You are on page 1of 12

dsrkp 04

Penyempurnaan Proses Belajar Mengajar - Pokok-pokok Pedoman Proses Belajar Mengajar - BUKU
II - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek
Normalisasi Kehidupan Kampus – 1980
DAFTAR ISI
1. DISAIN INSTRUKSIONAL. ....................................................................................................................1
1.1. Asumsi Dasar Program Disain Instruksional. ..........................................................................1
1.2. Tahapan Kerja Disain Instruksional. .......................................................................................1
1.2.1. Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum. ................................................................1
1.2.2. Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa. .................................................2
1.2.3. Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK).....................................................2
1.2.4. Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa...........................................4
1.2.5. Penentuan materi pelajaran. ...................................................................................................5
1.2.6. Pengembangan "pre-test" (uji-mula). ......................................................................................5
1.2.7. Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional perlu. ......................5
2. PROSES MENGAJAR............................................................................................................................6
2.1. Dari mana pengajaran dimulai. ...............................................................................................7
2.2. Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa. .......................................................................7
2.3. Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa..........................................................7
2.4. Metodologi. .............................................................................................................................8
2.5. Prinsip-prinsip Belajar. ............................................................................................................8
2.5.1. Reinforcement Positif..............................................................................................................9
2.5.2. Meningkatkan Motivasi. ..........................................................................................................9
2.5.3. Proses mengajar yang berhasil. .............................................................................................9

i
penyempurnaan proses belajar menajar

1. Disain Instruksional.
1.1. Asumsi Dasar Program Disain Instruksional.
Asumsi dasar yang dipakai dalam Program Disain Instruksional yang diuraikan disini adalah sebagai
berikut (1 - p. 31) :
1. Perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan) mahasiswa
haruslah timbul/terjadi sebagai hasil dari usaha-usaha yang dilakukan oleh mahasiswa itu
sendiri,
2. "Pengajaran" oleh dosen hanyalah suatu alat atau cara atau pemicu atau apapun namanya,
yang dengan dilakukannya tindakan pengajaran ini, berbagai kegiatan belajar mahasiswa
menjadi berlangsung sedemikian rupa sehingga dalam diri mahasiswa tersebut terjadi
perubahan-perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan)
seperti yang diharapkan.
Jadi, tugas utama dosen adalah : menyediakan dan mengelola suatu proses belajar untuk mahasiswa
sedemikian rupa, sehingga dengan ini, perubahan-perubahan positif (sikap, cara atau pola berfikir,
pengetahuan dan keterampilan) dalam diri mahasiswa dapat terjadi seperti yang diharapkan.

1.2. Tahapan Kerja Disain Instruksional.


Tahapan Kerja Disain Instruksional terdiri dari 8 langkah sbb. (1 - pp. 31-32) :
1. Tentukan topik-topik, dan nyatakan tujuan instruksional untuk masing-masing topik (Tujuan
Instruksional Umum, TIU).
2. Sebutkan satu persatu karaktersitik penting mahasiswa (individual dan/atau kelompok) yang
akan diajar (terutama, yang menyangkut/terkait dengan kondisi sikap, cara atau pola berfikir,
pengetahuan dan keterampilan awal).
3. Rumuskan spesifikasi tujuan-tujuan instruksional khusus (TIK) yang harus dicapai yang
dinyatakan dalam bentuk perilaku (kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan
keterampilan) yang dapat diamati dan dapat diukur, yang harus dapat disebutkan,
diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa setelah mengikuti pelajaran.
4. Tentukan materi pelajaran yang mendukung pencapaian masing-masing tujuan instruksional
khusus.
5. Kembangkan "pre-test" (uji-mula) untuk dapat mengetahui latar belakang dan tingkat kondisi
sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sehubungan dengan
topik.
6. Pilihlah kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber instruksional yang perlu/penting yang
akan dapat "memperlakukan" materi pelajaran sehingga tujuan instruksional khusus dapat
dicapai.
7. Koordinir dan selaraskan sarana pendukung, seperti biaya, personil, fasilitas, peralatan dan
daftar waktu tersedia untuk dapat terselenggaranya program instruksional dengan baik.
8. Susun program/rencana evaluasi hasil belajar mahasiswa sesuai dengan tingkat pencapaian
tujuan instruksional khusus, kemudian, dengan ini, tinjau ulang/evaluasi setiap tahapan disain
yang dilakukan, serta lakukan perbaikan dimana dipandang perlu.

