You are on page 1of 97

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


bulan September 2000 yang dihadiri 189 negara anggota menyepakati dan
mengadopsi tujuan milenium atau (MDGs), salah satunya dalah memerangi
penyakit menular.

Visi DEPKES yaitu “ masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat” dan misi
”membuat rakyat sehat”, Salah satu dari pelaksanan untuk mencapai visi tersebut
maka Badan Litbangkes Depkes mengadakn Riset Kesehatan Dasar1).

Sesuai dengan 2 pernyataan diatas maka peneliti bermaksud untuk memaparkan


3 penyakit menular yang merupakan hasil dari data riskesdas 2007, hal- hal yang
melatar belakangi pemilihan 3 penyakit tersebut adalah adanya data- data
dibawah yang menyatakan bahwa Pneumonia, Typhus/ Paratpyhus dan Hepatitis
masih merupakan masalah kesehatan yang serius di Indonesia.

Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community based
data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari
dinkes kabupaten/kota serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based
data) yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan memberi informasi bahwa
pada pola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun
2005 menyatakan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) 1,117,179
(7,05%) menduduki peringkat pertama dan pada pola 10 penyakit pasien rawat
nginap di rumah sakit tahun 2005, Demam Tifoid dan Paratifoid 81,116 (3,15%)
2
menduduki tempat kedua ). Dalam istilah ISPA dan Pneumonia program
menjelaskan bahwa pneumonia merupakan bagian dari ISPA.

1
Kasus hepatitis secara nasional mengalami fluktuasi dalam 5 tahun terakhir yang
tercermin dalam Angka insiden (AI) per 10.000 penduduk. Tahun 2001 tercatat AI
sebesar 1,3 jumlah kasus (26,75) yang kemudian turun menjadi 0,60 (jumlah
kasus 12,99) pada tahun 2002. Kasus hepatitis mengalami peningkatan tahun
2003 dengan AI sebesar 1,40 (jumlah kasus 29,59) yang kemudian kembali turun
pada tahun 2004 menjadi 0,56 (jumlah kasus 12162). Setelah sempat turun AI
kembali merangkak naik menjadi 0,9 (jumlah kasus 20,33) pada tahun 2005.
Menurut laporan pada tahun 2005, jumlah kasus hepatitis klinis yang dirawat jalan
di rumah sakit sebanyak 2.933 kasus, yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak
1.639 kasus dengan kematian pada 8 kasus, dan yang dirawat di puskesmas
13.938 kasus 3).

Determinan karakteristik individu yang dipakai adalah jenis kelamin, beberapa


literatur menyatakan jenis kelamin perlu diukur sebagai determinan karena ada
beberapa teori gen yang menyebutkan adanya perbedaan strukur gen pada laki-
laki dan perempuan akan dapat menyebabkan respon terhadap suatu penyakit,
atau juga kemungkinan terjadi perbedaan aktivitas antara 2 kelompok tersebut,
sedang umur, hal ini untuk mengetahui resiko yang terjadi dari setiap golongan
umur, seperti umur tua diyakini makin banyak terpapar berbagai macam penyakit
3,4,)
menular, dan imunitas semakin turun, .

Determinan karakteristik keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan, pengeluaran


perkapita, dan jumlah balita dalam keluarga. Variabel pendidikan merupakan
suatu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan
manusia suatu negara, melalui pengetahuan dan pendidikan ada beberapa
perilaku yang berkontribusi terhadap derajat kesehatan. Pada variabel pekerjaan
dipercaya ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan karena
pada sekelompok pekerja tersebut diyakini beresiko terpapar agent penyakit
sehingga kalau imunitas mereka turun akan sangat beresiko untuk sakit . Sedang
pengeluaran perkapita dipakai sebagai ukuran kesejahteraan suatu keluarga atau
sosial ekonomi, variabel ini berguna untuk menentukan keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu negara, hubungannya dengan derajat kesehatan
adalah sosial ekonomi sangat menentukan perilaku seseorang dalam
2
menerapkan kesehatan, karena adanya desakan atau faktor prioritas kebutuhan
hidup seseorang disamping pertimbangan kesehatan, hal ini terbukti adanya
beberapa penyakit yang sangat banyak terjadi pada kelompok sosial ekonomi
rendah. Determinan jumlah balita dalam rumah tangga dianggap sebagai faktor
adanya resiko sakit didalam suatu keluarga, karena makin banyak balita maka
makin banyak anak yang sangat bergantung pada orang dewasa, jumlah balita
yang ideal adalah 1 keluarga terdapat 1 balita, sehingga perhatian orang tua fokus
dalam memelihara kesehatan dan tumbuh kembang balita, apabila dalam
keluarga tersebut terdapat banyak balita sedang yang menjaga hanya 1 atau 2
orang atau hanya terdapat 1 atau 2 orang dewasa, maka bisa disimpulkan
mahkluk yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri ini sangat rentan untuk terkena
penyakit 3,4,5,6,7,8,9).

Beberapa determinan penyakit menular kebanyakan adalah karena sanitasi


lingkungan, kondisi rumah, akses dan pemanfaatan dan beberapa karakteristik
individu hal ini sudah sesuai dengan teori HL blum dan beberapa referensi yang
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16
tidak mungkin disebutkan disebutkan satu persatu ).

Data riskesdas tahun 2007 terdiri dari; 22 pertanyaan (10 variabel penyakit
menular) tentang data morbiditas dari penyakit menular dari 50 pertanyaan (21
variabel penyakit yang digali). Dari 10 variabel tersebut hanya 7 penyakit yang
merupakan variabel penyakit menular langsung.

Dan beberapa determinan morbiditas pada penyakit menular langsung


(Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis), yang dicari hubungannya adalah:
umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin (gender), status hamil, tempat tinggal
bisa rural urban atau kabupaten hal ini dimungkinkan karena budaya yang
berbeda, sosial ekonomi, sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan.

3
1.2. Perumusan Masalah

Data riskesdas tahun 2007 yang mengambil data dimasyarakat, dan juga
merupakan riset dasar merupakan daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk
menampilkan hasil riset ini agar menarik dan berguna bagi semua pihak, walapun
masih ada kekurangan dari beberapa variabel yang ada, terutama variabel
penggalian penyakit menular langsung, menimbang masalah morbiditas masih
didominasi penyakit menular, maka data morbiditas penyakit menular langsung
(Pneumonia, Typhus/Paratyphus dan hepatitis B)menurut determinan yang ada
dirasakan penting untuk membantu pelaksanaan kerja yang lebih efektif bagi
penentu kebijakan dan penanggulangan penyakit menular langsung. Dan
sepanjang pengetahuan peneliti belum ada orang yang meneliti atau
menampilkan data hubungan morbiditas penyakit Pneumonia,
Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan determinannya pada data riskesdas 2007.

1.3. Pertanyaan Peneliti

Bagaimana situasi morbiditas karena penyakit menular langsung


(Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis) di Indonesia? Dan determinan
apakah yang paling dominan setiap penyakit tersebut ?

1.4.Tujuan

1Tujuan Umum
Memperoleh faktor determinan yang dominan pada penyakit menular
langsung Pneumonia, Typhus/Paratyphus, Hepatitis ) yang menyebabkan
morbiditas dan di Indonesia.

2.Tujuan Khusus
1. Mencari hubungan antara morbiditas penyakit Pneumonia,
Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan faktor determinant status individu
(umur, jenis kelamin,) .

4
2. Mencari hubungan antara morbiditas penyakit Pneumonia,
Typhus/Paratyphus, Hepatitis dengan faktor determinant keluarga/
lingkungan seperti sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan, jumlah balita
dan asal daerah/ tempat tinggal, sanitasi lingkungan ,akses dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.

1.5.Manfaat

1. Bermanfaat bagi perencanaan dan evalusi program penanggulangan


penyakit menular langsung (Pneumonia, Typhus/Paratyphus,Hepatitis )
2. Bermanfaat bagi rekan-rekan peneliti kelompok penelitian menular
langsung untuk menindaki penelitian dasar ini secara mendalam, baik
sampai pelacakan pada pemeriksaan laboratorium atau mengetahui
wilayah potensial penyakit tersebut.

5
BAB 2
METODOLOGI

2.1.Kerangka Teori

HL Blum:

Lingkungan

Pelayanan
Perilaku Status Kesehatan Kesehatan

Herediter

6
2.2.Kerangka pikir

Status Individu:
- Umur
- Jenis kelamin

Status keluarga:
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Status sosek Morbiditas karena:
- Jumlah balita 1. Pneumonia
2. Demam Typhoid/typhus
Lingkungan: 3. Hepatitis/Lever/Kuning
- Sanitasi lingkungan
- Asal daerah(desa/kota)
- Sosial ekonomi

akses ke pelayanan kesehatan


Dan pemanfaatan pelayanan
kesehatana

7
2.3. Tempat dan Waktu Penelitian:

Penelitian ini adalah penelitian analisa lanjut data riskesdas 2007 yang
dilaksanakan seluruh Indonesia maka analisa data ini akan di laksanakan
di Badan Litbangkes DEPKES ( 4 bulan)

2.4. Desain:
Crosseksional

2.5. Jenis Penelitian;


Deskriptif analitik

2.6. Populasi dan Sampel:


Populasi Riskesdas kesmas 2007-2008 adalah sama dengan Susenas
2007, yaitu penduduk Indonesia yang terpilih dalam sampling susenas
secara systematik random.; yaitu terpilih 278.352 rumah tangga yang
tersebar di 17.397 BS(blok sensus)di seluruh kabupaten atau kota di
Indonesia.

2.7. Cara Pemilihan dan Estimasi Sampel;


Cara pemilihan sample susenas 20007 dilakukan dengan memilih sejumlah
blok sensus secara PPS (probability Proportional to size) dari kerangka
sampel blok sensus, kemudian memilih 16 rumah tangga secara sistematik
random sampling dari tiap blok sensua biasa; untuk blok sensus besar,
memilih terlebih dahulu subblok sensus secara PPS, dan kemudian baru
memilih 16 rumah tangga secara sistematik random sampling.

2.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel:


Inklusi:
Semua responden yang mengisi pertanyaan.
RKD BLOK II NO.2
8
RKD07.RT BLOK 1 pengenalan tempat,
BLOK IV kolom 3,4,5,7,8,9;
BLOK V; dan
RKD07 AV1 umur  29 kuesioner no 26 dan 27
RKD07 AV2 no 36
RKD07 AV3 no 69
BLOK VI no1- 11;
BLOK VII, no 1-14;
BLOK X A, B no 5,6, no 19-20;
BLOK X D no 1-9
BLOK XI no 1-2

Eksklusi:
apabila variabel diatas ada yang tidak lengkap

2.9. Variabel
Variabel dependent:
Morbiditas:
- Pneumonia ( semua kelompok umur)
- Demam typhoid (semua kelompok umur)
- Hepatitis/sakit liver/sakit kuning ( semua kelompok umur)

Variabel independent:
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Akses ke pelayanan kesehatan
- Sanitasi lingkungan
- Asal daerah(desa atau kota)
- Wilayah

2.10. Cara Pengumpulan data:


9
Data yang dianalisa adalah data riskesdas 20007-2008 dikumpulkan
oleh tim pewawancara yang terdiri dari 4 orang, dan mendatangi rumah
responden untuk melakukan wawancara dan pengukuran.Kuesioner
yang digunakan terdiri dari kuesioner rumah tangga, kuesioner individu,
Untuk kegunaan analisa ini maka cara mengumpulkan data dengan
cara,
- Mengajukan permohonan penggunaan data kepada tim manajemen
data riskesdas 2007-2008.

2.11. Bahan dan Cara Kerja


- Menentukan variabel yang akan diperlukan
- Meneliti kelengkapan data yang diperoleh
- Melakukan analisa;

2.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data


- Dilakukan analisa data menggunakan komputer dengan program SPSS
versi 16; baik secara univariat, bivariat, dan multivariat (logistik regresi)

2.13. Definisi Operasional


1. Variabel Dependent
Morbiditas penyakit penular langsung yaitu:
Kesakitan yang disebabkan oleh 3 penyakit dibawah ini:
1.1. Pneumonia:
Radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi
disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas > 50kali/menit)
sesak dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang).
Pada morbiditas Pneumonia:
Penderita penyakit pneumonia paru baik didiagnosa tenaga kesehatan
maupun bukan tenaga kesehatan.
1. D (Diagnosa) atau 2. G (Gejala)

10
Ditanyakan dalam 1 bulan terakhir

1.2. Demam Typhoid:


Penyakit infeksi perut yang disebabkan salmonella typhii. Gejala demam
typhoid adalah infeksi perut yang ditandai dengan demam, biasanya suhu
badan meningkat mulai sore hari dan menurun pagi hari, disertai dengan
sakit kepala, permukaan lidah kotor, tebal berwarna putih kekuningan
dengan pinggiran lidah berwarna merah (bedakan pada balita lidah putih
karena minum susu), dapat disertai dengan gangguan pencernaan berupa
diare atau buang air besar sulit. Kadang-kadang disertai nyeri perut atau
nyeri diulu hati.
Morbiditas demam Typhus: penderita demam typhoid yang sudah
didiagnosa tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan.
1. D (Diagnosa) atau G (Gejala)

Ditanyakan dalam 1bulan terakhir

1.3. Hepatitis/Sakit Liver/Sakit Kuning:


Penyakit infeksi hati yang disebab oleh virus hepatitis A, B, C, D atau E.
Gejala hepatitis ditandai dengan demam. Lesu. Hilang nafsu makan, mual,
nyeri pada perut kanan atas, mual, muntah, disertai urin warna coklat yang
kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata
karena tingginya bilirubin dalam darah.
Morbiditas hepatitis: penderita hepatitis yang sudah didiagnosa oleh
tenaga kesehatan atau ditemukan pada saat wawancara riskesdas.
1. D (Diagnosa) atau G (Gejala)
Ditanyakan dalam 12 bulan terakhir

2. Variabel Independent
1. Status Individu
1.1. Jenis kelamin: jelas pada beberapa penyakit ada perbedaan resiko
biarpun tidak langsung, karena hal ini ada kaitannya dengan kegiatan
aktifitas menurut jenis kelamin (beberapa referensi menyebutkan pada

11
pneumonia banyak terjadi pada laki-laki, typhus dan hepatitis pada
kelompok laki-laki)
Kode 1; laki laki atau kode 2; perempuan.

1.2. Umur:
Dihitung dalam tahun dengan pembulatan kebawah atau umur pada
ulang tahun yang terakhir, kelompok umur pad penyakit pneumonia dan
hepatitis menurut teori makin tua makin banyak terpapar, sedang pada
penyakit typhoid kelompok umur sekolah yang banyak menderita sakit
typhus paratyphus

2. Karakteristik keluarga
2.1.Pendidikan (khusus untuk ART yang ≥ 10 tahun)
Kondisi pendidikan merupakan salah satu faktor yang kerap kali
ditelaah dalam menukur tingkat pembangunan manusia, Melalui
pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku
kesehatan. .
Kode 1 = Tidak pernah sekolah. Termasuk didalamnya adalah yang
belum sekolah karena belum mencapai usia sekolah.
Kode 2 = Tidak tamat SD. Termasuk tidak tamat madrasah ibtidaiyah
(MI)
Kode 3 = Tamat SD. Termasuk tamat madrasah ibtidaiyah/ Paket A dan
tidak tamat SLTP/MTs
Kode 4 = Tamat SLTP. Termasuk tamat madrasah Tsanawiyah (MTs)/
Paket B dan tidak tamat SLTA/MA
Kode 5 = Tamat SLTA. Termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA) Paket C,
D1, D3 mahasiswa drop-out.
Kode 6 = Tamat Perguruan Tinggi. Termasuk tamat Strata-1, Strata-2,
Strata-3.
2.2. Pekerjaan Utama (khusus ART ≥ 10 tahun)
Beberapa pekerjaan ada hubungan dengan resiko penyakit, hal ini
disebabkan karena keadaan tempat kerja yang tidak memungkinkan
12
berperilaku sehat, atau hal ini juga berhubungan dengan sosial
ekonomi.
Tanyakan kepada setiap ART berumur 10 tahun atau lebih mengenai
pekerjaan responden.
Kode 1 = Tidak bekerja adalah sedang mencari pekerjaan,
mempersiapkan suatu usaha, atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja.
Kode 2 = Sekolah, adalah kegiatan bersekolah di sekolah formal baik
pada pendidikan dasar, pendidikan menengah atau pendidikan tinggi
yang di bawah pengawasan Depdknas, departemen lain maupun
swasta.
Kode 3 = Mengurus Rumah tangga adalah kegiatan mengurus rumah
tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan
upah/gaji.
Kode 4 = TNI/Polri, bekerja di pemerintahan sebagai angkatan darat,
angkatan laut, angkatan udara dan kepolisian.
Kode 5 = Pegawai Negeri Sipil (PNS), bekerja di pemerintahan sebagai
pegawai negeri sipil.
Kode 6 = Pegawai BUMN adalah pegawai pemerintah yang non PNS
misalnya pegawai Telkom, PLN, PTKA.
Kode 07 = Pegawai Swasta adalah pekerja yang bekerja pada
perusahaan swasta.
Kode 08 = Wiraswasta/pedagang, orang yang melakukan usaha
dengan modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar
atau eceran.
Kode 09 = Pelayanan Jasa, orang yang bekerja secara mandiri dan
mendapatkan imbalan atas pekerjaannya. Misalnya jasa tramsportasi
seperti sopir taksi, ojek.
Kode 10 = Petani adalah pemilik atau pengolah bahan pertanian,
perkebunan yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.
Kode 11 = Nelayan, orang yang melakukan penangkapan dan atau
pengumpulan hasil laut (misalnya ikan).

