah satunya pada pengem-
(open book) melalui mengajar poin-poin bangan berpikir kritis.
diskusi saling yang belum jelas
mengajar poin-poin
yang belum jelas. b. Penelitian Eksperimen
6. Guru berkeliling 6. Siswa aktif dalam Data yang terkumpulkan melalui
memberi bimbingan diskusi instrumen penelitian dianalisis dengan
seperlunya kepada
kelompok siswa
menggunakan anakova. Hasil analisis
yang sedang selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.
berdiskusi.
7. Guru memberikan 7. Siswa merangkum Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Pengaruh
kesempatan kepada hasil diskusi secara Strategi Pembelajaran dan
siswa untuk individu dan
merangkum hasil kelompok. Kemampuan Akademik terhadap
diskusi secara Kemampuan Berpikir Kritis
individu dan Siswa
kelompok. Type III Rata-
8. Guru memberikan 8. Siswa memprediksi ource Sum of df rata F Sig.
kesempatan kepada (mengkonfirmasikan Squares Square
siswa untuk atau membuktikan Correcte
8799.297(a) 10 879.930 18.147 .000
memprediksi kebalikannya d Model
Intercept 71246.43
(mengkonfirmasikan hipotesis mengenai 71246.433 1 1469.336 .000
3
atau membuktikan apa yang akan terjadi Prekbk 34.867 1 34.867 .719 .398
kebalikannya berikutnya)
hipotesis mengenai Strategi 4192.755 4 1048.189 21.617 .000
apa yang akan terjadi Akademi
3060.904 1 3060.904 63.126 .000
berikutnya) 9. Salah satu kelompok k
9. Guru memberikan presentasi hasil Strategi
kesempatan salah kegiatan kelompok. *
1191.975 4 297.994 6.146 .000
Akademi
satu kelompok k
presentasi hasil Error 8970.438 185 48.489
kegiatan kelompok.
10.Guru memberikan 10. Siswa membuat self Total 1036153.457 196
kesempatan siswa assessing terhadap Correcte
17769.735 195
membuat self materi yang telah d Total
assessing terhadap dipelajari, dengan
materi yang telah menuliskan pada Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat
dipelajari, dengan LKS.
bahwa signifikansi terkait strategi maupun
menuliskan pada
LKS. kemampuan akademik sama-sama sebesar
C. Kegiatan Penutup C. Kegiatan Penutup 0,000. Oleh karena itu HO yang terkait
1. Memberikan 1. Siswa saling strategi maupun kemampuan akademik
kesempatan kepada menyamakan ditolak dan hipotesis penelitiannya masing-
siswa menyimpulkan persepsi
dari hasil refklesi menyimpulkan dari
masing diterima. Oleh karena makalah ini
materi yang baru hasil refklesi materi ditulis hanya berdasarkan hasil penelitian
dipelajari dan yang baru dipelajari terkait strategi pembelajaran RTM dan
menuliskan pada dan menuliskan pada konvensional, maka berikut ini ditunjukkan
jurnal belajar jurnal belajarnya.
hasil uji LSD yang hanya mencakup kedua
2. Memberikan kesem-
patan kepada siswa 2. Siswa strategi itu.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 50


Tabel 3. Hasil Uji LSD Pengaruh Interaksi Strategi Pembelajaran dan Kemampuan
Akademik terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
KEMAMPUAN
STRATEGI XKBK YKBK SELISIH KBKCOR Notasi
AKADEMIK
3=Konvensional 2=bawah 9,592 62,535 52,943 62,283 a
3=Konvensional 1=atas 11,329 65,496 54,167 65,483 a
5=RT+M 2=bawah 10,316 70,591 60,275 70,439 b

