You are on page 1of 23

KELAINAN PADA ANUS

Anatomi Dan Fisiologi Anorektum


Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan
rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfnya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut
mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.
Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka
terhadap rangsang nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan
tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rectum, sementara
fisura anus nyeri sekali. Darah vena diatas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi
ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknya hemoroid. Sistem limfdari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limf
sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf para aorta melalui kelenjar
limf iliaka interna, sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3cm. Sumbunya mengarah ke
ventrokranial yaitu arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. batas antara kanalis
anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. didaerah
ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang terjadi
disini dapat menimbulkan abses snorectum yang dapat menimbulkan fistel. Lekukan antar
sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu melakukan colok duburdan
menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis Hilton).

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan
sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, oto
longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter

1
eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m.sfingter eksternus
terdiri atas serabut otot lurik.
Pendarahan arteri. arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang
kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan letak
hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan sebuah di
perempat lateral kiri. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka
interna, sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis
antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai
makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik didaerah percabangan aorta
dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin
perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan
kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan
darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna kebiruan.
Pendarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan kearah kranial kedalam v.mesenterika inferiordan seterusnya melalui v.lienalis ke
vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan ronggga perut menentukan tekanan
didalamnnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena didalam hati,
sedangkan embolus septik dapat menyebabkan pileflebitis, v.hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke dalam v.pudenda interna dan v. hemoroidalis dapat menimbulkan
keluhan hemoroid.
Penyaliran limf. pembuluh limf dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelenjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan limf terus mengalir
sampai ke kelenjar limf iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan
limfadenopati inguinal. Pembuluh limf dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring
dengan v.hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta.
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limf ini.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari
ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju
ke arah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan
ejakulasi. persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga,
dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta
mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena
itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul seperti ekstirpasi radikal
rektum atau uterus, dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi
seksual.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini mempertajam sudut tersebut
bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.
Kontinensia anus bergantunng pada konsistensi feses, tekanan didalam anus, tekanan didalam
rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin sunkar untuk menahannya didalam
usus. Tekanan pada suasana istirahat didalam anus berkisar antara 25-100mmHg dan didalam
rektum antara 5-20mmHg. Jika sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses
sukar dipertahankan.

2
Defekasi. Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid
kedalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bola isi sigmoid
masuk kedalam rektum, dirasakan oleh rektum dan menimbulkan keinginan untuk defekasi.
Rektum mempunyai kemauan khas untuk mengenai dan memisahkan bahan padat, cair dan
gas. Sikap badan sewaktu defekasi yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang
berarti. Defekasi terjadi akibat refleks peristalsis rektum, dibantu oleh mengedan dan
relaksasi sfingter anus ekstern. Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sfingter anus
untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh, peristalsis kolon dan rektum tidak terganggu, dan
struktur anatomi organ panggul yang utuh.
Pemeriksaan proktologi. Hampir semua gangguan atau penyakit pada anorektum dapat dibuat
diagnosisnya berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik termasuk inspeksi dan
palpasi daerah perianus serta pemeriksaan rektal secara digital, pemeriksaan anoskopi, dan
pemeriksaan proktosigmoidoskopi.

KELAINAN PADA ANUS


1. ATRESIA ANI

Atresia ani/anus imperforata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,1996). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Atresia ani adalah
kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan. Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan.

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui. Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan pertumbuhan, fusi,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.

Patofisiologi atresia ani. Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan
sehungga intestinal mengalami obstruksi.

Kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut
peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai
peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang
mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Lebih berpotensi pada bayi baru lahir berupa kelainan bawaan:

3
1. Transelvator (anus imperforata/atresia ani rendah). Perempuan 50 % dengan tipe ini,
laki laki 90 %
2. Supralevator ( anus imperforata tinggi ). Kantong ( pounch ) rektum lebih ke atas dari
pubocogsigeal, Perempuan 50 % laki laki 10 %.

Komplikasi dari atresia ani apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika). Pada letak rendah fistula
menuju ke urethra (rektourethralis).

Manifestasi/tanda terjadinya atresia ani:

• Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir


• Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
• Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
• kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal (Suriadi,2001).
• bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
• Bayi muntah–muntah pada usia 24–48 jam setelah lahir.