13
Kode 12 = Buruh, pekerja yang mendapatkan upah dalam mengolah
pekerjaan orang lain (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat angkut,
buruh pekerja).
2.3.Sosial ekonomi : menurut acuan BPS ada 5 :
1. Terendah
2. Kuintil 2
3. Kuintil 3
4. Kuintil4
5. Terkaya
2.4. Jumlah balita: Jumlah anak dibawah lima yang dipunyai dalam rumah
tangga responden dibagi menjadi
1. Jumlah balita 5 orang keatas
2. Jumlah balita 4 orang
3. Jumlah balita 3 orang
4. Jumlah balita 2 orang
5. Jumlah balita 1 orang
6 Tidak mempunyai balita
Kode 13 = Lainnya

3. Karakteristik lingkungan
3.1. Wilayah
Menurut propinsi tetapi tidak sampai ke analisa bivariat, sedang menurut
beberapa referensi penyakit pneumonia banyak dikota besar, penyakit
tipus dan hepatitis banyak dipedesaan.
Menurut kelompok ada 5 kelompok pulau
1. Jawa dan Bali
2. Sumatera
3. Kalimantan
4. Sulawesi
5. NTT dan NTB
6. Maluku dan Papua

3.2. Menurut daerah administrasi

14
1. Kota
2. Desa
3.3.Sanitasi Lingkungan (BlokVII)
Menurut teori penyakit menular sangat ditentukan oleh sanitasi
lingkungan baik rumah maupun lingkungan luar rumah, karena itu
beberapa teori menyebutkan bahwa perlu ada rumah sehat, untuk
meningkatkan kesehatan seseorang 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17).
Rumah sehat yang dipakai referensi adalah persyaratan perumahan
Menkes RI no. 829/Menkes/SK/VII/ 1989 antara lain:
1. Tidak terletak dekat daerah pembuangan akhir sampah
2. Tidak teletak pada daerah asap (pembakaran)
3. Kualitas udara lingkungan bebas gas beracun dan berbau
(Gas sulfur melebihi 0,10 ppm)
4. Debu tidak melebihi 350 mm³/m2 per hari
5. Kualitas Air Tanah harus memenuhi air baku sesuai undang2
6. Tersedia sumber Air bersih memenuhi persyaratan kesehatan
7. Bebas dari hewan pembawa penyakit (unggas,nyamuk, dsb)
8. Bahan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yg dpt
berkembangnya mikro organisme
9. Tersedia tempat pembuangan sampah
10. Kepadatan hunian:Ruang tidur minimal 8 meter, tidak
dianjurkan tinggal > dari 2 orang (tidak mendapatkan data)
3.3.1. Berapa jumlah pemakaian air untuk keperluan rumah tangga
Tujuan pertanyaan ini untuk mengetahui berapa volume air yang
biasanya digunakan untuk keperluan seluruh kegiatan anggota
rumah tangga dalam sehari, baik untuk kebutuhan minum,
memasak, mandi, cuci, maupun keperluan lain seperti buang air
besar, cuci peralatan, cuci kendaraan, dan menyiram tanaman.

Bila menggunakan sumber air dari PAM, tanyakan berapa meter


kubik pemakaian air dalam sebulan sesuai dengan rekening,
kemudian dibagi jumlah hari dalam sebulan. Pemakaian semua
kegiatan dilakukan disungai, pemakaian air dianggap menggunakan

15
20 liter per hari per orang, dan referensi ini yang dipakai untuk
mengukur kecukupan air seseorang.

Dibuat menjadi 2 kategori:

1. Kurang dari 20 liter perorang


2. Lebih atau sama dengan 20 liter perorang
3.3.2. Bagaimana kualitas fisik air minum?
Pertanyaan ini untuk mengetahui kualitas fisik air minum yang
digunakan ART( anggota Rumah Tangga). Kualitas fisik tersebut
meliputi kondisi air minum menurut persepsi responden yang terlihat
oleh mata secara visual, tercium oleh indra pencium, dan terasa oleh
lidah seperti: keruh, berwarna, berasa, berbusa, berbau.
Isi kode 1. Ya
2.Tidak
3.3.3. Bagaimana pengolahan dilakukan pengolahan air sebelum diminum?
Tujuan pertanyaan ini untuk mengetahui air minum yang tersedia
sebelum digunakan atau dikonsumsi dilakukan perlakuan
1. Tidak diolah : apabila langsung diminum
2. Diolah : Dimasak, Disaring, Diberi bahan kimia, dan lainnya

3.3.4. Dimana tempat penampungan air limbah dari kamar mandi/dapur/


tempat cuci?
Tempat penampungan air limbah/air kotor yang berasal dari kamar
mandi, tempat cuci, dan dapur.
Kode: 1. Tidak ada: tanpa penampungan (ditanah) atau langsung
kegot/kesungai
2.Ada penampungan : baik terbuka maupun tertutup

3.3.5. Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur/


tempat cuci?
Pertanyaan ini untuk mengetahui kondisi konstruksi saluran air
limbah/air kotor yang dialirkan dari kamar mandi, tempat cuci, dan
dapur menuju sarana pembuangan air limbah (SPAL) atau
sejenisnya.
16
Kode jawaban jenis saluran pembuangan air limbah
1. Saluran terbuka
2. Saluran tertutup
3.3.6. Apakah tersedia tempat pembuangan sampah di luar rumah?
Tempat pembuangan sampah diluar rumah artinya di luar bangunan
induk rumah, seperti dihalaman samping, depan atau dibagian
tertentu yang merupakan tempat pengumpulan sampah yang dimiliki
oleh rumah tangga tersebut. Ketersediaan tempat sampah dalam
berbagai bentuk dan kondisi
Kode 1. Tidak ada
2.Ada
3.3.7. Bila ya, apakah jenis tempat pengumpulan/penampungan sampah
rumah tangga tersebut?
Pertanyaan ini untuk mengetahui jenis tempat
pengumpulan/penampungan sampah diluar rumah yang dimiliki
rumah tangga responden.
Kode 1. Tempat sampah terbuka
2. Tempat sampah terbuka
3.3.8. Apa jenis hewan ternak yang dipelihara?
Tujuan pertanyaan untuk mengetahui keberadaan faktor risiko
terjadinya beberapa penyakit menular karena disebabkan
lingkungan seperti hepatitis, pneumonia,/flu karena hal ini
dihubungkan dalam syarat rumah sehat.
Kode: 1. Ya pelihara baik unggas, ternak sedang atau ternak besar
atau anjing dan sejenisnya.
2. Tidak pelihara
3.3.9. Apakah hewan peliharaan dikandangkan?
1. tidak dikandang
2. DiKandang
3.3.10. Jarak rumah dengan sumber pencemaran?
Sumber pencemaran baik oleh air, udara, tanah, bau, suara, radiasi
1. Ada sumber pencemaran
2. Tidak ada kode isian 9999
17
3.4.Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Hal ini berhubungan dengan apakah fasilitas kesehatan yang didirikan


pemerintah bisa diakses oleh responden, dan hal ini tentunya mereka
memanfaatkan atau tidak, sayang dalam penelitian ini pemanfaatan hanya
ditanyakan pada fasilitas kesehatan karena swadaya masyarakat seperti
posyando, polindes dan POD dan hal ini memang menurut teori Blum akan
menentukan derajat kesehatan seseorang.
3.4.1. Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan profesional
terdekat (rumah sakit, puskesmas, Pustu, Dokter praktek, Bidan
praktek), atau (Posyandu, Poskesdes, Polindes) :
Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya
kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih
dari 30 menit. (kode 1)
3.4.2. Berapa waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan swadaya
masyarakat terdekat (Posyandu, Poskesdes, Polindes) :
Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya
kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih
dari 30 menit. (kode 1)
3.4.3.Gabung waktu tempuh baik ke sarana kesehatan profesional maupun
swadaya masyarakat
Dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dekat artinya waktu tempuhnya
kurang dari 30 menit (kode 2), sedang yang jauh waktu tempuhnya lebih
dari 30 menit. (kode 1)
3.4.4.Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan
posyandu/poskesdes 3 bulan terakhir (jelas)
Jawaban yang ada
1. Tidak
2. Ya
3.4.5. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan
polindes/bidan desa, dalam 3 bulan terakhir (jelas)
Jawaban yang ada
1. Tidak

18
2. Ya
2.7.6. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan
polindes/bidan desa dalam 3 bulan terakhir (jelas)
Jawaban yang ada
1. Tidak
2. Ya
2.7.7. Apakah rumah tangga ini pernah memanfaatkan pelayanan pos obat
desa (POD)/ warung obat desa (WOD) dalam 3 bulan terakhir (jelas)
Jawaban yang ada
1. Tidak
2. Ya
2.7.8. Gabung penggunaan ketiganya manfaat posyandu, polindes dan
POD
Jawaban yang ada
1. Tidak
2. Ya
2.7.9. Adanya sarana transportasi ke fasilitas kesehatan
1. Tidak
2. Ada

19
BAB III
HASIL PENELITIAN

Data diberikan dalam bentuk set data yang berupa CD. Sedang pada
kelengkapan variabel, semua variabel ada, kecuali data kepadatan hunian,
karena sesuatu hal maka peneliti melakukan analisa data tanpa menunggu data
kepadatan hunian.

3.1. ANALISA UNIVARIAT

Pneumonia merupakan kelanjutan dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)


yang mengenai jaringan paru – paru atau ISPA berat. Pneumonia merupakan
penyakit menular yang menyebabkan kematian utama, terutama pada balita.
Dalam Riskesdas ini dikumpulkan data pneumonia . Kepada Responden
ditanyakan apakah satu bulan terakhir pernah didiagnosa Pneumonia oleh tenaga
kesehatan. Bagi responden yang menyatakan tidak pernah, ditanyakan apakah
pernah menderita gejala Pneumonia yaitu menderita panas tinggi disertai batuk
berdahak dan napa lebih cepat dan pendek dari biasa (kuping hidung) sesak
napas dengan tanda tarikan dinding dada bagian bawah

Distribusi data yang diperoleh pada analisa ini menunjukan prevalensi penderita
pneumonia sebesar 2,2 % dengan range (0,7%-5,8%) .

Prevalensi demam tifoid diperoleh dengan menanyakan apakah pernah


didiagnosa tifoid oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan terakhir, responden
yang menyatakan tidak pernah ditanyakan apakah satu bulan terakhir pernah
menderita gejala tifoid, seperti demam sore/malam hari kurang dari satu minggu,
sakit kepala, lidah kotor dan tidak bisa buang air besar.

Prevalensi hasil analisa lanjut ini menggambarkan prevalensi 1,5% bisa diartikan
ada kasus tifoid 1.500 per 100.000 penduduk range yang diperoleh antara 0,4%
sampai 2,6%.

20
Kasus hepatitis yang dideteksi pada survei Riskesdas adalah semua kasus
hepatitis klinis tanpa mempertimbangkan penyebabnya. Prevalensi hepatitis
diperoleh dengan menanyakan apakah pernah didiagnosa hepatitis oleh tenaga
kesehatan dalam 12 bulan terakhir, Responden yang menjawab tidak pernah
didiagnosa hepatitis dalam 12 bulan terakhir, ditanyakan apakah dalam kurun
waktu tersebut pernah menderita mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri perut
sebelah kanan atas, kencing berwarna air teh, serta kulit dan mata berwarna
kuning.

Pada analisa data diperoleh prevalensi sebesar 0,6% yang artinya adalah setiap
600 per seratus ribu penduduk (rentang 0,2% - 2,3%).

Semua pernyataan untuk lebih jelasnya dapat disimak pada tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Distribusi Responden menurut variabel dependent (Pneumonia, Typhus/


Paratyphus dan Hepatitis B) pada Data Riskesdas di Indonesia tahun
2007

Variabel penyakit Jumlah


responden %
1.Morbiditas Pneumonia
1.Ya
2.Tidak 21167 2.2
954014 97.8
2.Morbiditas Typhoid:
1.Ya 15111 1.5
2.Tidak 960070 98.5
3.Morbiditas karena
hepatitis/sakit liver/sakit
kuning:
1.Ya 6045 0.6
2.Tidak 469136 99.4

3.1.1. Sebaran responden menurut karakteristik individu

Pada variabel menurut karakteristik individu terdiri dari 2 variabel yaitu variabel
jenis kelamin dan umur, dapat diperhatikan pada tabel 2 dibawah.

21
Sebaran data menurut jenis kelamin memperlihatkan distribusi yang hampir
sama, kelompok jenis kelamin perempuan sedikit lebih banyak yaitu 50,8%,
daripada kelompok jenis kelamin laki – laki.

Pada distribusi menurut kelompok umur, di bagi menjadi 9 kelompok, yaitu


kelompok umur 1-4 tahun, 5-14 tahun, 15 -24 tahun, 25 -34 tahun, 35 – 44 tahun,
5 sampai 54 tahun, 55 sampai 64 tahun, 65- 74 tahun dan diatas 75 tahun.

Pada sebaran data, kelompok umur 5 -14 tahun menduduki peringkat pertama
yaitu 22,3%, sedang umur diatas 75 tahun menduduki peringkat terkecil yaitu
1,8%.

Tabel 2. Distribusi reponden menurut karakteristik individu pada Data Riskesdas


di Indonesia tahun 2007

Variabel Jumlah %
responden
1.Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 49,1
2.Perempuan 495246 50,8

2.Umur (tahun)
1.1-4 79072 8,3
2.5-14 213775 22,3
3.15-24 153089 16
4.25-34 152637 15,9
5.35-44 140574 14,7
6.45-54 105100 11
7.55-64 59802 6,2
8.65-74 36056 3,8
9.75=< 16938 1,8

3.1.2. Sebaran responden menurut karakteristik keluarga

Pada distribusi sampel menurut karakteristik keluarga terdiri dari variabel


pendidikan dan pekerjaan, serta status sosial ekonomi, dan jumlah balita yang
dipunyai responden.

22
Pada variabel pendidikan terdiri dari 6 kategori, yaitu tidak pernah sekolah, tidak
tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, Perguruan Tinggi. Tamat SD
menduduki. Sebaran data pada analisa ini memperlihatkan tamat SD adalah
responden terbanyak yaitu 29,8 %, peringkat pendudukan perguruan tinggi adalah
4,6%. Dan pada kelompok tidak lulus SD persentase yang ada adalah 8%.

Pada jenis pekerjaan responden terbanyak adalah nelayan yaitu 22,4 sedang
pada kelompok pekerjaan terendah adalah TNI/POLRI yaitu 0,4%, sedang kalau
dikelompokkan lagi ternyata kategori yang tidak bekerja misalnya tidak bekerja,
sekolah, dan ibu rumah tangg menduduki peringkat terbesar kedua yaitu 37,2%
yang terbagi menjadi (11,2%, 18,5%, 17,5%) .

Pada tingkat pengeluaran perkapita, kuintil pertama merupakan responden


terbanyak yaitu 24,3% dan responden terendah adalah kuintil 5 yaitu sebesar
15,4%.

Sedang sebaran responden yang mempunyai balita dalam rumah tangganya


adalah 55,5% responden tidak mempunyai balita, dan selebihnya 35,5%
responden mempunyai balita jumlahnya 1 orang dalam rumah tangga tersebut.

23
Tabel 3. Distribusi responden menurut karakteristik keluarga pada Data Riskesdas
Di Indonesia tahun 2007

Variabel Jumlah %
responden

1.Pendidikan 60982 8
1.Tidak pernah sekolah 163779 21,4
2.Tidak tamat SD 228251 29,8
3.Tamat SD 137473 17,9
4.Tamat SLTP 140259 18,3
5.Tamat SLTA 35566 4,6
6. PT

2.Pekerjaan
1.Tidak bekerja 86117 11,2
2.Sekolah 142133 18,5
3.Ibu rumah tangga 134599 17,5
4.TNI/Polri 3141 0,4
5.PNS 24755 3,6
6.Pegawai BUMN 3143 0,4
7.Pegawai Swasta 32751 4,3
8.Wiraswasta/Pdg 74367 9,7
9.Pelayanan Jasa 15675 2
10.Petani 171801 22,4
11.Nelayan 9385 1,2
12.Buruh 51105 6,7
13.Lainnya 18486 2,4

3.Tingkat Pengeluaran
per kapita perbulan
1.Kuintil 1 238690 24,3
2.Kuintil 2 211336 21,8
3.Kuintil3 194619 20,1
4.Kuintil4 178238 18,4
5. Kuintil 5 149676 15,4

4.Jumlah Balita dalam


Keluarga 504 0,1
1. >4 balita 6889 0,8
2. 3 balita 70466 7,9
3. 2 balita 316557 35,5
4. 1 balita 49822 55,8
5 .Tidak punya anak

24
3.1.3. Sebaran responden menurut karakteristik lingkungan

Pada tabel 5. distribusi sampel menurut karakteristik lingkungan di bagi menjadi


wilayah Jawa Bali merupakan persentasi yang terbesar yaitu 33% , disusul
dengan wilayah Sumatra sebesar 31,1 % dan responden terendah adalah di
daerah Maluku dan Papua 4,6%.

Sedang pada wilayah administrasi terlihat sebaran sebagai pedesaan 63,6% dan
perkotaan sebanyak 36,4%.

Waktu tempuh ke sarana kesehatan (pelayanan kesehatan) yaitu rumah sakit,


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu (Pustu) ,
Dokter Praktek, Bidan Praktek yang jauh aksesnya 3.2% dan yang dekat
sebanyak 96,8%. Hal ini menggambarkan bahwa sebaran responden menurut
waktu tempuh ke sarana kesehatan profesional tidak menjadi masalah karena
kebanyakan sarana kesehatan tersebut dapat dicapai responden, dalam waktu
yang cepat yaitu kurang dari setengah jam.

Waktu tempuh ke sarana kesehatan (pelayanan kesehatan) yaitu Pos Pelayanan


Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos persalinan Desa
(Polindes). Jangkauan masyarakat ke pelayanan kesehatan yang dibentuk
masyarakat, dibagi menjadi 2 yaitu
1. Jauh artinya waktu tempuh kesarana pelayanan kesehatan tersebut lebih
dari 30 menit
2. Dekat artinya waktu tempuh kesarana pelayanan tersebut kurang dari 30
menit,
Sebaran responden menurut waktu akses ke pelayanan kesehatan yang dibentuk
masyarakat adalah 4, 2% responden dengan waktu tempuh pelayanan kesehatan
kurang dari 30 menit dan 95,8% responden dengan waktu tempuh ke pelayanan
kesehatan lebih dari 30 menit.

Gabung waktu akses ke pelayanan kesehatan adalah gabungan antara variabel


waktu akses ke pelayanan kesehatan profesional dengan gabungan antara
25
varabel waktu akses ke yang dibentuk masyarakat. Sebaran datanya adalah yang
5,8 % adalah responden dengan tempuh ke pelayanan kesehatan kurang dari 30
menit dan 94,2 % responden dengan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan
kesehatan lebih dari 30 menit.

Pemanfaatan ke posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) 3 bulan terakhir,


memperlihatkan jumlah responden yang tidak memanfaatkan sebanyak 67,3 % ,
sedang responden yang memanfaatkan 32,7 %.

Pemanfaatan ke Polindes ( Pondok Bersalin Desa) dalam 3 bulan terakhir ,


memperlihatkan jumlah responden yang tidak memanfaat polindes sebanyak
75.6 % dan responden yang memanfaatkan sebanyak 24.4%.

Pemanfaatan POD (Pos Obat Desa) dalam 3 bulan terakhir, sebaran responden
menurut jumlah responden adalah yang tidak memanfaatkan sebanyak 89.1%
dan yang memanfaatkan sebanyak 10.9%.

Gabung pemanfaatan posyandu atau polindes atau POD, atau dapat dikatakan
pemanfaatan responden terhadap tempat pelayanan yang bentuknya non formal
dari pemeintah, maka sebaran data yang ada tidak memanfaatkan 93.3 %
memanfaatkan 2,7%.