1.2.1. Penentuan Topik dan Tujuan Instruksional Umum.


PENENTUAN TOPIK.
Yang dimaksud dengan topik disini adalah hal-hal yang merupakan lingkup kuliah atau program yang
kemudian merupakan landasan umum penyusunan program instruksional lebih lanjut (1 - p. 34).
Dalam menetapkan banyaknya topik dan sejauh mana kedalamannya, faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah sbb. (1 - p. 34) :
1. waktu yang tersedia serta kapan program harus siap,
2. korelasi dengan mata pelajaran lain,

1
penyempurnaan proses belajar menajar

3. pembatasan yang timbul dari karakteristik mahasiswa, biaya, fasilitas, berbagai sumber yang
diperlukan serta personil.
PENENTUAN TIU.
Tujuan Instruksional Umum (TIU) ≡ tujuan yang dinyatakan secara luas dan umum yang memberikan
ciri suatu program pendidikan atau pengajaran yang menggambarkan hasil pengajaran dari setiap
topik (1 - p. 35).
Contoh redaksi kalimat dalam TIU (1 - p. 35) :
1. untuk membangkitkan apresiasi terhadap suatu materi pelajaran,
2. untuk memperoleh keterampilan dalam suatu kegiatan,
3. untuk menjadi sadar terhadap kejadian-kejadian/gejala-gejala tertentu,
4. untuk mengembangkan kemahiran berfikir mahasiswa melalui pemecahan masalah,
interpretasi data (grafik dan tabel) yang berkaitan dengan ..................

1.2.2. Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Mahasiswa.


Yang dimaksud dengan karakteristik mahasiswa disini adalah : keseluruhan pola kelakuan dan
kemampuan mahasiswa sebagai hasil dari pengaruh lingkungan sosial, pengalaman-nya dll... yang
menentukan pola aktivitasnya dalam mengejar cita-cita (1 - p. 11).
Identifikasi kemampuan awal dan karakteristik mahasiswa serta situasi mula menyangkut
keseluruhan faktor individual, sosial dan situasional yang dapat mempengaruhi proses dan hasil
proses belajar-mengajar (1 - p. 35).
Data/Informasi tentang karakteristik mahasiswa seharusnya digunakan sebagai dasar dalam
menentukan tujuan-tujuan instruksional khusus, tingkat dimana suatu topik dimulai, lingkup pelajaran
yang diberikan, macam dan banyaknya kegiatan belajar yang harus direncanakan (1 - p. 36).
Data/Informasi karakteristik mahasiswa yang perlu diketahui antara lain (1 - p. 36) :
1. usia,
2. tingkat kedewasaan,
3. tingkat kemampuan perhatian,
4. kondisi sosial-ekonomi dan latar belakang keluarga,
5. batasan lingkungan,
6. intelegensia (IQ),
7. hasil-hasil test prestasi dan sikap,
8. kebiasaan belajar,
9. latar belakang pengetahuan,
10. motivasi untuk belajar,
11. .....................

1.2.3. Perumusan Spesifikasi Tujuan Instruksional Khusus (TIK).


Langkah perumusan spesifikasi tujuan instruksional khusus merupakan langkah yang sulit, namun
merupakan langkah yang penting dan harus dilakukan (1 - p. 37).
TIK dinyatakan dalam bentuk-bentuk kondisi sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan
keterampilan (perilaku) yang harus dapat diperagakan, dibuktikan, atau dilakukan oleh mahasiswa
setelah mengikuti suatu kegiatan atau pengalaman belajar (topik atau satuan pelajaran) (1 - p. 37).
Jadi TIK haruslah dinyatakan dalam satu, dua atau tiga aspek sebagai berikut (1 - p. 37) :
1. aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif),
2. aspek nilai dan sikap (afektif),
3. aspek keterampilan motorik (psikomotor).
Aspek pengetahuan dan keterampilan intelektual (kognitif) meliputi produk dan proses ilmiah.

2
penyempurnaan proses belajar menajar

Produk Ilmiah antara lain : fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, generalisasi, teori,


dlsb.....
Proses Ilmiah antara lain : pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, pemecahan
masalah, dlsb....
Aspek nilai dan sikap (afektif) antara lain : emosi, minat, sikap, nilai-nilai, apresiasi, dlsb.....
Aspek keterampilan motorik (psikomotor) antara lain : keterampilan-keterampilan motorik,
manipulasi*) obyek.
*) menurut apa yang tertulis dalam The Concise Oxford Dictionaries, pengertian kata manipulate adalah : handle,
treat, esp. with skill (material thing, question); manage (person by dexterous (esp. unfair); use of influence.