5=RT+M 1=atas 10,520 82,848 72,328 82,723 c

Dari hasil uji LSD pengaruh strategi tinggi 13,09% dari rata-rata kemampuan
pembelajaran, terungkap adanya perbedaan berpikir siswa berkemampuan akademik
rata-rata skor kemampuan berpikir siswa rendah yang belajar dengan strategi konven-
pada kelompok perlakuan dan kelompok sional.
kontrol. Rata-rata skor terkoreksi kemampu- Diketahui juga bahwa terdapat perbe-
an berpikir siswa yang tertinggi terlihat pada daan peningkatan kemampuan berpikir
kelompok perlakuan dengan strategi RTM, siswa setelah pembelajaran, terlihat pada
berbeda nyata dengan rata-rata skor terko- kemampuan berpikir siswa berkemampuan
reksi kemampuan berpikir siswa pada ke- akademik tinggi yang belajar dengan strategi
lompok strategi pembelajaran konvensional. pembelajaran RTM, yang meningkat lebih
Secara persentase dapat diurutkan bahwa tinggi yaitu 687,528%, dibandingkan dengan
rata-rata skor terkoreksi kemampuan ber- skor rata-rata siswa berkemampuan akade-
pikir siswa pada kelompok strategi RTM mik rendah yang belajar dengan strategi
sebesar 76,581 lebih tinggi 19,87% dari rata- RTM yang meningkat 584,286%. Dalam hal
rata kemampuan berpikir siswa pada strategi ini rata-rata skor kemampuan berpikir siswa
pembelajaran yang belajar dengan strategi berkemampuan akademik tinggi meningkat
konvensional yaitu 63,883. Hasil analisis lebih tinggi dari kemampuan awal diban-
juga memperlihatkan bahwa terdapat per- dingkan dengan rata-rata skor kemampuan
bedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis berpikir siswa berkemampuan akademik
siswa akademik tinggi dan siswa akademik rendah yang belajar dengan strategi RTM.
rendah. Rata-rata skor kemampuan berpikir
yang paling tinggi terlihat pada siswa DISKUSI HASIL PENELITIAN
berkemampuan akademik tinggi yaitu 1. Pengaruh Strategi Pembelajaran
76,134 dan lebih tinggi 12,34% dari rata-rata terhadap Kemampuan Berpikir Siswa
skor terkoreksi kemampuan berpikir siswa Berdasarkan hasil analisis data dike-
berkemampuan akademik rendah yaitu tahui bahwa mean skor kemampuan berpikir
67,766. kritis siswa yang dibelajarkan strategi RTM
Berdasarkan Tabel 3 skor rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan mean skor
kemampuan berpikir siswa berkemampuan kemampuan berpikir kritis siswa yang
akademik tinggi yang belajar dengan strategi dibelajarkan dengan strategi pembelajaran
pembelajaran RTM, lebih tinggi 17,44% dari konvensional. Dengan demikian dapat
rata-rata kemampuan berpikir siswa berke- dijelaskan bahwa, sintaks pembelajaran yang
mampuan akademik rendah yang belajar dikembangkan efektif untuk meningkatkan
dengan strategi pembelajaran RTM, dan kemampuan berpikir kritis siswa. Warouw
26,33% lebih tinggi dari rata-rata kemam- (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran
puan berpikir siswa berkemampuan akade- efektif apabila berlangsung sesuai tujuan
mik tinggi yang belajar dengan strategi pembelajaran dan sintak kegiatan pembe-
pembelajaran konvensional. Kemampuan lajaran yang telah direncanakan oleh guru.
berpikir siswa berkemampuan akademik Persentase mean skor kemampuan
rendah yang belajar dengan strategi pembe- berpikir kritis siswa yang dibelajarkan
lajaran RTM, lebih tinggi 7,56% dari rata- dengan strategi RTM lebih tinggi 16,58%
rata kemampuan berpikir siswa berkemam- dari mean skor keterampilan berpikir kritis
puan akademik tinggi yang belajar dengan siswa pada kelompok strategi pembelajaran
strategi pembelajaran konvensial, dan lebih konvensional (kelas kontrol). Tingginya skor