Angkutan umum atau transportasi baik darat, ataupun laut ke fasilitas pelayanan
kesehatan , maka sebaran data yang ada adalah responden dengan tidak ada
angkut ke pelayanan kesehatan adalah 53,6%, dan responden dengan tersedia
angkutan ke pelayanan kesehatan sebanyak 46,4 %.

Jumlah air yang dipakai artinya adalah jumlah air yang dipakai oleh individu
tersebut yaitu dipakai acuan 20 liter perorang, adapun jenis pemakaiannya
bervariasi mulai dari mandi cuci, dan minum; Adapun sebaran responden
memperlihatkan jumlah responden yang memakai air <20 liter sebanyak 5.5 %
dan responden yang memakai jumlah air >=20 liter 94.5 %.

26
Pencemaran sumber air dalam radius <10 meter terdapat sumber pencemaran
Ada13.8 %dan responden yang tidak mempunyai sumber pencemaran 86.2%. Hal
ini menunjukkan bahwa ada pencemaran air dari sumber air, baik WC,
pembuangan air limbah rumah tangga dan sebagainya menunjukkan sebagian
kecil yaitu 13,8% dari responden yang sumber airnya dekat dengan sumber
pencemaran.

Kualitas fisik air minum terdiri dari kategori kurang baik sebanyak 13,8% dan baik
86.2 %, arti dari kualitas fisik sendiri adalah air tesebut tidak berbau, berasa,
berwarna.

Pada variabel Pengolahan air minum responden yang menjawab tidak mengolah
air sebelum diminum sebanyak 9,3% dan respoden yang mengolah air sebelum
digunakan sebanyak 90,7%. Pengolahan iar minum disini diartikan bagaimanan
pengolahan air minum sebelum diminum, arti tidak diolah adalah air sama sekali
tidak diolah, sedang pengertian yang diolah adalah di beri bahan kimia, disaring,
dimasak, di sinar dan sebagainya.

Dimana tempat penampungan air limbah dari kamar mandi/dapur jawaban


responden yang menjawab tidak ada sebanyak 89.4% sedang yang menjawab
ada sebanyak 10.4%. Dalam pengertian ini arti dari tempat pemnampungan air
limbah dari kamar mandi/dapur/tempat cuci. Sedang arti jawaban apabila
menjawab tidak ada di artikan tidak atau tanpa penampungan (ditanah) atau
langsung ke got, sedang arti dari ada adalah apabila menjawab ada bentuknya
tertutup atau terbuka di pekarangan.

Bagaimana saluran pembuangan air limbah dari kamar mandi/dapur/tempat cuci?


Jawaban baik apabila responden menjawab salurannya ada dan tertutup, sedang
jawaban kurang baik apabila responden menjawab ada tetapi saluran terbuka
atau tanpa saluran, sedang distribusi data yang ada adalah jawaban kurang baik
sebanyak 58% sedang jawaban responden kategori SPAL baik adalah 42%.

27
Keberadaan tempat pembuangan sampah diluar rumah artinya diluar bangunan
induk rumah, seperti dihalaman samping, depan atau bagian tertentu yang
merupakan tempat pengumpulan sampah yang dimiliki oleh rumah tangga
tersebut. Ketersediaan tempat sampah dalam berbagai bentuk dan kondisi, baik
sampah dari semen, kaleng, plastik, papan dan sebagainya. Sebaran jawaban
responden adalahyang menjawab tidak mempunyai sebanyak 55,1 % lebih
banyak sedikit daripada yang menjawab ada yaitu 44,9 %.

Keadaan tempat sampah dimaksudkan apakah tempat sampah tersebut terbuka


atau tertutup, dan sebaran keadaan tempat sampah responden adalah 82.6%
adalah terbuka dan 17.4% tertutup.

Pelihara hewan ternak artinya apakah responden memelihara ternak, didalam


pengertian ini peneliti mengkompositkan beberapa variabel yaitu jawaban
responden menjawab ya dengan jenis ternak yang dipelihara bervariasi baik
ternak unggas (ayam, bebek, burung) atau responden memelihara ternak sedang
(kambing, domba, babi) atau ternak besar (sapi, kerbau, kuda) atau responden
memelihara binatang seperti anjing, kucing, kelinci dikategorikan dengan jawaban
ya memelihara dengan jumlah sekitar 55%, sedang jawaban responden yang
tidak memelihara sebanyak 45%.

Apa hewan ternak dikandangkan, artinya adalah ternak atau hewan peliharaan
tersebut dimasukkan dalam kandang baik kandang dalam rumah atau diluar
rumah, sedang yang termasuk tidak dikandangkan adalah hewan ternak tersebut
sama sekali tidak dikandangkan, dengan sebaran jawaban responden sebanyak
32.3% menjawab tidak dan sebanyak 67.7% menjawab ya dikandangkan.

Jarak rumah dari sumber pencemaran lingkungan di sekitar rumah baik jarak dari
jalan raya, rel kereta api, tempat pembuangan sampah, industri atau pabrik, pasar
tradisional, terminal/stasiun bis, kereta api, atau bandar udara, atau bengkel atau
jaringan listrik tegangan Tinggi, atau peternakan/Rumah potong hewan, sedang
jawaban dikategorika dekat apabila jarak kurang dari 500 meter dan kategori jauh
apabila lebih dari 500 meter sedangkan sebaran keadaan rumah responden
28
dengan jarak ke sumber pencemaran lingkungan adalah jawaban ya sebanyak
48.1%. Sedang untuk jawaban tidak jumlahnya 51.9%.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel 4 dibawah.

29
Tabel 4. Distribusi responden menurut Propinsi Data Riskesdas di Indonesia
Tahun 2007

JUMLAH %
DI Aceh 40892 4,2
Sumatra Utara 69256 7,1
Sumatra Barat 42021 4,3
Riau 25530 2,6
Jambi 22435 2,3
Sumatra Selatan 33358 3,4
Bengkulu 19042 2,0
Lampung 23833 2,4
Bangka Belitung 13645 1,4
Kepulauan Riau 12514 1,3
DKI Jakarta 16970 1,7
Jawa Barat 68460 7,0
Jawa Tengah 87119 8,9
DI Yogyakarta 10164 1,0
Jawa Timur 100966 10,4
Banten 17276 1,8
Bali 20603 2,1
Nusa Tenggara Barat 21297 2,2
Nusa Tenggara Timur 38000 3,9
Kalimantan Barat 27377 2,8
Kalimantan Tengah 28015 2,9
Kalimantan Selatan 25706 2,6
Kalimantan Timur 25928 2,7
Sulawesi Utara 14397 1,5
Sulawesi Tengah 21512 2,2
Sulawesi Selatan 54570 5,6
Sulawesi Tenggara 26642 2,7
Gorontalo 11245 1,2
Sulawesi Barat 10349 1,1
Maluku 10361 1,1
Maluku Utara 11521 1,2
Papua Barat 6898 0,7
Papua 15755 1,6
Total 973657 100.0

30
Tabel 5. Distribusi responden menurut karakteristik lingkungan pada Data
Riskesdas di Indonesia tahun 2007

Jumlah
responden %
1.Wilayah
1. Jawa Bali 321558 33
2.. Sumatra 302526 31,1
3. Kalimantan 107026 11
4. Sulawesi 138715 14,2
5.NTT dan NTB 59297 6,1
6.Maluku dan Papua 44535 4,6

2.Wilayah administrasi
1.Perkotaan 353632 36,4
2.Pedesaan 620025 63,6

3.Waktu tempuh ke sarana yankes


(Rumah sakit, Puskesmas, Pustu,
Dokter Praktek, Bidan Praktek)
1. Jauh
2. Dekat 30879 3,2
944302 96,8

4.Waktu tempuh ke sarana yankes


(Posyandu,Poskesdes, Polindes)
1. Jauh 40784 4,2
2. Dekat 934397 95,8

5.Gabung waktu tempuh kesarana


yankesbaik Rumah sakit maupun
posyandu
1. Jauh 56958 5,8
2. Dekat 918223 94,2

6.Pemanfaatan Posyandu dalam 3


bulan terakhir:
1.Tidak memanfaatkan 655080 67,3
2.Memanfaatkan 318288 32,7

7.Pemanfaatan Polindes dalam 3


bulan terakhir:
1.Tidak memanfaatkan 734828 75,6
2.Memanfaatkan 237341 24,4

8.Pemanfaatan POD dalam 3 bulan


terakhir:
1.Tidak memanfaatkan 865605 89,1
31
2.Memanfaatkan 105535 10,9

9.Gabung manfaat Posyandu, POD,


Polindes:
1. Tidak memanfaatkan 948988 93,3
2. Memanfaatkan 26193 2,7

10.Angkutan umum ke fasilitas


pelayanan kesehatan
1.Tidak tersedia 519702 53,6
2.Tersedia 449054 46,4

11.Jumlah air yang dipakai


1.<20 liter 49668 5,5
2.>=20 liter 854651 94,5

12.Pencemaran sumber air dalam


radius <10 meter terdapat sumber
pencemaran
1.Ada 216385 13,6
2.Tidak ada 707833 86,2

13.Kualitas fisik air minum


1.Kurang baik 134832 13,8
2.Baik 840349 86,2

14.Pengolahan air minum


1.Tidak diolah 90675 9,3
2. Diolah 884506 90,7

15. Dimana saluran pembuangan air


limbah dari kamar mandi/dapur
1. Tidak ada 860884 89,4
2. Ada 94977 10,4

16. Keadaan saluran pembuangan


air limbah dari kamar mandi/dapur
1. Kurang baik 552767 58
2. Baik 400026 42

17.Keberadaan tempat sampah


1.Tidak 535169 55,1
2.Ada 436844 44,9

18.Keadaan tempat sampah


1.Terbuka 357317 8,6
2.Tertutup 75405 17,4

32
19. Pelihara hewan ternak
1.Pelihara 535173 55
2.Tidak Pelihara 437973 45

20. Apa hewan ternak dikandangkan


1.Tidak
2. Ya 172284 32,3
360865 67,7

21. Sumber Pencemaran lingkungan


di sekitar rumah
1. Ada 468827 48,1
2. Tidak ada 506354 51,9

3.2. ANALISA BIVARIAT DAN HASIL AKHIR MULTIVARIAT

3.2.1. Hasil analisa bivariat antara pneumonia dengan beberapa variabel


independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat

Tiga belas provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi diatas angka nasional.


Provinsi dengan prevalensi pneumonia tinggi, antara lain DI Aceh, Sumatera
Barat, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, Papua, Maluku Utara
Tabel 6.

Hubungan antara penyakit Pneumonia dengan beberapa karakteristik individu


menunjukkan pada variabel jenis kelamin, memberikan gambaran bahwa
prevalensi pneumonia pada pada laki laki yaitu 2,3% dan pada kelompok wanita
2%, sehingga kelompok laki-laki mempunyai OR = 1,148 dibanding kelompok
perempuan, dengan p = 0,000 masuk menjadi kandidat multivariat.

Pada variabel kelompok umur prevalensi terbesar pada kelompok umur 75 tahun
keatas, disusul kelompok umur 65 tahun, kelompok umur 55 tahun dan 45 tahun
keatas, gambaran data menunjukkan adanya kenaikan prevalensi menurut umur
setelah umur 25 tahun keatas. Walaupun kalau di cermati ada penurunan
prevalensi menurut umur dimulai umur 0-4 tahun 2,9 % kemudian umur 5-14

33
tahun 1,7% dan umur 15 -24 tahun sebesar 1,2%. Dibanding dengan kelompok
umur 5-14 tahun, makin tua usia ods ratio makin besar, terlihat mencolok mulai
umur 25- 35 tahun keatas sampai kelompok umur 75 tahun keatas, yaitu mulai
dari OR= 0,493 ; OR= 0,567; OR=0,732, OR=1,020; OR=1,403; OR= 1,540
karena p=0,000 masuk menjadi kandidat model. Cermati tabel 6 dan 7 dibawah
ini.

34
Tabel 6. Prevalensi pneumonia menurut Propinsi Data Riskesdas Indonesia
Tahun 2007
Propinsi Jumlah %

DI Aceh 40892 3,5


Sumatra Utara 69256 1,9
Sumatra Barat 42021 2,5
Riau 25530 1,6
Jambi 22435 1,4
Sumatra Selatan 33358 1,3
Bengkulu 19042 2,1
Lampung 23833 0,7
Bangka Belitung 13645 1,2
Kepulauan Riau 12514 1,1
DKI Jakarta 16970 1,9
Jawa Barat 68460 2,4
Jawa Tengah 87119 2
DI Yogyakarta 10164 1,8
Jawa Timur 100966 1
Banten 17276 1,9
Bali 20603 1,7
Nusa Tenggara Barat 21297 3,4
Nusa Tenggara Timur 38000 4,5
Kalimantan Barat 27377 1,3
Kalimantan Tengah 28015 1,2
Kalimantan Selatan 25706 2,4
Kalimantan Timur 25928 1,7
Sulawesi Utara 14397 1
Sulawesi Tengah 21512 3,5
Sulawesi Selatan 54570 2,9
Sulawesi Tenggara 26642 2,6
Gorontalo 11245 4,3
Sulawesi Barat 10349 1,4
Maluku 10361 2,2
Maluku Utara 11521 2,8
Papua Barat 6898 5,8
Papua 15755 5,3
Total 973657 2,2

35
Tabel 7. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa
bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik individu serta
kandidat model multivariat pda Data Riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Jumlah Pneu OR P
responden monia
%
1.Jenis kelamin 0.000*

1.Laki-laki 478411 2,3 1.148(1.105 -1.191)


2.Perempuan 495246 2 1a

2.Umur (tahun) 0.000*

1.1-4 79072 3,1 1a


2.5-14 213775 1,8 0,587(0,545 -0,631)
3.15-24 153089 1,4 0,420(0,384-0,459)
4.25-34 152637 1,6 0,493(0,454 -0,536)
5.35-44 140574 1,9 0,567(0,521-0,617)
6.45-54 105100 2,5 0,732(0,674 -0,795)
7.55-64 59802 3,4 1,020(0,933-1,116)
8.65-74 36056 4,6 1,403(1,278-1,539)
9.75=< 16938 5,2 1,540(1,379-1,719)

Khusus untuk kelompok umur akan dilakukan pengelompokan prevalensi


berdasarkan diagnosa penyakit oleh tenaga medis atau penemuan kasus waktu
tim riskesdas wawancara. Sedang untuk keperluan analisa tetap digunakan
pengelompokan kasus berdasar diagnosa atau gejala.

Pada tabel 8 dibawah terlihat ternyata penemuan kasus banyak ditemukan


sewaktu tim survey berada dilapangan.

36
Tabel 8. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia berdasarkan
pengelompokan kasus menurut diagnosa dan gejala pada Data
Riskesdas di Indonesia- tahun 2007
Variabel Jumlah Diagnosa % Gejala %
responden

Umur (tahun)

1.1-4 79072 16,1 31,5


2.5-14 213775 9 21,7
3.15-24 153089 5,4 15,3
4.25-34 152637 5,6 15
5.35-44 140574 6,1 15,4
6.45-54 105100 6,5 16,7
7.55-64 59802 7 18,4
8.65-74 36056 7,6 20,2
9.75=< 16938 8,1 21,3

Pada variabel tingkat pendidikan kelompok tidak pernah sekolah mempunyai


prevalensi terbesar yaitu 4,7%, dan trend yang ada adalah makin tinggi
pendidikan makin menurun prevalensi pneumonia-nya. Pada responden dengan
pendidikan sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT)
prevalensinya terendah yaitu 1,2%. Demikian juga OR yang terjadi, makin tinggi
pendidikan responden makin rendah OR nya dibanding dengan yang tidak pernah
sekolah.

Pada pekerjaan prevalensi tertinggi adalah pada kelompok nelayan (1), kemudian
petani (0,90) dan lainnya (0,80). Tetapi kalau dilihat ORnya maka pada
kelompok responden yang tidak bekerja adalah (3,008) ini adalah OR tertinggi
dengan referens BUMN, kemudian disusul petani ( OR=2,924), kemudian
nelayan, buruh dan lainnya dengan OR masing-masing diatas 2, sedang OR yang
rendah adalah pegawai BUMN, pegawai swasta, dan PNS.

Pada tingkat pengeluaran memberi informasi makin besar kuintil makin sedikit
ORnya, dan hubungan ini memberikan kemaknaan 0,00. Hal ini sama dengan
laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007.
37
Pada responden yang mempunyai jumlah balita lebih dari 4 makin besar
prevalensinya demikian juga OR. Pada OR tersebut sebagai pembanding
kelompok responden dengan jumlah balita diatas 4 balita dalam keluarga
tersebut, tetapi pada kelompok keluarga yang tidak punya balita prevalensinya
juga besar, demikian juga OR-nya jika dibanding dengan OR pada kelompok
responden yang tidak mempunyai balita. hal ini kemungkinan menunjukkan makin
banyak balita makin tinggi pneumonianya.

38
Tabel 9. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa
bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik keluarga serta
kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Jumlah Pne OR P
responde umo
n nia
%
1.Pendidikan 0.000*

1.Tidak pernah sekolah 60982 4,3 3,983(3,432-4,624)


2.Tidak tamat SD 163779 2,7 2,750(2,374 -3,186)
3.Tamat SD 228251 2 1,992(1,725 -2,301)
4.Tamat SLTP 137473 1,5 1,355(1,165 -1,577)
5.Tamat SLTA 140259 1,2 1,158(0,994 -1,350)
6. PT 35566 1,2 1a

2.Pekerjaan 0.000*

1.Tidak bekerja 86117 0,7 3.008(1.855-4.877)


2.Sekolah 142133 0,5 1.434(0.885-2.324)
3.Ibu rumah tangga 134599 0,7 1.855(1.144-3.008)
4.TNI/Polri 3141 0,6 1.455(0,786-2.694)
5.PNS 24755 0,5 1.285(0.777- 2.126)
6.Pegawai BUMN 3143 0,4 1a
7.Pegawai Swasta 32751 0,4 1.112(0.670-1.846)
8.Wiraswasta/Pdg 74367 0,5 1.741(1.068-2.836)
9.Pelayanan Jasa 15675 0,8 1.846(1.115- 3.055)
10.Petani 171801 1 2.924(1.803 -4.742)
11.Nelayan 9385 0,9 2.674(1.584-4.512)
12.Buruh 51105 0,7 2.356(1.447- 3.838)
13.Lainnya 18486 0,8 2.324(1.408 -3.836)

3.Tingkat Pengeluaran 0.000*


per kapita perbulan

1.Kuintil 1 235690 2,5 1.557(1.432-1.693)


2.Kuintil 2 211336 2,3 1.395(1.288- 1.512)
3.Kuintil3 194619 2,1 1.321(1.217- 1.433)
4.Kuintil4 178238 2 1.202(1.111- 1.301)
5.Kuintil 5 179676 1,7 1a
4.Jumlah Balita dalam
keluarga 0,012*
1. 5 balita atau lebih 44 15,9 10,307(1,824-58,232
2. 4 balita 460 3 0,798(0,397-1,606)
3. 3 balita 6889 2,6 1,057(0,813-1,376)
4. 2 balita 70446 2,5 1,049(0,958-1,148)
5. 1 balita 316557 2,2 0,948(0,902-0,997)
6 .Tidak punya anak 498227 2,3 1a
39
Prevalensi Pneumonia menurut propinsi sudah dijelaskan diatas, dan dibawah ini
adalah sebaran prevalensi pneumonia menurut pulau, tertinggi adalah pulau
Nusa Tenggara, 4,1%, kemudian Maluku dan Papua sebanyak 4%, sedang pada
nilai OR tertinggi adalah Maluku dan Papua 2,1 kemudian Nusa Tenggara OR=
1,85 kemudian pulau Kalimantan OR=0,796 paling rendah dibanding pulau lain.