Tingkatan tujuan kognitif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :


1. sekedar memiliki pengetahuan itu,
2. memahaminya,
3. menggunakannya (apply it),
4. menganalisisnya,
5. mensintesakannya dengan pengetahuan dan bahan lain,
6. mengevaluasinya.
Tingkatan tujuan afektif adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :
1. sekedar menerima atau menjadi sadar akan adanya suatu sikap, interest atau apresiasi tsb.,
2. beresponsi sebagai akibat dari kesadaran itu,
3. menilai sikap, interest, atau aspirasi tertentu tsb.,
4. menginternalisasi sikap, interest, atau aspirasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi
karakteristik tingkah lakunya.
Tingkatan tujuan motorik adalah sebagai berikut: (1 - p. 87) :
1. persepsi atau perhatian kepada rangsangan tertentu,
2. kesiapan untuk bertindak (secara fisik, intelektual, dan emosional),
3. respons yang terarah (fisik, visual, atau dengan kata-kata),
4. respons yang mekanis dimana berbagai keterampilan digabungkan untuk melakukan suatu
tindakan yang kompleks,
5. suatu respons yang disadari, normalis dan kompleks pada waktu suatu rangsangan yang
relevan.
Dalam rumusan TIK yang signifikan, haruslah termasukan didalamnya 4 komponen-komponen
penting sebagai berikut (1 - p. 39) :
1. Subyek belajar (mahasiswa) yang dinyatakan secara khusus, tepat dan jelas, yaitu siapa
yang akan menunjukan hasil belajar (setelah ia melakukan kegiatan belajar).
2. Kata kerja yang melukiskan sikap, cara atau pola berfikir, pengetahuan dan keterampilan
(perilaku atau hasil perilaku) subyek belajar yang dapat diamati dan diukur.
contoh-contoh kata kerja yang tepat a.l. : memberikan, menyebutkan, menyusun,
membedakan,
contoh-contoh kata kerja yang tidak tepat a.l. : mengetahui, mengerti, memahami, .......
3. Situasi atau kondisi yang ada/diberikan (yang difahami oleh subyek belajar dan fihak yang
melakukan evaluasi.
4. Standar kualitas dan kuantitas yang antara lain menyangkut :
• spesifikasi tingkat kemampuan subyek belajar yang dapat diterima,
• standar untuk mengukur perilaku atau hasil perilaku subyek belajar yang dianggap
cukup.

3
penyempurnaan proses belajar menajar

TIK haruslah secara spesifik menunjukan apa yang akan dipelajari oleh mahasiswa serta diklasifikasi
baik dalam aspek kognitif, afektif ataupun psikomotor (1 - p. 40).
Rumusan TIK haruslah terdiri dari suatu "action verb", content reference" dan "performance standard"
(1 - p. 40).
Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Sehubungan dengan TIK yang telah dirumuskan, hal-hal penting yang perlu dilakukan adalah :
1. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan
tingkat kemajuan belajar dan tingkat kemampuan mahasiswa,
2. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai dasar dalam pengembangan alat evaluasi
keberlangsungan dan hasil proses kegiatan belajar-mengajar.
3. ditetapkan dan difungsikannya TIK sebagai petunjuk bagi para penyusun disain instruksional
dalam menentukan materi dan strategi instruksional,
4. ditetapkan dan disampaikannya TIK kepada fihak-fihak terkait sebagai suatu konfirmasi dan
informasi yang menjelaskan tingkat kemampuan dan keterampilan yang diharapkan dari
mahasiswa setelah menyelesaikan masing-masing satuan pelajaran.
5. disampaikannya TIK kepada mahasiswa sebagai informasi yang menjelaskan :
• apa dan untuk apa sebenarnya pelajaran (mata kuliah) ini dipelajari,
• apa yang akan dipelajari dan dinilai dalam mengikuti pelajaran (mata kuliah) ybs.