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 51


rata-rata kemampuan berpikir siswa yang tinggi lebih tinggi (atas) dibandingkan
belajar dengan strategi pembelajaran RTM dengan pada siswa berkemampuan akade-
merupakan implikasi dari sintaks pembela- mik rendah (bawah). Sejalan dengan itu
jaran yang telah dikembangkan sebelumnya. Presseisen dalam Costa, dkk (1985) menya-
Hasil analisis data juga memperlihatkan takan bahwa berpikir dasar yang dimiliki
bahwa terdapat peningkatan kemampuan siswa sangat menentukan keberhasilan siswa
berpikir kritis siswa pada akhir pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan ber-
dibandingkan dengan awal pembelajaran. pikir kritisnya. Dengan demikian dapat di-
Hal ini sesuai dengan Brown (1993) yang simpulkan siswa yang memiliki kemampuan
juga membuktikan bahwa strategi reciprocal akademik tinggi juga memiliki kemampuan
teaching dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang tinggi pula.
berpikir kritis dan keaktifan siswa. Temuan Pengajaran timbal balik (reciprocal
penelitian ini mendukung penelitian yang teaching) adalah strategi yang dapat
dilakukan oleh Ninuk (2007), Zubaidah membantu siswa dalam berpikir dan
(2007), dan Iyan (2008). Penelitian-pene- memahami tentang sebelum, pada saat dan
litian yang dilakukan sebelumnya ini telah setelah membaca teks (Doolittle, dkk.,
membuktikan bahwa penerapan strategi 2006).
pembelajaran RT terbukti dapat meningkat-
kan pemahaman siswa maupun kemampuan 2. Keunggulan dan Keefektifan Strategi
berpikir kritis siswa. Keunggulan strategi Pembelajaran RTM sebagai Temuan
RT + metakognitif adalah penekanannya Penelitian
pada aktivitas membaca dan menemukan Pengembangan strategi pembelajaran
informasi-informasi penting yang terdapat di dilakukan dengan menginfusi strategi meta-
dalam teks. kognitif ke dalam strategi pembelajaran
Temuan penelitian ini juga meng- Reciprocal teaching. Brown (1992) mem-
ungkapkan bahwa strategi pembelajaran buktikan bahwa strategi reciprocal teaching
RTM, efektif dan memiliki potensi member- dapat meningkatkan kemampuan berpikir
dayakan kemampuan berpikir kritis siswa. kritis dan keaktifan siswa. Atas dasar itu,
Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa maka sudah semestinya dikembangkan stra-
terdapat perbedaan skor kemampuan ber- tegi pembelajaran yang efektif meningkat-
pikir kritis pada siswa berkemampuan aka- kan kemampuan berpikir kritis siswa. Infusi
demik tinggi dan akademik rendah. Rata- strategi metakognitif ke dalam strategi pem-
rata skor terkoreksi kemampuan berpikir belajaran yang berorientasi pengembangan
kritis siswa berkemampuan akademik tinggi kognitif, diyakini dapat mengembangkan
lebih tinggi 12,34% dari rata-rata skor kemampuan berpikir kritis siswa.
terkoreksi kemampuan berpikir kritis siswa Self assessing sebagai bagian dari
berkemampuan rendah. Kemampuan ber- strategi metakognitif, dilakukan dengan
pikir kritis awal pada siswa berkemampuan prinsip siswa dilatih untuk melakukan eva-
akademik tinggi lebih tinggi dibandingkan luasi terhadap konsep-konsep yang telah
dengan kemampuan berpikir kritis awal pada diketahui, yang belum diketahui selama
siswa berkemampuan akademik rendah. pembelajaran, dan bagaimana mengembang-
Hasil tersebut memberikan gambaran kan pengetahuan yang telah diketahui.
bahwa kemampuan akademik mempenga- Kegiatan ini dilaksanakan pada bagian akhir
ruhi kemampuan berpikir kritis siswa. pembelajaran, dan siswa diwajibkan menu-
Penelitian lain yang sejalan dengan temuan liskan self assessing pada LKS yang disedia-
penelitian ini adalah penelitian yang kan guru. Dengan strategi self assessing,
dilakukan oleh Winarni (2006), Tindangen siswa dilatih untuk mengontrol proses
(2006), yang melalui hasil penelitiannya kognitifnya secara berkesinambungan dan
menyimpulkan bahwa siswa berkemampuan permanen sehingga menjadikan dirinya
akademik berbeda jika diberikan perlakuan sebagai pebelajar yang mandiri, karena
dengan strategi pembelajaran yang sama siswa dilatih untuk mengontrol proses-
akan menunjukkan hasil belajar yang proses berpikir selama pembelajaran.
berbeda pula. Lebih lanjut dijelaskan oleh Keunggulan strategi RTM adalah pe-
Susantini (2004), bahwa kemampuan ber- nekanannya pada aktivitas membaca dan
pikir pada siswa berkemampuan akademik menemukan informasi-informasi penting