Pada wilayah administrasi maka pedesaan mempunyai prevalensinya 2,5 % dan


wilayah perkotaan yaitu 1,6% sehingga untuk wilayah pedesaaan OR=
1,404(1,303 – 1,513) dibanding dengan wilayah perkotaan.

Waktu tempuh responden ke sarana yankes (Rumah sakit, Puskesmas, Pustu,


Dokter Praktek, Bidan Praktek), disini menunjukkkan bahwa responden yang
mempunyai waktu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan dengan waktu
tempuh lama prevalensinya 4% dibanding responden yang waktu tempuh ke
sarana tersebut sebentar (kurang dari 30 menit) jumlah prevalensinya 2,1 % .
OR=1,915 pada kelompok responden yang mempunyai waktu tempuh kesarana
pelayanan kesehatan profesional jauh.

Waktu tempuh ke sarana yankes (Posyandu,Poskesdes, Polindes) jauh


prevalensi pneumonianya sebesar 3,1% dan dekat prevalensi pneumonia sebesar
2,1% dengan OR pada kelompok responden yang waktu tempuh kesarana
kesehatan sebesar 1,411.

Semua variabel (21 variabel) pada analisa bivariat mempunyai p dibawah 0,25,
karena pertimbangan maka yang masuk menjadi kandidat model adalah 17
variabel.

40
Tabel 10. Distribusi responden menurut prevalensi pneumonia dan hasil analisa
bivariat antara pneumonia dengan beberapa karakteristik lingkungan
serta kandidat model multivariat pda Data Riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Pneumo OR P
respond nia
en %

1.Wilayah 0.000*
1. Jawa Bali 321558 1,7 1a
2.. Sumatra 302526 1,9 0,896(0,829-0,969)
3. Kalimantan 107026 1,6 0.796(0.720 - 0.881)
4. Sulawesi 138715 2,7 1.407(1.285 - 1.541)
5.NTT dan NTB 59297 4,1 1.852(1.658 - 2.068)
6.Maluku dan Papua 44535 4 2.179(1.917 - 2.478)

2.Wilayah administrasi 0,000*


1.Perkotaan 353632 1,6 1a
2.Pedesaan 620025 2,5 1,404(1,303 -1,513)

3.Waktu tempuh ke
sarana yankes (Rumah 0.000*
sakit, Puskesmas, Pustu,
Dokter Praktek, Bidan
Praktek) 30879 4 1.915(1.665 - 2.201)
1. Lama 944302 2,1 1a
2. Cepat

4.Waktu tempuh ke
sarana yankes 0.000*
(Posyandu,Poskesdes,
Polindes)
1. Lama 40784 3,1 1,411(1,251 -1,592)
2. Cepat 934397 2,1 1a

5.Gabung waktu tempuh


kesarana yankesbaik
Rumah sakit maupun
posyandu 0,000*
1. Lama 56985 3,4 1,555(1,394 -1735)
2. Cepat 918223 2,1 1a

6.Pemanfaatan Posyandu
dalam 3 bulan terakhir: 0.000*
1.Tidak memanfaatkan 655080 2 0,825(0,787 -0,866)
2.Memanfaatkan 318288 2,5 1a

41
7.Pemanfaatan Polindes
dalam 3 bulan terakhir: 0.000*
1.Tidak memnftkan 734828 2 0,793(0,749-0,840)
2.Memanfaatkan 237341 2,6 1a

8.Pemanfaatan POD 0.008*


dalam 3 bulan terakhir:
1.Tidak memnftkan 865605 2,1 0,893(0,825-0,921)
2.Memanfaatkan 105535 2,4 1a

9.Gabung manfaat
Posyandu, POD, 0,000*
Polindes: 948988 2,1 0,709(0,624-0,805)
1. Tidak memanfaatkan 26193 3,2 1a
2. Memanfaatkan

10.Angkutan umum ke
fasilitas pelayanan 0,121*
kesehatan 519702 2,2 0,953(0,897 -1,013)
1.Tidak tersedia 449054 2,1 1a
2.Tersedia

11.Jumlah air yang 0.000*


dipakai 49668 3,1 1,504(1,315 –1,720)
1.<20 liter 854651 2,1 1a
2.>=20 liter

12.Pencemaran sumber
air dalam radius <10 0.000*
meter terdapat sumber
pencemaran
1.Ada 216385 2,4 1,143( 1,080 -1,211)
2.Tidak ada 707833 2,1 1a

13.Kualitas fisik air 0.000*


minum 134832 3,2 1,584(1,471 -1,706)
1.Kurang baik 840349 2 1a
2.Baik

14.Pengolahan air minum 0.000*


1.Tidak diolah 90675 3,2 1,266(1,168 -1,372)
2. Diolah 884506 2,1 1a

15. Apakah mempunyai


saluran pembuangan air
limbah dari kamar 0.000*
42
mandi/dapur 860889 2,2 1.289(1.192 - 1.395)
1. Tidak ada 999777 1,6 1a
2. Ada

16. Keadaan saluran


pembuangan air limbah
dari kamar mandi/dapur 0.045*
1. Kurang baik 552767 2,2 1,057(1,001 -1,116)
2. Baik 400026 2 1a

17.Apakah mempunyai
tempat sampah
1.Tidak 535109 2,5 1,407(1,335 -1,482) 0,000*
2. Ya 436844 2,2 1a

18.Keadaan tempat
sampah 0,000*
1.Tertutup 357317 1,8 1,269(1,139 - 1,414)
2.Terbuka 75405 1,6 1a

19. Pelihara hewan 0.000*


ternak 535173 2,5 1,278(1,215 -1,345)
1.Pelihara 437973 1,8 1a
2.Tidak Pelihara

20. Apakah ternak


dikandangkan 0,003*
1. Tidak 172284 2,8 1,107(1,035 -1,185)
2. Ya 360865 2,4 1a

21. Sumber Pencemaran


lingkungan di sekitar
rumah 0.000*
1. Ada 468827 1,9 0,846(0,795-0,900)
2. Tidak ada 506354 2,4 1a

43
3.2.2. Model akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan determinan

Dari hasil bivariat sampai kemultivariat ternyata ada hubungan antara penyakit
pneumonia dengan jenis kelamin, dan hal ini menunjukkan bahwa prosentase
laki-laki lebih banyak yang terkena penyakit pneumonia daripada perempuan, dan
odd ratio ajust pada kelompok laki-laki sebesar 1,228 dibanding dengan
kelompok perempuan.

Pada kelompok umur, hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa proporsi


responden yang berumur 75 tahun atau lebih prosentasenya lebih tinggi dibanding
dengan kelompok umur lainnya.

Tabel 11. Hasil akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan


beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Pneu OR P
responden monia
%
1.Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 2,3 1,228(1,161-1,299)
2.Perempuan 495246 2 1a 0.000

2.Umur (tahun)
1.1-4 79072 3,1
2.5-14 213775 1,8 1a 0.000
3.15-24 153089 1,4 1,070(0,950-1,205)
4.25-34 152637 1,6 1,246(1.088-1.426)
5.35-44 140574 1,9 1,376(1.202-1.575)
6.45-54 105100 2,5 1,606(1.405-1.837)
7.55-64 59802 3,4 2,047(1.784-2,348)
8.65-74 36056 4,6 2,589(2.253-2.974)
9. 75=< 16938 5,2 2,591(2.219-3.024)

Pada variabel pendidikan responden yang tidak pernah sekolah ternyata


menunjukkan prosentase yang paling tinggi terkena pneumonia dibandingkan
dengan responden yang bersekolah. Pada variabel pekerjaan, petani mempunyai
prosentase yang paling tinggi, kemudian disusul kelompok nelayan, kemunian
lainnya, dan yang paling rendah adalah kelompok pegawai BUMN.

44
Tingkat pengeluaran perkapita, persentase responden dalam group kuintil 1
peluang untuk menderita penyakit pneumonia paling tinggi dibandingkan dengan
responden dalam group kuintil 2 sampai kuintil 5, dengan pembanding kuintil 5.

Tabel 12. Hasil akhir analisa multivariat antara Pneumonia dengan beberapa
karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia- tahun 2007
Jumlah Pneum OR P
responden onia
%
1.Pekerjaan 0.000
1.Tidak bekerja 86117 0,7 1,603(0,957-1,686)
2.Sekolah 142133 0,5 1,145(0,679-1,931)
3.Ibu rumah tangga 134599 0,7 1,268(0,756-2,126)
4.TNI/Polri 3141 0,6 1,201(0,621-2,320)
5.PNS 24755 0,5 1,223(0,714-2,096)
6.Pegawai BUMN 3143 0,4 1a
7.Pegawai Swasta 32751 0,4 1,156(0,675-1,980)
8.Wiraswasta/Pdg 74367 0,5 1,242(0,738-2,090)
9.Pelayanan Jasa 15675 0,8 1,255(0,734-2,148)
10.Petani 171801 1 1,307(0,780-2,189)
11.Nelayan 9385 0,9 1,178(0,675-2,056)
12.Buruh 51105 0,7 1,355(0,806-2,279)
13.Lainnya 18486 0,8 1,392(0,817-2,373)

2.Pendidikan
1.Tidak pernah sekolah 60982 4,3 2,383(1,881-2,770)
2.Tidak tamat SD 163779 2,7 2,175(1,855-2,622) 0.000
3.Tamat SD 228251 2 1,749(1,458-2,097)
4.Tamat SLTP 137473 1,5 1,351(1,124-1,623)
5.Tamat SLTA 140259 1,2 1,197(1,005-1,427)
6. PT 35566 1,2 1a

3.Tingkat Pengeluaran
per kapita perbulan 2,5 1,227(1,113 -1,353
1.Kuintil 1 235690 2,3 1,166(1,007-1,215) 0.000
2.Kuintil 2 211336 2,1 1,165(1,009-1,216)
3.Kuintil3 194619 2 1,064(0,973-1,163)
4.Kuintil4 178238 1,7 1a
5. Kuintil 5 179676

Untuk wilayah regional, wilayah Nusa Tenggara mempunyai persentase yang


paling tinggi, kemudian disusul wilayah Maluku dan Papua, serta Sulawesi,
sedangkan pada sebaran menurut Odds Ratio maka Maluku dan Papua
menduduki peringkat pertama, kemudian Nusa Tenggara dan kemudian Sulawesi.

45
Waktu tempuh kesarana kesehatan profesional yaitu kesarana kesehtan rumah
sakit. Puskesmas, pustu, dokter praktek, dan bidan praktek, dari data yang ada
dapat dijelaskan bahwa waktu tempuh yang lama mempunyai resiko
mendapatkan sakit pneumonia sebesar 1,516 kali dibanding pada kelompok yang
waktu tempuhnya sebentar.

Untuk jumlah air, variabel pencemaran sumber air, dan kualitas air mempunyai
OR masing-masing 1,669, dan lalu 1,119 dan 1,508.

Sedang variabel ada tempat sampah OR=1,231 untuk yang tidak mempunyai
tempat sampah sebesar untuk sakit pneumonia, dan yang pelihara hewan ternak
mempunyai peluang 1,120 untuk sakit pneumonia.
Lebih jelas cermati tabel 13 dibawah.

46
Tabel 13. Hasil akhir analisa multivariat antara pneumonia dengan beberapa
karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Variabel Jumlah Pneu OR P
responden monia
%
1.Wilayah 0.000
a
1. Jawa Bali 321558 1,7 1
2.. Sumatra 302526 1,9 0,923(0,844-1,010)
3. Kalimantan 107026 1,6 0,780(0,692-0,880)
4. Sulawesi 138715 2,7 1,364(1,230-1,513)
5.NTT dan NTB 59297 4,1 1,773(1,563-2,010)
6.Maluku dan Papua 44535 4 1,957(0,698-2,254)

2.Waktu tempuh ke
sarana yankes (Rumah
sakit, Puskesmas, Pustu,
Dokter Praktek, Bidan 0,000
Praktek)
1. Lama 30879 4 1,504(1,266-1,788)
2. Cepat 944302 2,1 1a

0.000
3.Jumlah air yang dipakai
1.<20 liter 49668 3,1 1,669(1,449-1,922)
2.>=20 liter 854651 2,1 1a

4.Pencemaran sumber 0.000


air dalam radius <10
meter terdapat sumber
pencemaran
1.Ada 216385 2,4 1,181(1,106-1,262)
2.Tidak ada 707833 2,1 1a
0.000
5.Kualitas fisik air minum
1.Kurang baik 134832 3,2 1,508(1,388-1,638)
2.Baik 840349 2 1a
5.Adakah tempat sampah 0.000
diluar rumah
1.Tidak 535109 2,5 1,231(1,157-1,309)
2. Ada 436844 2,2 1a

6. Pelihara hewan ternak 0,000


1.Pelihara 535173 2,5 1,120(1,056-1,188)
2.Tidak Pelihara 437973 1,8 1a

47
3.2.3. Hasil analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa
variabel independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat
Pada sebaran variabel independent menurut propinsi maka propinsi DI aceh
menduduk peringkat pertama (2,6%) kemudian Bengkulu (2,5), disusul Gorontalo
(2,4%), sedang angka typhus dan paratyphus nasional adalah 1,6%. Beberapa
daerah diatas angka nasional adalah propinsi Aceh, bengkulu, Jawa barat,
banten, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.

48
Tabel 14. Prevalensi typhus/paratyphus menurut Propinsi Data Riskesdas
Indonesia Tahun 2007
Provinsi Total %Typhus/Paratyphus

DI Aceh 40892 2,6


Sumatra Utara 69256 1,0
Sumatra Barat 42021 1,4
Riau 25530 1
Jambi 22435 1,3
Sumatra Selatan 33358 1,4
Bengkulu 19042 2,5
Lampung 23833 0,8
Bangka Belitung 13645 0,8
Kepulauan Riau 12514 0,8
DKI Jakarta 16970 1,3
Jawa Barat 68460 2
Jawa Tengah 87119 1,5
DI Yogyakarta 10164 0.8
Jawa Timur 100966 1.1
Banten 17276 2.2
Bali 20603 0.9
NTB 21297 1.9
NTT 38000 2.2
Kalimantan Barat 27377 1.8
Kalimantan Tengah 28015 1.6
Kalimantan Selatan 25706 2.0
Kalimantan Timur 25928 2.0
Sulawesi Utara 14397 0.4
Sulawesi Tengah 21512 2.0
Sulawesi Selatan 54570 1.8
Sulawesi Tenggara 26642 1.4
Gorontalo 11245 2.4
Sulawesi Barat 10349 1.1
Maluku 10361 1.4
Maluku Utara 11521 1.4
Papua Barat 6898 2.2
Papua 15755 2.1
Total 973657 1,6

Sebaran prevalensi penyakit typhus dan paratyphus menurut beberapa variabel


independent karakteristik individu, yaitu jenis kelamin dan umur.
49
Pada sebaran penyakit menurut jenis kelamin maka laki-laki 1,6%, dan
perempuan 1,5%, dan OR pada kelompok laki-laki adalah 1,104 dibanding
dengan kelompok perempuan, dengan p = 0,000 jadi masuk kandidat multivariat

Distribusi penyakit menurut umur ada 9 kelompok umur, dilihat dari persentase
memperlihatkan bahwa kelompok umur 5-14 adalah kelompok terbanyak yang
terkena typhus dan para typhus, dengan p=0,000 maka OR yang paling besar
adalah kelompok umur 5-14 tahun.

Tabel 15. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil


analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa
karakteristik individu serta kandidat model multivariat pada Data
Riskesdas di Indonesia- tahun 2007
Variabel Jumlah Typhus/ OR P
responden Paratyp
hus

1.Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 1,6 1,104(1,057 -1,154) 0,000*
2.Perempuan 495246 1,5 1a
2.Umur (tahun)
1.1-4 741395 1,6
1,098(0,908 – 1.329)
2.5-14 2055105 2,1
1,435(1,201-1,716)
3.15-24 213775 1,7
1,148(0,957- 1,377)
4.25-34 1506555 1,4
0,938(0,785-1,122)
5.35-44 1511162 1,4 0,000*
0,941(0,781 -1,135)
6.45-54 1445758 1,3
0,902(0,747 -1,089)
7.55-64 636331 1,3
0,890(0,737 -1,075)
8.65-74 394766 1,2
0,850(0,688-1,049)
9. 75=< 185823 1,5
1a

Pada kelompok pendidikan tertinggi yang pberpeluang untuk sakit


Typhus/Paratyphus adalah tidak pernah sekolah, dan tidak tamat SD kemudian
dan yang paling rendah adalah tamat Perguruan Tinggi. Sedang OR tertinggi
adalah tidak tamat SD, terendah tamat SLTA kalau dibanding dengan perguruan
tinggi, dengan p= 0,000. Dan merupakan kandidat multivariat.

50
Pada kelompok kuintil ternyata kuintil 1 paling tinggi odds ratio terjadi typhus dan
paratyphus daripada kuintil lainnya, makin besar kuintil atau tingkat pengeluaran
makin kecil odds ratio yang terjadi. Lihat tabel 15 dibawah dan p yang didapat
adalah = 0,000

Pada kepemilikan balita didalam rumah tangga responden maka responden yang
memilik balita 4 orang atau lebih memiliki OR= 1,55.