1.2.4. Penyusunan program/rencana evaluasi hasil belajar


mahasiswa.
Sesuai dengan urutan langkah dalam tahapan penyusunan disain instruksional, evaluasi adalah
langkah terakhir, namun dalam lingkup perencanaan program pengembangan, teknik evaluasi harus
berkaitan mengikuti TIK (1 - p. 40).
TIK akan menyarankan bentuk-bentuk alat evaluasi yang seharusnya, dan dengan ini, seyogyanya
dosen merasa mantap dan yakin untuk mengukur secara langsung mengenai apa yang akan
diajarkan (1 - p. 40).
Test yang dipakai untuk mengukur secara langsung tingkah laku mahasiswa yang telah ditentukan
dalam TIK disebut sebagai "Criterion-Referenced-Test (CRT)", test yang didasarkan atas suatu
kriteria. Dikatakan demikian karena test yang demikian ini menentukan ukuran tercapai tidaknya TIK.
Berhasil tidaknya mahasiswa mencapai TIK suatu topik didasarkan atas hasil test yang demikian ini.
(1 - pp. 40-41).
Macam-macam test yang berorientasi pada kriteria adalah sebagai berikut (1 - p. 41) :
1. Pre-requisite Test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki
kemampuan yang disyaratkan untuk dapat mempelajari suatu topik.
2. Pre-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah memiliki kemampuan
seperti yang dimaksud dalam TIK yang hendak dipelajari.
3. Post-test, test yang bertujuan untuk mengukur apakah mahasiswa telah dapat mencapai TIK
Data dan informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi hasil post-test seperti dimaksud diatas
haruslah dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Gambaran kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa.
2. Membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau
mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa).
3. Merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan
sebagaimana mestinya (reinforcement).
4. Umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga
dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah ada
kelemahan-kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional, sehingga, dimana
dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.

4
penyempurnaan proses belajar menajar

1.2.5. Penentuan materi pelajaran.


Yang dimaksud dengan materi pelajaran dalam lingkup penyusunan disain instruksional adalah
aspek-aspek, komponen-komponen ataupun faktor-faktor sehubungan dengan topik atau satuan
pelajaran sebagai berikut (1 - p. 43) :
1. pengetahuan (fakta dan informasi ilmiah yang mendalam),
2. keterampilan-keterampilan (prosedur, kondisi dan persyaratan-persyaratan ilmiah), dan
3. sikap (scientific attitude).
Materi pelajaran haruslah ditentukan sedemikian rupa sehingga menyiratkan jaminan maksimal
bahwa perilaku yang diharapkan terbentuk dalam diri mahasiswa seperti yang disebutkan dalam TIK
dapat tercapai. Jadi, untuk dapat menjadi demikian (1 - p. 43) :
1. materi pelajaran yang ditentukan haruslah relevan dengan TIU dan TIK.
2. dalam menentukan materi pelajaran haruslah dipertimbangkan kemudian diyakini bahwa :
dengan materi pelajaran yang ditentukan ini, dan pada kondisi karakteristik mahasiswa yang
ada, tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan akan dapat dicapai oleh mahasiswa.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah : tidak mungkin bagi suatu
perguruan tinggi untuk mengajarkan segala sesuatu yang dibutuhkan sepanjang hidup mahasiswa.
Oleh karena itu, adalah penting bahwa : proses belajar itu dapat terlaksana sedemikian rupa
sehingga apa-apa yang dipelajari dapat dengan mudah diterapkan atau di-transfer dengan baik
kedalam situasi apapun dimana dibutuhkan (1 - p. 95).

1.2.6. Pengembangan "pre-test" (uji-mula).


Setelah dosen mengkaji tujuan instruksional khusus dan materi pelajaran yang mendukung masing-
masing TIK, langkah lanjut yang perlu dilakukan adalah mengajukan 2 pertanyaan sbb. (1 - p. 44):
1. bagaimanakah kesiapan mahasiswa untuk mempelajari topik/satuan pelajaran ini?
2. apakah mahasiswa telah mencapai beberapa TIK yang telah dinyatakan sebelum pengajaran
dimulai.
Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan yang
terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan pemborosan
waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi yang demikian ini
tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86).
Untuk menghindari terjadinya hal seperti yang diuraikan dalam alinea diatas maka penting sekali
untuk mengetahui secara spesifik hal-hal sbb :
1. sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk
mempelajari suatu topik/satuan pelajaran,
2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan
disampaikan.
Uji mula (pre-test) akan memberikan informasi hal-hal diatas, sehingga dengan ini, dosen akan lebih
berpeluang untuk dapat menetapkan kegiatan belajar-mengajar yang tepat dan juga sumber-sumber
yang memadai.