Klasifikasi dari atresia ani. Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.

Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan
perineum yang teliti. Pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosa:

1. Pemeriksaan radiologis
2. Sinar X terhadap abdomen
3. Ultrasound terhadap abdomen
4. CT Scan
5. Pyelografi intra vena
6. Pemeriksaan fisik rectum
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Tindakan yang dapat dilakukan tenaga medis pada atresia ani:

1. Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi


posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
2. Colostomi sementara (anus buatan)

Penatalaksanaan dan pengobatan pada atresia ani. Penanganan secara preventif antara lain:

4
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia
anin.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai
tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses
atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

Rehabilitasi dan pengobatan pada atresia ani:

1. Melakukan pemeriksaan colok dubur


2. Melakukan pemeriksaan radiologik
3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus
4. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti
pada masa neonatus
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif :

- Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)


- Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
- Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan


operasi "abdominal pull-through"

Atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Sebaiknya segera dilakukan kolostomi jika terdapat indikasi terjadinya komplikasi.
Cara perawatan colostomi pada pasien atresia ani:

- Cegah terjadinya infeksi dan iritasi


- Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces

Kematian pada atresia ani dapat terjadi jika tidak segera dilakukan penanganan terhadap
komplikasi yang terjadi. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kromosom, USG untuk mengetahui lebih awal kelainan yang terjadi pada bayi.dan pmenuhan
gizi yang baik untuk bayi. Ultrasonograpgy, dan pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical
Blood Sampling).

Diagnosa banding dari atresia ani:

- Pada perempuan dapat ditemukan fistula dan kutaneus, fistula rektoperinium dan
fistula rektovagina.
- Pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula
rektoperineum.
- Terjadinya infeksi pada post operasi kolostomi

Health Education pada orang tua tentang kolostomi pada atresia ani:

5
- Orang tua diberi penjelasan bagaimana melakukan perawatan colostomi.
- Bantu orang tua klien untuk dapat mengerti situasi anaknya bila tambah usia / besar.
- Ketidakmampuan mengontrol feces.
- Perlu toilet training
2. PENYAKIT HIRSCHPRUNG

Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus


myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s). Penyakit hirschprung dapat terjadi
dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada
pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita
Down Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau
colon transversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi
sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih
tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan
oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien
mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan
menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan
mengalami long segment aganglionosis.
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis
myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai
dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.
Anatomi dan fisiologi colon

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum
dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal)
adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan .

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N. hipogastrikus)
yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang
menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis.
Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis
mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi
otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).
Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik
(saraf parasimpatis).

Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

6
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga pleksus tersebut.

Patogenesis:
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus
internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami
kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di
bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapt dibagian distal rectum. 1
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau
hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis,
hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.
Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area tersebut
dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel
ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai
seluruh colon.
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH
(laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan
dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan
dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas
enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan
oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun.
Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion


Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau
nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan
iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen
tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.
Tipe Hirschsprung’s Disease:
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe
Hirschsprun disease meliputi:
• Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.
• Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.
• Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

7
• Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang
sebagian usus kecil.

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada neonatus. Gejala
konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan dalam
waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien.
Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor
feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka
akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika
didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita
harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan
sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang
harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau
minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik
ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada
bagian proksimal intestinal.

Gejala klinik:
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan
gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium pada 24
jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada
beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. 1
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi
abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga
menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam,
hematochezia dan peritonitis.
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau
konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase
mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala
ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus.
Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa
gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan.
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan, perubahan
makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit
hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti
tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan
pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen.
Pada pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.2
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang
dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius
dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitis
masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri
adalah enterocolitis ringan.

8
Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena
stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai
perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin,
meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus.
Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah
dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang
mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang
menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada
mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus
dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi
pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang
aganglion dengan perforasi.
Pemeriksaan penunjang :
Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:
1. Barium enema.
2. Anorectal manometry
3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung.

Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada
distal usus kecil dan kolon, meliputi:
Obstruksi mekanik
• Meconium ileus
o Simple
o Complicated (with meconium cyst or peritonitis)
• Meconium plug syndrome
• Neonatal small left colon syndrome
• Malrotation with volvulus
• Incarcerated hernia
• Jejunoileal atresia
• Colonic atresia
• Intestinal duplication
• Intussusception
• NEC
Obstruksi fungsional
• Sepsis
• Intracranial hemorrhage
• Hypothyroidism
• Maternal drug ingestion or addiction
• Adrenal hemorrhage
• Hypermagnesemia
• Hypokalemia

Tatalaksana
Terapi terbaik pada bayi dan anak dengan Hirschsprung tergantung dari diagnosis yang tepat
dan penanganan yang cepat. Keputusan untuk melakukan Pulltrough ketika diagnosis
ditegakkan tergantung dari kondisi anak dan respon dari terapi awal.. Decompresi kolon

9
dengan pipa besar, diikuti dengan washout serial, dan meninggalkan kateter pada rektum
harus dilakukan. Antibiotik spektrum luas diberikan, dan mengkoreksi hemodinamik dengan
cairan intravena. Pada anak dengan keadaan yang buruk, perlu dilakukan colostomy

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan


pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini termasuk kolostomi pada
neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif setelah berat badan anak >5 kg (10
pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan
termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan
aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari
daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum.

Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman
bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti
pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak
dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama
banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada
anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode
dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada
anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan
dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through.
Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through.

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang pertama
adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan
dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan
perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal
dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari
kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan
stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya
kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi
masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum
dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan
dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam banyak
kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli
bedah mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel
ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang
berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan
segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-through pada zona transisi
akan membutuhkan reoperasi.

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif, konstipasi dan
striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan
menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani
oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total
dimana ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 3
Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung:
Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian
dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler.

10
Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:
Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani
interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum
Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang
ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA
kemudian dimasukkan melalui anus.
Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner.
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun
terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada
pascaoperasi.
3. HEMOROID
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan
tindakan.

Anatomi

Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti cembungan


tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang
ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi
kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang
dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan
bagian anteriornya tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal.
Haustra ( kantong ) dan tenia ( pita ) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot
longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang
dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan ingin
buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap – sayap ke dalam
lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu
lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 – 8 cm dari
anus. Melalui kontraksi serabut – serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan
pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.

Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit
bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit bagian luar,
kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai epidermis berpigmen
yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar keringat. Mukosa kolon
mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis. Pada daerah ini, 6 – 10 lipatan longitudinal
berbentuk gulungan, kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas
oleh simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk.
Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan
transversal. Alur – alur diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada
akhiran analnya dan tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya
kira – kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna
analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.( 5 )

11
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus vena
hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ),
kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di
antara ketiga letak primer tesebut.( 4,5 )

Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior
terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus.

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar dan merupakan
awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus
hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena
porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah
perineum dan lipat paha ke vena iliaka.

Faktor resiko

1. Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis
kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
2. Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
3. Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis

12
4. Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang
berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen,
misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu
defekasi.
6. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh karena ada
sekresi hormone relaksin.
7. Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada penderita sirosis
hepatis.

Beberapa gejala klinis yang tampak terjadi pada penderita hemoroid seperti:

• Dubur mengalami pendarahan (darah jernih dan menetes)


• Nyeri di sekitar anus dan rektum
• Iritasi dan gatal-gatal
• Tonjolan atau benjolan di anus

Klasifikasi

Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma,
walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin
tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan
sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :

• Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah


perdarahan
• Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
• Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah defekasi
selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
• Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong masuk/inkarserasi

Pemeriksaan

Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan
tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan
dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan
karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila
hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin
akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.

• Pemeriksaan Colok Dubur

13
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput
lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar
yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.

• Pemeriksaan Anoskopi

Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi.
Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta
mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps
akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain
dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.

• Pemeriksaan proktosigmoidoskopi

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan


oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa
terhadap adanya darah samar.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

1. Penatalaksanaan Medis

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat hemoroid yang
ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.

a. Non-farmakologis

Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.

Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan
pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP)
yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku
defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali
sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.
Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

b. Farmakologi

Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan


gejala.

14
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:

1. Obat yang memperbaiki defekasi

Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah
laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

2. Obat simptomatik

Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.