51
Tabel 16. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil
analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karakteristik
keluarga serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di
Indonesia- tahun 2007
Variabel Jumlah Typhus/P OR P
responden aratyphus
total %

1.Pendidikan
1.Tidak pernah sekolah 60982 1,8 1,657(1,394-1,969)
2.Tidak tamat SD 163779 1,8 2,088(1,787-2,448)
3.Tamat SD 228251 1,6 1,781(1,526-2,079) 0,000*
4.Tamat SLTP 137473 1,4 1,539(1,315-1,801)
5.Tamat SLTA 140259 1,1 2,296(1,015-1,408)
6.PT 35566 1,1 1a

2.Pekerjaan
1.Tidak bekerja 86117 1,6 1,864(1,150-3,023)
2.Sekolah 142133 1,8 2,234(1,378-3,623)
3.Ibu rumah tangga 134599 1,3 1,444(0,089-2,343)
4.TNI/Polri 3141 1 1,096(0,560-2,143)
5.PNS 24755 1 0,961(0,573-1,610)
6.Pegawai BUMN 3143 1 1a
7.Pegawai Swasta 32751 1,1 1,395(0,842-2,310) 0,000*
8.Wiraswasta/Pdg 74367 1,1 1,387(0,851-2,261)
9.Pelayanan Jasa 15675 1,6 1,387(0,851-2,261)
10.Petani 171801 1,8 1,723(1,031-2,878)
11.Nelayan 9385 1,6 1,876(1,157-3,041)
12.Buruh 51105 1,6 1,859(,073-3,221)
13.Lainnya 18486 1,2 1,929(1,181-3,152)
1,293(0,794-2,107)

3.Tingkat Pengeluaran
per kapita perbulan
1.Kuintil 1 235690 1,7 1,275(1,170-1,389)
2.Kuintil 2 211336 1,7 1,260(1,155-1,374)
3.Kuintil3 194619 1,5 1,145(1,052-1,245) 0,000*
4.Kuintil4 178238 1,5 1,127(1,034-1,228)
5.Kuintil 5 149676 1,3 1a

4.Jumlah Balita
1. 5 balita 44 2,3 1,550(0,363-6,617)
2. 4 balita 460 0,4 0,113(0,026-0,493)
3. 3 balita 6889 1,5 0,722(0,538-0,968) 0,000*
4. 2 balita 70446 1,5 0,816(0,736-0,905)
5. 1 balita 316557 1,5 0,888(0,838-0,948)
6 .Tidak punya anak 498227 1,6 1a
52
Pembagian wilayah menurut pulau, maka kalau dilihat persentase yang terjadi
maka NTB dan NTT termasuk daerah yang tinggi (2,1%), dan terkecil adalah
Sumatra(1,4%). P yang didapat adalah 0,000 maka masuk menjadi kandidat
multivariat demikian juga OR yang terjadi, sesuai dengan persentase.

Sedang pembagian atau sebaran responden menurut wilayah administrasi maka


pedesaan memilik odds ratio sebesar 1,338 dibanding dengan perkotaan, dengan
p=0,000.

Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan profesional memperlihatkan untuk waktu


tempuh cepat persentase yang sakit Typhus adalah 1,5% dan untuk waktu
tempuh lama maka persentase responden yang sakit Typhus dan Paratyphus
adalah 2,4%, dengan dengan OR untuk yang lama jarak tempuhnya adalah 1,637,
dengan p dibawah 0,25, maka masuk kandidat multivariat.

Waktu tempuh kesarana kesehatan swadaya masyarakat untuk responden


dengan waktu tempuh lama persentase yang sakit Typhus adalah 2,1% dengan
OR= 1,326 dan p masuk kandidat multivariat.

Gabung waktu tempuh kesarana kesehatan baik swadaya masyarakat maupun ke


sarana kesehatan profesional maka responden yang sakit Typhus dengan waktu
tempuh lama adalah 2,1% dengan OR= 1,395 dan merupakan kandidat
multivariat.

Sedang pada sebaran pemanfaatan sarana kesehatan kelihatannya ada yang


terbalik dari analisa hubungan yang ada, yaitu kalau dilihat sebaran persentase
maka ternyata yang memakai posyandu, Polindes, dan POD, dan gabung
pemanfaatan ketiganya maka justru yang memakai mempunyai persentase yang
tinggi untuk sakit Typhus dan Paratyphus, jika dibanding dengan yang tidak
memakai, maka OR yang terjadi adalah justru yang tidak menggunakan fasilitas
kesehatan mempunyai OR dibawah 0, misalnya0,844; 0,728,0,778 dan 0,617.
Dari peristiwa tersebut dapat di maklumi bahwa mereka menggunakan fasilitas

53
kesehatan karena mereka sudah sakit, jadi mereka menggunakan fasilitas
kesehatan tersebut karena akan berobat, maka berdasarkan pertimbangan
tersebut mak pemanfaatan tidak diikutkan dalam analisa multivariat.

Sedang adanya sarana angkutan ke fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa


persentase yang sakit typhus pada responden yang tidak mempunyai sarana ke
fasilitas kesehatan 1,7 sedang persentase responden yang mempunyai sarana ke
fasilitas kesehatan adalah 1,5, sedang OR yang ada adalah 0,917 dengan p=
0,008. Dan merupakan kandidat masuk multivariat.

Jumlah air yang dipakai, pada analisa riskesdas ini air yang dipakai cukup apabila
>=20 liter, dan persentase yang sakit typhus dan paratyphus yang sakit adalah
1,7%, dan masih masuk ke kandidat multi walaupun p=0,231.

Kualitas air, menunjukkan responden dengan kualitas air kurang baik, dan
menderita typhus dan paratyphus lebih banyak yaitu 2,3% daripada responden
yang sakit typhus dengan kualitas air yang digunakan baik, dan OR= 1,489. p =
0,000 masuk kandidat multivariat.

Pada variabel cara pengolahan air responden sebelum digunakan, didapat diatas
p diatas 0,25, maka variabel ini tidak masuk kandidat multivariat. Dan sebaran
prevalensi adalah responden dengan mengunakan air yang tidak diolah sebanyak
1,7% yang sakit typhus dan paratyphus.

Pada responden dengan sumber air ada sumber pencemaran kurang dari 10m,
maka didapatkan bahwa responden dengan sumber air ada sumber pencemaran
yang sakit typhus dan paratyphus sebanyak 1,7% dengan OR=1,134 dengan
p=0,000.

Peluang sakit typhus pada responden yang memelihara hewan ternak adalah 1,7
lebih besar daripada responden yang tidak memelihara hewan ternak, karena
p=0,000 maka variabel ini masuk ke analisis multivariat.

54
Pada responden yang memelihara hewan ternak, dan dikandangkan maka
didapat p = 0, 337, jadi variabel ini tidak masuk dalam analisis multivariat.

Sebaran responden menurut sumber pencemaran yang ada di sekitar rumah,


seperti adanya pasar, tempat pembuangan sampah dan sebagainya, maka
didapat p = 0,000 dengan responden yang ada sumber pencemaran disekitar
rumah yang sakit typhus sebanyak sebanyak 1,4%

Tabel 17. Distribusi responden menurut prevalensi typhus/paratyphus dan hasil


analisa bivariat antara typhus/paratyphus dengan beberapa karateristik
lingkungan serta kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di
Indonesia- tahun 2007
Variabel Jumlah Typhus/ OR P
responden Paratyp
hus
%
1.Wilayah
1. Jawa Bali 321558 1,5 1a
2. Sumatra 302526 1,4 0,752(0,689 -0,821)
3. Kalimantan 107026 1,8 1,041(0,938 -1.156)
0,000*
4. Sulawesi 138715 1,6 0,931(0,844 -0,026)
5.NTT dan NTB 59297 2,1 1,314(1,152- 1,500)
6.Maluku dan Papua 44535 1,7 1,129(0,947 -1,347)

2.Wilayah administrasi
1.Perkotaan 353632 1,2 1a
0,000*
2.Pedesaan 620025 1,8 1,338(1,241-1,443)

3.Waktu tempuh ke
sarana yankes (rumah
sakit, Puskesmas,
Pustu,Dokter Praktek, 0,000*
Bidan Praktek) 30899 2,4 1,637(1,385-1,935)
1.Lama 944302 1,5 1a
2.Cepat
4.Waktu tempuh ke
sarana yankes
(Posyandu, Pos
0,000*
Kesdes,polindes ) 40784 2,1
1,326(1,159-1,517)
1. Lama 934397 1,5
1a
2. Cepat
5.Gabung Waktu
Kesarana Yankes Baik
0,000*
rumah sakit atau
posyandu 56958 2,1 1,395(1,235-1,576)
55
1.Lama 918225 1,5 1a
2.Cepat
6.Pemanfaatan
Posyandu 655080 1,4 0,844(0,799 -0,892)
0,000
1.Tidak memanfaatkan 318288 1,8 1a
2. Memanfaatkan
7.Pemanfaatan Polindes
1.Tidak memanfaatkan 734828 1,4 0,728(0,686 -0,771)
0.000
2. Memanfaatkan 237341 1,9 1a

8.Pemanfaatan POD
1.Tidak memanfaatkan 865605 1,5 0,778(0,711 -0,852) 0,000
2. Memanfaatkan 105335 2 1a

9.Gabung pemanfaatan,
posyandu, Polindes,
POD 948988 1,5 0,617(0,538-0,727) 0,000
1.Tidak memanfaatkan 26193 2,3 1a
2. Memanfaatkan
10.Angkutan umum ke
fasilitas pelayanan
kesehatan 328979 1,7 0,008*
0,917(0,860-0,977)
1.Tidak tersedia 8667564 1,5
1a
2.Tersedia
11. Jumlah air yang
dipakai 49668 1,7 1,100(0,941 -1,284)
0,231*
1.<20 liter 854651 1,5 1a
2.>= 20 liter
12.Dari sumber air
dalam radius <10 meter
terdapat sumber
pencemaran 216385 1,7 1,134(1,064 -1,210) 0.000*
1.Ya 707833 1,5 1a
2.Tidak
13.Kualitas Fisik Air
1.Kurang berkualitas 134832 2,3 1,489(1,378-1,608)
0,000*
2. Berkualitas 840349 1,4 1a

14.Pengolahan air
minum sebelum diminum
1. Tidak diolah 90475 1,9 1,053(0,955 -1,160) 0,302
2. Diolah. 884506 1,5 1a

15. Apakah mempunyai


saluran pembuangan air
limbah dari kamar
0,000*
mandi/dapur 860889 1,6 1,287(1,178-1,408)
1. Tidak ada 99977 1,2 1a
2. Ada
56
16. Bagaimana saluran
pembuangan air limbah
dari kamar mandi/dapur
0,206*
1. Terbuka 552767 1,5 0,965(0,913-1,020)
2. Tertutup 400026 1,5 1a

17 Keberadaan tempat
sampah 357317 1,7 1,226(1,101-1,364)
0,000*
1. Tidak ada 436844 1,4 1a
2. Ada

18. Keadaan tempat


sampah 535109 1,4
1,174(1,107 -1,245) 0,000*
1. Terbuka 75405 1,3
1a
2. Tertutup

19. Pelihara hewan 535174 1,7


1,159(1,097 -1,225)
ternak 437973 1,3 0,000*
1a
1.Pelihara
2.Tidak Pelihara

20. Apakah ternak


dikandangkan 172284 1,8 1,038(0,962-1,121) 0,337*
1. Tidak 360865 1,7 1a
2. Ya
21. Sumber Pencemaran
lingkungan di sekitar
rumah 468827 1,4 0.886(0,830-0,946) 0,000*
1. Ada 506354 1,7 1a
2. Tidak ada

3.2.4. Model akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan


determinan

Pada sebaran beberapa analisa bivariat maka yang masuk menjadi kandidat ke
analisa multivariat adalah 18 variabel ( jenis kelamin, umur, pendidikan,
pekerjaan, tingkat pengeluaran perkapita, jumlah balita, wilayah,wilayah
administrasi,waktu tempuh serta adanya transportasi ke yankes, jumlah air yang
dipakai, adanya sumber pencemaran kurang dari 10 m disekitar sumber air,
kualitas air, adanya saluran pembuangan air limbah, keadaan saluran
pembuangan air limbah, adanya tempat sampah, keadaan tempat sampah,
adanya hewan ternak, serta pencemaran sekitar rumah responden) yaitu dengan
p<= 0,25
57
Pada variabel jenis kelamin setelah hasil akhir multivariat maka kelompok laki laki
mempunyai peluabg sakit typhus/ paratyphus sebesar 1,142 dibanding kelompok
perempuan.Variabel umur maka umur yang besar peluangnya untuk sakit typhus
paratyphus adalah kelompok umur 5-14 tahun yaitu sebesar 1,449, kemudian
diikuti umur 15 sampai 24 tahun, hal ini bisa terjadi karena usia-usia tersebut anak
mulai jajan diluar rumah. Dan pada kelompok umur ini mempunyai trend semakin
tua semakin berkurang peluang untuk menjadi sakit typhus paratyphus. Sedang
umur 1-4 tahun tidak muncul, untuk analisa multivariat, pada waktu analisa
bivariat kelompok ini muncul OR, hal ini adanya trend, karena dianggap keluar
dari trend maka tidak muncul pada analisa multivariat.
Tabel 18. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan
beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Typhus/Par OR P
responde atyphus
n
%

1.Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 1,6 1,142(1,081-1,208) 0,000
2.Perempuan 495246 1,5 1a

2.Umur (tahun)
1.1-4 741395 1,6
1,449(1164- 1.804)
2.5-14 2055105 2,1
1,382(1,107-1,726)
3.15-24 213775 1,7
1,177(0,945-1,465)
4.25-34 1506555 1,4
1,152(0,925-1,435) 0,000
5.35-44 1511162 1,4
1,047(0,843-1,301)
6.45-54 1445758 1,3
1,031(0,830-1,281)
7.55-64 636331 1,3
0,986(0,779-1,249)
8.65-74 394766 1,2
1a
9. 75=< 185823 1,5

Pada hasil akhir multivariat menurut karakteristik keluarga, variabel yang masih,
dan akhir dianggap varaiabel yang dominan menurut kelompok ini adalah variabel
pendidikan dan jumlah balita, pada variabel pendidikan trend yang ada adalah
makin tinggi pendidikan makin turun resiko untuk menderita typhus dan
paratyphus, maka OR terbesar dimiliki oleh kelompok tidak pernah sekolah, hal ini
sesuai dengan hasil laporan riskesdas 2007.
58
Pada variabel jumlah balita pada rumah tangga tersebut, maka resiko tertinggi
adalah responden yang punya balita 5 atau lebih, OR= 3,368, sedang pada
variabel ini tidak mempunyai trend, dan peluang untuk sakit typhus dan
paratyphus pada hasil analisa ini adalah responden dimana dalam rumahnya
terdapat jumlah balita 4.

Tabel 19. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan


beberapa karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Variabel Jumlah %Typhus/ OR P
respon Paratyph
us
Den

1.Pendidikan
1.Tidak pernah sekolah 60982 1,8 1,714(1,390-2,113)
2.Tidak tamat SD 163779 1,8 1,746(1,442-2,114)
3.Tamat SD 228251 1,6 1,577(1,314-1,894)
4.Tamat SLTP 137473 1,4 1,404(1,166-1,689) 0,000
5.Tamat SLTA 140259 1,1 1,257(1,042 -1,517)
6.PT 35566 1,1 1a

2.Jumlah Balita dalam


keluarga
1. 5 balita 44 2,3 3,368(1,417-8,003)
2. 4 balita 460 0,4 2,196E-9(1,506E-9-
3. 3 balita 6889 1,5 3,202E-9)
4. 2 balita 70446 1,5 0,743(0,482-1,114) 0,000
5. 1 balita 316557 1,5 0,797(0,695-0,915)
6 .Tidak punya anak 498227 1,7 0,894(0,831-0,961)
1a

Wilayah menurut pulau wilayah paling tinggi OR adalah 1,052, kemudian Maluku
dan Papua, baru Kalimantan.

Menurut wilayah administrasi maka responden yang tinggal di pedesaan


mempunyai peluang 1,283 kali untuk sakit typhus paratyphus dibanding
responden yang tinggal di perkotaan.

59
Waktu tempuh, hal ini merupakan perwakilan dari akses responden bisa mencapai
fasilitas kesehatan, maka didapat peluang, 1,42 untuk yang waktu tempuhnya
lama pada variabel waktu tempuh ke fasilitas kesehatan profesional, sedang
waktu tempuh kesaran kesehtana swadaya masyarakat OR yang lama sebesar
1.224 berarti aksesnya susah atau jaraknya jauh.

Sedang pada variabel tentang air, yang masuk sampai akhir adalah kualitas air,
jumlah air dan sumber pencemaran disekitar air, Pada kualitas air disini adalah
ada peluang sebesar 1,401 pada responden yang mempunyai air dengan kualitas
buruk untuk sakit typhus dan paratyphus, sedang pada responden yang dalam
sumber airnya terdapat sumber pencemaran mempunyai peluang sebesar 1,097
kali , dan tentang kecukupan air responden yang tidak cukup memakai air
cenderung sakit paratyphus sebesar 1,273 kali

Pada variabel lingkungan yang masih eksis adalah adanya saluran pembuangan
limbah dan mempunyai tempat sampah diluar rumah masing-masing OR untuk
sakit typhus dan paratyphus adalah 1,180 dan 1,098.

Tabel 20. Hasil akhir analisa multivariat antara typhus/paratyphus dengan


beberapa karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Typhus/ OR p
responden Paratyp
hus

1.Wilayah 1a
1. Jawa Bali 321558 1,5
2.. Sumatra 302526 1,4 0,627(0,565-0,696)
3. Kalimantan 107026 1,8 0,806(0,712-0,913)
4. Sulawesi 138715 1,6 0,735(0,651-0,830) 0,000
5.NTT dan NTB 59297 2,1 1,052(0,902-1,226)
6.Maluku dan Papua 44535 1,7 0,850(0,699-1,034)

2.Wilayah administrasi
1.Perkotaan 353632 1,2 1,283(1,169 -1,410) 0,000
2.Pedesaan 620025 1,8 1a
3.Waktu tempuh ke
sarana yankes (rumah
60
sakit, Puskesmas,
Pustu,Dokter Praktek,
Bidan Praktek) 0,002
1.Lama 30899 2,4
2.Cepat 944302 1,5 1,420(1,137-1,773)
1a
4.Waktu tempuh ke
sarana yankes
(Posyandu, Pos
Kesdes,polindes ) 0,020
1. Lama 40784 2,1 1,226(1,033-1,455)
2. Cepat 934397 1,5 1a
5.Jumlah air yang
dipakai 49668 1,7 1,273(1,067 -1,519)
1.<20 liter 854651 1,5 0,007
1a
2.>= 20 liter
6.Dari sumber air dalam
radius <10 meter
terdapat sumber 0,022
pencemaran 216385 1,7 1,097(1,013-1,188)
1.Ya 707833 1,5 1a
2.Tidak
7.Kualitas Fisik Air
1.Kurang berkualitas 134832 2,3 1,401(1,279-1,533) 0,000
2. Berkualitas 840349 1,4 1a
8.Apakah mempunyai
saluran pembuangan air
limbah dari kamar
mandi/dapur 860889 1,6 0,005
1,180(1,051-1,326)
1. Tidak ada 999777 1,2 1a
2. Ada
9. Apakah mempunyai
tempat pembuangan 357317 1,7
1,098(1,023-1,178)
sampah diluar rumah 436844 1,4 0,010
1. Tidak 1a
2. Ada

3.2.5. Hasil analisa bivariat antara hepatitis dengan beberapa variabel


independen dan pemilihan kandidat variabel multivariat

Hepatitis klinis terdeteksi diseluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi


sebesar 0,6% . tiga belas propinsi memiliki angka rata- rata diatas angka nasional
yaitu; DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara,

61
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, Papua.
Dari tiga belas propinsi tersebut diatas propinsi tertinggi adalah propinsi Sulawesi
Tengah.