1.2.7. Pemilihan kegiatan belajar-mengajar dan sumber-sumber


instruksional perlu.
Semua langkah disain yang dilakukan terdahulu sebelum ini merupakan tahap-tahap yang mengawali
tahap pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar yang akan diberjalankan untuk suatu program
instruksional.
Pemilihan/penentuan kegiatan belajar-mengajar seperti yang dimaksud diatas menyangkut 2 hal
pokok sebagai berikut :
1. metoda penyampaian yang akan dibawakan, serta
2. pengalaman belajar mahasiswa yang akan dipacu dan dikelola untuk dapat berlangsung.
Dalam pemilihan metoda penyampaian, hal yang harus dipertimbangkan adalah (1 - pp. 45-46) :

5
penyempurnaan proses belajar menajar

1. masalah efisiensi yang bertalian dengan penggunaan waktu yang dimiliki mahasiswa, serta
fasilitas dan peralatan yang ada,
2. perbedaan kesempatan, kecepatan dan langgam belajar mahasiswa,
3. metoda penyampaian yang lebih baru (walaupun sebetulnya tidak baru) yang lebih memacu
interaksi antara mahasiswa-mahasiswa dan/atau dosen-mahasiswa secara positif,
4. jawaban terhadap pertanyaan sbb. :
apakah dengan metoda penyampaian yang dipilih akan dapat dicapai kondisi-kondisi
sebagai berikut:
• perhatian mahasiswa terarah pada hakekat tugas belajar yang spesifik, sehingga
mahasiswa akan mengetahui dengan pasti tentang apa yang diharapkan darinya,
• motivasi belajar mahasiswa bangkit/meningkat,
• "interest" (ketertarikan) akan pelajaran bangkit dan menguat,
• umpan balik dapat diperoleh dengan segera,
• terbuka kesempatan bagi mahasiswa untuk maju sesuai dengan kemampuan dan
kesempatannya masing-masing,
• frustasi dan kegagalan dapat terhindarkan,
• proses "transfer of learning" pada situasi-situasi baru diluar kelas menjadi meningkat,
• sikap-sikap positif terhadap diri sendiri, dosen, materi pelajaran dan proses pendidikan
pada umumnya menjadi berkembang dan semakin mantap.
Pola metoda dasar umum yang biasa digunakan dalam mengajar dan belajar adalah sebagai berikut
(1 - pp. 45-46) :
1. Presentasi : memberikan informasi kepada mahasiswa melalui ceramah, tulisan di papan
tulis, demonstrasi, pertunjukan dengan alat-alat audiovisual (film, slides, transparant, .........),
dlsb.
2. Studi independen : mahasiswa belajar secara individual dengan membaca text, pemecahan
soal/masalah, membuat laporan tertulis/paper, menggunakan perpustakaan, kerja di
laboratorium, dlsb.......
3. Interaksi : belajar melalui interaksi dosen-mahasiswa dan/atau mahasiswa-mahasiswa
secara positif melalui diskusi, tanya jawab, seminar, dlsb.....

2. Proses Mengajar.
Sehubungan dengan kegiatan mengajar, hal terpenting diantara hal-hal penting lainnya adalah :
kemampuan dosen untuk meningkatkan proses belajar mahasiswa (1 - p. 81).
Proses mengajar tidaklah terbatas pada proses mempengaruhi pemilikan pengetahuan si mahasiswa,
tapi juga proses mempengaruhi sikap, interest, apresiasi dan tingkah laku mahasiswa (1 - p. 81).
Mengajar adalah proses pembuatan keputusan profesional dan penjabarannya menjadi tindakan-
tindakan yang menyebabkan proses belajar mahasiswa menjadi semakin baik, lebih efisien, lebih
dapat diramalkan dan lebih ekonomis (1 - pp. 81-82).
Dalam konteks belajar-mengajar, keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan seorang dosen dapat
dikelompokkan dalam 3 katagori sbb. (1 - p. 82):
a. yang berhubungan dengan tugas-tugas belajar mahasiswa,
b. yang berhubungan dengan tingkah laku mahasiswa,
c. yang berhubungan dengan tingkah laku dosen.
Mengajar, sebenarnya, dapat didefinisikan sebagai : suatu tingkah laku yang sadar yang membuat
proses belajar mahasiswa menjadi berlangsung, atau berlangsung lebih intensif dan/atau menjadi
lebih efisien dibandingkan dengan kalau tidak ada tingkah laku tersebut (1 - p. 84).
Cakupan tingkah laku mengajar dapat berupa sebuah senyuman sederhana atau tepukan yang
memberi dorongan kepada mahasiswa, sampai pada suatu penyajian proses yang kompleks yang

6
penyempurnaan proses belajar menajar

didisain dan diprogram dengan sangat bagus sehingga menghasilkan proses belajar yang dapat
diramalkan, efisien dan efektif (1 - p. 84).