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 52


yang terdapat di dalam teks. Pengembangan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
strategi RT + metakognitif merupakan upaya siswa. Sintaks pembelajaran RTM yang
mengintegrasikan strategi pembelajaran me- telah dijelaskan di atas, terlihat bahwa
takognitif secara sengaja dalam strategi langkah-langkah pembelajaran yang harus
pembelajaran untuk memberdayakan ke- diikuti oleh siswa dan guru dalam
mampuan berpikir kritis siswa. Langkah- pembelajaran merupakan langkah-langkah
langkah pembelajaran RTM menunjukkan yang dapat memberdayakan kemampuan
bahwa kegiatan awal siswa pada strategi ini berpikir kritis siswa. Hal ini sesuai dengan
adalah membaca bahan bacaan yang Marzano (1988) yang menjelaskan bahwa
diberikan oleh guru dan memikirkan rencana komponen berpikir kritis yang perlu dilatih
pertanyaan berdasarkan materi pembelajar- adalah: 1) melakukan induksi, 2) memberi-
an. Setelah itu, siswa diberikan kesempatan kan argumen, 3) melakukan evaluasi, dan 4)
untuk menjawab pertanyaan siswa lainnya memutuskan dan melaksanakan. Faisal
dan mengklarifikasi jawaban-jawaban yang (1997, dalam Marzuki, 2005) juga
belum jelas dengan menjadi tutor sebaya menjelaskan bahwa kegiatan menyusun atau
bagi siswa yang belum memahami materi mengajukan pertanyaan merupakan salah
pembelajaran. Setelah itu, siswa merangkum satu proses berpikir kritis siswa untuk
hasil dikusi secara individu serta mempre- menemukan dan menggali informasi, karena
diksi materi yang akan dipelajari berikutnya. siswa mempunyai rasa ingin tahu yang besar
Palincsar dan Klenk (1991) menjelaskan dalam memperoleh berbagai informasi.
melalui aktivitas memprediksi ini, siswa Kemampuan berpikir kritis siswa akan
dilatih untuk berpikir kritis dalam meng- mengalami peningkatan seiring dengan
ambil keputusan, dimana pengetahuan siswa strategi pembelajaran yang digunakan, oleh
akan menjadi sangat bermakna bila penge- karena itu pembelajaran harus
tahuan yang telah dibentuk diaplikasikan memberdayakan kemampuan berpikir kritis
pada berbagai situasi yang dihadapinya. siswa (Ibrahim, dan Nur, 2000).
Sementara itu, setelah memprediksi siswa
dapat memantau strategi dan waktu yang KESIMPULAN
telah digunakan untuk menyusun pertanyaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
dan jawaban serta melakukan evaluasi
1) Strategi RTM berpengaruh meningkat-
apakah strategi dan waktu yang digunakan
kan kemampuan berpikir siswa berke-
untuk menyusun pertanyaan dan jawaban
mampuan akademik tinggi maupun aka-
telah sesuai dengan tujuan pembelajaran.
demik rendah.
Langkah pembelajaran ini merupakan
2) Strategi pembelajaran RTM dapat dite-
bagian dari kegiatan siswa dalam melakukan
rapkan dalam pembelajaran Sains
klarifikasi. Orlick, dkk., (1998) menjelaskan
Biologi untuk mengembangkan kemam-
bahwa kegiatan mengklarifikasi jawaban
puan berpikir siswa.
atau mereview dapat memberikan informasi
tentang kinerja dan kemampuan berpikir
DAFTAR RUJUKAN
kritis siswa, apabila dari hasil prediksi
menunjukkan jawaban siswa hanya sebagian Corebima, A.D. 2005. Pelatihan PBMP
saja yang benar, maka siswa akan mencoba (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan)
merevisi kembali pemahamannya dengan pada Pembelajaran Bagi Para Guru dan
berbagai cara, seperti berdiskusi dan Mahasiswa Sains Biologi dalam Rangka RUKK
VA. 25 Juni.
membaca sumber-sumber yang relevan.
Untuk memperoleh jawaban melalui diskusi Brown, A. L., & Walton, M.I. 1993. Problem
maka siswa dibagi ke dalam kelompok- Posing:Reflection and Aplication. New Jersey:
kelompok untuk mendiskusikan topik yang Lwarences Elbow Association Ltd.
terdapat dalam bahan bacaan. Melalui Costa, L.A, 1985 Developing Minds, A Resource
kegiatan ini siswa akan saling bertukar Book for Teaching Thinking. Virginia:
informasi terkait dengan hasil eksplorasi Association for Supervision and Curriculum
bahan bacaan. Development (ASCD).
Pengintegrasian strategi metakognitif Depdiknas. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
pada strategi pembelajaran RT dapat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta:
memberikan tambahan aktivitas yang dapat Depdiknas.