Tabel 21. Prevalensi hepatitis menurut Propinsi Data Riskesdas Indonesia Tahun
2007

Propinsi Jumlah %
DI Aceh 40892 1,2
Sumatra Utara 69256 0,4
Sumatra Barat 42021 0,8
Riau 25330 0,8
Jambi 22435 0,7
Sumatra Selatan 33358 0,3
Bengkulu 19042 0,4
Lampung 23833 0,2
Bangka Belitung 13645 0,5
Kepulauan Riau 12514 0,4
DKI Jakarta 16970 0,6
Jawa Barat 68460 0,6
Jawa Tengah 87119 0,5
DI Yogyakarta 10164 0,2
Jawa Timur 100966 0,3
Banten 17276 0,5
Bali 20603 0,3
Nusa Tenggara Barat 21297 0,9
Nusa Tenggara Timur 38000 1,5
Kalimantan Barat 27377 0,4
Kalimantan Tengah 28015 0,4
Kalimantan Selatan 25706 0,5
Kalimantan Timur 25928 0,3
Sulawesi Utara 14397 1
Sulawesi Tengah 21512 2,3
Sulawesi Selatan 54570 0,6
Sulawesi Tenggara 26642 0,7
Gorontalo 11245 1,4
Sulawesi Barat 10349 0,5
Maluku 10361 0,4
Maluku Utara 11521 0,9
Papua Barat 6898 1,1
Papua 15755 0,8
Total 973657 0,6
62
Pada analisa bivariat prevalensi hepatitis menurut jenis kelamin didapat OR
pada kelompok laki-laki 1,474 dengan p=0,000, sedang persentase menurut jenis
kelamin ternyata kelompok laki-laki lebih banyak yang menderita hepatitis
sebanyak 0,7%. Dan variabel ini masuk kekandidat model multivariat.

Pada sebaran data untuk variabel Umur, ternyata umur 1-4 tahun dengan angka
persentase 2,6 pada uji bivariat tidak keluar angkanya, hal ini bisa disebabkan
karena angkanya terlalu kecil, untuk analisa selanjutnya bisa disarankan untuk di
komposit dengan kelompok umur yang lebih besar, dan kalau dilihat tren yang
terjadi maka kelompok umur tua makin banyak yang menderita hepatitis,
dibanding kelompok umur yang lebih muda, dan OR kelompok umur 65-74
mencapai 2,696 hal ini kalau dibanding dengan kelompok umur 5-10 tahun. Dan p
yang didapat= 0,000, masuk kandidat multivariat.

Tabel 22. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa
bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakteristik individu serta
kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Jumlah hepatiti OR P
respond s%
en

1. Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 0.7 1,474(1,316 -1,652) 0,000*
2.Perempuan 495246 0.6 1a

2. Umur (tahun)
1.1-4 16614 0.2
2.5-10 79072 0.3 1a
3.10-15 213775 0.4 1,240(0,988 - 1,556)
4.15-24 153089 0.6 1,759(1,396 -2,216)
0,000*
5.25-34 152637 0.7 2,129(1,716-2,642)
6.35-44 140574 0.7 2,035(1,625 -2,549)
7.45-54 105100 0.8 2,035(1,938 - 3,013)
8.55-64 59802 0.9 2,417(1,846- 2,993)
9.65-74 36056 0.9 2,696(2,077 -3,499)
10>=75 16938 0.9 2,599(1,920- 3,518)

Pada hasil analisa bivariat variabel karakteristik keluarga menurut penyakit


hepatitis maka diperoleh gambaran bahwa pada pendidikan tinggi maka makin
63
menurut persentase, penyakit tersebut, demikian juga kalau dilihat tren OR yang
terjadi.

Pada kelompok pekerjaan, pegawai swasta dan BUMN biasanya merupakan


kelompok terkecil, maka PNS dijadikan referens, maka dihasilkan kelompok
dengan OR tertinggi adalah pelayan jasa, kemudian petani disusul nelayan,
kemudian disusul pekerjaan lainnya. p=0,000.

Pada tingkat kuintil, diperoleh sebaran yang tidak memiliki trend, dan OR tertinggi
dimiliki oleh kelompok kuintil 2, hal ini menunjukan bahwa ternyata pada kelompok
variabel pengeluaran prevalensi ini tidak memandang kelompok, jadi bisa
menyerang kelompok manapun, p dibawah 0,25.

Demikian juga pada uji bivariat yang dilakukan pada kelompok responden dengan
kepemilikan balita, maka, dalam hal ini yang tertinggi OR-nya adalah responden
yang memiliki balita 2.

Keempat variabel karakteristik keluarga masuk menjadi kandidat model mutivariat


karena p dibawah 0,25.

64
Tabel 23. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa
bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakteristik keluarga serta
kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Jumlah hepat OR P
respond itis%
en

1. Pendidikan
1,443(1,151-1,810)
1Tidak pernah sekolah 60982 0.9
1,320(1,067-1,633)
2.Tidak tamat SD 163779 0.8
1,227(1,003-1,501)
3.Tamat SD 228251 0.7 0,000*
0,974(0,791-1,200)
4.Tamat SLTP 137473 0.6
0,824(0,666-1,019)
5.Tamat SLTA 140259 0.5
1a
6.PT 35566 0.6
2. Pekerjaan
1.Tidak bekerja 86117 0.7 2,664(1,246-5,695)
2.Sekolah 142133 0.5 1,720(0,806-3,670)
3.Ibu rumah tangga 134599 0.7 2.386(1,119-5,085)
4.TNI/Polri 3141 0.6 2,026(0,774-5,301)
5.PNS 24755 0.5 1,775(0,804-3.916)
6.Pegawai BUMN 3143 0.4 1a
7.Pegawai Swasta 32751 0.4 1,446(0,661-3,165) 0,000*
74367 0.5 2,029(0,944-4,363)
8.Wiraswasta/Pdg 15675 0.8 2,660(1,203-5,884)
9.Pelayanan Jasa 171801 1 3,335(1,570-7,083)
10.Petani 9385 0.9 3,087(1,369-6,958)
11.Nelayan 51105 0.7 2,650(1,231-5,706)
12.Buruh 18486 0.8 3,026(1,379-6,640)
13. Lainnya
3. Tingkat Pengeluaran
per kapita perbulan
1.Kuintil 1 235690 0,6 1,149(1,004-1,316)
0,103*
2.Kuintil 2 211336 0,7 1,186(1,037-1,357)
3.Kuintil3 194619 0,6 0,066(0,931-1,221)
4.Kuintil4 178238 0,6 1,068(0,935-1,220)
5.Kuintil 5 149676 0,6 1a

4.Jumlah Balita dalam


keluarga
1. 5 balita 44 0 1,892E-9(7,010E-10-5.104E-9)
1,892E-9(1,194E-8-2,996E-9) 0,000*
2. 4 balita 460 0
0,674(0,445- 1,020)
3. 3 balita 6889 0,6
1,608(0,866-1,173)
4. 2 balita 70446 0,7
0,805(0,737-0,879)
65
5. 1 balita 316557 0,6 1a
6 .Tidak punya anak 498227 0,7

Pada pengelompok responden menurut wilayah, maka didaerah NTT dan NTB
merupakan kelompok dengan OR tertinggi, hal tersebut sesuai dengan
pengelompok responden menurut propinsi, dan karena OR dibawah 0,25 maka
masuk kekandidat model multivariat.

Sedang menurut variabel wilayah administrasi, responden yang tinggal di


pedesaan yang banyak mengalami hepatitis dibanding responden yang tinggal di
perkotaan, dan masuk sebagai kandidat model multivariat.

Pada variabel transportasi, adanya angkutan dan waktu tempuh ke fasilitas


kesehatan baik profesional maupun fasilitas kesehatan tradisioal masuk ke
kandidat model bivariat.

Sedang pada kelompok variabel pemanfaatan posyandu, WOD, dilihat pada


sebaran data justru pada kelompok responden yang memanfaatkan fasilitas
kesehatan banyak yang menderita sakit Hepatitis,dan justru yang tidak
menggunakan mempunyai peluang tercegah sakit hepatitis, karena pertimbangan
causal plausability maka tidak dimasukkan dalam kandidat multivariat, walaupun
p dibawah 0,25.

Variabel jumlah air yang dipakai pada setiap respoden bila dihubungkan dengan
kejadian hepatitis maka responden yang memakai air cukup atau jumlah >= 20
liter adalah 0,6 %, dan responden dengan jumlah air kurang sebanyak 0,9% .
Hasil analisa menunjukkan p dibawah 0,25.

Variabel kualitas air, sumber pencemaran disekitar sumber air, pelihara ternak,
adanya tempat sampah keadaan tempat sampah, adanya tempat pembuangan air
limbah, keadaan pembuangan air limbah masuk kekandidat multivariat.

66
Variabel responden menurut pemanfaatan POD dan variabel bagaimana
keadaan tempat sampah karena p diatas 0,25, maka tidak ikut dalam pemodelan
multivariat

Tabel 24. Distribusi responden menurut prevalensi hepatitis dan hasil analisa
bivariat antara hepatitis dengan beberapa karakter lingkungan serta
kandidat model multivariat pada Data Riskesdas di Indonesia- tahun
2007
Jumlah Hepatitis OR P
respond
en %

1. Wilayah 1a
1. Jawa Bali 321558 0.4 1,144(1,001- 1,308)
2. Sumatra 302526 0.6
0,818(0,697-0,961)
3. Kalimantan 107026 0.4
4. Sulawesi 138715 1 1,974(1,710-2,291) 0,000*
5. NTT dan NTB 59297 1.3 2,965(2,429-3,619)
6.Maluku dan Papua 44535 0.8 1,559(1,257-1,932)

2. Wilayah administrasi
1.Perkotaan 353632 0.4 1.474(1,316-1,652) 0,000*
2.Pedesaan 620025 0.7
1a
3.Adakah alat transportasi
umum ke pelayanan
kesehatan terdekat:
1.Tidak ada 519702 0,001*
0,6 1,852(0,773-0,939)
2.Ada 449054 1a
0,6
4. Waktu tempuh ke sarana
yankes (rumah sakit,
Puskesmas, Pustu Dokter
Praktek, Bidan Praktek) 0,000*
1. Lama 30879 1.2 2,485(1,992-3,099)
2. Cepat 944302 0.6 1a

5. Waktu tempuh ke sarana


yankes (Posyandu, Pos
Kesdes,polindes ) 40784 1 0,000*
1,917(1,548-1,373)
1. Lama 934397 0.6 1a
2. Cepat

6. Gabung Waktu Kesarana


Yankes Baik rumah sakit 0,000*
atau posyandu 56958 1 1,974(1,644-2,372)
1. Lama 918223 0.6 1a

67
2.Cepat

7. Pemanfaatan Posyandu
1.Tidak memanfaatkan 655080 0,6 0,919(0,836-1,009) 0,008*
2. Memanfaatkan 318288 0,7 1a
8. Pemanfaatan Polindes
1.Tidak memanfaatkan 734828 0.6 0,878(0,795-0,969) 0,010*
2. Memanfaatkan 237341 0.7
1a

9. Pemanfaatan POD
1. Tidak memanfaatkan 86505 0,6 0,498
0,949(0,815-1,105)
2. Memanfaatkan 105535 0,6

10. Gabung manfaat,


posyandu, Polindes,POD 0,059*
1.Tidak memanfaatkan 948988 0.6 0,815(0,659 -1,008)
2. Memanfaatkan 26193 0.8 1a

11. Jumlah air yang dipakai


1.<20 liter 49668 0.9 1.638(1,363-1,970) 0,000*
2.>= 20 liter 854651 0.6 1a

12. Dari sumber air dalam


radius <10 meter terdapat
sumber pencemaran 0,001*
1.Ya 216385 0.7 1.189(1,072-1,318)
2.Tidak 707833 0.6 1a

13. Kualitas Fisik Air


1.Kurang berkualitas 134832 0.9 0,000*
1,517(1,340-1,717)
2. Berkualitas 840349 0.6
1a
14. Pengolahan air minum
sebelum diminum
1. Tidak diolah 90675 0.8 0,095*
1,129(0,979-1,302)
2. Diolah 884506 0.6
1a
15. Apakah ada saluran
pembuangan air limbah
dari kamar mandi/dapur 0,000*
1. Tidak ada 860889 0.6 1,342(1,161 -1,550)
2. Ada 999777 0.4 1a

16. Bagaimana saluran


pembuangan air limbah
dari kamar mandi/dapur 0,027*
1.kurang baik 552767 0.6 1,113(1,012-1,324)
2.baik 400026 0.6 1a
0,000*
68
17.Ada tempat sampah
1.Tidak ada 535109 0.7 1,289(1,175-1,414)
2. Tidak ada 436844 0.5
1a

18. Bagaimana tempat


sampah yang ada
0,759
1. Terbuka 357317 0.5
2. Tertutup 75405 0.5 1.028(0.,864-1,222)
1a

19. Apakah ada hewan


ternak 0,000*
1. Tidak 172284 0.9 1,343(1,224-1,473)
2. ya dikandangkan 360865 0.7 1a

20. Apakah hewan ternak


dikandangkan 0,001*
1. Tidak 172284 2,8 1,232(1,087-1,396)
2. Ya dikandangkan 360865 2,4 1a

21. Sumber Pencemaran


lingkungan di sekitar rumah 0,122*
1. Ada 357317 0.5 0,923(0,834-1,022)
2. Tidak ada 75405 0.5 1a

3.2.6. Model akhir analisa multivariat antara hepatitis dengan determinan

Setelah analisa multivariat, maka didapatkan hasil akhir yang masuk ke model
akhir multivariat adalah 11 variabel, dengan nama-nama variabel sebagai berikut;
variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah balita dalam rumah tangga
responden, waktu tempuh kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air,
jenis tempat sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah menurut
daerah administrasi.

Pada analisa multivarait antara hepatitis dengan karakteristik individu. Ternyata


OR laki-laki untuk menderita hepatitis adalah 1, 275 dibanding kelompok wanita.

Sedang kelompok umur ada 10 kelompok, dan OR tertinggi pada hasil akhir
multivariat ini adalah kelompok umur 65 keatas, dan trend penyakit makin tua
umur seseorang makin besar OR - nya, hal ini dikarenakan makin tua umur
seseorang makin banyak terpapar.

69
Tabel 25. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan
beberapa karakteristik individu pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Hepatitis OR P
respond
en %

1. Jenis kelamin
1.Laki-laki 478411 0.7 1,275(1,176 -1,382)
2.Perempuan 495246 0.6 1a
0,000

2. Umur (tahun)
1.1-4 16614 0.2
2.5-10 79072 0.3 1a
3.10-15 213775 0.4 1,625(1,360 - 1,942)
4.15-24 153089 0.6 1,993(1,674 -2,373)
5.25-34 152637 0.7 0,000
1,896(1,605 – 2,241)
6.35-44 140574 0.7 1,946(1,642 – 2,306)
7.45-54 105100 0.8
1,989(1,645– 2,404)
8.55-64 59802 0.9
9.65-74 36056 0.9 2,174(1,740 - 2,715)
10>=75 16938 0.9 2,125(1,626 – 2,776)

Hubungan variabel pendidikan, makin rendah pendidikan responden makin besar


OR untuk terkena penyakit dibanding dengan kelompok pendidikan tinggi, hal ini
bisa dimaklumi, kemungkinan responden dengan pendidikan tinggi lebih bergaya
hidup sehat.

Pada variabel responden dengan jumlah balita, maka jumlah balita 2 dalam rumah
tangga responden tersebut mempunyai OR paling tinggi, tetapi pada sebaran OR
menurut jumlah balita, ternyata tidak mempunyai trend.

Tabel 26. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan
70
beberapa karakteristik keluarga pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Hep OR p
respond atiti
en s

1. Pendidikan
1,265(0,981-1,631)
1Tidak pernah sekolah 60982 0.9
1,253(1,990-1,586)
2.Tidak tamat SD 163779 0.8
1,138(0,909-1,425)
3.Tamat SD 228251 0.7 0,000
0,900(0,715-1,134)
4.Tamat SLTP 137473 0.6
0,815(0,646-1,028)
5.Tamat SLTA 140259 0.5
1a
6.PT 35566 0.6

2.Jumlah Balita dalam


keluarga
1. 5 balita 44 0 1,198E-9(3,164E-10-4,535E-9)
2. 4 balita 460 0 2,702E-9(1,806E-9-4,041E-9)
3. 3 balita 6889 0,6 0,692(0,403- 1,188) 0,000
4. 2 balita 70446 0,7 1,117(0,937-1,333)
5. 1 balita 316557 0,6 0,987(0,895-1,088)
6 .Tidak punya anak 498227 0,7 1a

Pada Sebaran penyakit menurut wilayah pulau ternyata NTT dan NTB mempunyai
OR tertinggi yaitu 2,5 kali lipat dibanding Jawa dan Bali, kemungkinan hal ini
adanya sosial budaya yang menyebabkan penyakit ini tinggi didaerah-daerah
tersebut.
Pada sebaran responden yang menempati pedesaan cenderung untuk sakit
dengan OR 1,254 dibanding responden yang tinggal di perkotaan.

Waktu tempuh kesarana pelayanan kesehatan ini mengambarkan akses


responden kesarana pelayanan kesehatan, apabila makin lama waktu tempuhnya
maka makin jarang kemungkinan dia datang ke fasilitas kesehatan tersebut dan
makin jarang dia terpapar penyuluhan, dan hal ini akan mempengaruhi perilaku
hidup sehat mereka, OR= 1,787

Jumlah air menurut referensi riskesdas pemakaian air yang cukup adalah
perorang 20 liter, dan hasil analisa disini menunjukkan bahwa responden dengan

71
air yang kurang dari 20 liter mempunyai OR= 1,614 mempunyai peluang sakit
pneumonia dibandingkan dengan responden yang memakai air yang cukup.

Pada responden dengan pemakaian air yang tidak berkualitas mempunyai


peluang untuk sakit pneumonia sebesar adalah 1,448 kali, dibanding dengan
responden yang memakai air berkualitas.

Pada keberadaan tempat sampahmenunjukkan adanya peluang sakit hepatitis


klinis sebanyak 1,143 pada kelompok responden yang tidak mempunyai,
dibanding pada kelompok responden yang mempunyai tempat sampah, hal ini
memang secara logika berhubungan, penyakit apapun kalau lingkungan rumah
sanitasinya jelek, maka akan memperparah keadaan.