2.1. Dari mana pengajaran dimulai.


Identifikasi tingkat yang tepat dari mana hendak dimulai proses belajar adalah hal yang sangat
penting untuk dapat tercapainya keberhasilan mengajar (1 - p. 86).
Pada saat pengajaran dimulai, seyogyanya dilakukan uji mula (pre-test) yang dipersiapkan dan
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga dari hasil uji mula (pre-test) ini akan dapat diperoleh
informasi-informasi tentang :
1. sejauh mana setiap mahasiswa telah memenuhi pra-syarat yang diperlukan untuk
mempelajari suatu topik/satuan pelajaran, serta
2. hal-hal apakah yang telah dikuasai oleh mahasiswa tentang materi pelajaran yang akan
disampaikan.
Sehubungan dengan informasi yang diperoleh dari uji mula (pre-test), yang terpenting untuk
dipertimbangkan adalah hal sebagai berikut dibawah ini :
Melanjutkan pada suatu tingkat yang terlalu sulit atau terlalu mudah, atau dengan kecepatan
yang terlalu lambat atau terlalu cepat adalah suatu hal yang dapat dipastikan merupakan
pemborosan waktu serta segala pengorbanan yang menyertainya, karena pada setiap situasi
yang demikian ini tidak akan ada yang dipelajari (1 - p. 86).

2.2. Penentuan Pola Kegiatan Belajar Mahasiswa.


Belajar adalah suatu proses yang aktif, keberhasilan suatu proses belajar sangatlah ditentukan oleh
kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar tersebut.
Dalam proses mengajar, pola kegiatan belajar mahasiswa yang bagaimana yang tepat (agar
tujuan/hasil belajar mahasiswa seperti yang diharapkan dapat dicapai) haruslah diidentifikasi dan
ditentukan.
Penentuan pola kegiatan belajar mahasiswa seperti dimaksud diatas mencakup 2 dimensi sbb. :
1. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan tujuan (contoh : seseorang tidak akan
pernah dapat belajar untuk dapat menjadi olahragawan hanya dengan mendengarkan
ceramah, atau akan menjadi pemain biola hanya dengan membaca buku, untuk kedua tujuan
ini ia harus berusaha menjadikannya dirinya seperti yang diharapkan melalui perbuatan),
2. kegiatan belajar yang dipilih harus sesuai dengan kondisi mahasiswa yang diajar (seseorang
tidak akan dapat memperoleh informasi dari buku, jika ybs. tidak dapat membaca dengan
baik).

2.3. Evaluasi Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Mahasiswa.


Mengacu pada bahasan terdahulu sehubungan dengan Tujuan instruksional Khusus (TIK) :
1. dari rumusan TIK yang ditetapkan, haruslah sudah sangat jelas bentuk (perubahan bentuk)
perilaku mahasiswa yang bagaimanakah yang seharusnya terwujud (terjadi) setelah
mahasiswa menjalani masing-masing satuan pengajaran,
2. bentuk (perubahan bentuk) perilaku seperti dimaksud dalam butir 1 diatas haruslah juga
merupakan sesuatu yang dapat diamati dan diukur,
3. TIK merupakan kriteria acuan dalam mengukur dan menentukan tingkat kemajuan belajar
dan tingkat kemampuan mahasiswa,
4. TIK haruslah dijadikan dasar dalam pengembangan alat evaluasi keberlangsungan dan hasil
proses kegiatan belajar-mengajar,
5. atas dasar TIK, seharusnya dosen segera dapat mengembangkan bentuk-bentuk alat
evaluasi yang sebagaimana mestinya, dan dengan ini pula, seharusnya dosen merasa
mantap dan yakin untuk mengukur, menguji dan melakukan evaluasi hasil dari pengajaran
yang menjadi tanggung jawabnya,
6. informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi seperti dimaksud dalam butir 5 diatas haruslah
dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :

7
penyempurnaan proses belajar menajar

. informasi (laporan) untuk fihak-fihak yang berkepentingan sehubungan dengan


kenyataan derajat keberhasilan belajar mahasiswa,
. membantu mahasiswa untuk menyadari bagaimana ia harus mengubah atau
mengembangkan perilakunya sesuai dengan TIK (umpan balik bagi mahasiswa),
. merupakan informasi yang memberikan kepuasan apabila mahasiswa melakukan
sebagaimana mestinya (reinforcement),
. umpan balik bagi dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan), sehingga
dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan) dapat mengkaji : apakah
ada kelemahan-kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan instruksional,
sehingga, dimana dipandang perlu, dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan lebih
lanjut
Dalam hal dipandang perlu dilakukan tindakan perbaikan atau penyempurnaan lebih lanjut seperti
dimaksud dalam butir 6.d., seharusnya dosen (dan/atau fihak yang berkepentingan/berkewenangan)
dimungkinkan dan mampu dengan segera membuat keputusan yang syah dan dapat dipertanggung-
jawabkan untuk melakukan salah satu atau beberapa tindakan (tindak lanjut) sebagai berikut
(1 - p. 90) :
1. pengajaran ulang untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil seperti yang
diharapkan,
2. meniadakan bagian pelajaran dimana tidak dapat dicapai hasil seperti yang diharapkan dan
pindah ke proses belajar berikutnya yang sesuai,
3. memperpanjang proses belajar untuk bagian pelajaran pada mana belum tercapai hasil
seperti yang diharapkan.
Selama proses belajar-mengajar berlangsung, evaluasi dan pelaksanaan tindak lanjutnya seperti
yang diuraikan diatas haruslah merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan
yang tercermin dalam setiap keputusan tindak mengajar yang diambil. Jadi, kegiatan evaluasi
seharusnya tidak dilakukan hanya pada akhir suatu episode mengajar (1 - p. 91).

2.4. Metodologi.
Perlu untuk ditekankan bahwa tidak ada metodologi (pada dirinya) benar atau tidak benar, tidak ada
satu cara mengajar yang paling baik. Keabsyahan dari pernyataan suatu metoda mengajar baik
atau tidak hanyalah dapat ditentukan setelah dinilai sejauh mana efektifitas penerapan metoda
tersebut dalam mendukung tercapainya suatu tujuan belajar tertentu (1 - p.91 ).
Salah satu indikator sukses atau gagalnya seorang dosen melakukan suatu kegiatan pengajaran
dapat dilihat dari : (setelah suatu tujuan pendidikan yang pantas ditetapkan) sejauh mana dosen ybs.
mampu menterjemahkan prinsip-prinsip belajar secara efektif menjadi kenyataan tindakan dan
kegiatan dengan (melalui) mana mahasiswa menjadi dapat mencapai tujuan pendidikan (1 - p. 91).

2.5. Prinsip-prinsip Belajar.


Cukup banyak prinsip-prinsip mengajar yang amat penting diperhatikan dalam proses mengajar,
namun semua ini, pada dasarnya, dapat dikelompokkan sebagai berikut (1 - p. 91) :
1. yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa,
2. yang mempengaruhi laju dan derajat belajar mahasiswa,
3. yang mempengaruhi retensi (sejauh dan selama bagaimana yang diajarkan dapat melekat di
mahasiswa),
4. yang mempengaruhi kemudahan penerapan apa yang dipelajari dalam situasi-situasi yang
dihadapi mahasiswa (terutama setelah mahasiswa selesai menjalani pendidikannya).
Keberhasilan pengajaran oleh seorang dosen, sebenarnya, sangatlah lebih ditentukan oleh sejauh
mana dosen ybs. mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar secara tepat didalam proses mengajar
dibanding dengan berbagai alasan-alasan umum lain yang sering kali dijadikan alasan kegagalan
proses mengajar seperti : IQ mahasiswa payah, latar belakang keluarga mahasiswa tidak menunjang,
dll... (1 - pp. 92-93).

8
penyempurnaan proses belajar menajar

Didalam mempribadikan prinsip-prinsip belajar, seorang dosen mempunyai kemungkinan yang tak
terhingga banyaknya untuk menyatakan kemampuan seni-mengajar-nya, ia dapat dan harus
memasukkan vitalitas dirinya, kepribadiannya dan keterampilan khususnya didalam menerapkan
prinsip-prinsip yang melandasi semua keberhasilan belajar mahasiswa (1 - p. 92).
Hasil pengamatan yang jeli atas segala situasi dan kondisi yang terjadi dalam kelas sebenarnya
dapat mengungkapkan bahwa : belajar yang berhasil itu adalah hasil dari perumusan kriteria
keberhasilan yang tepat/sesuai, diterapkan berdasarkan keputusan dan tindakan mengajar yang
mencerminkan kepribadian dan gaya dosen tetapi serasi/selaras dengan prinsip-prinsip belajar
(1 - p. 93).
Suatu pelajaran dengan rumusan tujuan yang tidak tepat, atau cara mengajar yang melanggar
prinsip-prinsip dasar belajar, pasti akan gagal, betapapun dramatis atau cemerlangnya dosen dalam
usaha mengajarnya (1 - p. 93).