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 53


Doolittle, P. E., Hicks. D., Triplett, C. F., Guide to Better Instruction. New York:
Nichols, W. D., Young, C. A. 2006. Reciprocal Houghton Mifflin Company.
Teaching for Reading Comprehension in Higher
Palincsar, A. S., & Klenk, L. 1991. Dialogues
Education: A Strategy for Fostering the Deeper
Promoting Reading Comprehension. In B.
Understanding of Texts. International Journal of
Means, C. Chelemer, & M. S. Knapp (Eds),
Teaching and Learning in Higher Education,
Teaching Advanced Skill to At-Risk Students
Volume 17, Number 2, 106-118 ISSN 1812-
(pp.112-140) San Francisco: Jossey-Bass.
9129. http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE1.
Diakses 5-4-2008 Proulx, G. 2004. , Integrating Scientific Method
& Critical Thinking in Classroom Debates On
Geremek, B. 1996. Education For the Twenty-
Environmental Issues. The American Biology
First Century. Paris Inter-Conference on
Teacher, Volume 66 No 1.
Education, Science, Culture and Commucation
on the Eve of the 21st Century (Report 1) 21 May Slavin, S.E. 2000.Educational Psychology,
1996. Theory and Practice. Sixth Edition. Boston:
Allyn and Bacon Publishers.
Hart, D. 1994. Authentic Assessment A
Handbook for Educators. New York: Addison- Suriasumantri, J. S. 2005. Filsafat ilmu. Sebuah
Wesley Publishing Company. Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
harapan.
Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M, dan
Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif, edisi 1. Susantini, 2004. Strategi Metakognitif dalam
Surabaya: Unesa University Press. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan
Kualitas Proses Pembelajaran Genetika di SMA.
Iyan, H. 2008. Meningkatkan Membaca
Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 12(1):62-73.
Pemahaman Siswa Melalui Strategi Pengajaran
Timbal Balik Pada Siswa Tahun Kedua MTs Tim Broad Based Education (BBE). 2002.
Negeri Pasir Sukarayat Rangkasbitung. Program Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life
Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Program Skill) Melalui Pendekatan Broad Based
Pascasarjana. Tesis Tidak diterbitkan Malang: Education (BBE). Jakarta : Departemen
PPs Universitas Negeri Malang. Pendidikan Nasional.
Kemp, J.E., Morrison, G.R., dan Ross, S.M. Tindangen, M. 2006. Implementasi
1994. Designing Effective Instruction. New Pembelajaran Kontektual Peta Konsep Biologi
York: MacMilan College Publishing Company. SMP pada Siswa Berkemampuan Awal Berbeda
di Kota Malang dan Pengaruhnya terhadap
Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Hasil
Overview State Univ. Of New York at Buffalo,
Belajar kognitif. Disertasi Tidak di Terbitkan.
(Online),
Malang: Program Pascasarjana UM.Warouw,
http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/me
Z.W.M. 2008a. Sintaks, Strategi Metakognitif
tacog.htm. Diakses 18 Desember 2007
dengan Reciprocal Teaching pada Pembelajaran
Marzano, R. J., Brandt, R. S., & Ges, C. S. 1988. Biologi. Bioedukasi: Jurnal Biologi dan
Dimension of Thinking A Framework For Pembelajaran 6 (2): 179-185.
Currículo and Instruction. Alexandra, Virginia:
Warouw, Z.W.M. 2008. Sintaks, Strategi
Assosiation For Supervisoons and Curriculum
Metakognitif dengan Reciprocal Teaching pada
Development (ASCD).
Pembelajaran Biologi. Bioedukasi: Jurnal
Marzuki M. R. E. 2005. Implementation of Biologi dan Pembelajaran 6 (2): 179-185.
Reciprocal Teaching Strategy in Jigsaw Model in
Wiersma, W. 1995. Reseach Methods In
order to Improve Competence and Response of
Education. Sixth Edition. Boston: Allyn and
Students on the Learning of Concept of Human
Bacon.
Reproduction System in Grade II of SMAN 10
Malang. Thesis. Not Publicized. Post Graduate Winarni, E. W. 2006. Pengaruh Strategi
Program. Malang State University. Pembelajaran Terhadap Pemahaman Konsep
IPA-Biologi, Kemampuan Berpikir Kritis, dan
Ninuk I. 2005. The Implementation of Reciprocal
Sikap Ilmiah Siswa Kelas V SD dengan Tingkat
Teaching Method for The Teaching of ESP at the
Kemampuan Akademik Berbeda di Kota
Biology Departement of the State University of
Bengkulu. Disertasi Tidak Dipublikasikan.
Malang. Program Studi Pendidikan Bahasa
Malang: PPs Universitas Negeri Malang.
Inggris. Tesis. Tidak Diterbitkan. Program
Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Orlich, D.C., Harder, R.J., Callahan, R.C.,
Gibson, H.W. 1998. Teaching Strategies.: A

SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 54


SEMNAS MIPA 2010 UMUM - 55

You might also like