Pada variabel responden dengan pemeliharaan binatang maka OR yang didapat


1,171 dibanding pada responden yang tidak memelihara binatang.

72
Tabel 27. Hasil akhir analisa multivariat antara variabel Hepatitis dengan
beberapa karakteristik lingkungan pada data riskesdas di Indonesia-
tahun 2007
Jumlah Hepatitis OR P
respond
en %

1. Wilayah
1. Jawa Bali 321558 0.4 1a
2. Sumatra 302526 0.6 0.948(0,819-
3. Kalimantan 107026 0.4 1,096)
4. Sulawesi 138715 1 0,694(0,578-0,834) 0,000
5.NTT dan NTB 59297 1.3 1,809(1,543-2.122)
6.Maluku dan Papua 44535 0.8 2,521(2,066-3,077)
1,296(1,028-1,634)

2. Wilayah administrasi
1a 0,000
1.Perkotaan 353632 0.4
1,254(1,091-1,442)
2.Pedesaan 620025 0.7

3. Waktu tempuh ke sarana


yankes (rumah sakit,
Puskesmas, Pustu Dokter
Praktek, Bidan Praktek)
1.Lama 30879 1.2 1,787 (1,403-2,275) 0,000
2. Cepat 944302 0.6 1a

4. Jumlah air yang dipakai


1,614(1,341-0,944) 0,000
1.<20 liter 49668 0.9
1a
2.>= 20 liter 854651 0.6

5. Kualitas Fisik Air


1.Kurang berkualitas 134832 0.9 1,448(1,259 – 0,000
2. Berkualitas 840349 0.6 1,666)
1a

6.Ada tempat sampah


1,143(1,028-1,271) 0,000
1. Ada 535109 0.7
1a
2. Tidak ada 436844 0.5

7. Apakah ada hewan


ternak 0,002
1,171(1,060-1,295)
1. Ya 172284 0.9
1a
2. Tidak 360865 0.7

73
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Kejadian morbiditas pneumonia dengan determinan dan determinan


yang dominan.

Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh


bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi
kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti
kanker paru atau terlalu banyak minum alkohol 8,9).

Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan,
Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat
ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak
memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun 8,9 ).

Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang masih tinggi kejadiannya di


Indonesia, data -data dibawah adalah data hasil survey tentang pneumonia,
dengan responden yang berbeda-beda, misalnya studi morbiditas, dan hasil
pengumpulan data dari Dinas kesehatan kabupaten kota/kota serta dari sarana
pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem
pencatatan dan pelaporan. Gambaran 10 besar penyakit pada pasien rawat jalan
di Rumah sakit pada tahun 2006, adalah 9,32% kunjungan merupakan kasus
ISPA dengan nominal 96.046 orang. Sedang Data tahun 2006 dari 10 penyakit
utama pasien rawat inap di rumah sakit, pneumonia menduduki peringkat ke 8
dengan kode DTD(169) dan kode ICD(J12J18) dalam persen 1,69, dan nominal
37.634 orang2).

Laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007 menyebutkan prevalensi pneumonia


menurut diagnosa dan gejala adalah 2,13% ( rentang 0,8% - 5,6%). Sedang pada
analisa lanjut ini menunjukan prevalensi penderita pneumonia sebesar 2,2 %

74
atau ada 2.200 penderita pneumonia pada 100.000 penduduk, dan rentang nilai
prevalensi (0,7%- 5,8%).

Pneumonia menurut propinsi menunjukkan bahwa propinsi dengan prevalensi


pneumonia tinggi (diatas angka nasional), terdapat di Papua Barat, Papua,
Gorontalo, NTT, DI Aceh, NTB, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara,
enam propinsi yang disebut dari awal adalah propinsi dengan prevalensinya
diatas 3%.
Dari beberapa propinsi diatas merupakan propinsi yang masih berkembang,
sehingga beberapa sarana dan prasarana pendukung kesehatan masih sangat
minim, dan sebagian besar adalah propinsi dengan daerah susah air bersih,
disamping itu juga ada kemungkinan perilaku hidup penduduknya.

Hubungan antara penyakit Pneumonia dengan karakteristik individu, memberikan


gambaran bahwa prevalensi pneumonia pada laki-laki yaitu 2,3% sedang pada
kelompok wanita 2%, kelompok laki-laki berpeluang sakit 1,148 kali dibanding
kelompok perempuan, dan setelah multivariat didapat OR kelompok laki-laki
=1,228 dan p=0,000. Hasil analisa ini sama dengan referensi yang disebutkan
diatas, Hal ini kemungkinan karena laki-laki lebih banyak keluar rumah untuk
bekerja sehingga lebih banyak kontak dengan udara yang kotor dibandingkan
dengan perempuan yang biasanya hanya sebagai ibu rumah tangga dan lebih
banyak tingggal dirumah sehingga jarang kontak dengan udara yang tercemar
dengan berbagai bakteri atau virus penyebab pneumonia.

prevalensi kasus pneumonia menurun setelah kelompok umur 0-4 sampai


kelompok umur 15 -24 tahun. Dan setelah itu mulai naik pada kelompok umur
lebih tua, jadi bisa dikatakan mempunyai 2 puncak biarpun puncak yang kelompok
umur muda tidak setinggi pada pada puncak kelompok umur tua. Gambaran hasil
distribusi persentase pada kelompok umur menunjukkan bahwa setelah umur 25
tahun maka makin tua umur responden makin banyak yang menderita pneumonia
. Ada beberapa pemikiran dan secara logika menerangkan bahwa makin tua umur
seseorang makin menurun kondisi fisiknya dan makin rapuh terhadap beberapa
75
penyakit, hal ini dicontohkan kasus bapak presiden kita yang kedua, biarpun
kesehatannya terkontrol, ternyata beliau juga bisa terkena pnumonia pada usia
yang makin tua.

Data pengelompokan menurut umur pada analisa bivariat semua kelompok umur
keluar ORya, pada analisa multivariat kelompok umur balita tidak keluar ORnya,
hal ini kemungkinan karena kelompok umur balita terlalu sedikit,

Solusi yang baik sebetulnya dilakukan pengelompokan umur lagi, yaitu balita
digabung dengan kelompok umur yang lebih tua, tetapi peneliti
mempertimbangkan alasan-alasan dibawah ini, yaitu upaya pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya
penemuan kasus secara dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat
terhadap penderita pneumonia balita yang ditemukan. Upaya ini dikembangkan
melalui suatu manajemen terpadu dalam penanganan balita sakit yang datang ke
unit pelayanan kesehatan atau lebih dikenal dengan manajemen terpadu Balita
Sakit (MTBS). Penemuan kasus diutamakan pada balita. Target penemuan
penderita pneumonia balita tahun 2005 – 2009; yaitu 46%, 56%, 66%, 76%, 86%
dari semua kasus. Kenyataan kurun waktu lima tahun terakhir hasil penemuan
penderita pneumonia pada balita dapat dilihat 2003-2007; 30%, 36%, 27,75%,
25,19% dan 21,52% 3).

Penemuan pneumonia pada balita lebih diprioritaskan karena pneumonia adalah


pembunuh utama pada balita, dari survei mortalitas yang dilakukan oleh subdit
ISPA tahun 2005 menempatkan Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi
terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian bayi.
Pada survey yang sama menyebutkan bahwa sebanyak 23,6% kematian pada
balita disebabkan oleh penyakit ini, yang merupakan proporsi terbesar dari
seluruh penyebab kematian balita 2).

Meskipun secara umum di Indonesia, Angka Kematian Balita cenderung


menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, Pneumonia masih merupakan
penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak Balita, Hal ini
76
dapat dilihat melalui hasil survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10
provinsi dan hasilnya 23,6%( profil kesehatan Indonesia 2005,2006). Estimasi
angka insiden pneumonia balita yang digunakan adalah 10-21% (WHO) 2).

Hambatan yang ditemui dalam meningkatkan cakupan penemuan Pneumonia


Balita di Puskesmas adalah:
1. Tenaga terlatih MTBS/tatalaksana Standar ISPA tidak melaksanakan di
Puskesmas
2. Pembiayaan (logistik dan Operasional) terbatas
3. Pembinaan (bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi) secara berjenjang
masih sangat kurang
4. ISPA merupakan pandemi yang dilupakan/tidak prioritas sedangkan
masalah ISPA merupakan masalah multisektoral
5. Gejala Pneumonia sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga
kesehatan yang tidak terlatih.

Prevalensi pneumonia pada balita hasil analisa data riskesdas adalah 3,1 % dari
semua sampel dengan definisi Pneumonia Diagnosa dan gejala, sedangkan pada
temuan balita pneumonia oleh tenaga kesehatan sebanyak 16,1% dengan
nominal 12788, sedang temuan oleh tim survey sebanyak 31,5% dengan nominal
21166 . Jumlah balita Indonesia berjumlah sekitar 110 juta, dan diperkiraan
prevalensi pneumonia sekitar 10-21% (WHO), Hal ini karena jumlah sampel yang
beda sehingga, menyebabkan perbedaan juga, tetapi hal ini merupakan hal yang
menarik untuk ditelaah. Dan perlu diperhatikan pengertian Pneumonia sendiri
yang belum konsisten, misalnya kadang- kadang program menyebut ISPA dan
kadang-kadang program menyebut pneumonia, jadi hasil laporan profil kesehatan
2007 untuk pneumonia, tidak bisa begitu saja diterima sebagai perbandingan.

Sepanjang tahun 2007 ditemukan penderita pneumonia pada balita sebanyak


477.420. Informasi lebih rinci mengenai kasus pneumonia pada balita
berdasarkan provinsi dapat dilihat pada lampiran.1

77
Pada tingkat pendidikan terdapat kelompok tidak pernah sekolah mempunyai
prevalensi terbesar yaitu 4,7%, makin tinggi pendidikan makin menurun prevalensi
pneumonianya. Pada responden dengan pendidikan sekolah menengah atas
(SMA) dan perguruan tinggi (PT) prevalensinya terendah yaitu 1,2%. Demikian
juga OR yang terjadi, makin tinggi pendidikan responden makin rendah OR nya
dibanding dengan yang tidak pernah sekolah. Hal ini sesuai dengan laporan
riskesdas nasional tahun 2007, dan sesuai dengan teori HL Blum, serta
pernyataan pada profil kesehatan 2007,bahwa determinan pendidikan tetap perlu
untuk melihat kelompok pendidikan mana yang paling banyak terkena sakit,
karena akan berpengaruh pada perilaku hidup sehat. Variabel ini merupakan
variabel dominan untuk terjadinya Pneumonia.

Pada pekerjaan prevalensi tertinggi adalah pada kelompok nelayan (1), kemudian
petani (0,90) dan lainnya (0,80). Tetapi kalau dilihat ORnya maka pada
kelompok responden yang tidak bekerja adalah (3,008) ini adalah OR tertinggi,
kemudian disusul petani ( OR=2,924), kemudian nelayan, buruh dan lainnya.
Setelah dilakukan analisa multivariat maka kelompok pekerjaan, petani
mempunyai OR yang paling tinggi, kemudian disusul kelompok nelayan,
kemudian pekerjaan lainnya, dan yang paling rendah adalah kelompok pegawai
BUMN, hal ini kemungkinan pegawai BUMN makin bagus kesejahteraan, dan
lingkungan kerjanya, dibanding dengan kelompok pekerjaan lainnya.

Pada tingkat pengeluaran memberi informasi makin besar kuintil makin sedikit
ORnya, dan hubungan ini memberikan kemaknaan 0,00. Hal ini sama dengan
laporan Riskesdas Indonesia tahun 2007. Hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa
makin miskin seseorang makin ada peluang untuk sakit pneumonia. Variabel
pengeluaran perkapita merupakan determinan yang dominan.

Pada responden yang mempunyai jumlah balita lebih dari 4 makin besar
prevalensi dan peluang untuk sakit pneumonia. Variabel ini gugur sebagai
varaibel dominan untuk determinan pneumonia.

78
Analisa multivariat Untuk wilayah regional, wilayah Nusa Tenggara mempunyai
persentase yang paling tinggi, kemudian disusul wilayah Maluku dan Papua, serta
Sulawesi, sedangkan pada sebaran menurut Odds ratio maka maluku dan papua
menduduki peringkat pertama, kemudian Nusa Tenggara dan selanjutnya
Sulawesi, hal ini kemungkinan karena daerah yang kering dan sosial ekonomi
rendah, serta kemungkinan kurangnya jumlah fasilitas kesehatan.

Waktu tempuh ke fasilitas kesehatan profesional mempengaruhi terjadinya


pneumonia, hal ini dapat dijelaskan bahwa jarak yang dekat lebih cepat berobat
ke fasilitas kesehatan daripada jarak yang jauh, sehingga penyakit ISPA tidak
menjadi pneumonia. Jarak yang jauh mempunyai odds ratio sebesar 1,516 kali
dibanding resiko yang dekat

Masalah pengadaan air bersih bagi masyarakat merupakan kebutuhan yang


mutlak dan tidak bisa dihindarkan sebagai salah satu sarana untuk mencapai
masyarakat sehat. Namun, kenyataannya masyarakat Indonesia, khususnya di
daerah kering, sangat sulit mendapatkan air bersih. Untuk itu, tidak bisa dipungkiri
bahwa di daerah yang sulit mendapatkan air bersih sangat rentan terhadap
penyakit menular6 ).

Notoatmojo mendefinikan sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu


lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air
bersih dan sebagainya 17).

Variabel jumlah air yang dipakai pada setiap respoden bila dihubungkan dengan
kejadian pneumonia maka responden yang memakai air cukup atau jumlah >= 20
liter adalah 0,6 %, dan responden dengan jumlah air kurang dari 20 liter
sebanyak 0,9% . Hasil analisa menunjukkan p diatas 0,25.

Variabel kualitas air, sumber pencemaran disekitar sumber air, pelihara ternak,
adanya tempat sampah keadaan tempat sampah, adanya tempat pembuangan air
limbah, keadaan pembuangan air limbah masuk kekandidat multivariat.

79
Untuk jumlah air yang mencukupi hal ini berhubungan dengan perilaku kebersihan
seseorang, makin banyak seseorang memakai air makin mempunyai perilaku
sehat yang baik, hal ini, berhubungan dengan cara-cara pemerintah dalam
menurunkan suatu prevalensi penyakit, terutama penyakit menular, seperti
halnya kasus- kasus flu burung, makin sering seseorang mencuci tangan maka
makin kecil resiko untuk terkena penyakit menular tersebut, Sehingga masalah ini
bisa dipikirkan secara logika bahwa semua penyakit akan berhubungan juga
dengan perilaku, disamping dengan jumlah agent dan juga daya tahan seseorang,
baik itu penyakit karena perantara udara, maupun makanan.

Sedang untuk variabel pencemaran sumber air, dan kualitas air, secara tidak
langsung dapat mempengaruhi terjadinya pneumonia, ini dimungkinkan karena 3
variabel tersebut sangat berhubungan dengan suatu kriteria dari rumah sehat,
yang kebanyakan penghuninya adalah dari pendidikan rendah, karena sumber air
yang mereka gunakan tidak baik maka hal ini juga akan mempengaruhi imunitas
seseorang terhadap beberapa serangan penyakit, dan akan dapat dipastikan
akan menganggu kesehatan masyarakat pengguna air tersebut. Jadi dengan
kondisi tersebut maka bukan hanya penyakit pneumonia saja yang meningkat
didaerah tersebut, kemungkinan penyakit lainnya akan lebih tinggi.

Variabel adakah tempat sampah, hal ini menggambarkan adanya pencemaran


lingkungan dengan ada atau tidak adanya tempat sampah, dan pada odds ratio
yang tidak mempunyai tempat sampah ternyata 1,231 cenderung sakit pneumonia
daripada yang mempunyai tempat sampah. Dengan tidak mempunyai tempat
sampah maka memungkinkan bakteri dan virus akan beterbangan diudara
sekitarnya, demikian juga akan mengundang binatang penyebarnya
(lalat,kecoa,tikus dll)

Sedang kan pada variabel pelihara hewan ternak, kemungkinan pneumonia


diagnosisnya bisa overlapping dengan asma, maka kemungkinan adanya alergi
terhadap hewan-hewan tersebut atau kemungkinan adanya kasus- kasus flu
burung, karena salah satu penyebab utama pneumonia oleh virus adalah virus
influenza.
80
Lebih jelas cermati tabel 13 diatas.

4.2. Kejadian morbiditas typhus/paratyphus dengan determinan dan


determinan yang dominan.

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi
pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan
penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase
konvalesen, dan kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu
Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever 12,13,14,15,16).

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.


Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering
merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan perilaku yang tidak
sehat12,13,14,15,16 ).

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin
lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.
Sedangkan orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas,
kemudian menghilang atau sembuh sendiri 12,13,14,15,16 ).

Prevalensi tifoid klinis nasional sebesar 1,6% (rentang: 0,3% - 3%). Sedang
prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus tifoid
1.500 per 100.000 penduduk, pada kisaran nilai (0,4% - 2,6%).

Sebaran variabel independent menurut propinsi maka propinsi DI aceh


menduduk peringkat pertama. Menurut persentase propinsi terbesar adalah
Namru Aceh Darussalam, (2,6%) kemudian Bengkulu (2,5), disusul Gorontalo
(2,4%), sedang angka typhus dan paratyphus nasional adalah 1,6%. Tetapi data
yang diperoleh pada analisa data ini adalah rentang pervalensinya (0,4%-2,6%).
Beberapa daerah diatas angka nasional adalah propinsi Aceh, bengkulu, Jawa
81
barat, banten, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.

Beberapa analisa bivariat maka yang masuk menjadi kandidat ke analisa


multivariat adalah 18 variabel ( jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan,
tingkat pengeluaran perkapita, jumlah balita, wilayah, wilayah administrasi, waktu
tempuh serta adanya transportasi ke yankes, jumlah air yang dipakai, adanya
sumber pencemaran kurang dari 10 m disekitar sumber air, kualitas air, adanya
saluran pembuangan air limbah, keadaan saluran pembuangan air limbah,
adanya tempat sampah, keadaan tempat sampah, adanya hewan ternak, serta
pencemaran sekitar rumah responden) yaitu dengan p<= 0,25

Variabel jenis kelamin setelah hasil akhir multivariat maka kelompok laki laki
mempunyai peluang sakit typhus/ paratyphus sebesar 1,142 dibanding kelompok
perempuan, hal ini karena kebiasan kaum laki-laki kurang perhatian dalam
kesehatannya dan suka jajan di jalan. Ini sesuai dengan teori yang ada dan
laporan nasional riskesdas.