2.5.1. Reinforcement Positif.


Reinforcement Positif adalah salah satu yang termasuk dalam prinsip-prinsip dasar belajar, yaitu hal-
hal yang meningkatkan kemungkinan atau kekuatan suatu respons.
Contoh-contoh tingkah laku dosen yang sesuai (termasuk) dalam prinsip belajar Reinforcement Positif
misalnya : mengatakan kepada seorang mahasiswa "Wah bagus benar pekerjaanmu" atau "Bagus,
bagus Tom", sampai pada pemberian ijin beristirahat lebih awal, atau memberikan surat pujian,
sampai kepada variasi-variasi yang tak terbilang banyaknya (1 - p. 92) :

2.5.2. Meningkatkan Motivasi.


Proses mengajar harus diawali dengan prinsip-prinsip yang terkait dengan motivasi, karena motivasi
sangatlah mungkin merupakan faktor terpenting akan berhasilnya suatu proses belajar. Motivasi
bukanlah faktor yang hanya perlu diperhatikan pada waktu permulaan belajar saja, melainkan suatu
faktor yang harus dipertahankan secara berkesinambungan pada tingkat yang optimal sepanjang
proses belajar-mengajar berlangsung (1 - pp. 93-94).
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi motivasi belajar mahasiswa, ada faktor-faktor yang
tidak dapat dirubah oleh dosen, namun ada pula faktor-faktor yang kondisinya berada dibawah
pengaruh dosen, seperti (1 - p. 94) :
1. tingkat/derajat kepedulian (concern) mahasiswa pada pelajaran,
2. nada perasaan yang bersangkut paut dengan pelajaran yang sedang diajarkan,
3. tingkat/derajat ketertarikan (interest) mahasiswa terhadap pelajaran,
4. tingkat keberhasilan mahasiswa,
5. pertalian kegiatan belajar terhadap tujuan yang didambakan mahasiswa.

2.5.3. Proses mengajar yang berhasil.


Proses mengajar yang berhasil adalah respons berdasarkan teori terhadap pertanyaan-pertanyaan
berikut yang kemudian dijabarkan kedalam tingkah laku pelaksanaan tindakan belajar-mengajar
(1 - p. 101) :
1. Kendala-kendala (constraints) manakah yang ada yang harus diperhitungkan ?
2. Tugas belajar manakah yang cocok untuk mahasiswa pada tahap belajar sekarang ini,
dengan mengingat :
. derajat kompleksitas kognitif (cognitive domain), atau internalisasi (affective domain),
atau otomatisasi (psychomotor domain) ?
. derajat kesulitan dalam penambahan kemajuan ?
3. Tingkah laku mahasiswa manakah yang :
. relevan terhadap tugas ?
. sesuai dengan karakteristik-karakteristik mahasiswa tersebut ?
4. Apa yang merupakan tujuan tingkah laku utama untuk pelajaran ini ?

9
penyempurnaan proses belajar menajar

5. Prinsip-prinsip belajar manakah yang harus disertakan yang berhubungan dengan :


. materi yang harus dipelajari ?
. tindakan belajar ?
6. Modifikasi-modifikasi apakah yang perlu dilakukan untuk mahasiswa tertentu ini ?
7. Bagaimana dosen dapat memanfaatkan kompetensi-kompetensi dan kepribadiannya yang
khas untuk lebih memantapkan penjabaran dari keputusan-keputusan mengajarnya kedalam
tindakan yang efektif, yakni, tingkah laku mengajar yang memadukan pengetahuan yang
kokoh dengan "yang terbaik dari diri saya" ?
8. Metoda manakah yang terbaik untuk mencapai tujuan belajar tersebut ?
9. Bagaimana semua keputusan no. 1 s.d. 8 ini dapat disintesakan secara jitu dalam tindakan
mengajar-belajar :
10. Seberapa berhasilkah tindakan mengajar-belajar itu ?
11. Apa yang seharusnya menjadi langkah berikutnya dalam proses pengambilan keputusan
profesional ?

10

You might also like