3. Obat penghenti perdarahan

Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.

4. Obat penyembuh dan pencegah serangan

Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet
selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Minimal Invasif

Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan


tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.

2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat hemoroid
yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.

• Rubber band ligation – terbuat dari karet dan ditempatkan di sekitar dasar wasir
dalam dubur.

15
• Sclerotherapy adalah salah satu bentuk pengobatan tertua. Suatu larutan kimia
disuntikkan langsung ke dalam wasir atau daerah di sekitarnya. Larutan ini
menyebabkan reaksi lokal yang merusak aliran darah dalam wasir.
• Teknik laser atau teknik elektro-koagulasi – kedua teknik ini menggunakan perangkat
khusus untuk membakar jaringan hemoroid.
• Cryotherapy – teknik ini menggunakan suhu dingin untuk menghilangkan vena dan
menyebabkan inflamasi dan jaringan parut. Hal ini memakan waktu lebih lama,
terkait dengan rasa sakit setelah terapi, dan kurang efektif dibanding perawatan
lainnya. Oleh karena itu, prosedur ini tidak umum digunakan.
• Hemorrhoidectomy – Kadang-kadang, wasir meluas atau parah, entah itu hemoroid
internal atau hemoroid eksternal, yang mungkin memerlukan operasi untuk
menghilangkannya, operasi ini disebut sebagai hemorrhoidectomy. Metode ini adalah
yang terbaik untuk menghilangkan hemoroid secara permanen. Hemorrhoidectomy
adalah pengobatan untuk hemoroid derajat tingkat tiga dan empat.

3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif

• Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik terbaru


yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya.
• Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan
berdarah. Membantu mencegah prolaps.

Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:

1. Jalankan pola hidup sehat

2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)

3. Makan makanan berserat

4. Hindari terlalu banyak duduk

5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.

6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar

7. Minum air yang cukup

8. Jangan menahan kencing dan berak

9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan

10. Jangan mengejan berlebihan

11. Duduk berendam pada air hangat

16
Prognosis

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis.
Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus.
Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah
timbulnya kembali gejala hemoroid.

4. FISURA ANUS
Fisura ini merupakan luka epitel memanjang sejajar sumbu anus. fisura biasanya
tunggal dan terletak digaris tengah posterior. Kadang terjadi infeksi disebelah oral dikripta
antara kolumna rektum pada muara kelenjar rektum. Papila di kolumna menunjukkan udem
yang berkembang sampai merupakan hipertropi papila. Keadaan ini harus dibedakan dari
polip rektum. Daerah disebelah aboral fisura kulit juga mengalami radang kronik dengan
bendungan limf dan akhirnya fibrosis. Kelainan kronik dikulit ini disebut umbai kulit ( skin
tag) yang menjadi tanda pengenal fisura anus. Fisura anus dengan papilla hipertropik
disebelah dalam dan umbai kulit di sebelah luar merupakan trias. Fisura anus dapat terjadi
karena iritasi akubat diare, penggunaan laksans, cedera partus, atau latrogenik. Sering
penyebabnya tidak jelas.

Gambaran klinis dan diagnosis. Biasanya anamnesis didapatkan konstipasi, feses


keras, setiap defekasi nyeri sekali, dan darah segar dipermukaan tinja. Umumnya ada spasme
sfingter: konstipasi desebabkan ketakutan defekasi sehingga ditunda terus menerus. Umbai
kulit dapat dilihat pada inspeksi. Colok dubur dapat dilakukan dengan menekan sisi di
seberang fisura setelah pemberian anestesi topik berulang kali. Proktoskopi juga dilakukan
dengan cara yang sama yaitu anestesi topik dan tekanan pada sisi kontralateral.
Diagnosis banding terdiri atas luka atau rekah anus lainnya, seperti tuberkulosis, sifilis, aids,
atau proktitis. Fisura anus kadang disertai hemoroid intern. Bila ada keluhan nyeri pada
penderita hemoroid biasanya ada fisura, sebab hemoroid intern tidak menyebabkan nyeri.