Pada rentang kelompok umur merata pada umur dewasa. Prevalensi tifoid
terbanyak kelompok umur 5-14 tahun dan terendah kelompok umur 65-74, ini
kemungkinan usia –usia sekolah merupakan resiko, dimana anak-anak sudah
mengenal jajan diluar rumah, sedang tempat jajan disekitar sekolah belum tentu
terjamin kebersihannya.

Wilayah pedesaan mempunyai prevalensi yang tinggi dibandingkan perkotaan,


Dengan prevalensi tifoid cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan
pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT perkapita rendah pada data
laporan nasional Riskdesdas

Laporan Profil Kesehatan Indonesia 2007 Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta 2008, gambaran pola 1 penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit tahun 2006 dapat dilihat bahwa demam tifoid dan paratifoid
82
kode DTD (2) dan kode ICD (A1) didapat angka nominal 72.804 dengan
persentase 3,26%. Menduduki peringkat ke3 setelah penyakit diare dan
gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis inf) dan demam berdarah
dengue.

Survey mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi, menyatakan bahwa
angka kematian bayi karena tifoid menduduki peringkat ke 9 yaitu 1,2%, sedang
AKABA (Angka Kematian Balita) data terakhir pada hasil SDKI 2002-2003 yaitu
46 per 1000 kelahiran hidup. Tetapi dari hasil mortalitas penyakit Tifoid
menduduki peringkat ke 6 yaitu sebesar 3,8%.

Kelompok pendidikan prevalensi tertinggi adalah kelompok tidak pernah sekolah,


dan tidak tamat SD kemudian persentase menurun dan yang paling rendah
adalah tamat Perguruan Tinggi. Sedang OR tertinggi adalah tidak tamat SD,
terendah tamat SLTA kalau dibanding dengan perguruan tinggi, dengan p= 0,000,
hal ini sesuai dengan hasil laporan riskesdas 2007. Variabel pengeluaran
dikelompokkan dalam kuintil ternyata kuintil 1 paling tinggi odds ratio terjadi
typhus dan paratyphus daripada kuintil lainnya, makin besar kuintil atau tingkat
pengeluaran makin kecil odds ratio yang terjadi. Lihat tabel 15 dibawah dan p
yang didapat adalah = 0,000. Pada variabel jumlah balita pada rumah tangga
tersebut, maka resiko tertinggi adalah responden yang punya balita 5 atau lebih
dan OR= 3,368, dengan pembanding kelompok tidak mempunyai balita sedang
pada variabel ini tidak mempunyai trend kelompok.

Sedang pembagian atau sebaran responden menurut wilayah administrasi maka


pedesaan memilik odds ratio sebesar 1,338 dibanding perkotaan, dengan
p=0,000. Setelah diajust OR menjadi 1,283 kali untuk sakit typhus paratyphus
pada responden yang tinggal didesa dibanding responden yang tinggal di
perkotaan. Hal ini kemungkinan didesa masih minim fasilitas umum yang
menyediakan tempat penunjang perilaku hidup sehat. Semua variabel waktu
tempuh kefasilitas kesehatan masuk ke kandidat model, dan akhirnya pada model
akhir memperlihatkan bahwa waktu tempuh fasilitas profesional didapat peluang,
1,42 untuk responden yang mempunyai waktu tempuhnya lama, sedang waktu
83
tempuh kesarana kesehatan swadaya masyarakat OR yang waktu tempuh
responden yang lama sebesar 1.224 berarti aksesnya susah atau jaraknya jauh.

Sedang pada sebaran pemanfaatan sarana kesehatan kelihatan ada hubungan


causal plausability yaitu kalau dilihat sebaran persentase maka ternyata yang
memakai posyandu, olindes, dan pod, dan gabung pemanfaatan ketiganya
memakai mempunyai persentase penyakit typhus tinggi , maka OR yang terjadi
adalah responden yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan mempunyai
mempunyai peluang mencegah penyakit typhus yaitu 0,844, 0,728, 0,778 dan
0,617. Dari peristiwa tersebut dapat di maklumi bahwa mereka menggunakan
fasilitas kesehatan karena mereka sudah sakit, jadi persentase yang sakit pada
pengguna fasilitas kesehatan tinggi. berdasarkan pertimbangan tersebut maka
pemanfaatan fasilitas kesehatan tidak diikutkan dalam analisa multivariat. Adanya
sarana angkutan ke fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa persentase yang
sakit typhus pada responden yang tidak mempunyai sarana ke fasilitas kesehatan
sebesar 1,7 dengan peluang 0,917 dengan p= 0,008. Dan merupakan kandidat
masuk multivariat, tetapi tidak sebagai variabel dominan.

Sekali lagi air merupakan sarana untuk berperilaku hidup sehat, dan air juga
merupakan sumber kehidupan, maka penjelasan tentang variabel air adalah
sebagai berikut. Pada variabel tentang air, yang masuk sampai akhir adalah
kualitas air, jumlah air dan sumber pencemaran disekitar air, Pada kualitas air
disini adalah ada peluang sebesar 1,401 pada responden yang mempunyai air
dengan kualitas buruk untuk sakit typhus dan paratyphus, sedang pada
responden yang dalam sumber airnya terdapat sumber pencemaran mempunyai
peluang sebesar 1,097 kali , dan tentang kecukupan air responden yang tidak
cukup memakai air cenderung sakit paratyphus sebesar 1,273 kali

Pada responden yang memelihara hewan ternak adalah 1,7 lebih besar daripada
responden yang tidak memelihara hewan ternak, karena p=0,000 maka variabel
ini masuk ke analisis multivariat, dan bukan sebagai variabel dominan

84
Variabel responden menurut sumber pencemaran yang ada di sekitar rumah,
seperti adanya pasar, tempat pembuangan sampah dan sebagainya, masuk
sebagai kandidat model multivariat tetapi tidak sebagai variabel dominan.

4.3. Kejadian morbiditas hepatitis dengan determinan dan determinan yang


dominan.

Kasus hepatitis yang dideteksi pada survey riskesdas adalah semua kasus
hepatitis klinis tanpa mempertimbangkan penyebabnya. Prevalensi hepatitis
diperoleh dengan menanyakan apakah pernah didiagnosa hepatitis hepatitis oleh
tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak
pernah didiagnosa hepatitis dalam 12 bulan terakhir, ditanyakan apakah dalam
kurun waktu tersebut pernah menderita mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri
perut sebelah kanan atas, kencing warna air teh, serta kulit dan mata berwarna
kuning.

Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus
hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus
lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi
sitomegalovirus. Penyebab hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan
obat-obatan 9,10)

Virus hepatitis A terutama menyebar melalui tinja. Penyebaran ini terjadi akibat
buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah
yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan 9,10).

Cara pencegahan hepatitis adalah menjaga kebersihan perorangan seperti


mencuci tangan. Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi
imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix)
atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis B (Twinrix). Imunisasi hepatitis A
dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan
kemudian, sementara imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu
85
bulan dan 6 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang
potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang sering jajan di luar
9,10
).

Pada hasil laporan Riskesdas menyatakan Hepatitis Klinis terdeteksi diseluruh


provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% rentang (0,2% - 1,9%), hal
ini hampir sama dengan analisa yang dilakukan pada analisa lanjut yaitu hasilnya
0,6 (0,2% - 2,3%).

Hepatitis klinis terdeteksi diseluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi


sebesar 0,6% . tiga belas propinsi memiliki angka rata- rata diatas angka nasional
yaitu; DI Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, Papua.
Dari tiga belas propinsi tersebut diatas propinsi tertinggi adalah propinsi Sulawesi
Tengah.

Data hepatitis dari profil kesehatan Indonesia tahun 2006, melaporkan, jumlah
kasus hepatitis klinis yang dirawat jalan di rumah sakit sebanyak 2.676 kasus,
yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 1.671 kasus dengan kematian pada 5
kasus, dan yang dirawat di puskesmas 12.413 kasus. Jumlah kasus penyakit
hepatitis klinis menurut provinsi pada tahun 2006 disajikan dalam lampiran 2.

Setelah analisa multivariat, maka didapatkan hasil akhir yang masuk ke model
akhir multivariat adalah 11 variabel, dengan nama-nama variabel sebagai berikut;
variabel jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah balita dalam rumah tangga
responden, waktu tempuh kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air,
jenis tempat sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah menurut
daerah administrasi.

Hasil analisa bivariat prevalensi hepatitis menurut jenis kelamin didapat OR pada
kelompok laki-laki 1,474.Sedang hasil akhir multivarait antara hepatitis dengan
karakteristik individu, jenis kelamin ternyata OR laki-laki untuk menderita hepatitis
adalah 1, 275 dibanding kelompok wanita. Hal ini dikarenakan laki-laki cenderung
86
berperilaku tidak sehat dibanding kelompok wanita, dan ada beberapa penelitian
bahwa hal ini disebabkan adanya perbedaan gen pada laki-laki dan
perempuan.(22)

Sebaran data untuk variabel Umur, ternyata umur 1-4 tahun dengan angka
persentase 2,6 pada uji bivariat tidak keluar angkanya, hal ini bisa disebabkan
karena angkanya terlalu kecil, untuk analisa selanjutnya bisa disarankan untuk di
komposit dengan kelompok umur yang lebih besar, dan kalau dilihat tren yang
terjadi maka kelompok umur tua makin banyak yang menderita hepatitis,
dibanding kelompok umur yang lebih muda, dan OR kelompok umur 65-74 adalah
yang tertinggi kalau dibanding dengan kelompok umur 5-10 tahun, karena p yang
didapat= 0,000, merupakan variabel dominan.

Pada hasil analisa bivariat variabel karakteristik keluarga menurut penyakit


hepatitis diperoleh gambaran bahwa pada pendidikan yang lebih tinggi,akan
semakin menurun persentase penyakit tersebut, demikian juga kalau dilihat tren
OR yang terjadi. Dan merupakan variabel dominan terjadinya hepatitis. Sesuai
dengan teori penyakit maka makin rendah pendidikan makin sedikit pengetahuan
untuk hidup sehat, dan cenderung beresiko untuk terpapar penyakit. Kelompok
pekerjaan, pegawai swasta dan BUMN biasanya merupakan kelompok terkecil,
dan PNS dijadikan referens, maka dihasilkan kelompok dengan OR tertinggi
adalah pelayan jasa, petani disusul nelayan, kemudian pekerjaan lainnya.
p=0,000, bukan merupakan variabel dominan. Pada tingkat pengeluaran,
diperoleh sebaran yang tidak memiliki trend, dan masuk sebagai kandidat
multivariat tetapi tidak sebagai variabel yang dominan. Pada kelompok responden
dengan kepemilikan balita, maka, dalam hal ini yang tertinggi OR-nya adalah
responden yang memiliki balita 2. Dan sebagai variabel dominan.

Pengelompok responden menurut wilayah, maka didaerah NTT dan NTB


merupakan kelompok dengan OR tertinggi dan sebagai variabel dominan,
demikian juga variabel wilayah menurut administrasi. Waktu tempuh kesarana
pelayanan kesehatan ini mengambarkan akses responden kesarana pelayanan
kesehatan, apabila makin lama waktu tempuhnya maka makin jarang

87
kemungkinan dia datang ke fasilitas kesehatan tersebut dan makin jarang dia
terpapar penyuluhan, dan hal ini akan mempengaruhi perilaku hidup sehat
mereka, OR= 1,787 dan termasuk variabel dominan. Jumlah air menurut referensi
riskesdas pemakaian air yang cukup perorang adalah 20 liter, dan hasil analisa
disini menunjukkan bahwa responden dengan air yang kurang dari 20 liter
mempunyai OR= 1,614 mempunyai peluang sakit pneumonia dibandingkan
dengan responden yang memakai air yang cukup, merupakan variabel dominan.
Pada responden dengan pemakaian air yang tidak berkualitas mempunyai
peluang untuk sakit hepatitis sebesar adalah 1,448 kali, dibanding dengan
responden yang memakai air berkualitas, masuk variabel dominan. Pada
keberadaan tempat sampah menunjukkan adanya peluang sakit hepatitis klinis
sebanyak 1,143 pada kelompok responden yang tidak mempunyai, dibanding
pada kelompok responden yang mempunyai tempat sampah, hal ini memang
secara logika berhubungan, penyakit apapun kalau lingkungan rumah sanitasinya
jelek, maka akan memperparah keadaan, masuk sebagai variabel dominan. Pada
variabel responden dengan pemeliharaan binatang maka OR yang didapat 1,171
dibanding pada responden yang tidak memelihara binatang, variabel ini
merupakan variabel dominan.

88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pada determinant faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia


ada 12 variabel antara lain, jenis kelamin, umur, pendidikan
pekerjaan, jumlah balita, wilayah, waktu tempuh ke sarana
kesehatan profesional, kecukupan pemakaian air responden,
variabel pencemaran air pada sumber air yang dipakai responden,
kualitas air yang dipakai responden, dan juga adanya variabel
adanya tempat sampah diluar rumah, variabel responden yang
memelihara hewan ternak)
2. Determinant faktor yang mempengaruhi terjadinya
typhus/paratyphus terdapat 13 variabel antara lain variabel jenis
kelamin dan umur, variabel pendidikan , jumlah balita dalam rumah
tangga responden, waktu tempuh kesaran fasilitas kesehatan baik
kesehatan profesional maupun kesehatan swadaya masyarakat,
wilayah menurut pulau dan administrasi, serta kecukupan air,
adanya sumber pencemaran disekitar sumber air minum, dan
kualitas air, adanya tempat sampah, dan saluran pembuangan
limbah)
3. Faktor deteminant yang berhubungan dengan terjadinya Hepatitis
adalah 11 variabel yaitu; variabel jenis kelamin, umur, pendidikan,
jumlah balita dalam rumah tangga responden, waktu tempuh
kepelayanan kesehatan, kecukupan air, kualitas air, jenis tempat
sampah, pelihara ternak, wilayah menurut pulau dan wilayah
menurut daerah administrasi
4. Faktor determinan dominan pada ketiga penyakit yaitu, umur,
jeniskelamin, pendidikan, waktu tempuh kesarana kesehatan,
kecukupan air, kualitas air.

89
5. Propinsi yang mempunyai angka prevalensi tinggi atau diatas angka
nasional pada tiga penyakit tersebut adalah, DI Aceh, NTT, NTB,
Gorontalo, Papua Barat, Papua, Sulawesi Tengah

5.2.Saran

1. Untuk penentu kebijakan dan pelaksana di 6 propinsi lebih


diutamakan untuk meningkatan derajat kesehatan penduduknya.
2. Variabel pendidikan merupakan salah satu variabel dominan,
maka untuk mengurangi peluang sakit salah satunya adalah
meningkatan pendidikan penduduk, penyediaan air yang cukup
otomatis berkualitas, dan mendirikan fasilitas kesehatan yang
dapat dengan mudah di akses oleh penduduk sekitarnya.

,.

90
UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada kepala Badan Litbangkes Dr Triono Soendoro, PhD, Kepala Puslitbang


BMF DR dr Trihono ,tim Panitia Pembina Ilmiah dr Emiliana tjitra, PHD dkk., tim
Komisi Ilmiah DR Soewarto Kosen, MPH. dan revier bapak DR .drs.Tris Eryando
peneliti ucapkan banya terimakasih atas bimbingan pembuatan protokol sampai
pelaporan,

Kepada suamiku Bambang Suteja, dan ketiga anakku, Shollahuddin, Mentari,


Iqbal, karena pekerjaan ibu, maka berkurang waktu ibu untuk memperhatikan,
membimbing dan mendampingi kalian dalam segala suasana, maka kami
ucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada kalian berempat, semoga Allah
selalu melindungi dan membimbing kalian.

91
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. DepKes RI, Buku Pedoman Pengisian Kuesioner, Riskesdas, Jakarta,


2007, halaman 138 .
2. Depkes RI, PPM dan PL, Profil Kesehatan Indonesia 2005, Jakarta,
2006.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , PPM dan PL, Profil
kesehatan Indonesia 2007, Jakarta, 2008.
4. http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html,Nopember
2008
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Pneumonia, Nopember,2008
6. http://www.inawater.com/news. kemitraan air Indonesia, Nopember,2008
7. http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia.html,
Nopember,2008
8. http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/pneumionia.html,
Nopember,2008
9. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php. Nopember,2008
10. http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797 Nopember,2008
11. http://www.suarapembaruan.com/News/2003/04/27/Kesehatan/kes1.html
Nopember,2008
12. http://ww.medscape.com Nopember,2008
13. Http://www.emedicine.com Nopember,2008
14. Http://www.merck.com Nopember,2008
15. Ranjan L.Fernando et al. Tropical Infectious Diseases Epidemiology,
Investigation, Diagnosis and Management, London, 2001;45:270-272
16. Braunwald. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New
York, 2005.
17. Depkes RI, Peraturan Tentang Rumah Sehat, Menkes RI no.
829/Menkes/SK/VII/ 1989, Jakarta 1990
18. UNICEF, WHO, UNESCO, UNFPA, UNDP, UNAIDS, WFP and World
Bank, Pedoman Hidup Sehat Diadaptasi dari Facts for Life Third Edition,
Pusat promosi kesehatan, Depkes, Jakarta, 2003.

92
19. http:// www. Karang joang, dkk, bpp.com.“ 5% kematian Balita
disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi”, Pusat
komunikasi , sekretariat jendral Depkes, Kamis, 28 November 2007.
20. Http: Bank data. Depkes. Go.id , “ Penyakit Yang Dapat Di Cegah
Dengan Imunisasi”, dari hasil SKRT 1992 dan 1995, Kamis 28 November
2007.
21. http: Dinkes-Kutaikertanegara. go.id “ Jumlah Kasus dan Angka
Kesakitan Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I), Kabupaten Kartanegara, Kamis 28 November 2007.
22. Badan Litbangkes DEPKES ,2005, Data Susenas 2004 Sustansi
Kesehatan; Status Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Perilaku hidup
Sehat dan Kesehatan Lingkungan, Jakarta, 2005
23. FKMUI, Kumpulan kuliah statistik Demografi, Depok, 2002
24. Arikunto suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, 1997.
25. Pusat Data Dan Informasi Depkes RI, Modul Analisis Data Menggunakan
SPSS, Jakarta, 2004.
26. Winardi, Pengantar Metodologi Research,Alumni, Bandung, 1982.
27. Royston Erica dan Amstrong Sue, Pencegahan Kematian Ibu hamil Edisi
Bahasa Indonesia, WHO, 1989.
28. Sastroasmoro Sudigdo, Ismail Sofyan, Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis Edisi ke-2, CV Sagung Seto, Jakarta 2002.
29. BPS, Jakarta- Indonesia, Statistik Indonesia Statistical Yearbook of
Indonesia 2007.

93
Lampiran 1. Kasus pneumonia pada balita menurut propinsi

94
Lampiran 2. Kasus hepatitis klinis menurut propinsi

95
Lampiran 3. Kuesioner Riskesdas 2007

96
Lampiran 4. Kuesioner Susenas 2007

97

You might also like