Penatalaksanaan
Agar defekasi lancar dengan feses lunak dianjurkan diet makanan kaya serat dengan minum
cukup banyak. Obat topikal yang mengandung anestetik dapat berguna. Bila pengobatan ini
tidak berhasil dapat dilakukan sfingterotomi intern, tanpa mengganggu sfingter ektern.
sfingter dalam dibelah disisi samping kiri atau kanan. Fisura biasanya dibiarkan, sedangkan
umbai kulit dikeluarkan. Dilatasi sfingter seluruhnya (termasuk sfingter ekstern) menurut
Lord tidak dianjurkan sebab kadang mengakibatkan inkontinensia.
Fisura anus merupakan kelainan yang kronik, yang sering kambuh atau menunjukken
eksaserbasi. Penanganan konservatif berhasil baik, sedangkan tindakan sfingterektomi intern
akan bermanfaat bila terapi konserfatif tidak berhasil.

17
5. ABSES ANOREKTAL
Abses anorektal disebabkan oleh radang di ruang para rektum akibat infeksi kuman
usus. Umumnya pintu infeksi terdapat dikelenjar rektum dikripta antar kolumna rektum.
Penyebab lain adalah infeksi dari kulit anus, hematom, fisura anus, dan skleroterapi. Abses
diberikan nama sesuai dengan letak anatomik seperti pelvirektal, iskiorectal, antarsfingter,
marginal, yaitu disaluran anus dibawah epitel, dan perianal. Dalam praktik sehari-hari abses
perianal paling sering ditemukan.
Gambaran klinis. Nyeri timbul bila abses terletak atau di sekitar anus atau kulit perianal.
Gejala dan tanda sistemik radang biasanya cukup jelas seperti demam, leukositosis, dan
mungkin kadang toksik. Tanda dan gejala lokat tergantung pada letaknya. Pada colok dubur
atau pemeriksaan vagina dapat dicapai gejala dalam seperti abses iskiorektal atau pelvirektal.
Umumnya tidak ada gangguan defekasi.
Abses perianal biasanya jelas karena tampak pembengkakan yang mungkin biru, nyeri, panas,
dan akhirnya berflluktuasi. Penderita demam dan tak dapat duduk di sisi pantat yang sakit.
Komplikasi terdiri dari perluasan keruang lain dan perforasi kedalam, ke anorektum, atau
keluar melalui kulit perianal.
Penatalaksanaan.
Penanganan abses terdiri dari penyaliran. Umumnya sudah ada pernanahan sewaktu penderita
datang. pemberian antibiotik kurang berguna karena efeknya hanya untuk waktu terbatas
dengan risiko keluhan dan tandanya tersamarkan. Rendam duduk dan analgesik memberikan
pertolongan paliatif. Umumnya setelah perforasi spontan atau insisi abses untuk disalirkan,
atau terbentuk fistel.

6. FISTEL PERIANAL
Hampir semua fistel anus, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel paraanal,
disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel
mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rektum dan lobang lain di perineum
di kulir perianal. Kadang fistel disebabkan oleh kolitis yang disertai proktitis, seperti
tuberkulosis, amubiasis, atau morbus crohn. Fistel dapat terletak disubkutis, submukosa, antar
sfingter, atau menembus sfingter. Mungkin fistel terletak, anterior, lateral, atau posterior.
Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter bersifat
tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.
Fistel dengan lubang kripta disebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel dengan
lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok
kedepan karena radang dan pus terdorong ke anterior di sekitar m. puborektalis dan dapat
membentuk satu lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai hukum goodsall.
Gambaran klinis. Dari anamnesa biasanya ada riwayat kambuhan anses perianal dengan
selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah seikit-sedikit. pada colok dubur
umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk dianus (bukan direktum0 dan ibujari di kulit
perineum sebagai tali setebal 3mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat
disonde sampai sonde keluar di kripta asalnya. fistel perineum jarang menyebabkan gangguan
sistemik. Fistel kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi
karsinoma planoseluler kulit.

18
Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya penyakit
direktum seperti karsinoma atau proktitis TBC, amuba, atau morbus crohn. Fistulografi
kadang berguna pada keadaan kompleks.
Diagnosa banding. Hidrandenitis supuratif merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang
biasanya membentuk fistel multiple subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan
perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiakdan umumnya tidak meluas ke struktur
yang lebih dalam. sinus pilonidalis terdapat hany dilipatan sakrokoksigeal dan berasal dari
sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum. Fistel proktitis dapat
terjadi pada morbus crohn, TBC, amubiasis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang fistel
koloperineal disebabkan oleh benda asing atau trauma.
Penatalaksanaan. pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulectomi. Dianjurkan
sedapat mungkin dilakukan fistulotomi, artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke
lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekendam
intertionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan
operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus.
Prognosisnya pada fistel dapat kambuh kembali bila lobang dalam tidak turut dibuka atau
dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi mencapai permukaan.

7. SINUS PILONIDALIS
Pada hakekatnya sinus pilonidalis sakrokoksigeal tidak berhubungan dengan anorektum.
Kelainan ini disebabkan oleh rambut digaris tengah dibagian atas lipatan gluteal terutama
pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan rambut masuk di kulit. Kelainan ini biasanya
asimtomatiksampai mengalami infeksi akut. radang menunjukan gambaran infeksi akut
sampai menjadi abses dan terbentuk fitel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh
karena sarang rambut didalamnya merupakan benda asing. Kadang terbentuk fistel
bercabang.
Terapi, abses ditangani dengan insisi dan penyaliran. Fistel ditangani dengan eksisi fistel
bersama sarang rambut. Luka eksisi harus dibiarkan terbuka sampai sembuh per sekundam.
Sinus pilonidalis sering kambuh bila luka ditutup secara primer.

8. PROLAPSUS REKTUM

Prolapsus Rektum adalah turunnya rektum melalui anus. Prolapsus yang bersifat
sementara dan hanya mengenai lapisan rektum (mukosa), sering terjadi pada bayi normal,
mungkin karena bayi mengedan selama buang air besarnya dan jarang berakibat serius.
Pada orang dewasa, prolapsus lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk,
sehingga lebih banyak bagian dari rektum yang turun.
Prosidensia adalah prolapsus rektum yang lengkap.
Paling sering terjadi pada wanita di atas usia 60 tahun.

19
Penyebab dar prolapsus rektum seringkali berhubungan dengan berbagai keadaan berikut:
- Enterobiasis
- Trikuriasis
- Fibrosis kistik
- Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak)
- Sembelit.

GEJALA

Prolapsus rektum menyebabkan rektum berpindah keluar, sehingga lapisan rektum terlihat
seperti jari berwarna merah gelap dan lembab yang keluar dari anus.

DIAGNOSA

Untuk menentukan luasnya prolapsus, dilakukan pemeriksaan pada saat penderita berdiri atau
jongkok dan mengedan. Melalui perabaan otot melingkar anus (otot sfingter ani) dengan
menggunakan sarung tangan, sering ditemukan adanya penurunan dari tonus (ketegangan)
otot.

Melalui pemeriksaan sigmoidoskop dan barium enema usus besar, bisa ditemukan penyakit
yang mendasarinya (misalnya adanya kelainan pada saraf dari otot sfingter ani).

PENGOBATAN

Pada bayi dan anak-anak, pelunak tinja akan mengurangi kebutuhan mengedan selama buang
air besar. Melilit bokong dengan tali pengikat diantara waktu buang air besar, biasanya
membantu prolapsus sembuh dengan sendirinya.
Pada orang dewasa, diperlukan pembedahan untuk mengatasi masalah ini. Pembedahan
sering menyembuhkan prosidensia.
Pada pembedahan perut, rektum diangkat, ditarik dan ditempelkan pada tulang ekor. Pada
jenis pembedahan yang lainnya, sebagian dari rektum dibuang.
Untuk orang yang terlalu lemah untuk menjalani operasi karena usia lanjut atau kesehatan
yang buruk, lingkaran dari kawat atau plastik dapat dimasukan mengelilingi otot sfingter ani,
cara ini disebut prosedur Thiersch.

9. INKONTINENSIA FESES
Segala kelainan yang disertai dengan gangguan sensibilitas rektum dan anus dan faal
otot anorektal dapat menyebabkan inkontinensia. Pada inkontinensia neurologik terdapat
hipotoni atau otot sfingter anus dan otot panggul, dan hilangnya refleks anus. Pada
inkontinensia traumatik atau latrogenik, sfingter anus rusak. Defek sfingter biasanya dapat

20
diraba dan dilihat sebab gambaran pengerutan kulit disekitar anus juga hilang. Fungsi otot
anorektum dapat ditentukan dan diukur dengan manometri didalam anus dan rektum.
Penatalaksanaan inkontinensia neeurologik parsial atau ringan dapat diatasi dengan latifan
sfingter, diit kurang serat, dan lavamen urus-urus sehari-hari. ruptur atau kerusakan sfingter
harus dijahit kembali segera setelah traumaatau secara sekunder. Bila ujung otot tidak dapat
ditemukan karena lesi lama, dapat dilakukan plastik dengan pita fasia lata sekitar anus atau
transplantasi m. grasilis.

10. INFEKSI
Radang pada rektum dan atau anus dapat disebabkan oleh gonore, sifilis, amuba dan
berbagai virus. Proktitis gonore menimbulkan iritasi, gatal, pengeluaran mukus dan pus, dan
nyeri. Sifilis menyebabkan ulkus durum yang agak keras dan tidak nyeri. Kondiloma
akuminata juga termasuk penyakit venerik yang disebabkan oleh virus. Kondiloma ini
mungkin tunggal tertabur disekitar anus dan atau vulva, atau banyak yang rapat sehingga
bersatu dan berbentuk bunga kol. Sebagai tandanya ditemukan iritasi kulit, bau dan
perdarahan. Penanganan kondiloma dengan podofilum atau tindakan bedah seperti eksisi,
koagulasi, atau bedah beku. aids mungkin disertai dengan berbagai akibat imunosupresi
seperti tumor kaposi, limfoma, karsinoma kulit, berbagai infeksi jamur, dan TBC.

11. TRAUMA DAN BENDA ASING


Cedera tiang yang merupakan luka tembus melalui anus dapat menyebabkan perforasi
rektum atau buli-buli tanpa adanya luka luar. Cedera biasanya disebabkan jatuh kena tiang
atau kayu dari tempat tinggi. Pada permulaan mungkin keluhannya tidak terlalu berat, tapi
umumnya berat sekali dan memerlukan tindakan bedah darurat termasuk pemasangan anus
preterbaturalis sementara untuk mencegah terbentuknya radang akut ektraperitoneal di
panggul. Benda asing yang dimasukkan dengan sengaja sering memerluka anestesi untuk
mengeluarkannya. Jarang diperlukan laparatomi untuk pengeluaran secara rektomi.

12. STENOSIS ANUS ATAU REKTUM


Stenosis dapat disebabkan oleh hemoroidektomi dengan pembuangan mukosa atau
daerah linea dentataterlalu luas, atau skleroterapi yang salah. Disamping itu stenosis
disebabkan oleh spasme pada fisura anus, lomfogranuloma venerum. kolitis ulserosa, morbus
crohn, karsinoma rektum, penyinaran, dan kelainan bawaan. Tandanya berupa gangguan
defekasi dengan feses berbentuk pensil atau pita. Stenosis sedang dapat ditangani dengan
dilatasi. Kadang digunakan operasi eksisi jaringan parut, sfingterotomi, atau anoplastik,
dengan syarat tidak ada penyakit aktif.

13. IMPAKSI FESES

21
Pada orang tua yang kurang gerak dan mengalami konstipasi dapat mengalami
impaksi tinja. Pada keadaan ini feses direktum menjadi keras seperti batu sehingga tertahan
ditempatnya, umumnya direktum. Kadang ada diare sebab feses cair dapat mengalir melewati
feses keras. Keadaan ini dapat diatasi dengan obat pencahar peroral dan peranus, dan
pengeluaran digital.

14. PROKTITIS RADIASI


Pada penyinaran uterus, serviks, prostat, dan buli-buli, mungkin usus, termasuk
rektum, dapat terpengaruh. Insiden beranjak antara beberapa sampai 15persen. Dalam hal ini
rektum lebih peka daripada vagina. Umumnya gejala dan penyulit timbul dalam waktu
2tahun setelah penyinaran: kadang baru setelah 10-20 tahun.
Gambaran klinis. Mungkin tidak ada keluhan dan tanda di kulit, tetapi pada pemeriksaan
rektum didapati spasme yang nyeri. Pada minggu pertama, rektoskopi usus meperlihatkan
udem, iritasi, dan kemerahan yang mudah berdarah. Akhirnya, reaksi akut hilang dan mukosa
menjadi rata, pucat, dan hipotrofik dengan teleangiektasia. Mungkin terbentuk ulkus, fistel,
atau struktur. Kadang ulkus mirip dengan yang terdapat pada keganasan. Proktitis radiasi
menimbulkan perdarahan, tenesmi, spasme, dan inkontinensia. Kelainan dapat mengalami
progresi selama beberapa tahun dengan pembentukan fibrosis berdasarkan kelainan obliteratif
arteri. Pada fase akut dapat dilakukan enema yang mengandung kortikosteroid. Bila terbentuk
fistel intern atau ekstern, akan timbul nyeri dan stenosis. Oleh karena itu, mungkin perlu
dibuat kolostomi untuk mengistirahatkan rektum dan menghindati kontaminasi oleh tinja.
Biopsi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan fistel.

15. ENDOMETRIOSIS REKTUM


Endometriosis ekstern direktum atau di septum rektum vaginale dapat menyerupai
karsinoma rektum. Diagnosisnya sukar ditentukan. Yanmgkhas ialah gejala yang bersifat
berkala sesuai dengan daur haid. Jaringan endometrium ektopik dapat masuk ke dinding usus
tetapi tidak mencapai mukosa. Karena dapat bertumpah ditempat endometrium ektopik,
terbentuklah fibrosis di dinding usus yang menyebabkan stenosis dan obstruksi.
Gejala nyeri kram perut berkala merupakan keluhan utama. Mungkin ada obstipasi, diare,
nyeri sewaktu defekasi, dan tenesmi ad anum. Keluarnya darah darah dari anus jarang sekali
ditemukan. Sering ada keluhan dismenorea, dispareunia, dan infertilitas.
Pada pemeriksaan abdomen atau colok dubur ditemukan tumor> pada pemeriksaan rotgen
dan endoskopi ditemukan penyempitan lumen dengan selaput lendir utuh yang disebabkan
oleh pembengkakan. Untuk terapinya diberikan sediaan hormon. Bila hasilnya tidak
memuaskan atau stenosis terlalu mengganggu, sebaiknya dianjurkan penanganan bedah.

16. Tumor Ganas


Sekitar linea muko kutan (linea dentata) terdapat beberapa tumor ganas yang harus
dibedakan dari kelainan jinak seperti hemoroid, kondiloma, leukoplakia, fisura dan
limfogranuloma venerum.

22
Koarsinoma planoseluler.
karsinoma ini merupakan tumor yang sering ditemukan di anus (75% dari segala malignitas),
tetapi jarang jika dibandingkan dengan adenokarsinoma rektum (3-5%).
Pada awalnya tumor ini merupakan tonjolan yang mudah digerakkan, tetapi pada tahap lanjut
ada indurasi jauh kedalam dinding anorektum dan ulserasi. Mungkin ditemukan tumor satelit
dikulit dan metastase di kelenjar limf inguinal. Sering tumor ini menjalar masuk rektum dan
sfingter sehingga selain ke kelenjar limf inguinal ada penyebaran ke kelenjar limf perirektal
dan mesenterium.
Tumor lokal dan kecil dapat ditangani denganeksisi lokal. terapi radiasi dapat berguna
sebagai upaya paliatif bila tumor bersifat radiosensitif. Pembedahan radikal harus dianjurkan
untuk tumor infasif tanpa penyebaran di luar daerah lokoregional.
Walaupun lebih jarang, melanoma malignum dapat ditemukan dianorektum, baik yang
melanotik maupun amelanotik. Metastase limf maupun sistemik terjadi pada tahap agak dini,
Prognosis disebut tidak baik walaupun dilakukan pembedahan.
Karsinoma basoseluler.
Karsinoma ini jarang ditemukan, biasanya dipinggir anus. Sifatnya sama dengan ulkus rodens
dimuka. Eksisi lokal memberikan prognosis baik, sebab metastasis hampir tidak pernah ada.

23

You might also like